HUBUNGAN KERAGAMAN GEN DGAT1 (diacylglycerol acyltransferase1) TERHADAP PRODUKSI DAN PROFIL ASAM LEMAK SUSU SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN
SANTIANANDA ARTA ASMARASARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Keragaman Gen DGAT1 (diacylglycerol acyltransferase1) terhadap Produksi dan Profil Asam Lemak Susu Sapi Perah Friesian Holstein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Santiananda Arta Asmarasari NIM D151100111
RINGKASAN SANTIANANDA ARTA ASMARASARI. Hubungan Keragaman Gen DGAT1 (diacylglycerol acyltransferase1) terhadap Produksi dan Profil Asam Lemak Susu Sapi Perah Friesian Holstein. Dibimbing oleh CECE SUMANTRI dan I WAYAN MATHIUS. Komposisi asam lemak pada susu sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Komposisi lemak susu dapat diubah melalui perbaikan nutrisi maupun perbaikan genetik yang dilakukan melalui seleksi keunggulan pada gen yang berasosiasi kuat terhadap sifat produksi susu dan persentase kadar lemak. Suatu studi pemetaan lokus sifat kuantitatif (QTL) pada sapi menghasilkan identifikasi polimorfisme (K232A) dalam pengkodean gen untuk acyl CoA:diacylgliserol acyltransferase1 (DGAT1), yang merupakan kunci enzim dalam sintesis trigliserida dan memiliki efek kuat pada persentase lemak susu dan karakteristik produksi susu lainnya. Pengaruh dari mutasi DGAT1 pada komposisi lemak susu sapi perah di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen DGAT1 pada sapi Friesian Holstein (FH) serta pengujian hubungan antara keragaman genotipe gen DGAT1 terhadap produksi dan profil asam lemak susu. Penelitian terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah identifikasi keragaman gen DGAT1 pada sapi perah FH dan tahap kedua adalah pengujian hubungan keragaman gen DGAT1 terhadap produksi susu dan profil asam lemak susu. Sampel darah yang digunakan untuk melihat keragaman genetik gen DGAT1 diambil dari 7 populasi di Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan total 300 ekor, yaitu BBPTU Sapi Perah (SP) Baturraden (123), BET Cipelang (32), BPPT Cikole (36), peternakan rakyat Cilumber (34) dan peternakan rakyat Pasir Kemis (34). Aliran genetik dari pejantan terhadap betina laktasi dilihat dengan menggunakan sampel sapi pejantan FH yang berasal dari lokasi Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang (16) dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari (28). Sampel susu untuk melihat hubungan keragaman gen DGAT1 terhadap produksi dan profil asam lemak susu hanya digunakan sampel dari BBPTU SP Baturraden sebanyak 40 sampel. Sampel susu dikoleksi berdasarkan uji satu hari dengan menjumlahkan produksi pagi dan sore hari dari sapi laktasi dalam kisaran periode laktasi 1-6 dan bulan laktasi 1-12. Data asam lemak susu diperoleh dari hasil pengujian di labooratorium menggunakan metode Gas Chromatography. Ektraksi DNA dilakukan dari sampel darah sapi FH mengikuti metode (Sambrook et al. 1989) yang telah dimodifikasi. Penentuan genotipe masing-masing individu dilakukan dengan pendekatan Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP). Keragaman gen dilihat dengan menghitung frekuensi alel, frekuensi genotipe dan nilai heterozigositas. Hubungan antara varian genotipe gen DGAT1 dengan produksi susu dan profil asam lemak susu dihitung menggunakan General Linear Model (GLM) dengan bantuan software SAS 9.1. Amplifikasi ruas gen DGAT1 menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) menghasilkan produk sepanjang 411 bp. Genotyping ruas gen DGAT1 menghasilkan dua genotipe yaitu KK dan KA. Genotipe KK ditunjukkan
dengan panjang fragmen 411 bp dan genotipe AK ditunjukkan dengan panjang fragmen 203, 208 dan 411 bp. Frekuensi genotipe KA (73%) pada tujuh populasi sapi perah FH lebih tinggi dibanding dengan frekuensi genotip KK (27%) dan AA (0%). Fenomena tidak adanya genotipe AA dari sapi betina FH, baik di peternakan rakyat maupun di stasiun bibit salah satunya adalah dipengaruhi oleh sumber pejantan inseminasi buatan (IB) yang digunakan. Pejantan yang digunakan untuk IB pada betina laktasi umumnya berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singosari. Berdasarkan hasil analisis pada sapi pejantan IB yang berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singosari tidak ditemukan genotipe AA dan frekuensi alel A rendah pada pejantan yang diamati. Frekuensi alel sapi FH dari tujuh populasi diperoleh alel K (64%) lebih tinggi dibanding alel A (36%). Dari hasil penelitian ini gen DGAT1 pada sapi FH dari tujuh populasi yang diamati bersifat polimorfik karena ditemukan dua tipe alel, yaitu alel K dan alel A. Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) populasi sapi FH dari tujuh lokasi berbeda berkisar antara 0.313-0.938 dan nilai heterozigositas harapan (He) berkisar antara 0.264-0.498. Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) yang tertinggi adalah sapi FH dari BET Cipelang yaitu sebesar 0.938 dan nilai heterozigositas pengamatan (Ho) yang terendah adalah sapi FH di lokasi BIB Lembang (0.313). Begitu pula nilai heterozigositas harapan (He) yang tertinggi adalah populasi sapi FH dari Cipelang (0.498) dan yang terendah adalah dari BIB Lembang (0.264). Tingginya nilai heterozigositas pengamatan (Ho) menunjukkan adanya keragaman alel dalam populasi tersebut. Pengujian pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap rataan kadar protein susu menunjukkan bahwa sapi dengan genotipe KK menghasilkan kadar protein susu lebih tinggi (3.12%) dibandingkan sapi dengan genotipe AK (3.06%), meskipun pengaruh tersebut secara statistik tidak nyata (P>0.05). Sebaliknya sapi dengan genotipe AK cenderung menghasilkan produksi susu lebih tinggi dibandingkan KK (P>0.05). Sapi dengan genotipe KK menghasilkan kadar lemak susu lebih banyak (3.32%) dibanding sapi AK (3.20%). Sapi dengan genotipe KK juga bertendensi menghasilkan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) dan Berat Jenis (BJ) lebih tinggi dibandingkan AK (P<0.05). Nilai kadar protein, kadar lemak, Berat Jenis (BJ) dan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) pada sapi FH bergenotipe KK dan AK telah memenuhi standar SNI 01-3141-1998 mengenai syarat mutu susu segar (SNI, 1998). Pengujian pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap profil asam lemak susu menunjukkan sapi dengan genotip AK menghasilkan kadar asam lemak nervonat (C24:1) lebih tinggi daripada sapi dengan genotip KK (P<0.05). Kata kunci : Diacylglycerol acyl transferase1, gen, Friesian Holstein, produksi susu, asam lemak
SUMMARY SANTIANANDA ARTA ASMARASARI. The relationship of Diacylglicerol acyltransferas (DGAT1) Gene Diversity to Friesian Holstein Dairy Cattle‘s Milk Production and Fatty Acid Profile. Supervised by CECE SUMANTRI and I WAYAN MATHIUS. Milk fatty acid composition is influenced by genetic and environmental factors. Milk fat composition can be changed by nutrition and genetic improvement. Genetic improvement can be done through selection to genes which have associated strongly with milk production and milk fat percentage. A study of quantitative trait locus mapping (QTL) in cattle has been resulted that from the identification of polymorphism (K232A) in the gene coding for acyl CoA is diacylgliserol acyltransferase1 (DGAT1). DGAT1 is a key enzyme in the synthesis of triglycerides and has a strong effect on milk fat percentage and milk production. The effect of DGAT1 mutations in milk fat composition of dairy cattle in Indonesia has not been done. This study aims to, firstly, to identify the genetic diversity of DGAT1 gene in cattle Friesian Holstein (FH), secondly, to test the relationship between genotype diversity DGAT1 gene with milk production and milk fatty acid profile. The study consisted of two steps. The first was identification of DGAT1 gene diversity in FH dairy cows. The second was testing relationship of DGAT1 gene diversity to milk production and milk fatty acid profile. The identification of DGAT1 gene diversity used blood samples which collected from 7 populations in Central Java and West Java. There were 300 heads dairy cattles used in this research which taken from BBPTU Baturraden SP (123), BET Cipelang (32), BPPT Cikole (36), Cilumber farm (34) Pasir Kemis Farm (34). Genetic flow from the male to the lactation female viewed by using samples which derived from BIB Lembang (16) and BBIB Singosari (28). The identification of the relationship of DGAT1 gene diversity to milk production and milk fatty acid profile used milk samples which collected from BBPTU Baturaden’s Dairy Cattle (40). Milk samples were collected by a single test day in which milk production in the morning and in the afternoon is calculated. Such milk samples were collected from dairy cattle which has 1-6 lactation periods and 1-12 month lactation. The data of milk fatty acid obtained through a laboratorium test results which using Gas Chromatography method. DNA extraction has been done by using modified (Sambrook et al. 1989). Determination of the genotype of each individual was conducted with Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCRRFLP) approach. Gene diversity has been seen by counting the frequency of allele, genotype frequencies and heterozygosity values. The relationship between DGAT1 gene genotype variants with milk production and milk fatty acid profile was calculated based on the General Linear Model (GLM) method using SAS 9.1 software. DGAT1 gene fragment amplification was carried out by using the Polymerase Chain Reaction (PCR) method which resulted products throughout 411 bp. Genotyping DGAT1 gene fragment were resulted two genotypes KK and
KA. KK genotype is shown with 411 bp fragment length and AK genotype is shown with 203, 208 and 411 bp fragment length. Frequiency of AK genotype (73%) at seven FH dairy cows population was higher than the KK genotype (27%) and AA genotype (0%). The phenomenon of the lack of AA genotype of FH cows, either at the farm or at the seeds center institution, was influenced by the source of male cattle which used in artificial insemination (AI) activity. Males cattle were used for AI in lactating females were generally derived from BIB Lembang and BBIB Singosari. Based on the analysis result, AA genotypes were not found in bulls from BIB Lembang and BBIB Singosari and A allele frequencies in bulls was low. Allele frequencies of seven cattle populations of FH resulted allele K (64%). That was higher than A allele (36%). This research resulted that gene DGAT1 on observed FH dairy cattle from seven populations had polymorphic characteristic due to there were found two types of alleles ( K allele and A allele). Observation heterozygosity values (Ho) of FH cattle population from seven different locations ranged between 0313-0938. Expected heterozygosity values (He) of FH cattle population from seven different locations ranged between 0264-0498. The highest of observation heterozygosity values (Ho) was FH dairy cattle from BET Cipelang (0.938) and the lowest was FH dairy cattle from BIB lembang (0.313). Whereas, the highest of heterozygosity values (He) was FH dairy cattle population from Cipelang and the lowest one was came from BIB Lembang (0.264). A high value of the observation heterozygosity (Ho) shows the diversity of alleles in the population. Assessment of the effect of DGAT1 gene variant genotype to average protein content of milk showed that cows with KK genotype tended to produce higher milk protein content, namely 3.12%. Such milk protein content higher than if we compared with AK genotype (3.06%), although based on statistically analysis the effect was not significsntly different (P<0.05). FH dairy cattle with KK genotype also tended to produce more milk fat (3.32%) than AA cows (3.20%). Value of protein content, fat content, specific gravity and solid non fat (SNF) in FH dairy cattle with genotype KK and AK have apropriated with SNI 01-3141-1998 standard of quality requirements of fresh milk (SNI, 1998). DGAT1 gene does not significantly affected the unsaturated fatty acids (myristoleic, palmitoleic, oleic, eurat, linolenic, and arachidonat eicosatrinoat). Nevertheles, DGAT1 gene significantly affected (P<0.05)nervonat acid (C24: 1). Keywords: Diacylglycerol acyl Transferase,1Genes, Friesian Holstein, milk production, fatty acid
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
HUBUNGAN KERAGAMAN GEN DGAT1 (diacylglycerol acyltransferase1) TERHADAP PRODUKSI DAN PROFIL ASAM LEMAK SUSU SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN
SANTIANANDA ARTA ASMARASARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Jakaria, SPt, MSi.
Judu1 Tesis : Hubungan Keragaman Gen DGAT1 (diacylglicerol acyltransferasel) terhadap Produksi dan Profil Asam Lemak Susu Sapi Perah Friesian Holstein : Santiananda Arta Asmarasari Nama : D 151100111 NIM
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc. Ketua
Prof Dr Ir I Wayan Mathius, MSc. Anggota
Diketabui oleh
Ketua Program Studi Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Petemakan
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Tanggal Ujian: 26 Ju1i 2013
Tanggal Lu1us:
2 4 0CT 2013
Judul Tesis : Hubungan Keragaman Gen DGAT1 (diacylglicerol acyltransferase1) terhadap Produksi dan Profil Asam Lemak Susu Sapi Perah Friesian Holstein Nama : Santiananda Arta Asmarasari NIM : D151100111
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc. Ketua
Prof Dr Ir I Wayan Mathius, MSc. Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan judul “Hubungan Keragaman Gen DGAT1 (diacylglcerol acyltransferase1) terhadap Produksi dan Profil Asam Lemak Susu Sapi Friesian Holstein”. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih setinggitingginya kepada Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof Dr Ir I Wayan Mathius, MSc selaku anggota komisi pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan serta ketulusan dan kesabarannya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini. Kepada Bapak Dr. Jakaria, SPt, MSi. penulis menyampaikan terima kasih atas kesediaan dan masukannya sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Kepala Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden Purwokerto Jawa Tengah beserta staf dan jajarannya, atas segala bantuannya selama pengambilan darah sapi perah Friesian Holstein (FH) serta data produksi dan kualitas susu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Bess Tiesnamurti, MSc selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan serta Bapak Dr Nasrullah, MSc selaku Kepala Balai Penelitian Ternak, atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan studi dan dukungan maupun dorongan yang tiada henti untuk segera menyelesaikan studi. Kepada rekan sekantor yaitu ibu Dr Anneke Anggraeni, Dr Polmer Situmorang, Dr Eko Handiwirawan, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan saran-saran yang diberikan. Kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak (Eryk Andreas, Restu, Almira, Ibu Nena, Ibu Nungky, Ibu Hidayati, Ferdi, Rey, dan Sri) penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung. Kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana program studi ITP angkatan 2010 (Hearty, Sasa, Ibu Fifi, Andi, Imam, Awlia, Alwi, David, Rupi dan Rifah) terima kasih atas kebersamaan dan supportnya yang tiada henti. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang-orang terdekat yang sangat penulis cintai, yaitu Ayahanda Herry Santoso dan Almh. Ibunda Yeni Kristianing serta suami Cecep Hidayat, yang selalu memberikan memberikan motivasi, doa dan dukungan moril. Tiada henti mereka memberikan dorongan untuk terus berupaya keras agar penulis segera menyelesaikan studi, meringankan beban di kala menghadapi kesulitan selama menjalani proses studi. Kepada buah hatiku Maryam Al Ghazelia Arta dan Ibrahim El Rumi Danendra, terima kasih atas pengertian dan keceriaan yang diberikan, semoga ini dapat menjadi tambahan motivasi dan teladan untuk terus menuntut ilmu lebih banyak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2013 Santiananda Arta Asmarasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Produksi Susu Asam Lemak Susu Polimorfisme Gen DGAT1 Hubungan varian genetik gen DGAT1 dengan sifat produksi susu dan kualitas susu Memodifikasi profil asam lemak susu melalui teknologi pakan 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Sampel darah sapi perah FH Sampel susu Primer Bahan dan Alat untuk Pengambilan Sampel Bahan dan Alat untuk Ekstraksi DNA Bahan dan Alat untuk Polymerase Chain Reaction (PCR) Bahan dan Alat untuk Elektroforesis Bahan dan Alat untuk Genotyping Prosedur Ekstraksi DNA Amplifikasi ruas gen DGAT1 Elektroforesis produk PCR Penentuan genotipe dengan pendekatan RFLP Uji kualitas susu Analisa profil asam lemak susu Analisa Data Frekuensi alel dan genotipe Heterozigositas Analisa hubungan genotipe gen DGAT1 terhadap produksi susu dan profil asam lemak susu 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi gen DGAT1
xii xii xii 1 2 2 2 3 5 5 5 7 9 10 11 12 12 12 12 12 13 13 13 13 14 14 14 14 15 15 16 16 16 16 16 17 17 18 18
Frekuensi genotipe dan alel gen DGAT1 Heterozigositas Pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap kualitas susu segar sapi FH 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
20 22 23 28 28 28 28 33 40
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Karakteristik Sampel Darah Sapi Perah FH Runutan primer yang digunakan Frekuensi genotipe dan alel gen DGAT1 pada sapi Friesian Holstein Frekuensi genotipe dan frekuensi alel pada beberapa bangsa sapi perah
Heterozigositas gen DGAT1pada sapi FH Produksi dan kualitas susu segar sapi FH berdasarkan genotipe Polimorfisme gen DGAT1 pada beberapa bangsa sapiperah Profil asam lemak susu sapi perah Friesian Holstein
12 13 21 22 22 24 25 26
DAFTAR GAMBAR 1 Ruang lingkup penelitian pengaruh gen DGAT1 terhadap produksi dan profil asam lemak susu 2 Kurva laktasi produksi susu dengan masa laktasi 330 hari dan Kurva konsumsi bahan kering pakan (Dry Matter Intake=DMI) 3 Grafik hubungan produksi susu dan kadar lemak susu 4 Rekonstruksi struktur gen DGAT1 berdasarkan sekuens gen DGAT1 di GenBank (KodeAkses AY065621) 5 Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi ruas Gen DGAT1 pada gel agarose 1,5% 6 Visualisasi pita DNA Gen DGAT1 pada gel agarose 2% 7 Runutan nukleotida ruas gen DGAT1 (GenBank nomor akses No AY065621) 8 Perbedaan sekuen alel K dan A gen DGAT1|EaeI
4
6 7 11 18 19 20 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Sekuen gen DGAT1 yang di akses di gene bank No AY065621 2 Prosedur uji asam lemak
33 39
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Susu sapi dikenal sebagai komponen penting dari diet manusia. Nilai gizi susu sapi sering dipromosikan sebagai minuman kesehatan dan terbukti memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan tubuh manusia. Susu sebagai makanan pharmaceutical bermanfaat untuk mencegah penyakit terkait dengan sistem kekebalan tubuh, sistem endokrin, sistem saraf, sistem pencernaan dan sistem sirkulasi darah. Susu sapi juga berperan penting pada aktivitas anti-hipertensi, antivirus, antibakteri, antioksidatif, dan untuk kesehatan tulang (Cashman et al. 2006). Meskipun susu sapi memiliki banyak fungsi bagi kesehatan, namun komposisi asam lemak susu yang terkandung di dalamnya sering pula menjadi perhatian karena susu sapi memiliki proporsi asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) yang relatif tinggi, tetapi rendah proporsi asam lemak tak jenuh ganda atau (polyunsaturated fatty acid/ PUFA) (Mensink et al. 2003). Sebuah studi mengenai asam lemak ditemukan bahwa asupan asam lemak jenuh yang relatif tinggi (SFA) berpotensi meningkatkan kolesterol low density lipoprotein (LDL) dalam darah manusia sedangkan asupan asam lemak tak jenuh ganda dapat menurunkan kolesterol LDL (Mensink et al. 2003). Saat ini susu digunakan sebagai makanan pharmaceutical. Diantaranya susu digunakan sebagai media terapi obesitas dan penyakit jantung. Susu yang digunakan untuk keperluan tersebut merupakan susu yang mengandung Conjugated Linoleic Acid (CLA). Asam lemak yang mengandung Conjungated Linoleic Acid (CLA), asam butirat dan spingomielin dalam susu dilaporkan mampu mencegah pertumbuhan dan perkembangan sel kanker. Asam lemak tidak jenuh yang baik bagi kesehatan dikenal dengan sebutan asam lemak tak jenuh Omega 3, Omega 6 dan Omega 9. Saat ini kebutuhan akan makanan pharmaceutical semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kejadian penyakit degeneratif seperti jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis dan obesitas. Komposisi asam lemak pada susu sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Lemak susu sapi perah biasanya terdiri dari 50-70% asam lemak jenuh (SFA), 20-40% asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), dan sisanya dalam jumlah relatif kecil 1-5% asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA). Meskipun persentase dari asam lemak tak jenuh dari susu sapi sangat dipengaruhi oleh faktor nutrisi dari pakan ternak (Salter et al. 2007), namun terdapat variasi yang cukup jelas antara individu dalam bangsa maupun antara bangsa sapi perah (Soyeurt et al. 2006). Komposisi lemak susu dapat diubah melalui nutrisi sapi perah (Palmquist 2006), dan mungkin oleh pemuliaan selektif meskipun prospek ini belum diteliti secara ekstensif. Prasyarat utama untuk pemuliaan selektif adalah adanya variasi genetik dalam komposisi lemak susu antara sapi-sapi. Variasi fenotipik dalam komposisi lemak susu telah dilaporkan, baik antara bangsa sapi maupun di dalam bangsa sapi (Schennink 2007). Di Belanda, seleksi pada sifat produksi susu telah
2
memberikan kontribusi terhadap peningkatan persentase lemak susu dari 3,66% pada tahun 1950 menjadi 4,42% pada tahun 2005 (NRS 2006). Seleksi pemuliaan secara tradisional membutuhkan recording fenotip yang lengkap. sebaliknya teknologi dengan penanda molekuler genetik memberikan manfaat untuk mempercepat kemajuan seleksi secara genetik. Seleksi berdasarkan marker genetik untuk penciri sifat tertentu yang bernilai ekonomis akan menjadikan seleksi berlangsung lebih awal. Beberapa penelitian berkaitan dengan usaha untuk mengubah komposisi asam lemak telah dilakukan melalui perbaikan nutrisi pakan (Hossein et al. 2011). Pada tingkat molekuler, identifikasi keragaman gen penyandi enzim yang berperan dalam pembentukan lemak dan asam lemak juga telah dilaporkan. Schennink et al.(2007) menyatakan bahwa nilai heritabilitas asam lemak susu tinggi untuk asam lemak jenuh rantai pendek sampai sedang (C4:0-C16:0), heritabilitas sedang untuk asam lemak jenuh dan tidak jenuh rantai panjang (C18). Suatu studi pemetaan lokus sifat kuantitatif (QTL) pada sapi menghasilkan identifikasi polimorfisme (K232A) dalam pengkodean gen untuk asil CoA:diasilgliserol 1 acyltransferase (DGAT1), yang merupakan kunci enzim dalam sintesis trigliserida dan memiliki efek kuat pada persentase lemak susu dan karakteristik produksi susu lainnya (Grisart et al. 2002; Winter et al. 2002). Berdasarkan penelitian Shorten et al. (2004) dilaporkan bahwa peningkatan produksi susu karena alel DGAT1 232K diduga akan mengakibatkan komposisi lemak lebih jenuh. Pengaruh dari mutasi DGAT1 pada komposisi lemak susu sapi perah di Indonesia belum banyak dilakukan. Oleh sebab itu, penggunaan gen DGAT1 sebagai marka gen perlu diverifikasi pada sapi perah di Indonesia. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengidentifikasi varian genetik dari gen DGAT1 pada sapi FH dan menguji pengaruh varian genotipe dari gen DGAT1 terhadap produksi susu dan profil asam lemak susu pada sapi Friesian Holstein. Manfaat Penelitian Peluang pemanfaatan gen DGAT1 sebagai salah satu gen pengontrol kadar lemak susu dapat digunakan sebagai marka dibantu seleksi (MAS) dalam menghasilkan susu dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Manfaat dalam jangka panjang dimungkinkan untuk membentuk breed sapi perah Friesian Holstein yang mampu menghasilkan susu yang menyehatkan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan penelitian. Penelitian I dilakukan untuk melihat varian genetik dari gen DGAT1 pada sapi Friesian Holstein dari dua manejemen pemeliharaan yang berbeda, yaitu sapi FH yang dibelihara secara intensif
3
di stasiun bibit pemerintah (BBPTU Sapi Perah Baturraden, BET Cipelang, BPPT Cikole) dan sapi FH yang berasal dari peternakan semi intensif yaitu di peternakan rakyat Pasir Kemis dan Cilumber. Dua peternakan rakyat ini merupakan binaan KPSBU Lembang. Sumbangan pejantan hasil inseminasi buatan (IB) terhadap keragaman genetik gen DGAT1 pada betina turunannya, dilihat melalui analisa sampel DNA yang berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singasari. Penelitian II dilakukan untuk mempelajari hubungan keragaman gen DGAT1 terhadap produksi dan profil asam lemak susu. Pemeriksaan hubungan ini dilakukan pada peternakan dengan sistem manajemen pemeliharaan intensif di BBPTU Sapi Perah Baturraden dengan tujuan untuk meminimalisasi pengaruh lingkungan terhadap ekspresi gen. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat produksi dan asam lemak susu tidak jenuh. Ruang lingkup penelitian II secara ringkas disajikan pada Gambar 1.
4
Sapi Perah di BBPTU Sapi Perah Baturraden
Genotipe
Fenotipe
Pengambilan sampel darah
Produksi susu
Ekstraksi DNA
Kualitas susu
profil asam lemak susu Genotyping Gen DGAT1 Menggunakan metode PCR-RFLP
Polimorfisme
Asosiasi keragaman Gen DGAT1 terhadap produksi susu, kualitas susu dan profil asam lemak susu
Gambar 1 Ruang lingkup penelitian pengaruh gen DGAT1 terhadap produksi dan profil asam lemak susu
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Data populasi dan produksi peternakan di Indonesia menunjukkan bahwa gambaran kondisi peternakan sapi perah di Indonesia masih dominan tersebar di Pulau Jawa seperti di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah, yang sebagian besar adalah bangsa sapi Friesian Holstein (FH). Populasi sapi perah pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 611.940 ekor lebih tinggi dibandingkan populasi pada tahun 2012 yaitu sekitar 597.210 ekor dengan tingkat pertumbuhan 2.41%. Produksi susu pada tahun 2013 sebesar 959.700 ton sedikit menurun dibandingkan pada tahun 2012 yaitu sebesar 974.690 ton (Direktorat Jenderal Peternakan 2013). Sapi Friesian Holstein (FH) adalah bangsa sapi perah yang berasal dari Belanda dari propinsi Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat (Schmidt et al. 1988). Sapi FH mempunyai karakteristik dengan warna bulu hitam dan putih dan memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah mempunyai tubuh luas ke belakang, sistem dan bentuk perambingan yang baik, bentuk puting yang simetris, serta memiliki efisiensi pakan yang baik untuk dialihkan menjadi produksi susu (Blakely dan Bade 1998). Selain itu sapi FH memiliki temperamen tenang, kadar lemak susu 3.5-3.7% dengan warna lemak kuning membentuk butiran-butiran (globula) sehingga aman untuk konsumsi susu segar, bahan kering tanpa lemak (BKTL) 8.5% dan rata-rata produksi susu per tahun 5750-6250 kg. Adapun klasifikasi zoologi sapi FH menurut (Tyler dan Ensminger 2006) sapi perah termasuk ke dalam Divisi Animalia, Filum Chordata, Kelas Mamalia, Ordo Artyodactyla, Famili Bovidae, Genus Bos, Spesies Bos Taurus. Sapi yang berasal dari Bos Taurus yang banyak dikembangkan ada lima bangsa yaitu (Holstein, Brown Swiss, Ayshire, Guernsey dan Jersey. Produksi Susu Sapi FH memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainnya dengan persentase kadar lemak susu paling rendah yaitu 3.65% dan memiliki produksi susu per laktasi sebesar 7245 kg (Schmidt et al. 1988). Produksi susu yang tinggi diakibatkan sapi FH mempunyai ambing yang besar sehingga mampu memproduksi susu lebih banyak (Webster 1993). Produksi susu sapi FH secara umum dikontrol oleh faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar tubuh ternak seperti iklim, kuantitas dan kualitas pakan, penyakit dan parasit (Indrijani 2001), sedangkan faktor internal antara lain adalah faktor genetik, periode laktasi, frekuensi pemerahan, umur, ukuran tubuh ternak, masa kering, siklus estrus dan kebuntingan (Sudono et al. 2003). Faktor-faktor tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan keragaman produksi susu (Indrijani 2001).
6
Payne (1990) menyatakan bahwa suhu nyaman untuk Sapi Friesian Holstein untuk berproduksi susu adalah 5ºC hingga 20ºC dan kelembaban 55-65%, dengan produksi optimal terjadi pada suhu sekitar 10ºC sedangkan suhu kritis untuk sapi FH adalah 27ºC (McDowell 1972). Produktivitas sapi perah dapat dilihat dengan cara mengukur jumlah produksi susu selama satu masa laktasi. Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan (305 hari) antara saat beranak dan masa kering kandang. Produksi susu total untuk setiap periode laktasi bervariasi, namun umumnya puncak produksi dicapai pada umur 6-7 tahun atau pada laktasi ketiga dan keempat. Menurut (Tyler dan Ensminger 2006) produksi susu terbanyak akan dicapai pada umur 7-8 tahun. Umur sapi juga mempengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan. Semakin umur sapi bertambah akan diikuti dengan penurunan produksi secara bertahap. Produksi susu pada laktasi pertama (umur 2 tahun) adalah 77%, laktasi kedua (umur 3 tahun) 87%, laktasi keempat (umur 5 tahun) 94%, dan laktasi kelima (umur 6 tahun) 98%. Sapi FH yang dipelihara di Indonesia mempunyai produksi susu lebih rendah dibanding potensi genetik di daerah asalnya, hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban yang tinggi. Penelitian (Anggraeni et al. 2008) melaporkan rataan produksi susu lengkap sapi FH pada peternakan di BBPT-SP Cikole Lembang Jawa Barat berkisar 4.083-5.240 kg pada periode laktasi pertama sampai ke empat sedangkan menurut Wicaksono (2004) produksi susu sapi FH selama 305 hari per ekor pada periode laktasi ke 1, 2, 3, 4 dan 5 berturut-turut adalah 3438,23 kg, 3378,77 kg, 3527,79 kg, 3383,71 kg dan 3255,69 kg.. Tilman et al. (1986) menyatakan bahwa produksi susu sapi perah mengikuti pola yang teratur pada setiap laktasi. Produksi susu akan naik selama 45-60 hari setelah sapi beranak hingga mencapai puncak produksi dan kemudian turun secara perlahan-lahan hingga akhir laktasi (Gambar 2). Tingkat produksi susu dalam satu laktasi ikut mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering ransum, dimana terlihat bahwa produksi susu tinggi akan mengakibatkan konsumsi bahan kering juga menjadi tinggi.
Gambar 2. Kurva laktasi produksi susu dengan masa laktasi 330 hari dan kurva konsumsi bahan kering pakan (Dry Matter Intake=DMI).(Pierre, 2011)
7
Asam Lemak Susu Lemak merupakan komponen yang paling penting dalam susu, yang memiliki bentuk butiran dan tersusun dalam susu sebagai emulsi lemak dalam air. Persentase lemak susu bervariasi antara 2,4% – 5,5%. Lemak susu terdiri atas trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak melalui ikatan-ikatan ester. Lemak susu mengandung asam lemak jenuh sebesar 6575%, asam lemak tidak jenuh sebesar 25-30%, dan asam lemak tidak jenuh ganda sebesar 4% (Buckle et al. 2007). Kandungan lemak pada susu berperan penting pada flavor, citarasa di mulut (mouthfeel) maupun kestabilan produk hasil olahan susu. Sebagian lemak susu disintesis di dalam kelenjar ambing, yaitu 50% berasal dari asam lemak rantai pendek (C4-C14) berupa asetat dan beta hidroksi butirat yang dihasilkan oleh fermentasi selulosa di dalam rumen, sebagian lagi berasal dari asam lemak rantai panjang (C16-C18) dari makanan dan cadangan lemak tubuh (Palmquist 2006). Sumber pembentukan lemak susu ada tiga yaitu glukosa, triasilgliserol dari bahan makanan atau yang dibentuk oleh bakteri rumen dan asam lemak yang disintesis oleh kelenjar ambing (Tyler dan Ensminger 2006). Hubungan produksi susu dengan kadar lemak susu ditunjukkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa kandungan lemak terlihat menurun ketika produksi susu meningkat. Begitu juga sebaliknya, kandungan lemak akan meningkat ketika produksi susu menurun.
Gambar 4. Grafik Produksi Susu dan Kadar Lemak (Siregar, 1995)
Gambar 3 Grafik hubungan produksi susu dengan kadar lemak susu Basya (1983) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah adalah bangsa sapi perah, umur sapi perah, periode laktasi, interval pemerahan, keadaan iklim serta kualitas ransum yang diberikan. Salter et al. (2007) menyatakan bahwa komposisi asam lemak pada susu sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Lemak susu sapi perah biasanya terdiri dari 50-70% asam lemak jenuh (SFA), 20-40% asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), dan
8
sisanya dalam jumlah relatif kecil 1-5% asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) (Salter et al. 2007). Meskipun persentase dari asam lemak susu sapi sangat dipengaruhi oleh faktor nutrisi dari pakan ternak (Salter et al. 2007) namun terdapat variasi yang cukup jelas antara individu dalam bangsa maupun antara bangsa sapi perah (Soyeurt et al. 2006). Berdasarkan panjang rantai karbon, asam lemak digolongkan menjadi rantai pendek (C2-C6), rantai sedang (C8-C12) dan rantai panjang (C14-C24) (Doyle 1997). Berdasarkan derajat kejenuhannya, asam lemak terbagi menjadi asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/MUFA) dan asam lemak tak jenuh ganda (PolyUnsaturated Fatty Acid/PUFA) (Silalahi 2000). Berdasarkan isomer geometrik, asam lemak terbagi menjadi asam lemak tak Jenuh "cis" dan asam lemak tak jenuh "trans" (Silalahi 2000). Jenis-jenis asam lemak jenuh dalam susu adalah asam butirat, asam kaporoat, asam kaprilat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat dan asam stearat. Jenis-jenis asam lemak tidak jenuh dalam susu adalah asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, asam arakhidonat (Bylund, 1995). Asam lemak dalam susu terdiri dari asam lemak essensial dan non essensial. Asam lemak essensial tidak dapat disintesa oleh ternak sehingga asam lemak essensial dalam susu sapi berasal dari ransum. Asam lemak essensial dalam susu sapi merupakan asam lemak dengan jumlah karbon 18 atau lebih seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), asam linolenat (18:3), EPA (20:5) dan DHA (22:6) yang terkandung dalam susu sapi. Absorbsi asam lemak yang berasal dari ransum dalam plasma menunjukkan asam lemak dalam ransum yang terabsorbsi dan terinkorporasi dalam lemak, yang dihasilkan oleh sel intestinal dan dibawa dalam plasma ke jaringan mamari. Asam lemak dalam lemak plasma (asam lemak plasma) berasal dari asam lemak dalam ransum yang terabsorbsi dan terinkorporasi dalam lemak dalam sel enterosit. Asam lemak dalam plasma juga dapat berasal dari hasil perombakan cadangan lemak dalam pool lemak atau jaringan adiposa. Selain itu, asam lemak dalam plasma berasal dari asam lemak dalam biomassa bakteri dan protozoa rumen yang dicerna dalam abomasal dan diabsorbsi oleh sel enterosit, lalu diesterifikasi menjadi lemak. Selanjutnya lemak ini bergabung dengan khilomikron dan VLDL dan dibawa oleh darah untuk ditranspor ke jaringan mamari (Rashid et al. 2007). Tuminah (2009) menyatakan bahwa asupan asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) dalam jumlah banyak, secara signifikan tidak hanya meningkatkan kadar kolesterol LDL, akan tetapi juga sekaligus meningkatkan kadar kolesterol HDL darah. Dengan demikian secara otomatis meningkatkan kadar kolesterol total darah (yang jumlahnya merupakan paduan kolesterol LDL dan HDL), serta memperkecil rasio kolesterol Total:HDL. Asupan asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/MUFA) mampu menurunkan kadar kolesterol LDL tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL darah. Sedangkan asupan asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) mampu menurunkan kadar kolesterol total dalam jumlah banyak, cenderung menurunkan tidak hanya kadar kolesterol LDL tapi juga HDL darah. Asupan asam lemak tak jenuh "Trans" (Trans Unsaturated
9
Fatty Acid/TUFA) tidak hanya meningkatkan kadar kolesterol LDL, tetapi secara bersamaan juga menurunkan kadar kolesterol HDL. Asam lemak tidak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) omega-3 adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, dengan ikatan rangkap terakhir terletak pada atom karbon ketiga dari ujung metil rantai asam lemak. Asam alfa linolenik (ALA, 18:3), asam eikosapentaenoik (EPA, 20:5), dan asam dokosaheksaenoik (OHA, 22:6) adalah asam lemak omega-3 yang paling umum. Asam lemak Omega-3 sudah terbukti mempunyai dampak menguntungkan dalam pencegahan penyakit kardiovaskuler, kanker, Alzheimer dan schizoprenia. Khususnya, OHA memainkan peran penting dalam perkembangan otak dan retinal bayi. Sebagai lemak esensial bagi manusia, asam lemak omega-3 perlu ditambahkan pada makanan untuk memelihara tubuh dan otak dalam kondisi puncak. Pada penyakit kardiovaskuler, asam lemak omega-3 telah menunjukkan berdampak menguntungkan pada sistim kardiovaskuler. Resiko dari terkena penyakit diabetes, obesitas, asma, dan lain-lain terbukti berkurang dengan meningkatkan konsumsi omega-3 (Simopoulos 2002). Studi terbaru menunjukkan bahwa asam lemak omega-3 bisa bergabung dengan membran sel jantung, sehingga berdampak kardioprotektif terhadap beberapa penyakit (Masson et al. 2007). Asam lemak Omega-3 mempunyai banyak manfaat kesehatan dan harus dimasukkan dalam diet manusia (Etherton dan Innis 2007). Polimorfisme gen diacylglicerol acyltransferase1 (DGAT1) Pada sapi Bos Taurus, gen Diacylglicerol acyltransferase1 (DGAT1) terletak pada kromosom 14 dan mengkode enzim asil KoA. Diasilglicerol-acyltransferase memainkan peranan penting dalam metabolism sel diasilgliserol dalam proses fisiologis, seperti penyerapan lemak usus, penyerapan lipoprotein, pembentukan jaringan adiposa, dan laktasi, serta terlibat dalam metabolisme triacylgliserol pada eukariot yang lebih tinggi (Cases et al.1998). Grisart et al. (2001) menegaskan bahwa gen kandidat yang kuat dalam mengkontrol kandungan lemak susu adalah diasilgliserol acyltransferase (DGAT1). Substitusi protein lisina/alanina (K232A) dikodekan oleh gen DGAT1 telah terbukti berhubungan langsung dengan kandungan lemak susu dari banyak bangsa sapi perah seperti Friesian Holstein, Fleckvieh, dan Jersey (Grisart et al. 2001; Winter et al. 2002). Untuk sapi perah, varian lisin (K) dari DGAT1 terkait dengan kandungan kadar lemak susu yang tinggi, sedangkan jika lisin digantikan oleh alanin akan terkait dengan susu kadar lemak rendah (Grisart et al. 2004). Selain itu, Thaller et al. (2003) menunjukkan bahwa alel lisin DGAT1 juga berpengaruh positif terhadap intramuskuler kadar lemak pada Charolais dan keturunan Holstein silangan. Estimasi efek polimorfisme DGAT1 K232A pada persentase lemak, persentase protein, dan sifat produksi susu menunjukkan hasil yang konsisten pada penelitian sebelumnya (Grisart et al. 2002; Thaller et al. 2003). Penelitian mengenai pengaruh dari polimorfisme DGAT1 K232A pada komposisi lemak susu dilakukan
10
pertama kali oleh Schennink (2007). Dalam hasilnya disebutkan bahwa 232K diasosiasikan dengan fraksi yang lebih besar dari C16:0; fraksi yang lebih kecil dari C14:0, asam lemak tak jenuh C18, dan CLA (Conjugated Linoleic Acid), dan rasio yang lebih tinggi SFA/UFA. DGAT1 mengkatalisis langkah terakhir dalam sintesis trigliserida dimana hasil esterifikasi dari lemak asil-KoA ke posisi sn-3 dari sebuah diasilgliserol. Hubungan varian genetik gen DGAT1 dengan sifat produksi susu dan kualitas susu Protein Diacylglicerol acyltransferase1 (DGAT1) adalah sebuah enzim yang mengkatalisis tahapan terakhir pada sintesis trigliserida. Sejumlah mutasi pada gen DGAT1 banyak ditemukan pada sapi tetapi hanya satu lokasi di exon 8 pada posisi basa 10433 dan 10434 yang menyebabkan substitusi lisin menjadi alanin (K232A), yang telah terbukti terkait dengan sifat produksi susu (Woszuk et al. 2008). Woszuk et al. (2008) melaporkan keragaman gen DGAT1 menggunakan metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dengan enzim pemotong CfrI pada sapi perah bangsa Polish Holstein Friesian (PHF). Ditemukan ada tiga genotipe KK, KA dan AA serta dua alel K dan A. Frekuensi genotipe KK, KA dan AA masing-masing adalah 27%, 55% dan 18% sedangkan frekuensi alel K dan A masing-masing adalah 54% dan 46%. Oshima dan Serrano (2003) melaporkan bahwa interaksi antara gen DGAT1 dan gen regulator hormon pertumbuhan (Pit1) terhadap produksi susu pada sapi Baja California Holstein memiliki pengaruh yang signifikan pada total produksi susu. Substitusi alel A menjadi K pada lokus DGAT1 mengakibatkan peningkatan produksi susu sebanyak 263.22 kg. Hasil ini berbeda dengan studi awal yang dilaporkan Grisart et al. (2002) dan Spelman et al. (2002).
Lokus Panjang Gen Sekuen depan Exon 1 Exon 2 Exon 3 Exon 4 Exon 5 Exon 6 Exon 7
= AY065621 = 14117 bp = 693-887, 1465-1566, 3605-12168 = 3604 = 3605 – 3795 = 190 bp Intron 1 Intron 2 = 7413 – 7500 = 87 bp = 9444 – 9484 = 40 bp Intron 3 = 9564 – 9649 = 85 bp Intron 4 = 9742 – 9794 = 52 bp Intron 5 = 10010 – 10115 = 105 bp Intron 6 = 10205 – 10318 = 113 bp Intron 7
= 3796 – 7412 = 7501 – 9443 = 9485 – 9563 = 9650 – 9741 = 9795 – 10009 = 10116 – 10204 = 10319 – 10418
= 3616 bp = 1942 bp = 78 bp = 91 bp = 214 bp = 88 bp = 99 bp
11
Exon 8 Exon 9 Exon 10 Exon 11 Exon 12 Exon 13 Exon 14 Exon 15 Exon 16 Exon 17
= 10419 – 10493 = 10564 – 10667 = 10758 – 10796 = 10863 – 10904 = 10978 – 11022 = 11097 – 11209 = 11297 – 11362 = 11449 – 11536 = 11618 – 11680 = 11753 – 11908
= 74 bp = 103 bp = 38 bp = 41 bp = 44 bp = 112 bp = 65 bp = 87 bp = 62 bp = 155 bp
Intron 8 Intron 9 Intron 10 Intron 11 Intron 12 Intron 13 Intron 14 Intron 15 Intron 16
= 10494 – 10563 = 10668 – 10757 = 10797 – 10862 = 10905 – 10977 = 11023 – 11096 = 11210 – 11296 = 11363 – 11448 = 11537 – 11617 = 11681 – 11752
= 69 bp = 109 bp = 65 bp = 72 bp = 73 bp = 86 bp = 85 bp = 80 bp = 71 bp
Gambar 4 Rekonstruksi struktur gen DGAT1 berdasarkan sekuens gen DGAT1 di GenBank (Kode Akses AY065621) (Grisart et al. 2002) Memodifikasi profil asam lemak susu melalui teknologi pakan Lemak susu merupakan faktor penentu penting dari kualitas susu. Asam lemak jenuh dianggap menghasilkan efek negatif, sedangkan yang lain (18:01, 18:02 isomer, dan 18:03 n-3) memiliki potensi efek positif pada kesehatan manusia (Parodi, 2005). Profil asam lemak susu bisa diubah secara substansial dengan memanipulasi pola makan ternak (Bandara 1994). Peningkatan kadar asam oleat dan asam linoleat dengan mengurangi asam laurat, miristat dan palmitat dianggap paling diinginkan dari perspektif kesehatan manusia dan juga memberikan manfaat tambahan dalam menghasilkan produk susu (mentega) yang lebih lembut. Bandara (1997) menyatakan perubahan dalam profil asam lemak produk susu jika diterapkan di negara-negara Barat, merupakan strategi yang potensial untuk menurunkan risiko penyakit jantung koroner (PJK) tanpa merubah pola makan yang biasa dilakukan. Salah satu upaya untuk memodifikasi profil asam lemak susu adalah dengan menggunakan teknologi pakan. Suplementasi pada diet sapi perah dengan biji-bijian yang mengandung UFA (asam lemak tidak jenuh) bisa diberikan pada ternak sapi perah (Kennelley 1996). Sumber utama lemak tak jenuh pada tanaman di antaranya kedelai, kanola, dan minyak biji bunga matahari. Pengaruh suplementasi minyak biji bunga matahari terhadap produksi susu dan komposisi asam lemak susu telah banyak dipelajari, baik yang mendapat perlakuan dari biji matahari yang utuh, digiling, dihancurkan bahkan dipanaskan. Akan tetapi pemberian minyak bebas (free oil) dalam diet sapi perah tidak dianjurkan karena dapat menghambat aktivitas mikroba rumen dan mempengaruhi produksi dan komposisi asam lemak susu. Studi mengenai suplementasi minyak biji bunga matahari telah dilaporkan oleh Hossein (2011) dimana dijelaskan bahwa suplementasi 7,5% minyak biji bunga matahari dalam pakan yang diperlakukan dengan cara dipanaskan cenderung mengurangi produksi susu sapi laktasi tetapi dapat meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh (asam oleat) dalam susu dan merupakan level yang optimal untuk meningkatkan produksi UFA.
12
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama sebelas bulan, yaitu dari bulan Maret 2012 sampai dengan Februari 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, bagian Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Sampel Darah Sapi Perah FH Sampel darah yang digunakan adalah 300 ekor diambil dari 7 populasi di Jawa Tengah dan Jawa Barat (BBPTU Sapi Perah Baturraden, BIB Lembang, BBIB Singasari, BET Cipelang, BPPT Cikole, peternakan rakyat Cilumber dan Pasir kemis). Sedangkan untuk melihat hubungan keragaman gen DGAT1 dengan produksi dan profil asam lemak susu hanya digunakan sampel dari BBPTU Sapi Perah Baturraden. Sampel darah sapi FH diambil melalui vena coccygea (ekor), menggunakan tabung vaccutainer yang mengandung antikoagulan. Sampel tersebut kemudian disimpan dalam termos es dan suhunya dipertahakan sekitar 4°C. Tabel 1 Karakteristik sampel darah sapi perah FH No.
Populasi
1. 2. 3. 4. 5. 6.
BBPTU Sapi Perah Baturaden BIB Lembang BBIB Singasari BET Cipelang BPPT Cikole Peternakan Rakyat Cilumber
7
Peternakan Kemis Jumlah
Rakyat
Pasir
Jenis kelamin betina jantan jantan betina betina betina
Jumlah
betina
31
123 16 28 32 36 34
Keterangan UPT Pusat UPT Pusat UPT Pusat UPT Pusat UPT Jabar Peternakan Rakyat Peternakan rakyat
300
Sampel Susu Sampel susu untuk melihat hubungan keragaman gen DGAT1 terhadap produksi dan profil asam lemak susu hanya digunakan sampel dari induk laktasi yang ada di BBPTU Sapi Perah Baturraden, periode dan bulan laktasi yang bervariasi. Data
13
produksi susu diperoleh berdasarkan uji satu hari dengan menjumlahkan produksi susu pagi dan sore hari dalam kisaran periode laktasi 1-6 dan bulan laktasi 1-9. Sedangkan jumlah sampel yang diambil untuk analisa profil asam lemak sebanyak 40 sampel yang berasal dari 40 ekor sapi perah periode laktasi. Primer Primer untuk mengamplifikasi ruas gen DGAT1 mengikuti (Grisart et al. 2002), dengan produk hasil amplifikasi sepanjang 411 pb. Runutan Primer Forward dan Reverse dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Runutan primer yang digunakan primer
Sekuens primer
DGAT-1 F
5’-GCACCATCCTCTTCCTCAAG-3’
DGAT-1 R
5’-GGAAGCGCTTTCGGATG-3’
Ukuran produk
Target amplifikasi
411 pb
Ekson 8
Bahan dan Alat untuk Pengambilan Sampel Bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah alkohol 70%, es batu dan kapas. Alat yang digunakan antara lain jarum venoject, tabung vaccutainer 10ml yang mengandung EDTA dan termos. Bahan dan Alat untuk Ekstraksi DNA Bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah sampel darah 200 µl, 800 µl lysis buffer, 40 µl SDS 10% (Sodium Dodecyl Sulfat), buffer TEN (10 mM TrisHCl, 5 mM EDTA dan 10 mM NaCl), 10 µl enzim Proteinase K mg/ml, 350 µl 1 x STE (5 M NaCl, 2 M Tris HCl, 0.2 M EDTA), 400 µl phenol, 400 µl CIAA (Chloroform : Isoamyl alkohol = 24 :1), 40 µl NaCl 5 M, 800 µl etanol absolut, 800 µl etanol 70 %, 100 µl buffer TE 80% (Tris EDTA). Peralatan yang digunakan adalah tabung eppendorf 1,5 ml, satu set mikro pipet, tip pipet (100 ; 200 dan 1000 l), vortex, sentrifuge, nutating mixer, inkubator, refigerator dan freezer. Bahan dan Alat untuk Reaksi Polymerase Chain Reaction (PCR) Bahan yang digunakan dalam reaksi PCR adalah 1 µl sampel DNA, 0.5 µl primer DGAT1 (Forward dan Reverse), 0,5 µl dNTPs, 0,5 µl MgCl2, 1,5 µl 10 x buffer, 0,1 µl enzim taq polymerase, 10,9 µl Destilation Water (DW). Alat yang digunakan adalah vortex, tabung eppendorf 1.5 ml, 0.2 ml, vortex, mikrosentrifuge,
14
mesin PCR (Thermal Cycler GeneAmp PCR System 2400 dan 9600, Perkin Elmer), showcase. Bahan dan Alat untuk Elektroforesis Bahan yang digunakan yaitu loading dye (bromthymol blue 0.01%, xylene cyanol 0.01% dan gliserol 50%) dan untuk membuat gel agarose 1.5% adalah agarose 0.45 g, 0.5 x TBE 30 ml dan 2.5 µl ethidium bromide (EtBr). Alat-alat yang digunakan adalah microwave, stirer, magnetik stirer, gelas ukur, tabung kimia, gel tray, pencetak untuk sumur (comb), sarung tangan, tip, mikropipet satu set alat elektroforesis gel agarose (MUPID) dan UV transilluminator. Bahan dan Alat untuk Genotyping Bahan-bahan yang digunakan yaitu enzim restriksi EaeI dengan buffernya, loading dye bromthymol blue 0.01%, Xylene cyanol 0,01% dan gliserol 50%) dan untuk membuat gel agarose 2% adalah agarose 0.6 g, 0,5 x TBE 30 ml dan 2.5 µl EtBr. Peralatan yang akan digunakan microwave, stirer, magnetik stirer, gelas ukur, tabung kimia, gel tray, pencetak untuk sumur (comb), power supply electrophoresis 100 volt, tip, mikropipet, sarung tangan, satu set alat elektroforesis gel agarose (MUPID) dan UV transilluminator. Prosedur Ekstraksi DNA Ektraksi DNA dilakukan dari sampel darah sapi FH mengikuti metode (Sambrook et al. 1989) yang dimodifikasi. Preparasi Sampel. Sampel darah yang disimpan dalam tabung vaccutainer yang mengandung EDTA diambil sebanyak 200 µl dan dimasukan ke dalam tabung 1,5 ml, kemudian ditambahkan lysis buffer sebanyak 800 µl. Sampel kemudian dikocok kuat dengan vortex selama 15 detik dan didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit setelah itu disentrifuge pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit sehingga terbentuk 2 lapisan, bagian supernatan dibuang. Degradasi Protein. Sampel yang telah bersih dari alkohol ditambahkan 40 µl sodium dodesil sulfat 10%, 10 µl proteinase K 5 mg/ml, 1 x STE (sodium tris EDTA) sampai volume 350 µl, dan. Tabung eppendorf dikocok pelan sambil disentil menggunakan jari agar tidak terjadi endapan. Campuran dikocok pelan menggunakan nutating mixer di dalam inkubator pada suhu 55ºC selama 2 jam. Degradasi Bahan Organik. Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan 400 µl larutan phenol, 400 µl choloform:isoamyl alcohol (24:1) dan 40 µl NaCl 5M. Campuran digoyang menggunakan nutating mixer pada suhu ruang selama 1 jam.
15
Presipitasi DNA. Molekul DNA yang larut dalam fase air dipisahkan dari fase phenol dengan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit.. Setelah terbentuk fase DNA, DNA tersebut diambil sebanyak 400 µl dan dipindahkan ke tabung 1,5 ml yang baru. Kemudian ditambahkan NaCl 5M sebanyak 40 µl dan etanol absolut sebanyak 800 µl .Tabung yang berisi DNA kemudian disimpan di freezer pada suhu -20ºC selama semalam. Molekul DNA kemudian dipisahkan dari etanol absolut dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit, kemudian supernatan yang diperoleh dibuang. Endapan DNA yang diperoleh kemudian dicuci dengan alkohol 70% sebanyak 800 µl dan disentrifugasi lagi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh kemudian dibuang sehingga didapatkan endapan molekul DNA. Tabung yang berisi DNA kemudian dikeringkan dalam ruang terbuka sampai alkohol benar-benar hilang, dengan posisi tabung terbalik. Endapan DNA yang telah bersih dari alkohol kemudian ditambahkan 100 µl TE (Tris EDTA) 80%. Sampel DNA disimpan pada suhu -20ºC dan siap untuk digunakan. Amplifikasi Ruas Gen DGAT1 Amplifikasi ruas gen DGAT1 dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Pereaksi yang digunakan untuk amplifikasi ruas gen target adalah1 µl sampel DNA, 0,5 µl primer DGAT1 (Forward dan Reverse), 0.5 µl dNTPs, 0.5 µl MgCl2, 1.5 µl 10 x buffer, 0.1 µl enzim taq polymerase, 10.9 µl Destilation Water (DW) dalam larutan total 14 µl. Amplifikasi in vitro dengan mesin thermal cycler dilakukan dengan kondisi denaturasi awal pada suhu 95ºC selama 5 menit, 35 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 95ºC selama 30 detik, penempelan primer (annealing) pada suhu 60ºC selama 1 menit dan pemanjangan DNA baru pada suhu 72ºC selama 1 menit, serta pemanjangan akhir pada suhu 72ºC selama 5 menit. Elektroforesis Produk PCR Elektroforesis produk PCR dilakukan menggunakan 5 µl produk PCR pada gel agarose 1,5% dengan tegangan 100 volt selama 45 menit. Gel dibuat dengan cara memanaskan agarose 0.45 g yang dilarutkan dalam larutan 0.5 x TBE 30 ml di dalam microwave. Setelah didapatkan larutan yang jernih dan tidak berbusa kemudian di stearer untuk didinginkan dan ditambahkan 2.5 µl EtBr. Larutan yang masih cair kemudian dituang ke dalam pencetak gel serta menempatkan sisir di dekat tepian gel dan dibiarkan hingga gel mengeras. Apabila gel sudah mengeras, sisir dilepaskan sehingga terbentuk sumur-sumur yang digunakan untuk menempatkan 5 µl produk PCR yang dicampur dengan loading dye. Gel ditempatkan ke dalam gel tray elektroforesis yang sudah terisi larutan buffer 0.5 x TBE dan dialiri listrik. Molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak (bermigrasi) ke arah positif. Setelah elektroforesis selesai, gel agarose diangkat dan segera dimasukkan ke dalam UV transiluminator untuk dilihat pita-pita DNA yang terbentuk. Panjang pita DNA dapat diestimasi dengan melihat posisi pita dan marker yang ada.
16
Penentuan Genotipe dengan Pendekatan PCR-RFLP Penentuan genotipe masing-masing individu dilakukan dengan pendekatan polymerase chain reaction dan restriction fragment length polymorphism (RFLP) menggunakan enzim restriksi spesifik EaeI yang mengenali situs mutasi. Sebanyak 5 µl produk PCR dipindahkan ke dalam tabung 0.5 ml dan ditambahkan 2 µl enzim restriksi EaeI, 0.7 µl buffer 4 dan 0.8 µl DW. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 detik dan diinkubasi pada suhu 370C selama 16 jam. Hasil PCR-RFLP divisualisasikan pada gel agarose 2% dengan bufer 0,5x TBE (tris borat EDTA) yang difungsikan pada tegangan 100 V selama 45 menit yang diwarnai dengan etidium bromida diatas UV trans illuminator. Uji kualitas susu Pengujian kualitas susu dilakukan menggunakan milk analyzer yang meliputi uji kadar lemak, protein, laktosa, bahan kering tanpa lemak (BKTL), berat jenis dan air. Analisa profil asam lemak susu Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel susu segar yang berasal dari 40 ekor sapi FH di BBPTU Sapi Perah Baturraden. Sapi yang dipilih adalah sapi laktasi yang memiliki umur yang relatif sama tetapi memiliki periode dan bulan laktasi yang berbeda. Waktu pengambilan sampel adalah pagi hari pukul 04.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB. Susu diperah dari empat kuartir kemudian ditampung dalam kaleng susu kemudian susu diambil menggunakan gelas ukur sebanyak 100 ml kemudian susu dimasukkan dalam tabung dan diberi label. Susu selanjutnya disimpan dalam sterofom yang diberi es batu di dalamnya kemudian dibawa ke Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM Yogyakarta. Pengukuran kandungan asam lemak pada sampel susu dilakukan menggunakan metode Gas Chromatography (AOAC, 2005). Analisis Data Frekuensi Alel dan Genotipe Frekuensi alel merupakan rasio suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu lokus dalam populasi. Frekuensi alel dihitung dengan persamaan menurut Nei dan Kumar (2000) sebagai berikut :
i 2nii nij / 2n j i
17
Keterangan : хi nii nij n
= frekuensi alel ke-i = jumlah individu yang yang bergenotipe ii = jumlah individu yang bergenotipe ij = jumlah sampel
Frekuensi genotipe dapat diperkirakan dengan menghitung perbandingan jumlah genotipe pada populasi. Dengan menggunakan asumsi sebelumnya, maka frekuensi genotipe AiAi (χii) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: n ii ii n Heterozigositas Heterozigositas merupakan salah satu indikator keragaman gen dalam populasi yang menunjukkan proporsi heterozigot pada individu yang diambil secara acak. Ho adalah frekuensi heterozigositas pengamatan, Nij adalah jumlah individu heterozigositas pada lokus ke-1 dan N adalah jumlah individu yang dianalisa.
H0 i j
Nij N
Heterozigositas harapan (He) dan ragam heterozigositas harapan dihitung menggunakan rumus Weir (1996). n
He 1 Pii
2
11
Keterangan : He Pii2 n
= frekuensi heterozigositas harapan = frekuensi alel ke-i pada lokus 1 = jumlah alel pada lokus ke-1
Analisis keragaman genetik dan keseimbangan genetik gen DGAT1 diuji dengan menggunakan software PopGene32 versi 1.31. Analisis Hubungan Genotipe dengan Produksi Susu dan Profil Asam Lemak Susu Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah produksi susu, kualitas susu meliputi kadar lemak, kadar protein, berat jenis (BJ), kadar laktosa dan profil asam
18
lemak. Pengujian statistik dilakukan dengan pendekatan ANOVA (analysis of variance) menggunakan prosedur General Linear Model (GLM) dari SAS versi 9.1 (SAS Institute, Garry, NC, USA) dengan model (Mattjik dan Sumertawijaya, 2006): Yijk = μ + Ai + eijk Keterangan : Yijk μ Ai €ijk
= nilai pengamatan = komponen aditif dari rataan = pengaruh aditif gen DGAT1 = pengaruh galat perlakuan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen DGAT1 (Diacylglicerol Acyltransferase1) Ruas gen DGAT1 exon 8 sapi perah FH yang berasal dari sejumlah lokasi masing-masing dari BBPTU Sapi Perah Baturraden Purwokerto (123 sampel); BIB lembang (16 sampel); BBIB Singasari (28 sampel); BET Cipelang (32 sampel) dan BPPT Cikole (36 sampel); peternakan Cilumber (34 sampel); dan peternakan Pasir Kemis (31 sampel) telah berhasil diamplifikasi dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Persentase keberhasilan amplifikasi gen DGAT1 dalam penelitian ini adalah 100%. Hasil amplifikasi gen DGAT1 pada gel agarose 1,5% disajikan pada Gambar 5. M
1
2
3
4
5
6
7
8
411 bp
100 bp
Gambar 5
Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi ruas Gen DGAT1 pada gel agarose 1,5% M: marker 100 bp, 1-8: nomor sampel
19
Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan amplifikasi diantaranya adalah suhu annealing, dimana suhu annealing adalah suhu yang memungkinkan terjadinya penempelan primer pada DNA cetakan selama proses PCR. Suhu annealing yang digunakan dalam penelitian ini adalah 600C selama 1 menit. Suhu ini sama dengan yang digunakan oleh penelitian Schennink et al. (2007). Lacorte et al. (2006) berhasil mengamplifikasi pada suhu annealing yang lebih rendah yaitu 560C selama 120 detik. Muladno (2002) menyatakan bahwa suhu penempelan primer (annealing) berkisar antara 350C sampai dengan 720C, namun suhu yang biasa digunakan adalah 50-600C. Berdasarkan referensi pada Bank Gen nomor akses AY065621, didapatkan produk PCR hasil amplifikasi berukuran 411 pb (Gambar 5). Hasil penelitian (Lacorte et al. 2006) menunjukkan, jika pemotongan produk PCR 411 pb dengan enzim restriksi EaeI menghasilkan dua pita DNA berukuran 203 dan 208 pb, maka sapi diidentifikasi memiliki genotipe homozygote AA. Jika diperoleh tiga pita DNA berukuran 411, 203 dan 208 pb, diidentifikasi sebagai genotipe AK. Bila pita DNA tidak terpotong sehingga hanya diperoleh satu pita berukuran 411 pb, maka diperoleh genotipe homozigot KK Namun dalam penelitian ini pendeteksian keragaman Gen DGAT1 dengan teknik PCR-RFLP menggunakan enzim EaeI yang dilakukan pada sapi perah Friesian Holstein (FH) hanya didapatkan dua varian genotipe yaitu genotipe KK dan AK (Gambar 6). Sapi FH dikatakan memiliki genotipe KK apabila memiliki satu pita DNA dengan panjang 411 pb sedangkan genotipe AK jika memiliki tiga pita DNA dengan panjang 411, 203 dan 208 pb.
Gambar 6 Visualisasi pita DNA Gen DGAT1 pada gel agarose 2%. M: marker 100bp, 1-16: nomor sampel Keragaman pada ekson 8 disebabkan oleh terjadinya subtitusi dua nukleotida (AA → GC), yang mengubah lysin menjadi alanin pada posisi asam amino ke 232
20
(mutasi K232A) (Grisart et al. 2002). Situs pemotongan enzim EaeI disajikan pada Gambar 7. 6601 tgggctccgt gctggccctg atggtctaca ccatcctctt cctcaagctg ttctcctacc
Primer Forward 6661 gggacgtcaa cctctggtgc cgagagcgca gggctggggc caaggccaag gctggtgagg 6721 gctgcctcgg gctggggcca ctgggctgcc acttgcctcg ggaccggcag gggctcggct 6781 cacccccgac ccgccccctg ccgcttgctc gtagctttgg caggtaagaa ggccaacggg gc 6841 ggagctgccc agcgcaccgt gagctacccc gacaacctga cctaccgcgg tgaggatcct 6901 gccgggggct ggggggactg cccggcggcc tggcctgcta gccccgccct cccttccaga 6961 tctctactac ttcctcttcg cccccaccct gtgctacgag ctcaacttcc cccgctcccc 7021 ccgcatccga aagcgcttcc tgctgcggcg actcctggag atggtgaggc ggggcctcgc Primer Reverse
Gambar 7 Runutan nukleotida ruas gen DGAT1 (GenBank nomor akses AY065621). Posisi primer (cetak tebal tanda panah), aggcca = situs pemotongan enzim EaeI (cetak tebal bergaris bawah) dan aa = titik mutasi (cetak tebal bergaris bawah). Perbedaan sekuen alel K dan alel A yang disebabkan mutasi pada asam amino ke 232 disajikan pada Gambar 8. Alel K Alel A
: 5’---GTAGCTTTGGCAGGTAAGAAGGCCAACGGG---3’ : 5’---GTAGCTTTGGCAGGTAAGGCGGCCAACGGG---3’
Gambar 8 Perbedaan sekuen alel K dan A gen DGAT1|EaeI. Situs potong enzim restriksi EaeI (cetak tebal) dengan titik mutasi (garis bawah). Frekuensi Genotipe dan Alel Gen DGAT1 Hasil analisis frekuensi genotipe dan alel sapi FH dari lokasi BBPTU Sapi Perah Baturraden, BIB Lembang, BBIB Singosari, BET Cipelang, BPPT Cikole, Peternakan Cilumber, Peternakan Pasir Kemis disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis keragaman menggunakan frekuensi genotipe, ditemukan bahwa frekuensi genotipe AK (0.730) pada tujuh populasi sapi perah FH lebih tinggi dibanding dengan frekuensi genotip KK (0.270) dan AA (0.000). Frekuensi alel sapi FH dari tujuh populasi diperoleh alel K (0.635) lebih tinggi dibanding alel A (0.365).
21
Tabel 3 Frekuensi Genotipe dan Alel Gen DGAT1 pada sapi Friesian Holstein Jenis Kelamin BBPTU Sapi betina Perah Baturraden (123) BIB Lembang jantan (16) BBIB Singosari jantan (28) BET Cipelang betina (32) BPPT Cikole betina (36) Peternakan betina Cilumber (34) Peternakan Pasir betina Kemis (31) Total (300) Populasi
Frekuensi Genotipe KK AK AA 0.228 0.772 0.000 (28) (95) (0)
0.688 (11) 0.143 (4) 0.063 (2) 0.306 (11) 0.206 (7) 0.258 (8) 0.270 (71) Keterangan : (…) = jumlah sampel
0.312 (5) 0.857 (24) 0.937 (30) 0.694 (25) 0.794 (27) 0.742 (23) 0.730 (229)
0.000 (0) 0.000 (0) 0.000 (0) 0.000 (0) 0.000 (0) 0.000 (0) 0.000 (0)
Alel K 0.614
A 0.386
0.844
0.156
0.571
0.429
0.531
0.469
0.653
0.347
0.603
0.397
0.629
0.371
0.635
0.365
Fenomena tidak adanya genotipe AA dari sapi betina FH, baik di peternakan rakyat maupun di stasiun bibit salah satunya adalah dipengaruhi oleh sumber pejantan inseminasi buatan (IB) yang digunakan. Pejantan yang digunakan untuk IB pada betina laktasi umumnya berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singasari. Berdasarkan hasil analisis pada sapi pejantan IB yang berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singasari tidak ditemukan genotipe AA dan frekuensi alel A rendah pada pejantan yang diamati. Frekuensi alel adalah frekuensi relatif dari suatu alel dalam populasi atau jumlah suatu alel terhadap jumlah total yang terdapat dalam suatu populasi (Nei dan Kumar 2000). Dari hasil penelitian ini, gen DGAT1 pada sapi FH dari tujuh populasi yang diamati bersifat polimorfik karena ditemukan dua tipe alel, yaitu alel K dan alel A. Menurut Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa suatu alel dapat dikatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0.99. Keragaman genotipe gen DGAT1 sapi FH dari tujuh populasi dapat dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian ini tidak sesuai dengan Lacorte et al. (2006) yang melaporkan bahwa sapi Holstein di Brazil memiliki tiga varian genotipe yaitu KK (14%), AK (26%) dan AA (60%) dengan genotipe yang tertinggi adalah genotipe AA (60%). Frekuensi alel yang didapatkan yaitu alel K (27%) lebih rendah daripada alel A (73%). Perbedaan hasil genotyping ini disebabkan perbedaan bangsa yang diamati dan kemungkinan adanya perbedaan sistem breeding yang digunakan. Lacorte et al.(2006) menyatakan tingginya
22
frekuensi genotipe AA kemungkinan disebabkan karena semen pejantan pada sapi Holstein Brazil berasal dari semen yang diimpor dari Amerka Serikat yang berasal dari gene pool yang sudah mengalami adanya seleksi tidak langsung, yang dilakukan secara intensif ke arah produksi susu. Perbedaan jumlah sampel juga mempengaruhi peluang untuk mendapatkan genotipe yang berbeda. Frekuensi alel dan genotipe pada beberapa bangsa sapi perah menurut penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Frekuensi genotipe dan frekuensi alel pada beberapa bangsa sapi perah Bangsa Frekuensi genotipe (%) Frekuensi alel (%) KK AK AA K A Gyr 94.0 4.0 2.0 96.0 4.0 Guzerat 100.0 0.0 0.0 100.0 0.0 Nellore 100.0 0.0 0.0 100.0 0.0 Red Sindhi 95.0 5.0 0.0 97.5 2.5 Holstein 14.0 26.0 60.0 27.0 73.0 Gyr x Holstein 30.0 62.0 8.0 61.0 39.0 Sumber : Lacorte et al. (2006) Heterozigositas Pendugaan nilai heterozigositas memiliki arti pnting untuk diketahui, yaitu untuk mendapatkan gambaran variabilitas genetik (Marson et al. 2005). Heterozigositas disebut juga sebagai keragaman genetik. Nilai heterozigositas dipengaruhi oleh jumlah sampel, jumlah alel dan frekuensi alel. Hasil analisis heterozigositas populasi sapi FH pada lokasi yang berbeda ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Heterozigositas gen DGAT1 pada sapi FH Jumlah Jenis (ekor) Kelamin BBPTU SP Baturraden 123 Betina BIB Lembang 16 Jantan BBIB Singosari 28 Jantan BET Cipelang 32 betina BPPT Cikole 36 betina PRCilumber 34 betina PR Pasir kemis 31 betina 300 Total Keterangan : Ho=heterozogositas pengamatan He=heterozigositas harapan Populasi
Ho
He
0.772 0.313 0.857 0.938 0.694 0.794 0.742 0.730
0.474 0.264 0.489 0.498 0.453 0.479 0.467 0.446
Berdasarkan hasil analisis, nilai heterozigositas pengamatan (H0) populasi sapi FH dari tujuh lokasi berbeda berkisar antara 0.313-0.938 dan nilai heterozigositas harapan (He) berkisar antara 0.264-0.498. Nilai heterozigositas
23
pengamatan (Ho) yang tertinggi adalah sapi FH dari BET Cipelang yaitu sebesar 0.938 dan nilai heterozigositas pengamatan (Ho) yang terendah adalah sapi FH di lokasi BBIB Lembang (0.313). Begitu pula nilai heterozigositas harapan (He) yang tertinggi adalah populasi sapi FH dari Cipelang dan yang terendah adalah dari BIB Lembang (0.264). Menurut Javanmard et al. (2005) nilai heterozigositas kurang dari 0.5 mengindikasikan rendahnya variasi gen dalam suatu populasi. Avise (1994) menyatakan bahwa semakin tinggi derajat heterozigositas suatu populasi, maka daya tahan hidup populasi tersebut akan semakin tinggi. Tingginya nilai heterozigositas pengamatan (Ho) juga menunjukkan adanya keragaman alel dalam populasi tersebut. Semakin tinggi nilai heterozigositas dalam populasi, maka semakin besar peluang untuk melakukan seleksi pada populasi tersebut. Rendahnya nilai heterozigositas pada sampel yang berasal dari stasiun bibit BIB Lembang kemungkinan disebabkan karena sapi perah yang dipelihara merupakan sapi-sapi hasil seleksi terhadap pejantan dengan kualitas genetik yang unggul. BIB Lembang adalah stasiun bibit milik pemerintah dimana tugas pokoknya adalah melaksanakan produksi dan pemasaran semen beku benih unggul ternak serta pengembangan inseminasi buatan untuk kesejahteraan peternak. Pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap produksi dan kualitas susu segar sapi FH Produksi susu Pengujian pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap produksi susu dilakukan pada stasiun bibit BBPTU Sapi Perah Baturraden, dimana pada stasiun ini menerapkan pola pemeliharaan intensif. Tujuan pengamatan dilakukan di stasiun ini adalah untuk meminimalisasi pengaruh lingkungan dan manajemen pemeliharaan terhadap tingkat produksi susu. Berdasarkan hasil analisis General Linear Model (GLM), genotipe gen DGAT1|EaeI tidak memberikan pengaruh terhadap produksi susu harian (P>0.05). Sapi dengan genotipe AK (12.33 L) menghasilkan produksi susu lebih tinggi dibandingkan KK (11.32 L). Produksi susu secara umum dikontrol oleh faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar tubuh ternak seperti iklim, jumlah dan kualitas pakan, penyakit dan parasit (Indrijani 2001), sedangkan faktor internal adalah faktor genetik, periode laktasi, frekuensi pemerahan, umur dan ukuran tubuh ternak, masa kering, siklus estrus dan kebuntingan, ketosis dan milk fever (Sudono et al. 2003). Kadar Protein Pengujian pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap kualitas susu segar disajikan pada Tabel 6. Pengujian pengaruh varian genotipe gen DGAT1 terhadap rataan kadar protein susu secara statistik tidak berbeda nyata (P>0.05). Sapi dengan genotipe KK menghasilkan kadar protein susu sebesar 3.12% dan sapi dengan genotipe AK menghasilkan kadar protein susu sebesar 3.06%. Protein susu dibentuk oleh tiga sumber utama yang berasal dari darah yaitu peptida, plasma protein dan asam amino bebas. Kadar protein susu relatif tetap selama laktasi, karena protein ini
24
disintesis dalam sel epitel kelenjar ambing yang dikontrol oleh gen. Standar kadar protein susu sapi perah sesuai SNI susu segar adalah 2.80% (BSN 1998). Kadar lemak Sapi dengan genotipe KK cenderung menghasilkan kadar lemak susu lebih banyak (3.32%) dibanding sapi AK (3.20%). Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) Sapi dengan genotipe KK juga bertendensi menghasilkan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) 8.48% lebih tinggi daripada sapi dengan genotip AK (8.295). Berat Jenis (BJ) Berat Jenis (BJ) lebih tinggi dibandingkan AK (P<0.05). Nilai kadar protein, kadar lemak, Berat Jenis (BJ) dan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) pada sapi FH bergenotipe KK dan AK telah memenuhi standar SNI 01-3141-1998 mengenai syarat mutu susu segar (BSN 1998). Berat jenis susu dipengaruhi oleh zat-zat padatan yang terkandung didalam susu seperti lemak, protein, laktosa, vitamin dan mineral. Nilai berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar lemak dan kadar padatan tanpa lemak, yang tidak lepas dari pengaruh makanan dan kadar air dalam susu. Menurut SNI mengenai susu segar, syarat minimum BJ pada sapi perah adalah 1.0270 (BSN 1998). Menurut Ensminger dan Tyler (2006) komposisi susu terdiri atas air 87.2%, lemak 3.7%, bahan kering tanpa lemak (BKTL) 9.1%, protein 3.5%, laktosa 4.9% dan mineral 0.7%. Tabel 6 Produksi dan kualitas susu segar sapi FH berdasarkan genotipe Genotipe
Parameter Produksi (liter) Protein (%)
susu
Lemak (%) BJ (Berat Jenis) Laktosa (%) BKTL (%)
KK 11.32±6.50a (22) 3.12±0.28a (20) 3.32±0.44a (20) 1.034±0.029a (20) 4.63±0.46a (20) 8.48±0.75a (20)
AK 12.33±4.80a (54) 3.06±0.14a (52) 3.20±0.43a (52) 1.027±0.001b (52) 4.50±0.15a (52) 8.29±0.27a (52)
Probabilitas 0.984 ns 0.797 ns 0.517 ns 0.002 s 0.616 ns 0.642 ns
S
pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). ns = non signifikan; s = signifikan
Polimorfisme gen DGAT1 pada beberapa bangsa sapi perah dan asosiasinya terhadap sifat kualitas susu ditampilkan pada Tabel 7.
25
Tabel 7 Polimorfisme gen DGAT1 pada beberapa bangsa sapi perah Populasi (N) New Zealand
Fleckviech bulss (833) German Holstein bulls (858) Montbeliarde bulls Dutch Holstein Friesian cows (1762)
Frekuensi alel K:0.60
K:0.07 K:0.55
K:0.04 K:0.40
Asosiasi
Referensi
K: meningkatkan kadar lemak susu total; menurunkan produksi susu dan kadar protein K: meningkatkan kadar lemak susu total dan kadar protein K: meningkatkan kadar lemak susu total dan kadar protein
Spelman et al. 2002
K: meningkatkan kadar lemak total, kadar lemak susu dan kadar protein ; K: meningkatkan kadar lemak total,persentase lemak susu dalam suatu volume dan kadar protein; menurunkan produksi susu dan kadar protein total
Gautier et al. 2007 Schennink et al. 2007
Thaller et al. 2003 Thaller et al. 2003
Pengujian pengaruh genotipe gen DGAT1 terhadap profil asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) disajikan pada Tabel 8. Pengamatan komposisi asam lemak susu dilakukan di BBPTU SP Baturraden yang menerapkan pola pemeliharaan intensif. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan dan manajemen pemeliharaan terhadap komposisi asam lemak. Berdasarkan analisa kualitatif menggunakan Gas Cromatography (GC), asam lemak susu yang teridentifikasi ada 22 jenis asam lemak, yang terdiri dari 13 jenis asam lemak jenuh (SFA), 5 jenis asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), dan 4 jenis asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA). Komposisi bruto asam lemak susu dalam penelitian ini berkisar 65.5967.94% untuk asam lemak jenuh (SFA), 29.19-30.01% untuk asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan 0.94-2.88% untuk asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA). Hasil ini sejalan dengan report yang dilakukan oleh Mansson (2001), dimana dikatakan komposisi bruto lemak susu pada sapi Swedish adalah 69,4% asam lemak jenuh dan 30,6% asam lemak tak jenuh. Asam Lemak Jenuh (saturated fatty acid) Berdasarkan hasil analisis gas chromatography (GC) teridentifikasi ada beberapa jenis asam lemak jenuh, diantaranya 3 jenis asam lemak jenuh rantai pendek (butirat, kaproat, kaprilat), tiga rantai sedang (kaprat, laurat, miristat) dan tujuh rantai panjang (pentadecanoat, palmitat, heptadecanoat, stearat, arachidat, behenat, lignocerat). Dari ketiga asam lemak jenuh rantai pendek sedang dan panjang tidak ditemukan adanya keterkaitan keragaman gen DGAT1 terhadap profil asam lemak jenuh. Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian Schennink (2007) yang melaporkan
26
bahwa polimorfisme gen DGAT1 dikaitkan lebih banyak asam jenuh dan fraksi yang lebih kecil dari C14. Tabel 8 Profil asam lemak susu sapi perah Friesian Holstein berdasarkan genotipe 1.
2.
Asam Lemak Jenuh (Saturated) a. Rantai pendek (C4-C8) Butirat (C4:0) Kaproat (C6:0) Kaprilat (C8:0) SUB TOTAL b. Rantai sedang/medium (C10-C14) Kaprat (C10:0) Laurat (C12:0) Miristat (C14:0) SUB TOTAL b. Rantai panjang (C15-C24) Pentadecanoat (C15:0) Palmitat (C16:0) Heptadecanoat (C17:0) Stearat (C18:0) Arachidat (C20:0) Behenat (C22:0) Lignocerat (C24:0) SUB TOTAL TOTAL Tak Jenuh (Unsaturated) a. Tak Jenuh Tunggal (C14:1) (C24:1) Miristoleat (C14:1) Palmitoleat (C16:1) Oleat (C18:1) Eurat (C22:1) Nervonat (C24:1) TOTAL b. Tak Jenuh Ganda (C18:2) (C22:6) Linoleat (C18:2) Linolenat (C18:3) Eicosatrinoat (C20:3) Arachidonat (C20:4) TOTAL
a
KK (n=6)
AK (n=34)
Probabilitas
0.47 ± 0.14a 0.34 ± 0.09a 0.90 ± 0.24a 1.71
0.59 ± 0.40a 0.48 ± 0.26a 1.12 ± 0.54a 2.19
0.970 ns 0.600 ns 0.893 ns
0.02 ± 0.01a 4.00 ± 1.55a 11.59 ± 2.11a 15.61
0.01 ± 0.01a 4.76 ± 1.79a 12.47 ± 2.38a 17.24
0.196 ns 0.655 ns 0.986 ns
1.17 ± 0.27a 34.29 ± 8.07a 0.51 ± 0.10a 12.17± 1.98a 0.08 ± 0.01a 0.02 ± 0.01a 0.03 ± 0.01a 48.27 65.59
1.12 ± 0.21a 33.73 ± 8.08a 0.52 ± 0.09a 13.04 ± 4.17a 0.05 ± 0.02a 0.02 ± 0.01a 0.03 ± 0.02a 48.51 67.94
0.324 ns 0.231 ns 0.759 ns 0.501 ns 0.765 ns 0.580 ns 0.461 ns
1.05 ± 0.40a 2.37 ± 0.57a 26.52 ± 9.14a 0.04 ± 0.01a 0.03 ± 0.03a 30.01
1.02 ± 0.38a 1.97 ± 0.58a 26.06 ± 9.26a 0.09 ± 0.26a 0.05 ± 0.03b 29.19
0.963 ns 0.215 ns 0.529 ns 0.580 ns 0.047 s
0.75 ± 0.24a (6) 0.16 ± 0.08a 0.03 ± 0.01a 0.08 ± 0.02a
0.87 ± 0.41a (29) 0.20 ± 0.06a 0.04 ± 0.01a 0.08 ± 0.03a
0.440 ns
0.94
0.420 ns 0.343 ns 0.528 ns
2.88
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). ns = non signifikan; s = signifikan
27
Trigliserida lemak susu disintesis lebih dari 400 asam lemak yang berbeda, yang menjadikan lemak susu paling kompleks dari semua lemak alami. Hampir semua ini asam lemak ada dalam jumlah kecil dan hanya sekitar 15 jenis asam lemak pada tingkat 1% atau lebih tinggi. Banyak faktor yang terkait dengan variasi dalam jumlah dan komposisi asam lemak susu sapi. Variasi dalam komposisi asam lemak dapat berasal dari ternak atau spesies, yaitu berhubungan dengan genetika (pemuliaan dan seleksi), tahap laktasi, mastitis dan fermentasi rumen, faktor pakan yang terkait dengan asupan energi, lemak makanan, kandungan serat pakan serta pengaruh musim (Jensen et al. 2002). Asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) Secara umum gen DGAT1 tidak berpengaruh nyata terhadap asam lemak tidak jenuh (miristoleat, palmitoleat, oleat, eurat, linolenat, eicosatrinoat dan arachidonat) tetapi gen DGAT1 berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap asam nervonat (C24:1). Sapi dengan genotipe AK memiliki kandungan asam nervonat lebih tinggi dibandingkan KK. Penelitian Schennink (2007) melaporkan bahwa polimorfisme gen DGAT1 (alel K) berpengaruh sangat nyata terhadap asam miristat (C14), asam stearat (C18) dan CLA (Conjugated Linoleic Acids) (P<0.001). Komposisi asam lemak susu sangat dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan dan interaksi diantara keduanya. Komposisi asam lemak susu yang dihasilkan tiap individu berbeda-beda berdasarkan bangsa (Soyeurt 2006), spesies (Schennink 2007) dan pakan yang diberikan (Hossein 2011). Penelitian yang mengungkapkan variasi genetik yang besar dalam komposisi asam lemak susu sapi telah dilaporkan (Soyeurt et al. 2007; Stoop et al. 2008). Kandidat gen yang mendasari variasi komposisi asam lemak dapat ditemukan dalam sintesis lemak dan jalur metabolisme, yang berada di bawah kendali dari beberapa gen . Namun demikian informasi tentang efek polimorfisme DNA pada komposisi lemak susu masih langka karena komposisi data lemak susu seperti persentase lemak susu dan produksi susu, tidak secara rutin dan lengkap dikumpulkan dalam skema recording susu. Polimorfisme dalam gen diasilgliserol acyltransferase1 (DGAT1) dan stearoil-CoA desaturase1 (SCD1) telah terbukti mempengaruhi komposisi lemak susu sapi dalam populasi sapi yang berbeda (Mele et al. 2007). Polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) dalam beberapa gen lain yang berperan dalam sintesis lemak atau jalur metabolisme telah terkait dengan persentase lemak susu atau produksi lemak susu. Beberapa gen yang telah dievaluasi mengenai hubungan antara SNP dalam gen dan komposisi lemak susu sapi adalah ATP-binding cassette G2 (ABCG2), fatty acid synthase (FASN), oxidized low-density lipoprotein receptor 1 (OLR1), peroxysome proliferator-activated receptor-γ coactivator-1α (PPARGC1A), prolactin (PRL), dan signal transducer and activator of transcription 5A (STAT5A) (Schennink et al. 2007).
28
5 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Hasil identifikasi keragaman ruas gen DGAT1 pada penelitian ini menunjukkan bahwa ruas gen DGAT1 bersifat polimorfik karena ditemukan dua tipe alel, yaitu alel K dan A. Frekuensi genotipe AK (73%) pada tujuh populasi sapi perah FH lebih tinggi dibanding dengan frekuensi genotip KK (27%). Frekuensi alel K pada ruas gen DGAT1 tinggi (0.531-0.844) di semua populasi dibandingkan dengan frekuensi alel A. Keragaman DGAT1 berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap berat jenis (BJ) tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi susu dan kualitas susu (kadar lemak, protein, laktosa dan BKTL). Sapi dengan genotip AK cenderung menghasilkan produksi susu lebih tinggi dibanding KK (12.33 vs 11.32) liter walaupun secara statistik tidak nyata (P>0.05). Sapi dengan genotipe AK menghasilkan asam nervonat lebih tinggi dibandingkan genotipe KK (P<0.05). Asam nervonat merupakan salah satu jenis dari asam lemak tidak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acid), sehingga gen DGAT1 mempunyai peluang untuk dijadikan marka pembantu seleksi (MAS).
SARAN Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat konsistensi hasil mengenai pengaruh keragaman genotipe gen DGAT1 terhadap produksi susu kumulatif lengkap, kualitas susu dan profil asam lemak susu pada beberapa kali titik pengambilan sampel atau dalam satu periode laktasi. Penelitian mengenai asosiasi keragaman gen DGAT1 perlu juga diamati pada peternakan milik swasta dimana manajemen pemeliharaan (aspek breeding, aspek pakan, aspek teknis) biasanya lebih terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official methods of analysis of the association of official analytical chemist. Ed ke-18. Washington DC (US) : Horwitz William Publ. Anggraeni A, Fitriyani Y, Atabany A, Komala I. 2008. Penampilan produksi susu dan reproduksi sapi Friesian-Holstein di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Perah Cikole, Lembang. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11 – 12 November 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 137 – 145. Avise JC. 1994. Molecular Markers, Natural History and Evolution. New York (US): Chapman and Hall, Inc. 511pp.
29
Bandara ABPA. 1997. Modifying fatty acid composition of bovine milk By abomasal infusion or dietary supplementation of Seed oils or fish oil [Disertasi]. Virginia (US) : Virginia Polytechnic Institute and State University. Basya S. 1983. Berbagai faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah. Pusat Pelatihan dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Wartazoa 1(2): 13-16. Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Ed Ke-4. B. Srigandono, penerjemah; Jogjakarta (ID) : Gajah Mada University Pr. [BSN] Badan Standar Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia 01-3141-1998. Susu segar. Jakarta (ID): BSN. Buckle et al. 2007. Food Science. Penerjemah: Purnomo A. Jakarta (ID): UI Press. Bylund G. (1995). Dairy Processing Handbook. Lund, Sweden (SE) : Tetra Pak Processing systems AG. Cases S, Smith SJ, Zheng YW, Myers HM, Lear SR, Sande E, Novak S, Collins C, Welch CB, Lusis AJ, Erickson SK, Farese RV Jr. 1998. Identification of a gene encoding an acyl CoA:diacylglycerol acyltransferase, a key enzyme in triacylglycerol synthesis. Proc Natl Acad Sci USA. 95.(22):13018-13023. Cashman KD. 2006. Review: Milk minerals (including trace elements) and bone health. Int Dairy J. 16:1389-1398. Doyle E. 1997. Trans Fatty Acids. J Chem Educ. 74: 1030. Etherton KP, Innis S. 2007. Position of the American Dietetic Association and Dietitians of Canada: dietary fatty acids. J Am Diet Assoc. 107: 1599-1611. Grisart B, Coppieters W, Farnir F, Karim L, Ford C, Berzi P, Cambisano N, Mni M, Reid S, Simon P, Spelman R, Georges M, Snell R. 2002. Positional candidate cloning of a QTL in dairy cattle: Identification of a missense mutation in the bovine DGAT1 gene with major effect on milk yield and composition. Gen Res 12:222-231. Hossein MY, Aghazadeh A, Nazeradl K. 2011. The changes of milk fatty acids profile and milk performances by using of whole sunflower oil seed (raw or treated) in lactating Holstein cow's diets. Afric. J.Agric. Res. Vol. 6(18), pp. 4261-4271. Indrijani H. 2001. Penggunaan Catatan Test Day untuk Mengevaluasi Mutu Genetik Sapi Perah [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Javanmard A, Asadzadeh N, Banabazi MH, Tavakolian J. 2005. The Allele and genotype frequencies of bovine pituitary specific transcription factor and leptin genes in iranian cattle and buffalo populations using PCR-RFLP. Iranian J Biotechnol. 3(2):104-108. Jensen RG. 2002. The Composition of Bovine Milk Lipids: January 1995 to December 2000. J Dairy Sci. 85: 295-350. Kaps M, Lamberson, WR.. Biostatistics for Animal Science. London (GB) : CABI Publ. Kennelly JJ, Fenton M. 1982. Influence of whole canola seed on the fatty acid composition of cows' milk. Page 58, in 61st Annual Feeder's Day Report, Department of Animal Science, University of Alberta, Canada.
30
Lacorte GA, Machado MA, Martinez ML, Campos AL, Maciel RP, Verneque RS, Teodoro RL, Peixoto MGCD, Carvalho MRS, Fonseca CG. 2006. DGAT1 K232A polymorphism in brazilian cattle breeds. Gen Mol Res 5 (3) : 475-482. Mansson HL. 2003. Composition of Swedish dairy milk 2001. Report Nr 7025-P (In Swedish), Swedish Dairy Association Masson S, Latini R, Tacconi M, Bernasconi R. 2007. Incorporation and washout of n-3 polyunsaturated fatty acids after diet supplementation in clinical studies. J Cardiov Med. 8(1): S4-S10 Marson EP, Ferraz JBS, Meirelles FV, Balieiro JCD, Eler JP, Figueiredo LGG, Mourao GB. 2005. Genetic characterization of European-Zebu composite bovine using RFLP markers. Gen Mol Res. 4(3):496-505. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor (ID): IPB Pr. Mensink RP, Zock PL, Kester ADM, Katan MB. 2003. Effects of dietary fatty acids and carbohydrates on the ratio of serum total to HDL cholesterol and on serum lipids and apolipoproteins: a meta-analysis of 60 controlled trials. Am J Clin Nutr. 77:1146-1155. Mele M, Conte G, Castiglioni B, Chessa S, Macciotta NP, Serra A, Buccioni A, Pagnacco G, Secchiari P.2007. Stearoyl-coenzyme A desaturase gene polymorphism and milk fatty acid composition in Italian Holsteins. J Dairy Sci 90:4458-4465. McDowell RE. 1972. Effect of heat stress on energy and water utilization of lactating cows. J Dairy Sci. 52: 188-191. Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolutionary Genetics. New York (US): Columbia Univ Pr. NRS, 2006. Jaarstatistieken. 2005. NRS, Arnhem, the Netherlands. Oshima SH, Serrano AB. 2003. Relationships between DGAT1 and Pit-1 genes polymorphism and milk yield in Holstein Cattle. 2003. Proceed Western Section, American Society of Anim Sci. Volume 54. Palmquist DL. 2006. Milk fat: Origin of fatty acids and influence of nutritional factors thereon. Edited by Fox PF and McSweeney PLH. Advanced Dairy Chemistry, Vol 2: Lipids, 3rd Edition. pp. 43-92. Kluwer Academic/Plenum Publishers, New York, USA. Payne WJA .1990. An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. 4th Edition. John Wiley and Sons inc. New York. Pp 881. Pierre SN. 2011. Managing Measure of Feed Cost : Bencmarking Fisical and Economic Feed Efficiency. Departement of Animal Science. The Ohio State University. http:// www.extension : org/page/26242 [24-7-2013]. Rashid O, Odongo MMNE, McBride BW. 2007. Fatty acid composition of ruminal bacteria and protozoa, with emphasis on conjugated linoleic acid, vaccenic acid, and oddchain and branched-chain fatty acids. J. Anim. Sci. 85:1228-1234 Salter AM, Lock AL, Garnsworthy PC, Bauman DE. 2007. Milk fatty acids: Implications for human health. Ed. Garnsworthy PC. Wiseman J. Recent advances in animal nutrition 2006. 40th University of Nottingham Feed
31
Conference, Sutton Bonington Campus, Nottingham, UK, 13-15 September 2006. 2007 pp. 1-18. Parodi, PW. 2005. Dairy product consumption and the risk of breast cancer. J Am. College Nutr. 24 :556S-568S. Sambrook J. Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Moleculer Cloning: a Laboratory Manual. United State of America (US) : CSH Laboratory Pr. Schennink A, Stoop WM, Visker MHPW, Heck JML, Bovenhuis H, van der Poel JJ, van Valenberg HJF, van Arendonk JAM. 2007. DGAT1 underlies large genetic variation in milk-fat composition of dairy cows. Anim Gen. 38: 467473. Schmidt GH, Van Vleck LD, Hutjens MF.1988. Principles of Dairy Science. 2ndedition. Prentice all. Englewood Cliffs. NJ. page 61. Shorten PR, Pleasants TB, Upreti GC. 2004. A mathematical model for mammary fatty acid synthesis and triglyceride assembly: the role of stearoyl CoA desaturase (SCD). J Dairy Res. 71(4):385-397. Silalahi J. 2000. Hypocholesterolemic Factors in Food : A Review. Indonesian Food and Nutrition Progress. 2000. Vol 7.no. 1 : 26-35. Simopoulos AP. 2002. The importance of the ratio of omega-6/omega-3 essential fatty acids. Biomedicine and Pharmacotherapy 56: 365-379. Soyeurt H, Dardenne P, Gillon A, Croquet C, Vanderick S, Mayeres P, Bertozzi C, Gengler N. 2006. Variation in fatty acid contents of milk and milk fat within and across breeds. J Dairy Sci. 89(12):4858–4865. Sudono ARF. Rosdiana, Setiawan BS. 2005. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Thaller G, Kuhn C, Winter A, Ewald G, Bellmann O, Wegner J, Zuhlke H, Fries R. 2003. DGAT1, a new positional and functional candidate gene for intramuscular fat deposition in cattle. Anim Gen. 34, 354–357. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fak Peternakan. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Pr. Tuminah S. 2009. Efek asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh "trans" terhadap kesehatan. Media Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II. Pp. 13-20. Tyler HD, Ensminger ME. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Edition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Webster J. 1993.Understanding the Dairy Cow. 2nd Edition. Oxford (GB): Blackwell. Wicaksono CN. 2004. Pendugaan nilai pemuliaan dan genetik trends produksi susu di peternakan sapi perah Taurus Dairy Farm, cicurug sukabumi [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Winter A, Kramer W, Werner FAO, Kollers S, Kata S, Durstewitz G, Buitkamp J, Womack JE, Thaller G, Fries R. 2002. Association of a lysine-232 / alanine polymorphism in a bovine gene encoding acyl-CoA:diacylglycerol acyltransferase (DGAT1) with variation at a quantitative trait locus for milk fat content. Proc Natl Academy Sci USA. 99: 9300–9305.
32
Woszuk JN, Noskowiak A, Strabel T, Jankowski T, Switonski M. 2008. An effect of the DGAT1 gene polymorphism on breeding value of Polish Holstein-friesian sires. Anim Sci Papers Report. 26(1):17-23. Yeh FC, Boyle T, Rongcai Y, Ye Z, Mao XJ. 1999. PopGene v.1.31. Microsoft window-based freeware for population genetic analysis. Department of Renewable Resources, University of Alberta, Canada.
33
LAMPIRAN Lampiran 1 Sekuen gen DGAT1 yang di akses di gene bank No AY065621 LOCUS
AY065621
DEFINITION Bos
8593 bp
taurus
diacylglycerol
DNA
linear
acyltransferase
MAM 11-FEB-2002 1
(DGAT1)
gene,
complete cds. ACCESSION
AY065621
VERSION
AY065621.1
KEYWORDS
.
SOURCE
Bos taurus (cattle)
ORGANISM
GI:18642597
Bos taurus Eukaryota;Metazoa;Chordata;Craniata;Vertebrata;Euteleostomi; Mammalia; Eutheria; Laurasiatheria; Cetartiodactyla; Ruminantia; Pecora; Bovidae; Bovinae; Bos.
REFERENCE AUTHORS
1
(bases 1 to 8593)
Grisart,B., Coppieters,W., Farnir,F., Karim,L., Ford,C., Berzi,P., Cambisano,N., Mni,M., Reid,S., Simon,P., Spelman,R., Georges,M. and Snell,R.
TITLE
Positional candidate cloning of a QTL in dairy cattle: identification of a missense mutation in the bovine DGAT1 gene with major effect on milk yield and composition
JOURNAL PUBMED REFERENCE AUTHORS
Genome Res. 12 (2), 222-231 (2002) 11827942 2
(bases 1 to 8593)
Grisart,B., Coppieters,W., Farnir,F., Karim,L., Ford,C., Berzi,P., Cambisano,N., Mni,M., Reid,S., Simon,P., Spelman,R., Georges,M. and Snell,R.
TITLE
Direct Submission
JOURNAL
Submitted (05-DEC-2001) Genetics, University of Liege, Bd de Colonster, 20, Bat B43, Liege 4000, Belgium
FEATURES source
Location/Qualifiers 1..8593 /organism="Bos taurus" /mol_type="genomic DNA" /db_xref="taxon:9913" /chromosome="14"
gene
<1..8593
34
/gene="DGAT1" mRNA join(<1..191,3809..3896,5840..5880,5960..6045,6138..619 0,6406..6511,6601..6714,6815..6889,6960..7063,7154..719 2,7271..7312,7386..7430,7505..7617,7705..7770,7858..794 5,8027..8089,8162..8593) /gene="DGAT1" /product="diacylglycerol acyltransferase 1" CDS join(1..191,3809..3896,5840..5880,5960..6045,6138..6190 ,6406..6511,6601..6714,6815..6889,6960..7063,7154..7192 ,7271..7312,7386..7430,7505..7617,7705..7770,7858..7945 ,8027..8089,8162..8317) /gene="DGAT1" /EC_number="2.3.1.20" /codon_start=1 /product="diacylglycerol acyltransferase 1" /protein_id="AAL49962.1" /db_xref="GI:18642598" /translation="MGDRGGAGGSRRRRTGSRPSIQGGSGPAAAEEEVRDVGAGGDAP VRDTDKDGDVDVGSGHWDLRCHRLQDSLFSSDSGFSNYRGILNWCVVMLILSNARLFL ENLIKYGILVDPIQVVSLFLKDPYSWPALCLVIVANIFAVAAFQVEKRLAVGALTEQA GLLLHGVNLATILCFPAAVAFLLESITPVGSVLALMVYTILFLKLFSYRDVNLWCRER RAGAKAKAALAGKKANGGAAQRTVSYPDNLTYRDLYYFLFAPTLCYELNFPRSPRIRK RFLLRRLLEMLFLTQLQVGLIQQWMVPAIQNSMKPFKDMDYSRIVERLLKLAVPNHLI WLIFFYWLFHSCLNAVAELMQFGDREFYRDWWNSESITYFWQNWNIPVHKWCIRHFYK PMLRRGSSKWAARTAVFLASAFFHEYLVSIPLRMFRLWAFTGMMAQIPLAWIVGRFFR GNYGNAAVWLSLIIGQPVAVLMYVHDYYVLNREAPAAGT" ORIGIN 1 atgggcgacc gcggcggcgc gggcggctcc cggcgccgga ggacggggtc gcggccttcg 61 atccagggcg gcagtgggcc cgcggcagcg gaagaggagg tgcgggatgt gggcgccgga 121 ggggacgcgc cggtccggga cacagacaag gacggagacg tagacgtggg cagcggccac 181 tgggacctga ggtagcggtg cgcgtgaccc ctaacctttg acccctgata cggggcccct 241 gcgacccaac ctggtggccc aggcctgtcg gcggcagctc gggctcgagt ccgagagtct 301 ggcgcctgga ccttggtgca cagctgtgcc cctcgggcct ccacggggaa acttagcggg
35
361 aggttggggg cggagggtct cctgcccgga acacccaggt acgggggccg aggggagggc 421 agcggctcaa cttctagacg ccctccctct gccttccttt ggtgggttct gaagctttcc 481 cagggtgagc ccactacgca cagtgtcctc tacctggaag gagatacagg ggtccttcct 541 gagggctatg aggggtgcct tgtgggttga taaagctccc gggggaggag ggtggaccgg 601 cggagaacag aggcaggggc agtgctaggg gatttctcat ccctcgcaga ccctccagag 661 aatggtcttc acaaaggtcc ctcatccgtc acccggcgat tgactggcct aggatcctgc 721 ttattaccag cacaaatggc tgctctaggg tcaaagtggg tcctgtaatg ggaccctcac 781 ccctggttgg ggtacagggg aggagttgga agtgcgcaca cccacaggtg ggcgccctgc 841 ttagctgaag gactgatggg aaggagttgg gggagcaagc tgcggctgaa agggaggatc 901 tgacccacgt gggcatcagc taagtcctgc tggctgcctc caggcgttcc ctttgccatc 961 ctccacgccc ctcccccggg gcctgacctt catcctggtc aagggctctc aggggctctg 1021 gttttgggat cagctccaga gctagaggtt atcaaggagg aagtgggcaa caggtcagtc 1081 agcaaggatt tgctatcttc actgggtgct gtggggaggg gagggacaag ggcagttggg 1141 gtgcaggcac tgtccctgcc cttggggggc acacagttca cctgagagat aagatagccg 1201 cagccctgaa gagtgagagc aaaggtcagg cacagagttc aggatgacac caggggaggg 1261 tggctctgtg aggggcactg gcttcctaca ggccccaggt ggtcctgagg gggcggctgc 1321 aaaggccagg aggcccacag gcccctctgc ccactcctgg ggaactggat ttggggtcac 1381 tttgtatgag gtgggggcgg gtaccagctt tgggccaagc tgtcaccctg gatgggccat 1441 cacttgcctg ctctgtatag gccagatggc cagaagctgc tcctgtcctg ttgatggccc 1501 atcctcgagg tctggaccct cgggaagagg agcagttggt ggcagggatg ggccaccgga 1561 gaccctcctg acctccagga cacgcagctg tgtgtgcctg tccccaagcc acatgccaca 1621 tggctagggg cctcctgggg cagggctggg cattggtctg gctactcttg gtatcgccta 1681 tggcttccct gcctcccagt catcatcctc ccacctctgc ctccctgcct gttcctctct 1741 ttctcctcag gcccttccgg acatttcctg ctcacctagg tctgggcagg cggggtcagg 1801 tgccgggtgt gagctcactc cttccggcag caaggtgtag ctatgtgccg gaaggaaggc 1861 cgctgctgtt gcctcgcctc tgagtgcatc ccttccaggt cctccacact cccctgtgcc 1921 ccgacacctg gtgcgtcctt cagccattgg ttcatgtgtc ctccaggcac agctttctag 1981 tccagagcct ctaggctggg tgcaggaagt gctgaggaag tggcagccgg gaggcgagct 2041 ggcaccctgt ccctccttgt tctgtccgtc cctgcccctg gaccgtatgg ccccgcatgt 2101 gtgatcccca cttggggctg tgcctctggg caagttggga agcttggtga gcctcatttt 2161 catgtgcccg cctcccagta ctgatgtgca ggttgaatga ggtgccaact gtaatgagtt 2221 ggaatggccc tgctggctgg gtgggactgg ggagcaggtg ggggccgctg gggggcacag 2281 aggcacaccc agtgcctcag tcagggagag ggtgacagag aagctctggg tgaggcccca 2341 cctccactct ggccatggct gctgcccttt ggtccactgc agtgaactgt gccatggggc 2401 tggacctctg tggggattgg tgggcagtgg gctttcttcc cgcttggggc ctctgacctc 2461 tgggggcagg gcgctgcccg ggtgggacag tcggaaggct ggtagaggga cctgaggggt 2521 ctgtgtggtg gctgggggca ggcctcagga atttgacagc agggatctgg aaaagcttta 2581 ataacattat ttgttgtcag gattgggaaa tgctcccctc ccccctcccc ctctttcatc 2641 ttagagactg ctgcacatct ggtcagtgtg gtcttcttgg tggcccccaa ggtggcaggg
36
2701 gtcacactgt tatgaaaccg tcccctgggt atgtggtgca gacatgcaca tgcagatggt 2761 gattggcagg ttgtagcatg aggtggcttt gggacggttc cagtgacagt gagtgggctg 2821 gatctggggg gttctgggca ggtccatcaa gcggataccc ccacagactg tcctcttggg 2881 atagttgggc ctgggagccc tgcttgcctt gccaaaaggc aggcgcagag tcatgaagaa 2941 gagggcttgg gggctcagag ccccactgtg tgtgcagccc agggtggacc tggaggaggt 3001 gcgtgggcag gctgggccgg ccggggcggg gggtgggggg gcctggtgtg aaagggaccc 3061 agggccagac tgtcagcgct gcctggctga ggatgctggc accctgtcct ccccagccgt 3121 ctgtctcctg ggtgcagcca tctgagtgct gaccccagcc gcccctggag gctggctgtt 3181 ctcctgtgcc ctattgctgg ggacatgtgt ccacaggagg gaaagggaag ccccggcctc 3241 tccccttaca aaactggagg ccttgctcaa tgccctggat ggcctcctgg tggcagggtg 3301 gttggtggga ggtggggctg ctgcttagaa cccgccagcg ggcctgggcc tgggctgagc 3361 tgcacccctc cacctctgcc tccagctgag ggttggcttc catctccacc aggcccagca 3421 ctgggcacag ggctctcaga ggcaggctct gaaagtcccc tgctggcttc tgcagtggac 3481 tccaggcgcc gagcccccag ggggctcgca ttgcgctcac cctgcgaagc cacgtgaagg 3541 ctgggtcctc ccctccggaa gggccaaatg cagggcatgg gtggtttgaa tggtggcccc 3601 tgggctcccc ggagggacca gctgctgtga gggccgcccc ctccccactt ccgtcttgca 3661 tcaccagctc ctgtggcact ccccacgccc cgtcccccag tgggagcggc aggcccccgg 3721 tggctctgcc cgcggagggg gatgtgtggg cggcggggtg gccttgctgc cagatgctct 3781 gccccgagtg tccgtctccg ctctccaggt gtcaccgcct gcaggattcc ctgttcagtt 3841 ctgacagtgg cttcagcaac taccgtggca tcctgaattg gtgtgtggtg atgctggtac 3901 gtagagtgac accttggagc aagggtcctg acggccgggg ggccatgggc tcttctccag 3961 gggtaggtgt ctgtacttgt gtagctgtgg tgaatggagc tctgtgctgg cggtgggggt 4021 ccctggagca gccgtaccct gggaccctac cgggagcatg ctcatgccgt ccctgctgaa 4081 tcccaggaga tgcctgcaga gggcagcctg ggagcctctg agctggggtc tgcgccccag 4141 ggggcactgg agtctcccca gggggcgaga gagagtaggc agggatggtc tggtggccct 4201 gggtggggga tggctgctcc gtgggcccag gccctccctg gcagcacagg tgagtggtct 4261 tgggggtcca cgtagaactt cctcttctgt tccaaattgc cctcatgggt gcggcatgcc 4321 tgggtgaacc tgggggagca gggtgaggac atgcttctca gcccagccca cagctccagg 4381 ccacactctg caggactctg gcccctccct cagccctgga gggagcagga ctggagtcct 4441 gtgtccgcct tgctctgacc tggccgaggc cactgctgtg gggccccagc aggcctgccc 4501 agcagaaggt ggagtgcagg gaccccaggg gcagccttca gggtggggca gggtgaggcc 4561 cgactgggcc cagccccacc gctcagtgct gatgtggcgc gaggccttcg cccctccagc 4621 tgacgtgtct gcctgccctg ggtgtggctc cagaggctgc ctgtgtacca ggggccccca 4681 cgcttctgtt tgtggttctg ggcagtcccc tggggagcgg tgggggctgt gtgccagtcc 4741 agacccagta gtccacgcgt cctggtctct ggaggccgtg gctggtccag gactgtggca 4801 aggtggtcgt gcagggcagg ccctcagcag cctgtctgtt ctcctgcagc ccccagcctc 4861 ctggcccttt ggtgcaccca caaagctccc ccctccccca ggagctgggg ccgcctgctg 4921 cgtcctctcg gcagcctggg cttccaggtg gctgggcctc ttagcagctc caactcttgc 4981 ctgtggtggg ctctcaggac aggcaactgc cagtcggcag acattgcagg accacgtgtg
37
5041 tcctggtaag ctggctggtt aggtgtttag ctgggggatg gtgtggcagg tggcccctgc 5101 atctctgagc ctgtcacctc ctcgggaagc cttctgggtg ggggactcca cccatgtcgc 5161 ctggagaagc atcacttttc cacagagcct tctgcaaccc ccgtggggcc tgagcctggg 5221 gtgggggagg tggtggcccc tgctcctgca gaggccagcc aggcatctgg ccccaggcca 5281 ctggcaagag ctcgttgtgt tgggggatct gtcctttgct gctgctgcag gagcggccga 5341 ggcaggcggg ggcgtgagta ggggtggaga cccaggccca gcttccccag cccctcagga 5401 ccggcctgct ctttcccacc accccaccaa gtgcgtgggc acaccccgcc tgtgaggatg 5461 ggcccggttg gcagggcgga gccctgggag ggtggcagtg cgccgggcag gcttggactt 5521 cactggggct tggggttgtc gctgtggcca ggggcgctga cccgcttggt gggacggacg 5581 gccgctgggc agcaggtttc ttctgccacg gtggcacagg cacctggggt tgtggttggc 5641 tccaggcggg cgggggctgc gtgcccctgc gcaggcacat aggccgtggg tggggagtct 5701 cagagcttgg cgtgaggtcc cacagggctg ggcctgcagg atggaggcca ctgtcctgag 5761 ctgcaggtgc tggcaggagc tggggtgggc gttctggggc cgtggctgac agcgttatgt 5821 ccctctctct ctatcgcaga tcttaagcaa cgcacggtta tttctagaga acctcatcaa 5881 gtgagtgggc cccggcctgc cccagcccct gccacctcac ccctcgccta cacagaccct 5941 cacccacctg cgtctgcagg tatggcatcc tggtggaccc catccaggtg gtgtctctgt 6001 tcctgaagga cccctacagc tggccagctc tgtgcctggt cattggtgag ctgggtgccc 6061 aggaggcctc aggccggcgg tgggtgggac agggctgatc tgggcctgaa cctgccctgg 6121 gttgcttctg tcctcagtgg ccaatatctt tgccgtggct gcgttccagg tggagaagcg 6181 cctggccgtg gtaagcagtg ccctcacgcc ctcccctgac ttgcctcaag gtccttacca 6241 gtcgggctta gggcgggcca ccagctggtc ccactgtgct tcagggtttt gggcctttcg 6301 tggccttcct gagaggggct gcacctcagg cctggtggct cttcctcagg gaggtcctct 6361 gaccagggag gggggtccct ggctgacgct ctgctcccac cccagggagc tctgacggag 6421 caggcggggc tgctgctgca cggggtcaac ctggccacca ttctctgctt cccagcggcc 6481 gtggcctttc tcctcgagtc tatcactcca ggtgggcccc acccccgccc ccgcccccgc 6541 ccacgctgtc tcggccacgg gcagcgcggg gggcgtggcc tgagcttgcc tctcccacag 6601 tgggctccgt gctggccctg atggtctaca ccatcctctt cctcaagctg ttctcctacc 6661 gggacgtcaa cctctggtgc cgagagcgca gggctggggc caaggccaag gctggtgagg 6721 gctgcctcgg gctggggcca ctgggctgcc acttgcctcg ggaccggcag gggctcggct 6781 cacccccgac ccgccccctg ccgcttgctc gtagctttgg caggtaagaa ggccaacggg 6841 ggagctgccc agcgcaccgt gagctacccc gacaacctga cctaccgcgg tgaggatcct 6901 gccgggggct ggggggactg cccggcggcc tggcctgcta gccccgccct cccttccaga 6961 tctctactac ttcctcttcg cccccaccct gtgctacgag ctcaacttcc cccgctcccc 7021 ccgcatccga aagcgcttcc tgctgcggcg actcctggag atggtgaggc ggggcctcgc 7081 gggccagggt gggcgggcct gccggcaccc ggcaccgggg ctcagctcac tgtccgcttg 7141 cttccttccc cagctgttcc tcacccagct ccaggtgggg ctgatccagc aggtacgtgc 7201 ccgggggggg gggggggggg ggggggggga ctctggggcc gttggggagc tgactctgcg 7261 ctttttgcag tggatggtcc cggccatcca gaactccatg aagcccttca aggtgagcag 7321 gcaggcctgg cagggtgggt tccggggtca gggctgaggg agccagctgt gccctgtgcc
38
7381 cacaggacat ggactactcc cgcatcgtgg agcgcctcct gaagctggcg gtgagtgacc 7441 tgctgggtgg ggacgcgtgg gggcgggtgg ggctgttctg gcacctggca cccactcccc 7501 acaggtcccc aaccacctca tctggctcat cttcttctac tggctcttcc actcctgcct 7561 gaacgccgtg gctgagctca tgcagtttgg agaccgcgag ttctaccggg actggtggtg 7621 ggtggccttg ccggggcggg ggtggtgggg gcccccgctg gggctggggc cggagcccct 7681 gcccactctg ccccgccccc gcaggaactc cgagtccatc acctacttct ggcagaactg 7741 gaacatccct gttcacaagt ggtgcatcag gtgggtgtgc gcctgggggc ggggggttgg 7801 ggggtgggac ggggtcgcgt ggcccgggcg cccagcccac tgccgcctcc cccgcagaca 7861 cttctacaag cccatgctcc ggcggggcag cagcaagtgg gcagccagga cggcagtgtt 7921 tctggcctcc gccttcttcc acgaggtcag tgcactgagg gcgcgccctg cccctggtgg 7981 gggtgggggt gggggtgggg gctcgctgac gcccctctcc cctcagtacc tggtgagcat 8041 ccccctgcgc atgttccgcc tctgggcctt caccggcatg atggcgcagg tgagcagccc 8101 tggacccccg ctccgccccg ccccgcgagc gcagaggctc actcccgtcc tgtgtcccca 8161 gatcccgctg gcctggatag tgggccgctt cttccgcggc aactacggca acgcggccgt 8221 gtggctgtca ctcatcatcg ggcagccggt ggccgtcctg atgtacgtcc acgactacta 8281 cgtgctcaac cgtgaggcgc cggcagccgg cacctgagcg cctccaggct ggccccctcg 8341 tgggtgttgg actgctttgc cgcgctgcct gcggctggac tagagcctgc cccaacctgg 8401 gcgcagcagg aggaggcctg gctggtggaa gctgcctcct ggcctccacc aggcctctgc 8461 ctgaagggct tcctcctgcc aggggagagc aggcccgacg cagttctggc ccctgggagg 8521 tgcccatgct ctggaaaccc tacagatctc gcccaagggt ctgaatgtgt caataaagtg 8581 ctgtgcacag tga //
39
Lampiran 2 Prosedur uji asam lemak Prosedur uji Asam Lemak (AOAC, 2005): 1. Sampel dihomogenkan, timbang ± 10 gram dalam tabung kapasitas 100 mL. 2. Ditambahkan NH4OH pekat 1.25 mL, vortex selama ± 2 menit. 3. Ditambahkan 10 mL Ethanol, kemudian divortex. 4. Tambahkan 25 mL Diethyl-ether (ekstrak). 5. Tambahkan 25 mL Petroleum Benzen fraksi (40-60)°C (ekstrak). 6. Terjadi 2 lapisan, pisahkan lapisan atas, tamping dalam labu. 7. Ulangi pekerjaan 4 dan 5 dengan 15 mL (masing-masing). Lapisan atas diambil lalu dijadikan satu dengan lapisan pertama. 8. Evaporasi di waterbath dengan dialiri gas N2 (Nitrogen) sampai pelarut habis. 9. Saponifikasi dengan Na-Metanolik 0.5 N dengan perbandingan Sampel : NaMetanolik (1:3). Panaskan dalam waterbath suhu 70°C selama ±10 menit (kadang digoyang-goyang). 10. Didinginkan, kemudian diesterifikasi dengan BF3-CH3OH 20%, perbandingan (1:3). Panaskan dalam waterbath suhu 70°C selama ± 10 menit (kadang digoyang-goyang). 11. Didinginkan, kemudian ekstrak dengan n-Heptan 1 mL dan ditambahkan 1 mL NaCl jenuh (untuk memisahkan Glycerol). 12. Ambil lapisan atas, injeksikan 1 µL, kondisi sama dengan kondisi standar FAME
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ungaran, Kabupaten Semarang pada tanggal 19 Agustus 1981, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara (Satria Aditama Arta Wigati dan Atiwihana Arta Lanang Permana), dari pasangan Ayahanda Herry Santoso dan Ibunda Yeni Kristianing (Almh.). Pada tahun 2009 penulis menikah dengan Cecep Hidayat dan memiliki dua orang anak Maryam Al Ghazelia Arta dan Ibrahim El Rumi Danendra. Penulis memperoleh gelar pertamanya (Sarjana Peternakan) dari Fakultas Peternakan Universitas Dipenogoro Semarang jurusan Produksi Ternak pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis mulai bekerja di Balai Penelitian Ternak dan jabatan fungsionalnya dimulai dengan jenjang Peneliti Pertama bidang Pemuliaan dan Genetika Ternak terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Juli 2008. Sebagai peneliti, penulis terlibat dalam beberapa kegiatan penelitian pemuliaan dan reproduksi ruminansia dan telah menghasilkan karya ilmiah baik sebagai author pertama, maupun co author. Penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada tahun 2010 dan menamatkannya pada tahun 2013. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari DIPA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Selama mengikuti program S2, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan seminar dan kuliah internasional di bidang peternakan antara lain Cow-Oil Palm Integration, Farm Milk Quality Controls Mastitis in Relation with Good Farming Practices, Large scale genotyping and sequencing-new tools in animal conservation genetic, Climate Change, and Animal Genomic.