Laporan Akhir Penelitian
PENANDA LINGKUNGAN, KOMUNITAS, DAN EKONOMI PADA TB ANAK DI INDONESIA (Analisis Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013)
SAMPUL DEPAN
Disusun oleh: Yunus Ariyanto, S.KM., M.Kes. Dwi Martiana Wati, S.Si., M.Si. Andrei Ramani, S.KM., M.Kes.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER TAHUN 2014
SUSUNAN TIM PENELITI
No.
Nama
1. Yunus Ariyanto
Gelar Akademik S.KM., M.Kes.
2. Dwi Martiana Wati
S.Si., M.Si.
3. Andrei Ramani
S.KM., M.Kes.
ii
Instansi FKM Universitas Jember FKM Universitas Jember FKM Universitas Jember
Kedudukan dalam Tim Ketua
Anggota
Anggota
RINGKASAN EKSEKUTIF
Judul Penelitian
: Penanda Lingkungan, Komunitas, dan Ekonomi pada TB Anak di Indonesia (Analisis Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013)
Disusun oleh
: Yunus Ariyanto S.KM., M.Kes. Dwi Martiana Wati, S.Si. Andrei Ramani, S.KM., M.Kes.
Kondisi TB di Indonesia masih tampak sebagai masalah yang serius, hal ini terlihat dari data badan dunia maupun data dalam negeri. Laporan TB dunia oleh World Health Organization (WHO) di tahun 2006, menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun. Posisi ini masih tetap bertahan pada tahun 2007 sehingga menjadikan wilayah Asia sebagai wilayah dengan beban TB terbesar (55%) (World Health Organization, 2009). Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 mencatat pola penyebab kematian pada semua umur menempatkan TB sebagai penyakit penyebab kematian urutan kedua sebesar 7,5% setelah stroke (15,4%). Dan menjadi penyebab kematian utama (27,8%) pada kelompok kematian yang disebabkan penyakit infeksi. Angka prevalensi TB yang didiagnosis tenaga kesehatan pada tahun 2013 tidak berubah, sebesar 0,4%. TB merupakan penyakit sosial yang disebabkan oleh patogen udara dengan infektivitas rendah. Transmisi TB tergantung pada interaksi manusia dalam masyarakat. Namun, beberapa kondisi ekologi bisa memberikan lingkungan yang lebih baik untuk transmisi penyakit daripada kondisi ekologi yang lain. Sudut pandang ekologi menawarkan pemikiran bahwa suatu wilayah habitasi akan memberikan dampak timbal balik lingkungan-manusia dalam suatu ekosistem tertentu. Analisis ekologi TB dipersulit oleh sifat penyakit itu. TB laten dan delay diagnosis sebagai salah satunya. Hal tersebut membawa pertanyaan tentang keabsahan studi ketika membandingkan data ekologi saat ini untuk kasusTB pada orang dewasa. Kasus TB pada anak jika dibandingkan dengan kasus pada orang dewasa, memiliki masa inkubasi yang lebih pendek (hal yang sama terjadi pada kasus HIV). Inkubasi pada anak dibatasi oleh umur anak dan dengan demikian, infeksi pada anak akan memberikan proporsi yang lebih besar pada kasus TB yang diderita anak iii
sebagai hasil infeksi primer. Kasus yang terjadi pada anak dianggap mewakili kondisi terbaru, yaitu infeksi yang baru terjadi sehingga dapat berfungsi sebagai penanda transmisi TB. Faktor penyebab TB dalam konteks ekologi akan dijelaskan dengan adanya korelasi antar variabel independen - dependen dalam suatu jalur tertentu sebagai kesatuan eksosistem. Oleh karena itu analisis jalur (pathway analysis) adalah cara yang tepat untuk menunjukkan adanya keterkaitan antar elemen ekologi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan TB Anak memiliki pola mengelompok dengan 4 area kelompok sebaran di Indonesia, namun demikian dari 9 variabel yang diteliti mewakili aspek lingkungan, komunitas, dan ekonomi, tidak satu pun yang serupa dengan pola pada TB Anak. Selanjutnya analisis bivariat menunjukkan bahwa prevalensi TB signifikan dengan dengan menggunakan variabel independen: 1. Kepadatan penduduk, dengan model: Prev TB Anak = 0,014 + 3,178 × 10-7 × (Kepadatan Penduduk) 2. Persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari, dengan model: Prev TB Anak = 0,018 – 7,423 × 10-5 × (% rumah dgn jendela kamar dibuka tiap hari) 3. Persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari, dengan model: Prev TB Anak = 0,018 – 6,941 × 10-5 × (% rumah dgn jendela r.keluarga dibuka tiap hari) Sementara hasil analisis multivariat dengan pendekatan analisis jalur (pathway)
menunjukkan
adanya
keterkaitan
antar
elemen
ekologi,
yang
dikelompokkan dalam 3 ekosistem: ekosistem lingkungan, komunitas, dan ekonomi. Tidak seluruh ekosistem memiliki jalur yang signifikan terhadap prevalensi TB Anak, hanya jalur melalui variabel persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari yang signifikan. Evaluasi terhadap ketepatan model jalur (goodness of fit) dengan data yang digunakan menunjukkan model tidak tepat, dengan nilai Chi Square sebesar 1848,635, Probability sebesar 0,000, GFI sebesar 0,659, AGFI sebesar 0,415, RMSEA sebesar 0,011, TLI sebesar 0,001, dan CFI sebesar 0,296. Koreksi terhadap jalur dengan cara memangkas variabel dan jalur yang tidak signifikan selanjutnya dapat memperbaiki ketepatan model jalur tepat dengan nilai Chi Square sebesar 1,707, Probability sebesar 0,191, GFI sebesar 0,998, AGFI sebesar 0,986, RMSEA iv
sebesar 0,038, TLI sebesar 0,902, dan CFI sebesar 0,967. Model jalur yang tepat tersebut diawali dari variabel persetase pendidikan tinggi ke variabel persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari, dan selanjutnya ke prevalensi TB Anak. Berdasarkan hasil tersebut diambil kesimpulan bahwa prevalensi TB Anak di Indonesia bisa menggunakan penanda kepadatan penduduk, persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari, dan persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari. Konsistensi yang ditunjukkan variabel persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari pada analisis bivariat dan multivariat memberikan petunjuk bahwa modifikasi lingkungan dengan cara bukaan jendela tiap hari di tiap rumah merupakan rekomendasi bagi tiap wilayah di Indonesia.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur setulusnya kami sampaikan ke hadirat Allah SWT atas terselesaikannya laporan penelitian ini. Laporan ini berisi seluruh hasil kegiatan penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dengan tema ekologi TB Anak di Indonesia. Besar harapan kami bahwa apa yang kami sampaikan dalam laporan ini bermanfaat bagi pengembangan kebijakan penanggulangan TB di Indonesia dalam rangka mencapai kesejahteraan penduduk yang menjadi tujuan utama dari pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah. Kepada panitia Analisis Lanjut Badan Litbangkes serta seluruh pihak terkait yang telah bersungguh-sungguh membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat serta memberi petunjuk kepada kita untuk terus mengembangkan penelitian-penelitian berikutnya.
Jember, Desember 2014
Tim Peneliti
vi
ABSTRAK
TB masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pendekatan ekologi menawarkan pemahaman bahwa penyakit merupakan hasil produk ekosistem lingkungan, ekosistem komunitas, serta ekosistem ekonomi di suatu wilayah. Penanda dan studi ekologi prevalensi TB pada orang dewasa sulit untuk dibuktikan disebabkan sifat laten penyakit tersebut. Kondisi ini menjadikan studi pada prevalensi TB Anak lebih layak untuk dilakukan. Analisis korelasi dan regresi digunakan untuk menemukan penanda TB. Sementara pendekatan analisis jalur dilakukan guna mengkaji interaksi ekosistem yang dianggap bertanggungjawab terhadap tinggi rendahnya prevalensi TB Anak di Indonesia. Hasil analisis korelasi dan regresi menunjukkan bahwa kepadatan penduduk, persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari, dan persentase rumah dengan dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari dapat digunakan sebagai penanda TB Anak. Sedangkan hasil analisis jalur menunjukkan adanya interaksi antar komponen ekosistem, dengan jalur signifkan melalui persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari. Berdasarkan hasil tersebut maka direkomendasikan untuk peningkatan persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari sebagai modifikasi lingkungan di Indonesia. Kata kunci: TB anak, ekologi, analisis jalur
vii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ........................................................................................................ i SUSUNAN TIM PENELITI........................................................................................... ii RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................................. vi ABSTRAK ................................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ....................................................................... 2 BAB II. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................... 4 2.1 Tujuan Umum .................................................................................................. 4 2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................. 4 BAB III. MANFAAT PENELITIAN ............................................................................... 5 BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................................ 6 4.1 Kerangka Teori ................................................................................................. 6 4.2 Kerangka Konsep ............................................................................................. 8 4.3 Tempat dan Waktu ............................................................................................ 8 4.4 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 8 4.5 Variabel ............................................................................................................. 8 4.6 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ......................................................... 10 4.7 Pengawasan Kualitas Data ............................................................................. 10 4.8 Manajemen Data ............................................................................................. 10 4.9 Analisis Data ................................................................................................... 11 4.10 Langkah-langkah Penelitian .......................................................................... 11 BAB V. PERTIMBANGAN ETIK PENELITIAN ......................................................... 13 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 14 6.1 Gambaran Umum Data Penelitian .................................................................. 14 6.1.1 Aspek Komunitas ......................................................................................... 15 viii
6.1.2 Aspek Ekonomi ............................................................................................ 18 6.1.3 Aspek Lingkungan ....................................................................................... 22 6.2 Analisis Bivariat (Analisis Korelasi dan Regresi) ............................................. 24 6.3 Analisis Multivariat (Analisis Jalur) .................................................................. 26 6.3.1 Ekosistem Komunitas................................................................................... 26 6.3.2 Ekosistem Ekonomi ..................................................................................... 27 6.3.3 Ekosistem Lingkungan ................................................................................. 28 6.3.4 Analisis Ketepatan Model (Goodness of Fit) ................................................ 28 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 32 BAB VIII. UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 33 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 34
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi operasional variabel penelitian ....................................................... 9 Tabel 2. Nilai minimum, maksimum dan rerata variabel penelitian.......................... 14 Tabel 3. Nilai signifikansi (p) dan koefisen korelasi variabel bebas dengan prevalensi TB Anak ................................................................................... 24 Tabel 4. Nilai konstanta dan koefisien regresi linier variabel bebas dengan prevalensi TB Anak ................................................................................... 25 Tabel 5. Keluaran (output) analisis jalur prevalensi TB Anak .................................. 26 Tabel 6. Nilai indikator goodness of fit, kriteria dan kesimpulan pada model jalur prevalensi TB Anak ................................................................................... 28 Tabel 7. Nilai indikator goodness of fit, kriteria dan kesimpulan pada model jalur prevalensi TB Anak yang telah terkoreksi ................................................. 29
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Teori Ekologi-Ekosistem Hancock......................................................... 2
Gambar 2.
Kerangka Teori Penelitian ..................................................................... 7
Gambar 3.
Peta Persebaran Prevalensi TB Anak ................................................. 15
Gambar 4.
Peta Persebaran Aktifitas Migrasi Keluar ............................................ 17
Gambar 5.
Peta Kepadatan Penduduk per km2 .................................................... 17
Gambar 6.
Peta Kepadatan Hunian per 8 m2........................................................ 18
Gambar 7.
Peta Tingkat Ekonomi (Persentase Kuintil 1 dan 2) ............................ 20
Gambar 8.
Peta Persebaran Angka Melek Huruf .................................................. 20
Gambar 9.
Peta Persentase Penduduk Berpendidikan Tinggi .............................. 21
Gambar 10. Peta Persentase Pengangguran ......................................................... 21 Gambar 11. Peta Persentase Jendela Kamar Dibuka Tiap Hari ............................. 23 Gambar 12. Peta Persentase Jendela Ruang Keluarga Dibuka Tiap Hari .............. 23 Gambar 13. Analisis Jalur Penanda Lingkungan, Komunitas dan Ekonomi Pada Prevalensi TB Anak............................................................................. 30 Gambar 14. Analisis Jalur Penanda Lingkungan, Komunitas dan Ekonomi Pada Prevalensi TB Anak (Setelah Dilakukan Koreksi) ................................ 31
xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hingga saat ini angka kematian tuberkulosis (TB) berhasil ditekan dan terus menurun, namun angka insidensi global terus bertambah. Estimasi terakhir di tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah insiden global adalah sekitar 9,27 juta, meningkat dari 9,24 juta pada tahun 2006, 8,3 juta pada tahun 2000 dan 6,6 juta pada tahun 1990. Kenaikan angka ini diperkirakan mengikuti laju pertumbuhan penduduk, sebab jika dihitung perkapita terjadi penurunan insiden meskipun sangat lambat, yaitu sebesar 142 kasus/100.000 penduduk pada tahun 2004 turun menjadi 139 kasus/100.000 penduduk pada tahun 2007. Jika dihitung rata-rata per tahun maka penurunan insiden tampak sangat lambat yaitu kurang dari 1% per tahun (World Health Organization, 2009). Kondisi TB di Indonesia juga tampak sebagai masalah yang serius, hal ini terlihat dari data badan dunia maupun data dalam negeri. Laporan TB dunia oleh World Health Organization (WHO) di tahun 2006, menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun. Posisi ini masih tetap bertahan pada tahun 2007 sehingga menjadikan wilayah Asia sebagai wilayah dengan beban TB terbesar (55%) (World Health Organization, 2009). Data berasal dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 untuk pola penyebab kematian pada semua umur menempatkan TB sebagai penyakit penyebab kematian urutan kedua sebesar 7,5% setelah stroke (15,4%). Dan menjadi penyebab kematian utama (27,8%) pada kelompok kematian yang disebabkan penyakit infeksi (Departemen Kesehatan RI, 2007). Angka prevalensi TB yang didiagnosis tenaga kesehatan pada tahun 2013 tidak berubah, sebesar 0,4% (Departemen Kesehatan RI, 2013). TB adalah penyakit sosial yang disebabkan oleh patogen udara dengan infektivitas rendah. Transmisi TB tergantung pada interaksi manusia dalam masyarakat. Namun, beberapa kondisi ekologi memberikan lingkungan yang lebih baik untuk transmisi penyakit daripada kondisi ekologi yang lain (Myers, et al., 2006). Sudut pandang ekologi menawarkan pemikiran bahwa suatu wilayah habitasi akan memberikan dampak timbal balik lingkungan-manusia dalam suatu ekosistem
1
tertentu. Konteks ekologi dalam suatu ekosistem digambarkan secara sederhana oleh Hancock (Lebel, 2003) sebagai berikut: Gambar 1. Teori Ekologi-Ekosistem Hancock
Oleh karena itu penelitian mengenai ekologi TB di Indonesia menjadi sangat penting untuk dilakukan untuk membantu pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan di bidang kesehatan serta mempercepat pencapaian tujuan MDGs.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi bagi seluruh masyarakat tanpa memandang strata sosial dan tempat tinggal. Faktor ekonomi (penghasilan dan pengangguran), lingkungan (wilayah dataran tinggi, kelembaban dan wilayah perkebunan) serta komunitas masyarakat (pendidikan, migrasi, kepadatan hunian, dan kepadatan penduduk) juga diduga berperan sebagai penyebab TB sebagai satu kesatuan ekologi, selain tentunya faktor individu (usia dan imunitas) dan agen infeksius. TB dan faktornya dalam konteks ekologi akan ditunjukkan dengan adanya keterkaitan antar elemen dalam suatu ekosistem. Oleh karena itu analisis jalur adalah cara yang tepat untuk menunjukkan adanya keterkaitan elemen tersebut. Analisis ekologi TB dipersulit oleh sifat penyakit itu. TB laten dan delay diagnosis sebagai salah satunya. Hal tersebut membawa pertanyaan tentang 2
keabsahan studi ketika membandingkan data ekologi saat ini untuk kasusTB pada orang dewasa. Kasus TB pada anak jika dibandingkan dengan kasus pada orang dewasa,memiliki masa inkubasi yang lebih pendek (hal yang sama terjadi pada kasus HIV). Inkubasi pada anak dibatasi oleh umur anak dan dengan demikian infeksi pada anak akan memberikan proporsi yang lebih besar TB yang diderita anak sebagai hasil infeksi primer. Kasus yang terjadi pada anak dianggap mewakili kondisi terbaru, yaitu infeksi yang baru terjadi sehingga dapat berfungsi sebagai penanda transmisi TB. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan penelitian yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana prevalensi TB di Indonesia bisa dijelaskan dengan menggunakan informasi ekologi dan prevalensi TB anak.
1.3 Hipotesa Penelitian Berikut ini hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini: 1. Persentase penduduk migrasi keluar mempengaruhi prevalensi TB anak 2. Kepadatan penduduk mempengaruhi prevalensi TB anak 3. Kepadatan hunian mempengaruhi prevalensi TB anak 4. Tingkat ekonomi mempengaruhi prevalensi TB anak 5. Angka melek huruf mempengaruhi prevalensi TB anak 6. Persentase penduduk usia 21 tahun ke atas yang berpendidikan di bawah Diploma mempengaruhi prevalensi TB anak 7. Persentase pengangguran mempengaruhi prevalensi TB anak 8. Persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari mempengaruhi prevalensi TB anak 9. Persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari mempengaruhi prevalensi TB anak
3
BAB II. TUJUAN PENELITIAN
2.1 Tujuan Umum Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan analisis jalur penyebab TB anak di Indonesia dengan pendekatan ekologi.
2.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menghasilkan penanda prevalensi TB Anak dengan analisis bivariat (analisis korelasi dan regresi): a. Persentase penduduk migrasi keluar dengan prevalensi TB anak b. Kepadatan penduduk dengan prevalensi TB anak c. Kepadatan hunian dengan prevalensi TB anak d. Tingkat ekonomi dengan prevalensi TB anak e. Angka melek huruf dengan prevalensi TB anak f. Persentase penduduk usia 21 tahun ke atas yang berpendidikan di bawah Diploma dengan prevalensi TB anak g. Persentase pengangguran dengan prevalensi TB anak h. Persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari dengan prevalensi TB anak i.
Persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari dengan prevalensi TB anak
2. Menguji analisis jalur faktor prevalensi TB anak dengan menggunakan 3 komponen ekologi secara multivariat secara bersama, terdiri dari: a. komunitas (migrasi, kepadatan penduduk, dan kepadatan hunian) b. ekonomi (tingkat ekonomi, pengangguran, pendidikan, dan angka melek huruf) c. lingkungan (jendela kamar, dan jendela keluarga dibuka tiap hari)
4
BAB III. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi ilmiah mengenai faktor TB di Indonesia dengan menggunakan data ekologi dan TB anak yang bermanfaat sebagai acuan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan kasus TB anak di Indonesia.
5
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Kerangka Teori Langbein dan Lichtman menjelaskan, istilah inferensi ekologis dan analisis ekologis mengacu pada setiap analisis yang menggunakan data yang terbatas pada karakteristik kelompok, yang merupakan agregrat dari individu (Greenland, 2004). Acevedo dan Garcia dalam konteks ekologi sosial-ekonomi menyatakan bahwa area dengan prevelansi TB tinggi ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, pengangguran, homogenitas ras dan ekonomi serta rendahnya jumlah penduduk. Perbedaan sosial tersebut mewujud ditandai dengan pemisahan wilayah pemukiman/ perumahan. Segregasi perumahan adalah faktor yang berhubungan dengan banyaknya masalah kesehatan, termasuk transmisi TB baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui konsentrasi kemiskinan dan isolasi kelompok berisiko tinggi. Dari perspektif epidemiologi, peningkatan populasi dapat meningkatkan population at risk, sementara di sisi lain rendahnya populasi juga menjadi signifikan karena sering disertai dengan pengurangan investasi di suatu wilayah, berujung pada rendahnya pembangunan wilayah serta produksi barang dan jasa. Hal ini juga dapat mengakibatkan yang disebut "menggandakan" populasi yang ada, menyebabkan beberapa individu dan keluarga untuk menempati unit tempat tinggal yang sempit, yang tidak layak sebagai tempat tinggal yang sehat. Selain itu rendahnya produksi berkaitan dengan rendahnya aksesibilitas terhadap produk dan jasa, terutama terhadap layanan kesehatan serta pangan, yang berujung pada biaya tinggi keduanya (Draus, 2004) (World Health Organization, 2009). Asosiasi antara geografi, migrasi dan fertilitas memberikan dampak terhadap kasus TB, yang semuanya berkaitan dengan kemampuan ekonomi dan aksesibilitas (Davidow, et al., 2003). Ketinggian wilayah terkait dengan suhu, kelembaban, dan kerapatan oksigen yang menunjang kondisi lingkungan yang layak sebagai reservoir kuman TB (Achmadi, 2005). Sementara akses layanan terutama pendidikan tinggi (sebagai hasil produksi), berpotensi memiliki efek timbal balik terhadap komunitas dan lingkungan, dalam bentuk modifikasi ke arah yang positif (Yusuf, 14 September 1999). Modifikasi lingkungan yang dapat mencegah TB diantaranya adalah ventilasi, jendela serta pemasangan genteng kaca, agar kelembaban terjaga dan cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah (Achmadi, 2005). 6
Seluruh deskripsi tersebut di atas jika disusun dalam kerangka teori Hancock ditunjukkan sebagaimana dalam gambar 2 berikut:
LINGKUNGAN Geografi&ketin ggian
SUMBER DAYA INVESTASI &PRODUKSI
KOMUNITAS Migrasi
Fertilitas&K ematian
Iklim
KepadatanPenduduk Cuaca, kelembaban&c urahhujan
KepadatanHu nian HASIL PRODUKSI&AKSES IBILITAS
MODIFIKASI LINGKUNGAN
EKONOMI
Pengangguran Pendidikan Penghasilan
PREVALENSI TB Gambar 2. Kerangka Teori Penelitian
7
MODIFIKASI KOMUNITAS
4.2 Kerangka Konsep Migrasi keluar
Suhu kemudahan produksi & investasi Kelembaban
Kepadatan Penduduk
hasil produksi Pendidikan tinggi
Kepadatan hunian
Melek huruf
reservoir bakteri
Tingkat ekonomi Pengangguran modifikasi lingkungan
akses layanan Jendela kamar & r. keluarga dibuka transmisi penyakit Prevalensi TB Anak
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan selama empat bulan sejak pengumuman proposal diterima dikeluarkan.
4.4 Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi penelitian ini mengacu pada populasi Riskesdas tahun 2013, yaitu seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
4.5 Variabel a. Pengertian Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas yaitu tingkat ekonomi, penduduk migrasi keluar, kepadatan penduduk, kepadatan hunian, pendidikan tinggi, angka melek huruf, pengangguran, persentase jendela kamar dibuka tiap hari, dan persentase jendela
8
ruang keluarga dibuka tiap hari. Sementara variabel terikat dalam penelitian ini adalah prevalensi TB anak di tiap wilayah.
b. Definisi Operasional Adapun definisi operasional dari variabel yang diteliti disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Definisi operasional variabel penelitian No
Jenis Variabel
Skala Ukur
Definisi Operasional
Kuesioner No.
Keteranga n
Variabel Terikat 1.
Prevalensi TB anak
Jumlah kasus TB pada anak yang ditemukan dalam satu wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
Prosentase kemisikinan (Kuintil 1 & Kuintil 2) per wilayah berdasarkan tingkat kesejahteraan materi keluarga. Tingkat kesejahteraan materi keluarga dihitung berdasarkan keadaan tempat tinggal dan status kepemilikan barang yang dihitung menggunakan Principle Components Analysis. Kondisi rumah
Rasio
RKD13.RT bag. IV
(Y)
RKD13.IND A16-A20
Variabel Bebas 2.
Tingkat ekonomi
RKD13.RT: Blok VIII No. 1,2,3 Blok IX untuk semua pertanyaan
(X1)
meliputi, jenis lantai rumah, jenis atap rumah dan jenis dinding rumah, jumlah pengeluaran makanan, serta kepemilikan barang yang meliputi televisi, radio, listrik, telepon/HP, lemari es, sepeda, motor dan mobil akan diberi skor 1 jika keluarga memilikinya dan skor 0 jika tidak memiliki. Kemudian hasil skor distandarisasi ke dalam distribusi normal dengan ratarata = 0 dan standart deviasi = 1. Jumlah skor menunjukkan status ekonomi keluarga yang dikategorikan dalam 5 kuintil, yaitu;
3.
Migrasi
Kuintil 1 = Q1 Kuintil 2 = Q2 Kuintil 3 = Q3 Kuintil 4 = Q4 Kuintil 5 = Q5
Persentase jumlah penduduk migrasi keluar
Rasio
9
SUSENAS (X2)
dalam 3 bulan terakhir per wilayah (kabupaten/kota) 4.
Kepadatan penduduk
Tingkat kepadatan penduduk kasar per km2 wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
Kemendagri (X3)
5.
Kepadatan hunian
Tingkat kepadatan hunian /8 m2 lantai rumah per wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
6.
Angka melek huruf
Persentase penduduk yang bisa baca tulis per wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
7.
Pendidikan tinggi
Persentase jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan setara diploma 1 ke atas untuk penduduk usia ≥ 21 tahun per wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
8.
Penganggur an
Persentase penduduk yang menganggur/ tidak memiliki pekerjaan tetap per wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
9.
Jendela kamar dibuka
Persentase rumah yang membuka jendela kamar tiap hari per wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
RKD13.RT Blok IX No. 3
(X8)
10.
Jendela ruang keluarga dibuka
Persentase rumah yang membuka jendela ruang keluarga tiap hari per wilayah (kabupaten/kota)
Rasio
RKD13.RT Blok IX No. 3
(X9)
RKD13.RT Blok IX No.2a 2b
(X4)
SUSENAS (X5)
RKD13.RT Blok IV
(X6)
SUSENAS (X7)
4.6 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data Riskesdas Tahun 2013 yang diperoleh dari Laboratorium Manajemen Data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, data SUSENAS dari BPS, dan data kependudukan dan data luas wilayah dari Kementerian Dalam Negeri.
4.7 Pengawasan Kualitas Data Mengenai pengawasan kualitas data, peneliti tidak melakukan secara langsung karena untuk data sekunder diambil dari hasil Riskesdas yang tentunya sudah melalui prosedur yang mampu menjamin kualitas data yang dikumpulkan.
4.8 Manajemen Data 10
Pengolahan data awal mulai dari editing, re-coding, entry, aggregate dan cleaning.
4.9 Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik masingmasing variabel yang diteliti. Variabel-variabel penelitian disusun secara deskriptif dalam bentuk tabel. Pemetaan dilakukan pada level propinsi untuk mendapatkan gambaran dan pola wilayah. Teknik kluster menggunakan metode Jenks natural breaks. b. Analisis Bivariat Analisis data bivariabel dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji statistik yang digunakan adalah uji Korelasi Pearson pada tingkat kemaknaan p<0,05, dan regresi linier. c. Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama dan hierarki antara variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah analisis jalur (pathway analysis).
4.10 Langkah-langkah Penelitian a. Tahap persiapan Pada tahap ini peneliti melakukan penelusuran berbagai tinjauan pustaka (literature review) sebagai referensi yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian. b. Tahap Pelaksanaan Mengekstraksi data dasar Riskesdas Tahun 2013, dan data SUSENAS menjadi data yang sesuai dengan variabel penelitian kemudian dilakukan penambahan variabel dengan data dari Kementerian Dalam Negeri. Terakhir analisis data secara univariat, bivariat dan multivariat. c. Tahap Laporan Tahap akhir dari penelitian ini adalah penyusunan laporan dan penyajian hasil analisis data kuantitatif serta pembahasan hasil dari penelitian. Selanjutnya membuat kesimpulan dan saran serta rekomendasi dari hasil temuan yang diperoleh saat penelitian sebagai tindak lanjut. Selain itu hasil penelitian ini dilengkapi pula dengan 11
proses diseminasi hasil, termasuk diseminasi di tingkat nasional, publikasi.
12
dan naskah
BAB V. PERTIMBANGAN ETIK PENELITIAN
Etik penelitian disesuaikan dengan kaidah Komite Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan.
13
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Umum Data Penelitian Jumlah data yang terolah sebanyak 497 unit analisis, sebanyak jumlah kabupaten dan kota se-Indonesia. Jumlah tersebut diperoleh setelah melalui proses agregasi data rumah tangga ke tingkat kabupaten dan kota. Tabel analisis univariat dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Nilai minimum, maksimum dan rerata variabel penelitian Variabel Prevalensi TB anak % Migrasi (keluar) Kepadatan Penduduk (pddk/km2) Kepadatan Hunian (penghuni/8m2) Tingkat ekonomi (% K1+K2) Angka Melek Huruf % Pendidikan min D1 usia > 21thn % Pengangguran % Rumah jendela kamar dibuka % Rumah jendela ruang keluarga dibuka
N 497 497 497 497 497 497 497 497 497 497
Minimum Maksimum 0,00000 0,08589 0,00000 49,60725 0,53 39370,60 0,08 2,95 0,76220 100,00000 17,5796 98,1195 0,00000 33,44566 0,31500 43,83300 0,9 98,8 1,6 100,0
Rerata 0,0139354 14,1983352 1136,5371 0,5487 41,4360601 89,106448 8,2104449 27,9782857 57,772 58,884
Prevalensi TB Anak memiliki rerata kasus sebesar 0,013935 dengan prevalensi terendah (0,00) pada 11 kabupaten/ kota, meliputi Kota Medan, Kota Batu, Kota Tomohon, Kota Kotamobagu, Kota Palu, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Mesuji Kabupaten Bangli, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Deiyai. Sedangkan prevalensi tertinggi (0,08589) pada Kabupaten Kulonprogo. Mayoritas prevalensi TB Anak berada di bawah angka 0,02. Prevalensi TB anak cenderung tinggi di beberapa propinsi, baik di wilayah timur maupun barat Indonesia. Rata-rata tertinggi di Propinsi D.I Yogyakarta, diikuti dengan Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Papua Barat, Propinsi Kalimantan Tengah, Propinsi D.K.I Jakarta, Propinsi Papua, Propinsi Jambi, Propinsi Banten, dan Propinsi Kepulauan Babel. Penemuan foci penyakit menular adalah hal penting dalam upaya pengendalian
penyakit
menular
dengan
sifat
endemik
(Webber,
2005).
Memperhatikan gambar 3, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 area persebaran TB Anak di Indonesia dengan kecenderungan mengelompok (kluster). Setidaknya 4 area persebaran bisa ditemukan, yaitu di Jawa berpusat di D.I Yogyakarta, di Sumatra 14
berpusat Jambi, di Kalimantan berpusat di Kalimantan Tengah dan wilayah timur Indonesia berpusat di Papua Barat. Kecenderungan mengelompok pada prevalensi penyakit merupakan sifat alamiah dari penyakit menular, yaitu kontak erat (umumnya yang terdekat) akan memberikan frekuensi transmisi penyakit yang terbaik. Gambar 3. Peta Persebaran Prevalensi TB Anak
6.1.1 Aspek Komunitas Aspek komunitas yang diteliti terdiri dari 3 komponen, yaitu migrasi, kepadatan penduduk, dan kepadatan hunian. Kabupaten Mojokerto adalah kabupaten dengan tingkat migrasi keluar tertinggi (49,60725%), sedangkan Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Memberamo Tengah memiliki tingkat migrasi keluar wilayah terendah (0%). Mayoritas angka migrasi keluar berada di bawah 20%. Tiga propinsi dengan rerata aktifitas migrasi keluar tertinggi meliputi Propinsi D.K.I Jakarta, Propinsi Bali, dan Propinsi D.I Yogyakarta. Ditinjau dari transmisi penyakit, migrasi (melalui darat, laut, maupun udara) merupakan sarana terbaik penyebaran penyakit antar wilayah. Propinsi D.K.I Jakarta dan Propinsi D.I Yogyakarta adalah dua wilayah yang juga termasuk dalam prevalensi tinggi TB Anak. Disertai aktifitas migrasi keluar yang juga tinggi pada dua wilayah itu, maka transmisi ke wilayah lain diperkirakan juga tinggi. Namun, karena data
15
SUSENAS tidak menyediakan informasi tujuan migrasi, maka dugaan tersebut tidak dapat dieksplorasi lebih lanjut. Kodya Jakarta Selatan memiliki jumlah penduduk terpadat (39370,6 per km2), sedangkan jumlah penduduk terendah dimiliki Kabupaten Tambrauw (0,53 per km2). Mayoritas kepadatan penduduk di bawah 10.000 per km 2. Agregat pada tingkat propinsi menunjukkan bahwa Propinsi D.K.I Jakarta dan Propinsi Banten memiliki kepadatan penduduk tertinggi, diikuti dengan Propinsi Jawa Barat, dan D.I Yogyakarta. Kepadatan hunian tertinggi (2,95 per 8 m2) dimiliki oleh Kabupaten Pegunungan Bintang, sedangkan kepadatan hunian terendah (0,08 per 8 m 2) di Kabupaten Kutai Timur. Mayoritas kepadatan hunian di bawah 1 per 8 m2. Propinsi dengan kepadatan hunian tertinggi terlihat pada wilayah Propinsi Papua dan Propinsi Nusa Tenggara Timur, diikuti dengan Propinsi Papua Barat, Propinsi Maluku, dan Propinsi Gorontalo. Dugaan awal dalam kerangka teori bahwa angka migrasi keluar pada suatu wilayah akan berimplikasi pada kurangnya kepadatan penduduk pada wilayah tersebut kurang terbukti jika membandingkan gambar 4 dengan gambar 5. Melalui pembandingan gambar, didapati bahwa kepadatan penduduk tinggi cenderung terjadi pada wilayah dengan persentase migrasi keluar yang tinggi juga. Sehingga kemungkinan yang terjadi adalah adanya kecenderungan migrasi keluar dilakukan oleh penduduk disebabkan semakin padatnya populasi di wilayah tersebut. Sedangkan dugaan adanya efek “menggandakan populasi di tingkat rumah tangga” terlihat jelas khususnya di wilayah timur Indonesia dengan membandingkan gambar 5 dengan gambar 6.
16
Gambar 4. Peta Persebaran Aktifitas Migrasi Keluar
Gambar 5. Peta Kepadatan Penduduk per km2
17
Gambar 6. Peta Kepadatan Hunian per 8 m2
6.1.2 Aspek Ekonomi Aspek ekonomi yang diteliti terdiri dari 4 komponen, meliputi tingkat ekonomi, pengangguran, pendidikan, dan angka melek huruf. Pengukuran tingkat ekonomi wilayah menggunakan persentase rumah tangga miskin (kuintil 1 dan kuintil 2). Melalui agregasi di tingkat kabupaten/kota diperoleh persentase terendah rumah tangga yang masuk dalam kuintil 1 dan 2 terdapat pada Kota Denpasar (0,76220%), sedangkan persentase tertinggi (100%) terdapat pada Kabupaten Paniai, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Nduga, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Puncak, dan Kabupaten Intan Jaya. Mayoritas persentase kuintil 1 dan 2 berada dalam kisaran 20% - 40%. Agregasi di tingkat propinsi menghasilkan 3 propinsi dengan rerata persentase kuintil 1 dan 2 tertinggi, yaitu Propinsi Papua, Propinsi Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Kemudian diikuti dengan Propinsi Maluku, Propinsi Sulawesi Barat, Propinsi Maluku Utara, Propinsi Gorontalo, Propinsi Sulawesi Tengah, dan Propinsi Nusa Tenggara Barat. Rerata Angka Melek Huruf sebesar 89,106448%, dengan Kota Pematang Siantar memiliki Angka Melek Huruf tertinggi (98,1195%), sedangkan terendah dimiliki oleh Kabupaten Nduga (17,5796%). Mayoritas Angka Melek Huruf berada di atas 18
80%. Agregasi di tingkat propinsi menghasilkan Propinsi Papua sebagai propinsi dengan melek huruf terendah, diikuti dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Propinsi Sulawesi Barat, Propinsi Sulawesi Sulawesi Selatan, dan Propinsi Papua Barat. Pendidikan tinggi mayoritas dapat dicapai penduduk Kota Aceh (33,44566%), sedangkan penduduk Kabupaten Nduga paling sedikit pencapaiannya (0%). Mayoritas pendidikan tinggi dapat dicapai di bawah angka 10% penduduk. Agregasi di tingkat propinsi menghasilkan 3 propinsi dengan persentase terendah, yaitu Propinsi Kalimantan Barat, Propinsi Papua, dan Propinsi Lampung. Persentase pengangguran terendah (0,31500%) dimiliki oleh Kabupaten Mamberamo Tengah, sedangkan pengangguran tertinggi (43,833%) didapatkan pada penduduk Kota Makasar. Mayoritas pengangguran berada dalam kisaran 20% - 40%. Agregasi di tingkat propinsi menghasilkan 7 propinsi dengan tingkat pengangguran tinggi, terdiri dari Propinsi Sulawasi Utara, Propinsi Jawa Barat, Propinsi D.K.I Jakarta, Propinsi Sulawesi Selatan, Propinsi Banten, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Propinsi Kepulauan Riau. Mengamati gambar 7 dan gambar 8 pada aspek ekonomi, tampak adanya disparitas wilayah timur dan barat Indonesia, dengan kecenderungan wilayah dengan tingkat ekonomi dan angka melek huruf yang rendah berada di wilayah timur Indonesia. Disparitas tersebut kemungkinan masih berkaitan dengan distribusi capaian pendidikan tinggi dan angka pengangguran yang ditampilkan di gambar 9 dan gambar 10.
19
Gambar 7. Peta Tingkat Ekonomi (Persentase Kuintil 1 dan 2)
Gambar 8. Peta Persebaran Angka Melek Huruf
20
Gambar 9. Peta Persentase Penduduk Berpendidikan Tinggi
Gambar 10. Peta Persentase Pengangguran
21
6.1.3 Aspek Lingkungan Lingkungan sebagai aspek terakhir yang diteliti, meliputi 2 komponen, yaitu persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari, dan persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari. Persentase terbesar jendela kamar dibuka tiap hari di Kota Sabang (98,8%), dan terkecil di Kabupaten Puncak (0,9%). Mayoritas berada dalam kisaran angka 50% - 70%. Sama halnya dengan jendela ruang keluarga, persentase terbesar jendela ruang keluarga dibuka tiap hari di Kota Sabang (100%), dan terkecil di Kabupaten Puncak (1,6%), dengan mayoritas berada dalam kisaran 50% - 70%. Agregasi di tingkat propinsi ditunjukkan melalui pola gradasi warna pada gambar 11 dan gambar 12. Disimpulkan bahwa kedua gambar tersebut memiliki pola frekuensi yang relatif sama. Pola gradasi warna yang relatif sama tersebut mendukung dugaan adanya kemungkinan kedua distribusi komponen bisa saling menggantikan sebagai penanda TB Anak. Setelah dilakukan deskripsi dan pengamatan visual pada distribusi data pada aspek komunitas, ekonomi, dan lingkungan, ditarik kesimpulan bahwa tidak ada satu pun pola yang serupa dengan pola kluster yang ditemukan pada variabel prevalensi TB Anak (gambar 3). Sehingga pada taraf analisis univariat ini belum bisa disimpulkan aspek komunitas, ekonomi, dan lingkungan yang kuat berkontribusi pada prevalensi TB Anak.
22
Gambar 11. Peta Persentase Jendela Kamar Dibuka Tiap Hari
Gambar 12. Peta Persentase Jendela Ruang Keluarga Dibuka Tiap Hari
23
6.2 Analisis Bivariat (Analisis Korelasi dan Regresi) Data agregat di tingkat kabupaten/ kota selanjutnya dianalisis dengan analisis bivariat. Ringkasan hasil analisis bivariat dengan menggunakan korelasi Pearson dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Nilai signifikansi (p) dan koefisen korelasi variabel bebas dengan prevalensi TB Anak Variabel % Migrasi (keluar) Kepadatan Penduduk (pddk/km2) Kepadatan Hunian (penghuni/8m2) Tingkat ekonomi (% K1+K2) Angka Melek Huruf % Pendidikan min D1 usia > 21thn % Pengangguran % Rumah jendela kamar dibuka % Rumah jendela ruang keluarga dibuka
N 497 497 497 497 497 497 497 497 497
Koefisien 0,033 0,094 -0,74 -0,75 0,013 0,035 0,045 -0,128 -0,118
p 0,457 0,037* 0,100 0,094 0,774 0,430 0,317 0,004* 0,008*
Keterangan: * signifikan pada p < 0,05
Berdasarkan hasil analisis korelasi dapat disimpulkan bahwa prevalensi TB Anak di Indonesia berkorelasi dengan kepadatan penduduk, persentase jendela kamar dibuka tiap hari serta persentase jendela ruang keluarga dibuka tiap hari dengan derajat korelasi yang rendah. Rendahnya derajat korelasi tersebut mengkonfirmasi hasil analisis univariat, bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki pola serupa dengan pola pada variabel prevalensi TB Anak. Berdasarkan nilai signifikansi disimpulkan ketiga variabel bebas tersebut dapat digunakan sebagai penanda TB Anak mewakili aspek komunitas dan lingkungan. Disparitas ekonomi antar wilayah timur dan barat yang terlihat pada analisis univarat, tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan prevalensi TB Anak. Tidak satu pun variabel pada aspek ekonomi yang signifikan dari analisis korelasi, kemungkinan disebabkan aspek ekonomi tidak berperan secara langsung pada transmisi TB di masyarakat. Lingkungan dan penduduk merupakan dua faktor utama dalam patogenesis penyakit di masyarakat, selain jumlah sumber penyakit (Achmadi, 2005). Arah positif pada koefisien korelasi kepadatan penduduk (0,094) menunjukkan bahwa prevalensi TB Anak naik mengikuti naiknya kepadatan penduduk. Seluruh populasi penduduk merupakan populasi berisiko penyakit TB, disebabkan penyakit 24
TB tidak dapat memicu kekebalan seumur hidup, yang berarti siapa pun masih bisa terinfeksi TB. Hal ini berbeda dengan penyakit transmisi udara lainnya (semisal varisela, campak dan mumps) (Gruendemann & Fernsebner, 2006). Modifikasi lingkungan dengan cara membuka jendela kamar dan ruang keluarga tiap hari signifikan memproteksi masyarakat dari infeksi TB, ditunjukkan dengan arah negatif koefisien korelasi keduanya (-0,128 dan -0,118). Sinar ultraviolet bisa diperoleh pada cahaya matahari. Paparan langsung ultraviolet dapat membunuh bakteri TB yang ada di lingkungan, selain juga paparan sinar matahari pada kulit memproduksi vitamin D yang berperan dalam fungsi makrofag untuk membasmi bakteri TB di dalam tubuh (Escombe, et al., March 2009) (Schmidt, November 2008). Analisis data bivariat dilanjutkan dengan analisis regresi linier untuk mendapatkan angka prediksi masing-masing penanda yang signifikan. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai konstanta dan koefisien regresi linier variabel bebas dengan prevalensi TB Anak Variabel Kepadatan Penduduk (pddk/km2) % Rumah jendela kamar dibuka % Rumah jendela ruang keluarga dibuka
N 497 497 497
Konstanta 0,014 0,018 0,018
Koefisien 3,178 x 10-7 -7,423 x 10-5 -6,941 x 10-5
p 0,037* 0,004* 0,008*
Keterangan: * signifikan pada p < 0,05
Berdasar hasil analisis regresi linier di atas, dapat dirumuskan model untuk masing-masing penanda sebagai berikut: 1. Model untuk penanda komunitas: Prev TB Anak = 0,014 + 3,178 × 10-7 × (Kepadatan Penduduk)
Model tersebut bermakna prevalensi TB Anak secara alamiah sebesar 0,014, dan setiap kenaikan populasi 1 orang per km 2 meningkatkan prevalensi sebesar 3,178 × 10-7. 2. Model untuk penanda lingkungan: Ada dua model untuk penanda lingkungan, model pertama menggunakan persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari, dan model kedua menggunakan persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari. Prev TB Anak = 0,018 – 7,423 × 10-5 × (% rumah dgn jendela kamar dibuka tiap hari) 25
Model pertama di atas bermakna prevalensi TB Anak secara alamiah sebesar 0,018, dan setiap kenaikan 1% rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari menurunkan prevalensi sebesar 7,423 × 10-5. Prev TB Anak = 0,018 – 6,941 × 10-5 × (% rumah dgn jendela r.keluarga dibuka tiap hari)
Selanjutnya, model kedua di atas bermakna prevalensi TB Anak secara alamiah sebesar 0,018, dan setiap kenaikan 1% rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari menurunkan prevalensi sebesar 6,941 × 10-5. 6.3 Analisis Multivariat (Analisis Jalur) Penggunaan analisis jalur bertujuan untuk memahami interaksi antar komponen lingkungan, komunitas, dan ekonomi, sekaligus menguji ketepatan konsep jalur yang telah disusun di Bab 4. Keluaran (output) analisis jalur disajikan dalam tabel 5. Tabel tersebut memberikan informasi keterkaitan antar komponen ekologi, yang selanjutnya dikaji dalam 3 ekosistem: komunitas, ekonomi, dan lingkungan. Tabel 5. Keluaran (output) analisis jalur prevalensi TB Anak Unstandardized Estimate
Standardized Estimate
S.E.
C.R.
p
x3
<---
x2
103.689
.285
15.670
6.617
***
x6 x5 x7 x7 x4 x1 x8 x9 y y y y
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
x3 x6 x5 x6 x3 x7 x6 x6 x1 x4 x8 x9
.001 .878 .343 .373 .000 -1.957 .667 .712 .000 -.003 .000 .000
.480 .417 .474 .245 -.119 -.598 .171 .184 -.058 -.065 -.170 .023
.000 .086 .028 .059 .000 .118 .172 .170 .000 .002 .000 .000
12.171 10.224 12.220 6.315 -2.673 -16.638 3.865 4.179 -1.321 -1.468 -3.850 .526
*** *** *** *** .008 *** *** *** .186 .142 *** .599
6.3.1 Ekosistem Komunitas Migrasi keluar (x2) signifikan sebagai faktor kepadatan penduduk (x3). Nilai positif pada standardized estimate (0,285) tidak mendukung dugaan awal pada kerangka teori yang seharusnya bernilai negatif (tingginya migrasi keluar (x2) berdampak pada berkurangnya penduduk (x3)). Selanjutnya kepadatan penduduk
26
(x3) signifikan sebagai faktor kepadatan hunian (x4). Nilai negatif pada standardized estimate (-1,19) pada jalur x3 ke x4 menguatkan teori bahwa rendahnya kepadatan penduduk (x3) meningkatkan kepadatan hunian (x4). Namun jalur kepadatan hunian (x4) tidak signifikan sebagai faktor prevalensi TB Anak (y) dengan p=0,142. Sehingga jalur yang signifikan pada ekosistem komunitas berhenti pada kepadatan hunian (x4). 6.3.2 Ekosistem Ekonomi Kepadatan penduduk (x3) sebagai elemen komunitas juga signifikan sebagai faktor pada ekosistem ekonomi. Penduduk sebagai sumberdaya produksi, dan penggerak pembangunan ekonomi dan manusia, ditunjukkan melalui jalur signifikan dengan nilai positif antara kepadatan penduduk (x3) dengan persentase capaian pendidikan tinggi (x6). Persentase penduduk berpendidikan tinggi (x6) signifikan sebagai modal dasar capaian angka melek huruf (x5) di wilayah tersebut. Persentase penduduk berpendidikan tinggi (x6) dan angka melek huruf (x5) selanjutnya signifikan berkontribusi terhadap persentase pengangguran (x7). Nilai positif standardized estimate pada jalur x6 dengan x7 (0,245) diduga terkait dengan kurangnya jumlah lapangan kerja yang membutuhkan syarat pendidikan tinggi dibandingkan lapangan kerja yang hanya mensyaratkan tenaga fisik di Indonesia, artinya banyak penduduk berpendidikan tinggi yang menganggur. Selanjutnya, persentase pengangguran (x7) signifikan berkontribusi pada tingkat ekonomi wilayah (x1) yang diukur dengan persentase ekonomi lemah (kuintil 1 dan 2). Namun tingkat ekonomi wilayah (x1) tidak signifikan sebagai faktor prevalensi TB Anak (y) dengan p=0,186. Sehingga jalur yang signifikan pada ekosistem ekonomi berhenti pada tingkat ekonomi wilayah (x1). Nilai negatif standardized estimate pada jalur x7 dengan x1 (-0,598) kemungkinan masih terkait dengan lapangan kerja, yaitu tidak meratanya kebutuhan tenaga kerja berpendidikan tinggi antar wilayah disertai tidak berimbangnya lapangan kerja yang tersedia dengan tenaga kerja terdidik di beberapa wilayah yang surplus. Sebagai contoh, wilayah dengan status ekonomi kuintil 1 dan 2 yang tinggi (misalnya kabupaten di Propinsi Papua, dan Nusa Tenggara Timur) cenderung lebih banyak menyediakan sektor lapangan pekerjaan yang mensyaratkan tenaga fisik. Besarnya ketersediaan lapangan kerja fisik disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya, yaitu masih rendahnya angka melek huruf dan rendahnya persentase pendidikan tinggi. Sehingga tenaga kerja fisik sebagai tenaga kerja mayoritas tetap tertampung dan mengurangi pengangguran di wilayah tersebut. Sementara pada wilayah dengan status ekonomi yang baik dan surplus tenaga kerja terdidik (umumnya berstatus kota 27
atau kodya), status pengangguran terdidik diduga turut menyumbang besarnya persentase pengangguran. 6.3.3 Ekosistem Lingkungan Selanjutnya analisis jalur untuk mengkaji ekosistem lingkungan. Persentase pendidikan tinggi (x6) dalam sistem ekonomi berkontribusi sebagai modal modifikasi lingkungan sehat. Kesimpulan ini ditunjukkan dengan dua nilai positif standardized estimate jalur. Pertama ke persentase rumah dengan jendela kamar di buka tiap hari (x8) sebesar 0,171, dan kedua ke persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari (x9) sebesar 0,184. Hasil ini sesuai dengan kerangka teori yang telah disusun, bahwa pendidikan tinggi berpotensi memiliki efek balik positif ke lingkungan dalam bentuk modifikasi lingkungan. Dari kedua penanda tersebut hanya satu yang signifikan memiliki jalur negatif terhadap prevalensi TB Anak, yaitu persentase rumah dengan jendela kamar di buka tiap hari (x8), dengan nilai standardized estimate sebesar -0,170. 6.3.4 Analisis Ketepatan Model (Goodness of Fit) Keseluruhan analisis ketiga ekosistem tersebut diperoleh melalui pemodelan jalur seperti tergambar dalam skema jalur pada gambar 13. Tujuh indikator goodness of fit, meliputi nilai Chi Square, probability, GFI, AGFI, RMSEA, TLI dan CFI digunakan untuk mengevaluasi ketepatan model dengan data yang digunakan. Keseluruhan nilai tiap indikator dan kesimpulannya disajikan dalam tabel 6. Tabel 6. Nilai indikator goodness of fit, kriteria dan kesimpulan pada model jalur prevalensi TB Anak Indikator Chi Square Probability GFI AGFI RMSEA TLI CFI
Nilai 1848,635 0,000 0,659 0,415 0,338 0,011 0,296
Kriteria goodness of fit lebih kecil dari chi square tabel (445,3553) lebih besar dari 0,05 mendekati 1 mendekati 1 lebih kecil dari 0,05 mendekati 1 mendekati 1
Kesimpulan Tidak terpenuhi Tidak terpenuhi Tidak terpenuhi Tidak terpenuhi Tidak terpenuhi Tidak terpenuhi Tidak terpenuhi
Berdasarkan tabel di atas, disimpulkan bahwa model jalur yang digunakan memiliki goodness of fit yang rendah. Untuk memperbaiki goodness of fit maka perlu dilakukan koreksi terhadap model jalur. Koreksi dilakukan dengan cara memangkas ekosistem yang tidak signifikan memiliki jalur terhadap prevalensi TB Anak. Model 28
yang telah dikoreksi disajikan pada gambar 14, sedangkan nilai indikator goodness of fit disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Nilai indikator goodness of fit, kriteria dan kesimpulan pada model jalur prevalensi TB Anak yang telah terkoreksi Indikator Chi Square Probability GFI AGFI RMSEA TLI CFI
Nilai 1,707 0,191 0,998 0,986 0,038 0,902 0,967
Kriteria goodness of fit lebih kecil dari chi square tabel (445,3553) lebih besar dari 0,05 mendekati 1 mendekati 1 lebih kecil dari 0,05 mendekati 1 mendekati 1
Kesimpulan Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Berdasarkan tabel di atas, koreksi terhadap model jalur memperbaiki goodness of fit. Seluruh kriteria goodness of fit dapat terpenuhi. Model jalur yang diyakini tepat melalui penelitian ini adalah jalur pendidikan tinggi (x6) sebagai bagian komponen ekonomi terhadap persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari (x8), dan selanjutnya persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari (x8) terhadap prevalensi TB Anak (y).
29
Gambar 13. Analisis Jalur Penanda Lingkungan, Komunitas dan Ekonomi Pada Prevalensi TB Anak
Keterangan : tanda
menunjukkan jalur signifikan pada p<0,05 30
Gambar 14. Analisis Jalur Penanda Lingkungan, Komunitas dan Ekonomi Pada Prevalensi TB Anak (Setelah Dilakukan Koreksi)
Keterangan : tanda
menunjukkan jalur signifikan pada p<0,05 31
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menarik beberapa kesimpulan. Berdasarkan analisis univariat, prevalensi TB Anak memiliki kecenderungan mengelompok dengan 4 area sebaran, namun demikian tidak satu pun variabel independen yang mempunyai pola serupa. Melalui analisis bivariat, disimpulkan prevalensi TB Anak dapat ditandai dengan 3 penanda: 1. Kepadatan penduduk 2. Persentase rumah dengan jendela kamar dibuka tiap hari 3. Persentase rumah dengan jendela ruang keluarga dibuka tiap hari
Interaksi antar komponen ekosistem lingkungan, ekonomi, dan komunitas, dapat ditunjukkan dalam analisis multivariat, melalui jalur yang signifikan pada analisis jalur. Analisis jalur yang digunakan menunjukkan komponen antar ekosistem saling terkait, dan dapat berhubungan dengan prevalensi TB Anak melalui jalur lingkungan. Model yang digunakan masih belum memenuhi kriteria goodness of fit, sehingga masih perlu adanya koreksi pada komponen untuk menghasilkan model yang lebih tepat. Kajian pada analisis bivariat dan multivariat konsisten menunjukkan bahwa modifikasi lingkungan dengan cara bukaan jendela tiap hari di tiap rumah merupakan pendekatan yang tepat untuk diupayakan di tiap wilayah di Indonesia. Pendekatan ini dapat mereduksi transmisi TB di masyarakat.
32
BAB VIII. UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini terselenggara dengan adanya anggaran dari Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan R.I melalui sekretariat Analisis Lanjut Riset Kesehatan Nasional Tahun 2014. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kesempatan yang telah diberikan. Demikian juga dengan pimpinan beserta jajaran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember yang turut memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.
33
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. 1 ed. Jakarta: Kompas. Davidow, A. L., Mangura, B. T., Napolitano, E. C. & Reichman, L. B., 2003. Rethinking the Socioeconomics and Geography of Tuberculosis Among ForeignBorn Residents of New Jersey, 1994–1999. American Journal of Public Health, 93(6), pp. 1007-1012. Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI. Departemen Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Balitbang Depkes RI. Draus, P. J., 2004. Consumed in the City: observing tuberculosis at century’s end. Philadelphia: Temple University Press. Escombe, A. R. et al., March 2009. Upper-Room Ultraviolet Light and Negative Air Ionization to Prevent Tuberculosis Transmission. PLoS Medicine, 6(3), pp. 1-12. Greenland, S., 2004. Ecologic Inference Problems in the Analysis of Surveillance Data. In: R. Brookmeyer & F. D. Stroup, eds. Monitoring the Health of Populations: Statistical Principles and Methods for Public Health Surveillance. New York: Oxford University Press, pp. 315-340. Gruendemann, B. J. & Fernsebner, B., 2006. Buku Ajar: Keperawatan Perioperatif. 1 ed. Jakarta: Penerbit EGC. Lebel, J., 2003. Health: an ecosystem approach. Ottawa: International Development ResearchCentre. Myers, W. P., Westenhouse, J. L., Flood, J. & Riley, L. W., 2006. An Ecological Study of Tuberculosis Transmission in California. American Journal of Public Health, 96(4), p. 685–690. Schmidt, W. C., November 2008. Linking TB and the Environment: An Overlooked Mitigation Strategy. Environmental Health Perspectives, 116(11), p. A478–A485. Webber, R., 2005. Communicable Disease Epidemiology and Control: a global perspective. 2 ed. Wallingford: CABI Publishing. World Health Organization, 2009. WHO Report 2009, Global Tuberculosis Control: Epidemiology, Strategy, Financing. Geneva: WHO. Yusuf, M., 14 September 1999. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dalam Pembangunan yang Berkelanjutan di Perguruan Tinggi. Jakarta, Kantor Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN.
34