PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP PENURUNAN NYERI PAYUDARA PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. Y DENGAN POST PARTUM SPONTAN DI RUANG MAWAR 1 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
NILA MEGA KRISTIANA NIM. P11 098
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP PENURUNAN NYERI PAYUDARA PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. Y DENGAN POST PARTUM SPONTAN DI RUANG MAWAR 1 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Prasyarat Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
NILA MEGA KRISTIANA NIM. P11 098
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Nila Mega Kristiana
NIM
: P11 098
Program Studi
: Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: PEMBERIAN
KOMPRES
PANAS
TERHADAP PENURUNAN NYERI PAYUDARA
PADA
ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. Y DENGAN POST RUANG
PARTUM MAWAR
SPONTAN 1
RS
DI Dr.
MOEWARDI SURAKARTA Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, Mei 2014 Yang Membuat Pernyataan
NILA MEGA KRISTIANA NIM. P11 098
ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh
:
Nama
: Nila Mega Kristiana
NIM
: P11 098
Program Studi
: Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: PEMBERIAN
KOMPRES
PANAS
TERHADAP PENURUNAN NYERI PAYUDARA
PADA
ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. Y DENGAN POST RUANG
PARTUM MAWAR
SPONTAN 1
RS
DI Dr.
MOEWARDI SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/Tanggal
: Kamis, 08 Mei 2014
Pembimbing
: Nurul Devi Ardiani, S.Kep,.Ns NIK. 201186080
(………………….)
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh
:
Nama
: Nila Mega Kristiana
NIM
: P11 098
Program Studi
: Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: PEMBERIAN
KOMPRES
PANAS
TERHADAP PENURUNAN NYERI PAYUDARA
PADA
ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. Y DENGAN POST
PARTUM
RUANG
MAWAR
SPONTAN 1
RS
DI Dr.
MOEWARDI SURAKARTA. Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : Selasa, 20 Mei 2014
DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Nurul Devi Ardiani, S.Kep,.Ns NIK. 201186080
(.........................)
Penguji I
: Siti Mardiyah, S.Kep,.Ns NIK. 201183063
(..........................)
Penguji II
: Noor Fitriyani, S.Kep,.Ns NIK. 201187085
(...........................)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep. Ns., M.Kep NIK. 200680021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa berkat, Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN KOMPRES PANAS TERHADAP PENURUNAN NYERI PAYUDARA PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.Y DENGAN POST PARTUM SPONTAN DI RUANG MAWAR 1 RS. MOEWARDI SURAKARTA”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murharyati S.Kep.Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani S.Kep.Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Nurul Devi Ardiani S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
4. Siti Mardiyah S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Noor Fitriyani S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua Dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Ayah dan Ibu (orang tua) tercinta yang telah memberikan motifasi dan inspirasi serta kasih sayang yang besar untukku. 8. Teman-teman DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta angkatan 2011. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ........................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv KATA PENGANTAR ........................................................................................ v DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Tujuan penulisan ............................................................................ 4 C. Manfaat penulisan .......................................................................... 5
BAB II
TINJAUAN TEORI A. Post Partum .................................................................................... 6 B. Asuhan Keperawatan Post Partum ................................................. 11 C. Nyeri .............................................................................................. 16 D. Nyeri Payudara .............................................................................. 19 E. Kompres Panas .............................................................................. 20
BAB III
LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien .............................................................................. 24 B. Pengkajian ...................................................................................... 24
vii
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 27 D. Intervensi Keperawatan ................................................................. 26 E. Implementasi Keperawatan............................................................ 30 F. Evaluasi Keperawatan.................................................................... 33 BAB IV
PEMBAHASAN A. Pengkajian ...................................................................................... 36 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 41 C. Intervensi ....................................................................................... 45 D. Implementasi .................................................................................. 47 E. Evaluasi .......................................................................................... 52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................... 55 B. Saran .............................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Gambar 2.1 Skala Nyeri Numerik ................................................... 18 2. Gambar 2.2 Skala Nyeri Deskriptif ................................................. 18 3. Gambar 2.3 Skala Nyeri Analog Visual .......................................... 19
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 2
Log Book
Lampiran 3
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 4
Asuhan Keperawatan
Lampiran 5
Jurnal Tentang Kompres Panas
x
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masa nifas pada persalinan normal dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya. Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009). Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Batas waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batas maksimumnya adalah 40 hari. Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007), diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3% ibu yang memberikan ASI eksklusif pada anak mereka. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara selama kehamilan, 1
2
masa menyusui serta pengetahuan ibu yang kurang tentang menyusui (Astuti, 2013). Terjadi perubahan fisiologi selama masa post partum yang meliputi semua sistem tubuh salah satu diantaranya yaitu perubahan pada sistem reproduksi. Disamping involusi, terjadi juga perubahan-perubahan penting lainnya yaitu timbulnya laktasi (Nengah dan Surinati, 2013). Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Dalam proses menyusui ditemukan beberapa masalah salah satunya adalah pembengkakan (engorgement) payudara (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pembengkakan (engorgement) payudara
terjadi karena ASI tidak
dihisap oleh bayi secara adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan dan bendungan ASI (Bahiyatun, 2009). Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat. Hal tersebut juga bisa terjadi dikarenakan adanya sumbatan pada saluran susu (Bahiyatun, 2009). Duktus tersumbat dapat menimbulkan nyeri pada payudara, nyeri biasanya timbul hanya pada satu payudara dan hanya sedikit rasa hangat dirasakan atau tidak ada rasa hangat sama sekali. Dalam suatu penelitian 96 dari 100 ibu dilaporkan mengalami nyeri pada waktu-waktu tertentu. Hal ini
3
terjadi terutama antara hari ke-3 dan ke-7. Pada beberapa wanita, nyeri ini berlangsung selama 6 minggu (Wheeler, 2004) . Manusia hidup perlu adanya suatu kenyamanan karena hal ini merupakan aspek mendasar dalam kehidupan manusia. Kenyamanan adalah konsep sentral dalam pemberian asuhan keperawatan. Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan dasar individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang sering kali dialami oleh individu (Andarmoyo, 2013). Nyeri adalah pengalaman sensorik yang dicetuskan oleh rangsangan yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan (Mander, 2004). Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri dapat meberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditrasmisikan berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) dan serabut C. Implus nyeri menyebrangi tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri (Uliyah, 2008). Nyeri payudara pada post partum dapat diatasi dengan melakukan kompres panas untuk mengurangi rasa sakit (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Kompres panas juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh yaitu efek vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel dan merelaksasikan otot, sehingga nyeri yang dirasa berkurang. Kompres panas dengan suhu 40,50C –
4
43
0
C merupakan salah satu pilihan tindakan yang digunakan untuk
mengurangi dan bahkan mengatasi rasa nyeri (Potter dan Perry, 2006). Berdasarkan pengelolaan kasus yang dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta di dapatkan data bahwa Ny. Y mengeluh merasakan nyeri pada payudara, payudara terasa kencang, teraba keras dan terasa
sakit.
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
penulis
tertarik
mengaplikasikan jurnal Nengah dan Surinati (2013), maka karya tulis ilmiah ini berjudul “Pemberian Kompres Panas Terhadap Penurunan Nyeri Payudara Pada Asuhan Keperawatan Ny. Y Dengan Post Partum Spontan Di Ruang Mawar 1 RS Dr. Moewardi Surakarta”.
B. Tujuan Penulis 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus nyeri payudara pada Ny. Y dengan post partum spontan di ruang Mawar I Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. Y dengan nyeri payudara pada post partum spontan. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. Y dengan nyeri payudara pada post partum spontan. c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. Y dengan nyeri payudara pada post partum spontan. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. Y dengan nyeri payudara pada post partum spontan.
5
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. Y dengan nyeri payudara pada post partum spontan. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian kompres panas pada Ny. Y pada nyeri payudara pada post partum spontan.
C. Manfaat Penulis 1. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan, masukan dan menambah wawasan bagi mahasiswa keperawatan, dalam hal pemberian asuhan keperawatan khususnya dalam keperawatan maternitas. Dapat digunakan sebagai acuhan melaksanakan praktek klinik dalam membuat asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan. 2. Bagi Institusi Rumah Sakit Sebagai masukan dalam membuat asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan yang mengalami nyeri payudara sehingga diharapkan dapat
meningkatkan
perkembangan bagi
ilmu
dan dan praktek
keperawatan maternitas. 3. Bagi Penulis Sebagai sarana yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan menambah pengalaman dalam membuat asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan dengan masalah nyeri pada payudara sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien.
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Post Partum 1. Pengertian Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2005). Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009). Menurut
Ambarwati
dan
Wulandari
(2010),
masa
nifas
(puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Batas waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batas maksimumnya adalah 40 hari. 2. Tahap Masa Post Partum Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut : a. Periode Immediate Post Partum Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena antonia uteri.
6
7
b. Periode Early Post Partum Fase ini berlangsung 24 jam – 1 minggu, dan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk dan tidak demam. c. Periode Late Post Partum Fase ini berlangsung 1 minggu – 5 minggu. Pada periode ini yang perlu dilakukan yaitu perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB. (Saleha, 2009) 3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas a. Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Uterus akan mengalami pengecilan (involusi) secara berangsur-angsur hingga kembali seperti sebelum hamil. Tinggi fundus uterus pada bayi lahir yaitu setinggi pusat, saat uri lahir fundus uteri dua jari bawah pusat (Suherni, 2008). b. Lochea Menurut Saleha (2009), lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama nifas. Lochea terbagi menjadi tiga jenis yaitu:
8
1) Lochea Rubra berwarna merah karena berisi darah segar dan sisasisa selaput ketuban. Inilah lokia yang akan keluar selama 2-3 hari postpartum. 2) Lochea Sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan. 3) Lochea Serosa berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Lochea ini keluar pada hari ke-7 sampai ke-14 pascapersalinan. 4) Lochea Alba adalah lochea yang terakhir. Dimulai hari ke-14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya. c. Perubahan Payudara Menurut Waryana (2010), perubahan pada payudara dapat meliputi : 1) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan. 2) Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan. 3) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi. d. Perubahan Vagina dan Perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Pada perineum, terjadi robekan perineum pada semua persalinan pertama. Robekan perineum
9
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa meluas apabila kepala janin terlalu cepat (Suherni, 2008). Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Tindakan episiotomi adalah mengiris atau menggunting perineum menurut arah irisan ada tiga: medialis, mediolaeralis dan lateralis dengan tujuan agar supaya tidak terjadi robekan-robekan perineum yang tidak teratur dan robekan musculus princter ani (Rukiyah, 2009). e. Perubahan Sistem Pencernaan Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesteron, sehingga yang menyebabkan terjadi nyeri ulu hati dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum akibat luka episiotomi (Bahiyatun, 2009). f. Perubahan Sistem perkemihan Setelah
persalinan,
terjadi
diuresis
fisiologis
akibat
pengurangan volume darah dan peningkatan produk sisa. Beberapa ibu, khususnya setelah persalinan yang menggunakan bantuan alat, mengalami kesulitan saat mulai berkemih. Ada pula ibu yang mungkin mengalami kesulitan menahan lebih lama aliran urinenya saat ada dorongan berkemih. Banyak ibu meneteskan urinenya saat batuk,
10
tertawa, bersin atau melakukan gerakan yang tiba-tiba. Gejala ini, dikenal dengan istilah inkontinensia stres (Brayshaw, 2008). g. Sistem Muskuloskeletal Ambulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi (Waryana, 2010). Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walapun sendi kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan (Bobak, 2005). h. Perubahan Sistem Endokrin 1) Hormon Plasenta Saat plasenta lepas dari dinding uterus, kadar Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan Human Plasental Lactogen (HPL) secara berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari post partum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari post partum. HPL tidak lagi terdapat dalam plasma (Bahiyatun, 2009). 2) Hormon Hipofisis Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follicle stimulating hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespon terhadap
11
stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan (Bobak, 2005). 3) Hormon Oksitosin Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali kebentuk normal dan pengeluaran air susu (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
B. Asuhan Keperawatan Post Partum Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2009). 1. Pengkajian a. Anamnesa Tujuan anamnesa adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan dan kehamilan untuk digunakan dalam proses membuat keputusan klinis guna menentukan diagnosa dan mengembangkan rencana asuhan yang sesuai (Erawati, 2011).
12
1) Riwayat Kesehatan Hal yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan adalah : a) Keluhan yang dirasakan ibu saat ini. b) Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari misalnya pola makan, buang air kecil atau buang air besar, kebutuhan istirahat dan mobilisasi. c) Riwayat persalinan ini meliputi adakah komplikasi, laserasi atau episiotomi. d) Obat atau suplemen yang dikonsumsi saat ini misalnya tablet zat besi. e) Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan terhadap peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati yang dirasakan ibu sekarang, kecemasan dan kekhawatiran. f) Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan bayi sehari-hari. g) Bagaimana rencana menyusui nanti (ASI Eksklusif atau tidak), rencana merawat bayi dirumah (dilakukan ibu sendiri atau dibantu orang tua atau mertua). h) Bagaimana dukungan suami atau keluarga terhadap ibu. i) Pengetahuan ibu tentang nifas.
13
2) Pemeriksaan Fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah menilai kesehatan dan kenyamanan fisik ibu dan bayinya untuk membuat keputusan klinis guna menentukan diagnosa dan mengembangkan rencana asuhan yang paling sesuai (Erawati, 2011). a) Keadaan umum, kesadaran b) Tanda-tanda
vital:
tekanan
darah,
suhu,
nadi
dan
pernafasan. c) Payudara: pembesaran, putting susu (menonjol atau mendatar, adakah nyeri dan lecet pada putting), ASI atau kolostrum sudah keluar, adakah pembengkakan, radang atau benjolan abnormal. d) Abdomen: tinggi fundus uteri, kontraksi uterus. e) Kandung kemih kosong atau penuh. f) Genetalia dan perineum: pengeluaran lochea ( jenis, warna, jumlah, bau), odema, peradangan, keadaan jahitan, nanah, tanda-tanda infeksi pada luka jahitan, kebersihan perineum dan hemmoroid pada anus. (Suherni, 2008) 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai
14
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2012). Diagnosa keperawatan pertama yang muncul pada post partum spontan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi). Diagnosa keperawatan kedua, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct). Diagnosa keperawatan ketiga, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat) (Ujiningtyas, 2009). 3. Intervensi Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam
usaha
memenuhi
kebutuhan
klien.
Proses
perencanaan antara lain adalah membuat tujuan dan menetapkan kriteria hasil, memilih intervensi dan membuat rasionalisasi dari intervensi yang dipilih (Setiadi, 2012). North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) mengembangkan rencana keperawatan yang telah diperluas dan dikaitkan dengan kriteria hasil atau Nursing Outcomes Classification (NOC) serta intervensi atau Nursing Interventions classification (NIC). Hasil dari NOC adalah konsep-konsep netral yang merefleksikan pernyataan
atau
perilaku
klien.
Prioritas
intervensi
dari
NIC
15
mengarahkan perawat untuk meninjau ulang aktivitas perawatan pertama yang dikaitkan dengan intervensi tersebut (Nursalam, 2009). Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan pada diagnosa keperawatanpertama adalah setelah diberikan asuhan keperawan diharapkan pasien menunjukkan berdasarkan NOC: nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil,
skala nyeri berkurang (1-3), Tekanan
darah normal (120/60 mmHg), Nadi normal (60-120 x/menit), respirasi normal (16-20x/menit). Intervensi sesuai NIC adalah identifikasi rasa ketidaknyamanan dan penyebabnya, berikan tindakan yang memberikan kenyamanan, misal kompres hangat pada punggung, payudara, perineum, bantu memilih posisi optimal untuk mengejan, berikan oksigen dan tingkatkan pemberian cairan infus (Ujiningtyas, 2009). Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan pada diagnosa keperawatan kedua adalah setelah diberikan asuhan keperawan diharapkan pasien menunjukkan berdasarkan NOC: skala nyeri 2, payudara tidak kenceng dan tidak teraba keras dan sekresi ASI lancar. Intervensi sesuai NIC adalah kaji nyeri P Q R S T, ajarkan teknik breast care,
berikan
kompres
panas,
kolaborasi
pemberian
analgesik
(Wilkinson, 2007). Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan pada diagnosa keperawatan kedua adalah setelah diberikan asuhan keperawan diharapkan pasien menunjukkan berdasarkan NOC: skala nyeri 2, payudara tidak kenceng dan tidak teraba keras dan sekresi ASI lancar.
16
Intervensi sesuai NIC adalah kaji nyeri P Q R S T, ajarkan teknik breast care,
berikan
kompres
panas,
kolaborasi
pemberian
analgesik
(Wilkinson, 2007). Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan pada diagnosa keperawatan ketiga adalah setelah diberikan asuhan keperawan diharapkan pasien menunjukkan berdasarkan NOC: konjungtiva tidak anemis, tidak pucat, HB : 12 g/dl, Ht : 33-45%, tidak lemas. Intervensi sesuai NIC adalah kaji nutrisi pasien, anjurkan makan sedikit tapi sering, pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tranfusi dan pemberian Fe (Wilkinson, 2007).
C. Nyeri 1. Definisi Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Judha, 2012). Nyeri adalah pengalaman sensorik yang dicetuskan oleh rangsangan yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan (Mander, 2004). Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenagkan yang sering kali dialami oleh individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri merupakan
17
salah satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan kepada seorang pasien (Andarmoyo, 2013). 2. Klasifikasi Nyeri Nyeri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut diakibatkan oleh penyakit, radang atau injuri jaringan. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari 6 (enam) bulan. Nyeri kronik, secara luas dipercaya menggambarkan penyakitnya. Nyeri kronik dapat berlangsung lebih lama (lebih dari enam bulan). Nyeri ini dapat dan sering menyebabkan masalah yang berat bagi pasien (Judha, 2012). Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri dapat meberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditrasmisikan berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) dan serabut C. Implus nyeri menyebrangi tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri (Uliyah, 2008). 3. Alat Ukur Nyeri Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai berikut :
18
1. Skala Numerik Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Numerik 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Tidak Nyeri
9 10 Sangat Nyeri
Gambar 2.1 Skala Nyeri Numerik Sumber : Andarmoyo (2013)
2. Skala deskriptif Skala diskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini di ranking dari “ tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Deskriptif Tidak Nyeri
Nyeri Ringa n
Nyeri Sedang
Gambar 2.2 Skala Nyeri Deskriptif Sumber : Andarmoyo (2013)
Nyeri Berat
Nyeri yang tidak tertahanka
19
3. Skala analog visual Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) adalah suatu garis lurus/horisontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsis verbal pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang buruk”. Analog Tidak Nyeri
Nyeri yang tidak tertahankan Gambar 2.3 Skala Nyeri Analog Visual Sumber : Andarmoyo (2013)
D. Nyeri Payudara Terjadi peningkatan aliran darah ke payudara bersamaan dengan produksi ASI dalam jumlah banyak. Dalam proses menyusui ditemukan beberapa masalah salah satunya adalah pembengkakan (engorgement) payudara (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit (Saleha, 2009). Masalah
ini
paling
sering
ditemui
pada
ibu
pascabersalin.
Tersumbatnya saluran ASI dapat menyebabkan payudara rasa sakit, teraba
20
ada benjolan yang terasa sakit, bengkak dan payudara mengeras. Pada kondisi ini, saluran ASI tidak mengalami pengosongan dengan baik sehingga ASI menumpuk (Riksani, 2012). Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat. Hal tersebut juga bisa terjadi dikarenakan adanya sumbatan pada saluran susu. Di payudara sumbatan tersebut bisa terjadi pada satu atau bisa lebih duktus laktiferus (Bahiyatun, 2009). Duktus tersumbat dapat menimbulkan nyeri pada payudara, nyeri biasanya timbul hanya pada satu payudara dan hanya sedikit rasa hangat dirasakan atau tidak ada rasa hangat sama sekali. Dalam suatu penelitian 96 dari 100 ibu dilaporkan mengalami nyeri pada waktu-waktu tertentu. Hal ini terjadi terutama antara hari ke-3 dan ke-7. Pada beberapa wanita, nyeri ini berlangsung selama 6 minggu (Wheeler, 2004) .
E. Kompres Panas 1. Definisi Kompres panas adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan. Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit, merangsang peristaltic usus, pengeluaran getah radang menjadi lancar,
21
serta memberikan ketenangan dan kesenangan pada klien (Istichomah, 2007). Kompres panas yaitu dimana kompres panas dapat meredakan iskemia dan melancarkan pembuluh darah sehingga meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera (Bonde, 2013). 2. Mekanisme Dalam Menurunkan Nyeri. Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluhpembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Aktivitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit atau nyeri dan akan menunjang proses penyembuhan luka dan proses peradangan (Andarmoyo, 2013). Menurut Potter dan Perry (2006) dalam Rasdini (2012), terapi panas merupakan salah satu modalitas terapi fisik yang menggunakan sifat fisik panas secara konduksi untuk menstimulasi kulit sehingga dapat menurunkan persepsi nyeri seseorang. Selain itu, teknik ini juga mudah dilakukan oleh penderita sehari-hari. Memberikan kompres panas atau dingin dapat memberi rasa nyaman sesuai keinginan ibu (Chapman, 2006). Salah satu terapi nonfarmakologis yang berguna menurunkan intesitas nyeri yaitu stimulasi masase kuntaneus dan kompres panas (Price dan Wilson, 2006).
22
Potter dan Perry (2006) dalam Nengah dan Surinati (2013), pemberian kompres panas menimbulkan efek hangat serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan. Efek ini dapat menyebabkan terlepasnya endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara kerjanya adalah rangsangan panas pada daerah lokal akan merangsang reseptor bawah kulit dan mengaktifkan transmisi serabut sensori A beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini juga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta A berdiameter kecil. Keadaan demikian menimbulkan gerbang sinap menutup transmisi implus nyeri. Ketika panas diterima reseptor, impuls akan diteruskan menuju hipotalamus posterior akan terjadi reaksi reflek penghambatan simpatis yang akan membuat pembuluh darah berdilatasi (Guyton dan Hall, 2007). Kompres panas meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme jaringan. Kompres panas mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri. Kompres panas juga mengurangi respons ‘melawan atau menghindar’ seperti dibuktikan dengan gemetar dan berdiri bulu roma (Simkin dan Ruth, 2005). Menurut Kusumastuti (2008) dalam Nengah dan Surinati (2013), kompres panas dianggap bermanfaat untuk memperbaiki sirkulasi darah, tertama pada engorgement payudara post partum. Salah satu pengurang nyeri dengan metode alami adalah metode panas dingin. Memang tak menghilangkan keseluruhan nyeri namun setidaknya memberikan rasa nyaman. Botol air panas yang dibungkus handuk dicelupkan ke air dingin
23
mengurangi pegal di punggung dan kram bila di tempel di punggung (Judha, 2012). Dalam report information from Donald, M dan Susanne (2014) menyatakan untuk pembengkakan payudara, bayi perlu minum ASI lebih sering untuk membantu mengalirkan susu, sedangkan pembengkakan payudara dapat mereda dengan kompres panas dan shower air panas di daerah payudara yang nyeri. 3. Prosedur Dalam Kompres Panas Instrumen yang digunakan adalah tiga buah handuk (dua handuk kecil untuk kompres panas, satu handuk ukuran sedang untuk menutup dan mengeringkan payudara yang sudah dikompres), air yang bersuhu 410C dalam waskom, termometer air dan stopwatch (Nengah dan Surinati , 2013). Fase kerjanya, sebelum melakukan tidakan menjaga privasi pasien terlebih dulu. Langkah yang pertama yaitu menyiapkan instrumen yang akan digunakan, lalu membuka baju bagian atas pasien dan meletakan handuk ukuran sedang di bahu untuk menutup bagian payudara. Langkah selanjutnya melakukan kompres panas pada bagin payudara pasien secara bergantian. Cara mengompres, menggunakan handuk kecil yang sudah dicelupkan ke waskom yang berisi air panas lalu di kompreskan pada bagian payudara mulai dari pangkal payudara menuju putting susu. Setelah itu mengeringkan payudara dengan handuk dan merapikan pasien (Donald, M dan Susanne, 2014).
24
BAB III LAPORAN KASUS
Bab ini merupakan laporan kasus “Asuhan Keperawatan Post Partum Spontan Pada Ny. Y Dengan Nyeri Payudara di Ruang Mawar I Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”. laporan kasus ini meliputi: identitas, rumusan masalah, pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 08 April 2014 jam 13.00 WIB. Pengkajian dilakukan dengan metode Alloanamnesa dan Autoanamnesa. Pengkajian identitas pasien didapatkan hasil Pasien bernama Ny.Y, umur 23 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat rumah Pucangsawit Jebres Surakarta, pekerjaan sebagai karyawan, pendidikan terakhir SLTA. Tanggal masuk Rumah Sakit 07 April 2014, dengan diagnosa nyeri payudara pada persalinan spontan. Identitas penanggung jawab Ny.Y yaitu Tn. P, umur 24 tahun, hubungan dengan pasien adalah suaminya. Riwayat kehamilan dari persalinan masa lalu : Pasien mengatakan ini kehamilan yang pertama. Riwayat kehamilan saat ini : Pasien selama hamil memeriksakan kehamilannya sebanyak 6 kali ke bidan, pada saat hamil pasien mengalami masalah mual muntah pada terimester I. Riwayat persalinan : jenis persalinan spontan. Bayi yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan : 2500 kg dan tinggi badan : 45 cm. Perdarahan yang terjadi ≤ 500
24
25
cc. Masalah saat akan memasuki proses persalinan yaitu diketahui hasil laboratorium hemoglobin: 8,8 g/dl, anemia. Riwayat ginekologi : Pasien mengatakan tidak ada masalah pada organ reproduksinya. Pasien mengatakan bahwa belum pernah menggunakan KB, namum berencana akan menggunakan KB suntik setelah anak pertama lahir. Status setelah persalinan G1P1A0, bayi tidak rawat gabung dengan ibunya karena ibu mengalami anemia dan dalam masa perbaikan. Pemeriksaan fisik : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, Berat Badan: 50 kg, Tinggi Badan : 150 cm. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan : tekana darah 120/70 mmHg, suhu : 36,6 0C. Nadi : 80 x/menit, pernapasan : 20 x/menit. Pemeriksaan fisik Head to toe : pada pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesochepal, rambut hitam lebat, kusam dan kuat. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis, sklera non ikterik, pupil isokor. Pemeriksaan hidung didapatkan tidak ada sekret, tidak ada polip. Pada telinga didapatkan, telinga bersih tidak ada penumpukan serum. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran kelenjar tiroid tidak ada pembesaran vena jugularis. Pada pemeriksaan jantung didapatkan hasil ictus kordis tidak tampak namun teraba di SIC V midklavikula, pada perkusi didapat suara pekak pada jantung, saat di auskultasi terdengar irama reguler dan suara jantung normal. Pada pemeriksaan paru - paru didapatkan hasil bentuk dada simetris dan tidak ada jejas saat di inspeksi, saat di palpasi vokal vremitus kanan dan kiri sama,
26
saat di palpasi didapatkan suara sonor dan saat di lakukan auskultasi tidak ada suara tambahan dan terdengar vesikuler di seluruh lapang paru. Saat dilakukan pemeriksaan payudara didapatkan hasil payudara tampak besar, simetris, putting susu tampak membesar dan terdapat pigmentasi areola berubah menjadi kehitaman, ASI belum keluar banyak, payudara terasa keras, merasakan nyeri dengan skala 4 dan teraba kencang saat ASI-nya mulai diambil atau saat dipompa. Pada pemeriksan abdomen didapatkan hasil involusi uterus belum kembali seperti semula, fundus uterus setinggi umbilikus, kontraksi baik, keras dan teratur, posisi abdomen globuler (membulat). Kandung kemih teraba keras, terisi urine. Fungsi pencernaan klien sudah berfungsi dengan baik. Terdapat striae gravidarum di daerah abdomen. Tanda Homan (-) tidak ada nyeri. Pemeriksaan perineum dan genetalia pasien didapatkan tidak ada edema pada vagina, integritas kulit baik, masih ada perdarahan. Pada perineum, terdapat episiotomi dan terasa nyeri dengan skala 5. Untuk tandatanda REEDA hasilnya : ada kemerahan (Redness), tidak ada bengkak (Edema), tidak ada bintik biru/kebiruan (Echimosis), ada pengeluaran cairan darah (Discharge) dan penyatuan jaringan tampak baik (Appoximate). Pengeluaran lokhea pada pasien, jumlahnya 1 pembalut besar penuh (± 150 cc), dengan jenis lokhea rubra (darah), konsistensi cair, baunya khas ( amis). Pemeriksaan ekstermitas didapatkan : tidak ada edema, tidak ada jejas, kekuatan otot 4 pada eksterimitas atas (kanan, kiri) dan bawah (kanan, kiri).
27
Pengkajian nutrisi didapatkan data Antropometri : berat badan : 50 kg, tinggi badan : 150 cm , IMT : 22,2. Biokimia : Hemoglobin : 8,8 g/dl, hematokrit 28 %. Clinical : tampak pucat, konjungtiva anemis. Diit : Nasi, sayur dan Es tea/air putih. Pada tanggal 07 April 2014 jam 11.48 didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin 8,8 g/dl (nilai normal: 12-15,6 g/dl), hematokrit 28 % (nilai normal : 33-45%), leukosit 8,4 rb/ul (nilai normal: 4,5-11 rb/ul), trombosit 303 rb/ul (nilai normal: 150-450 rb/ul), eritosit 3,75 jt/ul (nilai normal : 4,10-5,10 jt/ul). Terapi medik yang didapatkan yaitu cairan parenteral yang terdiri dari infus RL 20 tpm, infus NaCl 0,9 % 20 tpm. Obat oral terdiri dari amoxilin 500mg/12 jam sebagai antibiotik, Ferobion 329mg/12 jam sebagai suplemen penambah darah pada perdarahan ringan, Vit-c 50mg/24 jam sebagai membantu penyerapan zat besi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pengkajiaan pada pasien pada tanggal 08 April 2014 jam 13.00 WIB, didapatkan 3 diagnosa keperawatan : Data subyektif : pasien mengatakan merasa nyeri luka setelah episiotomi, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada daerah episiotomi, skala nyeri 5, nyeri timbul saat bergerak. Data Obyektif : pasien tampak meringis saat bergerak, wajahnya tampak tegang. Sehingga didapatkan
28
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi). Data subyektif : pasien mengatakan ASI belum lancar, payudara terasa kencang dan keras, rasanya seperti diremas, nyeri di bagian payudara, skala nyeri 4, rasa nyeri timbul saat payudara di pompa/diambil ASI-nya. Data obyektif yang didapat : wajah pasien tampak tegang, pasien tampak meringis menahan sakit maka masalah keperawatan yang ada nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct). Data subyektif yang didapatkan : pasien mengatakan merasa lemah, sebelum persalinan pasien pernah mengalami mual, muntah dan porsi makannya sedikit. Setelah persalinan nafsu makan klien mulai ada. Pada data obyektif didapatkan Antropometri: berat badan : 50 kg, tinggi badan : 150 cm, IMT : 22,2. Biokimia : hemoglobin : 8,8 g/dl, hematokrit 28 %. Clinical : tampak pucat, konjungtiva anemis. Diit : nasi, sayur dan Es tea/air putih dan saat dikaji pasien terpasang tranfusi darah maka masalah keperwatan yang diambil yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat).
C. Prioritas Diagnosa keperawatan Berdasarkan analisa data diatas penulis dapat memprioritas diagnosa keperawatan, adapun prioritas yang utama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi). Prioritas diagnosa keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
29
(obstructive
duct).
Prioritas
diagnosa
keperawatan
yang
ketiga
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat).
D. Intervensi Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis menentukan rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan : Diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi). Rencana tindakan bertujuan agar setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam masalah nyeri (tindakan episiotomi) dapat diatasi dengan kriteria hasil: skala nyeri menjadi 2, pasien tidak tampak meringis/kesakitan, pasien dapat mobilisai secara mandiri. Rencana tindakan yang akan dilakukan: kaji nyeri P Q R S T dengan rasional menengetahui tingkat nyeri. Berikan posisi yang nyaman dengan rasional mengurangi rasa nyeri. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional : mengurangi intensitas nyeri. Kolaborasi pemberian analgesik dengan rasional menurunkan intensitas nyeri. Diagnosa kedua : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct). Tujuan dari tindakan diagnosa diatas yaitu setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam masalah nyeri (obstructive duct) dapat diatasi. Dengan kriteria hasil : skala nyeri 2, payudara tidak kenceng dan tidak teraba keras dan sekresi ASI lancar. Rencana tindakan yang akan dilakukan: kaji nyeri P Q R S T dengan rasional menengetahui tingkat nyeri. Ajarkan
30
teknik breast care dengan rasional merawat dan memperlancar ASI. Berikan kompres panas dengan rasional vasodilatasi saluran ASI. Kolaborasi pemberian analgesik dengan rasional menurunkan intensitas nyeri. Diagnosa ketiga : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat). Berdasarkan diagnosa diatas rencana keperawatan yang dibuat bertujuan setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam masalah nutrisi pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil : konjungtiva tidak anemis, tidak pucat, Hemoglobin: 12 g/dl, Hematokrit : 33-45%, tidak lemas. Rencana tindakan yang akan dilakukan : Kaji nutrisi pasien dengan rasional mengetahui asupan nutrisi. Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan rasional agar asupan nutrisi adekuat. Pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui dengan rasional agar pasien mengerti pentingnya nutrisi bagi ibu ibu menyusui. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tranfusi dan pemberian Fe dengan rasional untuk meningkatkan hemoglobin.
E. Implementasi Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 08 April 2014 sebagai berikut : jam 15.00 WIB mengkaji nyeri pasien, didapatkan respon subyektif : Ny. Y mengatakan merasa nyeri pada daerah episiotomi dengan skala nyeri 5, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri muncul saat bergerak dan respon obyektif yang didapat pasien tampak tegang, pasien tampak meringis saat bergerak.
31
Tindakan jam 15.15 WIB mengkaji nyeri payudara pasien didapatkan respon subyektif : Ny. Y mengatakan payudara terasa kencang dan teraba keras, skala nyeri 4, rasanya seperti diremas, nyeri muncul pada saat payudara di pompa untuk mengambil ASI. Respon obyektif yang ada : wajah pasien tampak tegang pasien tampak meringis menahan sakit. Pada jam 15.30 WIB mengkaji nutrisi didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan merasa lemah dan lemas, sebelum persalinan pasien sering merasa mual, muntah, nafsu makan menurun, setelah persalinan nafsu makan mulai muncul, pasien sudah mau makan dengan teratur. Respon obyektif pasien : pasien tampak pucat, konjungtiva anemis, Hemoglobin : 8,8 g/dl, Hematokrit: 28%, tampak terpasang tranfusi darah. Jam 15.45 WIB mengganti tranfusi dengan cairan infus NaCl 0,9 % 20 tpm, respon subyektif yang didapat : pasien mengatakan kalau ini tranfusi darah yang kedua, tadi saat di ruang ponek/persalinan juga sudah dilakukan tranfusi, pasien merasa darah yang dikeluarkan dari vagina masih banyak. Respon obyektif : pasien tampak lemas, pasien tampak berkeringat, cairan tranfusi diganti NaCl 0,9 % 20 tpm, masih terlihat pucat. Jam 16.00 WIB memberikan posisi yang nyaman untuk pasien, respon subyektif yang ada: pasien mengatakan, kalau pasien merasa nyeri saat bergerak dan pasien sering berganti posisi mencari posisi yang nyaman dan tidak merasa nyeri. Respon obyektif yang ada : pasien tampak mencari posisi yang pas dan nyaman agar tidak merasakan nyeri yaitu posisi miring.
32
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 09 April 2014 sebagai berikut : jam 07.15 WIB mengkaji nyeri pasien didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan nyeri pada daerah episiotomi sudah berkurang, skala nyeri 2, pasien mengatakan sudah bisa duduk sendiri, sudah bisa mobilisasi mandiri meski bergerak dengan pelan-pelan terlebih dulu. Respon obyektif : pasien tampak sudah mampu bergerak secara mandiri, pasien tampak sudah bisa duduk sendiri, wajah pasien tampak segar. Jam 07.20 WIB mengkaji nyeri payudara pasien, didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan payudara masih terasa kencang dan keras, dengan skala nyeri masih 4, nyeri pada saat payudara dipompa untuk mengeluarkan ASI. Respon obyektif yang didapat : pasien tampak tidak memakai bra, pasien tampak meringis saat payudaranya tersentuh. Tindakan pada jam 07.30 WIB melakukan breast care (perawatan payudara) di dapatkan respon subyektif : pasien mengatakan sebenarnya malu dengan perawat saat mau dilakukan perawatan payudara. Pasien mengatakan payudara terasa lebih enak tidak kenceng-kenceng lagi seperti sebelum dilakukan perawatan. Respon obyektifnya : pasien tampak lebih rileks, payudara tampak lebih bersih, areola kehitaman, putting tampak besar, ASI belum keluar. Pada jam 07.45 WIB melakukan kompres panas pada payudara pasien selama 10 menit dengan suhu 400 C, mendapatkan respon subyektif : pasien mengatakan payudara lebih rileks dan terasa lebih ringan, rasa sakit berkurang, skala nyeri 2. Pasien mengatakan akan melakukannya sendiri sebelum
33
menyusui. Respon obyektif : payudara teraba tidak keras, tampak bersih dan ibu tampak rileks. Pada jam 08.00 WIB melakukan pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui, respon subyektif yang ada : pasien mengatakan akan makan secara teratur dan akan makan makanan yang bergizi agar ASI yang dikeluarkan ASI yang berkualitas baik untuk bayinya. Respon obyektif : pasien tampak sedang sarapan dan habis 1 porsi diit yang diberikan dari RS. Pasien tampak paham dengan pendidikan kesehatan yang diberikan. Pasien mampu menyebutkan makan yang bernutrisi bagi ibu menyusui.
F. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 08 April 2014 pada jam 16.15 WIB didapatkan hasil evaluasi dengan metode SOAP pada diagnosa pertama: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi) didapatkan data subyektif : pasien mengatakan masih merasakan nyeri di daerah episiotomi, skala nyeri 5, rasanya seperti ditusuk, timbul saat pasien bergerak. Obyektif : wajah pasien tampak tegang dan tampak meringis menahan sakit. Analisis : masalah belum teratasi. Planing: lanjutkan intervensi (kaji nyeri P Q R S T, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi pemberian analgesik). Untuk diagnosa kedua: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct) pada jam 16.20 WIB didapatkan hasil evaluasi, data subyektif : pasien mengatakan payudara masih terasa kencang dan teraba
34
keras, skala nyeri 4, rasanya seperti diremas, muncul saat payudara dipompa untuk mengeluarkan ASI. Data obyektif : payudara teraba keras, wajah pasien tampak tegang dan meringis merasa sakit. Analisis : masalah belum teratasi. Planing : lanjut Intervensi (kaji nyeri P Q R S T, ajarkan teknik breast care, berikan kompres panas, kolaborasi pemberian analgesik). Pada diagnosa ketiga: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat) didapatkan hasil evaluasi jam 16.25 WIB dengan data subyektif : pasien mengatakan sudah ada nafsu makan, sudah tidak merasakan mual muntah. Data obyektif : konjungtiva masih anemis, masih terlihat lemah dan lemas. Analisis : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi (Kaji nutrisi pasien, anjurkan makan sedikit tapi sering, pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tranfusi dan pemberian Fe. Hasil evaluasi pada tanggal 09 April 2014, diagnosa pertama: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi) didapatkan hasil data subyektif : pasien mengatakan nyeri didaerah episiotomi berkurang, skala nyeri 2, pasien sudah bisa mobilisasi mandiri dan sudah bisa duduk sendiri. Data obyektif : pasien tampak bergerak pelan-pelan, pasien tampak bisa duduk sendiri. Analisis : masalah teratasi. Planning : intervensi dihentikan. Diagnosa kedua: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct)
didapatkan hasil evaluasi jam 09.00 WIB dengan data
35
subyektif : pasien mengatakan payudara sudah terasa lebih enak, tidak teraba keras, ibu merasa rileks, tidak terasa kenceng-kenceng lagi, skala nyeri 2. Data obyektif : pasien tapak rileks, payudara teraba tidak keras, payudara tampak bersih, putting tampak besar, areola kehitaman. Analisis : masalah teratasi. Planning : intervensi dipertahankan (breast care dan kompres panas). Diagnosa ketiga: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat) didapatkan data subyektif : pasien mengatakan sekarang sudah mengerti tentang pentingnya nutrisi pada ibu menyusui, pasien akan berusaha makan secara teratur dan makan makanan yang bergizi agar asi yang dikeluarkan berkualitas untuk bayinya. Data obyektif : pasien tampak segar, nafsu makan sudah ada, diit dari RS habis 1 porsi, pasien dapat menyebutkan nutrisi yang baik saat menyusui. Analisis : masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.
36
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan Post Partum Spontan pada Ny.Y dengan Nyeri Payudara di ruang Mawar 1 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada teori hierarki Maslow yang merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian Menurut Lyer (1998) dalam Nursalam (2009), pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagi sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pada saat dikaji oleh penulis Ny.Y mengatakan ini kehamilan yang pertama. Riwayat kehamilan saat ini : pasien selama hamil memeriksakan kehamilannya sebanyak 6 kali ke bidan, pada saat hamil pasien mengalami masalah mual muntah pada terimester I. Berdasarkan pengkajian pada Ny. Y didapatkan adanya kesesuaian tentang penyebab mual dan muntah pada pasien dengan teori menurut Moeloek (2006) dalam Saswita (2011), mual dan muntah merupakan reaksi
36
37
fisiologis kehamilan akibat pengaruh hormon kehamilan seperti progesteron, Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan lain-lain. Mual dan muntah yang berat (Hiperemesis Gravidarum) dapat menjadi gejala dari beberapa masalah kesehatan seperti mola hidatidosa, hipertiroid, defisiensi vitamin B kompleks dan stres berat. Menurut Quinlan (2003) dalam Saswita (2011), penyebab mual dan muntah pada ibu
hamil masih belum diketahui dengan pasti tetapi ada
berbagai hal yang menjadi faktor predisposisi seperti faktor psikologis dan perubahan hormon. Wanita hamil dengan tipe kepribadian histeris dan ketergantungan yang berlebihan pada ibu cenderung mengalami mual dan muntah. Faktor lain yang berpengaruh adalah hormone progesteron dan HCG yang menyebabkan peningkatan motilitas lambung
serta asam lambung
sehingga timbul reaksi mual muntah. Saat dilakukan pemeriksaan payudara didapatkan hasil payudara tampak besar, simetris, putting susu tampak membesar dan terdapat hiperpigmentasi pada areola, ASI belum keluar banyak, payudara teraba keras, merasakan nyeri dengan skala 4 dan terasa kencang saat ASI-nya mulai diambil. Pengkajian diatas sesuai dengan teori menurut Bahiyatun (2009), bahwa Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat. Hal tersebut juga bisa terjadi dikarenakan adanya sumbatan pada saluran susu. Sumbatan pada payudara tersebut bisa terjadi pada satu atau bisa lebih duktus laktiferus.
38
Kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian uterus kebentuk normal. Kontraksi uterus yang tidak kuat dan terus menerus dapat menyebabkan terjadinya antonia uteri yang dapat mengganggu keselamatan ibu. Kalau kontraksi uterus baik dan kuat kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil (Sumarah, 2009). Tinggi fundus uterus yang normal segera setelah persalinan adalah kira-kira setinggi umbilikus. Jika ibu tersebut sudah berkali-kali melahirkan atau jika bayinya kembar atau besar, tinggi fundus uterus yang normal adalah di atas umbilikus (Erawati, 2011). Hal ini sesuai dengan pengkajian yang didapatkan dari Ny. Y, bahwa pada pemeriksan abdomen didapatkan hasil involusi uterus belum kembali seperti semula, fundus uterus setinggi umbilikus, kontraksi baik, keras dan teratur. Diastasis rektus abdominalis adalah 2/5 (2 jari ketika otot berkontraksi dan 5 jari ketika otot relaksasi), ada kesesuaian dengan teori menurut Varney (2008), penentuan jumlah diastasis rekti digunakan sebagai alat obyektif untuk mengevaluasi tonus otot abdomen. Diastasis adalah derajat pemisahan otot rektus abdomen (rektus abdominis). Pemisahan ini diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen kontraksi dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut relaksasi. Pelebaran dinding abdomen yang menyebabkan pembentukan striae sejak trimester kedua kehamilan. Bentuknya merupakan garis berwarna merah muda atau ungu pada dinding abdomen, disekitar mamae dan paha bagian atas. Terjadi striae effluvium seperti itu disebabkan oleh renggangan dinding
39
abdomen akibat hamil dan faktor hormonal. Seperti juga striae gravidarum, striae ini bersifat permanen, hanya warna gravidarum adalah putih (Manuaba, 2007). Hal ini sesuai dengan pengkajian pada Ny. Y bahwa terdapat striae gravidarum di daerah abdomen. Pemeriksaan tanda homan bertujuan untuk melihat ada tidaknya trombosis yang mengancam dari vena ekstermitas inferior. Nyeri yang terasa menandakan tanda homan (+), yang berarti terdapat trombosis vena profundus (Mutaqqin, 2008). Pada pengkajian Ny. Y didapatkan tanda Homan (-) tidak ada nyeri. Reflek pattela (+), apabila refleks pattela bernilai positif/baik maka menunjukkan sistem saraf di area ekstremitas bawah termasuk baik (Varney, 2008). Pemeriksaan perineum dan genetalia pasien didapatkan tidak ada edema pada vagina, integritas kulit baik, masih ada perdarahan. Pada perineum, pasien mengatakan merasa nyeri luka setelah episiotomi, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada daerah episiotomi, skala nyeri 5, nyeri timbul saat bergerak. Menurut Rustam (1989) dalam Rukiyah (2009), episiotomi adalah mengiris atau menggunting perineum menurut arah irisan ada 3 yaitu : medialis, mediolaeralis dan lateralis dengan tujuan agar supaya tidak terjadi robekan-robekan perineum yang tidak teratur dan robekan musculus princter ani (ruptur perineal totalis) yang bila tidak dijahit dan dirawat dengan baik akan menyebabkan Inkontinensia alvi. Pada kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah kehilangan darah ibu, bertambah
40
dalam luka perineum bagian posterior, meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada hari-hari pertama post partum (Sumarah, 2009). Nyeri digambarkan sebagai keadaan yang tidak nyaman, akibat dari ruda paksa jaringan. Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam prilaku yang tercemin dari pasien, respon psikologi berupa: suara menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas, ekspresi wajah: meringis, menggigit lidah, dahi berkerut, menggigit bibir (Judha, 2012). Pengkajian nutrisi A, B, C, D yaitu : Antropometri : berat badan : 50 kg, tinggi badan : 150 cm , IMT : 22,2. Biokimia : Hemoglobin : 8,8 g/dl, hematokrit 28 %. Clinical : tampak pucat, konjungtiva anemis. Diit : Nasi, sayur dan Es tea/air putih. Hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin 8,8 g/dl (nilai normal: 1215,6 g/dl), hematokrit 28 % (nilai normal : 33-45%). Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, Ny. Y mengalami anemia. Anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl dan kadar hematokrit kurang dari 30% (Proverawati, 2011). Menurut Tarwoto (2007) dalam Sembiring (2010), anemia adalah suatu kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau masa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsi sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan pemeriksaan kadar
41
hemoglobinnya (Hb) akan tampak sedikit menurun dari angka normal (11-12 gr/dl). Jika hemoglobinnya terlalu rendah, maka bisa terjadi anemia. Oleh karena itu, selama hamil ibu perlu diberi obat penambah darah. Setelah melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah kembali mengental dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-15 pascapersalinan (Saleha, 2009).
B. Perumusan Masalah Menurut Carpenito (2000) dalam Nursalam (2009), diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perwat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah. Diagnosa yang pertama kali ditemukan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi), karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif : pasien mengatakan merasa nyeri luka setelah episiotomi, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada daerah episiotomi, skala nyeri 5, nyeri timbul saat bergerak. Data Obyektif : pasien tampak meringis saat bergerak, wajahnya tampak tegang. Nyeri terjadi karena adanya rangsangan mekanik atau kimia pada daerah kulit di ujung-ujung syaraf bebas yang disebut nosireseptor. Nyeri
42
digambarkan sebagai keadaan yang tidak nyaman, akibat dari ruda paksa jaringan. Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam prilaku yang tercemin dari
pasien,
respon
psikologi
berupa:
suara
menangis,
merintih,
menarik/menghembuskan nafas, ekspresi wajah: meringis, menggigit lidah, dahi berkerut, menggigit bibir (Judha, 2012). Nyeri adalah pengalaman sensorik yang dicetuskan oleh rangsangan yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan (Mander, 2004). Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis tentang nyeri akut telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA. Penulis menuliskan masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi). Batasan karakteristik nyeri menurut NANDA (2011): perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi pernapasan, mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada, mendesah), melaporkan nyeri secara verbal, sikap tubuh melindungi, gangguan tidur, dll. Dari pengkajian pada Ny. Y ditemukan ada beberapa kesamaan dengan batasan karakteristik nyeri menurut NANDA (2011). Diagnosa kedua yang didapatkan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct), karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif : pasien mengatakan ASI belum lancar, payudara terasa kencang dan keras, rasanya seperti diremas, nyeri di bagian payudara, skala nyeri 4, rasa nyeri timbul saat payudara di pompa/diambil ASI-nya. Data obyektif yang didapat: wajah pasien tampak tegang, pasien tampak meringis menahan sakit.
43
Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis tentang nyeri akut telah disesuaikan dengan buku saku diagnosa menurut Wilkinson. Perubahan-perubahan penting yang terjadi setelah persalinan yaitu timbulnya laktasi (Nengah dan Surinati, 2013). Sekitar 2 atau 3 hari setelah bayi lahir, mungkin payudara ibu akan membesar secara dramatis, panas, keras dan tidak nyaman. Hal ini disebabkan oleh peningkatan suplai darah ke payudara bersamaan dengan terjadinya produksi ASI. Pembesaran biasanya terjadi beberapa hari, namun kadang terasa sangat menyakitkan (Riksani, 2012). Terjadi peningkatan aliran darah ke payudara bersamaan dengan produksi ASI dalam jumlah banyak (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Masalah ini paling sering ditemui pada ibu pascabersalin. Tersumbatnya saluran ASI dapat menyebabkan payudara rasa sakit, teraba ada benjolan yang terasa sakit, bengkak dan payudara mengeras. Pada kondisi ini, saluran ASI tidak mengalami pengosongan dengan baik sehingga ASI menumpuk (Riksani, 2012). Payudara membesar, nyeri, kulit memerah pada suatu tempat, membengkak sedikit, nyeri pada perabaan (Sulistyawati, 2009). Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis tentang nyeri akut pada payudara disesuaikan dengan diagnosa menurut Ujiningtyas (2009). Diagnosa ketiga yang ditemukan adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat), karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data obyektif
didapatkan : pasien mengatakan merasa lemah,
sebelum persalinan pasien pernah mengalami mual, muntah dan porsi
44
makannya sedikit. Setelah persalinan nafsu makan klien mulai ada. Data obyektif didapatkan : Antropometri : berat badan : 50 kg, tinggi badan : 150 cm , IMT : 22,2. Biokimia : Hemoglobin : 8,8 g/dl, hematokrit 28 %. Clinical : tampak pucat, konjungtiva anemis. Diit : Nasi, sayur dan Es tea/air putih. Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis tentang ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA. Batasan karakteristik keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menurut NANDA (2011) : nyeri abdomen, menghindari makan, bising usus hiperaktif, kurang makan, membran mukosa pucat, kurang minat pada makanan, dan lainya. Selama kehamilan, anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl dan kadar hematokrit kurang dari 30%. Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya anemia. Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau, daging merah, sereal, telur dan kacang tanah) dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengn baik. Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi. Pemberian Fe sekali/hari cukup efektif mengatasi defisiensi zat besi. Biasanya Fe diberikan secara rutin pada wanita hamil untuk mencegah penipisan simpanan zat besi tubuh dan mencegah anemia (Proverawati, 2011). Faktor resiko yang menyebabkan gangguan nutrisi antara lain :
45
a. Riwayat Diet : asupan makanan tidak adekuat, tidak adekuatnya dan untuk menyediakan makanan, ketidakmampuan fisik, tidak adekuatnya fasilitas penyiapan makan, tidak adekuatnya fasilitas penyimpanan makan. b. Riwayat Penyakit : Penurunan berat badan dan tinggi badan, mengalami penyakit tertentu, anoreksia, mual dan muntah, diare. Teori ini disampaikan oleh Mubarak (2008). Pengkajian yang didapat pada Ny. Y terdapat beberapa kesamaan pada faktor resiko menurut Mubarak (2008) dan batas karakteristik menurut NANDA (2011). Berdasarkan analisa data diatas penulis dapat memprioritas diagnosa keperawatan, adapun prioritas yang utama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi). Prioritas diagnosa keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive
duct).
Prioritas
diagnosa
keperawatan
yang
ketiga
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat).
C. Intervensi Rencana intervensi keperawatan adalah desain spesifik dari intervensi yang disusun untuk membantu klien dan mencapai kriteria hasil. Kriteria hasil untuk diagnosis keperawatan mewakili status kesehatan klien yang dapat diubah atau dipertahankan melalui rencana asuhan keperawatan yang mandiri, sehingga dapat dibedakan antara diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif (Nursalam, 2009).
46
Penulis menyusun intervensi atau perencanaan sesuai dengan kriteria NIC (Nursing Intervention Clasification), berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi) penulis menyusun perencanaan antara lain: kaji nyeri P Q R S T dengan rasional menengetahui tingkat nyeri. Berikan posisi yang nyaman dengan rasional mengurangi rasa nyeri. Perubahan posisi yang sering (setiap 20-30 menit) dapat mengurangi nyeri pada wanita secara bermakna (Simkin dan Ruth, 2005). Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dalam dengan rasional: mengurangi intensitas nyeri. Kolaborasi pemberian analgesik dengan rasional menurunkan intensitas nyeri (Mubarak, 2009). Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct), penulis menyusun perencanaan antara lain: Kaji nyeri P Q R S T dengan rasional menengetahui tingkat nyeri. Ajarkan teknik breast care dengan rasional merawat dan memperlancar ASI. Digunakan untuk merangsang reflek oksitosin, dapat dilakukan sebelum menyusui (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Berikan kompres panas dengan rasional vasodilatasi saluran ASI. Kompres panas meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme jaringan. Kompres panas mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri (Simkin dan Ruth, 2005). Kompres panas dapat meredakan iskemia dan melancarkan pembuluh darah sehingga meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera (Bonde, 2013). Kolaborasi pemberian analgesik dengan rasional
47
menurunkan intensitas nyeri. Pemberian analgesik dilakukan bila payudara terlalu sakit (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Berdasarkan diagnosa ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat) penulis menyusun perencanaan keperawatan antara lain: kaji nutrisi pasien dengan rasional mengetahui asupan nutrisi. Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan rasional agar asupan nutrisi adekuat. Karena nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya anemia. Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau, daging merah, sereal, telur dan kacang tanah) dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengn baik (Proverawati, 2011). Pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui dengan rasional agar pasien tahu pentinya nutrisi bagi ibu ibu menyusui. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tranfusi dan pemberian Fe dengan rasional untuk meningkatkan hemoglobin. Pemberian Fe sekali per hari cukup efektif mengatasi defisiensi zat besi. Biasanya Fe diberikan secara rutin pada wanita hamil untuk mencegah penipisan simpanan zat besi tubuh dan mencegah anemia (Proverawati, 2011).
D. Implementasi Menurut Lyer (1996) dalam Nursalam (2009), implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik.
48
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2009). Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang pertama pada tanggal 8 April 2014 sampai 9 April 2014 yaitu: mengkaji nyeri pasien, didapatkan respon yang didapat Ny. Y mengatakan merasa nyeri pada daerah episiotomi dengan skala nyeri 5, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri muncul saat bergerak dan respon obyektif yang didapat pasien tampak tegang, pasien tampak meringis saat bergerak. Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien, respon yang didapatkan: pasien mengatakan merasa nyeri saat bergerak dan pasien sering berganti posisi mencari posisi yang nyaman dan tidak merasa nyeri yaitu posisi miring. Perubahan posisi yang sering (setiap 20-30 menit) dapat mengurangi nyeri pada wanita secara bermakna (Simkin dan Ruth, 2005). Adapun perencanaan yang tidak dilakukan penulis adalah mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam kepada pasien dikarenakan pasien sudah mengetahui cara penurunan intensitas nyeri menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, menurut pasien cara itu kurang mempengaruhi penurunan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kolaborasi dalam pemberian analgesik tidak dilakukan karena tidak ada advise dari dokter untuk pemberian analgesik pada pasien. Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan kedua dari tanggal 8 April 2014 sampai 9 April 2014 yaitu mengkaji nyeri payudara pasien
49
didapatkan respon payudara terasa kencang dan teraba keras, skala nyeri 4, rasanya seperti diremas, nyeri muncul pada saat payudara di pompa untuk mengambil ASI, wajah pasien tampak tegang pasien tampak meringis menahan sakit. Melakukan breast care (perawatan payudara) di dapatkan respon dari pasien bahwa pasien sebenarnya malu dengan perawat saat mau dilakukan perawatan payudara, pasien mengatakan payudara terasa lebih enak tidak kenceng-kenceng lagi seperti sebelum dilakukan perawatan. Pasien tampak lebih rileks, payudara tampak lebih bersih, areola kehitaman, putting tampak besar, ASI belum keluar. Breast care (perawatan payudara) digunakan untuk merangsang reflek oksitosin, dapat dilakukan sebelum menyusui (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Melakukan kompres panas pada payudara pasien selama 10 menit dengan suhu air panas 400 C, respon yang didapatkan, pasien mengatakan payudara lebih rileks dan terasa lebih ringan, tidak sakit lagi, skala nyeri 2. Pasien mengatakan akan melakukannya sendiri sebelum menyusui. Payudara teraba tidak keras, tampak bersih dan ibu tampak rileks. Kompres panas dapat meredakan iskemia dan melancarkan pembuuh darah sehingga meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan
perasaan
sejahtera
(Bonde,
2013).
Kompres
panas
meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme jaringan. Kompres panas mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri. Kompres panas juga mengurangi respons ‘melawan atau menghindar’, seperti dibuktikan dengan gemetar dan berdiri bulu roma (Simkin dan Ruth, 2005).
50
Menurut Potter & Perry (2006) dalam Nengah dan Surinati (2013), pemberian kompres panas menimbulkan efek hangat serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan. Efek ini dapat menyebabkan terlepasnya endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara kerjanya adalah rangsangan panas pada daerah lokal akan merangsang reseptor bawah kulit dan mengaktifkan transmisi serabut sensori A beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini juga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta A berdiameter kecil. Keadaan demikian menimbulkan gerbang sinap menutup transmisi implus nyeri. Menurut Guyton dan Hall (2007) dalam Nengah dan Surinati (2013), ketika panas diterima reseptor, implus akan diteruskan menuju hipotalamus posterior akan terjadi reaksi reflek penghambat simpatis yang akan membuat pembuluh darah berdilatasi. Adapun perencanaan yang tidak di implementasikan penulis adalah kolaborasi pemberian analgesik dikarenakan tidak ada advice dari dokter untuk tindakan pemberian analgesik. Selain itu Penulis memiliki kekurangan dalam tindakan keperawatan pada Ny. Y yaitu penulis hanya melakukan tindakan kompres panas 1 kali pada Ny. Y selama melakukan asuhan keperawatan 2x24 jam. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan waktu dalam melakukan tindakan. Sebelum dilakukan kompres panas skala nyeri pada pasien 4 namun setelah dilakukan tindakan kompres panas skala nyeri turun menjadi 2. Itu artinya kompres panas cukup efektif menurunkan skala nyeri. Akan lebih efektif lagi apabila tindakan itu sering dilakukan pasien sebelum menyusui bayinya.
51
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawaan yang ketiga dari tanggal 8 April 2014 sampai 9 April 2014 adalah mengkaji nutrisi respon yang didapatkan yaitu pasien mengatakan merasa lemah dan lemas, sebelum persalinan pasien sering merasa mual, muntah, nafsu makan menurun, setelah persalinan nafsu makan mulai muncul, pasien sudah mau makan dengan teratur. Pasien tampak pucat, konjungtiva anemis, Hb : 8,8 g/dl, Ht : 28%, tampak terpasang tranfusi darah. Mengganti tranfusi dengan cairan infus NaCl 0,9 % 20 tpm, pasien mengatakan kalau ini tranfusi darah yang kedua, tadi saat di ruang ponek/persalinan juga sudah dilakukan tranfusi, pasien merasa darah yang dikeluarkan dari vagina masih banyak. Pasien tampak lemas, pasien tampak berkeringat, cairan tranfusi diganti NaCl 0,9 % 20 tpm, tampak masih pucat. Melakukan Pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui, respon yang ada yaitu pasien mengatakan akan makan secara teratur dan akan makan makanan yang bergizi agar ASI yang dikeluarkan ASI yang berkualitas baik untuk bayinya. Pasien tampak sedang sarapan dan habis 1 porsi diit yang diberikan dari RS. Pasien tampak paham dengan pendidikan kesehatan yang diberikan. Pasien mampu menyebutkan makan yang bernutrisi bagi ibu menyusui. Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau, daging merah, sereal, telur dan kacang tanah) dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengn baik (Proverawati, 2011).
52
E. Evaluasi Menurut Ignatavicius dan Beyne (1994) dalam Nursalam (2009), evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan implementasi intervensi. Evaluasi yang penulis lakukan pada diagnosa keperawatan pertama hari pertama adalah masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi) belum teratasi karena tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan didapatkan hasil data yang didapatkan pasien mengatakan masih merasakan nyeri di daerah episiotomi, skala nyeri 5, rasanya seperti ditusuk, timbul saat pasien bergerak, wajah pasien tampak tegang dan tampak meringis menahan sakit. Evaluasi hari kedua pada diagnosa keperawatan pertama masalah teratasi karena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, pasien mengatakan nyeri didaerah episiotomi berkurang, skala nyeri 2, pasien sudah bisa mobilisasi mandiri dan sudah bisa duduk sendiri. Pasien tampak bergerak pelan-pelan, pasien tampak bisa duduk sendiri. Evaluasi hari pertama diagnosa keperawatan kedua masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct) tidak teratasi karena tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, didapatkan hasil: pasien mengatakan payudara masih terasa kencang dan
53
keras, skala nyeri 4, rasanya seperti diremas, muncul saat payudara dipompa untuk mengeluarkan ASI. Payudara teraba keras, wajah pasien tampak tegang dan meringis merasa sakit. Evaluasi hari kedua diagnosa keperawatan kedua masalah teratasi katena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, pasien mengatakan payudara sudah terasa lebih enak, tidak teraba keras, ibu merasa rileks, tidak terasa kenceng-kenceng lagi, skala nyeri 2. Pasien tapak rileks, payudara teraba tidak keras, payudara tampak bersih, putting tampak besar, areola kehitaman. Adapun kekurangan yang ada pada jurnal utama yaitu tidak adanya cara-cara yang jelas dalam penjelasan tata cara melakukan kompres panas dan tidak ada penjelasan tentang waktu yang dibutuhkan dalam melakukan kompres panas pada pasien, namun penulis dalam melakukan tindakan kompres panas mengacu pada teori lain yang menjelaskan tentang berapa lama tindakan kompres panas dan teknik melakukan kompres panas. Adapun kelebihan dari jurnal tersebut yaitu analisis data yang dicantumkan sudah jelas dan lengkap. Evaluasi hari pertama pada diagnosa keperawatan ketiga masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat) tidak teratasi, karena tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. Hasil yang didapatkan: pasien mengatakan sudah ada nafsu makan, sudah tidak
54
merasakan mual muntah, konjungtiva masih anemis, masih terlihat lemah dan lemas. Evaluasi
hari
kedua
diagnosa
keperawatan
ketiga
masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, karena tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan harapan penulis, pasien mengatakan sekarang sudah mengerti tentang pentingnya nutrisi pada ibu menyusui, pasien akan berusaha makan secara teratur dan makan makanan yang bergizi agar asi yang dikeluarkan berkualitas untuk bayinya, pasien tampak segar, nafsu makan sudah ada, diit dari RS habis 1 porsi, pasien dapat menyebutkan nutrisi yang baik saat menyusui.
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Setelah perencanaan,
penulis
melakukan
implementasi,
dan
pengkajian, evaluasi
penentuan
tentang
tentang
diagnosa, “Asuhan
Keperawatan Post Partum Spontan pada Ny. Y dengan nyeri payudara di ruang Mawar 1 Rumah Sakit Moewardi Surakarta” dengan mengaplikasikan jurnal
tentang
kompres
panas
terhadap
penurunan
intensitas
nyeri
pembengkakan payudara pada post partum normal, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Hasil pengkajian pada Ny. Y post partum pada persalinan spontan, didapatkan: data subyektif : pasien mengatakan merasa nyeri luka setelah episiotomi, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada daerah episiotomi, skala nyeri 5, nyeri timbul saat bergerak. Data Obyektif : pasien tampak meringis saat bergerak, wajahnya tampak tegang. Data subyektif : pasien mengatakan ASI belum lancar, payudara terasa kencang dan keras, rasanya seperti diremas, nyeri di bagian payudara, skala nyeri 4, rasa nyeri timbul saat payudara di pompa/diambil ASI-nya. Data obyektif yang didapat : wajah pasien tampak tegang, pasien tampak meringis menahan sakit.
55
56
Data subyektif yang didapatkan : pasien mengatakan merasa lemah, sebelum persalinan pasien pernah mengalami mual, muntah dan porsi makannya sedikit. Setelah persalinan nafsu makan klien mulai ada. Pada data obyektif didapatkan Antropometri : berat badan : 50 kg, tinggi badan : 150 cm , IMT : 22,2. Biokimia : Hemoglobin : 8,8 g/dl, hematokrit 28 %. Clinical : tampak pucat, konjungtiva anemis. Diit : Nasi, sayur dan Es tea/air putih dan saat dikaji pasien terpasang tranfusi darah. 2. Diagnosa keperawatan Prioritas diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. Y berdasarkan data yang ditemukan adalah prioritas diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi). Prioritas diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct). Prioritas diagnosa keperawatan yang ketiga, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat). 3. Intervensi Keperawatan Perencanaan diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi), penulis menyusun perencanaan antara lain: kaji nyeri P Q R S T, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi pemberian analgesik dengan rasional menurunkan intensitas nyeri.
57
Perencanaan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct) antara lain: kaji nyeri P Q R S T, ajarkan teknik breast care dengan rasional merawat dan memperlancar ASI. Berikan kompres panas, kolaborasi pemberian analgesik. Perencanaan diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat) antara lain: kaji nutrisi pasien, anjurkan makan sedikit tapi sering, pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tranfusi dan pemberian Fe. 4. Implementasi yang dilakukan oleh penulis yaitu : Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama dua hari yaitu sesuai dengan perencanaan yang telah di buat.Adapun perencanaan yang tidak dilakukan penulis adalah mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan alasan pasien sudah mengetahui cara melakukan relaksasi nafas dalam, menurut pasien teknik ini kurang efektif dalam menurunkan nyeri. Penulis juga tidak melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik karena tidak ada advice dari dokter untuk pemberian analgesik ke pasien. 5. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan penulis pada Ny.Y. Evaluasi selama dua hari, didapatkan bahwa diagnosa pertama masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi) teratasi, karena tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan harapan
58
penulis, yaitu skala nyeri menjadi 2, pasien tidak tampak meringis atau kesakitan, pasien dapat mobilisai secara mandiri. Evaluasi selama dua hari, didapatkan bahwa diagnosa kedua masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (obstructive duct) teratasi, karena tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan harapan penulis, yaitu payudara sudah terasa lebih enak, tidak teraba keras, ibu merasa rileks, tidak terasa kenceng-kenceng lagi, skala nyeri 2. Pasien tapak rileks, payudara teraba tidak keras, payudara tampak bersih, putting tampak besar, areola kehitaman. Evaluasi selama dua hari, didapatkan bahwa diagnosa ketiga masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat) teratasi, karena tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan harapan penulis, yaitu pasien sekarang sudah mengerti tentang pentingnya nutrisi pada ibu menyusui, pasien akan berusaha makan secara teratur dan makan makanan yang bergizi agar asi yang dikeluarkan berkualitas untuk bayinya, pasien tampak segar, nafsu makan sudah ada, diit dari RS habis 1 porsi, pasien dapat menyebutkan nutrisi yang baik saat menyusui. 6. Analisa data yang dilakukan penulis. Hasil analisa yang dilakukan penulis dalam pemberian kompres panas selama 1 x 24 jam pada Ny. Y yaitu didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan intensitas skala nyeri yang semula skala 4, setelah dilakukan kompres panas skala nyeri menjadi 2.
59
B. SARAN 1. Bagi Institusi Pendidikan Hendaknya institusi pendidikan dapat memberikan informasi dan meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang professional, terampil, inovatif, dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. 2. Bagi Rumah Sakit Hendaknya rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan
keperawatan yang optimal pada umunya yaitu dengan melakukan pemberian kompres panas terhadap intensitas nyeri payudara sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada ibu post partum persalinan spontan.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati dan Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Nuha Medika. Andarmoyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. Astuti. 2013. Pembengkakan Payudara Ibu Post Sectio Caesarea Pada Masa Menyusui Di Rumah Sakit Umum Daerah Ade Mohammad Djoen Sintang, (online), (http://kopertis11.net/jurnal/sains/VOL%205%20NO.1%20APRIL%20201 3/SRI%ASTUTI-PEMBENGKAKAN%20PAYUDARA.pdf diakses 22 Mei 2014 jam 16.00 WIB). Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC. Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC. Bonde, dkk. Pengaruh Kompres Panas Terhadap Penurunan Derajat Nyeri Haid Pada Siswi SMA dan SMK Yadika Kopandakan II, (online), (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/3751, diakses 6 April 2014 jam 22.00). Brayshaw. 2008. Senam Hamil dan Nifas. Jakarta : EGC Chapman. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta : EGC. Donald, M dan Susanne. 2014. Breastfeeding Baby, (online), (http://search.proquest.com/docview/43023086, diakses 20 April 2014 jam 21.00). Erawati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Normal. Jakarta : EGC. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Informasi Spesialis Obat. Jakarta : ISFI. Istichomah. 2007. Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Terhadap Perubahan Skala Nyeri Pada Klien Kontusio Di RSUD Sleman, (online), (http://p3m.amikom.ac.id/p3m/85%20%20PENGARUH%20TEKNIK%2P EMBERIAN%20KOMPRES%20TERHADAP%20PERUBAHAN%20SK ALA%20NYERI%20PADA%20KLIEN%20KONTUSIO%20di%20RSU D%20SLEMAN.pdf, diakses 22 Mei 2014 jam 15.00 WIB).
61
Judha, dkk. 2012. Teori pengukuran Nyeri “Nyeri Persalinan”. Yogyakarta : Nuha Medika. Kusumawati. 2006. Faktor-Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Persalinan dengan Tindakan di RS dr.Moewardi Surakarta, (online), (http://eprints.undip.ac.id/15334/1/TESIS__YULI_KUSUMAWATI.pdf, diakses 18 April 2014 jam 21.30). Liu. 2008. Manual Persalinan (Labour Ward Manual) Edisi 3. Jakarta : EGC. Mander. 2004. Nyeri Persalinan (Pain in Childbearing and its Control). Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Ayu C. 2009. Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC Mubarak dan Nurul. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika. Nanda. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Nengah dan Surinati. 2013. Pengaruh Pemberian Kompres Panas Terhadap Intensitas Nyeri Pembengkakan Payudara Pada Ibu Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Dauh Puri, (online), (http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/6120/4611, diakses 02 April 2014 jam 21.30 WIB). Nursalam. 2009. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek Klinik. Jakarta : Salemba Medika. Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Proverawati. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika. Rasdini, dkk. 2012. Back Masagedan Kompres Panasterhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Lansia dengan Osteoartritis, (online), (http://www.jurusankeperawatanbali.com/index.php/jurnal-jurnalkeperawatan-bali/arsip-jurnal-keperawatan-bali/78-volume-5-nomor-2desember-2012/98-back-massage.htm, diakses 10 April 2014 jam 20.00 WIB).
62
Riksani. 2012. Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Jakarta : Dunia Sehat. Rukiyah, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Jakarta : Trans Info Media. Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika. Saswita, dkk. 2011. Efektifitas Minuman Jahe Dalam mengurangi Emisis Gravidarum Pada Ibu Teimester 1, (online), (http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JNI/article/viewFile/634/627, diakses tanggal 03 Mei 2014 jam 10.30 WIB). Sembiring. 2010. Hubungan Anemia Dalam Kehamilan Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUP H. Adam Malik Medan, (online), (http://sari-mutiara.ac.id/new/wp-content/uploads/2013/10/31-hubungananemia-dalam-kehamilan-dengan-kejadian-post-partum-di-RSUPH.Adam-Malik-Medan.doc. diakses tanggal 03 Mei 2014 jam 10.00 WIB). Setiadi. 2012. Konsep Dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori Dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu. Simkin dan Ruth. 2005.Buku Saku Persalinan. Jakarta : EGC Suherni, dkk. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya. Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Andi. Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta : Fitramaya Sumelung, dkk. 2014. Faktor-Faktor Yang Berperan Meningkatkanya Angka Kejadian Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Liun Kendage Tauhna, (online), (http://ejournal.unsrat.ac.id, diakses tanggal 17 April 2014 jam 20.30). Uliyah. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Ujiningtyas. 2009. Asuhan Keperawatan Persalinan Normal. Jakarta : Salemba Medika. Varney, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
63
Wheeler. 2004. Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum. Jakarta : EGC. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.