Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
KECERNAAN SERAT KASAR DAN LEMAK KASAR COMPLETE FEED LIMBAH RAMI DENGAN SUMBER PROTEIN BERBEDA PADA KAMBING PERNAKAN ETAWA LEPAS SAPIH DIGESTIBILITY OF CRUDE FIBER ANDCRUDE FAT COMPLETE FEED JUTE WASTE WITH DIFFERENT PROTEIN SOURCES ON POST WEANING ETAWA CROSS BREED GOAT Herry Suprapto, FM. Suhartati, dan Titin Widiyastuti Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Email :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui kecernaan serat kasar dan lemak kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda. Materi yang digunakan adalah 20 ekor kambing peranakan etawa lepas sapih betina kisaran bobot badan 11-12 kg. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri atas CF0N = complete feed limbah rami tanpa silase dengan sumber protein nabati, CF0H = complete feed limbah rami tanpa silase dengan sumber protein hewani, CF1N = complete feed limbah rami dengan silase dan sumber protein nabati, dan CF1H = complete feed limbah rami dengan silase dan sumber protein hewani. Peubah yang diukur adalah kecernaan serat kasar dan lemak kasar. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kecernaan serat kasar dan lemak kasar. Uji kontras orthogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar perlakuan pakan non silase (CF0) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan silase (CF1) (P < 0,01). Kecernaan lemak kasar perlakuan CF1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan CF0 (P < 0,01). Kecernaan lemak kasar perlakuan CF0H lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan CF0N (P < 0,01). Kesimpulan dari penelitian adalah complete feed nonsilase dengan sumber protein hewani merupakan formula pakan yang terbaik. Kata kunci: Kambing peranakan etawa, limbah rami, complete feed, sumber protein, kecernaan serat kasar dan lemak kasar. ABSTRACT The objectives of this research were to determine of digestibility crude fiber and crude fat complete feed jute waste with different protein sources. The material used in the study were 20 post weaning etawa cross breed goat weight range of 10-11 kg. The research was conducted with the experimental method, using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 5 replications. Treatment consists of CF0N = complete feed jute waste without silage with vegetable protein sources, CF0H = complete feed jute waste without silage with animal protein sources, CF1N = complete feed jute waste with silage with vegetable protein sources, and CF1H complete feed jute waste with silage with animal protein sources. Variables measured were the digestibility of crude fiber and crude fat. The data were analyzed using analysis of variance, followed by contrast orthogonal test.The results showed that the treatment was highly significant (P < 0.01) agains the digestibility of crude fiber and crude fat. Contrast Orthogonal test showed that the digestibility of crude fiber in nonsilage feed treatment (CF0) is higher than the silage treatment (CF1) (P < 0,01). Crude fat digestibility treatment CF1 is higher than the CF0 treatment (P < 0,01). Crude fat digestibility treatment CF0H higher than CF0N treatment (P < 0,01). Conclusion of this research is the complete feed nonsilase with animal protein sources is the best feed formula.
938
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
Keywords: Etawa cross breed goat, jute waste, complete feed, protein sources, digestibility ofcrude fiber and crude fat. PENDAHULUAN Hewan ruminansia kecil seperti kambing dalam dunia peternakan memiliki potensi yang besar. Menurut Purnomo dkk. (2006) Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa (asal India) dengan kambing Kacang. Kambing ini tersebar hampir di seluruh Indonesia. Penampilannya mirip kambing Etawa, tetapi lebih kecil. Kambing PE merupakan kambing tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan susu. Peningkatan produksi kambing PE perlu didukung dengan asupan pakan ternak yang baik berdasarkan kualitas maupun kuantitas berupa hijauan dan konsentrat. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan. Pakan berperan utama dalam pemenuhan hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu. Selama ini pemberian pakan ternak selalu dipisah antara konsentrat dan hijauan. Pakan hijauan dan konsentrat yang diberikan secara terpisah, kurang praktis dan kurang efisien untuk peternak. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka peneliti mencoba membuat alternatif dalam bidang pakan ternak yaitu pakan komplit (complete feed) yang berkualitas dan praktis. Lammers et al. (2003) menyatakan bahwa pakan komplit mempunyai pengertian sebagai suatu jenis pakan yang dirancang untuk produk komersial bagi ternak ruminansia dan di dalamnya sudah mengandung bahan hijauan maupun konsentrat dalam imbangan memadai. Despal et al. (2011) menjelaskan bahwa kendala yang belakangan ini dihadapi dalam penyediaan pakan hijauan adalah keterbatasan lahan tanam hijauan. Oleh karena itu dibutuhkan sumber hijauan alternatif yang dapat dimanfaatkan pada musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki kualitas dan kandungan nutrien yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembuatan pengawetan pakan dengan cara silase. Pakan yang diberikan pada ternak harus memperhatikan ketersediaan dan efisiensi biaya, sehingga perlu adanya pemanfaatan limbah sebagai alternatif pakan ternak yang murah dan mudah dicari. Limbah pertanian dan perkebunan secara fisik mempunyai potensi yang sangat besar sebagai pakan ternak. Tanaman rami dapat menghasilkan hijauan hingga 300 ton bahan segar/ha/tahun (FAO, 2005) atau setara dengan 42 ton bahan kering (BK). Despal dan Permana (2008) melaporkan bahwa tanaman rami saat ini dikembangkan cukup luas di daerah Garut dan Wonosobo. Daun rami mengandung semua nutrien utama yang diperlukan oleh ternak yaitu mengandung bahan kering (BK) 16,15%, abu 20,50%, protein kasar 16,35%, lemak kasar 6,36%, serat kasar 13,61%, bahan ekstrak tanpa nitrogen sekitar 43,18%. Rami dipanen setiap 60 hari, sehingga kontinuitas limbah daun sebagai hijauan pakan ternak perlu dipertimbangkan agar limbah rami dapat tersedia setiap saat maka perlu dilakukan pengawetan antara lain dengan dikeringkan dan dibuat silase. Serat kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi utama dan lemak kasar merupakan sumber energi yang efisien dan berperan penting dalam metabolisme tubuh sehingga perlu diketahui kecernaannya dalam tubuh ternak. Sumber protein pada complete feeddapat berasal dari tepung ikan dan menir kedelai. Tepung ikan mengandung asam lemak tak jenuh dan asam amino lengkap yang mudah di degradasi dalam rumen, sedangkan menir kedelai mengandung asam yang digunakan sebagai suplemen protein pakan bagi ternak. Mc Donal (1988)
939
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
menyatakan bahwa perlakuan silase yang memanfaatkan bakteri asam laktat dapat mengikat selulosa dalam pakan mengandung serat kasar sehingga akan menurunkan ikatan lignin dan dapat meningkatkan kecernaan. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan perlu adanya suatu penelitian yang mengkaji kecernaan serat kasar dan lemak kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda dan perlakuan silase pada kambing peranakan ettawa lepas sapih. METODE Materi yang diggunakan adalah kambing peranakan etawa lepas sapih dengan kisaran bobot badan 11-12 kg. Peralatan selama koleksi: timbangan untuk menimbang pakan, kandang individual dengan ukuran 1 x 0,5 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum, penampung feses yang terbuat dari kain kasa. Susunan complete feed dicantumkan dalam Tabel 1. Kandungan nutrisi complete feed dicantumkan dalam Tabel 2. Proses pembuatan materi pakan ditetapkan berdasarkan kebutuhan kambing lepas sapih. Total konsumsi bahan kering (BK) pada semua perlakuan adalah 3% dari bobot hidup kerbau. Tabel 1. Susunan Complete Feed Bahan Daun rami Batang rami Gaplek Onggok Molases Urea Pollard Menir kedele Bk kedele Tepung ikan Garam Kapur Agromix Total
CF0N CF1N CF0H CF1H ...........................................gr/as feed......................................... 13,5 13,5 13,5 13,5 16,5 16,5 16,5 16,5 10 10 10 10 12,5 12,5 12,5 12,5 10 10 10 10 0,3 0,3 0,3 0,3 16 16 22,4 22,4 8,9 8,9 0 0 10,3 10,3 0 0 0 0 12,8 12,8 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 1 1 1 1 100,00 100,00 100,00 100,00
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Complete Feed Kadar abu (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) BETN (%) PK (%) TDN (kkal)
CFN 7,44 11,92 15,27 47,84 16,49 69,47
CFH 9,62 14,32 14,22 42,49 16,50 65,55
Keterangan : CFN : complete feed dengan sumber protein nabati, CFH : complete feed dengan sumber protein hewani.
940
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
Penelitian dilakukan dengan metode experimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri atas CF0N = complete feed limbah rami tanpa silase dengan sumber protein nabati, CF0H = complete feed limbah rami tanpa silase dengan sumber protein hewani, CF1N = complete feed limbah rami dengan silase dan sumber protein nabati, dan CF1H = complete feed limbah rami dengan silase dan sumber protein hewani. Data dianalisis menggunakan analisis variansi. Uji lanjut menggunakan uji kontras orthogonal. Prosedur pengukuran peubah dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode koleksi total selama 7 hari. Peubah yang diamati meliputi kecernaan serat kasar dan kecernaan lemak kasar. HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan Serat Kasar Rataan kecernaan serat kasar untuk perlakuan completefeed sumber protein nabati tanpa silase (CF0N), completefeed sumber protein hewani tanpa silase (CF0H), completefeed sumber protein nabati dengan silase (CF1N), dan completefeed sumber protein hewani dengan silase (CF1H) masing-masing ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Rataan Kecernaan Serat Kasar Sd Perlakuan Kecernaan serat kasar .........................................%................................. 4,40 CF0N 43,90 11,15 CF0H 53,25 16,23 CF1N 29,59 10,06 CF1H 26,17 Percobaan in vitro yang dilakukan oleh Sudibyo et al. (2005) menunjukkan bahwa penggunaan limbah daun rami sebagai bahan konsentrat dalam pakan lengkap dapat meningkatkan kandungan protein kasar 0,77% dan serat kasar 13,83%, daya degradasi pakan 1,0 1,8%, dan daya cerna 2,28 - 3,26%. Semakin tinggi penggunaan daun rami (hay atau silase), semakin rendah kadar serat kasar ransum. Kadar serat kasar ransum yang lebih rendah diharapkan akan menghasilkan kecernaan yang lebih tinggi. Menurut Despal (2000) serat kasar memiliki hubungan yang negatif dengan kecernaan. Semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan ransum. Analisis variansi menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kecernaan serat kasar. Uji kontras orthogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar perlakuan pakan non silase (CF0) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan silase (CF1) (P < 0,01). Tillman et al. (2005) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar tergantung pada kandungan serat kasar dalam ransum dan jumlah serat kasar yang dikonsumsi. Kadar serat kasar terlalu tinggi dapat mengganggu pencernaan zat lain. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan aktivitas mikroorganisme (Maynard et al., 2005). Mourino et al. (2001) menjelaskan bahwa aktivitasbakteri selulolitik di dalam rumenberlangsung secara normal apabila pHrumen di atas 6,0. pH normal rumen kambing sekitar 6,8-7 sehingga optimal untuk aktivitas mikroba. Apabila pH rumen
941
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
lebihrendah dari 5,3 maka aktivitas bakteriselulolitik menjadi terhambat. Pakan dengan perlakuan silase memiliki pH rendah yaitu 4-5. Pakan silase yang diberikan pada kambing akan menghambat aktivitas mikroba rumen sehingga mikroba sulit dalam mendegradasi pakan, hal tersebut menyebabkan menurunnya kecernaan serat kasar. Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar CF0H tidak nyata lebih tinggi dari perlakuan CF0N (P > 0,05). Hal tersebut karena pakan yang diberikan berupa complete feed, yaitu pakan yang sudah disusun sesuai dengan kebutuhan ternak. Pakan dengan sumber protein nabati maupun hewani mempunyai kandungan nutrisi yang sama besarnya sehingga mikroba dalam rumen akan bekerja dalam kondisi yang sama sehingga kecernaanya tidak berpengaruh nyata. Kecernaan serat kasar perlakuan CF0H cenderung lebih tinggi daripada perlakuan CF0N. Hal tersebut sumber protein nabati berasal dari menir kedelai dan bungkil kedelai yang mempunyai kandungan serat lebih tinggi dibandingkan kandungan serat pada tepung ikan sebagi sumber protein hewani. Menurut Hartadi et al. (2005) tepung ikan mempunyai kandungan serat kasar sebesar 3 %, sedangkan bungkil kedelai mempunyai kandungan serat kasar sebesar 3,4 %. Tingginya serat kasar dalam pakan menjadi faktor pembatas lamanya degradasi mikroba rumen. Pakan dengan sumber protein hewani yang berasal dari tepung ikan mempunyai kecernaan serat yang lebih tinggi karena kandungan asam amino essensial pada tepung ikan lebih tinggi sehingga mampu menstimulir perkembangan bakteri rumen. Nugroho (2012) menerangkan bahwa perlakuan penambahan tepung ikan yang bersifat protein low by-pass meningkatkan degradasi protein yang diduga juga meningkatkan mikroba rumen. Meningkatnya aktivitas mikroba rumen akan menghasilkan enzim selulolitik yang lebih tinggi sehingga bakteria akan lebih cepat mencerna serat kasar. Uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa kecernaan serat kasar perlakuan CF1N tidak nyata lebih tinggi (P > 0,05) dari CF1H. Hal tersebut diduga bahwa protein yang ada pada pakan silase digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga baik sumber protein hewani maupun sumber protein nabati mengalami hal yang sama dan akan mempengaruhi aktivitas mikroba selulolitik dalam rumen. Kecenderungan kecernaan serat kasar CF1N lebih tinggi daripada CF1H karena karbohidrat fermentabel yang terkandung dalam bungkil kedelai lebih besar dibandingkan pada tepung ikan. Perlakuan silase akan menurunkan pH rumen sehingga akan mengurangi jumlah protozoa dalam rumen. Sunaryadi (1999) menyatakan bahwa pada pH cairan rumen lebih kecil dari 6,2 maka kecernaan serat mulai terganggu. Penurunan pH diduga karena perlakuan defaunasi mengurangi populasi protozoa, padahal protozoa berperan menjaga stabilitas pH rumen dengan menyimpan karbohidrat tersebut sehingga tidak terfermentasi. Dengan penurunan protozoa tersebut mengakibatkan ketersediaan karbohidrat yang mudah terfermentasi di dalam rumen menjadi meningkat, karena protozoa mengonsumsi karbohidrat fermentable untuk hidupnya. Pakan komplit yang mengandung protein nabati yang bersifat lebih fermentabel tidak disimpan oleh protozoa, sehingga bakteri rumen dapat mendegradasi serat lebih tinggi. Kecernaan Lemak Kasar Rataan kecernaan lemak kasar untuk perlakuan CF0N, CF0H, CF1N dan CF1H masingmasing ditampilkan dalam Tabel 4.
942
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
Tabel 4.Rataan Kecernaan Lemak Kasar Perlakuan CF0N CF0H CF1N CF1H
Sd Kecernaan serat kasar ......................................%...................................... 7,73 75,73 3,28 86,12 2,11 92,71 4,64 92,94
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kecernaan lemak kasar termasuk tinggi yaitu ± 86 %. Pond et al. (2005) menyatakan bahwa daya cerna sejati lemak yaitu melebihi 80%. Hasil penelitian tersebut lebih tinggi daripada hasil penelitian yang dilakukan oleh Mubarok (2013) menunjukkan bahwa kecernaan lemak kasar kambing yang diberi pakan silase mengalami peningkatan yaitu dari 78,01 % menjadi 86,47%. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan lemak kasar. Van Soest (1994) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan pakan adalah spesies ternak, umur ternak, perlakuan pakan, kadar serat kasar dan lignin, pengaruh asosiasi pakan, defisiensi nutrien, komposisi pakan, bentuk fisik pakan, level pakan, frekuensi pemberian pakan dan minum, umur tanaman serta lama tinggal dalam rumen. Hutabarat (2009) menjelaskan bahwa penggunaan silase dan hay daun rami sebagai pengganti rumput gajah mampu memperbaiki kandungan nutrien dan kecernaan ransum. Baik hay maupun silase daun rami dapat digunakan hingga 40% sebagai pengganti rumput gajah dan mampu mendukung kecukupan nutrien untuk ternak ruminansia seperti kambing peranakan etawa. Penambahan aditif gaplek, jagung dan pollard dapat digunakan untuk menghasilkan silase daun rami berkualitas baik dan silase daun rami yang ditambahkan gaplek memiliki karakteristik fermentasi yang lebih baik dibanding menggunakan aditif lainnya. Analisis variansi menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kecernaan lemak kasar (P < 0,01). Hasil uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa kecernaan lemak kasar perlakuan CF1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan CF0 (P < 0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan silase dapat meningkatkan kecernaan lemak kasar.Mc Donald et al. (1995) menyatakan bahwa kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan dan fraksi pakan berserat. Perlakuan silase yang memanfaatkan bakteri asam laktat dapat memecah ikatan lignin dan selulosa sehingga dapat meningkatkan kecernaan (Mc Donal, 1988). Serat kasar dari suatu bahan pakan merupakan komponen kimia yang besar pengaruhnya terhadap kecernaan. Serat kasar yang tinggi biasanya diikuti dengan kandungan lignin yang tinggi sehingga dapat menurunkan kecernaan (Tillman et al., 1998 dan Rifai, 2009). Lopez et al. (1996) menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan tingginya daya ikat terhadap bahan lemak dan minyak adalah serat. Semakin meningkat kandungan serat kasar dalam ransum, kandungan dan koefisien energi semakin menurun, sebaliknya kebutuhan energi untuk mencerna serat meningkat. Pakan yang diberi perlakuan silase akan turun kandungan serat kasarnya sehingga ikatan dengan lemaknya kecil dan kecernaan lemaknya akan lebih tinggi. Renjana (2011) menyatakan bahwa pada pH 5.0 hingga 7.0 aktivitas bakteri lipolitik mengalami peningkatan. Pakan silase yang mempunyai pH 4-5 masih bisa ditoleransi oleh bakteri lipolitik pencerna lemak sehingga pencernaan lemak dapat berlangsung normal dan mempunyai kecernaan lebih tinggi dibandingkan pakan nonsilase.
943
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
Kecernaan lemak kasar perlakuan CF0H lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan CF0N (P < 0,01). Jayanegara et al. (2006) menjelaskan bahwa pemberian konsentrat yang mengandung protein kasar yang tinggi akan mengaktifkan mikrobia rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya nilai kecernaan bahan organik. Lemak kasar merupakan salah satu penyusun bahan organik suatu bahan pakan, sehingga naiknya kecernaan bahan organik akan berbanding lurus dengan kenaikan kecernaan lemak kasarnya. Tepung ikan sebagai sumber protein hewani mempunyai kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan bungkil kedelai. Perlakuan CF0H menggunakan sumber protein hewani berbahan tepung ikan yang mengandung asam lemak tak jenuh rantai panjang dan asam amino yang lengkap merupakan bahan pakan mudah terdegradasi oleh mikroba rumen sehingga kecernaannya lemak kasarnya lebih tinggi. Kecernaan lemak kasar perlakuan CF1H tidak nyata lebih tinggi dari CF1N (P > 0,05). Kecernaan pakan dipengaruhi oleh aktivitas mikroba rumen. Perlakuan CF1N maupun CF1H mempunyai pH yang sama sehingga aktivitas mikroba rumen cenderung sama dalam mendegradasi lemak. Perlakuan silase dapat meningkatkan kecernaan lemak kasar terutama pada perlakuan CF1H yang menunjukkan kecernaan lemak kasar paling tinggi. Ternak ruminansia tidak efisien dalam menggunakan sumber protein sehingga dapat mudah terdegradasi dalam rumen dan sebagian besar terserap dalam bentuk amonia dan diekskresi dalam bentuk urea. Mirwandhono (2003) menyatakan bahwa lemak akan mengalami pembebasan asam lemak (lipolysis) dalam rumen dan terjadinya biohidrogenasi asam lemak tak jenuh. Perlindungan lemak pada prinsipnya adalah melindungi protein dari degradasi mikroba. Perlindungan lemak memungkinkan penggunaan lemak dalam jumlah besar dalam pakan. Tepung ikan mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan bungkil kedelai dan mempunyai asam lemak tak jenuh yang lolos terhadap degradasi dalam rumen. Kadar lemak kasar yang tinggi pada tepung ikan akan membantu proses biohidrogenase dan perlindungan lemak pakan sehingga kecernaan pascarumennya lebih tinggi. SIMPULAN Kecernaan serat kasar pakan nonsilase lebih tinggi 42,61 % dari kecernaan pakan silase. Kecernaan lemak kasar pakan silase lebih tinggi 14,70 % daripada kecernaan lemak kasar pakan non silase. Kecernaan lemak kasar pakan nonsilase dengan sumber protein hewani lebih tinggi 12,06 % daripada kecernaan lemak kasar pakan nonsilase sumber protein nabati. Formula complete feed nonsilase dengan sumber protein hewani merupakan formula pakan yang terbaik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Emmy Susanti, MP sebagai dosen pemilik proyek dan menaungi penelitian. DAFTAR PUSTAKA Despal, I.G. Permana, S. N. Safarina, dan A. J. Tatra. 2011. Penggunaan Berbagai Sumber Karbohidrat Terlarut Air untuk Meningkatkan Kualitas Silase Daun Rami. Media Peternakan. Vol 34 (1): 69-76.
944
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
Despal dan I.G. Permana 2008. Penggunaan berbagai teknik preservasi untuk optimalisasi pemanfaatan daun rami sebagai hijauan sumber protein dalam ransum kambing peranakan etawah. Laporan penelitian kemajuan hibah bersaing. ( Tidak dipublikasikan). Despal. 2000. Kemampuan komposisi kimia dan kecernaan in vitro dalam mengestimasi kecernaan in vivo. Media Peternakan 23 (3): 84 – 88. FAO. 2005. Animal Feed Resources Information System. http://www.fao.org/ [30 oktober 2012]. Diakses tanggal 30 Oktober 2012. Hartadi. H.S., Reksohadiprojo dan A. D. Tillman. D.A. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hutabarat, I. M. 2009. Evaluasi kualitas nutrien silase dan hay daun rami dalam ransum komplit untuk ruminansia secara in vitro. FakultasPeternakan, IPB. Bogor. Jayanegara, A., A. S. Tjakradidjaja, & T. Sutardi. 2006. Fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum limbah agroindustri yang disuplementasi kromium organik dan anorganik. Media Peternakan. 29(2): 54-62. Lammers B.P., A.J. Heindrichs and V.A. Ishler. 2003. Use of Total Mixed Rations (TMR) for Dairy Cows. Dairy Cattle Feeding and Management. Departement of Dairy and Animal Science. The Pensilvania State University. Lopez G, G. Ros, F. Rincon, M.J. Periago, M.C. Martinez, & J. Ortuno. 1996. Relationshipbetween physical and hydration properties ofsoluble and insoluble fiber of artichoke. J.Agric. Food Chem. 44:2773-2778. Maynard, L.A. Loosil, J.K. Hintz, H.F and Warner, R.G. , 2005. Animal Nutrition. (7th Edition) McGraw-Hill Book Company. New York, USA. McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D.Greenhalgh and C.A. Morgan. 1995. Animal nutrition. ELBS Longman. London. Mc. Donald, P., R.A. Edward and J.F.D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. Scientific and Technical. John Wileys Sons. Inc. New York. Mirwandhono R. Edhy. 2003. Berbagai Usaha Memintas Rumenkan Asam Lemak Tak Jenuh. IPB. Bogor. Mourino F, R. Akkarawongsa and P. J. Weimer. 2001. Initial pH as a Determinant of Sellulose Digestion Rate by Mixed Ruminal Microorganisms in vitro. J. Dairy Science.84: 848–859. Mubarok, Despal. P, M. Ridla. 2013. Komparasi Kecernaan Ransum dengan Penambahan Hay dan Silase Daun Rami pada Ternak Kambing Jawarandu Secara In Vivo.Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Nugroho, T. 2012. Kecernaan Nutrien pada Domba Lokal Jantan dengan Ransum Tongkol Jagung dan Kombinasi Berbagai Sumber Protein. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Laporan Penelitian IPB. Bogor. ( Tidak dipublikasikan). Purnomo, A., Hartatik, Khusnan, S.I.O. Salasia dan Soegiyono. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Staphylococcus aureus Asal Susu Kambing Perah Peranakan Etawa. Media Kedokteran Hewan. 22:142 Renjana, E, Ni’matuzahroh, dan Sri Sumarsih. 2011. Skrining dan Uji Aktivitas Lipolitik Mikroba Hidrokarbonoklastik. Laporan penelitian Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Surabaya.
945
Herry Suprapto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):938-946, September 2013
Rifai, Zulyadnan. 2009. Kecernaan Ransum Berbasis Jerami Padi yang diberi Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Sapi Peranakan Ongole. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudibyo, N., S. Mulyaningsih dan B. Santoso. 2005. Pengaruh Proporsi Limbah Daun Rami Dalam Konsentrat Pakan Lengkap Terhadap Pertumbuhan Kambing. Prosiding Lokakarya Model Pengembangan Agribisnis Rami. Halaman 72-79. Sunaryadi. 1999. Ekstraksi dan Isolasi Saponin Buah Lerak (Sapindus rarak) Serta Pengujian Daya Defaunasinya. Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB. (Tidak dipublikasikan). Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. Second Edition. Comstock Publishing Associates Cornell University Press. A Division of Ithaca and London.
946