KONTRIBUSI KONDISI EKONOMI KELUARGA TERHADAP STATUS GIZI (BB/TB SKOR Z) PADA ANAK USIA 3-5 Tahun (Studi di wilayah kerja Puskesmas Sambongpari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya Tahun 2012) Linda Mulyani Dewi 1) Lilik Hidayanti .,SKM, M.Si 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Gizi Universitas Siliwangi
[email protected] 1) Dosen Pembimbing Bagian Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2) ABSTRAK Kasus gizi buruk dan gizi kurang pada umumnya menimpa Balita dengan latar belakang ekonomi lemah. Kondisi ekonomi berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam menyediakan kuantitas dan kualitas pangan yang secara otomatis akan mempengaruhi asupan makanan. Kekurangan asupan makanan yang berlangsung terus-menerus berdampak terhadap status gizi dan kesehatan di masyarakat terutama pada Balita. Keadaan gizi kurang hingga tingkat yang berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari jika terjadi dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan seorang Balita mengalami gizi buruk. Penelitian ini bertujuan menganalisis kontribusi kondisi ekonomi keluarga terhadap status gizi BB/TB skor Z pada anak usia 3-5 tahun. Metode penelitian yang digunakan metode survei dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh Balita usia 3 – 5 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 91 yang diambil dari 3 Kelurahan. Data dianalisis secara univariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak memiliki berat badan dan tinggi badan normal, ekonomi keluarga tidak miskin, tingkat kecukupan energi baik, tingkat kecukupan protein baik, dan status gizi BB/TB termasuk pada kategori normal. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara kondisi ekonomi keluarga terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dengan nilai p value 0,000 (OR 20,036 (2,457-163,350)). Ada hubungan antara kondisi ekonomi keluarga terhadap Tingkat Kecukupan Protein (TKP) dengan nilai p value 0,000 (OR 13,81 (2,793-68,272)). Ada hubungan antara kondisi ekonomi keluarga terhadap status gizi BB/TB skor z dengan nilai p value 0,000 (OR 9,474 (2,325-38,603)). Ada hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi (TKE) terhadap status gizi BB/TB skor z dengan nilai p value 0,000 (OR 29,167 (7,662111,029)). Ada hubungan antara Tingkat Kecukupan Protein (TKP) terhadap status gizi BB/TB skor z dengan nilai p value 0,000 (OR 11,818 (4.150-33.657)). Disimpulkan ada kontribusi kondisi ekonomi keluarga,terhadap status gizi sehingga keluarga dianjurkan untuk melalukan pemberdayaan ekonomi keluarga agar tercukupi kebutuhan energi dan protein anak. Kata Kunci
: Status Gizi, Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, Ekonomi Keluarga Kepustakaan : 1995-2012
ABSTRACT
Severe malnutrition and moderate malnutrition in general override Toddler with weak economic background. Economic conditions related to the family's ability to provide the quantity and quality of food that will automatically affect food intake. Lack of food intake ongoing impact on the nutritional status and health in the community, especially in Toddlers. The state of malnutrition to severe levels caused by low energy and protein intake of daily food when it occurs in a long time will lead to a malnourished toddler. This study aims to analyze the contribution to the economic conditions of the nutritional status of weight / height Z scores in children aged 3-5 years. The method of research used survey methods with cross sectional design. Toddlers aged population is around 3-5 years with 91 total sample taken from three villages. Data was analyzed by univariate with the table distribution frequency and bivariate with the chi square test. The results show the majority of children have weight and normal height, non-poor economy, energy sufficiency level is good, good protein adequacy and nutritional status of BB / TB included in the normal category. Chi square test results showed no relationship between the economic conditions of the Adequacy Energy (TKE) with p value 0.000 (OR 20,036 (2,457-163,350)). There is a relationship between the economic conditions of the Protein Adequacy (TKP) with p value 0.000 (OR 13,81 (2,79368,272)). There is a relationship between the economic conditions of the nutritional status of weight / height z scores with p value 0.000 (OR 9,474 (2,325-38,603)). There is a relationship between the level of adequacy of Energy (TKE) on nutritional status weight / height z scores with p value 0.000 (OR 29,167 (7,662-111,029)). There is a relationship between the level of adequacy Protein (TKP) on nutritional status weight / height z scores with p value 0.000 (OR 11,818 (4.150-33.657)). Concluded that contribution to the economic conditions of the nutritional status, so families are encouraged to undertake economic empowerment so that adequate energy and protein needs of children. Keywords : Nutritional Status, Adequacy of Energy, Protein Adequacy, Economic Family Bibliography : 1995-2012 PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anakanak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut (RI, 2007). Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang buruk. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2006), pada tahun 2005 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Jumlah gizi buruk pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dari tahun 2007 jumlah kasus gizi buruk pada balita sebanyak 8.349 orang atau 8,8% dan pada tahun 2009 balita yang mengalami kasus gizi buruk meningkat menjadi 700.000. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak.
Keadaan ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut. Berdasarkan penelitian dari Kholiq.A, 2011, mengenai hubungan antara status ekonomi keluarga dengan status gizi Balita di Desa Purworejo, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, berdasarkan uji statistik disimpulkan bahwa semakin tinggi ekonomi keluarga maka semakin baik status gizi Balitanya. Di Provinsi Jawa Barat tahun 2011 kasus yang menimpa anak-anak di bawah umur lima tahun (balita) rata-rata naik dibandingkan tahun sebelumnya, untuk balita yang memperoleh status gizi kurus yaitu sebanyak 385.998 orang atau sekitar 11,15%, untuk balita yang memperoleh status gizi sangat kurus yaitu sebanyak 39.231 orang atau sekitar 1,13%. Di Kota Tasikmalaya tahun 2011 dari jumlah balita sebanyak 49.659 orang dengan jumlah balita ditimbang sebanyak 49.455 orang diperoleh balita yang memperoleh status gizi kurus yaitu sebanyak 2.114 orang atau sekitar 4,3 % dan untuk balita yang memperoleh status gizi sangat kurus yaitu sebanyak 400 orang atau sekitar 0,8 %. Puskesmas Sambongpari prevalensi gizi kurusnya berada pada urutan ke 16 dari 20 Puskesmas yang ada di Kota Tasikmalaya.Dari jumlah balita yang ada sebanyak 2.782 orang dengan jumlah balita yang ditimbang sebanyak 2.782 orang diperoleh status gizi kurus yaitu sebanyak 53 orang atau sekitar 1,9 % dan untuk balita yang memperoleh status gizi sangat kurus yaitu sebanyak 3 orang atau sekitar 0,1 %. Sebanyak 11.021 jiwa (31 %) penduduk belum/tidak bekerja dan masyarakat yang miskin berdasarkan kepemilikan kartu Jamkesmas sebanyak 7460 jiwa (20,9%). Meskipun status gizi BB/TB Puskesmas Sambongpari masih di bawah persentasi kota maupun provinsi, hal tersebut harus diwaspadai karena bisa saja status gizi kurus menjadi sangat kurus apabila tidak dipantau perkembangannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, hal inilah yang memberikan dorongan bagi penulis untuk mengetahui lebih jauh kondisi ekonomi keluarga terhadap status gizi BB/TB Skor Z pada anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Sambongpari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode survei dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Balita usia 3 – 5 tahun yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sambongpari pada bulan Pebruari 2012 sebanyak 958 Balita. Berdasarkan perhitungan besar sampel yang telah dilakukan dengan menggunakan rumus, maka diperoleh hasil sampel 91 Balita yaitu dari Kelurahan Sambongpari 22 Balita, Kelurahan Sambongjaya 34 Balita, dan Kelurahan Linggajaya 34 Balita. Teknik pengambilan objek sampel dilakukan
dengan cara Sampling random yaitu pengambilan sampel secara acak yang dilakukan dengan cara undian. Sedangkan responden adalah ibu dari sampel yang akan diteliti. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi ekonomi keluarga yaitu Jumlah pendapatan tetap dan sampingan dari kepala keluarga, ibu, dan anggota keluarga lain dalam 1 bulan dibagi jumlah seluruh anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan. Data diperoleh dengan cara wawancara kepada responden. Variabel terikat adalah status gizi BB/TB skor Z pada anak usia 3-5 tahun yaitu Penilaian status gizi menurut berat badan per tinggi badan berdasarkan standar WHO-NCHS skor Z pada anak usia 3-5 tahun. Hasil dari pengukuran berat badan dan tinggi badan anak, dibandingkan dengan tabel Standard Baku WHO-NCHS skor Z untuk indikator BB/TB, kemudian dilihat status gizi anak tersebut. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan langsung oleh peneliti kepada sampel. Variabel antara adalah asupan makanan berdasarkan tingkat kecukupan energi (TKE) dan tingkat kecukupan protein (TKP) pada anak usia 3-5 tahun. Jumlah energi dan protein pada anak usia 3-5 tahun yang diperoleh dari recall konsumsi makanan selama 2 x 24 jam tidak berurutan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizinya (energi) berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 2004 yang dihitung dengan menggunakan NutriSoft
dan dinyatakan dalam %. Recall dilakukan langsung oleh peneliti kepada
responden. ANALISIS DATA Analisis data meliputi analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan kondisi ekonomi keluarga, asupan makanan dengan jumlah total energi dan protein pada sampel, dan status gizi pada sampel dengan menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi. Analisis bivariat digunakan untuk menguji kontribusi kondisi ekonomi keluarga terhadap status gizi (BB/TB Skor Z) pada anak usia 3-5 tahun dengan menggunakan uji statistik Chi-Square. Analisis data menggunakan program SPSS for windows release versi 16. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jenis kelamin anak Dari 91 sampel anak didapatkan jumlah anak yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir berimbang, dengan jumlah anak perempuan sedikit di bawah jumlah anak laki-laki.
47.3 52.7
Laki-laki
Perempuan
Gambar 4.1 Jenis Kelamin 2. Umur Tabel 4.3 Umur Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Standar Min Max Deviasi 45,40 5,791 36 58 Rata-rata umur anak usia 3-5 tahun di wilayah Puskesmas Sambongpari Mean
Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya berumur 45,40 bulan ± 5,791, umur termuda 36 bulan dan umur tertua 58 bulan 3. Berat Badan Tabel 4.4 Berat Badan Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Standar Min Max Deviasi 13.98 2.95 10,2 26 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja Mean
Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya yang menjadi responden rata-rata memiliki berat badan sebesar 13,98 kg ± 2,95 kg, dengan berat terendah adalah 10,2 kg dan berat badan tertinggi 26 kg. 4. Tinggi Badan Tabel 4.5 Tinggi Badan Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Standar Min Max Deviasi 96.43 5.53 86 112 Tabel 4.5 menunjukkan bahwa anak usia 3-5 tahun di wilayah kerja Mean
Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya yang menjadi responden rata-rata memiliki tinggi badan sebesar 96,43 cm ± 5,53 cm, dengan tinggi badan terpendek adalah 86 cm dan tinggi badan tertinggi 112 cm.
A. Analisis Univariat 1. Status Gizi BB/TB Anak Usia 3-5 Tahun Status gizi dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan berat badan dan tinggi badan yang dikategorikan berdasarkan skor Z. Dalam perhitungan skor Z indikator yang digunakan adalah jenis kelamin, umur, berat badan dan tinggi badan. Data skor Z yang diperoleh dari hasil penelitian penulis kelompokan menjadi 2 kategori yang penulis sajikan seperti pada gambar di bawah ini. 30.8
69.2 Normal (score Z > -2)
Kurus (score Z < -2)
Gambar 4.2 Status Gizi BB/TB Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Gambar 4.2 menunjukkan dari 91 anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, sebanyak 69,2% memiliki status gizi BB/TB termasuk pada kategori normal, dan sebanyak 30,8% memiliki status gizi BB/TB termasuk pada kategori kurus. 2. Kondisi Ekonomi Keluarga Anak Usia 3-5 Tahun 100 90
86.8
80 70 60 50 40 30 20
13.2
10 0
Tidak Miskin ( > Rp 231.000/kapita)
Miskin ( < Rp 231.000/kapita))
Gambar 4.3 Kondisi Ekonomi Keluarga Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya tahun 2012 Gambar 4.3 menunjukkan dari 91 anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, sebanyak 86,8% kondisi
ekonomi keluarga per kapitanya termasuk pada kategori tidak miskin, dan sebanyak 13,2% kondisi ekonomi keluarga per kapitanya termasuk kategori miskin. 3. Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Anak Usia 3-5 Tahun
42.9
57.1
Baik (≥ 90% AKG)
Kurang (< 90% AKG)
Gambar 4.4 Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya tahun 2012 Gambar 4.4 menunjukkan dari 91 anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, sebanyak 57,1% anak memiliki Tingkat Kecukupan Energi (TKE) termasuk pada kategori baik, dan sebanyak 42,9% memiliki Tingkat Kecukupan Energi (TKE) termasuk pada kategori kurang. 4. Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Anak Usia 3-5 Tahun 34.1
65.9 Baik (≥ 90% AKG)
Kurang (< 90% AKG)
Gambar 4.5 Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Gambar 4.6 menunjukkan dari 91 anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, sebanyak 65,9% memiliki Tingkat Kecukupan Protein (TKP) termasuk pada kategori baik, dan sebanyak 34,1% memiliki Tingkat Kecukupan Protein (TKP) termasuk pada kategori kurang.
B. Analisis Bivariat 1. Hubungan Kondisi Ekonomi Keluarga Dengan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Pada Anak Usia 3-5 Tahun Tabel 4.6 Tabulasi Silang Kondisi Ekonomi Keluarga Terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012
Kondisi Ekonomi Keluarga Miskin Tidak Miskin
Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Kurang Baik Jumlah n % n % n % 11 91,7 1 8,3 12 100 28 35,4 51 64,6 79 100
P Value
OR 95% Cl
0,000
20,036 (2,457-163,350)
Berdasarkan uji chi square menunjukkan ada hubungan antara kondisi ekonomi keluarga dengan tingkat kecukupan energi pada anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Sambongpari dengan nilai p value sebesar 0,001, di mana anak dengan keluarga yang kondisi ekonomi miskin mempunyai resiko sebesar 20,036 kali untuk mengalami kekurangan energi dibandingkan anak yang kondisi ekonomi keluarganya tidak miskin. Hasil penelitian yang dilakukan penulis relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan Priyadi (2002) dimana hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pendapatan perkapita keluarga mempengaruhi tingkat kecukupan energi. Hasil penelitian Kaban (1999), menunjukkan bahwa 44,4% anak balita yang berasal dari keluarga miskin tergolong status gizi kurang dan buruk. Dilihat dari konsumsi zat gizi, ternyata sebagian besar (88,8%) anak balita mempunyai tingkat asupan energi sangat rendah (< 85% angka kecukupan yang dianjurkan). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Johanis (2011) tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis, dimana hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan kekurangan energi. Tidak terpenuhinya tingkat kecukupan energi pada anak lebih disebabkan tidak teraturnya pola makan dan kurangnya frekuensi makan makanan yang mengandung energi, dimana anak-anak lebih sering jajan dan ketika waktunya makan makanan pokok mereka malas untuk makan karena sudah kenyang atau tidak memiliki nafsu makan dan walaupun mereka makan dengan jumlah atau porsi yang sedikit, pola makan anak yang kurang baik dapat disebabkan pula oleh pola asuh orang tua, di mana pada umumnya orang tua sulit melaksanakan kedisiplinan dalam pola makan
anak dikarenakan kesibukan orang tua atau terlalu memanjakan anak sehingga pola makan anak tidak teratur dan memberikan dampak terhadap tidak terpenuhinya tingkat kecukupan energi anak. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kusmiyati (2002) yang mengungkapkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi makanan dengan tingkat kecukupan energi. 2. Hubungan Kondisi Ekonomi Keluarga Dengan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Pada Anak Usia 3-5 Tahun Tabel 4.7 Tabulasi Silang Kondisi Ekonomi Keluarga Terhadap Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Kondisi Ekonomi Keluarga Miskin Tidak Miskin
Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Kurang Baik Jumlah n % n % n % 10 83,3 2 16,7 12 100 21
26,6
58
73,4
79
100
P Value
OR 95% Cl
0,000
13,81 (2,793-68,272)
Berdasarkan uji chi square menunjukkan ada hubungan antara kondisi ekonomi keluarga dengan tingkat kecukupan protein pada anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Sambongpari dengan nilai nilai p value sebesar 0,000, dimana anak dengan keluarga yang kondisi ekonomi miskin mempunyai resiko sebesar 13,810 kali untuk mengalami kekurangan protein dibandingkan anak yang kondisi ekonomi keluarganya tidak miskin. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suharyanto (2001) yang mengungkapkan ada hubungan faktor kondisi ekonomi keluarga meliputi pendapatan keluarga, dan pengeluaran pangan dengan konsumsi protein anak, hal senada terungkap dari penelitian Priyadi (2002) yang menyimpulkan bahwa pendapatan per kapita keluarga mempengaruhi tingkat kecukupan protein. Kondisi ekonomi keluarga anak usia 3-5 tahun di wilayah Puskesmas Sambongpari sebagian besar (86,8%) tidak miskin, sehingga anak yang tingkat kecukupan protein kurang terpenuhi bukan karena orang tua tidak mampu menyediakan makanan tinggi protein, tetapi lebih disebabkan tidak terkontrolnya makanan yang dikonsumsi anak, dimana anak lebih banyak mengonsumsi makanan jajanan yang rendah protein seperti chiki, permen dan lain-lain yang berdampak terhadap kurangnya nafsu makan sehingga pola makan anak menjadi tidak teratur dan mengakibatkan jumlah asupan protein bagi tubuh anak kurang memadai. Hal tersebut dipertegas oleh Khomsan (2003) yang menyatakan Konsumsi pangan dipengaruhi
oleh kebiasaan makannya, anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi kurang. Mereka mengkonsumsi pangan (energi dan protein) lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berada. 3. Hubungan Kondisi Ekonomi Keluarga Dengan Status Gizi BB/TB Pada Anak Usia 3-5 Tahun Tabel 4.8 Tabulasi Silang Kondisi Ekonomi Keluarga Terhadap Status Gizi BB/TB Skor Z Pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Kondisi Ekonomi Keluarga Miskin Tidak Miskin
Status Gizi BB/TB Normal Kurus Jumlah n % n % n % 9 75,0 3 25,0 12 100 19
24,1
60
75,9
79
100
P Value
OR 95% Cl
0,000
9,474 (2,325-38,603)
Berdasarkan uji chi square dapat diketahui ada hubungan antara kondisi ekonomi keluarga dengan status gizi BB/TB dengan nilai p value sebesar 0,000, dimana anak yang kondisi ekonomi keluarganya miskin mempunyai resiko sebesar 9,474 kali mengalami status gizi BB/TB yang kurang baik dibandingkan dengan anak yang kondisi ekonomi keluarga tidak miskin. Hal itu relevan dengan penelitian yang dilakukan Fatimah dkk (2008) yang mengungkapkan bahwa tingkat konomi keluarga yang rendah memiliki kontribusi terhadap gizi kurang. Penelitian Priyadi (2002) mengemukakan
bahwa
kondisi
ekonomi
pendapatan
per
kapita
keluarga
mempengaruhi status gizi anak. Hasil penelitian Kaban (1999) menunjukkan bahwa 44,4% anak balita yang berasal dari keluarga miskin tergolong status gizi kurang dan buruk. Dilihat dari konsumsi zat gizi, ternyata sebagian besar (88,8%) anak balita mempunyai tingkat asupan energi sangat rendah (< 85% angka kecukupan yang dianjurkan). Faktor ekonomi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak karena berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam
membeli pangan, semakin
tinggi ekonomi keluarga maka akan semakin besar kemampuan keluarga dalam membeli bahan pangan dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Keluarga dengan status ekonomi tinggi yang didorong dengan pengetahuan yang baik mengenai kandungan makanan dan kebutuhan gizi anak, maka keluarga tersebut dimungkinkan lebih mampu menerapkan pola makan sehingga mendorong terhadap pemenuhan gizi
anak. Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi tanpa didukung oleh pengetahuan dan perhatian keluarga terhadap konsumsi makanan anak, maka dapat menyebabkan pola makan anak menjadi tidak sehat, dimana anak tidak makan secara teratur atau mengonsumsi makan yang rendah protein dan energi, bahkan sering mengonsumsi makanan jajanan yang tidak memiliki nilai gizi, sehingga dapat menurunkan pemenuhan gizi anak. Dengan demikian kondisi ekonomi tinggi akan mempengaruhi status gizi anak jika didukung dengan pengetahuan dan perilaku keluarga dalam menerapkan pola makan anak. Menurut Baliwati yang dikutip Lasmanawati dkk (2008) mengungkapkan bahwa pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. 4. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Terhadap Status Gizi BB/TB Pada Anak Usia 3-5 Tahun Tabel 4.9 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Terhadap Status Gizi BB/TB Skor Z Pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Kurang Baik
Status Gizi BB/TB Kurus Normal Jumlah n
%
n
%
n
%
25 64,1
14
35,9
39
100
3
49
94,2
52
100
5,8
P Value
OR 95% Cl
0,000
29,167 (7,662-111,029)
Berdasarkan uji chi square dapat diketahui ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi BB/TB dengan nilai p value sebesar 0,000, dimana anak yang tingkat kecukupan energinya kurang mempunyai resiko sebesar 29,167 kali mengalami status gizi kurang dibandingkan dengan anak yang tingkat kecukupan energinya baik. Terdapatnya hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi terungkap juga dari hasil penelitian Fatimah dkk (2008) yang mengungkapkan bahwa asupan kalori yang kurang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang, selain itu dari penelitian Suharyanto (2001) terungkap ada hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi anak sekolah. Hasil penelitian Priyadi (2002) mengungkapkan tingkat kecukupan energi secara bermakna berhubungan dengan
status gizi anak dan hasil penelitian Agustien (2008) mengungkapkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan energi terhadap status gizi.
Hal itu
membuktikan bahwa tingkat kecukupan energi merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap status gizi anak. Kurangnya kecukupan energi dalam tubuh akan mempengaruhi kelangsungan proses-proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologis lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Sehingga dengan kurangnya energi dalam tubuh akan mempengaruhi aktivitas anak, semakin tinggi aktivitas anak maka akan semakin besar energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengonsumsi makanan yang cukup dan seimbang. Dengan demikian kecukupan energi yang seimbang sesuai dengan berat dan tinggi badan akan mempengaruhi status gizi anak, dimana status gizi dapat dilihat dari berat badan. Hal itu sejalan dengan Almatsier (2001) yang mengungkapkan bahwa keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan negatif bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Akibatnya berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). 5. Hubungan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Dengan Status Gizi BB/TB Pada Anak Usia 3-5 Tahun Tabel 4.10 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Terhadap Status Gizi BB/TB Skor Z Pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Sambongpari Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya tahun 2012 Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Kurang Baik
Status Gizi BB/TB Kurus Normal Jumlah n % n % n % 20 64.5 11 35.5 31 100 8 13.3 52 86.7 60 100
P Value
OR 95% Cl
0,000
11,818 (4.150-33.657)
Berdasarkan uji chi square menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi BB/TB dengan nilai p value sebesar 0,000, dimana anak yang tingkat kecukupan proteinnya kurang mempunyai resiko sebesar 11,818 kali mengalami status gizi kurang dibandingkan dengan anak yang tingkat kecukupan proteinnya baik.
Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh penulis diantaranya penelitian oleh Suharyanto (2001) dimana hasil penelitiannya mengungkap ada hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi anak sekolah, hasil penelitian Fatimah dkk (2008) mengungkapkan bahwa asupan protein yang kurang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang, dan hasil penelitian Priyadi (2002) mengungkapkan tingkat kecukupan protein secara bermakna berhubungan dengan status gizi anak dan hasil penelitian Agustien (2008) mengungkapkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan protein terhadap status gizi anak. Dengan demikian tingkat kecukupan protein merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Protein selain untuk membangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat sehingga pertumbuhan atau kehidupan dapat terus terjamin dengan wajar. Kekurangan protein yang terus menerus akan menimbulkan gejala yaitu pertumbuhan kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, daya kreativitas dan daya kerja merosot, mental lemah dan lain-lain. Sediaoetama (2000) mengungkapkan bahwa keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2001). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kondisi ekonomi keluarga terhadap status gizi BB/TB skor z pada anak dengan nilai p 0,000 dan OR sebesar 9,474. Penelitian ini menyarankan agar Puskesmas dan keluarga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai tingkat kecukupan energi dan protein, serta dapat menerapkan pola makan yang sehat kepada anak agar kebutuhan energi dan protein anak dapat terpenuhi secara seimbang. DAFTAR PUSTAKA Agustien, Agavita Cendy (2008) Hubungan Antara Kondisi Psikologis, Tingkat Kecukupan Energi, Protein dan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Lansia Di Panti Wreda Harapan Ibu Gondoriyo Semarang. Artikel Penelitian. Semarang : Universitas Diponegoro
Almatsier, Sunita, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001 Dep. Kes. RI, Pemantauan Pertumbuhan Balita, Direktorat Gizi Dep. Kes. RI, Jakarta. 2006 Dinkes, Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2011 Fatimah, Sari (2008) Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Status Gizi Pada Balita Di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Vol 10 No. XVIII Maret 2008 Semarang : Universitas Dipenegoro Johanis dan Aaltje (2011) Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kurang Energy Kronik pada Ibu Hamil di Kelurahan Kombos Barat Kecamatan Singkil Kota Manado. Laporan Penelitian : Universitas Samratulangi Kusmiyati (2002) Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Tingkat Kecukupan Gizi Dengan Status Gizi Ibu Menyusui Pada Keluarga Miskin di Daerah Pertanian Kelurahan Sonorejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Sukorejo. Skripsi. Semarang : Universitas Dipenegoro Lasmanawati dkk (2008). Program Healthy & Safety Food Sebagai Model Pendidikan Gizi Dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga. http://lasmanwati.multiply.com/journal/item/5 Priyadi (2002) Pengaruh Beberapa Keadaan Sosial, Ekonomi ( Pendapatan, Pendidikan, Jumlah Anggota Keluarga, PSP Tentang Gizi Dan Kesehatan )Terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi Dan Status Gizi Anak Sd ( Anak Baru Masuk Sekolaii ) Di Kabupaten Kendal, Ppopinsi Jawa Tengah. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Semarang : Universitas Dipenegoro Sediaoetama. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta. Cet. Kedua, 2000 Suharyanto 2001, Kaitan Sosial Ekonomi Keluarga dan Konsumsi Energi Protein Dengan Status Gizi Anak Sekolah di Desa Sumber Agung, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Skripsi. Semarang : Universitas Dipenegoro