PEMODELAN NILAI OPSI TIPE EROPA
EDY SUYONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Nilai Opsi Tipe Eropa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.
Bogor, Juni 2008 Edy Suyono
ABSTRACT EDY SUYONO. Modelling of European Options Price. Under direction of ENDAR HASAFAH NUGRAHANI and EFFENDI SYAHRIL. Option is the right to sell or buy a specified quantity of some underlying asset by paying a specified exercise price, on or before an expiration date. There are two basic types of options, calls and puts. A call option is the right to buy and a put option is the right to sell the underlying asset. There are two types of options according to its execution time, i.e. American and European options. American options can be exercised at any time the holder wishes until the expiration date, while European options can only be exercised on the expiration date. Modelling of option price usually is done analytically by determining solution of differential equation that is satisfied by the price of derivative asset, known as Black-Scholes equation. Because option price is a reflection of present value of expectation of difference between the exercise price and the stock price at expiration date, so it is necessary to study the option price through the concept of present value, as an alternative way to model the option price. The result of this study shows that modelling of option price using differential equation method and present value approach give the same option price. Furthermore the results of ilustration give informations about the relation of the option price with its parameters as follow: First, increase in the current stock price causes the call option price also to increase, while the put option price, on the contrary, will decrease. Second, increase in the exercise price causes the call option price to decrease, while the put option price will increase. Third, the longer the expiration time the call option price will be higher, while the put option price doesn’t have the same tendency, but it depends on other parameters. Fourth, increase in the interest rate causes the call option price to increase, while the put option price will decrease. Finally, increase in the volatility causes the price of both call option and put option will increase. Keywords: option, option price, European options, Black-Scholes equation.
RINGKASAN EDY SUYONO. Pemodelan Nilai Opsi Tipe Eropa. Dibimbing oleh ENDAR HASAFAH NUGRAHANI dan EFFENDI SYAHRIL. Opsi adalah suatu hak untuk menjual atau membeli suatu aset dengan harga tertentu, yang disebut harga eksekusi (exercise price atau strike price), pada atau sebelum waktu tertentu yang ditentukan, yang dikatakan waktu jatuh tempo (expiration date). Jika ditinjau dari hak melakukan eksekusi, opsi dapat dibagi menjadi dua jenis: opsi call memberikan hak untuk membeli, opsi put memberikan hak untuk menjual. Berdasarkan periode melakukan eksekusi, opsi dibagi menjadi dua tipe: opsi Eropa memberikan hak kepada pemegang opsi untuk melakukan eksekusi pada akhir waktu jatuh tempo, sedangkan opsi Amerika eksekusi kapan saja sebelum kedaluwarsa. Penelitian ini khusus membahas opsi Eropa. Secara rasional pemegang opsi call akan melakukan eksekusi jika harga aset yang mendasari di pasar lebih tinggi dari harga eksekusi, sedangkan pemegang opsi put akan melakukan eksekusi jika harga aset yang mendasari di pasar lebih rendah dari harga eksekusi. Hal ini dilakukan agar pemegang opsi memperoleh keuntungan (profit). Keputusan pemegang opsi untuk melakukan eksekusi terhadap opsi sangat tergantung oleh harga pasar suatu aset yang mendasari (underlying asset). Dalam hal ini kontrak opsi disebut aset turunan (derivative asset). Aset yang mendasari opsi pada penelitian ini adalah saham. Pemodelan nilai opsi, secara analitik biasanya dilakukan dengan menentukan solusi dari persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan, yang dikenal sebagai persamaan Black-Scholes. Karena nilai opsi merupakan refleksi dari present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo, maka perlu dilakukan studi pemodelan nilai opsi melalui present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo, sebagai cara alternatif dalam pemodelan nilai opsi. Untuk memberi gambaran secara matematis tentang penuruan nilai opsi serta kaitannya dengan harga saham pada saat tertentu, maka dalam penelitian ini akan dilakukan studi penurunan nilai opsi dengan dua pendekatan. Pertama, secara analitik menggunakan persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan. Pendekatan alternatif adalah menggunakan present value nilai harapan dari selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo. Pemodelan nilai opsi berdasarkan persamaan diferensial penentuan harga suatu aset turunan dilakukan dengan menentukan solusi persamaan diferensial penentuan harga suatu aset turunan. Untuk menyelesaikan persamaan diferensial penentuan harga suatu aset turunan dilakukan dengan transformasi ke persamaan panas, kemudian ditentukan solusinya. Dengan memperhatikan syarat batas untuk opsi call dan opsi put, serta memperhatikan syarat eksekusi untuk opsi call dan opsi put, diperoleh nilai opsi call dan nilai opsi put pada saat t dengan harga saham S(t), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
)
c (t ,S (t )) = S (t )N −n +σ T −t − Ke −r (T −t )N (−n)
(
p (t ,S (t )) = Ke−r (T −t )N (n) −S (t )N n −σ T −t
)
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan S (t ) ⎛ 1 2 ⎞ − ln − ⎜ r − σ ⎟ (T − t ) K ⎝ 2 ⎠ n= σ T −t Sedangkan nilai opsi call pada saat t = 0 adalah
(
)
c ( 0, S (0)) = S (0)N −z +σ T − Ke −rT N (−z )
(
p ( 0, S (0) ) = Ke − rT N (z ) − S (0)N z − σ T
)
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan 1 ⎞ S (0) ⎛ − ln − ⎜ r − σ 2 ⎟T 2 ⎠ K ⎝ z = σ T Pemodelan nilai opsi dengan pendekatan present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo, dilakukan dengan menyatakan nilai opsi f (t ) sebagai f (t ) = e − r (T − t ) E ( f (T ) )
Untuk opsi call nilai f (T ) = ( S (T ) − K )+ , sedangkan untuk opsi put nilai f (T ) = ( K − S (T ) ) . Sehingga diperoleh model nilai opsi call dan model nilai +
opsi put yang sama dengan model nilai opsi yang diperoleh dengan menggunakan persamaan diferensial penentuan harga suatu aset turunan. Berdasarkan hasil ilustrasi diperoleh informasi tentang pengaruh perubahan harga awal saham, harga eksekusi, waktu jatuh tempo, volatilitas, dan suku bunga terhadap nilai opsi sebagai berikut: 1. Semakin tinggi harga saham pada waktu kontrak opsi maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put akan semakin rendah. 2. Semakin tinggi harga eksekusi, maka nilai opsi call akan semakin rendah, sedangkan nilai opsi put akan semakin tinggi. 3. Semakin lama waktu jatuh tempo, maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put tidak memiliki kecenderungan tertentu yang sama, melainkan tergantung pada parameter lain. 4. Semakin tinggi suku bunga, maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put akan semakin rendah. 5. Semakin tinggi nilai volatilitas, maka nilai opsi call dan opsi put akan semakin tinggi. Kata kunci: opsi, nilai opsi, opsi Eropa, present value, persamaan Black-Scholes.
©Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PEMODELAN NILAI OPSI TIPE EROPA
EDY SUYONO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NIM
: Pemodelan Nilai Opsi Tipe Eropa : Edy Suyono : G551060091
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. Ketua
Drs. Effendi Syahril, Grad. Dipl.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Matematika Terapan
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS.
Tanggal Ujian: 25 Juni 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillaahirabbil ‘alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan kuasa-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada rasullullah Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi umatNya dan senantiasa kita nantikan syafa’atNya di dunia sampai akherat. Ucapan terima kasih atas pengorbanan dan permohonan maaf atas kurangnya perhatian serta kasih sayang penulis sampaikan kepada istri tercinta Nurul Aini beserta kedua buah hati penulis Fawwaz Ijlal Muqsith (Osith) dan Shofi Fairuz Zahidah (Shofi). Selanjutnya ucapan terima kasih dengan iringan doa Jazakumullah Ahsanal Jaza penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS dan Drs. Effendi Syahril, Grad. Dipl. Sc selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis. 2. Donny Citra Lesmana, M.Sc selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritiknya. 3. Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah memberikan biaya kepada penulis selama menempuh pendidikan program magister di Institut Pertanian Bogor. 4. Teman-teman mahasiswa S-2 Matematika Terapan IPB angkatan 2006. 5. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu sumbangsih kritik dan saran demi kemajuan tulisan selanjutnya sangat penulis dambakan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Juni 2008
Penulis, Edy Suyono
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 27 Juli 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Lasmin dan Satini. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Semarang, lulus tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Agama Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Lasem Kabupaten Rembang sejak tahun 1995.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii I
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.3 Sistematika Penulisan .......................................................................
1 1 2 3
II LANDASAN TEORI ................................................................................. 2.1 Proses Stokastik ................................................................................ 2.2 Proses Wiener (Gerak Brown) dan Gerak Brown Geometris ........... 2.3 Lemma Itoˆ .........................................................................................
4 4 7 8
III PERSAMAAN DIFERENSIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA SUATU ASET TURUNAN ....................................................................... 3.1 Harga Saham ..................................................................................... 3.2 Harga Obligasi .................................................................................. 3.3 Nilai Aset Turunan ............................................................................ 3.4 Persamaan Diferensial untuk Penentuan Harga Suatu Aset Turunan 3.5 Present Value Nilai Harapan Selisih Harga Eksekusi dengan Harga Saham ...................................................................................... IV NILAI OPSI ................................................................................................ 4.1 Model Nilai Opsi Berdasarkan Persamaan Diferensial untuk Penentuan Harga Suatu Aset Turunan ................................................ 4.1.1 Opsi Call ................................................................................. 4.1.2 Opsi Put .................................................................................. 4.2 Model Nilai Opsi Menggunakan Present Value Nilai Harapan Selisih Harga Eksekusi dengan Harga Saham pada Waktu Jatuh Tempo ...... 4.2.1 Opsi Call ................................................................................. 4.2.2 Opsi Put .................................................................................. 4.3 Ilustrasi Model Nilai Opsi ..................................................................
17 17 19 20 20 24 25 25 25 28 29 29 34 37
V Kesimpulan .................................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
49
LAMPIRAN ...............................................................................................
50
DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai opsi call dan opsi put dengan parameter T = 0,5, K = 7.900, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0,35 ........................................................................ 39 2. Nilai opsi call dan opsi put dengan parameter T = 0,75, S = 190, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 25 ........................................................................ 40 3. Nilai opsi call dan opsi put dengan parameter K = 4.500, K = 4.500, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 3 .......................................................................... 41 4. Nilai opsi call dan opsi put dengan parameter T = 1, S = 5.000, K = 5.000, t = 0, dan σ = 0, 3 ........................................................................................ 45 5. Nilai opsi call dan opsi put dengan parameter T = 1, S = 5.000, K = 5.000, t = 0, dan r = 0,08 .......................................................................................
46
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hubungan antara nilai opsi dengan harga saham, dengan parameter T = 0,5, K = 7.900, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 35 ......................................... 39 2. Hubungan antara nilai opsi dengan harga eksekusi, dengan parameter T = 0,75, S = 190, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 25 ........................................... 40 3. Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter K = 4.500, K = 4.500, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 3 ....................................... 41 4. Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter K = 4.500, K = 5.000, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 3 ....................................... 42 5. Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter K = 4.500, K = 5.400, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 3 ....................................... 43 6. Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter K = 4.500, K = 4.000, t = 0, r = 0,08, dan σ = 0, 3 ....................................... 43 7. Hubungan antara nilai opsi dengan suku bunga, dengan parameter T = 1, S = 5.000, K = 5.000, t = 0, dan σ = 0, 3 ........................................... 45 8. Hubungan antara nilai opsi dengan volatilitas, dengan parameter T = 1, S = 5.000, K = 5.000, t = 0, dan r = 0,08 ............................................ 46
DAFTAR LAMPIRAN Halaman A. Bukti E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ = 3 (t n ( k +1) − t nk 4
)
2
....................................
50
B. Fungsi Pembangkit Momen dari X (t ) ~ N (0, t ) ......................................
52
n −1
∑ (t
− t nk ) 2 ≤ maks (t n ( k +1) − t nk )(t 2 − t 1 ) ..................................
53
D. Solusi Persamaan Panas .............................................................................
54
E. Program Penentuan Nilai Opsi ...................................................................
58
C. Bukti
k =0
n ( k +1)
k
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Opsi menjadi suatu instrumen keuangan yang memegang peranan penting dalam suatu investasi. Seorang investor yang ingin melindungi investasinya dapat melakukan transaksi jual beli opsi, disamping jual beli saham. Opsi diartikan sebagai suatu hak untuk menjual atau membeli suatu aset dengan harga tertentu, yang disebut harga eksekusi (exercise price atau strike price), pada atau sebelum waktu tertentu yang ditentukan, yang dikatakan waktu jatuh tempo (expiration date). Jika ditinjau dari hak melakukan eksekusi, maka opsi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu opsi call dan opsi put. Opsi call memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli suatu aset dengan harga tertentu, pada atau sebelum waktu jatuh tempo. Sedangkan opsi put memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual suatu aset dengan harga tertentu, pada atau sebelum waktu jatuh tempo. Berdasarkan waktu pelaksanaan eksekusi, opsi dibagi menjadi dua tipe, yaitu opsi Eropa dan opsi Amerika. Opsi Eropa memberikan hak kepada pemegang opsi untuk melakukan eksekusi pada akhir waktu jatuh tempo, sedangkan opsi Amerika memberikan hak kepada pemegang opsi untuk melakukan eksekusi kapan saja pada waktu sebelum kedaluwarsa (Figlewski et al.1990). Penelitian ini khusus membahas opsi Eropa. Sehingga jika tidak ada penyebutan secara khusus untuk opsi Amerika, artinya opsi yang dimaksud adalah opsi Eropa. Secara rasional pemegang opsi call akan melakukan eksekusi jika harga aset yang mendasari di pasar lebih tinggi dari harga eksekusi, sedangkan pemegang opsi put akan melakukan eksekusi jika harga aset yang mendasari di pasar lebih rendah dari harga eksekusi. Hal ini dilakukan agar pemegang opsi memperoleh keuntungan (profit). Keputusan pemegang opsi untuk melakukan eksekusi terhadap opsi sangat tergantung pada harga pasar suatu aset yang mendasari (underlying asset). Dalam hal ini kontrak opsi disebut aset turunan (derivative asset). Aset yang mendasari opsi pada penelitian ini adalah saham. Nilai opsi adalah biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk mendapatkan kontrak opsi, yang pembayarannya dilakukan pada saat kontrak dibuat (Wilmott et al. 1997). Oleh karena itu, pengetahuan tentang bagaimana menentukan nilai
2
opsi yang akurat sangat diperlukan investor dalam membuat dan memutuskan strategi perdagangannya. Nilai opsi tergantung pada harga saham. Harga saham berubah seiring dengan perubahan waktu, sesuai dengan banyaknya permintaan dan penawaran yang tidak dapat ditentukan secara pasti. Sehingga perubahan harga saham dipengaruhi oleh perubahan waktu dan dipengaruhi pula oleh peubah-peubah pengganggu yang berupa peubah acak. Nilai opsi merupakan refleksi dari present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo. Pemodelan nilai opsi, secara analitik biasanya dilakukan dengan menentukan solusi dari persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan, seperti yang dilakukan oleh Black dan Scholes. Karena nilai opsi merupakan refleksi dari present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo, maka perlu dilakukan studi pemodelan nilai opsi melalui present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo, sebagai cara alternatif dalam pemodelan nilai opsi. Untuk memberi gambaran secara matematis tentang penuruan nilai opsi serta kaitannya dengan harga saham pada saat tertentu, maka dalam penelitian ini akan dilakukan studi penurunan nilai opsi secara analitik menggunakan persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan, dan menggunakan pendekatan present value nilai harapan dari selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo.
1.2. Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menentukan model nilai opsi dengan menggunakan persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan (persamaan diferensial BlackScholes-Merton). 2. Menentukan model nilai opsi dengan menggunakan pendekatan present value nilai harapan dari selisih harga eksekusi opsi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo. 3. Menyajikan ilustrasi hubungan nilai opsi call dan opsi put dengan perubahan parameter-parameternya.
3
1.3. Sistematika Penulisan Tulisan ini disusun dengan sistematika berikut. Bab 1 adalah pendahuluan, yang menyajikan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian. Bab 2 adalah landasan teori yang akan menjelaskan tentang proses stokastik, proses gerak Brown atau proses Wiener, dan lemma Itoˆ . Bab 3 akan membahas penurunan persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan, serta penentuan rumus bahwa nilai opsi merupakan present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada saat jatuh tempo. Selanjutnya pada bab 4 akan dibahas pemodelan nilai opsi berdasarkan persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan dan pemodelan nilai opsi menggunakan present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada saat jatuh tempo. Dalam bab ini akan ditunjukkan juga ilustrasi perhitunganl nilai opsi yang akan memberikan beberapa contoh kasus kontrak opsi, yang selanjutnya diamati hubungan nilai opsi dengan parameter-parameter yang menentukan nilai opsi. Pada bab 5 akan diberikan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Pada bab ini diberikan beberapa konsep tentang proses ptokastik, proses gerak Brown atau proses Wiener, dan lemma Itoˆ . 2.1. Proses Stokastik Pembahasan tentang harga opsi tidak dapat dilepaskan dari pembahasan harga saham. Karena harga saham berubah seiring dengan perubahan waktu dan bersifat tidak pasti, maka perubahan saham merupakan suatu proses stokastik. Sehingga perlu dijelaskan tentang proses stokastik. Definisi 1 (Percobaan Acak) Percobaan acak adalah suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama, dengan hasil yang tidak dapat diprediksi dengan tepat, tetapi dapat diketahui semua kemungkinan hasilnya (Hogg et al, 2005). Definisi 2 (Ruang Contoh) Ruang contoh (sample space) adalah himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan acak, dinotasikan dengan Ω (Grimmett & Stirzaker 1992). Definisi 3 (Peubah Acak) Misalnya Ω adalah ruang contoh dari percobaan acak. Fungsi X yang terdefinisi pada Ω yang memetakan setiap unsur ω ∈Ω ke satu dan hanya satu bilangan real
X (ω ) = x disebut peubah acak (Hogg et al, 2005). Peubah acak dinotasikan dengan huruf kapital, misalnya X , Y , Z . Sedangkan nilai peubah acak dinotasikan dengan huruf kecil seperti x , y , z . Setiap peubah acak memiliki fungsi distribusi (sebaran) kumulatif, yang biasa disebut dengan fungsi distribusi. Definisi 4 (Medan- σ ) Suatu himpunan
disebut medan- σ dari ruang contoh Ω , jika anggota
adalah himpunan bagian dari Ω , yang memenuhi syarat berikut (Hogg et al, 2005): 1) φ ∈ . 2) Jika A ∈
maka A c ∈ .
5
3) Jika barisan himpunan A1 , A 2 , ... ∈ , maka
∞
∪A i =1
i
∈ .
Definisi 5 (Peluang) Misalkan Ω adalah ruang contoh, dan
adalah medan- σ dari Ω . P suatu fungsi
bernilai real yang didefinisikan pada
, disebut suatu peluang, dan P ( A )
dikatakan peluang dari A, jika memenuhi syarat berikut (Hogg et al, 2005): 1) P ( A ) ≥ 0, untuk semua A ∈ . 2) P (Ω) = 1. 3) Jika barisan himpunan A1 , A 2 , ... ∈ , dan A m ∩ A n = φ untuk semua m ≠ n , ⎛∞ ⎞ ∞ maka P ⎜ ∪ A n ⎟ = ∑ P (A n ) . ⎝ n =1 ⎠ n =1 Definisi 6 (Fungsi Distribusi Kumulatif) Misalkan X peubah acak. Fungsi distribusi kumulatif dari X didefinisikan oleh (Hogg et al, 2005)
F (x ) = P ( (−∞, x ]) = P (X ≤ x ) . Definisi 7 (Peubah Acak Kontinu) Suatu peubah acak X adalah peubah acak kontinu jika fungsi distribusi kumulatif dari X, yang dinotasikan F ( x ), adalah fungsi kontinu untuk semua x ∈
(Hogg
et al, 2005). Definisi 8 (Fungsi Distribusi dan Fungsi Kepekatan Peluang Peubah Acak Kontinu) Misalkan X
peubah acak kontinu. Fungsi distribusi dari peubah acak X
didefinisikan: F (x ) =
x
∫ f (t ) dt
−∞
f (t ) disebut fungsi kepekatan peluang dari peubah acak X . Misalkan A = ( −∞, x ), maka fungsi distribusi dari peubah acak X dapat ditulis sebagai (Ghahramani 2000)
6
F ( x ) = P (X ∈ A ) = P (X ≤ x ) = ∫ f (t ) dt = A
x
∫ f (t ) dt .
−∞
Definisi 9 (Peubah Acak Saling Bebas) Dua peubah acak X dan Y dikatakan saling bebas jika untuk sembarang himpunan A dan B , kejadian {X ∈ A } dan {Y ∈ B } saling bebas, yaitu jika
P ( X ∈ A , Y ∈ B ) = P ( X ∈ A ) P (Y ∈ B ) (Ghahramani 2000). Definisi 10 (Proses Stokastik) Proses stokastik X = {X (t ), t ∈ H } adalah suatu koleksi (himpunan) dari peubah acak (Ross 1996). Untuk setiap t pada himpunan indeks H, X(t) adalah suatu peubah acak. t sering diinterpretasikan sebagai waktu (meskipun dalam berbagai penerapannya t tidak selalu menyatakan waktu), dan X(t) diinterpretasikan
sebagai keadaan
(state) dari proses pada waktu t. Definisi 11 (Proses Stokastik Waktu Diskret dan Proses Stokastik Waktu Kontinu) Suatu proses stokastik X disebut proses stokastik dengan waktu diskret jika himpunan indeks H adalah himpunan tercacah (countable set), sedangkan X disebut proses stokastik dengan waktu kontinu jika H adalah kontinu (Ross 1996). Beberapa contoh dari proses stokastik dalam masalah finansial adalah sebagai berikut : - Banyak klaim yang diajukan pemegang polis pada waktu tertentu. - Tingkat suku bunga deposito pada selang waktu tertentu. - Harga saham pada selang waktu tertentu. Dalam pembahasan selanjutnya dibatasi t adalah waktu, sedangkan X(t) adalah peubah acak pada waktu t, dengan himpunan indeks H adalah kontinu, sehingga X disebut proses stokastik dengan waktu kontinu. Definisi 12 (Inkremen Bebas) Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu {X (t ), t ∈ H } disebut memiliki inkremen bebas (independent increments) jika untuk semua t 0 < t 1 < t 2 < ... < t n ,
7
peubah acak X (t 1 ) − X (t 0 ), X (t 2 ) − X (t 1 ), ..., X (t n ) − X (t n −1 ) adalah saling bebas (independent) (Ross 1996). Dengan kata lain, suatu proses stokastik dengan waktu kontinu X disebut memiliki inkremen bebas jika proses berubahnya nilai pada interval waktu yang tidak tumpang tindih (tidak overlap) adalah bebas. Definisi 13 (Inkremen Stasioner) Suatu proses stokastik dengan waktu kontinu {X (t ), t ∈ H } disebut memiliki inkremen stasioner (stationary increments) jika X (t + s ) − X (t ) memiliki sebaran yang sama untuk semua nilai t (Ross 1996). Dengan kata lain, suatu proses stokastik dengan waktu kontinu X disebut memiliki inkremen stasioner jika sebaran (distribusi) dari perubahan nilai antara sembarang dua titik hanya tergantung pada jarak antara kedua titik tersebut, dan tidak tergantung dari lokasi titik-titik tersebut.
2.2. Proses Wiener (Gerak Brown) dan Gerak Brown Geometris Trend yang terjadi pada perubahan harga saham membentuk grafik eksponensial. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa perubahan harga saham akan mengikuti proses gerak Brown geometris (Baxter & Rennie 1997). Karena itu pembahasan gerak brown geometris tidak dapat terlepas dari pembahasan gerak Brown. Definisi 14 (Nilai Harapan) Jika X adalah peubah acak kontinu dengan fungsi kepekatan peluang f (x ) , maka nilai harapan dari X adalah E (X ) =
∞
∫ xf (x )dx .
−∞
Nilai harapan dari X juga disebut rataan (mean), yang dinotasikan dengan μ (Ghahramani 2000). Definisi 15 (Varians) Jika
X
peubah acak kontinu dengan E ( X ) = μ , maka varians dari X
didefinisikan oleh (Ghahramani 2000) 2 var ( X ) = E ⎡( X − μ ) ⎤ . ⎣ ⎦
8
Definisi 16 (Distribusi Normal) Suatu peubah acak X
dikatakan mempunyai distribusi normal jika fungsi
kepekatan peluangnya adalah ⎧⎪ 1 ⎛ x − μ ⎞ 2 ⎪⎫ 1 exp ⎨− ⎜ f (x ) = ⎟ ⎬ , untuk − ∞ < x < ∞. σ 2π ⎪⎩ 2 ⎝ σ ⎠ ⎭⎪
Parameter μ dan σ 2 masing-masing adalah rataan dan varians dari X . Hal ini sering ditulis X berdistribusi N ( μ , σ 2 ) . Jika X berdistribusi N (0,1) maka dikatakan X peubah acak normal baku (Hogg et al, 2005). Definisi 17 (Proses Gerak Brown) Proses stokastik {X (t ), t ≥ 0} disebut proses gerak Brown jika : 1. X (0) = 0 2. {X (t ), t ≥ 0} mempunyai inkremen bebas stasioner (stationary independent increments) 3. Untuk setiap t > 0, X (t ) berdistribusi normal dengan rataan 0 dan varian
σ 2t . Proses gerak Brown sering juga disebut proses Wiener, dan jika σ =1 disebut gerak Brown baku (Ross 1996). Jika {X (t ), t ≥ 0} gerak Brown baku, maka X(t) berdistribusi normal dengan rataan 0 dan varian t. Sehingga fungsi kepekatan peluangnya adalah: f (x ) =
2 1 e − x / 2t . 2π t
Definisi 18 (Gerak Brown Geometris) Jika {X (t ), t ≥ 0} adalah gerak Brown baku, maka proses stokastik {Z (t ), t ≥ 0} yang didefinisikan Z (t ) = e X (t ) disebut gerak Brown Geometris (Ross 1996).
2.3. Lemma Itoˆ Lemma Itoˆ pertama kali dimunculkan oleh Kiyoshi Itoˆ pada Nagoya Mathematics Journal pada tahun 1951. Lema Itoˆ digunakan sebagai sebuah metode menganalisis masalah ekonomi dan keuangan melalui dasar-dasar probabilitas (Malliaris & Brock 1982). Kemudian Black dan Scholes (1973) menggunakan lemma tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah ekonomi
9
dan keuangan. Selanjutnya Baxter (1997), mengembangkan lebih lanjut pada masalah keuangan. Hal ini dikarenakan pada masalah keuangan terdapat fungsi peubah acak yang tidak dapat diselesaikan dengan kalkulus biasa. Untuk menyelesaikan fungsi tersebut dilakukan melalui : 1. Formula Itoˆ 2. Persamaan diferensial stokastik Keuntungan dari penggunaan lemma Itoˆ seperti yang disampaikan Malliaris adalah sebagai berikut : 1. Penurunan persamaan diferensial stokastik dapat menggunakan aturanaturan pada kalkulus biasa. 2. Mempertahankan keberadaan proses gerak Brown. Artinya dengan menggunakan lemma Itoˆ , diferensial dari proses stokastik yang bergantung pada proses gerak Brown akan menjadi fungsi yang memuat proses stokastik gerak Brown (Malliaris & Brock 1982). Selanjutnya lemma Itoˆ dituliskan sebagai berikut : Lemma 1 ( Itoˆ ) Misalkan proses X(t) memenuhi persamaan diferensial stokastik dX (t ) = a (t )dt + b (t )dW (t )
(2.1)
dengan W(t) proses Wiener, dan fungsi f (t , X (t ) ) adalah kontinu dan mempunyai turunan
f t (t , X (t )), f X (t , X (t )), f X X (t , X (t ))
kontinu. Maka
proses f (t , X (t ) ) juga memenuhi persamaan diferensial stokastik 1 ⎡ ⎤ df (t , X (t )) = ⎢f t (t , X (t ) ) + f X X (t , X (t ) ) b 2 (t ) + f X (t , X (t ) ) a (t ) ⎥ dt 2 ⎣ ⎦ (2.2) + f X (t , X (t ) ) b (t )dW (t ).
Formula diatas disebut formula Itoˆ (Gihman & Skorohod 1972). Untuk membuktikan formula Itoˆ tersebut dibutuhkan lemma dan teorema berikut : Teorema 1 (Pertidaksamaan Markov) Misalkan X peubah acak tak negatif. Untuk sembarang t > 0 , P (X ≥ t ) ≤
E (X ) t
(Ghahramani 2000).
10
Bukti: Misalkan f ( x ) fungsi kepekatan peluang dari peubah acak X . A himpunan nilai yang mungkin dari X , dan B = {x ∈ A : x ≥ t }. Maka
E ( X ) = ∫ xf ( x ) dx ≥ ∫ xf ( x ) dx ≥ t ∫ f ( x ) dx = tP ( X ≥ t ). A
B
B
Jadi P (X ≥ t ) ≤
E (X ) . t
g
Teorema 2 (Pertidaksamaan Chebyshev) Jika X suatu peubah acak dengan nilai harapan μ dan varians σ 2 , maka untuk sembarang t > 0 P ( X −μ ≥t )≤
σ2 t2
(Ghahramani 2000). Bukti: Karena (X − μ ) 2 ≥ 0 maka dengan pertidaksamaan Markov diperoleh P
(( X − μ )
2
≥t
2
)
E (X − μ ) σ2 ≤ = t2 t2 2
Pertidaksamaan Chebyshev dipenuhi karena X −μ ≥t
2 (X − μ ) ≥ t 2
setara dengan g
Definisi 19 (Konvergen dalam Peluang) Misalkan X 1 , X 2 , X 3 , ... adalah barisan peubah acak yang didefinisikan pada suatu ruang contoh Ω . X n disebut konvergen dalam peluang ke peubah acak X , jika untuk setiap ε > 0
lim P ( X n − X > ε ) = 0
n →∞
(Ghahramani 2000). Definisi 20 (Fungsi Pembangkit Momen) Fungsi pembangkit momen (moment generating function) dari X didefinisikan sebagai
11
M X ( s ) = E (e sX
)
asalkan nilai harapan E (e sX
untuk s ∈
) ada (Hogg et al, 2005).
Teorema 3 (Momen ke-n) Misalkan X peubah acak dengan fungsi pembangkit momen M X (s ). Maka momen ke-n dari peubah acak X adalah E (X
n
)=M
(n ) X
(0),
dimana M X( n ) (s ) adalah turunan ke-n dari M X (s ) (Ghahramani 2000). Bukti:
M X ( s ) = E (e sX
)
d E (e sX ) ds ∞ d = e sx f (x )dx ∫ ds −∞
M X' ( s ) =
∞
=
∫ ds (e d
sx
f (x ) ) dx
−∞ ∞
=
∫ xe
−∞
sx
f (x )dx
= E ( X e sX
)
M X" ( s ) = E ( X 2e sX
)
M X(3) ( s ) = E ( X 3e sX
)
. . . M X( n ) ( s ) = E ( X n e sX ) ⇒ M X( n ) ( 0 ) = E ( X
n
).
g
Lemma 2
Misalkan t 1 < t 2 , dan W (t ) proses Wiener baku, t 1 = t n 0 < t n 1 < ... < t nn = t 2 , dan lim maks (t n ( k +1) − t nk ) = 0 , maka
n →∞
k
n −1
∑ ⎡⎣W (t k =0
n ( k +1)
peluang ke t 2 − t 1 (Gihman & Skorohod 1972).
) −W (t nk ) ⎤⎦
2
konvergen dalam
12
Bukti: n −1
θ n = ∑ ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦
Misalkan
2
k =0
maka 2⎞ ⎛ n −1 E (θ n ) = E ⎜ ∑ ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ ⎟ ⎝ k =0 ⎠ n −1
= ∑ E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ k =0 n −1
2
{
(
= ∑ var ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ + E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ k =0
)} 2
n −1
= ∑ var ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ k =0
= t n 1 − t n 0 + t n 2 − t n 1 + ... + t nn − t n ( n −1) = t nn − t n 0 E (θ n ) = t 2 − t 1. Dengan kata lain rataan jumlah selisih kuadrat dari suatu proses gerak Brown hanya bergantung parameter waktu awal dan waktu akhir saja. 2
Selanjutnya dari kebebasan peubah ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ diperoleh n −1
var(θ n ) = ∑ var ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ . 2
k =0
Padahal
{
2
var ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ = E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ ≤ E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦
} {
2 2
− E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦
4
= 3(t n ( k +1) − t nk )2 . (lihat lampiran A) Sehingga n −1
var(θ n ) ≤ 3∑ (t n ( k +1) − t nk ) 2 k =0
≤ 3 maks (t n ( k +1) − t nk )(t 2 − t 1 ) → 0 k
(lihat lampiran C)
Dari ketaksamaan Chebyshev diperoleh P [| θ n − E (θ n ) |> ε ] ≤
var(θ n )
ε2
.
Jadi θ n konvergen dalam peluang ke t 2 − t 1 .
g
}
2 2
13
Akibat 1
Jika t 1 < t 2 , maka t2
1 ∫W (t )dW (t ) = 2 [W (t )]
2
2
t1
−
1 1 2 [W (t1 )] − (t 2 − t1 ) 2 2
(2.3)
(Gihman & Skorohod 1972). Bukti: Misalkan t 1 = t n 0 < t n 1 < ... < t nn = t 2 , t2
(
)
(
)
n −1
W (t nk ) ⎡W t n ( k +1) −W (t nk ) ⎤ ∑ ∫t W (t ) dW (t ) = nlim →∞ ⎣ ⎦ k =0 1
n −1
{
= lim ∑ W (t nk )W t n ( k +1) − ⎡⎣W (t nk ) ⎤⎦ n →∞ k =0
2
}
{
2 2 2 1 n −1 W (t n ( k +1) ) ) − (W (t nk ) ) − ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ ( ∑ n →∞ 2 k =0 n −1 2 1 1 1 2 2 = [W (t 2 ) ] − [W (t 1 ) ] − lim ∑ ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ 2 2 2 n →∞ k =0 1 1 1 2 2 = [W (t 2 ) ] − [W (t 1 ) ] − (t 2 − t 1 ). 2 2 2
= lim
} g
Teorema 4
Misalkan X 1 dan X 2 peubah acak. dX 1 (t ) = a1 (t )dt + b1 (t )dW (t ) dX 2 (t ) = a2 (t )dt + b 2 (t )dW (t ) maka d (X 1 (t )X 2 (t )) = X 1 (t )dX 2 (t ) + X 2 (t )dX 1 (t ) + b1 (t )b 2 (t )dt
(2.4)
(Gihman & Skorohod 1972). Bukti: Dari (2.3) didapat t2
1 ∫W (t )dW (t ) = 2 [W (t )]
2
2
t1
−
1 1 2 [W (t1 )] − (t 2 − t1 ). 2 2
Dengan penerapan teorema dasar kalkulus pada ruas kanan diperoleh 1 1 2 W (t )dW (t ) = d [W (t ) ] − dt 2 2
atau d [W (t ) ] = 2W (t )dW (t ) + dt . 2
(2.5)
14
Untuk
t1 < t 2
dengan
partisi
t 1 = t n 0 < t n 1 < ... < t nn = t 2 ,
dan
lim maks (t n ( k +1) − t nk ) = 0 , maka
n →∞
k
t2
n −1
∫W (t )d (t ) = lim ∑W (t n ( k +1) )[t n ( k +1) − t nk ] n →∞
t1
k =0
t2
n −1
t1
k =0
∑ t nk ⎡⎣W (t n ( k +1) −W (t nk ) ⎤⎦ . ∫ tdW (t ) = nlim →∞
Sehingga t2
t2
t1
t1
n −1
∫W (t )d (t ) + ∫ tdW (t ) = lim ∑ ⎡⎣t n ( k +1)W (t n ( k +1) ) − t nkW (t nk ) ⎤⎦ n →∞
k =0
= t 2W (t 2 ) − t 1W (t 1 ).
Akibatnya d (tW (t )) =W (t )dt + tdW (t ).
(2.6)
Dengan asumsi bahwa fungsi-fungsi a1 (t ) = a1 , b1 (t ) = b1 , a2 (t ) = a2 , b 2 (t ) = b 2 adalah konstan, maka X 1 (t ) = a1t + bW (t ) 1 X 2 (t ) = a2t + b 2W (t ) Sehingga d (X 1 (t )X 2 (t )) = d ([a1t + bW (t )][a2t + b 2W (t )]) 1 = d (a1a2t 2 + a1b 2tW (t ) + a2b1tW (t ) + b1b 2 [W (t )]2 ) = 2a1a2tdt + a1b 2tdW (t ) + a1b 2W (t )dt + a2b1tdW (t ) + a2bW (t )dt 1 + 2b1b 2W (t )dW (t ) + b1b 2dt = [a1t + bW (t )][a2dt + b 2dW (t )] + [a2t + b 2W (t )][a1dt + b1dW (t )] 1 + b1b 2dt = X 1 (t )dX 2 (t ) + X 2 (t )dX 1 (t ) + b1b 2dt . g Lemma 3
Untuk semua m ≥ 2
d (W (t )) m = m (W (t )) m −1dW (t ) +
m ( m − 1) (W (t )) m − 2 dt 2
(Gihman & Skorohod 1972). Bukti: Untuk m = 2 dapat dilihat pada (2.5). Selanjutnya misalkan berlaku untuk m = k , maka untuk m = k + 1 , dengan menggunakan Teorema 4 didapat
15
d (W (t )) k +1 = (W (t ))k dW (t ) +W (t )d (W (t )) k + k (W (t ))k −1dt k (k − 1) = (W (t ))k dW (t ) +W (t )[k (W (t )) k −1dW (t ) + (W (t )) k − 2 dt ] 2 k −1 + k (W (t )) dt k (k + 1) = (k + 1)(W (t )) k dW (t ) + (W (t )) k −1dt . 2 Sehingga menurut prinsip induksi matematika kesamaan berlaku untuk semua m ≥ 2.
g
Selanjutnya dengan mengambil f (W (t ) ) = (W (t ) )
k +1
diperoleh akibat
sebagai berikut: Akibat 2
Jika f (x ) kontinu dan memiliki turunan kedua, maka 1 df (W (t )) = f '(W (t ))dW (t ) + f "(W (t ))dt 2
(2.7)
dengan f '(x ) turunan pertama terhadap x, dan f "( x ) turunan kedua terhadap x (Gihman & Skorohod 1972). Lemma 4
Misalkan fungsi φ (t , x ) didefinisikan untuk t ∈ [0,T ], x ∈ ( −∞, ∞) adalah fungsi kontinu dan terdiferensialkan terhadap t dan mempunyai turunan kedua yang kontinu terhadap x, maka 1 d φ (t ,W (t )) = [φt (t ,W (t )) + φW W (t ,W (t ))]dt + φW (t ,W (t ))dW (t ) 2
Dengan
(2.8)
φt (t , x ), φX (t , x ), φX X (t , x ) masing-masing adalah turunan pertama
terhadap t, turunan pertama terhadap x, dan turunan kedua terhadap x (Gihman & Skorohod 1972). Bukti: Misalkan φ (t , x ) = g (t )ϕ (x ),
dengan
g (t )
kontinu terdiferensialkan dan
ϕ (x ) kontinu terdiferensialkan kedua. Dari (2.6) dan (2.7) diperoleh d φ (t ,W (t )) = ϕ (W (t )) g '(t )dt + g (t )d ϕ (W (t )) 1 = [ϕ (W (t )) g '(t ) + g (t )ϕ "(W (t ))]dt + g (t )ϕ '(W (t ))dW (t ) 2 1 = [φt (t ,W (t )) + φW W (t ,W (t ))]dt + φW (t ,W (t ))dW (t ). 2
g
16
Berdasarkan teorema dan lemma di atas selanjutnya dapat dibuktikan formula Itoˆ (2.2) sebagai berikut: Misalkan φ (t ,W (t )) = f (t , X (t )) dengan
(2.9)
X (t ) memenuhi persamaan (2.1), maka persamaan (2.9) akan
memenuhi
φt (t ,W (t )) = f t (t , X (t )) + a (t )f X (t , X (t )) φW (t ,W (t )) = b (t )f X (t , X (t )) φWW (t , (W (t )) = b 2 (t )f X X (t , X (t )). Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (2.8) diperoleh 1 ⎡ ⎤ df (t , X (t )) = ⎢ f t (t , X (t ) ) + a (t )f X (t , X (t ) ) + b 2 (t )f X X (t , X (t ) ) ⎥ dt 2 ⎣ ⎦ + b (t )f X (t , X (t ) ) dW (t ) 1 ⎡ ⎤ = ⎢f t (t , X (t ) ) + f X X (t , X (t ) ) b 2 (t ) + f X (t , X (t ) ) a (t ) ⎥ dt 2 ⎣ ⎦ + f X (t , X (t ) ) b (t )dW (t ).
g
BAB 3 PERSAMAAN DIFFERENSIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA SUATU ASET TURUNAN
Pembahasan harga opsi tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang sekuritas lain yang berhubungan dengan haga opsi. Sehingga perlu dibahas masalah sekuritas yang berhubungan dengan harga opsi.
3.1. Harga Saham
Saham merupakan suatu bentuk aset finansial yang nilainya berubah-ubah mengikuti harga pasar pada suatu saat sesuai dengan banyaknya penawaran dan permintaan pada saat tersebut. Sehingga pada jangka waktu tertentu harga saham dapat mengalami kenaikan maupun penurunan atau bahkan dapat pula tidak mengalami perubahan harga. Jadi perubahan harga saham dipengaruhi oleh perubahan waktu dan dipengaruhi pula oleh peubah-peubah pengganggu yang berupa peubah acak dan mengikuti gerak Brown. Perubahan harga saham tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut: dS (t ) = S (t )( μdt + σ dW (t ))
atau dapat ditulis dS (t ) = μS (t )dt + σ S (t )dW (t )
(3.1)
dimana : S (t )
: harga saham
μ
: harapan tingkat pendapatan investor (expected return), yang nilainya tergantung pada resiko pendapatan dari saham
σ
: volatilitas dari harga saham
dt
: periode waktu
dW (t ) : peubah acak dengan drift rate 0 dan variance rate 1, dimana W (t ) proses stokastik yang mengikuti gerak Brown (Hull 2003).
Dengan demikian, perubahan harga saham tidak secara langsung dipengaruhi oleh W(t), tetapi oleh dW(t). Selanjutnya dari (3.1) dapat dicari harga saham S (t ) dengan cara sebagai berikut:
18
Misalkan y (t , S ) = ln S (t ) atau S (t ) = e y (t ) ∂y = 0, ∂t
∂y 1 = , ∂S S
∂2 y 1 =− 2 2 ∂S S
Menurut lemma Itoˆ ⎛ ∂y ∂y 1 ∂2 y 2 2 ⎞ ∂y dy (t , S ) = ⎜ + μS + σ S ⎟ dt + σ SdW (t ) 2 2 ∂S ∂S ⎝ ∂t ∂S ⎠ 1 ∂2 y 2 2 ∂y ∂y dt + ( μSdt + σ SdW (t )) + = σ S dt 2 ∂S 2 ∂t ∂S 1 1 1 2 2 σ S dt = ( μSdt + σ SdW (t )) − S 2S2 1 = μdt + σ dW (t ) − σ 2dt 2 1 2 = ( μ − σ )dt + σ dW (t ) 2 atau dapat dinyatakan 1 dy (t ) = ( μ − σ 2 )dt + σ dW (t ). 2
(3.2)
Persamaan diferensial (3.2) mempunyai solusi 1 ⎞ ⎛ y (t ) − y (0) = ∫ ⎜ μ − σ 2 ⎟ds + ∫ σ dW ( s ) 2 ⎠ 0⎝ 0 t
t
1 ⎞ ⎛ y (t ) = y ( 0 ) + ⎜ μ − σ 2 ⎟ t + σW (t ) 2 ⎠ ⎝ dimana y (0) merupakan nilai awal dari y (t ) . Atau dapat dinyatakan 1 ⎡ ⎤ S (t ) = S (0) exp ⎢ ( μ − σ 2 )t + σW (t ) ⎥ 2 ⎣ ⎦
(3.3)
dimana S (0) merupakan harga awal dari suatu saham. Persamaan (3.3) menunjukkan bahwa harga saham mengikuti proses gerak Brown Geometris. Dengan mengingat sifat eksponensial, dapat disimpulkan bahwa harga saham tidak akan bernilai negatif, dan berdistribusi lognormal. Sehingga untuk T ≥ t 1 ln S (t ) = ln S (0) + ( μ − σ 2 )t + σW (t ) 2
dan 1 ln S (T ) = ln S (0) + ( μ − σ 2 )T + σW (T ) 2
Selanjutnya diperoleh
19
1 ln S (T ) − ln S (t ) = ( μ − σ 2 )(T − t ) + σ (W (T ) −W (t )) 2
atau ln
S (T ) 1 = ( μ − σ 2 )(T − t ) + σ (W (T ) −W (t )). S (t ) 2
(3.4)
Dengan menggunakan prosedur risk-neutral valuation yang menggunakan asumsi bahwa expected return dari underlying asset sama dengan risk-free interest rate ( μ = r ), maka persamaan (3.4) menjadi ln
S (T ) 1 = (r − σ 2 )(T − t ) + σ (W (T ) −W (t )) S (t ) 2
(3.5)
dan 1 ⎛ ⎞ S (T ) = S (t ) exp ⎜ ( r − σ 2 )(T − t ) + σ (W (T ) −W (t )) ⎟ . 2 ⎝ ⎠
Selanjutnya diperoleh ekspektasi dan varians dari ln
(3.6)
S (T ) sebagai berikut: S (t )
⎡ S (T ) ⎤ 1 ⎞ ⎡⎛ ⎤ E ⎢ln = E ⎢⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) + σ (W (T ) −W (t ) ) ⎥ ⎥ 2 ⎠ ⎣⎝ ⎦ ⎣ S (t ) ⎦ 1 ⎞ ⎛ = ⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) 2 ⎠ ⎝ ⎡ S (T ) ⎤ ⎡⎛ 1 2⎞ ⎤ var ⎢ ln ⎥ = var ⎢⎜ r − σ ⎟ (T − t ) + σ (W (T ) −W (t ) ) ⎥ 2 ⎠ ⎣⎝ ⎦ ⎣ S (t ) ⎦ = σ 2 (T − t ) .
(3.7)
(3.8)
3.2. Harga Obligasi
Obligasi merupakan suatu aset tanpa resiko yang bersifat deterministik, dengan tingkat suku bunga bernilai konstan. Sehingga perubahan harga obligasi dirumuskan sebagai berikut: Misalnya B (t ) adalah harga obligasi pada waktu t, maka perubahannya adalah dB (t ) = rB (t )dt
(3.9)
dimana solusi dari persamaan diferensial tersebut adalah B (t ) = B (0)e rt dengan r adalah tingkat suku bunga konstan, dan B (0) harga awal dari obligasi.
20
3.3. Nilai Aset Turunan
Aset finansial dari suatu perseroan merupakan aset dalam bentuk saham atau obligasi. Sehingga nilai aset finansial dipengaruhi oleh saham ( S (t ) ) dan obligasi
( B (t ) ) . Jika dimisalkan nilai aset finansial adalah f (t , S (t ), B (t ) ) , maka dapat ditulis
f (t , S (t ), B (t ) ) = φ (t )S (t ) +ψ (t )B (t )
(3.10)
dimana
f (t , S (t ), B (t ) ) adalah nilai aset finansial
φ (t ) adalah banyak unit saham ψ (t ) adalah banyak unit obligasi. Karena nilai aset finansial dipengaruhi oleh harga saham dan obligasi, maka
f (t , S (t ), B (t ) ) merupakan nilai dari suatu aset turunan (derivative asset) pada waktu t. Dimana perubahan nilainya bergantung pada perubahan harga aset finansial lain, yaitu harga saham dan obligasi. Sehingga perubahan nilai aset finansial akan memenuhi
df (t , S (t ), B (t ) ) = φ (t )dS (t ) +ψ (t )dB (t )
(3.11)
Dengan mensubstitusi (3.1) dan (3.9) ke persamaan (3.11) diperoleh df (t , S (t ), B (t ) ) = φ (t ) [ μS (t )dt + σ S (t )dW (t ) ] + ψ (t )rB (t )dt = ( μφ (t )S (t ) + ψ (t ) rB (t ) ) dt + σφ (t )S (t )dW (t ).
(3.12)
Persamaan (3.12) merupakan refleksi proses perubahan nilai aset turunan yang disebabkan perubahan harga saham dan harga obligasi.
3.4. Persamaan Diferensial untuk Penentuan Harga Suatu Aset Turunan
Untuk mendapatkan persamaan diferensial untuk penentuan harga aset turunan, dapat dilakukan dengan memisalkan f (t , S (t ) ) , t ≤ T merupakan harga aset turunan pada waktu t . Dari persamaan (3.1) berlaku lemma Itoˆ , sehingga diperoleh ⎛ ∂f (t , S (t ) ) 1 ∂ 2f (t , S (t ) ) 2 2 ⎞ ∂f (t , S (t ) ) df (t , S (t ) ) = ⎜ + σ S (t ) + μS (t ) ⎟ dt 2 ∂t ∂S (t ) 2 ∂S (t ) ⎝ ⎠ ∂f (t , S (t ) ) + σ S (t )dW (t ). (3.13) ∂S (t )
21
Padahal dari persamaan (3.12)
df (t , S (t ), B (t ) ) = ( μφ (t )S (t ) +ψ (t )rB (t ) ) dt + φ (t )σ S (t )dW (t ).
(3.14)
Dengan menyamakan persamaan (3.13) dan (3.14) dapat dipilih
φ (t ) =
∂f (t , S (t ) ) ∂S (t )
(3.15)
dan diperoleh
μφ(t )S (t ) +ψ (t )rB (t ) =
∂f (t , S (t )) 1 ∂2f (t , S (t )) 2 2 ∂f (t , S (t )) + σ S (t ) + μS (t ). (3.16) 2 ∂t 2 ∂S (t ) ∂S (t )
Selanjutya substitusi persaman (3.15) ke persamaan (3.16) diperoleh ∂f (t , S (t ) ) 1 ∂ 2 f (t , S (t ) ) 2 2 + ψ (t )rB (t ) = σ S (t ). ∂t 2 ∂S (t ) 2
(3.17)
Selanjutnya dengan memisalkan f (t , S (t ) ) = f (t , S (t ), B (t ) ) = f , dan substitusi persamaan (3.15) ke persamaan (3.10) diperoleh
ψ (t )B (t ) = f − S (t )
∂f . ∂S (t )
(3.18)
Dengan mensubstitusi persamaan (3.18) ke persamaan (3.17) diperoleh ⎛ ∂f ⎞ ∂f 1 ∂ 2 f r ⎜ f − S (t ) σ 2S 2 (t ) + ⎟= 2 ∂S (t ) ⎠ ∂t 2 ∂S (t ) ⎝ ∂f ∂f 1 ∂ 2 f σ 2S 2 (t ) ⇔ rf − rS (t ) = + ∂S (t ) ∂t 2 ∂S (t ) 2
atau
∂f 1 ∂ 2 f ∂f + rS (t ) − rf = 0. σ 2S 2 (t ) + 2 ∂t 2 ∂S (t ) ∂S (t )
(3.19)
Persamaan (3.19) merupakan Persamaan diferensial untuk penentuan harga suatu aset turunan, yang dikenal dengan Persamaan Diferensial BlackScholes-Merton (BSM) (Stampfli & Goodman 2001). Persamaan diferensial
BSM mempunyai solusi yang berlaku untuk semua aset turunan, bergantung pada syarat batas yang digunakan oleh masing-masing jenis aset turunan (Hull 2003). Selanjutnya untuk menyelesaikan persamaan diferensial (3.19) dilakukan dengan melakukan transformasi ke persamaan panas (Shiryaev 1997).
22
Definisikan
θ = θ (t , S ) = σ 2 (T − t ) Z = Z (t , S ) = ln S (t ) + (r −
σ2 2
)(T − t )
(3.20)
dan V =V (θ , Z ) = e r (T −t ) f (t , S (t )).
(3.21)
Sehingga diperoleh ∂θ ∂θ = −σ 2 , =0 ∂t ∂S (t ) dan
⎛ σ2 ⎞ ∂Z = −⎜r − ⎟, ∂t 2 ⎠ ⎝
∂Z 1 . = ∂S (t ) S (t )
Dari persamaan (3.21) diperoleh f (t , S (t ) ) = e − r (T −t )V ∂f ∂V = e − r (T −t ) rV + e − r (T −t ) ∂t ∂t dV ⎞ ⎛ = e − r (T −t ) ⎜ rV + ⎟ dt ⎠ ⎝ ∂V ∂Z ∂V ∂θ ⎞ ⎛ = e − r (T −t ) ⎜ rV + + ⎟ ∂Z ∂t ∂θ ∂t ⎠ ⎝ ⎛ ⎛ σ 2 ⎞ ∂V ∂V ⎞ = e − r (T −t ) ⎜ rV − ⎜ r − −σ 2 ⎟ ⎟ 2 ⎠ ∂Z ∂θ ⎠ ⎝ ⎝
(3.22)
dan ∂f ∂V = e − r (T −t ) ∂S ∂S ⎛ ∂V ∂Z ∂V ∂θ ⎞ = e − r (T −t ) ⎜ + ⎟ ⎝ ∂Z ∂S ∂θ ∂S ⎠ 1 ∂V = e − r (T −t ) S ∂Z serta
(3.23)
23
∂ 2f ∂ ⎛ ∂f ⎞ = ⎜ ⎟ 2 ∂S ∂S ⎝ ∂S ⎠ ∂ ⎛ − r (T −t ) 1 ∂V ⎞ = ⎜e ⎟ S ∂Z ⎠ ∂S ⎝ ⎡ 1 ∂ ⎛ ∂V ⎞ ∂V ⎛ ∂ 1 ⎞ ⎤ = e − r (T −t ) ⎢ ⎜ ⎟+ ⎜ ⎟⎥ ⎣ S ∂S ⎝ ∂Z ⎠ ∂Z ⎝ ∂S S ⎠ ⎦ ⎡ 1 ∂ ⎛ ∂V ⎞ ∂V ⎛ ∂ 1 ⎞ ⎤ = e − r (T −t ) ⎢ ⎜ ⎟+ ⎜ ⎟⎥ ⎣ S ∂Z ⎝ ∂S ⎠ ∂Z ⎝ ∂S S ⎠ ⎦ ⎡1 = e − r (T −t ) ⎢ ⎣S ⎡1 = e − r (T −t ) ⎢ ⎣S =e
− r (T −t )
1 S2
∂ ⎛ ∂V ∂Z ⎞ ∂V ⎛ ∂ 1 ⎞ ⎤ ⎜ ⎟+ ⎜ ⎟ ∂Z ⎝ ∂Z ∂S ⎠ ∂Z ⎝ ∂S S ⎠ ⎥⎦ ∂ ⎛ ∂V 1 ⎞ 1 ∂V ⎤ ⎜ ⎟− ∂Z ⎝ ∂Z S ⎠ S 2 ∂Z ⎥⎦ ⎡ ∂ 2V ∂V ⎤ ⎢ ∂Z 2 − ∂Z ⎥ . ⎣ ⎦
(3.24)
Selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan (3.22), (3.23), dan (3.24) ke dalam persamaan (3.19) diperoleh
⎡ ⎛ σ 2 ⎞ ∂V ∂V e − r (T −t ) ⎢ rV − ⎜ r − −σ 2 ⎟ 2 ⎠ ∂Z ∂θ ⎝ ⎣ ⎡ 1 ∂V ⎤ rS ⎥ − rf = 0 +e − r (T −t ) ⎢ ⎣ S ∂Z ⎦
⎤ − r (T −t ) ⎡ 1 1 ⎛ ∂ 2V ∂V − ⎥ +e ⎢ 2 ⎜ 2 2 S Z ∂ ∂Z ⎝ ⎦ ⎣
⎞ 2 2⎤ ⎟σ S ⎥ ⎠ ⎦
⎡ ∂V σ 2 ∂V ∂V 1 2 ∂ 2V 1 2 ∂V ∂V ⎤ σ r ⇔ e − r (T −t ) ⎢ rV − r + −σ 2 + σ − + ⎥ − rf = 0 2 Z 2 Z θ 2 Z 2 Z Z ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ⎣ ⎦ ⎡ ∂V 1 2 ∂ 2V ⎤ ⇔ e − r (T −t ) ⎢ rV − σ 2 + σ − rf = 0 ∂θ 2 ∂Z 2 ⎥⎦ ⎣ ⇔e
− r (T −t )
⎡ 1 2 ∂ 2V ⎤ 2 ∂V ⎢ rV − σ ∂θ + 2 σ ∂Z 2 ⎥ = rf ⎣ ⎦
⎡ ∂V 1 2 ∂ 2V ⎤ ⇔ rV e − r (T −t ) + e − r (T −t ) ⎢ −σ 2 + σ = rf . ∂θ 2 ∂Z 2 ⎥⎦ ⎣ Dari persamaan (3.21) diperoleh rV e − r (T −t ) = rf .
Sehingga (3.25) memberi hasil
⎡ ∂V 1 2 ∂ 2V ⎤ e − r (T −t ) ⎢ −σ 2 + σ = 0. ∂θ 2 ∂Z 2 ⎥⎦ ⎣
(3.25)
24
Dengan demikian ∂V 1 2 ∂ 2V + σ =0 ∂θ 2 ∂Z 2 ∂V 1 ∂ 2V ⇔− + =0 ∂θ 2 ∂Z 2 ∂V 1 ∂ 2V ⇔ − = 0. ∂θ 2 ∂Z 2
−σ 2
(3.26)
Persamaan (3.26) merupakan persamaan panas untuk V (θ , Z ) . Dari lampiran D diperoleh penyelesaian dari persamaan panas (3.26) yaitu
V (θ , Z ) =
∞
∫
−∞
−( y −Z ) 1 e 2θ h ( y )dy 2πθ 2
(3.27)
dimana h ( y ) =V (0, y ) merupakan syarat batas persamaan.
3.5. Present Value Nilai Harapan Selisih Harga Eksekusi dengan Harga Saham
Untuk menghitung present value nilai harapan selisih harga eksekusi (strike price) dengan harga saham dapat dilakukan dengan menghitung nilai aset turunan f (t ) . Selanjutnya jika tingkat suku bunga aset tanpa resiko (obligasi) tidak bernilai nol ( r ≠ 0) , maka menurut Baxter (Baxter & Rennie, 1996) untuk menghitung nilai aset turunan f (t ) dilakukan dengan memperhitungkan proses diskonto terhadap harga obligasi. Sehingga diperoleh
f (t ) = B (t ) E ( B
−1
(T ) f (T ) )
= e rt E (e − rT f (T ) ) = e − r (T −t ) E ( f (T ) )
(3.28)
Persamaan (3.28) menyatakan bahwa nilai aset turunan f (t ) , merupakan present value nilai harapan harga aset turunan pada saat yang akan datang, sebut T (T > t ) . Pada opsi, harga aset turunan pada waktu T, yaitu f (T ) merupakan
selisih harga eksekusi dengan harga saham pada saat T. Dengan demikian harga opsi f (t ) , merupakan present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada saat jatuh tempo T.
BAB 4 NILAI OPSI
4.1. Model Nilai Opsi Berdasarkan Persamaan Diferensial untuk Penentuan Harga Suatu Aset Turunan 4.1.1. Opsi Call
Sebagaimana dijelaskan pada BAB 3 bahwa persamaan diferensial untuk penentuan harga aset turunan mempunyai solusi yang berlaku untuk semua aset turunan, bergantung pada syarat batas yang digunakan oleh masing-masing jenis aset turunan. Untuk opsi call syarat batasnya menurut Shiryaev adalah V (0, y ) = maks {e y − K , 0} = maks {S (T ) − K , 0} = (S (T ) − K ) + , dengan K adalah harga eksekusi dan S (T ) harga saham pada saat jatuh tempo (T). Untuk syarat batas V (0, y ) = h ( y ) , maka h ( y ) = (S (T ) − K ) + , dengan y = ln S (T ) . Selanjutnya dari persamaan (3.21) dan (3.27) diperoleh
f (t , S (t ) ) = e − r (T −t )V f (t , S (t )) = e
−r (T −t )
∞
∫
−∞
∞
= e −r (T −t ) ∫
−∞
∞
= e −r (T −t ) ∫
−∞
1 − ( y −2θZ ) e h(y )dy 2πθ 2
⎡ ⎢ ⎢ 1 + (S (T ) − K ) exp ⎢− 2πθ ⎢ ⎢ ⎣
2 ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎤ ⎛ σ2 ⎞ ⎜⎜ ln S (T ) − ⎜ ln S (t ) + ⎜ r − ⎟ (T −t ) ⎟ ⎟⎟ ⎥ 2⎠ ⎝ ⎝ ⎠⎠ ⎥ ⎝ ⎥ d ln S (T ) 2 2σ (T −t ) ⎥ ⎥ ⎦ 2 ⎡ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎤ ⎛ σ2 ⎞ ⎢ ⎜ ln S (T ) − ⎜ ln S (t ) + ⎜ r − ⎟ (T −t ) ⎟ ⎟ ⎥ 2⎠ ⎢ 1 1 ⎝ ⎝ ⎠ ⎟ ⎥ d ln S (T ). (S (T ) − K )+ exp ⎢− ⎜⎜ ⎟⎥ σ T −t 2πσ 2 (T −t ) ⎢ 2⎜ ⎟⎥ ⎜ ⎟⎥ ⎢ ⎝ ⎠⎦ ⎣
Dengan memperhatikan bahwa eksekusi opsi call dilakukan apabila harga saham di pasar lebih dari harga eksekusi, atau dengan kata lain eksekusi opsi call dilakukan apabila S (T ) > K , dan tidak dieksekusi apabila S (T ) ≤ K . Sehingga batas bawah dari eksekusi opsi call adalah jika S (T ) = K atau ln S (T ) = ln K . Sedangkan batas atas harga saham untuk eksekusi opsi call tidak terbatas atau S (T ) → ∞ , yang berakibat ln S (T ) → ∞ . Sehingga diperoleh
26
⎡ ⎢ ∞ ⎢ e −r (T −t ) f (t , S (t )) = S (T ) − K ) exp ⎢− ( ∫ 2πσ 2 (T −t ) ln K ⎢ ⎢ ⎣
2 ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎤ ⎛ σ2 ⎞ ⎜ ln S (T ) − ⎜ ln S (t ) + ⎜ r − ⎟ (T −t ) ⎟ ⎟ ⎥ 2⎠ 1⎜ ⎝ ⎝ ⎠ ⎟ ⎥ d ln S (T ) ⎟⎥ 2⎜ σ T −t ⎜ ⎟⎥ ⎜ ⎟⎥ ⎝ ⎠⎦
(4.1) Misalkan
1 ⎞ ⎛ ln S (T ) − ln S (t ) − ⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) 2 ⎠ ⎝ m= σ T −t
(4.2)
maka dengan substitusi persamaan (3.7) dan (3.8) diperoleh E (m ) =
1 ⎛ 1 ⎞ ⎞ ⎛ E ⎜ ln S (T ) − ln S (t ) − ⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) ⎟ 2 ⎠ σ T −t ⎝ ⎝ ⎠
⎡ ⎛ S (T ) ⎞ ⎛ ⎤ 1 2⎞ ⎢ E ⎜ ln ⎟ − ⎜ r − σ ⎟ (T − t ) ⎥ 2 ⎠ ⎣ ⎝ S (t ) ⎠ ⎝ ⎦ 1 1 2⎞ 1 2⎞ ⎡⎛ ⎤ ⎛ = ⎢⎜ r − 2 σ ⎟ (T − t ) − ⎜ r − 2 σ ⎟ (T − t ) ⎥ σ T − t ⎣⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎦ =0 =
1 σ T −t
dan ⎡ S (T ) ⎛ ⎤ σ2 ⎞ −⎜r − ⎢ ln ⎟ (T − t ) ⎥ 2 ⎠ S (t ) ⎝ ⎥ var(m ) = var ⎢ ⎢ ⎥ σ T −t ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ⎛ S (T ) ⎛ ⎞ 1 σ2 ⎞ = 2 −⎜r − var ⎜ ln ⎟ (T − t ) ⎟ σ (T − t ) 2 ⎠ ⎝ S (t ) ⎝ ⎠
Melalui
=
⎛ S (T ) ⎞ 1 var ⎜ ln ⎟ σ (T − t ) ⎝ S (t ) ⎠
=
1 σ 2 (T − t ) = 1. σ (T − t )
2
2
transformasi
ln S (T ) ke
m,
sehingga
persamaan
terintegralkannya terhadap m, maka batas bawah integral menjadi
(4.1)
27
1 ⎞ ⎛ − ln S (t ) ) − ⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) 2 ⎠ ⎝ n= σ T −t S (t ) ⎛ 1 ⎞ − ln − ⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) K 2 ⎠ ⎝ = . σ T −t
( ln K
(4.3)
Dari (4.2) diperoleh ⎧ 1 ⎞ ⎫ ⎛ S (T ) = S (t ) exp ⎨m σ T − t + ⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) ⎬ 2 ⎠ ⎝ ⎩ ⎭
(4.4)
Sehingga persamaan (4.1) dapat dinyatakan sebagai ⎧
∞
⎨m σ e − r (T −t ) ⎩ f (t , S (t )) = ( S ( t ) e ∫ 2π n ⎧
∞
⎨m σ e − r (T −t ) ⎩ S t e = ( ) ∫ 2π n ∞
mσ 1 S t e = ( ) 2π ∫n
1 − ( m −σ 1 S (t ) ∫ e 2 2π n
( = S (t ) ⎡ N ( ∞ − σ ⎣
− K )e
⎫ 1 ⎛ 1 ⎞ T −t +⎜ r − σ 2 ⎟(T −t ) ⎬− m 2 ⎝ 2 ⎠ ⎭ 2
1 1 T −t − σ 2 (T −t ) − m 2 2 2
∞
=
⎫ ⎛ 1 ⎞ T −t +⎜ r − σ 2 ⎟(T −t ) ⎬ ⎝ 2 ⎠ ⎭
T −t )2
1 − m2 2
dm ∞
dm −
1 − m2 e − r (T −t ) 2 Ke dm ∫ 2π n
∞
1 − m2 e − r (T −t ) dm − Ke 2 dm 2π ∫n
∞
dm −
1 − m2 e − r (T −t ) K ∫ e 2 dm 2π n
) T − t ) − N ( n − σ T − t ) ⎤ − Ke ⎡⎣ N ( ∞ ) − N ( n ) ⎤⎦ ⎦ ⎡⎣1 − (1 − N ( −n ) ) ⎤⎦ = S (t ) ⎢⎡1 − (1 − N ( −n + σ T − t ) ) ⎥⎤ − Ke ⎣ ⎦ N (−n ) (4.5) = S (t )N ( −n + σ T − t ) − Ke ∞
∞ = S (t ) ⎡ N m − σ T − t ⎤ − Ke − r (T −t ) ⎡⎣ N ( m ) ⎤⎦ n ⎣ ⎦n
− r (T −t )
− r (T −t )
− r (T −t )
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1). Dengan demikian nilai opsi call pada saat t dengan harga saham S(t), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
)
(
)
f (t , S (t ) ) = S (t )N −n + σ T − t − Ke − r (T −t ) N (− n ) atau dinyatakan sebagai c (t , S (t ) ) = S (t )N − n + σ T − t − Ke − r (T −t ) N (− n ) dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan n seperti pada persamaan (4.3). Sedangkan nilai opsi call pada saat t = 0, dengan harga saham awal S(0), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah f
( 0, S (0) ) = S (0) N
(−z + σ
T
) − Ke
− rT
N (− z )
28
atau dinyatakan sebagai
(
c ( 0, S (0) ) = S (0) N − z + σ T
) − Ke
− rT
N (− z )
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan
− ln z =
1 ⎞ S (0) ⎛ − ⎜ r − σ 2 ⎟T 2 ⎠ K ⎝ . σ T
(4.6)
4.1.2. Opsi Put
Untuk menentukan nilai opsi put berdasarkan persamaan diferensial untuk penentuan harga aset turunan dapat dilakukan dengan cara serupa dengan mencari nilai opsi call, dengan memperhatikan syarat batas dari opsi put yaitu V (0, y ) = maks {K − e y , 0} = maks {K − S (T ), 0} = ( K − S (T
))
+
. Opsi put akan
dieksekusi apabila harga saham di pasar kurang dari harga eksekusi (K). Atau dengan kata lain opsi put akan dieksekusi apabila S (T ) < K , dan opsi tidak dieksekusi apabila S (T ) ≥ K . Jadi batas atas dari eksekusi opsi adalah jika S (T ) = K atau ln S (T ) = ln K . Sedangkan batas bawah harga saham untuk
eksekusi opsi put adalah nol atau S (T ) → 0 , yang berakibat ln S (T ) → −∞ . Sehingga (4.1) menjadi 2 ⎡ ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎤ ⎛ σ2 ⎞ ⎢ ⎜ ln S (T ) − ⎜ ln S (t ) + ⎜ r − ⎟ (T −t ) ⎟ ⎟ ⎥ ln K 2⎠ ⎢ 1⎜ e −r (T −t ) ⎝ ⎝ ⎠ ⎟ ⎥ d ln S (T ). − − ( ( ))exp f (t , S (t )) = K S T ⎢ ∫ ⎜ ⎟⎥ 2 σ T −t 2πσ (T −t ) −∞ ⎢ 2⎜ ⎟⎥ ⎟⎥ ⎢ ⎜ ⎠⎦ ⎣ ⎝
Selanjutnya dengan substitusi m pada (4.2) dan n pada (4.3), diperoleh
f (t , S (t )) =
n e −r (T −t ) ⎛ ⎡ ⎤ ⎞ − 12 m 2 ⎛ 1 2⎞ ( )exp K S t m σ T t r σ T t dm − − + − − ( ) ⎜ ⎟ ⎢ ⎥ ⎟e ∫ ⎜⎝ 2π −∞ ⎝ 2 ⎠ ⎣ ⎦⎠
1 − m2 e −r (T −t ) = ∫ Ke 2 dm 2π −∞ n
−
n ⎡⎛ e −r (T −t ) ⎞ 1 2⎤ ⎛ 1 2⎞ ( )exp S t m σ T t r σ T t − + − − ( ) ⎢ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ − 2 m ⎥ dm ∫ 2 2π −∞ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎣ ⎦
1 − m2 e −r (T −t ) 1 2 Ke dm − ∫ 2π −∞ 2π n
=
n
⎡
∫ S (t )exp ⎢⎣mσ
−∞
1 1 ⎤ T − t − σ 2 (T − t ) − m 2 ⎥ dm 2 2 ⎦
29
1 1 − m2 − ( m −σ e − r (T −t ) 1 K ∫ e 2 dm − S (t ) ∫ e 2 2π 2π −∞ −∞ n
=
n
T −t )2
(
)
dm n
n = Ke − r (T −t ) ⎡⎣ N ( m ) ⎤⎦ −∞ − S (t ) ⎡ N m − σ T − t ⎤ ⎣ ⎦ −∞
= Ke − r (T −t ) ⎡⎣ N ( n ) − N ( −∞ ) ⎤⎦ − S (t ) ⎡ N n − σ T − t − N −∞ − σ T − t ⎤ ⎣ ⎦
(
= Ke − r (T −t )
) ( N ( n ) − S (t )N ( n − σ
)
T −t
)
(4.7)
dimana N adalah fungsi distribusi Normal (0,1) dan n seperti pada persamaan (4.3). Dengan demikian nilai opsi put pada saat t dengan harga saham S(t), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
)
(
)
f (t , S (t ) ) = Ke − r (T −t ) N (n ) − S (t )N n − σ T − t atau dinyatakan sebagai p (t , S (t ) ) = Ke − r (T −t ) N (n ) − S (t )N n − σ T − t
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan n seperti pada persamaan (4.3). Sedangkan nilai opsi put pada saat t = 0, dengan harga saham awal S(0), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
)
(
)
f ( 0, S (0) ) = Ke − rT N (n ) − S (0) N n − σ T atau dinyatakan sebagai p ( 0, S (0) ) = Ke − rT N (z ) − S (0) N z − σ T
dimana N adalah fungsi distribusi Normal (0,1) dan z seperti pada persamaan (4.6).
4.2. Model Nilai Opsi Menggunakan Present Value Nilai Harapan Selisih Harga Eksekusi dengan Harga Saham pada Waktu Jatuh Tempo 4.2.1. Opsi Call
Nilai opsi f (t ) , merupakan present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo T, sebagaimana
persamaan
f (T ) = ( S (T ) − K
)
+
(3.28).
Dimana,
untuk
. Sehingga nilai opsinya diperoleh
yang dirumuskan opsi
call
nilai
30
f (t ) = e − r (T −t ) E ( S (T ) − K
)
+
.
Dengan substitusi S (T ) dari persamaan (3.6), maka diperoleh f (t , S (t )) = e
− r (T −t )
⎛ 1 ⎞ ⎡ ⎤ E ⎜ S (t ) exp ⎢(r − σ 2 )(T − t ) + σ (W (T ) −W (t )) ⎥ − K ⎟ 2 ⎣ ⎦ ⎝ ⎠
( E ( ae
= e − r (T −t ) E S (t )e r (T −t )e = e − r (T −t )
2
b ξ − b2
−K
2
b ξ − b2
)
−K
)
+
+
(4.8) dengan b = σ T − t , dan ξ =
a = S (t )e r (T −t ) ,
W (T ) −W (t ) . T −t
(4.9)
Dimana ξ berdistribusi Normal dengan ⎛W (T ) −W (t ) ⎞ E (ξ ) = E ⎜ ⎟ T −t ⎝ ⎠ 1 E (W (T ) −W (t ) ) = T −t 1 E (W (T − t ) ) = T −t =0 dan ⎛W (T ) −W (t ) ⎞ var (ξ ) = var ⎜ ⎟ T −t ⎝ ⎠ 1 = var (W (T ) −W (t ) ) T −t 1 var (W (T − t ) ) = T −t 1 = (T − t ) = 1. T −t
Jika ϕ ( x ) adalah fungsi kepekatan peluang dari peubah acak ξ , maka
(
E ae
2
b ξ − b2
−K
)
+
∞
=
∫
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
(
ae
∞
=
∫
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
ae
bx −
bx −
b2 2
b2 2
)
− K ϕ ( x ) dx
ϕ ( x )dx − K
∞
∫
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
ϕ ( x )dx .
(4.10)
+
31
Dari persamaan (4.10), sebut ∞
2
∫
A=
ae
bx − b2
ϕ ( x )dx , dan B = K
∞
∫
ϕ ( x )dx .
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
Selanjutnya A dan B diselesaikan sebagai berikut: ∞
A=
∫
ae
bx −
b2 2
ϕ ( x )dx
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
a = 2π a = 2π =
=
a 2π a 2π
∞
∫
e
bx −
b2 2
e
−
x2 2
dx
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠ ∞
∫
e
bx −
b2 x2 − 2 2
dx
1⎛ K b ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠ 2
∞
∫
e
(
−
1 2 x − 2bx +b 2 2
−
1 ( x −b )2 2
)
dx
1⎛ K b ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠ 2
∞
∫
e
dx
1⎛ K b ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠ 2
misalkan η = x − b , maka d η = dx , dan batas bawah integrasi menjadi 1⎛ K b ⎞ ⎜ ln + ⎟ − b = b⎝ a 2 ⎠ 2
=
ln
K b2 + −b 2 a 2 b
1 ⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln − ⎟ . 2 ⎠ b⎝ a
Sehingga diperoleh A=
a 2π
∞
∫
e
−
1 2 η 2
dη
b ⎞ 1⎛ K − ⎜ ln ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠ 2
= a [ N (η ) ] 1 ⎛ ∞
K b2 ⎞ − ⎜ ln ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
⎡ = a ⎢N ( ∞ ) − N ⎣⎢
⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞ ⎞⎤ ⎜ ⎜ ln − ⎟ ⎟ ⎥ 2 ⎠ ⎠ ⎦⎥ ⎝b ⎝ a
32
⎡ = a ⎢1 − N ⎣⎢
⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞ ⎞⎤ ⎜ ⎜ ln − ⎟ ⎟ ⎥ 2 ⎠ ⎠ ⎦⎥ ⎝b ⎝ a
⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ = aN ⎜ ⎜ ln + ⎟ ⎟ 2 ⎠⎠ ⎝b ⎝ K
dan ∞
∫
B =K
ϕ ( x )dx
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠ ∞
= K ⎡⎣ N ( x ) ⎤⎦ 1 ⎛ ln K + b 2 ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ b⎝
a
2 ⎠
⎡ ⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞ ⎞⎤ = K ⎢ N ( ∞ ) − N ⎜ ⎜ ln + ⎟ ⎟ ⎥ 2 ⎠ ⎠ ⎦⎥ ⎝b ⎝ a ⎣⎢ ⎡ ⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞ ⎞⎤ = K ⎢1 − N ⎜ ⎜ ln + ⎟ ⎟ ⎥ 2 ⎠ ⎠ ⎦⎥ ⎝b ⎝ a ⎣⎢ ⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ = KN ⎜ ⎜ ln − ⎟ ⎟ . 2 ⎠⎠ ⎝b ⎝ K Dari hasil A dan B maka persamaan (4.10) menjadi
(
E ae
2
b ξ − b2
−K
)
+
⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ = aN ⎜ ⎜ ln + ⎟ ⎟ − KN 2 ⎠⎠ ⎝b ⎝ K
⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ ⎜ ⎜ ln − ⎟ ⎟ 2 ⎠⎠ ⎝b ⎝ K
(4.11)
Dengan substitusi (4.11) ke persamaan (4.8), diperoleh ⎡ ⎛1⎛ ⎛1⎛ a b 2 ⎞⎞ a b 2 ⎞ ⎞⎤ ln − + − f (t , S (t ) ) = e − r (T −t ) ⎢ aN ⎜ ⎜ ln K N ⎜ ⎜ ⎟ ⎟ ⎥ .(4.12) ⎟⎟ 2 ⎠⎠ 2 ⎠ ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ ⎝b ⎝ K ⎝b ⎝ K Substitusi a dan b dari persamaan (4.9) ke persamaan (4.12), diperoleh ⎛ S (t )e r (T −t ) σ 2 (T − t ) ⎞ + ⎜ ln ⎟ K 2 f (t , S (t ) ) = e − r (T −t )S (t )e r (T −t ) N ⎜ ⎟ σ T −t ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ ⎠ r (T −t ) 2 ⎛ S (t )e σ (T − t ) ⎞ − ln ⎜ ⎟ K 2 − Ke − r (T −t ) N ⎜ ⎟ σ T −t ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ ⎠
33
⎛ S (t ) ⎛ 1 2⎞ ⎞ ⎜ ln K + ⎜ r + 2 σ ⎟ (T − t ) ⎟ ⎝ ⎠ ⎟ = S (t )N ⎜ T − t σ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ S (t ) ⎛ 1 2⎞ ⎞ ⎜ ln K + ⎜ r − 2 σ ⎟ (T − t ) ⎟ ⎝ ⎠ ⎟ − Ke − r (T −t ) N ⎜ σ T −t ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠
(4.13)
dimana N adalah fungsi distribusi Normal (0,1). Persamaan (4.13) dapat juga dinyatakan sebagai
(
)
f (t , S (t ) ) = S (t )N −n + σ T − t − Ke − r (T −t ) N (− n )
(4.14)
dengan n seperti pada persamaan (4.3). Dengan demikian nilai opsi call pada saat t dengan harga saham S(t), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
)
(
)
f (t , S (t ) ) = S (t )N −n + σ T − t − Ke − r (T −t ) N (− n ) atau dinyatakan sebagai c (t , S (t ) ) = S (t )N − n + σ T − t − Ke − r (T −t ) N (− n )
(4.15)
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan n seperti pada persamaan (4.3), yaitu − ln n=
S (t ) ⎛ 1 ⎞ − ⎜ r − σ 2 ⎟ (T − t ) K 2 ⎠ ⎝ σ T −t
Sedangkan nilai opsi call pada saat t = 0, dengan harga saham awal S(0), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
c ( 0, S (0) ) = S (0) N − z + σ T
)− Ke
− rT
N (− z )
(4.16)
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan z seperti pada persamaan (4.6), yaitu
− ln z =
1 ⎞ S (0) ⎛ − ⎜ r − σ 2 ⎟T 2 ⎠ K ⎝ σ T
34
4.2.2. Opsi Put
Untuk menentukan nilai opsi put menggunakan present value nilai harapan selisih harga eksekusi dengan harga saham pada waktu jatuh tempo T, dapat dilakukan dengan cara serupa dengan mencari nilai opsi call, dengan memperhatikan nilai opsi yang dirumuskan sebagaimana persamaan (3.28). Dimana, untuk opsi put nilai f (T ) = ( K − S (T ) ) . Sehingga nilai opsinya +
diperoleh
f (t ) = e − r (T −t ) E ( K − S (T
))
+
Dengan substitusi S (T ) dari persamaan (3.6), maka diperoleh
f (t , S (t ) ) = e
− r (T −t )
⎛ 1 ⎡ ⎤⎞ E ⎜ K − S (t ) exp ⎢ ( r − σ 2 )(T − t ) + σ (W (T ) −W (t )) ⎥ ⎟ 2 ⎣ ⎦⎠ ⎝
( E ( K − ae )
= e − r (T −t ) E K − S (t )e r (T −t )e = e − r (T −t )
2
b ξ − b2
2
b ξ − b2
)
+
+
(4.17) dengan b = σ T − t , dan ξ =
a = S (t )e r (T −t ) ,
W (T ) −W (t ) . T −t
(4.18)
Dimana ξ berdistribusi Normal (0,1). Jika ϕ ( x ) adalah fungsi kepekatan peluang dari peubah acak ξ , maka
(
E K − ae
2
b ξ − b2
)= +
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
=K
∫
−∞
( K − ae )ϕ ( x )dx
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
2
bx − b2
ϕ ( x )dx −
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
−∞
∫
2
ae
bx − b2
ϕ ( x )dx
−∞
Dari persamaan (4.19), sebut
A =K
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
−∞
ϕ ( x )dx , dan B =
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
ae
−∞
Selanjutnya A dan B diselesaikan sebagai berikut:
bx −
b2 2
ϕ ( x )dx
(4.19)
+
35
A =K
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
ϕ ( x )dx
−∞
= K ⎡⎣ N ( x ) ⎤⎦
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠ −∞
⎡ ⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞⎞ ⎤ = K ⎢ N ⎜ ⎜ ln + ⎟ ⎟ − N ( −∞ ) ⎥ 2 ⎠⎠ ⎢⎣ ⎝ b ⎝ a ⎥⎦ ⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞⎞ = KN ⎜ ⎜ ln + ⎟ ⎟ 2 ⎠⎠ ⎝b ⎝ a ⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ = KN ⎜ − ⎜ ln − ⎟ ⎟ 2 ⎠⎠ ⎝ b⎝ K
dan
B =
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
2
ae
bx − b2
ϕ ( x )dx
−∞
a = 2π a = 2π a = 2π
1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
e
bx −
b2 x2 − 2 2
dx
−∞ 1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
e
(
−
1 2 x − 2bx +b 2 2
−
1 ( x −b )2 2
)
dx
−∞ 1⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln + ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
∫
e
dx
−∞
misalkan η = x − b , maka d η = dx , dan batas atas integrasi menjadi 1⎛ K b ⎜ ln + b⎝ a 2
2
⎞ ⎟ −b = ⎠ =
Sehingga diperoleh
ln
K b2 + −b 2 a 2 b
1 ⎛ K b2 ⎞ ⎜ ln − ⎟ b⎝ a 2 ⎠
36
1⎛ K b2 ⎞ − ⎜ ln ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
a B = 2π
∫
e
−
1 2 η 2
dη
−∞ 1⎛ K b2 ⎞ − ⎜ ln ⎟ b ⎜⎝ a 2 ⎟⎠
= a [ N (η ) ]−∞ ⎡ = a ⎢N ⎢⎣ ⎡ = a ⎢N ⎣⎢
⎤ ⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞⎞ ⎜ ⎜ ln − ⎟ ⎟ − N ( −∞ ) ⎥ 2 ⎠⎠ ⎥⎦ ⎝b ⎝ a ⎛ 1 ⎛ K b 2 ⎞ ⎞⎤ ⎜ ⎜ ln − ⎟ ⎟ ⎥ 2 ⎠ ⎠ ⎦⎥ ⎝b ⎝ a
⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ = aN ⎜ − ⎜ ln + ⎟ ⎟ . 2 ⎠⎠ ⎝ b⎝ K Dari hasil A dan B maka persamaan (4.19) menjadi
(
E K − ae
2
b ξ − b2
)
+
⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ ⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ = KN ⎜ − ⎜ ln − ⎟ ⎟ − aN ⎜ − ⎜ ln + ⎟ ⎟ . 2 ⎠⎠ 2 ⎠⎠ ⎝ b⎝ K ⎝ b⎝ K
(4.20)
Dengan substitusi (4.20) ke persamaan (4.17) diperoleh ⎡ ⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞⎞ ⎛ 1 ⎛ a b 2 ⎞ ⎞⎤ f (t , S (t ) ) = e − r (T −t ) ⎢ KN ⎜ − ⎜ ln − ⎟ ⎟ − aN ⎜ − ⎜ ln + ⎟ ⎟ ⎥ . 2 ⎠⎠ 2 ⎠ ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ ⎝ b⎝ K ⎝ b⎝ K
(4.21)
Substitusi a dan b dari persamaan (4.18) ke persamaan (4.21) diperoleh 2 ⎛ S (t )e r (T − t ) σ (T − t ) ⎞ − ⎜ ln ⎟ K 2 ⎟ f (t , S (t ) ) = K e − r (T −t ) N ⎜ − σ T −t ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ 2 ⎛ S (t )e r (T −t ) σ (T − t ) ⎞ + ⎜ ln ⎟ K 2 ⎟ − e − r (T −t ) S (t )e r (T −t ) N ⎜ − σ T −t ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ σ2⎞ S (t ) ⎛ +⎜r − ⎜ ln ⎟ (T − t ) ⎟ 2 ⎠ K ⎝ ⎟ = K e − r (T −t ) N ⎜ − ⎜ ⎟ σ T −t ⎟ ⎜ ⎝ ⎠
⎛ ⎞ σ2⎞ S (t ) ⎛ +⎜r + ⎜ ln ⎟ (T − t ) ⎟ 2 ⎠ K ⎝ ⎟. − S (t ) N ⎜ − ⎜ ⎟ σ T −t ⎜ ⎟ ⎝ ⎠
Persamaan (4.22) dapat dinyatakan sebagai
(4.22)
37
(
f (t , S (t ) ) = Ke − r (T −t ) N ( n ) − S (t ) N n − σ T − t
)
(4.23)
dengan n seperti pada persamaan (4.3). Dengan demikian nilai opsi put pada saat t dengan harga saham S(t), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
)
(
)
f (t , S (t ) ) = Ke − r (T −t ) N (n ) − S (t )N n − σ T − t atau dinyatakan sebagai p (t , S (t ) ) = Ke − r (T −t ) N (n ) − S (t )N n − σ T − t
(4.24)
dengan N adalah fungsi distribusi Normal (0,1), dan n seperti pada persamaan (4.3). Sedangkan nilai opsi put pada saat t = 0, dengan harga saham awal S(0), waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi K adalah
(
p ( 0, S (0) ) = Ke − rT N (z ) − S (0)N z − σ T
)
(4.25)
dimana N adalah fungsi distribusi Normal (0,1) dan z seperti pada persamaan (4.6).
4.3. Ilustrasi Model Nilai Opsi
Ilustrasi model nilai opsi dilakukan dengan mengambil beberapa contoh kasus kontrak opsi. Selanjutnya diselesaikan dengan bantuan Software MATLAB 6.5, untuk menentukan nilai opsi call dan opsi put. Dalam pembuatan program penentuan nilai opsi, diperlukan algoritma sebagai berikut : 1. Input data berupa waktu jatuh tempo (T), harga eksekusi (K), suku bunga (r), volatilitas (σ ) , waktu observasi (t), dan harga saham pada waktu t (S). 2. Jika (T − t ) ≤ 0 Opsi kedaluwarsa (input diulang) 3. Jika (T − t ) > 0 3.1. Menentukan nilai n seperti pada persamaan (4.3). 3.2. Menentukan nilai N1 yang merupakan nilai fungsi distribusi
(
)
normal baku N −n + σ T − t . 3.3. Menentukan nilai N2 yang merupakan nilai fungsi distribusi normal baku N ( −n ) .
38
3.4. Menentukan nilai N3 yang merupakan nilai fungsi distribusi
(
)
normal baku N n − σ T − t . 3.5. Menentukan nilai N4 yang merupakan nilai fungsi distribusi normal baku N ( n ) . 3.6. Menentukan nilai opsi call dan opsi put, dengan menggunakan persamaan
(
)
c = S (t )N − n + σ T − t − Ke − r (T −t ) N (−n )
(
p = Ke − r (T −t ) N (n ) − S (t )N n − σ T − t
)
Contoh perhitungan nilai opsi call dan opsi put
Pada tanggal 1 Pebruari 2007, dilakukan kontrak opsi terhadap saham, ketika harga saham Rp 8.000,00, dengan harga eksekusi Rp 7.900,00, tingkat suku bunga sebesar 8%, volatilitas 35%, dan waktu jatuh tempo pada tanggal 1 Agustus 2007. Akan ditentukan nilai opsi call dan nilai opsi put. Dengan menggunakan Software MATLAB 6.5, dan menjalankan program untuk menghitung nilai opsi call dan nilai opsi put dengan listing seperti pada lampiran E, serta memasukkan nilai-nilai parameter T , K , t , S , r , dan σ yang sesuai, maka diperoleh hasil sebagai berikut: NILAI OPSI CALL DAN NILAI OPSI PUT _____________________________________________________________ Input : Out Put : Waktu jatuh tempo (T)=(tahun) 0.5
Nilai opsi call = 989.726
Harga eksekusi (K) = 7900
Nilai opsi put = 579.962
Waktu t tertentu (t) =(tahun) 0 Harga saham pada saat t (S) = 8000 Suku bunga (r) = 0.08 Nilai volatilitas ( σ ) = 0.35
Jadi diperoleh nilai opsi call sebesar Rp 989,73 Rp 579,96.
Contoh kasus 1
dan nilai opsi put sebesar g
39
Suatu kontrak opsi untuk enam bulan dilakukan ketika harga saham Rp 8.000,00, dengan harga eksekusi Rp 7.900,00, tingkat suku bunga sebesar 8%, dan volatilitas 25%. Untuk beberapa nilai S(0), diperoleh nilai opsi yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai opsi call dan opsi put dengan parameter T = 0,5 , K = 7.900 , t = 0 , r = 0, 08, dan σ = 0, 35 S(0) 7.500 7.750 7.900 8.000 8.100 8.300 Call
698,80
837,91
927,52
989,73
1.053,83
1.187,53
Put
789,04
678,15
617,76
579,96
544,07
477,76
Dari ilustrasi tersebut diperoleh hubungan antara nilai opsi dengan harga saham, yang dapat digambarkan oleh grafik pada Gambar 1.
Gambar 1 Hubungan antara nilai opsi dengan harga saham, dengan parameter T = 0, 5 , K = 7.900 , t = 0 , r = 0, 08, dan σ = 0, 35. Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi harga saham pada suatu waktu maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put akan semakin rendah. Sesuai dengan teori dari model nilai opsi call yang diperoleh pada pembahasan yaitu :
(
c = S (0) N − z + σ T
) − Ke
− rT
N (− z )
terlihat bahwa S (0) merupakan faktor dari suku yang dikurangi (suku yang bertanda positif) dan nilai fungsi distribusi normal selalu positif, sehingga semakin tinggi nilai S (0) maka semakin tinggi nilai suku yang dikurangi. Akibatnya opsi call semakin tinggi. Sedangkan model untuk opsi put yaitu :
(
p = Ke − rT N (z ) − S (0)N z − σ T
)
40
Dari model nilai opsi put tampak bahwa S (0) merupakan faktor dari suku pengurang (suku yang bertanda negatif). Sehingga semakin besar nilai S (0) , maka semakin besar nilai suku pengurangnya. Akibatnya nilai opsi put semakin rendah.
Contoh kasus 2
Suatu kontrak opsi untuk sembilan bulan dilakukan ketika
harga saham
Rp 190,00, dengan harga eksekusi Rp 200,00, tingkat suku bunga sebesar 8%, dan volatilitas 25%. Untuk beberapa nilai K yang berbeda diperoleh nilai opsi yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai opsi call dan opsi put dengan harga eksekusi, dengan parameter T = 0, 75 , S = 190 , t = 0 , r = 0, 08, dan σ = 0, 25 175 190 200 210 220 225 K Call
31,06
22,04
17,15
13,11
9,88
8,52
Put
5,87
10,97
15,50
20,88
27,06
30,41
Dari ilustrasi tersebut diperoleh hubungan antara nilai opsi dengan harga eksekusi, yang dapat digambarkan oleh grafik pada Gambar 2.
Gambar 2 Hubungan antara nilai opsi dengan harga eksekusi, dengan parameter T = 0, 75 , S = 190 , t = 0 , r = 0, 08, dan σ = 0, 25. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi harga eksekusi maka nilai opsi call akan semakin rendah, sedangkan nilai opsi put akan semakin tinggi. Sesuai dengan teori dari model nilai opsi call, terlihat bahwa K merupakan faktor dari suku yang bertanda negatif dan nilai fungsi distribusi normal selalu positif, sehingga semakin tinggi nilai K maka semakin tinggi nilai suku yang bertanda
41
negatif. Akibatnya opsi call semakin rendah. Sedangkan dari model nilai opsi put tampak bahwa K merupakan faktor dari suku yang bertanda positif. Sehingga semakin besar nilai K , maka semakin besar nilai suku yang bertanda positif. Akibatnya nilai opsi put semakin tinggi.
Contoh kasus 3
Suatu kontrak opsi untuk satu tahun dilakukan ketika harga saham Rp 4.500,00, dengan harga eksekusi Rp 4.500,00, tingkat suku bunga sebesar 8%, volatilitas 30%. Untuk beberapa waktu jatuh tempo (T) yang berbeda diperoleh nilai opsi yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai opsi call dan opsi put dengan parameter K = 4.500 , S = 4.500 , t = 0 , r = 0, 08 dan σ = 0, 3 T (th) 2/12 3/12 6/12 8/12 9/12 12/12 Call
249,37
313,28
467,47
554,15
594,51
707,01
Put
189,77
224,18
291,02
320,43
332,45
361,03
Dari ilustrasi tersebut diperoleh hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, yang dapat digambarkan oleh grafik pada Gambar 3.
Gambar 3 Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter K = 4.500 , S = 4.500 , t = 0 , r = 0, 08 dan σ = 0, 3. Dari Gambar 3, yang menunjukkan hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo pada kondisi nilai S = K, diperoleh informasi bahwa semakin lama waktu jatuh tempo maka nilai opsi call dan opsi put akan semakin tinggi.
Contoh kasus 4
42
Suatu kontrak opsi dilakukan ketika harga saham Rp 4.500,00, dengan harga eksekusi Rp 5.000,00, tingkat suku bunga sebesar 8%, volatilitas 30%. Untuk beberapa waktu jatuh tempo, hubungan nilai opsi dengan waktu jatuh tempo dapat digambarkan dengan grafik pada Gambar 4.
G ambar 4 Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter S = 4.500 , K = 5.000 , t = 0 , r = 0, 08, dan σ = 0, 3. Dari Gambar 4, yang menunjukkan hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo pada kondisi nilai S < K, diperoleh informasi bahwa semakin lama waktu jatuh tempo maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put terjadi penurunan sampai nilai T tertentu, kemudian meningkat.
Contoh kasus 5
Suatu kontrak opsi dilakukan ketika harga saham Rp 4.500,00, dengan harga eksekusi Rp 5.400,00, tingkat suku bunga sebesar 8%, volatilitas 30%. Untuk beberapa waktu jatuh tempo, hubungan nilai opsi dengan waktu jatuh tempo dapat digambarkan dengan grafik pada Gambar 5.
43
Gambar 5 Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter S = 4.500 , K = 5.400 , t = 0 , r = 0, 08, dan σ = 0, 3. Dari Gambar 5, yang menunjukkan hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo pada kondisi nilai S < K dengan selisih lebih besar, diperoleh informasi bahwa semakin lama waktu jatuh tempo maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put akan semakin rendah. Hal ini disebabkan semakin lama waktu jatuh tempo suatu opsi, mengakibatkan ketidakpastian harga saham sehingga dengan penetapan harga eksekusi yang terlalu tinggi, harga saham mungkin mengalami kenaikan selama umur opsi. Sehingga nilai opsi put menjadi turun untuk waktu jatuh tempo yang semakin lama. Contoh kasus 6
Suatu kontrak opsi dilakukan ketika harga saham Rp 4.500,00, dengan harga eksekusi Rp 4.000,00, tingkat suku bunga sebesar 8%, volatilitas 30%. Untuk beberapa waktu jatuh tempo, hubungan nilai opsi dengan waktu jatuh tempo dapat digambarkan dengan grafik pada Gambar 6.
Gambar 6 Hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo, dengan parameter S = 4.500 , K = 4.000 , t = 0 , r = 0, 08, dan σ = 0, 3. Dari Gambar 6, yang menunjukkan hubungan antara nilai opsi dengan waktu jatuh tempo pada kondisi nilai S > K, diperoleh informasi bahwa semakin lama waktu jatuh tempo maka nilai opsi call dan opsi put akan semakin tinggi. Dari Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6, diperoleh informasi bahwa semakin lama waktu jatuh tempo, nilai opsi baik call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put tidak memiliki kecenderungan tertentu yang sama, melainkan tergantung pada parameter lain.
44
Sesuai dengan teori dari model opsi call, bahwa penambahan nilai T akan menyebabkan penurunan nilai e − rT yang merupakan faktor dari suku yang bertanda negatif. Namun perubahan nilai T juga menyebabkan perubahan nilai
(
fungsi distribusi normal N −z + σ T dan
N ( −z )
(
)
faktor
dari
suku
)
faktor dari suku yang bertanda positif yang
bertanda
negatif.
Karena
N −z + σ T ≥ N ( − z ) , sehingga peningkatan nilai T cenderung meningkatkan nilai suku yang bertanda positif. Akibatnya nilai opsi call cenderung meningkat, sedangkan untuk model opsi put penambahan
nilai T
akan menyebabkan
penurunan nilai e − rT yang merupakan faktor dari suku yang bertanda positif. Namun perubahan nilai T juga menyebabkan perubahan nilai fungsi distribusi
(
normal N z − σ T
)
faktor dari suku yang bertanda negatif dan N ( z ) faktor
dari suku yang bertanda positif. Karena
(
)
N z − σ T ≤ N ( z ) , maka
peningkatan nilai T cenderung menurunkan nilai suku yang bertanda negatif. Sehingga baik suku yang bertanda positif maupum suku yang bertanda negatif mengalami penurunan. Dimana tingkat penurunan dari suku yang bertanda positif tergantung juga kepada besarnya nilai K, dan tingkat penurunan dari suku yang bertanda negatif tergantung juga kepada besarnya nilai S(0). Akibatnya hubungan nilai opsi put dengan waktu jatuh tempo tidak memiliki kecenderungan tertentu yang sama, melainkan tergantung pada parameter lain.
Contoh kasus 7
Suatu kontrak opsi untuk satu tahun dilakukan ketika harga saham Rp 5.000,00, dengan harga eksekusi Rp 5.000,00, dan volatilitas 30%. Untuk beberapa tingkat suku bunga yang berbeda diperoleh nilai opsi call dan opsi put yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai opsi call dan opsi put dengan suku bunga, dengan parameter T = 1 , S = 5.000 , K = 5.000 , t = 0 , dan σ = 0, 3 0.03
0.05
0.08
0.1
0.13
Call
644,17
711,56
785,57
836,71
915,88
970,27
Put
516,34
467,71
401,15
360,89
306,36
273,68
r
0.15
45
Dari ilustrasi tersebut diperoleh hubungan antara nilai opsi dengan suku bunga, yang dapat digambarkan oleh grafik pada Gambar 7.
Gambar 7 Hubungan antara nilai opsi dengan suku bunga, dengan parameter T = 1 , S = 5.000 , K = 5.000 , t = 0 , dan σ = 0, 3. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suku bunga maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put akan semakin rendah. Sesuai dengan teori dari model nilai opsi call yang diperoleh pada pembahasan terlihat bahwa nilai r merupakan pangkat dari eksponen bertanda negatif. Akibatnya semakin tinggi nilai r, maka nilai e − rT semakin kecil. Sehingga nilai suku yang bertanda negatif semakin kecil, berakibat pada peningkatan nilai opsi call. Sedangkan model nilai opsi put tampak bahwa semakin kecil nilai e − rT , maka nilai suku yang bertanda positif semakin kecil. Akibatnya nilai opsi put semakin rendah.
Contoh kasus 8
Suatu kontrak opsi untuk satu tahun dilakukan ketika harga saham Rp 5.000,00 dengan harga eksekusi Rp 5.000,00, dan tingkat suku bunga 8%. Untuk beberapa nilai volatilitas yang berbeda diperoleh nilai opsi call dan opsi put yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai opsi call dan opsi put dengan suku bunga, dengan parameter T = 1 , S = 5.000 , K = 5.000 , t = 0 , dan r = 0, 08
σ
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.5
Call
605,29
694,61
785,57
877,29
969,32
1.153,19
Put
220,87
310,19
401,15
492,87
584,90
768,77
46
Dari ilustrasi tersebut diperoleh hubungan antara nilai opsi dengan volatilitas, yang dapat digambarkan oleh grafik pada Gambar 8.
Gambar 8 Hubungan antara nilai opsi dengan volatilitas, dengan parameter T = 1 , S = 5.000 , K = 5.000 , t = 0 , dan r = 0, 08. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai volatilitas maka nilai opsi call dan opsi put akan semakin tinggi. Sesuai dengan teori dari model nilai opsi call yang diperoleh pada pembahasan terlihat bahwa peningkatan nilai
σ akan meningkatkan nilai dari fungsi distribusi normal yang merupakan faktor dari suku yang bertanda positif. Sehingga nilai opsi call semakin tinggi. Demikian juga untuk model nilai opsi put tampak bahwa semakin tinggi nilai σ akan menurunkan nilai dari fungsi distribusi normal yang merupakan faktor dari suku yang bertanda negatif. Sehingga nilai opsi put semakin tinggi.
BAB 5 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pemodelan nilai opsi dengan menggunakan persamaan diferensial penentuan harga suatu aset turunan dan menggunakan pendekatan present value nilai harapan dari selisih harga eksekusi dengan harga saham (underlying asset) pada waktu jatuh tempo diperoleh model nilai opsi yang sama, yaitu : 1. Nilai opsi call dengan harga awal saham S ( 0 ) , waktu jatuh tempo T, harga eksekusi K, suku bunga r, dan volatilitas σ adalah
(
)
c = S ( 0 ) N − z + σ T − Ke − rT N ( − z ) dengan N adalah fungsi distribusi normal (0,1), dan − ln z =
1 ⎞ S (0) ⎛ − ⎜ r − σ 2 ⎟T 2 ⎠ K ⎝ . σ T
Dengan kata lain, nilai opsi call adalah selisih antara perkalian harga awal saham dan suatu fungsi distribusi kumulatif normal baku pada titik −z + σ T dengan perkalian harga eksekusi dan eksponensial negatif rT dan fungsi distribusi kumulatif normal baku pada titik −z . 2. Nilai opsi put dengan harga awal saham S ( 0 ) , waktu jatuh tempo T, harga eksekusi K, suku bunga r, dan volatilitas σ adalah
(
p = Ke − rT N ( z ) − S ( 0 ) N z − σ T
)
dengan N adalah fungsi distribusi normal (0,1). Dengan kata lain, nilai opsi put adalah selisih antara perkalian harga eksekusi dan eksponensial negatif rT
dan fungsi distribusi kumulatif normal baku pada titik z
dengan
perkalian harga awal saham dan suatu fungsi distribusi kumulatif normal baku pada titik z − σ T . Selanjutnya dari hasil simulasi diperoleh informasi tentang pengaruh perubahan harga awal saham, harga eksekusi, waktu jatuh tempo, volatilitas, dan suku bunga terhadap nilai opsi sebagai berikut: 1. Semakin tinggi harga saham pada waktu kontrak opsi maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put akan semakin rendah.
48
2. Semakin tinggi harga eksekusi, maka nilai opsi call akan semakin rendah, sedangkan nilai opsi put akan semakin tinggi. 3. Semakin lama waktu jatuh tempo, maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put tidak memiliki kecenderungan tertentu yang sama, melainkan tergantung pada parameter lain. 4. Semakin tinggi suku bunga, maka nilai opsi call akan semakin tinggi, sedangkan nilai opsi put akan semakin rendah. 5. Semakin tinggi nilai volatilitas, maka nilai opsi call dan opsi put akan semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Baxter M, Rennie A. 1997. Financial Calculus: An Introduction to Derivative Pricing. Cambridge: Cambridge Univercity Press. Black F, Scholes M. 1973. The Pricing of Options and Corporate Liabilities. Journal of Political Economy. 81: 637-654. Figlewski S, Skibber WL, Subrahmayam MG. 1990. Financial Options: from Theory to Practice. New York: Solomon Brothers for The Study of Financial Institutions. Ghahramani S. 2000. Fundamentals of Probability. New Jersey: Prentice Hall. Gihman II, Skorohod AV. 1972. Stochastic Differential Equations. New York: Springer-Verlag. Grimmett GR, Stirzaker DR. 1992. Probability and Random Process. Oxford: Clarendon Press. Hogg RV, McKean JW, Craig AT. 2005. Introduction to Mathematical Statistics. New Jersey: Prentice Hall. Hull JC. 2003. Options, Futures, and Other Derivatives. Canada: Pearson Education. Malliaris AG, Brock WA. 1982. Stochastic Methods in Economics and Finance. Amsterdam: North-Holland Publishing Company. Ross SM. 1996. Stochastic Process. New York: John Wiley & Sons Inc. Shiryaev AN. 1997. Essentials of Stochastic Finance: (Facts, Models, Theory). New York: Academic Press. Stampfli J, Goodman V. 2001. The Mathematics of Finance: Modeling and Hedging. Pacific Grove: Brooks/Cole. Strauss WA. 1992. Partial Differential Equations: An Introduction, New York: John Wiley & Sons Inc. Wilmott P, Howison S, Dewynne J. 1997. The Mathematics of Financial Derivatives (A Student Introduction), Cambridge: Cambridge Univercity Press.
LAMPIRAN
50
Lampiran A Bukti E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ = 3 (t n ( k +1) − t nk 4
)
2
W (t ) proses wiener baku, maka W (t ) mempunyai inkremen stasioner. Sehingga
( =W ( ⎡⎣0, t
W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) =W ⎡⎣t nk , t n ( k +1) ⎤⎦ n ( k +1)
− t nk ⎤⎦
=W (t n ( k +1) − t nk
(
)) = 0 − t )) = t
)
)
)
E W (t n ( k +1) − t nk
(
var W (t n ( k +1)
nk
n ( k +1)
− t nk
(
E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ = E W (t n ( k +1) − t nk 4
))
4
= ⎡ M W(4)(t (s ) ⎤ n ( k +1) −t nk ) ⎣⎢ ⎦⎥ s =0
M W (t
n ( k +1) −t nk
' W t n ( k +1) −t nk
M (
'' W t n ( k +1) −t nk
M (
(3) W t n ( k +1) −t nk
M (
)
(s ) = e
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
(lihat Lampiran B)
−t )s 2 (t d n ( k +1)2 nk (s ) = e ) ds (t n ( k +1) −t nk )s 2 2 =e (t n ( k +1) − t nk ) s
) )
(s ) = e (s ) = e
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
(t (t
+ (t n ( k +1) − t nk =e
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
(t
n ( k +1)
n ( k +1)
)
2
− t nk
)
− t nk
)
2
3
s + (t n ( k +1) − t nk ) e
(t n ( k +1) −t nk )s 2
2
s + 2 (t n ( k +1) − t nk 3
)
2
2
(t n ( k +1) −t nk )s 2
se
2
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
se
n ( k +1)
− t nk
)
3
s + 3 (t n ( k +1) − t nk 3
)
2
(t n ( k +1) −t nk )s 2
se
2
51
M W(4)(t
n ( k +1) −t nk
)
(s ) = e
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
(t
n ( k +1)
+ 3 (t n ( k +1) − t nk = (t n ( k +1) − t nk
)
4
n ( k +1) −t nk
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
e
4
2
s e
)
2
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
e
(0) = 0 + 0 + 3 (t n ( k +1) − t nk )
)
2
Jadi
E ⎡⎣W (t n ( k +1) ) −W (t nk ) ⎤⎦ = 3 (t n ( k +1) − t nk 4
s 4 + 3 (t n ( k +1) − t nk
(t n ( k +1) −t nk )s 2
+ 3 (t n ( k +1) − t nk M W(4)(t
)
2
)
− t nk
4
)
2
)
(t n ( k +1) −t nk )s 2
3
+ 3 (t n ( k +1) − t nk
)
+ 6 (t n ( k +1) − t nk
)
3
s 2e
3
2
(t n ( k +1) −t nk )s 2
s 2e
2
(t n ( k +1) −t nk )s 2 2
s e
2
52
Lampiran B Fungsi Pembangkit Momen dari X (t ) ~ N (0, t )
Misalkan Y peubah acak normal baku. Fungsi pembangkit momen dari Y adalah : M Y (s ) = E (e sY
)
∞
=
sy ∫ e f ( y )dy =
−∞
1 = 2π 1 = 2π
∞
∫e
2 sy − y
−∞ ∞
∫e
(s
2
2
∞
sy ∫e
−∞
1 −y 2 2 e dy 2π
1 dy = 2π
− ( y −s )2
)
∞
∫e
(2 sy − y 2 ) 2
dy
−∞
∞
2
−∞
− ( y −s )2 1 s2 2 2 dy = e ∫e dy 2π −∞
Misalkan u = y − s , maka du = dy . Sehingga M Y (s ) = e
s2
=e
2
s2
1 2π
∞
∫e
−u 2
2
du
−∞
2
Untuk X (t ) ~ N ( μ , σ 2 ) , fungsi pembangkit momen dari X (t ) ditentukan sebagai berikut : Ambil Y =
(X (t ) − μ )
σ
, sehingga Y ~ N (0,1) dan X (t ) = σY + μ .
M X (t ) (s ) = E (e sX (t ) ) = E (e s (σY + μ ) ) = e μs E (e sσY
)
⎛1 ⎞ = e μs M Y (σ s ) = e μs exp ⎜ s 2σ 2 ⎟ ⎝2 ⎠ 1 ⎛ ⎞ = exp ⎜ μ s + s 2σ 2 ⎟ 2 ⎝ ⎠ Jika X (t ) ~ N (0, t ) , maka fungsi pembangkit momen dari X (t ) adalah 1 ⎛ ⎞ M X (t ) (s ) = exp ⎜ 0s + s 2t ⎟ 2 ⎝ ⎠
( 2)
2 = exp ts
53
Lampiran C n −1
Bukti
∑ (t k =0
n −1
∑ (t k =0
n ( k +1)
n ( k +1)
− t nk ) 2 ≤ maks (t n ( k +1) − t nk )(t 2 − t 1 ) k
− t nk ) 2 = (t n 1 − t n 0 )(t n 1 − t n 0 ) + (t n 2 − t n 1 )(t n 2 − t n 1 ) + ... + (t nn − t n ( n −1) )(t nn − t n ( n −1) ) ≤ maks (t n ( k +1) − t nk k
) (t − t ) + maks (t − t )(t − t ) − t )(t − t + t − t + t − t ) (t − t ) − t ) (t − t )
+ maks (t n ( k +1) k
= maks (t n ( k +1) k
= maks (t n ( k +1) k
= maks (t n ( k +1) k
n1
nk
n0
n ( k +1)
k
− t nk
) (t
n2
− t n 1 ) + ...
n ( n −1)
nn
nk
n1
n0
nk
nn
n0
nk
2
1
n2
n1
n3
− t n 2 + ... + t nn − t n ( n −1) )
54
Lampiran D SOLUSI PERSAMAAN PANAS
Diberikan suatu persamaan panas V t = kV xx
(D.1)
dengan V (0, x ) = h ( x )
(D.2)
Dalam menyelesaikan persamaan panas (D.1) akan digunakan lima sifat dasar invariance dari persamaan panas, yaitu : 1. Bentuk V ( x − y , t ) dari sembarang solusi V ( x , t ) adalah suatu solusi untuk sembarang y. 2. Setiap turunan (V x atau V t atau V xx , dsb) dari suatu solusi juga suatu solusi. 3. Suatu kombinasi linier dari solusi (D.1) juga merupakan solusi daari (D.1). 4. Integral dari suatu solusi adalah solusi juga. Jadi jika S ( x , t ) adalah solusi dari (D.1), maka S ( x − y , t ) juga solusi dan ∞
U (x , t ) =
∫ S (x − y , t ) g ( y )dy , untuk sembarang fungsi g ( y )
−∞
juga merupakan suatu solusi. 5. Jika V ( x , t ) adalah suatu solusi dari (D.1), maka fungsi dilatasi V
(
)
ax , at juga solusi, untuk a > 0 .
Untuk menyelesaikan persamaan panas (D.1) dapat dilakukan langkah sebagai berikut : Misalkan Q ( x , t ) adalah solusi khusus (particular solution) yang memenuhi syarat awal Q (x , 0) = 1, untuk x > 0 Q (x , 0) = 0, untuk x < 0
Dan misalkan Q ( x , t ) = g ( p ) dimana p =
(D.3) x 4kt
dengan g adalah fungsi yang hanya satu variable. Qt =
dg ∂p 1 =− dp ∂t 2t
x 1 g '( p ) = − pg '( p ) 2t 4kt
(D.4)
55
dg ∂p 1 = g '( p ) dp ∂x 4kt dQ x ∂p 1 = = g "( p ) dp ∂x 4kt
Qx = Q xx
1⎛ 1 1 ⎞ Qt − kQ xx = ⎜ − pg '( p ) − k g "( p ) ⎟ = 0 t⎝ 2 4k ⎠ 1 ⇔ ( −2 pg '( p ) − g "( p ) ) = 0 t Sehingga diperoleh g "( p ) + 2 pg '( p ) = 0
⇔ g "( p ) = −2 pg '( p ) dg '( p ) ⇔ = −2 pg '( p ) dp dg '( p ) ⇔ = −2 pdp g '( p ) ⇔∫
dg '( p ) = −2 ∫ pdp g '( p )
⇔ ln ( g '( p ) ) = − p 2 + c ⇔ g '( p ) = Ae − p
2
Selanjutnya
Q (x , t ) = g ( p ) = A ∫ e − p dp + B 2
x
Q (x , t ) = A
4 kt
∫
e − p dp + B
, untuk t > 0
2
0
Dengan menggunakan (D.3) +∞
jika x > 0 ⇒ 1 = Q (x , 0) = A ∫ e − p dp + B 2
0
⇔1= A
π 2
+B
(D.5) −∞
jika x < 0 ⇒ 0 = Q (x , 0) = A ∫ e − p dp + B 2
0
⇔ 0 = −A
π 2
+B
(D.6)
56
Dari (D.5) dan (D.6) diperoleh A −A
π
+ B =1
2
π
+B =0
2
1 2B = 1 ⇔ B = 2 1 A=
+
π
Sehingga x 4 kt
1 1 Q (x , t ) = + 2 π Definisikan S =
∫
e − p dp , 2
untuk t > 0
(D.7)
0
∂Q , maka S juga solusi dari (D.1) ∂x
Misalkan untuk sembarang fungsi h , didefinisikan ∞
∫ S (x − y , t )h ( y )dy ,
V (t , x ) =
untuk t > 0
(D.8)
−∞
dimana V (t , x ) merupakan sousi tunggal dari (D.1), (D.2). Akan diperiksa kebenaran dari (D.2) +∞
V (t , x ) =
∂Q (x − y , t )h ( y )dy ∂x −∞
∫
+∞
∂Q (x − y , t )h ( y )dy ∂ y −∞
=−∫ +∞
=
∫ Q (x − y , t )h '( y )dy − [Q (x − y , t )h ( y )]
−∞
y =+∞ y =−∞
Dengan asumsi bahwa h ( y ) mendekati nol untuk | y | besar dan syarat awal (D.3), maka +∞
V (0, x ) =
∫ Q (x − y , 0)h '( y )dy
−∞ x
=
∫ h '( y )dy = [ h ( y )]
−∞
y =x y =−∞
= h (x )
(D.9)
Dari (D.7), dengan menggunakan teorema dasar kalkulus, maka diperoleh ∂Q S = = ∂x
−x 1 e 4 kt 4π kt
2
, untuk t > 0
57
Jadi, dari (D.8) diperoleh 1 V (t , x ) = 4π kt 1 = 4π kt
+∞
∫e
− ( x − y )2 4 kt
h ( y )dy
−∞
+∞
∫e
− ( y − x )2 4 kt
h ( y )dy
−∞
dengan h ( y ) memenuhi (D.9) sebagai syarat awal (Strauss 1992).
58
Lampiran E Program Penentuan Nilai Opsi
clear;clc disp('
NILAI OPSI CALL DAN NILAI OPSI PUT')
disp(sprintf('\n________________________________________________')) T=input('Waktu jatuh tempo(T) =(tahun) ');%(tahun) t=input('Waktu t tertentu (0<=t
fprintf('\nNilai opsi call = %5.3f\n',c); fprintf('\nNilai opsi put = %5.3f\n',p);