PEMBERIAN TERAPI MUSIK DOMINAN FREKUENSI SEDANG TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. W DENGAN HIPERTENSI DI BANGSAL CEMPAKA 2 RSUD SUKOHARJO
Disusun Oleh: HENDRA SUGIHARTA P12088
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
PEMBERIAN TERAPI MUSIK DOMINAN FREKUENSI SEDANG TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. W DENGAN HIPERTENSI DI BANGSAL CEMPAKA 2 RSUD SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh: HENDRA SUGIHARTA P12088
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: HENDRA SUGIHARTA
NIM
: P12 088
Program studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: PEMBERIAN FREKUENSI PENURUNAN
TERAPI
MUSIK
SEDANG INTENSITAS
DOMINAN TERHADAP
NYERI
PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. W DENGAN HIPERTENSI DI BANGSAL CEMPAKA 2 RSUD SUKOHARJO
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan penambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jlipakan, maka saya bersedia menerima saksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta ,
April 2014
Yang Membuat Peryataan
HENDRA SUGIHARTA NIM. P12 088
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Hendra Sugiharta
NIM
: P 12.088
Program Studi : D III Keperawatan Judul
: PEMBERIAN
TERAPI
MUSIK
DOMINAN
FREKUENSI
SEDANG TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA
ASUHAN
KEPERAWATAN
Ny.
W
DENGAN
HIPERTENSI DI BANGSAL CEMPAKA 2 RSUD SUKOHARJO
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di
: STIKes Kusuma Husada Surakarta
Hari/ Tanggal
: Jum’at, 22 Mei 2015
Pembimbing : Diyah Ekarini, SKep., Ns
(
NIK. 200179001
iii
)
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama
: HENDRA SUGIHARTA
NIM
: P12 088
Program studi : DIII Keperawatan Judul
: PEMBERIAN TERAPI MUSIK DOMINAN FREKUENSI SEDANG TERHADAP PENURUNAAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. W DENGAN HIPERTENSI DI BANGSAL CEMPAKA 2 RSUD SUKOHARJO
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal :
DEWAN PENGUJI Pembimbing
:
_______________________ NIK:
(……………………)
Penguji I
:
_______________________ NIK:
(……………………)
Penguji II
:
_______________________ NIK:
(……………………)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murhayati, S.Kep., Ns., M.Kep NIK: 200680021
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”Pemberian Terapi Musik Dominan Frekuensi Sedang Terhadap Pengendalian Respon Emosionalpada Asuhan Keperawatan Ny. W dengan Hipertensi di Ruang Cempaka 2 Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Diyah Ekarini, S.Kp., Ns., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji I yang telah membimbing dan memberikan masukan demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Siti Mardiyah, S.Kep., Ns selaku penguji II yang telah membmbing dan memberikan masukan demi sempurnanya studi kasus ini.
v
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat 7. Direktur RS Sukoharjo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kelolaan kasus di Rumah sakit Sukoharjo khususnya di ruang Cempaka. 8. Yonaha, S.Kep., Ns. yang telah memberikan banyak masukkan dan bimbingan kepada penulis dalam pemberian asuhan keperawatan dan pengelolaan kasus pada Ny. W di ruang Cemapaka 2, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi kasus. 9. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 10. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 21 Februari 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .............................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
DAFTAR ISI ..............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan .....................................................................
5
C. Manfaat Penulisan ...................................................................
6
BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................
8
A. Tinjauan teori ...........................................................................
8
1. Hipertensi ....................................................................
8
2. Terapi musik .................................................................
25
3. Nyeri ............................................................................
26
B. Kerangka Teori .........................................................................
31
C. Kerangka Konsep .....................................................................
32
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET ...........
33
A. Subjek aplikasi riset ..................................................................
33
B. Tempat dan waktu ....................................................................
33
vii
C. Media atau alat yang digunakan ...............................................
33
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset............................
34
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ................................
34
BAB IV LAPORAN KASUS .................................................................
35
A. Identitas klien ............................................................................
35
B. Pengkajian .................................................................................
35
C. Perumusan masalah keperawatan ..............................................
40
D. Perencanaan...............................................................................
41
E. Implementasi .............................................................................
43
F. Evaluasi ....................................................................................
48
PEMBAHASAN .................................................................................
52
A. Pengkajian .................................................................................
52
B. Perumusan masalah keperawatan ..............................................
54
C. Perencanaan...............................................................................
57
D. Implementasi ............................................................................
59
E. Evaluasi ....................................................................................
66
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
70
A. Kesimpulaan ..............................................................................
70
B. Saran .........................................................................................
76
BAB V
BAB
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Klasifikasi tekanan darah pada dewasa .......................................................
ix
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Usulan Judul Aplikasi Jurnal Lampiran 2. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 3. Surat Pernyataan Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 5. Jurnal Utama Lampiran 6. Asuhan Keperawatan Lampiran 7. Log Book Lampiran 8. Lembar Pendelegasian
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara berkembang lebih dari delapaan dekade terakhir. Hipertensi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan diastolic (bagian bawah) (Wahdah, 2011). Berdasarkan etiologi, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan. Penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit renovaskuler, aldosteronism, gagal ginjal, dan penyakit lainnya (Triyanto, 2014). Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar. Kecenderungan perubahan tersebut dapat disebabkan meningkatnya ilmu kesehatan dan pengobatan, serta perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat Indonesia yang berdampak pada budaya dan gaya hidup masyarakat. Dalam lingkup penyakit kardiovaskuler, hipertensi menduduki peringkat pertama dengan penderita terbanyak.
1
2
Menurut Wahdah (2011) sebanyak 1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025. Di Indonesia belum ada data nasional namun, pada studi MONICA 2000 di daerahperkotaan Jakarta dan FKUI 2000-2003 di daerah Lido pedesaan kecamatan Cijeruk memperlihatkan kasus hipertensi derajat II (berdasarkan JNC VII) masing 20,9% dan 16,9%. Menurut Wahdah (2011) dari seluruh populasi pengidap hipertensi, pengidap hipertensi primer memiliki populasi 90% dan hipertensi sekunder 10%. Menurut Riskesdas (2010) prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi usia 18 tahun ke atas, dari jumlah itu 60% penderita hipertensi mengalami komplikasi stroke. Sedangkan sisanya mengalami penyakit jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Hipertensi sebagai penyebab kematian ke 3 setelah stroke dan tuberculosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada seumuran di Indonesia (Triyanto, 2014). Prevalensi kasus hipertensi primer di provinsi jawa tengah mengalami peningkatan dari 1,87% pada tahun 2006 menjadi 2,02% pada tahun 2007, dan 3,30% pada tahun 2008. Prevalensi sebesar 3,30% artinya setiap 100 orang terdapat 3 orang penderita hipertensi primer. Terdapat 4 kabupaten atau kota dengan prevalensi sangat tinggi diatas 10% yaitu kabupaten Brebes sebesar 18,60%, kota tegal 15,41%, kab. Karanganyar 13,81%, dan kab. Sukoharjo 10,89% (Profil kesehatan prov. Jawa Tengah, 2008 : 34).
3
Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh siluman, karena tanpa disadari penderita bertahun-tahun tanpa merasakan sesuatu gangguan atau gejala. Di rumah sakit banyak dijumpai gejala yang ditimbulkan dari hipertensi yaitu pusing dan nyeri kepala sering kali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai angka yang bermakna. Penanganan pada hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis. Pada penanganan secara farmakologis dengan menggunakan obat-obatan yang mampu mengendalikan tekanan darah dan rasa nyeri ataupun pusing yang dirasakan penderita. Sedangkan dalam penanganan secara non farmakologis untuk mengatasi nyeri kepala ataupun pusing dapat dilakukan dengan pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) selama 20-30 menit untuk memberikan rangsangan ataupun keadaan relaksasi pada penderita hipertensi (Asrin, 2009). Nyeri kepala yang ditimbulkan pada hipertensi diakibatkan oleh vasokontriksi atau penebalan pada pembuluh darah otak dan tekanan darah yang tinggi dipaksa untuuk melewati jalan yang sempit (Wahdah, 2011). Menurut asrin (2009) musik dominan frekuensi sedang adalah musik sesuai dengan selera pasien dengan frekuensi 750-3000 hertz. Sedangkan menurut Solehati (2015) musik merupakan distraksi yang efektif dalam menurunkan intensitas nyeri dengan cara mengalihkan perhatian seseorang dari perasaan nyeri yang dirasakan.berdasarkan laporan Joanna Briggs Institute (2001) musik mampu mengurangi rasa nyeri.
4
Pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 herz) mampu mengurangi rasa nyeri dan kecemasan dengan menghasilkan hormon endhorpine yang memberikan efek relaksasi pada tubuh (Solehati, 2015). Pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) baiknya diberikan 3 kali dalam sehari dapat menurunkan nyeri (Asrin, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Asrin dkk (2009) dalam jurnal yang berjudul “ upaya pengendalian respon emosional pasien hipertensi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang “ didapatkan hasil bahawa denga dilakukannay terapi musik dapat menurunkan skala nyeri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Sukoharjo terdapat 25,8% penderita hipertensi primer dan hampir 80% penderita mengalami nyeri
kepala. Dari hasi pengkajian yang dilakukan di RSUD Sukoharjo
bahwa Ny. W dengan hipertensi mengalami nyeri kepala dengan skala ±4. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus hipertensi dengan menerapkan intervensi pemberian terapi non farmakologis dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) selama 20-30 menit diberikan 3 kali dalam sehari sebagai bentuk riset yang dituangkan pada sebuah karya tulis ilmiah yaang berjudul “ pemberian teraapi musik dominan frekueni seedaang terhadap penurunan nyeri asuhan keperawatan Ny. W dengan hipertensi di bangsal cempaka 2 RSUD Sukoharjo “.
5
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan tentang pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang terhadap penurunan nyeri asuhan keperawatan Ny. W dengan hipertensi di ruang Cempaka 2 RSUD Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien hipertensi b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien hipertensi c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien hipertensi d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien hipertensi e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien hipertensi f. Penuis mampu menganalisa pengaruh terapi musik dominan frekuensi sedang terhadap pnurunaan nyeri pada Ny. W dengan hipertensi.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi penulis Menambah wawasan dan pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi.
6
2. Bagi Institusi Digunakan
sebagai
informasi
bagi
Institusi
pendidikan
dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang. 3. Bagi Rumah sakit Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada pasien
hipertensi
dengan
memmberikan
terapi
tambahan
non
farmakologis untuk mengurangi nyeri pada pasien hipertensi. 4. Bagi pasien dan keluarga Pasien dan keluarga dapat mendapatkan infotrmasi dan pengetahuan ytentang cara mengatasi nyeri pada hipertensi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz).
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Teori 1. Hipertensi a. Definisi Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Wahdah, 2011). Klasifikasi tekanan darah pada dewasa Kategori Normal Normal tinggi Stadium 1 (hipertensi normal) Stadium 2 (hipertensi sedang) Stadium 3 (hipertensi berat) Stadium 4 (hipertensi malignan)
Tekanan Darah Sistolik Dibawah 130 mmhg 130-139 mmhg
Tekanan Darah Diastolic Dibawah 85 mmhg 85-89 mmhg
140-159 mmhg
90-99 mmhg
160-179 mmhg
100-109 mmhg
180-209 mmhg
110-119 mmhg
210 mmhg atau lebih
120 mmhg atau lebih (Wahdah, 2011: 22)
Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap
7
8
normal adalah bila kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi dan diantara nilai tersebut dikategorikan sebagai normal-tinggi (batasan tersebut diperuntunkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun). Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg (Wahdah, 2011). b. Penyebab Hipertensi Menurut Yekti dan Ari (2011) bahwa hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi satu sama lain. Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi : 1) toksin,2)
factor genetic,3) umur,4)
jenis,5)
etnis,6)
stres, 7)
kegemukan, 8) nutrisi, 9) alcohol, 10) merokok, 11) kafein, 12) kurang olah raga, 13) kolesterol tinggi. Menurut Dewi (2013) menyebutkan bahwa penyebab hipertensi adalah 1) Secara genetik a) Gangguan fungsi barostat renal Sensitifitas terhadap konsumsi garam b) Abnormalitas transportasi natrium kalium c) Respon SSP (siatem saraf pusat) terhadap stimus psikososial d) Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan rresistensi insulin)
9
2) Faktor lingkungan a) Faktor psikososial : kebiasaan hidup, pekerjaan, stress mental, aktivitas fisik, status sosial ekonomi, keturunan, kegemukan, dan konsumsi minuman keras (beralkohol) b) Faktor konsumsi garam Pengguna obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortisone) dan beberapa obat hormone, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflamasi) secara terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah seseorang c) Merokok juga merupakan faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin 3) Adaptasi struktural jantung serta pembuluh darah a) Pada jantung : terjadi hypertropi dan hyperplasia miosit b) Pada pembuluh darah : terjadi vaskuler hypertropi. c. Tanda dan Gejala Hipertensi Menurut Dewi (2011) tanda dan gejala hipertensi yaitu : 1) Penglihatan kabur karena kerusakan retina 2) Nyeri pada kepala 3) Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intara kranial 4) Edema dependent 5) Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan intra kapiler
10
Menurut Adinil (2004) gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi yaitu pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan (jarang dilaporkan). Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang disertai mual muntah. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula dijumpai perubahan retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). d. Patofisiologi Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, di mana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis.
11
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon didalam
darah.
Bertambahnya
cairan
dalam
sirkulasi
bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanankan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian ari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara : jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang
akan
menyebabkan
berkurangnya
volume
darah
dan
mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
12
memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk sementara waktu akan meningkat tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar); meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah lebih banyak); mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh; melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsangjantung dan pembuluh darah. Faktor stres merupakan satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin. (Triyanto, 2014)
13
e. Komplikasi Menurut Triyanto (2014) komplikasi yang terjadi pada hipertensi yaitu : 1) Strok dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Strok dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya
berkurang.
Arteri-arteri
otak
yang
mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena strok adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak. 2) Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosisnya tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
14
yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan . 3) Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus,
darah
akan
mengalir
keunit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik. 4) Ketidakmampuan
jantung dalam
memompa
darah
yang
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh saraf pusat. Neuron- neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma. (Triyanto, 2014)
15
f. Penatalaksanaan Menurut Wahdah (2011) penatalaksanaan dalam hipertensi dibagi dalam 2 golongan : 1) Pengobatan non farmakologis a) Penurunan berat badan b) Olah raga c) Mengurangi asupan garam d) Tidak merokok e) Hindari stres f) Pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (Endang Triyanto (2014:3) 2) Pengobatan farmakologis Ada beberapa golongan obat anti hipertensi, pada dasarnya menurunkan tekanan darah dengan cara mempengaruhi jantung atau pembuluh darah atau keduanya.
Pengobatan hipertensi
biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat : a) Diuretic
{tablet
Hydrochlorothiazide(HCT),
lasix
(Furosemide)}. Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urin. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang dalam cairan urin, maka pengontrol konsumsi potasium harus dilakukan. b) Beta – blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (captopril)}. Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan
16
tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah. c) Calcium
channel
blockers
{Norvasc
(amlopidine),
Angiotensinconverting enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar pembuluh darah. g. Pemeriksaan Penunjang Menurut Dewi (2011) pemeriksaan penunjang pada hipertensi yaitu 1) EKG (elektro kardio graf atau rekam jantung) 2) Pemeriksaan darah kimia (kretinin, BUN) 3) Radiografi dada
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis 1. Pengkajian Data biografi : nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnosa medis, penanggung jawab, catatan kedatangan. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
17
b. Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang, tidak bisa tidur. c. Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan biasanya pasien mengkonsumsi obat rutin seperti captopril. d. Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit keturunan. 3. Data dasar pengkajian a. Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea b. Sirkulasi Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler Tanda : kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin c. Integritas ego Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stres multipel
18
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara d. Eliminasi Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu e. Makanan/cairan Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema f. Neurosensori Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik g. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen h. Pernapasan Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok Tanda : distress
respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis
19
i. Keamanan Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : episode parestesia unilateral transein, hipotensi postural j. Pembelajaran/penyuluhan Gejala : faktor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantunng, DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon 2. Diagnosa keperawatan a. Resiki terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertropi ventrikular b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral c. Potensial perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri
20
3. Rencana Asuhan Keperawatan a. Resiki terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertropi ventrikular Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam diharapkan afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokontriksi, tidak terjadi iskemia miokard Hasil yang diharapkan : 1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD 2) Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima 3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil Intervensi keperawatan : 1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tekhnik yang tepat 2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer 3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas 4) Amati warna kullit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler 5) Catat edema umum 6) Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas 7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi 8) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
21
9) Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher 10) Anjurkan
tekhnik
relakssi,
panduan
imajinasi,
aktivitas
pengalihan 11) Pantau respon terhadap obat untk mengontrol tekanan darah 12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi 13) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam diharapkan nyeri berkurang Hasil yang diharapkan : 1) Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman Intervensi keperwatan : 1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan 2) Meminimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan 3) Batasi aktivitas 4) Hindari merokok atau menggunakan penggunaan nikotin 5) Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
22
6) Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tekhnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi c. Potensial perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam diharapkan sirkulasi tubuh tidak terganggu Hasil yang diharapkan : 1) Pasien mendemonstrasikan perfusi jarngan yang
membaik
seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal. 2) Haluaran urin 30 ml/menit 3) Tanda-tanda vital stabil Intervensi : 1) Pertahankan tirah baring ; tinggikan kepala tempat tidur 2) Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua kedua lengan ; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia 3) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan 4) Amati adanya hipotensi mendadak 5) Ukur masukan dan pengeluaran 6) Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan 7) Ambulasi sesuai kemampuan ; hindari kelelahan
23
d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam diharapkan pasien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi Hasil yang diharapkan : 1) Pasien
mengungkapkan
pengetahuan
dan
keterampilan
penatalaksanaan perawatan dini 2) Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan Intervensi : 1) Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur 2) Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stres 3) Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik 4) Jelaskan perlunnya menghindaripemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter 5) Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah 6) Diskusiikan tentang mempertahankan berat badan stabil 7) Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
24
8) Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan 9) Jelaskan pentingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jummlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alkohol 10) Jelaskan perlunnya menghindari konstipasi dan penahanan 4. Nyeri a. Pengertian Nyeri
adalah
keadaan
yang
subyektif,
yaitu
seseorang
memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal ataupun non verbal atau keduanya (Solehati & Kosasih, 2015). b. Teori tentang nyeri 1) Teori affect Menurut teori ini, nyeri merupakan suatu emosi. Intensitasnya bergantung pada bagaimana klien mengartikan nyeri tersebut (Solehati & Kosasih, 2015). 2) Teori endorfin Teori ini menngatakan, bahwa tubuh memproduksi zat kimia yang disebut endorfin yang berperan untuk menolong tubuh dalam melawan rasa nyeri secara alami. Endorfin memengaruhi tranmisi implus nyeri. Endorfin memiliki kemampuan serupa dengan narkotik, yaitu menghambat rasa nyeri. Endorfin muncul
25
dengan cara memisahkan diri dari deoxyribo nucleid acid (DNA) tubuh. DNA adalah subtansi yang mengatur kehidupan sebuah sel dan memberikan perintah bagi sel untuk tumbuh atau berhenti tumbuh. Pada permukaan sel terutama sel saraf terdapat areayang menerima naarkotik atau endorfin. Ketika endorfin terpisah dari DNA, endorfin membuat kehidupan dalam situasi normal menjadi terasa tidak menyakitkan. Endorfin harus diusahakan timbul pada situasi yang menyebabkan rasa nyeri. Endorfin
mempengaruhi
menekan
pelepasan
tranmisi
immplus
neurotransmiter
di
dengan
cara
presinaps
atau
menghambat konduksi implus nyeri di postinaps(Solehati & Kosasih, 2015). 3) Teori Specificity Teori ini mengatakan, bahwa ujung saraf spesifik berkolerasi dengan sensasi, seperti sentuhan, hangat, dingin dan nyeri. Sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung saraf bebas oleh rangsangan mekanik, kimia dan temperatur yang berlebihan. Sensasi nyeri tersebut berjalan dari kulit dan spinal cord menuju pusat nyeri di thalamic (Solehati & Kosasih, 2015).
26
4) Pattern Theory Teori ini mengatakan, bahwa semua serabut saraf adalah sama. Nyeri dihasilkan karena adanya stimulus dari reseptor nyeri yang berlebihan pada sel atau keadaan patologi (Solehati & Kosasih, 2015). 5) Teori intensiy Teori ini berpendapat, bahwa nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap rangsangan reseptor sensasi mempunyai potensi untuk menimbulkan nyeri jika menggunakan intensitas yang cukup (Solehati & Kosasih, 2015). 6) Gate control theory Pada Gate control theory, implus nyeri dapat dikendaliikan oleh mekanisme pintu gerbang yang ada di subtantia gelatinosa pada dorsal horn spinal cord untuk melepaskan atau menghambat tranmisi nyeri (Solehati & Kosasih, 2015). c. Klasifikasi nyeri 1) Nyeri akut Nyeri akut didefinisikan sebagai suatu nyeri yang dapat dekenali penyebabnya, waktunya pendek, dan diikuti oleh peningkatan ketegangan otot, serta kecemasan. Ketegangan otor dan kecemasan tersebut dapat meningkatkan persepsi nyeri (Solehati & Kosasih, 2015).
27
2) Nyeri kronis Nyeri kronis didefiniskan sebagai suatu nyeri yang tidak dapat dikenali dengan jelas penyebabnya. Nyeri ini kerapkali berpengaruh pada gaya hidup klien. Nyeri kronis biasanya terjadi pada rentang waktu 3 - 6 bulan (Solehati & Kosasih, 2015). d. Respon tubuh terhadap nyeri Pengaruh nyeri pada tubuh akan menimbulkan respon fisik dan respon tingkah lak (Solehati & Kosasih, 2015). 1) Respon fisik Respon fisik terhadaap nyeri sangat bervariasi antara nyeri akut dan nyeri kronis. Rasa nyeri akut akan menstimulasi sistem saraf simpatis sehingga akan menimbulkan peningkatan tekanan darah, nadi, respirasi, pucat, banyak keringat, serta disertai pupil dan kulit terasaa dingn dan lembab. Rasa nyeri kronik akan merangsang sistem saraf parasimpatis yang akan mengakibatkan penurunan tekanan darah, denyut nadi, irama pernapasan, kontraksi pupil, kulit kering dan terasa panas atau hangat. Perubahan ekspresi wajah yang dapat diamati adalah menutup gigi atau mengerutkan geraham, mendelikan mata, menyeringai atau mengernyitkan dahi dan menggigit bibir.
28
2) Respon tingkaah laku Perubahaan perilaku dan individu yang mengalami rasa nyeri, antara lain : a) Menangis atau merintih b) Gelisah c) Banyak bergerak atau tidak tenang d) Tidak konsentrasi&Insomnia e) Mengelus-elusbagian tubuh yang mengalami nyeri 5. Terapi Musik a. Pengertian Terapi musik adalah terapi menggunakan musik yng tujuannya untuk meningkatkan atau memperbaiki berbagai kondisi, baik fisik, kognitif, emosi, maupun sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Solehati, 2015). b. Tujuan pemberian terapi musik Musik merupakan teknik distraksi yang dapat menurunkan intensitas nyeri, keadaan stres, dan tingkat kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian seseorang dari perasaan nyeri yang dirasakan. Menurut Schneider dan Workman (2000) dalam Solehati (2015) menyebutkan, bahwa distraksi dengan menggunakan musik menjadi efektif karena individu berkonsentrasi pada stimulus yang menarik atau menyenangkan daripada berfokus pada gejala yang tidak menyenangkan.
29
Menurut Kemper dan Denhaueur dalam Solehati (2015), musik dapat memberikan efek pada peningkatan kesehatan, mengurangi stres, dan mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah membuktikan, bahwa terapi musik efektif dalam menurunkan nyeri. c. Jenis musik untuk terapi Menurut Novita (2012) musik yang digunakan untuk terapi musik antara lain : 1) Musik pada air dengan diberikan musik klasik mampu memberikan terapi pada manusi karena tubuh manusia terdiri dari 70% air akan menunjukkan pengaruh yang sama seperti air dan hasilnya air diberikan musik klasik ketika dilihat dengan foto yang diperbesar sampai 200-500 kali akan memproduksi krisal yang cantik seperti bunga dan warna yang terang dan cerah. 2) Musik dengan pitch yang rendah dengan rhythm yang lambat dan volume yang rendah akan menimbulkan efek rileks. 3) Bunyi dengan frekuensi tinggi (3000-8000 Hz atau lebih) lazimnya bergetar di otak dan mempengaruhi fungsi kognitif seperti berfikir, persepsi spasial dan memori. 4) Bunyi dengan frekuensi sedang (750-3000 Hz) memberikan efek penurunan kecemasan, mengurangi rasa nyeri, merangsang kerja jantung, paru, dan emosional.
30
5) Bunyi dengan frekuensi rendah (125-750 Hz) mempengaruhi gerakan-gerakan fisik. d. Prosedur pemberian terapi musik e. Menurut solehati (2015) prosedur saat pemberian terapi musik yaitu 1) Kaji karakteristik nyeri dan TTV 2) Pasien disiapkan untuk memilih musik yang disukai untuk terapi. 3) Nyalakan MP3, jangan lupa cek baterai, jangan sampai musiknya berhenti pada saat diperdengarkan kepada pasien 4) Dekatkan MP3 ke pasien 5) Sebelum diperdengarkan ke pasien, cek volume 6) Pasang earphone 7) Atur posisi senyaman mungkin 8) Lemaskan otot untuk membantu tercapainya relaksasi 9) Anjurkan
pasien
menarik
nafas
melalui
hidung
dan
mengeluarkan nafas secara perlahan lewat mulut 10) Evaluasi kembali setelah diberikan 3 kali sehari untuk mengetahui sejauh mana intervensi relaksasi musik diberikan kepada pasien dapat menurunkan rasa nyeri. Terapi musik dominan frekuensi sedang adalah terapi musik yang diberikan sesuai selera pasien dengan frekuensi 750-3000 hertz selama 20-30 menit yang diberikan 3 kali dalam sehari (Asrin, 2009). Menurut Campbell (2002) bunyi dengan frekuensi sedang
31
mampu menurunkan intensitas nyeri. Bunyi dari musik yang bergetar membentuk pola dan menciptakan medan energi resonansi dan gerakan di ruang sekitarnya. Energi akan diserap oleh tubuh manusia dan energi-energi itu secara halus mengubah pernafasan, detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, dan ritme-ritme interval lainnya. Finnerty (2006) melakukan studi kualitatif yang diberi judul “ Musik Therapy As An Intervention For Pain Perception “, dengan pernyataan
hasil
penelitiannya
yaitu
;
terapi
musik
bisa
mempengaruhi keadaan biologis tubuh seperti emosi, memori. Ketukan yang tetap dan tenang memberi pengaruh kuat pada pasien sehingga tercipta suatu keadaan rileks. Keadaan rileks ini memicu teraktivasinya sistem saraf parasimpatis yang berfungsi sebagai penyeimbang dari fungsi parasimpatis. Terapi musik bisa menjadi distraksi
dari
nyeri
seseorang
kecemasan,
gejala
depresi,
meningkatkan motivasi, sehingga berkontribusi meningkatkan kualitas
hidup
pasien.
Mitchell
dan
MacDonald
(2006)
mengemukakan efek terapi musik pada nyeri adalah distraksi terhadap
pikiran
tentang
nyeri,
menurunkan
kecemasan,
menstimulasi ritme nafas lebih teratur, menurunkan ketegangan tubuh, memberikan gambaran positif pada visual imagery, relaksasi, dan meningkatkan mood positif.
32
Menurut para pakar terapi musik, tubuh manusia memilikki pola getar dasar. Keudian vibrasi musik yang terikat erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar memiliki efek penyembuhan yang sangat hebat pada seluruh tubuh, pikirran, dan jiwa manusia, yang menimbulkan perubahan emosi, organ, hormon, enzim, sel-sel dan atom (Novita, 2012). Elemen musik tediri dari lima unsur penting, yaitu pitch (frekuensi), volume, timbre (warna nada), interval, dan tempo atau durasi. Pada frekuensi yang rendah dengan tempo yang lambat dan volume yang rendah akan menimbulkan efek rileks (Novita). Frekuensi mengacu pada tinggi dan rendahnya nada serta tinggi rendahnya kualitas suara yang diukur dalam Hertz, yaitu jumlah daur perdetik dimana gelombang bergetar. Manusia memiliki batasan untuk tinggi rendahnya frekuensi yang bisa diterima oleh korteks auditori (Wilgram, 2002; Nilsson, 2009; Chiang 2012). Telinga manusia memiliki sensifitas mendengar pada kisaran 2020.000 Hz. Frekuensi lebih dari 20.000 Hz disebut sebagai ultrasonik, dan dibawah 20 Hz dikenal infrasonik. Birbauner, Lutzenberg, Rau, Mayer-Kress, Choi, dan Braun (1994) dalam publikasi ilmiah yang berjudul Perception of Music and Dimensional Complexity of Brain Activity, telah melakukan studi tentang pengaruh frekuensi untuk musik dengan dinamika gelombang di otak melalui pemeriksaan EEG. Dapat dilihat bahwa
33
pergerakan gelombang di otak signifikan dengan perubahan getaran suara dari musik, yaitu gelombang delta, alfa teta, beta, dan gamma. Gelombang delta bereaksi pada panjang gelombang kisaran 0,5-4 Hz. Gelombang teta memiliki reaksi pada frekuensi 4-8 Hz, gelombang alfa bereaksi pada frekuensi 8-13. Sementara gelombang beta bereaksi pada frekuensi 13-30 Hz, dan gelombang gamma pada frekuensi 20-80 Hz. Gelombang alf aterutama sekali berkaitan dengan relaksasi, imajinaasi, sehingga menimbulkan efek tenang. Mitchell dan MacDonal (2006) melakukan penelitian di Inggris pada 54 partisipan yang diberi nyeri cold pressor. Partisipan dimana mendengarkan 3 jenis musik yaitu white noise, musik relaksasi yang dipilih peneliti, dan musik yang dipilih partisipan. Hasilnya ada perbedaan penurunan nyeri baik laki-laki maupun perempuan yang mendengarkan musik pilihan mereka. Penurunan nyeri lebih signifikan pada musik ilihan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa minat seseorang terhadaap hal yang disukai berpengaruh terhadap efektifitas terapi. Hasil penelitian sebelumnya oleh Asrin dkk (2009) dan Novita (2012)
pemberian
terapi
menurunkan intensitas nyeri.
musik
sangant
signifikan
dalam
34
C. Kerangaka Teori Hipertensi adaalah suatu keadaaan dimana seseoraang mengalami peningkatan tekanaan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan kesakitan (morbiditas) dan angka kematian/mortalitas.
Kerja jantung meningkat dalam memompa darah
Suplai oksigen menuju otak,paru berkurang
Pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) guna mengendalikan emosional yang diindikasikan Tekanan darh naik, naadi cepat, nafaas cepat, suhu naik.
Nyeri akibat tekanan darah tinggi sehingga takanan intrakranial, cemas, nadi, cepat naik
35
D. Kerangka Konsep
Nyeri
Pemberian terapi musik selama 20-30 menit.
Nyeri berkurang atau menurun.
BAB III METODE APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah Ny. W berusia 55 tahun dengan hipertensi yang mengalami nyeri kepala di ruang cempaka 2 RSUD Sukoharjo. B. Tempat dan Waaktu Tempat : Ruang cempaka 2 RSUD Sukoharjo Waktu : pelaksanaan aplikasi riset tanggal 11-13 Maret 2015 dan Terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) dilakukan 20-30 menit 3x sehari. C. Media dan Alat yang digunakan Media yang digunakan dalam riset ini untuk mengendalikan respon emosional hipertensi adalah CD player, musi yang disukai pasien, earphone, semua data yang didapatkan dicatat dalam lembaran yang telah dipersiapkan. D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset Prosedur dalam pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 Hz) yaitu : 1. Kaji karakteristik nyari (P, Q, S, T) dan TTV 2. Pasien disiapkan untuk memilih musik yang disukai 3. Persiapkan alat seperti laptop dan earphone 4. Sambungkan earphone ke laptop, cek musik yang akan diberikan
36
37
5. Atur posisi pasien senyaman mugkin dan atur frekuensi yang akan diberikan, lalu pasangkan earphone ke pasien 6. Nyalakan MP3 dan anjurkan pasien untuk menarik nafas lewat hidung dan kelularkan lewat mulut secara perlahan, berikan terapi selama 20-30 menit diberikan 3 kali dalam sehari 7. Evaluasi kembali karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV 8. Rapikan pasien dan alat E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset Peneliti kemudian melakukan pengukuran karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dari evaluasi tindakan dengan menggunakan penilaian skala Numerical rating scale (NRS) yaitu skala ini digunakan untuk pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien mengukur nyeri dengan skala 1-10 paling efektif untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Apabila digunakan untuk menilai skala nyeri, maka direkomendasikan 10 cm (AHCPR,1992 dalam Apriyanto, 2012).
Gambar 3.1 Skala intensitas nyeri numerik 1-10 Keterangan : 0
: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
38
4-6 : Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. 10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien Pada bab ini menjelaskan laporan kasus asuhan asuhan keperawataan pemberian terapi
musik dominan frekuensi
sedang sebagai
upaya
pengendalian respon emosional asuhan keperawatan Ny. W dengan hipertensi di bangsal cempaka 2 RSUD Sukoharjo yang dilakukan pada tanggal 11 - 13 maret 2015. Pengkajian dilakukan dengan metode alloanamnesa dan autoanamnesa pada tanggal 11 Maret 2015 jam 09.00 WIB. Pengkajian identitas pasien didapatkan hasil, pasien bernama Ny. W, umur 50 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Tawang sari, pekerjaan buruh, tingkat pendidikan SD.
B. Pengkajian Tanggal masuk rumah sakit pada tanggal 11 Maret 2015, dengan diagnosa hipertensi, identitas penanggung jawab Ny. W adalah Tn. Y, umur 55 tahun, hubungan dengan klien adalah suami. Keluhan utama : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala dan kepala bagian belakang terasa cekot-cekot serta mual. Riwayat penyakit sekarang : pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa pusing. Kemudian karena pasien sudah tahu bahwa ia mempunyai penyakit hipertensi, maka di rumah pasien
39
40
mengatasinya dengan makan mentimun dan minum daun seledri. Kemudian hari berikutnya saat pasien bekerja jualan, pasien masih merasa pusing diseluruh bagian kepala dan mual serta pandangan kabur. Pada tanggal 11 Maret 2015 jam 05.15 WIB dibawa keluarga ke IGD RSUD Sukoharjo. Kemudian di IGD diperoleh hasil tekanan darah : 220/120 mmHg, nadi : 106x/menit, respirasi : 24x/menit, suhu : 37,8oC dan mendapatkan terapi injeksi ranitidin 50mg/12j, ondansentron 4mg/12j, furosemide 20mg/24j, dan terpasang infus RL 16 tpm ditangan kiri. Kemudian jam 05.40 WIB dipindah ke bangsal cempaka 2. Pada saat saya kaji di bangsal cempaka 2 jam 09.00 diperoleh hasil tekanan darah : 220/120 mmHg, nadi : 106x/menit, respirasi : 24x/menit, suhu : 37,8oC dan terdapat nyeri di seluruh bagian kepala dan kepala belakang terasa cekot-cekot dengan P : saat duduk dan hilang saat tidur, Q : cekot-cekot, R : seluruh kepala, S : ±4, T : hilang timbul. Penyakit yang pernah dialami pasien mengatakan ia pernah mengalami gejala stroke ± 1,5 tahun yang lalu dengan gejala tangan kiri lemah dan bibir perot tetapi saat ini sudah kembali normal dengan menjalankan pengobatan terapi pijat yang dilakukan selama 2x dalam seminggu dalam 2 bulan. Pasien mengatakan ia tidak memiliki alergi makanan, obat-obatan ataupun yang lainnya.Pasien mengatakan ia memiliki kebiasaan keliling kampung ke kampung untuk jualan jamu. Riwayat kesehatan keluarga : pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada anggota keluarga yang
41
memiliki penyakit menular namun ibu dari pasien nmemiliki riwayat hipertensi.
Genogram
: Laki – laki
: Garis keturunan
: Ny. W, 55 Th dengan H
: Tinggal satu rumah
: Garis perkawinan
: Meninggal
Gambar 4.1 Genogram
Riwayat kesehatan lingkungan, pasien mengatakan hidup didaerah perkampungan yang masih bersih dan jauh dari polusi serta tidak ada limbah pabrik.Pada pengkajian pola nutrisi dan metabolik diperoleh hasil pasien mengatakan sebelum dan selama sakit asupan nutrisi tidak ada masalah yaitu makan dengan frekuensi 3x sehari 1 porsi habis dengan nasi atau bubur, sayur, lauk, air putih atau teh manis serta tidak ada keluhan setelah makan.
42
Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan diperoleh hasil sebelum sakit pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas dan latihan seperti makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi pasien mampu melakukan secara mandiri. Selama di rumah sakit pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri kecuali pada saat berpakaian dibantu orang lain karena tangan kiri terpasang infus. Pada pengkajian pola tidur diperoleh hasil sebelum sakit pasien mengatakan tidur ± 8 jam /hari dan terbiasa tidur siang ± 2 jam/hari serta tidak ada pengantar tidur, perasaan setelah tidur yaitu nyaman dan tidak ada keluhan. Selama di rumah sakit pasien mengatakan tidur ± 4 jam/hari dan tidur sian ±20 menit dan sering terbangun karena pusing diseluruh kepala yang kadang timbul. Perasaan setelah tidur yaitu masih merasa mengantuk, lesu dan kantung mata hitam. Pada pengkajian kognitif perseptual diperoleh hasil P : pasien mengatakan kepala terasa pusing saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan pusing terasa cekot-cekot dan terkadang pandangan kabur , R : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala, S : pasien mengatakan nyeri yang terasa cekot-cekot dengan skala 4, T : pasien mengatakan pusin hilang timbul. Pemeriksaan fisik : keadaan umum pasien baik dengan kesadaran composmentis dan tanda-tanda vital tekanan darah : 220/120 mmHg, nadi :
43
106x/menit dengan irama cepat dan kuat, respirasi : 24x/menit dengan irama teratur, suhu : 37,8oC. Pada pemeriksaan fisik dari kepala sampai leher diperoleh hasil bentuk kepala mesochepal dengan kulit kepala berminyak dan rambut sedikit beruban. Pada mata diperoleh hasil mata simetris, kantung mata hitam, tidak terdapat odema pada palbebra, konjungtva tidak enemis, sclera tidak ikterik, pupil isocor, reflek terhadap cahaya positif dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada hidung diperoleh hasil tidak ada sekret, tidak ada polip. Pada mulut diperoleh hasil mukosa bibir lembab, lidah bersih. Pada gigi diperoleh hasil tidak ada lubang gigi, rapi, dan sedikit kuning. Pada telinga diperoleh hasil bentuk simetris, terdapat sedikit serumen, tidak ada benjolan, dan pendengaran jelas, tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Pada leher diperoleh hasil tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Pada pemeriksaan paru-paru diperoleh hasil saat inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada luka. Pada saat palpasi vokal vremitus kanan dan kiri sama. Pada saat perkusi diperoleh hasil ketukan sonor. Pada saat auskultasi suara paru vasikuler. Pada pemeriksaan jantung diperoleh hasil saat inspeksi ictus cordis tidak tampak. Pada saat palpasi ictus cordis teraba. Pada saat perkusi batas jantung terkesan tidak melebar dan saat auskultasi suara jantung normal dengan terdengar lup dup. Pada saat pemeriksaan abdomen diperoleh hasil saat inspeksi tidak ada benjolan dan luka. Pada saat auskultasi peristaltik usus 26x/menit. Pada saat perkusi tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hati. Pada saat palpasi suara ketukan abdomen timpani.
44
Pada pemeriksaan genitalia diperoleh hasil tidak terpasang DC. Pada pemeriksaan rektum diperoleh hasil tidak ada iritasi dan benjolan.Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah diperoleh hasil yaitu ekstremitas atas kekuatan otot 4/5, terpasang infus RL di tangan kiri, tidak ada deformitas tulang, akral teraba hangat, ROM kanan kiri aktif, dan capilary refile kurang dari 2 detik. Pada ekstremitas bawah diperoleh hasil kekuatan otot kanan dan kiri 4/5, tidak ada deformitas tulang, akral teraba hangat, ROM kanan kiri aktif, dan capilary refile kurang dari 2 detik. Pada pemeriksaan penunjang pasien Ny.W tanggal 11 Maret 2015 diperoleh hasil dari pemeriksaan laboratorium yaitu leukosit 4,8 103/µL, eritrosit 4,57 106/µL, hemoglobin 12,0 g/dL, hematokrit 35,7 %, MCV 78,1 fL, MCH 26,3 pg, MCHC 33,6 g/dL, trombosit 233 103/µL, RDW-CV 13,0 %, PDW 11,3 fL, MPV 9,9 fL, P-LCR 23,9 %, DIFF-count 0,23 %, NRBC 0,00 %, neutrofil 59,8 %, limfosit 31,2 %, monosit 5,90 %, eosinofil 2,70 %, basofil 0,40 %, IG 0,60 %, golongan darah B, gula darah sewaktu 265 mg/dL, ureum 22,1 mg/dL, creatinin 0,72 mg/dL, SGOT 15,18 µ/L, SGPT 8,3 µ/L, HbsAG non reaktif. Terapi tanggal 11 Maret 2015 pasien mendapatkan terapi dari dokter infus RL 16 tpm golongan larutan elektrolit yang memliki fungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi, injeksi furosemide 20 mg/12j golonngan diuretik yang memiliki fungsi mengurangi odema karena gangguan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, hipertensi ringan maupun sedang, ranitidin 50 mg/12j golongan antasida yang memiliki
45
fungsi untuk pengobatan tukak lambung, duodenum akut, refluk esofagus, antalgin 1000 mg/12j golongan analgetik non narkotik yang memiliki fungsi meringankan nyeri, ondansentron 4 mg/12j golongan antiemetik yang memliki fungsi anti mual dan muntah. Tanggal 12 Maret 2015 pasien mendapat terapi infus RL 16 tpm, injeksi furosemide 20 mg/24j, ranitidin 5 0mg/12j, antalgin 1000 mg/12j, obat peroral amlodipine 10 mg/24j golongan antihipertensi yang berfungsi sebagai pengobatan hipertensi, captopril 25 mg/8j golongan hipertensi yang memiliki fungsi mengobati hipertensi ringan hingga sedang, clonidine 0,15 mg/12j golongan antihipertensi yang memiliki fungsi mengobati hipertensi ringan hingga sedang. Pada tanggal 13 Maret 2015 pasien mendapatkan terapi infus RL 16 tpm, injeksi furosemide 20 mg/24j, ranitidin 50 mg/12j, antalgin 1000 mg/12j, obat peroral amlodipin 10 mg/24j, captopril 25 mg/8j, clonidin 0,15 mg/12j.
C. Daftar Perumusan Masalah Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 11 Maret 2015 jam 09.00 WIB didapatkan 3 diagnosa keperawatan. Data subyektif : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala dan terasa cekot-cekot di kepala bagian belakang, P : pasien mengatakan pusing dirasakan saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekot-cekot dan terkadang pandangaan kabur, R : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala, S : pasien mengatakan skala nyeri ± 4, T : pasien mengatakan nyeri yang terasa
46
hilang timbul. Data obyektif : pasien tampak lemah dan tidak rileks, tandatanda vital : TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R : 24x/menit, S : 37,8 oC. Sehingga didapatkan diagnosa yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Data subyektif : pasien mengatakan susah tidur, tidur ± 4 jam/hari dan tidur siang ± 20 menit dan sering terbangun karena pusing yang kadang timbul. Data obyektif : pasien tampak lesu, masih mengantuk dan kantung mata hitam. Sehingga didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing. Data subyektif : pasien mengatakan terkadang saat pusing timbul pandangan kabur. Data obyektif : pasien tampak lemah, tanda-tanda vital : TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R : 24x/menit, S : 37,8oC. Sehingga didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul adalah resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler. Berdasarkan analisa data diatas penulis mampu memprioritaaskan diagnosa keperawatan, adapun prioritas diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan, resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler.
D. Intervensi keperawatan Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis menentukan rencana keperawatan sesuai diagnosa yang telah ditentukan :
47
Diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Tujuan tindakan diatas yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil: skala nyeri berkurang menjadi 1, ekspresi wajah rileks, TTV normal (TD: 130/90 mmHg, nadi : 60 - 100x/menit, respirasi : 24x/menit, S : 36,5oC). Rencana tindakan yang dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV rasional : untuk mengetahui karakteristik nyeri dan TTV, berikan terapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (7503000 hertz) selama 20 - 30 menit diberikan 3x dalam sehari rasional : mengurangi nyeri kepala pada pasien hipertensi, ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam rasional : membuat rileks otot-otot yang tegang dan mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik (untuk mengurangi nyeri secara farmakologi). Diagnosa kedua : gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing. Tujuan tindakan diatas yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola tidur efektif dan tidak ada gangguan dengan kriteria hasil : tidak ada gangguan dalam tidur, mengatakan perasaan nyaman setelah bangun, wajah tampak rileks dan segar, tidak terdapat kantung mata yang hitam. Rencana tindakan yang dilakukan yaitu kaji pola tidur pasien rasional : untuk mengetahui kualitas tidur pasien, atur posisi pasien senyaman mungkin (semi fowler) rasional : untuk memberikan kenyamanan pasien agar tidur lebih baik, edukasi tentang pentingnya pola tidur selama sakit rasional :
48
untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga serta mempercepat penyembuhan. Diagnosa ketiga : resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler. Tujuan tindakan diatas yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien tetap aman dan tidak terjadi cidera fisik dengan kriteria hasil : pasien tetap aman dan tidak terjadi cidera. Rencana tindakan yang dilakukan yaitu menganjurkan pasien untuk tidur saat sempoyongan rasional : untuk mencegah terjadinya jatuh, ciptakan lingkungan yang aman rasional : untuk mencegah terjadinya cidera akibat lingkungan yang tidak aman, edukasi kepada keluarga untuk mengawasi aktivitas klien ketika sempoyongan rasional : meminimalkan resiko cidera.
E. Implementasi keperawatan Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 11 maret 2015 pukul 07.30 WIB diagnosa 1 dan 2 mengkaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), TTV dan pola tidur didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan bersedia, pasien mengatakan pusing dibagian seluruh kepala dan kepala belakang terasa cekot-cekot P : pasien mengatakan nyeri terasa saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekot-cekot dan terkadang pandangan kabur, R : pasien mengatakan nyeri diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri skala ± 4, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul, pasien mengatakan susah tidur, tidur malam ±4 jam/hari dan tidur siang ± 20 menit dan sering terbangun karena pusing yang kadang
49
timbul. Respon obyektif : pasien tampak lemah, masih mengantuk, kantung mata hitam, pasien kooperatif, TTV : TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R : 24x/menit, S : 37,8oC. Tindakan jam 08.00 WIB diagnosa 1 berkolaborasi dengan dokter dalaam memberikan obat analgetik (antalgin 1000mg/12j), diuretik (furosemide
20mg/24j),
antasida
(ranitidin
50mg/12j),
antiemetik
(ondansentron 4mg/12j). Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia disuntik. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif dan tenang. Tindakan jam 08.15 WIB diagnosa 3 mengajurkan pasien untuk tidur saat sempoyongan. Respon subyektif : pasien mengatakan ya. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif.Tindakan jam 08.30 diagnosa 3 menciptakan lingkungan yang aman dengan memasang penghalang pada tempat tidur. Respon subyektif : pasien mengatakan mau dipasang penghalang pada tempaat tidurnya. Respon obyektif : paasien tampak tenang.Tindakan jam 09.10 WIB diagnosa 2 mengatur posisi pasien senyaman mungkin (semi fowler). Respon subyektif : pasien mengatakan posisi sudah nyaman. Respon obyektif : pasien tampak lebih rileks. Tindakan jam 09.35 diagnosa 1 mngajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia diajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif. Tindakan jam 11.20 WIB diagnosa 2 dan 3 memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien tentang pentingnya pola tidur selama sakit dan mengawasi aktivitas
50
klien saat sempoyongan. Respon subyektif : pasien dan keluarga mengatakan bersedia. Respon obyektif : pasien dan keluarga tampak kooperatif. Tindakan tanggal 12 maret 2015 jam 07.30 diagnosa 1 dan 2 mengobservasi kaarakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), TTV dan pola tidur. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia, pasien mengatakan pusing diseluruh kepala dan cekot-cekot di kepala belakang sudah berkurang P : pasien mengatakan nyeri saat duduk dan hilang tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa senut-senut dan pandangan kabur sudah berkurang, R : pasien mengatakan nyeri di kepala keseluruhan, S : pasien mengatakan skala nyeri ± 3, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul, pasien mengatakan tidur malam sedikit nyenyak ± 5 jam/hari dan tidur siang ± 40 menit namun masih sering terbangun karena pusing yang kadang timbul. Respon obyektif :
pasien
tampak sedikit segar dan rileks dan kantung mata masih hitam, TTV : TD : 190/110 mmHg, N : 104x/menit, R : 24x/menit, S : 37,5oC. Tindakan jam 08.00 diagnosa 1 berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat analgetik (antalgin 1000mg/12 j), diuretik (furosemide 20mg/24 j), antasida (ranitidin 50mg/12 j), antiemetik (ondansentron 4mg/12j). Respon subyektif : pasien bersedia disuntik. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif. Tindakan jam 08.30 diagnosa 3 menciptakan lingkungan yang aman dengan memasang penghalang pada tempat tidur. Respon subyektif : paien mengatakan mau dipasang penghalang pada tempat tidurnya. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif.
51
Tindakan jam 08.45 diagnosa 2 mengatur posisi pasien senyaman mungkin (semi fowler). Respon subyektif : pasien mengatakan posisi sudah nyaman. Respon obyektif : pasien tampak rileks.Tindakan jam 09.15 WIB memberikan terapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) dengan musik campursari selama 20-30 menit. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif : pasien tampak meikmati musik yang diberikan, TTV : TD : 190/110 mmHg, N : 104x/menit, R : 24x/menit, S : 37,5oC. Tindakan jam 10.00 diagnosa 3 menganjurkan kepada pasien untuk tidur saat sempoyongan. Respon subyektif : pasien mengatakan ya. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif.Tindakan jam 10.30 diagnosa 1 menganjurkan tekhnik relaksasi nafas dalam saat merasa nyeri. Respon subyektif : pasien mengatakan ya. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif. Tindakan jam 12.00 diagnosa 1 memberikan terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) dengan musik campursari selama 20 - 30 menit. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif : pasien tampak menikmati musik yang diberikan, TTV : TD :190/110 mmHg, N : 104x/menit, R : 24x/menit, S : 37,5oC.Tindakan jam 13.35 diagnosa 1 memberikan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) dengan musik campursari selama 20-30 menit. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif : pasien tampak menikmati musik
52
yang diberikan, TTV : TD :180/110 mmHg, N : 102x/menit, R : 24x/menit, S : 37oC. Tindakan tanggal 13 maret 2015 jam 07.30 diagnosa 1 mengobservasi karakteristik nyeri P, Q, R, S, T, TTV dan pola tidur. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia, pasien mengatakan pusing yang dirasakan sudah berkurang dan senut-senut di kepala belakang sudah berkurang P :psien mengatakan nyeri saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekit-cekit dan pandangan tidak kabur, R : pasien mengaatakan nyeri diseluruh kepala, S : pasien mengatakan skala nyeri ±2, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul, pasien mengatakan tidur malam lebih baik ±7jam/hari dan tidur siang ±1,5 jam /hari dan tidak sering terbangun. Respon obyektif : pasien tampak lebih rileks, segar dan kantung mata tidak hitam, TTV : TD : 140/90 mmHg, N : 102x/menit, R : 24x/menit, S : 36,8oC. Tindakan jam 08.00 diagnosa 1 berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat analgetik (antalgin 1000mg/12 j), diuretuk (furosemide 20mg/24 j), antasida (ranitidin 50mg/12 j), antihipertensi (amlodipin 10mg/24j, captopril 25mg/8j, clonidin 0,15mg/24j). Respon subyektif: pasien mengatakan bersedia disuntik. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif. Tindakan jam 08.30 WIB diagnosa 3 menciptakan lingkungan yang aman dengan memasang penghalang pada tempat tidurnya. Respon subyektif: pasien mengatakan mau dipasang penghalang tepat tidurnya. Respon obyektif: pasien tampak kooperatif.
53
Tindakan jam 08.45 diagnosa 2 memberikan posisi senyaman mungkin (semi fowler). Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif: pasien tampak lebih rileks.Tindakan jam 09.00 diagnosa 1 menganjurkan tekhnik relaksasi nafas dalam saat nyeri. Respon subyektif : pasien mengatakan ya. Respon obyektif : pasien tampak kooperatif. Tindakan jam 09.15 diagnosa 1 memberikan teraapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) dengan musik campursari selama 20 - 30 menit. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif : pasien tampak menikmati musik yang diberikan, TTV : TD : 140/90 mmHg, N : 102x/menit, R : 24x/menit, S : 36,8oC. Tindakan jam 11.00 diagnosa 1 memberikan terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) dengan musik campursari selama 20 - 30 menit. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif : pasien tampak menikmati musik yang diberikan, . TTV : TD : 140/90 mmHg, N : 102x/menit, R : 24x/menit, S : 36,8oC. Tindakan jam 13.00 diagnosa 1 memberikan terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) dengan musik campursari selama 20 - 30 menit. Respon subyektif : pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif : pasien tampak menikmati musik yang diberikan, TTV : TD : 130/90 mmHg, N : 98x/menit, R : 22x/menit, S : 36,5oC.
54
F. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa 1 jam 13.55 WIB didapatkan hasil evaluasi : Data subyektif : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala dan terasa cekot-cekot di kepala bagian belakang, P : pasien mengatakan pusing terasa saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan pusing teraasa cekot-cekot dan terkadang pandangan kabur, R : pasien mengatakan pusing diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri ± 4, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Data obyektif : pasien tampak lemah, dan tidak rileks, TTV : TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R: 24x/menit, S : 37,8oC. Analisa : masalah belum teratasi. Planing : lanjutkan intervensi dengan observasi nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV, anjurkan relakasasi nafas dalam saat nyeri timbul, berikan terapi non farmakologi dengan musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) selama 20 - 30 menit, kolaborasi dengan dokter dalaam pemberian obat analgetik, diuretik, antasida, antihipertensi. Diagnosa ke 2, data subyektif : pasien mengatakan susah tidur, tidur malam hanya ± 4 jam/hari dan tidur siang ± 20 menit dan sering terbangun karena pusing yang kadang timbul. Data obyektif : pasien tampak lesu, masih mengantuk dan kantung mata hitam. Analisa : masalah belum teratasi. Planing : lanjutkan intervensi dengan observasi pola tidur, berikan posisi senyaman mungkin (semi fowler). Diagnosa ke 3, data subyektif : pasien mengatakan terkadang saat pusing timbul pandangan kabur. Data obyektif : pasien tampak lemah.
55
Analisa : masalah belum teratasi. Planing : lanjutkan intervensi dengan anjurkan kepada pasien untuk tidur saat merasa sempoyongan, berikan lingkungan yang aman. Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 12 maret 2015 jam 13.55 WIB didapatkan hasil evaluasi : Diagnosa 1, data subyektif : pasien mengatakan pusing diseluruh kepala dan cekot-cekot di kepala belakang sudah berkurang, P : pasien mengatakan pusing terasa saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan pusing terasa senut-senut dan pandangan kabur sudah berkurang, R : pasien mengatakan pusing diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri ± 2, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Data obyektif : pasien tampak sedikit rileks dan segar, TTV : TD : 180/110 mmHg, N : 102x/menit, R : 24x/menit, S : 37oC. Analisa : masalah teratasi sebagian dengan hasil nyeri berkurang menjadi 3, TD turun menjadi 180/110 mmHg, nadi turun 102x/menit, suhu turun 37oC. Planing : lanjutkan intervensi dengan observasi nyeri ( P, Q, R, S, T ) dan TTV, anjurkan relakasasi nafas dalam saat nyeri timbul, berikan terapinon farmakologi terapi musik dominan frekuensi sedang ( 750 - 3000 hertz ) selama 20 - 30 menit, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, diuretik, antasida, antihipertensi. Diagnosa 2, data subyektif : pasien mengatakan tidur malam sedikit nyenyak ± 5 jam/hari dan tidur siang ± 40 menit namun masih sering terbangun karena pusing yang kadang timbul. Data obyektif : pasien tampak sedikit rileks dan segar serta kantung mata masih hitam. Analisa : masalah
56
teratasi sebagian dengan hasil tidur malam ± 5 jam/hari dan tidur siang ± 40 menit, wajah sedikit rileks dan segar. Planing : lanjutkan intervensi dengan observasi pola tidur, berikan posisi senyaman mungkin (semi fowler). Diagnosa 3, data subyektif : pasien mengatakan mau dipasang penghalang pada tempat tidurnya. Data obyektf : pasien tampak kooperatif. Analisa : masalah teratasi sebagian dengan hasil tidak ada cidera fisik atau pasien jatuh. Planning : lanjutkan intervensi dengan ciptakan lingkungan yang aman. Setelah dilakukan tindakaan keperawatan tanggal 13 maret 2015 jam 13.55 didapatkan hasil evaluasi : Diagnosa 1, data subyektif : pasien mengatakan pusing yang dirasakan sudah berkurang dan senut-senut di kepala belakang sudah berkurang, P : pasien mengatakan nyeri terasa saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekit-cekit dan pandangan kabur sudah hilang, R : pasien mengatakan pusing diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri ± 1, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Data obyektif : pasien tampak leih rileks dan segar, TTV : TD : 130/90 mmHg, N : 98x/menit, R : 22x/menit, S : 36,5oC. Analisa : masalah teratasi dengan hasil skala nyeri menjaadi 1, wajah rileks dan segar serta TD turun menjadi 130/90 mmHg. Planing : hentikan intervensi pasien pulang. Diagnosa 2, data subyektif : pasien mengatakan tidur malam lebih baik ± 7 jam/hari dan tidur siang ± 1,5 jam dan tidak sering terbangun. Data obyektif : pasien tampak rileks, segar dan kantung mata tidak hitam. Analisa :
57
masalah teratasi dengan hasil kualitas tidur ± 7 jam/hari, wajah rileks dan segar, kantung mata tidak hitam. Planing : hentikan intervensi pasien pulang. Diagnosa 3, data subyektif : pasien mengatakan mau diberi penghalang pada tempat tidurnya agar aman. Data obyektif : pasien tampak kooperatif. Analisa : masalah teratasi dengan hasil tidak ada cidera pada pasien. Planing : hentikan intervensi pasien pulang.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi jurnal pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang sebagai upaya pengendalian respon emosional pada asuhan keperawatan Ny. W dengan hipertensi di bangsal cempaka 2 RSUD Sukoharjo yang dilakukan pada tanggal 11 Maret sampai 13 Maret 2015. Penulis juga akan membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan hipertensi. A. Pengkajian Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengakajian, dimulai perawat dengan menerapkan pengetahuan. Pengakajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verikasi dan komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah pengumpulan data yaitu pengumpulan data primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan. Pengkajian yang dilakukan penulis meliputi pengakajian identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan 11 fungsi gordon serta pemeriksaan fisik head to toe (Potter dan Perry, 2005). Dari hasil pengkajian dan observasi penulis menemukan masalah, subyektif : pasien mengataakan pusing diseluruh bagian kepala dan terasa cekot-cekot di kepala bagian belakang, P : pasien mengatakan pusing
58
59
dirasakan saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekot-cekot dan terkadang pandangaan kabur, R : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala, S : pasien mengatakan skala nyeri ± 4, T : pasien mengatakan nyeri yang terasa hilang timbul. Data obyektif : pasien tampak lemah dan tidak rileks, tanda-tanda vital : TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R : 24x/menit, S : 37,8oC. Klien dengan hipertensi mengalami nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Batasan karakteistik nyeri akut yaitu perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubaahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernaapasan, laporaan isyarat, diaforesis, perilaku distraksi, gelisah, mata kurang bdercahaya, sikap melindungi area nyeri, fokus menyempit, indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, dilatasi pupil, melaporkan nyeri secara verbal, vokus pada diri sendiri, gangguan tidur (NANDA, 2012-2014). Pengkajian pada pemeriksaan tanda-tanda vital didaptkan hasil TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R : 24x/menit, S : 37,8oC. Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah dalam otak mengalami vaasokontriksi
karena perangsangan saraf atau hormon
didalam darah. Vasokontriksi terjadi akibat jantung memompa darah terlalu berat sehingga menyebabkan arteri besar kehilangan kelenturan dan menjadi kaku. Arteri jantung yang kaku akan menyebabkan hormon epinefrindan noradrenalin dihasilkan oeh tubuh. Jantung yang terlalu berat dalam memompa darah akan memaksa darah untuk mengalir pada pembuluh darah
60
yang mengalami penyempitan sehingga menambah beban pembuluh darah dalam otak akibat tekanan darah yang tinggi sehingga menyebabkan nyeri pada kepala dan hormon epinefrin dan noradrenalin juga menyebabkan nyeri pada kepala (Wahdah, 2011). Tekanan darah yang tinggi menambah beban pembuluh darah arteri menjadi makin berat yang akhirnya tidak tertanggungkan lagi. Hal ini terutama dialami oleh pembuluh darah otak, jantung dan ginjal. Oleh karena itu dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, ginjaal yang fatal (Wahdah, 2011).
B. Perumusan masalah Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis klien(Potter dan Perry, 2005). Dari hasil pengkajian dan pengelompokkan data penulis menemukan beberapa masalah kesehatan dan memfokuskan pada fungsi kesehatan fungsional yang membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai dengan kebutuhan hirarki maslow(Potter dan Perry, 2005). 1. Nyeri akut Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang
menimbulkan
disebabkan kelelahan
oleh
dan
stimulus
menuntut
tertentu.
energi
Nyeri
dapat
seseorang,
dapat
61
mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan (Potter & Perry, 2006). Diagnosa keperawatan: nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat di ramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan(Wilkinson, 2010). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan diagnosa Wilkinson (2010). Penulis mencantumkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis dengan alasan mengacu pada pengkajian Data subyektif : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala dan terasa cekot-cekot di kepala bagian belakang P : pasien mengatakan pusing dirasakan saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekot-cekot dan pandangan terkadang kabur, R : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala, S : pasien mengatakan skala nyeri ± 4, T : pasien mengatakan nyeri yang terasa hilang timbul. Data obyektif : pasien tampak lemah dan tidak rileks, tanda-tanda vital : TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R : 24x/menit, S : 37,8oC. Batasan karakteristik nyeri akut berdasarkan NANDA 2015 2017 yaitu perubahan tanda-tanda vital, diaporesis, ekspresi wajah
62
menunjukkan nyeri, secara verbal menunjukkan nyeri (Ed. Herman and Komitsuru, 2014). 2. Gangguan pola tidur Diagnosa keperawatan : gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing. Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas tidur akibat faktor eksternal (NANDA, 2009 - 2011). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah sesuai dengan diagnosa NANDA. Penulis mencantumkan masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu Data subyektif : pasien mengatakan susah tidur, tidur malam ± 4 jam/hari dan tidur siang ± 20 menit dan sering terbangun karena pusing yang kadang timbul. Data obyektif : pasien tampak lesu, masih mengantuk dan kantung mata hitam. Sehingga didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan gaangguan. Batasan karakteristik menurut NANDA 2009 - 2011 yaitu perubahan pola tidur normal, keluhan verbal merasa kurang istirahat, kurang puas tidur, penurunan kemampuan fungsi, melaporkan sering terjaga, melaporkan tidak mengalami kesulitan jatuh tidur. Berdasarkan data yang ditemukan penulis sudah sesuai dengan batasan karakteristik dari teori NANDA 2009 - 2011, sehingga masalah keperawatan gangguan pola tidur sudah tepat.
63
3. Resiko jatuh Diagnosa keperawatan : resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler. Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik (NANDA, 2009 - 2011). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA 2009 - 2011. Penulis mencantumkan diagnosa resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu Data subyektif : pasien mengatakan terkadang saat pusing timbul pandangan kabur. Data obyektif : pasien tampak lemah. Berdasarkan NANDA 2009 - 2011 tidak terdapat batasan karakteristik namun penulis sudah tepat dalam memprioritaskan diagnosa.
C. Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis di sesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan dengan SMART (Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional, dan Timing) (Dermawan, 2012). Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan pada diagnosa keperawatan yaitu :
64
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Pada kasus Ny. W penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil skala nyeri berkurang menjadi 1, menyatakan nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks, TTV normal ( TD : 130/90 mmHg, N : 60-100x/menit, R : 24x/menit, S : 36,5oC ) (Wilkinson, 2009 - 2011). Intervensi yang dilakukan adalah kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV, berikan terapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) selama 20 - 30 menit yang diberikan 3x dalam sehari, ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing. Pada kasus Ny. W penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan pola tidur efektif dan tidak ada gangguan dengan kriteria hasil perasaan segar setelah bangun tidur, menyatakan kemudahan dalam tidur, jumlah tidur ± 7-8 jam, menunjukkan kesejahteraan fisik (Wilkinson, 20092011). Intervensi yang dilakukan adalah kaji pola tidur, atur posis senyaman mungkin ( semi fowler ), edukasikan pentingnya tidur selama sakit. 3. Resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler. Pada kasus Ny. W penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan pasien tetap aman dan tidak terjadi cidera fisik dengan kriteria hasil pengetahuan
pencegahan
jatuh,
gerakan
terkoordinasi,
perilku
65
pencegahan jatuh (Wilkinson, 2009 - 2011). Intervensi yang dilakukan adalah menganjurkan pasien untuk tidur saat sempoyongan, ciptakan lingkungan yang aman, edukasi kepada keluarga untuk mengawasi aktivitas klien ketika sempoyongan.
D. Implementasi Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yamg menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012). Implementasi yang dilakukan oleh penulis sudah sesuai dengan intervensi yang telah dirumuskan. Implementasi yang dilakukan pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis yaitu mengkaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV untuk mengetahui pencetus, kualitas, regio, skala, dan waktu nyeri serta tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi, memberikan terapi non farmakologi dengan terapi musik selama 20-30 menit. Pemberian terapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) pada pasien hipertensi mampu menurunkan intensitas nyeri kepala. Dari implementasi yang dilakukan pasien selama 3x24 jam terhadap Ny. W didapatkan hasil : 1. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada diagnosa ini lebih berfokus pada pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750 -
66
3000 hertz) selama 20 - 30 menit yang diberikan pada pasien 3x dalam sehari. Terapi musik yang diberikan adalah musik campursari sesuai selera pasien yang berfokus pada frekuensi dan selera pasien. Terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) adalah musik yang diberikan sesuai selera pasien yang mengahasilkan bunyi-bunyi sedang antara 750 - 3000 hertz (Asrin & Triyanto, 2014). Pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) oleh penulis dimaksudkan untuk mengendalikan nyeri pada kepala akibat dari pembuluh darah yang mengalami vasodilatasi sehingga ketika diberikan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) akan merangsang otak untuk mengeluarkan hormon endhorpin yang membuat pembuluh darah menjadi rileks dan hormon endhorpin bekerja seperti obat analgetik yang akan mengurangi rasa nyerri yang dirasakan. Hormon endorphin adalah hormon yang dihasilkaan dalam sel-sel saraf dan kelenjar otak, yang membuat seseorang merasaa senang dalam arti rileks dan hormon ini termasuk dalam kategori neurotrnsmiter dan neuro modulator (Shigeo, 2014). Musik dihasilkan dari stimulus yang dikirim dari akson-akson serabut sensori ascenden ke neuron-neuron Reticular Activaty System. Stimuli ini akan ditransformasikan oleh nuclei spesifik dari thalamus melewati area korteks serebri, sistem limbik, corpus collosum, serta area sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Musik dapat memberikan rangsangan pada saraf simpatis dan parasimpatis untuk menghasilkan
67
respon relaksasi yang ditimbulkan berupa penurunan tekanan darah, denyut nadi, relaksasi otot, dan keadaan tidur. Efek musik pada sistem neuroendokrin akan merangsang tubuh mengeluarkan hormon oleh zat ke dalam darah, seperti pengeluaraan endhorpin, mengurangi pengeluaraan ketokolamin, dan kadar kortikosteroid adrenal. Efek musik pada sistem neuroendokrin adalah memelihara keseimbangan tubuh melalui sekresi hormon-hormon oleh zat kimia ke dalam darah, seperti ekskresi Endhorpine yang berguna dalam menurunkan rasaa nyeri, mengurangi pengeluaran ketokolamin, dan kadaar kortikosteroid adrenal (Solehati & Kosasih, 2015). Musik memberikan efek terapi pada nyeri adalah distraksi terhadap pikiran tentang nyeri, menurunkan kecemasan, menstimulasi ritme nafas lebih teratur, menurunkan ketegangan tubuh, memberikan gambaran positif pada visual imagery, relaksasi, daan meningkatkaan mood yang positif. Terapi musik dengan pendekatannya yaang unik dan universal membantu mencapai tujuan dengan penurunan stres, ketakutan akan penyakit dan cidera, menurunkaan tingkat depresi, kecemaasan, stres, dan insomnia. Terapi musik juga mendorong perilaku kesehatan yang positif, mendorong kemajuan paasien selamaa masaa pengobatan dan pemulihan (Mitchell dan MacDonald dalam jurnal Dian Novita, 2012). Musik yang bersifat sedatif tidak hanya memiliki efek distraksi dalam inhibisi persepsi nyeri (Alexander, 2001). Musik juga dipercaya meningkatkan pengeluaran hormon endhorpin (Wigram, 2002; Nilsson,
68
2009; Chiang, 2012). Endhorpin memiliki efek relaksasi pada tubuh (Potter & Perry, 2006). Endhorpinjuga sebagai ejektor dari rasa rileks dan ketenangan yang timbul, midbrain mengeluarkan Gama amino Butyric Acid yang berfungsi menghambat hantaran implus listrik dari satu neuron ke neuron lainnya oleh neurotransmitter didalam sinaps. Selain itu, midbrain juga mengeluarkan enkepalin dan beta endorphin. Zat tersebut dapat menimbulkan analgesik yang akhirnya mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensorik somatik di otak. Sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri berkurang (Guyton & Hall, 2008; dalam jurnal Dian Novita, 2012). Arslan, Ozer dan Ozyurt (2007) dalam jurnal Dian Novita (2012) menjelaskan efek yang ditimbulkan musik adalah menurunkan stimulus saraf simpatis. Respon yang muncul dari penurunan aktifitas tersebut adalah
menurunnya
aktifitas
adrenalin,
menurunkan
ketegangan
neuromuskular, meningkatkan ambang kesadaran. Indikator yang bisa diukur dengan penurunan itu adalah menurunnya haert rate, respiratory rate,
metabolic
rate,
konsumsi
oksigen
menurun,
menurunnya
ketegangan otot, menurunnya level sekresi epinefrin, penurunan asam lambung, meningkatnya motilitas, penurunan kerja keringat, penurunan tekanan darah. Menurut Pasero & McCaffery (2007); Shaw (2000); Finnerty (2006), dalam jurnal Dian Novita (2012) mengatakan gelombang alfa terutama sekali berkaitan dengan relaksasi, imajinasi, sehingga
69
menimbulkan efek tenang. Selain itu, musik juga mengaktivasi gelombang otak yang lebih rendah tingkatannya, yaitu gelombang teta. Gelombang beta muncul jika seseorang sedang fokus terhadap sesuatu. Distraksi dengan musik menghambat munculnya gelombang beta dan diganti dengan gelombang alfa. Telah dibuktikan dalam gambaran EEG bahwa musik menurunkan aktifitas bioelektrik di otak dari gelombang predoiminan beta menjadi gelombang alfa dan teta. Menurut wilgram (2002); Shaw (2000); Champbell (2006); Andrzej (2010) dalam jurnal Dian Novita (2012) mengatakan tempo musik yang lambat akan menurunkan respiratory rate, sementara denyut nadi memiliki kesesuaian dengan rhytm, dari musik. Dengan begitu akan mengubah gelombang beta menjadi gelombang alfa di otak. Pitch dan rhytm akan berpengaruh pada sistem limbik yang mempengaruhi emosi. Menurut Campbell (2006) dalam Dian Novita (2012), mengatakan bahwa bunyi dengan frekuensi sedang 750 - 3000 hertz mampu menurunkan kecemasan, mengurangi nyeri, merangsang kerja jantung, paru dan emosi, bunyi dengan frekuensi 3000 - 8000 hertz lazimnya bergetar di otak dan mempengaruhi fungsi kognitif seperti berpikir, persepsi spasial dan memori, sedangkan bunyi dengan frekuensi rendah 125 - 750 hertz akan
mempengaruhi
gerakan-gerakan
fisik.
Teori
Endhorpine
menngatakan, bahwa tubuh memproduksi zat kimia yang disebut endorfin yang berperan untuk menolong tubuh dalam melawan rasa nyeri secara alami. Endorfin memengaruhi tranmisi implus nyeri. Endorfin
70
memiliki kemampuan serupa dengan narkotik, yaitu menghambat rasa nyeri. Endorfin muncul dengan cara memisahkan diri dari deoxyribo nucleid acid (DNA) tubuh. DNA adalah subtansi yang mengatur kehidupan sebuah sel dan memberikan perintah bagi sel untuk tumbuh atau berhenti tumbuh. Pada permukaan sel terutama sel saraf terdapat areayang menerima naarkotik atau endorfin. Ketika endorfin terpisah dari DNA, endorfin membuat kehidupan dalam situasi normal menjadi terasa tidak menyakitkan. Endorfin harus diusahakan timbul pada situasi yang menyebabkan rasa nyeri. Endorfin mempengaruhi tranmisi immplus dengan cara menekan pelepasan neurotransmiter di presinaps atau menghambat konduksi implus nyeri di postinaps (Solehati & Kosasih, 2015). Data yang diperoleh dari Ny. W diantaranya data subyektif pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala dan terasa cekot-cekot di kepala bagian belakang P : pasien mengatakan pusing dirasakan saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekotcekot dan pandangan terkadang kabur, R : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala, S : pasien mengatakan skala nyeri ± 4, T : pasien mengatakan nyeri yang terasa hilang timbul dan pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lama. Data obyektif ditemukan pasien tampak lemah dan tidak rileks, tanda-tanda vital : TD : 220/120 mmHg, N : 106x/menit, R : 24x/menit, S : 37,8oC.
71
Penulis mengkategorikan tingkat hipertensi pasien stadium 4 atau hipertensi maligna , dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Endang Triyanto (2014). Implementasi yang selanjutnya adalah mengajarkan relaksasi nafas dalam yaitu mengajarkan teknik nafas dalam yang dilakukan untuk mengurangi ketegangan otot atau membuat rileks pasien yang ditujukan untuk mengurangi nyeri, berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat analgetik yaitu memberikan terapi secara farmakologi dengan menggunakan obat-obatan. Dari intervensi yang direncanakan, penulis lebih sering memberikan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 3000 hertz) selama 20 - 30 menit kepada pasien dengan harapan nyeri pasien berkurang akibat vasokontriksi pembuluh darah akibat hipertensi. Dari tindakan yang diberikankepada pasien penulis tidak menggunakan alat sesuai dijurnal yaitu CD-player namun menggunakan laptop sebagai alat dan bunyi yang dihasilakn tetap sama karena alat bisa fleksibel. Terapi musik diberikan kepada pasien pada hari perawatan ke 2 karena hari 1 penulis baru melaksanakan pengkajian untuk mengetahui musik yang disukai pasien. Sebelum melaksanakan terapi musik penulis mengkaji terlebih dahulu karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dari pasien untuk membandingkan karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) sebelum dan sesudah diberikan terapi musik untuk mengetahui keefektifannya. Setelah diberikan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) terdapat penurunan skala nyeri didapatkan hasil pasien mengatakan lebih
72
rileks dan merasa tenang serta didapatkan P : saat duduk dan hilang saat tidur, Q : senut-senut, R : seluruh kepala, S : ±2, T : hilang timbul, sebelum dilakukan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) P : saat duduk dan hilang saat tidur, Q : senut-senut, R : seluruh kepala, S : ±3, T : hilang timbul. Dari data yang diperoleh penulis selama pengkajian terhadap Ny. W dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) selama 20 - 30 menit mampu mengurangi nyeri yang diakibatkan oleh vasodilatasi pembuluh darah sehingga merangsang otak untuk mengeluarkan hormon endhorpin yang berpengaruh terhadap rasa nyeri dan membuat pembuluh darah menjadi rileks sehingga pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi menjadi rileks. Pengaruh terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) selama 20 - 30 menit pada penderita hipertensi juga telah diteliti oleh Asrin dkk tahun 2009 dimana jurnal hasil penelitiannya dijadikan sebagai sumber acuan bagi penulis. 2.
Diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengkaji pola tidur yaitu untuk mengetahui kualitas tidur dari pasien, mengatur posisi senyaman mungkin (semi fowler) yaitu untuk memberikan kenyamanan kepada pasien, menjelaskan pentingnya pola tidur selama sakit yaitu untuk menanbah pengetahuan pasien tentang pentingnya pola tidur yang baik
73
selama sakit. Intervensi yang diimplementasikan oleh penulis pada diagnosa kedua dapat diimplementasikan dengan baik karena adanya kerjasama diantara tim kesehatan yang ada serta adanya peran keluarga dan pasien yang kooperatif. 3. Diagnosa ketiga resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vakuler. Tindakaan keperawataan yang dilakukan yaitu menganjurkan pasien untuk tidur saat merasa sempoyongan yaitu untuk mencegah terjadinya cidera pada pasien misalnya jatuh, menciptakan lingkungan yang aman dengan memasang penghalang pada tempat tidur yaitu supaya pasien teap aman, memberikan edukasi kepada keluarga untuk mengawasi aktivitas pasien saat sempoyongan yaitu kerja sama dengan keluarga untuk meminimalkan terjadinya cidera. Intervensi yang diimplementasikan oleh penulis pada diagnosa ketiga dapat diimplementasikan dengan baik karena adanya kerjasama diantara tim kesehatan yang ada serta adanya peran keluarga dan pasien yang kooperatif.
E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil (Dermawan, 2012). 1. Evaluasi hari pertama masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis belum teratasi, pasien masih merasa pusing diseluruh
74
bagian kepala dan kepala bagian belakang terasa cekot-cekot, P : pasien mengatakan nyeri terasa saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekot-cekot, R : pasien mengatakan pusing diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri ± 4, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Intervensi yang akan dilanjutkan adalah observasi karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV, berikan terapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) selama 20 - 30 menit yang diberikan 3x dalam sehari, ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Masalah gangguan pola tidur belum teratasi, pasien mengatakan susah tidur, tidur malam ± 4 jam/hari dan tidur siang ± 20 menit dan sering terbangun karena pusing yang kadang timbul. Intervensi yang akan dilanjutkan adalah observasi pola tidur, berikan posisi senyaman mungkin (semi fowler). Masalah resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler belum teratasi, paasien mengatakan terkadang saat pusing timbul pandangan kabur. Intervensi yang dilanjutkan adalah anjurkan kepada pasien untuk tidur saat merasaa sempoyongan, berikan lingkungan yang aman. 2. Evaluasi hari kedua, masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, masalah teratasi sebagian, pasien mengatakan pusing diseluruh kepala dan cekot-cekot di kepala belakang sudah berkurang, P : pasien mengatakan pusing terasa saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien
75
mengatakan pusing terasa senut-senut, R : pasien mengatakan pusing diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri ± 3, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Intervensi yang dilanjutkan adalah observasi karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV,
berikan terapi non
farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) selama 20 - 30 menit yang diberikan 3x dalam sehari, ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, diuretik, antihipertensi. Masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan, masalah teratasi sebagian, pasien mengatakan tidur malam sedikit nyenyak ± 5 jam/hari dan tidur siang ± 40 menit namun masih sering terbangtun karena pusing yang kadang timbul. Intervensi yang dilanjutkan adalah observasi pola tidur, berikan posisi senyaman mungkin. Masalah resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler, masalah teratasi sebagian, pasien mengatakan mau dipasang penghalang pada tempat tidurnya. Intervensi yang dilanjutkan adalah ciptakan lingkungan yang aman. 3. Evaluasi hari ketiga, masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, masalah teratasi, pasien mengatakan pusing yang dirasakan sudah berkurang dan senut-senut di kepala bagian belakang sudah berkurang, P : pasien mengatakan nyeri terasa saat duduk dan hilang saat tidur, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekit-cekit, R : pasien
76
mengatakan pusing diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri ± 1, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Intervensi dihentikan. Masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan, masalah teratasi, pasien mengatakan tidur malam lebih baik ± 7 jam/hari dan tidur siang ± 1,5 jam dan tidak sering terbangun. Intervensi dihentikan. Masalah resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler, masalah teratasi, pasien mengatakan mau diberi penghalang pada tempat tidurnya agar aman. Intervensi dihentikan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah
penulis
melakukan
pengkajian,
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan Tn. W dengan Hipertensi di ruang cempaka 2 RSUD Sukoharjo
metode
mengaplikasikan hasil pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang sebagai upaya pengendalian respon emosional pada pasien hipertensi maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Pengkajian Keluhan utama : pasien mengatakan pusing diseluruh bagian kepala dan kepala bagian belakang terasa cekot-cekot serta mual. Pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa pusing. Kemudian karena pasien sudah tahu bahwa ia mempunyai penyakit hipertensi, maka di rumah pasien mengatasinya dengan makan mentimun dan minum daun seledri. Kemudian hari berikutnya saat pasien bekerja jualan, pasien masih merasa pusing diseluruh bagian kepala dan mual serta pandangan kabur bahkan hampir pingsan. Pada tanggal 11 Maret 2015 jam 05.15 WIB dibawa keluarga ke IGD RSUD.Sukoharjo. kemudian di IGD diperoleh hasil tekanan darah : 220/120 mmHg, nadi : 106x/menit, respirasi : 24x/menit, suhu : 37,8oC dan mendapatkan terapi injeksi ranitidin 50mg/12j, ondansentron
77
78
4mg/12j, furosemide 20mg/24j, dan terpasang infus RL 16 tpm ditangan kiri. Kemudian jam 05.40 WIB dipindah ke bangsal cempaka 2. Pada saat saya kaji di bangsal cempaka 2 jam 09.00 diperoleh hasil tekanan darah : 220/120 mmHg, nadi : 106x/menit, respirasi : 24x/menit, suhu : 37,8oC dan terdapat nyeri di seluruh bagian kepala dan kepala belakang terasa cekot-cekot dengan P : pusing saat duduk dan hilang saat tidut, Q : cekot-cekot, R : seluruh kepala, S : ±4, T : hilang timbul. 2. Diagnosa Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Ny. W adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing, resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler. 3. Intervensi Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis intervensi yang dilakukan adalah kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV rasional : untuk mengetahui karakteristik nyeri dan TTV, berikan terapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) selama 20 - 30 menit yang diberikan selama 3x dalam sehari rasional : mengurangu nyeri kepala pada pasien hipertensi, ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam rasional : membuat rileks otot-otot yang tegang dan mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik (untuk mengurangi nyeri secara farmakologi).
79
Diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing intervensi yaang dilakukan adalah kaji pola tidur, atur posis senyamaan mungkin, edukasi pentingnya pola tidur selama sakit. Diagnosa resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler intervensi yang dilakukan adalah menganjurkan pasien untuk tidur saat merasa sempoyongan, ciptakan lingkungan yang aman, edukasi kepada keluarga untuk mengawasi aktivitas klien saat sempoyongan. 4. Implementasi Implementasi yang dilakukan penulis pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis meliputi mengkaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T) dan TTV, memberikan terapi non farmakologi denga terapi musik dominan frekuensi sedang (750 - 3000 hertz) selama 20 30 menit yang diberikan 3x dalam sehari, mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam, berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat analgetik. Diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan meliputi mengkaji pola tidur, mengatur posisi senyaman mungkin, mengedukasi pentingnya pola tidur selama sakit. Diagnosa resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler meliputi menganjurkan pasien untuk tidur saat pasien merasa sempoyongan, menciptakan lingkungan yang aman, memberi edukasi kepada keluarga untuk mengawasi aktivitas klien saat sempoyongan.
80
5. Evaluasi Evaluasi hari ketiga, masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, masalah teratasi, pasien mengatakan pusing yang dirasakan sudah berkurang dan senut-senut di kepala bagian belakang sudah berkurang, P : pasien mengatakan nyeri terasa saat duduk, Q : pasien mengatakan nyeri terasa cekit-cekit, R : pasien mengatakan pusing diseluruh kepala, S : pasien mengatakan nyeri ± 1, T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Intervensi dihentikan. Masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan : pusing, masalah teratasi, pasien mengatakan tidur malam lebih baik ± 7 jam/hari dan tidur siang ± 1,5 jam dan tidak sering terbangun. Intervensi dihentikan. Masalah resiko jatuh berhubungan dengan penyakit vaskuler, masalh teratasi, pasien mengatakan mau diberi peenghalang pada tempat tidurnya agar aman. Intervensi dihentikan. 6. Analisa pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang terhadap pengendalian respon emosional pada hipertensi Analisa pemberian terapi musik dominan frekuensi sedang (750 3000 hertz) dengan musik campursari selama 20 - 30 menit terhadap penurunan nyeri kepala pada hipertensi telah memperoleh gambaran sebelum dilakukan tindakan pemberian terapi non farmakologi dengan terapi musik dominan frekuensi sedang (750-3000 hertz) selama 20-30 menit yang dilakukan 3x dalam sehari respon emosional pasien akibat
81
hipertensi masih tinggi namun setelah diberikan terapi musik mampu mengurangi nyeri kepala paada hipertensi.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi, penulis akan memberikan usulan dan masukkan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain: 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Sukoharjo dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama baik antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jantung khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya. 3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat yang terampil, inovatif, dan professional yang mampu memberikan asuahan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing Ed Herman T. H and Komitsuru. S. 2014. Nanda International Nursing Diagnosis Definition Clasification 2015 – 2017. Jakarta: EGC. Haruyama, S. 2014. The Miracle Of Endhorphin. Bandung: PT Mizan Pustaka. Herman, T. Heather. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification. EGC: Jakarta. Herman, T. Heather. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification. EGC: Jakarta. ISO. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT Isfi Penerbit. Novita, D. 2012. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri post Operasi Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Keperawatan Universitas Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundaamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC. Pudiastuti, D. R. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika Solehati, T & Kosasih. E. C.2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi Nafas Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung: PT Refika Aditama. Triyanto, E. 2014. Penderita Hipertensi. Yogyakarta : Graha Ilmu. Wahdah, N. 2011. Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta : Multipress. Wijaya, S. A & Putri, Y. M. 2015. KMB 1 Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Wilkinson. M. J. 2007. Nursing Diagnosis Handbook with NIC Interquention and NOC Outcomes Edisi 7. Jakarta: EGC.