I.
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat global terutama terkait morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. PJK menjadi penyebab kematian terbesar di negara maju dan berkembang sejak 20 tahun terakhir. Pada tahun 2007, 1 dari 6 kematian yang terjadi di Amerika Serikat (AS) disebabkan oleh penyakit PJK. (Jellinger, 2012). Salah satu faktor risiko utama PJK adalah aterosklerosis yang ditandai adanya penebalan dinding pembuluh darah arteri. Dengan mediasi senyawa reactive oxygen species (ROS), low density lipoprotein (LDL) akan mengalami peroksidasi menjadi oxLDL dan menimbulkan jejas pada sel endotel. Jejas tersebut mengakibatkan disfungsi endotel yang ditandai dengan penebalan neointimal dan meningkatkan akumulasi lemak serta stres oksidatif pada daerah intima. Disamping itu, peningkatan ekspresi CD36 yang merupakan reseptor scavenger utama dari oxLDL pada makrofag menjadi faktor utama pembentukan sel busa (Silverstein, 2010). Sel busa ini akan melepaskan sitokin proinflamasi yang meningkatkan akumulasi makrofag pada intima hingga terbentuknya plak atheroma (Ross, 2005). Sampai saat ini penanganan aterosklerosis masih terfokus pada terapi farmakologis dislipidemia, dengan statins (Tao, 2011). Akan tetapi statins memiliki banyak efek samping seperti myalgia, peningkatan gula darah, induktor diabetes tipe-2, myositis, peningkatan kreatin kinase, dan rhabdomyolisis (Colluci, 2005). Keterbatasan ini mengundang upaya menemukan suatu agen alternatif yang memiliki efek terapi pada aterosklerosis namun dengan efek samping yang minimum. Kitosan adalah modifikasi senyawa kitin pada kulit luar hewan golongan Crustacea. Sifat antioksidan kitosan dapat menekan jumlah ROS dan TNF-α yang diketahui memiliki andil dalam progresivitas aterosklerosis khususnya tahap peroksidasi lipid dan ekpresi CD36 makrofag (Baldrick, 2009; Kong, 2010). Besarnya produksi kitin di Indonesia yang diprediksi mencapai 12.000 hingga 17.000 ton per tahun menjadikan Indonesia sangat berpotensi sebagai produsen kitosan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan obat-obatan (BPS, 2006). Derivat terbaru kitosan yang tersedia saat ini adalah kitosan zwitter ion. Perubahan struktur ini dapat meningkatkan kelarutan kitosan dalam air dan mengurangi efek pro-inflamasi dan aktivasi komplemen yang ditimbulkan (Bajaj, 2012). Guna mengetahui pengaruh zwitterion chitosan for atherosclerosis (Zichoat) pada ekspresi CD36 makrofag dan penebalan intimal, peneliti melakukan uji coba pemberian Zichoat pada tikus yang telah diinduksi adrenalin dan diet kuning telur. I.2
Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah Zichoat dapat menghambat
ekspresi CD36 makrofag dan penebalan intimal dinding aorta pada tikus yang diinduksi adrenalin dan diberi diet kuning telur?
II.
I.3
Tujuan Program 1. Memeriksa ekspresi CD36 makrofag pada tunika intima dinding aorta secara imunohistokimia pada tikus yang diberi Zichoat. 2. Memeriksa penebalan intimal dinding aorta (ketebalan dan hiperplasia) pada tikus yang diberi Zichoat.
I.4
Luaran yang Diharapkan Dari penelitian ini, diharapkan adanya tambahan data ilmiah mengenai jalur kerja dan peranan Zichoat dalam menghambat ekspresi CD36 makrofag dan penebalan intimal dinding pembuluh darah. Hal ini diharpkan juga dapat menjadi referensi dalam bidang kedokteran sebagai alternatif terapi pada penanganan progresivitas aterosklerosis.
I.5
Manfaat 1. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai efek Zichoat terhadap ekspresi CD36 makrofag dan penebalan intimal pembuluh darah, dan memberikan tambahan nilai (add value) pemanfaatan kitosan. 2. Memunculkan peluang paten zichoat sebagai teknologi baru pencegahan dan pengobatan aterosklerosis. 3. Memberikan kontribusi dalam hal menekan angka mordibitas dan mortalitas akibat PJK yang sebagian besar disebabkan oleh aterosklerosis.
TINJAUAN PUSTAKA II.1 Zwiter Ion Chitosan Kitosan [(1-4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranosyl] adalah polisakarida kationik yang diperoleh dari deasetilasi kitin, Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau, tidak berasa, dan memiliki sifat kimia berupa gugus amin yang aktif dan mampu berikatan dengan beberapa logam (Bajaj, 2012). Kitosan memiliki biokompatibilitas dan biodegradasi yang tinggi sehingga banyak diteliti sebagai agen farmakologis berbagai penyakit. Aktivitas kitosan mampu menghambat ekspresi dan pensinyalan TNFα secara in vitro (Yoon, 2007). Dalam kaitannya dengan aterosklerosis, pensinyalan TNF-α memiliki peran penting terhadap peningkatan ekspresi reseptor CD36 yang memfasilitasi interaksi oxLDL dengan makrofag (Hsu, 2000). Penelitian pada fibrosarkoma juga menunjukkan kitosan mampu menghambat MMP dan ROS (Kong, 2010), dimana kedua molekul ini diketahui memiliki peran yang penting dalam disfungsi endotel pada aterosklerosis. Zichoat memiliki kelarutan dalam air yang lebih tinggi (Liu, 2009) dan kemampuan menginduksi reaksi alergi/ inflamasi yang lebih rendah dibandingkan derivat kitosan lainnya. Penelitian Bajaj secara in vivo mengungkapkan bahwa Zichoat tidak menimbulkan respon inflamasi
pada tikus karena memiliki gugus amino yang rendah dan pH yang normal (Bajaj, 2012). II.2 Patogenesis Aterosklerosis Proses aterogenesis diawali adanya jejas vaskuler akibat perubahan homeostasis dan stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel. Pada fase ini terjadi peningkatan ekspresi faktor protrombotik, molekul adhesi, sitokin proinflamasi, dan faktor-faktor kemotaktik lainnya (Ross, 2005), serta ketidakseimbangan antara adrenalin dan nitric oxide (NO) (Pasternak, 2005). Meningkatnya ekspresi sitokin mengakibatkan peningkatan produksi ROS, yang berdampak pada penurunan bioavailabilitas NO. Penurunan bioavailabilitas NO meningkatkan ekspresi vascular adhesion molecule 1 (VCAM-1) yang bertugas meningkatkan migrasi monosit dan limfosit ke endotel. Terikatnya sel inflamasi tersebut merupakan tahap pertama dari invasi dinding vaskuler melalui ekspresi nuclear factor kB (Ross, 2005). Dalam subintima, LDL yang terakumulasi akan mengalami peroksidasi menjadi oxLDL dan melanjutkan pensinyalan dengan infiltrat makrofag melalui reseptor scavenger CD36. Pensinyalan ini akan memicu terjadinya internalisasi partikel oxLDL, penumpukan kolesterol ester, dan mengubah regulasi aktin sehingga akan terbentuk foam cell (sel busa) yang terjebak dalam intima (Silverstein, 2010). Selain itu, oxLDL akan meningkatkan ekspresi macrophage colony stimulating factor (M-CSF) dan memberikan rangsang kemotatik untuk makrofag lain. Adanya proses umpan balik ini akan menstimulasi replikasi monosit lokal dan merangsang migrasi makrofag baru ke lokasi lesi (Ross, 2005). Respon inflamasi yang berkelanjutan akan memperburuk pergerakan lipoprotein lain dalam arteri, meningkatkan terjadinya penempelan LDL pada endotel dan otot polos vaskular, serta meningkatkan transkripsi gen LDL-receptor. Oleh karena itu, terperangkapnya lipid pada dinding arteri akan menimbulkan suatu rantai inflamasi dan proses oksidasi lipoprotein yang tidak terputus. Adapun komplikasi yang diakibatkan oleh pembentukan plak aterosklerosis terjadi akibat produksi enzim matrix metalloproteinase oleh makrofag yang akan mendegradasi matriks ekstraselular yang memberikan kekuatan pada fibrous cap (Ross, 2005). III. METODE PENDEKATAN III.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimental murni dengan rancangan randomized post test control group.
Gambar 1. Bagan Desain Penelitian Zichoat III.2 Sampel dan Besar Sampel Sampel dialokasikan ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu K, P1, P2, P3, dan P4. Rumus sampel yang digunakan adalah rumus Federer: (p1)(n-1)>15 dengan nilai p (perlakuan) adalah 5, dan didapat n (jumlah sampel minimal) pada tiap kelompok adalah 5. Mengantisipasi tikus yang mati selama penelitian maka jumlah sampel ditambah 50%, sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 40 ekor tikus. III.3 Kriteria Sampel III.3.1 Kriteria inklusi Tikus jantan berumur 20 minggu dengan berat 180 – 200 mg, dan dalam kondisi sehat. III.3.2 Kriteria eksklusi Tikus mati dalam masa percobaan atau mengalami diare sebelum masa percobaan yang ditandai oleh feses yang tidak terbentuk. III.4 Variabel Penelitian III.4.1 Variabel bebas (independent variable) Dosis pemberian Zichoat 5%, 10%, 25%, 50%. III.4.2 Variabel tergantung (dependent variable) Ekspresi CD36 makrofag pada tunika intima dan penebalan intimal (ketebalan dan hiperplasia) dinding aorta abdominalis.
IV.1 Tahapan Pelaksanaan IV.2.1 Persiapan hewan coba Tikus diberi makan berupa makanan standar dan minum (ad libitum) selama 2 minggu untuk penyetaraan sebelum diberikan intervensi. IV.2.2 Pembuatan Zichoat Sebanyak 200 mg asetat kitosan yang dibuat dengan melarutkan kitosan berat molekul rendah (15-50 kDa) dalam asam asetat lalu dilarutkan dalam 30 ml air deionisasi. Succinic anhydride ditambahkan dalam bentuk padat ke larutan kitosan sambil. pH campuran reaksi dipertahankan pada kisaran 6–6.5, kemudian dinaikkan hingga pH 8–9 dengan menambahkan 1 N NaHCO3. Setelah itu diamkan semalam pada temperatur ruangan dan dengan pengadukan, campuran reaksi kembali didialisis terhadap air dan pH dipertahankan pada kisaran 8-9 dengan 1 N NaOH. Dilanjutkan dengan dipresipitasi menggunakan etanol. Presipitat yang terbentuk dicuci dengan aseton kemudian dikeringkan pada suhu 50°C. Sebelum diadministrasikan ke tikus, disiapkan larutan dengan konsentrasi volume Zichoat per 100 ml pelarut etanol menjadi 5%, 10%, 25%, dan 50%. IV.2.3 Induksi adrenalin, pemberian diet kuning telur dan zichoat Ekor tikus dikompres dengan kapas berisi hangat sampai terjadi dilatasi vena, kemudian dilakukan injeksi adrenalin intravena dengan dosis 0,006 mg (konversi dosis kelinci 0,018). Induksi adrenalin dilakukan sebanyak satu kali pada awal perlakuan. Adapun diet kuning telur diberikan melalui sonde lambung sebesar 3-4 % BB tikus (±5 gr), dicampur dengan zichoat sebanyak 1 cc, diberikan 1 kali setiap hari selama 30 hari. IV.2.4 Pembedahan, pengambilan aorta, dan parafinisasi Tikus dieutanasia dengan ketamine dosis tinggi lalu diemboli. Setelah itu dilakukan pembedahan dan diambil bagian aorta abdominalis sepanjang 5 cm (di bawah arteri renalis sampai percabangan arteri iliaca termasuk bifurcatio aorta. Aorta kemudian dimasukkan ke dalam fiksatif (formalin 10%) selama 24 jam, lalu dibuatkan blok parafin. IV.2.5 Pemeriksaan Imunohistokimia Ekspresi CD36 Makrofag pada Tunika Intima Sampel aorta yang telah disayat dengan mikrotom (tebal 6 mikron) diletakan pada slide polilisin dan difiksasi dengan menggunakan etanol 95% dan direhidrasi menggunakan 0,1 M PBS (phosphate-buffered saline) dalam pH 7,4. Selanjutnya dilakuan inkubasi 3 kali dengan hidrogen peroksida 3% selama 30 menit pada ruang kedap cahaya, 5% serum fetus sapi dan antibodi primer (rabbit anti CD36) selama 2 jam dalam suhu ruangan, dan inkubasi dengan antibodi sekunder selama 2 jam. Reaksi positif dideteksi dengan meneteskan substrate chrommogen (DAB) dilanjutkan counterstain dengan hematoxylin dan
kemudian ditutup dengan cover glass untuk diamati di bawah mikroskop cahaya pembesaran 100x. IV.2.6 Pengukuran Ketebalan Intimal dan Hiperplasia Dinding Aorta Setelah proses deparafinisasi, dibuat sayatan histologi dengan mikrotom, tebal 4 mikron, dan dilakukan pemulasan dengan HE. Pengukuran pertama menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 100x) untuk mengukur ketebalan neointimal pada 8 zona (jam 12.00, 13.30, 15.00, 16.30, 18.00, 19.30, 21.00, 22.30). Dilanjutkan dengan pemeriksaan hiperplasia dengan pembesaran 400x. IV.2.7 Prosedur Pengumpulan Data Data dikumpulkan berupa data kuantitatif imunohistokimia ekspresi CD36 makrofag tunika intima dan gambaran mikroskopik penebalan intimal berupa ketebalan dan hiperplasia dinding aorta abdominalis. Untuk pengukuran ekspresi CD36 dihitungan dengan skala rasio menggunakan aplikasi imagescope aperio, sementara untuk ketebalan intimal dan hiperplasia dihitung dengan aplikasi aperio. IV.2.8 Teknik Analisa Data Analisa data yang dipergunakan adalah Kolmogorov - Smirnov test, Levenne test, uji statistik parametric (Anova satu arah) dan uji beda nyata terkecil. Derajat kemaknaan yang ditetapkan adalah α=0,05. IV.3 Instrumen Pelaksanaan Dalam pelaksanaan penelitian ini Tim Zichoat menggunakan beberapa instrument yaitu: a. Tikus wistar jantan 40 ekor b. Pakan tikus c. Alat dan bahan untuk intervensi : adrenalin, spait 1 cc, telur ayam, kitosan oligosakarida, dan spidol marker. d. Alat dan bahan untuk pembedahan : urine container, pisau bedah no. 10, needle 23 trm, kapas, dan NaCl e. Alat dan bahan untuk analisis : antibodi CD36 makrofag primer, antibodi sekunder, box IHC, slide box, slide polilisin, dan HE.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Hasil V.1.1 Penurunan ekspresi CD36 pada tunika intimal Ekspresi CD36 diperoleh melalui hasil pengecatan imunohistokimia menggunakan antibodi anti-rats CD36. Dari hasil pengecatan tersebut dilakukan pengambilan gambar mikroskopik dengan pembesaran 100x dan dianalisis dengan aplikasi Imagescope Aperio. Daerah positif kuat (berwarna coklat tua) menandakan ekspresi CD36 pada tunika intimal aorta yang kemudian dibandingkan dengan area total untuk mendapatkan rasio ekspresi CD36 dari masing-masing sampel. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 1. Grafik Box Plot Rasio Ekspresi CD36 Makrofag Uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk mendapatkan distribusi data rasio ekpresi CD36 normal dengan p=0,01. Selanjutnya, uji homogenitas varians dengan Levenne, mendapatkan nilai signifikansi 0,065 sehingga disimpulkan bahwa varians data tidak berbeda (p>0,05). Analisa hasil dilakukan dengan menggunakan uji one way Anova karena syarat distribusi data normal dan varians yang sama telah terpenuhi. Hasil uji Anova didapatkan nilai p=0,01 yang artinya paling tidak terdapat perbedaan yang signifkan pada dua kelompok. V.1.2 Ketebalan dan hiperplasia tunika intimal Pengukuran tunika intimal dilakukan dengan. Berdasarkan gambaran mikroskopis pada tunika intima sampel didapatkan hasil bahwa rata-rata ketebalan tunika intimal pada masingmasing kelompok adalah K (-) 291,80 ± 70,80; 5% 198,82 ± 37,52; 10% 163,54 ± 13,79; 25% 177,54 ± 35,74; 50% 130,16 ± 19,74 (dalam nm). Rata-rata ketebal intimal terkecil didapat pada kelompok 50%.
Grafik x. Grafik Box Plot Ketebalan Tunika Intimal Sampel Uji Saphiro-wilk menunjukkan data terdistribusi normal dengan p= 0.891 untuk kelompok K, p=0.921 keompok 5%, p=0,971 kelompok 10%, p=0,679 kelompok 25%, dan p=0.578 kelompok 50%. Uji homogenitas data dengan Levenne test menunjukkan data tidak homogen (p=.016). Sementara uji Anova satu arah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara masing-masing kelompok intervensi dan kontrol (p=0.000). Karena data tidak terdistribusi homogeny, maka pada uji BNT digunakan uji Tamhane dan didapatkan perbedaan yg tidak signifikan antar kelompok kontrol dan intervensi (p>0.05). V.2 Pembahasan Pemberian Zichoat pada tikus yang diinduksi mengalami aterosklerosis menunjukkan penurunan ekpresi CD36 yang signifikan pada seluruh perlakuan (5%, 10%, 25% dan 50%). Penurunan ekpresi CD3 semakin besar seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak. Mekanisme penurunan ekpresi CD36 tersebut disebabkan oleh kemampuan zichoat untuk menekan ekpresi TNF-α oleh sel infamatorik. Rendahnya ekpresi TNF-α oleh sel inflamatorik akibat paparan kitosan telah dibuktikan oleh penelitian Yoon (2007) secara in vitro. Hal tersebut memberikan gambaran mekanisme dasar dari zichoat dalam menghambat progresivitas aterosklerosis. Sementara itu untuk variabel ketebalan intimal dan hiperplasi menunjukkan bahwa pemberian Zichoat (5%, 10%, 25%, 50%) mampu meregresi pembentukan plak atheroma. Akan tetapi hasil yang diperoleh tidak berbeda signifikan secara statistic apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini mungkin terjadi karena jumlah sampel kurang. Penelitian oleh Xingjiang, dkk (2004) juga
menemukan hal serupa dimana didapatkan penebalan intimal yang rendah, areal plak yang lebih kecil, dan kadar serum kolesterol yang lebih rendah pada kelinci yang diberi diet tinggi lemak dan kitosan, dibandingkan kelompok kontrol. Keseluruhan mekanisme tersebut diambah dengan efek chitosan pada reseptor scavenger CD36 makrofag secara sinergis memfasilitasi terjadinya regresi plak atheroma pada aterosklerosis. IV. KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Zichoat mampu menekan 2. VI.2 Saran 1. Berdasarkan sudut pandang ilmiah, kami menyarankan agar dilakukan penelitian yang lebih lanjut guna menyempurnakan tujuan yang diharapkan dari penelitian ini agar dapat memberikan kazanah ilmu pengetahuan kedokteran di cardiologi. 2. Berdasarkan sudut pandang klinis, kami menyarankan agar penelitian dilanjutkan supaya dapat dijadikan terapi intervensi baru bagi penderita aterosklerosis. 3. Berdasarkan sudut pandang sosial, kami menyarankan agar hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam hal menekan angka mordibitas dan mortalitas akibat PJK yang sebagian besar disebabkan oleh aterosklerosis dan mewujudkan masyarakat Indonesia sehat dan produktif. V. DAFTAR PUSTAKA Bajaj, G., dkk. 2012. Zwitterionic Chitosan Derivative, a New Biocompatible Pharmaceutical Excipient, Prevents Endotoxin-Mediated Cytokine Release. PLoS ONE 7(1): e30899 - e30899. Baldrick, P. 2010. The Safety of Chitosan as a Pharmaceutical Excipient. Regul Toxicol Pharmaco 56(3): 290-9. Colucci, W. S., Price, D.T., 2005. The Pathogenesis of Atherosclerosis. United Stated. McGraw-Hil 1425 – 1426 Jellinger, P.S., dkk. 2012. Guidelines for Management of Dyslipidemia and Prevention of Atherosclerosis. AACE Lipid and Atherosclerosis Guidelines. Endocr Pract 18 :1-77. Kong, C., Kim, J., Byulnim, A., Byun, H., Kim, S. 2010. Carboxymethylations of Chitosan and Chitin Inhibit MMP Expression and ROS Scavenging in Human Fibrosarcoma Cells. Process Biochemistry 45: 179-186. Liu, C., Xiao, C., Huang, Y. 2007. Novel Polyion Complex Films From Chitosan and Quarternized Poly(4-Vinyl-N-Carboxymethylpyridine) Containing Zwitterion Structure Units. Journal of Applied Polymer Science 106: 3070–3076.
Pasternak, R. C., Criqui, M. H., Benjamin, E. J., dkk. 2004. Atherosclerotic Vascular Disease Confrence. Circulation 109: 2605 – 2612.
Ross, R. 2005 Atherosclerosis-an Inflamatory Disease. The New England Journal of Medicine 340(2): 115-126 Tao, Y., dkk. 2011. Water-Soluble ChitosanNanoparticles Inhibit Hypercholesterolemia Induced by Feeding a High-Fat Diet in Male Sprague-Dawley Rats. Journal of Nanomaterials 2011: 1-5 Silverstein, R., Li, W., Park, Y., dan Rahaman, S. 2010. Mechanisms of Cell Signaling By The Scavenger Receptor Cd36: Implications in Atherosclerosis and Thrombosis. Transactions of The American Clinical And Climatological Association 121: 206-220. Hsu, H., Twu, Y. 2000. Tumor Necrosis Factor Mediated Protein Kinases in Regulation of Scavenger Receptor and Foam Cell Formation on Macrophage. The Journal of Biological Chemistry 275: 41035–41048. Xingjian, G., dkk. 2004. Effects of chitosan on experimental rabbit atherosclerosis. Academic Journal of Second Military Medical College. 25(4):404-406. Yoon, H., dkk. 2007. Chitosan Oligosaccharide (Cos) Inhibits lps-induced Inflammatory Effects in Raw 264.7 Macrophage Cells. Biochemical and Biophysical Research Communications 358: 954–9.