1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Pengembangan Agroindustri Nasional Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan komparatif tersebut merupakan fundamental perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi sehingga menjadi keunggulan bersaing. Dengan demikian, perekonomian yang dikembangkan memiliki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik, memiliki kemampuan bersaing dan berdayaguna bagi seluruh rakyat Indonesia. Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut berkembang di Indonesia, salah satunya dalam bentuk pembangunan agroindustri. Pengalaman di masa lalu membuktikan bahwa pembangunan pertanian yang tidak disertai dengan pengembangan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian serta jasa-jasa pendukung secara harmonis dan simultan, tidak mampu mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing yang kuat. Meskipun Indonesia berhasil menjadi salah satu produsen terbesar pada beberapa komoditas pertanian dunia tetapi Indonesia belum memiliki kemampuan bersaing di pasar Internasional. Selain itu, nilai tambah yang diraih dari pemanfaatan keunggulan komparatif tersebut masih relatif kecil, sehingga tingkat pendapatan masyarakat tetap rendah. Belajar dari pengalaman masa lalu tersebut, pendekatan pembangunan ekonomi dalam rangka mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif perlu diubah dari pembangunan pertanian kepada pembangunan agroindustri, di mana pertanian, industri hulu pertanian, industri hilir
pertanian serta sektor
yang
menyediakan
jasa
yang
diperlukan,
dikembangkan secara simultan dan harmonis. Berdasarkan Pedoman Umum Pelaksanaan Program/Proyek Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2004) pembangunan pertanian ditujukkan untuk: (1) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani; (2) mewujudkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada sumberdaya pangan, kelembagaan dan budaya pangan lokal; (3) 1
2 meningkatkan daya saing produk pertanian dan ekspor hasil pertanian; (4) mengembangkan aktivitas ekonomi perdesaan; dan (5) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha secara adil melalui pengembangan agribisnis. Saat ini, pengembangan agroindustri memerlukan langkah nyata untuk merangsang investasi, meningkatkan nilai tambah dan mencari pasar-pasar baru di dalam dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di sekor pertanian
adalah
suatu
keharusan
apabila
pengembangan
agroindustri
berkerakyatan yang lebih modern dan responsif terhadap perubahan global akan dijadikan prioritas. Untuk mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing,
salah
satunya
adalah
dengan
mengembangkan
kemampuan
agroindustrinya. Agroindustri mampu mengubah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, termasuk di dalamnya adalah penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bio-energi, industri pengolahan hasil ikutan serta industri agrowisata (Arifin, 2004). Keunggulan komparatif Indonesia berupa potensi sumber daya alam yang sangat besar, dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat secara global, dan terbesar nomor satu berpenduduk muslim di Dunia merupakan fundamental perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi sehingga menjadi keunggulan bersaing dan dapat dikembangkan menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Memadukan sumber daya alam yang kaya dengan populasi muslim terbesar di dunia secara komprehensif dapat diwujudkan melalui konsep pengembangan agroindustri halal. Hal tersebut merupakan bentuk yang tepat untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki sehingga menjadi penghasil produk-produk bernilai tambah, berdaya saing tinggi dan dalam rangka memenuhi potensi kebutuhan pasar halal domestik dan internasional. Agroindustri halal diharapkan dapat menjawab keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif.
3 Cakupan produk agroindustri halal meliputi produk-produk bernilai tambah yang diolah sebagai produk makanan halal atau bahan konsumtif yang halal dimakan atau digunakan, adalah jawaban atas permintaan pasar yang besar terutama bagi negara-negara berpenduduk muslim. Potensi yang dimiliki dan tren dunia akan meningkatnya kesadaran konsumen muslim terhadap produk-produk halal dan tumbuhnya jumlah penduduk muslim yang mencapai 1,8 miliar jiwa dari 6,5 miliar jiwa penduduk dunia semakin menguatkan permintaan akan produkproduk halal internasional. Perkembangan produk halal tidak hanya terjadi di negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam saja tetapi juga di negaranegara barat, karena perusahaan-perusahaan internasional yang berpusat di negara-negara tersebut kini menggunakan konsep halal sebagai salah satu strategi bisnis dan pemasarannya. Hal tersebut dilakukan, mengingat secara global, pasar halal dunia sangat menjanjikan, dan diperkirakan mencapai sekitar 12 persen dari total perdagangan global produk pangan dan pertanian dengan nilai antara USD 347-500 milyar per tahun (Che-Man, 2006). Dengan besarnya pertumbuhan rata-rata pasar produk halal yang mencapai tujuh persen per tahun dan diperkirakan mencapai dua kali lipat di beberapa negara Asia dengan jumlah penduduk muslim besar seperti Indonesia, Republik Rakyat China, Pakistan dan India dalam 10 tahun ke depan (Sungkar, 2009), maka banyak negara muslim maupun non muslim berupaya mengembangkan dan meningkatkan produksi produk halal untuk mengisi pasar dunia. Hal ini menjadi suatu masalah yang serius jika potensi masyarakat muslim Indonesia hanya dijadikan pasar oleh negara lain. Keadaan tersebut juga sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia agar dapat memanfaatkan pertumbuhan pasar halal dunia untuk menyiapkan produk halal yang dapat diserap dalam memenuhi kebutuhan produk halal yang semakin meningkat. Dengan semakin berkembangnya pasar pangan halal global, berbagai negara telah membangun strategi untuk memasuki, memanfaatkan peluang dan mengembangkan bisnis pangan halal domestik, regional maupun global. Upaya pengembangan produk dan pasar halal global salah satunya dilakukan dengan membangun jalinan kerjasama berupa Global Halal-Hub.
4 1.2. Terminologi Halal, Agroindustri Halal dan Halal-Hub 1.2.1. Halal Produk halal, secara syariah Islam adalah produk yang baik, atau dikenal dengan istilah halaalan, thayyiban dan mubaarakan dan tidak terdiri dari najis atau bercampur najis (Ibrahim, 2008), sedangkan menurut Menurut Dahlan (2009), halal memliki arti diperbolehkan untuk dikonsumsi atau digunakan oleh umat Muslim. Lebih jauh, pangan halal harus aman bagi seluruh konsumen (aspek kesehatan) tanpa unsur yang tidak diperbolehkan (haram) dan kotoran (najis) bagi umat muslim (aspek keamanan spiritual). Dalam terminologi Islam, pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Bahan yang diharamkan Allah SWT adalah bangkai, darah, babi dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah (QS. Al-Baqarah; 173), sedangkan minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk khamar (minuman beralkohol) (QS. Al-Baqarah; 219). Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh ditanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk berhala (QS. Al-Maidah; 3). Jika hewan-hewan tersebut sempat disembelih dengan menyebut nama Allah sebelum mati, maka akan tetap halal kecuali diperuntukkan bagi berhala (LPPOM- MUI, 2009).
1.2.2. Agroindustri halal Agroindustri adalah bagian atau salah satu sub-sistem agribisnis yang memperoleh dan mentransformasikan bahan-bahan hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi yang langsung dikonsumsi (Gumbira-Sa’id dan Intan, 2004). Dikaitkan dengan kehalalan produk, maka bagian-bagian dalam sistem yang menghasilkan dan mentransformasikan hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi seperti dalam definisi agroindustri di atas, harus memenuhi prinsip-prinsip mendasar yang harus diperhatikan atau khamsu halaalaat mengenai kehahalan suatu produk. Kehalalan suatu produk ditentukan oleh empat faktor yang dijelaskan sebagai berikut (Dahlan, 2009).
5 1. Sumber Daya Manusia (Man). Abattoirs yang menjadi pemotong hewan merupakan penganut agama Islam 2. Bahan Baku (Materials). Bahan baku yang dikategorikan sebagai bahan baku halal adalah yang dijelaskan dalam syariat Islam, terutama dari sumber perolehannya. Hewan yang halal dimakan tidak dapat dimakan secara serta merta, tetapi harus melalui proses penyembelihan, pengulitan dan proses penanganan yang sesuai dengan syariah Islam dengan tidak melibatkan unsur yang tidak diperbolehkan (haram) atau ditambahkan dengan bahan-bahan yang tidak jelas asal-usulnya termasuk kotoran (najis), serta tidak boleh terkontaminasi dengan zat-zat haram, minuman beralkohol, darah dna hewan atau tanaman beracun. 3. Mekanisme (Mechanism). Dalam melakukan pengolahan produk halal, persiapan, proses, transportasi dan penyimpanannya tidak boleh dicampuradukkan dengan bahan-bahan atau ramuan yang tidak halal. Alat-alat memasak seperti belanga, periuk, sendok dan sebagainya. harus suci, bersih dan halal. Tempat membasuh segala perkakas masakan dan hidangan harus dipisahkan antara yang halal dengan yang haram. 4. Keuangan (Monetary). Produk yang dihasilkan harus terbebas dari sumber-sumber kauangan yang haram.
Dengan definisi agroindustri, halal dan persyaratan produk halal di atas, maka dapat dirumuskan bahwa arti agroidustri halal yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian atau salah satu sub-sistem agribisnis yang memperoleh dan atau mentransformasikan bahan-bahan hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi, yang selama prosesnya, baik itu pemotongan hewan, penggunaan bahan baku, mekanisme, sumber keuangan dan atau manejemennya mempertimbangkan hukum Islam untuk menciptakan produk yang baik dengan pemenuhan terhadap persyaratan kemanan secara religious khususnya bagi umat muslim (spiritual safety concern), serta secara umum
6 memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kesehatan (quality and health concern) yang dapat dikonsumsi atau digunakan oleh umat Muslim ataupun nonMuslim, dimana tidak terdiri dari unsur-unsur yang diharamkan, najis atau bercampur najis. Dalam pengembangan pasar produk agroindustri halal, kecermatan terhadap kondisi bisnis dan perdagangan produk agroindustri halal yang meliputi elemen-elemen konsumen, produk, maupun praktik perdagangan perlu dicermati. Terdapat empat hal yang penting dalam menentukan potensi pasar produk-produk agroindustri halal (Gambar 1) yaitu kondisi permintaan produk saat ini dan yang akan datang, kompetisi internal dan struktur industri, adaptasi pasar terhadap rasa, pilihan, dan lainnya serta hambatan tarif dan non tarif di wilayah domestik maupun global.
Gambar 1. Elemen-Elemen Potensi Pasar Produk Agroindustri Halal (Sungkar, 2007)
7 Kecermatan pemasaran produk terhadap keinginan dan kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan dan mempertahankan pasar produk agroindustri halal. Konsumen mengharapkan produk agroindustri halal bermutu tinggi dengan harga kompetitif. Pemenuhan terhadap kesesuaian keinginan konsumen perlu diutamakan, sehingga produsen maupun pelaku bisnis perlu memahami karakteristik permintaan terhadap produk halal. Untuk menghindari kegagalan pasar, produsen maupun pelaku bisnis perlu mencermati keseluruhan rantai perdagangan, tidak saja hanya pada konsumen. Kegagalan pasar produk agroindustri yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh kegagalan memilih strategi pemasaran terbaik, kegagalan dalam pengarahan manajemen strategis, kegagalan dalam mengidentifikasi potensi secara tepat, kegagalan dalam berhubungan dengan petugas pemerintah yang tepat, serta kegagalan untuk mengerti perilaku pembelian pelanggan (Gumbira-Sa’id, 2008). Pada Gambar 2 diperlihatkan rantai audit, distribusi dan pemasaran produk agroindustri halal (khususnya untuk produk peternakan).
DIDORONG OLEH PERMINTAAN TERPUSAT PADA IMPOR 1. Beku 2. Pemrosesan Lebih Lanjut
Industri Pakan
Jagung
Budidaya
Pemrosesan Primer
Kedelai
Zat Tambahan Pakan
Jasa Pangan
Pemrosesan Sekunder
Penumbuhan
Pelanggan Akhir Pengecer Bahan Makanan
Ekspor
Distribusi
Pasar Tradisional
Gambar 2. Distribusi Pasar Produk Agroindustri Halal (Gumbira-Sa’id, 2008)
8 1.2.3. Halal-Hub Halal-hub merupakan simpul-simpul kerjasama kegiatan dalam hal manajemen, produksi, sertifikasi dan konsultasi yang dilakukan oleh negaranegara yang memiliki kepentingan dalam pengembangan dan pemasaran produk halal. Dalam implementasinya, halal-hub mengarah pada aspek-aspek peraturan dan lembaga yang berwenang atas penanganan dan pengembangan produk halal. halal-hub diselenggarakan atas peran dan persetujuan dari berbagai organisasi atau badan-badan Islam di negara-negara bersangkutan, para produsen produk halal, pedagang, pembeli dan pihak lainnya yang secara global menyepakati aspek halal sebagai dasar pelaksanaannya. Tujuan utama dari halalhub adalah menyediakan platform yang dapat dipercaya yang diharapkan mampu menjembatani rantai pasok produk halal global. Hal ini akan menjadi upaya yang sangat bermanfaat bagi setiap individu maupun organisasi yang memiliki pandangan jauh kedepan dalam mengembangkan bisnis halal secara global (Mariam, 2006). Di dunia terdapat beberapa negara yang memiliki keinginan untuk menjadi halal-hub internasional yakni Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam bahkan negara-negara non-Muslim seperti Inggris, Belanda dan Kanada. Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar cenderung hanya menjadi pasar yang besar bagi produk-produk halal internasional, sehingga harus segera menyiapkan strategi untuk bersaing dengan negara-negara yang telah menjadikan halal-hub sebagai strategi bersaing industrinya.
1.3. Perkembangan Bisnis Halal Global Sistem perdagangan dan paradigma masyarakat yang senantiasa berubah menuntut perlindungan atas produk yang dikonsumsinya menjadi tuntutan yang tidak dapat dielakkan lagi. Tuntutan akan standar mutu tinggi yang menjamin kemanan dan asal-usul menjadi perhatian masyarakat internasional pada saat ini. Kondisi yang sama juga mulai terjadi pada komunitas Muslim internasional yang semakin kritis untuk mendapatkan produk yang terjamin mutu dan kehalalannya, sehingga mengharuskan produsen untuk dapat memproduksi produk halal sesuai dengan standar sertifikasi halal yang diakui oleh negaranya masing-masing.
9 Tren jaminan halal tersebut dikaji dari semakin banyaknya pameran halal internasional yang diselenggarakan oleh berbagai negara. Hingga tahun 2009 produk halal telah dipromosikan dalam 48 pameran internasional di 49 negara dan melibatkan 1,838 pelaku usaha (daganghalal.com, 2009). Bahkan di dunia maya tingkat popularitas pencarian kata ”halal” semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa isu halal semakin mendunia. Gambar 3 berikut menerangkan beberapa kata yang berhubungan dangan halal yang menjadi terminologi yang paling dicari di dunia maya yang didasari oleh keingintahuan masyarakat akan bisnis halal.
Gambar 3. Representasi Pencarian Kata halal di Internet (HDC, 2009) Selain bukti di atas, perkembangan jumlah penduduk Muslim dunia yang mencapai 1,65 Miliar jiwa pada tahun 2010 (Tabel 1 dan 2) dan yang bergerak cepat menjadi tantangan dan peluang untuk melindungi konsumen Muslim. Upaya perlindungan konsemen muslim perlu dilaksanakan bersamaan dengan upaya meningkatkan daya saing dan standar produksi, sekaligus menjadikannya sebagai momen untuk memanfaatkan potensi bisnis halal yang sangat besar.
10 Tabel 1. Jumlah Penduduk Muslim Dunia Tahun 2010 (Kettani, 2010) Jumlah Rasio Populasi Persentase Benua Muslim Penduduk (Jiwa) Muslim (%) (Jiwa) Muslim (%) Asia 4.184.149.728 27,44 1.148.173.347 69,38 Afrika
1.031.761.881
43,33
447.042.815
27,01
Eropa
734.602.633
6,74
49.545.462
2,99
Amerika
939.510.388
1,03
9.704.062
0,59
Oceania
35.799,477
1,33
475.708
0,03
6.925.824,107
23,90
1.654.941.394
100
Dunia
Tabel 2. Perkiraan Jumlah Penduduk Muslim Hingga Tahun 2075 (Kettani, 2010) Rasio Terhadap Total Penduduk Populasi Muslim Tahun Penduduk Dunia (Jiwa) (Jiwa) (%) 2000 6.150.471.087 1.397.526.691 22,72 2010 6.925.824.107 1.654.941.394 23,9 2020 7.798.921.234 1.959.770.095 25,13 2030 8.782.084.481 2.320.746.124 26,43 2040 9.889.189.225 2.748.211.429 27,7 2050 11.135.860.028 3.254.412.872 29,22 2075 14.984.127.319 4.966.253.886 33,14 Industri halal, terutama pasar pangan halal
merupakan bisnis yang
melibatkan 150 negara, mencakup 1,65 miliar populasi Muslim, setara dengan total konsumsi Muslim sebesar US$ 458 Miliar per tahun dan menghasilkan aktivitas perdagangan halal internasional sebesar USD 183 Miliar per tahun (Dahlan, 2009). Komunitas Muslim bukanlah satu-satunya yang mengkonsumsi produk halal tetapi telah merambah ke komunitas lain yang mengenal halal sebagai produk yang memiliki mutu yang tinggi. Pasar halal internasional tumbuh pesat dan berpotensi meraih dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia (HDC, 2009). Bisnis halal global bahkan berkembang lebih jauh karena jangkauannya mengarah ke arah industri barang dan jasa, kemudian menjadi kekuatan besar dalam arena perdagangan dan keuangan dunia. Jika produk halal dan jasa keuangan Islam disatukan akan mencapai lebih dari satu triliun USD per tahun,
11 dan dari pemantauan pasar menunjukkan bahwa tren pertumbuhan yang kuat saat ini meningkat hingga lima sampai sepuluh tahun (Che-Man, 2009). Dengan berkembang pesatnya populasi Muslim saat ini yang mencapai seperempat dari populasi dunia, menjadikan pasar halal mulai memiliki dampak yang signifikan di pasar global. Kekuatan pasar baru tersebut didorong oleh beberapa faktor berikut:
Pertama, banyaknya negara-negara Muslim yang
mencapai tahap perkembangan yang dapat mulai mempengaruhi pasar dunia, baik sebagai produsen maupun konsumen. Kedua, secara signifikan, barang-barang seperti daging halal dan layanan perbankan syariah semakin populer di kalangan non-Muslim, sehingga cepat memperluas dan meningkatkan pertumbuhan dalam sektor industri (Che-man, 2006) Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi sasaran pasar yang sangat besar potensinya untuk dipenetrasi oleh produk-produk halal internasional. Dengan besarnya potensi di atas, sayangnya pemerintah Indonesia kurang fokus dalam mengembangkan industri halal-nya. Oleh karena itu, pengembangan agroindustri halal di Indonesia perlu dijadikan sebagai landasan pengembangan industri yang kemudian dilengkapi dengan sistem pengembangan strategisnya. Kekuatan yang dimiliki Indonesia tersebut dapat dijadikan peluang untuk dapat memperkuat kemampuan kompetitifnya dalam menghasilkan produk-produk bermutu tinggi serta melindungi pasar domestik dari serangan produk asing, dan dalam jangka panjang Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan peluang pasar global dan menangkap pasar halal dunia. Di wilayah Asia Tenggara (ASEAN), Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand merupakan negara-negara yang sangat aktif dalam memanfaatkan peluang pasar halal global, sedangkan Indonesia meskipun populasi Muslim–nya terbanyak di dunia justru hanya berperan sebagai pasar, bukan sebagai produsen pangan halal global. ASEAN dipelopori Malaysia berkembang sebagai pusat produksi dan pemasaran produk halal global yang dilakukan dengan kerjasama antar negara ASEAN atau dikenal sebagai ASEAN Halal-Hub. Di lain pihak, negara-negara non muslim yang sangat kuat sektor peternakannya seperti
12 Australia, Brazil, dan Kanada saat ini telah menjadi pemasok pangan halal utama dunia untuk produk daging, unggas serta produk peternakan lain dan turunannya dikarenakan telah sadar sepenuhnya akan potensi pasar produk halal yang ada (Gumbira-Sa’id, 2008). Di wilayah ASEAN, Malaysia adalah negara yang paling serius untuk memposisikan diri menjadi Halal-Hub di kawasan Asia dan pelopor dalam globalisasi sertifikasi halal. Malaysia menjadi negara pertama yang memiliki badan pengelola industi halal dan cetak biru yang memberikan tujuan jelas dan pedoman dalam industri halal-nya. Saat ini, Malaysia tengah mempersiapkan tahap pembuatan cetak biru pengembangan industri halal. Pemerintah Malaysia aktif memberikan insentif, skema atau hibah serta fasilitas lain yang didedikasikan untuk mengembangkan industri halal (Che-man, 2006). Di lain pihak, Thailand yang menjadi salah satu produsen pangan utama di wilayah Asia, mendirikan industri pangan halal di wilayah mayoritas muslim provinsi Pattani dan melakukan negosiasi dengan hipermarket Carrefour untuk memasok pangan halal di berbagai cabangnya di wilayah Asia Tenggara (Musalmah, 2009). Negara Asia lainnya adalah Taiwan yang mengembangkan produk halalnya bekerja sama dengan Malaysia dalam hal sertifikasi pangan halal dan berencana meningkatkan ekspor pangan halalnya untuk tujuan negara-negara Timur Tengah. Saat ini juga Republik Rakyat China secara agresif mengambil peluang pasar produk halal, termasuk Indonesia yang dijadikan sebagai pasar utama produk halalnya. Pasar produk halal Indonesia adalah salah satu tujuan pasar bagi beragam produsen pangan halal impor produsen global, khususnya di hypermarket dan supermarket besar, antara lain meliputi produk pangan fungsional, produk pangan siap saji, produk bahan tambahan makanan, kosmetik dan bahan-baku industri. Beragam produk yang bersertifikat halal yang telah dikembangkan secara global diperlihatkan pada Tabel 3 berikut.
13 Tabel 3. Ragam Produk Bersertifikat Halal Yang Telah Dikembangkan dan Dipasarkan Secara Global (Gumbira-Sa’id, 2008) Produk Halal Global Daging Buah-Buahan Olahan Coklat Makanan Beku Hewan Laut Olahan Makanan Kaleng Permen Makanan Ringan Pasta dan Mi Saus Kue Sereal Seasoning Bumbu Biskuit Minuman Perkembangan global diatas menjadi tantangan bagi produk agroindustri halal Indonesia untuk mengisi potensi pasar halal global secara optimal. Oleh karena itu selayaknya Indonesia mampu mengisi potensi pasar yang sangat besar tersebut dengan modal utama berupa sumber daya alam yang mendukung sekaligus sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
1.4. Perumusan Permasalahan Perkembangan produk halal di dunia menjadi suatu trend bisnis yang berkembang dengan pesat. Negara-negara yang maju agroindustri halal-nya diantaranya adalah Malaysia, Brunei Darussalam dan negara-negara lain yang populasi muslim-nya merupakan penduduk minoritas seperti Thailand, Filipina dan Perancis. Negara-negara tersebut mengedepankan produk halalnya sebagai produk yang dipandang sangat penting, sehingga menimbulkan suatu pertanyaan mengenai bagaimana strategi pengembangan produk halal yang perlu dilakukan Indonesia agar tidak hanya dijadikan sebagai target pasar produk halal terbesar. Urgensi atas permasalahan di atas semakin mengemuka ketika negaranegara ASEAN lainya sudah melangkah jauh lebih maju untuk mengembangkan agroindustri halal-nya. Malaysia dan Brunei Darusalam sejak beberapa tahun yang lalu telah memprediksi bahwa nilai pasar produk halal global segera akan mencapai USD 2.1 Trilyun dengan pertumbuhan sebesar USD 500 Milyar per tahun,
dan
kemudian
menyikapinya
dengan
berbagai kebijakan
untuk
mengembangkan industri halalnya sebagai pelopor industri halal di dunia. Pada tahun 2010, Malaysia memposisikan diri menjadi satu-satunya pintu bagi seluruh produk makanan halal yang hendak dipasarkan oleh negara-negara lain (Che-man, 2009)
14 Jika rencana Malaysia terlaksana, maka akan sangat banyak sisi negatif yang akan dialami dunia usaha Indonesia, khususnya bagi kalangan industri makanan. Setiap produk Indonesia yang hendak dipasarkan ke luar negeri, terutama ke negara-negara Islam, harus dilegalisasi halal dahulu di Malaysia sebelum dapat dipasarkan ke pasar internasional. Selama ini, indikasi Malaysia membatasi ruang gerak Industri halal, khususnya makanan halal nasional sudah terasa. Misalnya, dengan menciptakan prosedur yang sulit bagi produk Indonesia untuk masuk ke Malaysia serta membatasi jumlahnya. Malaysia juga selalu berusaha mendapatkan berbagai produk dari pelaku usaha pangan Indonesia untuk diduplikasi, walaupun pola tersebut tidak menyimpang dari ketentuan bisnis, karena modusnya adalah kerja sama (Wiliasih, 2008). Selain negara-negara ASEAN, produk halal ternyata juga mampu menarik minat negara-negara maju yang mayoritas penduduknya non muslim untuk memberikan labelisasi halal pada produknya, hal ini karena halal dinilai sebagai patok duga tertinggi dalam hal standar mutu. Banyak rakyat negara maju yang produk makanan dan jasanya sudah mendapatkan label halal (Dahlan, 2009). Perkembangan pasar halal global yang tumbuh pesat, didasari dengan potensi pasar, sumber daya yang dimiliki Indonesia dan pergerakan negara-negara lain menjadi latar belakang perlunya untuk segera melakukan perencanaan strategi untuk mengantisipasi perkembangan industri halal dunia. Indonesia, dengan segala
potensi
yang
ada
perlu
dengan
segera
berkonsolidasi
untuk
memberdayakan segenap stakeholder yang terlibat dalam pengembangan agroindustri halal nasional, yakni pengekspor, pengecer, penyedia input produksi, produsen label, perusahaan transportasi, perusahaan logistik pendukung, jasa manajemen, jasa konsultansi, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pemasaran dan promosi perdagangan, institusi pemerintah serta institusi bisnis pada umumnya. Potensi lain yang dapat dikembangkan adalah dengan menjalin kerjasama dengan sektor-sektor penting terkait, antara lain kalangan perbankan, perusahaan teknologi informasi dan akademisi. Kerjasama yang dilakukan perlu dilengkapi dengan pengembangan sistem komunikasi dan teknologi informasi bagi industri
15 produk halal, antara lain pusat pertukaran informasi produk-produk halal, pusat penelitian dan pengembangan serta sertifikasi halal. Konsolidasi dari
berbagai pihak
yang
terkait
diperlukan untuk
merumuskan kebijakan yang tepat sebagai tindakan antisipatif dan strategis dalam pengembangan produk agroindustri halal nasional. Perubahan pola pikir dilakukan untuk mendorong potensi bisnis dan perdagangan produk halal sehingga memberikan manfaat baik secara sosial maupun ekonomis bagi banyak orang. Hal ini dilakukan dengan tujuan menjadikan Indonesia bukan hanya sekedar pasar terbesar, namun juga pelaku utama produsen produk halal di dunia.
1.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Mengantisipasi Bisnis Halal Global ini adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan deskripsi kondisi terkini dari perkembangan bisnis dan agroindustri halal ASEAN. 2. Menghasilkan analisis situasional dan kemampuan daya saing agroindustri halal Indonesia. 3. Menyusun strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia dalam mengembangkan produk halal yang dapat bersaing di tingkat internasional, khususnya di ASEAN.
1.6. Manfaat Penelitian Kerangka strategi yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam melakukan perencanaan kebijakan pengembangan agroindustri, serta bagi lembaga-lembaga yang memiliki perhatian khusus bagi pengembangan agroindustri halal di Indonesia. Dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan perbandingan secara langsung dengan negara pelaku agroindustri halal lain untuk mengevaluasi struktur integrasi agroindustri halal yang sesuai untuk memperkuat posisi Indonesia dalam mengantisipasi bisnis halal global, terutama dalam kerangka ASEAN halal-hub.
16 Implikasi utama dari kerangka penelitian ini di masa depan adalah untuk menekankan pentingnya menciptakan kesesuaian kebijakan pemerintah yang dijalankan dengan orientasi strategis pengembangan agroindustri halal. Strategi pengembangan agroindustri halal yang dihasilkan ditujukan agar dapat melindungi pasar dalam negeri dari membanjirnya produk-produk halal asing, serta meningkatkan peran penting Indonesia dalam perdagangan produk agroindustri halal internasional.
1.7. Kebaruan Penelitian Penelitian strategi pengembangan produk agroindustri halal dalam mengantisipasi bisnis halal global ditekankan pada pengembangan potensi dan daya saing Indonesia. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang didukung oleh potensi pemanfaatan sumber daya alam yang tinggi, untuk dikembangkan menjadi salah satu pelaku bisnis dan agroindustri halal global. Meskipun saat ini banyak pelaku dalam negeri yang berkomitmen memajukan industri halal, namun belum ada strategi dan kebijakan khusus untuk meningkatkan peranan, komitmen pengembangan dan pengawasan yang jelas dan berkelanjutan terhadap agroindustri halal. Terkait dengan kondisi di atas, penelitian yang dilakukan menghasilkan kebaruan pada pemahaman agroindustri halal, karakteristik bisnis dan agroindustri halal sebagai pondasi dalam pemanfaatan potensi dalam negeri untuk dikembangkan menjadi kegiatan industri yang bernilai tambah dan berdaya saing. Penelitian ini juga menghasilkan hasil analisis berupa pertumbuhan bisnis dan agroindustri halal secara global, rincian keterlibatan sektoral pada pelaku agorindustri halal, indeks kinerja agroindustri halal serta desain pengembangan agroindustri halal Indoneisa yang merupakan hasil analisis dan sintesa dari datadata yang diperoleh dengan metode pengamatan langsung, analisis SWOTKuantitif dan analisis SWOT-AHP.
17 1.8.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk merancang strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia menggunakan metoda analitik deskriptif, pengamatan langsung pada pameran MIHAS, survey, wawancara dan Focus Group Discusion, analisis SWOT Kuantitatif, dan analisis SWOT-AHP. Namun karena luasnya cakupan agroindustri halal Indonesia maka dalam penelitian ini ditentukan batasan permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini. Kajian dilakukan dengan batasan pada terminologi agroindustri halal dengan produk-produk halal yang dikaji dibatasi ke dalam lima kelompok, yakni 1) Produk daging, (2) Produk makanan dan minuman olahan, (3) Produk mikrobial, (4) Produk seasoning dan flavour, serta (5) Produk kosmetik dan obatobatan. Perumusan strategi yang dikaji terbatas pada bagaimana memastikan kelima kelompok produk halal tersebut teridentifikasi dari faktor intrinsik produk dan faktor ekstrinsik kelembagaannya untuk diarahkan pada peningkatan daya saing agroindustri halal nasional dalam pasar global.