KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PIELONEFRITIS
OLEH : KELOMPOK II 1. LILYAN NURMAYA DEWI
13. RISKA DESTRIANA P
2. MEILINA LUZYANY
14. RIZKI FITRIYANI
3. MUHAMMAD YUDHA SANJAYA
15. ROBBY ARGO WENANG S
4. NATALIA TRI KURNIASARI
16. ROHMAN
5. NURING WIDYAWATI
17. ROSITA AGUS SETIARINI
6. NURKHOLIS AL ROSYID
18. SANTI NIRMAWATI
7. PAHLEVI BETSYTIFANI
19. SIDIQ JATI MULYO
8. RENDRA BAGUS SUBANDONO
20. SINTA DEWI ANGGRAENI
9. RENSA MAULANA A
21. ULFA AGUSVIA PUTERI U
10. RETNO WIJAYANTI
22. WUNGU MUSTIKA JINGGA
11. RIAN ARIF NUR AZIS
23. YULIANTI SAGITA W
12. RINA KARTIKASARI
24. YULISKA ISDAYANTI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2012/2013 BAB I TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436). Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atauretrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668). B. ETIOLOGI 1.
Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat 3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter. 4. Kehamilan 5. Kencing Manis 6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.
C. PATHOFISIOLOGI
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi. Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
D. PATHWAY E. MANIFESTASI KLINIS Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil, nyeri tekan pada kostovertebrel(CVA), Leokositosis, dan adanya bakteri dan sel darah putih dalam urinselain itu gejala saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering berkemihumumnya terjadi. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal pasien pielonefritis biasanya membesar disertai infiltrasiinterstisial selsel inflamasi. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kartiko medularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Ketika pielonefritis menjadi kronis, ginjal membentuk jaringan parut, berkontraksi dan tidak berfungsi Pielonefritis kronis:biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi. Tada-tanda utama mencakup keletiah sakit kepala, nafsumakan rendah, poliuria, haus yang berlebihan, dan kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal pada akhirnya.
F. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari. b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine) c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif. 2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007: a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi. b. Monitor Vital Sign c. Melakukan pemeriksaan fisik d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien. e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis. f. Memantau input dan output cairan. g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes) h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.
Urinalisis a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih b.
Hematuria: hematuria− positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2.
Bakteriologis
a. Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform / mL urin plus piuria b. Biakan bakteri c. Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik 3.
Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.
Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5.
Metode tes a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). b. Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria. c. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
6.
Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
7.
Tes- tes tambahan : a. Urogram intravena (IVU). b. Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. c. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
H. KOMPLIKASI Ada
tiga
komplikasi
penting
dapat
ditemukan
pada
pielonefritis
akut
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi. 2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik. Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).
I. PENGOBATAN a.
Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.
Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
c.
Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu : 1. Data biologis meliputi : a. Identitas Klien b. Identitas penanggung 2. Riwayat kesehatan : a. Riwayat infeksi saluran kemih b. Riwayat pernah menderita batu ginjal c. Riwayat penyakit DM, Jantung 3. Pengkajian fisik : a. Palpasi kandung kemih b. Infeksi darah meatus • Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine • Pengkajian pada costovertebralis 4. Riwayat psikososial Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit mekanisme kopin dan system pendukung 5. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga a. Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit b. Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis B. DIAGNOSA 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan 2. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi 3. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi 4. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
5. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri 6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum 7. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat C. INTERVENSI Dx. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan bertambah. Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi. Intervensi : No
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri 1
Pantau / catat permasukan diet
Membantu
dan
mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan
diet
multiple
mempengaruhi pemasukan makanan. 2
Tawarkan perawatan mulut sering/cuciMambran mukosa menjadi kering dan dengan larutan (25%) cairan asam asetat.pecah. Perawatan mulut menyejukkan, Berikan permen karet, permen keras,meminyaki penyegar mulut diantara makan
dan
membantu
menyegarkan rasa mulut yang sering tidak
nyaman
pada
uremia
dan
membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan
asam
asetat
membantu
menetralkan amonea yang dibentuk oleh perubahan urea. 3
Berikan makanan sedikit tapi sering
Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan
status
uremik/menurunnya paristaltik Kolaborasi : 4
Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung Menentukan kalori individu dan nutrisi
kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan,
dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan 5
Batasi kalium, natrium dan pemasukanuntuk mencegah kerusakan ginjal lebih fosat sesuai indikasi
lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan. Indikator
6
kebutuhan
Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh;pembatasan,
dan
nutrisi,
kebutuhan
/
BUN, albumin serum, transferin, natriumefektivitas terapi. dan kalium. Dx. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang. Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan. Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi Mandiri : 1
Pantau intensitas, lokasi, dan factor yangRasa sakit yang hebat menandakan memperberat atau meringankan nyeri
adanya infeksi
Berikan waktu istirahat yang cukup dan 2
tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Klien dapat istirahat dengan tenang
Anjurkan minum banyak 2-3 liter jikadan dapat merilekskan otot – otot tidak ada kontra indikasi 3
Pantau perubahan
4
haluaran warna,
urine bau
terhadapUntuk dan
membantu
8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
mengidentifikasi
indikasi
kemajuan atau penyimpangan dari
Berikan tindakan nyaman, seperti pijatanhasil yang di harapkan Berikan perawatan parineal
dalam
polaberkemih
berkemih, masukan dan haluaran setiapUntuk
punggung, lingkungan istirahat
klien
5
Kolaborasi :
Meningkatkan relaksasi, menurunkan
Konsul dokter bila : sebelumnya kuningtegangan otot 6
gading urine kuning, jingga gelap,Untuk mencegah kontaminasi uretra berkabut atau keruh. Pla berkemih
7
berubah, sering berkemih dengan jumlahTemuan – temuan ini dapat memberi sedikit, perasaan ingin kencing, menetestanda kerusakan jaringan lanjut dan setelah berkemih. Nyeri menetap atauperlu pemeriksaan luas bertambah sakit Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi
8
sediaan minum, termasuk air segar.Analgesic memblok lintasan nyeri Pemberian air sampai 2400 ml/hari
9
sehingga mengurangi nyeri Akibat dari haluran urin memudahkan berkemih
sering
dan
membantu
membilas saluran berkemih Dx. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien berkurang Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan suhu kulit lembab Intervensi : No
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri : 1
Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ;Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan perhatikan menggigil/diaforesis
2
Pantau
suhu
lingkungan,
proses penyakit infeksius akut batasi
/Suhu ruangan/jumlah selimut harus
tambahkan linen tempat tidur, sesuaidiubah untuk mempertahankan suhu indikasi 3
mendekati normal.
Berikan kompres mandi hangat; hindari Dapat membantu mengurangi demam. penggunaan alkohol
Catatan : penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabakan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain
itu alkohol dapat mengeringkan kulit. Digunakan untuk mengurangi demam 4
Berikan selimut pendingin
umumnya lebih besar dari 39,50-400 C pada
waktu
terjadi
kerusakan/
gangguan otak.
5
Kolaborasi :
Digunakan untuk mengurangi demam
Berikan antipiretik, misalnya ASA
dengan
(aspirin), asetaminofen (tylenol)
hipotelamus. mungkin
aksi
sentralnya Meskipun
dapat
berguna
pada demam dalam
membatasi pertumbuhan organisme. Dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi Dx. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit Intervensi :
Dx. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur dengan nyenyak. Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai Intervensi : No
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri : 1
Instruksikan tindakan relaksasi
2
Hindari mengganggu bila mungkin, mis :Tidur tanpa gangguan pasien mungkin membangun untuk obat atau terapi
Membantu menginduksi tidur tidak
mampu
kembali
tidur
bila
Tentukan kebiasaan tidur biasanya danterbangun 3
perubahan yang terjadi
Mengkaji perlunya mengidentifikasi
Dorong posisi nyaman, bantu dalamintervensi yang tepat. 4
megubah posisi
Perubahan posisi mengubah area
Kolaborasi :
tekanan dan meningkatkan istirahat
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai indikasi 5
Mungkin di berikan untuk membantu pasien tidur/istirahat selama periode dari
rumah
Catatan
:
ke
lingkungan
hindari
baru.
penggunaan
kebiasaan, karena ini menurunkan waktu tidur. Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran aktifitas. Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas. Intervensi : No
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri : 1
Bantu aktivitas perawatan diri yang diMeminimalkan kelelahan dan perlukan. Berikan kemajuan peningkatan membantu keseimbangan suplai dan
aktifitas selama fase penyembuhan. 2
kebutuhan oksigen
Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas.Menetapkan Catat
laporan
dispnea,
kemampuan/kebutuhan
peningkatanpasien dan memudahkan pemilihan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tandaintervensi. vital selama dan setelah aktivitas Dx. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam. Intervensi : No
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri : 1
Ukur dan catat urine setiap kali
Untuk mengetahui adanya perubahan
berkemih
warna dan untuk mengetahui input/output
2
Pastikan kontinuitas kateter pirau/ akses Terputusnya pirau/ akses terbuka akan Tempatkan pasien pada posisi
3
memungkinkan eksanguinasi
telentang/tredelenburg sesui kebutuhan Memaksimalkan aliran balik vena bila Pantau mambran mukosa kering, torgor terjadi hipotensi kulit yang kurang baik, dan rasa haus
4
Kolaborasi :
Hipovolemia/cairian ruang ketiga akan
Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai memperkuat tanda-tanda dehidrasi indikasi Hb/Ht, ektrolit serum dan Ph 5
Menurun karena anemia, hemodilusi atau kehilangan darah aktual. Ketidak seimbangan dapat memerlukan perubahan dalam cairan dialisa atau
Waktu pembekuan, contoh ACT,
tambahan pengganti untuk mencapai
PT/PTT, dan Jumlah trombosit
keseimbangan Penggunaan heparin untuk mencegah pembekuan pada aliran darah dan
Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/ hemofilter mengubah koagulasi dan
6
volume ekspender (contoh
potensial darah aktif.
albumin)selama dialisa sesuai idikasi
Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik. Volume ekspender mungkin dibutuhkan selama/setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi tibatiba nya!!
DAFTAR PUSTAKA
•
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
•
http://askep-ebook.blogspot.com
•
http://cnennisa.files.wordpress.com
•
http://harnawatiaj.wordpress.com
•
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
•
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC
•
www.google.com
•
Read
more:
http://sely-biru.blogspot.com/2010/02/askep-pielonefritis-infeksi-
ginjal.html#ixzz1IFGem58B •
http://sely-biru.blogspot.com/2010/02/askep-pielonefritis-infeksi-ginjal.html