PEMBERIAN POSISI CONDONG KE DEPAN (CKD) DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. W DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RUANG ANGGREK 1 DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH : EKA ANDIKA PUTRA NIM. P.12081
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN POSISI CONDONG KE DEPAN (CKD) DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. W DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RUANG ANGGREK 1 DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH : EKA ANDIKA PUTRA NIM. P.12081
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya bertandatangan di bawah ini : Nama
: EKA ANDIKA PUTRA
NIM
: P.12081
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul KTI
: “PEMBERIAN POSISI CONDONG KE DEPAN (CKD) DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. W DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RUANG ANGGREK 1 DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA”
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar - benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, Yang Membuat Pernyataan
EKA ANDIKA PUTRA NIM. P12081
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: EKA ANDIKA PUTRA
NIM
: P.12103
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul KTI
: “PEMBERIAN POSISI CONDONG KE DEPAN (CKD) DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP PENINGKATAN ASUHAN
SATURASI
KEPERAWATAN
OKSIGEN Tn.
W
PADA
DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RUANG ANGGREK 1 DI RSUD Dr. MOEWARDI”
Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah. Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Di tetapkan di
:
Hari/ Tanggal
:
Pembimbing : Joko Kismanto S.Kep., Ns NIK. 2006 70 020
iii
(
)
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: EKA ANDIKA PUTRA
NIM
: P. 12 081
Program Studi : D III Keperawatan Judul KTI
: Pemberian Posisi Condong Ke Depan (CKD) dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Asuhan Keperawatan Tn. W Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Telah diujikan dan pertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/Tanggal
: Rabu, 24 Juni 2015
DEWAN PENGUJI Pembimbing :Joko Kismanto S.Kep., Ns NIK. 2006 70020
(..............................)
Penguji I
: Alfyana Nadya R S.Kep., Ns, M.Kep NIK. 2010 86 057
(..............................)
Penguji II
: Fakhrudin Nasrul Sani S.Kep., Ns, M.Kep NIK. 2011 85 071
(..............................)
Mengetahui, Ketua Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep., Ns, M.Kep NIK. 2006 80 021
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Posisi Condong Ke Depan dan Pursed Lips Breathing Terhadap Peningkatan Sarurasi Oksigen Pada Asuhan Keperawatan Tn. W Dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Ruang Anggrek 1 Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretariat Program Studi D III Keperawatan dan dosen pembimbing akademik, atas segala arahan, dorongan, dan nasehat yang berguna selama proses pendidikan ilmu keperawatan. 3. Joko Kismanto S.Kep.,Ns, selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya menjadi kepala keluarga, mengajar serta menyusun disertasi untuk membimbing jalannya studi kasus ini. Terima kasih juga atas arahan, bimbingan dan motivasi kepada peneliti selama proses penyusunan.
v
4. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan saran, kritik serta masukanmasukan, inspirasi perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan saran, kritik serta masukanmasukan, inspirasi perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orang tuaku yang tercinta, yang selalu menjadi inspirasi, motivasi dan memberikan semangat lahir maupun batin untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa program studi D III Keperawatan STIKES Kusuma Husada dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 8 Juni 2015
Eka Andika Putra NIM P12081
vi
PERSEMBAHAN
Yang utama dari segalanya, Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya karya tulis ilmiah yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasullah Muhammad SAW.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi.
Mama dan Papa Tercinta Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Mama dan Papa yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Mama dan Papa bahagia karna kusadar, selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Untuk Mama dan Papa yang selalu membuatku termotivasi dan selalu mendoakanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik, Terima Kasih Ma... Terima Kasih Pa....
My Brother’s Untuk adik-adikku Jodhi dan Alexander, tiada yang paling mengharukan saat kumpul bersama kalian, walaupun sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang tak akan bisa tergantikan, terima kasih atas doa dan bantuan kalian selama ini, hanya karya kecil ini yang dapat aku persembahkan. Maaf belum bisa menjadi panutan seutuhnya, tapi aku akan selalu menjadi yang terbaik untuk kalian semua.
vii
Dosen Pembimbing Tugas Akhirku Bp. Joko Kismanto, S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing tugas akhir saya, terima kasih banyak pak..., saya sudah dibantu selama ini, sudah dinasehati, sudah diajari, saya tidak akan lupa atas bantuan dan kesabaran dari bapak. Terima kasih banyak pak. Seluruh Dosen Pengajar di Prodi D III Keperawatan, Terima kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yang sangat berarti yang telah kalian berikan kepada kami.
My Best Friend’s Buat sahabat-sahabatku Dyah Arum, Prihana, Aris, Laila, Alwan, Artha, Rita, Wiji, Diana, Ellyastika, Anita, Rangga, Christopel, Lyna, Novita, Fatma, Norma, Nanung, Fajar “Hap”, Rohmat, Devi, Putri, dan Mira, terima kasih atas bantuan, doa, nasehat, hiburan, traktiran, dan semangat serta kekonyolan yang kalian berikan selama aku kuliah, aku tak akan melupakan semua yang telah kalian berikan selama ini.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
6
C. Manfaat Penulisan .................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori .......................................................................
9
1. PPOK ..............................................................................
9
2. Posisi Condong Ke Depan (CKD)...................................
26
3. Pursed Lips Breathing (PLB) .........................................
28
4. Saturasi Oksigen .............................................................
30
B. Kerangka Teori ......................................................................
32
C. Kerangka Konsep ..................................................................
32
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI A. Subyek Aplikasi Riset ...........................................................
33
B. Tempat Dan Waktu ................................................................
33
C. Media dan Alat ......................................................................
33
D. Prosedur Tindakan Keperawatan ...........................................
33
E. Alat Ukur ...............................................................................
33
ix
BAB IV LAPORAN KASUS
BAB V
A. Identitas Pasien .......................................................................
34
B. Pengkajian ..............................................................................
35
C. Perumusan Masalah ................................................................
42
D. Perencanaan Keperawatan ......................................................
43
E. Implementasi ..........................................................................
46
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................
51
PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................
56
B. Diagnosa Keperawatan ...........................................................
62
C. Intervensi Keperawatan ..........................................................
67
D. Implementasi Keperawatan ....................................................
70
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................
77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................
81
B. Saran .......................................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi PPOK (Spirometri) ......................................................
12
Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK (Tahapan Penyakit) ...........................................
13
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway ......................................................................................
17
Gambar 2.2 Kerangka Teori ...........................................................................
32
Gambar 2.2 Kerangka Konsep .......................................................................
32
Gambar 4.1 Genogram ...................................................................................
36
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup 2. Jurnal KTI 3. Asuhan Keperawatan 4. Loog Book KTI 5. Pendelegasian Pasien 6. Lembar Konsultasi KTI 7. Usulan Judul Aplikasi Jurnal 8. Surat Pernyataan 9. Lembar Observasi
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis yang ditandai dengan hambatan udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Keluhan sesak nafas, berkurangnya kapasitas kerja dan kekambuhan yang sering terjadi berulang menyebabkan menurunya kualitas hidup penderita (Donohue et al, 2006 dalam Khasanah, 2013). Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja (Kep. Men. Kes, 2008). Menurut Black and Hawks (2008) (dalam Rini, 2011) PPOK juga digunakan sebagai klasifikasi luas dari gangguan pernapasan yang mencakup bronkitis kronis, emfisema paru dan asma bronkial. Obstruksi jalan nafas pada PPOK menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam pada penyakit. Pada bronkhitis kronis dan bronkhiolitis, penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyebabkan terjadinya
1
2
penyumbatan jalan napas hal ini akan mempengaruhi saluran udara besar maupun kecil. Pada emfisema terjadi kerusakan struktur alveolar karena ekstensi yang berlebihan pada ruang udara di dalam paru sehingga menyebabkan
obstruksi
yang
mengganggu
pertukaran
oksigen
dan
karbondioksida. Sedangkan pada asma, jalan napas akan menyempit dan membatasi udara yang berjalan mengalir kedalam paru-paru (American Thoracic Society, 1995 ; Smeltzer & Bare, 2008 dalam Rini, 2011). Berbagai gejala pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang merupakan akibat hubungan interaksi antara individu dengan lingkungan yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Faktor – faktor risiko utama dari PPOK adalah perokok aktif sebuah penelitian dilakukan pada tahun 1990 – 2004 pada 28 negara mendapatkan prevalensi PPOK lebih tinggi pada pasien perokok dibandingkan bukan perokok (National Institutes of Health National Heart, Lung & Blood Institute, 2004 dalam Rini, 2011). Berhenti merokok menjadi hal yang sangat penting dalam manajemen PPOK, karena dapat mengurangi penurunan fungsi paru,
memperbaiki
prognosis
dan
meningkatkan
kualitas
hidup
(Kara, 2005 dalam Rini, 2011). Faktor genetik dimana kekurangan antitrypsin dan kelainan polimorfisme menjadikan individu berisiko terkena
PPOK
(Global Strategy For The Diagnosis, Manajement, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 2006 dalam Rini, 2011). Hiperresponsif dari saluran nafas diduga sebagai faktor yang memberikan konstribusi terhadap berkembangnya PPOK. Terpaparnya asap, debu, bahan
3
kimia, polusi udara perkotaan atau uap pada saat bekerja secara lama dan terus menerus juga dapat memberikan konstribusi terjadinya PPOK (Kara, 2005 dalam Rini, 2011). Dengan demikian berbagai faktor risiko diatas meningkatkan kejadian PPOK diberbagai negara maju maupun negara berkembang. Menurut Ambrosino dan Serradori (2006 dalam Khasanah, 2013) pada pasien PPOK mengalami kelemahan otot inspirasi dan atau disfungsi otot yang berkontribusi terhadap terjadinya sesak nafas. Salah satu dari latihan nafas yang efektif dalam membantu mengatasi sesak nafas adalah Pursed Lips Breathing (PLB) yang merupakan salah satu teknik latihan pernafasan yang melibatkan pernafasan melalui perlawanan yang diciptakan dengan penyempitan bibir. Efek dari PLB adalah meningkatkan volume tidal dan volume akhir ekspirasi paru dan dampaknya adalah meningkatkam kapasitas otot-otot pernafasan untuk memenuhi kebutuhan dalam memberikan tekanan pernafasan (Ambrosino & Serradori, 2006 dalam Khasanah, 2013). Ramos et al (2009 dalam Khasanah, 2013) melaporkan hasil penelitiannya bahwa PLB secara signifikan dapat menurunkan sesak nafas dan heart rate serta meningkatkan saturasi oksigen pada pasien dengan PPOK. Hasil penelitian Bianchi, et al., (2004 dalam Khasanah, 2013) PLB menurunkan volume akhir ekspirasi dan meningkatkan volume akhir inspirasi serta meningkatkan kondisi pernafasasan (menurunkan skala Brogs Scale). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa PLB membantu pasien mengoptimalkan kemampuan menjalankan aktifitas hidup sehari hari dan
4
meningkatkan kualitas hidup. Pada pasien dengan hiperinflasi progresif pada PPOK berat, pernafasan menjadi sangat cepat dan terjadi friksi penahanan oksigen udara di dalam tubuh. Perubahan ini menyebabkan otot inspirasi dan ekspirasi melemah sehingga aktifitas sehari-hari sangat rendah yang berdapak menurunnya kualitas hidup dan kemampuan psikososial. Latihan pernafasan PLB dapat mengurangi kelelahan pasien. Beberapa peneliti membuat hipotesis bahwa latihan bernafas dapat mengurangi hiperinflasi yang selanjutnya meningkatkan daya tahan tubuh
dan kualitas hidup mereka
(Avanji & Hajbaghery, 2011 dalam Khasanah, 2013). Beberapa tindakan keperawatan selain PLB yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK adalah memposisikan pasien. Posisi pasien yang dapat membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien. Banyak pasien PPOK menggunakan condong ke depan (CKD) ketika mengeluh sesak nafas.
posisi
Posisi CKD
menigkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al, 2009 dalam Khasanah, 2013). Logikanya posisi CKD saja dapat meningkatkan inspirasi dan ekspirasi maka dengan posisi CKD dan bernafas PLB pada pasien dengan PPOK kerja inspirasi dan ekspirasi akan lebih optimal lagi, beban kerja otot ispirasi berkurang, hiperinflansi menurun, kapasitas residu juga menurun dan pertukran gas pun meningkat. Peningkatan pertukran gas pada pasien yang melakukan posisi CKD dan PLB maka oksigen yang berpindah ke kapiler
5
paru pun akan meningkat dan CO2 yang dikeluarkan ke alveolus pun akan meningkat. Peningkatan jumlah oksigen yang berpindah ke kapiler paru akan meningkatkan jumlah oksigen yang terikat oleh Hb. Jumlah oksigen yang terikat oleh Hb disebut SaO2 yang merupakan rasio kadar hemoglobin oksigen/ hemoglobin teroksigenasi (HbO2) dengan hemoglobin dalam darah (total kadar HbO2 dan hemoglobin terdeoksigenasi (Hb)), dengan demikian SaO2 pun akan meningkat. Sebagaimana disampaikan oleh Sherwood (2001, dalam jurnal Khasanah 2013), bahwa peningkatan PaO2 akan meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan penurunan jumlah CO2 juga akan meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan sebaliknya. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan bahwa pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering di dunia (Depkes RI, 2008 dalam Khasanah S, 2013). Menurut WHO pada tahun 2010 PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia (PDPI, 2006 dalam Khasanah S, 2013). Hasil survey penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendaral PPM dan PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Sumatra Selatan) pada tahun 2004, menunjukan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2008 dalam
6
Khasanah 2013). Sedangkan angka kejadian PPOK di Jawa Tengah pada tahun 2008 adalah 0,20% dan pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 0,12% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009 dalam Khasanah, 2013). Namun demikian tidak menutup kemungkinan angka ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perokok di Jawa Tengah. Hasil wawancara personal dengan petugas Rekam Medik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pada bulan Januari 2014 – Maret 2015 didapatkan informasi bahwa jumlah penderita PPOK rawat inap sebanyak 151 orang, jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 95 orang saja, sedangkan pasien rawat jalan sebanyak 128 orang, sama meningkatnya dari tahun sebelumnya yang hanya 95 orang saja. Rata-rata penderita PPOK yang dirawat datang dengan keluhan sesak nafas yang sangat berat dan sebagian besar dari mereka adalah pasien yang datang dengan serangan sesak nafas berulang (Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Berdasarkan studi kasus yang dilakukan penulis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, penulis menemukan kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang terjadi pada Tn. W dengan tanda dan gejala sesak napas, batuk, sesak napas saat posisi terlentang, ekspirasi memanjang, tampak menggunakan alat bantu pernafasan. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Posisi Condong Ke Depan (CKD) dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi
7
Oksigen pada Asuhan Keperawatan Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta”
B. Tujuan Penulisan Terdiri atas dua hal yaitu Tujuan Umum dan Tujuan Khusus. 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efektifitas pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. W dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Tn. W dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. W dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. W dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Tn. W dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada Tn. W dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
8
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Rumah Sakit Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) pada asuhan keperawatan khususnya bagi pasien dengan diagnosa Penyakit Paru Obstruksi Kronik. 2. Bagi Institusi Dapat memberikan konstribusi laporan hasil pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis bagi praktik keperawatan dan pemecahan masalah khususnya dalam bidang atau profesi keperawatan. 3. Bagi Perawat a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis. b. Melatih berfikir dalam melakukan asuhan keperawatan, khususnya pada pasien dengan diagnosa Penyakit Paru Obstruksi Kronis. 4. Bagi Penulis Dapat melakukan tindakan pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) pada asuhan keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik secara langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan dan sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis.
9
5. Bagi Pembaca Memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan, diharapkan setelah pembaca membaca buku ini dapat mengetahui tentang tehnik pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik dan menjadi acuan atau ada sebuah penelitian untuk kasus ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik a. Definisi Menurut WHO yang dituangkan dalam Panduan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun (2010) (dalam Ikawati, 2014 : 157). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakteristikan oleh adanya
obstruksi
saluran
pernafasan
yang
tidak
reversibel
sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru – paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadinya obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkiolitis kronik, maupun asma, tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernapasan. Dalam beberapa keadaan perburukan dari PPOK ini dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan, oleh karena itu istilah yang sering digunakan adalah
Acute
on
Chronic
(Rab, 2013 : 396).
10
Respiratory
Failure
(ACRF)
11
Price & Wilson, (2006) (dalam Rini, 2011) menjelaskan bronkhitis kronis adalah suatu gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mukus
yang
berlebihan
dalam
bronkus
dimanifestasikan sebagai batuk kronis dan pembentukan mukus mukoid ataupun mukopurulen sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
2
tahun
berturut-turut.
Definisi
ini
mempertimbangkan bahwa penyakit-penyakit seperti bronkiektasis dan tuberkulosis paru juga menyebabkan batuk kronis dan produksi sputum tetapi keduanya tidak termasuk dalam kategori ini. Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris, serta destruksi dinding alveolar. Sedangkan asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme, oedem mukosa dan hipersekresi mukus.
b. Etiologi Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor resiko antara lain :
12
1) Kebiasaan merokok. Merokok diketahui mengganggu efektivitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Produksi asap rokok diketahui merangsang produksi mukus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi akumulasi mukus yang kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan nafas, yang dapat menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan resiko pertumbuhan mikroorganisme (Corwin, 2009 : 539). 2) Bertambahnya usia 3) Polusi lingkungan 4) Pasien yang tinggal dikota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih tinggi daripada pasien yang tinggal didesa. 5) Pekerjaan. Pekerjaan tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK (Ikawati, 2014 : 159). 6) Berbagai faktor lainnya menurut Rab (2013), yakni : a) Jenis kelamin, dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita. b) Status sosial ekonomi, dimana status ekonomi yang rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. c) Infeksi bronkhus yang berulang. d) Faktor genetik, dimana terdapat alfa2 Protease inhibitor yang rendah (penghambat alfa2 protease).
13
c. Klasifikasi Menurut WHO melalui GOLD (2006) (dalam Rini, 2011) melakukan pengklasifikikasian terhadap PPOK, sebagai berikut : 1) Klasifikasi Tingkat Keparahan Berdasarkan Spirometri Spirometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur fungsi paru, diperlukan untuk mendiagnosis dan memberikan gambaran keparahan
patofisiologi
yang
disebabkan
oleh
PPOK.
Berdasarkan fungsi paru, diperlukan untuk mendiagnosis dan memberikan gambaran keparahan patofisiologi yang disebabkan oleh PPOK. Berdasarkan pengukuran fungsi paru dengan menggunakan
spirometri,
PPOK
diklasifikasikan
sebagai
berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Keparahan PPOK Berdasarkan Spirometri Tahap Tahap I : Mild Tahap II : Moderate Tahap III : Severe Tahap IV : Very Savere
Keterangan FEV1/FCV < 0, 70 FEV1 ≥ 80% predicted FEV1/FCV < 0,70 50% ≤ FEV1 < 80% predicted FEV1/FCV < 0,70 30% ≤ FEV1 < 50% predicted FEV1/FCV < 0,70 FEV1 < 30% predictedor FE1 < 50% predicted plus chronic respiratory failure
Ket : FEV1 : Forced Exapiratory Volume dalam 1 detik FVC : Forced Vital Capacity
14
2) Tahapan Penyakit PPOK WHO mengklasifikasikan penyakit PPOK berdasarkan tahapan penyakitnya sebagai berikut :
Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK Berdasarkan Tahapan Penyakit Tahap Tahap I : Mild
· · · ·
Tahap II : Moderate
· · · · ·
Tahap III : Service
Tahap IV : Very Savere
· · · · · · · ·
· · · ·
Keterangan Keterbatasan aliran udara ringan FEV1/FVC < 0,70 FEV1 ≥ 80% Gejala batuk kronis Sputum produktif Pasien tidak menyadari adanya penurunan fungsi paru Keterbatasan aliran udara buruk FEV1/FVC < 0,70; 50% ≤ FEV1 < 80% Batuk kronis Sputum produktif Sesak nafas saat aktifitas Pasien mulai mencari pelayanan kesehatan karena keluhannya. Keterbatasan aliran udara buruk FEV1/FVC < 0,70; 30% ≤FEV1 <50% Batuk kronis Sputum produktif Sesak nafas sangat berat Mengurangi aktifitas, kelelahan Eksaserbasi berulang Mengurangi kualitas hidup Keterbatasan aliran udara sangat buruk FEV1/FVC < 0,70; 30% ≤FEV1 < 50% ditambah kegagalan nafas kronis Gagal nafas (PaO2 : <60 mmHg, dengan atau tanpa Pa CO2. 50 mmHg Batuk kronis Sputum produktif Sesak nafas sangat berat
15
· · · ·
Eksaserbasi beralang Mengurangi kualitas hidup Terjadi komplikasi gagal jantung Mengancam senyawa
d. Manifestasi Klinis Menurut
Ikawati
(2014),
diagnosa
PPOK
ditegakkan
berdasarkan adanya gejala-gejala meliputi batuk, produksi sputum, dispnea, dan riwayat paparan suatu faktor risiko. Selain itu, adanya obstruksi saluran pernafasan juga harus dikonfirmasi dengan spirometri. Indikator kunci untuk mempertimbangkan diagnosis PPOK adalah sebagai berikut : 1) Batuk kronis
: terjadi berselang atau setiap hari, dan
seringkali terjadi sepanjang hari (tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk malam hari) 2) Produksi sputum secara kronis : semua pola produksi sputum dapat mengindikasikan adanya PPOK. 3) Bronkhitis akut : terjadi secara berulang. 4) Sesak nafas (dispnea) : bersifat progresif sepanjang waktu, terjadi setiap hari, memburuk jika berolahraga, dan memburuk jika terkena infeksi pernafasan. 5) Riwayat paparan terhadap faktor risiko : merokok, partikel dan senyawa kimia, asap dapur.
16
e. Patofisiologi Menurut Danusantoso (2014), berdasarkan etiologinya, bila terjadi hipersekresi yang berperan memproduksi sekret adalah sel-sel Goblet dan kelenjar-kelenjar mukus disubmukosa. Sekret bronkus yang dihasilkannya cukup banyak serta kental maka berbagai jenis kuman dapat berhasil masuk dalam saluran pernapasan bawah. Sekali terjadi infeksi sekunder, dahak akan menjadi semakin pekat, kental, dan lengket. Kuman penyebab infeksi sekunder ini biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis dan Pseudomonas (MARTINEZ et al, 1994; BALL., 1996) Sekret yang kental ini akan menyumbat lumen bronkus-bronkus kecil dan bronkeolus
(obstruksi). Mengingat inspirasi selalu
merupakan gerakan aktif dengan menggunakan otot-otot pernapasan, udara masih akan dapat menembus sumbatan dan masuk kedalam alveolus, tetapi karena ekspirasi adalah gerakan pasif dan hanya mengandalkan elastisitas jaringan interstisial paru, tak semua udara hasil inspirasi berhasil dikeluarkan lagi. Dengan perkataan lain, akan tertumpuk sisa udara bekas inspirasi didalam rongga alveolus. Siklus ini akan terus berulang sehingga akhirnya akan terjadi distensi alveolus (FRASER et al, 1994). Pada saat itu, alveolus selain mengalami distensi juga mengalami konglomerisasi (beberapa
17
alveolus yang sudah menggelembung lalu bersinggungan satu dengan yang lain dan jaringan intra-alveolar akan semakin menipis dan akhirnya akan hilang, sehingga akan terjadi suatu gelembung udara besar yang berasal dari beberapa alveolus). Dahak yang berlebihan juga akan memudahkan terjadinya infeksi sekunder, serta semakin banyak fibrin akan terbentuk, maka elastisitas
paru
akan
semakin
menurun
dengan
segala
konsekuensinya. Setiap kali terjadi infeksi sekunder, akan timbul juga edema mukosa sehingga lumen saluran pernapasan akan menjadi semakin sempit. Bila sel-sel Goblet dan kelenjar mukus submukosa terus menerus bekerja keras, lama kelamaan akan terjadi hipertrofi dan hiperplasi sehingga memerlukan penambahan suplai darah. Ini semua akhirnya akan menyebabkan mukosa menjadi semakin tebal. Dengan demikian, lumen saluran pernapasan menjadi semakin kecil. Terjadilah apa yang disebut circulus vitiosus. Proses ini akan berlanjut terus sehingga pada akhirnya bukan saja alveolus yang menggelembung secara patologis melainkan dapat mencakup seluruh acinus, lobulus, lobus, dan akhirnya seluruh paru. Kondisi akhir ini disebut emfisema paru. Suplai oksigen ke dalam paru akan menurun (hipoksia), sehingga penderita akan mengalami sesak
napas
yang
disertai
(mengi atau whezzing).
dengan
bunyi
napas
ngiik-ngii
18
Faktor predisposisi
Edema, spasme bronkus, peningkatan sekret, bronkiolus
Obstruksi bronkhiolus awal fase ekspirasi Bersihan jalan nafas tidak efektif
Udara terperangkap dalam alveolus
PaO2 Rendah PaCO2 Tinggi
Suplai O2 jaringan rendah
Sesak nafas, Nafas pendek
Gangguan metabolisme jaringan
Gangguan pertukaran gas
Hipoksemia Metabolisme anaerob Gagal jantung kanan
Insufisiensi/ gagal napas Produksi ATP menurun
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Defisit energi
Letih, lemah
Intoleransi aktivitas
Gangguan pola tidur
Pola napas tidak efektif
Kurang perawatan diri
Gambar 2.1 Pathway Sumber : Sylvia A. Price. 2005 : 737
19
f. Penatalaksanaan Penatalaksanaan menurut Padila (2012), yakni : 1) Meniadakan faktor etiologik atau presipitasi 2) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara 3) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi anti mikroba tidak perlu diberikan. 4) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obatan bronkodilator (Aminophilin dan Adrenalin). 5) Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul) a) Batuk produktif beri obat mukolitik/ekspektoran b) Sesak nafas beri posisi nyaman (fowler), beri O2 c) Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus 6) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul 7) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan dengan aliran lambat : 1-2 liter/menit 8) Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap. 9) Memberi pengajaran mengenal tehnik-tehnik relaksasi dan caracara untuk menyimpan energi.
20
g. Komplikasi Menurut Muwarni (2011), komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah : 1) Kegagalan respirasi akibat sesak nafas/dispnea 2) Kardiovaskuler yaitu kor pulmonal aritmia jantung 3) Ulkus peptikum sukar diketahui 4) PPOK umumnya berjalan secara progresif dalam jangka waktu yang lama, penderita jadi cacat dan tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari 5) Kematian biasanya terjadi karena kegagalan respirasi, dan kematian mendadak karena aritmia jantung.
h. Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian Menurut Muttaqin (2008), Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang : a) Biodata Pasien Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
21
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya. b) Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga. c) Keluhan Utama Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama sampai bertahuntahun, dan semakin berat setelah beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau, sesak semakin bertambah, dan badan lemah. d) Riwayat Kesehatan Sekarang Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti whezzing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
22
e) Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja. f) Riwayat kesehatan keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu : (1) Penyakit infeksi tertentu, manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya. (2) Kelainan alergi (3) Tempat tinggal pasien dan kondisi lingkungannya g) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik fokus pada PPOK. (1) Inspeksi, pada klien dengan PPOK terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas. (2) Palpasi, pada palpasi ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. (3) Perkusi, pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun.
23
(4) Auskultasi, sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan whezzing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
2) Diagnosa Keperawatan Menurut Doenges dkk (2000 : 156-163), diagnosa yang mungkin mucul pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik, antara lain : a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan. b) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli. c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah. d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahan utama, tidak adekuatnya imunitas, proses penyakit kronis, malnutrisi. e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif.
24
3) Intervensi Keperawatan a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan. Intervensi keperawatan : (1) Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misalnya mengi, krekels, ronki. Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi
dimanifestasikan
jalan
adanya
napas bunyi
dan
napas
dapat/tak adventisius,
misalnya penyebaran, krekels basah, bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi atau tak adanya bunyi napas. (2) Kaji/pantau
frekuensi
pernapasan.
Catat
rasio
inspirasi/ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. (3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
25
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. (4) Berikan obat sesuai indikasi. Bronkodilator, misalnya epinefrin, albuterol, terbutalin, isoetarin. Rasional ; merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi. b) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli. Intervensi keperawatan : (1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan bicara. Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit. (2) Dorong
mengeluarkan
sputum;
penghisapan
bila
diindikasikan. Rasional : kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
26
(3)Awasi tanda vital dan irama jantung. Rasional : Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. (4)Kolaborasi pemberian oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional : dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubgungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah. Intervensi keperawatan : (1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. Rasional : pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. (2) Auskultasi bunyi usus Rasional : penurunan/hipoaktif bising usu menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum)
yang
berhubungan
dengan
pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
27
(3) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin. Rasional
:
suhu
ekstrem
dapat
mencetuskan/
meningkatkan spasme batuk. (4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang. Rasional : metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan
pada
situasi/kebutuhan
individu
untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi. d) Resiko tinggi terhdap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, tidak adekuatnya imunitas, proses penyakit kronis, malnutrisi. Intervensi keperawatan : (1) awasi suhu Rasional : demam dapat terjadi karena infeksi dan/atau dehidrasi. (2) Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat. Rasional : aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi paru.
28
(3) Awasi pengunjung berikan masker sesuai indikasi. Rasional : menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius. e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif. Intervensi keperawatan : (1) Jelaskan/kuatkan mengenai proses penyakit individu. Dorong
pasien/orang
terdekat
untuk
menanyakan
pertanyaan. Rasional : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. (2) Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi. Rasional : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menekankan pernapasan dan melindungi mekanisme batuk. (3) Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan/atau orang terdekat. Rasional : penghentian merokok dapat memperlambat/ menghambat kemajuan PPOM. Namun, meskipun pasien ingin menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan pengawasan medik.
29
2. Posisi Condong Ke Depan (CKD) Posisi CKD dapat menigkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al, 2009 dalam Khasanah, 2013). Hasil penelitian sebelumnya menunjukan penurunan aktifitas otot scalene (SM) dan sternocleidomastoid (SCM) pada posisi CKD. Penelitian yang lain juga menunjukan bahwa posisi CKD dengan bahu disangga oleh otot (seperti otot pectoralis mayor
dan minor ) berkontribusi secara signifikan
terhadap pengembangan tulang rusuk. Pengembangan tulang rusuk dengan lengan dan kepala disangga berkontribusi terhadap inspirasi (Gosselink, 2004 dalam Khasanah, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012 dalam Khasanah, 2013) aktifitas otot SM dan SCM meningkat secara signifikan pada posisi condong kedepan dengan lengan disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala dibandingkan posisi netral. Beberapa mekanisme yang dapat dijelaskan dari hasil tersebut adalah adanya restriksi pergerakan diafragma, meningkatkan tekanan intraabdomen dengan mendekatkan tulang rusuk ke pelvis dan peningkatan tekanan abdomen ini membuat diafragma kesulitan untuk menekan abdomen kebelakang selama inspirasi, dengan pengembalian aktifitas otot dengan kekuatan yang dipertahankan oleh tangan yang ditopang ke muka/ kepala dan lengan yang ditopang oleh paha serta stabilnya tangan dan lengan ,
30
sternum, clavicula dan tulang rusuk dapat ditarik ke atas oleh otot SM dan SCM (Kim, et al, 2012 dalam Khasanah, 2013)
3. Pursed Lips Breathing (PLB) a. Definisi Pursed Lips Breathing adalah latihan pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekshalasi lebih di perpanjang. Terapi rehabilitasi paru-paru dengan pursed lips breathing ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti pemakaian obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2013 dalam Astuti, 2014)
b. Tujuan Pursed Lips Breathing Tujuan dari pursed lips breathing ini adalah untuk membantu klien memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola napas lambat dan dalam, membantu pasien untuk mengontrol pernapasan , mencegah
kolaps
dan
melatih
otot-otot
ekspirasi
untuk
memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama
ekspirasi,
dan
melatih
otot-otot
eskpirasi
untuk
memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas
31
selama ekspirasi, dan mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2013 dalam Astuti, 2014).
c. Langkah-langkah Tindakan Pursed Lips Breathing Langkah-langkah atau cara melakukan pursed lips breathing ini adalah dengan cara menghirup napas melalui hidung sambil menghitung sampai 3 seperti saat menghirup wangi bunga mawar. Hembuskan dengan lambat dan rata melalui bibir yang dirapatkan sambil mengencangkan otot-otot abdomen. (Merapatkan bibir meningkatkan tekanan intratrakeal, menghembuskan melalui mulut memberikan tahanan lebih sedikit pada udara yang dihembuskan). Hitung hingga 7 sambil memperpanjang eskpirasi melalui bibir yang dirapatkan seperti saat sedang meniup lilin. Sambil duduk dikursi, lipat tangan diatas abdomen, hirup napas melalui hidung sambil menghitung hingga 3, membungkuk kedepan dan hembuskan dengan lambat melalui bibir yang dirapatkan sambil menghitung hingga 7 (Smeltzer & Bare, 2013 dalam Astuti, 2014). Tahap mengerutkan bibir ini dapat memperpanjang ekshalasi, hal ini akan mengurangi udara ruang rugi yang terjebak dijalan napas, serta meningkatkan pengeluaran CO2 dan menurunkan kadar CO2 dalam daraharteri serta dapat meningkatkan O2, sehingga akan terjadi perbaikan homeostatis yaitu kadar CO2 dalam darah arteri normal, dan pH darah juga akan menjadi normal (Muttaqin, 2013
32
dalam Astuti, 2014). Mengingat ketidak efektifan pola pernapasan pada emfisema disebabkan karena peningkatan ruang rugi dan menimbulkan hiperkapnia yang akan meningkatkan pola pernapasan maka dengan normalnya pH darah atau homeostatis seimbang maka pusat kontrol pernapasan akan menormalkan pola pernapasan klien seperti frekuensi, kedalaman dan irama pernapasan pada klien emfisema menjadi membaik (Astuti, 2014).
4. Saturasi Oksigen a. Definisi SaO2 adalah rasio kadar hemoglobin oksigen/ hemoglobin teroksigenasi (HbO2) dengan hemoglobin dalam darah (total kadar HbO2 dan hemoglobin terdeoksigenasi (Hb), dengan demikian SaO2 pun akan meningkat (Khasanah, 2013). Sebagaimana disampaikan oleh Sherwood (2001) (dalam Khasanah, 2013) bahwa peningkatan PaO2 akan meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan penurunan jumlah CO2 juga akan meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan sebaliknya. Menurut Djojodibroto (2014), saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total hemoglobin darah mengikat oksigen, dan nilai normal saturasi oksigen adalah 95-100%. Jumlah oksigen (dalam mL) yang terdapat dalam 100 mL dinamakan kandungan oksigen
33
(Oxygen content). Oksigen yang ada di dalam darah berupa larutan di plasma dan berupa senyawa dengan Hb di eritrosit. Kemampuan oksigen untuk larut dalam plasma darah dengan PaO2 = 100 mmHg adalah 0. 003 mL oksigen per 1 mL plasma sedangkan 1 gram Hb dengan saturasi 100% mempunyai kemampuan mengikat 1,39 mL oksigen. Jadi, oksigen yang berupa larutan di plasma sebanyak 3 mL O2/Liter darah, sedangkan yang berikatan dengan hemoglobin sebanyak 203,3 mL O2/Liter darah.
34
B. Kerangka Teori
Pemberian Pursed Lips Breathing dan Condong Ke Depan Polusi udara, merokok, riwayat keluarga, dan infeksi pernapasan
Terjadinya PPOK Manifestasi Klinis : 1. Batuk tidak efektif 2. Adanya sputum 3. Sesak nafas
SaO2 Menurun
SaO2 Meningkat
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Sumber, Ikawati (2014) dan Khasanah (2013)
C. Kerangka Konsep
Dilakukan Terapi Posisi Condong Ke Depan dan Pursed Lips Breathing
SaO2 Menurun
SaO2 Meningkat
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
BAB III METODE APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset Tindakan dilakukan pada pasien Tn. W di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. B. Tempat dan Waktu 1. Tempat
:
Di Ruang Anggrek 1
2. Waktu
:
Terapi diberikan pada tanggal 11-13 Maret 2015.
C. Media dan Alat Terapi ini menggunakan media tehnik pernafasan dengan pemberian posisi Condong Ke Depan dan Pursed Lips Breathing dan menggunakan alat Puls Oxymeter. D. Prosedur Tindakan Keperawatan 1. Menyiapkan alat saturasi oksigen (SaO2). 2. Memposisikan pasien senyaman mungkin dengan posisi condong ke depan (CKD). 3. Memberikan latihan cara bernafas Pursed Lips Breathing (PLB) 4. Tindakan pemberian tehnik pernapasan pursed lips breathing dan posisi condong ke depan ini dilakukan secara bersamaan, selama 3 hari berturutturut, dimana setiap kali dilakukan tindakan tersebut pasien diberi kesempatan untuk beristirahat setiap 5 menit sebanyak 3 kali dan melakukan tehnik pernapasan kembali sebanyak 3 kali, sehingga total
35
36
5. waktu yang digunakan untuk melakukan latihan pernapasan dengan posisi CKD dan PLB sebanyak 30 menit. E. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan puls oxymeter.
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang resume efektifitas pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) dalam peningkatan saturasi oksigen pada asuhan keperawatan Tn. W dengan penyakit paru obstruksi kronik di ruang anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Resume asuhan keperawatan pada Tn. W meliputi identitas, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi sesuai masalah keperawatan, implementasi yang telah dilakukan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 jam 08.30 WIB, pada kasus ini dilakukan dengan metode autoanamnesis dan alloanamnesis.
A. Identitas Pasien Pengkajian didapatkan identitas pasien dengan nama pasien Tn. W berumur 66 tahun, beragama islam, pasien lulusan sekolah dasar, Tn. W sebagai kepala rumah tangga sekaligus kakek yang beralamat di Wonogiri, Tn. W datang ke RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 09 Maret 2015 dengan diagnosa medis penyakit paru obstruksi kronik dengan nomor rekam medis 01293157. Identitas penanggung jawab bernama Tn. T berumur 42 tahun, bekerja sebagai karyawan swasta, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA), beralamat di Wonogiri, hubungan dengan Tn. W sebagai anak.
37
38
B. Pengkajian Hasil pengkajian pada tanggal 11 Maret 2015 pasien mengeluhkan sesak nafas. Riwayat kesehatan sekarang, pasien datang dengan keluhan sesak napas yang sudah terjadi ± 3 tahun, memburuk 1 minggu terakhir sebelum masuk rumah sakit. Sesak dipengaruhi aktivitas berat, ada suara napas tambahan napas mengi, batuk berdahak warna putih kekuningan, nyeri dada, meriang, nafsu makan menurun, berat badan menurun dari 42 kg menjadi 39 kg, perut terasa sebah, mual, bab/bak tidak ada keluhan, dari hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 90 kali per menit, respirasi 28 kali per menit, suhu tubuh 36,5ºC dan saturasi oksigen 95%. Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan punya riwayat mondok ± 4 kali di RS Wonogiri pada bulan Februari dan Maret 2015. Pada tanggal 5 Maret 2015 pasien pernah opname selama 4 hari di RS Amal Sehat Wonogiri. Pada tanggal 09 Maret 2015 pasien opname di RSUD Dr. Moeweardi dengan diagnosa PPOK. Diagnosa pasien sebelum masuk ke RSUD Dr. Moewardi tidak terkaji. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, Hipertensi, Jantung. Pasien perokok berat selama 50 tahun. Riwayat kesehatan keluarga, dikeluarga pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung. Pasien juga mengatakan dikeluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Riwayat kesehatan lingkungan pasien, pasien mengatakan sangat menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumahnya dan didalam rumahnya juga terdapat ventilasi. Disekitar rumahnya juga bebas genangan
39
air jika hujan terjadi, kondisi rumah pasien juga sudah diperbaiki dan lantai rumah pasien sudah tidak lagi tanah. Genogram keluarga Tn. W
Gambar 4.1 gambar Tn. W
Keterangan : Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal Serumah
40
Hasil
pengkajian menurut
pola Gordon, pola persepsi
dan
pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bahwa kesehatan itu sangat penting, jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa ketempat pelayanan kesehatan terdekat yaitu puskesmas. Saat pasien sakit, ia berusaha untuk mendatangi tempat pelayanan kesehatan guna kesembuhan penyakitnya. Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari dengan 1 porsi habis, minum ± 8-10 gelas/hari. Namun, selama sakit dan dirawat di rumah sakit nafsu makan pasien berkurang atau menurun. Pasien tidak pernah menghabiskan makanannya, hanya makan 4-5 sendok karena pasien merasa mual, maka berat badan menurun dan mudah lelah. Selama sakit antropometri di dapatkan data berat badan 39 kg, tinggi badan 166 cm, indeks masa tubuh di dapatkan data 14,15 (tidak normal/sangat kurus). Biochemical didapatkan data pada 09 Maret 2015 hematokrit 38%, hemoglobin 11,7 g/dL, clinical sign didapatkan data mukosa bibir kering, mata cekung, konjungtiva anemis, dietary data pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan diit TKTP, namun pasien tidak menghabiskannya. Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan buang air kecil 4-6 kali sehari dengan warna kencing jernih dan bau khas, sedangkan buang air besar pasien satu kali sehari dipagi hari dengan konsistensi lunak dan bau khas. Saat buang air kecil dan air besar pasien tidak mengalami keluhan dan gangguan apapun, sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak ada keluhan dan gangguan apapun. Saat buang air kecil dan buang air besar pasien harus dibantu oleh keluarganya.
41
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan dapat beraktivitas secara normal dan mandiri, sedangkan selama sakit pasien mengatakan bahwa hampir semua aktivitas seperti makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan ambulasi/ROM harus dibantu oleh orang lain (skor penilaian 2) disamping itu juga pasien merasa sesak nafas setelah melakukan aktivitas. Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6-8 jam sehari, pasien juga memiliki kebiasaan tidur siang. Selama sakit, pasien mengeluh kesulitan tidur karena merasakan sesak napas, pasien hanya bisa tidur sekitar 3-4 jam dalam sehari. Pola kognitif dan perseptual, selama sakit pasien berbicara lambat, kata-katanya tidak terlalu jelas, pasien dapat melihat dan mendengar dengan jelas, pasien juga dapat menjawab pertanyaan perawat dengan jelas, pasien juga tidak terlihat menggunakan alat bantu penglihatan dan dapat mengidentifikasi tes raba. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri pasien mengatakan tidak malu dengan tubuh yang dideritanya. Ideal diri, pasien mengatakan ingin cepat sembuh. Harga diri, pasien mengatakan merasa diperhatikan dan dihargai oleh keluarga dan masyarakat atau tetangganya karena dijenguk. Peran diri pasien mengatakan tidak bisa menjalani tugasnya sebagai suami dan kakek yang baik bagi anak-anaknya dan cucu-cucunya selama sakit.
42
Identitas diri pasien mengatakan pasien menyadari sebagai suami dan orang tua memiliki tanggung jawab kepada keluarganya. Pola hubungan peran, pasien mengatakan dirinya seorang suami dan ayah dari 2 orang anak laki-laki, dikeluarga pasien dikenal baik, dalam masyarakat pasien mempunyai banyak teman dan kerabat, namun selama di rumah sakit pasien kurang dapat bersosialisasi dengan orang lain, pasien hanya mau bercerita dengan keluarganya dan dalam menjalani pemeriksaan pasien kurang kooperatif. Pola seksualitas reproduksi, pasien mengatakan bahwa dia sudah tidak terlalu memikirkan hubungan seksual lagi dengan istrinya, mengingat usianya yang sudah tidak lagi muda, sehingga saat dirawat dan sakit seperti ini pasien mengatakan tidak ada masalah lagi bagi dia dan istrinya. Pola
mekanisme
koping,
pasien
mengatakan
selalu
memusyawarahkan dengan keluarga bila ada masalah termasuk dengan penyakit yang dialami saat ini pasien juga mengatakan tidak mengalami kecemasan yang berlebihan dengan penyakitnya ini, pasien terlihat sangat menerima dan tabah menghadapi penyakitnya ini. Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan walaupun dirinya kini sakit, pasien masih bisa beribadah sholat 5 waktu dan berdoa dengan berbaring. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, dengan kesadaran composmentis. Tanda-tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 85 kali per menit, respirasi 28 kali per menit, suhu tubuh
43
36,6ºc, SaO2 89%. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih tidak ada lesi, rambut beruban. Pada pemeriksaan mata didapatkan data palpebra tidak oedema, konjungtiva anemis, sklera ikterik, reflek cahaya positif, mata cekung, koordinasi gerak mata simetris dan mampu mengikuti pergerakan benda yang dihadapannya. Pada pemeriksaan hidung didapatkan data hidung simetris, tidak ada polip, terdapat nafas cuping hidung, terpasang nasal kanul O2 5 liter per menit, dan tidak ada discharge berupa lendir atau darah. Pada pemeriksaan mulut didapatkan data mukosa bibir kering dan mulut kotor, dan tidak memakai gigi palsu. Pada pemeriksaan telinga didapatkan hasil telinga simetris kanan kiri, bersih, tidak menggunakan alat bantu, tidak ada mastoid, reflek suara baik dan tidak berdengung. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ditemukan distensi vena jugularis. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi bentuk dada barel chest, simetris kanan kiri, nafas pendek, produksi sputum putih kekuningan, terdapat cara bernafas pursed lips breathing (seperti orang meniup) dan terdapat adanya otot bantu pernafasan, saat dilakukan palpasi vocal fremitus kanan kiri sama. Saat dilakukan perkusi sonor, saat dilaukan auskultasi vesikuler dan terdapat suara tambahan whezzing. Pada pemeriksaan jantung inspeksi didapatkan hasil ictus cordis tidak tampak, saat dilakukan palpasi ictus cordis teraba pada intercosta 5 mid clavicula, saat dilakukan perkusi konfigurasi jantung ke arah lateral, saat dilakukan auskultasi didapatkan hasil terdengar suara Bj 1 dan Bj 2. Pada pemeriksaan abdomen
44
didapatkan hasil inspeksi bentuk perut datar simetris, saat diauskultasi didapatkan hasil bising usus 10 kali per menit, saat perkusi didapatkan hasil suara pekak, saat palpasi didapatkan hasil tidak ada pembesaran massa, tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan genetalia didapatkan hasil tidak terpasang kateter, rektum bersih dan tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan ekstermitas atas maupun bawah tidak terdapat lesi dan oedem, namum pada ekstermitas bawah mengalami kelemahan. Pemeriksaan data penunjang laboratorium yang dilakukan pada tanggal 09 Maret 2015, yaitu hemoglobin 11,7 g/dl (13,5 - 17,5 g/dl), hematokrit 38 % (33 - 45 %), leukosit 29,2 ribu/ul (4.5 – 11, 0 ribu/ul), trombosit 52 ribu/ul (150 – 450 ribu/ul), eritrosit 4, 01 juta/ul (4,50 – 5,90 juta/ul), MCV 94,7 /um (80,0 – 96,0 /um), MCH 29,2 pg (28, 0 – 33, 0 pg), MCHC 30,8 g/dl (33, 0 – 36, 0 g/dl), RDW 15, 0 % (11,6 – 14,6 %), MPV 7,6 Fl (7,2 – 11,1 Fl), PDW 16 % (25 – 65 %), eosinofil 0,60 % (0, 00 – 4, 00 %), basofil 0,70 % (0, 00 – 2, 00 %), netrofil 63,60 % (55, 00 – 80, 00 %), limfosit 27,10 % (22, 00 – 44, 00 %), monosit 8, 00 % (0, 00 – 7, 00 %), Pt 15,8 detik (10, 0 -15, 0 detik), APTT 26,9 detik (20, 0 – 40, 0 detik), INR 1,340, gula darah sewaktu 133 mg/dl (60 – 140 mg/dl), SGOT 59 u/l (<35 u/l), SGPT 27 u/l (<45 u/l), albumin 3,5 g/dl (3,2 – 4,6 g/dl), creatinine 0,9 mg/dl (0,8 – 1,3 mg/dl), ureum 64 mg/dl (<50 mg/dl), natrium darah 137 mmol/L (132 – 146 mmol/L), kalium darah 4,4 mmol/L (3,7 – 5,4 mmol/L), klorida darah 103 mmol/L (98 – 106 mmol/L). Data analisa gas darah pH
45
7,437 (7,310 – 7,420), BE -3,9 mmol/L (-2 - +3 mmol/L), PCO2 29,6 mmHg (27, 0 – 41, 0 mmHg), PO2 112, 0 mmHg (80, 0 – 100, 0 mmHg), HCO3 21,2 mmol/L (21, 0 – 28, 0 mmol/L), total CO2 18,2 mmol/L (19, 0 – 24, 0 mmol/L), O2 saturasi 92,8 % (94, 0 – 98, 0 %). Dapat kesimpulan alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Selama di ruang anggrek 1 pasien mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% 20 tpm. Ceftriaxone merupakan antimikroba atau antibakteri, golongan sefalosporin yang terdiri dari seftriakson 2 gr, diberikan pada pasien dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen pada saluran nafas, sepsis, jaringan lunak, dan infeksi pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh. Dexametasone obat parenteral 2 mg merupakan obat golongan kortikosteroid, diberikan pada pasien dengan anti alergi, anti inflamasi, asma bronkhial, dan gangguan pernafasan. Ranitidine obat parenteral 50 mg merupakan obat golongan untuk saluran cerna, diberikan pada pasien dengan tukak lambung aktif dan mengurangi gejala refluks esofagitis. Aminophiline obat parenteral 360 mg merupakan obat golongan antiasma obat untuk saluran nafas, diberikan pada pasien dengan asma bronkhial. Obat oral N. Asetil sistein 200mg
golongan
obat
untuk
saluran
pernafasan,
fungsinya
untuk
mengencerkan dahak dan mengurangi sesak. Obat oral Amoxillin 500 mg golongan obat penisilin, fungsinya untuk mengobati infeksi saluran pernafasan, bronkhitis, pneumonia, dan infeksi lain yang disebabkan oleh bakteri salmonella sp.
46
C. Masalah Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.00 WIB pada Tn. W ditemukan data fokus yaitu data subyektif, pasien mengatakan sesak nafas pada saat bernafas, sedangkan data objektifnya pasien terlihat bernafas dengan bibir mencucu, terlihat adanya penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi, nafas cuping hidung, tekana
darah 130/80
mmHg, nadi 85x/menit, suhu 36,6ºC, RR 28x/menit, SaO2 89%. Maka penulis merumuskan prioritas masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan. Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.05 WIB pada Tn. W ditemukan data fokus yaitu data subyektif, pasien mengatakan sesak pada saat bernafas dan batuk disertai dahak, sedangkan data objektifnya di tandai dengan terdapat suara tambahan whezzing, produksi sputum berlebih dengan warna putih kekuningan, kesulitan berbicara, dan perubahan frekuensi nafas dengan RR 28x/menit. Maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus dalam jumlah yang berlebih. Pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.10 WIB hasil dari pengkajian didapatkan data subjektif pasien mengatakan tidak nafsu makan karena merasa mual, sedangkan data objektif di tandai dengan pasien hanya makan 3 sampai 4 sendok dari makanan yang disajikan, nafsu makan pasien juga berkurang, membran mukosa kering, pasien hanya makan menu dari rumah sakit dengan diit TKTP, berat badan dibawah berat badan ideal, IMT 14,15
47
(abnormal/sangat kurus). Maka penulis merumuskan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.15 WIB didapatkan hasil pengkajian dengan data subjektif pasien mengatakan sesak nafas, letih dan lemas setelah beraktivitas, data objektif pasien terlihat letih dan pasien dibantu oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas, pasien terlihat tidak nyaman setelah beraktivitas, dan sesak nafas yang disertai penurunan SaO2 setelah beraktivitas. Dari data aktivitas latihan didapatkan data makan atau minum, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, dibantu orang lain (nilai skor 2). Maka penulis merumuskan masalah keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2. Berdasarkan prioritas masalah yang ada muncul masalah keperawatan dengan diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan, bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebih, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen.
D. Rencana Keperawatan Berdasarkan rumusan masalah yang didapatkan, maka penulis menyusun rencana keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan dengan tujuan setelah
48
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan sesak nafas klien berkurang bahkan hilang. Dengan kriteria hasil, menunjukan pola nafas efektif, tidak ada suara nafas tambahan seperti whezzing, peningkatan tekanan inspirasi dan ekspirasi, frekuensi pernafasan dalam rentang normal. Intervensi atau rencana keperawatan yang diberikan adalah kaji keadaan umum dan vital sign pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kesembuhan pasien, bantu menggunakan alat bantu pernafasan dengan rasional agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan tidak kesulitan dalam bernafas, catat pada perubahan SaO2 dengn rasional untuk mengetahui perkembangan oksigen dalam darah, berikan latihan nafas abdomen dan bibir dengan cara posisi CKD dan PLB dengan rasional agar dapat meningkatkan tekanan inspirasi dan ekspirasi dan meningkatkan SaO2, kaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan rasional untuk mengetahui frekuensi pernafasan dan SaO2 sudah ada perubahan atau belum. Rencana keperawatan untuk diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebih dengan tujuan setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan sesak nafas klien berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil, suara nafas tambahan paru seperti whezzing berkurang, batuk efektif, produksi sputum menurun, dan mempunyai jalan nafas yang paten. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji frekuensi pernapasan dengan rasional untuk mengetahui frekuensi pernapasan sudah dalam rentang normal atau belum, auskultasi bunyi napas dan catat
49
adanya bunyi napas tambahan dengan rasional untuk mengetahui adanya suara tambahan, berikan pasien untuk posisi semi fowler dengan rasional untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan, ajarkan batuk efektif dengan rasional agar mempermudah mengeluarkan sputum, berikan obat sesuai indikasi bronkodilator dengan rasional dapat mengencerkan dan mempermudah mobilisasi sekret, anjurkan minum air hangat dengan rasional dapat menurunkan kekentalan sekret. Rencana keperawatan untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis dengan tujuan setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil berat badan meningkat, menoleransi diet yang dianjurkan, melaporkan tingkat energi yang adekuat, selera makan bertambah, dan memiliki nilai laboratorium dalam batas normal. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji status nutrisi dan kebiasaan makan dengan rasional untuk mengetahui tingkat kebutuhan nutrisi pasien dalam memenuhi kebutuhan metabolik, timbang berat badan dengan rasional mengetahui perkembangan berat badan pasien, identifikasi perubahan nafsu makan dengan rasional untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi selera makan hilang, kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diet TKTP dengan rasional pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat proses penyembuhan dan mencegah komplikasi, anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering dengan rasional agar pasien punya energi dan kondisinya stabil dan mudah dalam melakukan aktivitasnya.
50
Rencana
keperawatan
untuk
diagnosa
intoleransi
aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil menurunnya keluhan tentang nafas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas, mampu melaksanakan aktivitas dan latihan secara mandiri, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat. Intervensi atau rencna keperawatan yang akan dilakukan adalah pantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas dengan rasional dapat menunjukan toleransi aktivitas, kaji tingkat kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas dan latihan
dengan rasional untuk mengetahui
kemampuan pasien dalam beraktivitas, tentukan penyebab keletihan dengan rasional untuk mengetahui penyebab keletihan, dan bantu dengan aktivitas fisik teratur dengan rasional untuk melatih pasien dalam melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri.
E. Implementasi Tindakan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 jam 08.00 WIB mengobservasi keadaan umum dan vital sign pasien dengan respon subyektif Tn. W mengatakan sesak, lemah. Respon objektif Tn. W terlihat pucat dan tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 85 kali per menit, respirasi 28 kali per menit, suhu tubuh 36,6ºc, SaO2 89%.
51
Pada tanggal 11 Maret 2015 jam 08.05 WIB implementasi selanjutnya adalah mengauskultasi bunyi nafas tambahan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan sesak nafas, data objektif terdengar suara nafas tambahan whezzing. Pada jam 08.10 WIB menganjurkan minum air hangat dengan respon subyektif Tn. W mengatakan merasa lega ditenggorokan, data objektif pasien minum satu gelas air teh hangat dan merasa nyaman ditenggorokan. Pada jam 08.20 WIB mengajarkan batuk efektif dengan respon subyektif Tn. W mau diajarkan cara batuk efektif, data objektif Tn. W terlihat memperhatikan dan sputum terlihat keluar walaupun hanya sedikit. Pada jam 08.30 WIB memberikan latihan nafas abdomen dan bibir dengan pemberian posisi CKD dan PLB dengan respon subyektif Tn. W mengatakan sudah lumayan namun masih sesak, data objektif Tn. W masih terlihat letih. Pada jam 09.05 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif RR 28 kali per menit, SaO2 70%. Pada jam 09.15 memberikan posisi semi fowler dengan respon subyektif Tn. W mengatakan merasa nyaman, respon objektif Tn. W terlihat lebih nyaman dari sebelumnya. Pada jam 09.25 WIB memberikan obat sesuai indikasi dengan respon objektif obat masuk melalui intravena, oral dan tidak ada alergi. Pada jam 10.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit dan SaO2 76%. Pada jam 10.10 WIB mengkaji status nutrisi dan kebiasaan makan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan nafsu makannya berkurang, respon objektif Tn. W tidak menghabiskan makanannya, hanya makan 3 sampai 4
52
sendok saja. Pada jam 10.15 WIB menimbang berat badan dengan respon objektif berat badan pasien 39 kg, indeks masa tubuh 14,15 (sangat kurus). Pada jam 10.20 WIB mengidentifikasi perubahan nafsu makan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan selera makannya menurun karena perutnya terasa mual, respon objektif nafsu makan pasien berkurang. Pada jam 10.25 WIB menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering dengan respon subyektif Tn. W mengatakan kadang makan satu bungkus roti, respon objektif Tn. W makan roti habis satu bungkus. Pada jam 10.35 WIB berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diet tinggi kalori tinggi protein dengan respon objektif Tn. W menikmati makanannya, namun hanya makan 3 sampai 4 sendok saja karena perutnya terasa mual. Pada jam 11.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 79%. Pada jam 11.30 WIB mengkaji tingkat kemampuan aktivitas dan latihan Tn. W dengan respon subyektif Tn. W mengatakan masih merasa lemas dan tidak kuat untuk melakukan aktivitas, respon objektif aktivitas Tn. W terlihat dibantu oleh keluarganya. Pada jam 11.40 WIB mengidentifikasi penyebab keletihan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan sesak, respon objektif Tn. W terlihat sesak nafas dan membutuhkan oksigen. Pada jam 11.50 WIB membantu Tn. W dengan aktivitas fisik teratur dengan respon objektif Tn. W masih belum bisa melakukan aktivitas dan latihannya secara mandiri dan masih memerlukan bantuan orang lain. Pada jam 12.00 WIB mengkaji perubahan
53
SaO2 dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 82%. Pada jam 13.00 WIB mengkaji SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 86%. Pada jam 14.00 WIB mengkaji SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 91%. Tindakan hari kedua pada tanggal 12 Maret 2015 jam 08.00 WIB mengobservasi vital sign dan keadaan umum Tn. W dengan respon objektif Tn. W merasa letih dan terlihat pucat, tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 27 kali per menit, suhu 37.2ºC, SaO2 92%. Pada jam 08.10 WIB mengauskultasi bunyi nafas tambahan dengan respon objektif terdengar suara nafas tambahan whezzing. Pada jam 08.20 mengkaji batuk efektif dengan respon subyektif Tn. W terlihat kooperatif, respon objektif sputum terlihat keluar walaupun hanya sedikit. Pada jam 08.30 WIB memberikan latihan nafas abdomen dan bibir dengan pemberian posisi ckd dan plb dengan respon subyektif Tn. W mengatakan sudah lumayan namun masih sesak, respon objektif Tn. W terlihat letih dan masih sesak. Pada jam 09.05 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 85%. Pada jam 09.15 WIB mengkaji pasien untuk posisi semi fowler dengan respon subyektif Tn. W mengatakan merasa nyaman, respon objektif Tn. W lebih nyaman dari sebelumnya. Pada jam 09.25 WIB memberikan obat sesuai indikasi dengan respon objektif obat masuk melalui intravena, oral dan tidak ada alergi. Pada
54
jam 10.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 87%. Pada jam 10.10 WIB mengkaji status nutrisi dan kebiasaan makan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan nafsu makannya masih berkurang, respon objektif Tn. W terlihat masih tidak menghabiskan makanannya. Pada jam 10.05 WIB mengidentifikasi perubahan nafsu makan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan selera makannya masih menurun, respon objektif nafsu makan Tn. W masih berkurang akibat perut terasa mual. Pada jam 10.20 WIB memantau diet pasien yang telah diberikan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan perutnya masih terasa mual sehingga tidak bisa mengikuti program dietnya dengan baik, respon objektif Tn. W mematuhi diet yang diprogramkan namun karna masih merasa mual maka makanannya tidak dihabiskan hanya makan 3 sampai 4 sendok. Pada jam 11.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 89%. Pada jam 11.10 WIB mengkaji frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas dengan respon subyektif Tn. W mengatakan masih merasa sesak nafas sehingga Tn. W tidak bisa melakukan aktivitas tanpa dibantu orang lain, respon objektif Tn. W hanya bisa beraktivitas ditempat tidur dan dibantu orang lain dalam memenuhi aktivitas dan latihannya Tn. W juga merasa letih setelah beraktivitas. Pada jam 11.20 WIB mengkaji tingkat kemampuan aktivitas dan latihan Tn. W dengan respon subyektif Tn. W mengatakan masih merasa lemas dan tidak kuat untuk melakukan aktivitas, respon
55
objektif aktivitas Tn. W dibantu oleh keluarganya. Pada jam 11.25 WIB memantau aktivitas fisik teratur pada Tn. W dengan respon objektif Tn. W masih belum bisa melakukan aktivitas dan latihannya secara mandiri dan masih memerlukan bantuan orang lain. Pada jam 12.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 90%. Pada jam 13.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 92%. Pada jam 14.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif 94%. Pada tindakan keperawatan hari ketiga pada tanggal 13 Maret 2015 jam 08.00 WIB mengobservasi vital sign dan keadaan umum Tn. W dengan respon objektif Tn. W merasa letih dan terlihat pucat, tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 80 kali per menit, respirasi 26 kali per menit, suhu 36.5ºC, SaO2 93%. Pada jam 08.05 WIB mengauskultasi bunyi nafas tambahan dengan respon objektif terdengar suara nafas tambahan whezzing. Pada jam 08.15 WIB mengkaji batuk efektif dengan respon objektif Tn. W terlihat sputum keluar walaupun belum optimal. Pada jam 08.30 WIB memberikan latihan nafas abdomen atau bibir dengan pemberian posisi CKD dan PLB dengan respon subyektif pasien mengatakan sudah lumayan namun masih sesak, respon objektif pasien terlihat letih dan sesak nafas. Pada jam 09.05 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 86%. Pada jam 09.15 WIB memberikan posisi semi fowler dengan respon subyektif Tn. W mengatakan
56
merasa nyaman, respon objektif Tn. W lebih nyaman dari sebelumnya. Pada jam 09.35 WIB memberikan obat sesuai indikasi dengan respon objektif obat masuk melalui intravena, oral dan tidak ada alergi. Pada jam 10.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 88%. Pada jam 10.20 WIB mengkaji status nutrisi dan kebiasaan makan dengan respon subyektif Tn. W mengatakan sudah bisa menghabiskan makanannya satu porsi penuh, respon objektif Tn. W menikmati makanannya hingga habis. Pada jam 10.35 WIB menimbang berat badan Tn. W dengan respon objektif berat badan 39 kg, indeks masa tubuh 14,15 (sangat kurus). Pada jam 11.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 90%. Pada jam 11.15 WIB mengkaji frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas dengan respon subyektif Tn. W mengatakan masih membutuhkan orang lain ketika melakukan aktivitas, respon objektif Tn. W masih perlu bantuan orang lain dalam pemenuhan aktivitas dan latihannya. Pada jam 11.45 WIB mengkaji tingkat kemampuan aktivitas dan latihan Tn. W dengan respon subyektif Tn. W mengatakan masih merasa sesak nafas saat beraktivitas, respon objektif Tn. W masih terlihat sesak nafas dan perlu bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas dan latihannya. Pada jam 11.40 WIB mengkaji aktivitas fisik teratur dengan respon objektif Tn. W masih membutuhkan orang lain dalam pemenuhan aktivitas dan latihan. Pada jam 12.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif
57
respirasi 26 kali per menit, SaO2 92%. Pada jam 13.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 94%. Pada jam 14.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 96%.
F. Evaluasi Setelah
dilakukan
perencanaan
keperawatan
dan
tindakan
keperawatan, evaluasi hasil dari masalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan keletihan otot pernafasan pada tanggal 11 Maret 2015 jam 14.00 WIB adalah Subyektif : pasien mengatakan sesaknya telah berkurang namun untuk bernafas masih memerlukan oksigen. Objektif : keadaan umum pasien lemah, nafas pendek, masih memerlukan oksigen, nafas cuping hidung, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 85 kali per menit, suhu 36.6ºC, respirasi 28 kali per menit, SaO2 91%. Analisa : masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas belum teratasi. Planning : observasi vital sign dan keadaan umum pasien, catat perubahan SaO2, berikan latihan posisi CKD dan PLB, kaji frekuensi nafas. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebih pada tanggal 11 Maret 2015 jam 14.05 WIB adalah Subjektif : pasien mengatakan batuknya masih disertai dahak, namun dahaknya belum keluar secara efektif. Objektif : terdapat suara tambahan whezzing, produksi sputum lebih warna putih
58
kekuningan dengan konsistensi lebih cair dari pada sekret sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas. Analisa : masalah keperawatan bersihan jalan nafas belum teratasi. Planning : auskultasi bunyi nafas, berikan obat sesuai indikasi, dan anjurkan minum air hangat, latih batuk efektif, berikan posisi semi fowler. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis pada jam 14.10 WIB adalah Subjektif : pasien mengatakan nafsu makan pasien masih menurun. Objektif : pasien hanya makan 3 sampai 4 sendok setiap kali makan. Analisa : masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Planning : kaji status nutrisi pasien, pantau berat badan, identifikasi perubahan nafsu makan, kolaborasi dalam pemberian diet TKTP, anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan intoleransi keperawatan berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen pada jam 14.15 WIB adalah Subjektif : pasien mengatakan merasa sesak dan lemah saat beraktivitas. Objektif : pasien tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri, pasien diabntu orang lain saat beraktivitas. Analisa : masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi. Planning : pantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas, kaji tingkat kemampuan aktivitas dan latihan pasien, tentukan penyebab kelemahan, libatkan dalam aktivitas fisik teratur. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan pada tanggal 12 Maret 2015
59
jam 14.00 WIB, Subyektif : pasien mengatakan sesaknya telah berkurang, masih memerlukan oksigen. Objektif : keadaan umum lemah, nafas pendek, masih memakai oksigen, nafas cuping hidung, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 27 kali per menit, suhu 37.2ºC, SaO2 94%. Analisa : masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas belum teratasi. Planning : observasi vital sign dan keadaan umum pasien, catat adanya perubahan SaO2, berikan latihan posisi CKD dan PLB, kaji frekuensi nafas. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi mukus yang berlebih pada tanggal 12 Maret 2015 jam 14.05 WIB, Subjektif : Pasien mengatakan batuknya masih disertai dahak, namun dahak belum keluar secara efektif. Objektif : masih terdapat suara tambahan whezzing produksi sputum berkurang, masih terasa sesak nafas. Analisa : masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian. Planning : auskultasi bunyi nafas, berikan obat sesuai indikasi, kaji batuk efektif, kaji posisi semi fowler. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis pada tanggal 12 Maret 2015 jam 14.10 WIB, Subjektif : pasien mengatakan tidak nafsu makan karena merasa sesak dan mual. Objektif : pasien tidak menghabiskan makanannya hanya makan 3 sampai 4 sendok saja. Analisa : masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Planning : kaji status nutrisi pasien, pantau berat badan pasien, pantau identifikasi perubahan nafsu makan, pantau diet pasien.
60
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen pada tanggal 12 Maret 2015 jam 14.15 WIB adalah Subjektif : pasien mengatakan masih kesulitan melakukan aktivitas secara mandiri. Objektif : pasien tidak bisa melakukan ambulasi, makan atau minum, toileting, mandi, berpakaian secara mandiri. Analisa : masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi. Planning : pantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas, pantau kemampuan aktivitas dan latihan pasien. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan pada tanggal 13 Maret 2015 jam 14.00 WIB adalah Subyektif : pasien mengatakan masih sesak namun masih memerlukan bantuan oksigen. Objektif : keadan umum pasien sudah membaik dari kondisi sebelumnya namun masih terlihat lemah, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 26 kali per menit, suhu 36.5ºC, SaO2 96%. Analisis : masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian. Planning : observasi vital sign dan keadaan umum pasien, catat perubahan SaO2, berikan latihan posisi CKD dan PLB, kaji frekuensi nafas. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus dalam jumlah berlebih pada tanggal 13 Maret 2015 jam 14.05 WIB adalah Subjektif : pasien mengatakan batuknya masih disertai dahak dan belum keluar secara efektif. Objektif : masih terdapat suara tambahan whezzing, produksi sputum sudah berkurang, masih sesak nafas. Analisa : masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak
61
efektif teratasi sebagian. Planning : auskultasi bunyi nafas, latih batuk efektif, berikan posisi semi fowler, berikan obat sesuai indikasi. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis pada tanggal 13 Maret 2015 jam 14.10 WIB adalah Subjektif : pasien mengatakan sudah bisa makan dan menghabiskan satu porsi makan. Objektif : pasien makan satu porsi habis, indeks masa tubuh pasien 14,15 (sangat kurus). Analisa : masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
teratasi
sebagian.
Planning
:
anjurkan
untuk
mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat, anjurkan untuk makan sedikit tapi sering. Evaluasi hasil dari masalah keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen pada tanggal 13 Maret 2015 jam 14.15 WIB adalah Subjektif : pasien mengatakan masih kesulitan dalam melakukan aktivitas secara mandiri. Objektif : pasien masih belum bisa melakukan aktivitas secara mandiri, masih perlu bantuan orang lain. Analisa : masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi. Planning : pantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas, pantau tingkat kemampuan aktivitas dan latihan pasien, pantau aktivitas fisik teratur pasien.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan tentang Tn. W dengan PPOK di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus. Terkait dengan hal tersebut pada bab ini penulis akan melakukan pembahasan tentang pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dalam peningkatan saturasi oksigen pada Asuhan keperawatan Tn. W dengan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan (Rohmah & Walid, 2012:25). Dalam pengkajian terhadap Tn. W penulis menggunakan metode wawancara, observasi serta catatan rekam medis. Pengkajian didapatkan data yang bernama Tn. W dengan diagnosa medis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit kronik yang ditandai dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadinya obstruksi saluran napas
62
63
sekalipun penyakit ini bersifat kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkiolitis kronik maupun asma (Rab, 2013:396). Adapun hasil pengkajian data fokus yang terdapat pada teori dan ditemukan pada kasus adalah sebagai berikut : 1. Riwayat Kesehatan Tanda dan gejala yang muncul pada pasien PPOK yaitu, batuk, produksi sputum, dispnea, dan riwayat paparan suatu faktor resiko. Selain itu, adanya obstruksi saluran pernafasan juga harus dikonfirmasi dengan spirometri (Ikawati Z, 2014). Pengkajian Tn. W pada tanggal 11 Maret 2015 penulis menemukan tanda dan gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu sesak nafas, batuk disertai sputum dengan warna putih kekuningan, pasien tampak lemah, nyeri dada, sesak bertambah bila melakukan aktivitas berat, inspeksi bentuk dada simetris, nafas pendek, dan adanya otot bantu nafas, palpasi getaran dipunggung kanan berbeda dengan getaran dipunggung kiri, perkusi sonor kanan kiri, auskultasi vesikuler dan ada suara tambahan whezzing, mukosa bibir kering, respirasi 28 kali per menit dan SaO2 89%. Dari tanda dan gejala yang disebutkan diatas, antara teori dan observasi serta pengkajian pada Tn. W penulis menemukan persamaan antara teori dengan kasus salah satunya sesak nafas. Penyebab sesak nafas tersebut bukan hanya karena obstruksi pada bronkhus atau bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflansi. Keadaan tersebut berdampak kepada
64
menurunnya saturasi oksigen (SaO2) (Ambrosino & Serradori, 2006 dalam jurnal Khasanah, 2014). Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan hasil data fokus pasien punya riwayat mondok kurang lebih 4 kali di rumah sakit wonogiri. Sebelum pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi pasien sebelumnya dirawat di rumah sakit Amal Sehat Wonogiri selama 4 hari, lalu dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, jantung, alergi, dan memiliki kebiasaan
merokok. Dalam teori dijelaskan bahwa penyebab PPOK
adalah karena merokok, faktor usia, lingkungan, pekerjaan, jenis kelamin, dan faktor genetik. Merokok merupakan salah satu penyebab PPOK yang paling umum dibanding dengan yang lain (Rusell, 2002 dalam jurnal Suradi, 2007), diduga bahwa sekitar 2,2 juta kematian PPOK disebabkan karena merokok. Pengaruh buruk rokok terhadap kesehatan terutama disebabkan oleh nikotin dan tar dalam rokok. Nikotin, tar dan asap rokok merupakan sumber oksidan. Merokok mengakibatkan proses inflamasi kronik pada alveoli dan saluran nafas bawah. Selain itu, merokok mengganggu proses perbaikan jaringan paru dengan menghambat sintesis elastin, pengerahan dan proliferasi fibrolas, produksi matriks, serta remodeling matriks ekstraseluler (Prasojo, 2004). Penulis mendapatkan hasil tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus Tn. W, yaitu penyebab dari PPOK salah satunya merokok.
65
Pada pola kesehatan fungsional Gordon didapatkan data pada pola nutrisi dan metabolik Tn. W selama sakit nafsu makannya menurun dan berat
badan pasien juga menurun. Pasien
juga tidak pernah
menghabiskan makanannya karena merasa mual. Berdasarkan hasil IMT didapatkan hasil 14,15 (sangat kurus) dan pasien juga diberikan diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein). Kaitan yang erat antara nutrisi dan fungsi paru adalah bahwa malnutrisi menurunkan resistensi terhadap infeksi. Infeksi paru seringkali merupakan penyebab kematian pada pasien dengan PPOK. Pada keadaan malnutrisi produksi antibodi oleh tubuh berkurang. Selain itu, akibat starvasi produksi fosfolipid (fat-like structure) paru menjadi berkurang. Fosfolipid berperan penting untuk mempertahankan kelenturan jaringan paru dan melindungi kedua paru terhadap penyakit akibat inhalasi mikroorganisme (Rumende, 2006 dalam jurnal Ariyani dkk, 2013). Pada pasien PPOK untuk bernafas menggunakan energi tinggi, sehingga cenderung mengalami kekurangan kalori dan protein menyebabkan status gizi menjadi jelek (Hunter, et.al 1981 dalam jurnal Ariyani dkk, 2013). Penulis menyimpulkan tidak adanya kesenjangan antara teori dengan kasus Tn. W, yaitu penyebab malnutrisi pada pasien PPOK. Pola aktivitas dan latihan didapatkan data sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri namun selama sakit aktivitas pasien dibantu oleh keluarganya. Salah satu efek sistemik pada PPOK adalah kelemahan otot yang menyebabkan kehilangan massa otot
66
berjalan lambat yang menunjukan terjadi perubahan struktur dan fungsi otot skeletal pada penderita PPOK. Dengan bertambah parahnya penyakit, penderita PPOK kehilangan banyak otot, khususnya otot paha dan lengan atas. Selanjutnya penderita kehilangan kekuatan latihan dan mengeluh
lemah,
mengherankan
bila
sesak
nafas
dan
berkurang
kelemahan
otot
skeletal
aktifitas.
berpengaruh
Tidak pada
menurunnya status kesehatan penderita PPOK (Sugiono, 2010). Penulis menyimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus Tn. W yaitu penyebab kelemahan otot pada pasien PPOK. 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik paru pada pasien PPOK didalam teori didapatkan hasil inspeksi pada pasien dengan PPOK, terlihat adanya otot bantu nafas. Pada saat inspeksi biasanya, biasanya dapat terlihat bentuk dada barrel chest, terdapat cara bernafas pursed lips breathing (seperti orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas, pada palpasi didapatkan sela iga melebar, pada perkusi hipersonor, pada auskultasi biasanya didapatkan fremitus melemah, suara vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, suara nafas tambahan whezzing atau ronkhi (Kep. Men. Kes, 2008). Hasil dari pemeriksaan fisik paru yang telah dilakukan penulis pada Tn. S didapatkan bentuk dada barel chest, terdapat cara bernafas pursed lips breathing, adanya penggunaan otot bantu pernafasan simetris kanan kiri, vocal fremitus kanan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi
67
vesikuler dan terdapat suara napas tambahan whezzing. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik paru dengan teori tidak ada kesenjangan, pada pasien PPOK ronkhi dan whezzing ditimbulkan karena terdapat obstruksi pada bronkhiolus (Mutaqqin, 2008 : 158). Untuk lebih mendukung tanda dan gejala yang muncul pada pasien PPOK perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu, pengukuran fungsi paru, analisa gas darah, pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hematokrit, jumlah darah merah, eosinofil, pulse oxymeter), pemeriksaan sputum (Mutaqqin, 2008 : 158-159). Pada Tn. W pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan teori yaitu, Hb 11,7 g/dl (normal 13.5-17.5), Ht 38% (normal 33-45), Leukosit 29,9 ribu/uL (4,5-11,0 ribu/uL), SDP 29,2 ribu/uL (normal 4.5-11.0), trombosit 520 ribu/uL (normal 150-450), eosinofil 0.60% (normal 0. 004.00), pH 7.437 (7.310-7.420), PCO2 29.6 mmHg (27.0-41.0), PO2 112.0 mmHg (80.0-100.0), BE -3.9 mmol/L (-2 - +3), HCO3 21.2 mmol/L (21.0-28.0), SaO2 92,8% (94.0-98.0), sputum berwarna putih kekuningan. Pada pasien PPOK juga perlu dilakukan pemeriksaaan analisa gas darah yang merupakan pemeriksaan beberapa gas yang terlarut
dalam
darah
arteri,
dan
bertujuan
untuk
mengetahui
keseimbangan asam basa, kadar oksigen, kadar karbondioksida dan sebagainya dalam tubuh (Subagyo, 2013). Pada pemeriksaan analisa gas darah pada pasien didapatkan hasil alkalosis metabolik terkompensasi sebagian, karena adanya proses perubahan konsenstrasi bikarbonat
68
(HCO3)
yang
disebabkan
gangguan
metabolisme.
Gangguan
metabolisme ini akan mempengaruhi perubahan PaCo2 dan atau HCO3 yang dapat menyebabkan perubahan pH darah, apabila pH darah turun dibawah batas normal maka disebut asidosis dan apabila pH naik maka disebut alkalosis (Subagyo, 2013). Jadi, antara teori dan hasil laboratorium ada kesenjangan. Pasien pada tanggal 11-13 Maret 2015 mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% 20 tpm. Ceftriaxone merupakan antimikroba atau antibakteri, golongan sefalosporin yang terdiri dari seftriakson 2 gr, diberikan pada pasien dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen pada saluran nafas, sepsis, jaringan lunak, dan infeksi pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh. Dexametasone obat parenteral 2 mg merupakan obat golongan kortikosteroid, diberikan pada pasien dengan anti alergi, anti inflamasi, asma bronkhial, dan gangguan pernafasan. Ranitidine obat parenteral 50 mg merupakan obat golongan untuk saluran cerna, diberikan pada pasien dengan tukak lambung aktif dan mengurangi gejala refluks esofagitis. Aminophiline obat parenteral 360 mg merupakan obat golongan antiasma obat untuk saluran nafas, diberikan pada pasien dengan asma bronkhial. Obat oral N. Asetil sistein 200mg golongan obat untuk saluran pernafasan, fungsinya untuk mengencerkan dahak dan mengurangi sesak. Obat oral Amoxillin 500 mg golongan obat penisilin, fungsinya untuk mengobati infeksi saluran pernafasan, bronkhitis,
69
pneumonia, dan infeksi lain yang disebabkan oleh bakteri salmonella sp (ISO, 2012/2013).
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan (Rohmah & Walid, 2012). Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien PPOK dapat mencakup : 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan. Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Batasan karakteristik yang ada pada masalah keperawatan ini yaitu, perubahan kedalaman pernafasan, perubahan ekskursi dada, melakukan posisi tiga titik, bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital paru, dispnea, peningkatan diameter anterior posterior, pernapasan cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi memanjang, pernafasan bibir mencucu, takipnea, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas (Herdman, 2011 : 161). Berdasarkan
70
pengkajian kasus Tn. W, didapatkan batasan karateristik pada Tn. W yaitu adanya dispnea, pernafasan cuping hidung, fase ekspirasi memanjang,
pernapasan
bibir
mencucu,
perubahan
kedalaman
pernapasan, penurunan kapasitas vital paru, penurunan tekanan insoirasi dan ekspirasi. Berdasarkan pengkajian pada teori dan kasus Tn. W disimpulkan adanya kesesuaian antara teori dengan tanda dan gejala pada Tn. W, jadi antara diagnosis penulis dan teori tidak ada kesenjangan. 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Batasan karakteristik yang ada pada masalah keperawatan ini yaitu, tidak ada batuk, ada suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, perubahan irama nafas, sianosis, kesulitan berbicara/mengeluarkan suara, penurunan bunyi nafas, dispnea, sputum dalam jumlah berlebihan, batuk yang tidak efektif, ortopnea, gelisah, dan mata terbuka lebar (Herdman, 2011 : 356). Berdasarkan pengkajian kasus Tn. W, didapatkan batasan karakteristik pada Tn. W yaitu adanya suara nafas tambahan whezzing, dispnea, sputum dalam jumlah
berlebih,
perubahan
frekuensi
nafas,
kesulitan
berbicara/mengeluarkan suara, dan batuk tidak efektif. Berdasarkan pengkajian pada teori dan kasus Tn. W disimpulkan adanya kesesuaian
71
antara teori dengan tanda dan gejala pada Tn. W, jadi antara diagnosis penulis dan teori tidak ada kesenjangan. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan karakteristik yang ada pada masalah keperawatan ini yaitu, kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makan, berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan rambut berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang makanan, kurang informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat, kesalahan konsepsi, kesalahan informasi, membran mukosa pucat, ketidakmampuan mencerna makanan, tonus otot menurun, mengeluh gangguan sensasi rasa, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily allowance), cepat kenyang setelah mencerna makanan, sariawan rongga mulut, steat orea, kelemahan otot yang diperlukan untuk menelan atau mengunyah (Herdman, 2011 : 86). Dari pengkajian dan observasi penulis menemukan batasan karakteristik pada Tn. W yaitu, klien mengatakan tidak nafsu makan dan merasa mual, berdasarkan data objektif di dapatkan pasien terlihat berat badan di bawah ideal, membran mukosa pucat. Berdasarkan pengkajian pada teori dan kasus Tn. W disimpulkan adanya kesesuain antara teori dengan tanda
72
dan gejala pada Tn. W, jadi antara diagnosis penulis dan teori tidak ada kesenjangan. 4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen. Intoleran aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. Batasan karakteristik yang ada pada masalah keperawatan ini yaitu, respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritmia, perubahan EKG yang mencerminkan iskemia, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, dan menyatakan merasa lemah (Herdman, 2011 : 157). Dari pengkajian dan observasi penulis
menemukan
batasan
karakteristik
pada
Tn.
W
yaitu,
ketidaknyamanan setelah beraktivitas, merasa sesak nafas setelah beraktivitas. Data obyektif adalah Tn. W merasa lemah dan letih, klien terlihat terbaring di tempat tidur, ADL klien dibantu oleh keluarganya. Berdasarkan pengkajian pada teori dan kasus Tn. W disimpulkan adanya kesesuain antara teori dengan tanda dan gejala pada Tn. W, jadi antara diagnosis penulis dan teori tidak ada kesenjangan. 5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli.
73
Kerusakan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbondioksida di membrane kapiler-alveolar. Batasan karakterisitik yang ada pada masalah keperawatan ini yaitu, gas darah arteri abnormal, pH arteri abnormal, pernapasan abnormal, warna kulit abnormal, konfusi, sianosis, karbondioksida menurun, diaforesis, dispnea, sakit kepala saat bangun, hiperkapnia, hiperkarbia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, nafas cuping hidung, gelisah, somnolen, takikardia, gangguan penglihatan (Wilkinson & Ahern, 2012 : 323-324). Dari pengkajian dan observasi penulis menemukan batasan karakteristik pada Tn. W yaitu, pH arteri abnormal, pernapasan abnormal, nafas cuping hidung, dispnea. Sehingga antara teori dengan kasus Tn. W tidak ada kesenjangan, namun penulis tidak mengangkat diagnosa tersebut karena menurut hasil laboratorium pada Tn. W hasil PaCO2 dan HCO3 nya dalam rentang normal. Menurut Sherwood (2001) dalam Khasanah (2013), yang mempengaruhi SaO2 nya menurun adalah apabila PaCO2 nya menurun, namun karena hasil laboratorium Tn. W PaCO2 nya dalam rentang normal maka dikatakan tidak ada pengaruhnya terhadap SaO2. Namun SaO2 ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan CO2. 6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, tidak adekuatnya imunitas, proses penyakit kronis, malnutrisi. Resiko tinggi infeksi adalah beresiko terhadap invasi organisme patogen. Dalam masalah keperawatan ini faktor-faktor yang beresiko
74
adalah penyakit kronis, penekanan sistem imun, ketidakadekuatan imunitas, pertahanan primer tidak adekuat, pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat, peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen, prosedur invasif, trauma, kerusakan jaringan (Wilkinson & Ahern, 2012 : 423). Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi, proses penyakit kronis, terjadi pada Tn. W, didapatkan hasil dari data pemerikasaan laboratorium leukosit pasien meningkat 29,9 ribu/uL (4,5-11,0 ribu/uL), sehingga antara teori dengan kasus Tn. W tidak ada kesenjangan. Namun, penulis tidak mengangkat diagnosa resiko tinggi infeksi karena berdasarkan tanda-tanda infeksi menurut Mulyono (2000) dalam Kusumawati (2013) adalah PPOK memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung meningkat dan maksimal pada malam hari dan terkadang terjadi hampir setiap hari seiring waktu. Sputum berwarna kuning dan tebal bahkan terkadang ditemukan darah. Sedangkan pada kasus ini penulis tidak menemukan tanda-tanda infeksi yang memperkuat seperti yang dijelaskan diatas. Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada Tn. W penulis menggunakan prioritas kebutuhan dasar maslow. Pada teori ini disebutkan bahwa kebutuhan dasar yang mutlak di penuhi manusia untuk bertahan hidup yang utama adalah kebutuhan oksigenasi, sehingga pada Tn. W diagnosa yang utama adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
75
C. Intervensi Intervensi adalah pengembangan startegi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah & Walid, 2012 : 83). Penulis mencantumkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan, dengan tujuan dalam waktu 3 kali 24 jam setelah diberikan intervensi diharapkan sesak nafas berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcames Classification) : menunjukan pola nafas efektif, tidak ada suara nafas tambahan (whezzing), peningkatan tekanan inspirasi dan ekspirasi, respirasi dalam batas normal (Wilkinson & Ahern, 2012 : 99). Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) : kaji keadaan umum dan vital sign dengan rasional untuk mengetahui tingkat kesembuhan pasien, bantu menggunakan alat bantu pernafasan dengan rasional agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan tidak kesulitan dalam bernafas, catat pada perubahan SaO2 dengan rasional untuk mengetahui perkembangan oksigen dalam darah, ajarkan tehnik non farmakologi dengan memberikan latihan nafas bibir dan abdomen dengan cara posisi CKD dan PLB (sesuai jurnal) dengan rasional agar dapat meningkatkan tekanan inspirasi, ekspirasi dan meningkatkan SaO2, kaji
76
perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan rasional untuk mengetahui frekuensi pernafasan dan SaO2 sudah ada perubahan atau belum. Menurut Bhatt, et al, 2009 (dalam jurnal Khasanah & Maryoto, 2014) bahwa tehnik posisi condong ke depan dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan mandiri untuk membantu meningkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi. Begitu pula dengan pursed lips breathing dapat membantu meningkatkan kondisi pernafasan yaitu meningkatkan SaO2. Diagnosa keperawatan kedua ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukus dalam jumlah berlebihan, dengan tujuan dalam waktu 3 kali 24 jam setelah diberikan intervensi diharapkan produksi sputum berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcames Classification) : suara nafas tambahan paru seperti whezzing hilang, menunjukan batuk efektif, produksi sputum menurun, mempunyai jalan nafas yang paten (Wilkinson & Ahern, 2012 : 39). Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) : kaji frekuensi pernafasan pasien dengan rasional untuk mengetahui frekuensi pernafasan dalam rentang normal, auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas tambahan dengan rasional untuk mengetahui adanya suara nafas tambahan, berikan posisi semi fowler dengan rasional untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikologis, ajarkan batuk efektif dengan rasional agar mempermudah mengeluarkan sputum,
77
anjurkan minum air hangat dengan rasional dapat menurunkan kekentalan sekret, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dengan rasional dapat mengencerkan dan mempermudah mobilisasi sekret (Wilkinson & Ahern, 2012 : 40-42). Diagnosa keperawatan ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, penulis membuat tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcames Classification) : menunjukan status gizi yang adekuat, berat badan meningkat, menoleransi diet yang dianjurkan, memiliki nilai laboratorium dalam batas normal, selera makan bertambah (Wilkinson & Ahern, 2012 : 506). Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) : kaji status nutrisi dengan rasional untuk mencegah dan meminimalkan kurang gizi, timbang pasien pada interval yang tepat dengan rasional untuk mengetahui perkembangan berat badan pasien, identifikasi perubahan nafsu makan dengan rasional untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi selera makan pasien berkurang atau hilang, kolaborasi dengan ahli gizi dengan rasional untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering dengan rasional untuk mendukung proses metabolik pasien (Wilkinson & Ahern, 2012 : 503-512).
78
Diagnosa keperawatan keempat intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen, penulis membuat tujuan yaitu setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil berdasarkan NOC (Nursing Outcames Classification) : menurunnya keluhan tentang sesak nafas setelah melaksanakan aktivitas, mampu melakukan ADL secara mandiri, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat (Wilkinson & Ahern, 2012 : 26). Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut, kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) : pantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas dengan rasional dapat menunjukan toleransi aktivitas, berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang teratur dengan rasional dapat membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, kaji tingkat kemampuan pasien untuk melakukan ADL dengan rasional untuk mengetahui kemampuan pasien dalam beraktivitas, tentukan penyebab keletihan dengan rasional untuk mengetahui penyebab keletihan (Wilkinson & Ahern, 2012 : 27-29).
D. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
79
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Walid, 2012 : 99). Tindakan yang dilakukan pada Tn. W sesuai dengan intervensi yang telah disusun pada diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan. Tindakan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 jam 08.00 WIB mengobservasi keadaan umum dan vital sign pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan sesak dan lemah. Respon objektif pasien terlihat letih dan pucat, tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 85 kali per menit, suhu 36.6ºC, respirasi 28 kali per menit, SaO2 89%. Pada jam 08.30 WIB memberikan latihan nafas abdomen dan bibir dengan cara posisi CKD dan PLB dengan respon subyektif pasien mengatakan sudah lumayan namun masih sesak, respon objektif pasien masih terlihat letih. Pada jam 09.05 mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 70%. Pada jam 10.00 WIB mengkaji ulang mengenai perubahan SaO2 dan frekuensi pernafsan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 76%. Pada jam 11.00 WIB mengkaji ulang mengenai perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 79%. Pada jam 12.00 WIB mengkaji ulang mengenai perubahan SaO2 dan frekuensi pernafsan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 82%. Pada jam 13.00 WIB mengkaji ulang mengenai perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 86%. Pada jam 14.00 WIB mengkaji ulang kembali mengenai perubahan
80
SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 28 kali per menit, SaO2 91%. Pada saat pasien dilakukan tindakan posisi condong ke depan dan pursed lips breathing SaO2 pasien menurun menjadi 70% namun karena dipantau setiap 1 jam sekali SaO2 pasien meningkat sedikit demi sedikit hingga menjadi 91% pada jam 14.00 WIB. Dalam teori menurut Bhatt et al (2009) dalam Khasanah (2013), penurunan SaO2 setelah pemberian tindakan posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dapat dipengaruhi oleh derajat PPOK yang kemampuan untuk inspirasi kurang dari 1000 ml. Berat ringannya derajat PPOK tentunya akan berpengaruh terhadap kondisi pernafasan PPOK. Dalam teori pemberian latihan nafas abdomen atau bibir dapat memberikan pasien untuk mengatasi dan mengontrol sesak nafas (Doenges, dkk, 2000 : 156). Sedangkan pada pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dapat meningkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi serta dapat meningkatkan SaO2 (Bhatt, et al, 2009 dalam jurnal Khasanah, 2014). Dalam teori tindakan menurut Khasanah (2014) mengajarkan latihan nafas abdomen atau bibir dengan cara posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dilakukan selama 3 hari berturut-turut , dimana setiap kali dilakukan tindakan tersebut pasien diberi kesempatan untuk berisitirahat setiap 5 menit sebanyak 3 kali. Dimana langkah pemberian latihan pernapasan dengan cara posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dilakukan seperti uraian diatas. Hasilnya pasien masih mengatakan
81
masih sesak nafas dengan respirasi 28 kali per menit SaO2 meningkat 91%, karena pengelolaan penulis baru 1 hari maka hasilnya belum maksimal. Pada implementasi selanjutnya dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukus dalam jumlah berlebih. Tindakan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 jam 08.05 WIB adalah menguskultasi bunyi nafas dengan respon subyektif pasien mengetakan sesak nafas. Respon objektif pasien, terdengar suara nafas tambahan whezzing. Pada jam 08.10 wib, menganjurkan minum air hangat dengan respon subyektif pasien mengatakan merasa lega, respon objektif pasien minum satu gelas air teh hangat dan merasa lega ditenggorokan. Pada jam 08.20 WIB mengajarkan batuk efektif dengan respon objektif sputum tampak keluar walaupun hanya sedikit. Pada jam 09.15 WIB memberikan pasien untuk posisi semi fowler dengan respon subjektif, pasien mengatakan merasa nyaman. Respon objektif, pasien terlihat lebih nyaman dari sebelumnya. Pada jam 09.25 WIB memberikan obat sesuai indikasi dengan respon subyektif, pasien mengatakan bersedia diberikan obat melalui intravena dan oral. Respon objektif, pasien terlihat menahan sakit dan obat masuk melalui intravena, oral dan tidak ada alergi obat. Pada implementasi selanjutnya dengan diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, pada tanggal 11 Maret 2015 jam 10.10 WIB adalah mengkaji status nutrisi dan kebiasaan makan Tn. W dengan respon subyektif pasien mengatakan nafsu makannya berkurang. Respon objektif pasien terlihat hanya makan 3
82
sampai 4 sendok saja. Pada jam 10.15 WIB, menimbang berat badan dengan respon subyektif, keluarga pasien mengatakan berat badan pasien 39 kg. Respon objektif, terlihat berat badan pasien 39 kg dan tinggi badan pasien 166 cm, indeks masa tubuh 14,15 (sangat kurus). Pada jam 10.20 WIB, mengidentifikasi perubahan nafsu makan pasien dengan respon subyektif, pasien mengatakan selera makannya menurun karena perut terasa mual. Respon objektif, pasien terlihat nafsu makannya masih berkurang dan terlihat lemah. Pada jam 10.25 WIB, menganjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering dengan respon subyektif, pasien mengatakan kadang makan satu bungkus roti. Respon objektif, pasien terlihat makan roti dan habis satu bungkus roti. Pada jam 10.35 WIB, bekerjasama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diit TKTP dengan respon subyektif, pasien bersedia mematuhi diitnya. Respon objektif, pasien terlihat menikmati makanannya namun hanya makan 3 sampai 4 sendok saja, karena perutnya masih merasa mual. Pada implementasi selanjutnya dengan diagnosa intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2, pada tanggal 11 Maret 2015 jam 11.30 WIB adalah memantau frekuensi nafas pasien sebelum dan sesudah beraktivitas dengan respon subyektif, pasien mengatakan masih merasa lemas dan tidak kuat untuk melakukan aktivitas. Respon objektif, pasien terlihat hanya bisa melakukan aktivitasnya ditempat tidur dan dibantu orang lain ketika ingin melakukan aktivitas. Pada jam 11.40 WIB, mengidentifikasi penyebab keletihan dengan respon subyektif pasien
83
mengatakan masih merasa sesak. Respon objektif, pasien terlihat sesak nafas dan membutuhkan oksigen. memberikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan pasien dengan respon subyektif, pasien mengatakan merasa terbantu dalam melaksanakan aktivtasnya seperti toiletting, makan, dan mandi. Respon objektif, pasien terlihat senang karena aktivitasnya dibantu selama sakit. Pada jam 11.50 WIB, meningkatkan aktivitas dan latihan pasien secara teratur dengan respon subyektif, pasien mengatakan bersedia untuk melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri dan bertahap. Respon objektif pasien masih belum bisa melakukan aktivitas dan latihannya secara mandiri dan masih memerlukan bantuan orang lain. Pada tanggal 12 Maret 2015 jam 08.00 WIB implementasi selanjutnya adalah mengobservasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien dengan respon subyektif pasien bersedia diperiksa dan pasien mengatakan masih merasa sesak, dan respon obyektif pasien, didapatkan hasil tekanan darah pasien 110/70 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 27 kali per menit, SaO2 92%, suhu tubuh 37,2ºc, dan pasien merasa letih dan terlihat pucat. Pada jam 08.10 wib implementasi selanjutnya adalah mengauskultasi bunyi napas dengan respon subyektif pasien mengatakan masih sesak napas, dan respon obyektif pasien terdapat suara whezzing. Pada jam 08.20 WIB, mengkaji batuk efektif dengan respon objektif sputum keluar walaupun belum keluar secara efektif. Pada jam 08.30 WIB membantu pasien latihan nafas abdomen atau bibir dengan pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dengan respon subyektif, pasien mengatakan sudah
84
lumayan namun masih merasa sesak, dan respon objektif Tn. W terlihat letih. Pada jam 09.05 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafsan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 85%. Pada jam 09.15 WIB, mengkaji pasien untuk posisi semi fowler dengan respon subyektif, pasien mengatakan merasa nyaman, dan respon objektif pasien terlihat lebih nyaman dari sebelumnya. Pada jam 09.25 WIB memberikan obat sesuai indikasi dengan respon subyektif, pasien mengatakan sedikit menahan sakit karena injeksi, dan respon objektif, pasien terlihat meringis kesakitan menahan sakit karena injeksi dan obat masuk melalui intravena dan tidak ada alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015 jam 10.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 87%. Pada jam 10.10 WIB mengkaji status gizi nutrisi dan kebiasaan makan dengan respon subyektif, pasien mengatakan nafsu makannya masih berkurang, dan respon objektif, pasien masih tidak menghabiskan makanannya, hanya makan 3-4 sendok saja. Pada jam 10.05 WIB mengidentifikasi perubahan nafsu makan dengan respon subyektif, pasien mengatakan selera makannya masih menurun. Respon objektif, pasien terlihat nafsu makan pasien masih berkurang akibat perut terasa mual. Pada jam 10.20 WIB, memantau diet pasien yang telah diprogramkan dengan respon subyektif, pasien mengatakan perutnya masih merasa mual sehingga tidak bisa mengikuti program dietnya dengan baik, dan respon objektif, pasien terlihat mematuhi diet yang diprogramkan, namun karena masih
85
merasa mual maka makanannya tidak dihabiskan dan hanya makan 3 sampai 4 sendok. Pada tanggal 12 Maret 2015 jam 11.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 89%. Pada jam 11.10 WIB, implementasi selanjutnya adalah memantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah pasien beraktivitas dengan respon subyektif, pasien mengatakan masih belum merasa sesak dan beraktivitas masih memerlukan bantuan orang lain. Respon objektif, pasien hanya bisa beraktivitas ditempat tidur dan dibantu orang lain dalam memenuhi aktivitas dan latihannya, pasien juga merasa letih setelah beraktivitas. Pada jam 11.20 WIB mengkaji tingkat kemampuan ADL pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan masih merasa lemas dan tidak kuat untuk melakukan aktivitas. Respon objektif, aktivitas pasien dibantu oleh keluarganya. Pada jam 11.25 WIB memantau aktivitas dan latihannya secara teratur dengan respon objektif, pasien terlihat masih belum bisa melakukan aktivitas dan latihannya secara mandiri dan masih memerlukan bantuan orang lain. Pada jam 12.00 WIB, mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 90%. Pada jam 13.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 92%. Pada jam 14.00 WIB mengkaji ulang mengenai perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 27 kali per menit, SaO2 94%.
86
Pada tanggal 13 Maret 2015 jam 08.00 WIB implementasi selanjutnya adalah mengobservasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien dengan respon objektif, pasien didapatkan hasil tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 26 kali per menit, SaO2 93%, suhu tubuh 36,5ºc, dan pasien masih merasa letih dan terlihat pucat. Pada jam 08.05 WIB mengauskultasi bunyi nafas dengan respon objektif, pasien didapatkan suara napas whezzing. Pada jam 08.15 WIB mengkaji pasien untuk batuk efektif dengan respon objektif sputum tampak keluar walaupun belum keluar secara optimal. Pada jam 08.30 WIB memberikan latihan nafas abdomen atau bibir dengan pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dengan respon subyektif, pasien mengatakan sudah lumayan namun masih merasa sesak, dan respon objektif, pasien masih terlihat letih. Pada jam 09.05 WIB memberikan posisi semi fowler dengan respon subyektif pasien mengatakan merasa nyaman. Respon objektif, pasien terlihat nyaman dari sebelumnya. Pada jam 09.15 WIB memberikan obat sesuai indikasi dengan respon subyektif, pasien mengatakan merasa sedikit sakit karena obat injeksi, dan respon objektif, pasien terlihat meringis kesakitan menahan sakit karena injeksi dan obat masuk melalui intravena dan tidak ada alergi. Pada jam 10.00 WIB mengkaji ulang perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 88%. Pada jam 10.20 WIB mengkaji status nutrisi pasien dengan respon subyektif, pasien mengatakan sudah bisa menghabiskan makanannya dalam satu porsi penuh, dan respon objektif, pasien menikmati makanannya hingga habis. Pada jam 10.35 WIB
87
menimbang berat badan pasien dengan respon objektif berat badan masih 39 kg, indeks masa tubuh 14,15 (sangat kurus). Pada jam 11.00 WIB mengkaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 90%. Pada jam 11.15 implementasi selanjutnya adalah memantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas dengan respon subyektif, pasien mengatakan masih membutuhkan bantuan orang lain ketika beraktivitas, dan respon objektif, pasien terlihat dalam pemenuhan aktivitas dan latihannya masih harus dibantu. Pada jam 11.25 WIB mengkaji tingkat kemampuan ADL pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan masih sesak nafas saat beraktivitas. Respon objektif pasien masih terlihat sesak nafas dan perlu bantuan orang lain dalam melakukan ADLnya. Pada jam 11.40 WIB mengkaji aktivitas fisik teratur dengan respon objektif pasien masih membutuhkan orang lain dalam pemenuhan ADL. Pada jam 12.00 WIB mengkaji ulang perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 92%. Pada jam 13.00 WIB mengkaji ulang perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 94%. Pada jam 14.00 WIB mengkaji ulang perubahan SaO2 dan frekeunsi pernafasan dengan respon objektif respirasi 26 kali per menit, SaO2 96%. E. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid, 2012 : 105).
88
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan adalah pasien mengatakan sesaknya telah berkurang namun untuk bernafas masih memerlukan oksigen. Objektif, keadaan umum pasien lemah, nafas pendek, masih memerlukan oksigen, nafas cuping hidung, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 85 kali per menit, suhu 36.6ºC, respirasi 28 kali per menit, SaO2 91%. Untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk menjalani intervensi dengan observasi vital sign dan keadaan umum pasien, catat perubahan SaO2, berikan latihan nafas abdomen dan bibir dengan posisi condong ke depan dan pursed lips breathing, kaji frekuensi nafas. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas Tn. W, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis dimana pemberian latihan posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dilakukan baru 3 hari, namun sudah ada perkembangan yang menunjukan saturasi oksigen pasien meningkat walaupun setelah diberikan posisi condong ke depan dan pursed lips reathing tidak meningkat secara drastis dan pasien dengan keluarganya sudah mengerti mengenai latihan nafas dengan posisi condong ke depan dan pursed lips breathing. Menurut Alfanji & Harry (2011 dalam Khasanah 2013), tindakan pemberian posisi CKD dan PLB lebih signifikan bila dilakukan selama 3 minggu, selain meningkatkan SaO2 tapi juga menurunkan PaCO2 dan frekuensi pernafasan juga ikut menurun.
89
Evaluasi
pada
tanggal
12-13
Maret
2015
untuk
diagnosa
ketidakefektifan pola nafas belum teratasi sepenuhnya karena pasien mengatakan masih sesak nafas dan memerlukan bantuan oksigen, objektif keadaan umum pasien sudah membaik namun masih terlihat lemah, respirasi 26 kali per menit, SaO2 96%. Untuk menindak lanjuti hal tersebut telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu observasi vital sign, ajarkan tarik nafas dalam, dan kaji frekuensi pernafasan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah ketidakefektifan pola nafas Tn. W, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis yang hanya mengelola 3 hari. Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 1113 Maret 2015 untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukus dalam jumlah berlebih adalah pasien mengatakan batuknya masih disertai dahak namun dahaknya belum keluar secara optimal, objektif terdapat suara nafas tambahan whezzing, produksi sputum lebih dengan warna putih kekuningan, dan sesak nafas. Untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan pantau bunyi nafas, berikan posisi semi fowler, latih batuk efektif, anjurkan minum air hangat, berikan obat sesuai indikasi. Tindakan keperawatan yang telah telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas Tn. W, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis hanya mengelola 3 hari.
90
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 1112 Maret 2015 untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis adalah pasien mengatakan tidak nafsu makan dan merasa mual, objektif pasien terlihat lemah, pasien hanya makan 3 sampai 4 sendok, untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu kaji status nutrisi pasien, timbang berat badan, anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering, beri penjelasan pentingnya mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein (TKTP). Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis dimana pasien sesak nafas jadi untuk makan pasien tidak mau, hanya mau minum kalau dipaksa. Evaluasi tanggal 13 Maret 2015 untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, dengan subjektif pasien mengatakan sudah mau makan dan menghabiskan 1 porsi makananya, untuk menindak lanjuti hal tersebut telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu untuk mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat, timbang berat badan, anjurkan makan sedikit tapi sering. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
91
kebutuhan tubuh Tn. W hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis yang hanya mengelola 3 hari. Evaluasi pada tanggal 11-13 Maret 2015 untuk diagnosa intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen adalah pasien mengatakan badannya masih lemah, kesulitan dalam melakukan aktivits dalam pemenuhan ADLnya di bantu oleh anak dan saudaranya. Objektif pasien terlihat lemah dan hanya berbaring ditempat tidur, pasien terlihat makan disuapi anaknya dan buang air kecil di bantu oleh anaknya, untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi dengan pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu observasi vital sign, observasi kemampuan aktivitas pasien, anjurkan keluarga dalam ADL penderita. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah intoleran aktivitas Tn. W, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis yang hanya mengelola 3 hari. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada pihak lain sehingga dapat memperluas pengetahuan tentang penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan penatalaksanaannya. Walaupun dalam penulisan ini, penulis masih mempunyai banyak kekurangan, tetapi dengan kekurangan tersebut penulis mendapatkan masukan dari pihak lain sehingga penulis mampu melengkapinya dan menjadikannya lebih sempurna serta dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa, implementasi dan evaluasi tentang pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pada asuhan keperawatan Tn. W dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta secara metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan.
A. KESIMPULAN Dari uraian bab pembahasan, maka penulisan dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengkajian Pengkajian pada Tn. W diperoleh data pasien mengeluh sesak nafas saat beraktivitas dan terlihat penggunaan otot bantu pernafasan, terdengar suara whezzing, respirasi 28 kali per menit, SaO2 89%, batuk berdahak dengan sputum warna putih kekuningan, meriang, nafsu makan menurun, perut terasa sebah dan mual. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. W adalah Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukus dalam jumlah berlebih, ketidakseimbangan nutrisi kurang
92
93
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen. 3. Intervensi Intervensi untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas Tn. W, observasi vital sign, bantu menggunakan alat bantu pernafasan, catat pada perubahan SaO2, berikan latihan nafas abdomen dan bibir dengan cara posisi condong ke depan dan pursed lips breathing, kaji perubahan SaO2 dan frekuensi pernafasan. Intervensi untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas Tn. W, auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas tambahan, berikan posisi semi fowler, kaji frekuensi pernafasan, ajarkan batuk efektif, berikan obat sesuai indikasi, dan anjurkan minum air hangat. Intervensi untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada Tn. W yaitu kaji pola makan, timbang berat badan, identifikasi perubahan nafsu makan, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemebrian diit TKTP, anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering. Intervensi untuk diagnosa intoleransi aktivitas pada Tn. W yaitu pantau frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas, berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang teratur, kaji tingkat kemampuan pasien untuk melakukan ADL, tentukan penyebab keletihan. 4. Implementasi Implementasi yang dilakukan perawat sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat perawat. Posisi condong ke depan (CKD) dan pursed
94
lips breathing (PLB) merupakan tindakan utama untuk mengurangi sesak dan meningkatkan saturasi oksigen. 5. Evaluasi Evaluasi dari tindakan yang sudah dilakukan pada tanggal 11-13 Maret 2015 didasarkan pada kriteria hasil yang diharapkan yaitu ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan belum teratasi. Diagnosa kedua ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukus dalam jumlah berlebih belum teratasi. Diagnosa ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis sudah teratasi sebagian. Diagnosa keempat intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen belum teratasi. 6. Analisa Hasil pengaruh pemberian posisi condong ke depan dan pursed lips breathing
terhadap
peningkatan
saturasi
oksigen
pada
asuhan
keperawatan Tn. W dengan diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan yaitu pasien mengatakan sesak nafas dengan data objektif terdengar bunyi whezzing, terlihat penggunaan alat bantu pernafasan, ekspirasi memanjang, respirasi 26 kali per menit, SaO2 96%. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Khasanah (2014) dengan efektifitas posisi condong ke depan dan pursed lips breathing terhadap peningkatan saturasi oksigen pasien penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Peningkatan saturasi oksigen dalam penelitian
95
ini dihubungkan dengan timbulnya gejala pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yang berubah mengi, sesak nafas yang bertambah parah bila beraktivitas, dada terasa berat. Pada asuhan keperawatan Tn. W dengan penyakit paru obstruksi kronik mengalami penurunan sesak nafas dan peningkatan saturasi oksigen setelah diberikan posisi condong ke depan dan pursed lips breathing dimana saturasi oksigen menunjukan peningkatan dari 89% ke 96%, respirasi 28 ke 26 kali per menit, namun hasil ini belum maksimal, karena pasien masih terlihat menggunakan alat bantu pernafasan dan masih terdengar suara whezzing.
B. SARAN Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai berikut : 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama baik antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga asuhan keperawatan pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) pada pasien dengan PPOK yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional, sehingga dapat tercipta perawat-perawat
96
profesional, terampil, cekatan, dan handal yang mampu memberikan asuhan keperawatan pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) secara komprehensif pada pasien PPOK. 3. Bagi Perawat Diharapkan dalam memberikan tindakan keperawatan dan untuk mencapai hasil evaluasi yang maksimal tentu perlu adanya kerjasama dengan tim kesehatan lain seperti dokter, fisioterapi, ahli gizi, dan yang lainnya, sehingga penulis mengharapkan agar mencapai hasil yang maksimal tentu perlu adanya kerja keras dalam melaksanakan tindakan keperawatan pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing (PLB) pada pasien dengan PPOK baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim kesehatan lain. 4. Bagi Penulis Diharapkan bisa memberikan pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing) dan memberikan pengelolaan selanjutnya pada pasien dengan bersihan jalan nafas pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. 5. Bagi Pembaca Diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan, diharapkan setelah pembaca membaca buku ini dapat mengetahui tentang tehnik pemberian posisi condong ke depan (CKD) dan pursed lips breathing
97
(PLB) dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik dan menjadi acuan atau ada sebuah penelitian untuk kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, dkk., (2013). Hubungan Antara Status Gizi dan Pola Makan Dengan Fungsi Paru Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Prosiding Seminar Nasional. Program Studi Gizi : Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses tanggal 09 Mei 2015, pukul 20.00 WIB. Astuti. L.W., (2014). Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernafasan Pada Pasien Dengan Emfisema. S1 Keperawatan : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo, Ungaran. Diakses tanggal 17 Februari 2015, pukul 19. 00 WIB. Corwin. E.J., (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta : EGC. Danusantoso. H., (2014). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : EGC. Djojodibroto. R.D., (2009). Respirologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Doenges, dkk., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Herdman. T.H., (2011). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Ikawati. Z., (2014). Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya. Yogyakarta : Bursa Ilmu. ISO., (2012). ISO_Informasi Spesialis Obat Indonesia. Jakarta : Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia. Khasanah. S., (2013). Efektifitas Condong Kedepan (CKD) dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Prosiding Seminar Nasional. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa, Purwokerto. Diakses tanggal 17 Februari 2015, pukul 13.20 WIB Kusumawati. R., (2013). Penatalaksanaan Fisoterapi Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Naskah Publikasi Ilmiah. D III Fisioterapi : Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses tanggal 18 April 2015, pukul 17.25 WIB Mutaqqin. A., (2008). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Muwarni. A., (2011). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Padila., (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika. PDPI., (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Diakses tanggal 20 Februari 2015, pukul 11.00 WIB. Prasojo. F.J., (2004). Hubungan Antara Gejala Bronkhial Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pada Perokok. Tesis. Fakultas Kedokteran : Universitas Diponegoro. Diakses tanggal 14 April 2015, pukul 19.45 WIB. Rab. T., (2013). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media. Rini. I.S., (2011). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RS Paru Batu dan RSU DR. Saiful Anwar Malang Jawa Timur. Tesis. Universitas Indonesia, Depok. Diakses tanggal 16 Maret 2015, pukul 16.10 WIB. Rohmah. N & Walid. S., (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : AR-RUZZ Media. Sugiono., (2010). Pengaruh Kombinasi Tindakan Fisioterapi Dada dan Olahraga Ringan Terhadap Faal Paru Kapasitas Fungsional dan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil. Tesis. Fakultas Kedokteran : Universitas Sumatera Utara. Diakses tanggal 09 Mei 2015, pukul 21.15 WIB. Supari. S.F., (2008). Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Diakses tanggal 20 Februari 2015, pukul 12.00 WIB. Suradi., (2007). Pengaruh Rokok Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Tinjauan Patogenesis, Klinis dan Sosial. Fakultas Kedokteran : Universitas Sebelas Maret Surakarta. Diakses tanggal 23 Maret 2015, pukul 15.20 WIB. Wilkinson. J & Ahern. N.R., (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.