PEMBERIAN SEDUHAN DAUN ALPUKAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DENGAN HIPERTENSI DI PANTI SASANA TRESNA WREDHA DHARMA BAKTI WONOGIRI
DI SUSUN OLEH :
IDA WAHYUNINGSIH NIM. P.13027
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
PEMBERIAN SEDUHAN DAUN ALPUKAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DENGAN HIPERTENSI DI PANTI SASANA TRESNA WREDHA DHARMA BAKTI WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
IDA WAHYUNINGSIH NIM. P.13027
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama
: Ida Wahyuningsih
NIM
: P 13027
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul
: Pemberian Seduhan Daun Alpukat Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Hipertensi Di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri.
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/ tanggal : Rabu, 25 Mei 2016 DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ns. Meri Oktariani, M. Kep
(
)
(
)
(
)
NIK: 200981037 Penguji I
: Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M. Kep NIK: 201188087
Penguji II
: Ns. Meri Oktariani, M. Kep NIK: 2009
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Seduhan Daun Alpukat Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny.S Dengan Hipertensi Di Panti Sasana Tresna Wreda Darma Bakti Wonogiri” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Meri Oktariani, M. Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan dan pembimbing yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ns. Alfyana Nadya R, M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M. Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
iv
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN COVER .....................................................................................
i
LEMBAR KEASLIAN TULISAN ...............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
.........................................................................
1
B. Tujuan penulisan ........................................................................
6
C. Manfaat penulisan ......................................................................
6
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjaun teori .............................................................................
9
1. Definisi Hipertensi ................................................................
9
2. Pengertian lansia ...................................................................
27
3. Tekanan darah .......................................................................
30
4. Daun alpukat .........................................................................
33
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset (berdasarkan jurnal yang dipakai) ............
38
B. Tempat dan waktu .......................................................................
38
C. Media dan alat ukur yang digunakan ..........................................
38
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ..............................
38
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset .......
40
vi
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas pasien ..............................................................................
41
B. Pengkajian ....................................................................................
41
C. Perumusan masalah .......................................................................
47
D. Intervensi .......................................................................................
48
E. Implementasi .................................................................................
50
F. Evaluasi .........................................................................................
55
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian .....................................................................................
60
B. Perumusan Masalah.......................................................................
69
C. Perencanaan ..................................................................................
74
D. Implementasi ................................................................................
77
E. Evaluasi .........................................................................................
80
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan....................................................................................
82
B. Saran .............................................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Lampiran 1 Kerangka teori .............................................................................37 Lampiran 2 Gambar genogram .......................................................................43
viii
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Tabel 3.0 .........................................................................................................10
2.
Tabel 3.1 .........................................................................................................38
3.
Tabel 3.2 .........................................................................................................39
4.
Tabel 3.3 .........................................................................................................40
ix
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Judul Lampiran 2 Lembar Konsultasi Lampiran 3 Surat Pernyataan Lampiran 4 Jurnal Lampiran 5 Asuhan Keperawatan Lampiran 6 Loog Book Lampiran 7 Lembar Pendelegasian Lampiran 8 Lembar Observasi Lampiran 9 SOP Pemberian Seduhan Alpukat Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diatas ambang batas normal yaitu 120/ 80 mmHg menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun) (Adib, 2009). Hipertensi merupakan faktor utama penyebab penyakit jantung dan stroke ( Darmawan, dkk, 2008). Menurut Aspiani, (2013) berdasarkan penyebabnya ada dua jenis hipertensi yaitu: Hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga sebagai penyebab hipertensi primer seperti: Faktor keturunan yaitu dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. Faktor kedua adalah ciri perseorangan yaitu yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan), ras (ras putih hitam lebih banyak dari kulit putih). Faktor ketiga adalah
1
2
kebiasaan hidup yaitu kebiasaan yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi hipertensi seperti: konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr), kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, minum obat-obatan (ephedrine, prednisone, epineprin). Hipertensi sekunder penyebabnya dapat di ketahui: Penyakit ginjal (glomerulus, piyelonefritis, nekrosis tubular akut, tumor), penyakit vascular (aterosklerosis, hyperplasia, thrombosis, aneurisme, emboli kolesterol dan vaskulitis), kelainan endokrin (diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipotiroidme), penyakit saraf (stroke, encephalitis, syndrome gulian barre), obatobatan (kontrasepsi oral, kortikosteroid). Menurut WHO (2012) dalam Kartikasari (2012) menyatakan bahwa terdapat prevalensi penderita hipertensi sebanyak 839 juta orang dengan kenaikan presentase 18% pada tahun 2009 menjadi 80% pada tahun 2012 yang penderitannya lebih banyak pada wanita 30% dibanding pria 29%. Di Indonesia berdasarkan hasil survey Multinational Monitoring of Trends and Determinants In Cardiovascular Disease (INAMONICA) pada tahun 2007, angka hipertensi mencapai 16,2% dan terus meningkat hingga 19,6% pada survei 5 tahun kemudian. Berdasarkan data dari the National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) di negara Amerika menunjukkan bahwa dari tahun 2005-2006, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang terkena hipertensi (Ridwanamirudin, 2007). Berdasarkan Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah terutama hipertensi di Indonesia sebesar 26,3%. Data lain menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi
3
pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantara penyakit tidak menular lainnya. Prevelensi hipertensi di Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional. Kasus tertinggi penyakit tidak menular tahun 2012 pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit hipertensi esensial. Prevalensi kasus hipertensi primer/esensial di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 1,67% mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 1,96% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2013). Di Wonogiri, hipertensi tahun 2012 sebanyak 37,865 kasus, dengan lansia hipertensi sebanyak 15.250 orang (Dinkes Wonogiri, 2013). Pada pasien yang mengalami hipertensi maka akan muncul diagnosa keperawatan yang berupa: Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan denyut
jantung/irama,
perubahan
preload,
perubahan
afterload,
perubahan
kontraktilitas. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan aliran darah coroner, iskemia jantung. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler alveolar. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan, kelemahan menyeluruh. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah (Aspiani, 2013). Beberapa diagnosa keperawatan yang sudah disebutkan diagnosa keperawatan yang akan muncul pada pasien hipertensi yang mengalami perubahan tekanan darah adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium. Intervensi: Monitor vital sign, kaji lokasi dan luas edema,
4
kaji status nutrisi, monitor lokasi dan perluaran edema, monitor peningkatan berat badan tiba-tiba, kolaborasi pemberian diuretik sesuai instruksi. Langkah awal yang biasa dilakukan adalah merubah pola hidup penderita. Hipertensi bisa dikendalikan dengan terapi tanpa obat (non-farmakoterapi) atau terapi obat (farmakoterapi). Perubahan gaya hidup yang paling penting pada studi yang ada adalah penurunan berat badan dan mengkonsumsi diet rendah garam. Strategi seperti latihan, rencana diet, dan mengubah pola hidup merupakan faktor yang berperan besar dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi(Adib, 2009). Pengobatan hipertensi mengunakan terapi obat (farmakoterapi) terbagi menjadi beberapa golongan berdasarkan cara kerjanya yaitu Deuretik, beta bloker, penghambat ACE, antagonis kalsium dan sebagainya (Adib, 2000 dalam kartika 2014). Selain terapi farmakoterapi tersebut penanganan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi komplementer. Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional (Purwanto, 2013). Terapi komplementer memiliki beberapa jenis tindakan yang dapat dilakukan untuk melakukan intervensi keperawatan secara mandiri diantaranya yaitu: Terapi sentuhan (Touch Therapy), terapi sentuhan dalam praktik keperawatan meliputi Masase, Pijat Refleksi, Akupresur. Terapi Pikiran Tubuh, dalam praktik keperawatan meliputi Relaksasi Progresif, Guided Imaginary Therapy, Meditasi, Berdoa, Terapi Musik, Terapi Humor, Hipnosis atau Hypnoterapi, Aromatherapy (Purwanto, 2013). Selain
5
berbagai terapi tersebut pemanfaatan tumbuh tumbuhan yang dipercaya berkhasiat dalam pengobatan hipertensi. Masyarakat dapat mengandalkan lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup .kekayaan alam belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan dan dikembangkan. Masyarakat telah lama mengenal dan mengunakan tumbuh tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulagi masalah kesehatan seperti pemanfaatan daun seledri, bawang putih, bunga rosella serta daun alpukat (Sukmono, 2009). Daun alpukat (Persea gratissima gaerth) merupakan alternatif yang baik mengingat daun alpukat mudah didapatkan oleh masyarakat. Daun alpukat telah diuji dalam penelitian sebelumnya mengenai kandungan zat aktif didalamnya yang terbukti memiliki kandungan flavonoid, querstin dan polifenol. Zat-zat yang terkandung dalam daun alpukat bersifat sebagai peluruh kencing (deuritika), anti radang (anti inflamasi) dan pereda rasa sakit (analgetik). Flavonoid disini mempunyai peran penting sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dalam tubuh.Jadi sepatutnya anda mau memanfaatkan daun alpukat agar anda terhindar dari berbagai penyakit seperti misalnya kanker. Berikut beberapa manfaat daun alpukat dari kandungan flavonoid, querstin, polifenol (Anonim, 2013, dalam Kartika). Flavonoid adalah daun alpukat berperan sebagai antibiotic, daun alpukat juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya osteoroposis. Daun alpukat juga mampu meningkatkan sistem imun dalam tubuh kita. Daun alpukat bermanfaat sebagai pelindung tubuh terutama pada bagian struktur selnya. Daun alpukat juga bisa dijadikan obat untuk anti-inflamasi. Selain itu, daun alpukat masih memilki manfaat
6
lain yang sangat banyak bagi kesehatan tubuh dalam mengatasi berbagai penyakit (Anonim, 2013, dalam Kartika). Querstin adalah kandungan merupakan kandungan senyawa flavonol terbesar. Querstin disini bermanfaat untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit dengan cara mencegah proses peroksidasi lemak dalam tubuh kita. Mungkin kita akan malas mengonsumsi daun alpukat karena rasanya yang pahit, namun rasa pahit disini merupakan manfaat yang bersifat diuretik dalam mencegah tumbuhnya bakteri dalam tubuh kita. Selain itu, kandungan querstin bermanfaat untuk mengatasi tekanan darah tinggi, nyeri lambung dansaraf, sakit kepala dan juga untuk mengatasi menstruasi yang tidak teratur (Anonim, 2013, dalam Kartika). Polifenol adalah daun alpukat juga mengandung polifenol yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari radikal bebas. Hal ini dikarenakan polifenol merupakan senyawa yang termasuk dalam kelompok anti-oksidan.Pada umumnya polifenol terdapat pada beberapa makanan seperti kacang-kacangan, kulit buah dan sayuran (Anonim, 2013, dalam Kartika). Terkait dengan pemanfaatan daun alpukat sebagai alternatif pengobatan hipertensi termasuk pada penelitian (Monica, 2010) berjudul efek seduhan daun alpukat terhadap tekanan darah normal wanita dewasa. Hasilnya rata-rata tekanan darah sesudah meminum seduhan daun alpukat sebesar 97,04/61,46 mmHg lebih rendahdari pada sebelumn meminum seduhan daun alpukat sebesar 108,91/71,88 mmHg. Dengan penurunan yang sangat signifikan (p= 0,00). Penurunan tekanan diastole sebesar 14,26 %, sedangkan tekanan sistole sebesar 10,15 % dengan
7
perbedaan yang signifikan (p= 0,013).Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan aplikasi riset dalam pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah padapenderita hipertensi di PSTW Wonogiri.
B. Tujuan penulisan Tujuan
penyusunan
KTI
dengan
aplikasi
riset
berdasarkan
asuhan
keperawatan. 1. Tujuan umum: Mengaplikasikan tindakan pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah pada pasien dengan Hipertensi di PSTW Wonogiri. 2. Tujuan khusus: a.Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien Hipertensi. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Hipertensi c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien Hipertensi. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien Hipertensi. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien Hipertensi. f.Penulis mampu menganalisa hasil pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah pada pasien dengan Hipertensi.
8
C. Manfaat penulisan 1. Bagi rumah sakit Hasil aplikasi riset diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para pasien penderita hipertensi mengenai manfaat seduhan daun alpukat. 2. Bagi institusi pendidikan keperawatan Hasil aplikasi riset diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dijurusan keperawatan sebagai pelayanan kepada masyarakat mengenai pengaruh seduhan daun alpukat terhadap penderita hipertensi. 3. Bagi pasien Hasil aplikasi riset diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai manfaat seduhan daun alpukat. 4. Bagi penulis Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam penanganan alami penderita hipertensi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori 1. Hipertensi a. Definisi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai tekanan sistolik ≥160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg (Brunnner dan Sudarth, 2001). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg (Sylvia Price: 2005). Hipertensi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang di tandai dengan peningkatan tekanan darah (Tantan, 2007). b. Etiologi Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu genetik respon neurologi terhadap stres atau kelainan eksresi atau transport Natrium, obesitas terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
9
10
darah meningkat, strees karena lingkungan, hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah. Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadi perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Aspiani, 2013). c. Klasifikasi
Klasifikasi
Normal Pra hipertensi Hiper tingkat 1 Hiper tingkat 2
Klasifikasi hipertensi Tabel 3.0 Tekanan darah Sistolik < 120 120 – 139 140 – 159 ≥ 160
Tekanan darah diastolic < 80 80 – 89 90 – 99 ≥ 100 (Asanti dan pinzon, (2010)
11
Klasifikasi
hipertensi
menurut
WHO
(World
Health
Organization) dalam Rohaendi (2008): 1) Tekanan darah normal, yakni tekanan sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastoliknya kurang atau sama dengan 90 mmHg. 2) Tekanan darah borderline (perbatasan), yakni tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-94 mmHg. 3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik 1ebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 95mmHg. d. Manifestasi klinis Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada setiap orang, bahkan kadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang di keluhkan oleh penderita hipertensi adalah sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, telinga berdenging (Aspiani, 2013). Menurut (Crowin, 2000, dalam aspiani 2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun yang berupa nyeri kepala saat terjaga kadang-kadang di sertai mual dan muntah akibat peningkatan takanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena
12
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain
adalah sakit kepala, mimisan, pusing atau migren
(Darmawan, dkk, 2008). e. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak syaraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medullaspinalis ke ganglia sympati di thorak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistemsaraf sympatiske ganglia sympatis. Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan di lepaskannya norefinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap rangsang norefinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan
tambahan
aktivitas
vasokonstriksi.
Medulan adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
13
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angitensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2002). f. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis menurut Brunner dan Suddarth, 2002, dalam Aspiani, 2013 adalah: a. Medis a) Terapi oksigen b) Pemantauan hemodinamik c) Pemantauan jantung d) Obat-obatan: (1) Diuretik: Chlorthalidon, Hydromox, Lasix, Aldactone, Dyrenium Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. (2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri. Sebagian penyekat saluran kalsium
14
bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vascular. Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR. (3) Penghambat enzim mengubah angiotensin 2 atau inhibitor ACE berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2 dengan menghambat enzim yang di perlukan untuk mengubah angiotensin
1
menjadi
angiotensin
2.
Kondisi
ini
menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunkan sekresi aldosterone, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urin kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung. (4) Antagonis (penyekat) respetor beta (β-blocker), terutama penyekat selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung. (5) Antagonis reseptor alfa (β-blocker) menghambat reseptor alfa di otot polos vascular yang secara normal berespon terhadap rangsangan saraf simpatis dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
15
(6) Vasodilator arterior langsung dapat di gunakan untuk menurunkan TPR. Misalnya: Natrium, Nitrosprusida, Nikardipin, Hidralazin, Nitrogliserin, dll. b. Non farmakologi Penatalaksanaan non farmakologis menurut Brunner dan Suddarth ,2002 (Dalam Aspiani, 2013) adalah: a)
Pengaturan diet Beberapa diet yang di anjurkan: (1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan
darah
pengurangan
pada
konsumsi
klien garam
hipertensi. dapat
Dengan
mengurangi
stimulasi system rennin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium yang di anjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari. (2) Diet tinggi potasium, dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya belum jelas. Pemberian potasium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang di percaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding vascular. (3) Diet kaya buah dan sayur. (4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
16
b) Penurunan berat badan Penurunan
berat
badan
mengurangi
tekanan
darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga berkurang. c) Olahraga Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat
untuk
menurunkan
tekanan
darah
dan
memperbaiki keadaan jantung. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat di anjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar
HDL,
yang dapat
mengurangi
terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi. d) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alcohol, penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung. g. Komplikasi Menurut
Darmawan,
dkk,
(2008),
membiarkan
hipertensi
membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kali dibanding dengan orang yang
17
tidak mengalami hipertensi. Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak: 1) Penyakit jantung koroner dan arteri Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini. 2) Payah jantung Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung. 3) Kerusakan ginjal Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.
18
4) Kerusakan pembuluh darah otak Beberapa penelitian di luar negeri mengungkapkan bahwa hipertensi menjadi penyebab utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Ada jenis kerusakan yaitu pecahnya pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah. Dampaknya seseorang bisa mengalami stroke dan kematian. g. Asuhan keperawatan a.Pengkajian Pengkajian menurut Carpenito dan Moyet, (2007) adalah tahap pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok yang sistematis. Berikut Pengkajian menurut Aspiani (2013): 1. Identitas Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem kardiovaskuler adalah usia, karena ada beberapa penyakit kardiovaskuler banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang sering di temukan pada klien dengan penyakit kardiovaskuler seperti: gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung valvular, maupun penyakit cor pulmonar adalah klien mengeluh nyeri dada sebelah kiri, disertai sesak nafas dan ketidakmampuan untuk beraktivitas.
19
3. Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang di derita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang di rasakan sampai klien di bawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke tempat lain selain Rumah Sakit Umum serta pengobatan apa yang pernah di berikan dan bagaimana perubahanya dan data yang di dapatkan saat pengkajian. 4. Riwayat penyakit dahulu Riwayat
kesehatan
yang
lalu
seperti
riwayat
penyakit
kardiovaskuler sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alcohol dan merokok. 5. Riwayat penyakit keluarga Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama karena faktor genetik/keturunan. 6. Pola kebiasaan sehari-hari Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa di lakukan sehubungan dengan adanya nyeri dada sebelah kiri dan sesak nafas.
20
7. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan kardiovaskuler biasanya lemah. b) Kesadaran Kesadaran klien biasanya composmentis, apatis sampai somnolen. c) Tanda-tanda vital: (1) Terdiri dari pemeriksaan: suhu normalnya (37°C). (2) Nadi meningkat (Nadi: 70-82x/menit). (3) Tekanan darah meningkat atau menurun. (4) Pernafasan biasanya mengalami peningkatan. d) Pemeriksaan Review of system (ROS). (1) Sistem pernafasan (B1 : Breating). Dapat ditemukan sesak nafas, sesak waktu beraktivitas, peningkatan frekuensi pernafasan, adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya gangguan pernafasan. (2) Sistem sirkulasi (B2 : Bleeding). Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical, sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan, periksa adanya distensi vena jugularis.
21
(3) Sistem pernafasan (B3 :Brain). Kaji adanya hilangnya gerakan/ sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi pergerakan mata/ kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas). (4) Sistem perkemihan (B4 : Bleder). Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensial urine, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urine, dan kebersihanya. (5) Sistem pencernaan (B5: Bowel). Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen. (6) Sistem muskuloskeletal (B6 :Bone). Nyeri berat tiba-tiba/ mungkin terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna. b. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan menurut Carpenito dan Moyet, (2007)
adalah
pernyataan
tentang
faktor-faktor
yang
mempertahankan respon/tanggapan yang tidak sehat dan menghalangi perubahan yang diharapkan.
22
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Herdman (2012): 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis 3. Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
ketidakseimbanganperfusi ventilasi, perubahan membrane kapiler alveolar. 4. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium. c.
Rencana keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload. Kriteria hasil: a. Tanda vital dalam rentang normal (Tekanan darah, nadi, respirasi). b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada asites. c. Tidak ada penurunan kesadaran. Intervensi: a.
Monitor vital sign.
b.
Monitor status kardiovaskuler.
23
c.
Monitor disritmia jantung termasuk gangguan irama dan konduksi.
d.
Monitor keseimbangan cairan (intake output dan bb harian).
e.
Anjurkan untuk menggurangi stress.
f.
Kolaborasi dalam pemberian terapi anti aritmia sesuai kebutuhan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Kriteria hasil : a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan b. teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan). c. Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunanakan manajemen nyeri d. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi: a. Lakukan termasuk
pengkajian lokasi,
nyeri
secara
karakteristik,
kualitas, dan faktor presipitasi.
komprehensif
durasi,
frekuensi,
24
b. Gunakan
teknik
komunikasi
terapeutik
untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien. c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan. d. Pilih dan lakukan penanganan nyeri farmakologi, non farmakologi dan interpersonal. e. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 3. Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membrane kapiler alveolar. Kriteria hasil: a. Mendemonstrasikan
peningkatan
ventilasi
dan
oksigenasi yang adekuat b. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tandatanda distress pernafasan c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
25
Intervensi: a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu b. Atur posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi c. Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan d. Auskultasi bunyi nafas, area penurunan ventilasi atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi nafas tambahan e. Kelola pemberian bronkodilator sesuai kebutuhan f. Berikan pelembab udara g. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan h. Monitor respirasi dan status O2 Monitor respirasi: a. Monitor kecepatan irama kedalaman respirasi b. Catat pergerakan dada kesimetrisan penggunaan otot nafas tambahan dan adanya retraksi otot interkosta c. Monitor
pola
nafas:
bradypneu,
tacypneu,
hiperventilasi, pernafasan kusmaul, chrynes stokes, biot, dan apneu. d. Catat lokasi trakea e. Monitor kelelahan otot diafragma
26
f. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidaknya adanya fentilasi dan suara tambahan g. Tentukan
kebutuhan
suction
dengana
mengauskultasi crales dan ronkhi pada jalan nafas utama h. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya. 4.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Kriteria hasil: a.
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa di sertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
b.
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
c.
Tanda-tanda vital normal
d.
Energi psikomotor
e.
Level kelemahan
f.
Mampu berpindah dengan atau bantuan alat
g.
Status kardiopulmonary adekuat
h.
Sirkulasi status baik
i.
Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
27
Intervensi: a. Motivasi klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keterbatasannya b. Monitor
cardio
respiratory
terhadap
aktivitas
(misalnya: takhikardi, disritmia, dyspneu, diaoreses, pucat,
tekanan
hemodinamik
dan
frekuensi
pernafasan) c. Dorong untuk melakukan periode istirahat dan aktivitas. d. Bantu klien untuk bangun dari tempat tidur atau duduk disamping tempat tidur atau berjalan e. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medic dalam merencanakan program terapi yang tepat. 5. Kelebihan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kelebihan asupan natrium. Kriteria hasil: a. Terbebas dari edema, efusi, anaskara b. Bunyi nafas bersih, tidak ada dypsneu/ortopneu c. Terbebas
dari
distensi
vena jugularis, reflek
hepatojugular (+) d. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal
28
e. Terbatas
dari
kelelahan,
kecemasan
atau
kebingungan f. Menjelaskan indikator kelebihan cairan Intervensi: a. Monitor vital sign b. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori c. Kaji status nutrisi d. Berikan terapi non farmakologis seduhan daun alpukat untuk menurunkan tekanan darah e. Kolaborasi pemberian diuretic sesuai instruksi 2. Pengertian lansia Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah lansia meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 Atau 7,2% dari seluruh penduduk dengan usia harapan hidup 64,05 tahun. Tahun 2006 usia harapan hidup meningkat menjadi 66,2 tahun dan jumlah lansia menjadi 19 juta orang, dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 jutaorang atau 11,4%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Semakin tingginya usia harapan hidup, maka semakin tinggi pula faktor resiko terjadinya berbagai masalah kesehatan. Masalah umum yang dialami para lansia
29
adalah rentannya kondisi fisik para lansia terhadap berbagai penyakit karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar serta menurunnya efisiensi mekanisme homeostatis, oleh karena hal tersebut lansia mudah terserang berbagai penyakit. Menurut Jubaidi (2008) ada beberapa perubahan fisik pada lansia yang dapat menjadi suatu kondisi lansia terserang penyakit, seperti perubahan kardiovaskuler. Terdapat beberapa macam penyakit yang biasa menimpa para lansia antara lain hipertensi, diabetes mellitus, jatung koroner, stroke, katarak, dan lain sebagainya. Macam-macam masalah kesehatan tersebut yang sering menimpa lansia yaitu hipertensi yang bisa menjadi awitan dari berbagai masalah kardiovaskuler lainnya yang lebih gawat. Klasifikasi lansia menurut WHO, Lansia di golongkan menjadi 4 yaitu : 1) Usia pertengahan 45-59 tahun 2) Lanjut Usia 60-74 tahun 3) Lanjut Usia Tua 75-90 tahun 4) Lansia sangat tua >90 tahun a) Fisik Lansia: Ada perubahan yang terjadi pada fisik yang dialami oleh lansia akibat proses menua. Menurut Nugroho (2008) adalah sebagai berikut:
30
b) Perubahan fisik dan fungsi Penurunan fisik dan fungsi pada lansia berkaitan dengan penurunan fungsi sel, sistem syaraf, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi, sistem endokrin, dll. c) Perubahan mental Terjadi perubahan yang dapat berupa sikap yang semakin egosentrik,mudah curiga, bertambah pelit bila memiliki sesuatu. Sikap yang semakin umum ditemukan pada lansia adalah mengharapkan tetapi diberi peran dalam masyarakat, ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Faktor
yang
mempengaruhi
perubahan
mental
pada
lansia
diantaranya: (1) Perubahan anatomi (2) Perubahan fisiologi (3) Kesehatan umum (4) Tingkat pendidikan (5) Keturunan (6) Lingkungan (7) Perubahan mental pada lansia juga terjadi pada ketenangan dan juga Intelegensi Quotion (IQ). d) Perubahan Psikososial
31
Nilai
seseorang
sering
diukur
dari
produktivitasnya
dan
identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia yang mengalami kehilangan antara lain : (1) Kehilangan fungsional (2) Pada umumnya setelah seseorang memasuki lansia maka ia akan mengalami penurunan fungsi kognitif meliputi belajar, persepsi, pengertian, pemahaman, dll. Sehingga dapat mengakibatkan reaksi dan perilaku lansia menjadi lambat. 3. Tekanan darah Tekanan darah merupakan tekanan yang di hasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah di pengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah di sebabkan peningkatan volume darah atau penurunan elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny, dkk, 2010). Sedangkan menurut (Gunawan, 2007) tekanan darah adalah kekuatan yang di perlukan agar dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Darah yang dengan lancer beredar ke seluruh tubuh berfungsi sangat penting sebagai media pengangkut oksigen serta zat-zat lain yang di perlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa metabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan tubuh. Tekanan darah orang dewasa dinyatakan normal bila angka sistolik (angka atas) di
32
bawah 140 mmHg dan angka diastolik (tekanan bawah) di bawah 85 mmHg (Price dan Henderson, 2005; dalam Herminto, dkk, 2013). 4. Kelebihan volume cairan: 1) Definisi cairan Definisi kelebihan volume cairan adalah kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler dan ektraseluler (Tamsuri, 2009). 2) Klasifikasi cairan Cairan tubuh di bedakan atas cairan intrasel (CIS) yaitu cairan yang terdapat di dalam sel dan cairan ekstrasel (CES) yaitu cairan yang berada di luar sel, sekitar 70% cairan tubuh adalah cairan intrasel dan sisanya adalah cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel antara lain cairan (a) interstisial, yang berada di antara sel jaringan; (b) intravaskuler, yang berada dalam pembuluh darah; (c) limfe, yang berada dalam pembuluh limfe; dan (d) transeluler, yang berada di tempat-tempat khusus. Cairan intraokuler (Terdapat dalam bola mata), cairan serebrospinalis dan cairan dalam persendian adalah contoh cairan transeluler (Sumardjo, 2009). 3)
Diagnosa keperawatan tentang cairan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan gangguan keseimbangan
cairan
adalah:
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan dengan haluaran urine berlebih, sekunder akibat diabetes
insipidus,
peningkatan
permeabilitas
kapiler
dan
33
kehilangan cairan melalui evaporasi akibat luka bakar, kehilangan cairan sekunder akibat demam, drainase abnormal dari luka, diare/muntah; Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan sekunder akibat gagal jantung, peningkatan preload, kelebihan asupan natrium/cairan; Gangguan keseimbangan elektrolit berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder akibat trauma panas, pengeluaran kalium berlebih karena muntah/diare, gangguan regulasi elektrolit sekunder akibat kerusakan ginjal, diet tinggi/rendah kalium (Tamsuri, 2009). 4)
Cara penanganan Cara mengatasinya adalah dengan menurunkan tekanan darah .Suatu penelitian membuktikan dengan menurunkan tekanam diastolik menjadi 90 mmHg mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian yang di akibatkan hipertensi (Permadi Adi, 2005).
5)
Mekanisme terjadinya peningkatan volume cairan Mekanisme terjadinya peningkatan tekanan darah adalah pengaruh hormone rennin, angiotensin dan aldosteron. Produksi renin antara lain di pengaruhi oleh stimulus syaraf simpatis. Renin berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang mempunyai efek vasokonstriksi. Dengan adanya angiotensin II sekresi aldosteron meningkat menyebabkan retensi garam natrium dan air. Keadaan ini akan mempengaruhi peningkatan tekanan
34
darah. Pengaruh konsumsi garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan kenaikan tekanan darah. Pada keadaan normal kejadian tersebut akan di ikuti oleh pengeluaran garam, sehingga kembali pada keadaan
hemodinamik.
Namun
pada
penderita
hipertensi
mekanisme tersebut terganggu disamping ada faktor lain yang berpengaruh sehingga tekanan darah meningkat (Soenardi dan Soetardjo, 2005). 6)
Alat ukur Menggunakan alat ukur tensi/ spygmamometer.
5. Daun alpukat Daun alpukat (Persea gratissima gaerth) merupakan alternatif yang baik mengingat daun alpukat mudah didapatkan oleh masyarakat. Daun alpukat telah diuji dalam penelitian sebelumnya mengenai kandungan zat aktif didalamnya yang terbukti memiliki kandungan flavonoid, querstin dan polifenol. Zat-zat yang terkandung dalam daun alpukat bersifat sebagai sebagai peluruh kencing (deuretika). Flavonoid di sini mempunyai peran penting sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dalam tubuh. Jadi sepatutnya anda mau memanfaatkan daun alpukat agar anda terhindar dari berbagai penyakit seperti misalnya kanker. Berikut beberapa manfaat daun alpukat dari kandungan flavonoid, querstin, polifenol (Anonim, 2013, dalam Kartika).
35
Flavonoid adalah daun alpukat berperan sebagai antibiotic, daun alpukat juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya osteoroposis. Daun alpukat juga mampu meningkatkan sistem imun dalam tubuh kita. Daun alpukat bermanfaat sebagai pelindung tubuh terutama pada bagian struktur selnya. Daun alpukat juga bisa dijadikan obat untuk antiinflamasi. Selain itu, daun alpukat masih memilki manfaat lain yang sangat banyak bagi kesehatan tubuh dalam mengatasi berbagai penyakit (Anonim, 2013, dalam Kartika). Querstin adalah kandungan daun alpukat yang merupakan kandungan senyawa flavonol terbesar. Querstin disini bermanfaat untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit dengan cara mencegah proses peroksidasi lemak dalam tubuh kita. Mungkin kita akan malas mengonsumsi daun alpukat karena rasanya yang pahit, namun rasa pahit disini merupakan manfaat yang bersifat diuretik dalam mencegah tumbuhnya bakteri dalam tubuh kita .Selain itu, kandungan querstin bermanfaat untuk mengatasi tekanan darah tinggi. Nyeri lambung dan saraf, sakit kepala dan juga untuk mengatasi menstruasi yang tidak teratur (Anonim, 2013, dalam Kartika). Polifenol adalah daun alpukat yang mengandung polifenol berfungsi untuk melindungi tubuh dari radikal bebas. Hal ini dikarenakan polifenol merupakan senyawa yang termasuk dalam kelompok antioksidan.Pada umumnya polifenol terdapat pada beberapa makanan
36
seperti kacang-kacangan, kulit buah dan sayuran (Anonim, 2013, dalam Kartika). 6. Mekanisme Mekanisme pada daun alpukat mengandung querstin yang merupakan kandungan senyawa flavonol terbesar. Querstin disini bermanfaat untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit dengan cara mencegah proses peroksidasi lemak dalam tubuh kita. Mungkin kita akan malas mengonsumsi daun alpukat karena rasanya yang pahit, namun rasa pahit disini merupakan manfaat yang bersifat diuretik dalam mencegah tumbuhnya bakteri dalam tubuh kita. Selain itu, kandungan querstin bermanfaat untuk mengatasi tekanan darah tinggi. Nyeri lambung dan saraf, sakit kepala dan juga untuk mengatasi menstruasi yang tidak teratur (Anonim, 2013, dalam Kartika).
37
B.Kerangka teori Faktor yang mempengaruhi hipertensi: Genetik , umur, keturunan, obesitas, hilang elastisitas jaringan Arteri sklerosis
Diagnosa keperawatan
Penurunan curah
jantung
Nyeri akut
Gangguan pertukaran gas
Intoleren akaktivita s
Kelebihan volume cairan
Pemberian seduhan daun alpukat
Penurunan tekanan darah Gambar 2.1 Kerangka teori
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A.Subjek aplikasi riset Lansia dengan usia ≥ 60 tahun, tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk tekanan darah systole dan atau ≥ 90 mmHg B.Tempat dan waktu 1. Tempat : Aplikasi ini akan di aplikasikan di PSTW Wonogiri 2.Waktu
: Riset ini diaplikasikan pada tanggal 4-16 januari 2016
C.Media dan alat yang di gunakan Media dan alat yang digunakan seduhan daun alpukat diukur dengan sphygmomanometer. D.Prosedur tindakan berdasarkan riset Prosedur pembuatan seduhan daun alpukat berdasarkan riset menurut Wahyudianingsih dan Soenarto (2010)
Tabel 3.1 1.
Sediakan 5 lembar daun alpukat segar
2.
Cuci dengan air bersih
3.
Tiriskan sampai kering
4.
Sesudah daun alpukat kering
5.
Masukan ke dalam panci stainless steel
6.
Tuangkan 2 gelas air masing-masing 200 ml
7.
Rebus dengan api kecil
8.
Rebus hingga menjadi 1 gelas sampai suhu 100°C
9.
Lalu tuangkan ke dalam gelas 200 ml
10. Tutup rapat dan dinginkan
38
39
Berikut ini adalah tabel prosedur tindakan aplikasi riset pada pasien hipertensi menurut Wahyudianingsih dan Soenarto, (2010) Tabel 3.2 A
Fase orientasi 1. Memberi salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan 4. Kontrak waktu 5. Menanyakan kesiapan pasien
B.
Fase kerja 1. Mengatur posisi pasien 2. Mengukur tekanan darah 3. Memberikan rebusan daun alpukat 1x sehari selama 7 hari 4. Mengukur tekanan darah kembali setelah 7 hari 5. Mencatat hasil observasi
C. Fase terminasi 1. Melakukan evaluasi tindakan 2. Menyampaikan rencana tindak lanjut 3. Berpamitan
40
e. Alat Ukur Berikut ini adalah tabel pengukuran tekanan darah pada pasien hipertensi Tabel 3.3
No. Hari/Tanggal
Waktu
Td sebelum
Waktu
Td sesudah
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien Pengkajian dilakukan pada tanggal 04-07 Januari 2016, dan pengkajian hari pertama pada tanggal 04 Januari 2016 pada pukul 10.00 WIB, pasien mengatakan sudah lama tinggal di Panti Sasana Tresna Wreda Darma Bakti Wonogiri, tepatnya tanggal 24 Agustus 2014 pasien masuk di Panti Sasana Tresna Wreda Bakti Wonogiri. Dengan pengakjiian alloanamnesa, observasi langsung, pemeriksaan fisik, serta menelaah catatan petugas panti hasil pengkajian didapatkan identitas klien, bahwa klien bernama Ny. S, umur 76 tahun, agama Islam, alamat Sukoharjo. Nama penanggung jawab Ny. S umur 72 tahun, pendidikan S1, pekerjaaan kepala panti, alamat Wonogiri, dan hubungan dengan klien penanggung jawab klien di Panti Sasana Tresna Wreda Darma Bakti Wonogiri . B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016 pada pukul 10.00 WIB. Ketika dilakukan pengkajian terhadap klien tentang riwayat keperawatan, keluhan utama yang dirasakan klien adalah pusing, dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil sebagai berikut: tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22 kali/menit, heart rate 87
41
42
kali/menit dan suhu 36,8º C. Pada saat pengkajian sekarang gejala awal yang dirasakan klien adalah klien mengatakan nyeri tengkuk, pusing dibagian kepala depan biasanya nyeri timbul 3-5 menit, untuk mengurangi nyeri biasanya klien tiduran, pasien juga mengatakan penglihatannya berkurang atau kabur (faktor usia). Klien juga mengatakan kaki sebelah kiri terasa berat karena post stroke dan klien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung 4 tahun yang lalu. Klien mengatakan mudah letih disetiap beraktivitas dan nafas sering terengah-engah, cara berjalan klien juga nampak lambat dan menggunakan tongkat kayu. Selain itu klien juga mengatakan BAK 3 kali sehari. Keluarnya sedikit-sedikit, warna kuning, kakinya udem, capillary refile 4 detik kembali. Pada saat pengkajian riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit saat anak-anak. Pasien juga tidak pernah mengalami kecelakaan, operasi. Pasien mengatakan pernah di rawat di rumah sakit 2 kali karena stroke. Pasien juga tidak mempunyai alergi terhadap makanan, obat-obatan atau yang lainya. Pasien mengatakan dahulu waktu masih muda kegiatan sehari-harinya sebagai pedagang jamu keliling. Pada
riwayat
penyakit
keluarga
klien
mengatakan
didalam
keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit menurun ataupun menular seperti hipertensi, diabetus milletus, hepatitis, HIV AIDS, alergi dan sebagainya. Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang sedang mengalami sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jiwa.
43
Genogram:
Ny.s. s
Keterangan: : perempuan : laki-laki : pasien : meninggal : meninggal
Pola kesehatan fungsional pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal dan penting, jika pasien sakit pasien di periksakan ke dokter yang di panti wreda dan pasien taat minum obatnya. Pada pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk pauk, makan 1
44
porsi habis dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk pauk, buah 1 porsi habis dan ada keluhan. Pada pola eliminasi sebelum pasien sakit pasien mengatakan BAK 45 kali sehari, jumlah urine ± 1000 cc, warna kuning, dan tidak ada keluhan. Pasien mengatakan BAB sebelum sakit 2 hari sekali jumlah (-), warna kuning kecoklatan, bau khas dan tidak ada keluhan. Selama pasien sakit mengatakan BAK dalam sehari hanya 3 kali keluar sedikit-sedikit, jumlah urine ± 700 cc, warna kuning. Dan BAB 2 hari sekali, jumlah feses (-), warna kuning kecoklatan. Pada pola aktivitas dan latihan kemampuan pasien sebelum sakit makan minum mandiri (0), toileting mandiri (0), berpakaian mandiri (0), mobilitas di tempat tidur mandiri (0), berpindah mandiri (0), ambulasi/ ROM secara mandiri (0). Selama pasien sakit makan dan minum mandiri (0), toileting dibantu orang lain (2), berpakaian mandiri (0), mobilitas ditempat tidur mandiri (0), berpindah di bantu dengan alat (1), ambulasi/ ROM mandiri(0). Pola istirahat tidur pasien sebelum sakit pasien mengatakan tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 6 jam, pasien tidur nyenyak dan perasaan setelah bangun terasa segar tetapi selama pasien sakit tidurnya sering terbangun karena pusing (nyeri tengkuk). Pada pola kognitif perseptual pasien sebelum sakit tidak merasakan rasa sakit pada anggota tubuhnya, pada saat sakit pasien mengatakan pusing (nyeri tengkuk), pusing cenut-cenut biasanya nyeri di rasakan 3-5 menit, pusing di bagian kepala depan, skala nyeri 6, nyeri di
45
rasakan hilang timbul. Pada pola persepsi konsep diri sebelum sakit pada gambaran diri pasien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya, ideal diri pasien mengatakan baik dan sehat, harga diri pasien mengatakan menerima dan mensyukuri keadaanya, peran diri pada pasien kegiatan seharihari sebagai pasien panti jompo, dan pada ideal diri pasien mengatakan sebagai perempuan. Selama pasien sakit gambaran diri pesien mengatakan tetap mensyukuri seluruh anggota tubuhnya, ideal diri pasien ingin cepat sembuh, harga diri pasien selalu menerima dan mensyukuri keadaanya, peran diri pasien sebagai pasien panti jompo, pada ideal diri pasien sebagai seorang perempuan. Pola hubungan peran sebelum dan selama sakit pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan penghuni panti lainnya. Pola seksualitas sebelum dan selama sakit pasien mengatakan sudah menikah tetapi tidak memiliki anak. Pada pola mekanisme koping sebelum dan selama sakit pasien jika ada masalah selalu berdiskusi dengan pengurus panti. Pola keyakinan pasien pasien seorang muslim selalu menjalankan sholat 5 waktu dan berdoa baik selama sakit maupun sakit. Pada pengkajian pemeriksaan fisik keadaan umum klien composmentis (kesadaran penuh). Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22 kali/menit, heart rate 87 kali/menit dan suhu 36,8º C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan hasil bentuk kepala mesochepal (lonjong), rambut berwarna putih, kulit kepala bersih. Pada pemeriksaan mata didapatkan palpebra tidak udem, konjungtiva
46
tidak anemis, seclera tidak ikterik, pupil mata kanan dan kiri isokor, diameter kanan kiri ± 2 mm, penglihatan berkurang (kabur), tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada pemeriksaan hidung didapatkan hasil hidung kanan dan kiri simetris, tidak terdapat polip, bersih tidak ada secret.Pada pemeriksaan mulut didapatkan hasil mulut bersih, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir lembab, sudah tidak memiliki gigi. Pada pemeriksaan telinga didapatkan hasil telinga kanan dan kiri simetris, terdapat serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, merasakan nyeri
tengkuk
(cengeng). Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil, inspeksi bentuk dada simetris, ekspansi paru-paru kanan dan kiri sama, tidak ada jejas, tidak menggunakan otot bantu pernafasan. Palpasi didapatkan hasil vocal premitus kanan dan kiri sama. Perkusi didapatkan hasil suara paru kanan dan kiri sonor. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan hasil tidak terdapat suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, dll). Pada pemeriksaan jantung, inspeksi didapatkan hasil bentuk dada simetris, ictus cordis tidak nampak. Palpasi didapatkan hasil ictus cordis teraba di intercosta ke lima mid clavicula sinistra, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I-II murni, suara reguler. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan hasil perut buncit terdapat lipatan lemak. Auskultasi didapatkan hasil bising usus 18 kali/menit. Perkusi didapatkan hasil suara pada kuadran I pekak, kuadran II-IV timpani. Palpasi didapatkan hasil tidak ada nyeri tekan.
47
Pada pemeriksaan genetalia dan rektum, didapatkan hasil bersih tidak ada lesi, tidak terpasang selang Dower Cateter (DC), tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan ektremitas didapatkan hasil ektremitas kanan atas kanan bawah kekuatan otot 5 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh), sedangkan ektremitas kiri atas (5) kiri bawah kekuatan otot 4 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedukit penahanan), capilary refile 4 detik, perabaan akral hangat. Ektremitas bawah sebelah kiri udem dan terasa berat ( post stroke) dan aktivitas berjalan di bantu dengan tongkat. C. Daftar perumusan masalah Hasil pengkajian secara wawancara dan observasi pada klien maka penulis merumuskan masalah yang paling utama kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dengan data subyektif pasien mengatakan BAK dalam sehari 3 kali keluarnya sedikit-sedikit. Sedangkan data obyektif di tandai dengan pasien terlihat lemah, pasien terlihat lesu, kaki kiri pasien udem, capillary refile 4 detik, tekanan darah 180/100 mmHg, jumlah urine 700 cc, ada gangguan tekanan darah. Pada masalah keperawatan yang kedua yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dengan data subyektif pasien mengatakan mudah letih, kaki kiri terasa berat karena post stroke pasien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung 4 tahun yang lalu. Sedangkan data obyektif pasien tampak terengah-engah setiap habis
48
beraktivitas dan lesu, pasien berjalan terlihat di bantu dengan tongkat kayu, pasien berjalan lambat, dan kekuatan otot kanan atas bawah 5 kiri atas bawah 4. Pada masalah keperawatan yang ketiga terdapat data subyektif pasien provocate pasien mengatakan pusing (nyeri tengkuk), quality pusing terasa cenut-cenut nyeri di rasakan 3-5 menit, regional di kepala depan, scale 6, time hilang timbul. Sedangkan data obyektif pasien terlihat lemah, pasien terlihat lesu, tanda-tanda vital di dapatkan tekanan darah 180/100 mmHg, heart rate 87 kali per menit, respiratory rate 22 kali per menit. Prioritas dari diagnosa keperawatan di atas yang pertama adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, yang kedua intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, yang ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. D. Perencanaan Intervensi
berdasarkan
masalah
keperawatan
pada
diagnosa
keperawatan yang pertama adalah kelebihaan volume cairan berhubungan dengan
gangguan
mekanisme
regulasi.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah keperawatan kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda udem, turgor kulit elastis. Intervensi yang akan di lakukan ke pasien adalah monitor balance cairan untuk mengetahui perubahan dan perkembangan pasien, observasi tanda-tanda kelebihan volume cairan (udem, turgor kulit, capillary
49
refile) untuk memudahkan intervensi selanjutnya, aplikasikan pemberian seduhan daun alpukat sebagai deuretik untuk mengurangi kelebihan volume cairan secara non farmakologi, edukasi manfaat pemberian seduhan daun alpukat untuk memberikan informasi manfaat pemberian seduhan daun alpukat, kolaborasi dengan pengurus panti dalam pemberian nutrisi yang sesuai (rendah garam) untuk memberikan diet yang sesuai. Intervensi
diagnosa
yang
kedua
yaitu
intolaransi
aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil klien dapat menentukan adanya peningkatan aktivitas vital sign. Intervensi yang akan di lakukan adalah observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, berikan exercise senam untuk membantu menggerakan anggota badan (tangan, kaki), ajarkan pasien untuk melakukan latihan otot (menggerakan tangan dan kaki) untuk melatih kekuatan otot, kolaborasi dengan petugas panti untuk melakukan aktivitas untuk mempermudah pasien beraktivitas. Intervensi diagnosa yang ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil vital sign dalam batas normal, mampu mengontrol nyeri (dengan teknik non farmakologi),
mampu
mengenal
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi),
mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi yang akan di
50
lakukan kaji karakteristik (PQRST) untuk mengetahui karakteristik nyeri, monitor ttv untuk mengetahui perkembangan pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri, tingkatkan istirahat. E. Implementasi Implementasi pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di lakukan pada hari selasa tanggal 5 januari 2016 pukul 07.00 WIB dengan mengkaji keadaan pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan BAK dalam sehari 3 kali keluarnya sedikit-sedikit, dengan data obyektif kaki kiri pasien terlihat udem, capillary refile 4 detik, jumlah urine ±700cc, balance cairan ±600 cc, tekanan darah 180/100 mmHg, heart rate 87 kali per menit, respiratory rate22 kali per menit. Pukul 10.00 WIB mengukur tekanan darah sebelum memberikan seduhan daun alpukat respon subyektif pasien mengatakan bersedia di ukur tekanan darah respon obyektif hasil pengukuran tekanan darah 180/100 mmHg. Pukul 10.05 WIB memberikan seduhan daun alpukat sebagai deuretik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia di berikan seduhan daun alpukat respon obyektif pasien terlihat meminum seduhan daun alpukat yang di berikan. Pukul 10.15 WIB memonitor tekanan darah setelah di berikan seduhan daun alpukat respon subyektif pasien mengatakan bersedia di ukur tekanan darah respon obyektif hasil pengukuran tekanan darah 170/100 mmHg respiratory rate 20 kali per menit heart rate 80 kali per menit suhu 36,5 oC. Pukul 10.30 WIB mengedukasi manfaat pemberian seduhan daun
51
alpukat respon sebyektif pasien bersedia di berikan informasi tentang manfaat pemberian seduhan daun alpukat respon obyektif pasien terlihat mengerti. Implementasi pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di lakukan pada hari rabu tanggal 6 januari 2016 pukul 08.00 WIB dengan mengkaji keadaan pasien dengan data subyektif pasien mengatakan BAK dalam sehari 3 kali keluarnya sedikitsedikit, data obyektif kaki kiri terlihat udem, capillary refile 3 detik, balance cairan ±500 cc, tekanan darah 170/100 mmHg, heart rate 82 kali per menit, respiratory rate 20 kali per menit, suhu 36 oC. Pukul 10.00 WIB mengukur tekanan darah sebelum di berikan seduhan daun alpukat respon subyektif pasien mengatakan bersedia di ukur tekanan darah respon obyektif hasil pengukuran tekanan darah pasien 170/100 mmHg heart rate 82 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36 oC. Pukul 10.05 WIB memberikan seduhan daun alpukat sebagai deuretik respon subyektif pasien mengatakan bersedia di berikan seduhan daun alpukat respon obyektif pasien terlihat meminum seduhan daun alpukat yang di berikan. Pukul 10.15 WIB mengukur tekanan darah setelah di berikan seduhan daun alpukat respon subyektif pasien mengatakan bersedia di ukur tekanan darah respon obyektif hasil pengukuran tekanan darah pasien menjadi 160/90 mmHg heart rate 79 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36,3 oC. Implementasi pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di lakukan pada hari rabu tanggal 7
52
januari 2016 pukul 09.00 WIB dengan mengkaji keadaan pasien dengan data subyektif pasien mengatakan BAK dalam sehari 3-4 kali, perasaan lega. Dengan data obyektif kaki kiri terlihat udem berkurang, capillary refile 3 detik, balance cairan ±400 cc, tekanan darah 160/100 mmHg, heart rate 80 kali per menit, respiratory rate 22 kali per menit, suhu 37oC. Pukul 10.00 WIB mengukur tekanan darah sebelum di berikan seduhan daun alpukat respon subyektif pasien bersedia di ukur tekanan darah respon obyektif hasil pengukuran tekanan darah pasien 160/100 mmHg heart rate 80 kali per menit respiratory rate 22 kali per menit suhu 37 oC. Pukul 10.05 memberikan seduhan daun alpukat sebagai deuretik respon subyektif pasien mengatakan bersedia di berikan seduhan daun alpukat respon obyektif pasien terlihat meminum seduhan daun alpukat yang di berikan. Pukul 10.15 WIB mengukur tekanan darah setelah di berikan seduhan daun alpukat respon subyektif pasien mengatakan bersedia di ukur tekanan darah respon obyektif hasil pengukuran tekanan darah pasien menjadi 150/90 mmHg heart rate 80 kali per menit respiratory rate 22 kali per menit suhu 36,9oC. Implementasi pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum di lakukan pada hari selasa tanggal 5 januari 2016 pukul 07.00 WIB dengan respon subyektif pasien mengatakan mudah letih kaki kiri terasa berat karena post stroke pasien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung 4 tahun yang lalu, dengan respon obyektif pasien terlihat lesu dan lemah, pasien terlihat berjalan perlahan-lahan, pasien berjalan di
53
bantu dengan tongkat kayu, kekuatan otot kanan atas bawah 5 sedangkan kekuatan otot kiri atas bawah 4,tekanan darah 180/100 mmHg, heart rate 87 kali per menit, respiratory rate 22 kali per menit. Pada pukul 08.00 WIB melakukan senam pagi bersama dengan respon subyektif (-) respon obyektif pasien terlihat melakukan senam bersama. Implementasi pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum di lakukan pada hari rabu tanggal 6 januari 2016 pukul 08.00 WIB dengan respon subyektif pasien mengatakan kaki kiri masih terasa berat karena post stroke pasien juga mengatakan mudah lesu dan letih, respon obyektif pasien terlihat lemah dan lesu kekuatan otot kanan atas bawah 5 kekuatan otot kiri atas bawah 4, pasien berjalan perlahan-lahan, tekanan darah 170/100 mmHg heart rate 82 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36 oC. Pukul 11.00 WIB mengajarkan pasien melakukan latihan otot (menggerakan tangan, kaki) respon subyektif pasien bersedia di ajarkan latihan otot respon obyektif pasien terlihat mengikuti yang di ajarkan perawat. Implementasi pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum di lakukan pada hari kamis tanggal 7 januari 2016 pukul 09.00 WIB dengan respon subyektif pasien mengatakan sudah merasa lebih segar dan pasien juga mengatakan kaki kiri masih terasa berat karena post stroke, respon obyektif pasien terlihat lebih segar kekuatan otot kanan atas bawah 5 kekuatan otot kiri atas bawah 4, pasien berjalan perlahan-lahan, pasien berjalan di bantu dengan tongkat kayu, tekanan darah 160/100 mmHg
54
heart rate 80 kali per menit respiratory rate 22 kali per menit suhu 37 oC . Pukul 16.00 WIB mengajarkan pasien untuk melakukan latihan otot (menggerakan tangan, kaki) respon subyektif pasien mengatakan bersedia di ajarkan latihan otot respon obyektif pasien terlihat melakukan latihan otot mengikuti apa yang di ajarkan oleh perawat. Implementasi pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis di lakukan pada hari selasa tanggal 5 januari 2016 pukul 07.00 WIB dengan respon subyektif provocate pasien mengatakan pusing, quality pusing terasa cenut-cenut nyeri di rasakan 3-5 menit, regional di kepala depan, scale 6, time hilang timbul, respon obyektif pasien terlihat lemah, pasien terlihat lesu, tekanan darah 180/100 mmHg, heart rate 87 kali per menit, respiratory rate 22 kali per menit. Pada pukul 11.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam respon subyektif pasien mengatakan bersedia di ajarkan teknik relaksasi nafas dalam respon obyektif pasien terlihat mengikuti yang di ajarkan perawat. Implementasi pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis di lakukan pada hari rabu tanggal 6 januari 2016 pukul 07.00 WIB dengan respon subyektif provocate pasien mengatakan pusing berkurang, quality pusing terasa cenut-cenut, regional di kepala depan, scale 5, time hilang timbul, dengan respon obyektif pasien terlihat lemah, pasien terlihat lesu, tekanan darah 170/100 mmHg, heart rate 82 kali per menit, respiratory rate 20 kali per menit. Pada pukul 09.00 WIB mengajarkan teknik
55
relaksasi nafas dalam respon subyektif pasien bersedia di ajarkan teknik relaksasi nafas dalam respon obyektif pasien terlihat mengikuti apa yang di ajarkan perawat. Implementasi pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis di lakukan pada hari kamis tanggal 7 januari 2016 pukul 09.00 WIB dengan respon subyektif provocate pasien mengatakan pusing sudah berkurang, quality pusing seperti di tusuk jarum, regional di kepala depan, scale 4, time jarang-jarang, dengan respon obyektif pasien terlihat lebih segar , pasien terlihat masih lemah, tekanan darah 160/100 mmHg, heart rate 80 kali per menit, respiratory rate 22 kali per menit. Pada pukul 14.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam respon subyektif pasien bersedia di ajarkan teknik relaksasi nafas dalam respon obyektif pasien terlihat mengikuti apa yang di ajarkan perawat. F. Evaluasi Evaluasi pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi hari selasa tanggal 5 januari 2016 pukul 12.30 WIB data subyektif pasien mengatakan sehari BAK 3 kali keluar sedikitsedikit, data obyektif kaki kiri terlihat udem capillary refile 4 detik balance cairan ±600 cc tekanan darah 170/100 mmHg heart rate 82 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36,8oC, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi monitor balance cairan, observasi tanda-tanda udem, berikan seduhan daun alpukat sebagai deuretik, kolaborasi pemberian nutrisi.
56
Evaluasi pada hari rabu tanggal 6 januari 2016 diagnosa pertama kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi data subyektif pasien mengatakan BAK dalam sehari 3 kali keluarnya sedikitsedikit, data obyektif kaki kiri pasien terlihat udem, capillary refile 3 detik, balance cairan ±500 cc, tekanan darah 160/90 mmHg heart rate 79 kali per menit respiratory rate20 kali per menit suhu 36,3 oC, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi monitor balance cairan, observasi tanda-tanda udem, berikan seduhan daun alpukat sebagai deuretik, kolaborasi pemberian nutrisi. Evaluasi hari ketiga pada hari kamis tanggal 7 januari 2016 pukul 17.45 WIB pada diagnosa pertama yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, data subyektif pasien mengatakan BAK dalam sehari 3-4 kali perasaan lega, data obyektif kaki udem berkurang, capillary refile 3 detik, balance cairan ± 400 cc, tekanan darah 150/90 mmHg heart rate 80 kali per menit respiratory rate 22 kali per menit suhu 36,9oC, masalah teratasi sebagian, lanjutan intervensi monitor balance cairan, observasi tanda-tanda udem, berikan seduhan daun alpukat sebagai deuretik, kolaborasi pemberian nutrisi. Evaluasi
diagnosa
intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan umum pada hari selasa tanggal 5 januari pukul 12.40 WIB data subyektif pasien mengatakan mudah letih kaki kiri terasa berat pasien mengatakan mudah letih, kaki kiri terasa berat karena post stroke pasien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung 4 tahun yang lalu, data
57
obyektif pasien terlihat lesu dan lemah, pasien terlihat berjalan perlahanlahan, pasien berjalan di bantu dengan tongkat kayu, kekuatan otot kanan atas bawah 5 sedangkan kekuatan otot kiri atas bawah 4 tekanan darah 170/100 mmHg heart rate 82 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36,8oC, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi observasi keadaan umum pasien, berikan exercise senam, ajarkan latihan otot (menggerakan tangan, kaki), kolaborasi dengan petugas panti untuk melakukan aktivitas. Evaluasi
diagnosa
intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan umum pada hari rabu tanggal 6 pukul 12.45 WIB data subyektif pasien mengatakan kaki kiri masih terasa berat karena post stroke pasien mengatakan mudah letih dan lesu, data obyektif pasien terlihat lesu dan letih, pasien berjalan terlihat di bantu dengan tongkat kayu, pasien berjalan terlihat perlahan-lahan, kekuatan otot kanan atas bawah 5 kekuatan otot kiri atas bawah 4, tekanan darah 160/90 mmHg heart rate 79 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36,3 oC, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi observasi keadaan umum pasien, berikan exercise senam, ajarkan latihan otot (menggerakan tangan, kaki), kolaborasi dengan petugas panti untuk melakukan aktivitas. Evaluasi pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum pada hari kamis tanggal 7 pukul 17.50 WIB data subyektif pasien mengatakan sudah lebih segar, kaki kiri masih terasa berat karena post stroke, data obyektif pasien terlihat lebih segar, pasien berjalan terlihat di
58
bantu dengan tongkat kayu, pasien berjalan terlihat perlahan-lahan, kekuatan otot kanan atas bawah 5 kekuatan otot kiri atas bawah 4, tekanan darah 150/90 mmHg heart rate 80 kali per menit respiratory rate 22 kali per menit suhu 36,9oC, masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi observasi keadaan umum pasien, berikan exercise senam, ajarkan latihan otot (menggerakan tangan, kaki), kolaborasi dengan petugas panti untuk melakukan aktivitas. Evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis pada hari selasa tanggal 5 pukul 12.50 WIB dengan data subyektif provocate pasien mengatakan pusing, quality pusing terasa cenut-cenut nyeri di rasakan 3-5 menit, regional di kepala depan, scale 6, time hilang timbul, data obyektif pasien terlihat lemah, pasien terlihat lesu, tekanan darah 170/100 mmHg heart rate 82 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36,8 oC, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi monitor vital sign, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kaji nyeri, tingkatkan istirahat. Evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis pada hari rabu tanggal 6 biologis pukul 13.00 WIB, data subyektif provocate pasien mengatakan pusing berkurang, quality pusing terasa cenut-cenut, regional di kepala depan, scale 5, time hilang timbul, data obyektif pasien terlihat lemah, pasien terlihat lesu, tekanan darah 160/90 mmHg heart rate 79 kali per menit respiratory rate 20 kali per menit suhu 36,3oC, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi monitor vital sign, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kaji nyeri, tingkatkan istirahat.
59
Evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis pada hari kamis tanggal 7 biologis pukul 18.00 WIB, data subyektif provocate pasien mengatakan pusing berkurang, quality pusing seperti di tusuk jarum, regional di kepala depan, scale 4, time jarang-jarang, data obyektif pasien terlihat segar, pasien terlihat rileks, tekanan darah 150/90 mmHg heart rate 80 kali per menit respiratory rate 22 kali per menit suhu 36,3oC, masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi monitor vital sign, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kaji nyeri, tingkatkan istirahat.
BAB V PEMBAHASAN
A. Pembahasan Bab ini merupakan pembahasan kasus yang diambil dari BAB IV, yaitu membahas mengenai analisa penurunan tekanan darah yang diperoleh dari karya tulis ilmiah asuhan keperawatan tekanan darah pada Ny. S dengan masalah Hipertensi di Panti Sasana Tresna Werdha Darma Bakti Wonogiri, berdasarkan teori dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada saat pengambilan data, dimana pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan komprehensif pada Ny. S dengan hipertensi pada tanggal 04 Januari 2016 dengan metode pengkajian autoannamnesa, alloannamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik, hal ini sesuai dengan teori (Setiadi, 2013). Hasil pengkajian Ny. S di dapatkan data bahwa pasien datang dengan keluhan utama pasien mengatakan pusing (nyeri tengkuk), secara teori keluhan utama yang sering di temukan pada klien dengan penyakit kardiovaskuler seperti: gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung valvular, maupun penyakit cor pulmonar adalah
60
61
klien
mengeluh nyeri dada sebelah kiri, disertai sesak nafas dan
ketidakmampuan untuk beraktivitas (Carpenito dan Moyet, 2007). Secara umum gejala yang di keluhkan oleh penderita hipertensi adalah sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, telinga berdenging (Aspiani, 2013). Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada keluhan utama hipertensi yang dialami oleh Ny. S. Dalam pengkajian keperawatan Ny. S didapatkan data riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan sebelumnya bisa melakukan aktivitas seperti biasa tetapi semenjak usianya lanjut menjadi kurang aktivitasnya karena sudah tidak kuat lagi, merasa letih, lesu, setelah melakukan aktivitas, kepalanya sering pusing, nyeri tengkuk, BAK tidak lancar dalam sehari hanya 3 kali keluar sedikit-sedikit, jumlah urine ± 700 cc, warna kuning. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil kaki kiri udem, wajah terlihat lesu, letih, tidak ada perubahan bentuk tulang pada kaki, dengan hasil pemeriksaan tandatanda vital tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22 kali/menit, heart rate 87 kali/menit dan suhu 36,8º C. Menurut (Aspiani, 2013) riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke rumah sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke tempat lain selain rumah sakit umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana
62
perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian. Berdasarkan riwayat penyakit sekarang yang didapat dari pengkajian dengan teori tidak terjadi kesenjangan. Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit saat anak-anak. Pasien juga tidak pernah mengalami kecelakaan, operasi. Pasien mengatakan pernah di rawat di rumah sakit 2 kali karena stroke dan darah tinggi. Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat pada pekerja yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alcohol dan merokok. Pasien juga tidak mempunyai alergi terhadap makanan, obat-obatan atau yang lainya. Pasien mengatakan dahulu waktu masih muda kegiatan sehari-harinya sebagai pedagang jamu keliling. Pada riwayat penyakit keluarga klien mengatakan di dalam keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit menurun ataupun menular seperti hipertensi diabetus milletus, hepatitis, HIV AIDS, alergi dan sebagainya. Klien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang sedang mengalami sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jiwa. Menurut Carpenito dan Moyet, (2007) yang perlu di kaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama karena
faktor
genetik/keturunan.
Berdasarkan
teori
dan
kasus
ada
kesenjangan. Penyebab hipertensi pada Ny. S karena terjadi perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan menjadi kaku,
63
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Aspiani, 2013). Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen, 2005). Pengkajian sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi diantaranya. Pola kesehatan fungsional pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal dan penting, jika pasien sakit pasien di periksakan ke dokter yang di panti wreda dan pasien taat minum obatnya. Menurut teori, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan menggambarkan tentang persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik kesehatan (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori. Pada pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk pauk, makan 1 porsi habis dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk pauk, buah 1 porsi habis, tidak ada keluhan.
64
Pada pola eliminasi sebelum pasien sakit pasien mengatakan BAK 4-5 kali sehari, jumlah urine ± 1000 cc, warna kuning, dan tidak ada keluhan. Pasien mengatakan BAB sebelum sakit 2 hari sekali jumlah (-), warna kuning kecoklatan, bau khas dan tidak ada keluhan. Selama pasien sakit mengatakan BAK dalam sehari hanya 3 kali keluar sedikit-sedikit, jumlah urine ± 700 cc, warna kuning. Dan BAB 2 hari sekali, jumlah feses (-), warna kuning kecoklatan. Secara teori menurut Carpenito dan Moyet, (2007) pada pasien hipertensi adanya perubahan pola berkemih, seperti inkontinensial urine, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urine, dan kebersihanya. Sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada. Pada pola aktivitas dan latihan kemampuan pasien sebelum sakit makan minum mandiri (0), toileting mandiri (0), berpakaian mandiri (0), mobilitas di tempat tidur mandiri (0), berpindah mandiri (0), ambulasi/ ROM secara mandiri (0). Selama pasien sakit makan dan minum mandiri (0), toileting dibantu orang lain (2), berpakaian mandiri (0), mobilitas ditempat tidur mandiri (0), berpindah di bantu dengan alat (1), ambulasi/ ROM mandiri (0). Aktivitas fisik (mekanik tubuh) merupakan irama sirkadian manusia. Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi, makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Dalam teori disebutkan pola aktivitas dan latihan tingkat kemampuan
65
nilai 1 dan 2 adalah di bantu dengan alat bantu dan dibantu orang lain (Nurlaila, 2009). Sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori yang ada. Pola istirahat tidur pasien sebelum sakit pasien mengatakan tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 6 jam, pasien tidur nyenyak dan perasaan setelah bangun terasa segar tetapi selama pasien sakit tidurnya sering terbangun karena pusing (nyeri tengkuk). Menurut teori pada pasien keadaan sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian terhadap Ny. S tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta yang mengalami gangguan pola tidur. Pada pola kognitif perseptual pasien sebelum sakit tidak merasakan rasa sakit pada anggota tubuhnya, pada saat sakit pasien mengatakan pusing (nyeri tengkuk), pusing cenut-cenut biasanya nyeri di rasakan 3-5 menit, pusing di bagian kepala depan, skala nyeri 6, nyeri di rasakan hilang timbul. Dalam teori gejala yang di alami pada hipertensi yaitu sakit kepala dan sering merasakan pusing yang kadang dirasakan sangat berat,nyeri perut, menurunya nafsu makan, gelisah, keluar keringat yang berlebihan dll (Paramawati dan Dumilah, 2016 ). Sehingga dalam teori maupun fakta tidak ada kesenjangan. Pada pola persepsi konsep diri sebelum sakit pada gambaran diri pasien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya, ideal diri pasien mengatakan baik dan sehat, harga diri pasien mengatakan menerima dan mensyukuri keadaanya, peran diri pada pasien kegiatan sehari-hari sebagai pasien panti jompo, dan pada ideal diri pasien mengatakan sebagai
66
perempuan. Selama pasien sakit gambaran diri pesien mengatakan tetap mensyukuri seluruh anggota tubuhnya, ideal diri pasien ingin cepat sembuh, harga diri pasien selalu menerima dan mensyukuri keadaanya, peran diri pasien sebagai pasien panti jompo, pada ideal diri pasien sebagai seorang perempuan. Menurut (Aspiani, 2012) pola persepsi konsep diri menjelaskan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai system terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kulturalspiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit. Sehingga antara fakta/kenyataan yang didapat dengan teori tidak ada kesenjangan yang terjadi. Pola hubungan peran sebelum dan selama sakit pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan penghuni panti lainnya. Pola seksualitas sebelum dan selama sakit pasien mengatakan sudah menikah tetapi tidak memiliki anak. Pola hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien (Nurlaila, 2009). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan. Pada pola mekanisme koping sebelum dan selama sakit pasien jika ada masalah selalu berdiskusi dengan pengurus panti. Mekanisme koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi, kognisi, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres (Tiurlan, 2011).
67
Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan. Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit maupun selama sakit pasien mengatakan sseorang yang beragama islam, rajin beribadah, dan berdoa. Menurut (Aspiani, 2012) pola tata nilai dan kepercayaan menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan termasuk spiritual. Sehingga berdasarkan pengkajian yang didapat dengan teori tidak ada kesenjangan yang terjadi. Pada pengkajian pemeriksaan fisik keadaan umum klien composmentis (kesadaran penuh). Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22 kali/menit, heart rate 87 kali/menit dan suhu 36,8º C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan hasil bentuk kepala mesochepal (lonjong), rambut berwarna putih, kulit kepala bersih. Pada pemeriksaan mata didapatkan palpebra tidak udem, konjungtiva tidak anemis, seclera tidak ikterik, pupil mata kanan dan kiri isokor, diameter kanan kiri ± 2 mm, penglihatan berkurang (kabur), tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada pemeriksaan hidung didapatkan hasil hidung kanan dan kiri simetris, tidak terdapat polip, bersih tidak ada secret. Pada pemeriksaan mulut didapatkan hasil mulut bersih, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir lembab, sudah tidak memiliki gigi. Pada pemeriksaan telinga didapatkan hasil telinga kanan dan kiri simetris, terdapat serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, merasakan nyeri tengkuk (cengeng). Hal ini sesuai dengan
68
teori (Brunner & Suddarth, 2005) gejala yang muncul pada hipertensi adalah pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Aspiani, (2013), secara umum gejala yang di keluhkan oleh penderita hipertensi adalah sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, telinga berdenging (Aspiani, 2013). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil, inspeksi bentuk dada simetris, ekspansi paru-paru kanan dan kiri sama, tidak ada jejas, tidak menggunakan otot bantu pernafasan. Palpasi didapatkan hasil vocal premitus kanan dan kiri sama. Perkusi didapatkan hasil suara paru kanan dan kiri sonor. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan hasil tidak terdapat suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, dll). Pada pemeriksaan jantung, inspeksi didapatkan hasil bentuk dada simetris, ictus cordis tidak nampak. Palpasi didapatkan hasil ictus cordis teraba di intercosta ke lima mid clavicula sinistra, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I-II murni, suara reguler. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan hasil perut buncit terdapat lipatan lemak. Auskultasi didapatkan hasil bising usus 18 kali/menit. Perkusi didapatkan hasil suara pada kuadran I pekak, kuadran II-IV timpani. Palpasi
69
didapatkan hasil tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan genetalia dan rektum, didapatkan hasil bersih tidak ada lesi, tidak terpasang selang Dower Cateter (DC), tidak ada hemoroid. Menurut Mubarak (2007) Pada pemeriksaan dada dilakukan dengan metode dan langkah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Menurut Baradero dkk (2008) pada pemeriksaan auskultasi jantung terdengar bunyi murmur, adanya peningkatan kecepatan denyut jantung, sedangkan pada pemeriksaan abdomen terdapattumor, pembesaran organ-organ abdominal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara fakta/kenyataan yang didapat dengan teori tidak terjadi kesenjangan. Pada pemeriksaan ektremitas didapatkan hasil ektremitas kanan atas kanan bawah kekuatan otot 5 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh), sedangkan ektremitas kiri atas (5) kiri bawah kekuatan otot 4 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedukit penahanan), capilary refile 4 detik, perabaan akral hangat. Ektremitas bawah sebelah kiri udem dan terasa berat ( post stroke) dan aktivitas berjalan di bantu dengan tongkat. Menurut (Crowin, 2000, dalam aspiani 2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahuntahun yang berupa nyeri kepala saat terjaga kadang-kadang di sertai mual dan muntah akibat peningkatan takanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan
70
akibat peningkatan tekanan kapiler. Sehingga studi kasus dan teori tidak ada kesenjangan. 2. Daftar perumusan masalah Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien. Pada teori yang didapat penulis diagnosa keperawatan yang muncul pada hipertensi menurut Herdman (2012) adalah penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membrane kapiler alveolar, intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium. Dari diagnosa yang sering muncul menurut Herdman (2012), penulis hanya mengangkat tiga diagnosa yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium, intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Penulis tidak mengangkat diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan berhubungan
dengan
perubahan afterload, gangguan pertukaran gas ketidakseimbangan
perfusi
ventilasi,
perubahan
membrane kapiler alveolar karena dalam pengkajian tidak ditemukan tidak ada penurunan kesadaran, selanjutnya diagnosa gangguan pertukaran gas
71
berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi karena pasien tidak ada tanda distress pernafasan. Diagnosa keperawatan utama kelebihan volume cairan berdasarkan hasil pengkajian pada Ny. S mengatakan BAK tidak lancar, sehari hanya 3 kali, keluarnya sedikit-sedikit. Dengan data obyektif jumlah urine ±600cc/24 jam, balance cairan ±700cc/ 24 jam, kaki udem, capillary refile 4 detik kembali, ada gangguan tekanan darah 180/100 mmHg. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan teori dan batasan karakteristik kelebihan volume cairan adanya perubahan tekanan darah, oliguria, penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat, perubahan berat jenis urine (T. Heather Herdman, 2014). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik terdapat kesamaan, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada Ny. S. Kelebihan volume cairan adalah kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler dan ektraseluler (Tamsuri, 2009). Dimana mekanisme kelebihan volume cairan, mekanisme terjadinya peningkatan tekanan darah adalah pengaruh hormone rennin, angiotensin dan aldosteron. Produksi renin antara lain di pengaruhi oleh stimulus syaraf simpatis. Renin berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang mempunyai efek vasokonstriksi. Dengan adanya angiotensin II sekresi aldosteron meningkat menyebabkan retensi garam natrium dan air. Keadaan ini akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah.
72
Pengaruh konsumsi garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan kenaikan tekanan darah. Pada keadaan normal kejadian tersebut akan di ikuti oleh pengeluaran garam, sehingga kembali pada keadaan hemodinamik. Namun pada penderita hipertensi mekanisme tersebut terganggu disamping ada faktor lain yang berpengaruh sehingga tekanan darah meningkat (Soenardi dan Soetardjo, 2005). Sehingga dalam kasus dan teori tidak ada kesenjangan. Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dengan data subyektif pasien terhadap mengatakan mudah letih, kaki kiri terasa berat karena post stroke pasien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung 4 tahun yang lalu. Didapat hasil pengkajian Pada pola aktivitas dan latihan kemampuan pasien sebelum sakit makan minum mandiri (0), toileting mandiri (0), berpakaian mandiri (0), mobilitas di tempat tidur mandiri (0), berpindah mandiri (0), ambulasi/ ROM secara mandiri (0). Selama pasien sakit makan dan minum mandiri (0), toileting dibantu orang lain (2), berpakaian mandiri (0), mobilitas ditempat tidur mandiri (0), berpindah di bantu dengan alat (1), ambulasi/ ROM mandiri (0). Pada pemeriksaan ektremitas didapatkan hasil ektremitas kanan atas kanan bawah kekuatan otot 5 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh), sedangkan ektremitas kiri atas (5) kiri bawah kekuatan otot
4 (gerakan
normal penuh menentang gravitasi dengan sedukit penahanan), capilary refile
73
4 detik, perabaan akral hangat. Ektremitas bawah sebelah kiri udem dan terasa berat ( post stroke) dan aktivitas berjalan di bantu dengan tongkat. Secara teori batasan karakteristik intoleransi aktivitas antara lain respon tekanan darah abnormal aktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lemah (T. Hearther Herdman, 2014). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik terdapat kesamaan, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada Ny. S. Dimana Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penurunan
kemampuan
untuk
melakukan
aktivitasnya,
penyebabnya antara lain karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, produksi energi yang di hasilkan menurun (Asmadi, 2008). Diagnosa ketiga yang diambil penulis adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Dengan data subyektif provocate pasien mengatakan pusing (nyeri tengkuk), Quality pusing cenut-cenut nyeri di rasakan 3-5 menit, regional pusing di kepala bagian depan, scale 6, time nyeri di rasakan hilang timbul. Dengan data obyektif pasien terlihat lemah, nadi 87 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit, tekanan darah 180/100 mmHg. Dimana batasan karakteristik nyeri akut antara lain adanya perubahan tekanan darah, mengekspresikan perilaku (mis gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah), sikap melindungi area nyeri, melaporkan nyeri secara verbal, gangguan tidur (T. Hearther Herdman, 2014). Dari hasil pengkajian
74
dan batasan karakteristik terdapat kesamaan, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada Ny. S. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international association for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau di prediksi dan berlangsung <6 bulan (T. Hearther Herdman, 2014). Dalam memprioritaskan diagnosa keperawatan pada Ny. S penulis menggunkan prioritas kebutuhan dasar Maslow, diagnosa yang utama adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, yang kedua intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, dan yang ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. 3. Intervensi Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama yaitu kelebihan volume cairan berhubungan gangguan mekanisme regulasi berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) adalah dilakukan pengkajian dengan monitor balance cairan, observasi tanda-tanda kelebihan volume cairan (oedema, turgor kulit, capillary refile), aplikasikan
75
pemberian seduhan daun alpukat sebagai deuretik dengan rasional untuk mengurangi kelebihan volume cairan secara non farmakologis menurut Anonim, (2013). Daun alpukat mempunyai zat-zat yang terkandung dalam daun alpukat bersifat sebagai sebagai peluruh kencing (deuretika) yaitu “Querstin”, Intervensi selanjutnya edukasi manfaat pemberian seduhan daun alpukat dengan rasional untuk memberikan informasi manfaat seduhan daun alpukat, kolaborasi dengan pengurus panti dalam pemberian nutrisi yang sesuai (rendah garam) dengan rasional untuk memberikan diet yang sesuai (Nurarif dan Kusuma, 2013). Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system rennin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium yang di anjurkan 50100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari (Brunner dan Suddarth, 2002, dalam Aspiani, 2013). Rasional pemberian seduhan daun alpukat sebagai deuretik sebagai peluruh kencing (deuretika) bermanfaat untuk mengatasi tekanan darah tinggi (Anonim, 2013, dalam Kartika). Intervensi
diagnosa
yang
kedua
yaitu
intoleransi
aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah keperawatan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan
76
kriteria hasil dapat menentukan aktivitas yang sesuai dengan vital sign. Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) adalah observasi keadaan pasien, berikan senam exercise, ajarkan pasien untuk melakukan latihan otot (menggerakan tangan, kaki), kolaborasi dengan petugas panti untuk melakukan aktivitas (Nurarif dan Kusuma, 2013). Rasional senam exercise bertujuan untuk mengoptimalkan pemulihan, menghindari kontraktur (kekakuan) sendi, mencegah pengecilan otot, membantu
meningkatkan
penggunaan
ekstremitas
(anggota
gerak),
memperkuat otot yang lemah pasca stroke (Andika M, 2013). Intervensi diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil vital sign normal, mampu mengontrol nyeri, mampu mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi), mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) adalah kaji PQRST, monitor vital sign, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, tingkatkan istirahat (Nurarif dan Kusuma, 2013).
77
Rasional mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam bertujuan untuk membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri (Suratun, dkk, 2008). 4. Implementasi Implementasi dilakukan dari perencanaan yang disusun sebelumnya. Berikut ini pembahasan implementasi dari masing-masing diagnosa. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi diagnosa pertama yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 5, 6, 7 Januari 2016. Penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu memonitor keadaan pasien, mengukur tanda-tanda vital, memberikan seduhan daun alpukat, mengedukasi manfaat pemberian seduhan daun alpukat sebagai deuretik, kolaborasi dengan pengurus panti dalam pemberian nutrisi yang sesuai (rendah garam). Dalam jurnal yang penulis gunakan yaitu memberikan seduhan daun alpukat. Dengan pemberian daun alpukat karena mengandung querstin yang merupakan
kandungan
senyawa
flavonol
terbesar.
Querstin
disini
bermanfaat untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit dengan cara mencegah proses peroksidasi lemak dalam tubuh kita. Mungkin kita akan malas mengonsumsi daun alpukat karena rasanya yang pahit, namun rasa pahit disini merupakan manfaat yang bersifat diuretik dalam mencegah tumbuhnya bakteri dalam tubuh kita. Selain itu, kandungan querstin bermanfaat untuk mengatasi tekanan darah tinggi. Nyeri lambung dan saraf,
78
sakit kepala dan juga untuk mengatasi menstruasi yang tidak teratur (Anonim, 2013, dalam Kartika). Penulis tidak melakukan semua perencanaan berdasarkan teori dikarenakan adanya keterbatasan alat dan tempat yang tidak memadai. Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 5, 6, 7 Januari 2016. Penulis sudah melakukan tindakan
keperawatan
sesuai
dengan
intervensi
keperawatan
yaitu
mengobservasi keadaan umum, memberikan exercise senam (menggerakan anggota badan kaki, tangan), mengajarkan latihan otot (menggerakan tangan, kaki), mengkolaborasi dengan petugas panti (beraktivitas). Dengan latihan otot dan senam (exercise) bertujuan untuk mengoptimalkan pemulihan, menghindari kontraktur (kekakuan) sendi, mencegah pengecilan otot, membantu
meningkatkan
penggunaan
ekstremitas
(anggota
gerak),
memperkuat otot yang lemah pasca stroke (Andika M, 2013). Penulis tidak melakukan semua perencanaan berdasarkan teori dikarenakan adanya keterbatasan alat dan tempat yang tidak memadai. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. mplementasi yang dilakukan pada tanggal 5, 6, 7 Januari 2016. Penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi
keperawatan.
Berdasarkan
NIC
(Nursing
Intervension
79
Clacification) dengan mengaji PQRST, memonitor vital sign, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, meningkatkan istirahat (Nurarif dan Kusuma, 2013). Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam bertujuan untuk membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri (Suratun, dkk, 2008). Penulis tidak melakukan semua perencanaan berdasarkan teori dikarenakan adanya keterbatasan alat dan tempat yang tidak memadai. Penulis melakukan teknik relaksasi nafas dalam ini selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari berikan teknik relaksasi 1 kali. Dimana dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai berikut pada hari pertama skala nyeri 6, hari kedua skala nyeri 5, hari ketiga skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful & Rachmawan (2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami penurunan skala nyeri. Penulis melakukan semua perencanaan berdasarkan teori sehingga tidak ada kesenjangan yang terjadi. 5. Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap hari diakhir shift dengan metode SOAP berdasarkan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013), didapatkan hasil evaluasi hari ketiga untuk diagnosa pertama kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan BAK 3-4 kali, perasaan lega. evaluasi objektifnya kaki udem berkurang, capillary refile time kembali dalam 3 detik, tekanan darah 150/90 mmHg, balance cairan 400cc/24jam,
80
analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi beri seduhan daun alpukat dan monitor balance cairan. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai dengan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) bahwa teori tersebut menyebutkan terbebas dari oedema, bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, terbebas dari kelelahan, memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign dalam batas normal. Sehingga antara fakta/kenyataan yang didapatkan dengan teori tidak terjadi kesenjangan. Evaluasi hari ketiga untuk diagnosa kedua intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum evaluasi subjektifnya pasien mengatakan merasa sudah segar, kaki kiri masih terasa berat karena post stroke 4 tahun yang lalu. Evaluasi objektifnya pasien terlihat segar, pasien berjalan di bantu dengan tongkat kayu, pasien berjalan terlihat perlahan-lahan, kekuatan otot kanan atas bawah 5, sedangkan kekuatan otot atas bawah kiri 4. Analisanya teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi beri latihan otot. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai dengan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) bahwa teori tersebut menyebutkan berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR, mampu melakukan aktivitas seharihari secara mandiri, tanda-tanda vital normal, mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat, sehingga hasil yang didapat antara teori dan fakta/kenyataan tidak sesuai karena ekstremitas bawah pasien sudah bengkok
81
dan umur pasien yang sudah lanjut. Sehingga antara fakta/kenyataan yang didapatkan dengan teori tidak terjadi kesenjangan. Evaluasi hari ketiga untuk diagnosa ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis evaluasi subjektifnya P (Provocate) pasien mengatakan pusing (nyeri tengkuk) berkurang, Q (Quality) nyeri seperti di tusuk jarum, R (Region) dirasakan dibagian kepala depan, S (Scale) skala 4 dan T (Time) nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien terlihat segar, pasien terlihat rileks, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit. Analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi beri teknik relaksasi nafas dalam. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai dengan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) bahwa teori tersebut menyebutkan mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, tanda nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat antara fakta/kenyataan dengan teori tidak terjadi kesenjangan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah pada asuhan keperawatan Ny. S dengan Hipertensi di Panti Sasana Tresna Wredha Darma Bakti Wonogiri, maka dapat ditarik kesimpulan dengan prioritas masalah: 1. Pengkajian Pengkajian pada Ny. S diperoleh data subjektif antara lain pasien mengatakan BAK dalam sehari 3 kali keluarnya sedikit-sedikit. Sedangkan data obyektif di tandai dengan pasien tampak lemah, pasien tampak lesu, kaki kiri pasien tampak udem, capillary refile 4 detik, jumlah urine 700 cc, ada gangguan tekanan darah 180/100 mmHg. Pasien mengatakan mudah letih, kaki kiri terasa berat karena post stroke pasien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung 4 tahun yang lalu. Sedangkan data obyektif pasien tampak terengah-engah setiap habis beraktivitas dan lesu, pasien berjalan tampak di bantu dengan tongkat kayu, pasien berjalan lambat, dan kekuatan otot kanan atas bawah 5 kiri atas bawah 4.
82
83
Pasien provocate pasien mengatakan pusing (nyeri tengkuk), quality pusing terasa cenut-cenut nyeri di rasakan 3-5 menit, regional di kepala depan,scale 6, time hilang timbul. Sedangkan data obyektif pasien tampak lemah, pasien tampak lesu, tanda-tanda vital di dapatkan tekanan darah 180/100 mmHg, heart rate 87 kali per menit, respiratory rate 22 kali per menit. 2. Diagnosa keperawatan Masalah keperawatan yang muncul dan sebagai keperawatan prioritas adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Masalah keperawatan kedua yang muncul adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Masalah keperawatan yang ketiga adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. 3. Intervensi Intervensi yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan pertama yaitu kelebihan volume cairan. Intervensi monitor balance cairan, observasi tanda-tanda kelebihan volume cairan (udem, turgor kulit, capillary refile), aplikasikan pemberian seduhan daun alpukat sebagai deuretik, edukasi manfaat pemberian seduhan daun alpukat, kolaborasi dengan pengurus panti dalam pemberian nutrisi yang sesuai (rendah garam). Intervensi yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan kedua yaitu intoleransi aktivitas. Intervensi observasi keadaan umum, berikan exercise
84
senam, ajarkan pasien untuk melakukan latihan otot (menggerakan tangan dan kaki), kolaborasi dengan petugas panti untuk melakukan aktivitas. Intervensi diagnosa yang ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Intervensi yang akan di lakukan kaji karakteristik (PQRST), monitor ttv, ajarkan teknik relaksasi nafas, tingkatkan istirahat. 4. Implementasi Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny. S dengan Hipertensi adalah sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat dan lebih mengoptimalkan pemberian seduhan daun alpukat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 3 hari pengelolaan pada Ny. S dengan Hipertensi adalah masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian, masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian, masalah nyeri akut teratasi sebagian. 6. Analisa Pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah menunjukkan hasil yang signifikan, karena dalam 3 hari pengelolaan tekanan darah yang semula 180/100 mmHg menjadi 150/90 mmHg.
85
B. Saran Setelah penulis melakukan keperawatan pada pasien dengan hipertensi maka penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain: 1. Bagi institusi pendidikan Agar dapat memotivasi mahasiswa untuk lebih membangun ilmu pengetahuan melalui aplikasi jurnal yang lebih inovasif dan dapat melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinator dengan tim kesehatan yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan khusunya pada pasien hipertensi, sehingga perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu dalam mengatasi masalah peningkatan tekanan darah pada hipertensi. 3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Rumah
sakit
dapat
memberikan
pelayanan
kesehatan
dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun dengan pasien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya bagi pasien yang mengalami hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Adi. M (2009) : Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi Jantung dan Stroke. Yogyakarta :Dialonka
Andika. M, 2013. Cegah Stroke Sejak Dini. Yogyakarta. Pustaka Muslim
Anonim, 2013. Manfaat Daun Alpukat. http://www.tubuhwanita.com/manfaat-daunalpukat. Diperoleh Tanggal 16 Januari 2014
Asanti dan pinzon, 2010. AWAS STROKE! Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan, danPencegahan. CV Andi Offset
Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Klien. Jakarta: Salemba Medika
Aspiani, 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Jilid 1. Jakarta. Trans Infomedia
Aspiani, 2013. Asuhan Keperawatan Gerontik. Jilid 1. Jakarta. Trans Infomedia
Baradero, dkk, 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Brunner dan Suddart, 2001, dalam Aspiani 2013: Asuhan Keperawatan Gerontik, Jilid. 1. Jakarta. Trans Infomedia
Brunner dan Suddart, 2002 ,dalam Aspiani 2013: Asuhan Keperawatan Gerontik, Jilid. 1. Jakarta. Trans Infomedia
Carpenitto & Moyet, 2007. Dalam Konsep Dengan Pemetaan Konsep. Jakarta, Salemba Medika
Carol Vestal Allen, 2005. Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan. Jakarta. EGC
Crowin, 2000, dalam Aspiani 2013. Asuhan Keperawatan Gerontik .Jilid 1. Jakarta. Trans Infomedia
Darmawan, dkk, 2008. Care your self hipertensi. Jakarta. Penebar Plus
Dinkes, Jateng. Profil Jawa Tengah tahun 2012. 2013, Semarang: Dinkes Jateng
Jubaidi, (2008). Hipertensi Buana Ilmu. Popular: Jakarta
Herdman, 2012 dalam Aspiani 2013. Asuhan Keperawatan Gerontik .Jilid 1. Jakarta. Trans Infomedia
Monica, A (2010). Efek Seduhan Daun Alpukat ( Persea Americana Mill) Terhadap Tekanan
Darah
Normal
Wanita
Dewasa.
http//repository.maranatha.edu.2308/. Diperoleh Tanggal 12 Januari 2014
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC
Nurarif dan Kusuma, 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC- NOC. Jilid 2. Media Action Publishing
Nurlaila, A dan Widjaya, I.(2009). Tak ada gejala, awas bahaya hipertensi: Hipertensi tidak menunjukan gejala namun berpotensi menimbulkan berbagai penyakit. http://www.vivanews.com. Di akses tanggal 4 maret 2011
Paramawati dan Dumillah, 2016. Khasiat Ajaib Daun Avokad. Jakarta. Penebar Swadaya Grub
Permadi Adi. 2005. Ramuan Herbal Penumpas Hipertensi.Jakarta. Penebar Plus
Purwanto, B. 2013. Herbal dan Keperawatan Komplementer. ( Teori, Praktik, Hukum Dalam Asuhan Keperawatan). Jakarta: Nuha Medika
Prince, Sylvia. A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Ed. Vol.1. Jakarta: EGC
Ridwan Amiruddin, dkk, 2007. Hipertensi dan Faktor Resikonya Dalam Kajian Epidemiologi. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensidan-faktor-resikonya dalam-kajian epidemiologi/20 februari 2010
Rohaendi, 2008. Hipertensi. Jakarta . PT Buana Ilmu Populer
Ronny, dkk, 2010. Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC
Soenardi Dan Soetardjo, 2005. Dengan Sehat Untuk Penderita Hipertensi. Jakarta. Gramedia. PustakaUmum
Sukmono, Rj. 2005. Mengatasi Aneka PenyakitDenganTerapi Herbal, Jakarta: Argomedia Pustaka
Suratun. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Buku kedokteran. Jakarta. EGC
Sumardjo, 2009. Pengobatan Kimia. Jakarta: EGC
Tansuri, 2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, Jakarta : EGC
Tantan, (2007). 100 Question dan answer hipertensi: Jakarta: PT Gramedia
T. Heather Herdman, 2014. Diagnosis Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi. Buku Kedokteran. Jakarta. EGC
Wartonah, Tarwoto (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika