PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001
PEMBERDAYAAN POTENSI DAERAH DALAM KEGIATAN OPERASI INDUSTRI HULU MIGAS NASIONAL Sunoto Murbini Engineering and Construction Manager PERTAMINA/DMPS
Kata kunci: – Otonomi daerah: Kewenangan Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. – Dana perimbangan: dana bagian Daerah, diantaranya dari pendapatan sumber daya alam. – Migas: Minyak bumi dan gas alam – Fasilitas produksi migas: fasilitas untuk memproduksikan migas – Industri hulu migas: industri pencarian, produksi dan pemasaran migas ABSTRAK Ketika Aeiko Jansenzoon Zijker, seorang ahli dan pengusaha hultikultur Tembakau, pada tahun 1885 menemukan minyak yang tergenang di sumur Telaga Said di Sumatera Utara, sejak saat itulah tempat ini memberi andil kepada perekonomian negara, yang kemudian di proklamasikan pada 17 Agustus 1945 ini, berupa produksi minyak. Selanjutnya daerah lainnya diketemukan kekayaan alam berupa cadangan minyak bumi dan gas alam (migas) seperti di Sorong Irian Jaya , di Bula Maluku, di Sanga-Sanga Kalimantan Timur, di sekitar Wonokromo Jawa Timur, di Cepu Jawa Tengah dan sumber yang besar di daerah Rokan Riau. Jutaan barel minyak dan jutaan kubik meter gas bumi telah mengalir sejak saat itu , namun anugerah Tuhan tersebut yang berupa kakayaan alam pada tahap awal diusahakan oleh orang asing. Bangsa ini baru mulai dapat menikmati secara perlahan setelah kemerdekaan dan selanjutnya Pertamina mulai menangani usaha tersebut. Pengalihan usaha migas dari pihak asing ke Indonesia tidak berjalan dengan mulus. Keberanian dan semangat patriotisme melandasi usaha putera-putri bangsa ini untuk merebut dan mulai menangani usaha perminyakan Indonesia. Saat ini , aktivitas migas di Sumatra Utara tersebut masih ada dan bahkan semakin berkembang ke seluruh wilayah Indonesia, tidak saja di daratan, tetapi juga di laut dengan melibatkan teknologi maju dan modern. Pengusahaan migas di laut ini sangat penting mengingat wilayah laut Indonesia mencakup hampir 70% dari luas wilayah secara keseluruhan. Kegiatan usaha migas cakupannya sangat luas mulai dari kegiatan hulu berupa pencarian cadangan migas, sampai hilir berupa pemasaran produk-produk industri petrokimia. Semua kegiatan ini melibatkan sejumlah pekerja dari berbagai tingkat keahlian dan pengetahuan. Khusus kegiatan hulu migas di darat, tenaga kerja yang terlibat mulai dari keahlian rendah sampai keahlian tinggi mulai dari tahap awal survey lapangan, pemboran, persiapan lokasi pengembangan, pelaksanaan proyek sampai operasi dan produksi. Disamping itu keterkaitan industri penunjang dan konstruksi serta fabrikasi sangat diperlukan untuk kelancaran aktivitas migas hulu tersebut. Pada masa lalu, kegiatan usaha hulu migas terutama dilakukan oleh pemerintah pusat dan hanya sedikit melibatkan pemerintah dan sumber daya daerah. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No 22 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka Pemerintah Daerah dimana aktivitas migas berada, akan diberi peranan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Pemerintah dan masyarakat daerah, terutama pengusahanya, dapat menjadi partner dari kegiatan migas di daerah , bahkan pemerintah daerah dapat terlibat lebih jauh sebagai komisaris perusahaan migas tersebut. Untuk menyongsong hadiranya keharmonisan penerapan UU No.22 dan UU No.25 dengan aktivitas industri migas hulu tersebut, daerah perlu mempersiapkan diri dan melakukan pendataan dan pembinaan baik sumber daya manusianya maupun sumber daya ekonominya untuk menjadi industri penunjangnya kegiatan migas hulu tersebut. Kesemuanya aktivitas ini perlu ditangani secara profesional dengan tetap mengutamakan prinsip-prinsip keekonomian sehingga pemerintah dan masyarakat daerah bisa menikmati kekayaan alamnya dan perusahaan migas dapat beroperasi dengan tetap memperoleh keuntungan. Gagasan pembinaan dan partisipasi dalam kegiatan hulu migas tersebut perlu dikembangkan dengan melihat keunikan dan potensi tiap daerah dipadukan dengan kegiatan usaha migas secara keseluruhan. Konsep ini merupakan inti permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini.
1.
PENDAHULUAN
Sejarah perminyakan Indonesia dimulai lebih dari satu abad yang lalu, tepatnya pada tahun 1885 ketika A.J. Zijker menemukan sumur minyak di Telaga Said, Langkat Sumatra Utara. Setelah penemuan ini disusul dengan penemuan cadangan minyak di daerah lainya seperti di Sumatra Selatan, Riau, Kalimantan Timur, Irian Jaya, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pencarian minyak pada tahap awal dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda yang saat itu menguasai Indonesia. Karena
IATMI 2001-12
sifatnya perusahaan swasta, maka migas yang didapatkan seluruhnya untuk kepentingan mereka, sementara pemerintah hanya mendapatkan pajak dan beberapa retribusi lainnya. Sampai tahun 1950an ketika Indonesia telah merdeka, ikatan yang ada antara perusahan minyak swasta dengan pemerintah adalah perjanjian Konsesi yang dikenal dengan Perjanjian 5A. Dalam perjanjian ini, perusahaan minyak menguasai sepenuhnya minyak yang dihasilkan, baik penjualan maupun harganya dan tidak ada keharusan untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri dan jika menjual ke dalam negeri harganya tergantung mekanisme pasar. Dengan sistem ini
Pemberdayaan Potensi Daerah Dalam Kegiatan Operasi Industri Hulu Migas Nasional
Sunoto Murbini
pemerintah mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan minyak di dalam negeri karena pemerintah harus membeli minyak dari perusahaan swasta dengan harga mahal, sedangkan penjualan harganya harus dibatasi. Akibatnya pemerintah harus menanggung subsidi yang besar.
ada dibawah permukaan tanah. Atas dasar data seismik ini maka dilakukan pemboran untuk mengetahui besarnya cadangan migas yang terdapat disuatu daerah. Hasil akhir dari kegiatan ini berupa data cadangan migas yang akan dikembangkan.
Sebagai perbaikan dari kontrak ini diperkenalkan sistem Kontrak Karya dimana dalam sistem kontrak ini pada prinsipnya ada kewajiban perusahaan minyak swasta untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan adanya konsep pembagian keuntungan disamping pajak-pajak lainnya. Sistem kontrak ini dimulai dengan ditandatanganinya Tokyo Head of Agreement pada tahun 1963 antara pemerintah dan perusahaan minyak swasta.
Jika suatu cadangan cukup ekonomis untuk dikembangkan, maka dilanjutkan dengan kegiatan pengembangan lapangan. Dalam pengembangan lapangan ini dilakukan pemboran sumur produksi yang diikuti dengan pembangunan fasilitas produski, sarana transportasi serta sarana pendukung lainnya. Fasilitas produksi dipilih berdasarkan karakteristik migas yang dihasilkan dan kondisi lingkungan sekitar. Pemilihan teknologi tidak hanya atas pertimbangan teknis tetapi juga pertimbangan ekonomis dan lingkungan. Pertimbangan lingkungan ini semakin menjadi penting seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat atas kesehatan dan keselamatan lingkungan.
Sistem Kontrak Karya ini masih belum memenuhi jiwa Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa kekayaan alam yang terdapat dibumi Indonesia sepenuhnya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sistem Kontrak Karya belum memenuhi amanat ini karena pengelolaan minyak bumi dan gas alam (migas) masih ditangan perusahaan swasta. Sebagai perbaikan dari sistem ini maka tahun 1964 diperkenalkan sistem Kontrak Production Sharing (KPS) dimana pengelolaan cadangan migas sepenuhnya dilaksanakan oleh negara sementara perusahaan swasta hanya bertindak sebagai operator. Semenjak itu untuk kontrak baru seluruhnya menggunakan sistem KPS sedangkan kontrak yang sudah ada (Kontrak Karya) tidak diperpanjang lagi dan secara bertahap diganti dengan KPS. Dalam perkembangannya, KPS mengalami penyempurnaan disesuaikan dengan iklim usaha yang berkembang sampai terbentuk sistem KPS yang dikenal sekarang. Sistem KPS ini merupakan sistem terbaik, buktinya sistem yang asli dikembangkan oleh Indonesia ini banyak digunakan secara luas di beberapa negara produsen migas.
Pada tahap operasi produksi, konstribusi migas terhadap perekonomian daerah semakin penting, tidak hanya sebagai pemasukan dari migas yang dihasilkan, tetapi juga pengaruh dibangunnya infrastruktur untuk mendukung kegiatan operasi produksi migas. Dengan pembangunan ini akan secara langsung berpengaruh kepada perkembangan ekonomi suatu daerah. Dalam makalah ini akan dibahas konstribusi kegiatan operasi hulu migas terhadap perekonomian daerah serta peluangpeluang pengembangan partisipasi sumber daya daerah dalam kegiatan operasi hulu migas. Peluang keikutsertaan sumber daya daerah ini makin besar dengan diberlakukannya UU No. 22/1999 dan No. 25/1999. 2. DISTRIBUSI KEGIATAN OPERASI HULU MIGAS
Migas dalam perekonomian Indonesia memiliki 3 peranan utama, yaitu sebagai penghasil devisa, pemenuhan kebutuhan bahan bakar dalam negeri, dan sebagai bahan baku industri. Sebagai penghasil devisa saat ini peranannya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih besar meskipun dalam beberapa tahun terakhir secara prosentase cenderung menurun tetapi secara kwantitas tetap meningkat. Sebagai pemenuhan kebutuhan bahan bakar dalam negeri, migas digunakan untuk bahan bakar kendaraan, rumah tangga dan industri. Sebagai bahan baku industri, khususnya gas, digunakan untuk bahan baku industri petrokimia seperti tekstil, plastik, pupuk dan sebagainya.
Kegiatan operasi hulu migas merupakan langkah awal dari operasi industri migas secara keseluruhan. Pengembangan lapangan produksi tergantung dari adanya cadangan migas di suatu daerah. Beberapa daerah yang memiliki cadangan migas cukup besar adalah seperti Tabel–1. Dari tabel terlihat cadangan minyak terbesar terdapat di Sumatra Tengah, tepatnya Riau, yang saat ini sebagaian besar dioperasikan oleh KPS Caltex Pacific Indonesia. Daerah ini menyumbangkan sekitar 52 % dari produksi harian minyak nasional. Produksi minyak di daerah ini sudah sedemikian berkembang bahkan sudah dilakukan produksi sekunder (secondary recovery) dengan cara steam floading dan water floading.
Ketiga peranan tesebut merupakan peranan langsung bagi perekonomian negara, sedangkan secara tidak langsung migas merupakan stimulus yang menggerakan roda perekonomian dan industri negara. Multiflier effect dari migas merangsang bergulirnya roda perekonomian mayarakat. Hal ini dapat dibuktikan pada beberapa daerah yang menjadi pusat kegiatan industri migas, perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan daerah lainnya.
Daerah lainnya yang memiliki cadangan minyak adalah Jawa Barat dan Kalimantan masing-masing 12,8 % dan 12,5 % dari cadangan total minyak nasional. Sedangkan Sumatra Utara yang merupakan cikal bakal industri migas nasional hanya memiliki cadangan minyak 2,1 %.
Rangkaian kegiatan operasi hulu migas dimulai dengan kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan migas, disusul dengan proses pengembangan lapangan dan operasi produksi migas. Kegiatan eksplorasi terdiri dari survey geologi, survey seismik dan pemboran. Survey geologi dilakukan untuk melihat karakteristik batuan yang ada di suatu daerah, sedangkan survey seismik untuk melihat lapisan tanah yang
IATMI 2001-12
Cadangan gas terbesar dimiliki Natuna yaitu sebesar 49,16 TCF atau 36 % dari cadangan gas nasional. Cadangan gas di wilayah ini sebagaian besar belum diproduksikan dan saat ini yang diproduksikan baru dari Natuna Barat, sedangkan cadangan terbesar terdapat di Natuna Timur (Block Alpha). Namun demikian, Natuna Barat ini merupakan pelopor ekspor gas alam pertama dari Indonesia ke Singapura melalui pipa gas bawah laut.
Pemberdayaan Potensi Daerah Dalam Kegiatan Operasi Industri Hulu Migas Nasional
Wilayah lain yang memiliki cadangan gas adalah Kalimantan sebesar 48,30 TCF atau 35,4 % dari cadangan gas nasional dengan pusatnya di Kalimantan Timur. Sebagian cadangan gas di daerah ini sudah diproduksikan dan diolah menjadi LNG. Saat ini kilang LNG di Kalimantan Timur menyumbang 63,6 % dari produksi LNG nasional. Kegiatan industri hulu migas pada tahap awal hanya dilakukan di darat. Pada perkembangannya kegiatan ini juga dilakukan di lepas yang dimulai tahun 1971 dengan dibukanya Lapangan Cinta di Laut Jawa oleh KPS Maxus/IIAPCO. Indonesia tidak lama lagi akan memasuki produksi migas laut dalam dengan akan dibukanya lapangan Seno Barat di Selat Makasar yang memiliki kedalaman laut 1000 meter. Secara produksi, perbandingan migas yang dihasilkan di Indonesia seperti Tabel-2. Dari sini terlihat bahwa minyak lebih banyak diproduksikan di darat yaitu sebesar 68,3 %, sebaliknya gas lebih banyak diproduksikan di lepas pantai yaitu 57,3 %. 3. KONSTRIBUSI DAERAH DALAM KEGIATAN MIGAS 3.1. SEBELUM UU No: 22/1999 DAN No: 25/1999: Kegiatan industri hulu migas dimulai dengan survey eksplorasi yang terdiri dari survey geologi dan seismik. Sebelum melakukan, pelaksana akan meminta ijin dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Jika dianggap akan menimbulkan kerugian material maka diadakan penggantian kerugian kepada masyarakat atau fihak yang dirugikan. Keikutsertaan masyarakat setempat dalam survey ini hanya sebagai tenaga kasar karena tenaga akhli umumnya didatangkan dari pusat. Dalam penetapan ganti rugi dilakukan dengan mengikuti standar harga yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Kadang-kadang bahkan biasanya harga yang ditetapkan berada dibawah harga pasar sehingga tidak jarang menimbulkan ketidakpuaan di masyarakat. Untuk perusahaan migas, sistem ganti rugi ini belum tentu menguntungkan, walaupun harganya relatif murah, tetapi sering menimbulkan keresahan di masyarakat yang dapat menjadi penyebab gangguan dalam operasi kemudian.
Sunoto Murbini
yang memiliki sumber daya alam berupa migas mendapat kucuran dana perimbangan dari pemerintah pusat yang besarnya tidak ditentukan secara jelas, tergantung dari niat baik pemerintah pusat. Akibat dari kebijaksanaan ini, ada daerah yang menghasilkan minyak cukup banyak, seperti Riau, tetapi pembangunan dan ekonominya agak tertinggal karena dana yang diperoleh dari pusat tidak cukup untuk membangun infrastruktur di daerahnya 3.2. SETELAH UU No. 22/1999 DAN No: 25/1999: a. Pemerintah Daerah: Pemerintah Pusat menyadari bahwa selama ini kebijaksanaan yang sifat sentralistis kurang baik. Untuk itu perlu dilakukan pemberdayaan Pemda agar mereka dapat mengatur dirinya sendiri. Konsep ini merupakan konsep dasar otonomi daerah dimana dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan Peraturan Perundangundangan. Dengan kebijaksanaan ini, Pemda punya kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Konsep otonomi ini diikuti dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dimana Pemda memperoleh pendapatan yang berasal dari: a. Pendapatan asli daerah, yaitu: – Hasil pajak Daerah – Hasil retribusi Daerah – Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang disyahkan; dan – Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah b. Dana perimbangan c. Pinjaman Daerah d. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah Pendapatan daerah dari sumber daya alam migas disebut dana perimbangan dimana besarnya dana perimbangan dari sumber daya alam sektor migas adalah 15 % untuk minyak dan 30 % untuk gas alam setelah dikurangi pajak. Pertamina menyiapkan daftar pemasukan dari migas untuk tiap daerah sedangkan pendapatannya tetap disetorkan ke Dep. Keuangan pusat. Oleh Dep. Keuangan dana perimbangan ini didistribusikan ke daerah-daerah yang berhak secara proporsional.
Pada tahap pengembangan, dilakukan pembangunan fasilitas produksi, sarana transportasi dan fasilitas pendukung lainnya seperti perumahan, perkantoran, dll. Pembangunan umumnya dilaksanakan oleh kontraktor besar dari pusat (Jakarta) dan kontraktor lokal hanya bertindak sebagai subkontraktor yang melaksanakan pekerjaan ringan. Selesai pembangunan dilanjutkan dengan operasi produksi. Dalam tahap ini masyarakat sekitar terlibat sebagai pekerja, tetapi karena kurang keahliannya maka biasanya hanya sebagai tenaga kasar.
Salah satu kewenangan Pemda adalah membuat peraturan daerah (Perda) sebagai instrumen pelaksanaan pemerintahan daerah yang tidak bertentangan dengan ketentuan pusat. Perda ini termasuk menentukan retribusi atau pajak daerah sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Perda tentang kegiatan migas diharapkan tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pusat, misalnya masalah pajak, perijinan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Seluruh pemasukan dari hasil penjualan migas, oleh Pertamina disetorkan ke kas Dep Keuangan pusat, sedangkan masalah pajak seperti pajak impor, PBB dan PPN tidak perlu membayar karena perusahaan minyak melalui Pertamina sudah membayar seluruh pajak ke Dep Keuangan pusat. Dengan sistem ini Pemda tidak mendapatkan pemasukan langsung dari kegiatan industri migas di wilayahnya. Pemda
Konsekwensi otonomi ini adalah kewajiban Pemda untuk membangun sarana fisik atau infrastruktur yang ada didaerahnya. Pemda berkewajiban membangun sarana fisik sehingga para investor mau menanamkan modalnya didaerah, termasuk investor bidang migas. Pembangunan sarana fisik diharapkan dapat dipadukan dengan pembangunan fasilitas produksi migas di daerah tersebut.
IATMI 2001-12
Pemberdayaan Potensi Daerah Dalam Kegiatan Operasi Industri Hulu Migas Nasional
Dalam kontrak KPS ada opsi untuk ikut penyertaan modal dalam kegiatan operasi migas. Dalam hal ini Pemda dapat memanfaatkan opsi ini dengan mengikutsertakan modal yang dimiliki sehingga Pemda bisa menjadi pemegang saham perusahaan migas yang ada didaerahnya. Untuk menarik investor dalam bidang migas, Pemda dapat melakukan: – Pembuatan Perda yang akomodatif sehingga ada kepastian hukum dan para investor migas dapat berusaha dengan tenang. – Membuat kebijaksanaan tata ruang secara jelas sehingga dapat diketahui secara pasti mana daerah terbuka untuk diusahakan dan mana yang tidak. – Mempermudah proses pengurusan perijinan usaha dibidang migas secara langsung maupun usaha pendukungnya. – Membangun infrastruktur yang menunjang. – Membangun struktur sosial masyarakat yang dapat menerima kehadiran para investor. – Mengembangkan SDM sehingga berkwalitas dan dapat ikut terlibat aktif dalam kegiatan migas. Kegiatan migas selalu memperhatikan masalah lingkungan hidup dimana setiap kegiatan selalu dianalisa dampaknya terhadap lingkungan hidup disekitar kegiatan tersebut. Survey eksplorasi selalu diikuti dengan study pemantauan lingkungan berupa UKL/UPL (Usaha Kelola Lingkungan/Usaha Pemantauan Lingkungan) untuk melihat seberapa besar dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan. Dalam UKL/UPL ini dilihat tidak hanya lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosial. Sedangkan untuk tahap pengembangan dan operasi produksi, dilakukan study AMDAL. Dalam study ini dianalisa secara lengkap dampak pembangunan terhadap lingkungan serta upaya-upaya penanggulangan jika ada dampak yang kurang baik. Study ini melibatkan Bapedal setempat yang diharapkan dapat menyuarakan kepentingan masyarakat setempat. Selain itu dalam study AMDAL saat ini ada kewajiban untuk mengumumkan di masyarakat luas sehingga masyarakat dapat memberikan sanggahan jika ada keberatan. Dengan proses ini Pemda setempat dapat secara aktif berpartisipasi dan mengontrol setiap kegiatan operasi migas di wilayahnya. Pemda dapat mengembangkan usaha yang berkaitan dengan kegiatan migas sehingga operasi migas didaerahnya dapat menjadi stimulus timbulnya ekonomi didaerah tersebut. Selain itu, Pemda dapat mengembangkan pendidikan, baik formal maupun non formal, yang berbasis perminyakan didaerahnya sehingga bisa meningkatkan kualitas SDM di daerah tersebut. Pemda diharapkan dapat menggali potensi ekonomi daerah untuk dikembangkan dan dipadukan dengan kegiatan migas yang ada didaerahnya. Migas dapat dijadikan dasar pengembangan ekonomi daerah, sehingga kegiatan migas dapat dijadikan stimulus untuk menggerakkan ekonomi daerah. b. Pegusaha: Pertamina membuat kebijakan dalam memproses dan memutuskan pemenang tender lebih banyak menyerahkan wewenang ke KPS atau operasi daerah. Dengan adanya kegiatan migas yang telah didesentralisasi maka terbuka peluang lebih besar bagi pengusaha daerah untuk berusaha
IATMI 2001-12
Sunoto Murbini
dalam bidang yang terkait dengan kegiatan migas. Untuk itu pengusaha daerah dituntut melakukan antara lain : – Berusaha secara intensif dan selektif dalam bidang yang terkait dengan kegiatan migas yang dapat ditangani oleh perusahaan pada tingkatnya. – Lebih meningkatkan profesionalisme dalam bidang usaha yang ditangani – Bekerjasama dengan perusahaan besar untuk membentuk konsorsium dalam penanganan proyek besar. – Membentuk asosiasi profesi didaerahnya agar dapat secara bersama-sama meningkatkan kemampuan. Bidang-bidang usaha yang dapat ditangani diantaranya: – Labor supply untuk menghimpun tenaga kerja setempat atau dari daerah lain yang dapat menangani kegiatan operasi hulu migas. – Jasa konstruksi dan inspeksi untuk pembangunan fasilitas produksi migas dan sarana pendukung lainnya. – Supplier material atau suku cadang yang diperlukan dalam kegiatan migas. – Jasa penunjang lainnya seperti perwismaan, catering, drilling, dll. Selanjutnya sesuai perkembangan waktu, pengusaha daerah dapat meningkatkan kemampuan bidang migas lebih tinggi. Pengusaha daerah juga berkewajiban menciptakan situasi aman dalam kegiatan migas di daerahnya serta selalu meningkatkan kemampuan agar lebih profesional dan dapat bersaing dengan pengusaha daerah lain, atau bahkan dari luar negeri. c. Masyarakat: Masyarakat dapat mengembangkan ekonomi rakyat setempat dengan mengikuti PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi) yang dikembangkan oleh Pertamina. Usaha ini dilakukan dengan menggali potensi ekonomi yang ada didaerah tersebut. Keikutsertaan masyarakat setempat dalam kegiatan migas perlu dikembangkan agar mereka merasa ikut memiliki yang pada akhirnya diharapkan bersedia untuk menjaga keberadaan kegiatan migas di daerahnya. d. Pertamina dan KPS: Pertamina yang bertanggungjawab dalam kegiatan operasi hulu migas di Indonesia telah mengambil langkah-langkah yang sejalan dengan kedua UU ini, yaitu: – Melakukan restrukturisasi dan desentralisasi wewenang dalam pengambilan keputusan. – Meningkatkan potensi ekonomi daerah dengan program PUKK dan Community Development. – Menyiapkan laporan produksi migas untuk kepentingan perhitungan dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. – Lebih meningkatkan kerjasama dengan Pemda dan masyarakat setempat. – Meningkatkan SDM yang ada didaerah, diantaranya dengan memberikan bea siswa kepada pelajar/mahasiswa berprestasi dari daerah setempat. – Mengutamakan penggunaan produk barang/jasa dalam negeri. – Sejauh mungkin menggunakan tenaga kerja setempat Pertamina bersama KPS mengembangkan program Community Development di daerah operasi KPS yang bertujuan untuk membantu masyarakat sekitar agar secara langsung dapat menikmati keuntungan dengan adanya
Pemberdayaan Potensi Daerah Dalam Kegiatan Operasi Industri Hulu Migas Nasional
kegiatan migas. Sejauh ini masyarakat setempat diminta pendapatnya tentang fasilitas atau program yang diperlukan. Pertamina secara korporat memiliki program PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi) yang bertujuan untuk membantu meningkatkan potensi ekonomi daerah di sekitar operasi migas. Program ini tidak hanya membantu dalam bidang permodalan tetapi juga dalam teknologi, manajemen dan pemasaran. Sejauh ini telah banyak usaha kecil dan koperasi yang berhasil dibina melalui program ini. Untuk masa kedepan, program ini akan lebih ditingkatkan. Jika potensi ekonomi yang dikembangkan melalui PUKK telah berjalan dengan baik, maka Pertamina dapat mendirikan anak perusahaan yang mengelola usah-usaha yang telah dibina melalui PUKK. Keberpihakan Pertamina dengan KPS terhadap pengusaha nasional juga diwujudkan dalam bentuk dibuatkannya peraturan pengadaan barang/jasa yang lebih menguntungkan produsen barang/jasa dalam negeri sebagai implementasi lebih rinci dari Keppres N0. 18/2000. Dalam peraturan ini barang/jasa lokal mendapat preferensi harga dibandingkan dengan barang/jasa impor, serta anjuran untuk mengutamakan penggunaan produk barang/jasa lokal dalam kegiatan operasi migas. Drjen Migas juga menerbitkan ADP List yang memuat daftar barang/jasa yang telah dibuat didalam negeri untuk digunakan dilingkungan migas. Jika barang/jasa sudah mampu diproduksi secara lokal maka tidak diperbolehkan untuk diimpor, kecuali atas ijin khusus dari Dirjen Migas. 4. IDAP (Indonesian Development and Participation) IDAP (Indonesian Development and Partisipation) adalah konsep pengembangan kemampuan peningkatan/peranan sumber daya nasional. Sumber daya nasional yang dimaksud adalah SDM dan perusahaan produsen barang/jasa. Tujuan strategis dari IDAP adalah meningkatkan kemampuan nasional dalam bidang jasa engineering dan konstruksi penunjang migas. Konsep ini diharapkan dapat memperbaiki konsep kandungan lokal yang selama ini diperkenalkan. Konsep dasar dari IDAP adalah: – Industri migas Indonesia harus meningkatkan daya saing dalam era bebas yang akan dimulai dengan AFTA pada tahun 2003 – Usaha peningkatan daya saing ini harus didukung oleh kehandalan industri jasa penunjang migas. – Kemampuan nasional diharapkan menjadi tulang punggung unsaha peningkatan daya saing tersebut. – IDAP diharapkan dapat mendorong peningkatan kemampuan jasa engineering, jasa konstruksi dan jasa pemeliharaan aktivitas migas di Indonesia. Peluang dari Kemampuan Nasional dalam menunjang kegiatan hulu migas adalah didalam lingkup SDM, fabrikasi, jasa engineering dan jasa konstruksi serta jasa lainnya yang terkait. Strategi dalam pelaksanaan untuk peningkatan peluang yang sama adalah: – Pembuatan web site yang mudah diakses. – Pembuatan program database yang memuat daftar sumber daya yang ada. – Melakukan sertifikasi internasional terhadap tenaga kerja nasional. – Membuat standar kompetensi pada posisi-posisi kunci di proyek.
IATMI 2001-12
Sunoto Murbini
– –
Meformulasikan program swoping. Memberdayakan Asosiasi Profesi menyusun langkah kedepan.
daerah
dalam
Melakukan forum diskusi secara berkala untuk melihat perkembangan yang terjadi. Penentuan tingkat keberhasilan IDAP adalah: – Jumlah engineer yang memiliki sertifikat internasional – Proporsi tenaga kerja nasional pada posisi kunci – Kuantitas dan kualitas tenaga kerja nasional. – Meningkatnya kualitas dan kuantitas indutri penunjang migas. IDAP ini masih berbentuk ide yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Prinsipnya merupakan perbaikan terhadap konsep kandungan lokal, dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, rencana pengembangan perusahaan dan potensi yang dimiliki nasional. 5. PENUTUP Sumber daya alam yang berupa migas manajemennya oleh negara dan pelaksanaannya oleh Pertamina sementara perusahaan swasta hanya bertindak sebagai operator. Sistem kontrak antara pemerintah dan perusahaan swasta berkembang seiring dengan perkembangan iklim usaha. Usaha hulu migas pertama-tama dilakukan di daratan, tetapi saat ini sudah berkembang ke seluruh negeri, baik darat maupun lepas pantai. Untuk masa kedepan akan semakin banyak migas yang diproduksikan dari lepas pantai seiring dengan makin banyaknya cadangan migas ditemukan di lepas pantai. Pada masa lalu, seluruh pendapatan dari migas disetorkan ke pusat, sementara daerah hanya menerima dana perimbangan yang besarnya tergantung niat baik pemerintah pusat. Akibatnya dirasakan adanya ketidakadilan karena beberapa daerah yang memiliki sumber daya migas yang besar tetapi dana perimbangan yang diperoleh sangat kecil. Pemerintah menerapkan kebijaksanaan otonomi daerah dengan diiringi oleh perubahan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dengan kebibjaksanan ini, daerah yang memiliki sumber daya alam migas akan memperoleh pendapatan yang proporsional dengan migas yang dihasilkan. Untuk dapat bersaing di era globalisasi, Indonesia perlu meningkatkan kwalitas sumber daya nasionalnya. Migas diharapkan menjadi modal untuk meningkatkan sumber daya nasional yang ada. DAFTAR PUSTAKA 1.
Hasan, T.M. (1985) Sejarah Perjuangan Perminyakan Nasional, Jakarta, Yayasan Sari Pinang Sakti.
2.
Dalimi, Rinaldy, ed: Indonesia 2000 Energy Outlook & Statistics, Pusat Energy Univ. Indonesia.
3.
Pertamina Dari Puing-Puing ke Masa Depan Refleksi & Visi 1957 – 1997.
4.
UU No:22 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No: 25 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah, Jakarta, BP Dharma Bhakti.
Pemberdayaan Potensi Daerah Dalam Kegiatan Operasi Industri Hulu Migas Nasional
5.
Keppres No: 18/2000 Tentang Pedoman pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi pemerintah.
6.
Buletin Prosedur No: 077 Rev Tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa, Pertamina.
7.
Sumber –sumber lain di internal Pertamina.
Sunoto Murbini
Tabel-1 Cadangan Migas Nasional Lokasi Aceh Sumatra Utara Sumatra Tengah Sumatra Selatan Jawa Barat Jawa Timur Kalimantan Natuna Sulawesi Irian dan Maluku
Minyak (Juta barel) 80,1 204,7 5.524,2 734,2 1.242,2 273,1 1.209,5 313,9 10,2 99,6 9.691,7
Gas (%)
(TCF) 0,8 2,1 57,0 7,6 12,8 2,8 12,5 3,2 0,1 1,0
(%)
5,9 7,4 0,6 11,1 7,0 6,0 48,3 49,1 0,8 0,2 136,4
Sumber: Indonesia 2000 Energy Outlook & Statistics
Tabel-2 Prosentase Produksi Migas Nasional
– –
Lokasi Darat Lepas pantai
Minyak (%) 68,3 31,7 100,0
Sumber: Diolah dari laporan produksi bulanan Pertamina
IATMI 2001-12
Gas (%) 42,7 57,3 100,0
4,3 5,4 0,5 8,1 5,1 4,4 35,4 36,0 0,6 0,2