PEMBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI BENDUNGAN PAYUDARA PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. F DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA DI RUANG BOUGENVIL RSUD SUKOHARJO
DI SUSUN OLEH : VERYCHA SOVIARI FILIANDA NIM.P.11058
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014 i
PEMBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI BENDUNGAN PAYUDARA PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. F DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA DI RUANG BOUGENVILL RSUD SUKOHARJO
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH:
VERYCHA SOVIARI FILIANDA NIM.P.11058
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dam karuia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan
judul
“PEMBERIAN
KOMPRES
DINGIN
TERHADAP
PENURUNAN INTENSITAS NYERI BENDUNGAN PAYUDARA PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. F DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA DI RUANG BOUGENVILL RSUD SUKOHARJO.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhomat: 1. Atiek Murharyati, S,Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan, yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Nurul Devi Ardiani, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaannya dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasu sini.
v
4. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasusu ini. 5. Intan Maharani S. Batubara, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasusu ini. 6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orang tuasaya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Sahabat-sahabat saya Sri Nogrohoningsih, Sri Utami, dan Tri Miatun, selama ini yang telah memberikan motivasi dan semangat buat saya. 9. Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,
Penulis
vi
Mei 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. LatarBelakang.........................................................................
1
B. TujuanPenulisan .....................................................................
3
C. ManfaatPenulisan ...................................................................
4
TINJAUAN TEORI A. Sectio Caesarea ......................................................................
5
B. AsuhanKeperawatan ...............................................................
9
1. Pengkajian ......................................................................
9
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................
10
3. Perencanaan ....................................................................
10
4. Pelaksanaan ....................................................................
14
5. Evaluasi ..........................................................................
15
6. Bendungan ASI ..............................................................
16
7. Manifestasi Klinis ...........................................................
18
vii
8. Penatalakasanaan ............................................................
18
9. Nyeri ...............................................................................
18
BAB III LAPORAN KASUS A. Pengkajian .............................................................................
36
1. Riwayat Kehamilan Persalinan Masa Lalu ....................
36
2. Riwayat Kehamilan Saat ini ...........................................
37
3. Riwayat Persalinan Saat ini ............................................
37
4. Data Post Natal ...............................................................
38
5. Keadaan Mental ..............................................................
40
6. Pemeriksaan Penunjang ..................................................
40
7. Terapi ..............................................................................
40
B. Perumusan Masalah ...............................................................
41
C. Intervensi ...............................................................................
42
D. Implementasi .........................................................................
44
E. Evaluasi .................................................................................
47
BAB IV PEMBAHASAN A. Pengkajian .............................................................................
50
B. Diagnosa Keperawatan ..........................................................
52
C. Intervensi Keperawatan .........................................................
53
D. Implementasi Keperawatan ...................................................
55
E. Evaluasi .................................................................................
58
viii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................
61
B. Saran .......................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Look Book
Lampiran 2
: Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 3
: Asuhan Keperawatan
Lampiran 4
: Jurnal Tentang Kompres Dingin
Lampiran 5
: Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 6
: Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sectio caesareaadalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Jitowiyono, 2010). World Health Organization (WHO) pada tahun 2010,
menyatakan
bahwa persalinan dengan sectio caesarea adalah sekitar 10-15 % dari semua proses persalinan di negara – negara berkembang. Di Indonesia sendiri, presentasi sectio caesarea sekitar 5% dan terus meningkat tiap tahunnya (Alduna, 2012). Berbagai komplikasi pada ibu sesudah melahirkan atau post partum biasanya terjadi yaitu perdarahan pervagina, infeksi masa nifas, sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur, pembengkakan di wajah atau ektremitas, demam, muntah, rasa sakit saat berkemih, pembengkakan di kaki dan permasalahan dalam penyusuan (Marmi, 2012). Masalah yang sering muncul pada masa menyusui yaitu payudara bengkak, saluran susu tersumbat, penyebabnya pengumpulan air susu dalam kelenjar susu di payudara lama-kelamaan dapat menyebabkan tersumbatnya
1
2
kelenjar susu sehingga pengeluaran ASI berkurang dan terjadi bendungan ASI (Wenny, dkk., 2011). Bendungan ASI adalah terjadinya pembekakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. Bendungan ASI dapat terjadi karena pengosongan mamae yang tidak sempurnasehingga terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI nya berlebihan, tehnik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu, putting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi yang menyusu karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, puting susu terlalu panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI( Rukiyah dan Yulian, 2010). Wanita di Amerika saat ini kurang lebih 40% memilih untuk tidak menyusui, dan banyak diantaranya mengalami nyeri dan pembengkakan payudara yang cukup nyata. Pembesaran ASI, pembengkakan dan nyeri payudara mencapai puncaknya 3 sampai 5 hari post partum (Cunningham, 2006). Adapun penatalaksanaan untuk mengatasi nyeri dan pembengkakan pada payudara yaitu salah satunya dengan memberikan kompres dingin. Hal ini karena kompres dingin mempunyai beberapa keuntungan antara lain menimbulkan efek lokal analgesik, menurunkan aliran darah ke area yang mengalami cedera, menurunkan inflamasi, meningkatkan threshold atau
3
ambang batas reseptor nyeri untuk kemudian menurunkan nyeri (Kartika, 2003). Berdasarkan pengelolaan studi kasus yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 7-8 April di RSUD Sukoharjo pada Ny. F, bahwa Ny. F mengatakan nyeri pada payudara, bengkak, terasa panas, dan sulit menyusui membutuhkan tindakan pemberian kompres dingin untuk mengurangi nyeri akibat bendungan payudara tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan aplikasi penelitian dari jurnal yang diteliti oleh Kartika (2003) yang akan dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “ Pemberian Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Bendungan Payudara pada Asuhan Keperawatan Ny. F dengan Post Partum Sectio Caesarea di Ruang Bougenvil RSUD Sukoharjo”.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri bendungan payudara pada asuhan keperawatan Ny. F dengan post partum sectio caesarea di ruang Bougenvil RSUD Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan bendungan payudara post partum. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan bendungan payudara post partum.
4
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan bendungan payudara post partum. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan bendungan payudara post partum. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan bendungan payudara post partum. f. Penulis mampu menganalisa hasil dari pemberian kompres dingin pada Ny. F dengan bendungan payudara post partum.
C. Manfaat Penulisan 1.
Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya Asuhan Keperawatan dengan gangguan sistem reproduksi bendungan payudara.
2. Tenaga Keperawatan Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan, ketrampilan,
dan
sikap
bagi
instansi
terkait,
khususnya
didalam
meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem reproduksi bendungan payudara. 3. Akademik Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi pendidikan DIII keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di masa yang akan datang.
5
4. Klien dan keluarga a. Sebagai bahan masukan bagi klien dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. b. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan orang tua dan remaja tentang factor faktor yang mempangaruhi gangguan sistem reproduksi bendungan payudara. 5. Pembaca Sebagai sumber informasi mengenai perawatan penyakit khususnya bendungan payudara. 6. Penulis Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis mengenai kasus pemberian kompres dingin dengan nyeri bendungan payudara post partum sectio caesarea.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Sectio Caesarea (SC) 1. Pengertian Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Jitowiyono, 2010). 2. Indikasi Menurut Wiknjosastro dkk, (2010). Indikasi sectio caearea dibagi menjadi 2 antara lain : a. Ibu 1) disproporsi kepala panggul/ Cepalo Pelvic Desproportion/ CPD 2) Disfungsi uterus 3) Distosia jaringan lunak 4) Plasenta previa b. Anak 1) Janin besar 2) Gawat janin 3) Letak lintang
6
7
c. Jenis – Jenis Sectio Caesarea Menurut desriva (2011),Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu: 1) Sayatan melintang Sayatan
pembedahan
dilakukan
dibagian
bawah
rahim
(SBR).Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. keuntunganya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna. 2) Sayatan memanjang (bedah caesar klasik) Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi. 3) Sebab – Sebab Operasi Sectio Caesarea Menurut Sitepu (2011), sebab Sectio Caesarea ada dua yaitu yang berencana dan tidak berencana. (a) Sectio caesarea yang direncanakan dari semula telah direncanakan bahwa bayi akan dilahirkan secara sectio
8
caesarea, tidak diharapkan lahir kelahiran bisa, misalnya pada panggul sempit (Conjugata Vera kurang dari 8 cm). (b) Sectio caesarea yang tidak direncanakan. Dalam hal ini kita mencoba
bersikap
menunggu
kelahiran
biasa
(partus
percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan sectio caesarea. (c) Resiko Sectio Caesarea Menurut Salfariani ( 2012),resiko-resiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi: d. Alergi Biasanya resiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu. Penggunaan obat-obatan pada pasien sectio caesarealebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari antibiotik obat untuk pembiusan, penghilang rasa sakit serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi tertentu. e. Perdarahan Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena itu, sebelum operasi, seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah
9
pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteri uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut. f. Cedera pada organ lain Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain seperti rectum atau kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah Caesar yang tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kemih. Selain itu, dapat juga berdampak pada organ lain dengan menimbulakn perlekatan pada organ-organ di dalam rongga perut untuk kehamilan resiko tinggi yang memerlukan pengangan khusus. g. Parut dalam rahim Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan serta persalinan berikutnya ia memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya rupture uteri, meskipun jika operasi dilakukan secara sempurna resiko ini sangat kecil terjadi. Pada beberapa jenis kulit, sayatan bekas operasi juga dapat mengakibatkan terbentuknya jaringan parut berlebih pada kulit perut (keloid) yang
10
dapat menggangu karena terasa nyeri dan gatal. Tidak itu saja, juga akan mengganggu keindahan daerah perut. h. Demam Kadang-kadang demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi. i. Mempengaruhi produksi ASI Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya, kolostrum tidak bisa dinikmati bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan pembiusan regional tidak banyak mempengaruhi produksi ASI.
B. Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan merupakan bentuk layanan keperawatan profesional kepada klien dengan menggunakan metodologi proses keperawatan. Asuhan keperawatan diberikan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar klien pada semua tingkatan usia dan tingkatan fokus. Proses keperawatan merupakan metode ilmiah sistematik yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien guna mencapai dan mempertahankan keadaan biososio-spiritul yang optimal (Asmadi, 2008). 1. Pengkajian Menurut Jitowiyono dan kristiyanasari (2010), Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
11
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual atau potensial atau proses kehidupan (Andarmoyo, 2013). Menurut Nurarif dan Kusuma (2013), Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan post operasi sectio caesareayaitu : a) Nyeri berhubungan dengan injuri fisik ( pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi ) b) Resiko infeksi berhubungan dnegan faktor resiko (episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan c) Gangguan eliminasi urine d) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesarea (Jitowiyono dan kristiyanasari, 2010) 3. Perencanaan a) Nyeri berhubungan dengan injuri fisik ( pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi ) Tujuan :
12
1) Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2) Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri 3) Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri ) 4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Intervensi : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik durasi, ferkuensi, kualitas dan faktor prsipitasi 2) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik 3) Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologis,
non
farmakologis dan interpersonal) 4) Ajarkan tentang teknik non farmakologis 5) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri b) Resiko infeksi berhubungan dnegan faktor resiko (episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan Tujuan : 1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2) Mendeskrepsikan proses penularan, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
13
4) Jumlah leukosit dalam batas normal 5) Menunjukkan perilaku hidup sehat Intervensi 1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 3) Gunakan baju sarung tangan sebagai alat pelindung 4) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 5) Berikan terapi antibiotik c) Gangguan eliminasi urine Tujuan : 1) Kandung kemih kosong 2) Intake cairan dalam rentang normal 3) Bebas infeksi saluran kencing 4) Balance cairan seimbang Intervensi 1) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontenensia (misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing) 2) Memantau asupan dan keluaran 3) Membantu toilet secara berkala 4) Masukkan kateter kemih
14
d) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan Tujuan : 1) Jumlah jam tidur dalam batas normal 6 atau 8 hari/ jam 2) Pola tidur, kualitas dalam batas normal 3) Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat 4) Mampu mengidetifikasikan hal – hal yang meningkatkan tidur Intervensi : 1) Monitor atau catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam 2) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat 3) Ciptakan lingkungan yang nyaman 4) Kolaborasi untuk pemberian obat tidur e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesarea (Jitowiyono dan kristiyanasari, 2010) Tujuan : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perawatan melahirkan caesarea Intervensi : 1) Diskusikan tentang perawatan insisi, gejala infeksi dan pentingnya diet nutrisi 2) Jelaskan tentang pentingnya periode istirahat terencana 3) Jelaskna bahwa lochea dapat berlanjut selama 3 sampai 4 minggu, berubah dari merah ke coklat sampai putih.
15
4) Jelaskan pentingnya latihan, tidak mulai latihan keras sampai diizinkan oleh dokter. 5) Jelaskan tentang perawatan payudara dan ekspresi manual bila menyusui. 4. Pelaksanaan Menurut Jitowiyono dan kristiyanasari (2010), Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen tahap implementasi terdiri dari : a) Tindakan keperawatan mandiri Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter. b) Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik American nurses association: undang – undang praktik keperawatan negara bagian dan kebijakan institusi perawatan kesehatan. c) Tindakan keperawatan kolaboratif Tindakan keperawatan kolaboratif diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam membantu keputusan bersama yang bersetujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien. d) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap asuhan keperawatan. e) Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang diberikan. Di rumah sakit, catatan perawat ditulis minimal setiap shift
16
dan diagnosa keperawatan dicatat di rencana asuhan keperawatan. Setiap klien harus dikaji dan dikaji ulang sesuai dengan kebijakan institusi perawatan kesehatan. 5. Evaluasi Menurut Jitowiyono dan kristiyanasari (2010), Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil – hassil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaa. Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila kriteria hasil sudah tercapai. Klein akan masuk kembali ke dalam siklus apabila kriteria hasil belum tercapai. Komponen tahap evaluasi terdiri dari dari pencapaian kriteria hasil, keefektifan tahap – tahap proses keperawatan dan revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan. Pada evaluasi klien dengan post sectio caesarea, kriteria evaluasi adalah sebagai berikut: a) Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan), Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri ), Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang b) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, Mendeskrepsikan proses penularan,
faktor
yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya, Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
17
timbulnya infeksi, Jumlah leukosit dalam batas normal, Menunjukkan perilaku hidup sehat c) Kandung kemih kosong, Intake cairan dalam rentang normal, Bebas infeksi saluran kencing, Balance cairan seimbang d) Jumlah jam tidur dalam batas normal 6 atau 8 hari/ jam, Pola tidur, kualitas dalam batas normal, Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat, Mampu mengidetifikasikan hal – hal yang meningkatkan tidur. e) Klien mengungkapkan pemahaman tentang perawatan melahirkan caesarea. 6. Bendungan ASI a) Pengertian Bendungan ASI adalah pembendungan ASI karena penyempitan dukrus laktiferus atau
oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan
dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu. Keluhannya adalah payudara bengkak, keras, panas, dan nyeri (Anggraini, 2010). Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya prolactin saat hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolactin oleh Hypopisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mamma terisi dengan air susu,
tetapi
untuk
mengeluarkannya
dibutuhkan
refleks
yang
menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Pada permulaan nifas apabila bayi belum mampu menyusu dengan baik, atau kemudian
18
apabila terjadi kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu( Rukiyah dkk, 2010). b) Etiologi Menurut Rukiyah, dkk (2010) penyebab terjadinya bendungan payudara adalah sebagai berikut : 1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI nya berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, dan payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI ). 2) Faktor hisapanbayi yang tidakaktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI). 3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (tehnik yang salah dalam menyusu dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. 4) Putting susu terbenam (putting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu). 5) Putting susu terlalu panjang (putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap aerola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI.
19
7. Manifestasi Klinis Menurut Rukiyah (2010) tanda dan gejala terjadinya bendungan payudara ditandainya dengan mammae panas serta keras pada pada perabaan nyeri putting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu, pengeluaran susu kadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit, payudara bengkak, keras panas, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 38oC. 8. Penatalaksanaan Menurut Anggraini (2010), penataksanaan pada bendungan ASI adalah sebagai berikut : a) Pemberian Analgetika b) Kosongkan payudara dengan pompa atau diurut bila bayi malas menyusu c) Sebelum disusukan dilakukan pengurutan terlebih dahulu. d) Lakukan kompres hangat dingin e) Gunakan BH yang menompang 9. Nyeri a) Pengertian Menurut Andarmoyo (2013) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian- kejadian saat terjadi kerusakan (international Association for the study of pain).
20
Nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan baik sensori maupun emosional yang berhubungan dengan resiko dan aktualnya kerusakan jaringan tubuh. Secara umum nyeri digambarkan sebagai keadaan yang tidak nyaman, akibat dari rudapaksa pada jaringan terdapat puka yang menggambarkan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensi alat au mengambarkan suatu istilah kerusakan. Nyeri adalah suatu sensasi tunggal yang disebabkanoleh stimulus spesifik bersifat subyektif dan berbeda Antara masing- masing individu karena dipengaruhi oleh faktor psikososial dan kulturbendorphin seseorang, sehingga orang tersebut lebih merasakan nyeri (Potter Dan Perry, 2005). Nyeri pada payudara bisa muncul karena beberapa penyebab diantaranya karena payudara bengkak, putting susu lecet/ pecah-pecah, saluran susu tersumbat, mastitis/ abses payudara (Anggraini, 2010). Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini karena salah satunya adalah adanya gangguan diputting susu ibu (Marmi, 2012). Adapun masalah nyeri pada payudara yang lain pada masa pasca persalinan lanjut yaitu keadaan khusus ibu dengan melahirkan dengan bedah sesar. Pada beberapa persalinan kadang-kadang perlu tidakan bedah sesar, misalnya panggul sempit, plasenta previa, dan lain-lain.
21
Persalinan dengan cara ini dapat menimbulkan masalah-masalah menyusul, baik terhadap ibu maupun anak (Astutik, 2014). Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya, kolostrum tidak bisa dinikmati bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan pembiusan regional tidak banyak mempengaruhi produksi ASI (Salfariani, 2012). b) Klasifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri menurut Andarmoyo (2013) yaitu : 1) Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi (a) Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Untuk tujuan definisi, nyeria akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. Fungsi nyeri akut ialah member peringatan akan suatu cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (selflimiting) dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari enam
22
bulan), memiliki omset yang tiba-tiba, dan terlokalisasi. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi. Kebanyakan orang pernah mengalami nyeri jenis ini, seperti pada saat sakit kepala, msakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan, pasca pembedahan, dan lain sebagainya. Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi system saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil. Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamananberkaitamn dengan nyeri yang dirasakannya. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya juga akan memperlihatkan respons emosi dan perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah, atau menyerigai. (b) Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit
untuk
diobati
karena
biasanya
nyeri
ini
tidak
memberiakan respons terhadap pengobatan yang dirahkan pada penyebabnya.
23
2) Klasifikasi berdasarkan asal (a) Nyeri nosiseptif Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang
diakibatkan
oleh
aktivasi
atau
sensititasi
nosiseptorperifer yang merupakan reseptor khusus yang mengantarkan stimulus noxious. Nyeri nosiseptif perifer dapat terjadi karna adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Hal ini dapat terjadi pada nyeri post operatif dan nyeri kanker. Dilihat dari sifat nyerinya maka nyeri nosiseptif merupakan nyeri akut. Nyeri akut merupakan nyeri nosiseptif yang mengenai daerah perifer dan letaknya lebih terlokalisasi (b) Nyeri neuropatik Nyeri neropatik merupakan suatu hasil suatu cidera atau abnormalitas yang didapat pada structur saraf perifer maupun sentral. Berbeda dengan nyeri noseseptif, nyeri neuropatik bertahan lebih lama dan merupakan proses input saraf sensorik yang abnormal oleh system saraf perife. Nyeri ini lebih sulit diobati. Pasien akan mengalami nyeri seperti terbakar, tingling, shooting, shock like, hypergesia, atau allodinya. Nyeri neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri kronis.
24
(c) Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya dibedakan sebagai berikut : (1) Superficial atau kutaneus Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung nyeri dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau laserasi. (2) Visceral dalam Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi
biasanya
berlangsung
lebih
lama
daripada
superficial. Pada nyeri ini juga menimbulkan rasa tidak menyenangkan, dan berkaitan dengan mual dan gejalagejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contoh sensqai pukul (crushing) seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung. (3) Nyeri alih (referred pain) Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri visceral karena banyak organ tidak memiliki reseptor
25
nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena kedalam segmen medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan, persepsi nyeri pada daerah yang tidak terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa dibagian tubuh yang terpisah dalam sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik.contoh nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri; batu empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan. (4) Radiasi Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat
awal
cidera
ke bagian tubuh
yang lain.
Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah .nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang rupture disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik. (d) Pengalaman nyeri Terdapat 3 fase pengalaman nyeri,. Fase tersebut antara lain fase antipasti, fase sensasi, dan fase akibat/aftermath. (1) Fase antipasti Fase antipasti terjadi sebelum nyeri diterima. Fase ini mungkinbukan merupakan fase yang paling penting
26
karena fase ini bias mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi yang adekuat kepada klien. (2) Fase sensasi Fase sensasi terjadi pada saat nyeri terasa. Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri, karena nyeri itu bersifat subjektif maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Orang yang mempunyai tingkat tolerabsi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil. Sebaliknya, orang yang toleransinya bterhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan. Sebaliknya, orang yang toleransi terhadap rendah sudah mencari sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri dating. (3) Fase akibat/aftermath Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan control dari perawat,
karena
nyeri
bersifat
krisis
sehingga
27
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh control diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang. (4) Strategi Penatalaksanaan Nyeri Strategi penatalaksanaan nyeri atau lebih dikenal dengan manajemen nyeri adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri. Manajemen nyeri dapat dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu di antaranya adalah dokter, perawat, bidan, fisioterapis, pekerja sosial, dan masih banyak lagi disiplin ilmu yang dapat melakukan manajemen. Menurut
Andarmoyo
(2013),
panatalaksanaan
nyeri
farmakologis adalah sebagi berikut : a) Strategi Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis Menurut Andarmoyo (2013), panatalaksanaan nyeri farmakologis adalah sebagi berikut: analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesik
dapat
menghilangkan
nyeri
dengan
efektif,
perawatan dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak
benar,
karena
adanya
kekhawatiran
klien
akan
28
mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan analgesik narkotik dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Ada tiga jenis analgesik, yakni: 1) non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), 2) analgesik narkotik atau opiate, dan 3) obat tambahan (adjuvan). 1) Analgesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis neuromatoid, prosedur pengobatan gigi, dan prosedur bedah minor, episiotomi, dan masalah pada punggung bagian bawah. (AHCPR, 1992, dalam Potter & Perry, 2005) 2) Analgesik narkotik atau opiate, umumnya diresepkan dan digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, sepserti pascaoperasi dan nyeri maligna. Analgesik ini bekerja pada system saraf pusat untuk menghasilkan kombinasi efek mendepresi dan menstimulasi. 3) Obat
tambahan
(Adjuvan),adjuvan
seperti
sedative,
anticemas, dan relaksasi otot meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti mual-muntah. Agens tersebut diberikan dalam bentuk tunggal atau disertai dengan analgesik. Sedatif
29
sering kali diresepkan untuk penderita nyeri kronik, obatobatan ini dapat menimbulkan rasa kantuk dan kerusakan koordinasi, keputusan, dan kewaspadaan mental. b) Penatalaksanaan Nyeri Nonfarmakologis Manajemen
nyeri
nonfarmakologis
menurut
Andarmoyo (2013), merupakan tindakan menurunkan respons nyeri
tanpa
melakukan
menggunakan intervensi
agen
farmakologis.
keperawatan,
manajemen
Dalam nyeri
nonfarmalogis merupakan tindakan independen dari seorang dalam mengatasi respons nyeri klien. Manajemen nyeri nonfarmalogis sangat beragam. Banyak literature yang membicarakan mengenai teknik-teknik peredaan nyeri tersebut. Berikut ini akan membahas beberapa mengenai tindakan-tindakan tersebut. 1) Bimbingan Antisipasi Nyeri yang dirasakan oleh seorang individu biasanya akan menimbulkan kecemasan, sedangkan kecemasan sendiri bisa meningkatkan persepsi nyeri. Kecemasan klien dapat berasal dari pemahaman yang kurang mengenai nyeri atau penyakitnya sehingga dalam hal ini perlu adanya suatu teknik modifikasi yang secara langsung
menurunkan
kecemasan
dan
nyeri
yang
30
dirasakan
akibat
kurangnya
pemahaman
tentang
penyakitnya. Teknik tersebut adalah bimbingan antisipasi. Bimbingan
antisipasi
adalah
memberikan
pemahaman kepada klien mengenai nyeri yang dirasakan. Pemahan yang diberikan oleh perawat ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada klien, dan mencegah salah interpretasi tentang peristiwa nyeri. Informasi yang diberikan kepada klien meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a) kejadian, awitan, dan durasi nyeri yang akan dialami, b) kualitas keparahan, c) informasi tentang cara keamanan klien telah dipastikan, d) penyebab nyeri, e) metode mengatasi nyeri yang digunakan oleh perawat dan klien, f) harapan klien selama menjalani prosedur. 2) Terapi Es dan Panas/Kompres Panas dan Dingin Pilihan alternative lain dalam merepdakan nyeri adalah terapi es (dingin) dan panas. Namun begitu, perlu adanya studi lebih lanjut untuk melihat keefektifannya dan bagaimana mekanisme kerjanya. Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri(non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama pada cedera. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
31
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi, sementara terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. (Andarmoyo, 2013). 3) Stimulasi
Saraf
Elektris
Ttanskutan/
TENS
(Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation) Transcutaneus
Elektrical
Nerve
Stimulation
(TENS) adalah suatu alat yang menggunakam aliran listrik, baik dengan frekuensi rendah maupun tinggi, yang dihubungkan dengan beberapa elektroda pada kulit untuk menghasilkan
sensasi
kesemutan,
menggetar,
atau
mendengung pada area nyeri. TENS adalah prosedur noninvasif dan merupakan metode yang aman untuk mengurangi nyeri, baik akut maupun kronis. TENS
dapat
menurunkan
nyeri
dengan
menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area
yang
sama
seperti
pada
serabut
yang
menstransmisikan nyeri. 4) Distraksi Distraksi memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri, atau dapat diartikan pasien pada
32
sesuatu selain
nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa
distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal diluar nyeri. Dengan demikian diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi
sistem
kontrol
mengakibatkan lebih sedikit
desenden,
yang
stimulasi nyeri yang
ditransmisikan ke otak. 5) Relaksasi Relaksasi
adalah
suatu
tindakan
untuk
membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. (c) Kompres Dingin 1) Pengertian Menurut Haroen (2008), Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Pemberian kompres dingin adalah memberikan kompres air dingin dengan suhu 150 C pada payudara yang mengalami nyeri dengan atau
33
pemberian 20 menit masing- masing intervensi (kartika, 2003). Pemberian kompres dingin dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat senstivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif kompres dingin dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi (Andarmoyo, 2013). Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh, mencegah terjadinya peradangan meluas, mengurangi kongesti, mngurangi perdarahan setempat, mengurangi
rasa
sakitpada
suatu
daerah
setempat
(Rukiyah dan Yulianti, 2010). Pemberian kompres dingin dapat mengurangi nyeri sesuai dengan jurnal kartika (2003) yaitu setelah diberikan intervensi kompres dingin selama 20 menit pada ibi yang mengalami nyeri bendungan payudara, maka didapatkan bahwa semua responden mengalami penurunan intensitas nyeri. 2) Tujuan kompres dingin MenurutHaroen (2008), tujuan kompres dingin, sebagai berikut: (a) Menurunkan suhu tubuh (b) Mencegah peradangan meluas
34
(c) Mengurangi kongesti (d) Mengurangi perdarahan setempat (e) Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat 3) Indikasi : (a) Klien dengan suhu tubuh yang tinggi (b) Klien dengan batuk atau muntah darah (c) Pascatonsillectomy (d) Radang, memar 4) Kontra indikasi (a) Luka terbuka. Dingin dapat meningkatkan kerusakan jaringan karena mengurangi aliran darah ke luka terbuka (b) Gangguan sirkulasi dingin dapat mengganggu nutrisi jaringan lebih lanjut (c) Alergi atau hipertensivitas terhadap dingin. Beberapa klien
memiliki
alergi
terhadap
dingin
yang
dimanifestasikan dengan respon inflamasi. 5) Penanganan Penanganan yang dilakukan yang paling penting adalah dengan mencegah terjadinya payudara bengkak, susukan bayi segera setelah lahir, susukan bayi tanpa dijadwal, kluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, kluarkan ASI dengan tangan atau
35
pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan, untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dengan handuk
secara
bergantian
kiri
dan
kanan,
untuk
memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum menyusui, untuk mengurangi bendungan divena dan pembuluh darah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari puting ke arah korpus mamae, ibu harus rileks pijat leher dan punggung belakang. Perawatan payudara merupakan sumber yang akan menjadi makanan utama bagi anak. Karena itu jauh sebelumnya harus memakai BH yang sesuai dengan pembesaran payudara yang sifatnya menyokong payudara dari bawah supension bukan menekan dari depan. Bagi ibu menyusui dan bayi tidak menetek bantulah memerah air susu dengan tangan dan pompa, jika ibu menyusui dan bayi mampu menetek bantu ibu agar meneteki lebih sering pada kedua payudara tiap kali menteki. Mengurangi nyeri setelah meneteki gunakan bebat atau kutang kompres dingin pada dada untuk mengurangi bengkak, terapi paracetamol 500 mg per oral. Bagi ibu tidak menyusui berikan bebat dan kutang ketat, kompres dingin pada dada
36
untuk mengurangi bengkak dan nyeri, hindari pijat dan kompres hangat berikan parasetamol 500 mg per oral (Rukiyah dkk, 2010).
BAB III LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dilakukaan pada Ny. F dengan
postsectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini (KPD) di ruang
Bugenvill, RSUD Sukoharjo. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 07 April 2014 pukul 09.30 WIB. Pengkajian dilakukan dengan autoanamnesa dan alloanamnesa. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Pengkajian Berdasarkan data pengkajian didapatkan hasil identitas klien, bahwa klien Ny. F umur 24 tahun , pendidikan terakhir SMA, pekerjaan swasta, dan tinggal di Sukoharjo, masuk ke rumah sakit dengan diagnosa medis Ketuban Pecah Dini. Nama penanggung jawab adalah Ny. R, sebagai ibu kandung, usia 50 tahun alamat Sukoharjo. 1. Riwayat Kehamilan Persalinan Masa Lalu Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama Ny. F. Riwayat melahirkan dan persalinan Ny. F dengan sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini pada tanggal 05 April 2014 pukul 21.30. Bayi lahir dengan berat badan 3,3 kilogram, jenis kelamin laki-laki, bayi lahir normal dan sehat. Ny. F mengatakan belum pernah mempunyai pengalaman menyusui.
37
38
2. Riwayat Kehamilan Saat Ini Ny. F mengatakan selama hamil telah melakukan periksa hamil sebanyak 20x ke bidan desa, pada trimester pertama Ny. F mengatakan sering mual dan muntah, jenis persalinan Ny. F Partus Sectio Caesarea, banyi Ny. F lahir laki-laki, berat badan 3300 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 34 cm. perdarahan yang keluar ± 100 cc. masalah persalinan yang di alami Ny. F pada tanggal 05 April 2014 jam 13.15 WIB, Ny. F datang dari rujukan puskesmas karena mengalami ketuban pecah dini, setelah itu pada jam 21.00 WIB oleh dokter Ny. F disarankan untuk operasi sectio caesarea. Pada jam 21.30 WIB dilakukan operasi sectio cesarean. Riwayat ginekologi Ny. F mengalami siklus haid satu bulan sekali, lama haid 6 sampai 7 hari, jumlah haid 1 pembalut penuh, sehari ganti 2 kali, Ny. F belum pernah KB. 3. Riwayat Persalinan Saat Ini Berat badan bayi 3,3 kg, dengan jenis kelamin laki-laki, panjang bayi 47 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 34 cm.Ny. F merupakan pasien rujukan dari puskesmas karena mengalami ketuban pecah dini, dengan alasan tersebut dokter menyarankan untuk dilakukan tindakan operasi caesar, setelah mendapatkan persetujuan dari keluarga, pasien dilakukan tindakan pembedahan pada pukul 21.30 WIB. Pasca observasi setelah operasi, pasien di pindahkan di ruang Bougenvill dan di lakukan tindakan pengukuran tanda-tanda vital hasil pemeriksaan tekanan darah
39
:100/60 mmHg, nadi 80 kali per menit, suhu 36,5oC dan pernafasan 22x per menit. Ketika dilakukan pengkajian, keluhan utama yang dirasakan klien saat dikaji yaitu nyeri, penyebabnya adalah bekas sayatan luka operasi caesar yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk yang terletak pada perut bawah dengan skala 8 dan dirasakan saat bergerak. 4. Data Postnatal Status obstetrikus Ny. F didapatkan P1 A0, bayi rawat gabung sejak tanggal 06 April 2014. Keadaan umum Ny. F lemah, kesadaran umum composmentis, berat badan 57 kg, tinggi badan 150 cm, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 kali per menit, suhu 36,5o C, respirasi 22 kali/ menit. Pengkajian Nyeri Ny. F didapatkan data Ny. F mengatakan luka bekas operasi terasa nyeri, P luka post operasi sectio cesarea, quality (Q) luka dirasakan seperti ditusuk-tusuk, regional (R) didaerah umbilicus, skala (S) skala nyeri 8, time (T) nyeri dirasakan saat bergerak. Hasil dari pemeriksaan kepala dan leher Ny. F didapatkan data, kepala bersih, rambut lurus, tidak ada jejas. Mata simetris kanan dan kiri, tidak anemia. Hidung bersih, tidak ada polip, simetris. Telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Mulut simetris, bibir lembab, tidak ada stomatitis. Leher tidak ada kaku kuduk dan pembesaran tyroid. Pemeriksaan dada jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di ICS 5, perkusi bunyi pekak, auskultasi tidak ada suara tambahan, irama S1 S2 reguler. Hasil pemeriksaan paru inspeksi dada
40
simetris, tidak ada jejas, palpasi vocal fremitus kanan kiri sama, tidak ada nyeri tekan, perkusi bunyi sonor, auskultasi vesikuler. Pemeriksaan payudara didapatkan hasil baik, simetris kanan kiri, papilla mamae menonjol, aerola mamae menhitam, colostrom keluar sedikit, payudara terasa nyeri, terlihat kenceng, keras, dan bengkak. Pengkajian nyeri pada payudara pasien mengatakan nyeri pada payudara, provocade (P) nyeri akibat bendungan asi, quality (Q) nyeri terasa kemeng, regional (R) dikedua payudara kanan dan kiri, skala (S) skala nyeri 4, time (T) nyeri dirasakan saat payudara terasa penuh. Pemeriksaan abdomen didapatkan data Pada pemeriksaan abdomen dengan cara inspeksi : terdapat luka post sectio caesarea sepanjang kurang lebih 25 cm dan tertutup kassa, auskultasi, perkusi dan palpasi tidak dilakukan, karena ada bekas luka SC dan pasien menngatakan lukanya sangat nyeri. Kontaksi tidak terkaji, kandung kemih tidak penuh, fungsi pencernaan baik, tidak mual dan muntah. Hasil pemeriksaan vagina baik, lembab, kondisi kurang bersih dan tidak edema, perineum utuh, tanda REEDA didapatkan R (kemerahan) tidak ada kemerahan, E (Bengkak) tidak ada pembekakan, E (Echimosis) tidak ada kebiruan, D (Discharge) tidak ada cairan ekskresi yang keluar, A (Appoximate) baik. Kebersihan perineum kurang bersih, terdapat lochea rubra, bau amis, pembalut tidak penuh, ganti pembalut satu kali. Ekstremitas atas didapatkan tidak ada edema, terpasang infus Ringer Laktat (RL) 20 tetes per menit ditangan kiri, ekstremitas bawah tidak ada edema.
41
5. Keadaan mental Adapatasi psikologis, Ny. F mengatakan merasa senang dengan kelahiran anak pertamanya, Ny. F akan merawat anak pertamanya dengan penuh kasih saying dan memberikan asi eksklusif. Penerimaaan bayi,Ny. F merasa sangat bahagia dengan kelahiran anak pertamanya, Ny. F berada pada fase letting go. 6. Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan pada tanggal 05 april 2014 yaitu pada pemeriksaan penunjang hematologi didapatkan hasil haemoglobin 10,2 g/dl dengan rentang nilai normal (12,2 g/dl – 18,1 g/dl), eritrosit 3,45 jt/ul dengan rentang nilai normal (4,04 jt/nl – 6,13 jt/nl), hematokrit 32,7 % dengan rentang nilai normal (37,7% - 53,7%), MCV 82,6 dengan rentang nilai normal (80 fl – 97 fl), MCH 80,8 pg dengan rentang nilai normal (27 pg – 31,2 pg), MCHC 34,3 gr/dl dengan rentang nilai normal (31,8 gr/dl – 35,4 gr/dl), leukosit 12, 20 ribu/ul dengan rentang nilai normal ( 4,5 ribu/dl – 11,5 ribu/dl), trombosit 160 ribu/nl dengan rentang nilai normal (150 ribu/nl – 450 ribu/nl), RDW-CV 14,2 % dengan rentang nilai normal (11,5% - 14,5%), neutrofil 86,2 % dengan rentang nilai normal ( 37% - 80%), total lymphosit 1 ribu/ul dengan rentang nilai normal (1% 3,7%), Hbsag negatif, normalnya (negatif) 7. Terapi Terapi diberikan mulai tanggal 05 april 2014 dengan jenis terapi injeksi intravena Cefotaxim 1 gram/ 12 jam untuk obat infeksi saluran nafas
42
bawah, saluran kemih, ginekologi, kulit, tulang rawan dan sendi, saluran pencernaan dan susunan saraf pusat. Antalgin 500 gram/ 8 jam untuk meringankan rasa sakit, terutama nyeri kolik dan sakit setelah operasi.dan infuse RL (ringer laktat) 20 tetes per menit, untuk mengembalikan elektrolit pada dehidrasi.
B. Perumusam Masalah Prioritas diagnosa keperawatan yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post sectio caesarea). Data subyektif pasien: pasien mengatakan luka post operasi sectio caesarea terasa nyeri, luka seperti ditusuk-tusuk pada perut bagian bawah, skala nyeri 8 dan nyeri dirasakan saat bergerak. Data obyektif pasien: pasien tampak menahan nyeri, terlihat tidak rileks dan tidak nyaman, terdapat luka post sectio caesarea pada abdomen bagian bawah kurang lebih 25 cm dan tertutup kassa. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernapasan 22 kali per menit, suhu 37,5o C. Prioritas diagnosa keperawatan yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (bendungan ASI). Data subyektif pasien: pasien mengatakan nyeri pada payudara, nyeri disebabkan karena bendungan ASI, nyeri terasa kemeng, lokasi nyeri dikedua payudara kanan dan kiri, skala nyeri 4, nyeri terasa saat asi penuh. Data obyektif didapatkan data pasien tampak meringis menahan nyeri di payudara, payudara terlihat kenceng, keras dan bengkak.
43
Prioritas diagnosa keperawatan yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum. Data subyektif pasien: pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitasnya secara mandiri, sedangkan data obyektif pasien ditandai dengan pasien tampak dibantu keluarga dalam melakukan segala aktifitasnya selama sakit.
C. Intervensi Berdasarkan diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post sectio caesarea) penulis menegakkan intervensi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam. Diharapkan nyeri yang dirasakan pasien dapar berkurang dengan kriteria hasil : ekspresi wajah rileks, skala nyeri 3, hasil tanda-tanda vital normal 120/70 mmHg, nadi 60-100 kali per menit, suhu 37o C, respirasi 12-20 kali per menit. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu kaji skala nyeri PQRST(Provocate, Quality, Regio, Scala, Time) rasionalnya adalah untuk mengetahui derajat nyeri yang dirasakan.Pengukuran tanda-tanda vital rasionalnya adalah sebagai indikator dari status kesehatan, untuk menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural dan endokrin tubuh. Beri posisi nyaman, rasionalnya adalah untuk menunjukkan kemampuan seseorang untuk menentukan keadaan dengan cepat melalui tindakannya yaitu meminimalkan efek nyeri. Ajarkan teknik relaksasi, rasionalnya adalah untuk memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri. Kolaborasi
44
pemberian obat analgesik yang berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri. Diagnosa yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (bendungan asi) penulis menegakkan intervensi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jamnyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0, tidak terjadi bendungan asi, payudara tidak bengkak, ASI dapat keluar, dapat menyusui bayinya kembali. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu kaji intensitas nyeri dengan rasional untuk mengetahui intensitas nyeri pasien, berikan kompres dingin pada area nyeri dengan rasional kompres dingin dapat membantu melancarkan peredaran darah, ajarkan teknik relaksasi rasionalnya adalah teknik relaksasi akan sangat membantu mengurangi nyeri, lakukan pengurutan yang dimulai dari pangkal ke arah puting susu untuk mengurangi bendungan divena dan pembuluh getah bening dalam payudara , rasionalnya adalah untuk membantu melancarkan peredaran ASI. Diagnosa yang ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum penulis menegakkan intervensi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil : menunjukkan peningkatan mobilitas ditandai dengan ADL pasien mandiri. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu observasi tanda-tanda vital rasionalnya adalah untuk mengetahui keadaan pasien, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi rasionalnya adalah untuk mengetahui tingkat kemandirian pasien, ajarkan dan
45
bantu pasien dalam proses berpindah rasionalnya adalah membantu pasien dalam mobilisasi, libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL rasionalnya adalah membantu pasien dalam proses penyembuhan.
D. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari senin, 07 April 2014 jam 10.15 WIB pada diagnosa keperawatan pertama yaitu, mengakaji karakteristik nyeri post sectio caesarea klien dengan data subyektif yang didapatkan pasien mengatakan nyeri disebabkan karena luka post sectio caesarea yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk pada perut bawah dengan skala nyeri 8 dan dirasakan saat bergerak. Data subyektif: pasien tampak tidak nyaman dan meringis kesakitan menahan nyeri. Tindakan selanjutnya pada pukul 10.30 WIB adalah memonitor tandatanda vital, data subyektif: pasien mengatakan bersedia dengan, hasil tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 22 kali per menit, suhu 37,2o C. Pada tanggal pukul 10.35WIB diajarkan teknik relaksasi, data subyektifpasien mengatakan bersedia. Data obyektif pasien tampak mengikuti dengan baik apa yang diajarkan perawat. Pada pukul 10.45 WIB mengkaji intensitas nyeri payudara pasien, didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada payudara Provocate: Bendungan asi, Quality: nyeri terasa kemeng, Region: dikedua payudara kanan dan kiri, Time: saat asi penuh. Didapatkan data obyektif pasien tampak meringis menahan nyeri dan payudara terlihat kenceng, keras dan bengkak.
46
Pada pukul 10.55 WIB memberikan kompres dingin pada area nyeri selama 20 menit, didapatkan data subyektif pasien mengatakan bersedia diberikan kompres dingin, data obyektif pasien yampak tenang, pasien terlihat sedikit menahan nyeri. Selanjutnya pada pukul 11.10 WIB mengajarkan teknik relaksasi didapatkan data subyektif pasien bersedia data obyektifnya pasien tampak kooperatif. Pada pukul 11.15 WIB memberikan obat analgetik cefotaxim 1 gr dan antalgin 500 mg, didapatkan data subyektif pasien bersedia, data obyektif obat cefotaxim dan antalgin masuk melalui selang infus. Tindakan keperawatan yang dilakukanselanjutnya
pada pukul 11.25
WIB pada diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi didapatkan data subyektif pasien mengatakan masih lemah dan belum bisa melakukan aktifitasnya secara mandiri, data obyektif pasien tampak dibantu keluarga dalam melakukan aktifitasnya. Pada pukul 11.35 WIB yaitu mengajarkan dan membantu pasien dalam proses berpindah miring kanan dan kiri, didapatkan data subyektif pasien mengatakan kondisinya masih lemah untuk bergerak dan berpindah, data obyektif pasien masih tampak lemah. Tindakan selanjutnya pada pukul 12.00 WIB yaitu melibatkan keluarga dalam pemenuhan Activity Daily Living (ADL), didapatkan data subyektif keluarga pasien bersedia, data obyektif keluarga tampak membantu pasien dalam memenuhi ADL pasien. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kedua tanggal 08 april 2014 pada pukul 08.00 yaitu, mengkaji ulang nyeri SC dengan P,Q,R,S,T didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan masih tersa nyeri
47
Provocate:luka post SC, Quality: luka seperti ditusuk-tusuk, Region: dibawah umbilicus, skala: skala nyeri 6, Time: waktu bergerak. Tindakan selanjutnya pada pukul 08.20 WIB yaitu mengkaji vital sign pasien, data subyektif pasien mengatakan bersedia, data obyektif hasil tekanan darah: 100/60 mmHg, nadi: 84x/ menit, suhu: 36,5o C, dan respirasi rate: 22x/ menit. Pada pukul 08.30 WIB mengkaji kembali nyeri payudara pasien, didapatkan data subyektif pasien mengatakan payudara masih terasa nyeri Provocate: bendungan ASI, Quality: nyeri terasa kemeng, Region: dikedua payudara kanan dan kiri, skala: skala nyeri 4, Time: saat asi penuh. Tindakan selanjutnya pada pukul 08.45 WIB adalah memberikan kompres dingin pada area payudara selama 20 menit, data subyektif: pasien mengatakan bersedia diberikan kompres dingin, data obyektif: pasien tampak tenang saat diberikan kompres dingin pada payudaranya. Pada pukul 11.00 WIB adalah mengajarkan teknik relaksasi, didapatkan data subyektif pasien bersedia, data obyektif pasien tampak kooperatif mengikuti perawat. Selanjutnya tindakan keperawatan selanjutnya pada pukul 11.15 WIB, memberikan obat analgetik cefotaxim 1 gram dan antalgin 500 mg, didapatkan data subyektif pasien bersedia, data obyektif obat masuk melalui selang infuse. Tindakan selanjutnya mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi pasien, didapatkan data subyektif pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktifitasnya sedikit-sedikit, data obyektif pasien tampak sudah bisa miring kanan dan kiri. Tindakan selanjutnya pada pukul 12.00 WIB mengajarkan dan bantu pasien dalam belajar duduk dan berdiri, didapatkan data subyektif pasien
48
bersedia, data obyektif pasien tampak sudah bisa duduk. Selanjutnya pada pukul 12.15 WIB melibatkan keluarga dalam pemenuhan ADL pasien, didapatkan data subyektif pasien mengatakan keluarga bersedia, data obyektif keluarga pasien tampak membantu pasien dalam pemenuhan ADL pasien. Tindakan selanjutnya pukul 13.00 WIB mengkaji intensitas nyeri payudara, didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang Provocate: bendungan ASI, Quality: nyeri terasa kemeng, Region: dikedua payudara kanan dan kiri, Skala: skala nyeri nyeri 2,Time: saat asi penuh. Data obyektif pasien tampak tenang, sudah tidak menahan nyeri, payudara sudah tidak tampak bengkak, bendungan ASI sudah berkurang dan ASI sudah bisa keluar lancar.
E. Evaluasi Evaluasi tindakan dilakukan selama 2 hari, dan dilakukan evaluasi setiap diagnosa. Setelah dilakukan tindakan keperawatan. Hasil evaluasipada diagnosa yang pertama dilakukan pada 07 April 2014 jam 14.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah Subyektif: pasien menjelaskan karakteristik nyeri yang dirasakannya yaitu nyeri akibat luka post sectio caesarea, dirasakan seperti ditusuk-tusuk dibagian perut bawah dengan skala 8 dan dirasakan saat bergerak, Obyektif : pasien tampak menahan nyeri, terlihat tidak rileks dan tidak nyaman. Assisment: masalah keperawatan belum teratasi, Planning:sehingga intervensi dilanjutkan dengan mengkaji nyeri PQRST, monitor vital sign, ajarkan teknik relaksasi, kolaborasi dengan tim dokter pemberian analgetik.
49
Evaluasi pada diagnosa kedua dilakukan pada tanggal 07 April 2014 pada jam 14.10. Hasilnya adalah Subyektif: pasien mengatakan nyeri pada payudara Provocate: bendungan ASI, Quality: nyeri terasa kemeng, Region: dikedua payudara kanan dan kiri, Skala: skala nyeri 4, Time: saat asi penuh. Data obyektif pasien tampak meringis menahan nyeri, payudara terlihat kenceng, keras, dan bengkak jelaskan keadaan payudara yang dirasakannya yaitu payudara terasa panas, bengkak. Assisment: masalah keperawatan belum teratasi. Planning: Lanjutkan intervensi: kaji intensitas nyeri, berikan kompres dingin pada area nyeri, ajarkan teknik relaksasi, kolaborasikan pemberikan analgetik. Selanjutnya evaluasi pada diagnosa keperawatan yang ketiga masih dilkakukan pada tanggal 07 April 2014 pad jam 14.00 WIB, di dapatkan hasilnya adalah data Sunyektif: pasien menjelaskan tidak bisa melakukan aktifitasnya secara mandiri. Obyektif: pasien tampak di bantu keluarganya dalam melakukan aktifitasnya.Assisment: masalah keperawatan belum teratasi. Planning: sehingga dilanjutkan intervensi dengan kaji vital sign pasien, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, ajarkan pasien untuk berpindah miring kanan dan kiri, dan selanjutnya libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL pasien. Evaluasi tindakan pada tanggal 08 April 2014 pada pukul 14.00 WIB pada diagnosa keperawatan yang pertama dengan data yang diperoleh yaitu, Subyektif: pasien mengatakan luka bekas operasi sectio caesarea masih terasa nyeri, luka seperti di tusuk-tusuk pada perut bagian bawah, skala nyeri 7 dan nyeri dirasakan saat bergerak. Obyektif: pasien tampak meringis kesakitan
50
menahan nyeri dengan TD: 100/60 mmHg, nadi 80 kali/ menit, suhu 36,7o C dan respirasi 20 kali/ menit, Assisment: masalah keperawatan myeri akut belum teratasi.Planning:sehingga dilanjutkan intervensi kaji skala nyeri PQRST, kaji vital sign, bimbing dalam teknik relaksasi, kolaborasi dengan tim medis pemberian terapi obat cefotaxim 1 gram dan obat antalgin 500 mg diberikan secara intravena. Evaluasi tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan yang kedua dilakukan pada tanggal 08 April 2014 pukul 14.10 WIB , didapatkan hasil data Subyektif: pasien mengatakan nyeri pada payudara Provoate: bendungan ASI, Quality: dikedua payudara kanan dan kiri, Skala: skala nyeri 2, Time: saat ASI penuh. Obyektif: pasien tampak tidak menahan nyeri, payudara sudah tidak tampak bengkak, bendungan ASI berkurang, dan ASI sudah bisa keluar lancer. Assisment: masalah keperawatan teratasi. Planning: sehingga intervensi dihentikan. Selanjutnya hasil evaluasi tindakan pada diagnosa keperawatan yang ketiga masih dilakukan pada tanggl 08 April 2014 pukul 14.20 WIB didapatkan hasil yaitu data Subyektif:pasien sudah bisa melakukan aktifitasnya sedikitsedikit. Obyektif: pasien sudah bisa miring kanan dan miring kiri. Assisment: masalah keperawatan teratasi sebagian. Planning: sehingga masih dilanjutkan intervensi dengan ajarkan dan bantu pasien untuk belajar duduk dan berdiri dan selanjutnya berjalan, dan libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang aplikasi jurnal mengenai pemberian kompres dingin terhadap penurunan nyeri bendungan payudara pada asuhan keperawatan Ny. F dengan post partum sectio caesarea di ruang Bougenvill RSUD Sukoharjo, pembahasan ini dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu
sebelumnya
(Andarmoyo,
2013).
Pengkajian
dalam
kasus
ini
dilaksanakan tanggal 7 April 2014 WIB. Dalam pengambilan kasus ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode autoanamnesa yaitu pengkajian yang dilakukan secara langsung kepada pasien, alloanamnesa yaitu pengkajian yang melihat didasarkan data dalam status pasien dan dari keluarga. Pada pengkajian didapatkan data subjek bahwa
pasien
mengatakan
nyeri (sectio caesarea dan bendungan payudara) nyeri seperti ditusuk- tusuk, nyeri sectio caesarea skala nyeri 8, nyeri payudara skala 4, nyeri saat bergerak, dari data observasi didapatkan pasien tampak meringis kesakitan, tampak lemah,
51
52
didapatkan tanda- tanda vital 100/60 mmhg, suhu 37,50 C, nadi 80x/menit, pernafasan 22x/menit. Nyeri
tersebut
disebabkan
adanya
bendungan
payudara
karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan payudara dan rasa nyeri didertai kenaikan suhu badan. Bendungan payudara dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus blatiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan puting susu terbenam (Rukiyah dkk, 2010). Pengkajian selanjutnya didapatkan data subjek bahwa pasien mengatakan luka bekas operasi sectio caesarea terasa nyeri, dari data observasi didapatkan luka bekas sectio caesarea di bawah umbilicus bentuk vertical tertutup kassa steril kurang lebih 25cm. Tanda-tanda vital 110/70 mmhg, suhu 37,50 C, nadi 80x/menit, pernafasan 24x/menit. Sayatan vertical (melintang) merupakan salah satu sayatan pembedahan pada post sectio caesarea yang dilakukan di bagian bawah rahim, sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysis) diatas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntungannya adalah perut pada rahim kuat cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari (Perry & Potter, 2006). Pengkajian selanjutnya didapatkan data subjek bahwa pasien belum bisa menyusui dengan benar, dari data observasi
pasien tampak bingung cara
menyusui bayinya. Pada ibu yang belum bisa menyusui dengan benar atau posisi menyusui yang salah maka akan terjadi puting susu menjadi lecet (Ambarwati dan wulandari, 2010)
53
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan potensial, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah status kesehatan klien (Dermawan, 2012). Setelah penulis mendapatkan data-data dari pengkajian Ny. F tanggal 7 April 2014 pukul 09.30 WIB, penulis dapat merumuskan tiga diagnosa keperawatan. Diagnosa yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Post Sectio Caesarea), nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of pain), awitan yang tiba- tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan NANDA,2011 ). Batasan karakteristik nyeri akut adalah adanya perubahan tekanan darah, perubahn frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, perubahan selera makan perilaku berjaga-jaga atau perilaku melindungi daerah yang nyeri, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal. NANDA (2010), dengan hasil yang di dapatkan, penulis menegakkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Post Sectio Caesarea).
54
Diagnosa keperawatan yang ke dua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Bendungan ASI). Batasan karakteristik nyeri akut adalah adanya perubahan tekanan darah, perubahn frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, perubahan selera makan perilaku berjaga-jaga atau perilaku melindungi daerah yang nyeri, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal (NANDA, 2010 ). Diagnosa keperawatan yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum. Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik adalah penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar dan halus (NANDA, 2009). Dengan hasil yang didapat, penulis menegakkan diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum.
C. Intervensi Keperwatan Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012) Tujuan adalah pernyataan pasien dan perilaku keluarga yang dapat diukur atau diobservasi (NANDA, 2012). Tujuan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan perawat (Dermawan, 2012).
55
Menurut Dermawan (2012),
penulisan tujuan dan hasil berdasarkan
“SMART’ meliputi specific yaitu dimana tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda, measurable yaitu dimana tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku pasien (dapat dilihat, didengar, dirasakan, dan di bau), achievable yaitu tujuan harus dapat dicapai, dan hasil yang diharapkan, ditulis perawat, sebagai standar mengukur respon klien terhadap asuhan keperawatan, reasonable/ realistic yaitu dimana tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara alamiah, tujuan dan hasil diharapkan singkat dan realistis dengan cepat memberikan klien dan perawat suatu rasa pencapaian, time yaitu batas pencapaian harus dinyatakan dalam penulisan kriteria hasil dan mempunyai batasan waktu yang jelas. Intervensi yang dirumuskan berdasarkan dengan diagnosa nyeri adalah, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dari skala 8 menjadi 4, skala 4 menjadi 1, mampu mengenali nyeri, pertahankan TTV dalam batas normal. Berdasarkan tujuan tersebut, penulis membuat rencana tindakan (Wilkinson, 2006) yaitu kaji PQRST, Observasi payudara, Berikan kompres dingin, relaksasi nafas dalam. Ajarkan pasien perawatan payudara. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik yaitu Cefotaxim 1 gram dan Antalgin 500 mg fungsi untuk mengurangi nyeri dan antibiotik. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ke dua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Bendungan Payudara) adalah, setelah
56
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan masalah nyeri akut dapat teratasi dengan criteria hasil ekspresi wajah rileks, skala nyeri menjadi 1, tidak terjadi bendungan ASI, payudara tidak bengkak, ASI dapat keluar dan dapat menyusui bayinya kembali. Berdasarkan tujuan tersebut, penulis membuat rencana tindakan yaitu kaji intensitas nyeri, berikan kompres dingin pada area nyeri, ajarkan teknik relaksasi, kolaborasi pemberian analgetik. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ke tiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum adalah, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan mobilitas fisik dapat teratasi dengan criteria hasil menunjukkan peningkatan mobilitas secara mandiri, tidak memerlukan bantuan orang lain.
D. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien, merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Dermawan, 2012). Implementasi keperawatan yang dilakukan mulai tanggal 7-8 April 2014. Implementasi yang dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan utama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post sectio caesarea dan bendungan payudara) adalah yang pertama mengkaji nyeri dalam hal ini mempengaruhi pilihan. Keefektifan intervensi serta untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
57
Tindakan keperawatan yang selanjutnya mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam apabila nyeri timbul, dalam hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien ( Andarmoyo, 2013) Tindakan keperawatan yang selanjutnya yaitu pemberian kompres dingin. Kompres dingin dapat menurunkan intensitas nyeri bendungan payudara pada ibu postpartum. Dengan demikian pemberian kompres dingin dapat digunakan sebagai alternatif pilihan untuk menurunkan intensitas nyeri. menurut Andarmoyo (2013), pemberian kompres dingin dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat senstivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif kompres dingin dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh, mencegah terjadinya peradangan meluas, mengurangi kongesti, mngurangi perdarahan setempat, mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Pemberian kompres dingin dapat mengurangi nyeri sesuai dengan jurnal kartika (2003) dengan judul “pengaruh kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri bendungan payudara pada ibu post partum diwilayah kerja puskesmas kecamatan gending kabupaten probolinggo” yaitu setelah diberikan intervensi kompres dingin selama 20 menit pada ibu yang mengalami nyeri bendungan payudara, maka didapatkan bahwa semua responden mengalami penurunan intensitas nyeri.
58
Penelitian Kartika (2003), tersebut juga didukung oleh sidi (2003), dalam jurnal Astuti dan Juliansyah pemberian kompres dingin dapat mengurangi nyeri karena saraf- saraf mengalami fasokontriksi. Menurut Smith dan Duel dalam jurnal Kartika (2003), kompres dingin dapat megurangi rasa nyeri akibat adanya bendungan payudara. Hal ini karena kompres dingin mempunyai beberapa keuntungan yaitu menimbulkan efek lokal analgesik, menurunkan aliran darah ke area yang mengalami cidera, menurunkan inflamasi, meningkatkan treshold atau ambang batas reseptor nyeri untuk kemudian menurunkan nyeri. Tehnik pelaksanaan kompres dingin yaitu siapkan alat yang diperlukan meliputi perlak/ alas satu lembar, sarung tangan satu pasang, kain wol dua lembar, termometer satu buah dan waskom berisi air dingin kemudian mengukur suhu air dalam waskom dengan termometer 150 kemudian memasukan kain wol kedalam waskom yang berisi air dingin, memposisikan pasien senyaman mungkin, meletakkan kompres air dingin pada lokasi nyeri kemudian pengompresan dilakukan selam kurang lebih 20 menit, pemberian kompres dingin ini dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap pasien. Menurut Guiton dalam jurnal Kartika (2003) Kompres dingin dapat merangsang serabut saraf berdiameter luas dan lebih vepat menghantar implus (serabut A- delta) yang banyak terdapat dikulit yang mengakibatkan pintu gerbang spinal cord menutup, sehingga implus nyeri tidak dapat diteruskan ke kortek serebri untuk di interpretasikan sebagai nyeri.
59
Tindakan keperawatan yang selanjutnya adalah Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik yaitu cefotaxim 1 gram dan antalgin 500 mg untuk mengurangi nyeri dan antibiotik. Menurut Andarmoyo (2013), analgesik merupakan metode yang paling penting umum untuk mengatasi nyeri. Implementasi pada diagnosa ke tiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum. Tindakan keperawatan yang pertama yaitu mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, tindakan selanjutnya mengajarkan dan membantu pasien dalam mobilisasi. Tindakan keperawatan yang selanjutnya melibatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.
E. Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2009). Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi yang telah dilakukan pada tanggal 7 April 2014 jam 09.30 WIB pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Bendungan Payudara) dengan metode SOAP (S: Subjective, O : Objective, A : Analisis, Planning) yang hasilnya adalah S: pasien mengatakan nyeri pada payudara, nyeri karena ada bendungan payudara, nyeri terasa kemeng dan dikedua payudara kanan dan kiri, skala nyeri 4, saat ASI penuh. O : pasien tampak meringis menahan nyeri dan payudara terlihat kenceng, keras, dan bengkak. A : masalah nyeri belum teratasi P : lanjutkan intervensi mengkaji intensitas, memberikan kompres dingin pada area
60
nyeri selama 20 menit, anjurkan tehnik relaksasi, kolaborasi dengan dokter pemberian cefotaxim 1 gram dan antalgin 500 mg yaitu fungsi mengurangi nyeri dan antibiotik. Hasil evaluasi yang telah dilakukan pada tanggal 7 April 2014 jam 09.30 WIB pada diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum. Dengan metode SOAP yang hasilnya adalah S:
pasien
mengatakan belum bisa melakukan aktifitasnya secara mandiri. O:
pasien
tampak lemah, tampak dibantu keluarga dalam memenuhi aktifitasnya dan didapatkan hasil tanda-tanda vital TD: 100/60 mmHg, nadi: 84x/ menit, suhu: 36,2o C, RR: 22X/ menit. A: masalah hambatam mobilitas fisik belum teratasi. P : lanjutkan intervensi kaji ulang kemampuan pasien dalam mobilisasi, ajarkan pasien dalam berpindah miring kanan dan kiri, dan libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL. Hasil evaluasi yang telah dilakukan pada tanggal 8 April 2014 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis (bendungan payudara) dengan metode SOAP yang hasilnya adalah S: pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 2, O: pasien tampak tidak menahan nyeri, payudara sudah tidak tampak bengkak, bendungan ASI berkurang dan ASI sudah bisa keluar lancer. A : masalah teratasi, P : hentikan intervensi. Hasil evaluasi yang telah dilakukan pada tanggal 8 April 2014 jam 12.30 WIB pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum dengan metode SOAP yang hasilnya adalah S : pasien mengatakan sudah
61
bisa melakukan aktifitasnya sedikit-sedikit. O: pasien tampak sudah bisa miring kanan kiri dan duduk. A : masalah kepatasi sebagian. P: Sehingga intervensi masih dilanjutkan libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL, ajarkan dan bantu pasien untuk pemenuhan ADL yang lain untuk belajar atau latihan berdiri dan selanjutnya berjalan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Pengkajian Hasil pengkajian Pada Ny. F adalah pasien mengatakan nyeri ( bendungan asi) nyeri terasa kemeng, dikedua payudara kanan dan kiri, skala nyeri 4, nyerisaat ASI penuh. Hasil data obyektif pasien tampak meringis menahan nyeri dan tampak lemah, payudara terlihat kenceng, keras, dan bengkak. Di dapatkan tanda- tanda vital 100/60 mmHg, suhu 37,50C, nadi 84x/ menit, pernafasan 22x/menit. 2. Diagnosa Prioritas diagnosa keperawatan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi (bendungan payudara) 3. Intervensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan nyeri dapat berkurang dengan criteria hasil mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang pada payudara dari skala 4 menjadi 2, mampu mengenali nyeri, pertahankan TTV dalam batas normal. Intervensinya adalah kaji PQRST, Observasi payudara, Berikan kompres dingin, relaksasi nafas dalam. Ajarkan pasien perawatan payudara. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesic yaitu cefotaxim 1gram dan antalgin 500 mg fungsi untuk mengurangi nyeri.
62
63
4. Implementasi Implementasi yang dilakukan adalah kompres dingin, relaksasi nafas dalam dan kolaborasi pemberian obat analgesik. 5. Evaluasi Hasil evaluasi yang didapatkan selama dua hari masalah keperawatan nyeri dapat teratasi. segingga intervensi dihentikan. 6. Analisa terhadap kondisi Ny. F, yaitu nyeri bendungan payudara dengan dilakukan kompres dingin mampu mengurangi nyeri pada pasien dengan bendungan payudara.
B. Saran 1. Bagi instansi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai yang dapat membantu kesembuhan klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan khususnya asuhan keperawatan pada nyeri bendungan payudara. 2. Bagi profesi perawat Diharapkan para perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain maupun keluarga klien, sebab peran perawat, tim kesehatan lain, dan keluarga sangatlah besar dalam membantu kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya.
64
3. Bagi institusi pendidikan Diharapkan
institusi
mampu
meningkatkan
mutu
pelayanan
pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar- Ruzz Media. Yogyakarta. Brunnar dan suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Egc. Jakarta. Brunnar dan Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Egc. Jakarta. Dermawan, deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja. Gosyen Publishing. Yogyakarta. Dinkes. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/Mibangkes/profil201 2/BAB_I-VI_2012_fix.pdf. Diakses pada tanggal 13 April 2014 Hidayat dan uliyan. 2005. Dokumentasi Keperawatan. EGC. Jakarta. Icemi dan Wahyu. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC. Jakarta. Iyer petricia. 2005. Dokumentasi Keperawatan. EGC. Jakarta. Jitowiyono dan kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Nuha Medika. Yogyakarta. Judha, dkk, 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Nuha Medika. Yogyakarta. Jurnal Juliansyah. 2013. Pembengkakakan Payudara Ibu Post Seksio Caesarea Pada Masa Menyusui Di Rumah Sakit Umum Daerah Ade Mohammad Djoen Sintang, (online), (http://kompertis 11.net/jurnal, diakses 22 April 2014 jam 20.00 Nifas. Kartika, Annisa Wuri. 2003. Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Bendungan Payudara Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo.http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/18021/1/PengaruhKompres-Dingin-Terhadap-Penurunan-Intensitas-Nyeri-BendunganPayudara-Pada-Ibu-Post-Partum-Di-Wilayah-Kerja-Puskesmas-KecamatanGending-Kabupaten-Probolinggo..pdf. Diakses tanggal 03 April 2014 Liu, David TY. 2008. Manual Persalinan. EGC. Jakarta. Manuaba, dkk. 2008.Gawat darurat Obstetri Ginekologi. EGC. Jakarta.
66
Marmi, 2012. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas “peuperinium Care. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Mitayani. 2012. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika. Jakarta. NANDA, (2012). Diagnosis Keperawatan. EGC : Jakarta NANDA, (2009). Dignosis Keperawatan. EGC : Jakarta Oxorn. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan fisiologi. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta. Perry dan potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi : 4. EGC. Jakarta. Perry dan potter. 2006. Fundamental keperawatan Volume 1. EGC. Jakarta. Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. PT Bina. Pustaka. Jakarta. Rasjidi, imam. 2009. Manual Seksio Sesarea Dan laparatomi Kelainan Adneksia. Sagung Seto. Jakarta. Rukiyah, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan II. Trans Info Media. Jakarta. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddart, Edisi 8. EGC : Jakarta Tamsuri, dkk, 2011. Faktor-faktor Yang Berperan Meningkatnya Angka Kematian Ibu dan Anak. Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatra Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/1234568789/27176. diakses tanggal 12 Mei 2014. Wenny, dkk. 2011. Panduan Praktis Ibu Menyusui. Edisis 1. BestBook. Yogyakarta. Wiknjosastro, dkk. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Wilkinson. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta. EGC.