J. Tek. Ling
Edisi Khusus
Hal. 86-92
Jakarta Juli 2008
ISSN 1441-318X
DE-COUPLING PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DEGRADASI LINGKUNGAN DI INDONESIA Wahyu Purwanta Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract In the past, development acceleration to reach the short term economic growth in many countries, had proven to cause a lot of environmental damages, followed by degraded living quality of the marginal community – especially the poor, water, air and soil pollution and degraded the natural resources quality which functioned as the sink. Indonesia, since 1999 enacted regulation concerning the Regional economic that was known as the decentralization. Its implementation also heightened the risk of high exploitation flow of the natural resources due to the orientation focus towards the increasing of the Original Regional Income. Of several existing data, the environmental quality in Indonesia tends to drop. On the other hand, Indonesia, nationally, has the program of the environment management by the sustainable development paradigm. This program was implemented through among others several effort like increase the environmental awareness, the pollution prevention from its sources, conservation and recovery of the environmental damages. In this decentralization era the strengthening of the environment management agencies in the regions and the community empowerment to carry out the control function also has to become priority. Nevertheless in its implementation, the sustainable development faced many obstacles added by the trade globalization era at present. Since the Indonesian economic must keep on growing to provide job filed and welfare improvement, therefore the choice to carry out the sustainable development is a must. Keywords : economic growth, environmental degradation, sustainability. 1. PENDAHULUAN Sebagai sebuah negara dengan penduduk 200 juta jiwa, Indonesia telah memulai pembangunan ekonominya sejak proklamasi kemerdekaan 1945 dengan dimulainya nasionalisasi perusahaanperusahaan asing di tanah air. Kemudian dimasukilah era perekonomian di masa orde lama hingga tahun 1966. Pada tahun 1966 tersebut terjadi perubahan politik dimana kita memasuki era orde baru dengan ciri khas kebijakan perekonomian yang terus 86
memacu pertumbuhan dengan harapan terjadinya trickle down effect. Di masa orde baru juga ditandai mulai masuknya modal asing, peran IGGI (kemudian CGI dan lalu Paris Club), IMF dan Bank Dunia dalam ikut mewarnai jalannya perekonomian Indonesia. Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa itu adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu dianggap
Purwanta, W. 2008
sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalahmasalah ekonomi seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran. Dengan kepercayaan yang penuh bahwa akan terjadi trickle down effect, pada awalnya pemerintah memusatkan pembangunan hanya pada sektor-sektor tertentu yang secara potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak lama dan hanya di Pulau Jawa karena pada saat itu fasilitasfasilitas infrastruktur dan sumbedaya manusia relatif lebih baik disbanding di luar Pulau Jawa. Dengan sumber dana yang terbatas pada saat itu dirasa sangat sulit untuk memperhatikan pertumbuhan dan pemerataan pada waktu yang bersamaan. Pada tahun 1997 terjadilah krisis kejatuhan mata uang Bath di Thailand terhadap mata uang Dollar USA, dan dimulailah krisis ekonomi di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Bahkan di Indonesia, krisis ini berubah menjadi krisis politik dan terjadi pergantian dari era orde baru ke era orde reformasi. Sejak tahun 1998 itulah ekonomi Indonesia mengalami reformasi dengan masuknya paket bantuan IMF yang diikuti berbagai structural adjusment program sementara di sisi birokrasi juga mengalami reformasi dengan dimulainya era desentralisasi. Hingga saat ini pembangunan ekonomi Indonesia terus dilakukan dengan melakukan upaya-upaya pemulihan sehingga setidaknya dicapai berbagai kondisi dengan indikator ekonomi menyamai sebelum krisis tahun 1997 tersebut. Pada dasarnya proses pembangunan ekonomi dari masa kemasa selalu diwarnai berbagai upaya untuk mencapai kesejahteraan yang berkeadilan. Untuk itu berbagai indikator kesejahteraan penduduk juga terus ditingkatkan antara lain dengan mengejar angka pertumbuhan ekonomi. Tentu saja angka pertumbuhan ekonomi (yang biasanya diukur dengan GDP) harus juga dilihat kualitas pertumbuannya itu sendiri. Bank Dunia telah menentapkan
bahwa indikator keberhasilan pembangunan tidak semata-mata hanya ditentukan oleh GDP, tetapi yang terutama adalah kemajuan pembangunan kualitas manusia dan kualitas lingkungannya. Sejauh mana upaya pembangunan ekonomi yang pada dasarnya juga mengeklpoitasi sumberdaya alam tidak sepenuhnya merusak lingkungan ? Adakah upaya-upaya untuk mendamaikan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan ? Tulisan ini mencoba memaparkan beberapa fakta kondisi perekonomian dan kualitas lingkungan di Indonesia sekaligus beberapa upaya dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang sudah menjadi komitmen nasional dan internasional. 2. PEMBAHASAN Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi disuatu negara sangat ditentukan oleh banyak faktor baik internal (domestik) maupun eksternal (global). Sejak dimulainya era reformasi tahun 1998, sebenarnya berbagai upaya pemulihan ekonomi telah dilakukan baik melalui sejumlah deregulasi dalam letter of intent (LOI) dengan IMF maupun memacu volume ekspor non-migas. Berbagai upaya pemulihan itu telah menghasilkan sejumlah kemajuan, dalam tahun 2003 stabilitas moneter tetap terkendali dari stabil dan menguatnya rupiah, menurunnya laju inflasi dan suku bunga serta meningkatnya cadangan devisa 1). Beberapa indikator yang dapat mencerminkan pertumbuhan ekonomi Indonesia antara lain GDP selama tahun 2003 meningkat 4,10% dari tahun sebelumnya, ekonomi tumbuh sekitar 3,9 %, nilai ekspor naik 6 % dibanding tahun sebelumnya dan pendapatan riil per kapita telah mencapai 97,1% dari kondisi sebelum krisis tahun 1996 dan pembentukan modal bruto mencapai 75% dari kondisi tahun 19962). Berbagai capaian di tahun 2003 ini tentu akan terus diupayakan lebih baik lagi di tahun 2004, dimana perekonomian
De- Coupling Pertumbuhan... J. Tek. Ling. Edisi Khusus 86-92
87
setidaknya harus mencapai pertumbuhan 4,5 % yang artinya mampu menyediakan lapangan kerja sekitar 1,2 juta orang. Selain itu tantangan yang lain adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat menjaga kesinambungan pembangunan dengan masih rendahnya investasi dan melemahnya kinerja ekspor non-migas, menjaga stabilitas ekonomi pacsa program kerjasama IMF dan adanya policy reversal dari negara industri maju yang menerapkan kebijakan moneter ketat. Beberapa kondisi eksternal yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi mendatang antara lain, meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,2 % di tahun 2003 menjadi 4,1 % di tahun 2004, meningkatnya permintaan impor dari negara-negara maju yang mencapai 4,8 % dari tahun sebelumnya, naiknya nilai ekspor dari negara-negara berkembang sekitar 6,9% dari tahun sebelumnya serta naiknya volume perdagangan dunia dari 2,9% menjadi 5,5% 1). Sementara itu kondisi internal yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia antara lain adanya peristiwa Pemilihan Umum 2004 yang terkait dengan faktor keamanan dan stabilitas politik) serta telah selesainya program kerjasama dengan IMF. Berbagai tantangan serta kondisi internal dan eksternal tersebut diatas menuntut adanya semacam strategi bagi upaya peningkatan capaian dengan tetap memperhatikan struktur yang mendukung ekonomi nasional. Untuk menghadapi tantangantantangan pokok tersebut di atas, Pemerintah telah dan akan menempuh upaya-upaya pokok sebagai berikut:
• •
•
88
Meningkatkan iklim investasi yang mampu menarik modal baik dalam negeri maupun luar negeri. Mendorong ekspor non-migas melalui peningkatan daya saing dan diversifikasi pasar komoditi ekspor. Mengembangkan insentif yang tepat dalam menarik investasi dan mendorong ekspor.
• •
•
•
Mendorong fungsi intermediasi perbankan agar secepatnya pulih. Meningkatkan ketahanan fiskal untuk menutup financing gap yang timbul sebagai akibat tidak didapatkannya lagi fasilitas penjadwalan utang luar negeri yang sebelumnya diperoleh melalui Paris Club. Menjaga stabilitas moneter dan ketahanan sektor keuangan berkaitan dengan kemungkinan kebijakan berbalik (policy reversal) dari negara-negara industri maju dengan menjalankan kebijakan moneter ketat. Meningkatkan kualitas pertumbuhan yang mampu mengurangi beban pengangguran dan jumlah penduduk miskin.
Upaya-upaya pokok tersebut diatas membutuhkan stabilitas politik dan keamanan serta kepastian hukum yang memadai agar dapat memelihara kepercayaan investor serta pelaksanaan pemilihan umum yang tertib dan aman. 2.1. Desentralisasi : Antara Income dan Sustainability Reformasi politik dan ekonomi tahun 1998 sebenarnya juga melahirkan adanya reformasi birokrasi yakni dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Hal ini membawa konsekuensi bahwa beberapa sektor pembangunan yang tadinya dikelola Pusat kini menjadi wewenang Daerah. Seperti telah disinggung diatas bahwa pembangunan ekonomi dengan hanya berorientasi pada pertumbuhan, menurut pengalaman juga telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Dalam tahap implementasi otonomi daerah ini juga telah ditemui sejumlah kasus yang turut mengancam sustainability perekenomian nasional itu sendiri, sebagai contoh:
Purwanta, W. 2008
•
•
Selah terjadinya tumpang tindih kebijakan investasi nasional dan daerah, contohnya dalam kasus penambangan terbuka di kawasan lindung. Kasus kawasan Siberut, oleh Pemerintah Pusat dijadikan Taman Nasional dan Biosfer Dunia, sementara Pemprov Sumatera Barat ingin mengekploitasi bagi kepentingan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Atas nama PAD juga telah terjadi tarik ulur masalah ekspor pasir laut di Kepulauan Riau. Otonomi daerah juga menyebabkan upaya penanganan masalah lingkungan menimbulkan pertentangan antar daerah. Padahal suatu ekosistem pada dasarnya tidak dapat dibatasi secara administratif. Contoh hal ini adalah penanganan masalah pendangkalan di Segara Anakan (Cilacap) menjadi pertentangan antara Pemprov Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kemudian penanganan DAS Citarum di Jawa Barat yang melibatkan 2 (dua) Pemerintah Kota serta 7 (tujuh) Kabupaten jelas sangat menyulitkan dalam upaya pengelolaannya apabila masing-masing daerah mendahulukan kepentingannya.
Kondisi di atas jelas menuntut berbagai upaya bagi penyempurnaan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri khususnya terkait pengelolaan sumberdaya alam yang merupakan faktor endowment Indonesia dalam upaya meningkatkan pembangunan ekonomi nasional. Persoalan dasar yang dihadapi oleh semua bangsa adalah menjaga keseimbangan antara kegiatan pembangunan ekonomi yang memanfaatkan sumber daya alam dengan daya dukung lingkungan hidup yang terbatas. Sejak proses pembangunan ekonomi dimulai di Indonesia dan sampai sekarang di era otonomi daerah, kondisi lingkungan hidup Indonesia mengalami kecenderungan terus menurun
kualitasnya 3) . Beberapa permasalahan lingkungan hidup yang menonjol antara lain; pencemaran udara, meluasnya lahan kritis, erosi dan sedimentasi, kerusakan lingkungan pesisir dan laut, menurunnya kualitas dan kuantitas sumberdaya air, sampah perkotaan dan limbah B3. 2.2. Pertumbuhan, Kesejahteraan danDegradasi Lingkungan Dari data kondisi kualitas lingkungan di Indonesia terlihat bahwa kerusakan lingkungan telah terjadi sejak proses pemacuan pembangunan ekonomi sebelum krisis bahkan sejak dimulainya era ekonomi orde baru. Pada masa itu angka pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi antara 5 – 7% per tahunnya. Ini mengindikasikan bahwa tingginya angka pertumbuhan tidak terkait langsung dengan kualitas lingkungan hidup. Sedangkan di masa reformasi ini kondisi kualitas lingkungan juga masih menunjukan kecenderungan menurun dan bukan tidak mungkin faktor otonomi daerah turut mempercepat proses degradasi yang ada. Dari kondisi ini memberi gambaran bahwa ada interaksi antara aktivitas ekonomi dengan kondisi lingkungan sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2 4). Dalam masyarakat low income, pemicu kerusakan lingkungan adalah tingginya tekanan populasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang berlebih. Hal ini mengingat upaya mengangkat kesejahteraan hanya bisa dilakukan melalui eksploitasi sumber daya alam, sehingga kerusakan lingkungan terkait dengan isu survival hidup. Sebaliknya pada masyarakat yang high income memiliki kecenderungan pola konsumsi yang terus meninggi sehingga inipun akan mempengaruhi pola produksi. Pemacuan proses produksi berararti juga naiknya penggunaan resources sekaligus buangan/ limbah ke lingkungan. Menurut Emil Salim guna mendamaikan paradigma pembangunan ekonomi dan lingkungan perlu adanya perubahan pola konsumsi dan produksi.
De- Coupling Pertumbuhan... J. Tek. Ling. Edisi Khusus 86-92
89
Gambar 2. Interaksi Antara Ekonomi dan Lingkungan (Beder, 1993) Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan kerusakan lingkungan memang cukup kompleks untuk diurai. Menurut Laporan Bank Dunia (2000), banyak negara-negara di dunia mengeksploitasi hutan, perikanan dan kekayaan tambang secara berlebih, mencemari air serta udara mereka untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek 5). Polusi udara dari emisiemisi industri, gas buang kendaraan bermotor, dan bahan bakar fosil telah membunuh lebih dari 2,7 juta orang setiap tahun terutama karena kerusakan pernafasan, penyakit jantung dan paru-paru serta kanker 6). Tabel 2 sebagai hasil olahan data Bank Dunia, memperlihatkan bahwa ternyata memang ada hubungan antara peningkatan volume perdagangan, pertumbuhan dan kemiskinan dengan rusaknya kondisi modal alam. Sebagai contoh dalam kasus Indonesia, Thailand dan Malaysia, meningkatnya volume perdagangan berkorelasi positip dengan naiknya pertumbuhan ekonomi dan persentase penduduk miskin. Sebaliknya naiknya 90
volume perdagangan juga menyebabkan besarnya persentase laju penggundulan hutan, tingginya partikel pencemar di udara serta emisi karbon dioksida. Analisis atas kaitan antara kemiskinan – populasi – lingkungan merupakan hal yang kompleks. Pertumbuhan populasi selama ini sering dituding sebagai penyebab kemiskinan dan degradasi lingkungan 5). Meskipun demikian argumen yang berlawanan justru menyatakan bahwa degradasi lingkunganlah yang menjadi penyebab pertumbuhan populasi, bukan konsekuensi. 3. KESIMPULAN Pembangunan bertujuan meningkatkan kemakmuran rakyat, namun pembangunan juga menjadi penyebab pencemaran udara di kota-kota besar akibat emisi, pencemaran sungai akibat pembuangan limbah industri dan rumah tangga, kerusakan lingkungan serta hilangnya keanekaragaman hayati, yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan manusia. Era globalisasi yang ditandai
Purwanta, W. 2008
dengan makin terbukanya pasar dan mekanisme investasi lintas negara, disatu sisi juga turut memacu proses pemulihan ekonomi tetapi juga mengancam kualitas lingkungan. Kehadiran perusahaan raksasa (MNC) asing tidak secara otomatis meniadakan resiko lingkungan (kasus PT. Freeport, PT. Newmont dll). Sedangkan kondisi internal dengan memasuki era desentralisasi juga banyak kebijakan daerah yang masih berorientasi pada peningkatan PAD yang bertumpu pada eksploitasi sumberdaya alam. Mengingat ekonomi Indonesia dengan beban untuk menyediakan lapangan kerja bagi hampir 10 juta pengangguran harus terus tumbuh, maka tidak ada jalan lain kecuali untuk terus melakukan proses industrialisasi dalam rangka meningkatkan
ekspor non-migas. Namun dengan berlakunya rejim pasar bebas, maka hanya industri yang mampu menerapkan prinsip produkstivitas, efisiensi, dan ramah lingkungan lah yang memiliki daya saing tinggi 7). Adapun jenis industri juga dipilih yang sesuai dengan faktor endowment Indonesia, yakni resources based industry. Pada titik ini, penerapan prinsip ecoefficiency yang menggabungkan efisiensi ekonomi dan ekologi menjadi penting untuk diterapkan para usahawan. Menurut Munasinghe dalam jangka panjang pendekatan pertumbuhan yang menaruh perhatian pada kualitas lingkungan serta efisiensi penggunaan sumberdaya akan memberikan kontribusi terhadap akumulasi, investasi, pertumbuhan ekonomi, serta kesejahteraan manusia 8).
Tabel 2. Perdagangan, Pertumbuhan, Kemiskinan dan Degradasi Lingkungan
Sumber : Bank Dunia, 1999 dalam Thomas, 2000
Mengingat pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam akan sangat rentan dari sisi sustainability-nya , maka pilihan paradigma pembangunan berkelanjutan bagi Indoensia adalah suatu keharusan ditengah ketiadaan alternatif lain. Pemerintah telah menyusun visi pembangunan berkelanjutan berdasarkan penjabaran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Secara nasional program pengelolaan lingkungan hidup ditetapkan melalui Propenas yaitu;
1.
2.
3. 4.
Program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan Program peningkatan peningkatan efektifitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam Program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan Program penataan kelembagaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
De- Coupling Pertumbuhan... J. Tek. Ling. Edisi Khusus 86-92
91
5.
Program peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Kelima program diatas sebenarnya telah disusun rencana tindak melalui dokumen Agenda 21 nasional, Agenda 21 daerah dan Agenda 21 sektoral. Dalam tataran impelemntatif, program pengelolaan lingkungan hidup nasional tersebut dilakukan dengan antara lain: •
•
•
•
Mendayagunakan seluruh sarana dan prasarana informasi dan komunikasi (ICT) dalam memberikan akses informasi mengenai potensi dan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup baik di tingkat pusat dan daerah. Meningkatkan penerapan teknologi ramah lingkungan yang berbasis pada reuse, recycle dan recovery dalam upaya penerapan cleaner production di industri-industri yang ada. Meningkatkanpenerapan teknologi lingkungan yang masih berbasis ‘end of pipe’ – mengingat sebagian besar industri kita belum menerapkan pollution prevention – khususnya dari segi efektifitas pengolahan dan berbasis local resources. Meningkatkan upaya-upaya konservasi dan pemulihan kerusakan lingkungan dalam rangka melestarikan modal alam.
•
Meningkatkan peran kontrol masysrakat terhadap pengelolaan lingkungan hidup sekaligus secara terus menerus menumbuhkan awareness terhadap lingkungan melalui program-program pember dayaan.
•
Mengembangkan sistem penataan hukum lingkungan dan penegakan dalam pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Bappenas, Proses Pemulihan Ekonomi Tahun 2003 dan Prospek Tahun 2004, Press Release, 19 Februari 2004 dalam http://www.bappenas.go.id
2. Biro Pusat Statistik, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2003, Berita Resmi Statistik No. 12/VII/16 Februari 2004 3.
Bratasida, Liana., Indonesia Tak Memiliki Data Kerusakan Lingkungan, Kompas, 29 Agustus 2003.
4.
Beder, Sharon., The Nature of Sustainable Development, Scribe Publications, Newham, Australia, 1993
5.
Thomas, Vinod et.al., The Quality of Growth, World Bank, 2000
6.
Wibowo,I, & Wahono, F., Neoliberalisme, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Yogyakarta, 2003
7.
•
Menerapkan tata ruang yang berwawasan lingkungan sebagai antisipasi dini terhadap benturan antara pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dengan daya dukung lingkungannya.
Sunaryo, Prasetyo., Indonesia Ditengah Percaturan Global : Memahami Medan Persoalan, Rangkuman Makalah Pada Seminar Pencerahan Menuju Indonesia dan Tatanan Dunia Baru, ITB, 6 September 2003
•
Memperkuat lembaga pengelola lingkungan hidup di daerah baik dari segi SDM, infrastruktur maupun program kerjanya.
8. Munasinghe, Mohan., Towards Sustainomics: A Trans-Disciplinary Metaframeworkfor Making Development more Sustainable, paper , 2000
92
Purwanta, W. 2008