PEMBERIAN DZIKIR KHAFI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN PRA OPERASI HERNIA DI RUANG ANGGREK RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN WONOGIRI
DI SUSUN OLEH : SRI WULANDARI P.12 113
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN DZIKIR KHAFI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN PRA OPERASI HERNIA DI RUANG ANGGREK RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Progam Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH : SRI WULANDARI P.12 113
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
2
ii
3
iii
4
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Pemberian Dzikir Khafi Untuk Menurunkan Tingakt Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Pre Operasi Hernia Di Ruang Angrek RSUD. Dr. Soediran Mangun Sumarmo“ Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapati bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan pengembangan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ns. Atiek Murhayati, M.Kep, selaku Ketua Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Sekretaris Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu diSTIKes
Kusuma Husada Surakarta, dan selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 3. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 4. Ns. Joko Kismanto, S.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 5. Semua dosen Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasan serta ilmu yang bermanfaat.
v
2
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengarapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Karya Tulia Ilmiah ini. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawtan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2015
Penulis
vi
3
DAFTAR ISI
halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................ i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ......................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Tujuan Penulis.......................................................................................... 4 C. Manfaat Penulis ........................................................................................ 5 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori ......................................................................................... 6 1. Hernia ................................................................................................. 6 2. Kecemasan ........................................................................................ 16 3. Dzikir................................................................................................. 26 B. Kerangka Teori........................................................................................ 29 C. Kerangka Konsep ................................................................................... 30 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subyek Aplikasi Riset ............................................................................. 31 B. Tempat dan Waktu .................................................................................. 31 C. Media dan Alat yang Digunakan............................................................. 31 D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ..................................... 31 E. Alat Untuk Evaluasi dari Aplikasi Riset ................................................. 32
vii
4
BAB IV LAPORAN KASUS A. IdentitasPasien ......................................................................................... 36 B. Pengkajian ............................................................................................... 36 C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................................... 42 D. Perencanaan Keperawatan....................................................................... 43 E. Implementasi Keperawatan ..................................................................... 44 F. Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 48 BAB VPEMBAHASAN A. Pengkajian ............................................................................................... 50 B. Diagnose Keperawatan............................................................................ 53 C. Perencanaan Keperawatan ...................................................................... 54 D. Implementasi Keperawatan ..................................................................... 58 E. Evaluasi ................................................................................................... 61 BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 63 B. Saran
................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
5
DAFTAR TABEL
halaman 1. Tabel 2.1 Kuesioner HARS........................................................................... 24 2. Tabel 3.1 Kuesioner HARS .......................................................................... 33
ix
6
DAFTAR GAMBAR
halaman 1. Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan ..................................................... 20 2. Gambar 2.2 Kerangka Teori ......................................................................... 29 3. Gambar 2.3 Kerangka Konsep ..................................................................... 30 4. Gambar 4.1 Genogram .................................................................................. 37
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1Jurnal Utama 2. Lampiran 2Pendelegasian 3. Lampiran 3Log Book Surat 4. Lampiran 4 Lembar Konsul 5. Lampiran 5Lampiran Daftar Riwayat Hidup 6. Lampiran6Asuhan Keperawatan 7. Lampiran 7Skor HRS-A pasien
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan pasien dan peran perawat dalam upaya penyembuhan pasien menjadi sangat penting. Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien, salah satunya dalam perawatan pasien saat pre operasi. Perawatan pre operasi dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir saat pasien dikirim ke meja operasi. Perawatan pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritas keperawatan pada periode ini adalah mengurangi kecemasan pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Kecemasan dapat terjadi pada semua pasien yang akan menjalani operasi. Kecemasan juga dapat terjadi pada pasien yang akan menjalani operasi hernia. Hernia adalah penonjolan diskus atau sebagian dari viskus melaluicelah yang abnormal pada selubungnya (Grace & Borley, 2007). Salah satu layanan yang ada di Rumah Sakit adalah layanan pengobatan melalui operasi. Tujuan dari operasi hernia ini adalah untuk hernia, mengeksisi kantungnya, dan memperbaiki defek dinding abdomen yang ada (Cook, 1995). Salah satu efek pembedahan hernia berupa nyeri dan infeksi pada bekas luka operasi. Komplikasi dari salah satu jenis pembedahan hernia skrotalis yaitu hematoma dan infeksi luka pada skrotum menjadi
konsekuensi post operasi
hernia terhadap fungsi seksual pasien hernia skrotalis (Grace & Borley, 2007).
1
2
Berdasarkan data yang terdapat dibagian Rekam Medis RSUD Kudus, pada tahun 2010 terdapat 221 pasien yang menjalani operasi hernia. Sedangkan untuk tahun 2011 terdapat 219 pasien yang menjalani operasi hernia. Berdasarkan catatan keperawatan ruang bedah Cempaka I dan Cempaka III RSUD Kudus, penderita yang akan dilakukan tindakan pembedahan pada kasus diatas, 10% dilakukan penundaan karena peningkatan kecemasan. Data rekam medik RSUD Dr. Soediran Mangun Wonogiri, pada tahun 2014 dan 2015 didapatkan total 252 pasien yang mengalami Hernia. Kemungkinan seperti ini muncul karena kecemasan yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah, sehingga apabila tetap dilakukan operasi akandapat mengakibatkan penyulit terutama dalam menghentikan perdarahan dan bahkan setelah operasi pun akan mengganggu proses dari penyembuhan (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Kecemasan dapat ditimbulkan dari peristiwa sehari-hari yang dapat dialami manusia dan dapat juga dialami oleh siapapun (Fausiah, 2005).Cemas merupakan suatu keadaan emosi tanpa suatu objek yang spesifik dan pengalaman subjektif dari individu serta dan tidak dapat diobservasi dan dilihat secara langsung. Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai suatu kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab atau objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi
3
atau pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap anestesi atau pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan anestesi atau meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati, 2005) Perawat sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pasien mengatasi kecemasannya sehingga perlu adanya pelayanan keperawatan yang berkualitas termasuk didalamnya. Salah satu metode untuk menurunkan kecemasan adalah menggukan dzikir khafi. Menurut Saleh (2010) dzikir khafi merupakan dzikir dengan mengkonsentrasikan diri pada suatu makna (di dalam hati) yang tidak tersusun dari rangkaian huruf dan suara. Hasil penelitian Hannan (2014), menyatakan bahwa dzikir khafi efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada lansia. Doa kesembuhan adalah pernyataan sikap ketika berbicara kepada Tuhan dengan
bersuara
ataupun
mengucapkannya
dalam
hati
meminta
kesembuhan. Ketika berdoa akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa optimisme (harapan kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai, dan merasakan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga mengakibatkan rangsangan ke hipotalamus untuk menurunkan produksi CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitary anterior untuk menurunkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon). Hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk menurunkan sekresi kortisol. Kortisol ini yang akan menekan sistem imun tubuh sehingga mengurangi tingkat kecemasan (Rosalind, 2001)
4
Berdasarkan pengkajian diatas, maka penulis tertatik untuk melakukan aplikasi jurnal dalam asuhan keperawatan yang tertuang dalam karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Pemberian Dzikir Khafi Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Pre Operasi Hernia di Ruang Anggrek RSUD Dr. Soediran Mangun Wonogiri“.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Melaporkan pemberian terapi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan pre operasi pada Tn. S dengan hernia di ruang anggrek RSUD Dr. Soediran mangun wanogiri. 2. Tujuan Khusus a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis c) Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis d) Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis
5
f) Penulis mampu menganalisa hasil terapi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan pre operasi pada Tn. S dengan hernia di ruang anggrek RSUD Dr. Soediran Mangun Wonogiri.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi penulis Karya tulis ini dapat menambah wacana keilmuan terutama di bidang keperawatan dalam kaitannya terapi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan pre operasi hernia. 2. Bagi pembaca Menambah pengetahuan wawasan dan referensi bagi para pembaca tentang terapi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan pre operasi hernia. 3. Bagi perawat Karya tulis ini dapat menambah wacana keilmuan terutama di bidang keperawatan dalam kaitannya pasien pre operasi hernia guna menurunkan tingkat kecemasan. 4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil karya tulis ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai terapi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan pre operasi hernia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Hernia a. Definisi Hernia Hernia
adalah
defek
dalam
dinding
abdomen
yang
memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan material abnormal (Tambayong, 2000). Jong (2004), berpendapat hernia iguinalis lateralis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan. b. Etiologi Hal yang mengakibatkan hernia menurut Dermawan (2010) adalah : 1) Kelemahan abdomen lemahnya dinding abdomen bisa disebabkan karena cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia dapat mempengaruhi kelemahan dinding abdomen (semakin bertambah usia dinding abdomen semakin melemah). 2) Peningkatan tekanan intra abdomen mengangkat benda berat, batuk kronis kehamilan, kegemukan dan gerak badan yang berlebihan.
6
7
3) Bawaan sejak lahir pada usia kehamilan 8 bulan terjadi penurunan testis melalui kanalis inguinal menarik peritoneus dan disebut plekus vaginalis, peritoneal hernia karena kanalis inguinal akan tetap menutup pada usia 2 bulan. 4) Kebiasaan mengangkat benda yang berat (heavy lifting). 5) Kegemukan (marked obesity). 6) Batuk 7) Terlalu mengedan saat buang air kecil atau besar. 8) Ada cairan dirongga perut (asites). 9) Peritoneal dialysis 10) Ventriculoperitoneal shunt 11) PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) 12) Riwayat keluarga yang menderita hernia. c. Klasifikasi Hernia Menurut Stead (2003), Secara umum hernia diklasifikasikan menjadi: 1) Hernia eksterna yaitu jenis hernia dimana kantong hernia menonjol secara keseluruhan (komplit) melewati dinding abdomen seperti hernia inguinal (direk dan indirek), hernia umbilicus, hernia femoral dan hernia epigastrika. 2) Hernia intraparietal yaitu kantong hernia berada didalam dinding abdomen.
8
3) Hernia interna adalah hernia yang kantongnya berada didalam rongga abdomen seperti hernia diafragma baik yang kongenital maupun yang didapat. 4) Hernia reponibel (reducible hernia), yaitu apabila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. 5) Hernia ireponibel (inkarserata), yaitu apabila kantong hernia tidak dapat kembali ke abdomen. Ini biasanya disebabkan oleh perlengkatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta, merupakan jenis hernia ireponibel yang sudah
mengalami
obstruksi
tetapi
belum
ada
gangguan
vaskularisasi. 6) Hernia strangulasi adalah hernia yang sudah mengalami gangguan vaskularisasi. d. Manifestasi Klinis 1) Pasien merasa tidak enak di tempat penonjolan 2) Ada penonjolan di salah satu lokasi abdomen misalnya inguinal, femoralis dan lain-lain. Benjolan timbul saat mengedan BAB, mengangkat beban berat ataupun saat aktivitas berat dan hilang pada waktu istirahat baring. 3) Kadang-kadang perut kembung.
9
4) Apabila terjadi perlengketan pada kantung hernia dan isi hernia maka tidak dapat dimasukkan lagi (ireponibel). e. Patofisiologi Hernia Menurut Oswari, (2000). Pada umumnya hernia terjadi akibat dari kekuatan integritas otot dinding abdomen dan terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Kerusakan atau kelemahan otot-otot dinding abdomen, karena kelemahan college atau pelebaran tempat dari lubang ligament inguinal, kelemahan ini biasa terjadi karena proses penuaan. Peningkatan intra abdomen dapat menyebabkan dinding abdomen menjadi lemah. Oleh karena itu dapat mengakibatkan penurunan isi abdomen ke dalam rongga tubuh seperti halnya pada skrotum. Penurunan isi abdomen tersebut disebabkan oleh banyak hal diantaranya yaitu pekerjaan berat, batuk yang menaun. Hal tersebut akan mempermudah masuknya masa abdomen kedalam rongga tubuh, sehingga menjadi hernia atau penonjolan suatu organ tubuh sehingga tidak terjepit akan menimbulkan rasa sakit di daerah terdapatnya benjolan tersebut yang juga menimbulkan rasa mual dan apabila batuk, mengejan hernia akan bertambah besar. f. Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat timbul, menurut Carpenito (2001) sebagai berikut : 1) Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
10
Keadaan ini disebut hernia inguinalis ireponibel. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibel adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibel daripada usus halus. 2) Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulasi. Pada keadaan strangulasi akan timbul gejala illeus, yaitu perut kembung, muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi gelisah. Komplikasi lain : a) Perlekatan/ hernia akreta b) Hernia irreponibel c) Jepitan vaskularisasi terganggu iskhemi gangrene nekrosis d) Infeksi e) Obstipasi obstruksi / konstipasi f) Hernia inkarserata illeus g) Hematoma skrotalis h) Hidrokel
11
g.
Penatalaksanaan Menurut Romi (2006), penanganan bisa dengan pengobatan konservatif maupun tindakan definitif berupa operasi. 1) Tindakan konservatif antara lain: a) Tindakan konservatif terbatas pada tindakan melalui reposisi dan
pemakaian
penyangga
atau
penunjang
untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Jika reposisi tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera. b) Pada anak-anak dengan hernia indirect irreponibel diberi terapi konservatif dengan: (1) Obat penenang (valium) (2) Posisi trandelenburg (3) Kompres es 2) Tindakan Operatif: Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi, hernioplasti serta herniografi. a) Herniotomi: pembebasan kantung hernia sampai pada lehernya, kantung dibuka dan isi hernia dibebaskan b) Hernioplasti: memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. c) Herniografi: membuat plasty di abdomen sehingga LMR (Locus Minorus Resisten) menjadi kuat.
12
3) Penanganan pasca operasi: a) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma. b) Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang. c) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis serta mengejan. d) Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat. e) Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen. Setelah
dilakukannya
tindakan
pembedahan
maka
dilakukan perawatan luka dan penderita makan dengan diit tinggi kalori dan protein. h. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hernia adalah : 1) Laboratorium darah: hematology rutin, BUN, kreatinin dan elektrolit darah. 2) Radiologi, foto abdomen dengan kontras barium, flouroskopi. 3) Foto rontagen dengan barium (Dermawan, 2010) i. Asuhan Keperawatan 1) Fokus pengkajian yang harus ditanyakan : a) Tanda dan gejala yang dirasakan oleh pasien.
13
b) Apakah pasien mengalami nyeri pada daerah perut bagian bawah? c) Kapan nyeri timbul? d) Apakah pernah ada riwayat sakit seperti ini sebelumnya? e) Apakah pernah melakukan pembedahan sebelumnya? f) Faktor pekerjaan seperti apa yang sering dilakukan misalkan bekerja terlalu berat, sering mengedan. 2) Pemeriksaan fisik dan tanda yang diketahui selam pemeriksaan fisik : a) Nyeri tekan abdomen b) Adanya luka insisi c) Perubahan warna d) Tugor kulit dan tidak adanya gangguan. e) Lamanya waktu dimana gejala saat ini hilang dan metode yang digunakan oleh pasien untuk mengatasi gejal, serta efeknya juga diidentifikasi (Bare & Smeltzer, 2002). j. Menurut Doenges (1999), data pengkajian yang diperoleh : 1) Aktivitas Gejala: Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk yang terlalu lama. Tanda: Atrosi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam benjolan.
14
2) Eliminasi Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi. 3) Intergritas Ego Gejala: Ketakutan akan timbulnya paralitik, ansietas masalah pekerja financial keluarga. Tanda: cemas, depresi, menghindar dari keluarga. 4) Neurosensori Gejala: kesemutan, ketakutan, kelemahan. Tanda: kelemahan otot, nyeri tekan atau spasme otot paravertebalis 5) Nyeri Gejala: nyeri seperti tertusuk pisau Tanda: perubahan cara berjalan. Berjalan dengan terpincan-pincang k. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan. Intervensi: a) Kaji dan catat nyeri b) Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat. c) Ajarkan
bagaimana
diprogramkan).
bila
menggunakan
dekker
(bila
15
d) Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum atau kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri. e) Berikan analgesik sesuai program. 2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder post operasi Intervensi: a) Kaji karakteristik nyeri b) Ajarkan pasien teknik relaksasi panas dalam c) Atur posisi yang nyaman d) Monitor tanda – tanda vital e) Kolaburasi dokter untuk pemberian analgetik 3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik Intervensi a) Bantu pasien dalam melakukan ROM aktif dan pasif b) Bantu dalam hal pemenuhan kebutuhan pasien c) Kaji tingkat kemampuan pasien d) Anjurkan pasien untuk beraktifitas 4) Ansietas ketidaktahuan tentang prognosa pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Intervensi a) Kaji tingkat ansietas. b) Berikan penentraman hati dan kenyamanan.
16
c) Beri penjelasan yang jelas pada pasien tentang perkembangan penyakitnya. d) Libatkan keluarga dalam perbaikan rasa nyaman pasien. e) Bina hubungan saling percaya. f) Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
2. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara personal. Kecemasan adalah respon emosional dan merupakan penilaian intelektual terhadap suatu bahaya (Stuart, 2007). Definisi lain menjelaskan kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005). Stuart & Laraia (2005) mengartikan kecemasan sebagai kekhawatiran yang tidak jelas menyebar dialam pikiran dan terkait
17
dengan perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan, tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus kecemasan. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecemasan Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya (faktor eksternal). Pencetus ansietas menurut Asmadi (2008), dapat dikelompokan ke dalam dua kategori yaitu : 1) Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidak mampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya. 2) Ancaman terdapat sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status atau peran diri, dan hubungan interpersonal. c. Tingkat Kecemasan Menurut Peplau (2005), mengidentifikasi ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu : 1) Tingkat kecemasan ringan, dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.Pada tingkat ini, biasanya menimbulkan beberapa respon seperti:
18
a) Respon fisiologi: sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar. b) Respon kognitif: lapang persepsi melebar, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menjelaskan masalah secara efektif. c) Respon prilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi. 2) Tingkat kecemasan sedang, individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. Pada tingkat ini, biasanya menimbulkan beberapa respon seperti: a) Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi (ekstra systole) dan tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare atau konstipasi, gelisah. b) Respon kognitif: lapang persepsi menyempit, rangsan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian. c) Respon prilaku dan emosi: gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak aman. 3) Tingkat kecemasan berat Kecemasan pada tingkat berat lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik)
19
dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh prilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah atau arahan untuk terfokus pada area lain. Pada tingkat ini, menunjukkan respon seperti: a) Respon fisiologi: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan. b) Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. c) Respon perilaku dan emosi: perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, blocking. 4) Panik Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian. Tahap panikini, akan menunjukkan beberapa respon seperti: a) Respon fisiologi: nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. b) Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis.
20
c) Respon perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali atau kontrol diri, persepsi kacau. Gambar 2.1. Rentang Respon Kecemasan Respon
Respon
Adaptif
Maladaptif
Antisipasi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
d. ManifestasiKlinis Kecemasan Manifestasi respon kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon kecemasan menurut Suliswati (2005) antara lain: 1) Respon fisiologis terhadap kecemasan Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh. Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin kedalam sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif
21
untuk menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolic. Korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara lain napas menjadi lebih dalam dan nadi meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meningkat. 2) Respon Psikologis terhadap Kecemasan Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain. 3) Respon kognitif Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapang persepsi, dan bingung.
4) Respon afektif
22
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan. e. Penatalaksanaan kecemasan 1) Penatalaksanaan farmakologi pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005). 2) Penatalaksanaan non farmakologi a) Distraksi Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005). Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan
23
perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau
lebih
lambat
tersebut
sangat
baik
menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. b) Relaksasi Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005). f. Alat Ukur Kecemasan Menurut Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenalkan dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang lebih spesifik, 14 diantaranya meliputi :
24
Tabel: 2.2 Kuesioner HARS No 1
2
3
4
5
6
7
8
Gejala kecemasan Perasaan kecemasan a. Cemas b. Firasat buruk c. Takut akan pikiran sendiri d. Mudah tersinggung Ketegangan a. Merasa tegang b. Lesu c. Tidak bisa istirahat tenang d. Mudah terkejut e. Mudah menangis f. Gemetar g. Gelisah Ketakutan a. Pada gelap b. Pada orang lain c. Ditinggal sendiri Gangguan tidur a. Sukar tidur b. Terbangun malam hari c. Tidur tidak nyenyak d. Bangun dengan lesu e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk) Gaguan kecerdasan a. Sukar kosentrasi b. Daya ingat menurun c. Daya ingat buruk Perasaan depresi (murung) a. Hilangya minat b. Sedih c. Bangun dini hari d. Perasaan berubah-ubah Gejala somatik/fisik (otot) a. Sakit dan nyeri di otot b. Kaku c. Kedutan otot d. Gigi gemerutuk e. Suara tidak stabil Gejala somatik/fisik (sensorik) a. Tinitus (telinga berdenging) b. Penglihatan kabur c. Muka merahatau pucat d. Merasa lemas
Nilai Angka (Skor) 0 1 2 3
4
25
No 9
10
11
12
13
14
Gejala Kecemasan
NILAI ANGKA (SKOR)
0
1
2
3
4
Gejala kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) a. Takikardia (denyut antung cepat) b. Berdebar-debar c. Nyeri di dada d. Denyut nadi mengeras e. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan Gejala respiratory (pernafasan) a. Rasa tertekan atau sempit dada b. Rasa tercekik c. Sering menarik nafas d. Nafas pendek /sesak Gejala gastrointestinal a. Sulit menelan b. Perut melilit c. Gangguan pencernaan d. Nyeri sebelum atau sesudah makan e. Rasa penuh dan kembung f. Buang air besar lembek atau konstipasi Gejala urogenital (perkemihan) a. Sering buang air seni b. Tidak dapat menahan air seni Gejala autonomy a. Mulut kering b. Muka merah c. Mudah berkeringat d. Kepala terasa berat Tingkah laku a. Gelisah b. Tidak tenang c. Jari gemetar d. Keut kening e. Muka tegang f. Otot tegang/mengeras
Masing–masing nilai
angka (score) dari 14 kelompok gejala
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : Total nilai (score) = 1. Kurang dari 14
: tidak ada kecemasan
2. 14 – 20
: kecemasan ringan
26
3. 21 – 27
: kecemasan sedang
4. 28 – 41
: kecemasan berat
5. 42 – 56
: kecemasan panik
3. Dzikir a. Pengertian Dzikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat-sifatNya, pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir itu sendiri (dalam arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, shalat, ataupun perilaku kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam agama (Hawari, 2008). b. Manfaat Dzikir Di antara fadhilah dzikir seperti yang dinukilkan oleh Ibnu Qoyyim dalam kitab Al Wabil Ash-Shayyib Minal Kalimatil Thayyib, ia menjelaskan: 1) Mampu mengusir setan yang merongrong kalbu manusia 2) Mendapatkan ridha dari Yang Maha Rahmat 3) Melenyapkan kecemasan dan kegelisahan kalbu 4) Menghidupkan mahabbah dengan ruhul Islam 5) Mewariskan inabah kembali kepada Allah 6) Kesibukan lisan karena dzikir yang bersambungan, maka ia terhindar dari kesibukan yang membawa dosa 7) Melenyapkan rasa cemas dalam hati karena persoalan dunia yang tidak terpecahkan
27
c. Langkah-Langkah Melakukan Relaksasi Dzikir Langkah-langkah relaksasi dzikir ini merupakan modifikasi dari teknik relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan dari Benson (2000), yaitu: 1) Memilih kata atau frase yang sesuai dengan keyakinan kata tertentu digunakan sebagai fokus atau pengantar meditasi, dan kata sebaiknya memiliki arti khusus terutama frase yang dapat menimbulkan munculnya kondisitransen-densi, diharapkan dengan kata tertentu tersebut dapat meningkatkan respon relaksasi pasien dengan memberikan kesempatan untuk memilih faktor keyakinan tertentu yang dapat memberikan pengaruh, contoh: dengan istighfar atau menyebut menyebut dengan takbir. Pemilihan frase sebaiknya cukup singkat agar dapat diucapkan dalam hati ketika menghembuskan nafas secara normal, metode yang akan digunakan adalah frase “yaa Allah” karena frase ini singkat dan langsung menuju kepada objek transendensi. 2) Atur posisi tubuh yang nyaman sebelum memulai relaksasi carilah posisi duduk yang nyaman sehingga posisi tidak mengganggu pikiran. Posisi dapat dilakukan misalnya dengan bersila atau duduk di sofa. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses relaksasi misalnya suhu, kebisingan, pakaian yang terlalu ketat dan bau-bauanyang tidak enak.
28
3) Memejamkan mata pejamkan mata secara perlahan dan pejamkan secara wajar. Karena pemaksaan untuk memejamkan akan membuat otot-otot mata tidak rileks. 4) Lemaskan otot-otot mulailah melemaskan otot dari kaki, kemudian betis, paha, dan perut seterusnya hingga kepala. Caranya dengan merasakan otot yang akan di rilekskan kemudian otot tersebut di perintahkan untuk rileks misalnya akan melemaskan otot kaki; dengan memerintahkan pada kaki “lemas..lemas..” sambil merasakan dan membiarkan otot-otot kaki untuk lemas. 5) Perhatikan napas dan mulailah menggunakan kata fokus yang berakar dari keyakinan. Bernapaslah perlahan-lahan dan wajar, tanpa memaksakan iramanya tahap ini mulailah mengulang-ulang dalam hati kata atau frase yang dipilih sambil mengambil dan mengeluarkan napas. 6) Pertahankan sikap pasif selain pengulangan kata atau frase, sikap pasif adalah aspek penting untuk membangkitkan respon relaksasi. Saat mulai duduk dan mengulang-ulang frase berbagai macampikiran akan bermunculan yang akan mengalihkan perhatian frase yang diulang-ulang. Teknik untuk menghindari gangguan ini adalah dengan tidak memperdulikan dan tidak memaksa menghilangkan gangguan tersebut. Selain itu bila muncul rasa nyeri akibat duduk terlalu lama bersikap pasif saja
29
tidak perlu dilawan, ketika rasa nyeri itu muncul katakan pada diri sendiri “baiklah” dan kembali mengulang frase atau kata yang digunakan.
B. Kerangka Teori Batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi mengangkat tekanan berat, kehamilan atau kegemukan asites, mengejan
Proses degerasi otot muskulus
Peningkatan tekanan intra abdomen
Kelemahan otot
Usia
Kelemahan otot transversalis dasar kanalis inguinalis Isi abdomen yang merupakan isi hernia masuk melalui analis inguinalis ke dalam dexstra Hernia
Tindakan operatif Herniorafi
Tindakan kooperatif Reposisi Makanan
Herniotomi
Informasi kurang
Diskontinuitas Jaringan
Kruang pengetahuan
Nyeri
Ketidak adekuatan metode koping Cemas
Tindakan relaksasi dzikir khafi
Gambar 2.2 Kerangka Teori Sumber: Syamsuhidayat (2000)
30
C. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Cemas
Relaksasi Dzikir Khafi Gambar 2.3 Kerangka Konsep
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset Subyek dari aplikasi riset adalah pemberian dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan pre operasi pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis. B. Tempat dan waktu Aplikasi riset ini dilakukan di RSUD Dr. Soediran mangun wonogiri diruang anggrek pada tanggal 9-21 Maret 2015. C. Media dan alat yang digunakan Tempat tidur. D. Prosedur Tindakan berdasarkan aplikasi riset Langkah-langkah relaksasi dzikir ini merupakan modifikasi dari teknik relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan dari Benson (2000), yaitu: a. Memilih kata atau frase yang sesuai dengan keyakinan kata tertentu digunakan sebagai fokus atau pengantar meditasi, dan kata sebaiknya memiliki arti khusus terutama frase yang dapat menimbulkan munculnya kondisitransen-densi, diharapkan dengan kata tertentu tersebut dapat meningkatkan respon relaksasi pasien dengan memberikan kesempatan untuk memilih faktor keyakinan tertentu yang dapat memberikan pengaruh, contoh: dengan istighfar atau menyebut menyebut dengan takbir. Pemilihan frase sebaiknya cukup singkat agar dapat diucapkan dalam hati ketika menghembuskan nafas secara normal, metode yang akan
31
b. digunakan adalah frase “yaa Allah” karena frase ini singkat dan langsung menuju kepada objek transendensi (ketuhanan). c. Atur posisi tubuh yang nyaman sebelum memulai relaksasi carilah posisi duduk yang nyaman sehingga posisi tidak mengganggu pikiran. Posisi dapat dilakukan misalnya dengan bersila atau duduk di sofa. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses relaksasi misalnya suhu, kebisingan, pakaian yang terlalu ketat dan bau-bauan yang tidak enak. d. Memejamkan mata pejamkan mata secara perlahan dan pejamkan secara wajar. Karena pemaksaan untuk memejamkan akan membuat otot-otot mata tidak rileks. e. Lemaskan otot-otot mulailah melemaskan otot dari kaki, kemudian betis, paha, dan perut seterusnya hingga kepala. Caranya dengan merasakan otot yang akan dirilekskan kemudian otot tersebut diperintahkan untuk rileks misalnyaakan melemaskan otot kaki; dengan memerintahkan pada kaki “lemas..lemas..” sambil merasakan dan membiarkan otot-otot kaki untuk lemas. f. Perhatikan napas dan mulailah menggunakan kata fokus yangberakar dari keyakinan. Bernapaslah perlahan-lahan dan wajar, tanpa memaksakan iramanya tahap ini mulailah mengulang-ulang dalam hati kata atau frase yang dipilih sambil mengambil dan mengeluarkan napas. g. Pertahankan sikap pasif selain pengulangan kata atau frase, sikap pasif adalah aspek penting untuk membangkitkan respon relaksasi. Saat mulai
33
duduk dan mengulang-ulang frase berbagai macam pikiran akan bermunculan yang akan mengalihkan perhatian frase yang diulang-ulang. Teknik
untuk
menghindari
gangguan
ini
adalah
dengan
tidak
memperdulikan dan tidak memaksa menghilangkan gangguan tersebut. Selain itu bila muncul rasan yeri akibat duduk terlalu lama bersikap pasif saja tidak perlu dilawan, ketika rasa nyeri itu muncul katakan pada diri sendiri “baiklah” dan kembali mengulang frase atau kata yang digunakan. E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset Tabel: 3.1 Kuesioner HARS
No 1
2
3
4
5
Gejala kecemasan Perasaan kecemasan a. Cemas b. Firasat buruk c. Takut akan pikiran sendiri d. Mudah tersinggung Ketegangan a. Merasa tegang b. Lesu c. Tidak bisa istirahat tenang d. Mudah terkejut e. Mudah menangis f. Gemetar g. Gelisah Ketakutan a. Pada gelap b. Pada orang lain c. Ditinggal sendiri Gangguan tidur a. Sukar tidur b. Terbangun malam hari c. Tidur tidak nyenyak d. Bangun dengan lesu e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk) Gaguan kecerdasan a. Sukar kosentrasi b. Daya ingat menurun c. Daya ingat buruk
Nilai Angka (Skor) 0
1
2
3
4
34
Nilai Angka skor
No
Gejala Kecemasan
0 6
7
8
9
Perasaan depresi (murung) a. b. c.
Hilangya minat Sedih Bangun dini hari
d.
Perasaan berubah-ubah
Gejala somatik/fisik (otot) a. b. c.
Sakit dan nyeri di otot Kaku Kedutan otot
d.
Gigi gemerutuk
e.
Suara tidak stabil
Gejala somatik/fisik (sensorik) a. Tinitus (telinga berdenging) b. Penglihatan kabur c.
Muka merahatau pucat
d.
Merasa lemas
Gejala kardiovaskular pembuluh darah) a.
10
11
(jantung
dan
Takikardia (denyut antung cepat)
b.
Berdebar-debar
c.
Nyeri di dada
d.
Denyut nadi mengeras
e.
Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan
Gejala respiratory (pernafasan) a. Rasa tertekan atau sempit dada b.
Rasa tercekik
c.
Sering menarik nafas
d.
Nafas pendek /sesak
Gejala gastrointestinal a. Sulit menelan b.
Perut melilit
c.
Gangguan pencernaan
d. e.
Nyeri sebelum atau sesudah makan Rasa penuh dan kembung
f.
Buang air besar lembek atau konstipasi
1
2
3
4
35
Nilai Angka Skor No
12
Gejala Kecemasan
14
1
2
3
4
Gejala urogenital (perkemihan) a. b.
13
0
Sering buang air seni Tidak dapat menahan air seni
Gejala autonomy a.
Mulut kering
b.
Muka merah
c. d.
Mudah berkeringat Kepala terasa berat
Tingkah laku a.
Gelisah
b.
Tidak tenang
c. d. e.
Jari gemetar Keut kening Muka tegang
f.
Otot tegang/mengeras
Masing–masing nilai
angka (score) dari 14 kelompok gejala
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : Total nilai (score) = 1.
Kurang dari 14
: tidak ada kecemasan
2.
14 – 20
: kecemasan ringan
3.
21 – 27
: kecemasan sedang
4.
28 – 41
: kecemasan berat
5.
42 – 56
: kecemasan panik
36
BAB IV LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan kecemasan pada Tn. S dengan hernia inguinalis lateralis yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2015 sampai 11 Maret 2015. Asuhan keperawatan yang terdiri dari identitas klien, pengkajian,
perumusan
masalah
keperawatan,
perencanaan
keperawatan,
implementasi dan evaluasi keperawatan. A. Identitas Pasien Hasil pengkajian data diantara lain, nama pasien Tn. S, usia 68 tahun, agama islam, pendidikan terakhir sarjana pendidikan guru (SPG), pekerjaan sebagai pensiunan, alamat di Belik Promantoro, dirawat di RSUD Wonogiri dengan diagnosa medis Tn. S hernia iguinalis lateralis dexstra. Identitas penanggung jawabnya adalah, Tn. G berusia 36 tahun, pendidikan terakhir sarjana pendidikan agama islam, pekerjaan wiraswasta, alamat di Belik Promantoro, hubungan dengan pasien adalah anak. B. Pengkajian Keluhan utama pasien saat dikaji, pasien mengeluh Nyeri. Riwayat penyakit sekarang pasien masuk pada tanggal 9 maret 2015 pukul 23.15 WIB pasien mengeluh nyeri pada lipatan paha kana nada benjolan. Benjolan ini sudah terjadi 3 tahun yang lalu, dari IGD tangan kanan pasien terpasang infuse RL 20 tpm dan injeksi cetorolac 30 mg dan ranitidine 50 mg. Hasil
36
37
pengkajian tanggal 10 maret 2015 diperoleh : tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,8 oC. Riwayat penyakit dahulu, istri pasien mengatakan Tn. S 6 tahun yang lalu pernah mengalami penyakit syaraf, pasien tidak pernah mengalami kecelakaan maupun operasi. Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Pengkajian riwayat kesehatan kelurga
Tn.S 68 tahun
Keterangan : : laki - laki : perempuan
/
: meninggal : keturunan : hubungan : tinggal satu rumah : pasien Gamabar 4.1 genogram
38
Riwayat kesehatan keluarga, istri pasien mengatakan bahwa di dalam keluarganya maupun keluarga pasien tidak ada penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, jantung, dan hipertensi. Riwayat kesehahatan lingkungan, istri pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik. Hasil pengkajian menurut pola gordon, pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa sehat itu penting dan berharga, menurut pasien sakit merukan sesuatu yang tidak nyaman, apabils ada anggota keluarganya yang sakit segera diperiksakan ke puskesmas atau dokter. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3x sehari dengan nasi, sayur, lauk, teh atau air putih, pasien tidak memiliki keluhan dan makan satu porsi habis dengan menu nasi, lauk – pauk dan sayur, pasien tidak alergi dengan jenis makanan apapun. Minumnya setiap pagi teh manis 1 gelas dam 6-7 gelas air putih, selama sakit pasien mengatakan, tidak mengalami gangguan makanan, bisa menghabiskan 1 porsi dengan menu rumah sakit, nasi, sayur dan buah. Minum 7-8 gelas air putih. Pola eliminasi BAB, baik sebelum sakit maupun selama sakit pasien tidak memiliki keluhan.Pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, bau khas, dan warna kuning kecoklatan. Pada pola eliminasi BAK, sebelum sakit pasien mengatakan BAK 4-6x sehari ± 1500cc sekali BAK dengan warna kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan. Selama sakit mampu BAK
39
5-7 x sehari ± 2500 cc sekali BAK dengan keluhan kuning jernih, bau obat, dan tidak ada keluhan. Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (skor 0). Selama sakit untuk makan atau minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM, pasien memerlukan bantuan orang orang lain (skor 2) Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan dapat tidur dengan nyeyak dan baik malam maupun siang hari, tidur malam ±7-8 jam dan siang hari ± 2 jam. Selama sakit pasien mengatakan tidur malam selama ± 5-6 jam tidak nyenyak dan sering terbangun karena merasakan nyeri dilipatan pahanya dan memikirkan operasi yang akan segera dilakukan. Pola kognitif – perseptual sebelum sakit pasien mampu berbicara dengan normal, pendengaran dan penglihatan baik, pasien juga mampu berjalan dengan normal. Selama sakit pasien mengalami gangguan pada lipatan paha kaki kanannya, pasien mengatakan nyeri karena ada benjolan, nyeri seperti kram skala nyeri 4, nyeri terasa di lipatan paha kanan, nyeri muncul saat kaki bergerak. Pasien mengatakan cemas dalam menghadapi operasi, berdasarkanhasil pemeriksaan HRS-A diperoleh skore 28 termasuk dalam kategori kecemasan berat. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri pasien menerima dengan keadaan sakit saat ini, ideal diri pasien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah agar bisa melakukan aktivitas kembali, harga diri pasien tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya, peran diri pasien seorang kepala rumah
40
tangga dan saat ini tidak mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan identitas diri pasien berjenis kelamin laki dengan usia 68 tahun. Pola hubungan peran, pasien mengetakan sebelum sakit maupun selama sakit hubungan dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik dan tidak ada masalah. Pola seksual reproduksi, pasien berusia 68 tahun sudah menikah dan mempunyai 3 anak. Pola mekanisme koping, pasien mengatakan untuk menghilangkan kepenatannya dengan beristirahat dan berkumpul bersama keluarga atau tetangga, apabila ada masalah selalu dibirakan dengan keluarga, jika ada anggota keluarganya yang sakit selalu diperiksakan kepuskesmas atau dokter. Pola nilai dan kenyakinan, pasien beragama islam menjalankan sholat 5 waktu, tetapi selama sakit klien hanya bisa sholat diatas tempat tidur dan menerima penyakitnya sebagai ujian dari Allah SWT. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemas dengan kesadaran composmetis, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88 x/menit teraba kuat dan irama cepat, respirasi 20 x/menit irama teratur, da suhu 36,8 oC. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih. Rambut kuat, hitam, sedikit beruban, dan tidak ketombe. Hasil pemeriksaan mata, didapatkan data mata simetris kanan kiri, fungsi penglihatan baik, konjungtiva tidak anemis, dan sclera tidak ikterik. Hasil periksaan hidung, bersih, tidak ada polip, dan tidak terdapat secret. Mulut simetris, bersih, dan mukosa bibir lembab. Gigi sejajar dan bersih. Telingga simetris, tidak ada serumen, dan tidak mengalami
41
gangguan pendengaran. Hasil pemeriksaan leher tidak tedapat pembesaran tyroid. Pemeriksaan fisik paru, didapatkan hail inspeksi: bentuk dada simetris, palpasi: vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi: sonor, auskultasi: suara vesikuler dan irama teratur. Pemeriksaan fisik jantung, didapatkan hasil inspeksi: icturs cordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba kuat di SIC V, perkusi: pekak, auskultasi: bunyi jantung I dan II sama, tidak ada suara tambahan, irama regular. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi: perut simetris dan tidak ada jejas, auskeltasi: bising usus 20 x/menit, perkusi: redup di kuadran I dan tympai di kuadran 2,3,4, palpasi: terdapat nyeri tekan pada perut kanan bawah. Pemeriksaan genetalia, didapatkan hasil genetalia bersih dan tidak ada jejas.Begitu juga pada rektum. Pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan otot tanga kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan kiri mampu bergerak bebas tetapi tangan kanan gerakan terbatas karena terpasang infuse RL 20 tpm, perubahan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill <2 detik. Pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki kiri 5 (bergerak bebas), kaki kanan kekuatan otot 3 (bergerak terbatas), perabaan akral hangat, capilary refill <2 detik Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 maret 2015 diperoleh hasil: GDS 96 mg/dl (nilai normal 76-120), SGOT 35 u/L (nilai normal 0-25), SGPT 23 u/L (nilai normal 0-29), ureum 28 mg/dl (nilai normal 10-50),
42
keratin 1,21 mg/dl (nilai normal 0,5-1,3), hemoglobin 14,0 g/dl (nilai normal 13,5-17,5), gol darah O. Selama dirawat di Anggrek, pasien mendapatkan therapy infuse RL 20 tpm untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi, asering 20 tpm untuk pengobatan asidosis yang berhubungan dehidrasi dan kehilangan ion alkali dari tubuh, dan injeksi ranitidine 50 mg/12 jam untuk pengobatan tukak lambung dan duodenum akut, hipersekresi paska bedah, ketorolac 30 mg/8 jam untuk pengolahan nyeri kronis atau akut sedang dalam jangka panjang. C. Perumusan Diagnosa Keperawatan Berdasarkan data pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan. Data subyektif pasien dikaji tentang karakteristik nyeri ditemukan P (provocate) adalah nyeri pada benjolan lipatan paha kanan, Q (quality) rasa seperti kram, R (regio) adalah pada lipatan paha kanan, S (skala) nyeri dirasakan sedang yaitu 4, T (time) dirasakan saat kaki bergerak. Data obyektif yang didapatkan data pada lipatan paha kanan ada benjolan, pasien tampak lemah dan tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88 x/menit. Data subyektif : pasien mengatakan sulit tidur dan tidur tidak nyeyak sering terbangun, sedangkan data obyektif yang diperoleh berdasarkan HARS diperoleh score 28 atau kecemasan berat, pasien tampak cemas dan tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,8 oC. Data diatas tidak ada dipengkajian saya tambahan untuk memperkuat data.
43
Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dan kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. D. Intervensi Keperawatan Berdasarkan diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil mampu mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi, melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan manajemen nyeri (skala nyeri 2), mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji nyeri (PQRST) dengan rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri, berikan posisi yang nyaman atau atur posisi imobilisasi paha dengan rasional imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab nyeri, berikan kesempatan waktu israhat jika terasa nyeri dengan rasional istirahat akan melaksanakan semua jaringan sehingga meningkatkan kenyamanan, ajarkan teknik non farmakologi (kompres dingin) dengan rasional teknik non farmakologi mudah dipelajari pasien sehingga saat nyeri muncul klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik (ketorolac 30 mg/8jam) dengan rasional analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akut berkurang.
44
Perencanaan untuk mengatasi masalah pada diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah keperawatan kecemasan dapat teratasi, dengan kriteria hasil, antara lain pasien tidak gelisah, tidak khawatir, tidak tegang, berdasarkan kuesioner HARS tingkat kecemasan dalam rentang ringan (7-14), tekana darah normal 120/80 mmHg, nadi normal 80 x/menit. Rencana keperawatan yang dapat diberikan, antara lain observasi tingkat cemas pasien menggunakan kuesioner HARS dan tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui tingkat cemas pasien, ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi) dengan rasional untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien, berikan penkes tentang keadaan pasien dengan rasional untuk mengalihkan perhatian dan mengurangi kecemasan, berikan dukungan pada keluarga untuk selalu menemani pasien dengan rasional untuk meningkatkan perhatian pada keluarga untuk pasien, berikan lingkungan nyaman dengan rasional agar pasien tenang. E. Implentasi Keperawatan Tindakan keperawatan pada diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis pada hari selasa, 10 Maret 2015 pukul 09.00 WIB mengobservasi keadaan umum, tingkat nyeri, dan tingkat kecemasan pasien dengan respon subyektif P: pasien mengatakan nyeri pada benjolan lipatan paha kanan, Q: nyeri seperti kram, R: nyeri dilipatan paha kanan (selakangan), S: nyeri 4 (sedang), T: saat kaki digerakan. Respon
45
obyektif pasien tampak cemas, meringis menahan sakit, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit, berdasarkan kuesoiner diperoleh nilai 28 dengan tingkat kecemasan sedang. Pukul 09.10 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif pasien mengatakan nyeri dan bersedia diajarkan relaksasi nafas dalam. Respon obyektif pasien tampak mengikuti aba-aba. Pukul 09.30 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat selang infuse. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg masuk via selang infus. Pukul 12.30 WIB membantu pasien saat mobilisasi dan pemenuhan kebutuhan, respon subyektif pasien mengatakan ingin duduk dan makan. Respon obyektif pasien terlihat setengah duduk dan makan dengan dibantu istri. Tindakan keperawatan yang dilakukan hari kedua, kamis 11 Maret 2015 pukul 07.30 WIB diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Mengobservasi keadaan umum, tingkat nyeri, dan tingkat kecemasan pasien, dengan respon subyektif P (Provocate) pasien mengatan nyeri pada benjolan lipatan paha kanan berkurang, Q (quality) nyeri melilit, R (regio) nyeri di lipatan paha kanan, S (scale) nyeri 2, T (time) saat ditekan. Respon obyektif pasien tampak sedikit gelisah dan sedih, tekanan darah 122/80 mmHg, nadi 82 x/menit. Pukul 07.05 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif pasien mengatakan nyeri dan bersedia diajarkan relaksasi nafas dalam. Respon obyektif pasien tampak mengikuti aba-aba. Pukul 08.50 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam
46
pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dan ranitidine 50 mg/12jam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat selang infus agar cepat sembuh. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg dan ranitidine 50 mg masuk via selang infus. Pukul 09.00 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Hari pertama selasa, 10 Maret 2015 pukul 09.00 WIB diagnosa kedua kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan mengobservasi keadaan umum. Respon obyektif pasien tampak cemas, meringis menahan sakit, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit. Pukul 09.20 WIB mendukung pasien atau keluarga untuk memandang keterbatasan yang realitas atau membantu pasien ketika cemas dengan respon subyektif keluarga pasien mengatakan mau membantu pasien dalam keterbatasan pasien. Respon obyektif keluarga pasien tampak membantu menjaga pasien. Pukul 09.30 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat selang infuse. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg masuk via selang infus.
Pukul
09.45 WIB mengobservasi
tingkat
kecemasan
menggunakan kuesioner HARS dengan respon subyektif pasien mengatakan cemas terhadap keadaan sekarang dan memikirkan tindakan operasi yang akian segera dilakukan. Respon obyektif berdasarkan koesioner HARS diperoleh nilai 28 dengan dengan tingkat kecemasan berat, tekanan darah
47
151/85 mmHg, nadi 88x/menit. Pukul 10.00 WIB mengajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi) selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif pasien tampak mengikuti perintah. Pukul 11.45 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Pukul 12.30 WIB membantu pasien saat mobilisasi dan pemenuhan kebutuhan, respon subyektif pasien mengatakan ingin duduk dan makan. Respon obyektif pasien terlihat setengah duduk dan makan dengan dibantu istri. Pukul 13.05 mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien mengatakan perasaannya sedikit tenang. Respon obyektif berdasarkan kuesoiner diperoleh nilai 26 dengan tingkat kecemasan sedang, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 84 x/ menit. Hari kedua rabu, 11 Maret 2015 pukul 07.40 WIB diagnosa kedua kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi yang akan dilakukan siang ini. Respon obyektif berdasarkan kuesioner HARS yang diperoleh 21 dengan tingkat kecemasan sedang, tekanan darah 122/80 mmHg, nadi 82 x/menit. Pukul 08.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (dzikir khafi) selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien mengatakan bisa melakukan relaksasi nafas dalam. Respon obyektif diperoleh pasien tampak melakukan dengan mandiri. Pukul 08.50 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam
48
pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dan ranitidine 50 mg/12jam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat selang infus agar cepat sembuh. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg dan ranitidine 50 mg masuk via selang infus. Pukul 09.00 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Pukul 09.45 WIB mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien mengatakan perasaannya tenang. Respon obyektif berdasarkan kuesioner HARS yang diperoleh 15 dengan tingkat kecemasan ringan, tekanan darah 122/80 mmHg, nadi 82 x/menit. F. Evaluasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis kemudian dilakukan evaluasi pada hari selasa, 10 maret 2015 jam 13.20 WIB. Menggunakan metode SOAP pada diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis didapatkan data subyektif P: pasien mengatakan nyeri diselakangan kanan, Q: nyeri seperti kram (kaku), R: nyeri dilipatan paha kanan, S: skala nyeri 4, T: saat kaki digerakan. Obyektif pasien tampak gelisah, pasien tamapak meringis menahan sakit, TD: 151/85 mmHg. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjut intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda vital, keadaan umum, ajarkan relaksasi nafas dalam, dan kolaborasi pemberian analgetik.
49
Hari kedua rabu, 11 Maret 2015 jam 13.00 dengan metode SOAP pada keperawatan nyeri berhubunngan dengan agen cidera biologis didapatkan data subyektif P: pasien mengatakan nyeri berkurang tidak seperti kemarin lagi, Q: nyeri melilit, R: nyeri dilipatan paha kanan, S: skala nyeri 2, T: saat lipatan paha kanan ditekan. Obyektif pasien tampak meringis menahan sakit, TD: 122/80 mmHg, N: 82x/ menit. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian analgetik. Hari pertama selasa, 10 Maret 2015 jam 13.40 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan didapatkan data subyektif pasien mengatakan cemas dan sedih dengan keadaan sekarang. Obyektif pasien tampak cemas, gelisah, TD: 151/85 mmHg, N: 88x/ menit . Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi seperti observasi tingkat kecemasan, observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital, ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi), berikan lingkungan nyaman dan tenang. Hari kedua rabu, 11 Maret 2015 jam 12.55 WIB dengan metode SOAP pada keperawatan kecemasan berhungan dengan perubahan status kesehatan didapatkan data subyektif pasien mengatakan semalam tidur tidak nyenyak. Observasi pasien tampak segar bugar, TD: 122/80 mmHg, dan N: 82x/ menit. Analisis masalah teratasi.
50
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons pasien saat ini dan waktu sebelumnya (Carpenito, 2005). Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode alloanamnesa dan autoanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan Gordon, pengkajian fisik, dan didukung dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang. Metode dalam pengumpulan data adalah observasi yaitu dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah–masalah yang dialami pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi masalah–masalah pasien (Darmawan, 2012). Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 08.50 WIB dengan keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada lipatan paha kanan. Tournaire dan Theau–Yonneau (2007) dalam judha, dkk (2012), nyeri tersebut timbul karena setelah terjadi adanya benjolan akan mengakibatkan terjadinya spasme otot yang menambah rasa nyeri. Riwayat penyakit sekarang yaitu Tn. S Riwayat penyakit sekarang pasien masuk pada tanggal 9 maret 2015 pukul 23.15 WIB pasien mengeluh nyeri pada lipatan paha kanan
50
51
ada benjolan. Benjolan ini sudah terjadi 3 tahun yang lalu, dari IGD tangan kanan pasien terpasang infuse RL 20 tpm dan injeksi cetorolac 30 mg dan ranitidine 50 mg. Kemudian pasien di rawat inap di ruang anggrek dengan keluhan nyeri dilipatan paha kanan. Keluhan utama yang dirasakan yaitu pada nyeri hebat pada lipatan paha kanan. Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang dapat dialami oleh setiap orang. Rasa nyeri dapat menjadi peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual maupun potensial, namun nyeri bersifat subyektif dan sangat individual. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, budaya dan lain sebagainya (Andarmoyo, 2013). Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (skor 0), selama sakit untuk makan atau minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM, pasien memerlukan bantuan orang lain dan untuk toileting memerlukan bantuan orang lain dan alat (skor 2). Data diatas disimpulkan bahwa Tn.S total di bantu keluarga. Adanya nyeri dan gerak yang terbatas menyebabkan semua bentuk aktivitas pasien menjadi berkurang dan pasien butuh banyak bantuan orang lain (Muttaqin, 2008). Pola kognitif–perseptual sebelum sakit pasien mampu berbicara dengan normal, pendengaran dan penglihatan baik, pasien juga mampu berjalan dengan normal. Selama sakit pasien mengalami gangguan pada lipatan paha kaki kanannya, pasien mengatakan nyeri karena ada benjolan, nyeri seperti kram skala nyeri 4, nyeri terasa di lipatan paha kanan, nyeri
52
muncul saat kaki bergerak. Pasien mengatakan cemas dalam menghadapi operasi, berdasarkan hasil pemeriksaan HRS-A diperoleh score 28 termasuk dalam kategori kecemasan berat. Pengkajian nyeri meliputi PQRST. P (Provocate) yang berarti penyebab atau stimulus-stimulus nyeri, Q (Quality) yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (Region) yang berarti lokasi nyeri, S (Severe) yang berarti tingkat keparahan nyeri, T (Time) yang berarti awitan, durasi, dan rangkaian nyeri (Prasetya, 2010). Pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan otot tanga kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan kiri mampu bergerak bebas tetapi tangan kanan gerakan terbatas karena terpasang infuse RL 20 tpm, perubahan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill <2 detik. Pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki kiri 5 (bergerak bebas), kaki kanan kekuatan otot 3 (bergerak terbatas), perabaan akral hangat, capilary refill <2 detik Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 maret 2015 diperoleh hasil: GDS 96 mg/dl (nilai normal 76-120), SGOT 35 u/L (nilai normal 0-25), SGPT 23 u/L (nilai normal 0-29), ureum 28 mg/dl (nilai normal 10-50), keratin 1,21 mg/dl (nilai normal 0,5-1,3), hemoglobin 14,0 g/dl (nilai normal 13,5-17,5), gol darah O.
53
B. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual, potensial atau proses kehidupan (Potter dan Perry, 2005). Diagnosa pertama yang diangkat penulis adalah nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera biologis. Nyeri yang dialami Tn. S merupakan nyeri akut karena memiliki awitan yang saat cepat dan dirasakan kurang dari satu hari. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nyeri akut memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi dan berlangsung dari beberapa detik sampai enam bulan (Andarmoyo, 2013). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif pasien dikaji tentang karakteristik nyeri ditemukan nyeri pada benjolan lipatan paha kanan, rasa seperti kram, pada lipatan paha kanan, skala nyeri 4 kategori nyeri sedang, dirasakan saat kaki bergerak. Data obyektif yang didapatkan data pada lipatan paha kanan ada benjolan, pasien tampak lemah dan tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88 x/menit. Respon perilaku terhadap nyeri yang ditunjukan oleh pasien sangat beragam. Salah satunya dapat dilihat dari ekspresi wajah yaitu meringis kesakitan, menggeletukan gigi, mengernyikan dahi, menggigit bibir, menutup mata, dan mulut dengan rapat, serta membuka mata dan mulut dengan lebar (Andarmoyo, 2013). Diagnosa kedua yang diangkat penulis yaitu kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Kecemasan adalah respon emosional dan merupakan penilaian intelektual terhadap suatu bahaya (Stuart, 2007). Saat
54
dilakukan pengkajian diperoleh data subyektif pasien mengatatakan sulit tidur dan tidur tidak nyenyak sering terbangun. Data obyektif yang diperoleh berdasarkan HARS diperoleh score 28 atau kecemasan berat, pasien tampak cemas, gelisah dan tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,8 o
C. Batasan karakteristik kecemasan menurut (Nanda NIC NOC, 2013) yaitu
perilaku meliputi: gelisah, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, affektif meliputi: gelisah distres, ketakutan, perasaan tidak adekuat, bingung, khawatir, fisiologis meliputi: wajah tegang, peningkatan ketegangan, simpati meliputi: peningkatan tekanan darah. Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis sebagai diagnosa yang prioritas dan aktual. Secara verbal pasien mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan teori hierarki Maslow yang menyebutkan bahwa nyeri termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup dan harus dipenuhi terlebih dahulu daripada kebutuhan yang lain (Mubarak, 2008).
C. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan dituliskan sesuai rencana dan kriteria hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasivication). Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi
55
pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana keperawatan dapat diselesaikan dengan Spesifik (jelas atau khusus). Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil pasien mampu mengontrol nyeri (menggunakan teknik non farmakologi). Metode pereda nyeri non farmakologi biasanya memiliki resiko yang sangat rendah, tindakan tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung (Brunner & Suddart, 2002). Kriteria hasil yang diharapkan dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik yaitu skala nyeri 1. Menurut Andarmoyo (2013), skala nyeri menentukan seberapa berat nyeri yang dirasakan oleh pasien, skala juga dapat menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri menunjukkan nyeri paling hebat. Kriteria hasil yang selanjutnya pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik adalah pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Ketika nyeri sudah berkurang belum tentu pasien sudah merasa nyaman, dan kriteria hasil selanjutnya adalah tanda-tanda vital dalam batas normal. Peningkatan tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu memperanguhi tingkat nyeri pada pasien. Kriteria hasil yang disusun penulis sesuai dengan teori Nurarif dan Kusuma (2013).
56
Intervensi pertama pada diagnosa nyeri akut berhungan dengan agen cidera fisik yaitu observasi nyeri (PQRST) dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik nyeri. Menurut Andarmoyo (2013), observasi nyeri dilakukan untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara lengkap, pengkajian yang bisa dilakukan untuk mengkaji karakteristik nyeri bisa menggunakan analisis symptom. Komponen pengkajian analisis symptom meliputi (PQRST): P (Paliatif/Profocatif = yang menyebabkan timbulnya masalah), Q (Quantity/Quality) = Kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan), R (Region = Lokasi nyeri), S (Severity = keparahan), T (Time = waktu). Intervensi yang kedua yaitu berikan posisi semi fowler dengan tujuan agar pasien dapat beristirahat dengan nyaman. Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri (Mubarak & Chayatin, 2008). Berikan kesempatan waktu israhat jika terasa nyeri dengan rasional istirahat akan melaksanakan semua jaringan sehingga meningkatkan kenyamanan, ajarkan teknik non farmakologi (kompres dingin) dengan rasional teknik non farmakologi mudah dipelajari pasien sehingga saat nyeri muncul klien mampu mengontrol nyeri secara mandiri. Memberikan kompres dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat oedema atau trauma, mempersempit pembuluh darah mengurangi arus darah lokal, dan menurunkan respon inflamasi jaringan (Istichomah, 2007)
57
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik (ketorolac 30 mg/8jam) dengan rasional analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akut berkurang. Ketorolac 30 mg/8 jam untuk pengolahan nyeri kronis atau akut sedang dalam jangka panjang (Iso, 2013). Perencanaan untuk mengatasi masalah pada diagnosa keperawatan selanjutnya kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah keperawatan kecemasan dapat teratasi, dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcomes Classification): tidak gelisah, tidak khawatir, tidak tegang, berdasarkan kuesioner HARS tingkat kecemasan dalam rentang ringan (7-14), tekanan darah normal 120/80 mmHg, nadi normal 80 x/menit. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervetion Classification): observasi tingkat cemas pasien menggunakan kuesioner HARS dan tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui tingkat cemas pasien. Menurut Hawari (2013) observasi kecemasan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur (instrument). Ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi) dengan rasional untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien. Respon relaksasi yang melibatkan keyakinan yang dianut akan mempercepat terjadinya keadaan relaks, dengan kata lain kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan gandakan manfaat yang didapat dari respon relaksasi (Benson, 2000). Berikan penkes tentang keadaan pasien dengan rasional untuk mengalihkan perhatian
58
dan mengurangi kecemasan, berikan dukungan pada keluarga untuk selalu menemani pasien dengan rasional untuk meningkatkan perhatian pada keluarga untuk pasien, berikan lingkungan nyaman dengan rasional agar pasien tenang.
D. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter and Perry, 2005). Dalam melakukan tindakan keperawatan selama hari yaitu pada tangal 10, 11 Maret 2015 penulis tidak mengalami hambatan, penulis melakukan implementasi berdasarkan intervensi yang telah dibuat. Diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari selasa, 10 Maret 2015 Jam 09.30 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam untuk penatalaksanaan jangka pendek (maksimal 2 hari) terhadap nyeri akut derajat sedang-berat (Informasi Spesialite Obat, 2012). Respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat selang infuse. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg masuk via selang infuse. Jam 09.45 WIB mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS dengan respon subyektif pasien mengatakan cemas terhadap keadaan sekarang dan memikirkan tindakan operasi yang akian segera dilakukan. Respon
59
obyektif berdasarkan koesioner HARS diperoleh nilai 28 dengan dengan tingkat kecemasan berat, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit. Respon fisiologi pada seseorang yang mengalami kecemasan berat yaitu nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan (Popplau, 2005) Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner berpedoman pada Hamilton Anxiety Rating Scale untuk melihat tingkat keparahan terhadap gangguan kecemasan seorang pasien (Norman, 2005) dalam (Kusumadewi, 2008). Pengukuran dilakukan pada hari ke-1 dan ke-2 pada kelompok perlakuan maupun kontrol. Jam 10.00 WIB mengajarkan relaksai nafas dalam (dzikir khafi) selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia. Respon obyektif pasien tampak mengikuti perintah. Relaksasi dzikir khafi merupakan penggerakan emosi perasaan, dzikir ini muncul melalui rasa, yaitu rasa tentang penzahiran keagungan dan keindahan Allah SWT, sehingga akan dapat pula mempengaruhi pola koping seseorang dalam menghadapi sressor, sehingga stress respon yang berbeda. Koping yang adaptif akan mempemudah seseorang mengatasi kecemasan dan sebaliknya pola koping yang yang maladaptive akan menyulitkan sesorang mengatasi kecemasan (Hannan, 2014). Pukul 11.45 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Jam 13.05 mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif
60
pasien mengatakan perasaannya sedikit tenang. Respon obyektif berdasarkan kuesoiner diperoleh nilai 26 dengan tingkat kecemasan sedang, tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 84 x/ menit. Tindakan keperawatan yang dilakukan hari kedua, rabu 11 Maret 2015 diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Jam 07.40 WIB mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi yang akan dilakukan siang ini. Respon obyektif berdasarkan kuesioner HARS yang diperoleh 21 dengan tingkat kecemasan sedang, tekanan darah 122/80 mmHg, nadi 82 x/menit. Jam 08.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (dzikir khafi) selama 30 menit, dengan respon subyektif pasien mengatakan bisa melakukan relaksasi nafas dalam. Respon obyektif diperoleh pasien tampak melakukan dengan mandiri. Jam 08.50 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg/8 jam dan ranitidine 50 mg/12jam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik lewat selang infus agar cepat sembuh. Respon obyektif obat analgetik ketorolac 30 mg dan ranitidine 50 mg masuk via selang infus. Jam 09.00 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon subyektif pasien mengatakan bersedian diposisikan yang nyaman. Respon obyektif paisen terlihat tenang ketika kaki ditinggikan. Jam 09.45 WIB mengobservasi tingkat kecemasan menggunakan kuesioner HARS, dengan respon subyektif pasien mengatakan perasaannya tenang. Respon obyektif berdasarkan kuesioner
61
HARS yang diperoleh 15 dengan tingkat kecemasan ringan, tekanan darah 122/80 mmHg, nadi 82 x/menit.
E. Evaluasi Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2006). Hasil evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis pada hari selasa, 10 Maret 2015 pukul 13.30 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Subyektif pasien mengatakan nyeri diselakangan kanan, nyeri seperti kram (kaku), nyeri dilipatan paha kanan, skala nyeri 4, saat kaki digerakan. Obyektif pasien tampak gelisah menahan rasa nyeri, TD: 151/85 mmHg, N: 88x/ menit. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjut intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda vital, keadaan umum, ajarkan relaksasi nafas dalam, dan kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi hari kedua rabu, 11 Maret 2015 pukul 13.00 WIB dengan metode SOAP. Subyektif pasien mengatakan nyeri berkurang tidak seperti kemarin lagi, nyeri melilit, nyeri dilipatan paha kanan, skala nyeri 2, saat lipatan paha kanan ditekan. Obyektif pasien tampak menahan sakit, TD: 122/80 mmHg, N: 80x/ menit. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian analgetik.
62
Evaluasi hari pertama selasa, 10 Maret 2015 jam 13.40 WIB penulis juga
melakukan
berhubungan
evaluasi
dengan
untuk
perubahan
diagnosa status
keperawatan
kesehatan.
kecemasan
Subyektif
pasien
mengatakan cemas dan sedih dengan keadaan sekarang. Obyektif pasien tampak cemas, gelisah dan lemas, TD: 151/85 mmHg, N: 88x/ menit, hasil pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor 26 termasuk dalam tingkat kecemasan sedang. Analisis maslah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi seperti observasi tingkat kecemasan, observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital, ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi), berikan lingkungan nyaman dan tenang. Hasil evaluasi hari kedua rabu, 11 Maret 2015 jam 12.55 WIB penulis juga melakukan evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhungan dengan perubahan status kesehatan. Subyektif pasien mengatakan semalam tidur tidak nyenyak. Observasi pasien tampak lesu, TD: 122/80 mmHg, N: 80X/ menit, hasil pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor 15 termasuk dalam tingkat kecemasan ringan. Analisis masalah teratasi.
63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi tentang pemberian dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan Tn. S dengan pra operasi hernia di ruang angrek RSUD Dr. Soediran mangun wonogiri secara metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan:
A. Kesimpulan 1. Pengkajian terhadap masalah kecemasan pada Tn. S telah dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu dengan keluhan utama nyeri akut pasien mengatakan nyeri pada benjolan lipatan paha kanan, rasa seperti kram, pada lipatan paha kanan, nyeri dirasakan sedang yaitu 4, dirasakan saat kaki bergerak, pasien tampak lemah, gelisah dan tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88 x/menit, pasien mengatatakan sulit tidur dan tidur tidak nyeyak sering terbangun, berdasarkan HARS diperoleh score 28 atau kecemasan berat, pasien tampak cemas, gelisah dan tekanan darah 151/85 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,8 oC pasien mengatakan makan/minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM, toileting di bantu keluarga, pasien tampak lemas, kesulitan bergerak, dan tangan kiri di pasang infus.
63
64
2. Diagnosa yang muncul pada Tn. S yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dan kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. 3. Rencana keperawatan
yang disusun untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis yaitu observasi karakteristik nyeri meliputi PQRST, observasi tanda-tanda vital, berikan perubahan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam , kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik. Rencana keperawatan untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan observasi tingkat cemas pasien mrnggunakan kuesioner HARS dan tanda-tanda vital, ajarkan relaksasi nafas dalam (dzikir khafi), berikan penkes tentang keadaan pasien, berikan lingkungan nyaman. 4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun. 5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah dilakukan secara komprehensif dengan acuan rencana asuhan keperawatan hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Subyektif pasien mengatakan nyeri berkurang tidak seperti kemarin lagi, nyeri melilit, nyeri dilipatan paha kanan, skala nyeri 2, saat lipatan paha kanan ditekan. Obyektif pasien tampak menahan sakit. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi seperti kaji skala nyeri, monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian analgetik. Diagnosa kecemasan berhubungan
65
dengan perubahan status kesehatan. Subyektif pasien mengatakan semalam tidur tidak nyenyak. Observasi pasien tampak lesu. Analisis masalah teratasi. 6. Hasil analisa kondisi Tn. S tingkat kecemasan membaik dari skor 28 (kecemasan berat) menjadi skor 15 (kecemasan ringan) setelah diberikan relaksasi dzikir khafi untuk menurunkan kecemasan selama 2 hari dengan durasi 30 menit sebanyak 2 kali sehari hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hannan (2014), bahwa pemberian relaksasi dzikir khafi untuk menurunkan tingkat kecemasan sangat efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi hernia.
B. Saran 1.
Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan sehingga menghasilkan perawat yang profesional dan inovatif, terutama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre operasi hernia.
2.
Bagi Perawat Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pemberian tindakan kebersihan diri kepada pasien khususnya pasien pre operasi hernia, serta mampu melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan Standart Operasional Prosedur (SOP).
66
3.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai untuk penyembuhan pasien, khususnya pasien dengan pre operasi hernia.
4.
Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan para perawat memiliki keterampilan dan tanggung jawab yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan, serta mampu menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga pasien dalam membantu proses penyembuhan pasien khususnya pada pasien pre operasi hernia.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakart Andarmoyo, S. 2013. Persalinan Tanpa Nyeri Berlebihan. Ar – Ruzz: Yogyakarta Anonim.2013, Informasi Spesies.http://www.plantamlor.com/index. php?plant=1433. Pada tanggal 28 Mei 2013. Asmadi. 2008. Konsep Keperawatan Dasar.Jakarta: EGC. Bare, Smeltzer. 2002. Keperawatan Medikan Bedah. Jakarta : EGC Benson, Herbert. MD., 2000. Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana menggabungkan respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda (terjemahan). Bandung: Mizan Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8., Jakarta: EGC. Bayumi, Syaikh Muhammad. 2005. Hidup Sehat dengan Dzikir & Doa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Carpenito, L.J., 2001. Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta Carpenito, Lynda Juall.2007. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Edisi 2. EGC: Jakarta. Coakes S.J., Steed L.G.. 2003. SPSS Analysis without Anguish Version 11.0 for Windows, Chicago: John Wiley. p: 66 – 73. Dermawan, Deden dan Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Gosyen Publishing: Yogyakarta. Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja. Gosyen Publising: Yogyakarta. Djamaluddin Ahmad Al Bunny. 2001. Menatap Akhlaqush Shufiyah. Surabaya :Pustaka Hikmah Perdana, hlm. 171. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
Faradisi, Firman. 2012. Efektivitas Terapi Murottal da Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan. http.//www.journal.stikesmuh-pkj.ac.id Diakses tanggal 16 April 2015. Fauziah Ani, 2005, Pengaruh Pengawasan Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi Pelindingan di Perusahaan Rokok Kretek Sukun Mc. Wartono Kudus. Grace,Pierce A, neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga. Hawari dadang. 2008. Manajemen stress, cemas dan depresi, Jakarta : FKUI Herman, T Heather. 2009-2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klafikasi. EGC: Jakarta. Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3., Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ISO. 2013. Handbook of Quality Standards and Compliance. New Jersey : Prentice-Hall Jhon, Cook. (1995). Penatalaksanaan Bedah, Obsgin, Orthopedi & Traumatologi di Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. App 152-154. Judha, 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Nuha Medika: Yogyakarta. Mubarak. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. EGC: Jakarta Mubarak dan Chayantin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dasar Manusia Teori Dan Aplikasi Dalam Praktik. EGC: Jakarta. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. EGC: Jakarta. Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan. EGC: Jakarta. Nanda Internasional. 2011. Nanda International; Diagnosa Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC:Jakarta Nur Arif dan Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda NIC-NOC. Edisi 4 EGC: Jakarta. Oswari, E. 2000. Bedah dan Keperawatannya. PT Gramedia : Jakarta. Prasetya, S. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu. Yogyakarta. Patricia A. Potter, anne G. Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Edisi ke 4. Jakarta : EGC Potter & Perry. 2006. Buku Ajaran Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan Praktikk. Edisi 4 EGC: Jakarta. Romi Satria Wahono. 2006. Apek dan Kriteria Penilaian Median Pembelajaran. Diaskses melelui http://romisatriawahono.Net/ pada 18/2/15 1:21 PM Sadili Samsudin. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Pustaka Setia Siswatinah. 2011. Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.http://www.jtptunimus_gdl_siswantinah. Diakses 16 April 2015 Sjamsuhidayat, Wim de jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC Saleh, 2010, Berzikir untuk Kesehatan Saraf, Penerbit Zaman : Jakarta Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk). Jakarta : EGC. Srisugati Syamsuhidayat. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Citrus Aaurantium. Jakarta: Bakti Husada. Stuart, Gall W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Tournaire. M, Theau-Yonneau, A. 2007. Complementary and Alternative to Pain Relief During Labor. CAM 2007: 4 (4), 409-417. Advance Access Publication 15 Maret 2007. http://www.creativecommons.orgllicenses/bync/2.0/uw. Wilkinson. Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta. Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC