PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN GASTRITIS DI RUANG MAWAR II RSUD KARANGANYAR
DISUSUN OLEH :
DIAH KUSUMANINGTYAS P.12017
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATANNy. S DENGAN GASTRITIS DI RUANG MAWAR IIRSUD KARANGANYAR
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
DIAH KUSUMANINGTYAS P.12017
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i
ii
iii
HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Diah Kusumaningtyas NIM : P.12 017 Program Studi : DIII Keperawatan Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Gastritis Di Ruang Mawar II RSUD Karanganyar Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : Kamis, 25 Juni 2015 DEWAN PENGUJI
Pembimbing : S. Dwi Sulistyawati, S.Kep., Ns., M.Kep
(
)
: Alfyana Nadya Rachmawati S.Kep.,Ns.,M.Kep (
)
NIK. 200984041 Penguji I
NIK. 201086057 Penguji II
: Diyah Ekarini, S.Kep.,Ns NIK.200179001
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 200680021
iv
(
)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Gastritis Di Ruang Mawar II RSUD Karanganyar”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. S. Dwi Sulistyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep,selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
v
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Diyah Ekarini, S.Kep.,Ns selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya, serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. 9. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta,
Mei 2015
Penulis
vi
PERSEMBAHAN
Dari hati yang paling dalam, kupersembahkan karya tulis ini untuk mereka
yang
selalu
mendoakan
dan
mendukung
sepenuh
hati,
terimakasih kuucapkan untuk : v Allah SWT, yang telah memudahkan jalanku selama ini. v Papa dan Ibu tercinta yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. Semoga suatu saat ananda bisa membahagiakan papa dan ibu, meskipun jasa-jasamu tidak akan dapat ananda balas dengan apapun. v Kakakku tersayang Ari Sulistyo yang selalu ada untukku, terimakasih telah menjadi kakak terbaik saya. v Yang terkasih Deny Dwi Erfianto, terimakasih atas kasih sayang dan perhatiannya selama ini, tanpa semangatmu aku tak mampu. v Sahabat saya Tika, Unet, Silvia, Putri terimakasih untuk keceriaannya karena kalian aku tak sendiri. v Teman-teman senasip dan seperjuangan terimakasih kalian telah membantu hingga ujian ini terlewati, perjuangan ini memang menyenangkan. SEMANGAT v AD 2040 WB, terimakasih kau selalu temani langkahku v Semua teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terimakasih atas segalanya. v Dan para Pembaca yang budiman
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
PERSEMBAHAN .........................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Tujuan .....................................................................................
4
C. Manfaat Penelitian ..................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori .......................................................................
7
1. Gastritis ...........................................................................
7
2. Nyeri ...............................................................................
22
3. Aromaterapi Lavender .....................................................
36
B. Kerangka Teori ......................................................................
40
C. Kerangka Konsep ..................................................................
40
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI A. Subyek Aplikasi Riset ...........................................................
41
B. Tempat dan Waktu ................................................................
41
C. Media dan Alat yang Digunakan ...........................................
41
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset .....................
41
E. Alat Ukur Evaluasi Aplikasi Tindakan Riset .........................
42
viii
BAB IV
BAB V
BAB VI
LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien .......................................................................
43
B. Pengkajian ..............................................................................
43
C. Pemeriksaan Fisik ...................................................................
49
D. Pemeriksaan Penunjang ..........................................................
50
E. Perumusan Masalah Keperawatan ..........................................
51
F. Intervensi ................................................................................
52
G. Implementasi Keperawatan ....................................................
54
H. Evaluasi Keperawatan ............................................................
57
PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................
60
B. Perumusan Masalah ................................................................
67
C. Intervensi ................................................................................
69
D. Implementasi ..........................................................................
70
E. Evaluasi ..................................................................................
72
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................
75
B. Saran .......................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway .................................................................................
10
Gambar 2.2 Pengukuran Skala VDS ..........................................................
33
Gambar 2.3 Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating Scale ...............
34
Gambar 2.4 Pengukuran Numerical Rating Scale (NRS) ...........................
34
Gambar 2.5 Kerangka Teori .......................................................................
40
Gambar 2.6 Kerangka Konsep ..................................................................
40
Gambar 2.7 Genogram Ny.S ......................................................................
45
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Usulan Judul
Lampiran 2
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 3
Surat Pernyataan
Lampiran 4
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5
Jurnal Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Gastritis Diruang Dahlian RSUD Nganjuk
Lampiran 6
Asuhan Keperawatan
Lampiran 7
Log Book Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 8
Pendelegasian Pasien
Lampiran 9
Lembar Observasi Skala Nyeri
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Gastritis merupakan peradangan pada dinding lambung terutama padamukosa dan submukosa lambung,ditandai dengan nyeri ulu hati setelah makan dan nyeri tekan pada bagian epigastrium (Bruner, 2006). Gejala penyakit gastritis diantaranya adalah nyeri pada ulu hati, mual, muntah, kembung, diare, dan pusing (Smeltzer, 2009). Nyeri perut pada gastritis dapat disebabkan oleh faktor stress, agen infeksi, makanan,dan obat-obatan NSAID (Cogle A; saps M, 2009). Ketika terjadi proses gastritis akan terjadi peningkatan asam hidroklorida dilambung dan ketika mengenai dinding lambung akan menimbulkan nyeri lambung (perih) kerena dinding lambung yang inflamasi (Sharif, 2012). Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar
583.635
dari
jumlah
penduduk setiap
tahunnya.
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia adalah 40,8% (WHO, 2011).
1
2
Gastritis merupakan
salah
satu penyakit didalam 10 penyakit
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Pada tahun 2014 penyakit gastritis menempati urutan ke-4 dari 10 penyakit terbanyak di RSUD karanganyar dengan jumlah 533 penderita gastritis (Rekam Medis RSUD Karanganyar, 2014). Nyeri
adalah
sensori
subyektif
dan
emosional
yang
tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri, 2007). Rasa nyeri merupakan masalah yang sering terjadi dan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Rasa nyeri yang terjadi pada tubuh manusia sebenarnya merupakan respon pertahanan untuk memberitahukan adanya kerusakan yang berbahaya pada jaringan tubuh (Tamsuri, 2007). Penatalaksanaan nyeri yaitu membantu meredakan nyeri (termasuk pendekatan farmakologis dan non farmalogis) (Bruner, 2006). Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologis yakni dengan pemberian obat-obatan. Dengan cara non farmakologis melalui distraksi, relaksasi dan stimulasi kulit kompres hangat atau dingin, latihan nafas dalam, terapi musik, aromaterapi, imajinasi terbimbing, relaksasi (Rezkiyah,2011). Salah satu alternatif meredakan nyeri adalah dengan teknik aromaterapi lavender. Aromaterapi adalah metode yang menggunakan minyak atsiri untuk meningkatkan kesehatan fisik dan emosi. Minyak atsiri adalah minyak alami yang di ambil dari tanaman aromatik (Koensoemardiyah, 2009). Berbagai
3
efek minyak atsiri yaitu sebagai antiseptic, antimicroba, antivirus, dan anti jamur, zat analgesik, antiradang, antitoksin, zat balacing, immunostimulan, pembunuh dan pengusir serangga, mukolitik dan ekspektoran. Minyak atsiri yang bersifat analgesik (menghilangkan rasa sakit) adalah chamomile frankincense, cengkih, wintergreen, lavender dan mint (Koensoemardiyah, 2009). Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sistem sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat dan emosi seseorang. Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap ke udara dan akan masuk ke rongga hidung melalui penghirupan seingga akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman (Yunita, 2010). Kelebihan minyak lavender dibandingkan minyak essensial lainnya adalah kandungan racunnya yang relatif sangat rendah, jarang menimbulkan alergi
(Yunita,2010).
Aromaterapi
lavender
memiliki
keunggulan
dibandingkan dengan jenis aromaterapi lainnya yaitu ekonomis, mudah diperoleh, aman dipergunakan, tidak memerlukan waktu lama dan praktis karena tidak memerlukan peralatan yang rumit. Kombinasi terapi lavender dengan pengobatan medis akan meningkatkan kondisi klien (Zelner, 2005). Minyak lavender berbau manis, floral, sangat herbal dan mempunyai tambahan bau seperti balsam. Minyak lavender merupakan salah satu minyak yang paling aman. Karenanya sering digunakan untuk mengobati infeksi
4
paru-paru, sinus, vagina, dan kulit, juga meringankan sakit kepala, nyeri otot dan nyeri lainnya (Koensoemardiyah, 2009). Hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 Maret 2015 di RSUD Karanganyar didapatkan pasien dengan diagnosa medis gastritis dan mengeluh nyeri. Pemberian aromaterapi lavender efektif dalam menurunkan tingkat nyeri pada pasien gastritis, sesuai hasil penelitian yang ditulis dalam jurnal oleh Sujatmiko dan Eni Triwiyat (2014).Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengaplikasikan hasil riset tentang pemberian aromaterapi lavender terhadap tingkat nyeri pada pasien gastritis di RSUD Karanganyar.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan keperawatan pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien gastritis diruang Mawar II RSUD Karanganyar. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajianpada Ny. S dengan gastritis. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa pada Ny. S dengan gastritis. c. Penulis mampu melakukan rencana asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gastritis. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. S dengan gastritis.
5
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. S dengan gastritis. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian aromaterapi lavender terhadap tingkat nyeri pada Ny. S dengan gastritis.
C. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai alternatif untuk mengetahui manfaat pemberian aromaterapi lavender
terhadap
penurunan
tingkat
nyeri
dandapat
sebagai
pedomanbagi perawat untuk menangani penyakit gastritis yang mengalami nyeri kususnya di ruang Mawar II RSUD Karanganyar. 2. Bagi Intitusi Pendidikan Diharapkan bagi intitusi pendidikan khususnya pada mata ajar Keperawatan Dalam, mampu membuat penelitian ilmiah tentang pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan nyeri dan mampu memberikan informasi kepada mahasiswa dan mahasiswi keperawatan baik dengan teori maupun dengan praktek, bahwa pemberian aromaterapi lavender dapat menurunkan tingkat nyeri pada pasien dengan gastritis. 3. Bagi Penulis Diharapkan dengan dibuatnya karya tulis ini penulis memperoleh pengetahuan mengenai pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien gastritis dan meningkatkan pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang keperawatan dalam.
6
4. Bagi Pasien Diharapkan dengan intervensi pemberian aromaterapi lavender pada pasien dengan gastritis yang mengalami nyeri dapat membantu pasien dalam menurunkan nyeri gastritis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjaun teori 1. Gastritis a. Pengertian Suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi. Gastritis ini paling banyak ditemukan. Gastritis adalah suatu peradangan pada mucosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik atau lokal (M. Clevo Rendi & Margareth TH, 2012). Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Sedangkan gastritis kronik adalah inflamasi lambung yang lama yang disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri H. Pylori (Deden & Tutik, 2010). b. Etiologi Etiologi dari gastritis antara lain: Menurut ( M. Clevo Rendi & Margareth TH, 2012). 1) Obat analgetik-antiinflamasi terutama aspirin. Aspirin dalam dosis yang rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.
7
8
2) Bahan kimia misalnya lisol 3) Merokok 4) Alkohol 5) Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat 6) Refluks usus lambung 7) Endotoksin c. Patofisiologi Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses auto digesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mukosa dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier. Perubahan-perubahan patologi yang terjadi pada gastritis termasuk kongesti vaskuler, edema, peradangan sel supervisial. Manifestasi patologi awal dari gastritis adalah penebalan, kemerahan pada membran mukosa dengan adanya tonjolan / terlipat. Sejalan
9
dengan perkembangan penyakit dinding dan saluran lambung menipis dan mengecil, atropi gastrik progesif karena perlukaan mukosa kronik menyebabkan fungsi sel utama dan parietal memburuk. Ketika fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber-sumber faktor intrisiknya hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama, dan penumpukan Vitamin B12 dalam badan menipis secara merata yang mengakibatkan anemi yang berat. Degenerasi mungkin ditemukan pada sel utama dan pariental sekresi lambung menurun secara berangsur, baik jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai hanya tinggal mucus dengan air. Resiko terjadinya kanker gastrik yang berkembang dikatakan meningkat setelah 10 tahun gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu epesode gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronik (Deden & Tutik, 2010).
10
d. Pathway Obat–obatan (aspirin, solfanomeda steroid)
H.phylori Melekat pada epitel lambung
Mengganggu pembentukan sawar mukosa lambung
kafein Menurunkan produksi bikarbonat
Menghancurkan lapisan mukosa sel lambung
Menurunkan kemampuan proteksi terhadap
Menurunkan barrier lambung terhadap asam pada pepsin Menyebabkan difusi kembali asam lambung & pepsin inflamasi
Erosi mukosa lambung
Nyeri epigastriu m Gangguan rasa nyaman
Mukosa lambung kehilanganintegritas Menurunkan sensori makan
jaringan
perdarahan Anoreksia
Mual Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Defisit volume cairan dan elektrolit
Gambar 2.1 Pathway (Deden & Tutik, 2010)
Menurunkan tonus &paristaltikusus
Refluks isi deudenum ke lambung Dorongan ekspulsi isi lambung kemulut
muntah
11
e. Manifestasi Tanda dan gejala dari gastritis antara lain(Surjono, 2010): 1) Nyeri seperti terbakar 2) Nyeri ulu hati setelah makan 3) Anoreksia 4) Mual, muntah dan cegukan 5) Sakit kepala 6) Malaise 7) Perut kembung 8) Rasa asam di mulut 9) Hemorhagi 10) Kolik usus dan diare f. Klasifikasi Gastritis dibagi menjadi 2 jenis (Charlene J. Reeves, 2001) dalam Sharif, (2012) yaitu : 1) Gastritis Akut Gastritis akut adalah proses peradangan jangka pendek dengan konsumsi agen kimia atau makanan yang menggangu dan merusak mucosa gastrik. Agen semacam itu mencakup bumbu,
rempah-rempah,
alkohol,
obat-obatan,
khemoterapi, dan mikroorganisme infektif.
radiasi,
12
2) Gastritis Kronis Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. Gastritis tipe A mampu menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mucosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibody. Anemia Pernisiosa berkembang denganproses ini. Anemia Pernisiosa berkembang dengan proses ini. Pernisiosa anemia berkembang dengan proses ini. Sedangkan gastritis tipe B lebih lazim, tipe ini dikaitkan dengan infeksi bakteri helocobakter pylori, yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung. g. Komplikasi Komplikasi yang mungkin dapatterjadi pada gastritis menurut (Deden & Tutik, 2010) adalah: 1) Ulkus peptikum 2) Perdarahan saluran cerna bagian atas h. Penatalaksanaan 1) Keperawatan a) Istirahat baring b) Mengurangi stres c) Diit lunak dan tidak merangsang, tidak merokok, tidak minum alkohol 2) Medis a) Bila pendarahan lambung : antikoagulan
13
b) Pemberian obat-obatan anti kolinergik, anti emetik, analgetik dan sedative, antasida, antibiotika. c) Terapi pendukung : intubasi, cairan, intra vena. d) Pembedahan : untuk mengangkat ganggren dan perforasi. Gastrojejunuskopi / reseksi lambung sehingga mengatasi obstruksi pilorus (Deden & Tutik, 2010). i. Asuhan Keperawatan Gastritis (Sarif, 2012). 1) Pengkajian a) Aktivitas/ istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan Tanda : takikardi, takipnea, hiperventilasi (respon teradap aktivitas) b) Sirkulasi Gejala : hipotensi, takiardi, disritmia (hipovolemia/ hipoksemia), nadi perifer lemah, pengisian kapiler terlambat (capilarirefil time > detik ), warna kulit pucat, sianosis (bergantung jumlah kehilangan darah). Kelembaban kulit: berkeringat (munujukkan status syok, nyeri akut, respon psikologis). c) Integritas Ego Gejala : faktor stres akut kronis (keuangan, hubungan, kerja), perasaan tidak berdaya.
14
Tanda : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar. d) Eliminasi Gejala : riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya karena perdarahan GI atau masalah yang berhubungan dengan GI misalnya luka peptik atau Gaster Gastritis, Iradiasi area gaster. Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi. Bunyi usus sering, hiperaktif selama perdarahan, karakter feses diare, darah warna gelap, kecoklatan, atau kadangkadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida). Keluaran urin : menurun, pekat. e) Makanan / cairan Gejala : anoreksia, mual, muntah, kecekukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, tidak toleran terhadap makanan, penurunan berat badan. Tujuan : muntah : warna kopi, gelap atau mera cerah, dengan atau tanpa berkuaan darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk, berat jenis urin meningkat.
15
f) Neurosensori Gejala : rasa berdenyut pusing / sakit kepala, kelemahan. Status Mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan, koma (bergantung sirkulasi / oksigen). g) Nyeri kenyamanan Gejala : nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distress samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri
epigastrium
kiri
sampai
tengah
/
menyebar
kepunggung terjadi 1 sampai 2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri gaster terlokasi dikanan terjadi > 4 jam setelah makan/ bila kosong dan hilang dengan makanan atau atasida (ulkus duadenal). Tidak ada nyeri farises esophgus atau gastritis. Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu misalnya salisitas, resepin, anibiotik, ibu profen, stresor, psikolgis. Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat berkeringat, perhatian menyempit.
16
h) Keamanan Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal ASA Tanda : peningkatan suhu, spiderangioma, eritmapalmar (menunjukan sirosis/ hipertensi portal). i) Pemeriksaan diagnostik (1) EGD (2) Minum barium dengan foto rotgen (3) Analisa gaster (4) Angiografi (5) Tes feses akan aktif (6) HB/HT : penurunan HB (7) Jumlah darah lengkap (8) BUN : 2,5 – 6,4 mmol/L (9) Kreatinin :0,9 – 1,1 mg% (10) Amonia (11) Profil koagulasi (12) GDA : <200 mg% (13) Natrium : 136 – 145 mmol/L (14) Kalium : 3,5 – 5,5 mmol/ L 2) Diagnosa Keperawatan a) Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Biologis (perlukaan mukosa gaster).
17
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan rangsangan muntah. c) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa lambung. d) Mual berhubungan dengan iritasi lambung. e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal: bising. 3) Intervensi a) Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis Tujuan : nyeri berkurang atau hilang Kriteria Hasil : (1) TTV dalam batas normal (2) Melaporkan nyeri berkurang atau hilang (3) Frekuensi nyeri berkurang Intervensi (1) Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruhmeliputi lokasi, durasi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor pencetus nyeri. Rasional :
pengkajian yang menyeluruh akan
mendapatkan hasil yang tepat. (2) Ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal relaksasi, guide imajeri, terapi musik, distraksi.
18
Rasional : selain teknik farmakologi, teknik non farmakologi juga dapat menurunkan tingkat nyeri pasien. (3) Kendalikan
faktor
mempengaruhi
lingkungan
respon
pasien
yang
dapat terhadap
ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya, kegaduhan. Rasional : lingkungan yang nyaman sangat diperlukan pasien. (4) Kolaborasi : pemberian analgetik. Rasional : analgesik dapat mengurangi rasa nyeri. b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan rangsangan muntah. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : (1) Mempertahankan berat badan dalam batas normal Berat badan ideal : Rumus : 8 + 2n,n (umur) Rumus status nutrisi = BB x 100% (2) Toleransi terhadap diet yang dianjurkan pasien mau makan minimal habis ½ porsi, nafsu makan baik. (3) Melaporkan tingkat energi keadekuatan
19
(4) Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet (5) Nilai laboratorium misal albumin dan globulin dalam batas normal. Albumin normal : 3,5 – 5,3 gr/dl Globulin normal : 2,7 – 3,2 gr/dl Intervensi (1) Tentukan makanan kesukaan klien. Rasional : makanan yang disukai pasien dapat menambah nafsu makan. (2) Dorong pasien untuk memilih makan yang lunak. Rasional : makanan yang lunak dapat segera dicerna. (3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan asupan vitamin c. Rasional : agar nutrisi pasien menjadi adekuat. (4) Monitor jumlah pemasukan nutrisi kalori. Rasional : untuk mengetahui jumlah pemasukan nutrisi kalori. (5) Kolaborasi
(diskusikan
dengan
ahli
gizi
dalam
menentukan jumlah kebutuhan kalori dan protein) Rasional : kebutuhan gizi akan menjadi adekuat c) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa lambung. Tujuan : tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
20
Keriteria hasil : (1) Suhu tubuh dalam rentang normal (2) Menjelaskan tindakan untuk mengurangi peningkatan suhu tubuh (3) Tidak ada perubahan warna kulit (4) Denyut nadi normal (5) Respirasi normal (6) Cairan seimbang (intake dan output) dalam 24jam Urine output 1-3 tahun = 500-600 ml 3-5
tahun = 600-700 ml
14-18 tahun = 700-1000 ml 14-19 tahun = 800-1400 ml 14-18 tahun = 1500 ml (7) Tekanan darah dalam batas normal Intervensi (1) Observasi tanda- tanda vital Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien. (2) Berikan minuman peroral Rasional : agar pasien tidak dehidrasi (3) Kompres dengan air hangat Rasional : air hangat dapat menurunkan suhu tubuh. (4) Kolaborasi pemberian antipiretik
21
Rasional : antipiretik dapat menurunkan standar suhu tubuh normal. (5) Monitor masukkan dan keluaran cairan dalam 24 jam Rasional : untuk mengetahui masukan dan keluaran cairan pasien. d) Mual berhubungan dengan iritasi lambung Tujuan : mual dapat terkontrol Kriteria hasil : (1) Selera makan membaik (2) Tingkat kenyamanan membaik (3) Dapat mengendalikan mual (4) Status nutrisi yang adekuat Intervensi (1) Pantau gejala mual pada pasien Rasional : menganalisis penyebab mual (2) Pantau tanda-tanda vital Rasional : mengetahui keadaan vital. (3) Berikan minum hangat Mengurangi rasa tidak enak saat mual (4) Tinggikan bagian kepala tempat tidur Rasional : mengurangi rasa mual. e) Gangguan pola tidur berhubungan denganfaktor eksternal: bising.
22
Tujaun : gangguan pola tidur dapat teratasi.
Kriteria hasil : (1) Dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa (2) Klien merasa lebih sehat (3) Tidak keletihan atau lesu (4) Tampak rileks Intervensi (1) Kaji pola tidur pasien. Rasional : untuk mengetahui kualitas tidur pasien. (2) Ciptakan lingkungan tenang. Rasional : mempercepat klien untuk tidur (3) Batasi pengunjung. Rasional
:
untuk
mengurangi
kecemasan
dan
meningkatkan waktu istirahat. (4) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat. Rasional : untuk meningkatkan pola istirahat pasien. (5) Anjurkan pasien untuk mkinum susu hangat. Rasional : karena susu merupakan nutrisi yang cepat cerna
23
2. Nyeri a. Pengertian Aziz (2009) dalam Tetti(2015) bahwa nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat sujektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Long (1996) dalam Wahit (2007) nyeri adala perasaan yang tidak nyaman yang sangat sujektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. b. Etiologi Nyeri terjadi karena adanya stimulus nyeri: 1) Fisik (termal, mekanik, elektrik) 2) Kimia Apabila ada kerusakan pada jaringan akibat adanya kontinuintas jaringan yang terputus, maka histamin, bradikinin, serotonin, dan prostagladin akan diproduksi oleh tubuh. Zat-zat kimai ini akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini diteruskan ke Central Nerve System (CNS) untuk kemudian ditansmisikan pada serabut tipe C yang menghasilkan sensasi seperti terbakar atau pada serabut tipe A yang menghasilakn nyeri, seperti
24
tertusuk (Hinchliff, Montague, &Watson, 1996) dalam Tetti (2015). c. Faktor yang mempengaruhi nyeri Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi nyeri, diataranya: faktor lingkungan, keadaan umum, endorfin, faktor situasional, jenis kelamin, pengalaman masa lalu dan setatus emosiaonal, anxietas dan kepribadian, budaya dan sosial, arti nyeri, usia, fungsi kognitif, dan kepercayaan individu (Prihardjo,1996; Reeder, Martin, & Griffin, 1997); lowdermilk, perry, & Bobak, 2000; Niven, 2002; Aziz, A., 2009) dalam Tetti(2015). 1) Lingkungan Lingkunagn
akan
mempengaruhi
persepsi
nyeri.
Lingkungan yang ribut dan terang dapat meningkatkan intensitas nyeri (Kozier, Erb, & Oliveri, 1996) dalam Tetti (2015). 2) Keadaan Umum Kondisi fisik yang menurun, misalnya kelelahan dan kurangnya asupan nutrisi dapat meningkatkan intensitas nyeri yang dirasakan klien. Begitu juga rasa haus, dehidrasi, dan lapar akan meningkatkan persepsi nyeri (Terri, 2002) dalam Tetti (2015). 3) Endorfin Tingkatan endorfin berbeda-beda antara satu orang dan yang lainnya. Hal inilah yang sering menyebabkan rasa nyeri
25
yang dirasakan oleh seseorang berbeda dengan yang lainnya (Reeder, Martin, & Griffin, 1997) dalam Tetti (2015). 4) Faktor Situasional Pengalaman nyeri klien pada situasi formal akan tersa lebih besar dari pada saat sendirian. Persepsi nyeri juga dipengaruhioleh trauma jaringan (Sikorsi & Barker, 2005) dalam Tetti (2015). 5) Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespons adanya nyeri. Dalam suatu studi dilaporkan, bahwa laki-laki kurang
merasakan
nyeri
dibandingkan
dengan
wanita
berdasarkan atnis tertentu (Sikorsi & Barker, 2005) dalam Tetti (2015). 6) Status Emosi Status emosional sangat memegang peranan penting dalam persepsi rasa nyeri karena akan meningkatkan persepsi dan membuat impuls rasa nyeri lebih cepat disampaikan. Adapun status emosi yang sangat memengaruhi persepsi rasa nyeri pada individual antara lain; kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran (Benson & Proctor, 2000) dalam Tetti (2015). 7) Pengalaman yang lalu Adanya
pengalaman
nyeri
sebelumnya
akan
mempengaruhi respons nyeri pada klien. Contohnya, pada
26
wanita yang mengalami kesulitan, kecemasan,dan nyeri pada persalinan sebelumnya akan meningkatkan respons nyeri (Lowdermilk, Perry, & Bobok, 2000) dalam Tetti (2015). 8) Reaksi terhadap nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti rasa ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi oleh faktor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain. (Tetti, 2015) 9) Ansietas dan Kepribadian Ansietas mempunyai efek yang besar, baik pada kualitas maupun intensitas pengalaman nyeri. Klien yang gelisah lebih sensitif terhadap nyeri dan mengeluh nyeri lebih sering dibandingkan dengan klien lain (Lowdermilk, Perry, & Bobak, 2000) dalam Tetti (2015). Faktor lingkungan, keadaan umum, endorfin,situasional, jenis kelamin, pengalaman masa lalu dan status emosional, anxietas dan kepribadian, budaya dan sosial, arti nyeri, usia, fungsi kogntif, dan kepercayaan individual biasanya terjadi dan saling mempengaruhi satu sama lain (Tetti, 2015).
27
10) Budaya dan Sosial Menurut Hinchliff, Montague, clan Watson (1996); Lowdermilk, Peryy, dan Bobak (2000) dalam Tetti (2015). Budaya memiliki peran dalam mentoleransi nyeri. Aspek ini snagat berpengaruh besar terhadap psikolosgis seseorang dalam mempersiapkannyeri. Dalam penelitian Sloman, Rosen, Rom, dan Shir (2005) dalam Tetti (2015). Menemukan bahwa faktor budaya memberikan pengaruh terhadap persepsi nyeri. 11) Usia Persepsi nyeri dipengaruhi oleh usia, yaitu semakin bertambah usia maka semakin mentoleransi rasa nyeri yang timbul, kemampuan untuk memahami dan mengontrol nyeri kerapkali berkembang dengan bertambahnya usia (Niven, 2002) dalam Tetti (2015) 12) Arti Nyeri Nyeri memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Nyeri memiliki fungsi proteksi yang penting dengan memberikan peringatan, bahwa ada kerusakan yang sedang terjadi. Arti nyeri meliputi, penyakit fital, meningkatnya ketidakmampuan, dan kehilangan mobilitas (Monahan, Neighbors, Sands, Marek, & Green, 2007) dalam Tetti (2015).
28
13) Fungsi Kognitif Pada penelitian yang dilakukan oleh Lander (1992) dalam Tetti (2015) ditemukan, bahwa ingatan akan nyeri tidak selalu akurat. Setiap klien mempunyai strategi koping (penyelesaian masalah) yang berbeda-beda untuk mengatasi pengalaman yang menyakitkan. 14) Kepercayaan Kepercayaan terhadap agama dapat mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri timbul. Kemungkinan, individu mempercayai
bahwa
nyeri
sebagai
hukumandan
dapat
mengurangi kesalahan yang dilakukannya (Hazinski, 1992) dalam Tetti (2015). d.
Klasifikasi Wolf (1989) dalam Sulistyo (2013) secara kualitatif membangi nyeri menjadi dua jenis, yakni nyeri fisiologis dan nyeri patofisiologis. Perbedaan utama antara kedua jenis nyeri ini adalah nyeri fisiologis sensor nirmal berfungsi sebagai alat proteksi tubuh. Sementara nyeri patofisiologis merupakan sensor abnormal yang dirasakan oleh seseorang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adanya trauma dan infeksi bakteri ataupun virus. Nyeri patologis merupakan sensasi yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya kerusakan jaringan atau akibat adanya kerusakan saraf. Jika proses inflamasi mengalami proses penyembuhan normal
29
sehingga menghilang sesuai dengan proses penyembuhan disebut sebagai adaptif pain yang lazim dikenal sebagai nyeri akut. Di lain pihak, kerusakan saraf justru berkembang menjadi intractable pain setelah penyembuhan selesai, disebut sebagai maladaftive pain atau neuropathy pain lanjut/kronik. e. Fisiologi Nyeri Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai dialam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengansel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau distransmisi tanpa hambatan ke korteks serebal, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri (McHair, 1990) dalam Tetti (2015). Seorang klien yang sedang merasakan nyeri, tidak dapat membedakan komponen-komponen tersebut. Akan tetapi, dengan memahami setiap komponen, perawat akan terbantu dalam mengenali setiap komponen, perawat akan terbantu dalam mengenali
30
faktor-faktor yangdapat menimbulakn nyeri, gejala yang menyertai nyeri, dan rasional serta kerja terapi yang dipilih. f. Penatalaksanaan Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi dua, yaitu (Potter & Perry, 2006): 1) Penatalaksanaan Nyeri Secara Farmakologis Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang dan berat. Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri biasanya menggunakan obat analgesik yang terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan
analgesik
narkotik.
Penalaksanaan
nyeri
dengan
farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obat analgesik narkotik
baik secara intravena
maupun intramuskuler.
Pemberian secara intravena maupun intramuskuler misalnya dengan meperidin 75-100mg atau dengan morfin sulfat 1015mg, namun penggunaan analgesik yang secara terus menerus dapat mengakibatkan ketagihan obat (Cunningham et al, 2006). Namun demikian pemberian farmakologis tidak bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Van Kooten 1999 dalam Anggorowati dkk, 2007). 2) Penatalaksanaan Nyeri Secara Non-Farmakologis Kombinasi penatalaksanaan nyeri farmakologis dan penatalaksanaan nyeri secara non-farmakologis dapat digunakan
31
untuk mengontrol nyeri agar sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang (Bobak, 2005). Metode nonfarmakologis bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan ini diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal ini, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasikan metode non farmakologis dengan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk mengontrol nyeri. Pengendalian nyeri non-farmakologis menjadi lebih murah, mudah, efektif dan tanpa efek yang merugikan (Potter & Perry, 2005). Penanganan nyeri secara non-farmakologis terdiri dari (Bare & Smeltzer, 2001): a) Masase kutaneus Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. b) Terapi panas Terapi
panas
mempunyai
keuntungan
meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. c) Transecutaneus Elektrical Nerve Stimulaton (TENS)
32
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstransmisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan
elektroda
menghasilkan
yang
sensasi
dipasang kesemutan,
pada
kulit untuk
menggetar
atau
mendengung pada area nyeri. d) Distraksi Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan
nyeri,
contoh:
menyanyi,
berdoa,
menceritakan gambar atau foto dengan kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan. e) Relaksasi Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan, contoh: nafas dalam dan pelan. f) Imajinasi Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan. g.
Intensitas nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
33
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Jenis pengukuran nyeri adalah sebagai berikut: (Smeltzer & Bare, 2002). 1) Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.
Gambar 2.2. Pengukuran Skala VDS
34
2) Wong-Baker Faces Pain Rating Scale Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokalsetempat.
Gambar 2.3. Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating Scale 3) Numerical Rating Scale (NRS) Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.
Gambar 2.4. Pengukuran Numerical Rating Scale (NRS) 4) Skala nyeri menurut Hayward
35
a) 0 : Tidak nyeri b) 1-3 : Nyeri ringan c) 4-6 : Nyeri sedang d) 7-9 : Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan e) 10 : Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol (Mubarak, 2008). 5) Pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST a) Provoking Incident : merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian betis dan tungkaibawah. b) Quality of Pain : merupakan jenis rasa nyeri yang dialami klien. Frakturtibia biasa menghasilkan sakit yang bersifat menusuk. c) Region, Radiation, Relief : Area yang dirasakan nyeri pada klien terjadi diarea betis atau tungkai bawah yang mengalami patah tulang. Imobilisasiatau istirahat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan agar tidakmenjalar atau menyebar. d) Severity (Scale) of Pain : Biasanya klien frktur tibia akan menilai sakityang dialaminya dengan skala 5-7 dari skala pengukuran 0-10. e) Time : Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalamkondisi seperti apa nyeri bertambah
36
buruk.Klien Fraktur akan merasa lebihnyeri saat bagian yang mengalami fraktur dilakukan pergerakan. (Muttaqin, 2008). 3. Aromaterapi Lavender a. Definisi Aromaterapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang menggunakan minyak essensial dalam pelaksanaannya berguna untuk meningkatkan kesehatan fisik, emosi dan spirit seseorang (Monahan, Sand, Neighbors, Green, 2007; Koensoemardiyah, 2009) dalam Tetti, (2015). Berbagai efek minyak essensial, salah satunya adalah menurunkan intensitas nyeri dan tingkat kecemasan. Minyak essensial
atau
minyak
astriti
yang
bersifat
menurunkan/
menghilangkan rasa nyeri, antara lain: nankincense, cengkih, wintergreen, lavender, peppermint, dan eucalypyus (Monahan, Sands, Neighbors, Marek, Green, 2007; Koesoemardiyah, 2009) dalam Tetti, (2015). Aromaterapi yang menggunakan minyak lavender merupakan aromaterapi yang paling seringdilakukan dalam penelitian. Aromaterapi adalah metode yang menggunakan minyak atsiri untuk mengingatkan kesehatan fisik dan emosi. Lavender memiliki zat aktif berupa linalool dan linalylacetate yang dapat berefek sebagai analgesik (Wolfgang & Michaela, 2008).
37
b. Tujuan Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal memiliki efek sedatif, hypnotic, dan anti-neurodepresive baik pada hewan maupun pada manusia. Karena minyak lavender dapat memberikan rasa tenang, sehingga dapat digunakan sebagai manajemen stress. Kandungan utama dalam minyak lavender adalah linalool asetat yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat syaraf dan otot-otot yang tegang. Linalool juga menujukkan efek hipnotic dan anticonvulsive, karena khasiat inilah bunga lavender sangat baik digunakan sebagai aromaterapi. Selain itu beberapa tetes minyak lavender dapat membantu menanggulangi insomnia, memperbaiki mood seseorang, menurunkan tingkat kecemasan, meningkatkan tingkat kewaspadaan, dan tentunya dapat memberikan efek relaksasi (Yumada, 2005). Aromaterapi lavender berasal dari bagian bunga dan kelopak bunga
yang
berkasiat
untuk
mengharmoniskan,
meredakan,
menyeimbangkan, menyegarkan, merilekskan dan menenangkan. Minyak lavender digunakan untuk membantu dalam meringankan rasa mudah marah, gelisah, nyeri, stres, meringankan otot pegal, gigitan, sengatan, sebagai antiseptik, menyembuhkan insomnia, sakit kepala dan dapat digunakan secara langsung pada rasa sakit dari luka bakar atau melepuh ringan (Saharma, 2011). c. Mekanisme
38
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Universitas Warwick, Inggris, menetukan bahwa bau yang dihasilkan dari aromaterapi berikatan dengan gugus steroid di dalam kelenjar keringat yang disebut osmon yang mempunyai potensi sebagai penenang kimia alami yang akan merangsang neurokimia otak. Bau yang
menyenangkan
mengeluarkan
akan
enkefalin.
mentimulasi
Enkefalin
memiliki
thalamus fungsi
untuk sebagai
penghilang rasa sakit alami. Enkefalin juga memiliki fungsi dalam menghasilkan perasaan sejahtera (Primadiati, 2002) dalam Tetti, (2015). Enkefalin seperti halnya endorfin merupakan zat kimiawi endogen (zat yang diproduksi oleh tubuh) yang berstruktur serupa dengan opioid (Smeltzer & Bare, 2002) dalam Tetti, (2015). Beberapa penelitian telah membuktikan, bahwa aromaterapi efektif dalam menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kim, Nam, & Paik (2005) menunjukkan bahwa aromaterapi efektif menurunkan nyeri pada pasien yang mengalami arthritis. Hasil penelitian Sasannejad, Saeedi, Shoeibi, Gorji, Abbasi, & Foroughipour
(2012)
membuktikan,
bahwa
lavender
dapat
menurunkan nyeri kepala. Penelitian lain, Hadi & Hanid membuktikan, bahwa efektif menurunkan nyeri paska operasi seksio sesarea (2011). Kim, Kim, Kim, Yeo, Hong, Lee, & Jeon (2011), hasil penelitian membuktikan lavender efektif menurunkan nyeri insersi
jarum
(nyeri
karena
tusukan
jarum).
Sulistyowati,
39
Nurachmah, & Gayatri (2011) menunjukkan, bahwa lavender efektif menurunkan nyeri pada pasien kanker. d. Penatalaksanaan Penatalaksanaan teknik relaksasi aromaterapi pada prinsipnya adalah pasien direlaksasikan melalui bau-bauan yang menenangkan pikiran dan perasaannya. Pasien dianjurkan untuk memilihjenis aromaterapi mana yang akan digunakan dalam pelaksanaan teknik aromaterapi.
Pasien
dianjurkan
untuk
mencium
beberapa
aromaterapi sebelum memilih salah satu di antara aromaterapi tersebut (Tetti, 2015).
40
B. Kerangka Teori Gastritis adalah suatu peradangan pada mucosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik atau lokal.
Mengakibatkan nyeri abdomen
Penatalaksanaa 1. 2. 3. 4. 5.
Relaksasi Nyaman Tenang Analgesik Aromaterapi
Penurunan Skala Nyeri
Gambar 2.5 Kerangka Teori (Sukowati, 2007)
C. Kerangka Konsep
Aromaterapi Lavender
Penurunan Nyeri Pada Pasien Gastritis
Gambar 2.6 Kerangka Konsep (Sukowati, 2007)
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI
A. Subjek aplikasi riset ( berdasarkan jurnal yang dipakai) Subjek dari aplikasi riset ini adalah Ny. S dengan gastritis
B. Tempat dan waktu Di Ruang Mawar II RSUD Karanganyar, pada Tanggal 12-14 Maret 2015.
C. Media dan alat yang digunakan 1. Aromaterapi lavender yang berkemasan botol 2. Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran atau pemeriksaan terhadap skala nyeri pasien 3. Alat ukur skala nyeri verbal 4. Jam tangan
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset 1. Mengobservasi skala nyeri pasien 2. Memberikan aromaterapi lavender selama 45 menit 3. Mengukur kembali skala nyeri pasien
41
42
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi riset Skala nyeri verbal:
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Pasien bernama Ny. S, berjenis kelamin perempuan dengan umur 37 tahun, berstatus kawin, Ny. S bertempat tinggal di Pule 3/11 Popangan, Karanganyar, beragama islam, pekerjaan sabagai pegawai swasta, Ny. S diagnosa gastritis, No registrasi 00187749, dokter Dr. YM Agung Priatiyanto.sp.Pd. Saat Ny. S dirawat di RSUD Karanganyar yang bertanggung jawab adalah Tn. S, Tn. S merupakan suami dari Ny. S. Tn. S berumur 41 tahun dan bekerja sebagai pegawai swasta, Tn. S bertempat tinggal di Pule 3/11 Popangan, Karanganyar.
B. Pengkajian Pengkajian di lakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 14:50 WIB, pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesadan alloanamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi secara langsung, pemeriksaan fisik, serta dengan melihat catatan medis dan catatan keperawatan sebelumnya. Keluhan utama yang di rasakan pasien adalah nyeri perut di ulu hati. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan nyeri perut sudah sejak 3 hari yang lalu dan merasa mual. Sebelum dibawa ke RSUD Karanganyar pasien sempat berobat dipuskesmas tetapi belum ada perubahan. Pihak keluarga membawa Ny. S ke IGD RSUD Kranganyar pada tanggal 10 Maret 2015,
43
44
pukul 16.30 WIB. Di IGD dilakukan tindakan pemasangan infus RL 20 tpm, diberi terapi Omeprazoldan Antrain. TD: 130/90 mmHg, Nadi: 82x/menit, S: 36,00C, RR: 20x/menit dan kemudian pukul 17:47 WIB di pindahkan ke Ruang Mawar II. Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan pada waktu kanak-kanak tidak pernah memiliki penyakit yang berat, tidak pernah kecelakaan, pasien mengatakan belum pernah dirawatdi rumah sakit, tidak pernah operasi, tidak punya alergi, tidak pernah imunisasi, dan tidak memiliki kebiasan buruk. Riwayat kesehatan kelurga pasien mengatakan kalau keluarganya tidak memiliki penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, asma, dan penyakit menular seperti TBC, hepatitis, dsb. Genogram pasien adalah pasien merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, sedangkan suaminya juga anak ke dua dari tiga bersaudara, kedua orang tua Ny. S dan suami masih hidup. Pasien memiliki dua anak yaitu dua anak perempuan. Saat ini pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya.
45
Genogram :
Ny. S
Gambar 2.7 Genogram Ny. S
Keterangan : : Laki – laki : Perempuan : Tinggal Satu Rumah : Garis Pernikahan : Garis Keturunan : Pasien
46
Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan lingkunganya termasuk lingkungan yang bersih, lingkungannya juga bebas dari polusi udara dan merupakan lingkungan yang tenang. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa sehat itu penting, pasien juga mengatakan jika ada anggota keluarganya yang sakit maka di bawa ke dokter desa atau ke puskesmas. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien mengatakan biasa makan 3 kali sehari, dengan komposisi nasi, sayur, lauk, air putih, teh, 1 porsi habis dan tidak ada keluhan. Saat sakit dan di rawat di bangsal Mawar 2 pasien di berikan nasi, sayur, lauk, buah, air putih dan teh habis ½ porsi dan keluhan merasa mual. Analisa nutrisi, Antropometri : BB: 50 kg, TB: 160 cm, IMT: BB/TB(M)Xtb= 50/(1,60)2m = 19,52 (normal) nilai normal: 18,5-25,0. Biochemical: Hemoglobin : 13, 5 g/dl nilai rujukan: 12.00-16.00 g/dl, Leukosit : 8, 66 10^3/ul nilai rujukan: 37.00-47.00 %. Clinical Data : konjungtiva anemis, mukosa bibir kering. Dietery Data : pasien hanya menghabiskan ½ porsi makan yang diberikan dari rumah sakit 3x/ sehari. Pola eliminasi pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pola BAB dan BAK nya. Pasien mengatakan sebelum sakit ia selalu buang air 1 kali dalam sehari, selama sakit pasien mengatakan buang air besar 2 hari sekali. Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada masalah dengan buang air kecilnya, biasanya 6-7 kali dalam sehari. Saat di rawat di rumah sakit pasien
47
mengatakan buang air kecil 5-6 kali dalam sehari berwarna jernih dan tidak ada keluhan. Pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan sebelum sakit pemenuhan kebutuhan aktivitas latihan dilakukan secara mandiri. Namun saat sakit aktivitas berpakaian, toileting, dibantu orang lain, saat makan/minum, mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan ambulasi/ROM dilakukan secara mandiri. Pola istirahat tidur sebelum sakit pasien mengatakan jarang tidur siang, dan tidur malam kurang lebih 8 jam. Saat dirawat di rumah sakit pasien mengatakan dapat tidur siang selama 1 jam, namun saat malam pasien mengatkan tidur kurang lebih selama 7 jam dan kadang terbangun karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan. Pola kognitif perseptual sebelum sakit, pasien mampu berbicara dengan baik, mampu berbicara dengan lancar dengan menyampaikan pendapat dan mampu mendengar dengan baik, pasien mampu mengidentifikasi bau minyak kayu putih, merasakan teh dan serta dapat merasakan sentuhan. Selama sakit pasien mampu berbicara dengan baik, mampu berbicara dengan lancar dengan menyampaikan pendapat dan mampu mendengar dengan baik, pasien mampu mengidentifikasi bau minyak kayu putih, merasakan teh dan serta dapat merasakan sentuhan. Pasien mengatakan terasa nyeri di perut, (P)nyeri timbul saat bergerak, (Q) nyeri terasa ditusuk-tusuk, (R) nyeri terasa diulu hati, (S) skala nyeri 7, (T) nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali.
48
Pola persepsi konsep diri, gambaran citra diri: pasien mengatakan menerima keadaanya dirinya, ideal diri : pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali beraktivitas serta berkumpul dengan keluarga, arga diri : paien mengatakan dihargai dan disayangi keluarga, peran diri : saat sakit pasien mengatakan tidak bisa bekerja seperti biasa di pabrik, identitas diri : apapunyang terjadi sekarang pasien mengatkan itu sudah kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Pola hubungan peran sebelum sakit hubungan Ny. S dengan keluarga cukup baik, dengan masyarakat lingkungan juga baik, selama sakit pun hubungan Ny. S dengan keluarga masih harmonis ditandai dengan adanya keluarga yang menunggu dan menjenguk. Pola seksualitas reproduksi sebelum sakit, Ny. S berjenis kelamin perempuan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak perempuan. Selama sakit Ny. S berjenis kelamin perempuan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak perempuan. Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan tidak mempunyai masalah dengan siapapun dan apabila ada masalah pasien selalu menceritakan dengan suami, selama sakit pasien mengatkan mampu menerima sakitnya dengan ikhlas dan menganggap ini hanya cobaan. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan beragama islam dan menjalankan sholat 5 waktu, selama sakit pasien tetap menjalankan sholat dan berdoa untuk kesembuhannya.
49
C. Pemeriksaan Fisik Hasil pengkajian yang didapatkan pada Ny. S antara lain Ny. S dalam keadaan sadar penuh/ coposmentis, keadaan/ penampilan baik, namun pasien terlihat lesu. Saat dilakukan pengukuran tanda-tanda vital didapati hasil 120/80 mmHg, nadi 82x/menit teraba kuat dengan irama teratur, pernafasan 24x/menit irama teratur, suhu tubuh pasien normal 36,5oC. Bentuk kepala pasien mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut pasien berwarna hitam, pada mata tidak ditemukan edema dan sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor, pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, bentuk hidungpasien simetris, bersih tidak ada sekret, dan tidak ada polib. Kebersihan mulut pasien terjaga, mukosabibir kering, tidak ada stomatitis. Gigi pasien bersih berwarna putih dan tidak berlubang. Telingga pasien kakan dan kiri simetris, tidak ada kelainan pendengaran. Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tyroid teraba. Daerah dada, paru inspeksi bentuk simetris, palpasitidak terjadi peradangan, perkusi sonor pada seluruh lapang dada, auskultasi terdapat suara vaskuler disemua lapang dada. Pemeriksaan abdomen didapati inspeksitidak ada jejas,auskultasi bising usus pasien terdengar 12x/menit, perkusi terdengar suara timpani, palpasi terjadi nyeri tekan pada perut epigastrik. Area genetalia pasien terjaga kebersihannya dan tidak terpasang DC. Pada area rektum kebersihan terjaga dan tidak ada penumpukan feses. Daerah ektermitas atas kekuatan otot kanan/kiri : tangan kanan terpasang infus RL 20 tpm, ROM kanan/kiri : tangan kiri ekstensi, capilary
50
reflek : kurang dari 2 detik, perubahan bentuk tulang : tidak terjadi perubahan bentuk tulang, dan perabaan akral hangat, sedangkan ekstermitas bawah kekuatan otot kanan/kiri : otot kana/kiri bisa digerakkan, ROM kanan/kiri: kaki kanan dan kiri posisi ekstensi, capilary reflek kurang dari 2 detik, perubahan bentuk tulang : tidak terjadi perubahan bentuk tulang
dan
perabaan akral hangant.
D. Pemeriksaan Penunjang 1. Hasil pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium,didapati hasil yang abnormal MCV 78,5 fl (rendah dengan rentan normal 82.0 fl -92.0 fl), sedangkan hasil jenis yang abnormal Gran% 44.4% (rendah dengan rentan normal 50.0%70.0%) Eosinofil 16.7 %(tinggi dengan rentan normal 0.5%-5.0%). Hasil pemeriksaan yang mendapatkan hasil normal dengan nilai Hemoglobin 13.5 g/dl, Hematrosit 38.8%, Leukosit 8.66 10^3/ul, Trombosit 279 10^3/ul, Eritrosit 4.94 10^6/ul, MPV 9.4 fl, PDW 16.3, MCH 27.3 pg, MCHC 34.8 g/dl, Limfosit 34.5 %, Monosit 4.0 %, Basofil 0.4 %, GDS 90 mg/100ml. 2. Terapi Medis Cairan IV infus RL 20 tpm berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit, obat parentral Omeprazol melalui injeksi intravena 40 mg/ 12jam golongan atisida untuk saluran cerna berfungsi untuk pengobatan jangka pendek tukak usus dan tukak lambung, Obat
51
Antrain melalui injeksi intravena 1000 mg golongan analgesik non narkotik berfungsi untuk meredakan nyeri. Obat peroral Antasida (sirup) 3x1 (1 sendok makan) golongan antasida untuk saluran cerna berfungsi untuk sakit maag untuk mengurangi nyeri lambung yang disebabkan oleh kelebihan asam lambung dengan gejala seperti mual dan perih.
E. Perumusan Masalah Keperawatan Berdasarkan pengkajian pada pasien ditemukan 3 masalah keperawatan. Masalah keperawatan yang pertama dengan data
subyektif
Ny. S
mengatakan nyeri di ulu hati. Data obyektif yang di dapat penulis pada Ny. S, (P) pasien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, (Q) pasien mengatkan nyerinya seperti ditusuk-tusuk, (R) nyeri terasa diulu hati, (S) skala nyeri 7, (T) nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali.Data objektif yang mendukung diagnosa ini antara lain pasien meringis kesakitan, tampak memegangi perut, ada nyeri tekan diabdomen, TD: 120/80 mmHg, S: 36,5oC, Nadi: 82x/menit, RR: 24x/menit.Dari hasil analisa data yang didapatkan maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan “ Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis”. Masalah keperawatan yang kedua dengan data subyektif yang di dapat penulis pada Ny. S, pasien mengatakan merasa mual. Data objektif yang didapatkan pasien tampak pucat dan menahan mual, mukosa bibir kering.Dari hasil analisa data yang didapatkan maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan “Mual berhubungan dengan iritasi lambung”.
52
Masalah keperawatan yang ketiga dengan data subyektif yang didapatkan penulis pada Ny. S, pasien mengatakan sulit untuk tidur karena suasana yang ramai dan merasa nyeri, tidur kurang lebih 7 jam kadang suka terbangun. Sedangkan data objektif yang didapatkan adalah pasien tampak lesu, mata cekung dan kehitaman.Dari hasil analisa data yang didapatkan maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan “gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor ekternal:bising”. Berdasarkan perumusan masalah yang didapatkan penulis maka penulis menyusun perioritas diagnosa keperawatan yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Perioritas ke dua yaitu mual berhubungan dengan iritasi lambung. Perioritas ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan denganfaktor ekternal: bising.
F. Intervensi Intervensi pada diagnosa yang pertama yaitu nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis, tujuan tindakan yang akan dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil nyeri klien berkurang atau hilang, skala nyeri 1, klien dapat rileks, keadaan umum klien baik (TTV normal).Intervensi yang di susun penulis adalah observasi TTV untuk mengetahui perkembangan klien, kaji karateristik nyeri klien untuk mengetahui skala nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman pada klien karena posisi yang tepat dan dirasa nyaman oleh klien dapat mengurangi resiko klien terhadap nyeri, berikan aromaterapi
53
lavender untuk membantu mengurangi nyeri pasien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik untuk memblok reseptornya nyeri pada susunan saraf pusat. Intervensi yang di susun penulis untuk diagnosa kedua yaitu mual berhubungan dengan iritasi lambung, tujuan tindakan yang akan dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan selama 3x 24jam diarapkan mual dapat terkontrol dengan kriteria hasil selera makan membaik, tingkat kenyamanan membaik, dapat mengendalikan mual, status nutrisi yang adekuat. Intervensi yang di susun penulis adalah pantau gejala mual pada pasien untuk menganalisis penyebab mual, pantau tanda tanda vital untuk mengetahui keadaan tanda-tanda vital pasien, berikan minum hangat untuk mengurangi rasa tidak enak saat mual, tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk mengurangi rasa mual. Intervensi yang di susun penulis untuk diagnosa ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal: bising, tujuan tindakan yang akan dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam diharapkan gangguan pola tidur pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil dapat istirahat tidur secara normal atau biasa, klien merasa lebih sehat, tidak kelihatan lesu, pasien tampak rileks. Intervensi yang disusun penulis adalah kaji pola tidur pasien untuk mengetahui kualitas tidur pasien, ciptakan lingkungan tenang untuk mempercepat klien untuk tidur, batasi pengunjung untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan waktu istirahat, anjurkan pasien untuk minum susu hangat karena susu merupakan nutrisi cepat cerna.
54
G. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa yang pertama nyeri akut pada hari Kamis, tanggal 12 Maret 2015 pada pukul 14.20 WIB adalah mengobervasi tanda-tanda vital, pasien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, didapati tekanan darah 120x/menit, nadi : 36,50 C, respirasi : 24x/menit. Mengkaji kareateristik nyeri dilakukan pada pukul 14.35 WIB, nyeri diulu hati, P: pasien mengatkan nyeri saat bergerak, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri tersa di ulu hati, S: skala nyeri 7, T:nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali dan pasien tampak meringis kesakitan. Memberikan aromaterapi lavender dengan cara pasien mencium aromaterapi lavender saat pasien merasa nyeri dilakukan selama 45 menit saat diberikan aromaterapi lavender pasien tampak kooperatif dan tindakan ini dilakukan pada pukul 14.45 WIB. Pukul 15.30 WIB mengkaji karateristik nyeri kembali. Pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala nyeri 7 menjadi skala nyeri 6 pasien tampak kooperatif. Memantau gejala mual pukul 16.15 WIB pasien mengatakan mual setelah makan pasien tampak lemas. Pukul 16.15 WIB meninggikan kepala bagian tempat tidur, pasien mengatkan bersedia ditinggikan pada bagian kepala tempat tidur dan pasien tampak nyaman. Menganjurkan keluarga untuk membatasi pengunjung pada pukul 17.00 WIB, keluarga pasien menngatkan bersedia untuk membatasi pengunjung pasien tampak tenang.Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
55
dilakukan pada pukul 18.30 WIB, pasien bersedia diberikan obat lewat infus, omeprazol 40 mg, antrain 1000 mg masuk melalui intravena. Pada hari Jumat, tanggal 13 Maret 2015 untuk implementasi diagnosa kedua dilakukan pada pukul 08.00 WIB yaitu memberikan injeksi, pasien bersedia diberikan obat lewat infus, omeprazol 40 mg, antrain 1000 mg masuk melalui intravena. Mengkaji karateristik nyeri (P, Q, R, S, T) dilakukan pada pukul 10.00 WIB.P: pasien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, Q: nyeri seperti ditusuk – tusuk, R: nyeri terasa di ulu hati, S: skala nyeri 6, T: nyeri hilang timbul 15 menit sekali, pasien tampak meringis kesakitan. Pada pukul 10.10 WIB memberikan aromaterapi lavender pasien bersedia menghirup aromaterapi lavender terapi dilakukan selama 45 menit. Mengobservasi karateristik nyeri kembali pada pukul 10.55 WIB pasien mengatakan nyeri dari skala 6 menjadi skala nyeri 4 pasien tampak lebih nyaman. Memberikan posisi nyaman pada pukul 11.05 WIB dengan cara memposisikan bantal sesuai kenyamanan pasien, pasien bersedia diberikan posisi nyaman, pasien terlihat lebih nyaman. Mengobservasi tanda- tanda vital pada pukul 11.30 WIB dengan cara mengukur tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi, pasien mengtakan bersedia dilakukan tindakan tanda- tanda vital
dan didapatkan hasil TD: 130/80
mmHg, Nadi : 82x/ menit, Suhu: 36, 50C, Respirasi : 20 x/menit. Pada pukul 12.10 WIB memberikan minum hangat pasien bersedia minum hangat pasien tampak minum air hangat. Mengobservasi pola tidur
56
pasien pada pukul 13 WIB pasien memengatakan sudah bisa tidur kurang lebih 7 jam dan sudah tidak terbangun pasien tampak lebih segar. Pada hari Sabtu, tanggal 14 Maret 2015 untuk implementasi diagnosa ketiga dilakukan pada pukul 08.05 WIB yaitu memberikan injeksi omeprazol 40 mg, antrain 1000 mg pasien mengatkan bersedia disuntik obat masuk melalui intra vena. Pukul 10.30 WIB mengobservasi karateristik nyeri (P, Q, R, S, T) P: pasien mengtakan nyeri saat bergerak, Q: pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa di ulu hati, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul, pasien terlihat memegangi perut. Memberikan aromaterapi lavender pada pukul 10.40 WIB pasien bersedia menghirup aromaterapi lavender terapi dilakukan selama 45 menit pasien tampak kooperatif. Pada pukul 11.35 WIB mengobservasi karateristik nyeri kembali pasien mengatakan nyeri dari sekala 4 menjadi skala nyeri 2. Pada pukul 11.50 WIB memberikan injeksi omeperazol 40 mg, antrain 1000 mg pasien mengatakan bersedia disuntik obat masuk melalui selang infus. Mengobservasi tandatnada vital dilakukan pada pukul 12.15 WIB paisen mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan didapatkan hasil TD: 120/80 mmHg, N: 82x/menit, S: 37.0oC, R: 20x/menit. Meningikan kepala bagian tempat tidur pada pukul 12.20 WIB pasien mengatakan bersedia ditinggikan bangian kepala tempat tidur pasien terlihat tampak nyaman. Pukul 12.30 WIB menganjurkan pasien untuk banyak istirahat pasien mengatakan bersedia untuk banyak istirahat pasien tampak istirahatdan tidur dengan nyaman.
57
H. Evaluasi Keperawatan Evaluasi untuk diagnosa pertama yaitu pada hari pertama Kamis, tanggal 12 Maret 2015 dilakukan pada pukul 19.00 WIB. Subjektif: pasien mengatakan nyeri di ulu hati. (P) pasien mengatkan nyeri saat bergerak, (Q) nyeri seperti ditusuk-tusuk, (R) nyeri terasa di ulu hati, (S) skala nyeri 6, (T) Objektif: nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali. Pasien tampak meringis kesakitan TD: 120/80 mmHg, N :82x/menit, R: 24x/menit, S: 36.5oC. Analisis: Masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan intervensi. Anjurkan relaksasi nafas dalam, berikan oromaterapi lavender. Evaluasi untuk diagnosa kedua yaitu pada hari Kamis, tanggal 12 Maret 2015 dilakukan pada pukul 19.15 WIB.Subjektif: Pasien mengatakan lebih nyaman setelah ditinggikan pada bagian kepala tempat tidur, Objektif: Pasien tampak nyaman. Analisis: Masalah teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi memantau gejala mual, anjurkan minum hangat. Evaluasi untuk diagnosa tiga yaitu pada hari Kamis, tanggal 12 Maret 2015 dilakukan pada pukul 19.30 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sulit tidur pada malam hari. Objektif: Pasien tampak lesu. Analisis: Masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan intervensi batasi pengunjung, ciptakan suasana yang tenang. Evaluasi untuk diagnosa pertama yaitu pada hari kedua Jumat, tanggal 13 Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.30 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dari skala 6 menjadi 4. O: Pasien lebih
58
tampak rileks. Analisis: Masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan intervensi anjurkan relaksasi nafas dalam, berikan aroma terapi lavender. Evaluasi untuk diagnosa kedua yaitu pada hari Jumat, tanggal 13 Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.40 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah minum air hangat. Objektif: Pasien tampak nyaman. Analisis: Masalah teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi tinggikan bagian kepala tempat tidur, pantau gejala mual. Evaluasi untuk diagnosa ketiga yaitu pada hari Jumat, tanggal 13 Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.45 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah bisa tidur. Objektif: Pasien tampak lebih segar. Analisis: Masalah teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi anjurkan pasien untuk banyak istirahat. Evaluasi untuk diagnosa pertama yaitu pada hari Sabtu, tanggal 14 Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.30 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan nyeri dari skala berat terkontrol menjadi ringan (4 menjadi skala 2). (P) Nyeri saat bergerak, (Q) nyeri seperti ditusuk-tusuk,(R) nyeri di ulu hati, (S) skala nyeri 2, (T) nyeri hilang timbul. Objektif: pasien tampak rileks. Analisis: Masalah teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi berikan posisi yang nyaman. Evaluasi untuk diagnosa kedua yaitu pada hari Jumat, tanggal 14 Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.40 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah minum air hangat. Objektif: Pasien tampak nyaman. Analisis: Masalah
59
teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi tinggikan bagian kepala tempat tidur, pantau gejala mual. Evaluasi untuk diagnosa ketiga yaitu pada hari Jumat, tanggal 14 Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.45 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah bisa tidur. Objektif: Pasien tampak lebih segar. Analisis: Masalah teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi anjurkan pasien untuk banyak istirahat.
BAB V PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan gastritis di ruang Mawar II RSUD Karanganyar. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesesuain dan kesenjangan antara teori dan kenyataan yang meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Pengkajian Menurut Effendy (1995) dalam Dermawan (2012) mengatakan pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Ny. S masuk rumah sakit pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2015 pada pukul 17.00 WIB. Penulis melakukan pengkajian pada hari kamis, tanggal 12 Maret 2015 di Ruang Mawar II pukul 14.00 WIB. Ny. S usia 37 tahun di diagnosa medis gastritis. Keluhan utama saat dikaji adalah nyeri akut.Provoking (P): pasien mengatakan nyeri saat bergerak, Quality (Q): pasien mengatkan nyerinya seperti ditusuk- tusuk, Region (R): nyeri terasa di ulu hati, Severity (S): skala nyeri 7 (nyeri berat terkontrol), Time (T): nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali. Gastritis adalah suatu peradangan pada mucosa
60
61
lambung yang dapat bersifat akut, kronik atau lokal (M. Clevo Rendi & Margareth TH, 2012). Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu: (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien dan (b) observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan mengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif, dengan mengunakan (P,Q,R,S,T). P: Provoking atau pemicu, yaitu faktor pemicu yang menimbulkan nyeri, Q: Quality atau kualitas nyeri (misal, tumpul atau tajam), R: Regionatau daerah, yaitu daerah perjalanan kedaerah lain, S: Severity atau keganasan, yaitu intensitasnya, T: Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab (Mubarak, 2008). Data tersebut telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa ketika terjadi proses gastritis akan terjadi peningkatan asam hidroklorida dilambung dan ketika mengenai dinding lambung akan menimbulkan nyeri lambung (perih) karena dinding lambung yang inflamasi tersebut, masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri akut (Sharif, 2012). Saat dirawat dirumah sakit pasien juga mengatakan mengeluh mual, hanya makan setenggah porsi karena merasa mual. Data tersebut telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa menurut (M. Clevo, 2012) penyebab erosi mukosa lambung akan timbul infark kecil/ perdarahan tergantung sekresi asam lambung, keadaan asam pada mucosa lambung dapat mempercepat kerusakan mukosa sehingga akan merasakan mual. Pada pengkajian nutrisi dan metabolisme sebelum sakit Ny. S makan sehari 3x, jenis yang dimakan nasi, sayur, lauk air putih dan teh, tidak ada
62
keluhan. Selama sakit Ny. S makan tetap 3x sehari tetapi hanya habis ½ porsi, jenis yang dimakan Ny. S nasi, sayur, lauk, buah, air putih, dan teh, keluhan merasa mual. Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur, kebiasaan makan yang buruk dan mengkomsumsi makanan yang tidak hygine merupakan faktor resiko terjadinya gastritis (Wahyu, 2011). Analisa nutrisi, Antropometri : BB: 50 kg, TB: 160 cm, IMT: BB/TB(M)Xtb= 50/(1,60)2m = 19,52 (normal) nilai normal: 18,5-25,0. Biochemical: Hemoglobin : 13, 5 g/dl nilai rujukan: 12.00-16.00 g/dl, Leukosit : 8, 66 10^3/ul nilai rujukan: 37.00-47.00 %. Clinical Data : konjungtiva anemis, mukosa bibir kering. Dietery Data : pasien hanya menghabiskan ½ porsi makan yang diberikan dari rumah sakit 3x/ sehari. Penulis tidak mengangkat diagnosa ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena sudah sesuai dengan kriteria hasil : IMT dalam batas noramal, toleransi terhadap diet yang dianjurkan pasien mau makan minimal habis ½ porsi, melaporkan tingkat energi keadekuatan, nilai laboratorium dalam batas normal (Sarif. 2012). Pada pengkajian mulut, menunjukkan mukosa bibir pasien kering. Data yang di dapat telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa menurut (Sarif, 2012). Tanda pada pasien gastritis yaitu mokosa bibir kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk, dan berat jenis urin meningkat. Terapi yang diberikan. Intra vena infus RL 20 tetes per menitcairan parenteral berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit, obat
63
parentral Omeprazol melalui injeksi intravena 40 mg/ 12jam golongan atisida untuk saluran cerna berfungsi untuk pengobatan jangka pendek tukak usus dan tukak lambung, Obat Antrain melalui injeksi intravena 1000 mg golongan analgesik non narkotik berfungsi untuk meredakan nyeri. Obat peroral Antasida (sirup) 3x1 (1 sendok makan) golongan antasida untuk saluran cerna berfungsi untuk sakit maag untuk mengurangi nyeri lambung yang disebabkan oleh kelebihan asam lambung dengan gejala seperti mual dan perih (Iso, 2012). Kelebihan minyak lavender dibandingkan minyak essensial lainnya adalah kandungan racunnya yang cukup rendah, jarang menimbulkan alergi ekonomis, mudah diperoleh, aman digunakan, tidak memerlukan waktu lama dan praktis tidak memerlukan peralatan yang rumit (Zelner, 2005).
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan potensial, di mana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencagah, dan merubah status kesehatan klien (Dermawan,2012). Pada pasien gastritis diagnosa yang mungkin bisa munculadalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (perlukaan mucosa gaster),
ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
64
berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan rangsangan muntah, hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa lambung, mual berhubungan dengan iritasi lambung, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal: bising (Sarif, 2012). Berdasarkan analisa data pada Ny. S, penulis merumuskan diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, mual berhubungan dengan iritasi lambung dan gangguan pola tidur berhubungandengan faktor eksternal:bising. Diagnosa pertama yang diangkat adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Penulis mengakat diagnosa nyeri akut dengan mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif, P: pasien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, Q: pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa di ulu hati, S: skala nyeri 7, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali. Sedangkan data obyektif yang didapat adalah pasien meringis kesakitan, tampak memegangi perut, ada nyeri tekan diperut, TD : 120/80 mmHg, S: 36,5 oC, N: 82x/menit, R: 24x/menit. Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis di dapatkan data dari yang dirasakan klien. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan
65
(Nanda, 2012). Nyeri menurut Hayward dalam Mubarak (2008) membagi skala nyeri menjadi 5 yaitu skala 0: tidak nyeri, 1-3 : nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9: sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan, 10: sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol. Batasan karakteristik nyeri akut yaitu perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernapasan, laporan
isyarat,
perilaku
distraksi
(berjalan
mondar-mandir)
mengekspresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis), perilaku berjagajaga melindungi area nyeri, indikasi nyeri yang dapat mematikan, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, melaporkan nyeri secara verbal (Nanda, 2012). Berdasarkan batasan karakteristik maka etiologi yang dapat di ambil penulis adalah agen cedera biologis. Agen cedera biologis yang di alami pasien yaitu adanyaperlukaan mukosa gaster. Perlukaan mukosa gaster adalah penyakit yang disebabkan dengan luka yang terjadi di lambung (Nanda, 2012). Sehingga sesuai dengan batasan karakteristik menurut teori. Diagnosa yang kedua yang diangkat oleh penulis adalah mual berhubungan dengan iritasi lambung. Mual dapat didefinisikan sebagai sensasi seperti gelombang di belakang tenggorok, epigastrium, atau abdomen yang bersifat subjektif dan tidak menyenangkan yang dapat menyebabkan dorongan atau keinginan untuk muntah (Nanda, 2009). Penulis mengangkat diagnosa mual dengan mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan merasa mual.
66
Sedangkan data obyektif yang didapatkan adalah pasien tampak pucat dan menahan mual, mukosa bibir kering. Data tersebut telah sesuai dengan teori yaitu batasan karateristik untuk mual antara lain keinganan terhadap makanan, peningkatan sensasi menelan,melaporkan mual dan rasa asam didalam mulut (Nanda, 2009). Berdasarkan batasan karakteristik maka etiologi yang dapat diambil penulis adalah iritasi lambung. Iritasi lambung adalahsuatu iritasi atau peradangan pada dinding mukosa lambung sehingga dinding lambung menjadi merah,bengkak,berdarah dan berparut atau luka(Deden, 2010). Sehingga sesuai dengan batasan karakteristik menurut teori. Diagnosa ketiga yang diangkat oleh penulis adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor esternal: bising. Gangguan pola tidur didefinisikan sebagai gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Nanda, 2009). Penulis mengangkat diagnosa gangguan pola tidur dengan mengacu dari hasil analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan sulit untuk tidur karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan, tidur kurang lebih 7 jam kadang terbangun. Sedangkan data obyektif yang didapatkan adalah konjungtiva pasien anemis, mata cekung dan kehitaman, tampak lesu. Data yang diperoleh telah sesuai dengan batasan karateristik untuk gangguan pola tidur menurut (Nanda, 2009) antara lain perubahan pola tidur normal, keluhan verbal merasa kurang tidur, melaporkan susah untuk jatuh tidur, melaporkan sering terbangun. Pada diagnosa yang muncul di atas di ambil
67
berdasarkan keluhan yang dirasakan oleh klien. Sehingga sesuai dengan batasan karakteristik menurut teori. Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis sebagai prioritas pertama didasarkan pada teori Hieraki Maslow (fisiologi, rasa aman nyaman, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri) dan menurut Griffith-Kenney Christense (ancaman kehidupan dan kesehatan, sumberdaya dan dana yang tersedia, peran serta klien, dan prinsip ilmiah dan praktik keperawatan) (Dermawan, 2012). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif dan akan menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman. Maka penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan nyeri akut berubungan dengan agen cedera biologis sebagai diagnosa yang pertama.
C. Intervensi Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan perawat (Dermawan,2012). Penulis menyusun rencana tindakan dalam diagnosa keperawatan nyeri akut, mual dan ganggan pola tidur berdasarkan NIC (Nursing Intervention
Classification)
dengan
menggunakan
metode
ONEC
(Observasi, Nursing Intervetion, Education, Collaboration). Tujuan dan kriteria hasil ini di susun berdasarkan NOC ( Nursing Outcomes
68
Classification)
dengan
menggunakan
metode
SMART
(Specific,
Meausrable, Achievable, Realistic, Time) (Dermawan, 2012) Tujuan yang dilakukan Ny. S adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri akut Ny. S dapat teratasi, batas waktu pencapaian tujuan ini adalah suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu singkat, biasanya kurang dari satu minggu. Kriteria waktu ini didasarkan pada unsur etologi dalam diagnosis keperawatan yang ada (Nursalam, 2011). Kriteria hasilpasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 1-3, tidak memegang perut, tekanan darah 120/70 mmHg – 130/80mmHg, nadi 60-100 x/menit. Intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui perkembangan tanda-tanda vital klien, kaji karateristik nyeri klien dengan rasional untuk mengetahui karateristik nyeri yang dialami klien, berikan posisi yang nyaman pada klien dengan rasional posisi yang tepat dan dirasa nyaman oleh klien dapat mengurangi resiko terhadap nyeri klien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk membantu mengurangi rasa nyeri klien, berikan aromaterapi lavender dengan rasional untuk membantu mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dengan rasional analgesik dapat memblok reseptornya nyeri pada susunan saraf pusat (Doengoes, 2000). Pada diagnosa kedua yaitu mual, penulis mempunyai tujuan diharapkan mual dapat terkontrol dengan kriteria hasilyaitu setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam diharapkan selera makan klien
69
membaik
(1 porsi habis), tingkat
kenyamanan membaik
tentang
kenyamanan fisik dan psikologis, dapat mengendalikan mual, status nutrisi yang adekuat. Intervensinya pantau gejala mual pada klien dengan rasional untuk mengetahui penyebab mual yang dirasakan klien. Pantau keadaan umum klien dengan rasional untuk mengetahui status kesehatan klien, berikan minum hangat dengan rasional minum hangat dapat mengurangi rasa tidak enak saat merasa mual, tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan rasional dapat mengurangi rasa mual(Nanda, 2009). Pada Ny. S tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan tidak ada gangguan pola tidur kriteria hasil klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa, klien merasa lebih sehat, klien tidak kelihatan lesu, pasien tampak segar, mata tidak cekung dan kehitaman. Intervensi yang dilakukan kaji pola tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui kualitas tidur pasien, ciptakan lingkungan yang nyaman mengurangi kebisingan dengan rasional suasana yang nyaman dapat mempercepat klien untuk tidur, batasi pengunjung dengan rasional untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan waktu istirahat, anjurkan klien untuk banyak istirahat dengan rasional untuk meningkatkan pola istirahat klien, anjurkan klien untuk minum susu hangat dengan rasional karena susu merupakan nutrisi yang cepat cerna (Nursalam, 2009).
70
D. Implementasi Implementasi adalah penatalaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien (Dermawan, 2012). Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah implementasi dari yang sudah direncanakan pada rencana keperawatan. Pada tanggal 12 Maret 2015 tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji kualitas nyeri (P, Q, R, S, T) untuk mengetahui status perkembangan nyeri. Mengajarkan teknik distraksi pasien tampak tenang dan menghirup aromaterapi lavender. Teknik distraksi yang diajarkan penulis adalah memberikan aromaterapi lavender dengan rasional untuk menurunkan tingkat skala nyeri, teknik distraksi diberikan saat pasien merasa nyeri dan tindakan pemberian aromaterapi lavender dilakukan selama 45 menit. Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivitas retikuler menghambat stimulus nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh
klien)
(Tamsuri,
2007).
Aromaterapi
adalah
metode
yang
menggunakan minyak atsiri untuk meningkatkan kesehatan fisik dan emosi. Lavender memiliki zat aktif berupa linalool dan linalyl acetate yang dapat berefek sebagai analgesik (Wolfgang & Michaela, 2008). Pemberian aromaterapi lavender terbukti efektif setelah diberikan pada pasien selama
71
45 menit, sesuai hasil penelitian yang ditulis dalam jurnal oleh Sujatmiko dan Eni Triwiyat (2014). Memberikan edukasi pada pasien tentang tindakan apa yang dapat diambil saat nyeri terasa, penulis menganjurkan untuk menghentikan seluruh aktivitas dan jangan panik agar nyeri tidak terasa bertambah parah. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik guna mengurangi atau menghilangkan nyeri (Judith, 2007). Diagnosa
yang
kedua
yaitu
mual
berhubungan
dengan
iritasilambung, implementasi yang dilakukan penulis adalah memantau gejala mual pasien dengan rasional untuk mengetahui penyebab mual yang dirasakan klien, memantau keadaan umum pasien dengan rasional untuk mengetahui status kesehatan klien, memberikan minum hangat dengan rasionaluntuk mengurangi rasa tidak enak saat mual (Nursalam, 2009). Diagnosa yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor ekternal: bising, implementasi yang dilakukan penulis adalah mengkaji kebiasaan tidur pasien denganrasional untuk mengetahui kebiasaan tidur pasien, menciptakan lingkunagn tenang dengan rasional untuk mempercepat klien untuk tidur, menganjurkan pasien untuk banyak istirahat dengan untuk rasional meningkatkan pola istirahat pasien, anjurkan pasien untuk minum susu hangat dengan rasional karena susu merupakan nutrisi yang cepat cerna (Nursalam, 2009).Dari setiap implementasi kepada pasien, pasien sangat kooperatif sehingga implementasi berjalan dengan lancar.
72
E. Evaluasi Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil / perbuatan dengan standar untuk tujuan penambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tecapai (Dermawan, 2012). Evaluasi keperawatan adalah membandingkan efek / hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah di buat (Dermawan, 2012). Evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada tanggal 14 April 2015 dengan metode SOAP (Subjektif, Obyektif, Analisis, Planning). Diagnosa nyeri akut yaitu dengan hasil Subjektif (S): Pasien mengatakan nyeri dari skala berat terkontrol menjadi ringan (skala 4 menjadi skala 2) Provoking(P) nyeri saat bergerak, Quality (Q) nyeri sperti ditusuk-tusuk, Region (R) nyeri diulu hati, Severity (S) skala nyeri 2, Time (T) nyeri hilang timbul. Objektif (O): pasien tampak rileks TD: 120/80 mmHg. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil: nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 1, keadaan umum klien baik, tanda-tanda vital dalam batas normal (120/70 mmHg-130/80 mmHg), masalah yang sudah teratasi, nyeri berkurang (skala nyeri 2), keadaan umum klien baik tampak rileks, tanda-tanda vital dalam batas normal 120/80 mmHg, masalah yang belum teratasi: nyeri belum hilang (skala nyeri pasien 2).Planning (P): lanjutkan intervensi : observasi tanda-tanda vital, kaji karateristik nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam berikan posisi yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
73
Evaluasi untuk diagnosa mual yaitu dengan hasil Subjektik (S): Pasien mengatakan sudah minum air hangat. Objektif (O): Pasien tampak nyaman. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil : selera makan membaik (1 porsi habis), tingkat kenyamanan membaik kenyamanan fisik dan psikologis, dapat mengendalikan mual, status nutrisi yang adekuat, masalah yang sudah teratasi: selera makan membaik (1 porsi habis), tingkat kenyamanan membaik tentang kenyamanan fisik dan psikologis, dapat mengendalikan mual, masalah yang belum teratasi: status nutrisi yang adekuat. Planning (P): Lanjutkan intervensi: pantau keadaan umum klien, berikan minum hangat, tinggikan bagian kepala tempat tidur, pantau gejala mual. Evaluasi untuk diagnosa gangguan pola tidur yaitu dengan hasil Subjektif (S): Pasien mengatakan sudah bisa tidur. Objektif (O): Pasien tampak rileks. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil: klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa, klien merasa lebih segar, klien tidak kelihatan lesu, mata tidak cekung dan kehitaman, masalah yang sudah teratasi: klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa, klien merasa lebih segar, mata tidak cekung dan kehitaman, masalah yang belum teratasi: klien tidak kelihatan lesu. Planning (P): Lanjutkan intervensi: kaji pola tidur pasien, ciptakan lingkungan tenang, anjurkan pasien untuk banyak istirahat, anjurkan pasien untuk minum susu hangat. Didalam pengaplikasian tindakan selama 3 hari penulis tidak mengalami kendala karena pasien sangat koopertif dan terjadi penurunan
74
skala nyeri pada saat dilakukan pemberian aromaterapi lavender hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sujatmiko dan Eni Triwiyat (2014) bahwa terjadi penurunan skala nyeri. Hasil daritindakan yang dilakukan penulis terjadi penurunan skala nyeri dari skala7 nyeri berat terkontrol menjadi skala 2 yang menandakan nyeri ringan.
75
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, menentukan diagnosa, intervensi, melakukan implementasi, dan evaluasi serta mengaplikasikan pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan gastritis di Ruang Mawar II RSUD Karanganyar maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri perut di ulu hati.Nyeri perut pasien dikaji dengan menggunakan P, Q, R, S, T. Saat dikaji pasien dalam keadaan tiduran dan memegangi perut, (P) pasien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, (Q): pasien mengatakan nyerinya seperti di tusuk-tusuk, (R): nyeri terasa di ulu hati, (S): skala nyeri 7, (T): nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali. Didapatkan skala nyeri pasien 7 yang berarti skala nyeri pasien berat terkontrol. Pola frekuensi makan sebelum dan sesudah sakit tidak berubah yaitu 3x sehari, pola porsi makan pasien berubah dibandingkan dengan pola porsi sebelum sakit. Dimana sebelum sakit 1 porsi habis dan saat sakit 3/4 porsi, pasien juga mengatakan sebelum sakit saat makan tidak ada keluhan, sedangkan saat sakit merasa mual. Pola istirahat tidur sebelum sakit, pasien mengatakn tidur malam pukul 21.00 WIB bangun pukul 05.00 WIB, sedangkan selama sakit
76
pasien mengatakan tidur pukul 22.00 WIB bangun pukul 05.00 WIB, pasien mengeluh kadang terbangun karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. S adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, mual berhubungan dengan iritasi lambung, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal: bising. 3. Perencanaan Keperawatan Intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan nyeri akut pada Ny. S adalah observasi tanda-tanda vital, kaji karateristik nyeri, berikan posisi yang nyaman pada klien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan aromaterapi lavender, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan mual pada Ny. S adalah pantau gejala mual, pantau keadaan umum klien, berikan minum hangat, tinggikan bagian kepala tempat tidur. Intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan gangguan pola tidur pada Ny. S adalah kaji pola tidur pasien, ciptakan lingkungan tenang, batasi pengunjung, anjurkan pasien untuk banyak istirahat, anjurkan pasien untuk minum susu hangat.
77
4. Implementasi Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. S adalah mengobservasi
tanda-tanda
vital,
mengkaji
karateristik
nyeri,
memberikan posisi yang nyaman pada klien, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan aromaterapi lavender, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Implementasi
keperawatan
yang
dapat
disusun
untuk
menyelesaikan masalah keperawatan mual pada Ny. S adalah memantau gejala mual, memantau keadaan umum klien, memberikan minum hangat, meninggikan bagian kepala tempat tidur. Implementasi
keperawatan
yang
dapat
disusun
untuk
menyelesaikan masalah keperawatan gangguan pola tidur pada Ny. S adalah mengkaji pola tidur pasien, menciptakan lingkungan tenang, membatasi pengunjung, menganjurkan pasien untuk banyak istirahat, menganjurkan pasien untuk minum susu hangat. 5. Evaluasi Subjektif (S): Pasien mengatakan nyeri dari skala berat terkontrol menjadi ringan (skala 4 menjadi skala 2) Provoking (P) nyeri saat bergerak, Quality (Q) nyeri sperti ditusuk-tusuk, Region (R) nyeri diulu hati, Severity (S) skala nyeri 2, Time (T) nyeri hilang timbul. Objektif (O): pasien tampak rileks TD: 120/80 mmHg. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil: nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 1, keadaan umum klien baik tanda-tanda vital dalam batas normal.
78
Planning (P): lanjutkan intervensi : observasi tanda-tanda vital, kaji karateristik nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam berikan posisi yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Evaluasi untuk diagnosa mual yaitu dengan hasil Subjektik (S): Pasien mengatakan sudah minum air hangat. Objektif (O): Pasien tampak nyaman. Analisis (A): Masalah tertasi sebagian dengan kriteria hasil : selera
makan
membaik,
tingkat
kenyamanan
membaik,
dapat
mengendalikan mual, status nutrisi yang adekuat. Planning (P): Lanjutkan intervensi: pantau keadaan umum klien, berikan minum hangat, tinggikan bagian kepala tempat tidur, pantau gejala mual. Evaluasi untuk diagnosa gangguan pola tidur yaitu dengan hasil Subjektif (S): Pasien mengatakan sudah bisa tidur. Objektif (O): Pasien tampak rileks. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil: klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa, klien merasa lebih segar, klien tidak kelihatan lesu, mata tidak cekung dan kehitaman. Planning (P): Lanjutkan intervensi: kaji pola tidur pasien, ciptakan lingkungan tenang, anjurkan pasien untuk banyak istirahat, anjurkan pasien untuk minum susu hangat. 6. Aplikasi pemberian aromaterapi lavender Didalam pengaplikasian pemberian aromaterapi lavender selama 3 hari pasien mengatakan nyeri perut berkurang dari skala7 nyeri berat terkontrol menjadi skala 2 yang menandakan nyeri ringan. Sehingga pemberian aromaterapi lavender efektif dalam menurunkan tingkat nyeri
79
pada pasien gastritis, sesuai hasil penelitian yang ditulis dalam jurnal oleh Sujatmiko dan Eni Triwiyat (2014).
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gastritis, penulis akan memberikan usulan dan masukan positif, khususnya dibidang keperawatan antara lain: 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama yang baik antara tim kesehatan maupun pasien, diharapkan rumah sakit juga dapat memberikan informasi lebih tentang pemberian aromaterapi lavender kepada para perawat sehingga dapat menigkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada umumnya dan pasien gastritis kususnya. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaruhi pengetahuan serta ketrampilannya, tak lupa selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian asuhan keperawatan. Pemeberian aromaterapi lavender yang benar juga perlu diterapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri khusunya pada pasien gastritis.
80
3. Pada institusi pendidikan Diharapkan ada penelitian untuk menyusun artikel ilmiah tentang pemberian aromaterapi lavender dan diadakan praktek untuk pemeberian aromaterapi
lavender
dengan
benar
sehingga
dapat
membantu
meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk menghasilkan perawatperawat yang lebih profesional, inovatif, terampil dan bermutu dalam pemberian asuhan keperawatan terutama dalam pemebrian implementasi pemberian
aromaterapi
lavender
untuk
pasien
gastritis
secara
komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. 4. Bagi penulis Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gastritis diharapkan penulis dapat lebih mengetahui cara pemberian aromaterapi lavender yang baik dan benar terutama pada penyakit gastritis terutama yang mengalami nyeri dan diharapkan dapat menambah wawasan dalam menangani masalah keperawatan gastritis.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri: Ar-Ruzz Media. Jogjakarta. Brunner & Suddart, 2006. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Beda. Jakarta: EGC. Choge A; Saps M, 2009. Envinromental Factors of Abdominal Pain. Pediatric Annals (Pediatr Ann) 2009. Jul; Vol (7). PP. 398-404. Dermawan D. 2010. Keperawatan Medikal Bedah: Gosyen Publishing. Yogjakarta. Iso Indonesia. 2010. Informasi Spesialite Obat. PTISFI. Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2009 ( on line ) http:/www.depkes.go.id/ (15 Maret 2015). Mubarak W. Iqbal. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik: Buku kedokteran EGC. Jakarta. Nanda.2011. Diagnosa Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC Nanda. 2012. Nanda Nic-Noc. Jakarta : EGC Ode S. La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik: Nuha Medika. Yogjakarta. Potter dan perry. 2005. Fundamental of Nursing, Mosby USA. Rendi M. Clevo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam: Nuha Medika.Yogjakarta. Sharma, S. (2009). Aroma Terapi. Tangerang: Karisma Smelzer, s & Bare B. 2002. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah Brunner Suddart. Volume 2 Edisi 8 Jakarta : EGC. Sholehati T. (2015). Konsep dan Aplikasi relaksasi dalam keperawatan maternitas. PT Refika Aditama. Bandung. Sujatmiko. 2014. Pengaruh pemeberian aroma terapai lavender terhadap tingkat nyeri pada pasien gastritis di ruang dahlia RSUD Nganjuk. Stikes Satriya Bhakti Nganjuk. (63-64). Tamsuri (2007, dalam yudistira, 2011. Efektifitas relakasasi terhadap penurunan nyeri. Cimani : Stikes Jendral Achmad Yani Cimahi. Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12thed. Hoboken: John Wiley and Sons inc. USA.
Wahyu, A (2011). Maag dan Gangguan Pencernaan. Jakarta : PT Sunda Kepala Pustaka WHO. 2011. Word health statistits 2011. France. Who library cata logoing-inpublikation data. Wolfgang, Steflitsch & Michaela. 2008. Aromatherapie. Springer. Vinna. Yamada K, Mimakai Y, Sashida Y. Effect Inhaling of the Vapor of Lavandula burnatii super-Derrived Esensial Oil and Linalool on Plasma Adrenocorticotropin Hormone (ACTH), Catecholamine and Gonadrotopin Level in Experimental Menopausal Female Rast. Parmaceutical Societyof Japan 2005: 28(2);378-379. Yunita, R. (2010) Hubungan Antara Karateristik Responden, Kebiasaan&Makan dan Minum Serta Pemakaian NSAID dengan Terjadinya Gastritis