PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM KETERAMPILAN MENJAHIT OLEH KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA DI BULAK TIMUR-DEPOK Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Minarti 106054002047
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi
berjudul:
“Pemberdayaan
Perempuan
melalui
Program
keterampilan Menjahi toleh Koperasi Wanita Wirausaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”. Telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa tanggal 27 Februari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 27 Februari2014
Ketua Merangkap Anggota
Sidang Munaqasyah Sekretaris Merangkap Anggota
Jumroni, M.Si NIP: 19630515 19920031 006
M. Hudri, M. Ag NIP: 19720606 199803 1 003 Anggota
Penguji I
Penguji II
Yusra Kilun, M.Pd NIP. 19570605 199103 1 004
Nurul Hidayati, S. Ag, NIP. 19690322 199603 2 001 Pembimbing
Dr. AsepUsman Ismail, MA NIP: 19600720 199103 1 001
LEMBARAN PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang sayagunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syrif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 27 Februari 2014
Minarti
ABSTRAK Minarti Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur, Depok. Kemampuan ekonomi yang rendah seringkali menyebabkan orang tua harus memilih untuk memprioritaskan pendidikan laki-laki daripada perempuan. Akhirnya, perempuan seringkali berada pada pekerjaan domestik dengan upah yang minim. Selain itu, juga karena dorongan persepsi yang masih kuat di masyarakat bahwa wanita tidak usah terlalu tinggi tingkat pendidikannya karena akhirnya hanya akan masuk dapur saja. Dalam akses pelayanan pinjaman modal atau bahkan bantuan dari pemerintah pun sering kali mengatasnamakan laki-laki. Hal ini tentunya menyulitkan perempuan untuk meraih akses tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh KopWan dalam pemberdayaan perempuan melalui program keterampilan menjahit dan apa saja faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak timur-Depok. Dalam pelatihan keterampilan menjahit ini bukan hanya pengetahuan tentang menjahit saja yang mereka dapatkan, akan tetapi juga dapat mempererat ukhuah Islamiyah dari segi silaturahmi. Instruktur pelatihan keterampilan menjahit ini pun sangat berpengalaman bahkan sudah mempunyai usaha konveksi sendiri dan juga toko pakaian dari hasil konveksi milik Ibu Haninah (Instruktur) tersebut, sehingga dia membantu para peserta pelatihan menjahit dalam memberikan pengetahuannya tentang keterampilan menjahit. Peserta pelatihan keterampilan menjahit ini memang tidak terlalu banyak yaitu hanya 10 orang saja, karena pelatihan keterampilan menjahit ini hanya di komunitas Ibu-ibu pengajian saja yang mengikuti program pelatihan keterampilan menjahit ini. Pelatihan dilaksanakan selama 3 bulan, tiap minggunya hanya 3 hari dalam satu minggu yaitu hari senin dan kamis dan sabtu. Pelatihan ini dilaksanakan hanya 2jam mulai dari jam 09.00 - 11.00 WIB. Dari hasil pelatihan keterampilan menjahit diharapkan mereka mampu bersaing dengan para pekerja lain dalam dunia kerja. Tanpa menutup kemungkinan mereka akan membuka usaha rumahan dan merekrut orang lain untuk membantu pekerjaan mereka.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan, dan bertaubat hanya kepada-Nya saja. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada qudwah hasanah kita, baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh keluarganya, para sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya yang tulus ikhlas mengikuti sunnahsunnah dan langkah perjuangannya, Amiin. Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahanbahan, dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan itu dapat penulis hadapi. Selanjutnya penulis menyadari, skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:
1.
Ibunda “Sapinah” dan Ayahanda “Naimin” yang begitu tulus mencintai dan tidak henti-hentinya mendo’akan selama ini selama ini. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus dan ikhlas kepada penulis.
ii
2.
Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Asep Usman Ismail, M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan banyak waktunya dan dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4.
Ibu Wati Nilamsari, M. Si. sebagai Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5.
Bapak M. Hudri M. A. sebagai Sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang telah memberikan kemudahan administrasi.
6.
Bapak dan Ibu Dosen FakultasDakwah dan Komunikasi yang telah menyampaikan Ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis, serta masukan dan motivasinya selama perkuliahan.
7.
Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, serta Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terima kasih atas bantuan dalam memberikan kemudahan bagi penulis dalam peminjaman buku.
8.
Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera Ibu Marnih dan para pengurusnya,yang telah bersedia memberikan semua pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan skripsi ini.
iii
9.
Untuk keluarga besar jurusan PMI, teman-teman seperjuanganku selama diperkuliahan. Khususnya untuk para sahabat-sahabatku, Fitri Rahmawaty, Nurdiana Ratnasari, Siti Wahyuni. Terima kasih atas Support dan do’a yang diberikan sehingga penulis bisa terus semangat walaupun dalam jatuh dan bangunnya penulis dalam penyusunan skripsi. Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis berdo’a semoga mereka
mendapatkan balasan yang mulia. Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman, maka tentu saja banyak hal khilaf
dan salah didalam skripsi ini. Maka, koreksi
dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepan. Selanjutnya penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat, Amiin.
Ciputat, 27 Februari 2014
Minarti
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ii
DAFTAR ISI .................................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................
5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
6
D. Metodologi Penelitian ................................................................
7
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................
14
F. Sistematika Penulisan .................................................................
15
BAB II KERANGKA TEORI A. Pemberdayaan.............................................................................
17
1. Pengertian Pemberdayaan ......................................................
17
2. Tujuan Pemberdayaan ...........................................................
22
3. Indikator Pemberdayaan Masyarakat .....................................
23
4. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ......................................
26
5. Strategi Pemberdayaan Masyarakat .......................................
29
B. Perempuan .................................................................................
33
1. Pengertian Perempuan ............................................................
33
2. Kodrat Seorang Perempuan ....................................................
34
3. Pemberdayaan Perempuan .....................................................
34
C. Keterampilan Menjahit................................................................
37
1. Pengertian Keterampilan ........................................................
37
2. Macam-macam Ketrampilan ..................................................
38
v
BAB III GAMBARAN UMUM KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA A. Profile KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera ..............................
41
B.
Visi dan Misi ..........................................................................
43
C.
Tujuan Berdirinya Koperasi ...................................................
43
D.
Landasan Berdirinya Koperasi ...............................................
44
E.
Pelayanan Program KopWan Wirausaha Bina Sejahtera………. 45
F. Gambaran Umum Wilayah Depok ..............................................
46
BAB IV ANALISIS ANALISIS TENTANG HASIL PENELITIAN DI KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA A. Pelaksanaan Program keterampilan menjahit .............................
60
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Program keterampilan Menjahit ....................................................................................
72
1. Faktor Pendukung ................................................................
72
2. Faktor Penghambat ..............................................................
73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................
76
B. Saran ........................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
80
LAMPIRAN………………………………………………………………… 84
vi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, di mana tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pembangunan sebagaimana digariskan dalam GBHN, merupakan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pembangunan mencakup upaya pembangunan aspek fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan dan dapat pula pembangunan ideologi. Proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh dua dimensi yaitu: yang pertama dimensi makro yang menggambarkan bagaimana institusi negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya mempengaruhi proses perubahan suatu masyarakat. Sedangkan dimensi yang kedua adalah dimensi mikro
yaitu
indvidu
dan
kelompok
masyarakat
mempengaruhi
proses
pembangunan itu sendiri1. Menurut Syaiful Arif, kemiskinan dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural dipahami sebagai akibat struktural bisa terjadi karena adanya struktur dan
1
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003), Cet 1, h. 1.
1
2
kebijakan pemeritah yang timpang, sebagai akiabat dari terjadinya ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat 2. Definisi lainnya yang senada diberikan F. Magnis suseno. S.J. yaitu kemiskinan dalam arti, bahwa orang tidak menguasai sarana-sarana fisik secukupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, untuk mencapai tingkat minimum kehidupan yang masih dapat dinilai manusiawi 3. Gender adalah berbagai atribut dan tingkah laku yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki dan dibentuk oleh budaya. Dari sini muncul gagasan tentang apa yang dipandang pantas dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Sebagai contoh, masih menjadi kontroversi bila seorang perempuan duduk sebagai pemegang tampuk kepemimpinan, sedangkan jika posisi itu dipegang oleh laki-laki tidaklah demikian 4. Secara ideal, perempuan menginginkan keadilan dan persamaan peran pada segala dimensi kesehariannya, seperti keadilan di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi yang sulit diwujudkan. Misalnya pada dimensi sosial, perempuan seringkali tersubordinasi oleh realitas yang meminggirkan perannya di wilayah publik. Ketidaksetaraan muncul dipermukaan masyarakat tatkala perempuan menikah dan harus mengerjakan pekerjaan domestik, serta mengabaikan peran publik
2
289.
3
Syaiful Arif,Menolak Pembangunanisme, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000), Cet.1, h.
Magnis suseno. S.J. Keadialan dan Analisa Sosial : Segi-Segi Etis, Dalam J.B. Bana Wiratman, S. J. (ed), Kemiskinan dan Pembebasan, Kannisiius, (Yogyakarta: Kannisiius, 1987), Cet.1, h. 37. 4 Edriana Noerdin dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), Cet ke-1, h. 1.
3
Bahkan, pada kasus pernikahan dini, perempuan tidak memiliki kecakapan hidup (life skill) yang memadai untuk berperan aktif pada tataran relasi sosial. Banyaknya perempuan berpendidikan rendah menambah problem pengangguran kerja karena potensinya tenggelam oleh keterbatasan yang memasung kreativitasnya 5. Menurut data-data yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan ada berbagai alasan kenapa anak perempuan tidak menamatkan sekolahnya atau tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu alasan tersebut adalah adanya hambatan kultural, yaitu masih kuatnya budaya kawin muda bagi perempuan yang tinggal di daerah pedesaan. Anggapan yang berlaku adalah bahwa setinggi-tingginya perempuan sekolah, akhirnya juga tidak akan bekerja karena perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga. Hal yang paling dominan adalah hambatan ekonomi, yaitu keterbatasan biaya untuk sekolah sehingga keluarga miskin terpaksa menyekolahkan anak laki-laki ketimbang anak perempuan6. Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan ekonomi mikro dan kecil lokal yang ada dalam masyarakat agar komunitas ekonomi mikro tersebut mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Untuk itu upaya pengembangan ekonomi masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu (dhu‟afa) 5
Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayumedia Publising, 2005), h.1 Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006 ), Cet ke-1, h. 18. 6
4
untuk melepaskan diri dari perangkap-perangkap kemiskinan dan keterbelakangan yang menghinggapinya. Agar proses
perubahan dan pengembangan berjalan lancar menuju era
sejahtera dan demokrasi, maka dilakukan pembentukan suatu wadah yang mandiri dan fleksibel, guna mengantisipasi semua problem sosial yang ada dimasyarakat. KopWan (Koperasi Wanita) memiliki peran penting dalam pemberdayaan perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen, administrasi/akuntasi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada sumber-sumber produktif, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya dilingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum, maupun politik. Setiap orang secara naluri berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk usaha tersebut adalah dengan bekerja di suatu tempat baik sektor-sektor swasta maupun sektor negri, jerih payah itu di hargai dengan uang yang sering kali disebut dengan pendapatan, pendapatan pribadi (Personal Income) menunjukan semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu Negara 7. Perempuan perlu diberikan suatu pelatihan, pendidikan, bahkan suatu pemberdayaan, agar mereka memiliki kemampuan untuk hidup layak dan bisa membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan seperti itu, maka Kelurahan Cipayung melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program keterampilan menjahit oleh KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera, 7
Paul A, Samuelson dan William D, Nordhaus, Pemberdayaan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 151.
5
dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Tujuannya agar perempuan di sana memiliki suatu kemampuan / keahlian. Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit, dan keterampilan membuat tas dari payet-payet. Dengan adanya program tersebut diharapkan agar masyarakat khususnya komunitas ibu-ibu PKK RW 09 dapat meningkatkan kemampuannya dengan cara mengembangkan potensinya serta dapat membantu perekonomiannya. Dari permasalahan yang telah dipaparkan maka penulis menyimpulkan bahwa agar wanita tidak lagi dianggap sebagai kaum yang lemah, maka penulis tertarik untuk memberi judul skripsi ini yaitu “Pemberdayaan Perempuan melalui Program keterampilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Agar penulisan skripsi ini terarah, penulis membatasi pada Pemberdayaan Perempuan melalui Program Ketermpilan Menjahit oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalahnya: a. Bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur – Depok
6
b. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pada Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur – Depok
C. Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur – Depok. b. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan pendukung pada Program Keterampilan Menjahit Oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina di Bulak Timur – Depok. 2. Manfaat Penelitian Sesuai penelitian di atas, maka manfaat dari peneitian ini adalah: a. Manfaat Akademis. 1) Sebagai bahan referensi tentang pengembangan masyarakat dan mutu pembelajaran di Fakutas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. 2) Untuk memenuhi syarat-syarat menyelesaikan gelar Sarjana Ilmu Sosial
Islam (S.Sos.I) di Universitas
Hidayatulllah Jakarta.
Islam Negeri Syarif
7
b. Manfaat Praktis 1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Pengurus masjid Baiturahiim sebagai penghubung antara pengurus masjid dengan peserta (ibu-ibu pengajjian) agar Istiqamah karena keberadaannya program kterampilan menjahit ini dapat membantu perekonomian peserta dan juga sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat penganguran dan kriminalitas. 2) Penelitian ini diharapkan menjadibahan rekomendasi bagi pekerja sosial atau lembaga sosial atau komunitas sosial yang memiliki kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan dalam hal ini adalah ibu-ibu
dalam
melaksanakan
program-program
penanganan
pemberdayaan perempuan dalam hal ekonomi.
D. Metodologi Penelitian Metodologi penelitiaan adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang valid, realibel, dan objektif8. 1. Pendekatan Penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Taylor penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang di amati.9 Penelitian
8
deskriptif
merupakan
penelitian
yang
dimaksudkan
untuk
Ipah Fatimah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, {Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah,2000},h. 34. 9 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), cet. Ke 1
8
mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial,dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti10 . Penelitian
kualitatif
berupaya
menggambarkan
dan
menganalisis
pelaksanaan-pelaksanaan pemberdayaan perempuan dalam program Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera melalui keterampilan menjahit. Dalam penelitian ini peneliti berupaya menggambarkan secara komprehensif melalui pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dan pengamatan, tentang pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina sejahtera. Pelaksanaan program tersebut dianalisis dengan cara menyesuaikan dan membandingkan konsep-konsep atau teori-teori keilmuan tentang pemberdayaan. Dalam penelitian ini dijelaskan lebih dalam tentang pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera. Sehingga penelitian ini mendeskripsikan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui Program Keterampilan oleh Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera. 2. Lokasi Penelitian Peneliti mengambil tempat penelitian ini di Jl.Bulak timur No.105 Depok. Adapun waktu penelitian dilakukan pada tanggal 10 November 2012 s.d 30 Januari 2013. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena tempat tersebut mudah di akses oleh peneliti dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang membuat penulis melakukan penelitian dilokasi tersebut. 10
Prof. Dr. H. Syamsir, MS dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.13
9
3. Tehnik Pemilihan Subjek dan Objek Penelitian Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah “sample bertujuan (purpossive sample), penarikan sample secara purposife menekankan pada pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya”11. Dimana karakeristik tersebut dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, ibu-ibu yang masih aktif dalam program ini, mewakili setiap tingkat mewakili setiap tingkat keahlian {dasar, terampil dan mahir}dan latar belakang yang sama yaitu ibu-ibu yang ingin maju. Objek dalam penelitian ini adalah peserta [Ibu-ibu] yang ikut dalam program tersebut, dan karakteristik penelitian kualitatif tekhnik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample bertujuan (purpossive sample)12. Dalam mencari data peneliti mewawancarai ketua pemberdayaan yaitu 1. Ibu Marnih, dan 2. Pelatih Keterampilan yaitu ibu Haninah dan ibu Dawiyah dan tiga orang ibu-ibu yang mendapatkan pemberdayaan yaitu ibu rita, ibu ety dan ibu ida. Adapun objek penelitian ini adalah penilaian responden terhadap program keterampilan menjahit yang di laksanoleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera di Bulak Timur-Depok. 4. Tehnik Pemeriksaan dan Keabsahan Data Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam rangkaian penelitian, tentunya diperlukan tekhnik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan
11
Lexy. J., Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241. 12 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h. 241.
10
validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut13: a. Kriteria kredibilitas atau kepercayaan Fungsi kriteria ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa tingkat
kepercayaan
penemuannya
dapat
dicapai,
kemudian
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktikan oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Ada dua tehnik pemeriksaan yang diantaranya: 1) Ketekunan Pengamatan Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan dalam penelitian dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci (triangulasi). Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada subjek penelitian, yaitu Ketua koperasi, tim pengajar, peserta KopWan diteliti dan rinci secara berkesinambungan, sehingga data yang dapat benarbenar valid, objektif, dan saling mendukung, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi). 2. Triangulasi yaitu tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan: a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subjek
13
Ibid, hal. 124.
11
penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang program keterampilan menjahit di KopWan. b) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh ketua Kopwan dengan jawaban wawancara dengan peserta. c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. 3. Kriteria Kepastian Mengutip pendapat Scriven, yang mengatakan bahwa masih banyak ada unsur “kualitas” yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini dapat digali, dari pengertian bahwa sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sini peneliti dapat membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Kepercayaan ini didasarkan pada hasil data-data yang dapat diperoleh dari hasil rekaman wawancara terhadap subjek penelitian14. 5. Tehnik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penuis menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif, dengan langkahlangkah sebagai berikut:
14
Ibid
12
a. Observasi Observasi adalah suatu pengamatan yang khusus dan pencatatan yang sistematis yang ditujukan pada sesuatu atau beberapa fase masalah didalam rangka penelitian, dengan maksud untuk mendapatkan data yang diperlukan dn untuk pemecahan persoalan yang dihadapi 15. Observasi (pengamatan) yakni menetapkan kejadian, gerak, atau proses peneliti terlibat langsung bersama dengan yang diteliti. Peneliti melihat kegiatan proses pelaksanaan program Dalam observasi peneliti melakukan pencataan apa yang bisa dilihat oleh mata, diraba oleh tangan, didengar oleh telinga kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan dalam skripsi sesuai dengan data yang dibutuhkan. b. Wawancara Wawancara yaitu pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari partisipan atau sasaran peneltian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Alat yang digunakan untuk Wawancara berupa alat tulis tape recorder, serta daya ingat peneliti. Adapun responden yang akan diwawancarai antara lain, Ketua koperasi KopWan, tim pelatih, peserta atau unsur yang berhubungan dengan permasalahan yang ingin digali.
15
Sapari Imam Asyari, Pendekatan Penelitian Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h.
82.
13
c. Dokumentasi Studi Dokumentasi-catatan tertulis yang didapat dari lokasi penelitian16. Dalam studi dokumentasi ini peneliti dokumentasi yakni mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku panduan atau catatan membuat dan memfoto copy biodata serta buku-buku yang didapatkan. 6. Tehnik Pencatatan Data Pencatanan data dilakukan dengan cara pencatatan lapangan yang berisikan hasil wawncara dan pengamatan. Pengamatan secara cermat terhadap kegiatan pemberdayaan perempuan secara langsung di KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera. Tekhnik wawancara digunakan untuk mengumpulkan keterangan tentang pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui program kopwan dalam hal ini, penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan untuk responden, lalu di jawab pertanyaan itu oleh responden dengan bebas dan terbuka. 7. Teknik Analisa Data Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu peneliti menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut. Analisa data melibatkan upaya mengidentipikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak pada pelatihan keterampilan menjahit dalam pengembangan ekonomi keluarga di di kelurahan Cipayung RW 09 Bulak Timur, Depok.
16
Suharsini Arikunto, Prosedurt Penelitian Jakarta, (Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 1993), hal. 234.
14
8. Sumber Data. Dalam penelitian sumber data diambil dari data primer dan data sekunder yaitu: a. Data primer diperoleh secara langsung melalui proses penelitian secara langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yakni data dari ibu-ibu peserta keterampilan menjahit, ketua KopWan, tim pelatih. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan ataupun dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga atau dokumen yang diteliti taupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan. Teknik penulisan skripsi ini, mengacu kepada buku Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis, Disertasi), (CEQDA UIN Jakarta, 2007), cet ke 1.
E. Tinjauan Pustaka Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Siti Nafisah, skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Perempuan di Teluk Naga-Tangerang Melalui Keterampilan Pembuatan Tas (Study Kasus Koperasi Wanita Ibu Mandiri dan Pemberdayaan Perempuan”, PMI-2009) skripsi ini berisikan pemberdayaan perempuan dengan cara membuat kerajinan tangan berupa pembuatan tas. Yang kedua, M.Syaichu, Skripsi yang berjudul Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Wira Usaha Industri Perhiasan di Desa Taman Rahayu (FDK PMI 2006) skripsi ini berisikan pada pemberdayaan perempuan dengan cara industri perhiasan.
15
Skripsi yang mengangkat tema “Pemberdayaan Perempuan dan Peningkatan Ekonomi Keluarga melalui Keterampilan Menjahit (Analisis terhadap program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera) Bulak TimurDepok” adalah kompilasi analisa dari berbagai literatur yang ada. Tentunya dari buku-buku karya ilmiah yang mengangkat Yayasan / LSM yang melakukan pemberdayaan perempuan. Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai pemberdayaan
perempuan
dengan
cara
keterampilan
menjahit
dengan
perbedaanya dengan literatur-literatur skripsi diatas adalah batasan sasaran peserta dan waktu proses pemberdayaan pelatihan keterampilan.
F. Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun kedalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-sub tersendiri. Babbab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan dengan satu sama lainnya, adapun susunannya adalah sebagai berikut: Bab 1: Merupakan Pendahuluan yang mendeskripsikan tentang : Latar Belakang Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab 11: Landasan Teoritis yang terdiri dari Pengertian Pemberdayaan, Tujuan
Pemberdayaan,
Tahapan
Pemberdayaan,
Strategi
Pemberdayaan,
Pemberrdayaan Perempuan, Pengertian, Tujuan, Ciri khas Pemberdayaan Perempuan.
16
Bab III: Bab ini memuat tentang gambaran umum tentang objek penelitian yang terdiri dari Latar Belakang Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, Tujuan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, Visi dan Misi, Struktur Organisasi, Program Kerja atau Kegiatan Koperasi Waanita Bina Sejahtera, Gambaran Umum Program Keterampilan Menjahit dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Bab 1V: Bab ini membahas analisis tentang Pemberdayaan Perempuan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera yang terdiri dari: Analisis Perencanaan program keterampilan menjahit di koperasi wanita wira usaha bina sejahtera , Analisis Pelaksanaan program keterampilan menjahit dalam melakukan pemberdayaan perempuan di koperasi wanita wira usaha bina sejahtera. Bab V, Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
17
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat. Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pedengan mendapat sisipan-m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan17 Kata
“Pemberdayaan”adalah
terjemahan
dari
bahasa
inggris
“Empowerment”, pemberdayaan berasal dari kata dasar “Power” yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan, awalan “em” pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatusumber kreativitas18. Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan)19. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas
17
Roesmidi dan Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqaprint Jatinagor, 2006), h.1. 18 Lili Baridi, Muhammad Zein, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED (Center for Enterprenership Development, 2005), cet. Ke-1, h.53. 19 Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1, h. 57
17
18
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas
dari
kesakitan;
(b)
menjangkau
sumber-sumber
produktif
yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisispasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka20. Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, pemberdayaan atau empowerment dapat diartikan sebagai penguatan, dan secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan21. Berkenaaan dengan istilah di atas, dalam Pengalaman al-Qur‟an tentang Pemberdayaan Dhu'afa, “Community Empowerment” (CE) atau pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah “membantu klien” (pihak yang diberdayakan), untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan tentang diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimilikinya antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya 22. Masih dalam Pengamalan Al-Qur‟an, Jim Ife mengatakan bahwa pemberdayaan adalah penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka lebih baik23. Sedangkan pemberdayaan menurut Gunawan Sumohadiningrat adalah “upaya untuk
20
Ibid., h. 58 Agus Ahmad Syafi‟i, Manajemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 70. 22 Asep Usman Ismail, Pengalaman Al-Qur’anTentang Pemberdayaan Dhu’afa, (Jakarta: Dakwah Press, 2008), Cet Ke-1, h. 9. 23 Ibid, h. 9. 21
19
membangun daya yang dimiliki dhu‟afa dengan mendorong, memberikan motivasi dan meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimiliki mereka, serta berupaya untuk mengembangkannya24. Menurut beberapa pakar yang terdapat dalam buku Edi Suharto, mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan. Menurut Ife dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung25. Masih dalam buku tersebut, Parson mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi
terhadap
kejadian-kejadian
mempengaruhi
kehidupannya.
serta
Pemberdayaan
lembaga-lembaga
menekankan
bahwa
yang orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Sedangkan menurut Swift dan Levin dalam Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial26. Menurut Payne dalam buku yang ditulis Isbandi Rukminto Adi dinyatakan bahwa pemberdayaan (empowerment) adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang
24
Gunawan Sumohadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Mayarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165. 25 Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 57 26 Ibid.
20
terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara lain melalui transfer daya dari lingkungan27. Berdasarkan beragam definisi pemberdayaan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa
pemberdayaan
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok rentan dan lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan, sehingga mereka memiliki keberdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti: memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan
sosial,
dan
mandiri
dalam
melaksanakan
tugas-tugas
kehidupannya28. Adapun cara yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan yaitu dengan memberikan motivasi atau dukungan berupa penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka, meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimilikinya, kemudian berupaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mereka tersebut.
27
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta ; LP FEUI, 2002), h. 162. 28 Ibid, h. 60.
21
Sedangkan istilah masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat diartikan sekelompok orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah geografis tertentu dan satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya29. Menurut pengertian masyarakat adalah kelompok manusia yang saling terkaitoleh sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum khas yang hidup bersama, masyarakat adalah yang terdiri dari individu-individu yang hidup secara berkelompok30. Dari devinisi tentang pemberdayaan dan masyarakat di atas maka secara sederhana penulis mendevinisikan pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana mengembangkan keadaan atau situasi dari tidak berdaya menjadi berdaya ke arah yang lebih baik kepada individu-individu yang hidup secara bersama. Pemberdayaan masyarakat yang terjadi pada masyarakat bukanlah suatu proses yang berhenti pada suatu titik tertentu, tetapi merupakan suatu upaya berkesinambungan yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan daya yang ada menuju ke arah yang lebih baik. Dengan melihat devinisi dari pemberdayaan dan masyarakat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses peningkatan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik guna melepaskan masyarakat dari kehidupan yang membelengggunya, salah satunya adalah mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan.
29
Nanih Machendrawaty dan Agus A. Syafe‟i, Pengembangan Masyarakat Islam : Dari Idiologi, strategi sampai tradisi, (Bandung : Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-1, h.44. 30 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1987), Cet. Ke-2, h. 75.
22
2. Tujuan pemberdayaan Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil)31.Ada beberapa kolompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi: a. Kelompok lemah secara strutural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis. b. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing. c. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi dan atau keluarga32. Menurut Agus Ahmad Syafi‟i, tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara seimbang. Karenanya pemberdayaan masyarakat adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya33. Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (Empowerment), pada intinya bertujuan: membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan 31
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1,h. 60. 32 Ibid., h. 60. 33 Agus Ahmad Syafi‟i, Manajemen Masyarakat Islam, h. 39
23
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa peraya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya34. 3. Indikator Keberdayaan Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parson et.al. juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada: a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar. b.Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. c. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang yang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan35.
34
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h. 54. 35 Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), Cet ke-1, h.63.
24
Schuler,
Hashemi
dan
Riley
mengembangkan
beberapa
indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks pemberdayaan36: a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti kepasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, kerumah tangga. Tingkat mobilitas ini di anggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. b. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras,minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. c. Kemampuan membeli komoditas‟besar‟: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga : mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai
36
Ibid, h. 63-66.
25
keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha. e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga. f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nihak dan hukumhukumwaris. g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap „berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dn keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang di anggap memiliki 4 poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya. Berdasarkan
indikator
keberdayaan
tersebut,
maka
sesungguhnya
keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: „kekuasaan di dalam‟ (power
26
within), „kekuasaan untuk‟ (power to), „kekuasaan atas‟ (power over), dan „kekuasaan dengan‟ (power with)37. 4. Tahapan Pemberdayaan Menurut Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh tahapan pemberdayaan, yaitu sebagai berikut: a. Tahap Persiapan: Pada tahap ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu : pertama, penyiapan petugas. Yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community worker, dan kedua, penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif. b. Tahap Pengkajian (Assessment): Pada tahap ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key person),
tetapi
juga
dapat
melalui
kelompok-kelompok
dalam
masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan: Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.
37
Ibid., h.63
27
d. Tahap Pemformulasi Rencana Aksi: Pada tahap ini agen perubah membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Disamping itu juga petugas membantu untuk memformulasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana. e. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan: Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerjasama antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat dilapangan. f. Tahap Evaluasi: Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. g. Tahap Terminasi: Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapakan proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan
28
kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran38. Adapun bagan dari model tahapan pemberdayaan yang telah dijelaskan di atas adalah sebagai berikut: Bagan 1 Tahapan Pemberdayaan Masyarakat39 Persiapan
Pengkajian (Assessment)
Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pemformulasian Rencana Aksi
Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Evaluasi
Terminasi
Sedangkan menurut Gunawan Sumodiningrat, upaya untuk pemberdayaan masyarakat terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu:
38
Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003) h. 54. 39 Ibid., h. 53.
29
1) Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan. 2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi semakin berdaya dalam memanfaatkan peluang. 3) Memberdayakan juga mengandung arti menanggulangi40. 5. Strategi Pemberdayaan Parson menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan41. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro. Untuk lebih jelasnya yaitu sebagai berikut: a. Aras Mikro: Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing 40
atau melatih klien dalam
Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165. 41 Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005), h. 66.
30
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach. b. Aras Mezzo: Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan
dan
sikap-sikap
klien
agar
memiliki
kemampuan
memecahkan permasalahan yang dihadapinya. c. Aras Makro: Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye,
aksi
sosial,
lobbying,
pengorganisasian
masyarakat,
manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak42. Dengan merujuk pada tujuan pemberdayaan, tahapan pemberdayaan, dan strategi pemberdayaan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang mengalami kerentanan sosial (seperti: masalah kemiskinan, penyandang cacat, manula, perbedaan etnis, dan ketidakadilan
42
Ibid, h. 66-67.
31
gender). Upaya pemberdayaan tersebut ditujukan agar masyarakat dapat hidup sejahtera. Dalam penelitian ini peneliti mengangkat tentang pemberdayaan terhadap perempuan yang umumnya sulit dalam mendapatkan akses dalam perkonomian seperti kesempatan mendapatkan modal usaha, kemudahan dalam meraih sumber ekonomi dan pelayanan, kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan, pendidikan, dan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya dalam berkarya. Hal ini tentunya terkait oleh peran, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan. Sebagaimana dikatakan oleh Edriana, kontruksi peran yang melekat pada perempuan, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan, juga karena relasinya yang tidak setara dengan laki-laki sehingga menimbulkan ketidakadilan gender. Hal ini bisa berdampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan mengakibatkan kemiskinan berbasis gender43.Adapun indikator ketidakadilan yang berbasis pada ketimpangan gender dan mengakibatkan kemiskinan perempuan, antara lain adalah: a. Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan dan pelatihan. b. Perempuan kekurangan modal untuk membangun usaha sendiri. c. Perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan domestik dan tidak dibayar dan jam kerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, sementara penghasilan perempuan jauh lebih rendah dibanding lakilaki44.
43
Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), Cet.ke-1, h.26. 44 Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, h.24.
32
Maka dengan melihat kondisi perempuan tersebut, pemberdayaan pada perempuan sangat
perlu dilakukan
demi
tercapainya
kemandirian dan
kesejahteraan pada perempuan. Sejalan dengan tahapan pemberdayaan yang ada dalam teori di atas, maka dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bentuk pemberdayaan ekonomi pada perempuan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Adapun dalam melakukan pemberdayaan pada perempuan adalah dengan cara meningkatkan kapasitas pengetahuan dan skill perempuan agar mampu berdaya saing dan hidup mandiri. Selain itu juga perlu dilakukan pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat perempuan menjadi semakin berdaya, seperti akses pembekalan pengetahuan dan keterampilan, akses pembiayaan modal dan akses pemasaran sehingga perempuan mampu mengembangkan usahanya. Masih sejalan
dengan
strategi
pemberdayaan seperti
diungkapkan
sebelumnya, adapun strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah strategi pemberdayaan ‟aras mezzo‟, di mana pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien sebagai media intervensi sehingga lebih efektif dan efisien. Selain itu, dengan pembinaan secara kelompok juga akan menjadi wadah paguyuban, menumbuhkan rasa kekeluargaan dan solidaritas dalam kelompok.
33
B. Perempuan 1. Pengertian Perempuan Kata perempuan secara etimologi berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang mahir berkuasa, ataupun kepala, hulu atau yang paling besar: maka dikenal kata empu jari “ibu jari”, empu gending orang yang mahir mencipta tembang. Kata perempuan juga berakar erat dari kata perempuan kata ini mengalami pasangan kata dari tuan. Sedangkan kata perempuan pada kamus bahasa Indonesia merupakan orang atau manusia yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui45. Secara harfiyah wanita tersebut kaum perempuan, dimana mereka merupakan kaum yang amat dihormati dalam konsepsi Islam. Sebab, pada telapak kaki wanita terletak surga. Sebagai mana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Anas ra, Nabi Muhammad SAW Bersabda :
ت ِ أل َّمهَا ُ ث أَقْدَا ِم ا َ ْجّنَ ُة جَح َ َْال Artinya : “Surga itu terletak ditelapak kaki ibu “. (HR.Muslim) Hadits ini menggambarkan betapa mulianya tugas dan pungsi seorang ibu sebagai pemimpin.
45
Artmanda. W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media).
34
2. Kodrat Seorang Wanita Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian kodrat adalah ketentuan hidup dan takdir tuhan46. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa kodrat merupakan segala sesuatu yang dilihat dari segi biologis yaitu jika seseorang memiliki vagina maka disebut sebagai seorang perempuan47. Selain itu, pada buku yang sama didevinisikan bahwa kodrat adalah suatu ketentuan yang datang dari Tuhan. Sebagai kodrat, jenis kelamin bersifat abadi, dalam arti tidak berubah “kepemilikan”. Pengertian kodrat disini lebih kepada biologis dimana perempuan dikodratkan untuk memiliki payudara, mengalami haid, hamil, melahirkan, menyusui48. Dari pengertian kodrat diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan kodrat adalah segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan yang sifatnya Abadi, dan tidak dapat dirubah bentuk serta fungsinya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Tuhan, dan sifat biologis. 3. Pemberdayaan Perempuan. Pada dasarnya pemberdayaan perempuan menjadi penting dikarenakan beberapa faktor yaitu: a. Pembangunan dengan perspektif patriakhal mengakibatkan perempuan menjadi tidak berdaya (tidak dapat mengekspresikan kebebasan yang dimilikinya). b. Tingkat pendidikan perempuan cenderung lebih rendah daripada laki-laki.
46
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya : Apollo, 1997). Lies Maeceos-Natsir MA, Jender dan Pembangunan, (Kantor Mentri Pemberdayaan Perempuan RI dan Women Suport Project 11/CIDA, 2001), h. 11. 48 Ibid, h. 12 47
35
c. Hak reproduksi yang cenderung dipaksakan. d. Ketinggalan perempuan dalam dunia politik dan sebagainya49. Oleh karena itu, agar semuanya berjalan dengan seimbang maka diperlukannya upaya untuk mengadakan suatu pemberdayaan perempuan agar mereka mempunyai akses dan kontrol terhadap semua aspek pembangunan. Yang mana tujuan akhirnya adalah kesetaraan anatara laki-laki dan perempuan. Pengertian diatas sama dengan pendapat menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan dimulai dengan tidak membiarkan mereka “bodoh dan dibodohi”50. Dimana dalam hal ini perempuan tidak dibiarkan untuk tidak memperoleh informasi yang penting bagi dirinya mengenai kehidupan diluar sana baik tentang pertumbuhan ekonomi, sosial, maupun budaya. Oleh karena itu, agar perempuan tidak ketinggalan dalam memperoleh informasi, maka penyadaran gender perlu diperhatikan atau dipromosikan baik bagi kaum Adam maupun kaum Hawa yang paling utama. Pada dasarnya pemberdayaan perempuan ini bertujuan untuk membuat setiap perempuan menjadi seorang yang mandiri yang tidak menggantungkan hidupnya pada keluarganya maupun orang lain. Mandiri, dalam kamus bahasa Indonesia berarti tidak tergantung pada orang lain. Namun mandiri disini tidak hanya sekedar tergantung pada orang lain, tetapi juga menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang berkehendak bebas.
49
Ari Sunarijati,dkk, Perempuan yang Menuntun : Sebuah Perjalann Inspirasi dan Kreasi, {Bandung: Ashoka Indonesia,2000), cet. Ke- 1, h.130 50 A. Nunuk P. Murniati, Gentar Gender Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluagra, (Magelang: Indonesia Tera,2004), cet.ke-2, h. 215
36
Pribadi yang mandiri, berani menyatakan kehendaknya, berani memutuskan, dan bertanggung jawan secara sadar yaitu bahwa dirinya adalah seorang pribadi yang mampu dalam segala hal atau bidang. Akan tetapi sangat sulit bagi perempuan untuk menjadi pribadi yang mandiri, sebab masyarakat selalu menghubungkan perempuan dengan ketergantungan. Pola ketergantungan yang tercipta dari konstruksi sosial yang bias gender sangat mengganggu perkembangan pribadi seorang perempuan untuk mandiri karena didasarkan pada budaya patriarkhal. Budaya Patriarkhal ini merupakan suatu sistem yang bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem ini laki-laki yang berkuasa untuk menentukan, dimana sistem ini dianggap wajar karena disejajarkan dengan pembagian kerja berdasarkan seks51. Jadi, dalam hal ini pada dasarnya perempuan dapat bergerak dengan bebas dalam bidang ekonomi, sosial, budaya maupun politik sekalipun, jika budaya patriarkhal itu ditiadakan. Jika budaya tersebut masih dipegang kuat oleh masyarakat pada umumnya maka hal ini masih mempersulit perempuan dalam berkarya, sehingga pribadinya merasa tidak berdaya untuk menghadapi permasalahan tersebut. Dan ini berarti melanggar ketetapan perempuan untuk memperoleh haknya sebagai warga negara yang sah.
51
Ibid,h. 81.
37
C. Keterampilan Menjahit. 1. Pengertian Keterampilan Menjahit Kata keterampilan berasal dari kata terampil, dengan ditambahkan awalan ke- dan akhiran menjadi keterampilan yang berarti kecakapan. Jadi keterampilan itu adalah kecakapan seseorang dalam membuat misalnya kecakapan dalam menjahit pakaian, kecakapan dalam membuat kerajinan tangan dan sebagainya. Dari hasil pekerjaannya dapat dilihat : Kerapihannya, penyelesaiannya cepat atau tidak, teliti atau tidak, bagaimana halus kasarnya pekerjaan dan sebagainya. Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang bearti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau kecekatan kerja52. Sedangkan Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan meningkat atau progresif atau pertumbuhan yang di alami oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu53. Jadi, keterampilan adalah serangkaian latihan terencana dan terarah yang diberikan oleh instruktur. Selain itu keterampilan bergerak dari hal yang teramat sederhana sampai hal yang sangat kompleks.
52
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktikum , (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1986), h. 169. 53 Whitherington, Psikologi Pendidikan (Jakarta : Aksara Baru, 1985), h. 104.
38
Keterampilan menurut Mace dikutip oleh Ivor. K. Davies
adalah
kemampuan untuk menghasilkan secara konsisten suatu akibat yang diharapkan dengan ketepatan, kecepatan, dan penghematan tindakan54. Keterampilan menjahit dalam arti yang luas bukan hanya sekedar pelajaran jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang kesehatan, keserasian, dan perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang di ungkapkan oleh Moersarah Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul PKK, bahwa keterampilan menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan tata rias diri, memahami peraturan kesehatan untuk mencapai keindahan diri, memiliki keterampilan untuk merawat dan memperindah diri serta memiliki apresiasi terhadap penampilan diri yang menarik55. Dari penjelasan diatas, keterampilan dapat di artikan bahwa keterampilan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dilakukan secara konsisten dengan ketepatan dan kecepatan tertentu serta hemat waktu dalam melakukan tindakan. 2. Macam-macam Keterampilan Keterampilan kerajinan tangan sangat banyak jenisnya, ada yang khusus untuk pria dan ada yang khusus wanita. Jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan untuk pria seperti bengkel, mengukir, menenun, membentuk rotan, dan seni cetak sablon. Sedangkan jenis pekerjaan tangan yang dikhususkan untuk wanita seperti melipat, menjahit, meronce, merangkai bunga, memasak, membatik dan merenda.
54
Ivor. K. Davies, Pengelolaa Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 70 Moersarah Mangkoesatyoko et.al, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1 (Jakarta: F.A. Hasmar ,1975), h. 7. 55
39
Jenis pekerjaan tangan untuk pria dan wanita dibedakan karena kemampuan taktil yang berbeda, pekejaan tangan untuk pria membutuhkan tangan dan teknik, sedangkan pekerjaan tangan untuk wanita membutuhkan motorik halus dan kesabaran. Adapun macam-macam keterampilan meliputi : a. Keterampilan rekayasa meliputi : 1). Keterampilan anyaman, 2). Keterampilan sablon, 3). Keterampilan tenun, 4). Keterampilan menjahit, 5). Keterampilan membuat bata. b. Keterampilan jasa dan pekantoran meliputi : 1). Koperasi, 2). Komputer c. Keterampilan pertanian meliputi: Tanaman hias. d. Keterampilan seni dan kerajinan meliputi : 1). Ukir kayu, 2). Batik cap. 2. Tujuan Belajar Keterampilan Berdasarkan kurikulum KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera diadakannya pelatihan keterampilan ini antara lain : a. Untuk mensejahterakan kehidupan peserta keterampilan menjahit dan dapat meningkatkan ekonomi mereka. b. Untuk membantu peserta dengan keterampilan atau keahlian hidup sehingga dapat menjadi modal dasar untuk membuka usaha. Diharapkan dengan keterampilan yang telah didapat para peserta dari pelatihan ini, maka secara otomatis peserta dapat memanfaatkan keterampilannya untuk berusaha dalam rangka meningkatkan ekonomi mereka menuju pada pemenuhan kesejahteraannya. Selain itu tujuan yang hendak dicapai dalam meningkatkan ekonomi peserta antara lain, meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta, tujuan ini agar
40
bagaimana peserta keterampilan menjahit ini di upayakan memiliki keterampilan hidup untuk menjadi lebih produktif. Bentuk upaya ini dilakukan dengan cara pelatihan keterampilan selanjutnya setelah pelatihan keterampilan tersebut, maka para peserta akan memiliki keterampilan yang dapat mereka pergunakan untuk melakukan usaha yang menghasilkan. Ada juga tujuan yang lain yaitu untuk mempersiapkan tenaga kerja yang terampil, ini bertujuan agar peserta siap dengan keterampilannya yang akan digunakan dalam dunia kerja yang akan digelutinya.
41
BAB III GAMBARAN UMUM KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA A. Profil Koperasi Wira Usaha Bina Sejahtera Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera bertujuan membantu para wanita agar lebih mandiri dan bisa membantu suami atau dirinya sendiri secara finansial. Tetapi pada umumnya, Koperasi WanitaWira Usaha Bina Sejahtera tetap bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan khususnya yang berada di wilayah Bulak Timur-Depok, tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa, ras dan agama. Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan bukan dengan semangat gender untuk menyaingi laki-laki, tetapi lebih kepada keinginan untuk membuat perempuan lebih „berdaya‟, mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya terutama di bidang ekonomi, karena saat ini perempuan masih belum mudah mengakses sumber-sumber permodalan. Koperasi ini adalah juga bentuk persembahan dari perempuan untuk masyarakat, sehingga walau semua anggotanya perempuan, koperasi ini tetap melayani laki-laki dalam kegiatannya. Ibu Marnih pun menambahkan bahwa alasannya membentuk lembaga koperasi adalah karena masih banyaknya diperlukan dukungan terhadap para pengusaha kecil dan menengah akan sumber modal. Koperasi ini tumbuh dari kelompok arisan ibu-ibu pengajian yang dimotivasi oleh Ibu Marnih (ketua koperasi). Pada awal berdirinya Tahun 2009 bulan Mei, 41
42
Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera hanya memiliki satu unit program yang bernama Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera berusaha melakukan pemberdayaan ekonomi pada masyarakat, yaitu dengan cara memberikan bantuan pinjaman atau pendanaan modal usaha. Melalui produk pembiayaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) melayani kebutuhan penambahan modal terhadap usaha kecil dengan pola pembayaran atau pengembalian yang ringan dengan periode harian, mingguan atau bulanan. Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera semakin menemukan jati dirinya. Berawal dari keinginan menciptakan kesejahteraan pada masyarakat khususnya di wilayah Bulaktimur-Depok, Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera merasa tidak cukup bila hanya membantu dari segi permodalan saja karena itu hanya akan membuat khalayak sasaran (khasar) menjadi tergantung, potensinya menjadi tidak berkembang dan tidak mandiri. Dalam melakukan pemandirian masyarakat, Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera merasa perlu melakukan peningkatan kapasitas dari sisi sumber daya manusianya yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan dan pengetahuan. Untuk itulah, KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera akhirnya membentuk suatu unit program yang khusus memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan dan pengetahuan tersebut. Pelatihan-pelatihan ini khusus diberikan pada perempuan karena selain Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan dengan legalitas dan dasar hukum koperasi wanita, juga karena hal ini merupakan salah satu upaya bentuk keberpihakan Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera pada perempuan. Adapun program tersebut adalah program keterampilan menjahit.
43
Dengan berdirinya Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera, diharapkan bisa membuat wanita itu sadar diri bahwa mereka punya potensi dan mampu melakukan sesuatu yang mereka tidak bayangkan sebelumnya yaitu jadi „wanita yang mandiri‟, yang di dalamnya ada unsur sadar diri, bertanggung jawab, berani mengambil resiko, dan dewasa. Selain itu, Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera juga berusaha memberikan kesempatan kepada para wanita yang berada dalam keanggotaan koperasi, para pengelola dan para nasabah untuk menerjuni bidang baru, mengembangkan usaha, meningkat kapasitas diri dan sebagainya.
B. Visi dan Misi Adapun visi dari Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera antara lain terwujudnya kemandirian dan partisipasi masyarakat untuk mengatasi masalah -masalah masyarakat yang ada dibulak timur-Depok. Sedangkan misi dari Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera itu sendiri yaitu pemberdayaan masyarakat dan penguatan
institusi
lokal
untuk
meningkatkan
ekonomi
dan
Usaha
Bina
kesejahteraan sosial.
C. Tujuan
Berdirinya
Koperasi
Wanita
Wira
Sejahtera Tujuan khusus berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah membantu para wanita agar lebih mandiri dan bisa membantu suami atau dirinya sendiri secara finansial. Hal ini dikarenakan wanita sering kali dikatakan lemah
44
dan memang memiliki akses yang minim untuk mendapatkan pembiayaan atau modal usaha di lembaga-lembaga konvensional. Sedangkan tujuan umum Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa, ras dan agama. Dengan berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera, diharapkan bukan hanya bisa mendapatkan bantuan modal, tapi juga bisa berkenalan dengan institusi keuangan agar usaha dan kegiatannya bisa maju ke depan.56
D. Landasan Berdirinya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Adapun landasan berdir inya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera adalah sebagai berikut. 1. Pasal 2: Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berasaskan kekeluargaan. 2. Pasal 3: Koperasi melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, yaitu: a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis c. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
56
Ibid.
45
e. Kemandirian f. Melaksanakan pendidikan perkoperasian bagi anggota; g. Kerjasama antar koperasi. 3. Koperasi sebagai badan usaha dalam melaksanakan kegiatannya yang mengorganisir pemanfaat dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi tersebut pada ayat 1 (satu) di atas dan kaidah-kaidah usaha ekonomi57.
E. Pelayanan Program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera berusaha menggalih potensi yang ada pada diri perempuan sehingga dapat berkembang menjadi perempuanperempuan yang berdaya dan mandiri, serta dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.Pelatihan keterampilan khusus diberikan pada perempuan karena selain Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera didirikan dengan legalitas dan berdasar hukum koperasi wanita, juga sebagai upaya bentuk keberpihakan Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera pada perempuan. Menurut Ibu Marnih58, koperasi ini didirikan bukan dengan semangat gender untuk menyaingi laki-laki, tetapi lebih kepada keinginan untuk membuat perempuan lebih ‟berdaya‟, mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya terutama di bidang ekonomi. Adapun kegiatan pelatihan yang diberikan seperti pelatihan membuat pakaian jadi yang bukan hanya untuk keterampilan pribadi melainkan yang bisa 57
Ibid. Wawancara pribadi dengan Ibu Marnih (Ketua Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera), pada tanggal 19 februari 2013, di kediaman rumahnya,bulak timur-Depok.. 58
46
dipasarkan atau dijual dari hasil produksi tersebut seperti membuat baju dan celana. Kegiatan pelatihan ini sengaja dirancang oleh Kopwan dalam rangka meningkatkan kapasitas potensi dan keilmuan perempuan. Pelatihan keterampilan diberikan dalam bentuk kursus dan pelatihan panggilan. Pelatihan dalam bentuk kursus, yaitu pelatihan pribadi di mana peserta mendatangi kantor Kopwan untuk diberikan pelatihan keterampilan. Sedangkan pelatihan panggilan adalah kegiatan pelatihan di mana Kopwan mendatangi kelompok ibu-ibu yang meminta untuk diberikan pelatihan keterampilan. Kelompok ibu-ibu ini bisa berupa kelompok ibu majelis ta‟lim, ibu-ibu PKK, ibu-ibu dharma wanita, dan sebagainya. Melalui Program Keterampilan Menjahit, Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera berusaha mengalih potensi yang ada pada diri perempuan sehingga perempuan dapat meningkat kapasitas keilmuannya dan berkembang menjadi perempuan-perempuan yang tangguh, mampu berdaya saing dan mandiri, serta dapat meningkatkan ekonomi keluarganya.
F. Gambaran Umum Tentang Wilayah Depok 1. Sejarah Tentang Depok Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas
47
Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan Jasa yang semakin pesat sehingga diperlukan kecepatan pelayanan59. Pada tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang peresmiannya pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa, yaitu : a. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu Desa Depok, Desa Depok Jaya, Desa Pancoram Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapan Jaya, Desa Rangkapan Jaya Baru. b. Kecamatan Beji, terdiri dari 5 (lima) Desa, yaitu : Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan. c. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu : Desa Mekarjaya, Desa Sukma Jaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa Kalibaru, Desa Kalimulya. Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang pesat baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan. Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berganti menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan , sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 3 (Kecamatan) dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu : 1) Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahjn Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.
59
http://www.depok.go.id/profil-kota/geografi.
48
2) Kecamatan Beji terdiri dari (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurah Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru. 3) Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Suka Maju,. Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadi Jaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Kali Jaya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jati Mulya, Kelurahan Tirta Jaya. Dari tahun 1982 – 1999, penyelenggaraan pemerintah Kota Administratif Depok mengalami pergantian Kepemimpinan sebagai berikut : a) Drs. Moch Rukasah Suradimadja (Alm)
Walikotatif
1982 – 1984
b) Drs. H.M.I Tamdjid
Walikotatif
1984 – 1988
c) Drs. Abdul Wachyan
Walikotatif
1988 – 1991
d) Drs. Moch. Masduki
Walikotatif
1991 – 1992
e) Drs. H.Sofyan Safari Hamim
Walikotatif
1992 – 1996
f) Drs. H. Yuyun WS
Plh Walikotatif 1996 – 1997
g) H. Badrul Kamal
Walikotatif
1997 – 1999
2. Terbentuknya Kota Depok Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok diangkat menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disis lain Pemerintah Kabupaten
Bogor
bersama
–
sama
Pemerintah
Propinsi
Jawa
Barat
49
memperhatikan perkembangan tesebut, dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan Undang – undang No. 15 tahun 1999, tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tk. II Depok yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999, dan diresmikan tanggal 27 April 1999 berbarengan dengan Pelantikan Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok. Momentum peresmian Kotamadya Daerah Tk. II Depok dan pelantikan pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok dapat dijadikan suatu landasan yang bersejarah dan tepat untuk dijadikan hari jadi Kota Depok. Berdasarkan Undang – undang nomor 15 tahun 1999 Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Administratif Kota Depok, terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan sebagaimana tersebut diatas ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu : a. Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa , yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Cijajar, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung. b.Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa, yaitu : Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong Sari, Desa
50
Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan Desa Bedahan, Desa Pasir Putih. c. Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa, yaitu : Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol. d. Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojong Gede, yaitu : Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya. Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintahan yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman , Kota Pendidikan, Pusat pelayanan perdagangan dan jasa, Kota pariwisata dan sebagai kota resapan air. 3. Kondisi Demografi Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah kependudukan.
Sebagai
daerah
penyangga
Kota
Jakarta,
Kota
Depok
mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. a. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai 1.374.522 jiwa, terdiri atas laki-laki 696.329 jiwa (50,66%) dan perempuan 678.193 jiwa (49,34%), Sedangkan luas wilayah hanya 200,29 km2, maka kepadatan
51
penduduk Kota Depok adalah 6.863 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong “padat”, apalagi jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Dalam kurun waktu 5 tahun (2000 – 2005) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23 % per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai jumlah 1.610.000 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 7.877 jiwa per km2. Adapun angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004 senantiasa berfluktuasi, demikian juga angka kematian berfluktuasi hampir mendekati pola angka kelahiran. Pada tahun 2004, angka kelahiran sebesar 3.713 jiwa dan angka kematian 1,962 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok disebabkan tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian penduduk Kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi, dimana jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi 4.503 jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa. Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang datang ke Kota Depok pada waktu mendatang akan meningkat, seiring
52
dengan semakin banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang pesat. b. Iklim Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan Oktober-Maret: - Temperatur
: 24,3o-33 o Celsiu
- Kelembabanrata-rata
: 25 %
- Penguapan rata-rata
: 3,9 mm/th
- Kecepatan angin rata-rata
: 14,5 knot
- Penyinaran matahari rata-rata : 49,8 % - Jumlah curah hujan
: 2684 m/th
- Jumlah hari hujan
: 222 hari/tahun
4. Kondisi Geografi Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19‟ 00” – 6o 28‟ 00” Lintang Selatan dan 106o 43‟ 00” – 106o 55‟ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah Jabotabek. Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29
53
km2. Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten da satu Propinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut60: a. Sebelah Utara:Kecamatan Ciputat Kabupaten Tanggerang dan DKI Jakarta. b. Sebelah Timur:Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Puteri Kabupaten Bogor. c. Sebelah Selatan: Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. d. Sebelah Barat:Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transpotasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar. Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas
60
http://www.dprd-depokkota.go.id/selayang-pandang/kondisi-geografis-2/.
54
1) Sumber Daya Lahan Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan data analisis Revisi RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8.915.09 ha (44,31%) dari total pemanfaatan ruang Kota Depok. Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%) dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun 2000. Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah kota. Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai 10.013,86 ha (49,77%) dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun 2000. Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan mencapai 10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun 2005. Sementara luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005. Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total luas kawasan terbangun,
hampir
45,49%
akan
tertutup
oleh
perumahan
dan
perkampungan. Jasa dan perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota, industri 2,08% total luas kota, pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan kawasan khusus 1,27% total luas kota. Meningkatnya jumlah tutupan
55
permukaan tanah tersebut, ditambah dengan berubahnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan menyebabkan terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang berdampak terhadap penurunan kondisi Kota Depok. Diperkirakan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok di masa yang akan datang akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah yang semakin menyempit. Pada tahun 2010 diperkirakan lahan sawah akan mengecil bila dibandingkan kondisi sekarang. Penyempitan yang paling parah terjadi pada lahan sawah tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana PU. 5. Tenaga Kerja. Penduduk usia kerja didenfinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja terdiri dari ”angkatan kerja” dan bukan angkatan kerja. Penduduk yang tergolong ”angkatan Kerja adalah mereka yang aktif dalam kegiatan ekonomi. Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja, sehingga angkatan kerja yang tidak terserap dikategorikan sebagai penganggur. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, dapat diperoleh gambaran bahwa pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang bekerja 44,63% sedangkan yang menganggur sekitar 9,36%. Jadi penduduk KotaDepok yang tergolong angkatan kerja 53,98%, sisanya merupakan penduduk bukan angkatan kerja. Penduduk yang bekerja masih didominasi laki-laki dari pada perempuan (laki-laki 63,56% dan perempuan 25,71 dari pendudk yang bekerja sebagian besar bekerja
56
di sektor jasa dan perdagangan dengan persentase masing-masing 27,98% dan 26,92%. Status pekerjaan didominasi sebagai buruh/karyawan/pegawai sebanyak 64,84%, kemudian berusaha sendiri 26,79%. (Sumber : Kota Depok Dalam Anggka 2007) 6. Pendidikan Tahun Ajaran 2006/2007 jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak di Kota Depok sebanyak 314 sekolah, jumlah murid TK 14.053, dan 954 guru TK. Sekolah SD sebanyak 362 sekolah, dengan 125.581 murid, dan 4.656 orang guru. Sekolah SMP berjumlah 137 sekolah dengan jumlah siswa 44.601 orang dan jumlah guru 3.023 orang. Di tingkat SMA terdapat 51 sekolah dengan jumlah murid dan guru masing-masing 14.937 orang dab 1.183 orang. Selain itu terdapat 55 sekolah SMK, dengan jumlah murid 18.726 orang dan jumlah guru 1.371 orang. Pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat. 27,67% Memiliki Ijazah tertinggi SLTA merupakan persentase terbesar dibanding jenjang pendidikan lainnya. Penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis huruf latin 59,99%, huruf lainnya 1,07%, huruf latin dan huruf lainnya 37,51%, dan yang buta huruf 1,43%. 7. Agama Tempat ibadah merupakan salah satu sarana yang penting untuk meningkatkan derajat keimanan seseorang, pada tahun 2007, di Kota Depok terdapat 554 masjid, 129 mushola, 995 musholla, 6 gereja katolik, 62 gereja
57
protestan, 1 vihara, dan 2 pura. Jumlah TPA di Kota Depok 286. jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Depok tahun 2007 ada 133 sekolah dengan jumlah murid 30.547 orang, dan guru 1.423 orang. Sedangkan jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kota Depok 55 sekolah, dengan jumlah siswa 10.333 orang, dan jumlah guru 1.355 orang. Serta jumlah sekolah Madrasah Aliyah (MA) ada 21 sekolah, dengan jumlah siswa 1.869 siswa, dan 257 guru.
58
BAB IV ANALISIS TENTANG HASIL PENELITIAN DI KOPERASI WANITA WIRA USAHA BINA SEJAHTERA Minimnya pendidikan dan sulitnya lapangan pekerjaan membuat seseorang menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keadaan ini semakin memburuk dengan adanya krisis ekonomi yang semakin parah, harga kebutuhan pokok semakin meningkat sedangkan penghasilan tidak juga bertambah. Krisis ekonomi juga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi mengakibatkan
turunnya
pendapatan
nyata
penduduk
akibat
hilangnya
kesempatan kerja. Persoalan kemiskinan pada dasarnya dapat menimpa laki-laki dan perempuan. Hanya saja jika kita mau melihat lebih dalam, ternyata masalah kemiskinan pada perempuan merupakan hal yang lebih rentan dan khusus dibanding dengan masalah kemiskinan pada laki-laki. Menurut Badriyah Fayumi, kendati seorang laki-laki dan perempuan sama-sama miskin, kemiskinan itu disebabkan oleh alasan yang berbeda serta kemampuan yang berbeda pula dalam menghadapinya. Kemiskinan memiliki dimensi yang sangat bias gender karena adanya ketimpangan gender dan akses kekuasaan61. Kontruksi peran yang melekat pada perempuan, tanggung jawab, dan perilakunya sebagai perempuan, juga karena relasinya yang tidak setara dengan laki-laki, secara langsung atau tidak langsung telah menimbulkan ketidakadilan
61
Badriyah Fayumi, et.al, Halaqoh Islam Mengaji Perempuan HAM dan Demokrasi, (Jakarta: Ushull Press, 2004), Cet ke-1, h. 42
58
59
gender. Ketidakadilan ini terjadi karena telah berakar dalam adat, norma, atau pun struktur dalam masyarakat. Dan pada akhirnya, hal ini berdampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan mengakibatkan kemiskinan berbasis gender62.Untuk itu karenanya dalam mengatasi permasalahan kemiskinan terhadap perempuan diperlukan penanganan khusus yang responsif gender63. Atau dengan kata lain diperlukan adanya suatu keberpihakan pada perempuan. Keberpihakan pada perempuan itu bisa dilakukan dengan cara membuka akses kepada berbagai peluang yang bisa memungkinkan perempuan menjadi semakin berdaya dan mandiri, seperti akses pembekalan pengetahuan dan keterampilan, akses pembiayaan modal dan akses pemasaran. Sehingga dengan demikian akan terjadi peningkatan dalam kapasitas pengetahuan dan keterampilan (skill), serta tumbuhnya rasa percaya diri pada perempuan untuk mau mengembangkan potensi yang dimilikinya. Lebih jauh lagi, perempuan diharapkan bisa memiliki kemandirian dalam ekonomi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarganya. Untuk itu, perempuan harus diberikan kebebasan dalam berekspresi dan mengembangkan potensinya secara baik, selama tidak menyalahi norma dan fitranya sebagai perempuan, serta kaidah dalam agama. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marnih sebagai berikut: “Menurut Ibu Marnih (ketua KopWan), tujuan pelatihan keterampilan menjahit itu sendiri antara lain adalah untuk silaturahmi, dan selain itu juga untuk mengisi kegiatan
62
Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), Cet. ke-1, h.26 63 Badriyah Fayumi, et.al, Halaqah Islam; Mengaji Perempuan HAM, dan Demokras, h.1718
60
ibu-ibu pengajian karena memang pada awalnya kegiatan ini hanya untuk komunitas ibu-ibu pengajian, agar setelah terampil dapat membantu ekonomi mereka untuk membuka usaha yang mereka bisa dari pelatihan tersebut, agar dapat meringankan beban suaminya dengan adanya tujuan pelatihan ini maka para peserta dapat meningkatkan ukhuwah Islamiyahnya sekaligus mendapatkan pengetahuan keterampilan menjahit yang dapat membuka peluang usaha dari hasil keterampilan tersebut yang akan membantu perekonomian keluarga”64. A. Pelaksanaan Keterampilan Menjahit Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. Pemberdayaan merupakan suatu aktifitas dimana menjadikan orang-orang yang tidak berdaya menjadi berdaya atau mempunyai kemampuan hidup layak sama dengan manusia lainnya. Artinya tersedianya cukup sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, keadilan, dan rasa aman. Mencerdaskan kehidupan bangsa atau pendidikan berarti memberdayakan setiap warga negara agar mampu berbuat seimbang, baik dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan mampu menyelaraskan antara hak dan kewajiban 65. Agar proses
perubahan dan pengembangan berjalan lancar menuju era
sejahtera dan demokrasi, maka dilakukan pembentukan suatu wadah yang mandiri dan fleksibel, guna mengantisipasi semua problem sosial yang ada dimasyarakat. Kopwan (Koperasi Wanita) memiliki peran penting dalam pemberdayaan perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan keterampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen, 64
Wawancara dengan Ibu Marnih ( Ketua KopWan), Bulak Timur-Depok,25 Februari 2013. 65 Kusnadi, Pendidikan Keaksaraan: Filosofis, Strategi, Implementasi, (Jakarta: DepDikNas, 2005), H. 219.
61
administrasi/akuntasi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada sumber-sumber produktif, peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya dilingkungan kerja maupun keluarga, sosial, hukum, maupun politik. Setiap orang secara naluri berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk usaha tersebut adalah dengan bekerja disuatu tempat baik sektor-sektor swasta maupun sektor negri, jerih payah itu dihargai dengan uang yang sering kali disebut dengan pendapatan, pendapatan pribadi (Personal Incom) menunjukan semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu Negara 66. Karena perempuan pun perlu diberikan suatu pelatihan, pendidikan, bahkan suatu pemberdayaan. Agar mereka memiliki kemampuan untuk hidup layak dan bisa membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan seperti itu, maka Masjid Baiturrahim melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program keterampilan menjahit oleh KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera, dengan memanfaatkan SDA yang ada. Adapun kelompok sasarannya yaitu para perempuan komunitas ibu-ibu pengajian. Agar perempuan disana memiliki suatu kemampuan/keahlian. Adapun pemberdayaan yang dilakukan oleh Kopwan Wira Usaha Bina Sejahtera yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, mulai dari menjahit, dan keterampilan membuat tas dari payet-payet. Dengan adanya program tersebut diharapkan agar masyarakat khususnya komunitas ibu-ibu pengajian dapat
66
Paul A, Samuelson dan William D, Nordhaus, Pemberdayaan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 151.
62
meningkatkan kemampuannya dengan cara mengembangkan potensinya serta dapat membantu perekonomiannya. Sesuai tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan67: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subjek penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang program keterampilan menjahit di KopWan. Berdasarkan hasil wawancara pribadi dengan ibu Markonah salah satu peserta program keterampilan menjahit ini ”peserta yang ikut disini cuma ada satu yang udah punya usaha sendiri yang lain udah bisa bikin tapi cuma buat dipake sendiri”68 tetapi menurut pengamatan saya di lapangan peserta disana sudah dibilang sudah pada mampu untuk dikatakan mahir dalam keterampilan hanya saja belum bisa untuk membuka usaha sendiri. Saya membandingkan data hasil pengamatan tidak sesuai dengan dengan hasil wawancara. 2. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh ketua Kopwan dengan jawaban wawancara dengan peserta. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua KopWan ibu Marnih “Menurut Ibu Marnih (ketua KopWan), tujuan pelatihan keterampilan menjahit itu sendiri antara lain adalah untuk silaturahmi, dan selain itu juga untuk mengisi kegiatan ibu-ibu pengajian karena 67
Lexy. J., Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2009), edisi revisi Cet. Ke-26, h.124 68 Wawancara Pribadi dengan Ibu Markonah, Depok, 25 February 2013
63
memang pada awalnya kegiatan ini hanya untuk komunitas ibu-ibu pengajian, agar setelah terampil dapat membantu ekonomi mereka untuk membuka usaha yang mereka bisa dari pelatihan tersebut…”69. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Ros “saya ikut kursus disini mah pengen bisa jahit trus bias deh buat baju sendir buat dijual”70 Saya membandingkan data hasil wawancara ketua Kopwan sesuai dengan dengan hasil wawancara salah satu peserta pelatihan. 3. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua KopWan tentang tujuan berdirinya Kopwan “Menurut Ibu Marnih (ketua KopWan), tujuan pelatihan keterampilan menjahit itu sendiri antara lain adalah untuk silaturahmi, dan selain itu juga untuk mengisi kegiatan ibu-ibu pengajian karena memang pada awalnya kegiatan ini hanya untuk komunitas ibu-ibu pengajian, agar setelah terampil dapat membantu ekonomi mereka untuk membuka usaha yang mereka bisa dari pelatihan tersebut…”71. Saya membandingkan data hasil wawancara ketua Kopwan sesuai dengan dokumen profile KopWan dilihat dari tujuan berdirinya KopWan ynag ada di profile Kopwan yang saya punya dari KopWan.
69
Wawancara dengan Ibu Marnih ( Ketua KopWan), Bulak Timur-Depok,25 Februari 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Ros, Depok, 25 February 2013 71 Wawancara dengan Ibu Marnih ( Ketua KopWan), Bulak Timur-Depok,25 Februari 2013.
70
64
1. Pelatih Dalam pelatihan Keterampilan Menjahit yang menjadi Instruktur adalah Ibu Haninah dan Ibu Dawiyah. Ibu Haninah dan Ibu Dawiyah merupakan orang yang berpengalaman dalam dunia fashion dan ahli dalam keterampilan membuat pola pakaian. 2. Peserta Peserta yang ikut keterampilan menjahit memang belum terlalu banyak , yaitu sebanyak 10 orang. Mungkin jumlah ini terbilang sangat sedikit, karena memang hanya pada komunitas Ibu-ibu pengajian. Tetapi tetap hal ini tidak menyurutkan minat mereka untuk belajar menjahit. Karena menurut Ibu Dawiyah selaku Pelatih Keterampilan Menjahit mengatakan; “ keterampilan menjahit dapat menjanjikan keberhasilannya”. Seperti hasil surfey, yang penulis lihat banyak sekali yang berhasil mereka yang ikut keterampilan menjahit. Dari kebanyakn yang berhasil dan sudah ahli dari hasil mengikuti keterampilan menjahit mereka membuka usaha rumahan bahkan ada yang mempunyai toko pakaian dari hasil jahitan tersebut. Berikut ini data peserta program keterampilan menjahit72:
72
Tim Penyusun, Profile KopWan, (Depok, KopWan, 2010), h. 10.
65
Data Peserta KopWan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Peserta Ety Rita Markonah Zaenab Ros Wati Ela Ida Siti Sopia
Tingkat Pendidikan SMA SMP SD SMP SMA SMA SMP SMP SMP SMA
Tingkat Keahlian Mahir Terampil Terampil Terampil Terampil Terampil Terampil Dasar Dasar Dasar
3. Waktu dan Lokasi Pelatihan Keterampilan Menjahit Berdasarkan hasil wawancara pribadi dengan ibu Ety waktu dan lokasi pelatihan sebagai berikut: “Pelatihan dilakukan selama 3 bulan. Dalam seminggu pelatihan di adakan sebanyak 2 kali yaitu hari senin dan kamis. Pelatihan berjalan selama dua jam, dari jam 09.00-11.00. Pelatihan keterampilan di adakan di rumah Ibu Marnih Ketua KopWan Wira Usaha Bina Sejahtera”73. 4. Kurikulum Pelatihan Keterampilan Menjahit a. Tingkat Dasar atau Pengenalan Mesin Pada tahapan ini para peserta pelatihan akan diperkenalkan pada komponen-komponen mesin dan tata cara bagaimana mengoperasikan mesin, peserta juga di ajarkan bagaimana saja yang harus lebih hati-hati karena sangat sensitif terhadap kerusakan. Tahapan ini berjalan selama satu minggu, karena ada berbagai macam mesin yang dikenalkan pada
73
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ety, Depok, 25 February 2013.
66
peserta dan membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi. Seperti kata Ibu Haninah: “Dalam keterampilan menjahit harus banyak mengetahui tentang berbagai mesin. Diantaranya yaitu: mesin jarum satu, mesin utama, mesin obras, mesin jarum dua dan lain-lainnya”74. b. Belajar menjalankan jarum di atas kertas tanpa benang Para peserta diajarkan menjalankan jarum tanpa benang diatas kertas dengan menggikuti garis yang telah tercetak. Materi ini bertujuan agar peserta terbiasa dan terlihat tidak kaku. Motif garis yang di ajarkan berupa lingkaran, zig zag, lurus atas bawah dan berbagai macam bentuk. Tahapan ini sangat berguna untuk para peserta,walaupun kelihatan mudah ternyata para peserta tetap merasa kesulitan. Dan tahapan ini berjalan selama satu minggu.Para peserta benar-benar ditekankan untuk bisa mengikuti garis yang disediakan. c. Belajar Menjalankan Jarum di Atas kertas memakai benang Setelah peserta dirasa telah lancar menjalankan jarum diatas kertas, kini saatnya menggunakan benang untuk menjahit. Tetap seperti awal bahan dasar yang digunakan adalah kertas dan pola garis yang di ujikan juga sama. Yang membedakan pada tahap ini adalah penggunaan benang saja. Para peserta akan lebih dapat melihat hasil yang mereka jahit, tidak hanya sebatas kertas yang bolong saja melainkan ada aluran jarum yang melekat pada kertas.
74
Wawancara Pribadi dengan Ibu Haninah, Depok, 25 February 2013.
67
Tahapan ini juga menentukan apakah peserta sudah benar-benar lancar dan bisa pindah pada media yang sebenarnya atau bahan. Hal ini sesuai dengan ucapan Ibu Haninah, “Para peserta akan melanjutkan ketahapan penggunaan bahan jika pada tahapan menjahit di atas kertas sudah lancar”75. Biasanya tahapan ini berjalan satu minggu pada minggu ke-III, Ibu Haninah akan menambahkan waktu dan hari pelaksanaan jika para peserta belum mampu. d. Belajar Menjahit Menggunakan Bahan Setelah dilihat para peserta sudah mulai cukup mahir menggunakan jarum untuk menjahit, maka media yang digunakan adalah bahan atau kain. Ditahap ini para siswa diberikan potongan-potongan kain bekas dan diperintahkan untuk bisa menyatukannya atau membuat suatu model jahitan tertentu. Memang tidak terlalu ditekankan untuk membuat apa tetapi diharapkan para peserta mampu menjahit diatas bahan. Seperti dikatan Ibu Haninah,” para peserta tidak di anjurkan untuk membuat sesuatu. Tetapi peserta harus mampu membuat jahitan diatas bahan, bahan yang dipakai adalah bahan sisa, hal ini sangat menunjang kemahiran peserta untuk beberapa saat kedepan sebelum mereka membuat macam-macam keterampilan”76. e. Membuat Pola Materi pembuatan pola adalah dasar sebelum para peserta benar-benar akan membuat suatu hasil kerajinan, pada tahapan pembuatan pola 75
Wawancara Pribadi dengan Ibu Haninah, Depok, 25 february 2013. Ibid.
76
68
peserta diajarkan berbagai jenis bentuk. Mulai dari rample, kembang, lis pinggir jahitan dan macam-macam bentuk lainnya. Peserta juga diajarkan membuat pola bentuk kerajinan seperti tutup kulkas, bantal love, perlak memasak, tutup galon dan masih banyak lagi. Dari pola yang mereka buat nantinya akan dijadikan barang jadi atau kerajinan yang layak pakai bahkan dipasarkan. f. Praktek Membuat Berbagai Macam Kerajinan Inilah tahap inti dari pebelajaran keterampilan menjahit. Setelah lama para pesrta belajar menjalankan mesin di berbagai media dan pembuatan pola. Pada tahapan ini peserta akan di uji kemampuannya sejauh mana peserta dapat menggunakan mesin. Kerajinan pertama mereka buat adalah perlak untuk masak, ini merupakan model dasar yang mudah seterusnya mereka akan diberikan model-model lain yang lebih berfariasi. Tahapan ini berjalan cukup lama, hampir dari semua waktu dari tahapan pelatihan menjahit adalah praktek pembuatan kerajinan. Ditahapan ini instruktur sangat menekankan para peserta dapat membuat suatu kerajinan, karena inilah yang akan mereka kembangkan. Para peserta bisa membuat usaha kecil dirumah dengan kemampuan pembuatan berbagai macam kerajinan dari hasil keteampilan menjahit ini. Seperti kata Ibu Haninah: “Model-model keterampilan yang diajarkan harus berpariasi, tidak hanya pada satu model saja. Hal ini bertujuan untuk membangun kreatifitas dan
69
imajinasi peserta untuk berkembang. Kami menggharapkan para peserta mampu mengamalkan ilmu yang telah mereka dapatkan dari KopWan ini”77. Berbagai
macam pembuatan kerajinan diajarkan. Ada tutup kulkas,
tutup galon, perlak masak, bantal love, sarung bantal, bahkan pakaian jadi seperti pembuatan celana olahraga dan celana leging. Variasi ini bertuajuan agar para peserta mempunyai berbagai keahlian dalam keterampilan dan juga dapat dikembangkan nantinya. g. Ujian Keterampilan Tahapan ini dilakukan setelah seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran telah usai. Ujian dilaksanakan pada minggu ke-XVI, materi yang di ujikan adalah menjahit diatas kertas dengan mengikuti pola yang telah ditentukan dan peserta diperintahkan membuat suatu kerajinan dari apa yang telah mereka dapatkan dalam pelatihan. Karena pada akhir dari pelatihan
ini
para
peserta
akan
mendapatkan
sertifikat
yang
menerangkan bahwa mereka telah mengikuti pelatihan keterampilan menjahit. Sertifikat ini akan berguna ketika para peserta melamar kerja nanti. Dalam pemberdayaan tidak langsung terbentuk atau terjadi secara langsung maupun tiba-tiba, menurut Adi Asbandi Rukminto melalui 7 (tujuh) tahapan pemberdayaan beberapa proses, yaitu78:
77
Wawancara Pribadi dengan ibu Haninah, Depok, 25 February 201. Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2003) h. 54. 78
70
Ada beberapa tahapan dari pelatihan keterampilan menjahit di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera yaitu: a. Tahapan Perencanaan (Planning) Tahapan ini merupakan perencanaan pada mateeri-materi baru dan pengetaturan jadwal. Umumnya perencanaan dilakukan ketika peserta telah mengikuti tahapa penelusuran minat dan bakat. Pada tahap ini instruktur membuat sendiri tentang kurikulum yang akan diajarkan pada peserta, tahapan ini sangat menentukan akan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk peserta ikut dalam pelatihan menjahit. Jadwal yang dibuat akan disesuaikan dengan kegiatan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera. b. Tahapan Pelaksanaan Program (Implementation) Pelaksanaan program
diKoperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
melalui pelatihan keterampilan menjahit ini merupakan upaya untuk mengembalikan keberfungsian sosial. Koperasi ini berusaha untuk memberdayakan wanita agar mampu memberdayakan diri sendiri dan dapat mengembangkan kemampuan dalam keterampilan menjahit dan juga dapat membantu perekonomian keluarga mereka. Pelaksanaan program keterampilan melalui beberapa tahapan: pengenalan mesin, pembuatan pola, pembuatan kerajinan dan ujian keterampilan. Tahapan ini harus di ikuti oleh setiap peserta, karena ini akan menjadi setiap orientasi mereka terhadap pengenalan mesin dan manfaatnya sekaligus melatih kepekaan tangan mereka terhadap mesin. Dan kendala
71
yang dihadapi tidak hanya itu saja, peserta juga harus dapat beradaptasi dengan waktu yang telah ditentukan dalam pelatihan ini. Peserta sebisa mungkin harus bisa menggunakan waktu dan kesempatan yang mereka miliki jika ingin cepat ahli dalam keterampilan menjahit. Persoalan yang lain, peserta yang ikut keterampilan memiliki latar belakang keterampilan yang berbeda ada yang sudah paham dan ada yang belum sama sekali, jadi para Instruktur harus mengimbangi materi yang diberikan antara yang sudah sedikit mahir dengan yang belum mahir sana sekali. c. Tahapan Evaluasi (Evaluation) Tahapan ini dilakukan dengan mengadakan ujian materi pada akhir kegiatan program pelatihan keterampilan menjahit. Evaluasi harian juga dilakukan oleh Instruktur setiap jam kelas berakhir. Tahapan evaluasi ini akan menimbulkan berbagai ide dan gagasan yang akan menjadi acuan pada pelatihan berikutnya. d. Tahapan Terminasi Tahapan ini diajukan dengan pemberian sertifikat bagi para peserta. Peserta diharapkan mampu menggunakan keilmuan yang mereka telah dapatkan selama mengikuti pelatihan dan dapat membantu perekonomian mereka.
72
B. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Program Keterampilan Menjahit di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera Faktor Pendukung dan penghambat dalam kegiatan program keterampilan menjahit terbagi dalam dua komponen, ada yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Diantaranya adalah: 1. Faktor Pendukung Pelaksanaan Keterampilan Menjahit a. Alat Praktek yang cukup mendukung Alat praktek atau unit mesin di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina sejahtera ini cukup banyak sehingga memungkinkan para peserta bisa mengikuti pelatihan keterampilan dengan baik. Hampir setiap peserta menggunakan satu mesin dalam sekali praktek pelatihan keterampilan. Dan inilah faktor pendukung yang sangat menunjang guna terlaksananya kegiatan praktek keterampilan menjahit, sesuai dengan hasil wawancara Ibu Ida: “Disini mesin untuk jaitnya sudah banyak satu orang satu msesin jait”79. b. Metode yang berfariasi Para peserta tidak akan merasa jenuh dengan materi yang diberikan. Dalam pelatihan keterampilan menjahit peserta mendapatkan berbagai macam model kerajinan. Hal ini sangat memotifasi peserta agar lebihgiat lagi, sekaligus menjadi acuan untuk membangun imajinasi siswa terhadap hal-hal baru yang mungkin belum mereka dapatkan.
79
Wawancara Pribadi dengan ibu Ida, 25 February 2013.
73
c. Bersertifikat Pelaksanaan program keterampilan menjahit ini bersertifikat non formal, namun diakhir pelatihan peserta diberikan kelulusan yang bisa dipergunakan, misalnya bial peserta ingin melamar pekerjaan. Diharapkan peserta mampu menggunakan keterampilan yang telah diperoleh dari keterampilan menjahit. Dan dari sertifikat ini memudahkan peserta pelatihan keterampilan menjahit dalam mencari pekerjaan misalnya perusahaan Garment. Di Indonesia terdapat begitu banyak pabrik Garment yang merupakan
perusahaan
yang
banyak
menarik
buruh
wanita
untuk
dipekerjakan.upah yang ditawarkan pun setara dengan UMR Nasional, dan inilah faktor pendukung dari luar (Eksternal) untuk keterampilan menjahit. 2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Keterampilan Menjahit a. Tidak adanya montir mesin Ketika mesin rusak maka kegiatan pemberian keterampilan akan terhambat. Hal ini tentu akan sangat merugikan bagi para peserta, karena mereka tidak bisa menggunakan mesin apalagi jika mesin rusak lebih dari satu semakin menambah buruk keadaan. Maka keberadaan montir ini sangat diperlukan ketika mesin rusak, supaya kegiatan belajar menjahit tetap berjalan.
74
b. Kerjasama dengan pihak lain Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Rita Koperasi ini tidak bekerja sama dengan pihak lain: “Koperasi ini mah jalan sendiri ngga da kerjasama dengan orang sendiri ja”80 Koperasi ini tidak bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan keterampilan menjahit, seandainya Koperasi ini bekerjasama dengan Investor asing untuk membuka usaha, pasti akan menjadikan lapangan pekerjaan bagi peserta keterampilan menjahit. Setidaknya peserta bisa magang diperusahaan tersebut dan akan menjadi pertimbangan perusahaan ketika peserta di anggap layak untuk dipekejakan. c. Tidak adanya Tempat untuk Pelatihan Keterampilan Menjahit Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera ini berada di naungan Masjid Baiiturrahim Bulaktimur-Depok, Masjid ini hanya perantara karena pelatihan keterampilan menjahit ini berdiri dari komunitas Ibu-ibu pengajian yang diketuai oleh Ibu Marnih, beliau adalah ketua pengajian sekaligus ketua Koperasi tersebut. Tempat pelatihan dilaksanakan dirumah Ibu Marnih, hal inilah yang menjadi penghambat karena belum adanya tempat khusus atau aula dalam pelaksanaan pelatihan menjahit. d.
Kurang Motivasi dari Keluarga Ada beberapa peserta yang mengikuti pelatihan keterampilan
menjahit diperintahkan pulang baik dari anak maupun suaminya. Mungkin keluarga atau suaminya tidak paham dengan tujuan pemberian keterampilan
80
Wawancara Pribadi dengan ibu Rita, 25 February 2013.
75
menjahit ini. Hal tersebutlah yang menjadi penghambat para peserta dalam pelatihan keterampilan menjahit.
76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab terdahulu, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya: 1. Program yang dilakukan di Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera dalam
pemberian
pelatihan
keterampilan
menjahit
adalah
upaya
pemberdayaan perempuan dalam mengembangkan potensi sehingga dapat meningkatkan perekonomian keluarga dan diharapkan dari hasil pelatihan keterampilan menjahit ini bisa menjadi modal untuk mereka agar dapat membuka usaha sendiri sehingga para perempuan bisa memberdayakan diri sendiri juga dapat membantu perekonomian keluarganya. Dalam pelatihan keterampilan menjahit ini bukan hanya pengetahuan tentang menjahit saja yang mereka dapatkan, akan tetapi juga dapat mempererat ukhuah Islamiyah dari segi silaturahmi. Instruktur pelatihan keterampilan menjahit ini pun sangat berpengalaman bahkan sudah mempunyai usaha konveksi sendiri dan juga toko pakaian dia membantu para peserta pelatihan menjahit dalam memberikan pengetahuannya tentang keterampilan menjahit. Peserta pelatihan keterampilan menjahit ini memang tidak terlalu banyak yaitu hanya 10 orang saja, karena pelatihan keterampilan menjahit ini hanya di komunitas Ibu-ibu pengajian saja dan juga beberapa ibu-ibu diluar pengajian yang mengikuti program pelatihan keterampilan menjahit
76
77
ini. Pelatihan dilaksanakan selama 3 bulan, tiap minggunya hanya 2 hari dalam satu minggu yaitu hari senin dan kamis. Pelatihan ini dilaksanakan hanya 2jam mulai dari jam 09.00-11.00WIB. 2. Faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan program keterampilan menjahit terbagi dalam dua komponen, ada yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Diantaranya adalah: a. Faktor pendukung pelaksanaan keterampilan menjahit alat praktek yang cukup mendukung seperti alat praktek atau unit mesin sehingga memungkinkan para peserta bisa mengikuti pelatihan keterampilan dengan baik, metode yang berfariasi dengan begitu para peserta tidak akan merasa jenuh dengan materi yang diberikan dan bersertifikat non formal, namun diakhir pelatihan peserta diberikan kelulusan yang bisa dipergunakan, misalnya bila peserta ingin melamar pekerjaan. b. Faktor penghambat pelaksanaan keterampilan menjahit seperti tidak adanya montir mesin sehingga jika mesin mengalami kerusakan maka harus mencari tempat servis mesin sendiri, tidak adanya kerjasama dengan pihak lain dan tidak adanya tempat untuk pelatihan keterampilan menjahit serta kurang motivasi dari keluarga beberapa peserta yang mengikuti pelatihan keterampilan menjahit Ketika mesin rusak maka kegiatan pemberian keterampilan akan terhambat.
78
B. Saran Dari hasil analisa yang penulis lakukan mengenai upaya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera melalui program keterampilan menjahit, ada beberapa saran-saran dari penulis diantaranya: 1. Program Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera harus lebih melebarkan sayapnya ke daerah lain yang sama-sama membutuhkan bantuan-bantuan dalam rangka pengembangan ekonomi. 2. Keluarga atau masyarakat hendaknya memberikan motivasi dan dukungan kepada program keterampilan ini karena program keterampilan menjahit ini mampu mengembangkan ekonomi mereka. 3. Hendaknya Pemerintahan Dewan Kelurahan maupun Pemerintahan Desa baik tingkat RW,RT dapat membantu memfasilitasi tempat untuk pelatihan keterampilan menjahit. 4. Dalam merancang materi pelatihan keterampilan hendaknya Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera melakukan analisis gender terlebih dahulu agar bisa memahami permasalahan sebenarnya yang dialami perempuan, memahami kebutuhan perempuan, dan tindakan yang tepat dan perlu
dilakukan
dalam
membantu
perempuan
menghadapi
permasalahannya. Misalnya saja, dengan melibatkan perempuan (dalam hal ini perempuan/ ibu-ibu peserta pelatihan) pada saat penyusunan program, sehingga kopwan bisa lebih memahami kebutuhan pelatihan apa yang dibutuhkan perempuan. Kemudian dalam masalah jadwal pelatihan, hendaknya kopwan juga mempertimbangkan aspek peran perempuan
79
sebagai ibu rumah tangga. Misalnya pelatihan diberikan pada hari-hari libur, atau pada waktu ibu-ibu telah selesai melakukan perannnya mengurus rumah, suami, dan anak. Hal ini penting agar program tersebut dapat berkembang efektif dan berkelanjutan. 5. Kegiatan pelatihan keterampilan harus lebih disosialisasikan karena sesungguhnya program ini menarik dan strategis untuk bisa meningkatkan kapasitas dan kemandirian perempuan dalam ekonomi.
80
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi, Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003. Abdul, Muhammad, Mannan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995. Ahmad, Agus, Syafi‟i. Manajemen Masyarakat Islam. Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001. A, Paul, Samuelson dan D, William, Nordhaus. Pemberdayaan Ekonomi. Jakarta: Erlangga, 1991. Arif, Syaiful. Menolak Pembangunanisme. Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000. Arikunto, Suharsini . Prosedur Penelitian Jakarta. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993. Baridi, Lili,
Zein, Muhammad, Hudri, Muhammad. Zakat dan Wirausaha.
Jakarta: CED (Center for Enterprenership Development), 2005. Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo, 1997. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Fatimah, Ipah. Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah, 2000. Fayumi, Badriyah, et.al, Halaqoh Islam Mengaji Perempuan HAM dan Demokrasi. Jakarta: Ushull Press, 2004. 80
81
Ghani, Djunaidi . Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001. Http://www.depok.go.id/profil-kota/geografi. Http://www.dprd-depokkota.go.id/selayang-pandang/kondisi-geografis-2/. Ivor, K, Davies. Pengelolaa Belajar. Jakarta: Rajawali Pers, 1991. J, Lexy, Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000. Kusnadi. Pendidikan Keaksaraan: Filosofis, Strategi, Implementasi,. Jakarta: DepDikNas, 2005. Machendrawaty, Nanih dan Ahmad, Agus, Syafe‟i. Pengembangan Masyarakat Islam Dari Idiologi, strategi sampai tradisi. Bandung : Rosda Karya, 2001. Maeceos, Lies dan Natsir, Jender dan Pembangunan. Kantor Mentri PemberdayaanPerempuan RI dan Women Suport Project 11/CIDA, 2001. Magnis suseno. S. J. Keadialan dan Analisa Sosial: Segi-Segi Etis, Dalam J.B. Bana S. J., Wiratman, (ed), Kemiskinan dan Pembebasan. Yogyakarta: Kannisiius, 1987. Maimunah Siti. Evaluasi Hasil Program PPMK Melalui Pelatihan Tanaman Hias. Jakarta, UIN, 2007. Mangkoesatyoko,
Moersarah ,bet.al. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1.
Jakarta: F.A. Hasmar ,1975. Muhammad, Ahmad, Al-Assal dan Ahmad, Fathi, Abdul Karim, Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999. Muhammad, Fuad, Fachruddin. Ekonomi Islam. Jakarta: Penerbit Mutiara, 1982.
82
Murasa Sarkaniputra, Murasa. Pengantar Ekonomi Islam, Bahan Pengajaran Ekonomi dan Perbankan Syariah di IAIN Syahid. Jakarta, 1999. Murniati, A. Nunuk P. Gentar Gender Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluagra. Magelang: Indonesia Tera,2004. Naqiyah, Najlah. Otonomi Perempuan. Malang: Bayumedia Publising, 2005. Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktikum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1986. Roesmidi dan Risyanti, Riza. Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alqaprint Jatinagor, 2006. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, 1987. Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Revika Aditama, 2005. Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000. Sumohadiningrat,
Gunawan.
Pembangunan
Daerah
dan
Pengembangan
Mayarakat. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997. Sunarijati, Ari, dkk. Perempuan yang Menuntun: Sebuah Perjalann Inspirasi dan Kreasi. Bandung: Ashoka Indonesia, 2000. Syaifuddin, Endang, Anshari. Wawasan Islam, Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam dan Umatnnya. Bandung: CV Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1983. Syamsir dan Aripin, Jaenal, Metode Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
83
Usman, Asep, Ismail. Pengalaman Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhu’afa. Jakarta: Dakwah Press, 2008. W Artmanda. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media, 1998. Whitherington. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru, 1985. Wiratmo, Maskur. Pengantar Ekonomi Makro, Seri Diktat Guna Darma. Jakarta: Guna Darma,1994.\ Wawancara Pribadi dengan Ibu Dawiyah, Depok, Senin 25 february 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Ety, Depok, Senin 25 february 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Haninah, Depok, Senin 25 february 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Ida, Depok, Senin 25 february 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Markonah, Depok, Senin 25 february 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Marnih, Depok, Senin 25 february 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Rita, Depok, Senin 25 february 2013. Wawancara Pribadi dengan Ibu Ros, Depok, Senin 25 february 2013.
84
85
86
Lampiran
Pedoman Wawancara untuk Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
Nama : Marnih Susilawati, S.E Usia
: 49 thn
Jabatan: Ketua Koperasi Wanita Wira Usaha Bina Sejahtera
1. Apa yang melatar belakangi adanya koperasi wanita ini dan apa tujuannya? Jawab: Faktor utama yang melatar belakangi kegiatan ini adalah ekonomi keluarga, dan dengan diadakahn kegiatan ini maka wanita desa Bulak Timur lebih mandiri dan membantu para suami dalam mengembangkan perekonomian keluarganya 2. Berapa jumlah keseluruhan peserta yang mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab: Untuk keseluruhan ada 10 orang, dari tingkat dasar, terampil hingga mahir 3. Berapa jumlah tutor/pendamping? Jawab: Pendamping ada 2 orang, Ibu Haninah dan Ibu Dawiyah. Karena mereka merupakan orang yang berpengalaman dalam dunia fashion dan ahli dalam keterampilan membuat pola pakaian 4. Apa saja program yang didiadakan oleh kopwan tersebut? Jawab: Memberikan pelatihan menjahit dan konsultasi usaha 5. Siapa saja yang boleh menjadi peserta koperasi wanita ini dan apakah ada kriteria-kriteria serta batasan-batasan wilayah bagi yang ingin menjadi peserta? Jawab: Pada dasarnya untuk ibu-ibu pengajian, tetapi dikarenakan banyaknya ibu-ibu di Bulak Timur yang ingin memajukan perekonomian keluarga maka dibuka untuk umum di wilayah Bulak Timur saja.
87
6. Apa hasil yang dicapai dari penerapan program pelatihan keterampilan disini? Jawab: Hasil yang dicapai dalam program diharapkan para peserta dapat mengembangkan potensi dan dapat meningkatkan perekonomian 7. Apa saja faktor penghambat yang ibu temukan dalam pelaksanaan program pelatihan keterampilan disini? Jawab: Faktor penghambatnya, tidak adanya sertifikat keahlian, tidak adanya kerjasama dari pihak luar untuk menyalurkan keahlian yang diperoleh perserta setelah melaksanakan pelatihan tersebut. 8. Apa harapan Ibu terhadap peserta pelatihan? Jawab: Saya berharap dengan diadakannya program pelatihan keterampilan menjahit ini dapat memajukan kesejahteraan dan meningkatkan perekonomian warga Rw 9 serta terwujudnya harapan ibu-ibu Rw 9 Bulak Timur ini membantu para suami dalam meningkatkan perekonomin keluarga mereka masing-masing.
Depok, 25 Februari 2013
Marnih Susilawati, S.E
88
Pedoman Wawancara untuk Pelatih Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Dawiyah Usia
: 38 thn
Jabatan: Pelatih Keterampilan
1. Sudah berapa lama ibu menjadi pelatih disini? Jawab: Sejak program ini mulai dilaksanakan kira-kira bulan mei tahun 2009 2. Materi apa yang ibu ajarkan? Jawab: Saya mengajar pada tingkat dasar dan materi yang pertama saya sampaikan berupa perkenalan mesin, lalu membuat pola dan mulai percobaan menjahit dengan menggunakan kertas pola tersebut 3. Bagaimana menurut ibu tentang KopWan ini? Jawab: Saya bersyukur kopwan yang diadakan oleh ibu-ibu PKK di rw 9 ini sangat bagus karena program ini banyak memberikan ilmu yang bermanfaat, sehingga para peserta bisa menjahit dan nantinya mereka dapat meningkatkan perekonomian keluarga dengan bekal menjahit yang diberikan dari kopwan. 4. Apakah menurut ibu program keterampilan menjahit ini berpengaruh pada perkembangan keahlian menjahit peserta disini? Jawab: Jelas berpengaruh, karena dengan potensi, keahlian dan bekal ilmu yang diberikan kami dapat membuat berbagai macam pakaian yang nantinya bisa kami pergunakan untuk membuka usaha sendiri ataupun dengan bekerja sebagai karyawan pabrik garment
89
5. Bagaimana respon peserta ketika mengikuti pelatihan menjahit disini? Jawab: Respon mereka baik, dan mereka senang dengan kegiatan tersebut. Terlihat jelas ketika mereka bersemangat mengikuti pelatihan. 6. Apa faktor penghambat dalam proses pelaksanaan pelatihan menjahit disini? Jawab: Menurut saya faktor penghambat utama yang telihat pada pelatihan ini yaitu kekurangannya mesin menjahit, karena banyaknya peserta yang ingin mengikuti pelatihan ini, sedangkan alat terbatas sehingga tidak banyak peserta yang mengikuti program tersebut. 7. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah gratis ini? Jawab: Hasil yang dicapai adalah dengan keberhasilan dari beberapa peserta mahir dalam meningkatkan perekonomian keluarganya dengan membuka usaha sendiri dan dapat membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain 8. Apa harapan ibu terhadap peserta kedepannya dengan adanya pelatihan menjahit disini? Jawab: Harapan saya adalah pencapaian keinginan/harapan peserta mengkuti pelatihan untuk meningkatkan perekonomian keluarga mereka sendiri
Depok, 25 Februari 2013
Dawiyah
90
Pedoman Wawancara untuk Pelatih Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Haninah Usia
: 42thn
Jabatan: Pelatih Keterampilan
1. Sudah berapa lama ibu menjadi pelatih disini? Jawab: Sejak berdirinya program ini 2. Materi apa yang ibu ajarkan? Jawab: Pada tingkat terampil saya mengajarkan mereka cara membuat pakaian dengan fashion yang lebih bagus lagi 3. Bagaimana menurut ibu tentang KopWan ini? Jawab: KopWan adalah koperasi wanita yang diadakan oleh ibu-ibu PKK dalam naungan kelurahan Rw 9 guna meningkat perekonomian warga Rw 9. Program ini bagus, karena program tersebut sangat positif dan dapat memajukan kesejahteraan warga Rw 9 4. Apakah menurut ibu program keterampilan menjahit ini berpengaruh pada perkembangan keahlian menjahit peserta disini? Jawab: Tentu sudah pasti sangat perpengaruh, tujuan program tersebutkan untuk meningkatkan potensi dan keahlian menjahit peserta. 5. Bagaimana respon peserta ketika mengikuti pelatihan menjahit disini? Jawab: Respon mereka bagus,walaupun pada awal pelaksaan bagi tingkat dasar amatlah sulit, tetapi harapan mereka besar sehingga mereka bersemangat untuk melaksanakannya.
91
6. Apa faktor penghambat dalam proses pelaksanaan pelatihan menjahit disini? Jawab: Jika mesin rusak, tidak adanya montir khusus yang dapat memperbaiki mesin dengan cepat. 7. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah gratis ini? Jawab: Peserta yang mencapai kesuksesan, seperi Eti peserta yang membuka usaha sendiri dengan memproduksi pakaian dan leging serta membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain 8. Apa harapan ibu terhadap peserta kedepannya dengan adanya pelatihan menjahit disini? Jawab: Saya berharap peserta yang mengikuti pelatihan ini semuanya mendapatkan kesuksesan dan mampu mengembangkan diri diluar tempat pelatihan.
Depok, 25 Februari 2013
Haninah
92
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit Nama : Ibu Bunga Rita Usia
: 20
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab: Saya baru seminggu ikut pelatihan disni. 2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini? Jawab: Dari teman saya mba dewi yang telah lama ikut pelatihan ini,dan sekarang mba dewi telah bekerja di pabrik garment. 3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : Saya lulusan SMA dan sebelum pelatihan saya bekerja menjaga toko yang pemiliknya adalah bu Eti Komalasari,beliau juga pernah ikut pelatihan dan sekarang sudah mempunyai toko dan membuka usaha garmen sendiri dirumahnya. 4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini? Jawab: Saya sih senang saja, karena saya mendapatkan ilmu pengetahuan tentang menjahit dan saya bisa membuat pakaian sesuai keinginan saya nantinya jika sudah pada tingkat mahir 5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini? Jawab: Karena masih baru saya belajar materi ditingkat dasar pengenalan mesin dan membuat pola.
93
6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Jawab: Menurut saya sih Ibu Dawiyah cara mengajarnya bagus dan dapat dimengerti, beliau memantau satu per satu peserta. Jika ada yang tidak dimengerti Ibu Dawiyah tidak segan untuk membantu dan mengarahkan peserta dalam cara membuat pola dan lainnya. 7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan keterampilan ini? Jawab: Saya merasa tidak ada pengahambatnya karena saya penganguran dan belum berkeluarga. 8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini? Jawab: Jika ada modal saya sih inginnya seperti Ibu Eti Komalasari. Membuka usaha sendiri dan memasarkannya dengan membuka toko sendiri Depok, 25 Februari 2013
Bunga Rita
94
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Ida Nuraini Usia
: 25 thn
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit ( tingkat dasar)
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab: Saya sudah 2 bulan lebih disini 2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini? Jawab: Dari Ibu Rt wktu saya sedang silaturahim kerumah beliau untuk memperpanjang KTP. 3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab: Ibu rumah tangga, saya sudah menikah 2 thn, melihat suami pontang panting mencari uang sendiri saya merasa kasihan dan ingin membantu, daripada saya berdiam diri dirumah lebih baik saya ikut pelatihan tersebut dan mulai mencoba bekerja menjadi penjahit panggilan 4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini? Jawab: Bagus sekali, karena pelatihan ini kan positif juga memberikan imu yang bermanfaat kepada perempuan didesa ini, apalagi pelatihan ini diadakan secara Cuma-Cuma sehingga tidak membebani warga miskin seperti kami. 5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini? Jawab: Dari cara menggambar pakain dikertas dan pembuatan pola hingga menjahit dengan rapih 6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti?
95
Jawab: Ibu Haninah bagus,walaupun agak sedikit keras tetapi selalu memberikan motivasi untuk maju.. 7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan keterampilan ini? Jawab: Ibu rumah tangga seperti saya ini faktor penghambatnya adalah anak, maklum ibu-ibu selalu ribet dengan anak. 8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini? Jawab: Rencana saya maunya buka usaha sendiri, tetapi karena tidak ada modal maka saya bekerja saja dulu sebagai penjahit penggilan.
Depok, 25 February 2013
Ida Nuraini
96
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Eti Komalasari Usia
: 29
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat mahir)
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab: Saya alumni, sekarang saya sudah mempunyai usaha sendiri dirumah dengan memproduksi celana alandin dan leging 2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini? Jawab: Karena saya aktif dalam acara ibu-ibu PKK jadi saya tahu dari ibu-ibu tersebut. 3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab: Dulu saya ibu rumah tangga yang aktif mengikuti acara ibu-ibu PKK dan saya sering terlibat dalam acara-acara tersebut 4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini? Jawab: Sudah pasti bagus, karena dapat mensejahterakan perempuanperempuan dikampung Bulak Timur ini, khusunya di Rw 9 5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini? Jawab: Semua materi pembelajaran sudah saya kuasai 6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti?
97
Jawab: Menurut saya Ibu Dawiyah dan Ibu Haninah bagus dalam memberikan materi pembelajaran, dan mereka pun sangat berpengalaman dalam bidang menjahit tersebut.
Depok, 25 February 2013
Eti Komalasari
98
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Markonah Usia
: 29
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : 1 bulan 2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini? Jawab : Dari tetangga saya yang ikut kursus itu. 3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : Saya cuma ibu rumah tangga 4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini? Jawab : senang, karna disini ibu dapat banyak kepinteran saya bisa jahit sendiri lumayan setidaknya buat baju buat ibu dan keluarga ibu 5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini? Jawab : banyak kaya bikin pola trus belajar jahit masih banyak lagi deh yang saya tau disini. 6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Jawab : Ibu Dawiyah sieh ngajarnya bagus dan telaten, dia ngeliatin satu per satu peserta. Jika ada yang ngga dimengerti dia nggak segan-segan untuk ngebantuin dan ngasih tau peserta
99
7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan keterampilan ini? Jawab : keluaga ibu kan ibu punya anak sekolah jadi waktu kursus ibu berkurang. 8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini? Jawab : ibu sieh ga muluk-muluk ibu bisa jait buat baju sendiri untk keluarga udah seneng banget tapi jujur pengen juga buka usaha sendiri
Depok, 25 February 2013
Markonah
100
Pedoman Wawancara untuk Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit
Nama : Ibu Ros Usia
: 30
Jabatan: Peserta Pelatihan Keterampilan Menjahit (tingkat terampil )
1. Sudah berapa lama ibu mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : Saya sudah 3 bulan disini. 2. Dari mana ibu tahu tentang pelatihan keterampilan ini? Jawab : Dari teman kakak saya ikut pelatihan disini. 3. Apa kegiatan ibu sebelum mengikuti pelatihan keterampilan disini? Jawab : Saya jualan nasi uduk gorengan. 4. Bagaimana menurut ibu dengan adanya pelatihan keterampilan ini? Jawab : Saya senang, saya dapet ilmu menjahit dan saya bisa membuat pakaian sendiri mudah-mudahan bisa buka toko nanti 5. Apa saja materi yang ibu dapatkan dari pelatihan keterampilan ini? Jawab : pengenalan mesin dan membuat pola, ya sudah sampai bisa bikin 1 baju sendiri. 6. Menurut ibu bagaimana pelatih/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Jawab : Menurut saya sih Ibu Dawiyah mengajarnya bagus dan dapat dimengerti, ibu telaten banget. Ibu sering membantu dan mengarahkan peserta dalam menjahit.
101
7. Faktor penghambat yang ibu hadapi selama belajar menjahit di pelatihan keterampilan ini? Jawab : alhamdulillah Saya tidak ada pengahambatnya. 8. Apa rencara ibu setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini? Jawab : pengennya sieh punya toko sendiri mudah-mudahan ja ya mba
Depok, 25 Februari 2013
102