PEMBERIAN BIOMINERAL DIENKAPSULASI TERHADAP KONSUMSI LEMAK KASAR DAN SERAT KASAR SERTA KOMPOSISI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN
SKRIPSI FIQI FIRIZQI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN FIQI FIRIZQI. D24052101. 2012. Pemberian Biomineral Dienkapsulasi terhadap Lemak Kasar dan Serat Kasar serta Komposisi Susu Sapi Friesian Holstein. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc.
Salah satu permasalahan dalam pemeliharaan ternak ruminansia di Indonesia dan negara tropis lainnya adalah rendahnya kualitas hijauan, dimana hijauan yang ada memiliki kandungan protein kasar (PK) yang rendah dan kandungan serat kasar (SK) yang tinggi. Suplementasi dipandang sebagai langkah yang strategis karena upaya ini mengatasi masalah defisiensi dengan meningkatkan kapasitas mencerna dari hewan dengan adanya perbaikan metabolisme dan kemampuan mikroba rumen. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pemberian suplemen biomineral cairan rumen (CR) dienkapsulasi yang dibandingkan dengan biomineral CR tanpa proteksi dan mineral mix produksi komersil terhadap konsumsi lemak dan SK dan komposisi susu sapi FH. Pembuatan biomineral CR dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sapi yang digunakan sebanyak 16 ekor dari 4 peternak yang dipilih berdasarkan bulan laktasi (3 sampai 5 bulan). Sapi tersebut dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan peternak dengan masing-masing 4 perlakuan yaitu : kontrol (ransum yang biasa diberikan peternak) = R1; kontrol (R1) + 1,5% biomineral tanpa proteksi = R2; kontrol (R1) + 1,5% biomineral dienkapsulasi = R3; dan kontrol (R1) + 1,5% mineral mix = R4. Pakan yang diberikan terdiri atas hijauan dan konsentrat yang diproduksi oleh KPS Bogor serta ampas tahu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan dan 4 peternak sebagai kelompok berdasarkan menejemen pemeliharaan yang dilakukan oleh masing- masing peternak. Peubah yang diamati adalah konsumsi lemak kasar (LK), konsumsi SK, dan komposisi susu. Selanjutnya data diolah dengan Analisis Ragam (ANOVA). Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian suplemen berupa biomineral dienkapsulasi, biomineral tanpa proteksi dan mineral mix sebanyak 1,5% dari konsentrat tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi LK dan SK, dan komposisi susu. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu penambahan ketiga jenis suplemen mineral pada taraf 1,5% belum dapat meningkatkan konsumsi LK, konsumsi SK, dan komposisi susu. Biomineral dienkapsulasi dapat digunakan sebagai suplemen mineral dengan kandungan mineral mikro yang lebih kaya daripada mineral makro; dan imbangan mineral makro Ca : P sebesar 1 : 1. Selain itu penggunaan biomineral menambahkan ketersediaan protein dan energi.
Kata-kata kunci : biomineral, konsumsi lemak, konsumsi serat, komposisi susu
ii
ABSTRACT
Effects of Encapsulated Biomineral Supplement Addition to Ether Extract and Crude Fibre Intakes and Milk Composition
F. Firizqi, Suryahadi and A. S. Tjakradidjaja
Supplements are used as feed to cattle to improve its production perfomances. Supplements that are given to livestock should be in good content and quality, having good biological value, natural as cattle feeds, and easy in the production and having cheap price. The aim of this experiment is to determine the effects of encapsulation biomineral supplement addition on ether extract and crude fiber intakes and milk composition of FH cows. This experiment used randomized block design with 4 treatments and 4 replications. The treatments were RI (control), R2 (R1 + 1.5% biomineral), R3 (R1 + 1.5% biomineral encapsulated with xylose), R4 (R1 + 1.5% mineral mix). This experiment was conducted for 2 months with 2 weeks adaption periods. Variables observed were dry matter consumption, ether extract and crude fibre intakes, and milk composition. The data were analyzed with analysis of variance. The results showed that the addition of supplements did not produce significant effects on all variables measured due to differences in age, days of lactation, and feeding. Although the effect of supplementation was not significant, the treatment tends to improve milk composition. Therefore, there is a possibility of using the biomineral supplementation to dairy cows.
Keywords : biomineral, ether extract intake, crude fibre intake, milk composition
iii
PEMBERIAN BIOMINERAL DIENKAPSULASI TERHADAP KONSUMSI LEMAK KASAR DAN SERAT KASAR DAN KOMPOSISI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN
FIQI FIRIZQI D24052101
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iv
Judul : Pemberian Biomineral Dienkapsulasi Terhadap Konsumsi Lemak Kasar dan Serat kasar serta Komposisi Susu Sapi Friesian Holstein. Nama : Fiqi Firizqi NIM : D24052101
Menyetujui,
Pembimbing Anggota
(Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA) NIP. 19561124 198103 1.002
(Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc) NIP. 19610930 198603 2.003
Pembimbing Utama
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Idat G. Permana, Msc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001 Tanggal Ujian : 30 Juli 2012
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Agustus 1987 dari pasangan bapak Dikdik Turdika dan ibu Yuke Yudiana. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan dasar dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pengadilan 2 yang diselesaikan pada tahun 1999, kemudian dilanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 3 Bogor yang diselesaikan pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis lulus Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 4 Bogor. Pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2006 terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti pendidikan di IPB Penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu Nutrisi Ternak.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul ”Pemberian Biomineral
Dienkapsulasi terhadap
Konsumsi Lemak Kasar dan Serat Kasar dan Komposisi Susu Sapi FH”. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian juga dilakukan di kawasan usaha peternakan sapi perah (KUNAK) Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, selama 62 hari yang dimulai dari bulan September sampai Nopember 2008. Kuantitas dan kualitas pakan yang rendah di Indonesia menyebabkan produksi ternak rendah. Hal tersebut diakibatkan dari defisiensi nutrien yang di alami ternak seperti defisiensi protein, mineral, vitamin dan lain - lain. Oleh karena itu, untuk menanggulangi defisiensi nutrien yang terjadi pada ternak dibutuhkan tambahan pakan yang lain berupa suplementasi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Bogor, September 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN......................................................................................................
ii
ABSTRACT..........................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................Viii DAFTAR TABEL ................................................................................................X DAFTAR GAMBAR............................................................................................
Xi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
Xii
PENDAHULUAN ................................................................................................ Latar Belakang ............................................................................................. Tujuan .......................................................................................................... Manfaat........................................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)......................................................... Pemberian Pakan Sapi Perah........................................................................ Kebutuhan Zat Makanan Sapi Perah............................................................ Kebutuhan Bahan Kering.............................................................. Kebutuhan Mineral....................................................................... Penyakit Defisiensi Mineral.......................................................... Kualitas Air Susu......................................................................................... 6 Mineral Air Susu.......................................................................................... 7 Biomneral..................................................................................................... 8
3 3 4 4 4 4 5
METODE ............................................................................................................. Lokasi dan Waktu....................................................................................... Materi ........................................................................................................... Alat .................................................................................................. Bahan ............................................................................................... Prosedur ...................................................................................................... Pembuatan Biomineral......……………………………………….... Pemberian Pakan dan Minum.......................................................... Rancangan dan Analisis Data ........................................................................12 Perlakuan............................ ............................................................ Model................................. ............................................................ Peubah yang Diamati ......................................................................
10 10 10 10 10 10 10 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. Kondisi Umum Kunak Cibungbulang Penelitian.......................................... Kandungan Zat Makanan.............................................................................. Komposisi Suplemen Mineral.......................................................................
15 15 15 17
12 12 13
viii
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi...................................................... Konsumsi Serat Kasar (SK)............................................................ Konsumsi Lemak Kasar (LK)......................................................... Pengaruh Perlakuan Terhadap Komposisi Susu............................................ Berat Jenis Susu.............................................................................. Kadar Lemak Susu.......................................................................... Kadar Protein Susu......................................................................... Kadar Total Solid Susu................................................................... Kadar Total Solid Non Fat.............................................................. Korelasi Konsumsi Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Komposisi Susu.......... KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... Kesimpulan................................................................................................... Saran............................................................................................................. UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................
19 19 20 22 22 22 23 23 23 24
26 26 26 27
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28 LAMPIRAN .........................................................................................................31
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Kebutuhan Mineral Per Hari Pada Kondisi Normal dan Defisiensi................. 5 2. Rataan Komposisi Susu Sapi Perah......................................... ......................6 3. Kosentrasi Mineral Air Susu Sapi....................................................................
8
4. Hasil Analisa Proksimat Bahan Pakan.............................................................
16
5. Komposisi Nutrien Suplemen Mineral.............................................................
18
6. Konsumsi Serat Kasar ......................................................................................
20
7. Konsumsi Lemak Kasar...................................................................................
21
8. Rataan Berat Jenis Susu.................................................................................. 9. Korelasi Konsumsi Serat Kasar, Lemak Kasar, dan Komposisi Susu.............
22 25
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Diagram Pembuatan Biomineral.................................................................. 11
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Hijauan...………………………………..
32
2. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Konsentrat……………… .......................
32
3. ANOVA Konsumsi Serat kasar Total…..………………….…….………..
32
4. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Hijauan............ ………………….…....
32
5. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Kosentrat……………..………………..
32
6. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Total……………….…………………..
33
7. ANOVA Konsumsi Serat Kasar (g/kg BBM).....…………………………..
33
8. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar (g/kg BBM).......... .....…………………
33
9. ANOVA Berat Jenis Susu...................................... .....………….................
33
10. ANOVA Protein Susu........................................................ .....………….....
33
11. ANOVA Lemak Susu............................................. .....………….....………
33
12. ANOVA Total Solid Susu……………………...…………………………..
34
13. ANOVA Total Solid Non Fat Susu…………....... …………………….......
34
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Hijauan...………………………………..
32
2. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Konsentrat……………… .......................
32
3. ANOVA Konsumsi Serat kasar Total…..………………….…….………..
32
4. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Hijauan............ ………………….…....
32
5. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Kosentrat……………..………………..
32
6. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Total……………….…………………..
33
7. ANOVA Konsumsi Serat Kasar (g/kg BBM).....…………………………..
33
8. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar (g/kg BBM)............. ..…………………
33
9. ANOVA Berat Jenis Susu...................................... .....………….................
33
10. ANOVA Protein Susu............................................................ .………….....
33
11. ANOVA Lemak Susu............................................. .....………….....………
33
12. ANOVA Total Solid Susu……………………...…………………………..
34
13. ANOVA Total Solid Non Fat Susu…………........ ……………………......
34
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang Rendahnya produktivitas dan kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi perah merupakan salah satu permasalahan dalam pemeliharaan sapi perah. Selain itu laju pertumbuhan populasi sapi perah dan produksi susu semakin menurun. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara produksi susu yang dihasilkan dan permintaan susu. Penurunan laju pertumbuhan sapi perah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti mutu genetik ternak, lingkungan, menejemen pemberian pakan, kurangnya hijauan pakan dan mahalnya harga pakan serta daya dukung lingkungan. Selain itu, pemberian pakan yang kurang tepat dan berkualitas kurang baik akan menurunkan kemampuan produktifitas sapi perah. Pemberian pakan tanpa memperhatikan kebutuhan nutrisi sapi perah dan kuantitas dan kualitas pakan di Indonesia yang kurang baik menyebabkan produksi ternak yang rendah akibat dari defisiensi nutrien yang dialami ternak seperti defisiensi protein, mineral, vitamin dan lain - lain. Oleh karena itu, untuk menanggulangi defisiensi nutrien yang terjadi pada ternak dibutuhkan tambahan pakan yang lain berupa suplementasi. Suplemen yang akan diberikan kepada ternak sebaiknya memiliki kadar dan kualitas yang baik bagi ternak, mempunyai nilai biologis yang baik, bersifat alami sebagai pakan ternak, dan mudah diproduksinya serta harganya murah. Suplementasi mineral merupakan proses manipulasi pakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya cerna dan serap dari ransum dengan kandungan gizi yang seimbang. Selain itu pemberian suplemen
mineral akan
memberikan keseimbangan antara asam
amino dan energi ternak untuk
pertumbuhan, produksi, dan perbaikan
kinerja reproduksi (Parakkasi,1999).
Suplementasi semacam ini dapat diproduksi dari limbah rumah potong hewan (RPH). Cairan rumen mengandung banyak nutrien yang diproduksi oleh mikroba. Mikroba yang terdapat dalam CR tersebut menghasilkan nutrien-nutrien yang penting bagi induk semang maupun bagi mikroba, seperti mineral, vitamin, protein dan lain-lain. Cairan rumen tersebut dapat dimanfaatkan sebagai suplemen yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan kualitas produk dari ternak. Pemanfaatan CR tersebut dapat diolah menjadi suplementasi biomineral dan biomineral dienkapsulasi. Biomineral yaitu suplemen mineral yang dibuat dari CR,
sedangkan biomineral dienkapsulasi yaitu biomineral yang dilindungi oleh xylosa. Tujuan penambahan xylosa dalam pembuatan biomineral ini untuk memproteksi kandungan zat makanan dalam biomineral tersebut sehingga tidak didegradasi oleh mikroba rumen dan lebih banyak tersedia di organ pasca rumen. Aplikasi dari pemanfaatan suplemen biomineral akan diberikan kepada sapi perah untuk mengetahui efek yang dihasilkan dari pemanfaatan suplemen biomineral terhadap produksi dan kualitas dari sapi perah.
Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis respon sapi perah terhadap pemberian biomineral yang dienkapsulasi ditinjau dari komsumsi lemak kasar dan serat kasar, dan komposisi susunya.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun ada pula sapi FH yang bulunya berwarna merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas. Sapi ini mempunyai bobot badan ideal sebesar 682 kg untuk sapi betina dewasa dan 1000 kg untuk sapi jantan dewasa. Sapi FH merupakan sapi perah yang produksi susunya paling tinggi dibandingkan sapi perah lainya tetapi air susu yang dihasilkan mengandung kadar lemak yang rendah. Selain diambil, atau diperah susunya, sapi FH juga baik sebagai sapi pedaging karena pertumbuhannya cepat dan karkasnya sangat bagus (Sudono et al., 2003).
Pemberian Pakan Sapi Perah Sutardi (1980) menyatakan pemberian pakan pada ternak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan biologis ternak, baik untuk kebutuhan pokok maupun untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan untuk mempertahankan bobot badan, sedangkan kebutuhan produksi untuk memproduksi air susu, pertumbuhan, dan reproduksi. Jika pakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, maka bobot badan sapi tidak akan naik dan tidak akan turun, dan produksi susu tidak ada. Sebaliknya, jika pakan dapat melebihi kebutuhan hidup pokok, maka kelebihan pakan akan diubah menjadi bentuk – bentuk produksi seperti produksi susu, pertumbuhan atau peningkatan bobot hidup dan tenaga. Bahan pakan berserat berupa hijauan merupakan pakan utama sapi perah seperti rumput dan legum. Hijauan merupakan pakan utama sapi perah yang mengandung kadar serat tinggi. Selain hijauan, sapi juga membutuhkan konsentrat. Konsentrat diberikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sapi. Konsentrat mengandung pati dan PK yang tinggi, kadar serat rendah, dan mudah dicerna, sehingga nutriennya lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan (Handayanta, 2000). Sapi perah harus mendapat pakan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya, agar menghasilkan produksi susu yang tinggi. Cara pemberian pakan yang salah akan mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan menyebabkan kematian (Sudono, 1999).
Kebutuhan Zat Makanan Sapi Perah Kebutuhan akan zat nutrisi pada sapi perah dipenuhi dengan mengkonsumsi ransum yang telah disediakan oleh peternak, karena konsumsi merupakan faktor penting yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Zat-zat gizi yang diperlukan sapi perah untuk kebutuhan hidup pokok maupun untuk produksi adalah energi, protein, mineral, vitamin. Zat gizi tersebut dapat dipenuhi yang didasarkan pada konsumsi bahan kering (BK) pakan (McDonald et al., 1995).
Kebutuhan Bahan Kering Konsumsi BK merupakan tolok ukur ketersediaan zat nutrisi dalam tubuh ternak. Kebutuhan BK dihitung berdasarkan bobot sapi, tingkat produksi susu, bulan laktasi, dan lingkungan. Puncak produksi tidak sejalan dengan konsumsi BK. Puncak produksi susu dicapai 4-8 minggu setelah melahirkan, sedangkan puncak konsumsi BK dicapai pada 10-14 minggu setelah melahirkan. Jumlah BK yang dimakan oleh ternak berbeda-beda, rata-rata konsumsi BK pada ternak berkisar antara 2,5-3% dari bobot hidup ternak tersebut (NRC, 2001).
Kebutuhan Mineral Mineral dibutuhkan oleh tubuh untuk tiga tujuan yaitu sebagai material pembangun untuk tulang dan rangka tubuh, sebagai buffer pada saliva sehingga keasaman dan tekanan osmotik terkontrol dan sebagai katalis dalam proses biokimia (Orskov, 1998). Kebutuhan mineral pada sapi laktasi didefinisikan sebagai konsentrasi mineral pada susu 4% fat corrected milk (FCM) (NRC, 2001). Mineral mikro sering dipakai sebagai suplemen karena ikut serta dalam proses metabolisme walaupun jumlah yang dibutuhkan sedikit (Suryahadi dan Sutardi, 1984). Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan vitamin B dan protein. Mineral diperlukan oleh hewan dalam jumlah yang cukup. Hewan – hewan yang hidup bebas di alam tidak memerlukan tambahan mineral karena kebutuhan mineralnya sudah tersedia dalam hijauan yang dikonsumsinya. Namun, ternak yang dikurung perlu mendapatkan tambahan mineral, terutama ternak pada fase starter, induk bunting dan induk yang sedang berproduksi.
Mineral berfungsi sebagai
pengganti zat – zat mineral yang hilang, untuk pembentukan jaringan – jaringan pada tulang, urat dan sebagainya serta untuk berproduksi. Kalsium (Ca) dan fosfor (P)
4
merupakan mineral yang banyak dibutuhkan tubuh sehingga perlu ditambahkan dalam ransum. Hal ini dikarenakan 75 % dari mineral yang berada dalam tubuh adalah Ca dan P, dan 90 % kerangka tubuh terdiri dari Ca dan P (AAK, 1986). Unsur mineral makro seperti Ca, P, Mg, Na, dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh; sedangkan unsur mineral mikro seperti, besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Z), mangan (Mn), dan kobalt (Co) diperlukan dalam sistem enzim (McDowell, 1985). Kebutuhan mineral per hari pada ternak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan mineral per hari pada kondisi normal dan defisiensi Mineral dalam pakan Ca (g/kg) Mg (g/kg) P (g/kg) Cu (mg/kg) Zn (mg/kg)
Kandungan dalam darah normal (mg/100 ml) 8,00-12,00 1,80-3,10 0,40-0,60 0,06 0,08
Pemberian Kandungan pakan dalam kondisi normal darah defisiensi (mg/100 ml) 15,00 <8,00 0,40 <1,80 10,00 <0,40 5,00 <0,05 25,00 <0,04
Pemberian pakan kondisi defisiensi 30,00 0,80 20,00 10,00 50,00
Sumber : McDowell (1985)
Penyakit Defisiensi Mineral Menurut McDowell (1985), kandungan mineral, seperti Ca, Mg, P, Cu dan Zn, di dalam darah menurun pada kondisi defisiensi sehingga ternak harus diberi pakan dengan kandungan mineral dalam taraf dua kali lebih besar dari taraf kondisi normal (Tabel 1).
Gejala awal penyakit defisiensi mineral berupa penurunan
reproduksi sekitar 20%-75%, retensi plasenta, anak yang lahir menjadi lemah dan angka kematian anak tinggi. Penyakit lain yang timbul adalah pneumonia, diare, stomatitis, anoreksia dan penurunan produksi pada sapi perah. Gejala defisiensi mineral yang lebih parah adalah patah tulang, kulit kering dan bersisik, serta kekurusan yang hebat (Gartenberg et al., 1990).
Kualitas Air Susu Susu merupakan sekresi normal kelenjar mamae dari mamalia. Susu diproduksi setelah mamalia betina melahirkan anaknya. Susu merupakan makanan pertama dan utama bagi anak mamalia yang baru dilahirkan (Nurtama dan Sugiyono,
5
1992). Kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, masa birahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan dan tata laksana pemberian pakan (Sudono et al., 2003). Susu mempunyai komposisi yang baik sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1987). Agar dapat menopang individu baru untuk hidup, tumbuh dan berkembang, susu mengandung berbagai komponen kimia yang diperlukannya. Komposisi kimia susu sapi perah secara umum disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Komposisi Susu Sapi Komponen
Komposisi (%)
Air
87,4
Protein
3,5
Lemak
3,5
Laktosa
4,8
Abu
0,7
Kalsium
0,1
Fosfor
0,09
Sumber : Marth (1983)
Bahan kering susu adalah bahan yang terdiri dari lemak, protein, laktosa dan abu serta komponen lainnya (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Total padatan susu dapat dicari dengan cara mengeringkan susu dalam oven atau dihitung dari berat jenis dan kandungan lemak susunya (Walstra dan Jennes, 1984). Bahan kering tanpa lemak adalah jumlah persentase semua komponen penyusun susu dikurangi kadar air dan kadar lemaknya (Bath et al., 1985). Lemak susu adalah komponen susu yang penting, baik dari segi ekonomis maupun peranannya terhadap kualitas produk olahan susu. Menurut Nurtama dan Sugiyono (1992), lemak merupakan komponen susu termahal, pemberi energi paling tinggi, disamping pemberi citarasa. Kadar lemak susu sapi berada pada kisaran 2,5%- 6,0% (rata-rata 3,8%). Lemak dalam susu berada dalam emulsi, membentuk globula yang cenderung bergabung satu sama lain. Menurut Walstra dan Jennes (1984) 6
lemak susu terdiri dari beberapa lipid yang berbeda jumlah atom karbonnya. Lebih dari 98% lemak susu berasal dari trigliserida, sedangkan sisanya adalah kolesterol, digliserida, asam lemak bebas, fosfolid dan cerebrosida. Protein pada susu sapi memiliki kisaran 2,80%– 4,00 %. Protein susu terdiri dari 80% kasein dan 18% laktalbumin. Protein lain yang terdapat di dalam susu dikenal sebagai laktoglobulin sebanyak 0,05%– 0,07%. Kadar laktosa susu sekitar 4,8%. Laktosa merupakan disakarida yang tersusun dari glukosa dan galaktosa dan hanya terdapat dalam susu (Nurtama dan Sugiyono, 1992). Sifat fisik susu dipengaruhi oleh komposisinya. Komposisi susu mempunyai peran yang besar dalam pengolahan dan pengujian mutu. Dijelaskan bahwa salah satu sifat fisik susu adalah berat jenis. Berat jenis susu dipengaruhi oleh komponen padatan susu yang mempunyai berat jenis berbeda-beda. Berat jenis susu menunjukkan imbangan komponen zat-zat pembentuk didalamnya, dan sangat dipengaruhi oleh kadar lemak dan BK tanpa lemak, yang tidak lepas dari pengaruh makanan dan kadar air dalam air susu (Walstra dan Jennes, 1984). Berat jenis susu dipengaruhi oleh kandungan lemak susunya, oleh karena itu berat jenis susu sangat bervariasi. Berat jenis susu biasanya diukur dengan lactometer (Henderson, 1971).
Mineral Air Susu Air susu mengandung beberapa macam mineral. Mineral yang terdapat dalam air susu berasal dari makanan yang dikonsumsi, namun komposisinya tidak seperti dalam makanan. Mineral yang terdapat dalam air susu adalah Ca, P, Zn, Mg, Mn, I, Fe, S dan mineral essensial lainnya (Folley et al., 1972). Kosentrasi mineral air susu sapi disajikan dalam Tabel 3. Komposisi mineral air susu cukup beragam, hal ini dipengaruhi oleh bangsa sapi, periode laktasi, produktivitas, musim, kecukupan mineral dalam ransum dan penyakit (Underwood, 1981; Georgievskii, 1982). Pengaruh ransum terhadap komposisi air susu berbeda-beda untuk setiap mineral. Ransum yang defisien Ca, P, Na dan Fe, dapat menyebabkan penurunan produksi, namun komposisi mineral dalam air susu tersebut tetap. Jika ransum defisien Ca dan I dapat menyebabkan kosentrasi mineral tersebut dalam air susu menurun (Underwood, 1981).
7
Tabel 3. Kosentrasi Mineral Air Susu Sapi Kosentrasi Jenis Mineral
Underwood (1981) Georgievskii et al., (1982)
Mineral Makro
-----------------g/kg-----------------
Ca
1,2
1,28
K
1,5
1,25
Cl
1,1
1,15
P
1
0,95
Na
0,5
0,63
Mg
0,1
0,3
S
-
0,35
Mineral mikro
--------------mg/ kg--------------
Zn
4
3000-5000
Fe
0,5
200-400
Cu
0,2
50-200
Mo
-
40-50
I
0,05
25-30
Mn
0,03
20-50
Co
-
3-5
Se
-
4-10
Sumber : Underwood (1981) dan Georgievskii et al., (1982)
Biomineral Biomineral merupakan salah satu bentuk suplement mineral yang berbahan dasar cairan rumen limbah RPH dan mempunyai nilai biologis yang cukup baik bila ditinjau dari segi nutrien mikroba rumen. Untuk menghasilkan biomineral dari cairan rumen limbah RPH dapat dilakukan dengan proses pemanenan produk inkorporasi zat makanan oleh mikroba rumen kedalam protein mikrobialnya melalui penggunaan pelarut asam, pengendapan, penambahan bahan carrier dan pengeringan dibawah sinar matahari (Tjakradidjaja et al., 2007). Nilai biologis biomineral yang cukup baik akan dimanfaatkan untuk ternak apabila dibarengi dengan tingkat biovailabilitas dari biomineral dalam organ pascarumen. Oleh karena itu, upaya proteksi terhadap biomineral dapat dilakukan dengan formalin dan tanin (Tjakradidjaja et al., 2007).
8
Cairan
rumen
mengandung
mikroorganisme
yaitu
bakteri
yang
konsentrasinya mencapai 21 X 109 per ml cairan rumen sapi Zebu (Arora, 1989) dan protozoa yang membantu proses pencernaan dengan cara fermentasi. Dalam keadaan normal, protein mikroba minimal dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dari ruminansia bersangkutan. Protozoa rumen mengandung 55 % PK, sedangkan bakteri (hasil pupukan) kadar PKnya adalah 59 %, kurangnya kadar protein protozoa dibandingkan dengan bakteri disebabkan protozoa banyak mengandung polisakarida (McNaught et al., 1954 dalam Parakkasi, 1999). Pemberian biomineral 1 % dalam ransum pada sapi perah dapat meningkatkan performa ternak dan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih baik. Pengaruhnya terjadi melalui peningkatan konsumsi dan pencernaan nutrien. Namun penggunaan biomineral belum mampu meningkatkan produksi susu (Suryahadi dan Tjaradidjaja, 2009). Suganda (2009) menyatakan bahwa pemberian biomineral 0,05 kg/ekor/hari (atau sekitar 1% dari kosentrat) pada sapi jantan FH lepas sapih dapat meningkatkan konsumsi ransum seperti konsumsi BK, PK, SK, dan TDN. Selain itu, pemberian biomineral dapat menigkatkan daya produksi ternak dengan menghasilkan pertambahan bobot badan yang cukup tinggi.
9
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu dilakukan di Laboratorium Susu Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Alat Peralatan yang digunakan adalah timbangan, ember dan pita ukur. Kandang yang digunakan pada penelitian yaitu kandang sapi kelompok dengan sistem stall. Kandang ini dilengkapi dengan tempat makan dan minum.
Bahan Penelitian ini menggunakan sapi perah FH sebanyak 16 ekor dari 4 peternak. Pakan yang digunakan terdiri atas pakan hijauan dan konsentrat yang disediakan masing-masing peternak. Suplemen yang diberikan adalah biomineral dienkapsulasi yang berasal dari cairan rumen, biomineral tanpa proteksi dan mineral mix.
Prosedur
Pembuatan Biomineral tanpa proteksi dan dienkapsulasi Pembuatan biomineral tanpa proteksi dan dienkapsulasi mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Tjakradidjaja et al. (2007) yang dapat dilihat pada Gambar 3. Cairan rumen yang berasal dari RPH ditambahkan dengan cairan larutan asam HCl 1 M dengan pH 5,5, kemudian diaduk dan disaring. Cairan rumen yang telah disaring lalu didiamkan selama dua malam sehingga terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk dibagi dua, setengah bagian dari endapan ditambahkan dengan bahan carrier berupa tepung terigu dan agar-agar. Setelah itu, endapan tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2–3 hari. Kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 1 – 2 hari. Bahan yang telah dikeringkan di dalam oven lalu digiling sehingga berbentuk tepung. Setengah bagian lainnya diambil dan dicampur dengan larutan xylosa black liqour (4%), kemudian dipanaskan dengan autoclave 121oC selama 20 – 30 menit.
Setelah itu ditambahkan bahan carrier berupa tepung terigu (0,6%) dan agar-agar (0,7%), lalu dikeringkan selama 2-3 hari dengan sinar matahari, kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60oC. Setelah kering, bahan tersebut digiling sehingga berbentuk tepung.
Cairan rumen
Ditambahkan HCl 1M pH cairan rumen diturunkan hingga 5,5
Saring menggunakan saringan cairan rumen
Cairan diendapkan selama 2 malam
Biomineral dienkapsulasi
Biomineral tanpa proteksi
ditambahkan bahan Carrier (tepung terigu dan agar-agar)
Tambahkan xylosa black liqour sebanyak 4%
Keringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari
Panaskan dengan autoclave 121oC selama 25 menit
Keringkan dalam oven pada suhu 60OC selama 1 – 2 hari
Giling
Gambar 3. Diagram Pembuatan Biomineral Sumber : Tjakradidjaja et al. (2007)
Tepung suplemen biomineral
Pemberian pakan dan suplemen mineral Pakan yang diberikan sesuai dengan yang diberikan oleh peternak. Pemberian suplemen mineral dilakukan dengan menimbang suplemen mineral sesuai dengan taraf yang diberikan dan kemudian dicampur dengan konsentrat. Pemberian
11
pakan dilaksanakan dua kali sehari, di pagi dan di sore hari. Dalam pemberian pakan, konsentrat dan suplemen mineral diberikan terlebih dahulu, lalu diikuti dengan pemberian hijauan jika konsentrat sudah habis dikonsumsi.
Rancangan
Perlakuan Sapi perah yang digunakan sebanyak 16 ekor dengan kriteria 2-4 bulan setelah beranak. Sapi tersebut dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4 perlakuan, yaitu : R1 (kontrol) = pakan yang biasa diberikan perternak R2
= R1 + 1,5% biomineral tanpa proteksi
R3
= R1 + 1,5% biomineral dienkapsulasi
R4
= R1 + 1,5% mineral mix Umur sapi yang diberi perlakuan kontrol (R1) berkisar dari 2 sampai 5 tahun,
umur sapi yang diberi suplemen biomineral tanpa proteksi (R2) berkisar dari 2 sampai 4,5 tahun, umur sapi yang diberi suplemen biomineral dienkapsulasi (R3) berkisar dari 2 sampai 4,5 tahun, dan umur sapi yang diberi suplemen mineral mix (R4) berkisar dari 3 sampai 6 tahun. Pemberian biomineral dienkapsulasi dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pemberian pakan pagi dan sore, yang pemberiannya dicampur dengan konsentrat. Data diambil setiap satu minggu, setelah sapi mengalami masa adaptasi selama 14 hari (2 minggu).
Model Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan acak kelompok (Randomized Block Design) dengan 4 perlakuan yaitu kontrol (ransum yang biasa diberikan peternak) = R1, kontrol (R1) + 1,5% biomineral tanpa diproteksi = R2, kontrol (R1) + 1,5% biomineral dienkapsulasi = R3 dan kontrol (R1) + 1,5% mineral mix = R4 dengan 4 peternak sebagai kelompok yang dibedakan berdasarkan menejemen pemeliharaan yang dilakukan oleh masing-masing peternak. Model matematika yang digunakan dalam analisis adalah: Yij = + i + j + ij Dimana:
Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i blok ke-j 12
= rataan umum i
= efek perlakuan ke-i
j
= efek blok ke-j
ij = error (galat) perlakuan ke-i dan blok ke-j
Steel dan Torrie (1993) mengemukakan bahwa data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras untuk melihat perbedaan antar setiap perlakuan.
Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Konsumsi Pakan (Serat Kasar dan Lemak Kasar ) Konsumsi pakan terdiri dari konsumsi LK dan SK. Konsumsi dihitung dengan cara mengurangi jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa pada setiap harinya. Setelah itu dikonversi kedalam Bk dan dikalikan dengan kadar SK atau LK untuk mengetahui pakan yang dikonsumsinya.
2. Berat Jenis Susu Air susu yang diuji dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml, kemudian laktodensimeter dimasukkan ke dalam gelas ukur tersebut. Skala berat jenis dibaca bersamaan dengan skala suhu yang tertera pada bagian atas laktodensimeter. Penentuan berat jenis selanjutnya dikonversikan pada suhu 27,5oC. Metode ini sesuai dengan metode yang dijelaskan oleh BSN (1992).
3. Kadar Lemak Susu Kadar lemak susu diukur setiap dua minggu sekali pada produksi susu pagi hari. Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 10 ml asam sulfat kedalam tabung butyrometer, kemudian sample susu dimasukkan sebanyak 10,75 ml, selanjutnya ditambahkan 1 ml amilalkohol. Tabung ditutup dengan sumbat karet selanjutnya dikocok sampai larutan tercampur. Setelah itu dipanaskan dalam penangas air bersuhu 65-70oC selama 10 menit, dan disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1.200 rpm. Setelah itu dimasukkan lagi kedalam penangas selama 5 menit dan dibaca kadar lemaknya berdasarkan skala yang tertera (BSN, 1992).
13
4. Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Bahan kering susu dihitung berdasarkan kadar lemak dan berat jenis susu menggunakan rumus Fleischman : BK
= 1,23 lemak + 2,71 [100(BJ-1)/BJ]
BKTL = Bahan kering – kadar lemak
5. Korelasi Konsumsi (BK, TDN, PK, SK, LK), BB Sapi, Kadar Total Solid, Solid Non Fat, Pertambahan Bobot Badan (PBB), Produksi Susu 4% FCM, dan Lemak Susu
Korelasi konsumsi (BK, TDN, PK, SK, LK), BB Sapi, kadar total solid, solid non fat, pertambahan bobot badan (PBB), produksi susu 4% FCM, dan lemak susu dilakukan dengan membuat koefisien korelasi antar variabel.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum KUNAK Cibungbulang Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK), Desa Situ Udik, kecamatan Cibungbulang, merupakan sentra peternakan sapi perah di wilayah Kabupaten Bogor. Kunak merupakan kawasan peternak komersial dimana susu yang dihasilkan oleh setiap peternak dijual ke koperasi Produksi Susu KUNAK. Secara geografis wilayah ini berada di daerah perbukitan pada ketinggian 460 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebesar 3.009 mm/tahun (Profil Desa,
2005). Penelitian
biomineral dan biomineral dienkapsulasi dilakukan di wilayah KUNAK. Menejemen pemberian pakan sesuai dengan pemberian pakan yang dilaksanakan oleh peternak. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari, pakan yang diberikan ke ternak berupa hijaun, kosentrat dan ampas tahu. Kosentrat diberikan oleh para peternak di KUNAK dengan cara mencampur konsentrat dengan ampas tahu, kemudian diberikan hijauan berupa rumput gajah. Pemberian biomineral, biomineral dienkapsulasi dan mineral mix dilakukan dengan cara mencampur biomineral dengan campuran konsentrat dan ampas tahu. Kandang sapi laktasi di KUNAK menggunakan sistem stall yaitu sistem kandang yang dibuat sejajar dengan gang di bagian tengah dan kepala sapi berlawanan arah. Atap kandang dibuat dari asbes dan tempat pakan dibuat memanjang dari bahan baku semen. Tempat pakan digunakan untuk semua ternak yang ada di peternakan tersebut tanpa ada sekat antara satu ternak dengan ternak lain. Air minum diberikan ad libitum yang ditampung pada tempat pakan. Air minum diberikan setelah pemberian konsentrat, ampas tahu dan hijauan. Lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Suhu udara pada pagi hari sekitar 20oC dan pada siang hari mencapai 31oC.
Kandungan Zat Makanan Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan, konsentrat dan ampas tahu (Tabel 4). Hijauan diperoleh dari kebun peternak sendiri. Bila peternak kekurangan hijauan, peternak mencarinya dari luar wilayah kawasan KUNAK. Jumlah rumput yang diberikan antar peternak pun berbeda, yaitu berkisar antara 20,58 sampai 29,08 kg
rumput segar. Pakan kosentrat ada tiga jenis yang diperoleh dari KPS (Koperasi Peternakan Sapi Perah). Ketiga pakan konsentrat tersebut dibedakan berdasarkan kandungan proteinnya yaitu 14%, 16%, dan 18%, konsentrat yang digunakan selama penelitian mengandung protein 18 %. Peternak Jafar menambahkan pakan konsentrat yang diperoleh dari KPS Bandung Selatan.
Tabel 4. Hasil analisa Proksimat Bahan Pakan* Bahan Pakan Ampas tahu A Ampas tahu B Konsentrat Kulit kacang RA RI RJ RS KPRJ
BK (%) 16,05 16,25 80,86 14,26 25,05 21,57 21,43 25,21 76.69
Abu
PK
9,64 3,34 18,71 2,34 9,83 8,16 11,73 9,64 23,37
11,45 24,44 17,82 13,27 11,97 11,87 12,59 11,45 4,08
SK (% BK) 42,11 20,32 19,06 51,89 46,03 41,69 41,51 42,11 50,15
LK
Beta-N
1,15 5,43 2,65 1,27 0,85 0,44 1,23 1,15 0,64
35,65 46,47 41,76 31,23 31,32 37,84 32,94 35,65 21,76
Keterangan : *Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2008) BK = Bahan Kering LK = Lemak Kasar BO = Bahan Organik SK = Serat Kasar PK = Protein Kasar BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen AG = Peternakan Agung HT = Peternakan H. Tukamir JA = Peternakan Jafar SA = Peternakan Sagimin KO = koperasi RA = Rumput P. Agung RI = Rumput P. Tukamir RJ = Rumput P. Jafar RS = Rumput P. Sagimin Ampas tahu A = ampas tahu yang digunakan peternak Sagimin, Jafar dan H. Tukamir Ampas tahu B = ampas tahu yang digunakan peternak Agung KPRJ = Konsentrat P. Jafar yang berasal dari Bandung
Sudono (1999) menyatakan bahwa standar nutrien konsentrat untuk ternak perah yaitu mengandung 18% PK dan 75% TDN. Konsentrat KPS yang digunakan peternak yaitu konsentrat yang mempunyai kandungan PK 18%, namun hasil analisa laboratorium pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kandungan PK konsentrat hanya sebesar 17,82%. Konsentrat tambahan yang diberikan oleh peternak Jafar yaitu konsentrat yang berasal dari Bandung dan mempunyai kualitas yang sangat rendah dengan kandungan PK hanya 4,08%. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa kualitas rumput gajah yang digunakan keempat peternak mempunyai kualitas yang rendah, dengan kandungan PK sebesar 11,97%, 11,87%, 12,59% dan 11,73%. Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa pakan konsentrat mengandung PK, SK dan
16
LK, masing - masing sebesar 17,82%, 19,06% dan 2,65% (Tabel 4). Konsentrat peternak Jafar yang diperoleh dari Bandung memiliki nilai PK, SK dan LK yang lebih rendah sebesar 4,08%, 50,15% dan 0,64%. Peternak Agung menggunakan ampas tahu yang berbeda dengan peternak yang lain. Ampas tahu yang digunakan peternak Agung memiliki SK dan LK yang lebih rendah, tetapi memiliki PK yang lebih tinggi daripada ampas tahu yang digunakan oleh peternak lainnya. Penambahan ampas tahu merupakan salah satu sumber protein yang mudah dicerna oleh tubuh. Ampas tahu mempunyai kandungan protein cukup tinggi dapat meningkatkan kandungan protein dalam ransum. Protein sangat diperlukan tubuh karena mempunyai peranan yang banyak bagi tubuh. Peranan protein dalam tubuh adalah untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme (deaminasi) untuk energi, metabolisme kedalam zat-zat vital dalam fungsi tubuh (zat- zat vital tersebut termasuk zat anti darah yang menghalangi infeksi) dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh (Parakkasi, 1999).
Komposisi Suplemen Mineral Hasil analisis komposisi zat makanan dan mineral (Tabel 5) memperlihatkan bahwa kadar BK suplemen biomineral lebih rendah daripada mineral mix, tetapi dengan kadar BK sebesar 84%–85%, kedua produk biomineral masih dapat disimpan dalam waktu yang agak lama. Suplemen biomineral mempunyai kandungan nutrien yang lebih seimbang daripada mineral mix (Tabel 5). Bahan dasar dari suplemen biomimeral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi adalah mikroba cairan rumen. Mikroba rumen mengandung protein sehingga pada suplemen biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi memiliki kandungan PK lebih tinggi dibandingkan dengan mineral mix.
Kandungan Beta-N biomineral tanpa proteksi dan biomineral
dienkapsulasi lebih tinggi daripada mineral mix yaitu sebesar 72,12% dan 73,87%.
Kandungan Beta-N dalam mineral mix sangat rendah yaitu 16,69 % BK. Hal ini dikarenakan dalam pembuatan biomineral ditambahkan bahan carier berupa tepung terigu dan agar-agar. Tepung terigu dibuat dari biji gandum sehingga mengandung energi. Kandungan SK dari biomineral dienkapsulasi lebih rendah daripada biomineral tanpa proteksi, padahal xylosa yang ditambahkan dalam
17
pembuatan biomineral dienkapsulasi merupakan sumber serat. Keadaan fisik biomineral dengan perlakuan xylosa lebih cair daripada biomineral tanpa proteksi yang menyebabkan penggunaan bahan carier yang meningkat. Peningkatan penggunaan tepung dan agar-agar dapat memperkecil imbangan SK dengan BETN.
Tabel 5. Komposisi Nutrien Suplemen Mineral
Kandungan
B
BX
MM
BK (%)*
84,48
84,82
99,74
Abu (%BK)*
5,24
4,47
78,88
PK (%BK)*
21,02
20,46
0,84
SK (%BK)*
0,36
0,05
4,32
LK (%BK)*
1,25
1,16
0,35
Beta-N (%BK)*
72,12
73,87
15,61
P (% BK) **
0,43
0,32
0,07
Ca (% BK) **
0,34
0,.32
51,82
Mg (% BK) **
0,08
0,08
0,23
S (% BK) **
0,11
0,10
0,01
K (% BK) **
0,29
0,30
0,52
Na (% BK) **
0,49
0,52
0,05
Fe (ppm) **
803
1337
120
Al (ppm) **
1351
1092
411
Mn (ppm) **
65
60
127
Cu (ppm) **
8
7
3
Zn (ppm) **
83
78
30
Keterangan : * Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor (2009) ** Hasil analisa laboratorium Balai penelitian tanah. Departemen pertanian Bogor (2009) B = biomineral tanpa poteksi MM = mineral mix BX = biomineral dienkapsulasi
Perbandingan kandungan Ca dan P dalam biomineral dienkapsulasi yaitu 1 : 1, dan dalam biomineral tanpa proteksi yaitu 1 : 1,26, sedangkan dalam mineral mix yaitu 43,37 : 0. Tingginya kandungan Ca dalam mineral mix disebabkan oleh penambahan kapur yang sangat tinggi tanpa diimbangi dengan penambahan sumber P. Berdasarkan NRC (2001), kebutuhan Ca : P untuk sapi perah yang sedang laktasi
18
yaitu yaitu 1,4 : 1. Kandungan Ca : P dari biomineral dienkapsulasi dan biomineral tanpa proteksi hanya 1 : 1. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan kapur atau sumber Ca lainnya dalam pembuatan biomineral. Ca dan P sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan, hidup pokok, dan produksi air susu. Kandungan mineral mikro (Fe, Al, Cu, dan Zn) dari kedua jenis biomineral lebih tinggi dibandingkan mineral mix, kecuali pada kandungan mineral Mn. Hal ini diduga karena mikroba rumen lebih banyak mengandung mineral mikro dibandingkan dengan mineral makro. Pilliang (2002) menyatakan bahwa mineral mikro dibutuhkan oleh tubuh ternak dalam jumlah yang sedikit, namun kekurangan mineral mikro dapat mempengaruhi kesehatan ternak.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Konsumsi Serat Kasar (SK) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi SK tidak dipengaruhi oleh perlakuan (Tabel 4). Konsumsi hijauan berkisar antara 2,53 sampai 2,54 kg/ekor/hari, sedangkan konsumsi SK dari konsentrat berkisar antara 1,93 sampai 2,52 kg/ekor/hari. Kandungan SK pada perlakuan mineral mix memiliki nilai 4,31% yang lebih besar dibandingkan dengan suplemen biomineral yang hanya 0,30% dan suplemen biomineral dienkapsulasi yang hanya 0,04%, namun hasil analisis pada konsumsi SK menunjukkan bahwa efek perlakuan tidak nyata. Hal ini disebabkan oleh taraf penggunaan suplemen mineral yang masih rendah. Konsumsi suplemen mineral berkisar antara 0,08 sampai 0,73 kg/ekor/hari. Tingginya konsumsi mineral pada perlakuan mineral mix diduga karena mineral mineral mix memiliki kandungan Ca yang tinggi.
19
Tabel 6. Konsumsi Serat Kasar (SK) Konsumsi SK
Perlakuan
R1 R2 R3 Hijauan (kg/e/h) 2,53 ± 0,39 2,53 ± 0,39 2,53 ± 0,40 Kosentrat (kg/e/h) 1,93 ± 0,41 2,52 ± 1,03 2,50 ± 1,02 Mineral (kg/e/h) 0±0 0,08±0,01 0,01±0,002 Total (kg/e/h) 4,460 ± 0,70 5,13 ± 1,18 5,04 ± 1,17 Total/BBM (kg/BBM/h) 0,064 ± 0,005 0,046 ± 0,006 0,070 ± 0,015 Keterangan : * Konsentrat merupakan campuran konsentrat dan ampas tahu
R4 2,54 ± 0,39 2,46 ± 1,08 0,73±0,445 5,73 ± 0,88 0,052 ± 0,009
Konsumsi Lemak Kasar (LK) Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat efek yang nyata dari perlakuan penggunaan suplemen mineral terhadap konsumsi LK dari hijauan, konsentrat, suplemen mineral, dan total konsumsi lemak kasar (Tabel 7). Konsumsi LK yang relatif lebih tinggi diperoleh dari konsentrat daripada dari hijauan.
Tabel 7. Konsumsi lemak kasar (LK) Konsumsi LK
Perlakuan
R1 R2 R3 R4 Hijauan (kg/e/h) 0,05 ± 0,02 0,05 ± 0,03 0,05 ± 0,04 0,05 ± 0,05 Kosentrat (kg/e/h) 0,20 ± 0,10 0,25 ± 0,11 0,25 ± 0,11 0,23 ± 0,10 Mineral (kg/e/h) 0±0 0,2851±0,04 0,2851±0,04 0,0796 ± 0,01 Total (kg/e/h) 0,248 ± 0,09 0,583 ± 0,10 0,583 ± 0,10 0,365 ± 0,08 Total/BBM (kg/BBM/h) 0,004±0,001 0,006±0,002 0,006 ±0,003 0,005±0,002 Keterangan : * Konsentrat merupakan campuran konsentrat dan ampas tahu
Demikian pula dengan penambahan biomineral tanpa proteksi dan biomineral dienkapsulasi yang mengakibatkan konsumsi lemak kasar yang relatif lebih tinggi daripada penggunaan mineral mix. Hal ini mengakibatkan konsumsi total lemak kasar yang relatif lebih tinggi pada sapi yang mengkonsumsi kedua jenis biomineral. Keadaan ini disebabkan kandungan lemak yang lebih tinggi di dalam konsentrat dan kedua jenis suplemen biomineral.
20
Pengaruh Perlakuan terhadap Komposisi Susu
Berat jenis Susu Berat jenis adalah berat suatu benda dibagi dengan dengan volumenya. Berat jenis susu menunjukkan imbangan komponen zat-zat pembentuk didalamnya, dan sangat dipengaruhi oleh kadar lemak susu. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa berat jenis susu tidak dipengaruhi oleh perlakuan suplemen mineral (Tabel 8). Berat jenis susu dari semua perlakuan sebesar 1,03. Menurut Walstra dan Jennes (1983), berat jenis susu biasanya bervariasi berkisar 1,027 sampai 1,033. Dengan demikian berat jenis susu dari ketiga perlakuan masih dalam kisaran yang diperoleh Walstra dan Jennes (1983).
Tabel 8. Rataan Berat Jenis dan Komposisi Susu Perlakuan
Komposisi R1
R2
R3
R4
BJ
1,03±0,002
1,03±0,003
1,03±0,002
1,03±0,002
Lemak Susu (%)
3,88±0,98
4,22±0,32
4,27±0,78
4,54±0,91
Protein Susu (%)
2,74±0,24
2,98±0,78
3,05±0,86
2,91±0,41
Total solid (%)
12,34±0,86
12,71±0,96
12,94±1,33
12,60±0,95
8,40±0,3
8,66±0,8
8,68±0,63
8,32±0,83
Solid Non Fat (%)
Keterangan : Hasil analisa Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah (2009)
Kadar Lemak Susu Menurut Adnan (1984), lemak susu merupakan penyusun yang penting dari susu karena mempunyai arti ekonomis yang penting. Selain itu, lemak juga mengandung nutrien lain yang penting seperti vitamin-vitamin dan asam-asam lemak esensial. Lemak juga memegang peran dalam rasa, bau, dan tekstur serta merupakan konstituen yang dapat mempengaruhi manusia. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak susu (Tabel 8). Hal ini berarti bahwa rata-rata kadar lemak susu relatif sama sehingga tidak mengakibatkan perubahan berat jenis. Percobaan yang dilakukan oleh Pipit (2009) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian suplemen terhadap produksi susu tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata produksi air susu yang dihasilkan relatif sama
21
jumlahnya sehingga kadar lemaknya juga tidak banyak berubah, karena kadar lemak air susu mempunyai hubungan yang erat terhadp jumlah produksi air susu. Apabila ditinjau dari kadar lemak susu yang diperoleh, ternyata masing – masing suplemen perlakuan telah memenuhi kadar lemak dari bangsa sapi FH seperti yang ditunjukkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu sebesar 3%. Dengan demikian, ketiga perlakuan suplemen dapat digunakan sebagai suplemen mineral karena dapat menghasilkan kadar lemak yang sama.
Kadar Protein Susu Secara umum protein susu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kasein dan whey. Harper dan Hall (1981) berpendapat bahwa kasein adalah suatu protein yang disintesa oleh kelenjar susu. Menurut Schmidt et al. (1988), kadar kasein dalam susu sebesar 2,9%. Varnam dan Sutherland (1994) menyatakan bahwa whey adalah jenis protein susu juga yang terdiri dari laktoglobulin dan laktalbumin, protease pepton dan sebagian kecil dari protein darah, serum albumin dan immunoglobulin. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian suplemen mineral tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein susu (Tabel 8).
Kadar
protein susu sebesar 2,98% (biomineral tanpa proteksi), 3,05% (biomineral dienkapsulasi), dan 2,91 % (mineral mix) dibandingkan dengan kontrol yang hanya 2,74 %. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan umur, bulan laktasi, dan pemberian ampas tahu yang berbeda.
Kadar Total Solid Susu Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa BK susu adalah bahan bukan air terdiri dari lemak, protein, laktosa dan abu serta komponen lainnya. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh secara nyata terhadap kadar total solid susu (Tabel 8). Hal ini dikarenakan perlakuan yang diberikan kepada ternak tidak mengakibatkan pengaruh yang nyata terhadap berat jenis dan kadar lemak susu.
22
Kadar Total Solid Non Fat Susu Bahan kering tanpa lemak adalah jumlah persentase semua komponen penyusun susu dikurangi kadar air dan kadar lemaknya (Bath et al., 1985). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), standar kadar BK tanpa lemak di dalam susu adalah 8%. Hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dari BK tanpa lemak pada susu. Pemberian kedua suplemen biomineral memberikan pertambahan sebesar 8,66% dan 8,68% bila dibandingkan dengan kontrol dan pemberian suplemen mineral mix hanya sebesar 8,40% dan 8,32% (Tabel 8).
Korelasi Konsumsi (BK, TDN, PK, SK, LK), BB Sapi, Kadar Total Solid, Solid Non Fat, Pertambahan Bobot Badan (PBB), Produksi Susu 4% FCM, dan Lemak Susu
Untuk mengetahui hubungan korelasi antara konsumsi (BK, TDN, PK, SK, LK), bobot badan sapi, kadar total solid, solid non fat dalam susu, pertambahan bobot badan (PBB) sapi, produksi susu 4% FCM, dan lemak susu dibuat korelasi antar variabel tersebut. Koefisien korelasi antar variabel dapat dilihat pada Tabel 9. Konsumsi BK berkorelasi positif dan sangat nyata (P < 0,01) terhadap konsumsi TDN, PK, SK, dan LK. Semakin tinggi kosumsi BK maka konsumsi TDN, PK, SK, dan LK akan semakin tinggi pula. Begitu pula dengan konsumsi PK dan LK berkorelasi positif dengan konsumsi TDN, berarti konsumsi PK dan LK akan mempengaruhi konsumsi energi pada ternak. Kadar solid non fat dalam susu berkorelasi negatif dengan konsumsi BK, TDN, PK, SK, dan LK. Semakin tinggi konsumsi BK, TDN , PK, SK, dan LK pada pakan maka kadar solid non fat dalam susu akan menurun. Sedangkan kadar protein susu berbanding positif dengan kadar solid non
fat dalam susu dengan
hasil
koefisien korelasi menunjukkan hasil yang sangat nyata (P < 0,01). Hasil ini memperlihatkan bahwa penurunan dalam kadar solid non fat susu juga dapat menurunkan kadar protein susu. Bobot badan (BB) sapi berkorelasi positif dengan produksi susu 4% FCM, semakin tinggi BB sapi maka produksi susu 4% FCM akan semakin tinggi pula. Pertambahan bobot badan (PBB) sapi berbanding lurus dengan solid non fat dalam susu dengan koefisien korelasi (P < 0,01). Zat makanan yang dikonsumsi akan digunakan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, PBB dan produksi
23
susu. Jumlah zat makanan yang dikonsumsi sapi perah juga diharapkan dapat dikonversi menjadi air susu yang banyak, karena susu merupakan produk utama dalam peternakan sapi perah.
24
Tabel 9. Korelasi Konsumsi (BK, TDN, PK, SK, LK), BB Sapi, Kadar Total Solid, Solid Non Fat, Pertambahan Bobot Badan (PBB), Produksi Susu 4% FCM, dan Lemak Susu Konsumsi BB Protein Total Solid Non 4%FC Susu Solid BK TDN PK SK LK Sapi 1 0,869** 1 0,924** 0,950** 1 0,840** 0,598* 0,643** 1 1,000** 0,869** 0,924** 0,839** 1 api 0,066 -0,045 -0,026 0,253 0,066 1 in Susu -0,263 -0,248 -0,117 -0,368 -0,263 0,168 1 Solid -0,213 -0,207 -0,182 -0,167 -0,213* 0,444 0,668** 1 Non Fat -0,602* -0,622* -0,538* -0,582* -0,602* 0,213 0,812** 0,715 1 -0,576* -0,426 -0,456 -0,593* -0,576* 0,215 0,336 0,162 0,531* 1 Susu CM -0,193 -0,474 -0,441 0,254 -0,193 0,514* -0,161 0,059 0,029 -0,050 1 ak Susu 0,411 0,420 0,404 0,407 0,411 0,294 0,129 0,575 -0,124 -0,453 -0,037
gan :
* **
= Nyata (P < 0,05) = Sangat Nyata (P < 0,01)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pemberian ketiga suplemen tidak mengakibatkan perbedaan dalam konsumsi serat kasar dan lemak kasar maupun terhadap berat jenis susu dan komposisi susu; hasil ini dipengaruhi oleh perbedaan umur, bulan laktasi, cara pemerahan, calving interval, pemberian pakan, komposisi zat makanan dan kandungan mineral. Ketiga suplemen belum dapat meningkatkan performa sapi perah; namun, suplemen biomineral mempunyai potensi sebagai suplemen mineral dengan kandungan mineral mikro yang lebih kaya daripada mineral makro; dan imbangan mineral makro Ca : P sebesar 1 : 1. Selain itu penggunaan biomineral dapat menambahkan ketersediaan protein dan energi.
Saran Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperbaiki kandungan dan komposisi zat makanan terutama kandungan dan zat mineral makro dan mikro di dalam suplemen biomineral agar lebih seimbang sehingga dapat meningkatkan konsumsi dan penggunaan zat makanan serta komposisi susu yang dihasilkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1986. Hijuan Makanan Ternak : Potong, Kerja dan Perah. Yogyakarta.
Adnan, Mochamad. 1984. Aktifitas Liposigenase Pada Ekstra Air Kacang Tanah Protein tinggi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A Tucker., & R. D. Appleman. 1985. Dairy Cattle Principles, Practices, Problems, Profit. 5th Edition. Lea and Febriger. Philadelphia.
Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar, Jakarta.
Chaerani, L. 2004. Pemberian ransum suplemen yang mengandung ikatan ampas tahu dengan seng dan tembaga untuk meningkatkan produksi susu sapi perah di Pangalengan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fardiaz, S. 1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. IPB Press. Bogor.
Foley, R. C., D. L. Bath, F. N. Dickinson & H. M. Tucker. 1972. Dairy Cattle, Principle, Practicer, Problems, Profits. Lea Febiger. Philedelphia.
Georgievskii, V. L, B. N. Annenkov & V. T. Samokhin. 1982. Mineral Nutrition of Animals First. Ed Butterworths. London.
Handayanta, E. 2000. Pengaruh Imbangan Hijauan : Konsentrat Dalam Ransum terhadap Kinerja Sapi Jantan PFH. Buletin Peternakan 24 (4) : 157:163
Henderson, W. J. 1971. The Fluid Milk Industry. Conn. AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut.
Marth, E. H. 1983. Fermentation. In : B. H. Webb, A. H. Johnson and J. A. Alford (eds). Fundamental of Dairy Chemistry. The AVI Publishing Coo. Inc., Connecticut.
McDonald, P., R. A. Edward., J. F. D. Greehalgh, & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. Fifth Edition. Longman Scientific and Technical, Inc. New York.
Muchtadi., T. R., & Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. NRC. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 7th Edition. National Academic of Science. Washington D. C.
Nurtama, B. & Sugiyono. 1992. Teknologi Pengolahan Susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ørskov, E. R. 1988. Word Animals Science. Elsevier Science Publisher B. V.. New York.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press. Jakarta
Pipit. 2009. Respon Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Terhadap Pemberian Suplemen Biomineral Dienkapsulasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Piliang, W. G., 2002. Nutrisi Mineral. Edisi Kelima. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Schmidt, G. H, L. D. Van Vleck, & M. F. Hutjend. 1988. Principles of Dairy Science. Prentice Hall. Englewoods Cliffs. New Jersey.
Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudono, A., R. F. Rosdiana, & B. S. Setiawan 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Suganda. 2009. Performa sapi jantan friesian-holstein lepas sapih yang diberi ransum mengandung suplemen biomineral isi rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryahadi, B. Bakrie, Amrullah, B. V Lotulong, & R. Laside. 2003. Kajian tehnik suplementasi terpadu untuk meningkatkan produksi dan kualitas susu sapi perah di DKI Jakarta. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
Suryahadi & A. S. Tjakradidjaja. 2009. Dairy Cattle Nutrition in Indonesia Problems and Solution. A paper presented in International Conference of Dairy Cattle Production. Faculty of Animal Science. University of Andalas. Padang. 2-3 June 2009. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryahadi & T. Sutardi. 1984. Evaluasi status mineral ternak untuk kelestarian produktivitas ternak di daerah pengembangan peternakan. Jurusan Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Tjakradidjaja, A. S., B. Bakrie, & Suryahadi. 2007. Aplikasi teknik enkapsulasi dalam pembuatan suplemen biomineral sebagai stimulan produksi susu. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
29
Toharmat, T., & T. Sutardi. 1985. Kebutuhan Mineral Makro untuk Produksi Susu pada Sapi Perah Laktasi Dihubungkan dengan Kondisi Faalnya. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Underwood, E. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. Commonwealth Agricultural Bureaux. London.
Varman, A. H., & J. P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products, Technology Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall. London.
Walstra, P., & R. Jenness. 1984. Dairy Chemistry and Physics. John Willey and Sons.
30
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah, rahmat dan karunia Allah SWT sehingga hanya atas ridho-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA sebagai dosen pembimbing utama dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. sebagai dosen pembimbing anggota yang dengan sabar membimbingan dan mengarahkan selama penelitian hingga penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amiroenas, MS, M.Sc. selaku dosen pembahas seminar dan Dr. Despal, S.Pt, M.Sc. Agr serta Ir. Lusia Cyrilla ENSD, M.Si selaku dosen penguji sidang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para peternak sapi perah yang ada di KUNAK (Pak Sagimin dan keluarga, Pak H Tukamir, Pak Iwan, Pak Agung, Pak Asep dan Pak Tanto) atas kesempatan, kepercayaan dan bantuan untuk melaksanakan penelitian ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman satu tim penelitian Pipit atas kerjasama dan perjuangan dalam melaksanakan penelitian ini, terutama untuk Yati Maryati terima kasih atas dorongan dan kasih sayang kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabat- sahabat terdekat (Retno, Joko, Titis, Aldo, Lia, Yuvi, Nadia, Drucella dan Gege) yang telah meluangkan waktunya untuk membantu pelaksanaan penelitian mulai dari persiapan hingga penelitian selesai. Rasa terima kasih disampaikan kepada seluruh teman dan sahabat di IPB terutama teman-teman INTP angkatan 42 atas persaudaraan dan kebersamaan ini. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Ibunda Yuke Yudiana dan Ayahanda Dikdik Turdika serta keluarga atas dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis. Bogor, September 2012
Penulis
27
LAMPIRAN
Lampiran 1. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Hijauan SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK 0,00015 1,8509 0,00105 1,85
KT 5E-05 0,616966667 0,000116667
Fhit
F0,05 3,86 3,86
F0,01 6,99 6,99
Lampiran 2. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Kosentrat SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK 0,9540 7,2619 3,0544 11,27
KT 0,3180 2,4206 0,3394
Fhit 0,937 7,133
F0,05 3,86 3,86
F0,01 6,99 6,99
Lampiran 3. ANOVA Konsumsi Serat Kasar Total SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK
KT 3,223 9,383 2,733 15,340
Fhit 1,074 3,128 0,304
F0,05 F0,01 3,538 3,86 6,99 10,298 3,86 6,99
Lampiran 4. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Hijauan SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK
KT 0,001 0,01 0,08 0,09
Fhit 0,000 0,00 0,01
F0,05 F0,01 0,04 3,86 6,99 0,36 3,86 6,99
Lampiran 5. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Kosentrat SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK KT Fhit F0,05 F0,01 0,006719 0,00224 0,80 3,86 6,99 0,104419 0,03481 12,45 3,86 6,99 0,025156 0,00280 0,136
32
Lampiran 6. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar Total SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK KT Fhit F0,05 F0,01 0,33324 0,1111 28,211 3,86 6,99 0,07543 0,0251 6,3857 3,86 6,99 0,035437 0,0039 0,4441
Lampiran 7. ANOVA Konsumsi Serat Kasar (g/kg BBM) SK db Perlakuan 3 Kelompok 3 Error 9 Total 15
JK
KT 0,002 0,001 0,0004 0,003
Fhit F0,05 F0,01 0,001 15,000 3,863 6,992 0,00033 7,500 3,287 5,417 0,000044
Lampiran 8. ANOVA Konsumsi Lemak Kasar (g/kg BBM) SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK 0,000010 0,000043 0,000005 0,000059
KT Fhit F0,05 F0,01 0,0000034 5,726 3,863 6,992 0,0000145 24,697 3,287 5,417 0,0000006
Lampiran 9. ANOVA Berat Jenis Susu SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK 0,000010 0,000043 0,000005 0,000059
KT Fhit 0,0000034 5,726 0,0000145 24,697 0,0000006
F0,05 3,863 3,287
F0,01 6,992 5,417
Lampiran 10. ANOVA Protein Susu SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK
KT 0,11 3,2 0,86 4,17
Fhit 0,037 1,067 0,096
F0,05 F0,01 0,384 3,86 6,99 11,163 3,86 6,99
Lampiran 11. ANOVA Lemak Susu SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK
KT 0,88 2,11 5,38 8,37
Fhit 0,29 0,70 0,60
F0,05 F0,01 0,49 3,86 6,99 1,18 3,86 6,99
33
Lampiran 12, ANOVA Total Solid Susu SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK
KT 0,74 4,42 8,57 13,73
Fhit 0,25 1,47 0,95
F0,05 F0,01 0,26 3,86 6,99 1,55 3,86 6,99
Lampiran 13, ANOVA Konsumsi Total Solid Non Fat Susu Susu SK Perlakuan Kelompok Error Total
db 3 3 9 15
JK
KT 0,4 4,49 1 5,89
Fhit 0,13 1,50 0,11
F0,05 F0,01 1,2 3,86 6,99 13,47 3,86 6,99
34