ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DEGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : POST OPERASI SECTIO ALTA ATAS INDIKASI VESIKOLITIASIS DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 15-18 JUNI 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Keperawatan Di Stikes Muhammadiyah Ciamis
DisusunOleh : FAIZAL ABDUSSALAM KHASFI NIM. 13DP277024
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ini Telah Diperiksa, Disetujui Dan Dipertahankan Di HadapanTim Penguji Karya Tulis Ilmiah STIKes Muhammadiyah Ciamis
Ciamis,
Juli 2016
Penguji I
Penguji II
Penguji III
H. Ajis., S.Kep., Ners NIP. 196305041991031010
Elis Novianti., M.Kep NIK. 0432777799016
H.Dedi Supriadi., S.Sos., S.Kep., Ners., M.M.Kes NIK. 0432777295008
Disahkan Oleh : Ketua STIKes Muhammadiyah Ciamis
Ketua Program Studi Diploma III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis
H. Dedi Supriadi., S.Sos., S.Kep., Ners., M.M.Kes NIK. 0432777295008
Suhanda., S.Ag., S.Kep., M.Kes NIK. 0432777195006
BarangSiapa yang menempuhsuatujalan Untukmenuntutilmuniscaya Allah SWT Menunjukkanjalansurgabaginya. (H.R. Muslim).
Kupersembahkan karya tulis Ini untuk kedua orang tuaku, adik-adikku tercinta Serta adik-adik kelas yang telah Memberikan bantuan, dorongan dan do’anya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DEGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : POST OPERASI SECTIO ALTA ATAS INDIKASI VESIKOLITIASIS DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 15-18 JUNI 20161 Faizal Abdussalam Khasfi2 , H. Dedi Supriadi3
ABSTRAK
Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan SIstem Perkemihan : Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis memerlukan perawatan yang intensif untuk mencegah adanya komplikasi yang lebih kronis. Pemberian asuhan keperawatan pada klien hendaknya selalu di tingkatkan dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Secara komprehensif untuk mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan serta pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis. Metode penulisan yang digunakan yaitu : metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan proses keperawatan meliputi: Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sistem penulisan yang diguakan terdiri dari empat bab yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Pembahasan, Bab III Proses Keperawatan dan Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi. Asuhan Keperawatan yang dilakukan dalam waktu singkat mulai dari tanggal 15-18 Juni 2016, muncul masalah yang ditemukan adalah Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontuitas jaringan di tandai dengan luka operasi. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan anoreksia di tandai dengan mual dan muntah. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri ditandai dengan adanya luka operasi. Pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri di tandai dengan sulit tidur. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tetang penyakit yang dideritanya di tandai dengan klien tampak sangat gelisah. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasive ditandai dengan klien mengatakan rasa perih disekitar luka operasi. Namun prinsipnya semua dapat berjalan ancar. Untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan dalam waktu singkat, penulis bekerja sama dengan perawat ruangan, keluarga klien dan rekan mahasiswa. Sehingga penulis dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai rencanan untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang optimal. Kata kunci Kepustakaan Jumlah halaman
: Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis : 6 Buah. 12 website. : 119 Halaman
Keterangan
: 1 Judul Kasus, 2 Nama Mahasiswa, 3 Nama Pembimbing v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Artinya : Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani ( yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (13). kemudian air mani itu kami jadi segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, pencipta yang paling baik.(14). (Q.S. AL-Mu’minuun 13-14). Dari ayat di atas dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan segala sesuatu dari mulai komponen terkecil sampai dengan komponen terbesar. Ayat ini menjelaskan bahwasannya hal
1
2
tersebut dihasilkan berasal dari bagian-bagian tubuh kita, sistem reproduksi. Yang dimana tidak terlepas kepada salah satu bagian tubuh ini adalah uretra. Allah SWT menjelaskan bahwasannya yang di ciptakan dalam bentuk sangat kokoh dan harus terjaga. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi
untuk
keberhasilan
pembangunan
bangsa
dan
pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009). Visi
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
“
Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan ”.(Kemenkes RI, 2015) Visi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2013-2018 “ Tercapainya Masyarakat Jawa Barat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat ”. (Dinkes JABAR, 2016). Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis juga memiliki visi dalam pembangunan kesehatan yaitu : “ Masyarakat Ciamis Mandiri Hidup Sehat Di Lingkungan Yang Sehat Tahun 2019” (Profil Dinkes Kab. Ciamis, 2016). Visi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis “RSUD Ciamis Sebagai Pusat Rujukan Terpercaya Bagi Institusi Pelayanan
3
Kesehatan Di Wilayah Kabupaten Ciamis Dan Sekitarnya”. (RSUD Ciamis, 2016). Rumah Sakit Umum Kabupaten Ciamis dalam upayanya meningkatkan kesehatan masyarakat dan melayani berbagai macam kasus penyakit yang banyak terjadi. Salah satunya penyakit Vesikolitiasis (Batu Kandung Kemih). Vesikolitiasis yaitu penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran kemih terutama vesika urinaria, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior (Nursalam, 2006). Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2006). Batu kandung kemih (vesikolitiasis) merupakan penyakit terbanyak yang di dierita oleh masyarakat serta menduduki peringkat nomor 3 setelah penyakit infeksi saluran kemih dan penyakit
kelenjar
prostat.
Vesikolitiasis
sering
terjadi
pada
seseorang yang pekerjaannya kurang gerakan fisik, stress, kegemukan dan sering menahan kencing. Gaya hidup seseorang yang
kurang
sehat
juga
dapat
mempengaruhi
terjadinya
Vesikolitiasis. Di negara barat lebih banyak didierita oleh orang dewasa terutama pada pria (5%) daripada anak – anak (2-3%). Insiden Vesikolitiasis di Indonesia lebih tinggi disebabkan karena
4
diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik Jumlah penderita Vesikolitiasis di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang mengalami kenaikan yaitu dari tahun 2003 sampai 2005 dengan presentase 32,8% menjadi 39,1% (Muslim, 2007). Berdasarkan
hasil
pendataan
dari
Dinas
Kesehatan
Kabupaten Ciamis penderita Batu Saluran Kemih (ginjal, ureter, saluran kemih bawah) termasuk Vesikolitiasis pada periode Januari-Desember 2015 di Kabupaten Ciamis adalah sebagai berikut : Tabel 1.1 Daftar 10 Besar Penyakit di Kabupaten Ciamis Januari – Desember 2015 No 1 2 3
Penyakit Hipertensi Primer (esensial) INFLUENZA Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik 4 Tukak Lambung 5 Nasofaringitis Akuta (Common Cold) 6 Gastroduodenitesis tidak spesifik 7 Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) 8 Diare dan Gastroenteritis 9 Rematisme (tidak spesifik) 10 Myalgia 120 Batu sistem kemih(ginjal,ureter, saluran kemih bawah)/ Vesikolitiasis Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis
Total 48,007 41,386 37,017 34,937 24,587 22,190 20,624 18,138 18,100 16,960 41
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis dapat diketahui penderita Hipertensi Primer termasuk urutan Pertama dari 10 Besar Penyakit yang ada di Kabupaten Ciamis.
5
Sedangkan penyakit Batu Sistem Perkemihan yang di dalamnya Vesikolitiasis termasuk dalam urutan yang ke 120 dengan 41 orang dalam periode 2015. Sedangkan data 31 penyakit yang ada di Ruang Dahlia RSUD Ciams pada tahun 2015, dapat dilihat dalam tabel dibawah ini : Tabel 1.2 Daftar 31 Penyakit di Ruang Dahlia RSUD Kab. Ciamis Bulan Januari – Desember 2015 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
DIAGNOSA SD KATARAK FEBRIS HIL CHF GEA TYPHID ANEMIA CKD HT BPH COLIK ABDOMEN TUMOR JARINGAN LUNAK ULCUS DM ASTHMA BR APP / APENDIK RETENSIO URIN TIA TO INTA ABDOMEN PPOK PTERIGIUM DHF NEPROLITHIASIS DM TRAUMA CAPITIS HEPATITIS
JUMLAH 158 126 74 73 68 66 58 50 45 45 44 35 35 34 34 28 23 20 18 18 17 16 16 16 15
6
26 FAM 27 DYSPNEU 28 ABSCES MANDIBULA 29 CELLULITIS 30 HEMOROID INTERNA 31 VESIKOLITIASIS Sumber : Rekam Medik RSUD Ciamis
15 12 11 10 10 9
Berdasarkan tabel diatas, penderita Vesikolitiasis tahun 2015 dari bulan Januari-Desember 2015 masuk pada urutan ke 31 berjumlah 9 orang dan tidak berada pada urutan ke 10 besar penyakit yang ada di Ruang Dahlia pada tahun 2015 Pada daftar 31 Penyakit di Ruang Dahlia RSUD Ciamis dengan penderita Vesikolitiasis tahun 2016 dari bulan Januari-April 2016 adalah sebagai berikut : Tabel 1.3 Daftar 31 Penyakit di Ruang Dahlia RSUD Ciamis Bulan Januari-April 2016 NO
DIAGNOSA
JUMLAH
1
FEBRIS
69
2
SD
45
3
ANEMIA
26
4
GEA
25
5
KATARAK
25
6
CHF
20
7
DYSPNEU
20
8
HERNIA INGUINAL
18
9
TIPHOID
17
10
HT HIPERTENSI
17
11
RETENSIO URIN
13
7
12
TJL TO JARINGAN LUNAK
13
13
CKD
11
14
DHF
10
15
COLIC ABDOMEN
9
16
COLIC RENAL
9
17
ACITES
9
18
PTERIGIUM
8
19
ULCUS DM
7
20
APP ( APENDIK)
6
21
BPH
6
22
ATRIAL FIBRILASI
6
23
ASTHMA BRONCHIALE
5
24
CAD
5
25
COLIC ABDOMEN
5
26
VL
5
27
FIBRO ADEMONA MAMAE
4
28
PPOK
4
29
POLIP RECTUM
4
30
ISK
4
31 VESIKOLITIASIS Sumber : Rekam Medik RSUD Ciamis
3
Berdasarkan tabel di atas, penderita vesikolitiasis periode Januari-April 2016 masuk pada urutan 31 dengan jumlah 3 orang. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita vesikolitiasis di Ruang Dahlia dari tahun 2015 sampai April 2016 mengalami penurunan jumlah orang penderita. Penanganan memperbaiki
penyakit
kualitas
hidup
Vesikolitiasis dengan
bertujuan
mengurangi
untuk gejala,
8
memperpanjang usia harapan hidup dan memperlambat progresi pemburukan sistem perkemihan pada manusia. Saat dilakukan pengkajian di Ruang Dahlia RSUD Ciamis dari tanggal 15-18 Juni 2016 penulis menemukan data sebagai berikut : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontuitas jaringan di tandai dengan luka operasi. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasive ditandai dengan klien mengatakan rasa perih disekitar luka operasi. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan anoreksia di tandai dengan mual dan muntah. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya nyeri ditandai dengan adanya luka operasi. Pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri di tandai dengan sulit tidur. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tetang penyakit yang dideritanya di tandai dengan klien tampak sangat gelisah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Asuhan Keperawatan Perkemihan
pada Post
Tn.
H
Operasi
dengan Sectio
Gangguan Alta
Vesikolitiasis di Ruang Dahlia Rumah Sakit Ciamis Tanggal 15-18 Juni 2016”.
Atas
Sistem Indikasi
Umum Daerah
9
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian dan analisa data pada Tn. H dengan Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. H dengan Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. H dengan Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. H dengan Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis.
10
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. H
dengan
Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. f. Penulis mampu menganalisa kondisi pada Tn. H dengan Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. C. Metode Telaahan Metode yang digunakan adalah deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang memusatkan pada pemecahan masalah yang dimulai dengan pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan cara : 1. Observasi Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan atau observasi langsung. 2. Wawancara Pengambilan
data dengan cara
berkomunikasi langsung
dengan klien, keluarga, perawat dan tim kesehatan lainnya untuk mendapatkan data yang diperlukan mengenai identitas, riwayat kesehatan , data psikologi, sosial dan spiritual serta data penunjang lainnya yang berhubungan dengan vesikolitiasis.
11
3. Pemeriksaan Fisik Teknik ini dilakukan dengan cara langsung melaksanakan pengukuran untuk memperoleh data objektif dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 4. Studi Kepustakaan Mempelajari data-data klien dari catatan medis dan catatan yang berhubungan dengan masalah klien. 5. Partisifasi Aktif Melakukan kerjasama dengan klien dan keluarga maupun dengan perawat ruangan dan memberikan asuhan keperawatan kepada klien. 6. Mempelajari data-data klien dari catatan medis dan catatan yang berhubungan dengan masalah klien ( Nursalam, 2006 ). D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari : BAB I
: PENDAHULUAN Adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode telaahan dan sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN TEORITIS Adalah tinjuan teoritis yang menguraikan konsep dasar penyakit, yang meliputi pengertian, anatomi fisiologi perkemihan, etiologi, manifestasi klinik,
12
patofisiologi,
pemeriksaan
penunjang,
penatalaksanaan, dan dampak penyakit terhadap kebutuhan dasar manusia. Menguraikan tinjauan teoritis tentang asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
keperawatan,
implementasi,
rencana
evaluasi,
dan
dokumentasi. BAB III
: TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN Tinjauan kasus dan pembahasan yang menjelaskan laporan kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi, catatan seluruh
perkembangan, proses
dan
keperawatan
pembahasan yang
dari
meliputi
kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan kasus nyata dilapangan. BAB IV
: KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan rekomendasi atau saran untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap klien di ruangan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Post Operatif Post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equilibrium fisiologis
pasien,
menghilangkan
nyeri
dan
pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.(Brunner & Suddarth, 2006). 2. Perawatan Post Operatif Menurut (Brunner & Suddarth, 2006) Ketika klien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu : a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainase, tube atau selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. b. Manajemen Luka Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge
untuk
mencegah
13
komplikasi
lebih
lanjut.
14
Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. c. Mobilisasi Dini Mobilisasi dini yang dilakukan meliputi ROM, nafas dalam
dan
mengaktifkan
juga
batuk
kembali
efektif
yang
fungsi
penting
untuk
neuromuskuler
dan
mengeluarkan sekret dan lendir. d. Rehabilitasi Rehabilitasi diperlukan oleh klien untuk memulihkan kondisi klien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam
latihan
spesifik
yang
diperlukan
untuk
memaksimalkan kondisi klien seperti sedia kala. e. Discharge Planning Merencanakan kepulangan klien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi atau penyakitnya post operasi. 3. Komplikasi Pasca Operatif a. Syok Syok adalah komplikasi pasca operatif yang paling serius. Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular
yang
disertai
dengan
ketidakmampuan
untuk
15
mengekspresikan produk sampah metabolisme. (Brunner & Suddarth, 2006). Tekanan darah rendah dan urine pekat. Meskipun terdapat banyak jenis syok, definisi dasar tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidakadekuatan aliran darah organ-organ vital dan ketidakmampuan jaringan dari organ-organ ini untuk menggunakan oksigen dan nutrient lain (Brunner & Suddath, 2006). b. Hemorrhagi (Perdarahan) Hemorrhagi dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : 1) Hemorrhagi Primer
:
Terjadi
pada
waktu
pembedahan. 2) Hemorrhagi Intermediari
: Beberapa jam setelah
pembedahan ketika tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat. 3) Hemorrhagi Sekunder
: Beberapa waktu setelah
pembedahan bila ligature slip karena pembuluh darah tidak dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainase. c. Trombosis Vena Profunda (TVP) Trombosis vena Profunda (TVP) adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua
16
komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonary dan sindrom pasca flebitis. d. Embolisme Pulmonal Suatu embolus adalah benda asing (bekuan darah, udara, lemak) yang terlepas dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah. Ketika embolus menjalar ke
sebelah
menyumbat
kanan arteri
jantung pulmonal,
dan
dengan
gejala
yang
sempurna ditimbulkan
mendadak dan sangat tiba-tiba. Pasien yang mengalami penyembuhan normal mendadak menangis dengan nyaring, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada dada dan menjadi sesak nafas, diaforetik, cemas dan sianosis. Pupil dilatasi, nadi menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak dapat terjadi. e. Komplikasi Pernafasan Komplikasi pernafasan merupakan masalah yang paling sering dan paling serius dihadapi oleh pasien bedah. f. Retensi Urine Retensi Urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembedahan-pembedahan, retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rectum, anus dan vagina setelah herniorafi dan pembedahan pada abdomen bagian bawah.
17
Penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih. g. Komplikasi Gastrointestinal Komplikasi yang timbul akibat gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tergantung pada letak dan keluasan pembedahan. Sebagai contoh, bedah mulut dapat menghadirkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus di modifikasi untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya, seperti gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi, dan kolostomi, mempunyai efek yang lebih drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet yang lebih dalam. 4. Pengertian Vesikolitiasis Batu kandung kemih (Vesikolitiasis) merupakan penyakit terbanyak yang didierita oleh masyarakat serta menduduki peringkat nomor 3 setelah penyakit infeksi saluran kemih dan penyakit kelenjar prostat. Vesikolitiasis sering terjadi pada seseorang yang pekerjaannya kurang gerakan fisik, stress, kegemukan
dan
sering
menahan
kencing.
Gaya
hidup
seseorang yang kurang sehat juga dapat mempengaruhi terjadinya Vesikolitiasis di Negara Barat lebih banyak didierita oleh orang dewasa terutama pada pria (5%) dari pada anak – anak (2-3%). Insinden Vesikolitiasis di Indonesia lebih tinggi
18
disebabkan karena diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik (Muslim, 2007). Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2006). Vesikolitiasis yaitu penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran kemih terutama vesika urinaria, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior (Nursalam, 2006). Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen Kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2007) 5. Anatomi dan Fisiologi
Sumber : (Brunner, suddarth 2007)
19
Sistem perkemihan terdiri atas 4 organ, diantaranya : a. Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kadang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial, pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat strukturstruktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal (Basuki, Purnomo, 2007). Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang dibungkus lapisan lemas yang tebal, di belakang peritoneum, atau di luar rongga peritoneum. Panjang ginjal pada orang dewasa sekitar 6,75 cm, tebal 1,5-2,5 cm dan berat sekitar 140 gram. Nefron struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar 1.000.000 pada setiap ginjal. Setiap nefron dimulai sebagai berkas kapiler (badan malphigi atau glomelurus) yang tertanam dalam ujung atas yang lebar pada urinefrus atau nefron (Brunner, suddarth 2007).
20
1) Struktur di sekitar ginjal : Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu kortek dan medula ginjal, di dalam kortek terdapat berjutajuta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terjadi atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentis. Darah
yang
membawa
sisa-sisa
hasil
sisa
metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomelurus di dalam nefron dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui
piramida ke sistem
pelvikalises ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter. 2) Vaskularisasi Ginjal Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena cava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yang arteri tidak mempunyai anatomi
21
dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia atau nekrosis pada daerah yang dilayaninya. 3) Fungsi Ginjal Selain membuang sisa-sisa metabolism tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam : (1) Mengontrol sekresi hormon-hormon
aldosteron
dan
ADH
(Anti
Diuretic
Hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa hormon antara lain : eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormone prostaglandin (Brunner, suddarth 2007). Gambar 2.2 Anatomi Ginjal Dan Nefron
Sumber: (Brunner & Suddarth 2007)
22
Fungsi ginjal sebagai tempat mengatur air, sebagai tempat mengatur konsentrasi garam dalam darah, sebagai tempat mengatur keseimbangan asam basa darah dan sebagai tempat eksresi dan kelebihan garam (Nursalam, 2006). b. Ureter Ureter
merupakan
saluran
retroperitonium
yang
menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Fungsi ureter adalah sebagai tempat mengeluarkan urine dari ginjal ke kandung kemih (Nursalam, 2006). Ureter adalah kelanjutan pelvis renal pada hilum dan menghubungkan
ginjal
dengan
kandung
kemih.
Ureter
melakukan gerakan peristaltik otot polos yang diaktifkan oleh system saraf sympathetic. Terdapat junction ureterovesical dalam ureter yang mencegah agar urine tidak kembali masuk ke dalam ginjal (Reves, 2006). c. Kandung Kemih Kandung kemih berfungsi sebagai penampung urine. Tiga saluran bersambung dengan kandung kemih. Dua ureter bermuara
secara
oblik
di
sebelah
basis,
letak
oblik
menghindarkan urine mengalir kembali ke dalam ureter. Uretra keluar dari kandung kemih sebelah depan. (Nursalam, 2006). Kandung kemih mengumpulkan urine hingga mencapai volume 150-300 ml cairan. Kemudian terjadilah dorongan untuk
23
urinasi. Kandung kemih memiliki kapasitas lebih dari 300 ml cairan. Selama urinasi, kandung kemih tidak mengandung urine sama sekali. Output normal adalah sekitar 1500 ml/hari (Reves, 2006). d. Uretra Uretra adalah sabuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke lubang luar, dilapisi oleh membrane mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri atas serabut otot melingkar, membentuk sfingter uretra, panjang uretra pada wanita sekitar 2,5-3,5 cm sedangkan pada pria 17-22,5 cm (Nursalam, 2006) Masing-masing ginjal manusia terdiri kurang lebih 1 juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine. Setiap nefron terdiri dari (1) Glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang di lalui sejumlah besar cairan yang di filtrasi dari daerah, dan (2) tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi di ubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Glomerulus
tersusun
dari
suatu
jaringan
kapiler
glomerulus yang bercabang dan bermanastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya, kapiler glomerulus di lapisi oleh sel-sel epite, dan keseluruhan glomerulus di bungkus dalam kapsula bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler
24
glomerulus mengalir kedalam kaspsula bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak dalam konteks ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di korteks sisi luar disebut kortikal : Nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya sedikit menembus kedalam medulla. Kira-kira 20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam medula, dan di sebut nefron juksta medular. Nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula. Pada beberapa kasus ansa henle berjalan hingga ke ujung papila renal. Struktur vascular yang menyuplai nefron juksta medular juga berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortika, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler pritubular yang luas. Pada nefron juksta medular, arteriol eferen yang panjang akan meluas dari glomerulus turun kebawah menuju medula ke bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-kapiler pertibulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas kebawah menuju medula, dan terletak berdampingan dengan ansa henle. Seperti ansa henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya kedalam vena kortikal. Jaring kapiler khusus dalam medula ini berperan penting dalam pembentukan urin yang pekat (Arthur C. Guyton,M.D. 2007).
25
6. Etiologi Vesikolitiasis diperkirakan akan terjadi karena kurangnya higienis pada saluran kemih dan gizi. Selain itu vesikolitiasis juga dipastikan adanya : faktor infeksi defisiensi vitamin A, diet yang salah, kekurang minum, faktor lingkungan dari sumber air minum dan tirah baring yang lama. Terbentuknya batu di saluran kemih ada hubungannya dengan aliran urine. Gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). (www.batukandungkemih.com). Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang di simpisis pubis di dalam rongga pinggul. Bentu kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan liga mentum vesika umbilikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari : a. Fundus; yaitu bagian yang terhadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovisicale yang terisi oleh jaringan ikat duktus diverent, vesica seminalis dan prostat. b. Corpus; yaitu bagian antar vertex dan fundus. c. Verteks; bagia runcing ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
26
Kandung kemih merupakan fungsi untuk pengumpulan air kemih dan mengeluarkan air kemih menurut kehendak. Otototot dinding kandung kemih dapat berdilatasi sesuai dengan banyaknya air kemih sehingga tekan didalam kandung kemih dapat diatur. Apabila tekanan sudah cukup tinggi (kemih telah mencapai 300 cc pada orang dewasa) maka terjadilah rangsang untuk berkemih, rangsang ini dipengaruhi kehendak, dan pengeluaran air kemih selanjutnya diatur oleh otot-otot sphineter (Himawan, 2006). Menurut Smeltzer (2006) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainase renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium). Fakto-faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2006) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah : 1) Hiperkalsiuria Suatu
peningkatan
disebabkan
karena
hiperkalsiuria kalsium
dan
kadar
kalsium
Hiperkalsiuria
disebabkan protein),
dalam
idopatik
masukan
tinggi
hiperparatiroidisme
urine,
(meliputi natrium, primer,
sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
27
2) Hipositraturia Suatu penurunan eksresi inhibitor pembentukan Kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidoses tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi. 3) Hiperurikosuria Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih. 4) Penurunan Jumlah Air Kemih Dikarenakan masukan cairan yang sedikit. 5) Jenis cairan yang diminum. Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur. 6) Hiperoksalouria Kenaikan eksresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absobsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
28
7) Ginjal Spongiosa Medula Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik). 8) Batu Asam Urat Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder). 9) Batu Struvit Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih denngan organism yang memproduksi urease. Kandungan batu kemih kebanyakan terdiri dari : a) 75% kalsium. b) 15% batu tripe/batu struvit (Magnesium Ammonium Fosfat). c) 6% batu asam urat. d) 1-2% sistin (cystine). 7. Patofisiologi Obstruksi saluran kemih bisa terjadi di seluruh traktur urinalis. Obstruksi salah satu bagian sistem perkemihan akan menyebabkan tekanan yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi dan anatominya. Bila ada obstruksi maka urine akan terkumpul di belakang sumbatan yang menimbulkan pelebaran pada struktur otot. Otot daerah eperen berkontraksi untuk mendorong urine
29
dari
temppat
yang
tersumbat.
Penyumbatan
sebagian
menyebabkan dilatasi yang lamban kepada struktur yang ada di depan penyumbatan, tanpa gangguan fungsional, tetapi bila obstruksi
meningkat
(hidronetrosis).
akan
Tekanan
menimbulkan yang
peleberan
meningkat
pada
pelis pelvis
berdampak kerusakan, pada jaringan ginjal dan menimbulkan kegagalan ginjal, dengan adanya obstruksi aliran urine akan menurun sehingga akan terjadi stagnasi urine yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi. Distersi vesika urinaria yang berlangsung lama menyebabkan serabut-serabut otot menjadi hipertropi dan divertikal. Karena dipertikulan menahan urine
yang
stagnasi
infeksi
sering
timbul
dan
terjadi
pembentukan batu. Adanya batu akan menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang lancar tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai nyeri bila terjadi pada arah-arah akan menarik-narik penisnya. Bila terjadi infeksi sekunder selain nyeri sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap pada supra pubik, miksi tidak lampias, urgency hesistency, vesica urinaria penuh (Rumoharbo, 2006).
30
8. Pathway Gambar 2.3 Pathway
9. Manifestasi Klinik Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu kandung kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infekso.
31
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, bersar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataaupun ureter menigkat dalam usaha untuk mengeluarjan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik
itu
menyebabkan
tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensari nyeri. Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat kandung kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini. Batu
yang
terjebak
di
kandung
kemih
biasanya
menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung
kemih
menyebabkan
retensi
urin
atau
bisa
menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda
32
seperti mual, muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2007). Jika sudah terjadi komplikasi seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan. Jika penyumbatan,
lokasi,
penyumbatan
timbul
dan
lamanya
dengan
cepat
penyumbatan.
Jika
(hidronefrosis
akut)
biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusak dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung. Tanda dan Gejala Vesikolitiasis : Karena batu menghalangi aliran kemih, akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar tibatiba akan terhenti dan menetes disertai nyeri, bila hal ini terjadi pada anak-anak maka menarik-narik penisnya bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, maka selain nyeri waktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik, urgency, hesistency, vesiko urinary penuh. (Rumaharbo, 2006). 10. Manajemen Medik Secara Umum a. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. b. Pemberian antiseptik.
33
c. Tindakan operatif: operasi sectio alta Sectio Alta merupakan bentuk tindakan bedah di daerah abdomen hingga mengenai vesika urinaria. dilakukan
untuk
mengangkat
batu
Biasanya
kandung
kemih
(vesikolitiasis) (www.republika.co.id). d. Tindak lanjut operasi batu buli-buli dilakukan ± 3 bulan untuk mencegah terbentuknya batu kembali, antara lain dengan cara : 1) Periksa
urine
sampai
benar-benar
steril,
karena
mikroorganisme dapat membentuk kembali. 2) Beri antibiotik sampai mikroorganisme dapat membentuk batu kembali. 3) Dilakukan pengkajian terhadap faktor-faktor kongenital yang
dapat
menimbulkan
obstruksi.
(Depkes
RI
Pusdinakes, 2006) 4) Terapi konservatif dengan pemberian diuretik hanya dilakukan pada batu ureter yang berukuran diameter lebih dari 5 mm dengan hidronefrosis ringan yang nyeri koliknya sudah diatasi (Arif Mansjoer, 2006) e. Dampak Masalah Vesikolitiasis Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia 1) Pre Operasi
34
a) Psikologis Rasa cemas biasa terjadi pada klien pre dan post operasi. Hal ini terjadi karena adanya stressor yaitu kekhawatiran akan terjadi hal buruk waktu dan setelah pembedahan. b) Nutrisi Akibat dari penyakit vesikolitiasis nutrisi tidak masuk dan cukup karena adanya anoreksia dan mual di mana hal ini sangat mengganggu pada masukan makan pada klien. c) Eliminasi Dengan adanya retensi urine akibat sumbatan oleh batu yang terdapat dalam kandung kemih sehingga klien susah BAK, rasa sakit menyebar, gelisah sering timbul rasa ingin BAK. d) Aktivitas Aktivitas klien terganggu karena adanya rasa neri mengakibatkan klien takut untuk beraktivitas. e) Personal Hygiene Akibat rasa takut klien memilih untuk diam, dalam keadaam ini kebersihan diri urang diperhatikan, sehingga merupakan ancaman kesehatan bagi klien.
35
f) Istirahat dan Tidur Pada saat tidur nyeri yang disampaikan melalui transmitter yaitu oleh bahan kimia yang dinamakan serotonin yang dieksresikan oleh saraf dari neuro rafe. Apabila serotonin dipengaruhi oleh salah satu impuls, maka impuls yang lain akan terhambat. 2) Post Operasi a) Nutrisi Pada klien post operasi dengan defesiensi protein akan terhambat peyembuhan luka, masukan protein sangat peting untuk mengembalikan keseimbangan nitrogen
dan
persediaan
asam
amino
untuk
metabolism. Vitamin untuk membantu perkembangan kologen dan mempertahankan integritas dinding kapiler. b) Eliminasi Eliminasi urine berkurang akibat kehilangan cairan tubuh, kehilangan cairan tubuh pada saat operasi akibat penignkatan kehilangan cairan yang tidak terasa, muntah dan peningkatan sekresi hormon ADH, karena tubuh stabil kembali normal dalam waktu kira-kira 48 jam. Retensi urine dapat terjadi karena posisi recumbent, ketegangan saraf, akibat anestesi,
36
gangguan intervasi otot-otot kandung kencing atau edema setempat. c) Aktivitas Klien mengalami keterbatasan aktivitas sehubungan dengan nyeri luka operasi keluhan fisik setelah post operasi. d) Rasa Nyaman Pada dasarnya sama dengan rasa nyeri pada saat sebelum operasi. Hanya penyebabnya berbeda yaitu karena terputusnya kontinuitas jaringan akibat operasi pada saat suprapubis. e) Istirahat dan Tidur Klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya simulasi pada luka operasi meningkatkan otot sehingga mengganggu istirahat dan tidur. f) Resiko Tinggi Infeksi Infeksi pada pasca operasi kemungkinan dapat terjadi apabila perawatannya kurang. Karena perbedaan suatu jaringan mengakibatkan terputusnya jaringan tersebut (luka terbuka). Oleh karena itu sedini mungkin
perawatannya
komprehensif.
harus
tepat
dan
37
11. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
untuk
penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain : a. Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). b. Pielografi Intra Vena (PIV) Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan system saluran kemih akibatnya adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografiretrograd. c. Ultrasonografi USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai
38
echoic shadow), hidronefosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal. d. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal. e. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal. f. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentunya. g. Kultur urin, untuk mencari adanya infeksi sekunder. h. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatasealkali serum. 12. Komplikasi Adapun komplikasi yang mungkin muncul pada penderita vesikoitiasis adalah : a. ISK (Infeksi Saluran Kemih) (Brunner & Suddath, 2006). Infeksi bakteri yang mengenai bagian dari saluran kemih. Ketika mengenai saluran kemih bawah dinamai sistitis (infeksi kandung kemih) sederhana, dan ketika mengenai saluran kemih atas dinamai pielonefritis (infeksi ginjal). Gejala dari saluran kemih bawah meliputi buang air kecil terasa sakit dan sering buang air kecil atau desakan untuk buang
air
kecil
(atau
keduanya),
sementara
gejala
pielonefritis meliputi demam dan nyeri panggul di samping gejala ISK bawah. Pada orang lanjut usia dan anak kecil,
39
gejalanya bisa jadi samar atau tidak spesifik. Kuman tersering penyebab kedua tipe tersebut adalah Escherichia coli, tetapi bakteri lain, virus, maupun jamur dapat menjadi penyebab meskipun jarang. b. Hidronefrosis (Brunner & Suddarth, 2006). Hidronefrosis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada salah satu atau kedua ginjal akibat terkumpulnya urin di dalam ginjal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yang menyebabkan tersumbatnya lokasi-lokasi di sepanjang saluran kemih atau terganggunya fungsi kandung kemih, yang menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam ginjal. Kondisi-kondisi ini dapat termasuk hipertrofi prostat jinak dan kanker prostat pada pria, kehamilan, kanker kandung kemih, kanker serviks dan batu ginjal. c. Hipertensi (Lanny Sustrani, dkk, 2007) Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
40
dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. d. Gagal Ginjal (Smeltzer, 2006). Suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. 13. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Adapun
penatalaksanaan
pada
Vesikolitiasis
menurut
(Soeparman, 2006) dan (Smeltzer, 2006) antara lain yaitu : a. Penanganan Nyeri Tujuan segara dari penanganan kolik renal atau reteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan : morfin diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau hangat di area panggul dapat bermanfaat. b. Terapi Nutrisi Dan Medikasi Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan
41
tertentu
dalam
diet
yang
merupakan
bahan
utama
pembentuk batu (misal : kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Beberapa terapi medikasi menurut jenis batunya, antara lain: 1) Batu kalsium dapat diturunkan dengan diet rendah kalsium, ammonium klorida atau asam asetohidroksemik (lithostat). 2) Batu fosfat dapat diturunkan dengan jeli aluminum hidroksida. 3) Batu urat/asam urat diturunkan dengan pembatasan pemasukan
oksalat,
ekstrokoproreal,
terapi
pengangkatan
gelombang batu
perkutan
kejut atau
uretroskopi. c. Litrottipsi gelombang kejut ekstrokoproreal (ESWL) adalah prosedur non infasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di koliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian kecil, seperti pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan. d. Metode Endourologi Pengangkatan Batu Bidang endourologi mengembangkan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan.
42
e. Uretroskopi Uretroskopi
mencakup
visualisasi
dan
ureter
dengan
memasukan suatu alat uretroskop melalui sistokop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithorispsi elektrohidrolik atau ultrasound kemudian diangkat. f. Pelarutan batu Infuse cairan kemolitik (misal : agen pembuat basa (acyabina) dan pembuat asam (acidifying). Untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative penanganan terapi pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan menolak metode lain atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). g. Pengangkatan batu pada kandung kemih dengan cara : vesikolitotomi (pengangkatan batu pada kandung kemih). B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Post Operasi Sectio Alta Atas Indikasi Vesikolitiasis : Asuhan
keperawatan
pasien
dengan
Post
Operasi
Vesikolitiasis melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian
keperawatan,
perencanaan
pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
keperawatan,
43
I.
Pengkajian Keperawatan Pengkajian
keperawatan
adalah
proses
sistematis
dari
pengumpulan, verifikasi dan komunikasi tentang dara klien yang meliputi data objektif dan data subjektif (Potter & Perry, 2006). Menurut (Nursalam, 2006:17) bahwa yang dimaksud dengan pengkajian adalah : tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai
sumber
data
untuk
mengevaluasi
dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. 1. Pengumpulan data Data dikumpulkan subjektif dan objektif. Data subjektif di dapat dengan cara wawancara dan interaksi, sedangkan data objektif didapat dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Kegiatan pengumpulan data dimulai sejak klien masuk dan dilanjutkan
secara
terus
menerus
selama
proses
keperawatan berlangsung. a. Identitas 1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, alamat.
44
2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, alamat. b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Ditulis singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan keluhan yang membuat klien yang meminta
bantuan
pelayanan
kesehatan.
Dalam
beberapa literatur diterangkan bahwa keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit (Rohmah, 2009). 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan
penjelasan
dari
permulaan
klien
merasakan keluhan sampai dibawa ke rumah sakit. Penjelasan meliputi PQRST. P = Paliative : Apa yang menyebabkan gejala ? apa yang
bisa
memperberat
?
apa
yang
bisa
mengurangi?. Q = Quality : bagaimana gejala dirasakan ? sejauh mana gejala dirasakan ?. S = Skala : seberapa tingkat keparahan dirasakan ? pada skala berapa ?.
45
T = Time : kapan gejala mulai timbul ? seberapa sering gejala dirasakan ? tiba-tiba atau berharapa ? Seberapa lama gejalanya dirasakan ? (Rohmah, 2009). 3) Riwayat Kesehatan Dahulu Diisi dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien ini (Rohmah, 2009). 4) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat Kesehatan Keluarga dihubungkan dengan kemungkinan
adanya
penyakit
keturunan,
kecenderungan alergi dalam suatu keluarga, penyakit yang menular akibat kontak langsung maupun kontak tidak langsung antar anggota keluarga (Rohmah, 2009). 5) Riwayat Kesehatan Lingkungan Riwayat kesehatan lingkungan dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyebab dari lingkungan keberadaan klien yang dapat menyebabkan penyakit menular atau tidaknya (Rohmah, 2009).
46
6) Kebutuhan Biopsikososial Kebutuhan Biologi, psikologi, dan sosial pada klien sebelum sakit dan sesudah sakit. c. Data Biologis Merupakan data yang mencakup status kesehatan umum, penampilan, kesadaran, tanda-tanda vital. d. Pemeriksaan Fisik Dilakukan persistem 1) Sistem Pernafasan Pada klien dengan post op section alta biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nafas diakibatkan oleh adanya nyeri. 2) Sistem Perkemihan Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan adanya retensi urine, cara pengeluaran urine lampias, adanya nyeri pada waktu miksi dan hematuri. Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan pengeluaran urine lancar karena terpasang kateter. 3) Sistem Integumen Pada klien dengan post op sectio alta biasanya tampak adanya luka operasi pada perut bagian bawah.
47
4) Sistem Kardiovaskuler Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan adanya penurunan/peningkatan denyut nadi, tekanan darah normal atau turun akibat respon nyeri dan perdarahan luka operasi, dapat meningkat sebagai respon nyeri. 5) Sistem Gastrointestinal Pada klien dengan post op sectio alta biasanya terdapat adanya mual dan muntah akibat efek dari anestesi. 6) Sistem Musculoskeletal Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nafas diakibatkan oleh adanya nyeri. 7) Sistem Neurologis Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan adanya nyeri pada daerah suprapubis. e. Data Psikologis Klien dengan vesikolitiasis timbul perasaan cemas, perubahan
emosi
dan
perubahan
kepribadian.
Gambaran diri umumnya menurun, berkaitan dengan perubahan penampilan.
48
f. Aspek Sosial Adanya perubahan peran, pekerjaan dan fungsi baik di keluarga maupun di masyarakat. g. Aspek Spritiual Dikaji tentang nilai keagamaan, peribadatan, apakah mengeluh kesulitan dalam melakukan ibadahnya serta semangat yang dimiliki klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhannya. II. Analisa Data Data klien yang diperoleh dari proses pengumpulan data dikelompokan berdasarkan masalah kesehatan yang dialami oleh klien dan sesuai dengan kriteria permasalahannya. Data di kelompokan
maka perawat
harus
dapat
mengidentifikasi
masalah kesehatan klien dan dapat mulai menegakkan diagnosis keperawatannya (Nursalam, 2008). III. Diagnosa Keperawatan Diagnosa
Keperawatan
adalah
suatu
pernyataan
yang
menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok, dimana perawat secara akuntibilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2006).
49
1. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul dalam pre operasi vesikolitiasis adalah : a. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan retensi urine. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri. c. Istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri. d. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang prosedur tindakan. e. Defisit
perawatan
diri
berhubungan
dengan
kelemahan fisik. f. Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
terpasang
kateter. 2. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul dalam post operasi adalah : a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasive, insisi bedah. b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan bedah diseversi, trauma jaringan, dan edema pasca operasi. c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri luka operasi. d. Istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri.
50
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, seperti kerusakan kulit atau insisi, refleksi urine kedalam saluran perkemihan. f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. g. Bersihan jalan nafas tidak efektif hubungan dengan efek depresan dari medikasi dan agen anestesi. h. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan darah dan cairan selama operasi. IV. Perencanaan Keperawatan Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanaan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa keperawatan (Nursalam, 2006). 1. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul dari Pre Op : a. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan retensi urine. Tujuan
: Eliminasi lancar.
Kriteria
: Retensi urine berkurang. Tabel 2.1 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Kolaborasi untuk pemasangan folley kateter
Rasional a. Untuk mengeluarkan urine.
51
b. Ajarkan bladder training.
b. Melatih otot detrusor sehingga urine lancar. c. Mengurangi terjadinya infeksi dari luar yang diakibatkan oleh kurangnya personal hygiene. d. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh sehingga tidak tejadi akumulasi cairan dalam kandung kemih.
c. Jaga kebersihan.
d. Catat intake dan output cairan.
(Doenges, 2007) b. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan nyeri. Tujuan
: Rasa nyeri terpenuhi
Kriteria
: Nyeri berkurang/hilang Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Beri penjelasan pentingnya mobilisasi untuk mengurangi statis urine
a.
b. Ajarkan mobilisasi sesuai dengan kemampuan
b.
c. Bantu klien untuk melakukan mobilisasi
c.
d. Beri motivasi klien untuk melakukan latihan sesuai
d.
Rasional Klien akan memahami dan melaksanakan mobilisasi untuk menjaga agar tidak terjadi statis urine yang diakibatkan kurangnya mobilisasi Mencegah terjadinya kontraktur karena otot yang digerakan Dengan melatih pasif aktif akan mengurangi rasa nyeri yang dapat menekan pembuluh darah karena gerakan atau ketegangan otot akibat kontraksi Dengan motivasi yang tinggi akan menabah semangat
52
dengan kemampuannya
dan keinginan untuk cepat sembuh
(Doenges, 2007)
c. Istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri. Tujuan
: Istirahat dan tidur terpenuhi.
Kriteria
:
-
Kebutuhan tidur terpenuhi
-
Gelisah berkurang Tabel 2.3 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Atur posisi tidur yang nyaman.
a.
b. Ciptakan kondisi lingkungan yang nyaman.
b.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
c.
d. Monitor kualitas dan kuantitas tidur. (Doenges, 2007)
d.
Rasional Posisi semi fowler dan mengiringi beban kerja paruparu untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Mempertahankan atau merangsang tidur dan kualitas tidur yang baik, dan mengurangi inpuls nyeri. Menghilangkan rasa nyeri dengan memblokade infuse dan thalamus dan otak. Dapat diketahui sejauh mana kebutuhan tidur klien.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang peristiwa pra operasi dan pasca operasi Tujuan
: Mendemonstrasikan ansietas berkurang.
53
Kriteria
: Menghubungkan pemahaman tentang
peristiwa dan pasca operasi, lebih sedikit melaporkan perasaan cemas. Tabel 2.4 Intervensi dan Rasional Intervensi a. Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi, termasuk tes laboratorium pra operasi, persiapan kulit, alasan status puasa, obat-obatan pra operasi, aktivitas area tunggu, tinggal di ruang pemulih, dan program pasca operasi informasikan klien bahwa obat nyeri tersedia bila diperlukan b. Ajarkan dan usahakan klien untuk : 1) Nafas dalam 2) Berbalik 3) Turun dari tempat tidur 4) Membebat bagian yang dibedah ketika batuk c. Biarkan klien dan keluarga mengungkapkan perasaan tentang pengalaman pembedahan. Perbaiki jika ada kekeliruan, konsep, rukuk, pertanyaan khusus tentang pembedahan kepada ahli bedah.
d. Lengkapi daftar aktivitas pada daftar cek pra operasi.
Rasional a. Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan membantu mengurangi anesietas dan meningkatkan kerjasama klien selama pemulihan. Memepertahankan kadar algetik darah konstan memberikan control nyeri terbaik.
b. Untuk mendorong keterlibatan klien dalam perawatan diri
c. Dengan menggunakan perasaan membantu pemecahan masalah dan memungkinkan pemberi perawatan untuk mengidentifikasi kekeliruan yang dapat menjadi sumber ketakutan keluarga/orang terdekat adalah system pendukung bagi klien. Agar efektif system pendukung harus mempunyai mekanisme yang kuat d. Daftar cek memastikan semua aktivitas yang
54
Beri tahu dokter jika ada kelainan dari hasil tes laboratorium pra operasi
diperlukan telah lengkap. Aktivitas tersebut dirancang untuk memastikan klien telah siap secara fisiologis untuk pembedahan, sehingga mengurangi resiko lamanya pembedahan
(Doenges, 2007) e. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan
: Perawatan diri optimal
Kriteria
: Pasien kelihatan bersih Tabel 2.5 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Mandikan klien
b. Beri motivasi klien untuk tetap menjaga kebersihan
c. Berikan penyuluhan manfaat dari personal hygiene
Rasional a. Sabun merupakan desinfektan yang dapat membunuh kuman di kulit sehingga resiko infeksi hilang dapat berkurang b. Klien dapat berusaha untuk melakukan personal hygiene sekemampuan dan dilakukan sendiri c. Klien mengerti bahwa personal hygiene akan membantu dalam penyembuhan luka
(Doenges, 2007) f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan retensi dan terpasang kateter. Tujuan
: Infeksi tidak terjadi.
Kriteria
: Tanda-tanda infeksi tidak ada.
55
Tabel 2.6 Intervensi dan Rasional Intervensi a. Monitor suhu tubuh tiap 4 jam dan lapor bila suhu lebih dari 38,5oC. b. Pantau warna urine.
c. Pertahankan aliran urine dan kebersihan. d. Monitor dan lapor bila terdapat tanda infeksi
Rasional a. Suhu merupakan salah satu tanda dan gejala terjadinya infeksi. b. Dapat diketahui tanda-tanda infeksi dari kandung kemih sehingga dapat dibuat perencanaan untuk tindakan selanjutnya. c. Mencegah terjadinya retensi urin yang merupakan media sebagai penyebab infeksi. d. Mencegah dan mengetahui gejala secara untuk perencanaan selanjutnya
(Doenges, 2007) 2. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul dalam post operasi adalah : a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasive, insisi bedah Tujuan
: Rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria
: Nyeri berkurang atau hilang. Tabel 2.7 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, karateristik, intensitas (skala 0-10)
Rasional a. Membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan ketidakefektifan analgetik/mengatakan terjadinya komplikasi. Contoh karena nyeri abdomen biasanya ada secara bertahap pada hari ke-3 atau
56
b. Auskultasi bising usus perhatikan pasase platus.
c. Perhatikan karakteristik dan aliran urin
d. Berikan tindakan kenyamanan. Contoh : pijitan punggung pengaturan posisi. Yakinkan klien bahwa perubahan posisi tidak akan menciderai luka e. Dorong penggunaan teknik relaksasi, contoh pedoman imajinasi, visualisasi aktivitas terapi
f. Bantu dalam rentang gerak dan dorong ambulasi dengan mudah
g. Berikan obat sesuai indikasi, contoh narkotik, analgesik, ADP.
(Doenges, 2007)
e-4 pasca operasi berlanjut/meningkatnya nyeri dapat melanjutkan kelambatan penyembuhan. b. Mengidentifikasi kembali fungsi usus. Gangguan dalam kembalinya bising fungsi usus dalam 73 jam dapat mengidentifikasi adanya komplikasi. c. Penurunan aliran menunjukan retensi urin dengan peningkatan tekanan pada saluran perkemihan atas d. Menurunkan ketegangan otot, meningkatkan relaksasi dapat meningkatkan kemampuan koping
e. Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian, kemampuan koping, menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan. f. Menurunkan kekuatan otot ambulasi membalikan organ untuk posisi normal dan untuk meningkatkan kembali peristaltik dan perasaan sehat umum g. Menghilangkan nyeri meningkatkan kenyamanan dapat lebih menguntungkan dari pada analgesik intermiten khususnya setelah reaksi radikal
57
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan bedah diversi, trauma jaringan, dan edema pasca operasi. Tujuan
: Flimanasi lancar
Kriteria
: Retensi urin berkurang Tabel 2.8 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Kaji adanya kateter
a.
b. Observasi dan catat warna urin
b.
c. Tunjukkan teknis kateterisasi dan irigasi wadah dengan cepat
c.
d. Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat e. Awasi tanda-tanda vital, kaji nadi perperurgor kulit
d.
f. Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional Memperhatikan potensi ureter dan membantu penyembuhan anastomisis dengan mempertahankan bebas urine Urine dapat agak kekeruhan yang seharusnya jernih 2 sampai 3 hari Karakteristik periodic mengosongkan wadah internal. Pasien difersi kontinen tak memerlukan penampang eksternal Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
e. Indicator keseimbangan cairan menunjukan tingkat hidrasi dan keefektifan terapi penggantian cairan f. Membantu mempertahankan hidrasi atau sirkulasi volume adekuat dan aliran urine
(Doenges, 2007) c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri luka operasi. Tujuan
: Istirahat tidur terpenuhi.
58
Kriteria
:
-
Dapat merubah posisi dengan kebutuhan
-
Nyeri berkurang Tabel 2.9 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Observasi tanda-tanda vital setelah mobilisasi b. Anjurkan klien untuk memegang/menahan tera operasi bila merubah posisi c. Bantu klien untuk merubah posisi yang tidak bisa dilakukan sendiri
Rasional a. Mobilisasi pada klien dengan nyeri luka operasi dapat meningkatkan respirasi dan denyut nadi terutama bila nyeri meningkat, sehingga perlu observasi b. Mengurangi tekanan pada luka operasi c. Melatih klien untuk merubah posisi dan meningkatkan sirkulasi
(Doenges, 2007) d. Istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri. Tujuan
: Istirahat tidur terpenuhi
Kriteria
:
-
Kebutuhan tidur terpenuhi
-
Gelisah berkurang Tabel 2.10 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Atur posisi tidur klien yang nyaman sesuai body aligement b. Ciptakan lingkungan dan
Rasional a. Tidur sesuai body aligement Mengurangi ketegangan otot dan tekanan pada daerah nyeri, sehingga tidur pulas b. Memberikan suasana tenang
59
tenang c. Anjurkan klien melakukan teknik relaksasi sebelum tidur dan berkonsentrasi d. Kolaborasi dalam pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri
sehingga klien dapat beristirahat c. Teknik relaksasi merangsang saraf dan otot yang tegang dan nyeri, untuk relaksasi sehingga mudah untuk tidur d. Nyeri luka operasi sangat mengganggu sehingga tidak cukup dengan tindakan di atas, dan memerlukan obat untuk mengurangi rasa nyeri
(Doenges, 2007) e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, seperti kerusakan kulit/insisi, refleksi urine kedalam saluran perkemihan. Tujuan
: Infeksi tidak terjadi.
Kriteria
: Tanda-tanda infeksi tidak ada. Tabel 2.11 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Catat karakteristik urine, dan perhatikan apakah ada perubahan berhubungan dengan keluhan nyeri panggul b. Laporkan penghentian urine tiba-tiba
c. Perhatikan kemerahan disekitar luka d. Ganti balutan sesuai indikasi
e. Awasi tanda-tanda vital
Rasional a. Urine dan bau menunjukan infeksi namun urine secara normal mengandung mucus setelah prosedur b. Penghentian tiba-tiba dapat mengidentifikasikan bentukan plag dan menimbulkan pembentukan abses c. Kemerahan paling umum disebabkan karena jamur d. Balutan basah bertindak sebagai sumbu untuk luka dan memberikan media untuk mempertumbuhkan bakteri e. Peninggian suhu
60
f. Berikan obat sesuai indikasi, bedak anti jamur
menunjukan komplikasi pernafasan insisi/ISK f. Untuk mengobati luka yang teridentifikasi digunakan untuk mengatasi jamur
(Doenges, 2007) f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan
: Perawatan diri optimal.
Kriteria
: Klien terlihat bersih. Tabel 2.12 Intervensi dan Rasional
Intervensi a. Berikan penyuluhan tentang pentingnya perawatan diri b. Bantu klien dalam melakukan personal hygiene
c. Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygien
Rasional a. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan diri b. Meningkatkan keoptimallan personal hygiene, karena pergerakan tubuh hygiene belum bebas sehubungan dengan nyeri luka c. Dapat mengetahui cara membersihkan tubuh klien tampa mengganggu luka sehingga klien mandiri
(Doenges, 2007) g. Bersihan jalan nafas tidak efektif hubungan dengan efek depresan dari medikasi dan agen anestesi. Tujuan
: Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria
: Frekuensi nafas normal, yaitu 16-24 x/m, suara nafas bersih, pergerakan dada simetris tidak mengalami aspirasi
61
Tabel 2.13 Intervensi dan Rasional Intervensi a. Observasi tanda-tanda vital
b. Ubah posisi klien tiap 2 jam bila tidak ada kontra indikasi
c. Latih dan dorong klien untuk nafas dalam dan batuk efektif
d. Bantu klien untuk mengambil posisi batuk yang nyaman (Carpenito, 2001 dan Smeltzer, 2002)
Rasional a. Dengan mengobservasi tanda-tanda vital akan diketahui penyimpangan dari hasil normal terutama frekuensi nafas sehingga dapat merencanakan intervensi selanjutnya b. Dengan mengubah posisi, paru-paru menjadi bebas sehingga memungkinkan pemasukan oksigen secara bebas c. Dengan nafas dalam dan batuk efektif dapt mempertahankan ventilasi yang adekuat dan dapat meningkatkatkan pengeluaran secret dari saluran pernafasan guna memperluas ekspansi paruparu d. Dengan posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri dan regangan pada daerah insisi
h. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan darah dan cairan selama operasi. Tujuan
: Kebutuhan cairan dan elektrolit seimbang
Kriteria
:
-
Intake cairan dan elektrolit seimbang.
-
Intake cairan dan elektrolit sama dengan output.
62
Tabel 2.14 Intervensi dan Rasional Intervensi a. Laksanakan hasil kolaborasi yaitu pemberian cairan infuse dextrose 5% atau garam fisiologis selama 24 jam post op b. Berikan cairan per oral bila peristaltic usus telah terdengar c. Pantau intake dan output cairan d. Anjurkan pemasukan cairan antara 1000-1500 dalam 24 jam (Long, 2004)
Rasional a. Membantu memenuhi cairan dan elektrolit tubuh
b. Membantu memenuhi cairan dan elektrolit tubuh c. Membantu mengidentifikasi keseimbangan cairan d. Membantu mengembalikan kebutuhan cairan dan elektrolit
V. Implementasi Implementasi
merupakan
pelaksanaan
perencanaan
keperawatan oleh perawat dan klien. Implementasi dapat dilakukan
dengan
intervensi
dependen atau tidak
independen
atau
mandiri,
mandiri serta interdependen atau
kolaborasi (Gaffar, 2005:65) VI. Evaluasi Menurut
(Keliat,
2005:15).
Evaluasi
merupakan
proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
63
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir : S : respon subjektif klien terhadap keperawatan yang telah dilakukan. O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah-masalah tetap atau muncul masalah baru atau data kontra indikasi dengan masalah yang ada. P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahan, Surat Al-Mu’minuun 13-14 Brunner & Suddarth (2006). Keperawatan Medikal-Bedah, (alih Bahasa, dr. H.Y Kuncara, dr. Andry Hartono, Monica Ester, SKp, Yasmin Asih, S.Kp, edisi revisi). Jakarta : EGC. Depkes, R.I. (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Dinkes, Jabar (2016). Visi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2013-2018. Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis. (2016). Data 10 Besar Penyakit yang ada di Kabupaten Ciamis. Ciamis. Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Ciamis. Doenges, Marilynn E. 2009.Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien . Jakarta : EGC. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan Asuhan Keperawatan. Edisi Revisi . Jakarta. Salemba Medika. Kemenkes, R.I (2015). Visi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Nursalam. (2006). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktik. Edisi 1. Edisi Revisi. Jakarta : Salemba Medica. Rekam Medik, RSUD Ciamis (2016). Laporan 31 Penyakit di Ruang Dahlia RSUD Ciamis Tahun 2015 sampai April 2016. RSUD Ciamis. Reves. (2006). Keperawatan Perkemihan. Cetakan Kedua. Edisi Revisi. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer S.C dan Bare B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 2 .(Edisi Kedelapan). Edisi Revisi. Jakarta : EGC. http://01-gdl-nurrahmawa-298-1-ktinur-1. Diakses tanggal 17 Juni 2016. http://ASUHAN_KEPERAWATAN_Asuhan_Keperawatan_pasien_dengan_vesikolithi asis. Diakses tanggal 17 Juni 2016. http://Asuhan_keperawatan_pada_pasien_vesikolithiasis. Diakses tanggal 19 Juni 2016. http://pengertian.keperawatan .post.operatif.html. Diakses tanggal 23 Juni 2016. http://vesikolitiasis_full.html Diakses tanggal 26 Juni 2016.