PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SKALA PHLEBITIS PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD SUKOHARJO
DISUSUN OLEH :
TRI INDARTI NIM.P.11055
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SKALA PHLEBITIS PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
TRI INDARTI NIM.P.11055
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dam karuia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SKALA PHLEBITIS PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN
HIPERTENSI
DI
INTENSIVE
CARE
UNIT
(ICU)
RSUD
SUKOHARJO.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhomat: 1. Atiek Murharyati.S,Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan dan penguji I yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Theresia Febriana C.T.U, SST, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. v
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .....................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................
v
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah..........................................................
1
B. Tujuan penulisan ....................................................................
6
C. Manfaat penulisan ..................................................................
7
LANDASAN TEORI A. Konsep dasar hipertensi .........................................................
8
B. Phlebitis .................................................................................
14
C. Kompres hangat .....................................................................
17
D. Konsep asuhan keperawatan pada pasien hipertensi .............
19
LAPORAN KASUS A. Identitas pasien.......................................................................
35
B. Pengkajian ..............................................................................
35
C. Analisa data (prioritas diagnosa keperawatan) ......................
42
vii
BAB IV
BAB V
D. Intervensi ...............................................................................
43
E. Implementasi ..........................................................................
45
F. Evaluasi ..................................................................................
47
PEMBAHASAN A. Pengkajian .............................................................................
50
B. Diagnosa keperawatan ..........................................................
54
C. Intervensi ...............................................................................
59
D. Implementasi .........................................................................
60
E. Evaluasi ................................................................................
64
F. Keterbatasan karya tulis ilmiah .............................................
65
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ................................................................................
67
B. Saran.......................................................................................
69
Daftar pustaka Lampiran Daftar Riwayat Hidup
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Genogram ..............................................................................
ix
36
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Klasifikasi sesuai WHO/ISH ....................................................
x
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2
Asuhan Keperawatan
Lampiran 3
Jurnal
Lampiran 4
Loog Book
Lampiran 5
Pendelegasian
Lampiran 6
Lembar konsul
Lampiran 7
Alat Ukur HRS-A
Lampiran 8
Observasi Derajat Phlebitis
Lampiran 9
Skala Numerik
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Dari data penelitian terakhir, dikemukakan bahwa terdapat sekitar 50 juta (20,7%) orang dewasa Amerika menderita hipertensi. Penderita juga menyerang Thailand sebesar 17% dari total penduduk, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%, dan Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi, yaitu 15% (Susilo dan Wulandari, 2011: 3-4). Di Indonesia penderita hipertensi jumlahnya terus meningkat. Penelitian hipertensi berskala nasional telah banyak dilakukan antara lain Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas), Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Hasil Surkesnas pada tahun 2001 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 27% dan wanita 29%. Sedangkan hasil SKRT tahun 2004 hipertensi pada pria sebesar 12.2% dan wanita 15.5%. Sementara hasil SKRT pada tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukan bahwa penyakit hipertensi selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi yang meningkat yaitu sebesar 16.0%, 18.9% dan 26.4%. Laporan hasil riset kesehatan dasar berskala nasional (Riskesdas) pada tahun 2007 dalam Aprillianti (2013:2) menunjukkan prevalensi nasional hipertensi 1
2
(berdasarkan pengukuran) pada penduduk usia >18 tahun adalah sebesar 29.8%. Prevalensi hipertensi menurut hasil wawancara oleh Riset Kesehatan Daerah Jawa Tengah pada tahun 2007 di Provinsi Jawa Tengah seperti dikutip Kartikasari (2012:21-22) sebesar 7,9% sedangkan menurut hasil pengukuran tekanan darah sebesar 34,9%. Hasil wawancara tersebut menunjukkan prevalensi hipertensi menurut riwayat pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan sebesar 7,6% dan penjaringan lebih lanjut terhadap responden yang tidak pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan tetapi saat diwawancara sedang minum obat hipertensi ada 0,3%. Prevalensi tertinggi hipertensi menurut hasil wawancara terdapat di Kota Surakarta 13,4% dan terendah di Kabupaten Wonosobo 5,2%. Prevalensi tertinggi hipertensi menurut hasil pengukuran terdapat di Kabupaten Wonogiri 47,4% di mana prevalensi menurut hasil wawancaranya sebesar 8,5% (berada di urutan ke-14 teratas). Prevalensi terendah hasil pengukuran terdapat di Demak (25%) yang menurut hasil wawancara sebesar 7,4% (berada di urutan ke-24). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan systole dan diastole mengalami kenaikan yang melebihi batas normal (tekanan systole 140 mmHg dan diastole diatas 90 mmHg (Murwani, 2011:81). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Triyanto (2014:1-2) bahwa hipertensi sering disebut sebagai “silent killer“ (pembunuh siluman), karena seringkali penderita hipertensi bertahun – tahun tanpa merasakan sesuatu gangguan atau
3
gejala. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ – organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal. Gejala – gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala, sering kali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna. Menurut Hinchliff (1999) dalam Bolin (2011) tindakan invasif merupakan tindakan medis keperawatan berupa memasukkan atau melukai jaringan yang dimasukkan melalui organ tubuh tertentu. American Heart Association (AHA) tahun 2003, orang dewasa sangat rentan terhadap stress yang berhubungan dengan prosedur tindakan invasif. Contoh tindakan invasif sederhana yang sering dilakukan pada orang dewasa adalah pemasangan infus. Tindakan invasif (pemasangan infus) tentu saja akan menimbulkan nyeri dan rasa sakit. Pemasangan infus biasanya bisa dilakukan berkali – kali selama dalam masa perawatan. Ini disebabkan karena cenderung tidak bisa tenang sehingga infus yang terpasang bisa macet, aboket bengkok/ patah, atau bahkan infus terlepas. Akibatnya jika dilakukan pemasangan infus berulang kali akan merasakan nyeri setiap kali penusukan. Menurut Hindley (2004) dalam Handoyo dkk (2007:1) terapi intravena (IV) adalah salah satu teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui IV. Terry (1995) dalam Prastika dkk (2011:2) menyebutkan bahwa phlebitis adalah peradangan pada
4
dinding vena akibat terapi cairan intravena, kemerahan, teraba lunak, pembengkakan, dan hangat pada lokasi penusukan. Alexander dkk (2010) dalam Nurjanah (2011:80) menyatakan bahwa tingkat keparahan gejala phlebitis ditentukan berdasarkan skala derajat phlebitis mulai dari skala 0 – 4 berdasarkan rekomendasi The Infusion Nurses
Nociety. Hasil
penelitian yang
dilakukan
oleh
Handoyo,dkk (2006) dalam Triyanto dkk (2007:2) didapatkan persentase kejadian phlebitis di bangsal bedah RSUD Prof Dr. Margono Soekardjo Purwokerto adalah
31, 7%. Penelitian tersebut juga menemukan rata -
rata 2 - 4 pasien mengalami phlebitis setiap harinya. Penanganan atau tindakan untuk mengatasi phlebitis merupakan isu penting di Indonesia khususnya di RSUD Prof Dr. Margono Soekardjo Purwokerto, karena jika phlebitis tidak diatasi dapat mengakibatkan sepsis atau infeksi seluruh tubuh yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian kompres air hangat dapat membantu vasodilatasi pembuluh darah dengan meningkatkan sirkulasi darah pada pembuluh darah yang mengalami phlebitis, sehingga selain mengurangi nyeri juga dapat mempercepat proses penyembuhan luka phlebitis seperti dikutip Nurjanah (2011:86). Penelitian ini mendukung hasil penelitian Griffiths dkk (2001) dalam Nurjanah (2011:86) yang menyatakan bahwa penggunaan air dalam
perawatan luka dapat membantu
proses
penyembuhan luka. Dalam penelitiannya terbukti bahwa air dapat membantu proses epitelisasi jaringan sehingga mempercepat proses
5
penyembuhan luka tanpa menimbulkan dampak negatif pada pasien yang mengalami luka. Kompres hangat dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan merelaksasikan otot – otot yang tegang. Kompres hangat dilakukan dengan mempergunakan buli – buli panas atau kantong air panas secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli – buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot. Nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang. Kompres hangat memiliki beberapa pengaruh meliputi melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan tersebut, pada otot panas memiliki efek menurunkan
ketegangan,
meningkatkan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan oksigen dan karbondioksida di dalam darah akan meningkat sedangkan derajat keasaman
darah
akan
mengalami
penurunan
(Anugraheni
dan
Wahyuningsih, 2014). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan asuhan keperawatan yang dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Kompres Hangat terhadap Penurunan Skala Phlebitis pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan Hipertensi di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Sukoharjo”.
6
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala phlebitis pada Ny. S dengan hipertensi di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Sukoharjo.
2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.S dengan hipertensi. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan hipertensi. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.S dengan hipertensi. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.S dengan hipertensi. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.S dengan hipertensi. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian kompres hangat pada Ny. S dengan hipertensi.
C. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi dibidang perawatan tentang pemberian kompres hangat dengan hipertensi.
7
2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai informasi kepada mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang pemberian kompres hangat pada pasien hipertensi. b. Bagi Penulis Sebagai saran dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya pada pemberian kompres hangat dengan hipertensi. c. Bagi Instansi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktek
pelayanan
keperawatan
khususnya
pada
pemberian kompres hangat dengan hipertensi. Sehingga mampu meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Hipertensi 1. Pengertian Menurut Smith (1995) dalam Oktavianus dan Sari (2014:50) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg, sedangkan Sudarta (2013:84-85) menyatakan bahwa hipertensi merupakan suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang sering terdapat pada usia setengah umur atau lebih tua batasan lain mengenai hipertensi yaitu kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg dianggap tinggi tetapi bagi usia 60 – 70 tahun, tekanan sistolik 150 – 155 mmHg dianggap masih normal.
2. Etiologi Menurut Sudarta (2013:85) penyebab hipertensi dibagi menjadi dua yaitu : a. Hipertensi primer / esensial kurang lebih 90 % hipertensi yang ada di masyarakat termasuk golongan hipertensi ini, dan belum diketahui penyebabnya, pasien tidak menunjukkan keluhan. b. Hipertensi sekunder, jenis hipertensi ini diketahui penyebabnya dan penanganannya lebih mudah. Pasien menunjukkan gejala atau 8
9
keluhan dari penyakit yang mendasarinya misalnya : kelainan ginjal (GNA / GGA), hormon (diabetes melitus), neurologi (tumor otak), lain – lain (pre eklamsi).
3. Patofisiologi Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah tersebut melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis (Triyanto, 2014:12). Menurut Smeltzer (2001) dalam Oktavianus dan Sari (2014:54) sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
10
jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
4. Manifestasi Klinis Menurut Adinil (2004) dalam Triyanto (2014:13-14) gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan (jarang dilaporkan).
Individu
yang
menderita
hipertensi
kadang
tidak
menampakkan gejala sampai bertahun – tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi pada pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan.
5. Klasifikasi Perhimpunan nefrologi Indonesia (Pernefri) memilih klasifikasi hipertensi sesuai WHO/ISH karena sederhana dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan dengan strategi terapi, tidak meragukan karena
11
memiliki sebaran luas dan tidak rumit, serta terdapat pula unsur sistolik yang juga penting dalam penentuan (Oktavianus dan Sari, 2014:50-51). Tabel 2.1 Klasifikasi sesuai WHO/ISH Klasifikasi Normotensi Hipertensi ringan Hipertensi perbatasan Hipertensi sedang dan berat Hipertensi sistolik terisolasi Hipertensi sistolik perbatasan
Sistolik (mmHg) <140 140-180 140-160 >180 >140 140-160
Diastolik (mmHg) <90 90-105 90-95 >105 <90 <90
Sumber : Oktavianus dan Sari, 2014
6. Komplikasi Menurut Murwani (2011:85), beberapa komplikasi dari hipertensi antara lain : a. Pada ginjal
: hematuri, kencing sedikit
b. Pada otak
: stroke, euchepalitis
c. Pada mata
: retinapati hipertensi
d. Pada jantung
: terjadi pembesaran ventrikel kiri dengan/tanpa
payah jantung, infark jantung.
7. Penatalaksanaan Menurut Oktavianus dan Sari (2014:56-59) penatalaksanaan hipertensi meliputi beberapa pemeriksaan, diantaranya : a. Pemeriksaan penunjang 1) Hematokrit
12
2) Kalium serum 3) Kreatinin serum 4) Urinalisa 5) Elektrokardiogram b. Pemeriksaan non farmakologis Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: 1) Diet 2) Latihan fisik 3) Edukasi psikologis 4) Teknik relaksasi 5) Pendidikan kesehatan c. Pemeriksaan farmakologis Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL COMMITTE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1998) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai
13
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya meliputi : 1) Step 1 Obat pilihan pertama : diuretika inhibitor, beta blocker, Ca antagonis, ACE 2) Step 2 Alternatif yang diberikan : a) Dosis obat pertama diberikan diganti jenis lain dari obat pilihan pertama. b) Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, ca antagonis, alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator. 3) Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh Obat ke 2 diganti ditambah obat ke 3 jenis lain 4) Step 4 : alternatif pemberian obatnya a) Ditambah obat ke 3 dan ke 4 b) Re – evaluasi dan konsultasi c) Follow – up untuk mempertahankan hipertensi Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat dan dokter) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
14
B. Phlebitis 1. Pengertian Menurut Potter dan Perry (2006) dalam Nurjanah (2011:80) phlebitis merupakan peradangan yang terjadi pada pembuluh darah vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi kimiawi zat aditif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena. Terry (1995) seperti dikutip Prastika dkk (2011:2) phlebitis adalah peradangan pada dinding vena akibat terapi cairan intravena, yang ditandai dengan nyeri, kemerahan, teraba lunak, pembengkakan dan hangat pada lokasi penusukan.
2. Tanda dan gejala Menurut Hankiens dkk (2006) dalam Nurjanah (2011) tanda dan gejala phlebitis adalah eritema, nyeri, edema dan peningkatan temperatur kulit pada area pemasangan infus. Tanda dan gejala phlebitis menurut Karadag dan Gorgulu (2000) dalam Asrin dkk (2006:3) umumnya timbul nyeri, kemerahan, bengkak, panas dan vena terlihat lebih jelas.
3. Faktor Resiko Faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan resiko terjadinya phlebitis menurut Hanskin dkk (2001) dalam Nurjanah (2011) antara lain : a.
Bahan kanul, ukuran kanul, dan balutan yang digunakan.
15
b.
Insersi kanul oleh petugas yang belum berpengalaman.
c.
Area insersi kanul yang tidak tepat secara anatomi.
d.
Pemasangan kanul yang berkepanjangan.
e.
Penggantian balutan yang tidak rutin.
f.
Ketidakcocokan jenis, PH dari mediaksi dan cairan.
g.
Faktor karakteristik anak seperti usia dan penyakit yang menyertai
4. Pencegahan Menurut Weinstein (2001) ada beberapa cara untuk melakukan pencegahan pada phlebitis antara lain : a. Menggunakan teknik aseptik yang ketat pada pemasangan dan manipulasi sistem intravena keseluruhan. b. Plester hubungkan kanul dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi vena berikutnya. c. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin; obatobatan “piggyback” terlarut dalam jumlah larutan maksimum. d. Rotasi sisi intra vena setiap 48 jam untuk membatasi iritasi dinding vena oleh kanul atau obat-obatan.
5. Tindakan Menurut Weinstein (2001) berikut langkah – langkah tindakan dalam penanganan phlebitis : a. Lepaskan alat intravena.
16
b. Tinggikan ekstremitas. c. Beritahu dokter. d. Berikan kompres panas pada ekstremitas sesuai pesanan. e. Kaji nadi distal terhadap area yang phlebitis. f. Hindari pemasangan intravena berikutnya di bagian distal vena yang meradang.
6. Alat Ukur Phlebitis Menurut Campbell (1998) dalam Asrin dkk (2006) skala yang dapat digunakan untuk menilai phlebitis adalah Baxter Scale dan INS Phlebitis Scale. Baxter scale yang dimaksud terdiri dari rentang skala 0-5; skala 0 tidak ada tanda dan gejala plebitis ; skala 1 terdapat nyeri pada tempat insersi ; skala 2 nyeri dan kemerahan; skala 3 nyeri, kemerahan, bengkak dan mungkin indurasi ; skala 4 nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan vena membesar kurang dari 3 inchi di atas tempat insersi ; dan skala 5 nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi, pembesaran vena lebih dari 3 inchi dan trombosis vena. Menurut White (2001) Intravenous Nurses Society (INS) Phlebitis Scale dibedakan menjadi 3 skala yaitu skala 0 tidak ada tanda dan gejala ; skala 1 kemerahan dengan atau tanpa nyeri dan odema ; skala 2 kemerahan dengan atau tanpa nyeri, edema, bentuk berlapis ; skala 3 terdapat semua tanda dan gejala tersebut di atas.
17
C. Kompres Hangat 1. Pengertian Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat setempat yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni dan Wahyuningsih, 2013). Menurut Price (2005) dalam Fauziyah (2013) kompres hangat adalah memberikan rasa hangat kepada pasien untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan cairan yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal.
2. Tujuan Menurut Gabriel (1998) dalam Fauziyah (2013), tujuan dari kompres air hangat adalah sebagai berikut : a. Melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan tersebut. b. Pada otot, panas memiliki efek menurunkan ketegangan. c. Meningkatkan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan
serta
adanya
dilatasi
pembuluh
darah
yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan
O2 dan CO2 di dalam darah akan
meningkat sedangkan pH darah akan mengalami penurunan.
18
3. Persiapan Alat Menurut Kusyati (2006:210) persiapan alat yang dibutuhkan dalam melakukan kompres hangat sebagai berikut : Baki berisi : a. Baskom kecil berisi air biasa/air es. b. Pengalas (perlak kecil dan alas). c. Beberapa buah waslap/kain kassa dengan ukuran tertentu.
4. Prosedur Pelaksanaan Menurut Triyanto (2007:129) pasien yang mengalami phlebitis dinilai skala phlebitis dengan metode baxter scale. Selanjutnya diberikan tindakan kompres hangat (350 C) selama 15 menit. Setelah perlakuan selesai, maka berikutnya mengukur skala phlebitis dengan menggunakan Baxter Scale. Data sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan pengolahan data dengan uji t (paired t test) menggunakan tingkat kemaknaan ά = 0,05. Penggunaan uji ini dengan pertimbangan data yang terkumpul adalah berskala interval, data tersebut terdistribusi normal, dan memiliki variansi yang sama.
5. Manfaat Pemberian kompres air hangat dapat membantu vasodilatasi pembuluh darah dengan meningkatkan sirkulasi darah pada pembuluh darah yang mengalami phlebitis, sehingga selain mengurangi nyeri juga
19
dapat mempercepat proses penyembuhan luka phlebitis (Nurjanah, 2011). Penelitian ini mendukung hasil penelitian Griffiths et al (2001) dalam Nurjanah (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan air dalam perawatan luka dapat membantu proses penyembuhan luka. Dalam penelitiannya terbukti bahwa air dapat membantu proses epitelisasi jaringan sehingga mempercepat proses penyembuhan luka tanpa menimbulkan dampak negatif pada pasien yang mengalami luka.
D. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi 1. Pengkajian Menurut Carpenito (2000) dalam Oktavianus dan Sari (2014:59) pengkajian adalah pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Data
pengkajian
menurut
Doenges
(2000:39-41)
asuhan
keperawatan pada pasien hipertensi antara lain: a. Aktivitas / istirahat Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton. Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
20
b. Sirkulasi Gejala
: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit serebrovaskuler, episode palpitasi, respirasi. Tanda
: Kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis), hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat). 1) Nadi
:
Denyutan
jelas
dari
karotis,
jugularis,radialis : perbedaan denyut sperti denyut femoral melambat sebagaikompensasi
denyutan
radialis atau brakialis: denyut popliteal, tibialis posterior, pedialis tidak teraba atau lemah. 2) Denyut apikal : PMI kemungkinan bergeser dan/ atau sangat kuat. 3) Frekuensi/ irama : takikardi berbagai disritmia. 4) Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar S3 (CHF) dini; S4 (pengerasan ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). 5) Murmur stenosis valvular. 6) Desiran vaskular terdengar di atas karotis, femoralis, atau epigastrium (stenosis arteri). 7) DVJ (distensi vena juguralis) kongesti vena.
21
8) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi). 9) Kulit pucat, sianosis, dan diaforesis (kongesti, hiposekmia); kemerahan (feokromositoma). c. Integritas ego Gejala
: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah kronik, faktor-faktor stress multiple.
Tanda
: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan meledak, gerak tangan empati, otot mata tegang, gerakan fisik cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi Gejala
: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
e. Makanan/cairan Gejala
: Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori, mual, muntah, perubahan berat badan akhir
– akhir ini,
pengguanaan diuretik. Tanda
: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema.
riwayat
22
f. Neurosensori Gejala
: Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital, episode bebas dan / atau kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan, episode epitaksis.
Tanda
: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/ isi bicara, afek ,proses pikir, atau memori, Respon motorik, penurunan kekuatan genggaman tangan dan atau refleks tendon dalam, Perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat dan hemoragi tergantung pada berat / lamanya hipertensi.
g. Nyeri/ ketidaknyamanan Gejala
: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi, sakit kepala
oksipital
berat
seperti
yang
pernah
terjadi
sebelumnya, nyeri abdomen atau massa. h. Pernapasan Gejala
: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea, ortopnea, dispnea, nokturnal paroksimal, batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda
: Distress pernapasan/penggunaan otot aksesori pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis.
i. Keamanan Keluhan : Gangguan koordinasi/ cara berjalan Gejala
: Episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural.
23
j. Pembelajaran/ penyuluhan Gejala
: Faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung,
diabtes
melitus,
penyakit
serebrovaskuler/ginjal, faktor – faktor resiko etnikseperti orang Afrika-Amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormon lain: penggunaan obat/alkohol, pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat 4,2 hari, rencana pemulangan :bantuan dengan pemantauan diri tekanan darah, perubahan dalam terapi obat.
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Wilkinson dan Judith (2007) dalam Irawan (2013:21) diagnosa keperawatan yaitu sebuah label singkat, menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah – masalah aktual dan potensial segera setelah penyelesaian riwayat
kesehatan
dan
pengkajian
kesehatan,
perawat
mengorganisasikan, menganalisa, mensintesa dan merangkum data yang telah terkumpul dan menentukan kebutuhan atau masalah pasien terhadap asuhan keperawatan. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2013) antara lain : a. Penurunan
curah
jantung berhubungan
dengan
afterload, vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler.
peningkatan
24
b. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. c. Nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral. d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan. e. Resiko ketidakefektifan koping berhubungan dengan gangguan dalam pola penilaian ancaman, melepas tekanan. f. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi. g. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
3. Perencanaan Keperawatan Perencanaan merupakan langkah berikutnya dalam proses keperawatan. Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan kriteria / hasil yang diharapkan bagi pasien dan merencanakan intervensi keperawatan. Dari pernyataan tersebut diketahui dalam membuat perencanaan perlu mempertimbangkan tujuan, kriteria yang diperkirakan/ diharapkan dan intervensi keperawatan (Andarmoyo, 2013:113-114). Intervensi keperawatan menurut acuan NIC NOC ( 2013 ) antara lain : a. Penurunan curah jantung. Tujuan NOC : 1) Cardiac pump effectiveness
25
2) Circulation status 3) Vital sign status Kriteria hasil : 1) Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi) 2) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan 3) Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites Intervensi NIC : 1) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi) 2) Catat adanya disritmia jantung 3) Monitor balance cairan 4) Monitor toleransi aktivitas pasien 5) Anjurkan untuk menurunkan stress 6) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan respiratory 7) Monitor kualitas dari nadi 8) Monitor frekuensi dan irama pernafasan 9) Monitor pola pernafasan abnormal 10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign b. Intoleransi aktivitas. Tujuan NOC : 1) Energy conservation 2) Activity tolerance
26
3) Self care : ADLs Kriteria hasil : 1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 2) Mampu melakukan aktivitas sehari - hari (ADLs) secara mandiri 3) Tanda – tanda vital normal 4) Energi psikomotor 5) Level kelemahan 6) Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat 7) Status kardiopulmonari adekuat 8) Sirkulasi status baik 9) Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat Intervensi NIC : 1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat 2) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 3) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas 4) Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas 5) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
27
c. Nyeri akut (sakit kepala). Tujuan NOC : 1) Pain level 2) Pain control 3) Comfort level Kriteria hasil : 1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu mengguanakan tehnik nnfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Intervensi NIC : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2) Obseravasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan 3) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 4) Kurangi faktor presipitasi nyeri 5) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentuakn intervensi 6) Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
28
7) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri d. Kelebihan volume cairan. Tujuan NOC : 1) Electrolit and acid base balance 2) Fluid balance 3) Hydration Kriteria hasil : 1) Terbebas dari edema, efusi, anasarka 2) Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu / ortopneu 3) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+) 4) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, outut jantung dan vital sign dalam batas normal 5) Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan 6) Menjelaskan indikator kelebihan cairan Intevensi NOC : 1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 2) Pasang urin kateter jika dipelukan 3) Monitor hasil hemoglobin yang sesuai dengan retensi cairan 4) Monitor status hemodinamik termasuk CV, MAP, PAP, dan PCWP 5) Monitor vital sign 6) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake vairan dan eliminasi
29
7) Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan 8) Catat secara akurat intake dan output e. Resiko ketidakefektifan koping. Tujuan NOC: 1) Decision making 2) Role inhasmet 3) Sosial support Kriteria hasil : 1) Mengidentifikasi pola koping yang efektif 2) Mengungkapkan secara verbal tentang koping yang efektif 3) Mengatakan penurunan stress 4) Klien mengatakan telah menerima tentang keadaannya 5) Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping Intervensi : 1) Mengidentifikasi pasien alternatif 2) Bantu pasien untuk identifikasi bermacam – macam nilai kehidupan 3) Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yaang realistis 4) Gunakan pendekatan tenang dan meyakinkan 5) Berikan informasi aktual yang terkait denagn diagnosis, terpai dan prognosis
30
f. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Tujuan NOC : 1) Anxiety self – control 2) Anxiety level 3) Coping Kriteria hasil : 1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunujukkan tehnik untuk mengontrol cemas 3) Vital sign dalam batas normal 4) Postur tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan Intervensi NIC : 1) Gunakan pendekatan yang menenangkan 2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 3) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 4) Dengarkan dengan penuh perhatian 5) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 6) Berikan obat utnuk mengurangi kecemasan.
31
g. Resiko cedera. Tujuan NOC : Risk control Kriteria hasil : 1) Klien terbebas dari cedera 2) Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera 3) Klien
mampu
menjelaskan
faktor
resiko
lingkungan/perilaku personal 4) Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury 5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 6) Mampu mengenali perubahan status kesehatan Intervensi NIC : 1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya 3) Memasang side rail 4) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 5) Mengontrol lingkungan dari kebisingan h. Defisiensi pengetahuan. Tujuan NOC : 1) Knowledge : disease process 2) Knowledge : health behavior
dari
32
Kriteria hasil : 1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan 2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar 3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa ang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya Intervensi : 1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat 3) Hindari jaminan yang kosong 4) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 5) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas loka, dengan cara yang tepat.
4. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien. Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang
dimulai
setelah
keperawatan (Dermawan, 2012:118).
perawat menyusun
rencana
33
5. Evaluasi Menurut Hutahean (2010) dalam Dewi (2013:20) definisi evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan dan merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh
dignosa
keperawatan,
rencana
tindakan,
dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan pada SOAP, yaitu S adalah data subyektif yaitu data yang diutarakan pasien dan pandangannya terhadap data tersebut (jika pasien afasia, penulisan datanya adalah 0/X), kemudian O adalah obyektif yaitu data yang didapat dari hasil observasi perawat, termasuk tanda – tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data fisiologi
dan
informasi
dari
pemeriksaan
tenaga
kesehatan),
A adalah analisa yaitu analisa ataupun kesimpulan dari data subyektif dan objektif, P adalah perencanaan yaitu pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk mencapai status kesehatan pasien yang optimal. Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adala evaluasi akhir. Pernyataan evaluasi formatif adalah hasil observasi dan analisa perawar terhadap respon pasien segera pada saat / setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan keperawatan. Pernyataan
34
evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan (Dermawan, 2012:131).
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Pasien adalah seorang wanita berusia 47 tahun dengan inisial Ny.S beragama Islam pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan alamat Daleman yang saat ini dirawat di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Sukoharjo. Ny.S dirawat sejak
7 April 2014 dan
didiagnosa dokter
menderita hipertensi. Yang bertanggung jawab kepada pasien adalah Tn.W, berumur 51 tahun, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), pendidikan terakhir SMA, beragama Islam, dengan alamat yang sama dengan pasien.
B. Pengkajian Cara pengkajian pada tanggal 10 April 2014 jam 07.30 WIB, pada kasus ini dilakukan dengan cara alloanamnesa dan autoanamnesa. Perawat mengadakan wawancara, pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat. Pengkajian tentang riwayat kesehatan pasien didapatkan data, keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pasien mengatakan sakit kepala (pusing). Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan bahwa pasien pusing kepala kurang lebih 5 hari lalu, mula – mula hanya sakit kepala ringan kemudian berat. Pasien dibawa ke IGD RSUD Sukoharjo oleh keluarganya lalu, dipindah ke ruang Intensive Care Unit (ICU) karena sesak nafas (dyspneu) disertai alergi obat antibiotik (amoxicilin) sejak dari rumah sampai dibawa ke 35
36
rumah sakit. Pasien mengatakan nyeri bagian kepala, nyeri terasa tertusuktusuk, skala nyeri 5, nyeri semakin dirasakan saat bergerak. Ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit/nyeri dan kadang – kadang terlihat memegangi kepalanya. Pasien dirawat di ICU sudah hari ke 5. Pada saat pengkajian, pasien terpasang infus dextrose 5% 48 cc/jam (pump), tanda – tanda vital tekanan darah 150/100 mmHg, suhu 36,50 C, nadi 90x/menit, frekuensi 25x/menit. Pada pengkajian riwayat dahulu pasien mengatakan belum pernah rawat inap (mondok), tidak ada riwayat operasi, imunisasi lengkap, tidak mempunyai kebiasaan merokok tetapi suka minum kopi. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi (keturunan). Pasien alergi obat golongan antibiotik (amoxicillin), tidak ada riwayat DM, asma. Pengkajian riwayat kesehatan keluarga Gambar 3.1 Genogram
Ny.S
Keterangan : : Laki – laki : Perempuan
37
: Pasien : Ada Hubungan Keluarga : Tinggal dalam satu rumah
Riwayat kesehatan lingkungan pasien mengatakan jarak rumah dengan pabrik jauh 5 km, rumah berada diperkampungan padat penduduk, keadaan rumah tempat timggalnya bersih, jauh dari tempat pembuangan sampah maupun sungai, rumahnya selalu asri dan nyaman untuk ditempati. Pada pola pengkajian primer didapatkan data airway pasien tidak terpasang endotrakeal tube, tidak ada sumbatan nafas berupa sekret/lendir, breathing pasien terpasang kanul O2 3liter/menit, pernafasan 24x/menit, pengembangan dada kanan dan kiri sama, circulation tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, capilarry refill < 3 detik, SPO2 97% pupil isokor, terpasang infus dextrose 5% 16 tpm 48 cc/jam (pump). Disability keadaan umum lemah GCS : E4 M6 V5 serta exposure tidak terdapat luka / lesi diseluruh tubuh. Pada pengkajian fungsi kesehatan gordon, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan kesehatan itu penting, pasien tidak pernah olahraga, jika sakit kerapkali membeli obat di warung dan tidak langsung dibawa ke dokter, pasien minum kopi pada pagi hari. Pola nutrisi dan metabolisme pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan 3x sehari dalam 1 porsi makan dengan menu nasi, sayur, buahbuahan dan susu, tidak ada gangguan mual dan muntah, makanan yang paling
38
disukai adalah ayam bakar, pasien minum 5-6 x sehari 6 gelas belimbing. Antropometri tinggi badan 160 cm, berat badan 62 kg, normal 54 kg, lila : tidak terkaji, IMT : tidak terkaji, biochemical : tidak terkaji, clinical sign keadaan fisik sehat, dietary tidak ada. Selama sakit pasien mengatakan selama sakit mengatakan makan 3x sehari dengan porsi bubur 5 sendok makan (150 cc), minuman teh (200cc) dengan keluhan sakit saat menelan. Antropometri tinggi badan 160 cm, berat badan 50 kg normal 54 kg, hasil pengukuran LILA didapatkan 30 cm, presentase 105,3% (normal), IMT 19,5 (dalam batas normal), hasil biochemical didapatkan hasil hemoglobin 7,6 gr/dl, eritrosit 3,00 ul, lekosit 36,33 /mm3, trombosit 183/mm3, clinical sign keadaan fisik lemah, turgor kulit kering, mukosa bibir kering, dietary bubur diet jantung 1500 kkal. Pengkajian pola eliminasi pasien mengatakan BAK 4 kali sehari 550cc warna kuning, bau khas amoniak. BAB 2x sehari 100 cc konsistensi lunak tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan BAK 450 cc warna kuning bau khas tetesan lancar tidak ada gangguan berkemih. BAB pasien 1x sehari, konsitensi lembek, 50 cc tidak ada keluhan, pasien terpasang kateter urin sejak 7 April 2014, keadaan bersih. Pengkajian aktivitas dan latihan didapatkan selama sakit kemampuan pasien dalam perawatan diri makan/toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, kemampuan berpindah dibantu orang lain dan alat, ambulasi/ROM pasien dibantu orang lain. Pola pengkajian istirahat dan tidur pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur 9 jam tanpa obat tidur siang 1-2
39
jam dan tidak mengalami gangguan tidur. Selama sakit pasien mengatakan setiap saat mudah tertidur, pasien kadang terbangun dan terlihat gelisah. Pola pengkajian kognitif perseptual pasien dapat berbicara dengan lancar, melihat dan membaca buku, dapat mengikuti instruksi perawat, dapat mengidentifikasi tes raba, merasakan teh yang manis dan pasien mengatakan provoking
pasien mengatakan nyeri pada kepala terjadi karena indikasi
tekanan darah tinggi diperberat saat pasien kurang tidur karena karena sering terbangun bisa berkurang dengan dikunjungi keluarga, quality seperti tertusuk-tusuk, region nyeri dibagian dikepala, scale 5 (sedang), time nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri pasien mengatakan senang dengan keadaanya sebelum sakit dan sedih saat sakit terkadang pasien menangis, identitas diri pasien seorang perempuan yang sudah mempunyai 3 orang anak dan 1 orang cucu, peran diri pasien berperan sebagai ibu rumah tangga, nenek dan seorang istri, ideal diri pasien mengatakan ingin segera sembuh dan cepat pulang, harga diri pasien mengatakan pasrah dengan keadaannya sekarang. Untuk pengkajian nilai cemas menurut alat ukur HRS-A jumlah nilainya adalah 14 termasuk kategori cemas ringan. Pola hubungan peran sebelum sakit pasien mengatakan mempunyai hubungan baik dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya, pasien rutin mengikuti ronda dan kerja bakti di desanya. Selama sakit pasien mengatakan masih berhubungan baik dengan keluarga yang selalu menungguinya dan tetangganya yang setiap sore menjenguknya dirumah sakit, pasien tidak
40
mempunyai masalah keuangan di dalam pembayaran adminstrasi di rumah sakit. Pola seksualitas reproduksi sebelum sakit pasien mengatakan aktif dalam pemenuhan kebutuhan seksual reproduksi dan tidak ada keluhan tentang kebutuhan seksual. Selama sakit pasien mengatakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual karena penyakit yang dideritanaya. Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan tidak mempunyai masalah kalau ada masalah diselesaikan bersama keluarga. Selama sakit pasien mengatakan tetap bercerita tentang keluhan penyakitnya kepada suaminya. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan beragama islam taat beribadah sholat 5 waktu rajin megikuti pengajian dan sholat jumat. Selama sakit pasien tidak teratur dalam beribadah pasien hanya bisa berdoa dengan berbaring diatas tempat tidur dengan posisi semifowler karena bedrest. Pemeriksaan fisik pada Ny.S keadaan atau penampilan umum pasien tampak lemah, kesadaran composmentis, GCS: E4 M6 V5, tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 90x/menit, irama teratur teraba kuat, frekuensi 25x/menit, suhu 365 0C SPO2 97 %. Bentuk kepala mesocephal simetris, kulit kepala pasien kotor ada ketombe, rambut berwarna hitam panjang sebahu, muka ekspresi wajah tampak menahan nyeri. Pada pemeriksaan mata palpebra tidak ada odema, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor diameter kanan kiri simetris, reflek terhadap cahaya baik, penggunaan
41
alat bantu penglihatan tidak ada. Hidung bentuk simetris tidak ada polip, tidak ada lendir, tidak terpasang NGT, terpasang kanul O2 3 liter/menit. Mulut tidak ada stomatitis dan mukosa bibir kering, gigi bersih tidak ada karies gigi dan leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan dada, paru inspeksi bentuk dada simetris dada kanan dan kiri sama, tidak ada retraksi dada, palpasi vocal premittus sama kanan kiri, perkusi sonor di semua lapang paru, auskultasi vesikuler tidak ada suara tambahan. Jantung inpeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di ICS 4 dan 5, perkusi pekak, auskultasi reguler S I dan SII. Abdomen inspeksi bentuk datar tidak terdapat luka, auskultasi peristaltik 24x/menit, perkusi timpani kuadran II, III, IV dan redup di kuadran I, palpasi tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan genetalia terpasang DC sejak tanggal 7 april 2014 ukuran 16, produksi urine berwarna kuning frekuensi 250cc. Pemeriksaan rectum kebersihan terjaga. Pada pemeriksaan ektremitas, pada ektremitas atas kanan terpasang infus dextrose 5%, capilarry refill <3 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan akral hangat, kekuatan otot 4 pada ekstremitas atas kiri terdapat lesi/luka, pasien mengatakan merah pada tangannya terjadi phlebitis derajat 2 ditandai nyeri, eritema, tidak ada odema, capilarry refill <3 detik, kekuatan otot 5. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah kekuatan otot kanan kiri lemah kekuatan otot 3 , capilarry refill <3 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat, kekuatan otot 3 .
42
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 April 2014 menunjukkan hemoglobin 7,6 gr/d, eritrosit 3,00 gr/d, hematokrit 23,4/mm 3, lekosit 36,33/mm3, trombosit 183 /mm3, gula darah sewaktu 20 , SGDT 20 mcc, SGPT 12 mcc, ureum 29 mg/dl, creatinin 0,8 mg/dl, asam urat 5,0 mg/dl, creatinin 0,8 mg/dl, asam urat 5,0 mg/dl, natrium 135,3 mmol/l, kalium 3,6 mmol/l, chlorida 100 mmol/l. Pemeriksaan EKG tanggal 10 April 2014 hasil dari gambaran EKG frekuensi heart rate 120 x/menit, interval PR adalah P negatif, gelombang QRS normal, interpretasi jungtional takikardi.
C. Analisa Data (Prioritas Diagnosa Keperawatan) Analisa data pada tanggal 10 April jam 07.30 WIB didapatkan data subyektif provoking pasien mengatakan nyeri bagian kepala terjadi tekanan darah tinggi diperberat karena kurang tidur bisa berkurang dengan dijenguk keluarga, quality pasien mengatakan nyeri tertusuk – tusuk, regio pasien mengatakan nyeri dikepala, scale 5 (sedang), time pasien mengatakan nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul, data obyektif pasien tampak ekspresi wajah tampak menahan sakit, nyeri dan kadang – kadang terlihat memegangi kepala, SPO2 97%, tekanan darah 150/100 mmHg, tampak gelisah, pasien kadang terbangun di malam hari. Dari data fokus tersebut didapatkan masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : peningkatan tekanan vaskular serebral (Nurarif dan Kusuma, 2013:314-316). Analisa data pada jam 07.45 WIB didapatkan data subyektif pasien mengatakan badannya lemas dan aktivitas dibantu orang lain. Data obyektif
43
didapatkan data kemampuan perawatan diri makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan alat, ambulasi/ROM dibantu orang lain, keadaan umum lemah, pasien terpasang kateter urin sejak tanggal 7 April, terpasang infus dextrose 5% tekanan darah 150/100 mmHg, suhu 365 0 C, frekuensi 25x/menit, nadi 90x/menit. Dari data fokus tersebut didapatkan masalah keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (Wilkinson dan Ahern, 2012:468). Analisa data pada jam 08.00 WIB didapatkan data subyektif pasien mengatakan merah pada tangan kiri. Data obyektif didapatkan data tampak phlebitis pada tangan kiri ditandai nyeri, tidak ada oedema, ada bekas tusukan infus disertai eritema/kemerahan disekitarnya, skala phlebitis 2, leukosit 36,33/mm3, hemoglobin 7,6 gr/d. Dari data di atas penulis mengangkat masalah keperawatan pada Ny.S resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Nurarif dan Kusuma, 2013:323-324). Prioritas diagnosa didapatkan masalah keperawatan pada kasus Ny.S adalah nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral, intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring dan resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
D. Intervensi Berdasarkan hasil intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mencapai tujuan masalah keperawatan pada diagnosa pertama yaitu
44
tindakan keperawatan nyeri akut setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil, secara subjektif klien melaporkan nyeri hilang/berkurang (skala nyeri 0-3), dan skala nyeri berkurang menjadi 3, klien tidak gelisah. Dengan intervensi observasi nyeri (Provoking, Quality, Regio, Scale, Time) dengan rasional mengidentifikasi karakteristik nyeri pasien, observasi tanda-tanda vital dengan rasional peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. Masalah keperawatan yang kedua yaitu Intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam intoleransi aktivitas dapat diminimalkan dengan kriteria hasil kekuatan meningkat menjadi 5, berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR, mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri, tandatanda vital normal, mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat. Dengan rencana keperawatan antara lain observasi kemampuan pasien dalam mobilisasi dengan rasional menigkatkan kekuatan otot, pantau adanya faktor yang menyebabkan kelelahan rasional meminimalkan dalam aktivitas yang tidak penting, bantu pasien dalam melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi dengan rasional melatih pasien dalam melakukan ADL kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medis/fisioterapi dalam pemilihan terapi yang tepat rasional melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
45
Masalah keperawatan yang ketiga yaitu resiko infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam resiko infeksi akan teratasi denagn kriteria hasil luka tampak bersih, terbebas dari tanda dan gejala infeksi, dapat mencuci tangan yang benar. Dengan rencana keperawatan observasi tanda dan gejala infeksi rasional untuk mengetahui infeksi, bersihkan lingkungan dengan benar rasionalnya untuk mengurangi terjadinya infeksi, ajarkan teknik mencuci tangan yang benar dengan rasional mencegah terjadinya infeksi atau pembunuhan kuman, kolaborasi
terapi non
farmakologi (pemberian kompres hangat) rasional mengurangi resiko infeksi phlebitis.
E. Implementasi Pada hari kamis tanggal 10 April 2014 pukul 09.00 dilakukan tindakan untuk diagnosa pertama mengobservasi nyeri (Provoking, Quality, Regio, Scale, Time), respon subjektif pasien mengatakan nyeri bagian kepala karena indikasi tekanan darah tinggi, diperberat saat pasien kurang tidur bisa berkurang denagn olahraga, quality pasien mengatakan nyeri tertusuk – tusuk, regio pasien mengatakan nyeri dikepala, scale 5 (sedang), time pasien mengatakan nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul, data obyektif ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit, nyeri dan kadang – kadang terlihat memegangi kepala, SPO2 97%, tekanan darah 150/100 mmHg, pasien tampak gelisah.
46
Pukul 09.30 WIB dilakukan tindakan mengobservasi tanda – tanda vital, dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia, respon objektif pasien kooperatif,
tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 92 kali /menit,
frekuensi 26 x/menit, suhu 36,50 C. Pukul 10.00 WIB membantu pasien dalam melakukuan aktivitas dan latihan dengan respon subjektif pasien mengatakan ingin makan dan minum, respon objektif pasien makan 5 sendok dan minum 1 gelas belimbing. Pukul 10.30 WIB kolaborasi non farmakologi (kompres hangat dengan) respon subjektif pasien mengatakan kemerahan pada tangan kiri, respon obyektif didapatkan adanya terjadi phlebitis pada tangan kiri derajat 2 ditandai nyeri, eritema, tidak ada odema, lekosit 36,33/mm3 hemoglobin 23,4/mm3, ada bekas tusukan infus. Pukul 12.00 WIB dilakukan tindakan mengobservasi kemampuan pasien dalam mobilisasi pada ekstremitas bawah pada diagnosa ketiga, respon subjektif pasien mengatakan ototnya lebih rileks dan tidak kaku, respon objektif kekuatan otot atas kanan 4 otot kiri atas 5 bawah kanan dan kiri 3. Pukul 12.15 WIB kolaborasi non farmakologi (kompres hangat) respon subjektif pasien mengatakan bersedia, respon objektif pasien tampak terjadi phlebitis pada tangan kiri derajat 2 ditandai nyeri, eritema, tidak ada odema. Pukul
13.00 WIB mengajarkan teknik
mencuci tangan yang benar, respon subjektif pasien mengatakan bersedia, respon objektif pasien tampak memperhatikan apa yang disampaikan. Pukul 13.30 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon subjektif
47
pasien bersedia diajarkan teknik relaksasi, respon objektif pasien tampak sedikit rileks. Hari jumat tanggal 11 April 2014 pukul 07.30 mengobservasi tanda tanda vital respon subjektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 94x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,70 C. Pukul 09.00 WIB kolaborasi non farmakologi (kompres hangat), respon pasien mengatakan bersedia dikompres tangannya, respon obyektif pasien tampak phlebitis pada tangan kiri. Pukul 10.00 WIB mengobservasi kemampuan pasien dalam mobilisasi pada ekstremitas bawah mengatakan ototnya lebih rileks dan tidak kaku, respon objektif pasien kooperatif kekuatan otot atas kanan 4 otot kiri atas 5 bawah kanan dan kiri 3. Pukul 11.00 WIB kolaborasi non farmakologi (kompres hangat), respon subjektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif tampak tida akda tanda – tanda infeksi dan phlebitis . Pukul 12.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon subyektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif pasien tampak rileks. Pukul 13.00 WIB dilakukan tindakan mengobservasi tanda – tanda vital, respon subjektif pasien mengatakan bersedia, respon objektif tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,50 C.
F. Evaluasi Kamis, 10 April 2014 pukul 14.00 WIB, evaluasi pada diagnosa pertama pasien mengatakan mengatakan provoking pasien mengatakan nyeri
48
pada kepala terjadi karena indikasi tekanan darah tinggi diperberat saat pasien kurang tidur karena karena sering terbangun bisa berkurang dengan dikunjungi keluarga, quality seperti tertusuk – tusuk, regio nyeri dibagian dikepala, scale 5 (sedang), time nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul, hasil observasi pasien didapatkan ekspresi wajah tampak menahan sakit, nyeri dan kadang – kadang terlihat memegangi kepala, SPO2 97%, tekanan darah 150/100 mmHg, tampak gelisah, dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi observasi nyeri, observasi tanda – tanda vital, ajarkan teknik nafas dalam. Pada evaluasi diagnosa kedua pasien masih lemah ekstremitas bawah lebih rileks, hasil observasi pasien lemah dan aktifitas dibantu orang lain kekuatan otot atas kanan 4 atas kiri 5 bawah kanan dan kiri 3, dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi bantu pasien dalam melakukuan aktivitas dan latihan, observasi kemampuan pasien dalam mobilisasi. Pada evaluasi ketiga pasien mengatakan kemerahan pada tangan kiri, hasil observasi pasien tampak terjadi phlebitis pada tangan kiri derajat 2 ditandai nyeri, eritema, tidak ada odema, ada bekas luka tusukan infus disertai eritema / kemerahan, leukosit 36,33/mm3, hemoglobin 23,4/mm3 dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi berikan kompres air hangat, ajarkan cara mencegah infeksi.
49
Pada hari jumat, 11 April 2014 pukul 14.00 WIB evaluasi pada diagnosa pertama pasien provoking pasien mengatakan nyeri bagian kepala terjadi tekanan darah tinggi diperberat karena sering terbangun bisa berkurang dengan dijenguk keluarga, quality pasien mengatakan nyeri tertusuk – tusuk, regio pasien mengatakan nyeri dikepala, scale 5 (sedang), time pasien mengatakan nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul, hasil observasi pasien tampak ekspresi wajah tampak menahan sakit, nyeri dan kadang – kadang terlihat memegangi kepala, SPO2 97%, tekanan darah 150/100 mmHg, tampak gelisah. Hasil observasi : pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri, dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi observasi karakteristik nyeri, observasi tanda – tanda vital. Evaluasi diagnosa kedua pasien mengatakan lemah saat bergerak, hasil observasi aktivitas dan latihan masih dibantu orang lain dan alat kekuatan otot atas kanan 4 atas kiri 5 kekuatan otot bawah kanan dan kiri 3, dari semua tindakan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi bantu klien dalam melakukan aktivitas dan latihan, observasi kemampuan pasien dalam mobilisasi. Pada evaluasi ketiga pasien mengatakan sudah tidak ada kemerahan pada daerah bekas tusukan di daerah tangan kirinya, hasil observasi didapatkan
tidak ada tanda dan gejala phlebitis, masalah
keperawatan teratasi, intervensi dihentikan.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini asuhan penulis akan membahas proses keperawatan pada asuhan keperawatan yang dilakukan tanggal 10-11 April 2014 di ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo. Prinsip dari pembahasan ini dengan memperhatikan proses keperawatan yang memfokuskan pada tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi), dan evaluasi keperawatan A. Pengkajian Pengkajian pada asuhan keperawatan Ny.S dengan hipertensi keluhan utama yang dirasakan pasien mengatakan sakit kepala (pusing). Sakit - sakit kecil yang biasa dan umum sering dianggap sebagai tanda - tanda hipertensi, misalnya orang yang mudah marah, mudah sakit kepala, tengkuk kaku, nyeri dada, mudah tersinggung dan emosi tinggi (Susilo dan Wulandari, 2011:75). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Oktavianus dan Sari (2014:53) bahwa meskipun beberapa orang dengan hipertensi tahap awal mungkin mengalami “dull headaches”, pusing atau beberapa lagi mimisan, tanda dan gejala ini biasanya tidak muncul sampai hipertensi mencapai tahap yang berat bahkan tingkat yang mengancam nyawa. Pasien dirawat di ICU sudah hari ke-5. Pada saat pengkajian, pasien terpasang infus dextrose 5% 48 cc/jam (pump), tanda – tanda vital tekanan darah 150/100 mmHg, suhu 365oC, nadi 90x/menit, frekuensi nafas
50
51
25x/menit. Pada Ny.S diberikan infus dextrose yang berfungsi untuk rehidrasi, penambah kalori secara parenteral, basic solution (ISO,2010:395). Setiadi (2012:117-119) mengatakan tekanan darah arterial menggambarkan dua hal yaitu besar yang dihasilkan ventrikel kiri sewaktu berkontraksi (angka sistolik) dan besar tekanan yang dihasilkan ventrikel kiri saat istirahat (angka diastole). Pernafasan atau respirasi. Normalnya pada orang dewasa 16-24x/menit. Dikaji frekuensi nafasnya, dengan cara lihat naik turunnya dada saat klien bernafas, kalau gerakan dada tidak tampak maka boleh dilihat gerakan perut saat nafas dan dihitung selama 1 menit. Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok tetapi suka minum kopi. Pengaruh lain yang dapat menyebabkan dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai berikut merokok karena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan darah, minum alkohol, minum obat – obatan misalnya ephedrin, prednison, epinefrin (Gunawan, 2012:19). Hasil pengkajian riwayat kesehatan dahulu pada Ny.S ditemukan adanya riwayat penyakit hipertensi (keturunan) dari ibu pasien, yang juga menderita penyakit yang sama seperti pasien. Hal ini sejalan dengan pernyataan Padmawinata (2001) dalam Oktavianus dan Sari (2014:52) yang menunujukkan adanya tekanan darah yang meninggi merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi seorang untuk mengidap hipertensi di masa yang akan datang. Tekanan darah kerabat dewasa tinggi pertama (orang tua saudara kandung) yang dikoreksi terhadap umur dan jenis kelamin tampak ada pada semua tingkat tekanan darah tinggi.
52
Pasien mengatakan alergi obat antibiotik jenis amoxicillin. Dalam jurnal Krzywda dan Edmiston (2002) seperti dikutip Triyanto dkk (2007:131) juga menerangkan bahwa pemberian antibiotik dapat dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan peradangan. Namun demikian, pemberian obat termasuk antibiotik melalui selang infus dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya phlebitis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian obat antibiotik bukan merupakan pilihan yang paling tepat dalam pengobatan atau tindakan menyembuhkan phlebitis. Pada pengkajian fungsi kesehatan gordon, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan kesehatan itu penting, pasien tidak pernah olahraga. Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi (Gunawan, 2012:24-25). Pada pola nutrisi dan metabolisme, hasil biochemical pasien didapatkan hemoglobin 7,6 gr/dl, eritrosit 3,00 ul, lekosit 36,33/mm3, trombosit 183/mm3, nilai hemoglobin yang rendah berhubungan dengan masalah klinik seperti anemia, periksa hematokrit jika nilai hemoglobin rendah ( Joice, 1997:113).
53
Pola pengkajian kognitif perseptual pasien mengatakan nyeri pada kepala terjadi karena indikasi tekanan darah tinggi diperberat saat pasien kurang tidur karena karena sering terbangun bisa berkurang saat dijenguk keluarga (provoking), nyeri seperti tertusuk – tusuk (quality), regio nyeri di bagian kepala, skala nyeri 5/ sedang (scale), nyeri dirasakan tiap 3 jam sekali hilang timbul (time). Komponen pengkajian analisis symptom (P Q R S T) P (provoking) yang menyebabkan
timbulnya masalah keperawatan,
Q (quality) kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan, R (regio) lokasi nyeri, S (scale) keparahan, T (time) waktu (Andarmoyo, 2013:105-106). Pemeriksaan fisik pada ekstremitas atas terpasang infus dextrose 5% 48 cc/jam (pump) sejak lima hari yang lalu dan belum diganti sampai terjadi phlebitis. Pada ekstremitas atas kiri terdapat lesi/luka, pasien mengatakan merah pada tangannya terjadi phlebitis derajat 2 ditandai nyeri, eritema, tidak ada odema, capilarry refill <3 detik, kekuatan otot 5. Hal ini didukung dengan pernyataan Hanskin et al (2001) dalam Nurjanah (2011) bahwa phlebitis bisa terjadi karena bahan kanul, ukuran kanul, dan balutan yang digunakan, insersi kanul oleh petugas yang belum berpengalaman, area insersi kanul yang tidak tepat secara anatomi, pemasangan kanul yang berkepanjangan, penggantian balutan yang tidak rutin, ketidakcocokan jenis, pH dari mediaksi dan cairan, faktor karakteristik seperti usia dan penyakit yang menyertai. Menurut Karadag dan Gorgulu (2000) dalam Triyanto dkk (2007:45) berpendapat bahwa phlebitis adalah suatu inflamasi pada pembuluh darah.
54
Hal ini sejalan dengan pernyataan Weinstein (2001:62) bahwa tanda dan gejala phlebitis yaitu nyeri, kemerahan, bengkak, panas, dan vena terlihat lebih jelas. Langkah - langkah tindakan dalam penanganan phlebitis antara lain lepaskan alat intravena, tinggikan ekstremitas, beritahu dokter, berikan kompres hangat pada ekstremitas sesuai pesanan, kaji nadi distal terhadap area yang phlebitis, hindari pemasangan intravena berikutnya di bagian distal vena yang meradang.
B. Diagnosa Keperawatan. Pada teori yang didapat penulis, diagnosa yang sering muncul pada penyakit hipertensi adalah penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload,
vasokontriksi,
hipertrofi/rigiditasventrikuler,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral, kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan, resiko ketidakefektifan koping berhubungan dengan gangguan dalam pola penilaian ancaman, melepas tekanan, ansietas berhubungan dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi, resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan (Nurarif dan Kusuma,2013). Diagnosa keperawatan ditemukan berdasarkan data pengkajian pada Ny.S. Diagnosa keperawatan pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : peningkatan tekanan vaskular serebral (Nurarif dan Kusuma, 2013:314-316). Karena berdasarkan “Hirarki Maslow” kebutuhan manusia
55
ada 5 tahap yaitu fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri, aktualisasi diri. Nyeri merupakan kebutuhan fisiologis (respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilitas dan eliminasi) kebutuhan manusia yang diutamakan (Setiadi, 2012:40). Sedangkan menurut Smelltzer (2002) dalam Andarmoyo (2013:43) nyeri pada klien harus segera ditangani karena nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan dan mengganggu nyeri
akut
yang tidak kunjung mereda dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan imunologik. Sedangkan prioritas diagnosa kedua intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring. Menurut Wilkinson dan Ahern (2012:468) intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari - hari yang harus atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari - hari yang harus atau yang ingin dilakukan. Prioritas diagnosa ketiga yaitu resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, karena berdasarkan pada keaktualan masalah yang sesuai dengan tipe-tipe diagnosa. Menurut Carpenito, (2000) dalam
setiadi
(2012:58), bahwa terdapat 5 tipe diagnosa yaitu aktual, risiko, kemungkinan, kesejahteraan, dan sindrom.
Resiko infeksi masuk kedalam diagnosa
keperawatan resiko. Diagnosa keperawatan resiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentang untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang
56
sama atau hampir sama (Setiadi, 2012:65). Apabila diagnosa ini tidak ditegakkan maka resiko akan berubah menjadi aktual. Diagnosa ini ditegakkan sekaligus untuk mengupayakan pencegahan infeksi (Potter dan Perry, 2005:65). Penulis menegakkan diagnosa yang pertama pada saat dilakukan pengkajian data subyektif yang didapatkan provoking pasien mengatakan nyeri bagian kepala terjadi tekanan darah tinggi diperberat karena kurang tidur bisa berkurang dengan dijenguk keluarga, quality pasien mengatakan nyeri tertusuk – tusuk, regio pasien mengatakan nyeri dikepala, scale 5 (sedang), time pasien mengatakan nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul. Data objektif yang didapat yang didapatkan adalah pasien tampak ekspresi wajah menahan sakit, nyeri dan kadang – kadang terlihat memegangi kepala, SPO2 97%, tekanan darah 150/100 mmHg, tampak gelisah, pasien kadang terbangun di malam hari. Sedangkan nyeri akut adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri dapat muncul dengan awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dan berlangsung <6bulan. Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : peningkatan tekanan vaskular serebral dikarenakan tanda dan gejala yang ada pada pasien sesuai dengan batasan karakteristik dalam teori. Penulis menegakkan diagnosa yang kedua dengan alasan pada saat dilakukan pengkajian data subyektif yang diperoleh pasien mengatakan
57
badannya lemas dan aktivitas dibantu orang lain. Data obyektif yang didapatkan kemampuan perawatan diri makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan alat, ambulasi/ROM dibantu orang lain, keadaan umum lemah, pasien terpasang kateter urin sejak tanggal 7 April, terpasang infus dextrose 5% tekanan darah 150/100 mmHg, suhu 365 0 C, frekuensi 25x/menit, nadi 90x/menit. Menurut Wilkinson dan Ahern (2012:468) intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari - hari yang harus atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari - hari yang harus atau yang ingin dilakukan. Penulis mengangkat diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring dikarenakan tanda dan gejala yang ada pada pasien sesuai dengan batasan karakteristik dalam teori. Penulis menegakkan diagnosa yang ketiga dengan alasan pada saat dilakukan pengkajian data subyektif yang diperoleh pasien mengatakan merah pada tangan kiri. Data obyektif yang didapatkan tampak phlebitis pada tangan kiri ditandai nyeri, tidak ada oedema, ada bekas tusukan infus disertai eritema/kemerahan disekitarnya, skala phlebitis 2, leukosit 36,33/mm3, hemoglobin 7,6 gr/d. Resiko infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik. Penulis mengangkat diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dikarenakan tanda dan gejala yang ada pada pasien sesuai dengan batasan karakteristik dalam teori.
58
Pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler tidak terdapat pada Ny.S dikarenakan saat pengkajian penulis tidak menemui tanda – tanda dari batasan karakteristik penurunan curah jantung, didapatkan penurunan curah jantung pasien normal. Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Nurarif dan Kusuma, 2013:316). Diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan tidak terjadi pada Ny.S karena pada pengkajian tidak menemui dan tanda – tanda dan batasan karakteristik kekurangan volume cairan, didapatkan volume cairan pasien normal. Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskular, interstitial dan intraseluler ini mengacu saat tanpa perubahan pada natrium (Nurarif dan Kusuma, 2013:626). Diagnosa resiko ketidakefektifan koping berhubungan dengan gangguan dalam pola penilaian ancaman, melepas tekanan tidak terjadi pada Ny.S karena pada pengkajian tidak menemui dan tanda – tanda dan batasan karakteristik resiko ketidakefektifan koping Diagnosa ansietas berhubungan dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi tidak terjadi pada Ny.S karena pada pengkajian tidak menemui dan tanda – tanda dan batasan karakteristik ansietas, ansietas dalam kategori cemas ringan (HRS-A). Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan
59
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu untuk bertindak menghadapi anacaman (Nurarif dan kusuma, 2013:230). Diagnosa resiko cedera berhubungan dengan hipoksisa jaringan tidak terjadi pada Ny.S karena pada pengkajian tidak menemui dan tanda – tanda dan batasan karakteristik resiko cedera. Resiko cedera adalah beresiko mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber – sumber adaptif dan pertahanan individu (Wilkinson & Ahern, 2012:428).
C. Intervensi Intervensi yang dibuat penulis sudah sesuai NIC (Nursing Intervention Clasification). Denagn tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil, secara subjektif klien melaporkan nyeri hilang/berkurang (skala nyeri 0-3), dan skala nyeri berkurang menjadi 3, klien tidak gelisah. Intervensi yang dibuat penulis observasi nyeri (Provoking, Quality, Regio, Scala, Time), observasi tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan (Nurarif dan Kusuma, 2013:660-661). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan intoleransi aktivitas dapat diminimalkan dengan kriteria hasil kekuatan meningkat menjadi 5, berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
60
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR, mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri, tanda-tanda vital normal, mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat. Intervensi yang dibuat penulis selanjutnya berdasarkan diagnosa kedua penulis menyusun yaitu observasi kemampuan pasien dalam mobilisasi, pantau adanya faktor yang menyebabkan kelelahan, bantu pasien dalam melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi, kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medis/fisioterapi dalam pemilihan terapi yang tepat (Nurarif dan Kusuma, 2013). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam resiko infeksi akan teratasi dengan kriteria hasil luka tampak bersih, terbebas dari tanda dan gejala infeksi, dapat mencuci tangan yang benar. Intervensi yang dibuat penulis selanjutnya berdasarkan diagnosa ketiga penulis menyusun yaitu observasi tanda dan gejala infeksi, bersihkan lingkungan dengan benar, ajarkan teknik mencuci tangan yang benar, kolaborasi terapi non farmakologi (pemberian kompres hangat) (Nurarif dan Kusuma, 2013:323-324).
D. Implementasi Implementasi dilakukan selama 2 hari. Adapun implementasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama mengobservasi karakteritik nyeri dan mengajarkan teknik relaksasi. Mengobservasi karakteristik nyeri dengan menggunakan skala nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) merupakan suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan
61
level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0 – 10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik (Andarmoyo, 2013:77). Mengajarkan teknik relaksasi, menurut Smeltzer dan Bare (2002) dalam Andarmoyo (2013:89) relaksasi adalah tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat menigkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menhitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup, dua, tiga) dan ekshalasi (hembusan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan ini akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya. Napas lambat, berirama, juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode – metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dpat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri. Implementasi yang dilakukan diagnosa keperawatan kedua yaitu mengobservasi tanda – tanda vital dan mengobservasi kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi. Mengobservasi tanda – tanda vital menurut Potter dalam Setiadi (2012:116) tanda - tanda vital diukur untuk menentukan status kesehatan
62
klien biasanya (dasar – dasar) atau untuk menguji respon klien terhadap stress fisiologi atau psikologi terhadap terapi keperawatan. Mengobservasi kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi tingkat 0 yaitu mandiri total, tingkat 1 yaitu memerlukan penggunaan peralatan atau perlengkapan, tingkat 2 yaitu memerlukan bantuan dari orang lain untuk membantu, mengawasi atau mengajari, tingkat 3 yaitu memerlukan bantuan dari orang lain dan peralatan/perlengkapan, tingkat 4 yaitu ketergantungan tidak berpartisipasi dalam aktivitas (Wilikinson dan Ahern, 2012:469). Implementasi yang dilakukan diagnosa keperawatan ketiga yaitu kolaborasi non farmakologi (pemberian kompres hangat). Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat setempat yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni dan Wahyuningsih, 2013). Menurut Gabriel (1998) dalam Fauziyah (2013), tujuan dari kompres air hangat adalah sebagai berikut melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan tersebut.
Pada otot, panas memiliki
efek menurunkan ketegangan. Meningkatkan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan meningkat sedangkan pH darah akan mengalami penurunan. Hal ini didukung dengan pernyataan Kusyati (2006:210) bahwa persiapan alat yang dibutuhkan dalam melakukan kompres hangat adalah sebagai berikut, baki berisi baskom kecil berisi air biasa/air
63
hangat, pengalas (perlak kecil dan alas), beberapa buah waslap/kain kassa dengan ukuran tertentu. Menurut Triyanto (2007:129) pasien yang mengalami phlebitis dinilai skala phlebitis dengan metode baxter scale. Selanjutnya diberikan tindakan kompres hangat (350 C) selama 15 menit. Setelah perlakuan selesai, maka berikutnya mengukur skala phlebitis dengan menggunakan Baxter Scale. Data sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan pengolahan data dengan uji t (paired t test) menggunakan tingkat kemaknaan ά = 0,05. Penggunaan uji ini dengan pertimbangan data yang terkumpul adalah berskala interval, data tersebut terdistribusi normal, dan memiliki variansi yang sama. Implementasi hari pertama pada Ny.S sebelum dilakukan kompres hangat skala phlebitis 2 ditandai dengan nyeri dan eritema atau kemerahan. Setelah diberikan kompres hangat terjadi penurunan skala phlebitis 1. Implementasi hari kedua skala phlebitis 1 yang ditandai dengan nyeri. Setelah diberikan kompres hangat mengalami penurunan skala menjadi 0 setelah dilakukan kompres hangat tidak ada tanda – tanda dan gejala phlebitis. Intervensi untuk diagnosa yang pertama dan kedua belum dapat tercapai semua dikarenakan keterbatasan waktu, asuhan keperawatan kelolaan hanya dilakukan dua hari dan kriteria hasil belum bisa dicapai sesuai tujuan keperawatan yang ditargetkan, sehingga penulis memberikan pendelegasian kepada perawat rumah sakit.
64
E. Evaluasi Tindakan keperawatan yang dilakukan selama dua hari sudah dilakukan sesuai dengan pengelolaan asuhan keperawatan serta berkolaborasi dengan tim kesehatan. Hasil evaluasi yang sudah didapatkan pada diagnosa pertama masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi karena tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. Kriteria hasil yang diharapkan secara subjektif klien melaporkan nyeri hilang/berkurang (skala nyeri 0-3), dan skala nyeri berkurang menjadi 3, klien tidak gelisah. Evaluasi dengan metode SOAP yaitu provoking pasien mengatakan nyeri bagian kepala terjadi tekanan darah tinggi diperberat karena sering terbangun bisa berkurang dengan dijenguk keluarga, quality pasien mengatakan nyeri tertusuk – tusuk, regio pasien mengatakan nyeri dikepala, scale 5 (sedang), time pasien mengatakan nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul, hasil observasi pasien tampak ekspresi wajah tampak menahan sakit, nyeri dan kadang – kadang terlihat memegangi kepala, SPO2 97%, tekanan darah 150/100 mmHg, tampak gelisah. Hasil observasi : pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri. Hal ini menyatakan masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi maka intervensi dilanjutkan observasi karakteristik nyeri, observasi tanda – tanda vital (Nurarif dan Kusuma, 2013:660-661). Evaluasi menurut SOAP yang sudah didapatkan pada masalah keperawatan intoleransi aktivitas pasien masih lemah ekstremitas bawah lebih rileks, hasil observasi pasien lemah dan aktifitas dibantu orang lain kekuatan otot atas kanan 4 atas kiri 5 bawah kanan dan kiri 3. Hasil didapatkan oleh
65
penulis belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan kekuatan meningkat menjadi 5, berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR, mampu melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri, tanda-tanda vital normal, mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat. Hal ini menyatakan maslah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi maka intervensi dilanjutkan bantu pasien dalam melakukuan aktivitas dan latihan, observasi kemampuan pasien dalam mobilisasi (Nurarif dan Kusuma, 2013). Evaluasi menurut SOAP yang sudah didapatkan pada maslah keperawatan resiko infeksi teratasi teratasi sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, kriteria hasil yang telah tercapai ditandai dengan luka daerah bekas tusukan tampak bersih, terbebas dari tanda dan gejala infeksi, tidak ada tanda – tanda phlebitis, dan derajat phlebitis 0 (Nurarif dan Kusuma, 2013:323-324).
F. Keterbatasan Karya Tulis Ilmiah Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan tindakan keperawatan tentu menemukan keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil tindakan keperawatan.
Keterbatasan
penulis
rasakan
diantaranya
berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Triyanto et al (2007) upaya menurunkan skala phlebitis dengan pemberian kompres hangat efektif untuk pasien berumur 47 tahun tetapi dalam jurnal Triyanto tidak dikatakan berapa lama waktu yang digunakan untuk melakukan tindakan tersebut
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Pengkajian terhadap Ny.S dengan masalah keperawatan yaitu nyeri akut provoking pasien mengatakan nyeri pada kepala terjadi karena indikasi tekanan darah tinggi diperberat saat pasien kurang tidur karena karena sering terbangun bisa berkurang dengan dikunjungi keluarga, quality seperti tertusuk-tusuk, regio nyeri dibagian dikepala, scale 5 (sedang), time nyeri dirasakan 3 jam sekali hilang timbul. Intoleransi aktivitas kemampuan perawatan diri makan/minum, toileting,
berpakaian,
mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain dan alat, ambulasi/ROM dibantu orang lain, keadaan umum lemah, pasien terpasang kateter urin sejak tanggal 7 April, terpasang infus dextrose 5% tekanan darah 150/100 mmHg, suhu 36,50 C, frekuensi 25x/menit, nadi 90x/menit. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif data yang didapatkan yaitu phlebitis pada tanagn kiri ditandai nyeri,
tidak
ada
oedema,
ada
bekas
tusukan
infus
disertai
eritema/kemerahan disekitarnya, skala phlebitis 2, leukosit 36,33/mm3, hemoglobin 7,6 gr/d. 2. Diagnosa keperawatan pada Ny.S yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : peningkatan tekanan vaskular serebral, intoleransi
66
67
aktivitas berhubungan dengan tirah baring dan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. 3. Intervensi keperawatan yang disusun yaitu nyeri akut sebagai berikut observasi nyeri (Provoking, Quality, Regio, Scala, Time), observasi tanda-tanda, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Intoleransi aktivitas antara lain observasi kemampuan pasien dalam mobilisasi, pantau adanya faktor yang menyebabkan kelelahan, bantu pasien dalam melakukan ambulasi yang
dapat
ditoleransi,
kolaborasi
dengan
tenaga
rehabilitasi
medis/fisioterapi dalam pemilihan terapi yang tepat, resiko infeksi adalah observasi tanda dan gejala infeksi, bersihkan lingkungan dengan benar, ajarkan teknik mencuci tangan yang benar, kolaborasi terapi non farmakologi (pemberian kompres hangat). 4. Implementasi keperawatan pada Ny.S pada tanggal 10 – 11 April 2014 yang dilakukan penulis adalah mengobservasi karakteristik nyeri, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, mengobservasi tanda – tanda vital, observasi kemampuan pasien dalam mobilisasi , membantu dalam melakukan aktivitas dan latihan, kolaborasi non farmakologi (kompres hangat). 5. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan selama 2 hari yaitu pemberian kompres hangat terjadi penurunan skala phlebitis dari skala 2 menjadi 0. Maka pada masalah keperawatan risiko infeksi teratasi.
68
6. Analisa hasil Tindakan keperawatan yang dilakukan selama dua hari sudah dilakukan secara komprehensif dengan acuan rencana asuhan keperawatan (NANDA, 2013) serta telah berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya didapatkan data hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : peningkatan tekanan vaskular serebral belum teratasi dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring belum teratasi, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif teratasi.
B.
Saran Setelah penulis melakukan pemberian kompres hangat terhadap skala phlebitis, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya di bidang kesehatan antara lain: 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien hipertensi pada khususnya dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien.
69
2. Bagi tenaga kesehatan terutama perawat Diharapkan di dalam memberikan tindakan keperawatan dan untuk mencapai hasil evaluasi yang maksimal tentu perlu adanya kerja sama dengan tim kesehatan lain seperti dokter, fisioterapi, ahli gizi dan yang lainnya, sehingga penulis mengharapkan agar mencapai hasil yang maksimal tentu perlu adanya kerja keras dalam melaksanakan tindakan baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim kesehatan lain. 3. Bagi klien dan keluarga klien Dalam pemberian tindakan keperawatan, pasien juga berperan penting dalam proses mengatasi masalah keperawatan yaitu dengan mengikuti saran baik yang diberikan dari dokter, perawat, maupun dari tim kesehatan lainnya. Selain itu, keluarga klien harus ikut serta dalam memberikan bantuan baik secara fisik maupun psikis seperti membantu memenuhi kebutuhan klien sehari-hari (makan, minum dan lain-lain), dan memberikan dorongan atau semangat supaya klien mau dilakukan tindakan
keperawatan
sehingga
dapat
mempercepat
proses
penyembuhan. 4. Bagi institusi pendidikan Diharapkan
agar
dapat
meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan yang lebih berkualitas dan professional, sehingga dapat tercipta perawat-perawat yang profesional, terampil, cekatan dan handal yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistio. 2013. Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Anugraheni, vonny dan Wahyuningsih, aries. Efektivitas Kompres Hangat dalam Menurunkan Intensitas Nyeri Dysmenorrhoea pada Mahasiswi Stikes RS.BaptisKediri.http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/stikes/article/vi ew/18838/18533 . Diakses tanggal 25 April 2014. Aprilianti, Mega (2013). Skripsi Hubungan Status Gizi Orang Dewasa Usia 45-54 Tahun dan kejadian Penyakit Tidak Menular( Non Communicable Diseases) Hipertensi, Diabetes Militus dan Penyakit Jantung Diprovinsi DKI Jakarta dan Banten. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1003COVER%20,%20DAFTAR%20ISI%20,%20KATA%20PENGANTAR.pdf Diakses tanggal 26 April 2014 Asrin Et al. (2006). Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Plebitis
Di
Rsud
Purbalingga.
http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/jks-200607-001107_4352.pdf . Diakses tanggal 26 April 2014 Bolin, Novita (2011). Hubungan Penerapan Atraumatik Care dalam Pemasangan Infus Terhadap Respon Kecemasan pada
Anak yang Mengalami
Hospitalisasi di Irna d Anak Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang Tahun 2010.http://repository.unand.ac.id/18055/1/HUBUNGAN%20%20PENERA PAN%20%20ATRAUMATIK%20%20CARE%20%20DALAM%20PEMA SANGAN%20INFUS%20TERHADAP%20RESPON%20KECEMASAN.p df . diakses tanggal 28 April 2014
Dermawan, Deden. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja. Yogyakarta. Gosyen Publishing. Dewi, Meylia. 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny.L dengan Hipertensi pada Keluarga Ny.S di Desa Sadon kelurahan Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
Karya
Tulis Ilmiah. STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dongoes E. Marilyn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. Buku Kedokteran: EGC Fauziyah, Iin (2013). Efektivitas Teknik Effleurage dan Kompres Hangat Terhadap Penurunan Tingkat Disminore pada Siswi SMA N 1 Gresik. http://lppmunigresblog.files.wordpress.com/2013/06/jurnal-iin.pdf . diakses tanggal 27 April 2014. Gunawan, Lany (2012). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta. Kanisius Handoyo dan Trianto (2007). Analisis Tindakan Perawatan yang Dilakukan pada Pasien dengan Phlebitis di RSUD DR Margono Soekardjo Purwokerto. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=10511&val=715
.
diakses Tanggal 27April 2014. Irawan, Jali. 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan
Keluarga Pada Tn.S
dengan Hipertensi pada Keluarga Tn.S di Desa Wonosari Kecamatan Gondangrejo. Karya Tulis Ilmiah. STIKes Kusuma Husada Surakarta. ISO. 2010. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta. Ikatan Apoteker Indonesia. Kartikasari, Agnesia (2012). Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa Kabongan
Kidul,
Kabupaten
Rembang.
http://eprints.undip.ac.id/37291/1/AGNESIA_NUARIMA_G2A008009_L AP_KTI.pdf . diakses tanggal 26 April 2014.
Kusyati, Eni (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta. Buku Kedokteran. EGC Lefever, Joyce (1997). Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan Edisis 2. Jakarta. Buku Kedokteran:EGC Murwani, Arita (2011). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta. Gosyen Publising Nurarif Huda A. dan Kusuma Hardi. (2013). Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA. Mediaction. Nurjanah, Nunung (2011). Studi Komparasi Efektivitas Kompres Normal Salin Dan Air Hangat Terhadap Derajat Flebitis Pada Anak Yang Dilakukan Pemasangan
Infus
Di
Rsup
Dr.
Hasan
Sadikin
Bandung.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20282001T%20Nunung%20Nurjanah.p df. Diakses tanggal 28 April 2014. Potter dan Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses dan Praktik Volume 2 Edisi 4. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran:EGC. Prastika, Susilaningsih et al. Kejadian Flebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Majalaya.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=103607&val =1378&title= . diakses tanggal 25 April 2014. Sari Sartika F. Dan Oktavianus (2014) Asuhan Keperawatan Pada Sistem Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta. Graha Ilmu Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktis Teori dan Praktis.Graha Ilmu. Yogyakarta. Sudarta, Wayan (2013). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Cardiovaskuler. Yogyakarta. Gosyen Publishing Susilo, Yekti dan Wulandari, Ari (2011). Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi (Hipertensi). Yogyakarta. CV Andi Offset
Triyanto, Endang (2014) Pelayanan Keperawatan Bagi penderita Hipertensi secara Terpadu. Yogyakarta. Graha Ilmu Triyanto, Endang et al. (2007). Upaya Menurunkan Skala Plebitis dengan Kompres Hangat Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=117509&val=5340. Diakses 28 April 2014. Weinstein M. Sharon. Buku Saku Terapi Intravena (Memory Bank for Intravenous Therapy). Jakarta. Buku Kedokteran: EGC Wilkinson, Judith dan Ahern, Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keprawatan Edisi 9. Jakarta.BukuKedokteran:EGC Zuliyati (2013). Efektivitas Teknik Effleurage Dan Kompres Hangat Terhadap Penurunan
Tingkat
Disminore
Pada
Siswi
Sma
N
1
Gresik.
http://lppmunigresblog.files.wordpress.com/2013/06/jurnal-iin.pdf. Diakese tanggal 27 April 2014