PEMBERIAN TERAPI BERMAIN BERCERITA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. H DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO
DISUSUN OLEH :
ETICK NURLITASARI NIM P.11016
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
PEMBERIAN TERAPI BERMAIN BERCERITA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. H DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ETICK NURLITASARI NIM P.11016 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Pemberian Terapi Bermain Bercerita Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan An. H dengan kejang Demam di Ruang Anggrek Rsud Sukoharjo”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, dan petunjuk dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah 2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan sekaligus yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu dan memberikan bimbingan dengan cermat, memberikan masukan - masukan dengan penuh kesabaran, sebagai inspirasi dan motivasi 3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan sekaligus pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan bimbingan dengan cermat, teliti, memberikan banyak masukan masukan, memberi inspirasi, dan memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini 4. Ibu Noor Fitriyani, S.Kep., Ns selaku dosen penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan, serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Ibu Nurul Devi, S.Kep., Ns selaku dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan, serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua Bapak dan Ibu dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah ikut serta memberikan banyak sekali v
bimbingan mata kuliah dengan sabar, memberikan wawasan dan ilmu yang bermanfaat 7. Kedua orang tua saya Ibu Sri Rahayu dan Bapak Taufik yang selalu mendoakan, memberi semangat dan motivasi yang tak henti - hentinya demi kelancaran, kesuksesan, dan kemudahan untuk menyelesaikan pendidikan 8. Linggar Rudi Saputra yang selalu membantu, memberi dukungan, memberi semangat dan motivasi dalam menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini 9. Rini Rohana, Michel Nova Natalia dan Kartika Indah teman senasib seperjuangan mengerjakan Karya Tulis Ilmiah, memberi semangat, motivasi, dan dukungan 10. Teman - teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta, dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan banyak dukungan moral dan spiritual Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta,
Mei 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
4
C. Manfaat Penulisan .................................................................
5
LANDASAN TEORI A. Kejang Demam ......................................................................
7
1. Definisi ...........................................................................
7
2. Diklasifikasi Kejang Demam .........................................
8
3. Etiologi ...........................................................................
9
4. Manifestasi Klinik ..........................................................
10
5. Patofisiologi.....................................................................
10
6. Komplikasi (Faktor Resiko) ............................................
13
7. Pemeriksaan Penunjang .................................................
13
vii
8. Penanganan Medis ..........................................................
14
B. Asuhan Keperawatan ............................................................
19
1. Pengkajian ......................................................................
19
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................
21
3. Renana Keperawatan ......................................................
22
C. Cemas ....................................................................................
25
1. Alat Ukur Kecemasan ....................................................
25
2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Imobilisasi ...............
25
D. Terapi Bermain ......................................................................
29
1. Pengertian .......................................................................
29
2. Keuntungan bermain ......................................................
29
3. Tujuan ............................................................................
29
4. Alat permainan yang di anjurkan ..................................
30
5. Manfaat bermain bagi anak ............................................
31
BAB III LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ......................................................................
36
B. Pengkajian .............................................................................
37
C. Daftar Perumusan Masalah ....................................................
44
D. Perencanaan ...........................................................................
45
E. Implementasi .........................................................................
46
F. Evaluasi .................................................................................
48
viii
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V
A. Pengkajian ..............................................................................
50
B. Diagnosa Keperawatan ..........................................................
54
C. Intervensi ...............................................................................
57
D. Implementasi .........................................................................
58
E. Evaluasi .................................................................................
60
PENUTUP A. Simpulan ................................................................................
62
B. Saran ......................................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1
Skala HRSA ..........................................................................
24
Tabel
3.1
Pengkajian Kecemasan .........................................................
38
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
I
Jurnal Utama Lampiran
II
Jurnal Pendukung
Lampiran
III
Asuhan Keperawatan
Lampiran
IV
Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran
V
Log Book
Lampiran
VI
Format Pendelegasian
Lampiran
VII Lembar Konsul
Lampiran
VIII Daftar Riwayat Hidup
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kejang demam adalah yang di hubungkan dengan suatu penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (38,9°C-40,0°C). Kejang demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata dan terjadi pada anak-anak tanpa kecacatan neurologik (Muscari, 2005:185). Adapun faktor resiko kejang demam yaitu, riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang dan lamanya demam. Adapun faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari, adalah adanya gangguan perkembangan neurologis, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga lamanya demam Mangunatmadja dalam Gunardi (2011 : 192). Berdasarkan angka kejadian hampir 1,5 juta kejadian kejang demam terjadi setiap tahunya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai Negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4 angka kejadian kejang demam per tahunnya sedangkan di india sebesar 510% dan jepang 8,8%. Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang <15 menit, umum, tonik atau klonik, akan berhenti sendiri tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam atau lebih dari satu kali dalam 24 jam (Prastiya, 2012:77).
1
2
Sementara angka kejadian kejang demam di Indonesia dalam jumlah prosentase yang cukup seimbang dengan negara lain Disini kejang demam di laporkan di Indonesia mencapai 2 - 4% dari tahun 2005 - 2006. Propinsi Jawa Tengah mencapai 2 - 3 % dari tahun 2005 - 2006. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, angka kejadian di wilayah Jawa Tengah sekitar 2% hingga 5% pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun disetiap tahunnya (Iksan, 2011). Pada penatalaksanaan keperawatan kejang demam terdapat masalah yang muncul yaitu : Resti ketidak efektifan pola nafas, resiko cidera, hipertermi, kecemasan (Nugroho, 2011 : 59 - 61). Sehingga untuk mengatasi masalah masalah tersebut maka dilakukan intervensi keperawatan yang dilakukan pada pasien kejang demam yaitu, resti ketidak efektifan pola nafas, kaji status pernafasan klien, kaji penyebab ketidak efektifan pernafasan, auskultasi bidang paru dan observasi pernafasan klien, bila kejang baringkan klien terlentang dengan kepala dimiringkan. Untuk masalah resiko cidera intervensi yang dilakukan menghindarkan lingkungan yang berbahaya, menganjurkan keluarga untuk menemani pasien, memindahkan barang-barang yang berbahaya. Untuk masalah hipertermi intervensi yang dilakukan memonitor suhu, memonitor warna kulit, berikan antipiretik. Untuk masalah kecemasan intervensi yang dilakukan kaji tingkat kecemasan, berikan pendekatan yang menenangkan, beri pendamping (Nurarif dan Kusuma, 2013 : 392 - 393).
3
Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 07 April 2014 di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo di dapatkan salah satu keperawatan pada An. H adalah kecemasan, disini kecemasan timbul karena tidak nyaman atau kekhawatiran dalam proses perawatan, selama di rumah sakit. Biasanya reaksi anak terhadap hospitalisasi terjadinya cemas adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Sehingga perawatan di rumah sakit menjadi terganggu. Sering kali hospitalisasi dipersepsikan oleh anak hukuman, sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif marah, berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat Jovan, (2007) dalam Handayani dan Puspitasari (2008). Berdasarkan jurnal menurut Handayani dan Puspitasari 2008 salah satu tindakan untuk mengurangi kecemasan yaitu dengan terapi bermain. Adapun pengertian dari terapi bermain adalah salah satu cara untuk mengurangi kecemasan anak selama menjalani perawatan di rumah sakit. Bermain dapat menjadi bahasa yang universal, meskipun tidak pernah di masukan sebagai salah satu dari ribuan bahasa yang ada di dunia. Melalui bermain, anak-anak dapat mengekspresikan apa pun yang mereka inginkan. Bermain juga menjadi media terapi yag baik bagi anak-anak bermasalah selain berguna untuk mengembangkan potensi anak Martin, (2008) dalam Handayani dan Puspitasari (2008). Ada beberapa jenis terapi bermain, salah satunya adalah terapi bermain tekhnik bercerita, dengan bercerita kita bisa menyampaikan pesan tertentu pada anak, dalam cerita dapat bermanfaat sebagai obat untuk menyembuhkan sakit.
4
Berdasarkan
latar
belakang
di
atas
penulis
tertarik
untuk
mengaplikasikan hasil penelitian dari Handayani dan Puspitasari 2008 pada asuhan keperawatan kejang demam pada An. H dengan masalah kecemasan. Keluarga pasien mengatakan An. H menangis ingin pulang, An. H tampak gelisah, klien tampak menangis, klien tampak takut. Selain itu penulis juga mendapatkan data dari wawancara dengan perawat yaitu perawat belum pernah melakukan hasil penelitian tentang terapi bermain untuk mengurangi tingkat kecemasan pada penderita kejang demam selama menjalani perawatan di ruamah sakit. Maka dari itu penulis bermaksud untuk menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul : Pemberian Terapi Bermain Bercerita Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan An. H Dengan Kejang Demam Di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo.
B. Tujuan penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus pemberian terapi bermain terhadap tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan An. H dengan kejang demam di RSUD Sukoharjo. 2. Tujuan khusus a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. H dengan Kejang demam b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. H Kejang demam
5
c) Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada An. H dengan Kejang demam d) Penulis mampu melakukan implementasi pada An. H dengan Kejang demam e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. H dengan Kejang demam f) Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi bermain terhadap tingkat kecemasan pada An. H dengan Kejang demam.
C. Manfaat Penelitian 1. Rumah sakit Sebagai bahan makanan dan menambah referensi untuk lebih meningkat mutu pelayanan yang di berikan pada pasien dengan kecemasan kejang demam selama menjalani perawatan di rumah sakit RSUD SUKOHARJO. 2. Bagi institusi akademik Menjadi wawancara dan bahan masukan dalam belajar mengajar terhadap pemberian asuhan keperawatan pada pasien kecemasan selama menjalani perawatan di rumah sakit pada kejang demam 3. Bagi perawat Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien penderita Kejang Demam. Melatih berfikir dalam melakukan asuhan keperawatan. Khususnya pada pasien dengan diagnosa Kejang Demam.
6
4. Bagi penulis Di harapkan penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam dan upaya dalam asuhan keperawatan khususnya pada pasien kecemasan dengaan kejang demam selama perawatan di rumah sakit. 5. Bagi pembaca Memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan, diharapkan setelah pembaca membaca buku ini dapat mengetahui tentang pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kecemasan anak selama menjalani perawatan di rumah sakit dan menjadi acuan atau sebuah penelitian untuk kasus ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejang Demam 1. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980). Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak ternasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer dkk, 2009:434). Kejang demam (febrile convulsion, seizure), ialah perubahan aktifitas motorik dan / atau behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagdo, 2012 : 90). Kejang demam suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakarnial atau penyebab yang jelas (Meadow & Newell, 2007 : 113). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai > 38oC). Kejang demam dapat terjadi karena proses
7
8
intrakarnial maupun ekstrakarnial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan (Nurarif dan Kusuma, 2013 : 391). Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9o – 40,0o C). Kejang demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada anak-anak tanpa kecacatan neurologik. Jenis kejang ini memberi dampak 3% sampai 5% pada anak dan biasanya terjadi setelah usia 6 bulan dan sebelum usia 3 tahun. Kejang demam tidak lazim terjadi pada anak setelah usia 5 tahun (Muscari, 2005:185). 2. Klasifikasi Kejang Demam Klasifikasi kejang demam menurut Nurarif dan Kusuma (2013:391) yaitu: a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Ciri dari kejang ini adalah : 1) Kejang berlangsung singkat 2) Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit 3) Tidak berulang dalam waktu 24 jam b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Ciri kejang ini : 1) Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit 2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. 3) Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam.
9
3. Etiologi Hingga kini belum diketahui dengan pasti, demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer dkk, 2009:434). Menurut Nurarif dan Kusuma, 2013:391, kejang dibedakan menjadi intrakarnial dan ekstrakarnial. Intrakarnial meliputi: a. Trauma (pendarahan) : pendarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler. b. Infeksi : bakteri, virus, parasite misalnya meningitis c. Kongenital : disgenesis kelainan serebri Ekstrakarnial meliputi : a. Gangguan metabolic, hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya. b. Toksik : intosikasi, anestesi lokal, sindroma putus obat c. Kongenital : gangguan metabolism asam basa atau ketergantungan dan pirikdosin. Nugroho (2011:58) bahwa penyebab kejang demam yaitu: a. Simtomatik : infeksi, toksik, trauma, gangguan peredaran darah, gangguan metabolik dan nutrisi, tumor, psikogenik. b. Idiopatik : kejang demam, epilepsi idiopatik.
10
4. Manifestasi klinik a. Kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10 s.d 15 menit bisa juga lebih. b. Takikardi : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit. c. Pulsar arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung. d. Gejala bendungan system vena: 1) Hepatomegali 2) Peningkatan tekanan vena jugularis (Nurarif dan Kusuma, 2013:392). 5. Pemeriksaan Penunjang a. Menurut Nurarif dan Kusuma, (2013 : 392) yaitu : 1) Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. 2) Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi : a) Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering tidak jelas b) Bayi antara <12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali paseti bukan meningitis.
11
3) Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas 4) Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/ atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan
gambaran
normal.
CT
scan
atau
MRI
direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak. b. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab
demam
atau
keadaan
lain,
misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan, misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D). Widodo dalam Gunardi (2011 : 195). 2) Pungsi Lumbal Pemeriksaan
cairan
serebropsional
dilakukan
untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecila seringkali dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
12
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada: a) Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat dianjurkan dilakukan b) Bayi 12-18 bulan dianjurkan c) Anak umur > 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal Widodo dalam Gunardi (2011 : 195). 3) Elektroensefalografi Pemeriksaan elektro ense falo grafi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya
kejang
atau
memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan (level II2, rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal Widodo dalam Gunardi (2011 : 95). 4) Pencintraan Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computer tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi, seperti: a) Kelainan neurologic fokal yang menetapp (hemiparesis) b) Paresis nervus VI
13
c) Papilledema Widodo dalam Gunardi (2011 : 195). 6. Patofisiologi Pada demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan 02 meningkat 20 % pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh di bandingkan dengan orang dewasa (hanya 15 %) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Dengan bantuan “neurotransmiter”, perubahan yang terjadi secara tiba - tiba ini dapat menimbulkan kejang Ngastiyah (2005) dalam Indawati (2009). 7. Komplikasi (Faktor Resiko) Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonates, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33 % anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9 % anak mengalami 3 kali rekurensai atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi. a. Riwayat kejang demam dalam keluarga b. Usia kurang dari 18 bulan
14
c. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang. d. Lamanya demam. Adapun faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari, adalah : 1) Adanya gangguan perkembangan neurologis 2) Kejang demam kompleks 3) Riwayat epilepsi dalam keluarga 4) Lamanya demam Mangunatmadja dalam Gunardi (2011: 191). 8. Penatalaksanaan Medis Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu : (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab; (3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. a. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3 -0,5 mg/kg BB/kali dengan kecepatan 1 - 2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang
15
lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fentoin dengan dosis awal 10 - 20 mg/kg BB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kg BB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis kerena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti degan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kg BB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
16
b. Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan
cairan
serebropinal
dilakukan
untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang deman yang pertama. c. Pengobatan profilaksis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam dan (2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intemiten diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kg BB/hari dibag dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intrerektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu dari 38,5oC. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia (Mansjoer dkk, 2009 : 435-436). Menurut Meadow & Newll (2007 : 114). Tata Laksana Kejang, yaitu : a. Posisi tenang: posisi anak miring (semipronasi) dengan leher ekstensi sehingga sekresi dapat keluar melalui mulut. b. Jika pernapasan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati, angkat rahang kedepan. Jangan letakkan apapun kedalam mulut. Berika O2 jika tersedia. c. Jika kejang berlanjut berikan diazepam : IV/IM/rektal. d. Periksa gula darah e. Lakukan penilaian dan pemeriksaan penunjang, Jika ada kecurigaan meningitis harus dilakuka pungsi lumbal.
17
Jika anak dibawah usia 5 tahun dan mengalami demam a. Pendinginan. Pakaian dan selimut yang terlalu tebal harus dibuka. Kompres sesekali dengan air hangat (yang tidak menyebabkan vasokonstriksi kulit). Parasetamol dapat membantu. b. Antibiotika, jika ada infeksi seperti otitis media (Meadow & Newll, 2007 : 114). Penatalaksanaan saat terjadi kejang a. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. 1) 5 mg untuk anak < 3tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak > 3 tahun, 2) atau 5 mg untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB > 10kg 3) 0,5 - 0,7 mg/kg BB/kali b. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per menit untuk menghindari depresi pernapasan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan baik. c. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kg BB perlaha - lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang ventilatorbila perlu setelah kejang berhenti
18
d. Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pegobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan intermiten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang digunakan berupa : 1) Antipiretik a) Parasetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa hiperhidrosis. b) Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali diberikan 3 kali 2) Antikonvulan a) Berikan diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg BB setiap 8 jam pada demam menurunkan risiko berulangnya kejang, atau b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg BB/hari sebanyak 3 kali perhari. Bila kejang berulang Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproate dengan dosis asam valporat 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis, sedangkan fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah: a) kejang lama > 15 menit b) anak mengalami kelaina neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang
hidrocefalus
misalnya
hemiparee,
cerebral
palsy,
19
c) kejang fokal d) bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsy disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk e) kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam f) kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan (Nurarif dan Kusuma, 2013 : 393 - 394).
B. Asuhan Keperwatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah - masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012 : 36). Pengkajian kejang demam Pengkajian neurologi a. Suhu : 360 C-370 C b. Pernafasan : 20-30x/menit c. Denyut jantung : 90-150x/menit d. Tekanan nadi : sistol 86-91 mmHg diastol 40-52 mmHg Pemeriksaan kepala a. Fontanel : menonjol, rata, cekung. b. Lingkar kepala : di bawah 2 tahun. c. Bentuk umum : mesocepal
20
Reaksi pupil a. Ukuran : isokor diameter 2 mm kanan, kiri b. Reaksi terhadap cahaya : positif c. Keamanan respon : menutup saat mendapat rangsangan Tingkat kesadaran : - CM (composmentis sadar penuh) - Apatis (cenderung diam tapi menjawab ketika ditanya) - Samnollen (keadaan dimana seseorang sangat mudah mengantuk dan tidur terus menerus tapi masih mudah di bangunkan). - Sopor
(kondisi
tidak
sadar
atau
tidur
berkepanjangan tetapi masih memberikan reaksi terhadap rangsangan). - Koma (kondisi tidak sadar dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan tertentu). d. Kewaspadaan : respon terhadap panggilan. e. Irilabilitas : kemampuan makhluk hidup untuk menanggapi rangsangan f. pada pasien gangguan neurologi maka tingkat irilabilitas akan g. berkurang. h. Letargi dan rasa mengantuk. i. Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain.
21
Aktivitas kejang a. Jenis : kejang demam sederhana, kejang demam komplek b. Lamanya : kejang demam sederhana <10 menit, kejang demam komplek lebih dari 15 menit Fungsi sensoris a. Reaksi terhadap nyeri b. Reaksi terhadap suhu (Maryatung 2007). 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan singkat, jelas dan pasti tentang masalah klien yang nyata / potensial serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Dermawan, 2012 : 58). Maka diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan kejang demam yaitu : a. Resti ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, aspirasi. b. Resiko cidera berhubungan dengan kurangnya kesadaran, gerakan tonik / klonik. c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengaturan suhu. d. Kecemasan
berhubungan
dengan
masalah
perubahan lingkungan (Nugroho 2011 : 59-61).
kesehatan
anaknya,
22
3. Rencana keperawatan Rencana keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012 : 84). a. Resti ketidak efektifan pola nafas b.d obstruksi nafas, aspirasi Tujuan : pola nafas tetap efektif (saat / post kejang ). Kriteria hasil : tidak terjadi obstruksi / aspirasi. Intervensi : 1) Kaji status pernafasan klien 2) Kaji penyebab ketidak efektifan pernafasan 3) Auskultasi bidang paru dan observasi pernafasan klien 4) Bila kejang klien terlentang dengan kepala di miringkan 5) Longgarkan pakaian klien, hisap lendir dengan suction kalau perlu, beri O2 sesuai kebutuhan. b. Resiko cidera b.d kurangnya kesadaran, gerakan tonik / klonik Tujuan : tidak terjadi cidera / komplikasi ( saat kejang / tidak sadar). Kriteria hasil : tidak ada perlukaan, kesadaran CM. Intervensi : 1) Orientasikan klien dan keluarga lingkungan kamarnya, 2) Kaji sifat dan penyebab timbulnya kejang. 3) Ajarkan klien/ lakukan jauhkan benda-benda berbahaya seperti : pisau, gelas, perabot, yang tidak perlu.
23
4) Minimalkan untuk menjaga siapkan obat anti kejang rectal. 5) Beri lingkungan yang aman. 6) Kaji dan monitor : tingkat kesadaran, adanya kejang (jenis dan lamanya), laporkan tanda-tanda awal munculnya resiko demam terlalu tinggi, tanda-tanda kejang. c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengaturan suhu. Tujuan
: Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 – 37,50 C) parenteral, klien bebas dari demam.
Kriteria hasil : Suhu tubuh normal, klien tidak demam, pasien tampak nyaman. Intervensi : 1) Kaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan penyebabnya. Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien. 2) Monitor TTV, suhu, tiap 4 jam sekali. Rasional : Untuk acuan mengetahui kesadaran umum pasien. 3) Anjurkan pasien banyak minum 2 – 2,5 liter/24 jam. Rasional : Menurunkan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 4) Monitor intake dan output. Rasional : Untuk mengetahuiketidak seimbangan tubuh.
24
5) Anjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat. Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi udara. 6) Pemberian obat antipiretik Rasional : Untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara solusi koloborasi dokter dengan obat antipiretik Carpenito, (2000, hal 21) dalam Maryatung (2007). d. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi yang baru Tujuan
: Kecemasan pada anak berkurang atau hilang.
Kriteria hasil
: Anak kooperatif dan tidak rewel dapat istirahat dengan tenang.
Intervensi : 1) Instruksikan agar orang tua tetap menemani anaknya. Rasional : Diharapkan rasa aman dan nyaman anak terpenuhi. 2) Gunakan komunikasi terapiutik. Rasional : Diharapkan anak bisa kooperatifdan anak tidak rewel. 3) Berikan terapi bermain sesuai usia. Rasional : Diharapkan klien tidak rewel dan ingin pulang. 4) Ciptakan suasana yang aman dan nyaman. Rasional : Diharapkan klien dapat istirahat dengan tenang. Ngastiah, (1997 : hal 236) dalam Maryatung (2007).
25
C. Cemas 1. Definisi Cemas tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama di sertai respon autonom. Sumber sering kali tidak spesifik atau tidak di ketahaui oleh individu perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. Sehingga kebanyakan anak di rumah sakit tidak kooperatif terhadap hospitalisasi (Hermand 2009 : 281). Kecemasan ialah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang di tandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran, dan juga dengan aktifnya sistem syaraf pusat (Trismiati 2004). 2. Alat Ukur Kecemasan Menurut Hawari (2011 : 80), adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Skala HRSA No.
Gejala Kecemasan
01
Perasaan cemas (ansietas) 1. 2. 3. 4.
02
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Cemas Firasat buruk Takut akan pikiran sendiri Mudah tersinggung
Ketegangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nilai Angka (Score)
Merasa tegang Lesu Tidak bisa istirahat tenang Mudah terkejut Mudah menangis Gemetar Gelisah
26
03
Ketakutan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
0
1
2
3
4
Pada gelap Pada orang asing Ditinggal sendiri Pada binatang besar Pada keramaian lalu lintas Pada kerumunan orang banyak
04
Gangguan tidur 1. Sukar masuk tidur 2. Terbangun malam hari 3. Tidur tidak nyenyak 4. Bangun dengan lesu 5. Banyak mimpi-mimpi 6. Mimpi buruk 7. Mimpi menakutkan
0
1
2
3
4
05
Gangguan kecerdasaan 1. Sukar konsentrasi 2. Daya ingat menurun 3. Daya ingat buruk Perasaan depresi (murung)
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
06
1. 2.
07
Hilangnya minat Berkurangnya kesenangan pada hobi 3. Sedih 4. Bangun dini hari 5. Perasaan berubah-ubah sepanjang hari Gejala somatik/fisik (otot) 1. 2. 3. 4. 5.
08
09
Sakit dan nyeri di otot-otot Kaku Kedutan otot Gigi gemerutuk Suara tidak stabil
Gejala somatik/ fisik (sensorik) 1. Tinnitus (telinga berdenging) 2. Penglihatan kabur 3. Muka merah atau pucat 4. Merasa lemas 5. Perasaan ditusuk-tusuk Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) 1. Takikardia (denyut jantung cepat) 2. Berdebar-debar 3. Nyeri di dada 4. Denyut nadi mengeras 5. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan 6. Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)
27
10
Gejala respiratori (pernafasan) 1. 2. 3. 4.
11
12
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Rasa tertekan atau sempit di dada Rasa tercekik Sering menarik nafas Nafas pendek/sesak
Gejala gastrointestinal (pencernaan) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
0
Sulit menelan Perut melilit Gangguan pencernaan Nyeri sebelum dan sesudah makan Perasaan terbakar diperut Rasa penuh atau kembung Mual Muntah Buang air besar lembek Sukar buang air besar (konstipasi) Kehilangan berat badan
Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) 1. sering buang air kecil 2. Tidak dapat menahan air seni 3. Tidak datang bulan (tidak ada haid) 4. Darah haid berlebihan 5. Darah haid amat sedikit 6. Masa haid berkepanjangan 7. Masa haid amat pendek 8. Haid beberapa kali dalam sebulan 9. Menjadi dingin (frigid) 10. Ejakulasi dini 11. Ereksi melemah 12. Ereksi hilang 13. Impotensi
13
Gejala autonomy 1. Mulut kering 2. Muka merah 3. Mudah berkeringat 4. Kepala pusing 5. Kepala terasa berat 6. Kepala terasa sakit 7. Bulu-bulu berdiri
0
1
2
3
4
14
Tingkah laku (sikap) pada wawancara
0
1
2
3
4
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Gelisah Tidak tenang Jari gemetar Kerut kening Muka tegang Otot tegang / mengeras Nafas pendek dan cepat Muka merah
Jumlah Nilai Angka (Total Score) =
28
Keterangan Menurut Hawari (2011 : 78) bahwa untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali orang menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok diringkas lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya adalah: Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) 1 = gejala ringan 2 = gejala sedang 3 = gejala berat 4 = gejala berat sekali Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: Total Nilai (score) : kurang dari 14 = tidak ada kecemasan 14 – 20
= kecemasan ringan
21 – 27
= kecemasan sedang
28 – 41
= kecemasan berat
42 – 56
= kecemasan berat sekali
29
D. Terapi Bermain 1. Pengertian Terapi bermain adalah salah satu cara untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan kooperatifan anak selama menjalani perawatan di rumah sakit Martin (2008) dalam Handayani dan Puspitasari (2008). 2. Keuntungan bermain a. Membuang ekstra energi b. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang, otot dan organ-organ. c. Meningkatkan nafsu makan anak karena melakukan aktifitas. d. Belajar mengontrol diri. e. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekhawatiran, iri hati dan kedukaan (Soetjiningsih dan Ranuh, 2012 : 217). Ciri alat permainan untuk anak di bawah usia 5 tahun. 0-12 bulan 3. Tujuan. a. melatih reflek - reflek (untuk anak berumur 1 bulan), misalnya menghisap, menggenggam b. Melatih kerjasama mata dan tangan, c. Melatih kerja sama mata dan telinga, d. Melatih mengenal sumber asal suara, e. Melatih kepekaan perabaan.
30
4. Alat permainan yang di anjurkan a. Umur 12 - 24 bulan Tujuan. 1) Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara, 2) Memperkenalkan sumber suara, 3) Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik 4) Melatih imajinasi Alat permainan yang di anjurkan. 1) Genderang, bola dengan giring giring di dalamnya, 2) .Alat permainan yang dapat di dorong dan di tarik 3) Alat permaian yang terdiri dari: alat rumah tangga misal cangkir yang tidak mudah pecah, sendok, botol plastik. b. Umur 25 - 36 tahun Tujuan. 1) Menyalurkan emosi / perasaan anak, 2) Mengembangkan ketrampilan berbahasa, 3) Melatih motorik halus dan kasar, 4) Melatih daya imajinasi. Alat permainan yang di anjurkan. 1) Lilin yang dapat di bentuk, 2) Alat-alat untuk menggambar, 3) Manik-manik ukuran besar, 4) Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna benda.
31
c. Umur 32 - 72 bulan. Tujuan. 1) Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan 2) Mengembangkan kemampuan berbahasa 3) Menumbuhkan seportivitas 4) Mengembangkan kreativitas 5) Mengembangkan percaya diri. Alat permaian yang di anjurkan. 1) Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anakanak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat. d. Teman-teman bermain anak sebaya, orang tua (Soetjiningsih dan Ranuh, 2012 : 217). 5. Manfaat bermain bagi anak a.
Anak
dapat
kesempatan
untuk
mengembangkan
diri,
baik
perkembangan fisik (melatih ketrampilan motorik kasar dan motorik halus), perkembangan psikososial (melatih pemenuhan kebutuhan emosi serta perkembangan kognitif (melatih kecerdasan). b. Bermain merupakan sarana bagi anak untuk hospitalisasi. c.
Bermain bagi anak adalah untuk melepaskan diri dari ketegangan.
d. Bermain merupakan dasar dari bagi pertumbuhan mentalnya. e.
Melalui bermain anak-anak dapat mengeluarkan energi yang ada dalam dirinya kedalam aktivitas yang menenangkan.
32
f. Melaui bermain anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya seluas mungkin (Suriadi dan Yuliani, 2013 : 13).
BAB III LAPORAN KASUS
Dalam bab ini tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. H dengan kejang demam, di laksanakan pada tanggal 7-8 April 2014. Asuhan keperawatan ini di mulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
A. IDENTITAS KLIEN Pengkajian dilakukan pada hari senin tanggal 7 April 2014 jam 07.10 WIB, pada An. H di rumah sakit RSUD Sukoharjo di bangsal anggrek adalah seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dengan metode wawancara kepada keluarga, observasi langsung pada pasien, pemeriksaan fisik dan melihat catatan medis, penulis mendapatkan data sebagai berikut. Pasien bernama An. H pasien tinggal bersama kedua orang tuanya Ny. Y, dan Tn.M di Moro RT 2 Rw 2 Kedokan Grogol Sukoharjo. Ny. Y berumur 40 tahun dan Tn. M berumur 42 tahun An. H masuk di rumah sakit RSUD Sukoharjo pada tanggal 03 April 2014 dan dari diagnosa dokter An. H menderita penyakit Kejang Demam dengan nomor RM 164233. Penanggung jawab An. H adalah Tn. M yang merupakan ayah dari orang tua An. H pendidikan terakhirnya sampai dengan SMP dan sekarang Tn. M bekerja sebagai wiraswasta.
33
34
B. Pengkajian Alasan An. H masuk rumah sakit. Ny. Y ibu pasien mengatakan sebelum An. H di bawa ke rumah sakit An. H demam dan tiba-tiba An. H kejang dua kali jam 04.00 WIB dan jam 09.00 WIB dan kurang lebih kejang selama 5 menit. Keluarga panik kemudian An. H di bawa ke RSUD Sukoharjo dengan diagnosa Kejang Demam kemudian disarankan An. H untuk mondok. Keluhan utama pasien sekarang Ny. Y mengatakan An. H demam naik turun. Riwayat penyakit dahulu, ibu pasien mengatakan An. H sebelum sakit batuk maupun pilek, selalu diperiksakan ke dokter atau klinik terdekat langsung sembuh. Baru kali ini An. H di rawat di rumah sakit rawat inap. Riwayat Alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi obat ataupun alergi makanan. Imunisasi, Ibu pasien mengatakan pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap Hbg, BCG, campak, polio, DPT. Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit keturunan dan penyakit menular. Pertumbuhan dan perkembangan, ibu pasien mengatakan berat badan waktu lahir An. H 3 kg. Antropometri berat badan An. H sekarang 12 kg, panjang badan 38 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 53 cm lingkar lengan 16 cm. Penilaian zscore diperoleh Waz (berat badan menurut umur adalah -1625). Klien termasuk kategori normal. Pola nutrisi dan cairan pasien, sebelum sakit ibu pasien mengatakan An. H di rumah makan tiga kali sehari nasi sayur lauk pauk, minum teh manis dan air
35
putih. Selama sakit ibu pasien mengatakan pasien makan seper empat porsi makan (50 cc/8 jam) minum teh satu gelas (200 cc/8 jam). Pola eliminasi pasien, ibu pasien mengatakan sebelum sakit An. H BAB dua kali sehari dengan konsistensi padat warna kuning bau khas. Ibu pasien mengatakan An. H BAK enam sampai delapan kali sehari warna kuning jernih bau khas amoniak. Selama sakit ibu pasien mengatakan An. H BAB satu kali sehari dengan konsistensi padat warna kuning bau khas. Ibu pasien mengatakan An. H BAK enam kali sampai delapan kali sehari warna kuning jernih bau khas amoniak. Pengkajian kecemasan didapatkan hasil keluarga pasien mengatakan Anak menangis ingin pulang, pasien tampak menangis pasien tampak takut, pasien tampak gelisah, suhu tubuh 38,30C, HRSA-Score 21 (kecemasn sedang), adapun pengkajian kecemasan pasien berdasarkan HRS-A Score : Tabel 3.1 Pengkajian Kecemasan Nilai (score) NO
Gejala Kecemasan 0
1
1
2
3
4
Perasaan cemas a. Cemas b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri d. Mudah tersinggung 2
Ketegangan a. Merasa tegang
36
b. Lesu c. Tidak bisa istirahat tenang d. Mudah terkejut e. Mudah menangis f. Gemetar g. Gelisah 3
Ketakutan a. Pada gelap b. Pada orang asing c. Ditinggal sendiri
4
Gangguan tidur a. Sukar tidur b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyaman d. Bangun dengan lesu e. Banyak
mimpi-mimpi
(mimpi buruk) 5.
Gangguan kecerdasan a. Sukar konsentrasi b. Daya ingat menurun c. Daya ingat memburuk
6.
Perasaan depresi (murung) a. Hilangnya minat
37
b. Sedih c. Bangun dini hari d. Perasaan berubah-ubah 7
Gejala somatik atau fisik (ototo) a. Sakit dan nyeri di otot-otot
b. Kaku c. Kedutan otot d. Gigi gemerutuk e. Suara tidak stabil 8
Gejala somatik atau fisik (sensorik) a. Tinitus
(telinga
berdenging) b. Penglihatan kabur c. Muka merah atau pucat d. Merasa lemas 9
Gejala
kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) a. Takikardi (denyut jantung cepat) b. Berdebar-debar c. Nyeri dada
38
d. Denyut nadi mengeras e. Rasa
lesu
atau
lemas
seperti mau pingsan 10
Gejala respiratori a. Rasa tertekan atau sempit di dahi b. Rasa tercekik c. Sering menarik nafas d. Nafas pendek atau sesak
11
Gejala gastrointestinal a. Sulit menelan b. Perut melilit c. Gangguan pencernaan d. Nyeri
sebelum
atau
sesudah makan e. Rasa penuh dan kembung f. Mual atau muntah g. Buang air besar lembek atau konstipasi 12
Gejala Urogenital a. Sering buang air kecil b. Tidak dapat menahan air seni
39
13
Gejala autoimun a. Mulut kering b. Muka kering
c. Mudah berkeringat d. Kepala terasa berat 14
Tingkah laku a. Gelisah b. Tidak tenang c. Jari gemetar
d. Kerut kening e. Muka tegang f. Otot tegang atau mengeras
Pengkajian Cemas pasien berdasarkan HRS-A Score Keterangan : Skore 0 : tidak ada cemas, 1 : ringan, 2 : sedang, 3 : berat, 4 : berat sekali. Nilai 0 : tidak ada gejala, nilai < 14 : tidak ada cemas, nilai 14 – 20: ringan, nilai 21 – 27 : kecemasan sedang, nilai 28 – 41 : berat, nilai 42 – 56 : sangat berat. Pada pemeriksaan fisik An. H di dapatkan hasil keadaan umum pasien tampak rewel composmentis. Dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil suhu tubuh 38,3ºC, pernafasan 24 kali permenit, denyut nadi 120 kali permenit. Data subjektif yang di peroleh, ibu pasien mengatakan pasien panas naik turun selama tiga hari, keluarga pasien mengatakan An. H menangis ingin
40
pulang. Data obyektif yang di peroleh, pasien tampak gelisah, pasien tampak menangis, klien tampak takut. Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada An. H dari pemeriksaan head to toe di dapatkan hasil sebagai berikut. Kepala An. H berbentuk mesocepal, kondisi kepala rambut bersih, kulit kepala bersih rambut lurus. Mata sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor. Telinga, kebersihan bersih, tidak ada sekret, kesimetrisan simetris antara kanan dan kiri, ketajaman pendengaran tidak ada gangguan pendengaran. Hidung letak simetris, tidak ada polip. Mulut warna bibir normal, lidah bersih tidak ada stomatitis. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan inspeksi dada. Dada tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada, pada pemeriksaan palpasi dada pergerakan teratur, vokal fremitus kanan dan kiri sama, pada pemeriksaan perkusi dada terdengar sonor, pada pemeriksaan auskultasi dada suara nafas vasikuler ekspresi lebih panjang dari pada inspirasi. Pada pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis tidak tampak atau tidak terlihat, pada pemeriksaan palpasi jantung ictus cordis teratur tidak terlalu kuat, pada pemeriksaan perkusi jantung terdengar suara pekak, pada pemeriksaan auskultasi jantung bunyi jantung satu terdengar lup, bunyi jantung dua terdengar dup, dan tidak ada bunyi tambahan. Pada pemeriksaan inspeksi abdomen tampak simetris tidak ada benjolan, tidak ada kelainan umbilicus, pada pemeriksaan auskultasi abdomen terdengar bising usus 24 kali permenit, pada pemeriksaan perkusi abdomen terdengar timpani, pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak teraba benjolan tidak ada nyeri tekan.
41
Genetalia An. H tidak ada kelainan, genetalia bersih. Anus An. H tidak ada kelainan pada anus. Pada pengkajian ekstermitas sebelah kanan terpasang infus RL enam belas tetes permenit kekuatan otot penuh (di dapatkan nilai 5), eksermitas bawah didapatkan sebelah kiri kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5). Sebelah kanan bawah kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5), Integumen An. H bersih tidak ada jejas, kulit teraba hangat, warna kulit tampak kemerahan. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil: WBC 6,5 dengan satuan x10³, normalnya 4,1-10,3. RBC 4,25 dengan satuan x10³, normalnya 4,3-6,2. HGB 10,4 dengan satuan 9/dl, normalnya 12,0-18,0. HCT 31,7 dengan satuan %, normalnya 40-50. MCV 74,8 dengan satuan fl, normalnya 82-102. MCHC 32,8 dengan satuan 9/dl, normalnya 31-35. PLT 101 dengan satuan x10³, normalnya 140-450. RDW 15,6 dengan satuan %, normalanya 11,5-14,5. MPV 9,0 dengan satuan fl, normalnya 0,0-99,8. PCT 0,09 dengan satuan %, normalnya 0,1500,400. PDW 9,8 dengan satuan fl normalnya 6,5-12.00. Terapi yang di peroleh An. H selama perawatan di Rumah Sakit Rsud Sukoharjo adalah infus RL 16 tetes permenit, injeksi cefotaxim 3x250 mg, paracetamol 6x5 ml, Diazepam 5 mg, diberikan 3x1 mg.
C. Daftar Perumusan Masalah Dari pengkajian dan observasi di atas yang diperoleh pada tanggal 07 April 2014 penulis melakukan analisa data dan kemudian merumuskan diagnosa keperawatan ditandai dengan data subyektif An. H, ibu pasien mengatakan pasien panas naik turun selama 3 hari. Data obyektif yang diperoleh dari masalaah
42
keperawatan ini adalah pasien tampak rewel gelisah, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan, suhu tubuh 38,30C, nadi 120x/menit, respirasi 24x/menit. Maka penulis
merumuskan
prioritas
masalah
keperawatan
hipertermi
berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu. Masalah keperawatan kedua adalah kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan. Yang di tandai dengan data subyektif keluarga pasien mengatakan An. H menangis ingin pulang. Data obyektif dari masalah keperawatan ini adalah pasien tampak menangis, pasien tampak takut, tanda tanda vital : suhu badan 38,3ºC, nadi 120x/menit, respirasi 24x/menit, HRSA-Score 21 (kecemasn sedang).
D. Perencanaan Adapun intervensi yang sesuai dari diagnosa keperawatan An. H yang sedang dirawat di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo sebagai berikut:Pada Hari Senin 07 April 2014 untuk diagnosa yang pertama Hipertermi berhubungan dengan Gangguan pusat pengaturan suhu. Tujuan yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil pasien suhu tubuh 36-37ºC, Nadi dan Respirasi dalam rentang normal Nadi 90-150x/menit Respirasi 24 - 40 x/menit, pasien merasa nyaman, tidak ada perubahan warna kulit. Intervensi yang pertama di kaji monitor suhu badan dengan rasional untuk mengidentifikasi pola demam, kompres air hangat dengan rasional kompres merupakan tehnik penurunan suhu tubuh dengan meningkatkan efek efoporasi, kolaborasi pemberian obat dengan
43
rasional antipiretik bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh, Anjurkan memakai pakaian tipis dengan rasional tingkatkan sirkulasi udara meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi. Pada hari senin 07 April 2014 untuk diagnosa ke dua Kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kecemasan dengan kriteria hasil cemas berkurang (HRSA-Score < 14 (tidak ada cemas) pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh dan tingkat aktifitas menunjukan berkurang, vital sign dalam batas normal suhu 36 - 370C, nadi 90 - 150 x/menit, respirasi 24 - 40 x/menit. Intervensi yang pertama dilakukan, kaji tingkat kecemasan dengan rasional memberikan info tentang tingkat kecemasan dan sumber cemas, lakukan pendekatan yang menenangkan dengan rasional diharapkan klien tidak rewel dan ingin pulang, berikan terapi bermain untuk mengurangi kecemasan dengan rasional diharapkan anak bisa kooperatif dan anak tidak rewel, temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut dengan rasional diharapkan klien dapat istirahat dengan tenang, libatkan keluarga untuk mendampingi pasien dengan rasional diharapkan rasa aman dan nyaman terpenuhi.
E. Implementasi Dalam melakukan implementasi selama 2 x 24 jam pada An. H yang sedang di rawat di RSUD Sukoharjo implementasi di mulai pada hari senin jam 07.00 - 14.00 WIB dilakukan oleh perawat. Untuk diagnosa pertama intervensi yang didelegasiakan monitor suhu tubuh, implementasi yang di lakukan
44
memonitor suhu tubuh. Respon subyektif ibu pasien bersedia dan respon obyektif suhu tubuh 38,3ºC, Nadi 120 kali permenit, RR 24 kali permenit. Jam 07.35 untuk diagnosa pertama memberikan terapi obat paracetamol 5 ml dan respon subyektif ibu pasien bersedia An. H di berikan obat. Respon obyektif obat sudah di berikan. Jam 09.00 untuk diagnosa pertama memberikan kompres air hangat dan respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia, respon obyektif pasien sudah dilakukan kompres hangat. Jam 11.00 diagnosa pertama memonitor suhu badan. Dan respon subyektif ibu pasien bersedia An. H di ukur suhu, respon obyektif suhu 37,5ºC, N 120 kali permenit, RR 24 kali permenit. Implementasi pada hari Selasa tanggal 08 April 2014 oleh penulis jam 07.15 untuk diagnosa pertama memonitor suhu tubuh, dan respon subyektif ibu bersedia An. H di ukur suhu, respon obyektif suhu tubuh 36,5ºC. Jam 07.30 memberikan terapi obat paracetamol 5 ml, dan respon subyektif ibu pasien bersedia An. H diberikan obat, respon obyektif obat paracetamol sudah diberikan dan sudah masuk. Jam 12.00 diagnosa pertama memonitor tanda-tanda vital, dan respon subyektif ibu bersedia respon obyektif suhu 36ºC, Nadi 120 kali permenit, RR 22 kali permenit. Implementasi pada hari senin tgl 07 April 2014 Jam 11.15 diagnosa kedua mengkaji tingkat kecemasan. Respon subyektif keluarga pasien mengatakan An. A menangis ingin pulang respon obyektif pasien tampak menangis, pasien tampak takut, gelisah suhu badan 38,30C, nadi 120 x/menit, respirasi 14 x/menit, HRSAScore 21 (kecemasan sedang). Jam 12.10 melakukan pendekatan yang menenangkan, dan respon subyektif ibu pasien bersedia An. H dilakukan
45
pendekatan, respon obyektif pasien tampak rileks nyaman. Jam 12.45 memberikan terapi bermain bercerita 30 menit, dan respon subyektif ibu pasien bersedia An. H diberikan terapi bermain, respon obyektif pasien sedikit teralihkan dan pasien terlihat senang. Jam 13.55 melibatkan keluarga untuk mendampingi pasien, dan respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia, respon obyektif ibu tampak mau melakukannya. Implementasi pada hari selasa tanggal 08 April 2014Jam 08.00 diagnosa kedua mengobservasi tingkat kecemasan, dan respon subyektif ibu bersedia, respon obyektif pasien mengajak ibunya untuk pulang tetapi pasien tampak tidak menangis HRSA-Score (12 tidak ada cemas). Jam 08.15 melakukan pendekatan yang menenangkan, dan respon subyektif ibu pasien mau An. H dilakukan pendekatan, respon obyektif pasien tampak rileks, nyaman. Jam 09.00 memberikan terapi bermain 30 menit, dan respon subyektif ibu bersedia An. H diberikan terapi bermain, respon obyektif pasien tampak tidak cemas lagi. Jam 13.35 diagnosa kedua melibatkan keluarga untuk mendampingi pasien, dan respon subyektif keluarga bersedia, respon obyektif keluarga mau melakukannya.
F. Evaluasi Catatan perkembangan pada An. H yang di rawat di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo dimulai sejak hari Senin tanggal 07 April 2014 jam 13.45 untuk dignosa pertama Hipertermi berhubungan dengan Gangguan pusat pengaturan suhu. Di dapatkan hasil evaluasi data subyektif keluarga pasien mengatakan suhu badan An. H sedikit menurun. Data obyektif suhu 37,5ºC, Nadi 120 kali permenit,
46
RR 24 kali permenit. Analisis masalah masalah Hipertermi belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi monitor suhu tubuh. Catatan perkembangan An. H hari Selasa Tanggal 08 April 2014 jam 13.55 WIB untuk diagnosa pertama Hipertermi berhubungan dengan Gangguan pusat pengaturan suhu di dapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan suhu badan An. H menurun suhu tubuh 36ºC. Data obyektif pasien tampak nyaman. Analisis masalah hipertermi teratasi. Planning Hentikan intervensi. Catatan perkembangan pada An. H yang di rawat di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo dimulai sejak hari Senin tanggal 07 April 2014 jam 13.45 Diagnosa kedua Kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan di dapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan pasien terkadang masih menangis, terkait lingkungan perawatan di rumah sakit. Data obyektif pasien masih tampak menangis dan tidak takut saat dilakukan tindakan HRSA-Score21 (kecemasan sedang). Analisis masalah Kecemasan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi teruskan pemberian tearapi beramain, dan pendekatan yang menenangkan. Catatan perkembangan An. H hari Selasa Tanggal 08 April 2014 jam 13.55 WIB untuk diagnose kedua Kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan di dapatkan evaluasi data subyektif ibu pasien mengtakan An. H tidak menangis dan sudah tidak takut lagi. Data obyektif pasien tampak tidak cemas lagi dan terlihat nyaman HRSA-Score 12 (tidak ada kecemasan). Analisis masalah kecemasan teratasi. Planning hentikan intervensi.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan An. dengan kejang demam di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesengajaan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara autoanamnesa dan alloanamnesa. Dalam pengkajian perawat terhadap An. H didapatkan data bahwa klien datang dengan keluhan utama demam naik turun. Berdasarkan hasil dari pengkajian pada An. H dengan kejang demam telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis. Kejang demam (febrile convulsion, seizure) ialah perubahan aktifitas motorik dan atau behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagdo, 2012 : 90). Tanda dan gejala terjadinya kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat dan disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tosilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkolosis dan lain-lain (Ngastiyah, 2005).
47
48
Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala kejang demam yang dialami An. H. Dalam pengkajian perawat An. H di dapatkan data ibu pasien mengatakan sebelum An H dibawa ke rumah sakit An. H demam dan tiba-tiba An. H kejang dua kali jam 04.00 WIB dan jam 09.00 WIB dan kurang lebih selama 5 menit. Keluarga panik kemudian An. H dibawa ke RSUD Sukoharjo dengan diagnosa Kejang Demam kemudian disarankan An H mondok. Nadi 120 kali permenit, suhu 38,30C dan pernafasan 24 kali permenit. Ibu pasien mengatakan An. H sebelum sakit batuk maupun pilek slalu di periksakan ke dokter atau klinik terdekat langsung sembuh. Dan baru kali ini An. H dirawat di rumah sakit rawat inap. Berdasarkan hasil dari pengkajian pada An. H dengan Kejang Demam telah sesuai dengan teori yang di temukan oleh penulis. Pasien tidak mempunyai alergi obat ataupun alergi makanan. Imunisasi yang didapatkan pasien antara lain imunisasi lengkap Hbg, BCG, campak, polio dan DPT. Dalam keluarga pasien juga tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit keturunan dan penyakit menular. Hingga kini belum diketahui dengan pasti, demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer dkk, 2009 : 434). Tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua yang terbatas, besar kemungkinan dalam keluarga tidak menyadari bahwa demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
49
kemih, karena tidak semua penderita kejang demam mengalami gangguan ataupun gejala klinis yang signifikan. Pada pengkajian An. H dalam kasus nutrisi. Nutrisi adalah sejenis zat kimia organik atau anorganik yang terdapat dalam makanan dan di butuhkan oleh tubuh untuk menjalankan fungsinya. Dalam asupan makanan yang adekuat terdiri atas 6 zat nutrisi esensial (kelompok nutrien) yang seimbang (Mubarak dan Chayatin, 2008 : 27). Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien cukup terpenuhi, anak makan 3 kali sehari dengan nasi dan lauk namun anak tidak menyukai makan dengan sayuran. Tidak ada keluhan mual ataupun muntah setelah anak makan. Anak minum 8-9 gelas perhari, dengan air putih, teh dan susu. Selama sakit anak hanya makan seperempat porsi makan (50 cc / 8 jam) dan hanya minum teh satu gelas (200 cc/ 8 jam). Dari data pengkajian nutrisi dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan yang terjadi pada pemenuhan nutrisi klien. Didapatkan hasil pada An. H saat lahir lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gram, kelahiran secara spontan di bidan terdekat. Saat ini anak berusia 3 tahun dengan berat badan 12 kg dan panjang badan 38 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 53 cm lingkar lengan 16 cm. Penilaian Zscore diperoleh Waz (berat badan menurut umur) adalah 1,6 dan Haz (tinggi badan menurut umur) adalah - 1625, hasil tersebut menunjukkan bahwa anak memiliki gizi yang normal. Sebelum masuk rumah sakit anak BAB 2 kali sehari dengan konsistensi padat warna kuning bau khas. BAK klien kurang lebih 6 - 8 kali sehari warna kuning jernih bau khas amoniak. Selama sakit An. H BAB satu kali sehari dengan
50
konsistensi padat warna kuning bau khas.BAK klien selama sakit 6 - 8 kali sehari warna kuning jernih bau khas amoniak. Keadaan umum klien adalah tampak rewel composmentis. Dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil suhu tubuh 38,30C (Normal: 36 - 370C), pernafasan 24 x/menit (Normal: 24 - 40 x/menit), denyut nadi 120x/menit (Normal : 90 - 150 x/menit). Pada pemeriksaan head to too didapatkan hasil kepala An. H berbentuk mesochepal, kondisi kepala rambut bersih, kulit kepala bersih rambut lurus. Mata sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor. Telinga, kebersihan bersih, tidak ada sekret, kesimetrisan simetris antara kanan dan kiri, ketajaman pendengaran tidak ada gangguan pendengaran. Hidung letak simetris, tidak ada polip. Mulut warna bibir normal, lidah bersih tidak ada stomatitis. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan inspeksi dada. Dada tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada, pada pemeriksaan palpasi dada pergerakan teratur, vokal fremitus kanan dan kiri sama, pada pemeriksaan perkusi dada terdengar sonor, pada pemeriksaan auskultasi dada suara nafas vasikuler ekspresi lebih panjang dari pada inspirasi. Pada pemeriksaan inspeksi jantung ictus cordis tidak tampak atau tidak terlihat, pada pemeriksaan palpasi jantung ictus cordis teratur tidak terlalu kuat, pada pemeriksaan perkusi jantung terdengar suara pekak, pada pemeriksaan auskultasi jantung bunyi jantung satu terdengar lup, bunyi jantung dua terdengar dup dan tidak ada bunyi tambahan. Pada pemeriksaan inspeksi abdomen tampak simetris tidak ada benjolan, tidak ada kelainan umbilicus, pada pemeriksaan auskultasi abdomen terdengar
51
bising usus 24 kali permenit, pada pemeriksaan perkusi abdomen terdengar timpani, pada pemeriksaan palpasi abdomen tidak teraba benjolan tidak ada nyeri tekan. Terapi yang diperoleh An. H selama perawatan di Rumah Sakit RSUD Sukoharjo salah satunya adalah Paracetamol 6 x 5 ml selama 6 jam, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nurarif dan Kusuma (2013 : 393 - 394), bahwa pada pasien dengan kejang demam diberi terapi Paracetamol 10-15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Dengan demikian hasil dari pemberian terapi yang telah diberikan kepada pasien telah sesuai dengan teori, yaitu samasama diberikan terapi Paracetamol.
B. Diagnosa Keperawatan Pada teori yang didapat penulis, diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit kejang demam adalah resti ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas aspirasi, resiko cidera berhubungan dengan kurangnya kesadaran, gerakan tonik/ klonik, hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengaturan suhu dan kecemasan berhubungan dengan masalah kesehatan anaknya dan perubahan lingkungan (Nugroho 2011 : 59 - 61). Diagnosa keperawatan yang diambil penulis berdasarakan batasan karakteristik sudah sesuai menurut Herdman (2001), dalam hipertermi antara lain konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang, takikardia, takipnea dan kulit terasa hangat. Diagnosa hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu muncul pada An. H berdasarkan hasil
52
pengkajian pada tanggal 07 April 2014 didapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa ibu pasien mengatakan pasien panas naik turun selama 3 hari, pasien tampak rewel gelisah, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan, suhu tubuh 38,3ºC, nadi seratus dua puluh kali permenit, respirasi dua puluh empat kali permenit, sehingga didapatkan masalah keperawatan hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu (Nugroho, 2011 : 61). Diagnosa keperawatan yang diambil penulis berdasarakan batasan karakteristik sudah sesuai menurut Herdman (2011 : 445), didapatkan batasan karakteristik kecemasan yaitu dengan menilai perilaku yang gelisah dan kontak mata yang buruk, afektif yang gelisah dan distres aerta ketakutan, fisiologis pada wajah yang tegang, simpatik dengan menunjukkan anoreksia, mulut kering serta lemah, parasimpatik dengan merasakkan mual, serta kognitif klien dengan menunjukkan ketakutan (Herdman, 2012 : 445). Pada data diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan muncul pada An. H berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 07 April 2014 didapatkan hasil keluarga klien mengatakan klien takut dengan tindakan medis ditunjukkan oleh klien dengan gelisah dan takut, kontak mata klien yang kurang baik kepada petugas kesehatan, serta score derajat kecemasan dengan nilai 21 yang menunjukkan derajat kecemasan sedang. Menurut Wong (2002) dalam Hermiati dan Marita (2013), perawatan dirumah sakit yang dialami oleh seorang anak dapat menimbulkan berbagai pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan. Cemas yang muncul dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti lingkungan fisik rumah sakit antara lain bangunan / ruang rawat, alat - alat, bau yang khas, pakaian putih
53
petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya, sering kali dialami anak. Efek hospitalisasi pada anak sering dialami oleh anak saat mengalami perawatan dirumah sakit. Dampak negatif dari perubahan lingkungan sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani pada anak. Reaksi yang dimunculkan pada anak akan berbeda antara satu dengan lainnya (Suryanti, 2011). Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An. H, penulis menggunakan prioritas kebutuhan dasar Maslow yang meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, rasa mencintai, harga diri, serta aktualisasi diri. Diagnosa utama adalah hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu dikarenakan perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap kebutuhan fisiologis seseorang, namun dengan tindakan mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan penyebabnya, monitor TTV dan suhu, anjurkan pasien banyak minum 2 – 2,5 liter/24 jam, monitor intake dan output serta anjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat. Dengan tindakan tersebut maka suhu tubuh pasien akan turun dan mencegah proses infeksi dengan cara kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antipiretik. Diagnosa kedua yaitu kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan. Kecemasan ini berpengaruh terhadap kebutuhan dasar rasa aman dan nyaman pada klien, selanjutnya dilakukan dengan tindakan instruksikan agar orang tua tetap menemani anaknya, gunakan komunikasi terapiutik, berikan terapi
54
bermain sesuai usia dan ciptakan suasana yang aman dan nyaman. Dengan tindakan tersebut diharapkan pasien rasa aman dan nyaman anak terpenuhi, klien tidak rewel dan ingin pulang dan klien dapat istirahat dengan tenang.
C. Intervensi Intervensi keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012: 84). Pada proritas diagnosa pertama yaitu pertama hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil pasien suhu tubuh 36-370C. Nadi dan respirasi dalam rentang normal, pasien merasa nyaman, tidak ada perubahan warna kulit. Menurut Carpenito (2000) dalam Maryatung (2007) intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa hipertermi yaitu dengan kaji dan monitor suhu badan untuk mengidentifikasi pola demam pasien. Kompres air hangat untuk menurunkan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak, kolaborasi pemberian obat, untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara solusi kolaborasi dengan dokter dengan obat antipiretik. Anjurkan memakai pakaian tipis untuk menurunkan suhu tubuh dan meningkatkan sirkulasi udara.
55
Pada diagnosa kedua yaitu kecemasan yang berhubungan dengan perubahan lingkungan. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kecemasan teratasi dengan kriteria hasil pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh dan tingkat aktifitas menunjukan berkurang, vital sign dalam batas normal (RR : 24 - 40 x/menit, Nadi : 90 - 150 x/menit, Suhu : 36 - 370C). Menurut Ngastiyah, (1997) dalam Maryatung (2007) intervensi yang pertama dilakukan adalah, kaji tingkat kecemasan agar rasa aman dan nyaman anak terpenuhi. Lakukan pendekatan yang menenangkan agar anak bisa kooperatif dan tidak rewel lagi. Berikan terapi bermain untuk mengurangi kecemasan agar anak tidak rewel. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut dan libatkan keluarga untuk mendampingi pasien agar pasien dapat istirahat dengan tenang.
D. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien, implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang di mulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Dermawan, 2012: 118). Implementasi yang dilakukan perawat untuk mengatasi diagnosa pertama yaitu hipertermi dilakukan selama dua hari mulai tanggal 7–8 April 2014. Tindakan yang dilakukan perawat adalah memonitor suhu tubuh klien untuk mengidentifikasi demam yang terjadi pada klien, memberikan terapi obat paracetamol 5 ml, memberikan kompres air hangat untuk meningkatkan efek efaporasi pada tubuh klien. Perawat tidak melakukan tindakan untuk
56
meningkatkan sirkulasi udara serta tidak menganjurkan pemakaian pakaian yang tipis pada klien karena pada saat anak demam klien sudah memakai pakaian tipis, dan saat dikaji keluarga mengatakan bahwa sudah memahami mengenai pemakaian pakaian tipis apabila anak sedang demam / terjadi peningkatan suhu tubuh. Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kecemasan klien, perawat melakukan tindakan untuk menurunkan kecemasan pada tanggal 7–8 April 2014 dengan mengkaji tingkat kecemasan klien dan didapatkan hasil HRSA score pada hari pertama adalah 21 kecemasan sedang, sedangkan pada hari kedua adalah 12, selanjutnya perawat melakukan pendekatan yang menenangkan kepada klien, melibatkan keluarga untuk mendampingi pasien, perawat juga memberikan terapi bermain bercerita, cerita yang digunakan adalah dengan cerita dongeng. Menurut Supartini (2004) dalam Hermiati dan Marita (2013), untuk mengurangi kecemasan saat menjalani perawatan anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan cemas dan mampu bekerjasama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan bermain. Menurut Indrawati dan Durianto (2007) dalam Katinawati (2013) cerita dongeng adalah cerita tentang tokoh yang mengalami suka dan duka dalam kehidupan. Terapi bermain bercerita merupakan cara ilmiah bagi seorang anak ntuk mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami konflik. Melalui bermain anak dapat mengekspresikan pikiran, persaan, fantasi serta daya kreasi dengan tetap
57
mengembangkan kreatifitasnya dan beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stres. Cerita membawa suasana yang akan membuat spirit, sugesti, dan juga sedikit hipnotis sehingga akan mendorong anak yang sedang mengalami perawatan di rumah sakit untuk cepat sembuh dan juga dapat mengurangi kecemasan (Katinawati 2013).
E. Evaluasi Evaluasi adalah sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah di tetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil (Dermawan, 2012: 128). Evaluasi keperawatan pada An. H yang di rawat di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo di mulai sejak hari senin tanggal 07 April 2014 jam 13.45 untuk diagnosa hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu. Didapatkan hasil evaluasi data subyektif kelurga pasien mengatakan suhu badan An. H sedikit menurun. Data obyektif suhu 37,50C, Nadi 120 kali permenit, RR 24 kali permenit. Analisa masalah hipertermi belum teratasi. planning lanjutkan intervensi monitor suhu. Untuk diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu di dapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan suhu badan An. H menurun suhu tubuh 36,30 C. Data obyektif pasien tampak nyaman. Analisis masalah hipertermi teratasi. Planning hentikan intervensi. Kritria hasil pada tujuan keperawatan ini adalah pasien suhu tubuh 36370 C, nadi dan respirasi dalam rentang normal, nadi (Normal: 90-150x/menit), respirasi (Normal: 24-40x/menit), pasien merasa nyaman, tidak ada perubahan
58
warna kulit (Wilkinson 2007). Hal ini menyatakan masalah keperawatan hipertermi sudah teratasi hentikan intervensi. Catatan perkembangan pada An. H yang dirawat di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo dimulai sejak hari senin tanggal 07 April 2014 jam 13.45 diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan di dapatkan hasil evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan pasien terkadang masih menangis, terkait lingkungan perawatan di rumah sakit. Data obyektif pasien masih tampak menangis dan tampak takut saat dilakukan tindakan HRSA-Score 21 (Kecemasan Sedang). Analisis masalah kecemasan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi teruskan pemberian terapi bermain dan pendekatan yang menenangkan. Untuk diagnosa kedua kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan pada tanggal 08 April 2014 jam 13.55 WIB di dapatkan evaluasi data subyektif ibu pasien mengatakan An. H tidak menangis dan sudah tidak cemas. Analisis masalah kecemasan teratasi. Planning hentikan intervensi. Kriteria hasil pada tujuan keperawatan ini adalah pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh dan tingkat aktifitas menunjukan berkurang, vital sign dalam batas normal suhu 3637, nadi 90 - 150 x/menit, respirasi 24 - 40 x/menit (Wilkinson, 2007). Hal ini menyatakan masalah kecemasan sudah teratasi, maka intervensi di hentikan.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Setelah penulis melakukan pemberian terapi bermain bercerita terhadap tingkat kecemasan selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan An. H dengan kejang demam di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo, maka penulis dapat menarik kesimpulan : 1. Pada pengkajian An. H dengan kejang demam didapatkan data subyektif bahwa keluarga belum mengetahui penyebab dari kejang demam yang terjadi pada anaknya, data obyektif keluarga pasien tampak menanyakan penyebab dari kejang demam yang terjadi pada anaknya. Hal ini dikarenakan tidak semua penderita kejang demam mengalami gangguan ataupun gejala klinis yang signifikan. 2. Diagnosa keperawatan muncul pada klien adalah hipertermi berhubungan dengan gangguan pusat pengaturan suhu dan kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan. 3. Pada diagnosa pertama yaitu hipertermi, intervensi utama yang dilakukan adalah menormalkan suhu tubuh dalam batas normal, tindakan keperawatan adalah monitor suhu badan, kompres air hangat, kolaborasi pemberian obat, menganjurkan memakai pakaian tipis dan tingkatkan sirkulasi udara. Pada diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan, intervensi
59
60
keperawatan yang utama adalah dengan terapi bermain bercerita untuk menurunkan kecemasan klien. 4. Implementasi yang dilakukan perawat sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat perawat. Terapi bermain bercerita merupakan tindakan utama untuk menurunkan kecemasan anak saat mengalami perawatan di rumah sakit. 5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama dua hari, evaluasi masalah keperawatan klien sudah teratasi, pasien tampak tidak cemas lagi, kecemasan klien teratasi dengan terapi bermain bercerita dan intervensi dihentikan. 6. Pemberian terapi bermain bercerita pada anak dengan kejang demam sangat efektif terhadap penurunan kecemasan pada anak saat mengalami perawatan di rumah sakit.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam, penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan antara lain : 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan perawatan dirumah sakit tetap memperhatikan aspek psikososial anak dengan memberikan ruang khusus untuk bermain anak.
61
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat Diharapkan tenaga kesehatan melakukan pendekatan lebih intensif pada anak untuk mendapatkan kepercayaan anak serta menjadikan anak tidak takut terhadap tindakan keperawatan. Pelaksanaan terapi bermain bercerita sangat efektif dilakukan perawat untuk menurunkan tingkat kecemasan anak. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat selalu meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk menghasilkan perawat-perawat yang lebih profesional, inovatif, terampil dan lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja. Gosyen Publishing. Yogyakarta. Gunardi Hartono, Tehuteru, dkk. 2011. Kumpulan Tips Pediatri. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Handayani, Puspitasari. 2008. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. http://www.Skripsistikes.wordpres.com Hawari, Dadang. 2011.Stres Cemas dan Depresi.Edisi 2. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Herdman, Heather. 2011. NANDA International Diagnosa Keperawatan 20092011. EGC. Jakarta. Herniati, Dilvera, dkk. 2013. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Usia Anak 5 Tahun yang di rawat di ruang Edelweis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. http://stikesdhsen.ac.id/download.php?file=16%20dilvera.doc. Diakses pada 14 April 2014. (13.45). Ikhsan, Agus Amirul. 2011. Asuhan Keperawatan pada anak M dengan kejang demam di ruang Lukman Roemani Muhammdiyah Semarang. http://unimus.ac.id. Diakses pada 15 April 2014. (23.00). Irdawati. 2007. Kejang Demam dan Penatalaksanaannya. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/2377/Kejang% 20Demam%20Dan%20%Penatalaksanaannya.pdf ?sequence=1. Diakses pada tanggal 2 Mei 2014.(09.00) Katinawati, Haryani, dkk. 2013. Pengaruh Terapi Bermain dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3 sampai 5 tahun) yang Mengalami Hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang. http://www.ejournal.com/2013/10/pengaruh-terapi-bermain-dalam.html. Diakses pada 10 April 2014. (12.10). Mansjoer Arif, dkk. 2009. Kapita selekta Kedokteran. Jilid 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Maryatung. 2007. Asuhan keperawatan pada Anak S Dengan Kejang Demam di Ruang Luqman Rs. Roemani Semarang. http://digilib.unimus.ac.id/downdlod.php?id=2183. Diakses pada 9 April 2014. (11.00).
Meadow dan Newell. 2007. Lecture Notes Pediatrika. Edisi 7. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mubarak dan Cahyatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi dalam Praktek. EGC. Jakarta. Musceri, ME 2005. Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. EGC. Jakarta. Ngastiyah. 2005. Keperawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. Nugroho Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan. Nuha Medika. Yogyakarta. Nurarif dan Kusuma. 2013. Aplikasi Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Jakarta. Prastiya, Indragunawan, dkk. 2012. Faktor risiko kejang demam berulang pada anak. http://ejournal.undip.ac.id/indek.php/mmi/artikel/view/p2466. Diakses pada 6 April 2014. (10.30). Soetjiningsih dan Ranuh. 2012. Tumbuh Kemabang Anak. Edisi 2. EGC. Jakarta. Suriadi dan Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung Seto. Jakarta Suryati, dkk. 2011. Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai dan Origami Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah di RSUD Dr. R Goetheng Tarunadibroto Purbalingga. http://digilib.ump.ac.id/download/php?id=2447. 7 April 2014. (15.50). Trismiati 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. http://jurnal_trismiati.pd. Diakses pada 6 April 2014. (10.55). Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. CV Sugeng Seto. Jakarta. Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NIC NOC. Edisi 7. EGC. Jakarta.