KANDUNGAN SERAT KASAR, LEMAK KASAR DAN BETN TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI FUNGI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh WARDAYANTI I 111 11 314
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 i
KANDUNGAN SERAT KASAR, LEMAK KASAR DAN BETN TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI FUNGI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh WARDAYANTI I 111 11 314
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 ii
PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Wardayanti
Nim
: I111 11 314
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 21 Mei 2015
Wardayanti
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb Alhamdulillah segala puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta keluarganya, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidah-Nya ,sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN Tongkol Jagung yang Diinokulasi Fungi Trichoderma Sp. pada Lama Inkubasi yang Berbeda”. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua saya Ayahanda Ambo Nai dan ibunda Rosmiah, serta saudaraku Kak Agus, Kak Wilda, Uni, Wandi dan Aqilah yang selama ini banyak memberikan doa, semangat, kasih sayang, saran dan dorongan kepada penulis. Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati penulis juga menyampaikan terimah kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggitingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. 2.
Prof. Dr. drh. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Pembantu Dekan I Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
v
3. Ucapan terima kasih disampaikan dengan hormat kepada Dr. Ir. Hj. Rohmiyatul Islamiyati, MP selaku pembimbing utama serta selaku penasehat akademik dan Dr. Ir. Harfiah, S,Pt. MP selaku pembimbing anggota yang penuh ketulusan dan keikhlasan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, arahan, serta koreksi dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak ibu dosen, staf pegawai Fakultas Peternakan yang banyak memberikan pengetahuan, arahan, dan bimbingan selama dalam bangku perkuliahan. 5. Keluarga Besar “SOLANDEVEN” kalian merupakan teman, sahabat bahkan saudara, terima kasih atas indahnya kebersamaan dalam bingkai kampus ini. 6. Buat teman-teman yang selama hampir 4 tahun bersama-sama Asriani D., Utami L.S, Fitrawati, Kartika, Busrayana, Rasnah, May Rismi Anisa, Nurannisa Firti, Tirta, Sri Wahyuni Hakim dan Mas’ud Raijhul Fajri. 7. Terkhusus buat Yatti Dwi Ariyanti S selama ini menjadi teman terbaik dan sekaligus menjadi rekan penelitian, terima kasih bantuan dan kerja samanya. Penulis menyadari meskipun dalam penyelesaian tulisan skripsi ini masih perlu masukan dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun agar penulisan berikutnya senantiasa lebih baik lagi. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih dan menitip harapan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya robbal alamin. Makassar, 21 Mei 2015
WARDAYANTI
vi
RINGKASAN WARDAYANTI (I 111 11 314) Kandungan serat kasar, lemak kasar dan BETN tongkol jagung yang diinokulasi fungi Trichoderma sp. pada inkubasi yang berbeda. Dibawah Bimbingan ROHMIYATUL ISLAMIYATI sebagai Pembimbing Utama dan HARFIAH sebagai Pembimbing Anggota. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama inkubasi tongkol jagung yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. terhadap kualitas nutrisi serat kasar, lemak kasar, dan BETN tongkol jagung dengan masa inkubasi yang berbeda. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan yaitu P0 (Tongkol jagung tanpa inokulasi (kontrol)), P1 (Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 1 minggu), P2 (Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 2 minggu), P3 (Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3 minggu). Analisis ragam menunjukkan bahwa berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan serat kasar, lemak kasar, tapi tidak berpengaruh nyata (P>0.01) terhadap kandungan BETN tongkol jagung. Disimpulkan bahwa inokulasi pada tongkol jagung dapat menurunkan kandungan serat kasar dan lemak kasar pada tongkol jagung, tetapi ada kecenderungan meningkatkan kandungan BETN pada tongkol jagung. Lama inkubasi yang baik pada inokulasi tongkol jagung dengan fungi Trichoderma sp. yaitu pada minggu ke-2.
Kata Kunci : Inkubasi, Tongkol Jagung, Kandungan Nutrisi dan Trichoderma sp.
vii
ABSTRAC WARDAYANTI (I 111 11 314) Nutritional quality of crude fiber, crude fat, and BETN corncobs with different incubation periods. Under Direction ROHMIYATUL ISLAMIYATI as Main Supervisor and HARFIAH as Cosupervisor. This study aims to determine the long incubation corn cob inoculated with the fungus Trichoderma sp. on the nutritional quality of crude fiber, crude fat, and BETN corncobs with different incubation periods. The design used was a complete randomized design (CRD) which consists of 4 treatments and 4 replicates is P0 (corn cobs without inoculation (control)), P1 (corncobs + 5% Trichoderma sp., The incubation time 1 week), P2 (corncobs + 5% Trichoderma sp. with incubation time 2 weeks), P3 (corncobs + 5% Trichoderma sp. with incubation time 3 weeks). Analysis of variance showed that it was highly significant (P <0.01) on the content of crude fiber, crude fat, but not significant (P> 0.01) in to the content BETN corncobs. It was concluded that inoculation of corn cobs can reduce the content of crude fiber and crude fat in corn cobs, but there is a tendency to increase the content of BETN on corn cobs. Long incubation good on corn cob inoculation with the fungus Trichoderma sp. is on the 2nd week.
Key words: Incubation, corncobs, nutrition contents and Trichoderma sp.
viii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI . ...........................................................................................
Halaman viii
DAFTAR TABEL . ...................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR. ................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN. .............................................................................
xi
PENDAHULUAN. ....................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA. ...........................................................................
3
Gambaran Umum Jagung (Zea mays) . .......................................... Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Pakan Ternak. ................... Fungi.. ............................................................................................ Fungi Trichoderma sp .................................................................... Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN ........................
3 5 7 9 14
MATERI DAN METODE PENELITIAN. ................................................
16
Waktu dan Tempat . ....................................................................... Materi Penelitian . .......................................................................... Pelaksanaan Penelitian .................................................................. Parameter yang Diukur . ................................................................. Analisis Data . ................................................................................
16 16 16 17 20
HASIL DAN PEMBAHASAN. .................................................................
21
Kondisi Fisik Tongkol Jagung. ...................................................... Kandungan Nutrisi Tongkol Jagung yang Diinokulasi fungi Trichoderma sp.. ............................................................................
21
KESIMPULAN DAN SARAN. .................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA . ..............................................................................
31
LAMPIRAN. ..............................................................................................
34
DAFTAR RIWAYAT HIDUP. ..................................................................
46
24
ix
DAFTAR TABEL No.
Halaman Teks
1. Luas Panen dan Produksi Jagung di Sulsel . ........................................
4
2. Komposisi Tongkol Jagung. ................................................................
6
3. Hasil Pengamatan Warna, Bau dan Tekstur Tongkol jagung yang Dinokolasi Trichoderma sp.pada Lama Inkubasi yang Berbeda.. .......
21
4. Kandungan Nutrisi Tongkol Jagung Yang Dinokolasi Trichoderma sp. Pada Lama Inkubasi yang Berbeda. ...............................................
24
x
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman Teks
1. Fungi Trichoderma sp. .........................................................................
. 12
2. Hifa dan Spora Jamur Trichoderma sp. ...............................................
12
3. Tongkol Jagung Tanpa Menggunakan Trichoderma sp.......................
22
4. Tongkol Jagung yang Diinkubasi I Minggu Trichoderma sp. .............
23
5. Tongkol Jagung yang Diinkubasi 2 Minggu Trichoderma sp. ............
23
6. Tongkol Jagung yang Diinkubasi 3 Minggu Trichoderma sp .............
23
7. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung. ...................................................................................
25
8. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Lemak Kasar Tongkol Jagung. ...................................................................................
27
xi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman Teks
1. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda………...
34
2. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda. ..............
36
3. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda. ..............
38
4. Denah Penelitian Trichoderma sp. .......................................................
39
5. Hasil Analisa Bahan. ............................................................................
40
6. Dokumentasi. .......................................................................................
41
xii
PENDAHULUAN Ternak ruminansia sangat tergantung pada pakan hijauan. Jumlah produksi hijauan sangat berlimpah pada musim hujan, tetapi terjadi kekurangan saat musim kemarau. Salah satu permasalahan utama dalam pengembangan produksi ternak yang ada di Indonesia adalah sulitnya memenuhi ketersediaan pakan secara berkesinambungan baik kualitas maupun kuantitasnya. Usaha untuk
mencari
bahan pakan yang murah tetapi mempunyai nilai gizi yang baik, yaitu menggunakan teknologi yang tepat dalam pemanfaatannya guna membantu penyediaan pakan yang mulai menipis (Noviati, 2002). Faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha peternakan adalah penyediaan pakan. Salah satu penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah dengan pemanfaatan pakan sisa
hasil
pertanian,
perkebunan
maupun
agroindustri. Salah satu sisa tanaman pangan dan perkebunan yang mempunyai potensi cukup besar adalah tongkol jagung. Hasil sisa tanaman pertanian yang cukup melimpah tetapi masih jarang digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah tongkol jagung. Tongkol jagung sangat melimpah di daerah-daerah sentra pertanian, terutama pada saat musim panen. Selama ini limbah tongkol jagung belum dimanfaatkan untuk pakan, hanya di bakar dan dibuang begitu saja di
pinggir
jalan
dan menumpuk menjadi
sampah
yang mengganggu
pemandangan. Untuk meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung maka dilakukan suatu
proses
pengolahan secara biologis yaitu dengan memanfaatkan fungi
pendegradasi serat. Salah satu cara pengolahan biologi yang baik dilakukan
1
yaitu proses fermentasi dengan menggunakan fungi Trichoderma sp. Inokulasi fungi Trichoderma sp. pada tongkol jagung diharapkan dapat menurunkan serat kasar, lemak kasar, dan meningkatkan BETN pada tongkol jagung agar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama inkubasi tongkol jagung yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. terhadap kualitas nutrisi serat kasar, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tongkol jagung dengan lama inkubasi yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang kandungan serat kasar, lemak kasar dan BETN tongkol jagung yang diinokulasikan fungi Trichoderma sp. dengan lama inkubasi yang berbeda.
2
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Jagung (Zea mays) Jagung merupakan komoditas tanaman pangan strategis nasional yang dikembangkan secara intensif melalui program dan kegiatan pembangunan nasional. Peningkatan produksi jagung dari tahun 2005 sampai tahun 2009 yaitu dari 12 juta ton menjadi 19,44 juta ton. Peningkatan produksi jagung pipil ini menyebabkan peningkatan juga pada hasil samping dalam bentuk tongkol jagung. Tongkol jagung ini sangat potensial dikembangkan untuk pakan ternak ruminansia, tetapi hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak disebabkan oleh kualitasnya yang relatif rendah seperti
pada
limbah
pertanian
lainnya.
Tongkol
jagung
ini
mempunyai kadar protein yang rendah (4,64 %), dengan kadar lignin (15.8%) dan selulosa yang tinggi (Suhartanto dkk., 2003). Jagung merupakan salah satu komoditas serealia yang berpeluang untuk dikembangkan karena perannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Hampir semua bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan batang dan daun tanaman yang masih muda dapat digunakan
sebagai
pakan
ternak,
tanaman
yang
telah
dipanen dapat
digunakan untuk pembuatan pakan atau pupuk organik. Kandungan selulosa tongkol jagung memiliki komponen serat yang cukup tinggi yang dapat dicerna sehingga dapat menyediakan energi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen. Namun, karena rendahnya kandungan protein dan tingginya kadar lignin menyebabkan selulosa menjadi tidak tersedia untuk
3
difermentasi
di
dalam
rumen
akibatnya kecernaannya
menjadi
rendah.
(Yulistiani dkk., 2012). Tanaman Jagung setiap kali panen akan menghasilkan limbah sebagai hasil sampingan. Potensi tanaman jagung di Sulawesi Selatan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2014 Kabupaten/Kota
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Kepulauan Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo
3.010 33.011 27.012 47.663 4.757 43.001 7.609 4.193 856 1.338 43.606 8.753 10.035 16.613 13.521 12.423 2.308 2.768 16.132 3.860 59 15 170 665
5.510 135.758 144.035 201.446 21.579 213.186 28.070 14.386 4.571 4.980 148.293 47.377 25.902 90.333 81.733 59.109 5.781 19.325 67.562 19.694 302 20 310 3.779
Sulawesi Selatan 2013 2012 2011
274.046 325.329 297.126
1.250.202 1.515.329 1.420.154
Sumber : BPS Sulawesi Selatan (2014)
4
Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Pakan Ternak Tongkol jagung adalah hasil ikutan dari tanaman jagung yang telah diambil bijinya dan merupakan limbah padat. Tongkol jagung adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya sehingga diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol (Rohaeni dkk. 2006b). Tongkol jagung berpotensi untuk dijadikan sebagai pakan ternak alternatif karena mudah didapat dan ketersediaannya cukup, tetapi selama ini tongkol jagung selalu dibuang atau dibakar tidak dimanfaatkan. Kandungan zat makanan tongkol jagung berdasarkan persentase bahan kering 88,48%, terdiri dari bahan lemak 2,38%, serat kasar 46,90%, protein kasar 4,6%, BETN 33,36% dan abu l,23% (Yulistiani, dkk., 2010). Faktor pembatas dari limbah tanaman sebagai pakan adalah protein yang rendah dan sudah terjadi lignifikasi lanjut sehingga selulosa terikat oleh lignin. Lignifikasi meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Selulosa dan hemiselulosa merupakan karbohihrat struktural penyusun utama dinding sel tanaman, dan sering berikatan dengan lignin dalam bentuk kristal lignoselulosa. Lignoselulosa merupakan kompenen utama tanaman dan terdapat pada dinding sel. Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena monomer glukosanya dihubungkan dengan ikatan B-(1.4) (Rasjid, 2012). Kecernaan limbah pertanian yang rendah disebabkan keberadaan lignin yang bertindak sebagai penghalang proses perombakan polisakarida dinding sel oleh mikroba rumen. Karakteristik umum beberapa jenis pakan asal limbah dicirikan
5
oleh kandungan protein yang rendah, serat yang tinggi dan mineral yang tidak seimbang. Kondisi tersebut menyebabkan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan tidak mampu memenuhi kecukupan nutrisi untuk produksi dan hanya sebagai pakan basal saja (Harfiah, 2010). Tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia yang merupakan bahan pakan kasar berkualitas rendah. Kandungan nutrisi tongkol jagung meliputi kadar air (29,54 %) , bahan kering (70,45 %), protein kasar (2,67%) dan serat kasar (46,52 %) dalam 100% bahan kering (BK) (Wardhani dan Musofie, 1991). Peningkatan kualitas nutrisi pada tongkol jagung melalui pengurangan ukuran partikel dan fermentasi secara nyata dapat meningkatkan protein kasar, namun tidak mampu memperbaiki nilai nutrisi pada serat kasar maupun pada total digestible nutrients (TDN). Tabel 2. Komposisi Tongkol Jagung Komponen
Komposisi (%)
Air Abu Hemiselulosa Selulosa Lignin Pektin Pati Sumber : Lorenz and Kulp (1991)
9,6 1,5 36,0 41,0 6,0 3,0 0,014
Kandungan selulosa yang cukup tinggi dari tongkol jagung (Tabel 2) yaitu 41% memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai substrat dalam produksi enzim selulase. Beberapa fungi dapat menghasilkan enzim selulase seperti : Humicola, Penicillium, Fusarium, Aspergillus dan Trichoderma. Trichoderma
6
ressei
adalah
fungi yang
menghasilkan selulase
yang
tinggi sehingga
diproduksi secara komersial (Sukumaran dkk., 2005). Fungi Fungi adalah heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan (absorpsi). Dalam cara ini, fungi akan mencerna makanan diluar tubuhnya dengan cara mensekresikan enzim-enzim hidrolitik kedalam makanan tersebut. Enzimenzim itu akan menguraikan molekul kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh fungi. Jamur merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zatzat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa. Bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan. Oleh kerena itu, jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik, yaitu tanaman yang kehidupannya tergantung pada organisme lain (Susanti, 2006). Kurva Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang semakin besar atau subtansi atau masssa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak, pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri. Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan tidak dapat dibalik kejadiannya. Kurva pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas 7
empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk menentukan waktu generasi (Dinda, 2012). Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan, yaitu (Dinda, 2012): 1. Fase adaptasi Fase adaptasi merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri (adaptasi), sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel bahkan kadang-kadang jumlah sel menurun. 2. Fase pertumbuhan awal Tidak ada pertambahan populasi. Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya dan substansi intraseluluer bertambah. 3. Fase cepat (logaritmik) Fase cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat teramati ciri-ciri sel yang aktif. Waktu generasi pada setiap bakteri dapat ditentukan pada fase cepat ini. Pada fase tersebut dapat terlihat beberapa sel mulai membelah, yang lainnya setengah membelah, dan yang lainnya lagi selesai membelah. 4. Fase statis Pada fase statis pembiakan mulai berkurang dan beberapa sel mati. Apabila laju pembiakan sama dengan laju kematian, maka secara keseluruhan jumlah sel tetap konstan. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya nutrien
8
ataupun terbentuknya produk metabolisme yang cenderung menumpuk mungkin menjadi racun bagi bakteri yang bersangkutan. 5. Fase kematian Fase kematian merupakan fase dimana proses pembiakan telah berhenti. Selselnya sudah mati, yang kemudian akan diikuti dengan proses lisis. Apabila laju kematian melampaui laju pembiakan, maka jumlah sel sebenarnya menurun. Fungi Trichoderma sp. Fungi adalah organisme heterotrofik, yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Trichoderma sp. yang hidup dari benda organik mati yang terlarut disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana, yang kemudian
dikembalikan
kedalam
tanah
dan
selanjutnya
meningkatkan
kesuburannya (Pelczar dan Reid, 1974). Trichoderma sp. merupakan fungi yang termasuk kelas Ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma sp. banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma sp. berbeda-beda setiap spesiesnya. Ada beberapa spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah ada pula yang tumbuh pada temperatur cukup tinggi, kisarannya sekitar 7 °C – 41 °C. Trichoderma sp. yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30 °C. Perbedaan
suhu
mempengaruhi
produksi
beberapa
enzim
seperti
karboksimetilselulase dan xilanase (Samuel, 2010).
9
Klasifikasi fungi Trichoderma sp. menurut Niken (2009), adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi Divisio
: Amastigomycota
Subdiviso : Deuteromycotina Kelass
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Famili
: Moniliaceae
Genus
: Trichoderma
Species
: Trichoderma sp.
Koloni dari fungi Trichoderma sp. berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Susunan sel fungi Trichoderma sp. bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma sp. dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi. Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih bersih, dan bermiselium kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan (Wulan, 2012). Trichoderma sp. merupakan cendawan antagonis yang banyak terdapat di tanah dan digunakan untuk mengendalikan patogen tanah. Trichoderma sp. dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenis-jenis cendawan fitopatogen. Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan yang memiliki aktifitas antifugal
10
yang tinggi. Trichoderma sp. juga dapat membantu pertumbuhan tanaman, serta memiliki kisaran penghambatan yang luas karena dapat menghambat berbagai jenis fungi (Nurahmi, 2012). Trichoderma sp. memproduksi metabolit seperti asam sitrat, etanol dan berbagai enzim seperti urease, selulase, glukanase dan kitinase. Hasil metabolit ini mempengaruhi kandungan nutrisi yang terdapat dalam media. Trichoderma sp. dapat memproduksi beberapa pigmen yang bervariasi pada media tertentu seperti pigmen ungu yang dihasilkan pada media yang mengandung amonium oksalat, dan pigmen jingga yang dihasilkan pada media yang mengandung gelatin atau glukosa, serta pigmen merah pada medium cair yang mengandung glisin dan urea. Trichoderma sp. memproduksi protein kitinolitik dan enzim kitinase. Enzim ini berguna untuk meningkatkan efisiensi aktivitas biokontrol terhadap patogen yang mengandung kitin (Hardjo, dkk. 1989). Fungi Trichoderma sp. merupakan salah satu agen antagonis yang bersifat saprofit dan bersifat parasit terhadap jamur lain. Trichoderma sp. memiliki konidiofor bercabang cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru. Trichoderma sp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid tunggal dan berkelompok. Koloni jamur Trichoderma sp. pada media biakan PDA tumbuh dengan cepat pada suhu 25oC-30oC. fungi ini awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijauhijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi
11
miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau sedangkan bagian bawahnya tidak berwarna (Niken, 2009). Trichoderma sp. adalah salah satu fungi yang tersebar luas dan hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Fungi ini tumbuh pada kisaran suhu optimal 22-30°C. Kelembaban yang dibutuhkan berkisar antara 80-90%. Pada media Potato Dextrose Agar (PDA) akan terlihat koloni yang khas seperti obat nyamuk bakar dan jika diamati secara mikroskopis terlihat hifa dan konidiaspora berbentuk seperti buah anggur. Mekanisme
kerja
jamur
Trichoderma sp. sebagai agen pengendalian hayati adalah antagonis terhadap jamur lain (Ismail, 2011).
Trichoderma sp. (Data Hasil Penelitian, 2015
Hifa dan Spora fungi Trichoderma sp. (Volk, 2004)
Ciri morfologi fungi Trichoderma sp. yaitu koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Trichoderma sp. mempunyai konidiofora bercabang banyak, ujung
12
percabangannya merupakan sterigma, membentuk konidia bulat bulat atau oval, berwarna hijau terang, dan berbentuk bola-bola berlendir (Fardiaz, 1989). Susunan sel fungi Trichoderma sp. bersel banyak membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada fungi ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora karena sifat inilah Trichoderma sp. dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi. Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih berseri, dan bermiseli kusam dan setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan (Niken, 2009). Dalam proses inokulasi, fungi mengubah senyawa-senyawa yang ada di dalam substrat untuk pertumbuhan dan pembentukan protein, sehingga produksi yang terinokulasi tersebut merupakan bahan pakan dengan kandungan protein yang lebih tinggi. Selain itu terjadi pula perombakan senyawa-senyawa yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh ternak. Perombakan ini terjadi karena proses fermentasi, fungi memproduksi enzim yang melakukan perombakan terhadap senyawa-senyawa kompleks. Keuntungan ganda diperoleh dari inokulasi limbah dengan fungi Trichoderma sp. yaitu kandungan protein meningkat dan enzim yang diproduksi fungi membantu dalam kecernaan bahan (Rukhmani, 2005).
13
Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Serat kasar yang terdapat dalam pakan sebagian besar tidak dapat dicerna pada ternak non ruminansia namun digunakan secara luas pada ternak ruminansia. Sebagian besar berasal dari sel dinding tananam dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Metode pengukuran kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana. Langkah
pertama
metode
pengukuran
kandungan
serat
kasar
adalah
menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar. Serat kasar merupakan ukuran yang cukup baik dalam menentukan serat dalam sampel. Pada ternak non ruminansia, fraksi ini sangat terbatas nilai nutrisinya sehingga pengukuran serat kasar hanya merupakan pedoman proporsional dalam pakan yang digunakan oleh ternak (Suparjo, 2010). Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air, namun larut dalam pelarut organik. Pelarut yang umum digunakan untuk mengukur kadar lemak adalah heksana, dietil eter dan proteleum eter (Sudarmaji, dkk 1996). Analisis kadar lemak kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar lemak bahan baku pakan (Murtidjo,1987). Kadar lemak dalam analisis proksimat ditentukan dengan mengekstraksikan bahan pakan dalam pelarut organik. Zat lemak terdiri dari karbon, oksigen dan hidrogen. Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini
14
bukan lemak murni akan tetapi campuran dari berbagai zat yang terdiri dari klorofil, xantofil, karoten dan lain-lain (Anggorodi, 1994). Zat-zat nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K juga terhitung sebagai lemak kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa kasar seperti klorofil atau xanthophil (Kamal,1994). Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) didapat dari 100 dikurangi jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994).
15
MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 - Februari 2015, yang bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ruminansia dan di Laboratorium Kimia Pakan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, talenan, timbangan, oven, dan seperangkat alat untuk analisa kandungan serat kasar, lemak kasar dan BETN. Bahan-bahan yang digunakan adalah tongkol jagung, Trichoderma sp., kertas label, air, dan kantong plastik bening. Pelaksaan Penelitian Pelaksaan Penelitian Tahap I Pembuatan dan Perbanyakan Starter Trichoderma sp. Jagung sebanyak 1 kg direndam di air selama 24 jam. Selanjutnya ditiriskan dan dimasukkan pada kantong tahan panas sebanyak 15 kantong kemudian diatoclave pada suhu 121o C selama 20 menit. Setelah dingin setiap kantong dimasukkan setengah cawan petri biakan murni Trichoderma sp., diratakan dan ditutup lalu diberi lubang kecil kemudian ditutup dengan kertas koran. Diinkubasi pada suhu kamar selama satu minggu. Dikeringkan pada suhu rendah, digiling sampai halus selanjutnya digunakan sebagai inokulum.
16
Pelaksaan Penelitian Tahap II Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan (Gasperz, 1991). Adapun susunannya sebagai berikut : P0 = Tongkol jagung tanpa inokulasi (kontrol) P1 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 1 minggu. P2 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 2 minggu. P3 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3 minggu. Tongkol jagung hibrida varietas Bissi yang berasal dari Kabupaten Takalar dicacah dengan ukuran ± 1 cm sebanyak 1 kg kemudian disemprot dengan air sampai kelembaban 55-60% dan diautoclave sekitar 20 menit, lalu ditaburkan 5% fungi Trichoderma sp., dicampur hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil dan ditutup kertas koran kemudian di inkubasi selama 1, 2, dan 3 minggu. Setelah itu plastik dibuka kemudian diambil sampel untuk dianalisa kandungan serat kasar, lemak kasar dan BETN. Parameter yang diukur Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kandungan serat kasar, lemak kasar dan BETN tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. berdasarkan analisis proksimat sesuai dengan prosedur kerja yang dikemukakan AOAC (1992) sebagai berikit :
17
Analisis Serat Kasar 1. Sampel
ditimbang sebanyak kurang lebih
0,5
gram
(a
gram)
kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml. 2. 50 ml H2SO4 0,3N ditambahkan kemudian didihkan selama 30 menit. 3. 25 ml NaOH 1,5 N ditambahkan kemudian didihkan lagi selama 30 menit. 4. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan sintered glass dan pompa vakum. 5. Sampel yang disaring dicuci dengan menggunakan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml alkohol 95%. 6. Sampel dimasukkan dalam oven pada suhu 1050C selama 12 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (b gram). 7. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan dalam tanur selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali (c gram). Hasil pengamatan dihitumg berdasarkan rumus sebagai berikut : Kadar Serat kasar = Berat setelah oven – berat setelah tanur x 100% Berat sampel (gram)
Analisis Lemak Kasar 1. Menimbang sampel sebanyak 1 gram (a gram), kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi. 2. Larutan chloroform diberikan sebnayak 10 ml kemudian tabung reaksi ditutup agar larutan tidak menguap, dikocok sampai homogen dan dibiarkan selama 24 jam.
18
3. Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring kemudian pipet sebanyak 5 ml. 4. Sampel yang telah dipipet dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah ditimbang berat kosongnya (b gram). 5. Sampel dimasukkan dalam oven selma 24 jam pada suhu 1050c, kemudian didinginkan dalam desikator selma 30 menit dan ditimbang (c gram). Hasil pengamatan dihitumg berdasarkan rumus sebagai berikut : Analisis Kadar Lemak = Berat setelah oven- berat cawan kosong x b x 100% Berat sampel (gram) Ket : b = faktor pengenceran
BETN Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Penentuan kandungan BETN hanya berdasarkan perhitungan dari zat-zat yang tersedia. Kadar BETN yang rendah dipengaruhi oleh kadar nutrien lainnya yang cukup tinggi. Kandungan Bahan Estrak Tanpa Nitrogen (BETN) ditentukan dengan cara mengurangkan kandungan zat makanan dalam bahan pakan (%abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar) dari %BK bahan. Rumusnya sebagai berikut: BETN% = 100% - (%Air + %Abu + %Serat Kasar + %Protein Kasar + %L emak Kasar)
19
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam sesuai Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Persamaan matematika dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut : Yij = μ + ti + eij Keterangan : Yij = Hasil pengamatan dari peubah perlakuan ke-i dengan ulangan ke- j μ = Nilai tengah umum ti = Pengaruh perlakuan ke-i (1, 2, 3, 4) eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (1, 2, 3, 4) Apabila perlakuan berpengaruh nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan (Gazperz, 1994). Data diolah dengan bantuan software SPSS versi 16.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik Tongkol Jagung Hasil pengamatan warna, bau, tekstur, dan pertumbuhan fungi pada tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengamatan Warna, Bau dan Tekstur pada Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada Lama Inkubasi yang Berbeda. Pengamatan Fisik Warna
Bau
P0
P1
P2
P3
Kream
Coklat kehijauhijauan
Coklat kehijauhijauan
Hijau Tua
Harum
Harum
Harum agak menyengat
Khas Tongkol jagung Keras
Tekstur Agak Lembek Agak Lembek Agak Lembek Pertumbuhan Tumbuh Tumbuh Agak Tumbuh Tidak ada Fungi Belum merata merata Merata Keterangan: Data Hasil Penelitian, 2015. P0 = Tongkol jagung tanpa inokulasi (kontrol); P1 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 1 minggu; P2 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 2 minggu; P3 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3 minggu.
Pengamatan fisik pada warna tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda menunjukkan warna kream, coklat kehijauan sampai warna hijau tua. Hal ini disebabkan karena fungi Trichoderma sp awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada
21
akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau sedangkan bagian bawahnya tidak berwarna. Tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda menunjukkan aroma khas jagung menghasilkan bau yang berbeda yaitu aroma harum dan harum agak menyengat, sedangkan tekstur dari tongkol jagung yang semula keras dan padat, setelah diinokulasi jamur Trichoderma sp. menjadi agak lembek. Hal ini disebabkan karena miselium Trichoderma sp. yang berwarna putih telah berkembang pada tongkol jagung dan terjadi perombakan struktur keras secara biologis oleh fungi Trichoderma sp. sehingga bahan dari struktur yang kompleks menjadi struktur yang lebih sederhana. Menurut Adam (2003) Bioteknologi tradisional (konvensional) merupakan bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme sebagai alat untuk menghasilkan produk bahan pakan yang berkualitas, misalnya jamur dan bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tertentu untuk melakukan metabolisme sehingga terjadi perubahan fisik, seperti tekstur, bau dan warna akibat proses biologis dalam bahan pakan.
Gambar 3. Tongkol Jagung Tanpa Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015
22
Gambar 4. Tongkol Jagung Hasil Inkubasi (7 Hari) Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015)
Gambar 5. Tongkol Jagung Hasil Inkubasi (14 Hari) Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015)
Gambar 6.Tongkol Jagung Hasil Inkubasi (21 Hari) Menggunakan Trichoderma sp. (Sumber: Data Hasil Penelitian, 2015)
23
Pertumbuhan
fungi
pada
tongkol
jagung
yang
diinokulasi
Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda pada perlakuan P1 pertumbuhan fungi belum merata, perlakuan P2 fungi tumbuh agak merata dan pada perlakuan P3 fungi telah tumbuh merata dan menutupi permukaan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama tongkol jagung diinkubasi maka
pertumbuhan Trichoderma sp. semakin banyak. Cepat lambatnya
fermentasi sangat menentukan jumlah enzim yang dihasilkan, semakin lama waktu fermentasi yang digunakan maka semakin banyak bahan yang dirombak oleh enzim, tetapi dengan bertambahnya waktu fermentasi maka ketersediaan nutrien didalam media habis sehingga fungi lama-kelamaan akan mati. Kandungan Nutrisi Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp Tabel 4. Kandungan Serat Kasar, Lemak Kasar dan BETN Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda. Perlakuan Nutrien PO
P1
P2
P3
Serat Kasar (%)
54,48a
50.63ab
47.27b
45.32b
Lemak Kasar (%)
0.79a
0.67ab
0,59b
0.51b
37.35
37.91
40.73
41.06
BETN
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05).
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tongkol jagung yang diinokulasi dengan fungi Tichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan serat kasar. Pada uji Duncan
24
(Lampiran 1) perlakuan P0 nyata lebih tinggi kandungan serat kasarnya dibanding perlakuan P1, P2 dan P3.
Kadar Serat Kasar (%0
60 50 40 30 Serat Kasar
20 10 0 PO
P2
P3
P4
Minggu
Gambar 7. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung. Inokulasi
tongkol
jagung
menggunakan
fungi
Trichoderma
sp.
berpengaruh terhadap penurunan kandungan serat kasar. Hasil ini menunjukan bahwa adanya perubahan komponen serat kasar tongkol jagung sebagai substrat pada proses fermentasi karena Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme yang mampu menghancurkan selulosa tingkat tinggi dan memiliki kemampuan mensintesis beberapa faktor esensial untuk melarutkan bagian selulosa yang terikat kuat dengan ikatan hidrogen. Kandungan serat kasar tongkol jagung hasil inokulasi 1 minggu yaitu 50.63%, 2 minggu yaitu 47.27% paling rendah ditunjukan pada inkubasi 3 minggu, yaitu sebesar 45.32%. Dibandingkan sebelum dilakukan inokulasi fungi Trichoderma sp. kandungan serat kasar pada tongkol jagung yaitu 54.48%, terjadi penurunan sekitar 16.81% sampai inokulasi 3 minggu. Terjadinya penurunan kandungan serat kasar mengindikasikan bahwa fungi Trichoderma sp. mampu
25
untuk mengurai serat kasar menjadi senyawa yang lebih sederhana dan mudah larut. Semakin lama masa inkubasi semakin berkurang kandungan serat kasarnya, masa inkubasi 3 minggu memiliki kandungan serat kasar paling rendah yaitu 45.32%. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan miselium yang menyebabkan kolonisasi jamur. Seiring dengan itu produk enzim selulase, hemiselulase dan lakase yang dihasilkan juga semakin banyak. Selain itu pada lama masa inkubasi, miselium fungi Trichoderma sp. menyebar kedalam partikel-partikel substrat sehingga menghasilkan enzim dalam jumlah banyak yang mendegradasi komponen serat dan kandungan serat kasar akan ikut menurun. Menurut Howard et al. (2003) Penurunan kandungan serat kasar dapat terjadi karena proses dekomposisi komponen serat oleh fungi. Serat kasar sebagian besar berasal dari sel dinding tananam dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Trichoderma sp. mempunyai kemampuan dalam mendegradasi komponen serat karena menghasilkan enzim pendegradasi lignin, dan Trichoderma sp. juga mampu menghasilkan enzim pendegradasi selulosa. Penurunan kandungan serat kasar ini terjadi karena adanya proses inokulasi oleh fungi Trichoderma sp. menurut Basuki dan Wiryasasmita (1987), dan Irawadi (1991), proses fermentasi akan mengakibatkan terjadinya pemecahan ikatan kompleks lignoselulosa menjadi ikatan yang lebih sederhana dalam bentuk selulosa sehingga selulosa mudah dipecah oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba. Serat kasar merupakan komponen utama yang banyak mengandung karbohidrat struktural sumber energi bagi jamur, disamping bahan ekstrak tanpa
26
nitrogen (BETN), sehingga sebagian fraksi serat kasar digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan fungi Trichoderma sp., terutama untuk pertumbuhan miselium dengan cara mendegradasi serat kasar menggunakan kerja enzim selulase yang dihasilkannya. Akibatnya terjadi penurunan kandungan serat kasar pada substrat yang digunakan sebagai media inokulasi. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tongkol jagung yang diinokulasi dengan Tichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan lemak kasar. Pada uji Duncan (Lampiran 2) perlakuan P3 nyata lebih rendah dari P0, P1, dan P2. 0.90 kadar Lemak Kasar (%)
0.80 0.70 0.60 0.50 0.40
Lemak Kasar
0.30 0.20 0.10 0.00 P1
P2
P3
P4
Minggu
Gambar 8. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kandungan Lemak Kasar Tongkol Jagung Pada Tabel 4. terlihat bahwa semakin lama masa inkubasi maka semakin rendah kandungan lemak kasar. Kandungan lemak kasar mengalami penurunan dari kontrol sampai inkubasi minggu ke-3 sebesar 35,44%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses fermentasi oleh fungi Trichoderma sp. menggunakan
lemak
kasar
dalam
proses pertumbuhannya karena
fungi
Trichoderma sp. mempunyai kemampuan untuk mencerna lemak kasar. Proses 27
fermentasi dapat menimbulkan perubahan fisik dan kimia dari senyawa organik substrat akibat aktivitas mikroba dan dapat digunakan untuk memproduksi senyawa kimia tertentu atau mengubah substansi asal menjadi substansi lain yang dikehendaki. Proses fermentasi bahan berserat tidak mempengaruhi kadar lemak
bahan, sedangkan
proses
fermentasi
yang
sangat
aktif,
dapat
menurunkan kadar lemak bahan (substrat). Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), perubahan yang terjadi selama proses fermentasi berlangsung dapat terjadi pada lemak dalam substrat, lemak netral akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas, yang digunakan untuk pertumbuhan fungi. Hal ini terjadi pada inokulasi tongkol jagung dengan fungi Trichoderma sp terlihat dapat menurunkan kandungan lemak kasar substrat seperti pada perlakuan inokulasi pada 1 minggu sampai 3 minggu. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tongkol jagung yang diinokulasi dengan Tichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kandungan BETN. Pada uji Duncan (Lampiran 3) kandungan BETN berpengaruh tidak nyata pada setiap perlakuan. Semakin lama proses inokulasi tongkol jagung dengan fungi Trichoderma sp. Menunjukan peningkatan kandungan BETN. Tongkol jagung tanpa inokulasi fungi Trichoderma sp.
kandungan
BETN
meningkat dari 37,35% menjadi
41,06%. Peningkatan kandungan BETN ini menunjukan bahwa pada inokulasi tongkol jagung selama 3 minggu menghasilkan pertumbuhan fungi Trichoderma sp. yang cukup baik. Seperti dikemukakan oleh Shurtleff dan Aoyagi (1979), bahwa selama proses fermentasi akan terjadi perubahan hemiselulosa sebagai
28
salah satu fraksi serat kasar menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah dipecah menjadi gula sederhana dan mudah larut. BETN ditentukan melalui pengurangan bahan kering dengan seluruh komponen nutrien substrat. Nilai BETN sangat bergantung pada kandungan nutrien lain. Kandungan BETN sebesar 41,06% dan mengalami peningkatan selama proses fermentasi. Peningkatan kandungan BETN dapat terjadi karena perombakan karbohidrat struktural, terutama hemiselulosa
menjadi
bahan mudah larut.
Hemiselulosa dirombak menjadi monomer gula dan asam asetat. Semakin lama inkubasi tongkol jagung dengan fungi Trichoderma sp. semakin tinggi pula kandungan BETN, pada proses fermentasi mikroba dapat memecah komponen kompleks menjadi yang lebih sederhana. Seperti dikemukakan oleh Sanchez (2009) bahwa turunnya kandungan serat kasar akibat aktivitas mikroba mengakibatkan meningkatnya kandungan BETN, dengan semakin banyaknya gula sederhana yang dihasilkan. Bahan ekstrak tanpa nitrogen ditentukan melalui pengurangan bahan kering dengan seluruh komponen nutrien substrat. Nilai BETN sangat bergantung pada kandungan nutrien lain. Kandungan BETN mengalami peningkatan selama proses fermentasi. Peningkatan kandungan BETN dapat terjadi karena perombakan karbohidrat struktural, terutama hemiselulosa menjadi bahan mudah larut. Seperti dikemukakan oleh Hungate (1996) Hemiselulosa dirombak menjadi monomer gula dan asam asetat. Trichoderma sp. dapat mensekresikan ligninase dan selulase dan dapat menghasilkan hemiselulase.
29
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tongkol jagung yang diinokulasi 5% fungi Trichoderma sp. dapat menurunkan kandungan serat kasar dan lemak
kasar
pada tongkol jagung, dan ada kecenderungan
meningkatkan kandungan BETN pada tongkol jagung. Saran Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa pemanfaatan fungi Trichoderma sp. Dapat meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung sebagai bahan untuk ternak ruminasia.
30
DAFTAR PUSTAKA Adam, 2003. Makanan Hasil Fermentasi. Materi Ceramah Ilmiah. Lembaga Kimia Nasional LIPI, Bandung. Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. AOAC.1992, Official Methods of Analysis. 13 Edition. Association of Official Analytical Chemist. Washington, D.C. Basuki T., dan R. Wiryasasmita. 1987. Improvement of The Nutritive Value of Straw by Biological Treatment. Dalam : Limbah Pertanian Sebagai Pakan dan Manfaat lainnya. M. Soejono., A. Musofie, R. Utomo., N.K. Wardhani, J.B. Schiere (Ed). Proceeding Biocovertion Project Second Workshop on Crop Residue for Feed and Another Purpose. Badan Pusat Statistika, 2014. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan. Makassar Dinda, 2012. Optimasi Trichoderma sp.http://nondinda .blogspot .com/2012 /11/ optimasi-trichoderma-sp-dalam_22.html. Diakses pada Tanggal 23 April 2015. Fardiaz, S.1989. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan . Bandung : Armico Hardjo, S., N. S. Indrasti, dan T. Bantacut. 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Harfiah, 2010. Optimalisasi Penggunaan Jerami Padi Sebagai Pakan Ruminansia. Disertasi. PPS Unhas, Makassar. Howard R.L., E. Abotsi, E.L.J. van Rensburg and S. Howard. 2003. Lignocellulose biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. Afr. J. Biotechnol. 2:602-619. Hungate, R.E. 1996. The Ruminant and Its Microbes. Agricultural Experimental Station, University of California. Academic Press, New York, Sanfransisco, London. P. 197-199 Ismail, 2011. Produksi Enzim Ekstraseluler (Selulase dan Xilanase) dari Neurospora sp pada Substrat Limbah Padat Kelapa Sawit. Disertasi. IPB, Bogor.
31
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta. Lorenz,
K.J. and K. Kulp, (1991), Handbook Technology, Marcel Dekker, New York.
of Cereal Science and
Murni, R, Suparjo, Akmal, dan B.L.Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan universitas Jambi. Murtidjo. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius. Niken,
2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma sp. http://ayya.multiply.com/journal. Diakses tanggal 9 Desember 2014.
Noviati, A. 2002. Fermentasi Bahan Pakan Limbah Industri Pertanian dengan Menggunakan T. harzianum. Skripsi. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet IPB, Bogor. Nurahmi, E, 2012. Pengaruh Trichoderma sp. terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit kakao, Tomat dan Kedelai. Universitas Syak Kuala Banda Aceh. Pelczar, M. J and R. D. Reid. 1974. Microbiology. McGrow Hill Book Company. NewYork. Rasjid, S. 2012. The Great Ruminant Nutrisi, Pakan dan Manajemen Produksi. Cetakan Kedua. Brilian Internasional. Surabaya. Rohaeni, E.S., A. Subhan dan A. Darmawan. 2006b. Kajian penggunaan pakan lengkap dengan memanfaatkan janggel jagung terhadap pertumbuhan sapi. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 185 – 192. Rukhmani, S. 2005. Peningkatan Nilai Gizi Bahan Pakan dari Limbah Pertanian Melalui Fermentasi. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agrobisnis Kelinci. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Samuel. G. J. 2010. Trichoderma. Online Systematic Mycology and Microbiology Laboratory, ARS, USDA. Diakses pada tanggal 10 februari 2015. Sanchez. C. 2009. Lignocellulosic residues: biodegration and bioconversion by fungi. Biotechnol. Advan. 27:185-194.
32
Shurtleff W., and A. Aoyagi, 1979. The Microbiology and Chemystry of Tempeh Fermentation. The Book of Tempeh, Profesional Addition. Harper and Row Publisher, New York. Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sudarmadji, and Slamet, 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Sukumaran,
R.K., R.R., Singhania, and A. Pandey. 2005. Microbial Cellulases-Production, Application and Challenges, Journal of Scientific & Industrial Research, 64 : 832-844.
Suhartanto, B., B.P. Widyobroto, dan R. Utomo. 2003. Produksi ransum lengkap (complete feed) dan suplementasi undegraded protein untuk meningkatkan produksi dan kualitas daging sapi potong. Laporan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan (Hibah Bersaing X/3). Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suparjo, 2010.Laboratorium Makanan Ternak fakultas Peternakan Universitas. Jambi. Susanti, D. 2006. Seleksi Dan Produk Enzim Selulase Oleh Kapang Selulolik Menggunakan Tongkol Jagung Pada Pakan Ternak. Tesis. Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. Umiyasih, U.Y.N. Anggraeny dan N.H. Krishna. 2007 . Strategi Pakan Murah Untuk Pembesaran Sapi PO: Respon Sapi PO Jantan Muda Terhadap Ransum Yang Mengandung Tongkol Jagung Fermentasi Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner. Volk, T. J. 2004. Tom Volk's Fungus of the Month for November 2004. University of Wisconsin-La Crosse. Wardhani, N. K. dan A. Musofie. 1991. Jerami jagung segar, kering dan teramoniasi sebagai pengganti hijauan pada sapi potong. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Grati. 2. (1):1-5. Wulan 2012. http://wulan-berbagi-ilmu.blogspot.com/2012/01/jamur-penghasilenzim.html. Diakses pada tanggal 20 Desember 2014 Yulistiani, D. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (kecernaan kurang dari 50%) dalam Ransum Komplit Domba Komposit Sumatera dengan Laju Pertumbuhan kurang dari 125 gram/hari. Program Insentif Riset Terapan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
33
34
Lampiran 1. Rataan Kandungan Serat Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda Perlakuan
Ulangan 1 2 3 4 Rata-rata
P0 57.90
P1 49.33
P2 51.28
P3 48.38
54.18
50.95
46.24
36.03
52.44
52.46
44.04
50.40
53.39
49.77
47.27
46.48
54.48a
50.63ab
47.27b
45.32b
Descriptives
95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
P0
4
54.4775
2.38998
1.19499
50.6745
58.2805
52.44
57.90
P1
4
50.6275
1.40010
.70005
48.3996
52.8554
49.33
52.46
P2
4
47.2675
3.03488
1.51744
42.4383
52.0967
44.04
51.28
P3
4
45.3225
6.39843
3.19921
35.1412
55.5038
36.03
50.40
16
49.4238
4.94843
1.23711
46.7869
52.0606
36.03
57.90
Total
ANOVA Serat_Kasar Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
193.836
3
64.612
Within Groups
173.468
12
14.456
Total
367.304
15
F
Sig.
4.470
.025
35
Serat_Kasar Subset for alpha = 0.05 Perlakuan a
Duncan
N
1
2
P3
4
45.3225
P2
4
47.2675
P1
4
50.6275
P0
4
Sig.
50.6275 54.4775
.084
.178
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
36
Lampiran 2. Rataan Kandungan Lemak Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda. Perlakuan
Ulangan 1 2 3 4 Rata-rata
P0 0.68
P1 0.62
P2 0.41
P3 0.57
0.84
0.64
0.72
0.56
0.94
0.62
0.65
0.41
0.70
0.80
0.55
0.50
0.79a
0.67ab
0.59b
0.51b
Descriptives Lemak_Kasar 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
P0
4
.7900
.12275
.06137
.5947
.9853
.68
.94
P1
4
.6700
.08718
.04359
.5313
.8087
.62
.80
P2
4
.5825
.13451
.06725
.3685
.7965
.41
.72
P3
4
.5100
.07348
.03674
.3931
.6269
.41
.57
16
.6381
.14442
.03610
.5612
.7151
.41
.94
Total
ANOVA Lemak_Kasar Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
.174
3
.058
Within Groups
.138
12
.012
Total
.313
15
Sig. 5.037
.017
37
Lemak_Kasar Subset for alpha = 0.05
Perlakua n a
Duncan
N
1
2
P3
4
.5100
P2
4
.5825
P1
4
.6700
P0
4
Sig.
.6700 .7900
.067
.140
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
38
Lampiran 3. Rataan Kandungan BETN Tongkol Jagung yang Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda Perlakuan
Ulangan 1 2 3 4 Rata-rata
P0 33.69
P1 38.71
P2 37.05
P3 37.47
37.62
38.56
40.84
50.54
38.64
36.42
44.80
36.64
39.46
37.95
44.21
39.58
37.35
37.91
40.73
41.06
Descriptives BETN 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
P0
4
37.3525
2.55504
1.27752
33.2869
41.4181
33.69
39.46
P1
4
37.9100
1.04630
.52315
36.2451
39.5749
36.42
38.71
P2
4
40.7250
3.18275
1.59138
35.6605
45.7895
37.05
44.80
P3
4
41.0575
6.44167
3.22083
30.8074
51.3076
36.64
50.54
16
39.2613
3.83924
.95981
37.2155
41.3070
33.69
50.54
Total
ANOVA BETN Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
43.353
3
14.451
Within Groups
177.744
12
14.812
Total
221.097
15
F
Sig. .976
.436
39
Lampiran 4. Denah penelitian Trichoderma sp
P01
P34
P12
P11
P02
P13
P23
P32
P03
P33
P14
P22
P04
P21
P31
P24
40
41
Lampiran 5. Foto Penelitian
Tongkol jagung yang sudah dicacah
Penimbangan tongkol jagung
Tongkol jagung yang telah ditimbang
42
Penyemprotan air pada tongkol jagung
Fungi Trichoderma sp.
Proses Autoclave tongkol jagung
Penimbangan Fungi Trichoderma sp.
43
Sampel ditaburkan 5% fungi Trichoderma sp.
Inokulasi tongkol jagung selama 3 minggu
44
Tongkol jagung hasil inkubasi dengan fungi Trichoderma sp
Inkubasi dengan fungi Trichoderma sp. 1 minggu
Inkubasi dengan fung Trichoderma sp. 2 minggu
Inkubasi dengan fungi Trichoderma sp. 3 minggu
45
Penggilingan sampel
Penimbangan sampel untuk analisa
Uji analisa serat kasar
Uji analisa lemak kasar
46
RIWAYAT HIDUP WARDAYANTI, Lahir pada tanggal 22 September 1992 di Maros. Anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan bapak Ambo Nai dan ibu Rosmiah. Jenjang pendidikan formal di SDN 13 Talamangape (1999-2005). Kemudian setelah lulus di SD, melanjutkan di SMP Negeri 2 Maros (2005-2008), kemudian malanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Maros, (2008-2011). Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur SNMPTN sebagai mahasiswa program Strata 1 (S-1) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar pada tahun 2011. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Bioteknologi Pakan pada tahun 2015, dan asisten praktikum mata kuliah Ransum Ruminansia pada tahun 2015, sebagai anggota organisasi Himpunan Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin (HIMATEHATE-UNHAS) 2013/2015.
47