PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Afriyanti NIM. 12102241007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA OKTOBER 2016
ii
iii
iv
MOTTO “Jadikan masa lalu dan pengalamanmu sebagai material untuk membangun masa depanmu. Baik buruk pengalamanmu, akan bermanfaat untuk hidupmu (Penulis)”
v
PERSEMBAHAN
Atas karunia Allah SWT, Saya persembahkan skripsi ini kepada : 1. Kedua orang tua terkasihku, yang telah memberikan segalanya. 2. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP UNY yang saya banggakan.
vi
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA Oleh Afriyanti NIM. 12102241007 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta. (2)hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan. (3) faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penentuan subyek menggunakan teknik purposive sampling. Subjek penelitian ini adalah Petugas Lembaga Pemasyarakatan, pembina teknis/ instruktur dan warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan. Objek penelitian ini adalah pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan. Data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik pengumpulan data, reduksi, display data dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan data dilakukan menggunakan trianggulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta (1) pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dilakukan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Pembina Teknis berupa kegiatan pembinaan keterampilan untuk bekal warga binaan perempuan ketika bebas agar mandiri dengan kemampuan yang dimiliki. Pelaksanaan kegiatan meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada kegiatan perencanaan dilakukan identifikasi minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan perempuan. Pada tahap pelaksanaan, warga binaan diberikan materi dasar sebelum praktek. Kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan warga binaan perempuan (2) hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan adalah peningkatan keterampilan, perubahan sikap, perilaku dan motivasi (3) faktor pendukung pelaksanaan pembinaan keterampilan yakni keinginan dari diri warga binaan perempuan, tersedianya sarana dan prasarana serta adanya kepedulian dari Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan lembaga diluar Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah terbatasnya kemampuan pembina teknis, tidak adanya pembagian jadwal pembinaan keterampilan dan pemasaran produk yang belum maksimal. Kata kunci: pembinaan keterampilan, warga binaan, pemberdayaan perempuan
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta” dengan lancar. Tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.
2.
Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.
3.
Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan motivasi dan nasehat dalam penyusunan skripsi.
4.
Drs. Hiryanto,
M.Si., dosen Pembimbing Akademik
yang senantiasa
memberikan motivasi dan arahan penulis dalam menempuh studi. 5.
Dra. Nur Djazifah ER, M.Si., dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi dan berkenan meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
6.
Kedua orangtuaku dan Adik-adikku tercinta yang telah memberikan do’a dan dukungan apapun selama hidup.
vii
viii
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
PERSETUJUAN .........................................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................
iii
PENGESAHAN ...........................................................................................
iv
MOTTO ......................................................................................................
v
PERSEMBAHAN .......................................................................................
vi
ABSTRAK ..................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...............................................................................
6
C. Batasan Masalah.....................................................................................
7
D. Rumusan Masalah ..................................................................................
7
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................
8
F. Manfaat Penelitian .................................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
10
A. Kajian Teori ...........................................................................................
10
1. Tinjauan Tentang Pendidikan Luar Sekolah ....................................
10
x
a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah......... ................................
10
b. Program Pendidikan Luar Sekolah......................... ...................
10
c. Manajemen Program Pendidikan Luar Sekolah.........................
12
2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan.................................. .
19
a. Pengertian Pemberdayaan...................................... ....................
19
b. Pengertian Pemberdayaan Perempuan.................................... ..
24
c. Tujuan Pemberdayaan Perempuan......................... ....................
28
d. Tahap-tahap Pemberdayaan Perempuan......................... ...........
30
3. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan...................................
32
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ........................................
32
b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan di Indonesia...................... .
33
4. Tinjauan Tentang Pembinaan Keterampilan......................... ...........
36
a. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ...............................
36
b. Tujuan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ...................
37
c. Metode Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ..................
39
d. Konsep Keterampilan .................................................................
40
5. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan ............................................................
41
6. Tinjauan Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat ...................
43
B. Penelitian yang Relevan .........................................................................
45
C. Kerangka Pikir .......................................................................................
47
D. Pertanyaan Penelitian .............................................................................
51
BAB III METODE PENELITIAN
53
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................
53
B. Setting dan Waktu Penelitian .................................................................
54
C. Subjek dan Obyek Penelitian .................................................................
55
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................
56
E. Instrumen Penelitian...............................................................................
57
xi
F. Teknik Analisis Data .............................................................................
57
G. Pengujian Keabsahan Data.....................................................................
60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
61
A. Deskripsi Lembaga Pemasyarkatan Klas II A Wirogunan ....................
61
1. Sejarah Lapas Wirogunan ................................................................
61
a. Kondisi Umum ...........................................................................
61
b. Sejarah ........................................................................................
61
2. Visi, dan Misi Lapas Klas II A Wirogunan .....................................
62
3. Dasar Hukum ...................................................................................
63
4. Tujuan dan Fungsi Lapas .................................................................
64
5. Sasaran .............................................................................................
65
6. Program Strategis .............................................................................
66
7. Sistem Pembinaan Terpadu ..............................................................
67
8. Struktur Organisasi ..........................................................................
68
9. Data Kepegawaian ...........................................................................
70
10. Anggaran Dana.................................................................................
72
11. Sarana dan Prasarana........................................................................
72
12. Daftar Warga Binaan Lapas Wirogunan ..........................................
73
13. Subjek Penelitian..............................................................................
73
B. Hasil Penelitian ......................................................................................
76
1. Pemberdayaan Perempuan Warga Binaan Perempuan ....................
76
a. Penyebab Perempuan Menjadi Warga Binaan......................... ..
76
b. Kontribusi Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan........................................................ .......................... c. Tahap Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan................. .......
78 79
d. Perencanaan Program Pembinaan Keterampilan .......................
84
2. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan ...........................................
90
3. Evaluasi Pembinaan Keterampilan ..................................................
96
4. Keberhasilan Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan.........................
98
xii
a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan...............
99
b. Barang atau Produk yang Dihasilkan......................... ................
106
5. Faktor Pendukung dan Penghambat PelaksanaanPembinaan Keterampilan......................... ........................................................... a. Faktor Pendukung......................... .............................................
108 108
b. Faktor Penghambat.....................................................................
109
C. Pembahasan ............................................................................................
111
1. Pemberdayaan Perempuan, Lembaga Pemasyarakatan dan Pembinaan Keterampilan. ................................................................ 2. Perencanaan Pembinaan Keterampilan...................................... ......
111 114
3. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan.............................................
118
4. Evaluasi Pembinaan Keterampila......................... ...........................
121
5. Hasil Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan ..........................................................................
122
a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan............
122
1) Peningkatan Keterampilan ...................................................
122
2) Perubahan Sikap dan Perilaku ..............................................
123
3) Perubahan Motivasi ..............................................................
124
b. Barang dan Produk yang Dihasilkan ..........................................
125
6. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembinaan Keterampilan .......
126
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
129
A. Kesimpulan ............................................................................................
129
B. Saran ......................................................................................................
132
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
133
LAMPIRAN ................................................................................................
136
xiii
DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan..........................................
70
Tabel 2. Data Pegawai Berdasarkan Agama ................................................
70
Tabel 3. Data Pegawai Berdasarkan Golongan ............................................
71
Tabel 4. Data Pegawai Berdasarkan Penugasan ..........................................
71
Tabel 5. Daftar Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................................
73
Tabel 6. Profil Sumber Data Penelitian........................................................
75
xiv
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1.Bagan Kerangka Pikir .................................................................
50
Gambar 2. Struktur Organisasi.....................................................................
68
xv
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Petugas Lapas Wirogunan ........
138
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Pembina Teknis.........................
140
Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Warga Binaan Perempuan ........
143
Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ............................................................
145
Lampiran 5. Catatan Lapangan ....................................................................
147
Lampiran 6. Reduksi Data............................................................................
158
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian .................................................................
178
Lampiran 8. Dokumentasi ............................................................................
181
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan sebuah negara membutuhkan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui program pemberdayaan. Pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok masyarakat yang lemah dan belum memiliki kemampuan serta keahlian yang baik dalam melaksanakan proses pemenuhan kebutuhan dan pembangunan. Dari segi ekonomi perempuan dipandang masih lemah, kecenderungan perempuan memasuki pasar kerja lebih rendah dibanding laki-laki. Disamping itu, perempuan tidak memiliki keterampilan yang cukup sehingga mengakibatkan perempuan terperangkap dalam garis kemiskinan. Keadaan inilah yang menjadi pemicu kaum perempuan ikut terjun ke dunia kerja dengan alasan membantu suami untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang semakin meningkat. Akan tetapi lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia saat ini jumlahnya sangat terbatas. Data yang diperoleh Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah pencari kerja di Indonesia ada 240.476 orang sedangkan jumlah lowongan kerja yang tersedia ada 135.301 tenaga kerja yang dibutuhkan. Padahal jumlah penduduk di Indonesia adalah 237.641.326 jiwa, bahkan pada tahun 2014 bertambah menjadi 244.818.900 jiwa. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat Indonesia tidak tertampung dalam lapangan pekerjaan tersebut tidak terkecuali para kaum perempuan.
1
Sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak dan kurangnya keterampilan yang dimiliki menyebabkan sebagian masyarakat tak terkecuali perempuan, terpaksa melakukan segala cara seperti aksi pencurian, penipuan bahkan menjadi bandar narkoba untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, padahal jelas-jelas perbuatan tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum. Dalam perhitungan Badan Pusat Statistik, selama periode tahun 2011-2013 terjadi 342.084 kasus kejahatan di Indonesia yang dilaporkan oleh Polda Metro Jaya. Data tersebut menjelaskan bahwa tindak kriminal tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki melainkan kaum perempuan juga melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, kaum perempuan yang terlanjur melakukan tindak kriminal tersebut harus ditindak sebagaimana hukum yang berlaku serta mau tidak mau mereka yang melanggar hukum akan menyandang status sebagai warga binaan pemasyarakatan. Maka dari itu, para warga binaan perempuan harus dilibatkan dalam program pemberdayaan perempuan yang dilakukan selama mereka berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut dimaksudkan agar kaum perempuan yang terjerumus ke dalam tindakan kriminal tersebut tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Kegiatan pemberdayaan perempuan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan ditujukan agar dapat memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan diri warga binaan perempuan serta bersikap optimis akan masa depannya. Selain itu, kegiatan pemberdayaan dilakukan agar para warga binaan perempuan memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk dijadikan bekal mampu hidup mandiri. Kegiatan pemberdayaan juga ditujukan agar para warga binaan menjadi manusia yang patuh dan taat hukum yang tercermin pada sikap dan
2
perilakunya selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan sampai nanti mereka bebas dan menjalankan peran sosialnya kembali di masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan kegiatan pembinaan untuk warga binaan perempuan selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Menurut UUD dalam Pasal 1 ayat 3 No. 12 Tahun 1995, disebutkan bahwa “Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan”. Sedangkan pembinaan yakni segala usaha atau tindakan yang berhubungan langsung dengan perencanaan,
penyusunan,
pembangunan
atau
pengembangan,
pengarahan,
penggunaan serta pengendalian sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan dilakukan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali kepada peran sosial yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pembinaan bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan merupakan salah satu bagian dari program pemberdayaan perempuan. Salah satu pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk warga binaan perempuan adalah kegiatan pembinaan keterampilan. Pemberdayaan Perempuan yang dilakukan melalui kegiatan pembinaan keterampilan
bertujuan
agar
setelah
warga
binaan
keluar
dari
Lembaga
Pemasyarakatan, mereka dapat hidup mandiri dengan bekerja pada orang lain atau dengan membuka usaha sendiri, sehingga mereka dapat berguna di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, pembinaan keterampilan merupakan pembinaan yang dimaksudkan untuk memfasilitasi warga binaan perempuan dalam memperoleh pengalaman
baru
khususnya
bidang
keterampilan
3
praktis,
mewadahi
dan
meningkatkan keterampilan warga binaan perempuan sesuai dengan minat dan bakat serta memberikan bekal keterampilan yang bermanfaat. Meskipun harus diakui bahwa pembinaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta proses yang tidak cepat, namun seiring dengan berjalannya masa tahanan warga binaan dapat menjalani proses dengan baik dan dapat kembali berbaur di dalam masyarakat. Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pembinaan dikategorikan kedalam ruang lingkup pembinaan warga binaan agar membuat warga binaan dapat bergaul dengan warga binaan lain selama menjalani keterampilan dan juga sebagai bekal warga binaan dalam proses reintegrasi dengan masyarakat. Peran masyarakat juga dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pembinaan dan dibutuhkan sikap menerima kembali ketika para warga binaan pemasyarakatan bebas. Selain itu, peranan Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Pembina Teknis juga sangat menentukan keberhasilan kegiatan pembinaan keterampilan. Mengingat bahwa latar belakang para perempuan melakukan tindak kriminal adalah karena faktor perekonomian dan kurangnya keterampilan, maka mereka perlu mendapatkan pemberdayanan untuk memperbaiki diri dan mendapat bekal keterampilan agar lebih produktif dan bermanfaat untuk kehidupan setelah bebas. Namun sangat disayangkan bahwa pembinaan keterampilan yang dilakukan terkadang belum optimal. Masih adanya keterbatasan anggaran, sumber daya manusia serta kurangnya fasilitas atau tempat menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan. Sehingga dapat dikatakan belum banyak usaha pemberdayaan
perempuan
untuk
warga
4
binaan
perempuan
di
Lembaga
Pemasyarakatan yang dapat membekali mereka untuk kehidupan yang lebih layak kelak ketika berperan kembali di masyarakat. Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pemberdayaan warga binaan akan dapat terlaksana secara maksimal dengan menjalin kerjasama dengan pihak ketiga baik dengan instansi pemerintah maupun pihak swasta yang dapat memberikan bimbingan keterampilan yang bermanfaat di masyarakat apabila kelak telah habis masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut juga dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, yakni melakukan kerjasama dengan pihak diluar Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan, antara lain bekerjasama dengan Batik Margaria, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Bella Accessories dan kegiatan pameran produk lokal. Kegiatan diatas dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan dan menyalurkan produk hasil karya para warga binaan perempuan umtuk kemudian dipasarkan. Namun tidak dipungkiri bahwa pembinaan keterampilan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan belum optimal dilaksanakan, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi, contoh masih kurangnya sumber tenaga ahli atau pembina yang mempunyai peran penting terselenggaranya pembinaan keterampilan. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, sehingga pelaksanaan pembinaan keterampilan tidak dapat maksimal. Selain itu, waktu luang yang dimiliki oleh warga binaan perempuan kurang digunakan untuk menambah keterampilan mereka yang nantinya akan bermanfaat bagi kesejahteraan hidupnya kelak setelah bebas.
5
Dari latar belakang inilah peneliti ingin mengkaji tentang pemberdayaan perempuan
melalui
pembinaan
keterampilan
yang dilakukan
di
Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Dengan harapan dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan, hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan serta mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan karena pembinaan keterampilan merupakan salah satu pembinaan warga binaan yang memiliki peranan penting dalam rangkan pencapainan tujuan pemasyarakatan. Selain itu, pembinaan keterampilan diberikan agar kaum perempuan yang terjerumus dalam tindak kriminal tersebut tidak melakukan tindakan kriminal kembali dan bekal keterampilan yang didapatkan dapat dirasakan kebermanfaatannya bagi mereka ketika bebas nanti.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Kondisi perekonomian keluarga yang rendah dapat berdampak pada kaum perempuan melakukan tindak kriminal yang membuat mereka menjadi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan. 2. Belum banyak usaha pemberdayaan perempuan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan yang dapat membekali mereka untuk kehidupannya kelak setelah bebas.
6
3. Kurang optimalnya kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. 4. Waktu luang yang ada di Lembaga Pemasyarakatan kurang dimanfaatkan oleh warga binaan perempuan untuk menambah keterampilan yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan hidup mereka. 5. Masih rendahnya keterampilan warga binaan perempuan yang menjadikan mereka kurang dapat memasuki pasaran kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar peneitian ini lebih terfokus dan mendalam, maka permasalahan ini dibatasi pada kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah Merujuk dari penjabaran latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah untuk penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaanprogram pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta?
7
2. Bagaimana keberhasilan dari pembinaan ketrampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta sebagai bentuk pemberdayaan perempuan ? 3. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta ? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta 2. Hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta 3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini ialah : 1.
Manfaat Praktis a. Penyelenggara dan Instruktur (1) Memberikan gambaran terkait program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta.
8
(2) Dapat mengetahui faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta. 2.
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta (1) Memberikan
gamabaran
pelaksanaan
program
pemberdayaan
perempuan melalui pembinaan keterampilan. (2) Sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pembinaan keterampilan sebagai program pemberdayaan perempuan. 3.
Manfaat Teoritis a. Mengembangkan
keilmuan
Pendidikan
Luar
Sekolah
dalam
hal
pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta dan sebagai referensi penelitian selanjutnya.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan Tentang Pendidikan Luar Sekolah a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah Menurut Umberto Sihombing Pendidikan Luar Sekolah adalah usaha sadar yang diarahkan untuk menyiapkan, meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia, agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan daya saing untuk merebut peluang yang tumbuh dan berkembang, dengan mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber yang ada di lingkungannya. Sasaran, pendekatan, dan keluaran Pendidikan Luar Sekolah berbeda dengan pendidikan sekolah, bukan merupakan pendidikan sekolah yang dilakukan di luar waktu sekolah (2000: 12). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah merupakan suatu upaya sadar yang mengarah padapenyiapan sumber daya manusia menjadi lebih baik melalui pemberian pengetahuan, keterampilan, sikap serta daya saing untuk mengambil peluang yang ada dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Pendidikan Luar Sekolah merupakan pendidikan diluar sekolah formal sehingga tidak memandang jenis kelamin, umur, strata sosial, suku,ras ataupun agama. b. Program Pendidikan Luar Sekolah Menurut Arief dalam buku Sudjana (2001: 27-28) penggolongan program pendidikan luar sekolah atas dasar sasaran, jenis program, dan lembaga penyelenggara. Program pendidikan luar sekolah atas dasar sasaran,
10
program dapat diklasifikasikan menurut karakteristik calon peserta didik seperti latar belakang pendidikan, tingkatan usia, jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal, dan latar belakang sosial. Berdasarkan jenis program, program pendidikan luar sekolah terdiri dari pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan pendidikan kader. Berdasarkan lembaga penyelenggara program pendidikan luar sekolah dapat dilakukan oleh instansi pemerintah, badan-badan swasta dan masyarakat. Menurut Sudjana (2001:21) program Pendidikan Luar Sekolah berdasarkan fungsinya dalam pembangunan daerah dikategorikan menjadi lima macam, yakni: 1) program yang berkaitan dengan ideology negara dan moral bangsa bagi masyarakat, 2) pendidikan dasar, 3) pendidikan mata pencaharian, 4) pendidikan keterampilan kejuruan/ keterampilan, 5) pendidikan
lainnya
yang
meliputi
penyuluhan,
motivasi,
pelatihan
kepemudaan, kepramukaan, dan penataran mubaligh. Dari beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa program Pendidikan Luar Sekolah dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah, badanbadan swasta dan masyarakat. Salah satunya ialah Lembaga Pemasyarakatan yang didirikan oleh instansi pemerintah yang mempunyai tugas untuk memberdayakan warga binaan didalamnya. Hal tersebut mengingat bahwa Pendidikan Luar Sekolah tidak memandang usia, jenis kelamin, ras, agama maupun strata sosial. Kemudian kegiatan yang dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut disesuaikan dengan karakteristik calon
11
peserta didik seperti latar belakang pendidikan, tingkatan usia, jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal, dan latar belakang sosial c. Manajemen Program Pendidikan Luar Sekolah Manajemen mengandung arti semua kegiatan yang diselenggarakan oleh seseorang atau lebih, dalam suatu kelompok atau organisasi atau lembaga untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga yang telah ditetapkan. Sedangkan program dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok dan organisasi atau lembagayang memuat komponenkomponen program. Komponen – komponen tersebut meliputi tujuan, sasaran, isi dan jenis kegiatan, proses kegiatan, waktu, fasilitas, alat, biaya, organisasi penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Adapun pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha yang dilakukan dengan sadar, sengaja, teratur, dan berencana
yang
bertujuan
untuk
membantu
peserta
didik
dalam
mengembangkan dirinya sehingga terwujud manusia yang gemar belajarmembelajarkan, mampu meningkatkan taraf hidup, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat. Dengan demikian terdapat keterkaitan yang erat antara manajemen, program dan khususnya pendidikan luar sekolah. 1) Prinsip Perencanaan Perencanaan sebagai kegiatan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan perlu memperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut. Pertama, perencanaan disusun berdasarkan kebijakan dan kebutuhan apa dan siapa yang ingin dipenuhi. Hal ini berarti bahwa
12
penyusunan program pendidikan luar sekolah harus diawali dengan mengidentifikasi kebutuhan belajar dan karakteristik sasaran, sehingga perencanaan yang disusun merupakan penjabaran kebijakan yang telah ditetapkan.Kedua, konsistensi, yang berarti bahwa perencanaan disusun dengan memperhatikan rencana yang telah disusun, sehingga kegiatan yang direncanakan itu berkesinambungan dengan kegiatan sebelumnya. Ketiga, berdaya guna dan berhasil guna, berarti bahwa perencanaan harus berorientasi pada pemanfaatan sumber daya yang ada secara cermat dengan hasil yang seoptimal mungkin. Dengan demikian kegiatan penyusunan rencana harus memperhatikan dan mengikutsertakan kemampuan masyarakat sehingga sumber
daya
yang
ada
pada
masyarakat
dapat
dilibatkan
dalam
pelaksanaannya. Keempat, menyeluruh, dalam arti bahwa dalam perencanaan program pendidikan luar sekolah perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program seperti masukan, proses, keluaran dan dampak program pendidikan luar sekolah. Dalam tahap perencanaan ini, yang perlu dilakukan penggerak atau penyelenggara program adalah sebagai berikut: a) Menentukan kelompok sasaran Langkah ini amat penting bagi penyelenggara program karena melalui langkah ini kegiatan motivasi akan lebih terarah dan mengena pada pihak yang menjadi sasaran. Secara umum yang dimaksud dengan sasaran adalah semua pihak yang terkait dengan program, khususnya dalam hal iniadalah kegiatan pendidikan luar sekolah. Sebagai contoh,
13
kelompok sasaran pendidikan luar sekolah ialah warga masyarakat tuna aksara, putus sekolah, putus jenjang pendidikan, atau yang telah lulus tetapi membutuhkan layanan pendidikan atau keterampilan tertentu. Kelompok sasaran lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah antara lain ialah pemuka masyarakat, pamong belajar, dan pimpinan instansi terkait. b) Mengidentifikasi kelompok sasaran Mengidentifikasi adalah kegiatan mencari, menemukan dan mencatat data tentang kelompok sasaran program, yang kemudian diolah menjadi informasi mengenai kelompok sasaran tersebut. Dengan demikian langkah ini dimaksudkan untuk mencari, menemukan dan mencatat data mengenai kelompok sasaran. c) Mempelajari data tentang kelompok sasaran Berdasarkan data yang telah diidentifikasi tersebut akan diperoleh berbagai informasi tentang kebutuhan dan masalah yang perlu dipenuhi dan diatasi. Selanjutnya mempelajari data dan informasi itu dengan cermat dengan menganalisis kebutuhan dan masalah, serta mengkaji sumber-sumber dan peluang yang tersedia, serta kendala yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan program. Upaya ini diakhiri dengan mencari alternatif kegiatan untuk memenuhi kebutuhan atau untuk memecahkan masalah.
14
d) Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah Dalam menentukan prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi dan/ atau masalah yang harus dipecahkan, penyelenggara program dapat melakukan musyawarah dengan kelompok sasaran, tokoh masyarakat dan/ atau pihak-pihak lainnya yang terkait. e) Menetapkan topik dan tujuan program Kegiatan ini dapat dilakukan oleh penyelenggara program sesudah prioritas kebutuhan dan/ atau masalah ditentukan. Topik program harus sesuai dengan kebutuhan dan/ atau masalah yang dihadapi kelompok sasaran. Tujuan program perlu dirumuskan dengan jelas dan hasilnya dapat diukur. Dalam merumuskan tujuan program, ada baiknya apabila dirumuskan sebagaimana tujuan belajar yang mengandung ranah kognisi, afeksi dan psikomotorik atau mencakup aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi. f)
Menyusun materi Materi harus sesuai dengan tujuan. Hal ini berarti bahwa bahan atau materi itu mendukung untuk tercapainya tujuan program. Materi disusun secara sistematis atau berurut, dimulai dari bahan yang mudah menuju kepada bahan yang lebih sulit atau dari materi yang konkrit ke arah materi yang abstrak. Materi disusun berdasarkan sumber-sumber yang relevan seperti buku, pengalaman sendiri, dan nara sumber.
15
g) Memilih dan menentukan metode dan teknik Di dalam memilih dan menentukan metode dan teknik motivasi perlu dipertimbangkan karakteristik kelompok sasaran, situasi, dan fasilitas
yang
tersedia.
Metode
dapat
dipilih
sesuai
dengan
pengorganisasian kelompok sasaran. sasaran perorangan (individual), sasaran kelompok dan sasaran komunitas atau massa. Teknik dipilih dan ditentukan berdasarkan metode yag digunakan. Teknik yang dapat digunakan yakni teknik tutorial atau bimbingan perorangan, teknik diskusi atau demonstrasi, dan teknik kontak sosial atau “persuasi sosial”. h) Menyiapkan daftar sasaran Kelompok sasaran perlu dicatat dalam daftar sasaran oleh sebab itu daftar sasaran perlu disiapkan sebelum program dilaksanakan. Daftar tersebut berguna untuk mengetahui kehadiran sasaran, catatan tentang hal-hal khusus mengenai sasaran, dan informasi untuk tindak lanjut program. i) Menentukan waktu dan tempat Penentuan waktu dan tempat perlu dilakukan melalui musyawarah antara penyelenggara dengan kelompok sasaran. Musyawarah ini penting untuk mengetahui keterlibatan kelompok sasaran sesuai dengan kesediaan, kesanggupan, dan aspirasi mereka sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa ikut memiliki dan tanggung jawab kelompok sasaran dengan keberhasilan program.
16
2) Pelaksanaan Dalam tahap ini penyelenggara program sudah terlibat langsung dalam pelaksanaan
program.
Pelaksanaan
program
ini
mungkin
hanya
memerlukan waktu beberapa jam saja atau mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan. Hal tersebut tergantung pada keragaman kebutuhan dan masalah yang dihadapi, luasnya materi, dan hasil serta dampak pelaksanaan program.Beberapa langkah yang perlu dilakukan penyelenggara program dalam tahap pelaksanaan program di lapangan, adalah sebagai berikut : a) Melakukan konsultasi kepada pemuka masyarakat Konsultasi dilakukan kepada pimpinan informal dan pimpinan formal masyarakat. Melalui konsultasi ini penyelenggara program bisa memperoleh masukan antara lain tentang kondisi kelompok sasaran, saran-saran untuk pelaksanaan program, dan mungkin pula bantuan dari pemuka masyarakat untuk melakukan program. b) Berkomunikasi dengan sasaran Dalam berkomunikasi dengan sasaran, penyelenggara program menggunakan materi, metode dan teknik, serta waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan dalam tahap persiapan. c) Menjelaskan manfaat program bagi kelompok sasaran Penyelenggara program dapat menarik perhatian, menggugah hati, membangkitkan keinginan, meyakinkan dan menggerakkan kelompok sasaran untuk dapat menerima, menginternalisasi, dan melaksanakan pesan motivasi dalam upaya memenuhi kebutuhan dan
17
memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaskanaan program pendidikan luar sekolah. d) Mencatat sasaran dan peristiwa program Kelompok sasaran dicatat dalam daftar yang telah disiapkan berikut kejadian- kejadian yang dianggap penting sewaktu program berlangsung. 3) Penilaian atau Evaluasi Penilaian
atau
evaluasi
dilakukan
dengan
kegiatan
pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data atau informasi tentang program untuk digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan mengenai program tersebut. Untuk menilai program ini perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a) Menentukan tujuan penilaian Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tercapainya tujuan program, proses program, dampak, dan/ atau faktor- faktor pendukung program. b) Menyusun instrumen penilaian Instrumen penilaian bisa terdiri atas pedoman wawancara, pedoman observasi, dan/ atau angket yang digunakan untuk menghimpun data/ informasi dari berbagai pihak yang terkait.
18
c) Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data/ informasi Data dan informasi yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan teknik- teknik yang cocok, dan kemudian disajikan baik secara tertulis maupun secara visual. d) Penggunaan hasil penilaian Data/ informasi yang telah disajikan digunakan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan tentang program itu. Produk pengambilan keputusan itu bisa berupa penghentian program atau tindak lanjutnya seperti perluasan, modifikasi, atau peningkatan motivasi. 2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan a. Pengertian Pemberdayaan Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Ambar T Sulistiyani, 2004 : 77). Pemberdayaan menurut Edi Suharto (2010: 59) adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individuindividu yang mengalami masalah kemiskinan. Individu dalam masyarakat yang memiliki kebutuhan besar untuk mendapatkan treatment pemberdayaan adalah para kaum perempuan.
19
Winarni (dalam Ambar T Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan, bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yakni pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment) dan terciptanya kemandirian. Pemberdayaan terjadi pada pada individu yang memiliki kemampuan, dan atau individu yang memiliki daya yang masih terbatas. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu ataupun masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Sedangkan kemandirian tersebut ditandai oleh suatu kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal individu tersebut (Ambar T Sulistiyani, 2004 : 80). Secara konseptual, menurut Suharto (2009 : 57) pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Upaya meningkatkan suatu pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi (Suharto, 2009 : 102), yaitu : a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah penegenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, artinya tidak ada masyarakat yang sama
20
sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri dengan mendorong, memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini juga meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities)
yang
akan
membuat
masyarakat
semakin
berdaya.Dalam upaya pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah meningkatkan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Masukan pemberdayaan ini menyangkut pembangunan sarana dan prasarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, jembatan, maupun sekolah dan juga fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh msyarakat lapisan paling bawah, serta kesediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya karena program-program umum yang berlaku untuk semua tidak selalu menyentuh pada lapisan masyarakat ini.
21
c. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Oleh karena itu, kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Menurut Ambar T Sulistiyani (2004 : 83-84) terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu : a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam proses pemberdayaan. Pihak pemberdaya/actor/pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapanketerampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Individu akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. keadaan ini akan mensimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan-keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini, masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subjek dalam pembangunan. c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan sehingga
terbentuklah
inisiatif
22
dan
kemampuan
inovatif
untuk
mengantarkan pada kemandirian. Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang
diperlukan,
supaya
mereka
dapat
membentuk
kemampuan
kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Pada tahapan ini, masyarakat telah menjadi subyek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi innovator saja. Menurut
Kindervatter
dalam
buku
Manajemen
Pemberdayaan
Perempuan (Anwar, 2007 : 77) “pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan social ekonomi dan politik sehingga kelak dapat meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat”. Dari beberapa pendapat di atas mengenai pemberdayaan dapat
disimpulkan
bahwa
pemberdayaan
merupakan
sebuah
proses
pengembangan kemampuan dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh individu atau kelompok agar menjadi berdaya. Pemberdayaan menjadi sangat penting jika diterapkan kepada para perempuan yang sedang menjalani masa pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan, pemberdayaan yang dilakukan bertujuan agar tercipta kemandirian melalui pemberian pendidikan untuk meningkatkan kesadaran serta memberikan kecakapanketerampilan agar dapat meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga tidak
23
mengulangi kesalahan yang sama lagi dan dapat bersosialisasi dan berperan kembali di masyarakat Ada
beberapa
tahap
yang
harus
dilakukan
dalam
kegiatan
pemberdayaan, yaitu Pertama, tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli. Pada tahap penyadaran ini adalah tahapan persiapan dalam proses pemberdayan dimana pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan berusaha menciptakan proses pemberdayaan yang efektif. Kedua, tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Ketiga, tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan sehingga terbentuklah kemampuan kemandirian. Tahap ini merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. b. Pengertian Pemberdayaan Perempuan Di Indonesia jumlah populasi perempuan tergolong besar, atas dasar inilah perempuan menjadi salah satu komponen pembangun bangsa yang penting dan potensial sebagai agen perubahan maupun subyek pembangunan. Perempuan memiliki peran dalam segala bidang seperti bidang ekonomi, bidang pendidikan serta bidang social budaya selain berperan dalam keluarga. Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan pemberdayaan agar para perempuan menjadi pribadi yang berkualitas atas kemampuan dan potensi yang dimiliki sehingga kaum perempuan tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang lemah.
24
Menurut Hubeis (2010: 125), pember-dayaan perempuan adalah “upaya memper-baiki status dan peran perempuan dalam pembangunan bangsa, sama halnya dengan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan”.
Daulay
(2006:
7)
menyam-paikan
bahwa
program
pemberdayaan perempuan di Indonesia pada hakekatnya telah dimulai sejak tahun 1978. Dalam perkembangannya upaya dalam kerangka pemberdayaan perempuan ini secara kasat mata telah menghasilkan suatu proses peningkatan dalam berbagai hal. Seperti peningkatan dalam kondisi, derajat, dan kualitas hidup kaum perempuan di berbagai sektor strategis seperti bidang pendidikan, ketenagakerjaan, ekonomi, kesehatan dan keikutsertaan ber-KB. Menurut Karl M. (dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka, 1996: 63) pemberdayaan perempuan dipandang sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi yang lebih besar, kekuasaan, dan pengawasan pembuatan keputusan yang lebih besar, dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. Upaya pemberdayaan perempuan dapat dilakukan dengan usaha menyadarkan dan membantu mengembangkan potensi yang ada, sehingga menjadi manusia yang mandiri. Bahkan berarti bahwa perempuan mendominasi atau membuat kekuasaan dari laki-laki, akan tetapi dalam arti mengembnagkan diri dan menentukan nasib sendiri dengan kebersamaan. Konsep kesetaraan juga perlu dikembangkan agar tidak terjadi perselisihan.
25
Menurut Andi Hanindito, pemberdayaan perempuan merupakan upaya peningkatan kemampuan perempuan dalam memeperoleh akses dan control terhadap semua sumber daya dalam seluruh aspek kehidupan (Andi Hanindito, 2011 : 11). Sedangkan Menurut Onny S. Prijono menyatakan bahwa “proses pemberdayaan perempuan merupakan tindakan usaha perbaikan atau peningkatan ekonomi, social budaya, politik dan psikologi baik secara individual maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik dan kelas social. Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan ada empat kelompok perempuan yang perlu menjadi perhatian yaitu kelompok perempuan yang sama sekali tidak mampu dan tidak memiliki sumber-sumber karena beban kemiskinan, perempuan yang memiliki sumber-sumber tetapi belum/ tidak berusaha untuk meningkatkan dirinya, perempuan yang telah melakukan usaha namun tidak memiliki sumber-sumber, dan perempuan yang telah memiliki kemampuan dan peran serta mampu memanfaatkan sumbersumber. Kelompok yang terakhir merupakan kelompok yang sudah berdaya dan mungkin sudah terbuka pikirannya dan merdeka. Proses pemberdayaan diri pada perempuan akan menjadi lebih cepat jika perempuan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Winarni (dalam Ambar T. Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu sebagai berikut :
26
1) Pengembangan (enabling) Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak memiliki daya setiap masyarakat yang sama sekali tidak memiliki daya setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum dapat diketahui secara eksplisit, sehingga daya harus digali dan kemudian dikembangkan. 2) Memperkuat potensi atau daya (empowering) Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. 3) Terciptanya kemandirian Pemberdayaan hendaknya jangan menjabak masyarakat dalam perangkap ketergantungan (chaity), pemberdayaan sebaiknya harus mengantarkan pada proses kemandirian. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pemberdayaan mencakup berbagai aspek yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan individu atau kelompok. Pemberdayaan perempuan adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk menggali potensi yang dimiliki perempuan yang dapat digunakan sebagai bekal hidup, mengembangkan, memantapkan atau menguatkan potensi tersebut. Sehingga dengan adanya
27
pemberdayaan tersebut, kaum perempuan dapat menjadi mandiri dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Berbagai konsep pemberdayaan perempuan yang telah diuraikan di atas merujuk pada kemampuan individu, khususnya pada kelompok perempuan yang dipandang lemah dalam aspek tertentu. Salah satunya adalah kelompok perempuan yang bersatus sebagai warga binaan pemasyarakatan atau narapidana di Lapas Wirogunan. Oleh karena itu, Lapas Wirogunan menyelenggarakan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dapat bermanfaat bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan setelah keluar nanti agar dapat turut serta dalam melaksanakan pembangunan bangsa melalui keterampilan yang dimilikinya. c. Tujuan Pemberdayaan Perempuan Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan menurut Ambar T. Sulistiyani (2004 : 80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi menggunakan daya kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan
28
pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Anindya Sulasikin dalam buku yang berjudul Jagad Wanita, pemberdayaan perempuan bertujuan untuk : 1) Meningkatkan keterjangkauan (akses) perempuan kepada sumber dan manfaat pembangunan (modal, tanah, pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan,pekerjaan, dan informasi). 2) Meningkatkan kesadaran wanita tentang diskriminasi gender, bahwa situasi perempuan dan perlakuan diskriminatif yang mereka terima bukanlah disebabkan takdir ataupun karena kekurangan pada diri meraka, akan tetapi karena sistem sosial yang mendiskriminasikan mereka. 3) Meningkatkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan masyarakat. 4) Pemberdayaan perempuan bertujuan menjadikan perempuan mandiri dalam arti ekonomi, social budaya, dan psikologis (Bainar dkk, 1999 : 17). Pemberdayaan yang dilakukan oleh karenanya harus tepat sasaran dan tujuannya. Sumodiningrat (2000 : 109) menjelaskan bahwa sasaran dan tujuan dari pemberdayaan adalah : 1) Meningkatnya peningkatan pendapatan perempuan di tingkat bawah dan menurunnya jumlah penduduk yang terdapat dibawah garis kemiskinan.
29
2) Berkembangnya kapasitas perempuan untuk meningkatkan kegiatan social ekonomi produktif keluarga. 3) Berkembangnya kemampuan perempuan dan meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat, baik aparatur maupun warga. Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemberdayaan perempuan adalah untuk membangun kesadaran para kaum perempuan mengenai kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan agar mampu mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sehingga pendapatan perempuan dapat meningkat dan dapat menjadi pribadi yang mandiri serta mampu mempertahankan diri dari diskriminasi dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. d. Tahap-tahap Pemberdayaan Perempuan Menurut Friedman (Daman Huri 2008: 86) berpendapat bahwa ada dua tahapan pemberdayaan yaitu : 1) Pemberdayaan individu Pemberdayaan individu dimulai dari membangkitkan keberdayaan setiap anggota keluarga hingga kemudian unit-unit keluarga berdaya yang selanjutnya mampu memperluas keberdayaan dan munculnya keberdayaan nasional. 2) Pemberdayaan Kelompok atau antar individu Pemberdayaan ini merupakan spiral model. Pada hakikatnya individu satu dan lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Dimulai dari unit keluarga lalu membentuk ikatan dengan keluarga lain yang disebut kelompok masyarakat, dan seterusnya sampai ikatan yang paling tinggi.
30
Sedangkan menurut Ambar T Sulistiyani, tahap-tahap yang harus dilalui dalam pemberdayaan ialah: a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, Ambar Teguh: 83) Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap yang harus dilakukan dalam program pemberdayaan perempuan adalah dilakukannya penyadaran diri dan pembentukan perilaku individu agar menyadari bahwa dirinya membutuhkan peningkatan kualitas atas dirinya sendiri. Setelah dilakukan penyadaran diri, individu harus mentransformasikan kemampuan dalam hal wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan agar dapat mendapatkan peran dan ikut ansdil dalam
proses
pembangunan.
Kemudian
meningkatkan
kemampuan
wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan agar terbentuk inisiatif dan inovatif yang kemudian mengantarkan pada kemandirian. Dengan dilakukannya tahapan-tahapan pemberdayaan perempuan tersebut dapat dipastikan akan mengantarkan kaum perempuan pada kemandirian dengan wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang dimiliki. Sehingga kaum perempuan akan memiliki peran dan mempunyai pengaruh dalam proses pembangunan. Selain itu, kaum perempuan juga sadar bahwa ia
31
memiliki kapasits dan potensi diri yang harus ditingkatkan guna kehidupan di masa yang akan datang. 3. Tinjauan tentang Lembaga Pemasyarakatan a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana atau warga binaan pemasyarakatan melalui pendidikan terutama pendidikan non formal. Melalui pendidikan non formal, para warga binaan pemasyarakatan khususnya warga binaan perempuan memperoleh pembinaan keterampilan yang bertujuan agar setelah warga binaan keluar dari Lapas dapat melanjutkan kehidupannya, khususnya dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan memanfaatkan bekal keterampilan yang dimiliki. Pemasyarakatan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan berdasarkan system kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari system pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang-orang menjalani hukuman pidana, penjara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999 : 580). Pengertian lain mengenai Lembaga Pemasyarakatan yaitu suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah Departemen Hukum dan HAM yang bertujuan untuk membina dan membimbing warga binaan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki warga binaan, petugas lembaga, serta masyarakat sesuai dengan kemampuan dan bakat serta minat demi
32
terwujudnya kesejahteraan social warga binaan pemasyarakatan dan masyarakat (Jumiati, 1995 : 13). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah Departemen Hukum dan HAM untuk memberikan pembinaan kepada warga binaan tidak terkecuali warga binaan perempuan. Pembinaan dilakukan dengan memberikan keterampilan kepada warga binaan perempuan sesuai dengan potensi yang dimiliki , bertujuan agar bermanfaat saat warga binaan keluar dari Lapas dan kembali berperan dalam masyarakat. b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan di Indonesia Berdasarkan Undang – Undang No. 12 tahun 1995 Pasal 1 Ayat 2 tentang pemasyarakatan, disebutkan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antar pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
33
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 3, fungsi diselenggarakannya sistem
pemasyarakatan
adalah
untuk
menyiapkan
warga
binaan
pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Dalam
menyelenggarakan
sistem
pemasyarakatan,
dibutuhkan
keikutsertaan seluruh pihak yang terlibat termasuk keikutsertaan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar saat warga binaan kembali ke masyarakat, mereka tidak merasa dikucilkan dan dapat kembali berperan di tengah-tengah masyarakat. c. Pengertian Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan Seseorang dapat disebut narapidana apabila melakukan tindak pidana yang dapat melanggar hukum kemudian tinggal di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 5, disebutkan bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan. Menurut UU No. 12 Pasal 1 Ayat 7 dijelaskan bahwa yang dimaksud Narapidana adalah Terpidana (seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan
hukumtetap)
yang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
34
menjalani
pidana
hilang
Sedangkan yang dimaksud dengan Anak Didik Pemasyarakatan menurut UU No. 12 Pasal 1 Ayat 8 adalah a) Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; b) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk di didik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; c) Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di Laps Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Selanjutnya yang dimaksud dengan Klien Pemasyarakatan menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 9 adalah Klien Pemasayarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian narapidana berasal dari dua suku kata yaitu Nara yang berarti orang, dan Pidana yang berarti hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, narkoba, korupsi dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 612). Jadi dari beberapa penjelasan diatas dapat diartikan bahwa narapidana atau warga binaan pemasyarakatan adalah seseorang yang sedang menjalani hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan dikarenakan melakukan tindak pidana dan telah mendapatkan putusan pengadilan.
35
4. Tinjauan tentang Pembinaan Keterampilan a. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan Sistem pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang dikenal dengan nama Pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembaga pada tanggal 27 April 1964. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, dijelaskan bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku professional serta kesehatan dan rohani narapidana. Arti dari kata pembinaan itu sendiri diambil dari kata dasar bina yaitu mengusahakan agar lebih baik, sehingga pengertian pembinaan adalah suatu usaha atau tindakan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI, 2005 : 152). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu usaha yang diwujudkan dalam kegiatan dengan maksud untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Dalam sistem pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan tidak lagi dianggap sebagai objek dan pribadi yang harus dikucilkan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Warga binaan pemasyarakatan dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, itikad dan potensi yang positif yang dapat digali dan dikembangkan dalam rangka
36
pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan ikut berperan dalam pembangunan bangsa. Maka dari itu dilakukan pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan selama berada di dalam Lapas sebagai bentuk pemenuhan hak sebagai warga binaan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam pasal 6 Undang-undang No. 12 Tahun 1995, bahwa “pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS”. Sistem pembinaan pemasyarakatan menurut Undang-undang No.12 Tahun 1995 Pasal 5 dilaksanakan berdasarkan asas : a) Pengayoman; b) Persamaan perlakuan dan pelayanan; c) Pendidikan; d) Pembimbingan; e) Penghormatan harkat dan martabat manusia; f) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan g) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. b. Tujuan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan Perkembangan pembinaan untuk warga binaan pemasyarakatan berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Tujuan perlakuan terhadap warga binaan di Indonesia mulai tampak sejak tahun 1964 saat diadakan konferensi kepenjaraan di Lembaga, bahwa tujuan pemidanaan adalah
37
pemasyarakatan, jadi mereka yang menjadi warga binaan masyarakat bukan lagi dibuat jera akan tetap dibina untuk kemudian dimasyarakatkan. Secara umum pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan pemasyarakatan bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional melalui jalur pendekatan : 1) Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka. 2) Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam lembaga pemasyarakatan
dan
kehidupan
yang lebih
luas
(masyarakat) setelah menjalani pidananya. Secara khusus pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan pemasyarakatan ditujukan agar selama masa pembinaaan dan setelah seleai menjalankan masa pidananya : 1) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya. 2) Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional. 3) Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin, serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan social. 4) Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan Negara (Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004 : 56-57)
38
Walaupun demikian, dalam rangka memudahkan warga binaan pemasyarakatan untuk berinteraksi kembali dan
menyesuaikan diri
dengan kehidupan masyarakat, maka tetap perlu adanya interaksi antara warga binaan pemasyarakatan dengan pembinaan yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan warga Negara Indonesia, mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bangsa dan Negara. Selain itu, warga binaan pemasyarakatan dapat menjadi unsur pemasyarakatan yang mampu menciptakan opini dan citra pemasyarakatan yang baik. c. Metode Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan Dalam pelaksanaan pembinaan warga binaan pemasyarakatan, instruktur atau Pembina menggunakan metode tertentu agar tujuan dari pembinaan dapat tercapai. Metode tersebut antara lain : 1)
Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnyakekeluargaan antara instruktur atau Pembina dengan yang dibina (warga binaan).
2)
Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya dengan manusia lainnya.
3)
Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis.
39
4)
Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.
5)
Pendekatan individual dan kelompok, (Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004 : 65)
d. Konsep Keterampilan Unsur yang terpenting dalam rangkaian usaha pengembangan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan dan latihan.Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah formal dan berlangsung seumur hidup.Sedangkan latihan (training) adalah pengajaran atau pemberian pengalaman kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah laku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) agar mencapai sesuatu yang diinginkan. Latihan diartikan juga sebagai suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Keterampilan diartikan sebagai suatu kecekatan, kecakapan, dan kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan dengan baik dan cermat. Menurut Legge keterampilan berarti kemampuan mengkoordinasikan dan tenaga yang bertingkat-tingkat, yaitu : 1) keterampilan yang hanya menggunakan otot atau tenaga dan hanya sedikit menggunakan pikiran. 2) keterampilan yang banyak menggunakan pikiran atau otak dan sedikit menggunakan otot, dan 3) keterampilan yang banyak menggunakan tenaga sedikit pikiran dan sedikit otot. Dengan demikian, keterampilan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang terencana dan terorganisir dalam
40
memberikan kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup. Keterampilan adalah suatu performasi yang ekonomis dan efektif dalam pencapaian suatu maksud dan fungsi keterampilan sebagai suatu bekal atau modal dasar tenaga kerja/seseorang untuk dapat bekerja atau melakukan
pekerjaan
sesuai
dengan
kualifikasinya
(keahliannya).
Keterampilan atau keahlian (skill)merupakan kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan dalam menghadapi tugastugas yang bersifat teknis atau non teknis.Kecakapan keterampilan (skill) merupakan suatu kecakapan atau keterampilan yang dapat diperoleh melalui latihan atau pengalaman.Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu usaha yang terencana dan terorganisir
dalam
memberikan
pengalaman,
kemampuan
dan
keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat warga binaan khususnya warga binaan perempuan. kegiatan tersebut ditujukan agar dapat digunakan sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup dan sebagai bekal reintegrasi dengan masyarakat kembali. 5. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan Pembinaan yang dilakukan di Lapas bertujuan untuk para warga binaan pemasyarakatan memiliki perubahan yang lebih baik dalam segi perilaku maupun kemampuan dan potensi yang dimiliki agar memiliki kepercayaan diri ketika berbaur kembali ke masyarakat. Dalam Peraturan
41
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, dijelaskan bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku professional serta kesehatan dan rohani warga binaan pemasyarakatan. kegiatan pembinaan diberikan kepada semua warga binaan pemasyarakatan, tidak terkecuali warga binaan perempuan. Maka dari itu, kegiatan pembinaan yang dilakukan untuk para warga binaan perempuan merupakan suatu kegiatan pemberdayaan perempuan khususnya para perempuan yang sedang menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan. Salah
satu
cara
pemberdayaan
perempuan
warga
binaan
pemasyarakatan dilakukan melalui pembinaan keterampilan. Pembinaan keterampilan merupakan suatu kegiatan yang terorganisir dengan memberikan pengalaman, kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat warga binaan khususnya warga binaan perempuan. Pembinaan tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan memperoleh suatu keterampilan praktis sebagai bekal yang dapat bermanfaat bagi dirinya setelah selesai menjalani masa pidana dan kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Keterampilan menjadi sangat penting untuk dimiliki setiap warga binaan perempuan, karena dengan ketrampilan yang ada dapat dijadikan sebagai modal dalam memulihkan kepercayaan diri perempuan ketika kembali ke masyarakat. Menurut Kindervatter dalam buku Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Anwar, 2007 : 98) “pemberdayaan melalui pendidikan non
42
formal memfokuskan kepada peserta didik dalam bentuk kelompok dan menekankan
pada
proses
objektif,
misalnya
penguasaan
dan
keterampilan”. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembinaan keterampilan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dapat menjadi suatu bentuk pemberdayaan khususnya pemberdayaan para warga binaan perempuan dengan mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sehingga dengan adanya pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan ini problema yang terjadi dapat terselesaikan melalui pembinaan keterampilan yang berbasis potensi individu. 6. Tinjauan Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam suatu kegiatan akan ditemukan faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai tujuan kegiatan tersebut.Faktor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu.Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua yakni: 1.
Faktor Pendukung Pendukung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan 1) orang yang mendukung 2) penyokong; pembantu; penunjang. Faktor pendukung dapat diartikan hal pendukung yang memiliki pengaruh baik terhadap proses pemberdayaan perempuan tersebut sehingga dapat memperlancar proses pemberdayaan perempuan. Faktor pendukung dari pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan dapat dilihat dari:
43
a. Sarana Prasarana Sarana menurut Tatang M. Amirin, dkk (2010: 77) ialah segala fasilitas bisa berupa peralatan, bahan dan perabot yang langsung dipergunakan dalam proses kegiatan. Sedangkan prasana adalah perangkat yang menunjang keberlangsungan kegiatan. b. Pendanaan Pendanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan penyediaan dana. c. Lingkungan sekitar Lingkungan sekitar adalah lingkungan baik secara alam maupun bukan alam yang mempengaruhi sesuatu. 2.
Faktor Penghambat Penghambat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan 1) orang yang menghambat 2) alat yang dipakai untuk menghambat. Faktor penghambat dapat dimaknai hal (peristiwa, keadaan) yang memiliki pengaruh buruk terhadap proses pemberdayaan perempuan karena bisa menghambat proses pemberdayaan perempuan. Faktor penghambat secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor penghambat internal dan
faktor
penghambat
eksternal.
Dalam
kegiatan
pembinaan
keterampilan ini faktor penghambat ialah faktor dari dalam diri warga binaan perempuan sementera faktor penghambat ialah faktor dari luar.
44
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelum penelitian dilakukan oleh seorang peneliti yang dijadikan sebagai pedoman ataupun sumber lain untuk pelengkap data penelitian. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah: 1) Penelitian yang dilakukan oleh Nuriyah (2010), mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul penelitian “Pemberdayaan Keterampilan Perempuan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)”. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tujuan dari panti social tersebut yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita, memulihkan kembali harga diri, tanggung jawab social, kemajuan dan kemampuan para perempuan agar dapat merasakan hidup wajar dalam bermasyarakat. Manfaat pemberian keterampilan tersebut bagi warga binaan adalah untuk memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan terkait dengan keterampilan yang diikuti. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang relevan dapat diketahui bahwa penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang bagaimana proses pemberdayaan perempuan melalui kegiatan pembinaan keterampilan. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nuriyah tersebut fokus penelitiannya pada
45
pemberdayaan keterampilan warga binaan perempuan yang mengalami permasalahan kekerasan dan memulihkan kembali harga diri, serta kemampuan para perempuan agar dapat merasakan hidup wajar, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini difokuskan pada pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta melalui kegiatan pembinaan keterampilan agar para warga binaan memiliki keterampilan yang kemudian dapat bermanfaat untuk bekal kehidupan saat warga binaan keluar dan kembali berbaur dengan masyarakat. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Fitria Pradini Sisworo (2013), mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul penelitian “Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta”. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode pendekatan kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan bentuk pemberdayaan perempuan melalui pembinaan warga binaan perempuan serta mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dari pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang relevan dapat diketahui bahwa penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama meniliti tentang proses pemberdayaan perempuan warga binaan perempuan yang ada di Lapas Wirogunan melalui kegiatan pembinaan
46
keterampilan. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitria Pradini Sisworo tersebut fokus penelitiannya pada seluruh kegiatan pembinaan untuk warga binaan yang ada di Lapas Wirogunan. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini hanya difokuskan pada kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.
C. Kerangka Pikir Kaum perempuan dipandang sebagai kaum yang lemah dan hanya dianggap sebagai seseorang yang hanya mampu melaksanakan tugas sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, dengan masih adanya budaya patriarki yang masih berlaku di masyarakat Indonesia secara langsung maupun tidak langsung menempatkan kaum perempuan di kelas bawah setelah laki-laki. Sulitnya
memperoleh
pekerjaan
yang
layak
dan
kurangnya
keterampilan yang dimiliki menyebabkan sebagian masyarakat tak terkecuali perempuan, terpaksa melakukan segala cara seperti aksi pencurian, penipuan bahkan menjadi bandar narkoba untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, padahal jelas-jelas perbuatan tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum. Oleh karena itu, kaum perempuan yang terlanjur terjerumus ke dalam tindakan kriminalitas dan berstatus sebagai narapidana harus dilibatkan dalam program pemberdayaan perempuan yang dimaksudkan agar kaum perempuan yang terjerumus ke dalam tindakan tersebut tidak akan mengulangi perbuatan
47
itu lagi. Salah satu program pemberdayaan perempuan yang ditujukan untuk warga binaan perempuan adalah melalui kegiatan pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat
untuk melaksanakan
pembinaan warga binaan pemasyarakatan. Pembinaan dilakukan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali kepada peran sosial yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pembinaan bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan merupakan salah satu bagian dari program pemberdayaan perempuan. Salah satu pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk warga binaan perempuan adalah kegiatan pembinaan keterampilan. Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta dimaksudkan untuk memfasilitasi warga binaan perempuan dalam memperoleh pengalaman baru khususnya bidang keterampilan praktis, mewadahi dan meningkatkan keterampilan warga binaan perempuan sesuai dengan minat dan bakat serta memberikan bekal keterampilan yang diharapkan dapat bermanfaat ketika bebas nanti. Pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilaksanakan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta antara lain pelatihan merajut, menjahit, membatik, meronce manik-manik dan membuat rangkaian bunga dari akrilik. Dalam pembinaan warga binaan perempuan ini peneliti mencoba mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan melalui
pembinaan
keterampilan
48
dengan
mencari
informasi
tentang
bagaimana langkah awal dalam menentukan pembinaan keterampilan terhadap warga binaan perempuan, kemudian bagaimana bentuk pembinaan keterampilan tersebut serta bagaimana pelaksanaannya. Selain itu peneliti juga ingin megetahui mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan. Kemudian peneliti juga ingin mengetahui tentang hasil dari pembinaan keterampilan terhadap para warga binaan perempuan yang mengikuti kegiatan tersebut, sehingga para warga binaan perempuan dapat memperoleh bekal keterampilan yang nantinya dapat bermanfaat untuk kehidupan setelah bebas atau keluar dari Lapas.
49
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Pendidikan dan keterampilan kaum perempuan yang terbatas
Subordinasi kaum perempuan
Tindakan kriminalitas perempuan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan
Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Faktor penghambat pembinaan ketrampilan
Faktor pendukung pembinaan ketrampilan
Hasil pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilanwarga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
50
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian yang dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti, sebagai berikut : 1. Pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan a. Bagaimana perencanaan program yang dilakukan sebelum diadakan pembinaan
keterampilan
untuk
warga
binaan
pemasyarakatan
perempuan ? b. Bagaimana pelaksanaan program kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan ? c. Bagaimana
bentuk
evaluasi
program
dari
proses
pembinaan
keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan ? 2. Hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan a. Apa hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan perempuan ? b. Apa perubahan yang terjadi pada warga binaan perempuan setelah mendapatkan pembinaan keterampilan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan ? 3. Faktor
pendukung
dan
penghambat
pelaksanaan
pemberdayaan
perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan.
51
a. Faktor apa saja yang dapat mendukung dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ? b. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ?
52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian Pembinaan
yang
berjudul
Keterampilan
“Pemberdayaan
Warga
Binaan
Perempuan
Perempuan
di
Melalui Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta” ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang memahami suatu fenomena yang terjadi pada subyek penelitian seperti sikap dan persepsi. “Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif kualitatif adalah pendekatan yang informasinya atau data yang terkumpul, terbentuk dari kata-kata, gambar, bukan angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang” (Sudarwan Danim,2002:51). Pendapat lain mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas social sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010:60). Sesuai pernyataan tersebut maka peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif ini dilakukan untuk menjelaskan secara mendalam mengenai pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan pemasyarakatan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif
53
kualitatif ini diharapkan temuan-temuan yang empiris dapat dijelaskan secara jelas, rinci, dan akurat dalam berbagai pembinaan ketrampilan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta sebagai upaya pemberdayaan perempuan.
B. Setting dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta yang merupakan salah satu tempat memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, khususnya kegiatan pembinaan ketrampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan. Penelitian dilakukan selama pelaksanaan pembinaan ketrampilan di Lapas Wirogunan Yogyakarta berlangsung, yaitu mulai bulan April sampai bulan Juni 2016. Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Tahap pengumpulan data awal. Tahap ini dilakukan observasi awal dengan melakukan pengamatan dan wawancara untuk mengetahui suasana dan kondisi tempat warga binaan pemasyarakatan dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan ketrampilan. b. Tahap penyusunan proposal penelitian. Dalam tahap ini dilakukan penyusunan proposal dari data-data yang telah dikumpulkan melalui tahap pengumpulan data awal. c. Tahap perijinan pada tahap ini dilakukan pengurusan ijin untuk melakukan penelitian mengenai pemberdayaan perempuan melalui pembinaan ketrampilan di Lapas Wirogunan Yogyakarta.
54
d. Tahap pengumpulan data dan analisis data. Tahap ini dilakukan pengumpulan data-data yang sudah diperoleh dan menganalisis data untuk pengorganisasian data, prosentase data, intrepetasi data dan penyimpanan data. e. Tahap penyusunan laporan. Penyusunan laporan dilakukan dengan menyusun semua data dari hasil penelitian yang diperoleh untuk selanjutnya disusun sebagai suatu laporan penelitian.
C. Subjek dan Obyek Penelitian 1. Penentuan Subyek Penelitian Penentuan subyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purpose sampling dilakukan dengan mengambil orangorang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik dan dimiliki oleh sampel itu serta dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian (Nasution, 2006 : 98). Subyek dalam penelitian ini adalah Petugas Pemasyarakatan, instruktur atau Pembina Teknis, dan warga binaan pemasyarakatan perempuan. 2. Penentuan Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan guna tertentu tentang suatu hal objektif valid dan reliabel tentang suatu hal (varian tertentu) (Sugiyono, 2009 : 58). Dari pengertian diatas, maka obyek dari penelitian ini adalah pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan pemasyarakatan perempuan
55
yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian itu merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi (pengamatan) (Bungin, 2001 : 100). Wawancara ini dilakukan secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya kepada subyek penelitian sehingga data tersebut
dapat
menggambarkan
bagaiman
pembinaan
ketrampilan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan perempuan sebagai upaya pemberdayaan perempuan secara akurat sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Observasi Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengetahui perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam (Sugiyono, 2009 : 145). Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan mengamati langsung situasi pembinaan ketrampilan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Peneliti berusaha
56
mengamati kegiatan pembinaan ketrampilan sebagai upaya pemberdayaan perempuan. 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumentasi dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, catatan khusus dalam pekerjaan social dan dokumen lainnya (Soehartono, 2005 : 70). Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dan dokumen nyata yang dapat mendukung keakuratan penelitian. E. Instrumen Penelitian Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif maka pada penelitian ini, peneliti adalah instrumen utama. Namun, disamping peneliti sebagai instrumen utama, pengumpulan data juga menggunakan bantuan instrumen lain sebagai penunjang. Diantaranya catatan, dokumen, pedoman wawancara, pedoman observasi dan data lain yang berkaitan dengan fokus penelitian. Penelitian ini, peneliti terlibat langsung dalam pengambilan data dengan menggunakan teknik pengamatan atau observasi untuk mendapatkan data nyata di lapangan. Dengan demikian peneliti mencatat segala aspek kegiatan pembinaan ketrampilan yang dilakukan kepada warga binaan pemasyarakatan perempuan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan. F. Teknik Analisis Data Milles
dan
Huberman
dalam
Rohidi
(Sugiyono,
2011:246)
menyatakan bahwa analisis data terdiri atas empat alur kegiatan yang terjadi
57
secara bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Dari keempat komponen analisis data dapat dijelaskan dibawah ini : 1) Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dicatat dalam bentuk catatan lapangan yang terdiri dari aspek deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi berisi kondisi yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti. Sedangkan catatan refleksi memuat tentang kesan,komentar, dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data tahap selanjutnya. 2) Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemutusan dan perhatian pada langkah-langkah penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul di lapangan. Reduksi data dilakukan dengan menggolongkan fokus penelitian untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang bagian yang tidak penting dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan secara tepat sesuai dengan fokus permasalahan utama.
Reduksi
data
bertujuan
untuk
memberi
gambaran
dan
mempertajam hasil dari pengamatan yang sekaligus untuk mempermudah kembali pencarian data yang diperoleh.
58
3) Penyajian Data Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang dapat
memberikan
kemungkinan-kemungkinan
adanya
penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Display data dilakukan melalui : data hasil reduksi dalam penelitian disusun secara berurutan, sehingga data menjadi lebih terstruktur dan dapat dipahami serta disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Data
yang
diperoleh
dari
hasil
observasi,wawancara
dan
dokumentasi dianalisis kemudian disajikan dan disusun secara berurutan dalam bentuk catatan lapangan, catatan wawancara dan dokumentasi. 4) Penarikan Kesimpulan Data yang telah disajikan dapat ditarik menjadi sebuah kesimpulan terhadap seluruh data yang telah diperoleh selama berlangsungnya proses pengumpulan data. Penelitian pada tahap ini melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari yang disarankan oleh data. Uji kebenaran dilakukan dengan cara melihat hasil catatan dilapangan dengan seksama, mendiskusikan dengan teman, informasi maupun orang yang berkompeten. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.
59
G. Pengujian Keabsahan Data Menurut Lexy . J Moleong (2011 : 330) pengertian trianggulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Pendapat lain mengemukakan bahwa trianggulasi dengan sumber tersebut diperoleh antara lain dengan membandingkan data hasil pengamatan, wawancara serta membandingkan hasil wawancara dengan isi atau dokumentasi yang berkaitan (Moleong 2005 : 178). Penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber data yang digunakan untuk cross check data. Pengecekan dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi sumber data yang berkaitan. Pengecekan kebenaran data ini dilakukan dengan melakukan trianggulasi dengan cara membandingkan data observasi dengan hasil wawancara mendalam dan membandingkan keadaan subyek.
60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta 1. Kondisi Umum dan Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta a. Kondisi Umum
Letak Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta yang menjadi objek penelitian yakni di Jalan Tamansiswa No. 6 Yogyakarta sekitar 2 km dari pusat Kota Yogyakarta, dengan luas area kurang lebih 3,8 hektar. Sebelum Lembaga Pemasyarakatan ini direnovasi, terdiri dari 3 bagian bangunan utama yaitu kantor petugas, enam blok sel untuk tahanan pria dan satu blok sel untuk tahanan wanita. Lapas Klas II A Wirogunan mempunyai kapasitas daya tampung sebanyak 800 orang/tahanan.Selain itu, di dalam area Lapas terdapat Rumah Sakit / Bangsal yang terdiri dari 3 kamar.Ada pula fasilitas lainnya seperti dapur, gedung aula, tempat ibadah (masjid dan gereja), lapangan olahraga serta gedung bimbingan kerja (Bimker) sebagai tempat pelatihan kerja bagi para Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Wirogunan Yogyakarta. b. Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta merupakan bagian peninggalan saat pemerintahan Kolonial Belanda. Pada awal pendirian Lapas Wirogunan bernama Gevangenis En Huis Van Bewaring (Penjara dan Rumah Tahanan).Sejarah Kepenjaraan pada masa
61
colonial dimulai sejak tahun 1872 dengan diberlakukannya Wetboek Van Strafrecht voor de Inlanders in Netherlandsch Indie atau Kitab UndangUndang Hukum Pidana untuk orang-orang pribumi di Hindia Belanda. Mengenai sejarah berdirinya Lapas Wirogunan Yogyakarta tidak diketahui secara rinci, begitu pula tahun berdirinya.Sedangkan menurut penuturan petugas Lapas yang sudah purna tugas bahwa Lapas Wirogunan didirikan antara tahun 1910 sampai 1915. Hingga sekarang Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta telah mengalami enam kali perubahan nama, yaitu sebagai berikut : 1) Gevangenis En Huis Van Bewaring (Zaman Kolonial Belanda) 2) Pendjara Djogjakarta 3) Kependjaraan Daerah Istimewa Djogjakarta 4) Kantor Direktorat Bina Tuna Warga 5) Lembaga Pemasyarakatan Klas I Yogyakarta 6) Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta 2. Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta a. Visi Lapas Wirogunan Yogyakarta Mengedepankan Lembaga Pemasyarakatan yang bersih, kondusif, tertib dan transparan dengan dukungan petugas yang berintegritas dan berkompeten dalam pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan.
62
b. Misi Lapas Wirogunan Yogyakarta 1) Mewujudkan tertib pelaksanaan tupoksi Pemasyarakatan secara konsisten dengan mengedepankan penghormatan terhadap hukum dan HAM serta transparansi publik. 2) Membangun kerja sama dengan mengoptimalkan keterlibatan stakeholder dan masyarakat dalam upaya pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. 3) Mendayagunakan potensi sumber daya manusia petugas dan kemampuan penguasaan tugas yang tinggi dan inovatif serta berakhlak mulia. 3. Dasar Hukum Dasar hukum yang mendasari berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta diantaranya : a. UU No. 12/1995 tentang Pemasyarakatan b. Pasal 5 UU No. 12 1995 tentang sistem pembinaan c. PP No. 31/1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan d. PP No. 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan e. PP No. 57/1999 tentang Kerja Sama Penyelenggaran Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan f. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1999
63
4. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan a. Tujuan 1) Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari
kesalahan,
memperbaiki
diri,
dan
tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 2) Memberikan jaminan perlindungan hak asasai tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah tahanan dalam rangka memperlancar proses penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 3) Memberikan jaminan perlindungan hak asasai tahanan/ para pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan. b. Fungsi Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
64
5. Sasaran Sasaran Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada awalnya sebagian atau seluruhnya dalam kondisi kurang, yaitu : a. Kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Kualitas intelektual c. Kualitas sikap dan perilaku d. Kualitas profesionalisme/ keterampilan e. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani Sasaran pelaksanaan sistem pemasyaraktan pada dasarnya terwujudnya tujuan pemasyarakatan yang merupakan bagian dan upaya meningkatkan ketahanan social dan ketahanan nasional, serta merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan sebagai berikut : 1) Isi Lembaga Pemasyarakatan lebih rendah dari pada kapasitas 2) Menurunkan secara bertahap dari tahun ketahun angka pelarian dan gangguan kamtib 3) Meningkatkan secara bertahap jumlah Narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi 4) Semakin menurunnya dari tahun ketahun angka residivis 5) Semakin meningkatnya jenis-jenis institusi sesuai dengan kebutuhan berbagai jenis/ golongan Narapidana
65
6) Secara bertahap perbandingan banyaknya narapidana yang bekerja di bidang industri dan pemeliharaan adalah 70:30 7) Prosentase kematian dan sakit Warga Binaan Pemasyarakatan sama dengan prosentase di masyarakat 8) Biaya perawatan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia pada umumnya 9) Lembaga Pemasyarakatan dalam kondisi bersih dan terpelihara 10) Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam Lembaga Pemasyarakatan dan semakin berkurangnya nilai-nilai sub kultur penjara dalam Lembaga Pemasyarakatan. 6. Program Strategis Berdasarkan sasaran penelitian makan ditetapkan 10 program strategis yang akan dilaksanakan dalam pembangunan Direktorat Jendral Pemasyarakatan : 1) Pengendalian isi Lapas/Rutan/Cabrutan 2) Peningkatan upaya-upaya pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban 3) Peningkatan kegiatan asimilasi dan integrasi 4) Penurunan angka residivis 5) Peningkatan jumlah dan prasarana Lembaga Pemasyarakatan 6) Peningkatan jumlah tenaga kerja narapidana yang terserap dalam kegiatan kerja produktif 7) Peningkatan pelayanan kesehatan dan perawatan narapidana dan tahanan
66
8) Peningkatan upaya perawatan kesehatan, kebersihan dan pemeliharaan Lembaga Pemasyarakatan 9) Peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembinaan dan pembimbingan 10) Peningkatan kuantitas dan kesejahteraan petugas Pemasyarakatan 7. Sistem Pembinaan Terpadu Narapidana bukan saja obyek, melainkan juga subyek yang sama dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenai hukum pidana. Sehingga pelaku tersebut jangan dikucilkan apalagi diberantas.Sedangkan yang harus diberantas adalah faktorfaktor penyebab yang mengakibatkan seseorang tersebut berbuat kejahatan yang bertentangan dengan hukum, norma-norma, aturan dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sistem Pemasyarakatan merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Petugas Pemasyarakatan dan
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
agar
menyadari
kesalahnnya,
memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana. Sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggungjawab. Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan Undang-Undang No. 2 1995 juga merupakan tempat untuk mencapai tujuan
67
diatas. Lembaga Pemasyarakatan mengadakan kegiatan-kegiatan pembinaan, rehabilitasi dan reintegrasi.Sejalan dengan peran Lembaga Pemasyarakatan tersebut maka tepatlah bila Petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan tugas-tugas pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan ditetapkan sebagai pejabat fungsional penegak hukum.Pejabat fungsional penegak hukum mempunyai kewajiban atas terselenggaranya kegiatan-kegiatan pembinaan, rehabilitasi dan reintegrasi di Lembaga Pemasyarakatan. 8. Struktur Organisasi Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta dapat dilihat melalui bagan berikut ini :
Adapun rincian pegawai akan dijelaskan sebagai berikut : a. Kepala Lembaga Pemasyarakatan
68
Tugas Kepala Lapas adalah menyelenggarakan kegiatan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan. b. Kasubbag Tata Usaha Tugas Kasubbag TU adalah melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Lapas. c. Kasi Bimbingan Narapidana (Binapi) Tugas
Kasi
Binapi
adalah
memberikan
bimbingan
Pemasyarakatan
Narapidana d. Kasi Kegiatan Kerja (Giatja) Tugas
Kasi
Kegiatan
Kerja
adalah
memberikan
bimbingan
kerja,
mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan. e. Kasi Administrasi dan Keamanan Tata Tertib Tugas Adm. Kamtib adalah mengatur jadwal tugas peggunaan perlengkapan dan pembagian tugas penggunaan, menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib. f. Kepala KPLP Tugas Ka. KPLP adalah menjaga keamanan dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan.
9. Data Kepegawaian
69
Pada tanggal 30 Juni 2015, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta memiliki 168 pegawai, yang terdiri dari 123 oang laki-laki dan 45 orang perempuan. Para pegawai tersebut dapat diketahui statusnya berdasarkan data berikut ini : Tabel 1. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pendidikan Strata 2 Strata 1 Diploma III Diploma II SLTA SMP SD
Pria Wanita Jmlah 5 2 7 40 21 62 3 7 10 0 0 0 75 14 89 0 0 0 0 0 0 Jumlah 168 Dari tabel data diatas dapat dilihat bahwa pegawai Lapas Wirogunan Yogyakarta berdasarkan tingkat pendidikan berjumlah 168 orang yang terdiri dari 123 pegawai laki-laki dan 44 pegawai perempuan. Mayoritas pegawai Lapas Wirogunan Yogyakarta mempunyai pendidikan akhir SLTA yakni berjumlah 89 orang. Sedangkan yang mempunyai pendidikan akhir Strata 2 hanya 7 orang. Tabel 2. Data Pegawai Berdasarkan Agama No. 1. 2. 3. 4. 5.
Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha
Pria Wanita Jmlah 121 40 161 4 4 8 7 1 8 1 0 1 0 0 0 Jumlah 178 Dari tabel data diatas dapat dilihat bahwa pegawai Lapas Wirogunan Yogyakarta berdasarkan agama berjumlah 178 orang yang terdiri dari 133
70
pegawai laki-laki dan 45 pegawai perempuan. Mayoritas pegawai Lapas Wirogunan Yogyakarta beragama Islam yakni berjumlah 161 orang. Tabel 3. Data Pegawai Berdasarkan Golongan Jenis Kelamin
II
A B c D Pria 13 17 4 11 Wanita 3 1 1 0 Jumlah 16 18 5 11 Dari tabel data diatas
Golongan III a b c d 8 39 9 18 4 14 8 12 12 53 17 30 dapat dilihat bahwa
IV a B 3 1 2 0 5 1 pegawai
Jumlah
c d 0 0 123 0 0 45 0 0 168 Lapas Wirogunan
Yogyakarta dibedakan berdasarkan golongan berjumlah 168 orang yang terdiri dari 123 orang pegawai laki-laki dan 45 orang pegawai perempuan. Sedangkan mayoritas pegawai bergolongan 3b yang terdiri dari 39 orang pegawai laki-laki dan 14 orang pegawai perempuan. Tabel 4. Data Pegawai Berdasarkan Penugasan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Tugas Pria Wanita Jmlah Kepala Lapas 1 0 1 Pejabat Eselon IV 4 1 5 Pejabat Eselon V 7 1 8 Petugas Pembina 18 13 31 Pengamanan 68 18 86 Perawat dan 6 8 14 Kesehatan 7. Fasilitatif 17 7 24 Jumlah 121 48 169 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pegawai Lapas Wirogunan Yogyakarta jika dibedakan berdasarkan penugasan berjumlah 169 orang pegawai yang terdiri dari 121 orang pegawai laki-laki dan 48 orang pegawai perempuan. Lapas Wirogunan Yogyakarta dipimpin oleh 1 orang Kepala
71
Lapas, mempunyai 31 orang Petugas Pembina dan paling banyak mempunyai pegawai yang bertugas sebagai Pengamanan yakni 86 orang pegawai. 10. Anggaran Dana Dana yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembinaan untuk warga
binaan
Pemasyarakatan
dan
biaya
operasional
Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta adalah berasal dari APBN. 11. Sarana dan Prasarana Terkait sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta terdapat beberapa alat yang tugas utamanya untuk
menjaga
ketertiban
dan
keamanan
bagi
warga
binaan
Pemasyarakatandan Pegawai Lembaga Pemasyarakatan. adapun sarana dan prasarananya yakni : a. X-Ray dan Walkthrought b. CCTV indoor dan outdoor c. Handy Talkie and Antena Repeater d. Pakaian Anti Huru-Hara e. Kendaraan bermotor roda empat sejumlah 3 unit f. Kendaraan bermotor roda dua sejumlah 3 unit 12. Daftar Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta merupakam salah satu tempat yang mealaksanakan pembinaan bagi warga binaan laki-laki maupun perempuan yang terjerumus dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Petugas
72
Pemasyarakatan agar memiliki kemampuan atau keterampilan yangsesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki warga binaan sehingga kelak ketika mereka kembali ke masyarakat memiliki kepercayaan diri denganmemiliki bekal keterampilan dan tidak mengulangi perbuatannya kembali.
Berikut
merupakan daftar warga binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta : a. Daftar Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5. Daftar Jumlah Warga Binaan Berdasarkan Jenis Kelamin No. 1. 2.
Jenis Kelamin Jumlah Laki- laki 298 Perempuan 107 + 1 bayi Jumlah 405 + 1 bayi Dari data jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan jenis kelamin diatas dapat disimpilkan bahwa sebagian besar masyarakat yang menjadi warga binaan adalah laki-laki dengan jumlah 298 orang. Sedangkan warga binaan perempuan berjumlah 107 orang, yang perlu diberdayakan melalui pembinaan keterampilan untuk memberikan bekal keterampilan ketika mereka bebas nanti. 13. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah Petugas Lembaga Pemasyarakatan, Pembina Teknis/ Instruktur, dan Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan sebagai pelengkap data primer yang terkait dengan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Berikut subyek penelitian yang dijadikan sumber data adalah : 1) Ibu KD
73
Beliau adalah salah satu Petugas Lembaga Pemasyakatan sebagai staff bimbingan pemasyarakatan yang bertugas mendampingi mahasiswa yang melakukan kegiatan di Lapas Wirogunan dan bertugas sebagai wali bagi beberapa Warga Binaan Pemasyarakatan. 2) Ibu KS Beliau adalah salah satu Petugas Lembaga Pemasyarakatan sebagai staff bimbingan pemasyarakatan yang bertugas membimbing pembinaan keterampilan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. 3) Ibu AS Beliau merupakan salah satu pembina teknis pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. 4) Bapak AM Beliau
adalah
salah
satu
staff
kepegawaian
di
Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta dan selaku pembimbing kegiatan pembelajaran di Lapas Wirogunan.
5) Ibu BN Beliau adalah salah satu warga binaan pemasyarakatan perempuan yang aktif mengikuti kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
Yogyakarta.
Beliau
74
juga
aktif
mengikuti
pembinaan
keterampilan menjahit dikarenakan beliau senang menjahit dan senang berkreasi. 6) Ibu SL Beliau adalah salah satu warga binaan pemasyarakatan perempuan yang aktif mengikuti kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
Yogyakarta.
Beliau
juga
aktif
mengikuti
pembinaan
keterampilan membatik dikarenakan beliau senang menggambar dan menyukai seni. 7) Ibu SM Beliau adalah salah satu warga binaan pemasyarakatan perempuan yang aktif mengikuti kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
Yogyakarta.
Beliau
juga
aktif
mengikuti
pembinaan
keterampilan merajut dan membatik dikarenakan beliau senang merajut dan menggambar. Tabel 6.Profil Sumber Data Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Sumber
Nama KD KS AM AS BN SL SM data dalam
Jenis Kelamin P P L P P P P penelitian
Status
Jenis Perkara
Petugas Lapas Petugas Lapas Petugas Lapas Pembina Teknis WBP Penipuan WBP Penipuan WBP Narkoba ini adalah 3 Petugas Lembaga
Pemasyarakatan yang bertugas membimbing warga binaan perempuan dan 1 Pembina
Teknis/
Instruktur
yang
75
bertugas
memberikan
pembinaan
keterampilan
untuk
warga
binaan
perempuan.
Petugas
Lembaga
Pemasyarakatan dan Pembina Teknis/ Instruktur diambil dengan pertimbangan bahwa mereka mengetahui masalah secara mendalam dan dapat berkomunikasi dengan baik serta informasi yang diperoleh dapat dipercaya kemudian dapat dijadikan sebagi sumber data. Selain itu, peneliti juga membutuhkan informasi yang didapat dari Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan untuk memperoleh informasi tentang pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Sumber data dari Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan dapat digunakan untuk meng- cross check data yang diperoleh dari sumber data lain yaitu Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Pembina teknis/ Instruktur. B. HASIL PENELITIAN 1. Pemberdayaan Perempuan Warga Binaan Perempuan a. Penyebab Perempuan Menjadi Warga Binaan Adanya pembinaan yang dilakukan terhadap warga binaan perempuan dilatarbelakangi oleh masalah terjerumusnya para kaum perempuan dalam tindakan kriminal dan sebagian besar alasan mereka melakukan tindakan kriminal tersebut adalah atas dasar kesulitan ekonomi, lapangan pekerjaan yang terbatas, sumber daya manusia yang masih rendah serta ketidaktahuan mereka atas pelanggaran hukum. Adapun alasan yang melatarbelakangi para warga binaan perempuan
menjadi
narapidana
76
di
Lapas
Wirogunanyakni
dilatarbelakangi oleh terjerumusnya sebagian kaum perempuan ke dalam tindakan kriminalitas yang sebagian besar dilakukan atas dasar sumber daya manusia yang masih rendah, kesulitan ekonomi, lapangan pekerjaan yang terbatas dan kurangnya pengetahuan tentang pelanggaran hukum. Hal tersebut diungkapkan oleh ibu “KD” selaku Petugas Lembaga Pemasyarakatan, yaitu : “disini kasusnya macam-macam mbak ada yang masuk karena penipuan, penggelapan uang, nakoba ada juga yang pembunuhan. Kebanyakan mereka masuk Lapas dikarenakan faktor ekoomi, mau keja tetapi kemampuan mereka terbatas padahal kebutuhan terus meningkat, tanpa berfikir panjang mereka terpaksa melakukan tindakan kriminal seperti yang saya sebutkan tadi. Selain itu juga mereka kurang paham tentang hukum” Hal senada juga diungkapkan oleh bapak “AM”, selaku staff kepegawaian Lembaga Pemasyarakatan bahwa : “banyak alasan mereka itu masuk sini. Ada yang nipu biar bisa dapet uang, ada yang judi, narkoba tapi kebanyakan jadi pengedar kalo sini. Ya intinya banyak, tapi memang disini kasusnya mayoritas penipuan sama narkoba itu kalau kasus yang warga binaan perempuan. Ya alasan mereka melakukan itu ada yang karena kepepet nggak punya uang akhirnya nipu, menggelapkan uang dan tindakan criminal lainnya, karna ya memang apa-apa mahal sedangkan kebutuhan hidup mereka juga meningkat dan pada akhirnya mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum seperti itu”. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa para perempuan yang menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan mayoritas disebabkan karena faktor ekonomi keluarga sehingga mereka melakukan tindakan seperti penipuan, penggelapan, pencurian, dan pengedar narkoba untuk mencukupi kebutuhan hidup dan tidak memikirkan akibat dari
77
melakukan tindakan pelanggaran hukum tersebut dikarenakan masih sedikitnya pemahaman mereka tentang hukum yang berlaku. b. Kontribusi Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan merupakan salah satu cara untuk meminimalisir kasus kriminalitas perempuan dan memberdayakan perempuan yang sudah menjadi warga binaan pemasyarakatan. Salah satu pembinaan yang diakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta yakni pembinaan keterampilan. Dengan adanya pembinaan keterampilan mempunyai kontribusi dalam memberdayakan para warga binaan khususnya untuk warga binaan perempuan. Hal tersebut seperti yang diungkapakan oleh ibu “KD” yaitu : “pastinya sangat berkontribusi sekali,apa lagi untuk mereka yang masuk disini karena faktor ekonomi, jadi sedikit banyak membekali mereka keterampilan yang nantinya bermanfaat ketika mereka keluar dari sini agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum karena alasan ekonomi itu tadi. Pada dasarnya pembinaan yang dilakukan disini kan untuk membangun diri mereka kembali, dari segi mentalnya dibina, agamanya dibina, pendidikannya dibina, keteampilan pun juga diberikan, harapannya agar mereka tidak mengulangi kesalahan itu tadi”. Hal serupa juga diungkapkan oleh ibu “KS” selaku Petugas Lembaga pemasyarakatan bahwa : “ya sangat berkontribusi sekali mbak, apalagi melalui kegiatan keterampilan seperti ini, mereka dapat mengembangkan keterampilan yang mereka miliki, nanti hasilnya dijual kan bisa untuk nambah pendapatanselama disini. Apalagi untuk mereka yang latar belakang masuk sini karena masalah ekonomi, nanti kalau sudah bebas kan bisa dipraktekkan dirumah biar nggak melakukan kesalahan lagi”. Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan
78
yang dilakukan di
Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan sangat berkontribusi dalam pemberdayaan perempuan karena selain mental, kerohanian dan pendidikan mereka dibina, mereka juga diberikan keterampilan agar dapat mengembangkan minat, bakat dan potensi yang dimliki sehingga ketika mereka bebas nanti dapat menjadi bekal untuk berbaur kembali dengan masyarakat dan tidak melakukan kesalahan lagi karena alasan ekonomi. c. Tahap Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan bertujuan untuk menumbuhkan, mengembangkan diri dan meningkatkan potensi yang ada dalam Warga Binaan itu sendiri sehingga kelak dapat menjadikan mereka menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pembinaan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dibagi menjadi ke dalam 3 tahap, yaitu : 1. Maximal Security (0-1/3 masa tahanan) Tahap dimana Warga Binaan Pemasyarakatan sejakmasuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai dengan 1/3 masa tahanandilakukan pembinaan namun masih dalam tahap pengenalan lingkungan. Dalam tahap ini kegiatan pengenalanyang dilakukan yaitu: a) Registrasi Kegiatan ini mencatat informasi yang berhubungan dengan identitas diri misalnya nama, alamat, agama, perkara pidana dan sebagainya. Kegiatan ini penting untuk dilakukan karena dengan
79
registrasi ini data diri dari setiap Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi jelas sehingga apabila terjadi sesuatu terhadap Warga Binaan
Pemasyarakatan
akan
dapat
diinformasikan
kepada
keluarga. b) Orientasi (Mapenaling) Kegiatan ini merupakan kegiatan pengenalan Lembaga Pemasyarakatan, Warga Binaan Pemasyarakatan dikenalkan dengan program – program dan hak serta kewajiban mereka sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan. Selain itu pada masa ini mereka diperkenalkan kepada wali mereka yang tidak lain adalah Petugas Pemasyarakatan itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan orientasi bagi setiap Warga Binaan Pemasyarakatan penting untuk dilakukan karena dengan kegiatan orientasi ini Warga Binaan Pemasyarakatan akan lebih mengenal berbagai macam program yang akan diberikan kepada mereka dan mereka mengetahui apa yang menjadi hak mereka sehingga apabila hak mereka di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terpenuhi mereka bisa menuntut hak mereka serta dengan mengetahui kewajiban mereka berarti mereka akan mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan dan taati peraturan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan sehingga mereka tidak melakukan kesalahan kembali dan membuat semakin berat hukuman yang akan mereka jalani.
80
Selain itu dalam tahap orientasi ini dengan dikenalkannya Warga Binaan Pemasyarakatan kepada wali mereka sehingga setiap Warga Binaan Pemasyarakatan akan diperhatikan oleh masing – masing wali mereka dan mereka dapat berkonsultasi tentang apa saja yang ingin mereka ceritakan, sehingga wali mereka akan memberikan pencerahan dan solusi untuk masalah yang mereka alami. c) Identifikasi Kegiatan ini bertujuan untuk mencari informasi tentang potensi yang ada di dalam diri Warga Binaan Pemasyarakatan yang kemudian akan disesuaikan dengan program – program yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan. Dalam akhir kegiatan ini akan mendapatkan gambaran potensi – potensi yang ada pada Warga Binaan Pemasyarakatan . Mereka akan diberi kegiatan yang sama dalam program – program pembinaan yang dilakukan yang kemudian akan dievaluasi masing – masing Warga Binaan yang mana yang paling menonjol. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengidentifikasi potensi bagi setiap Warga Binaan Pemasyarakatan sangatlah penting dilakukan agar program yang dilakukan terarah dan hasil yang kemudian yang diinginkan akan lebih maksimal karena potensi yang ada dalam diri Warga Binaan Pemasyarakatan
81
diharapkan dapatberkembang dan kelak dapat menjadikan Warga Binaan Pemasyrakatan menjadi manusia yang berkualitas. d) Seleksi Kegiatan ini bertujuan untuk menyeleksi dan mengelompokkan Warga Binaan Pemasyarakatan yang sama menjadi satu.Kegiatan ini menjadi penting untuk dilakukan sehingga kegiatan pembinaan yang kelak dilakukan dapat teratur dan terarah. e) Penelitian Pemasyarakatan Kegiatan ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang latar belakang Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai pelengkap kegiatan awal pengenalan sebelumnya dan dapat dijadikan dasar untuk pembinaan berikutnya. Kegiatan ini penting untuk dilakukan karena dengan adanya penelitian pemasyarakatan ini Petugas Pemasyarakatan akan lebih mengenal masing – masing Warga Binaan Pemasyarakatan dan dari sini karakteristik tiap orang dapat terlihat karena di Lembaga Pemasyarakatan Warga Binaan Pemasyarakatan mempunyai karakter diri yang berbeda – beda jadi penanganan yang dilakukan dapat disesuaikan. 2. Medium Security (1/3- ½ masa tahanan) Lanjutan tahap pertama adalah tahapMedium Security (1/3 s/d 1/2
masa
tahanan),
dimana
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
melaksanakan 1/3 masa pidana sampai dengan masa 1/2 pidana.Pada tahap ini mereka meneruskan bimbingan yang telah diberikan pada
82
tahap pertama. Pada tahap ini Warga Binaan Pemasyarakatan yang memperoleh penilaian apabila baik sudah dapat diasimilasikan di luar Lembaga Pemasyarakatan sebagai persiapan menjelang ia kembali kemasyarakat luas setelah bebas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahap lanjutan ini sangat berguna bagi perkembangan diri setiap Warga Binaan Pemasyarakatan karena Warga Binaan yang telah mendapatkan kepercayaan
untuk
mendapatkan
asimilasi
di
luar
Lembaga
Pemasyarakatan akan membantu mereka dalam melatih mental dan menumbuhkan kepercayaan diri kembali karena dalam tahap ini mereka dapat bersosialisasi langsung dengan masyarakat pada umumnya meskipun dengan waktu yang telah ditentukan mereka harus sudah kembali ke Lembaga Pemasyarakatan lagi. Dalam tahap ini mereka belajar untuk mengenal dan bergabung kembali dengan dunia luar sehingga kelak ketika mereka telah kembali ke masyarakat, mereka memiliki rasa percaya diri dan kembali ikut dalam pembangunan bangsa kembali. 3. Tahap akhir / Integrasi (2/3 - akhir masa tahanan) Apabila Warga Binaan Pemasyarakatan telah menjalani 2/3 dari masa pidana serta berkelakuan baik maka dapat diusulkan cuti menjelang bebas, menerima pelepasan bersyarat, kemudian mereka mendapatkan pembinaan integrasi, dan hal ini dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan.
83
Kegiatan yang dilakukan tahap akhir ini adalah kegiatan yang paling dinanti – nanti oleh para Warga Binaan Pemasyarakatan karena dengan dilakukannya kegiatan tahap akhir ini berarti mereka dalam waktu dekat akan kembali ke masyarakat lagi setelah mereka melewati tahap – tahap sebelumnya. d. Perencanaan Program Pembinaan Keterampilan Kegiatan perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Melakukan perencanaan terlebih dahulu dalam melakukan pembinaan keterampilan sangat perlu untuk dilakukan agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan tujuan serta tepat sasaran. Dalam hal ini kegiatan perencanaan dilakukan oleh para Petugas Pemasyarakatan yang kemudian dilakukan koordinasi dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Dalam kegiatan ini akan dilakukan identifikasi terlebih dahulu mengenai minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan khususnya warga binaan perempuan. Selanjutnya Petugas Pemasyarakatan akan melakukan koordinasi untuk menentukan kegiatan pembinaan keterampilan yang akan dilaksanakan, kemudian dimintakan persetujuan dari Kepala Lembaga
Pemasyarakatan
Wirogunan.
Setelah
itu,
Petugas
Pemasyarakatan menentukan Pembina Teknis yang sesuai dengan kegiatan pembinaan keterampilan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu “KD” selaku Petugas Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa:
84
“Untuk perencanaannya kami lakukan identifikasi terlebih dahulu.Jadi warga binaan yang baru masuk langsung diberikan wali.Nah wali tadi bertanggungjawab atas warga binaannya itu tadi, jadi wali harus mengetahui bakat, potensi dan minat yang warga binaan miliki. Nah setelah tau apa bakat dan minatnya tadi, kita salurkan melalui pembinaan yang ada, dengan syarat warga binaan tadi sudah berstatus sebagai narapidana. Kalau sudah tau apa bakat minatnya, setelah itu ditentukan apa kegiatan yang sesuai dengan potensi yang dimilki.” Selain itu Ibu “KS” selaku Pembina teknis kegiatan keterampilan juga menyatakan bahwa : “Ya kalau untuk perencanaan harus kita sesuaikan dengan bakat dan minat warga binaannya mbak, kita lakukan identifikasi dulu apa bakatnya, apa minatnya, baru setelah itu didiskusikan sama Petugas Lembaga Pemasyarakatan lalu Bapak Kalapas juga, untuk menentukan keterampilan apa yang akan diberikan. Kadang ada juga kegiatan pelatihan keterampilan dari luar mbak, dari mahasiswa yang praktek, apa lembaga-lembaga yang ingin bekerjasama dengan Lapas. Kayak batik ini, dulu awalnya dari mahasiswa Atmajaya yang praktek disini, kebetulan saya juga lagi belajar batik tulis juga, yang minat juga ada, makanya saya lanjutkan mbak batik tulisnya”. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan perencanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan adalah pertama-tama dilakukan perwalian untuk setiap warga binaan, tujuannya adalah untuk mengidentifikasi bakat, minat dan potensi yang dimiliki oleh para warga binaan perempuan. Kegiatan identifikasi ini sangatlah penting dilakukan sehingga program yang dilakukan dapat terarah dan hasil yang diinginkan akan tercapai. Setelah mengetahui hasilnya, lalu dikoordinasikan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk kemudian ditentukan pembinaan
85
keterampilan apa yang sesuai untuk warga binaan. Selain itu, pembinaan keterampilan kadang diisi kegiatan keterampilan dari luar misalnya dari mahasiswa yang sedang melakukan praktek dan lembaga-lembaga
yang
ingin
bekerjasama
dengan
Lembaga
Pemasyarakatan Wirogunan. 1) Materi dan Metode Pembinaan Keterampilan Dalam penentuan materi dan metode harus disesuaikan dengan kondisi warga binaan perempuan yang mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan. Hal tersebut harus diperhatikan mengingat kondisi warga belajar yang ada di Lembaga Pemasyarakatan berbeda dengan kondisi warga belajar pada umumnya. Sehingga materi yang digunakan harus mudah dipahami oleh warga binaan perempuan. Selain itu metode pembelajaran yang digunakan juga sangat berbeda dan dengan menggunakan pendekatan tertentu terlebih dahulu. Materi yang telah disusun dan akan disampaikan pada saaat pelaksanaan pembinaan keterampilan dibuat berbeda-beda karena materi disesuaikan dengan keterampilan yang diajarkan. Materi yang disampaikan dimulai dari materi dasar mengenai keterampilan yang diajarkan yang digunakan sebagai pengantar sebelum kemudian praktek langsung mengenai keterampilan yang diajarkan. Oleh karena materi yang diajarkan hanya materi dasar saja, maka disediakan buku untuk warga binaan yang ingin memperdalam ilmu tentang keterampilan yang diikuti. Materi yang disampaikan dilakukan secara
86
santai dan yang lebih penting materi tersebut mudah dipahami oleh warga binaan, hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh ibu “AS” selaku Pembina teknis kegiatan keterampilan bahwa : “Ya kalau saya pribadi menyampaikan materi ya santai mbak yang penting bisa dipahami sama warga binaan, disesuaikan juga dengan kegiatan keterampilannya. Kalau menjahit ya diberikan materi dasar dulu awalnya, nanti langsung praktek.Kalau batik kan dulu materinya dari pembina yang disedikan mahasiswa Atmajaya, kalau sekarang praktek terus, cuma disediakan buku kalau mau mempelajari tentang batik lebih dalam lagi”. Diperkuat dengan pendapat “BN” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan perempuan, yaitu : “Kalau materi yang diberikan ya jelas mbak, gampang dimengerti. Saya kan ikut menjahit, jadi dulu dikasih materi tentang membuat pola dasar dulu, caranya ngukur gimana, alatalatnya apa aja, gimana cara njaitnya, ya sampai sekarang jadi bisa ini mbak, pokoknya banyak mbak, lengkap” Hal serupa juga diungkapkan oleh “SL” selaku Warga Binaan Pemasyarakatan perempuan, yakni : “Materi ya mbak, ya jelas mbak cara menyampaikan pada kita juga enak, enggak sepaneng, ya gampang aja mbak ngikutinnya. Dulu dijelasin tentang cara membatik dulu, terus langsung praktek nggambar motif batik, terus di gambar pake malam kayak gini mbak, habis ini kan dikasih warna, terus dilorot, terus udah jadi batiknya” Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa materi yang disampaikan oleh pembina teknis saat pelaksanaan pembinaan keterampilan adalah disesuaikan dengan keterampilan yang diajarkan kepada warga binaan perempuan. Dimulai dari diberikan materi dasar hingga mempraktekkan langsung keterampilan yang diajarkan.Warga binaan perempuan juga disediakan buku jika ingin
87
memperdalam pengetahuan sesuai dengan keterampilan yang mereka minati. Penyampaian materi yang dilakukan santai dan mudah dipahami oleh warga binaan perempuan Sehingga materi yang disampaikan akan mudah diterima oleh Warga Binaan Pemasyarakatan apabila diberikan secara ringan dan sederhana. Dalam pelaksanaan pembinaan untuk warga binaan pemasyarakatan, pembina teknis harus menggunakan metode tertentu agar tujuan dari pembinaa tersebut dapat tercapai, tidak terkecuali dalam pembinaan keterampilan. Kemudian untuk metode pendekatan yang digunakan oleh Petugas Pemasyarakatan maupun Pembina Teknis yang dipakai dalam proses pelaksanaan pembinaan keterampilan sangat berpengaruh dalam penerimaan materi yang diberikan kepada warga binaan perempuan. Adapun metode yang digunakan dalam pembinaan keterampilan yang dilaksanakan di Lembaaga Pemasyarakatan Wirogunan yaitu melalui metode ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan secara personal dan kelompok. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh ibu “AS” selaku pembina teknis pembinaan keterampilan, yaitu : “Metode yang saya pakai selama pembelajaran ya macemmacem mbak, kadang ceramah, kadang saya beri motivasi, tetapi kebanyakan memang praktek langsung kayak gini. Biasanya saya kalau materi cuma 15% aja, nanti selebihnya praktek soalnya kalau keterampilan kan memang banyak prakteknya dari pada materi, nanti sambil jalan saya sisipkan motivas-motivasi untuk mereka, biar mereka tetep semangat ikut kegiatan seperti ini. Kalau metode pembinaan untuk warga binaan tahanan gini kan beda mbak, harus lebih ke personal
88
pendekatnnya biar kalo ada apa-apa kita bisa selesaikan bersama-sama”. Hal serupa juga disampaikan oleh “SL” selaku Warga Binaan yang mengikuti keterampilan membatik, yaitu : “Kalau metodenya ya kebanyakan kita praktek e mbak, paling materi itu cuma pas awal aja, kalau udah pada ngerti ya pada langsung praktek sendiri-sendiri kayak gini. Ya kadang diberikan motivasi juga pas praktek, maklum to mbak kadangkadang jenuh apalagi mbatik kayak gini, harus tlaten dan memang lama kan prosesnya. Kalau nanti ada kesulitan ya tanya sama pembina teknisnya kalau enggak ya tanya temen yang udah bisa”. Dari hasil wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode sangat berpengaruh dalam kegiatan pembinaan keterampilan agar tujuan dari pembinaan dapat tercapai. Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan menggunakan beberapa metode yakni ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan secara personal dan kelompok. Karena pembinaan yang diajarkan bersifat keterampilan, maka lebih banyak dilakukan praktek secara langsung, tetapi diawal kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan metode ceramah dan pada saat kegiatan praktek berlangsung juga diberikan materi motivasi, hal tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan tetap mempunyai semangat mengikuti kegiatan keterampilan.Selain itu, dilakukan pendekatan secara personal agar pembina teknis dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman warga binaan terhadap pembinaan keterampilan yang diikuti.
89
2. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan Pelaksanaan adalah upaya penyelenggara untuk memberikan dorongan kepada sasaran kegiatan supaya menjalankan kegiatan dengan menggunakan potensi yang ada pada dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang
telah
ditetapkan.
Dalam
hal
ini,
Petugas
Pemasyarakatan
membangkitkan motivasi Warga Binaan Perempuan dalam mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan, sehingga mereka melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Kegiatan pembinaan yang dilaksanakan disesuaikan dengan jadwal yang telah dibuat oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan. Akan tetapi untuk pembinaan keterampilan tidak ada jadwal khusus yang diberlakukan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan ole ibu “AS” selaku pembina teknis pembinaan keterampilan bahwa : “Kalau untuk pembinaan keterampilan seperti ini tidak ada pembagian jadwal, jadi kita fleksibel aja. Mereka ikut pembinaan keterampilan setiap hari, kalau mereka tidak ada kegiatan ya mereka ikut kegiatan keterampilan, tapi kalau mereka ada jadwal kegiatan lain ya ikut yang itu dulu. Soalnya mereka ini tinggal praktek-praktek saja, lha nanti kalau misal ada waktu senggang mereka manfaatkan untuk kegiatan membuat keterampilan saat di blok, misalnya di sambi merajut apa buat handycraft kayak gitu”. Dari penuturan diatas dapat diketahui bahwa tidak ada jadwal yang diberlakukan untuk pelaksanaan kegiatan
pembinaan keterampilan
dikarenakan pelaksanaan pembinaan keterampilan bersifat fleksibel. Artinya para warga binaan perempuan dapat mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan setiap
hari, akan tetapi jika ada jadwal kegiatan selain
90
pembinaan keterampilan warga binaan perempuan dipersilahkan mengikuti kegiatan tersebut terlebih dahulu, kemudian jika sudah selesai warga binaan perempuan diperbolehkan melanjutkan kegiatan pembinaan keterampilan kembali. Bentuk kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan berupa pemberian pelatihan keterampilan yang bersifat praktis, yaitu keterampilan yang dapat diaplikasikan dan dilanjutkan di kehidupan selanjutnya setelah mereka dinyatakan bebas dari Lapas. Diharapkan dengan bekal keterampilan tersebut mereka tidak melakukan tindak kriminal kembali dengan alasan faktor ekonomi. Pembinaan keterampilan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta setelah
dilakukan
tahap
perencanaan
yaitu
meliputi
pembinaan
keterampilan menjahit, merajut, membatik dan handycraft. Pembinaan tersebut bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada warga binaan perempuan agar mempunyai keterampilan sesuai dengan potensi mereka yang kemudian dikembangkan dan bermanfaat dalam kehidupan mereka kelak saat kembali berbaur dengan masyarakat. Hal tersebut seperti yang yang diungkapkan oleh ibu “KD” bahwa : “Untuk pembinaan disini dibagi menjadi 2, ada pembinaan kepibadian dan pembinaan kemandirian.Kalau pembinaan kepribadian itu meliputi pembinaan jasmani melalui kegiatan keolahragaan, ada pembinaan kerokhanian ada juga pembinaan intelektual.Kalau pembinaan kemandirian ada pembinaan bakat dan keterampilan. Pembinaan keterampilan khusus untk warga binaan perempuan yang saat ini masih berjalan itu ada keterampilan menjahit, terus mbatik, merajut ada juga
91
handycraft itu daari manik-manik dibuat menjadi tas atau dompet atau bunga hias seperti ini” Hal senada juga diungkapkan oleh ibu “KS” yakni : “Iya disini pembinaan ada 2 macem mbak, ada pembinaan kepribadian itu kegiatannya ada kegiatan olahraga, ada juga kegiatan kerokhanian menurut agama yang mereka anut, ada juga pembinaan kesehatan.Kalau untuk pembinaan kemandirian itu ada pembinaan menurut bakat dan pembinaan keterampilan.Kalau pembinaan bakat saat ini ada kegiatan menyanyi, ada menulis puisi, ada juga menari.Untuk pembinaan keterampilannya ada mbatik tapi khusus batik tulis seperti ini, ada menjahit, rajut dan handycraft” Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa program kegiatan pembinaan keterampilan yang diberikan khusus untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan saat ini ada pembinaan keterampilan menjahit, batik tulis, merajut dan handycraft yakni membuat tas, dompet atau bunga hias dari manik-manik. Berikut adalah pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan : a) Pembinaan Keterampilan Menjahit Pembinaan keterampilan menjahit yang dilakukan kepada Warga Binaan Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta bertujuan untuk memberikan bekal keterampilan menjahit kepada warga binaan perempuan agar mereka memiliki skill yang dapat dikembangkan dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan mereka selanjutnya ketika sudah bebas atau kembali berbaur di masyarakat.
92
Pembinaan menjahit merupakan pembinaan yang berawal dari adanya bantuan berupa alat mesin jahit dari pihak Romo Kisser dari Pusat Katholik Yogyakarta. Jumlah bantuan mesin jahit yang diberikan adalah 3 (tiga) buah. Kemudian mendapat bantuan mesin jahit juga dari GKR Hemas. Pembinaan menjahit diikuti oleh 3 orang warga binaan perempuan yang aktif mengikuti kegiatan menjahit. Materi yang diberikan dalam pembinaan keterampilan menjahit berupa penyampaian materi dasar kemudian praktek. Materi dasar yang disampaikan meliputi materi tentang cara mengukur, membuat pola dasar, mengenal alat-alat menjahit. Kemudian setelah warga binaan paham tentangmateri dasar yang diberikan, warga binaan diajarkan bagaimana cara menjahit menggunakan esin jahit listrik/ dinamo. Dengan adanya pembinaan keterampilan menjahit ii diharapkan dapat memberikan bekal kepada para warga binaan perempuan dalam bidang mejahit. Selain itu, pembinaan ini juga memfasilitasi para warga binaan perempuan yang mempunyai minat dan potensi dalam bidang menjahit serta menyalurkan kreatifitas mereka dalam membuat kreasi hasil keterampilan menjahit yang berupa baju, tas, sprei, dll serta dapat bernilai ekonomis dan menambah pendapatan ketika di dalam Lapas. b) Pembinaan Keterampilan Handycraft Pembinaan
handycraft
yang
diberikan
untuk
Warga
Binaan
Perempuan yaitu berupa membuat kerajinan tangan yang mempunyai nilai jual. Kerajinan tangan yang dibuat berupa tas, dompet, gantungan kunci
93
dan assesoris yang dibuat dari manik-manik. Selain itu, dibuat juga hiasan bunga dari bahan akrilik. Pembinaan keterampilan handycraft diikuti oleh 6 orang yang aktif, tetapi sebagian besar warga binaan perempuan sudah memiliki kemampuan yang cukup dalam merangkai manik-manik ataupun akrilik menjadi berbagai macam kerajinan tangan. Sehingga kegiataaan tersebut dapat dilakukan kapan saja ketika para warga binaan perempuan memiliki waktu senggang selam berada di Blok Wanita. Dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan membuat handycraft ini tidak ada materi khusus yang diberikan, jadi hanya pengenalan alat dan bahan yang dibutuhkan kemudian praktek langsung membuat kerajinan tangan. Dalam pelaksanaan pembinaan ini juga mendapatkan bantuan dari pihak luar Lapas, contohnya bekerjasama dengan Bella Accessories Jogja yang memberikan pelatihan berupa membuat bunga hias dari bahan akrilik. Bantuan yang diberikan masyarakat atau pihak di luar Lapas sangat membantu dalam pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh Lapas. Sehingga warga binaan perempuan mempunyai bekal keterampilan praktis untuk diaplikasikan saat mereka kembali berbaur di masyarakat. c) Pembinaan Keterampilan Membatik Pembinaan keterampilan membatik yang dilakukan di Lapas Wirogunan berawal dari pelatihan membuat batik tulis yang diberikan oleh mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogakarta. Dikarenakan ada yang berminat untuk melanjutkan membatik, maka pembinaan membatik tersebut dilanjutkan untuk memfasilitasi warga binaan perempuan yang
94
memiliki minat di bidang tersebut. Pembinaan tersebut diikuti oleh 3 orang yang aktif mengikuti pembinaan membatik. Materi awal yang diberikan dalam keterampilan membatik tersebut adalah cara membuat dan menggambar desain atau pola batik tulis dengan kain polos, mengenal alat dan bahan yang digunakan, kemudian cara membatik, proses pewarnaan batik serta cara melorot batik. Kemudian dibuat menjadi selendang, kemeja, atau menjadi mukena. Namun tidak semua proses pembuatan batik tulis tersebut dilakukan di Blok Wanita dikarenakan faslitas atau tempat yang terbatas dan tidak memungkinkan dilakukan di Blok Wanita, sehingg ada sebagian proses pembuatan batik tulis yang dilakukan di Bimker Pria. Tujuan diadakannya pembinaan keterampilan membatik tersebut adalah untuk memfasilitasi para warga binaan yang berminat dalam bidang membatik. Selin itu, pembinaan keterampilan ini juga dapat memberi wawasan dan keterampilan kepada warga binaan perempuan untuk melestarikan kebudayaan khususnya kebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta yaitu berupa batik tulis. Oleh karena itu, Lapas Wirogunan juga disediakan buku-buku mengenai keterampilan membatik untuk para warga binaan perempuan yang ingin mempelajari membatik lebih dalam. d) Pembinaan Keterampilan Merajut Pembinaan keterampilan merajut yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta bertujuan untuk memberikan bekal keterampilan merajut kepada warga binaan perempuan agar dapat
95
menambah keterampilan praktis dan bernilai ekonomis. Pembinaan merajut awalnya diikuti oleh semua warga binaan perempuan yang ada di Lapas Wirogunan, tetapi karena ada warga binaan perempuan yang berminat di kegiatan pembinaan lain maka yang aktif mengikuti kegiatan pembinaan merajut kurang lebih ada 10 orang. Tidak ada materi khusus yang disampaikan dalam pembinaan keterampilan merajut, hanya pengenalan alat dan bahan yang digunakan kemudian praktek cara merajut beserta tekniknya. Adapun barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan merajut ini adalah berupa tas rajut dan dompet yang kemudian hasilnya dijual di lingkungan Lapas,dikutkan di acara pameran, ditawarkan kepada pengunjung serta kadang mendapat pesanan atau orderan dari luar Lapas Wirogunan. Kegiatan ini dilakukan untuk membekali para warga binaan perempuan agar dapat menjadi bekal usaha ketika berbaur di masyarakat kembali, mengingat produk yang dihasilkan dari keterampilan merajut bernilai ekonomi tinggi dan mudah dalam pemasaran. 3.
Evaluasi Pembinaan Keterampilan Evaluasi merupakan kegiatan penting untuk mengetahui apakah tujuan
yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah pelaksanaan program sesuai dengan rencana, dan/atau dampak apa yang terjadi setelah program dilaksanakan. Dengan dilakukannya evaluasi, Pembina Teknis dan Petugas Pemasyarakatan
dapat
mengukur
96
berhasil
atau
tidaknya
pembinaan
keterampilan yang dilaksanakan dan dapat mengetahui ada atau tidaknya perubahan yang terjadi pada warga binaan perempuan. Tahap evaluasi yang dilakukan
dalam
pembinaan
keterampilan
dilakukan
oleh
Pembina
Teknis,biasanya dilakukan ketika proses pembinaan keterampilan berjalan dengan mengamati secara langsung warga binaan perempuan saat melakukan kegiatan ataupun dengan metode tanya jawab antara warga binaan perempuan dengan pembina teknis pembinaan keterampilan. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu AS selaku pembina teknis pembinaan keterampilan, yaitu : “Kalau evaluasi ya saya lakukan setiap mereka praktek mbak, jadi kalau mereka salah gitu langsung saya benerin. Seperti ini ni mbak pas mbatik misalnya, harus nyambung terus garisnya gak boleh putus-putus, mbatiknya juga harus bolak-balik, kalo mereka salah nanti keliatan pas malamnya udah dilorot keliatan kalo garisnya putus-putus nanti hasinya ndak begitu bagus. Makanya saya benerin saat mereka praktek sepertiini mbak, saya perhatikan satu-satu biar keliatan mana yang salah, jadi mereka juga langsung tau mana yang salah” Hal mengenai kegiatan evaluasi tersebut juga diutarakan oleh SL selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik, yaitu : “Oh kalau kayak gitu langsung dibenerin mbak sama bu AS. Misal nanti saya salah pas mbatik kayak gini langsung dibenerin gimana harusnya. Kalau nggak gitu ya kita nggak tau mbak, kalau salah pasti ketahuan pas batiknya jadi nanti mbak, keliatan tidak rapi gitu” Hal serupa juga diungkakan oleh BN selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, yaitu : “Kalau evaluasi untuk menjahit sih itu mbak cuma kalo saya mbuat pakaian misale buat baju, blouse wanita, rok kayak gitu, langsung dinilai sama bu AS, kalo salah langsung dibenerin, kalo enggak ya saya yang Tanya sama bu AS gimana caranya yang bener gitu. Tapi kalo Cuma mbuat dompet apa tempat kasur kayak gini kan ide dari
97
saya sendiri, jadi ya jarang mbak di evaluasi, palingan kalo saya bingung ya Tanya langsung sama bu AS, nanti dijelasin caranya gimana” Dari wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa cara melakukan evaluasi untuk setiap kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan Yogyakarta, dilakukan pengamatan secara langsung dan Tanya jawab. Pembina teknis mengamati setiap kegiatan yang dilakukan warga binaanperempuan saat praktek, jika terjadi kesalahan saat melakukan praktek langsung di evaluasi oleh Pembina teknis, sehingga warga binaan langsung mengetahui cara yang benar. Selain itu dilakukan Tanya jawab kepada Pembina teknis jika ada warga binaan yang tidak paham saat melakukan kegiatan praktek sesuai keterampilan yang diikuti. 4.
Keberhasilan Pelaksanaaan Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan 1) Peningkatan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Keterampilan merupakan sesuatu hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap Warga Binaan Perempuan, karena dengan keterampilan tersebut dapat dijadikan sebagai bekal untuk menambah pendapatan ketika bebas nanti. Pembinaan keterampilan yang dilakukan sangat bermanfaat bagi warga binaan perempuan yang mengikuti kegiatan tersebut sesuai den gan min at dan bakat
98
mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu “AS” selaku Pembina Teknis, yaitu : “Ya pastinya ada peningkatan apalagi dari segi keterampilan yang mereka miliki. Dari tidak bisa menjahit, jadi mair menjahit sekarang. Dari tidak bisa mbatik kayak gini, jadi bisa. Ya intinya mereka mempunyai tambahan keterampilan selama disini” Hal serupa juga diungkapkan oleh “BN “ selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, yaitu: “Ya bermanfaat sekali ya mbak, dulu nggak bisa menjahit sama sekali e saya, setelah ikut kegiatan keterampilan disini jadi bisa mbuat macem-macem. Kalo ada ide apa gitu bisa dibuat disini” Diperkuat dengan pendapat yang diuarakan oleh “SL” selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik, yaitu : “Ya banyak mbak kalo peningkatannya, bisa mendapat pengalaman membatik, berhubung saya suka nggambar juga ya seneng mbak. Kalo lagi ada waktu luang kan bisa diisi dengan membatik jadinya bermanfaat” Hal serupa juga diungkapkan oleh “SM “ selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut dan membatik, yaitu : “Banyak sih mbak peningkatannya, bisa nambah-nambah pendapatan selama disini kalo pas barangnya ada yang beli. Kalo mbatik dulu saya pernah belajar sebelum pindah kesini, sekarang tinggal lanjutin aja mbak. Apalagi kalo mbatik gini, bagi saya ini bisa menggambarkan suasana hati saya mbak, kalo lagi banyak pikiran gitu lagi nggak mood, pasti nanti hasilnya kurang bagus” Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan perempuan
99
memberikan manfaat untuk dirinya sendiri. Dengan adanya pembinaan
keterampilan
para
warga
binaan
mempunyai
peningkatan dalam segi keterampilan dan membuat warga binaan perempuan mempunyai bekal keterampilan, yang semula tidak bisa menjadi bisa. Pembinaan keterampilan menjadi kegiatan yang bermanfaat saat mereka memiliki waktu luang.Selain itu, dari produk yang dihasilkan dapat menambah pendapatan mereka selama di Lapas serta dapat menyalurkan kreatifitas yang mereka miliki. 2) Perubahan Sikap dan Perilaku Warga Binaan Perempuan Dalam
melaksanakan
kegiatan
pembinaan
tentu
harus
melibatkan semua Petugas Pemasyarakatan serta Warga Binaan yang ada di Lapas Wirogunan Yogyakarta termasuk dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan yang dilakukan kepada warga binaan perempuan. Adapun partisipasi kehadiran warga binaan perempuan dalam mengikuti kegatan pembinaan keterampilan dapat dikatakan sudah cukup baik dalam mengikuti kegiatan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Ibu AS selaku pembina teknis keterampilan, yaitu : “Ya kayak gini mbak, yang minat-minat saja yang mau ikut. Soalnya kan tidak cuma keterampilan saja, ada juga yang ikut pengembangan bakat, minat setiap orang kan beda-beda. Lha kayak mbatik tulis kayak gini, kalau nggak minat ya gak bakal mau dia, soalnya harus tlaten, prosesnya juga lama. Tapi ya
100
semaksimal mungkin kita tetep memfasilitasi yang mau ikut keterampilan kayak gini.” Hal serupa juga diungkapkan oleh SM selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut, yaitu: “Kalo yang ikut rajut memang banyak mbak, soale mudahkan bisa disambi juga pas di blok. Karna lagi nggak ada orderan aja saya pindah di batik, saya juga seneng nggambar-nggambar kayak gini, dulu sebelum pindah kesini juga pernah ikut mbatik, jadi disini tinggal nerusin aja mbak.Memang sedikit mbak yang minat kalo batik, lama kan prosesnya, jadi kalo memang gak minat apa gak mood gitu udah gak mungkin mau mbak” Diperkuat dengan pernyataan BN selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, yaitu: “Yang ikut menjahit cuma dikit sih mbak, he em. Padahal mesin jahit juga sudah disediakan, memang minatnyakan bedabedakan mbak. Kalau saya dari dulu disini memang seneng njait mbak, apalagi kayak gini kan bias mengembangkan kreatifitas kita. Jadi seneng aja gitu mbak kalo punya ide terus bias dibuat disini, seneng lagi kalau ada yang mau beli gitu karna bagus” Dari beberapa pernyataan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun tidak semua warga binaan perempuan mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan, tetapi partisipasi warga binaan dapat dikatakan sudah baik dan warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan sudah sesuai dengan bakat dan minat sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimiki unuk bekal ketika bebas nanti. Selain pertisipasi warga binaan perempuan dalam mengikuti pembinaan keterampilan, sikap warga binaan perempuan saat
101
mengikuti pembinaan keterampilan juga diperhatikan. Sikap yang ditunjukkan oleh warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan keterampilan saat ini mayoritas berkelakuan baik antar sesama warga binaan maupun dengan Petugas Pemasyarakatan maupun dengan Pembina Teknis. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu AS selaku pembina teknis keterampilan, yakni : “WBP disini saat mengikuti kegiatan keterampilan ya biasa saja mbak, baik, sopan dengan orang yang lebih tua, sopan sama petugasnya, sopan juga sama Pembina teknisnya” Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu KD selaku Petugas Pemasyarakatan, yaitu : “Sikapnya ya sopan, aktif, antusias saat mengikuti kegiatan keterampilan seperti ini. Apalagi mereka ikut kegiatan ini memang sesuai dengan minat dan bakat mereka, jadi ya ikut terus kecuali ada kegiatan lain yang mengharuskan dia ijin tidak ikut kegiatan keterampilan. baru mereka tidak ikut kegiatan disini” Dari wawancara diatas terlihat bahwa sikap yang ditunjukkan warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan adalah baik dan sopan antar sesama warga binaan, dengan Petugas lembaga pemasyarakatan maupun dengan Pembina teknis. Warga binaan perempuan juga aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan keterampilan dikarenakan mereka mempunyai minat dan bakat dalam kegiatan keterampilan yang mereka pilih. Sedangkan hubungan dan perilaku yang ditunjukkan Warga Binaan Perempuan dengan Petugas Pemasyarakatan maupun dengan Pembina Teknis terjalin dengan baik dan harmonis, seperti
102
yang diungkapkan oleh Ibu “AS” selaku Pembina Teknis kegiatan keterampilan, yaitu : “Ya karna saya disini sebagai Pembina teknisnya mereka ya mereka baik, sopan sama saya. Ya seperti hubungan antara guru dan murid gitu aja, tetep ada guyon, tapi kalo pas serius ya serius, kalau nggak tau ya mereka tanya sama saya” Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak “AM” selaku Petugas Pemasyarakatan, yaitu : “Sejauh ini sih Alhamdulilah baik-baik ya mereka, apa lagi dengan Petugasnya disini, soalnya disini kan juga dibina kepribadian mereka, dinilai juga, kalo kepribadian mereka jelek pasti walinya juga kena nanti” Diperkuat dengan pernyataan “BN” selaku Warga Binaan Perempuan, yaitu : “Disini baik-baik kok mbak Petugasnya, mudah akrab juga, soalnya sering ketemu kan mbak. Ya kadang-kadang aja mereka tegas gitu kalo kita salah, tapi nggak sampe yang galak-galak gitu, soalnya disini kan ada aturannya mbak nggak boleh seenaknya” Dari wawancara diatas dapat terlihat bahwa hubungan dan perilaku yang terjalin antara Warga Binaan Perempuan dengan Petugas Pemasyarakatan maupun dengan Pembina Teknis terjalin dengan
baik
dan
harmonis
serta
mengikuti
aturan
yang
diberlakukan. Selain itu, hubungan yang baik dan harmonis harusnya juga terbentuk dalam komunikasi antar Warga Binaan Perempuan. Akan tetapi terkadang masih terjadi ketidakharmonisan antar warga binaan perempuan, seperti yang diungkapkan Ibuu “KD” selaku Petugas Pemasyarakatan, yaitu :
103
“Ya sejauh ini baik-baik saja mbak. Tidak ada masalah atau keributan sampai fatal itu belum ada dan semoga tidak ada. Ya kalau cuma masalah antar pribadi itu pasti ada namanya juga hidup dalam satu blok apalagi perempuan semua, tapi sejauh ini masih wajar, masih bias diselesaikan” Hal serupa juga diungkapkan oleh “BN” selaku Warga Binaan Perempuan, yakni : “Baik kok mbak, nggak ada apa - apa. Malahan kita akrab mbak punya temen curhat, dianggep keluarga sendiri, kalo ada masalah ya paling cuma sebentar mbak nggak lama, paling juga cuma masalah kecil gitu” Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjalin antar Warga Binaan Perempuan terjalin dengan harmonis, merasa sudah seperti keluarga sendiri, sehingga jika ada masalah dapat diselesaikan secara baik-baik.
3) Perubahan Motivasi Warga Binaan Perempuan Tujuan dari dilaksanakannya suatu kegiatan pembinaan adalah adanya perubahan yang terjadi dalam diri warga binaan perempuan. Tentunya perubahan yang diinginkan adalah menjadi pribadi yang lebih baik dan mempunyai potensi yang dapat dikembangkan agar ketika kembali berbaur di masyarakat, mereka tidak dikucilkan karena kesalahan yang pernah diperbuat serta mereka dapat berperan kembali di masyarakat tempat mereka berasal. Adapun perubahan yang diharapkan dengan adanya pembinaa keterampilan yang
ada
di
Lapas
Wirogunan
adalah
membekali
dan
mengembangkan bakat, minat dan potensi yang dimiliki oleh warga
104
binaan perempuan dalam bidang keterampilan. Perubahan yang terjadi dapat terlihat dari keinginan atau rencana waga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan bahwa mereka mempunyai motivasi ingin melanjutkan dan mengaplikasikan ilmu yang didapat setelah mengikuti pembinaan keterampilan ketika bebas nanti untuk dijadikan mata pencaharian. Hal tersebut seperi yang diutarakan oleh “BN” selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, yaitu : “Kalo sekarang jalani dulu aja lah mbak, iya. Ya sudah ada planning mau lanjutin gitu mbak, tapi ya lihat nanti kondisinya gimana dirumah” Hal serupajuga diungkapkan oleh “SL” selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik, yaitu : “Pasti mbak, pasti saya lanjutkan kalo sudah bebas nanti. Apalagi anak sekarang jarang yang mau mbak mbatik seperti ini. Nah rencana saya itu mau ngajarin mereka-mereka yang mau mbak, itung-itung untuk melestarikan budaya sendiri kan mbak” Diperrkuat dengan ungkapan dari “SM” selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan merajut, yaitu : “Iya mbak saya mau nglanjutin besok kalau keluar, apalagi saya disini kan masih lama, nggak mungkin kalau balik kerja di kantor lagi, ya satu-satunya jalan ya nglanjutin membuat usaha dirumah nanti mbak. Ada rencana mau buka butik mbak nanti” Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan mempunyai rencana dan motivasi akan melanjutkan keterampilan yang mereka dapatkan ketika bebas nanti.
105
Warga binaan
mempunyai rencana untuk membuka usaha ketika kembali berinteraksi di masyarakat. Rencana tersebut dipilih karena adanya ketidakmungkinan mereka untuk kembali bekerja seperti profesi sebelum mereka masuk Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa para warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan mempunyai keinginan untuk mandiri dengan wawasan dan kecakapan keterampilan yang mereka miliki. b. Produk yang Dihasilkan Warga Binaan Perempuan Setelah Mengikuti Pembinaan Keterampilan Dengan adanya program pemberdayaan perempuan untuk para warga binaan perempuan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan seharusnya memiliki manfaat yang dapat dijadikan bekal untuk mereka jika sudah bebas serta membuat mereka tidak akan mengulangi tindak kriminal kembali dengan alasan faktor ekonomi. Dengan dilaksanaknnya pembinaan keterampilan untuk para warga binaan perempuan
tentunya
diharapkan
dapat
memfasilitasi
serta
menyalurkan bakat, minat serta potensi yang dimiliki oleh para warga binaan perempuan sehingga memiliki hasil yang sesuai dengan tujuan pemberdayaan perempuan itu sendiri. Adapun kegiatan Pembinaan Keterampilan Pembinaan
yang dilaksanakan Keterampilan
di
Menjahit,
Lapas Merajut,
Wirogunan Membatik
yakni dan
Handycraft. Kegiatan tersebut sebelumnya telah dilakukan identifikasi minat dan bakat calon warga binaan terlebih dahulu. Adapun hasil
106
barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan yakni seperti yang diungkapkan oleh Bapak “AM”selaku Petugas Pemasyarakatan, yaitu : “Sudah banyak sih mbak kalau produk yang mereka hasilkan, macem-macem. Kalau setau saya produk yang pernah dipasarkan itu ada tas rajut, ada selendang batik, sprei dan bunga hias dari manik-manik dan itu mereka yang buat sendiri” Diperkuat dengan pernyataan “BN” selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, yaitu : “Kebetulan kan saya ikut menjahit ya mbak, jadi ya produk yan pernah saya buat ada tas kain kayak gitu mbak, sprei juga ada, itu yang baru saya buat ada sandal biasa tak hias pakai kain batik mbak. Jadi ya sebenernya kreatifitas kita aja mbak mau buat apa aja, nanti bahannya dari sini” Hal serupa juga diungkapkan oleh “SL selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik, yaitu : “Ya yang dihasilkan saat ini ya cuma selendang batik mbak, yang ini rencana nanti saya buat mukena sama baju. Kalo yang kemaren-kemaren baru selendang aja” Hal tersebut juga diungkapkan oleh “SM” selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut, yaitu : “Kalau yang ikut merajut ya kebanyakan dijadiin tas rajut mbak, lumayan banyak yang pesen. Kalo sekarang saya kan pindah ke batik, paling ya biasanya dibuat slendang, baju, mukena gitu mbak” Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah mengikuti pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan bermacam-macam, yaitu tas rajut, selendang batik, sprei, dompet, bunga hias dan lain-lain.
107
Warga binaan perempuan membuat barang atau produk tersebut sesuai dengan keterampilan yang diikuti dan kreatifitas masing-masing. 5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan a. Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan Dalam
pelaksanaan
pemberdayaan
perempuan
melalui
pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan tentunya terdapat faktor yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan tersebut. Adapun faktor pendukung pelaksanaan pembinaan keterampilan tersebut adalah seperti yang diungkapkan oleh Ibu “KD” selaku Petugas Pemasyarakatan, yaitu : “Untuk faktor pendukung dalam pembinaan keterampilan warga binaan perempuann itu yang paling penting karna tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan keterampilan itu, dari warga binaannya sendiri punya keinginan untuk maju dan punya keinginan menambah ilmu juga yang kemudian mereka aplikasikan di masyarakat setelah mereka bebas. Selain itu karna adanya kepedulian petugas disini kepada warga binaannya, jadi sebisa mungkin kita sebagai petugas memfasilitasi mereka selama disini” Diperkuat oleh pendapat Ibu “AS” selaku Pembina Teknis, yaitu : “Ya kalau faktor pendukungnya karna sekarang sudah disediakan tempat kegiatan keterampilan khusus untuk warga binaan perempuan mbak, sudah disediakan dana juga untuk kegiatan keterampilannya. Ada juga faktor dari warga binaannya sendiri, merekaada yang benar-benar minat mengikuti kegiatan keterampilan, jadi rutin ikut keterampilan.Selain itu, karna kreatifitas dan ide yang warga binaan miliki sehingga produk yang dihasilkan itu bervariatif.Ini juga mbak, banyak yang nawari kerjasama juga dari lembaga luar, sering dapet bantuan juga dari mereka.
108
Kayak mesin jahitnya itu dapet bantuan dari Romo Kisser mbak” Dari wawancara diatas dapat dsimpulkan beberapa faktor pendukung pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan, yaitu antara lain : a) Tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan keterampilan b) Adanya keinginan dari beberapa warga binaan perempuan untuk maju dan menambah ilmu yang kemudian akan mereka aplikasikan di masyarakat setelah mereka bebas c) Adanya kepedulian dari para Petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam memfasilitasi warga binaan perempuan d) Adanya kepedulian dari lembaga diluar Lapas yang mau bekerjasama dan memberikan bantuan pengadaan alat untuk kegiatan keterampilan. e) Kreatifitas dan ide yang dimiliki warga binaan perempuan yang ikut pembinaan keterampilan sehingga produk yang dihasilkan bervariatif dan menarik. b. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan adalah keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarana yang digunakan sehingga produk atau barang yang dihasilkan warga binaan perempuan juga
109
terbatas.Selain itu faktor motivasi dari diri warga binaan perempuan yang masih pasang surut. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu “KD”, yaitu : “Kalau faktor penghambat ya tetep ada keterbatasan pihak Lapas dalam menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan keterampilan, ada juga dari SDM-nya terbatas juga. Dana yang disediakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan juga terbatas.Kalo yang dari warga binaannya sendiri masih ada yang kurang mempunyai minat dan motivasi dalam kegiatan keterampilan. Makanya yang ikut kegiatan ya cuma itu-itu aja yang memang bener-bener minat mbak” Hal serupa juga diungkapkan oleh bu “AS”, yaitu : “Penghambatnya ya itu mbak tidak ada jadwal yang ditetapkan disini khusus untuk kegiatan keterampilan saja, jadi ya kalo ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan ya terpaksa warga binaannya ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan dulu. Kayak sekarang ini mereka lagi ijin ikut pembinaan rohani mbak jadi mereka ke aula semua. Ada juga karna pembina teknis hanya satu mbak, hanya saya saja jadi nggak bisa kalo harus ngawasi warga binaan satu persatu saat praktek. Saya juga keterampilannya terbatas mbak, padahal mereka kadang bosen, mau nggak mau ya saya cari keterampilan diluar mbak nanti kalo agak bisa baru di praktekkin disini, sama-sama belajar sama warga binaannya. Dalam hal pemasaran kita juga masih kesulitan mbak, padahal mereka buat produk kayak gini untuk nambah biaya hidup juga selama disini” Dari wawancara diatas dapat dsimpulkan beberapa faktor penghambat pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan, yaitu antara lain : a) Masih adanya keterbatasan dalam penyediaan SDM khususnya Pembina Teknis dalam penyelenggaraan pembinaan keterampilan b) Tidak adanya jadwal yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan sehingga jika ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga
110
binaan ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan terlebih dahulu c) Dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan perempuan masih mempunyai kesulitan. C. PEMBAHASAN 1. Pemberdayaaan
Perempuan,
Lembaga
Pemasyarakatan
dan
Pembinaan Keterampilan Menurut Winarni (2004: 79)inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yakni
pengembangan
(enabling),
memperkuat
potensi
atau
daya
(empowerment) dan terciptanya kemandirian. Pemberdayaan terjadi pada pada individu yang memiliki kemampuan, dan atau individu yang memiliki daya yang masih terbatas. Senada dengan pendapat Ambar T Sulistiyani (2004 : 83-84) terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu: a) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam proses pemberdayaan. Pihak
pemberdaya/actor/pelaku
pemberdayaan
berusaha
menciptakan
prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. b) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan-keterampilan
agar
terbuka
wawasan
dan
memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
111
pembangunan. Individu akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. keadaan ini akan mensimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan-keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini, masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subjek dalam pembangunan. c) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapanketerampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian. Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Pada tahapan ini, masyarakat telah menjadi subyek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi innovator saja. Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pemberdayaan ada 3 tahapan yakni tahap persiapan, tahap transformasi serta tahap peningkatan kemampuan yang pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan kemandirian khususnya pada kaum perempuan. Dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan, pada tahap persiapan dilakukan sebelum warga binaan perempuan mengikuti pembinaan keterampilan dengan dilakukan kegiatan pembinaan diluar pembinaan
112
keterampilan
yakni
melalui
kegiatan
pembinaan
kepribadian
yang
dimaksudkan untuk membentuk perilaku sadar dan peduli pada diri warga binaan perempuan, sehingga mereka merasa membutuhkan adanya peningkatan kapasitas diri melalui pembinaan keterampilan. Selanjutnya dilakukan tahap kedua, yakni tahap transformasi kemampuan warga binaan perempuan berupa pemberian wawasan pengetahuan akan kecakapanketerampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Kegiatan ini dilakukan dengan memfasilitasi kegiatan pembinaan keterampilan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh warga binaan perempuan. Selanjutnya tahap ketiga dengan melakukan peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian. Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana atau warga binaan pemasyarakatan melalui pendidikan terutama pendidikan non formal. Menurut Jumiati (1995: 13), Lembaga Pemasyarakatan yaitu suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah Departemen Hukum dan HAM yang bertujuan untuk membina dan membimbing warga binaan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki warga binaan, petugas lembaga, serta masyarakat sesuai dengan kemampuan dan bakat serta minat demi terwujudnya kesejahteraan social warga binaan pemasyarakatan dan masyarakat.
113
Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan para perempuan yang menjadi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan melalui pendidikan non formal yang berupa pelatihan. Dengan adanya pembinaan keterampilan tersebut para warga binaan khususnya para warga binaan perempuan
diarahkan untuk membentuk
perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri melalui minat bakat dan potensi yang dimiliki yang sebelumnya telah dilakukan identifikasi oleh Petugas Pemasyarakatan. Setelah itu mereka diberikan wawasan pengetahuan serta kecakapan keterampilan melalui kegiatan pembinaan keterampilan. Pada akhirnya terbentuklah sikap inisiatf dan kemampuan inovatif pada diri warga binaan yang dapat mengantarkan pada kemandirian ketika bebas. Sehingga mereka dapat berperan kembali ke masyarakat serta hal yang paling penting adalah mereka tidak mengulangi tindak kriminal kembali atas dasar kesulitan ekonomi. Kegiatan pembinaan keterampilan yang dilaksanakan harus disesuaikan dengan minat bakat dan potensi yang ada dalam diri warga binaan perempuan, sehingga dapat memfasilitasi dan mengembangkan potensi dan kreatifitas yang mereka miliki
serta
demi
terwujudnya
kesejahteraan
sosial
warga
binaan
pemasyarakatan dan masyarakat. 2. Perencanaan Pembinaan Keterampilan Perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan
114
datang (Sudjana, 2004:57). Menurut Sudjana (2000: 218) tahap perencanaan adalah tahap dimana penggerak atau penyelenggara program mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program. Adapun kegiatan yang perlu dilakukan penggerak atau penyelenggara program dalam tahap perencanaan
ini
adalah
1)
Menentukan
kelompok
sasaran,
2)
Mengidentifikasi kelompok sasaran, 3) Mempelajari data tentang kelompok sasaran, 4) Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah, 5) Menetapkan topik dan tujuan program, 6) Menyusun materi, 7) Memilih dan menentukan metode dan teknik, 8) Menyiapkan daftar sasaran dan, 9) Menentukan waktu dan tempat. Dalam Pemberdayaan Perempuan melalui Pembinaan Keterampilan ini proses perencanaan yang dilakukan sama seperti teori, pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan dilakukan dengan langkah berikut : a) Menentukan kelompok sasaran. Dalam kegiatan pemberdayaan melalui pembinaan keterampilan yang dijadikan kelompok sasaran program adalah para warga binaan pemasyarakatan, khususnya warga binaan perempuan. b) Mengidentifikasi kelompok sasaran. Pada langkah ini Petugas Pemasyarakatan atau wali dari warga binaan melakukan identifikasi kepada warga binaan perempuan untuk mencari informasi tentang potensi yang dimiliki. Setelah minat bakat dan potensi yang ada pada warga binaan teridentifikasi, kemudian akan disesuaikan dengan
115
program-program
yang
akan
dilaksanakan
di
Lembaga
Pemasyarakatan, khususnya program pembinaan keterampilan. c) Mempelajari data tentang kelompok sasaran yaitu setelah hasil identifikasi minat bakat dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan perempuan diperoleh, kemudian hasil tersebut dipelajari untuk kemudian diambil alternatif kegiatan pembinaan keterampilan yang sesuai dengan potensi para warga binaan perempuan. Sehingga dalam tahap ini sangat penting dilakukan dalam menentukan program pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan agar potensi yang mereka miliki dapat berkembang dan dapat dijadikan bekal ketika bebas nanti. d) Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah. Dalam tahap ini Petugas Pemasyarakatan melakukan koordinasi dalam menentukan program pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan. Setelah program ditentukan, kemudian Petugas Pemasyarakatan melaporkan hasil koordinasi kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk dimintakan persetujuan. e) Menetapkan topik dan tujuan program. Setelah program pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ditentukan, langkah selanjutnya yakni menetapkan tujuan program pembinaan sesuai dengan tujuan pembinaan warga binaan pemasyarakatan yaitu bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya.
116
f) Menyusun materi. Setelah program pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan sudah ditentukan, maka setelah itu disusun materi yang sesuai dengan program pembinaan keterampilan. Dalam penyusunan materi ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang relevan seperti buku panduan, modul dan sumber-sumber lainnya serta dibantu oleh pembina teknis yang sudah ditentukan sebelumnya. Muatan atau isi materi juga disesuaikan dengan kondisi warga binaan perempuan, yakni isi materi hanya sebatas materi dasar saja. Akan tetapi jika warga binaan perempuan ingin memperdalam pengetahuan tentang pembinaan keterampilan yang diminati, maka disediakan buku bacaan di perpustakaan. g) Memilih dan menentukan metode dan teknik. Setelah materi kegiatan pembinaan keterampilan disusun, langkah selanjutnya yakni memilih dan menentukan metode dan teknik yang akan digunakan untuk pembelajaran warga binaan perempuan. Metode yang digunakan sesuai dengan metode warga binaan pemasyarakatan yakni melalui metode ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan secara personal dan kelompok. Karena pembinaan yang diajarkan bersifat keterampilan, maka lebih banyak dilakukan praktek secara langsung, tetapi diawal kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan metode ceramah dan pada saat kegiatan praktek berlangsung juga diberikan materi motivasi. Selain itu, dilakukan pendekatan secara personal agar pembina teknis dapat mengetahui seberapa jauh
117
pemahaman
warga
binaan
perempuan
terhadap
pembinaan
pelaksanaan
pembinaan
keterampilan yang diikuti. h) Menyiapkan
daftar
sasaran.
Dalam
keterampilan untuk warga binaan perempuan dicatat daftar warga binaan sebelum kegiatan dilaksanakan. Daftar tersebut digunakan untuk mengetahui kehadiran warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan. i) Menentukan waktu dan tempat. Kegiatan pembinaan keterampilan perempuan dilaksanakan setiap hari dan bertempat di Blok Wanita. 3. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, program pembinaan untuk warga binaan perempuan yang akan dilaksanakan yakni pembinaan keterampilan menjahit, pembinaan keterampilan merajut, pembinaan keterampilan membatik dan pembinan keterampilan handycraft. Dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan disesuaikan dengan materi, metode dan sarana dan prasarana yang sudah disediakan. Materi yang disampaikan berupa materi dasar masing-masing pembinaan keterampilan. Sedangkan metode yang digunakan yaitu dengan metode ceramah, praktek, pemberian motivasi serta pendekatan secara personal dan kelompok. Penggunaan metode sangat berpengaruh dalam kegiatan pembinaan keterampilan agar tujuan dari pembinaan dapat tercapai. Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan menggunakan metode ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan secara personal
118
dan kelompok.Karena pembinaan yang diajarkan bersifat keterampilan, maka lebih banyak dilakukan praktek secara langsung, tetapi diawal kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan metode ceramah dan pada saat kegiatan praktek berlangsung juga diberikan materi motivasi, hal tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan tetap mempunyai semangat
mengikuti
kegiatan
keterampilan.Selain
itu,
dilakukan
pendekatan secara personal agar pembina teknis dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman warga binaan terhadap pembinaan keterampilan yang diikuti. Hal tersebut sesuai dengan metode pembinaan warga binaan pemasyarakatan menurut Departemen Kehakiman dan HAM RI (2004: 65) yaitu : 1) Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnyakekeluargaan antara instruktur atau Pembina dengan yang dibina (warga binaan). 2) Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya dengan manusia lainnya. 3) Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis. 4) Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.
119
5) Pendekatan individual dan kelompok Dalam tahap pelaksanaan para penyelenggara program sudah terlibat langsung dalam pelaksanaan program pembinaan keterampilan. Pelaksanaan program pembinaan keterampilan dilaksanakan setiap hari di Blok Wanita. Menurut Sudjana (2000: 220) ada beberapa langkah yang perlu dilakukan penyelenggara program dalam tahap pelaksanaan program di lapangan adalah a) Melakukan konsultasi kepada pemuka masyarakat, b) Berkomunikasi dengan sasaran, c) Menjelaskan manfaat program bagi kelompok sasaran, dan d) Mencatat sasaran dan peristiwa program. Pelaksanaan
pemberdayaan
perempuan
melalui
pembinaan
keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan ini proses yang dilakukan tidak bisa sepenuhnya sama seperti teori, pemberdayaan yang dilakukan melalui pembinaan keterampilan dilakukan dalam 3 langkah, yakni : (1) Melakukan konsultasi kepada pemuka masyarakat. Dalam hal ini konsultasi dilakukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Melalui konsultasi ini penyeleggara program yakni Petugas Pemasyarakatan dapat memperoleh masukan mengenai pelaksanaan program pembinaan keterampilan. (2) Berkomunikasi dengan sasaran. Dalam hal berkomunikasi dengan warga binaan perempuan, Petugas Pemasyarakatan dan Pembina Teknis menggunakan materi, metode dan teknik, sarana dan
120
prasarana yang telah disiapkan, serta waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan dalam tahap persiapan. (3) Menjelaskan manfaat program bagi kelompok sasaran. Dalam hal ini Petugas Pemasyarakatan dan Pembina Teknis dalam memberikan materi disesuaikan dengan kondisi warga binaan perempuan agar dapat diterima dan dipahami oleh warga binaan perempuan. Selain itu, warga binaan perempuan diberikan materi motivasi agar menggugah hati, membangkitkan keinginan serta tetap menjaga semangat warga binaan perempuan dalam mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan. Pembina Teknis juga menyampaikan manfaat dan tujuan dari pembinaan keterampilan yakni untuk memberikan bekal ketrampilan kepada mereka untuk dijadikan mata pencaharian setelah mereka bebas dari lembaga pemasyarakatan. 4. Evaluasi Pembinaan Keterampilan Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah tujuan program yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah program sudah sesuai dengan rencana, dan dampak apa yang terjadi setelah program dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara serta data-data yang diperoleh di lapangan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tahap evaluasi yang dilakukan dalam pembinaan keterampilan dilakukan oleh Pembina Teknis, evaluasi biasanya dilakukan ketika proses pembinaan keterampilan berjalan yakni dengan mengamati secara langsung warga binaan perempuan saat melakukan kegiatan keterampilan ataupun dengan
121
melakukan tanya jawab antara warga binaan perempuan dengan pembina teknis saat penyampaian materi ataupun saat praktek pembinaan keterampilan. Hal tersebut dinilai efektif dikarenakan kegiatan praktek lebih banyak digunakan dari pada penyampaian materi. Dengan evaluasi langsung tersebut dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan dan kekurangan program pembinaan keterampilan tersebut. Hal diatas sesuai dengan pendapat Syamsu Mappa (Sudjana, 2000: 267) bahwa penilaian program pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menetapkan keberhasilan dan kegagalan program pendidikan. 5. Hasil Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan sebagai Bentuk Pemberdayaan Perempuan a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan 1) Peningkatan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Menurut
Legge
keterampilan
berarti
kemampuan
mengkoordinasikan dan tenaga yang bertingkat-tingkat, yaitu : 1) keterampilan yang hanya menggunakan otot atau tenaga dan hanya sedikit
menggunakan
pikiran.
2)
keterampilan
yang
banyak
menggunakan pikiran atau otak dan sedikit menggunakan otot, dan 3) keterampilan yang banyak menggunakan tenaga sedikit pikiran dan sedikit otot. Dengan demikian, keterampilan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang terencana dan terorganisir dalam memberikan kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.
122
Senada dengan pendapat tersebut, pemberian pembinaan keterampilan adalah suatu kegiatan yang sudah dilakukan perencanaan terlebih dahulu serta terorganisir. Hal tesebut dlakukan agar kegiatan pembinaan keterampilan yang diberikan sesuai dengan minat, bakat serta potensi yang warga binaan perempuan miliki agar dapat mejadi bekal ketika bebas nanti. 2) Perubahan Sikap dan Perilaku Warga Binaan Perempuan Tujuan dari dilaksankannya kegiatan pembinaan adalah adanya perubahan yang terjadi dalam diri warga binaan perempuan, salah satu perubahan yang diharapkan yakni perubahan sikap dan perilaku warga binaan khususnya warga binaan perempuan. Sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dan data-data yang diperoleh saat di lapangan, dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan sikap dan perilaku para warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan. Hal tersebut dapat dilihat pada partisipasi kehadiran para warga binaan perempuan saat mengikuti pembinaan keterampilan yang dinilai sudah cukup baik. Selain itu, sikap yang ditunjukkan para warga binaan perempuan saat mengikuti pembinaan keterampilan mayoritas berkelakuan baik antar sesama warga binaan dengan Petugas Pemasyarakatan maupun dengan Pembina Teknis. Adapun perilaku yang terlihat ketika saling berkomunikasi terjalin dengan harmonis dan terjalin seperti keluarga sendiri sehingga jika ada masalah dapat diselesaikan secara baik-baik.
123
Hal diatas seperti tujuan khusus pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan pemasyarakatan dalam Departemen Kehakiman dan HAM RI (2004: 56-57), yaitu : a) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya. b) Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional. c) Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin, serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan social. d) Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan Negara
3) Perubahan Motivasi Warga Binaan Perempuan Dalam hal ini para warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan sudah memikirkan dan memutuskan apa yang ingin mereka lakukan ketika bebas nanti dengan ilmu dan keterampilan yang sudah dimiiliki. Warga binaan perrempuan mayoritas memiliki motivasi untuk mengaplikasikan kemampuan keterampilan yang dimiliki yakni dengan membuka usaha, agar dapat hidup mandiri dan berbaur denggan masyarakat kembali ketika bebas nanti.. Hal tersebut sama seperti pendapat Ambar T. Sulistiyani (2004:
124
80) bahwa tujuan pemberdayaan perempuan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apayang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi menggunakan daya kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut. b. Produk yang Dihasilkan Warga Binaan Perempuan Setelah Mengikuti Pembinaan Keterampilan Menurut
Onny
S.
Prijono
menyatakan
bahwa
“proses
pemberdayaan perempuan merupakan tindakan usaha perbaikan atau peningkatan ekonomi, social budaya, politik dan psikologi baik secara individual maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik dan kelas social (1996 : 200). Pendapat tersebut sesuai dengan keadaan di lapangan yakni proses pemberdayaan perempuan yang dilakukan melalui kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan dapat memperbaiki atau meningkatkan ekonomi para warga binaan perempuan selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, baik secara individual ataupun secara kolektif. Dengan adanya pembinaan
125
keterampilan untuk warga binaan perempuan, dapat dihasilkan barang atau produk yang bernilai ekonomis. Sehingga dalam hal ini, tujuan dari pemberdayaan perempuan dapat tercapai. 6. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Pemberdayaan Perempuan melalui Pembinaan Keterampilan Adapun
faktor
yang
mendukung
pelaksanaan
pemberdayaan
perempuan melalui pembinaan keterampilan adalah sebagai berikut : a) Tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan keterampilan. Dahulu sebelum didirikan blok khusus wanita, warga binaan perempuan melakukan kegiatan pembinaan keterampilan di aula yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan, sehingga kegiatan mereka juga terbatas. Setelah disediakannya tempat khusus warga binaan perempuan dalam mengikuti pembinaan keterampilan diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dengan sarana prasarana yang disediakan. b) Adanya keinginan dari beberapa warga binaan perempuan untuk maju dan menambah ilmu yang kemudian akan mereka aplikasikan di masyarakat setelah mereka bebas. Para waarga binaan perempuan yang belum tau akan bekerja dimana ketika kelak bebas, mereka mempunyai keinginan untuk lebih memperdalam ilmu dan potensi yang merea miliki terutama dalam bidang keterampilan,agar ketika merea kembali ke masyarakat sudah mempunyai bekal untuk hidup mandiri.
126
c) Adanya kepedulian dari para Petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam memfasilitasi warga binaan perempuan. Adanya kepedulian para Petugas Pemasyarakata terhadap warga binaan perempuan terlihat dari kemauan mereka untuk bersedia membeli produk atau barang yang dihasilkan warga binaan perempuan. Selain itu terlihat dari daya dukung para Petugas Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan. d) Adanya beberapa warga binaan yang benar-benar minat mengikuti kegiatan keterampilan, sehingga mereka rutin mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan serta kreatifitas dan ide yang dimilikiwarga binaan perempuan sehingga produk yang dihasilkan bervariatif dan menarik. e) Adanya kepedulian dari lembaga diluar Lapas yang mau bekerjasama dan memberikan bantuan pengadaan alat untuk kegiatan keterampilan. Hal tersebut terlihat dari adanya pihak atau lembaga diluar Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan yang ikut mengisi kegiatan pembinaan keterampilan ataupun pembinaan lainnya. Selain itu, adanya penawaran untuk bekerjasama dengan pihak Lembaga Pemasyarakatan dengan melibatkan warga binaan. Sedangkan
fakor
penghambat
pelaksanaan
pemberdayaan
perempuan melalui pembinaan keterampilan adalah sebagai berikut : a) Masih adanya keterbatasan dalam penyediaan SDM khususnya Pembina Teknis dalam penyelenggaraan pembinaan keterampilan.
127
b) Tidak adanya jadwal yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan sehingga jika ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga binaan ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan terlebih dahulu c) Pembina teknis yang disediakan hanya satu, sehingga pada saat warga binaan melakukan praktek tidak dapat mengawasi satu persatu. Selain iu, keterampilan yang dimiliki pembina teknis terbatas d) Dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan perempuan masih mempunyai kesulitan yakni baru dipasarkan pada Petugas dan Pegawai Lapas, pengunjung dan diikutkan di pameran produk lokal.
128
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan
uraian hasil penelitian dan pembahasan yang
telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta a. Kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk para warga binaan perempuan berupa kegiatan pembinaan keterampilan menjahit, pembinaan keterampilan membatik, pembinaan keterampilan merajut, dan pembinaan keterampilan handycraft. b. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Pada
kegiatan
perencanaan
dilakukan
identifikasi minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan perempuan sebelum ditetukan kegiatan pembinaan keterampilan. Pada tahap pelaksanaan, warga binaan terlebih dahulu
dibekali
materi
dasar
mengenai
pembinaan
keterampilan yang diikuti sebelum melakukan praktek
129
langsung. Kemudian kegiatan evaluasi dilakukan langsung oleh Pembina Teknis untuk mengetahui seberapa jauh warga binaan perempuan memahami keterampilan yang diikuti. 2. Hasil Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan sebagai bentuk Pemberdayaan Perempuan a. Perubahan yang terjadi pada warga binaan perempuan setelah mendapat pembinaan keterampilan yaitu adanya peningkatan wawasan dan keterampilan bagi warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan. Selain itu adanya perubahan sikap dan perilaku serta motivasi warga binaan perempuan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mandiri. b. Hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan perempuan yaitu produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah mengikuti pembinaan keterampilan yang bernilai ekonomi, misalnya sprei, tas rajut, selendang batik tulis dan handycraft dari manik-manik. 3. Faktor
Pendukung
dan
Penghambat
Program
Pemberdayaan
Perempuan melalui Pembinaan Keterampilan a. Faktor pendukung 1) Faktor internal yakni dari dalam diri warga binaan perempuan yakni adanya keinginan untuk maju dan menambah ilmu serta keterampilan yang kemudian akan mereka aplikasikan di masyrakat setelah mereka bebas nanti serta adanya warga
130
binaan perempuan yang benar-benar minat mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan 2) Faktor
eksternal
yakni
faktor
dari
dalam
Lembaga
Pemasyarakatan yakni tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan keterampilan. Adanya kepedulian dari
para
Petugas
Lembaga
Pemasyarakatan
dalam
memfasilitasi pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan. Selain itu, adanya kepedulian dari lembaga diluar Lapas yang mau bekerjasama dan memberikan bantuan pengadaan alat untuk kegiatan keterampilan. b. Faktor Penghambat 1) Faktor
internal
yaitu
adanya
keterbatasan
kemampuan
keterampilan yang dimiliki pembina teknis. 2) Faktor eksternal yaitu masih adanya keterbatasan dalam penyediaan
SDM
khususnya
pembina
teknis
dalam
penyelenggaraan pembinaan keterampilan. Tidak adanya jadwal yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan sehingga jika ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga binaan ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan terlebih dahulu. Pembina teknis yang disediakan hanya satu, sehingga pada saat warga binaan melakukan praktek tidak dapat mengawasi satu persatu. Selain itu dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan perempuan masih mempunyai kesulitan.
131
B. SARAN Setelah
melaksanakan
penelitian
terhadap
pelaksanaan
pemberdayaan perempuan melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut : 1. Dalam pelaksanaan pembinaan ketrampilan khususnya untuk warga binaan perempuan harus dilakukan secara terus-menerus agar para warga binaan yang ikut pembinaan keterampilan benarbenar mempunyai motivasi untuk meneruskan keterampilan tersebut untuk bekal ketika bebas nanti sehingga tidak melakukan tindak kriminal kembali karena alasan ekonomi. 2. Perlu adanya tambahan sumber daya manusia khususnya untuk Pembina Teknis, agar keterampilan yang diberikan dapat bervariasi, sehingga tidak menimbulkan kebosanan terhadap warga binaan perempuan. 3. Lembaga Pemasyarakatan menjalin kerjasama yang lebih luas lagi dengan pihak atau lembaga diluar Lembaga Pemasyarakatan, khususnya untuk bekerjasama dalam bidang pemasaran produk yang dihasilkan oleh warga binaan perempuan.
132
DAFTAR PUSTAKA Ambar Teguh Sulistiyani. (2004). Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Yogyakarta : Gava Media. Anwar. (2007). Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung : Alfabeta. Andi Hanindito. (2011). Berdaya Bersama Perempuan Indonesia. Jakarta: Kementrian Sosial RI. Badan Pusat Statistika. (2013). Data Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986-2013. Diakses dari http://www.bps.go.id/ pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 09.23. Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Kriminal 2014. Diakses dari www.bps.go.id pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 09.30. Bainar dkk. (1999). Jagad Wanita dalam Pandangan Para Tokoh Dunia. Jakarta : PT. Pustak Cidesindo. Bungin, Burhan. (2001). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Surabaya : PT. Rajagrafindo Persada. Departemen Kehakiman Republik Indonesia. (2004). Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang pemasyarakatan. Jakarta : Direktorat Jendral Pemasyarakatan. Edi Suharto. (2009). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Elling Susuardi. (2008). Strategi Pemberdayaan Masyarakat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan. Buletin Idea. Jumiati. (1995). Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Dan Bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Untuk Mencapai Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta : IKIP. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1999). Pemasyarakatan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005). Pembinaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2001). Narapidana.
133
Moleong, Lexy. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nana Syaodih Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nasution. (2006). Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara. Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka. (1996). Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta : Centre for Strategic and International Stidies (CSIS). Pasal 1 Ayat 2, 3, 5, 7, 8 dan 9 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 2 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 6 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Rini Rinawati. (2010) Pemberdayaan Perempuan Dalam Tridaya Pembangunan Melalui Pendekatan Komunikasi Antarpribadi. Diakses dari http://prosiding.lppm.unisba.ac.id. Pada tanggal 16 Februari 2016, pukul 18.32. Saugi, W., & Sumarno, S. (2015). PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PELATIHAN PENGOLAHAN BAHAN PANGAN LOKAL. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2(2), 226 - 238. doi:http://dx.doi.org/10.21831/jppm.v2i2.6361 Soelaiman Joesoef. (2004). Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Soehartono, Irawan. (2005). Metode Penelitian Sosial. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta. Sudjana S. (2001). Pendidikan Luar Sekolah : Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah Production. SihombingUmberto. (1999). Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan.Jakarta: PD Mahkota.
134
Wikipedia. (2016). Sensus Penduduk Indonesia 2010. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sensus_Penduduk_Indonesia_2010 pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 11.20.
135
LAMPIRAN
136
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PETUGAS LAPAS WIROGUNAN YOGYAKARTA Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
1. Identitas Subjek Penelitian a. Nama
:
b. Tempat, tanggal lahir
:
c. Alamat
:
d. Jabatan
:
2. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Profil Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta a. Kapan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta berdiri ? b. Bagaimana sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta ? c. Apakah visi dan misi didirikannya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta ? d. Bagaimana struktur lembaga yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta ? 3. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Pemberdayaan Perempuan melalui Pembinaan Keterampilan a. Bagaimana bentuk pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta ? b. Apa yang melatarbelakangi adanya program pembinaan keterampilan diadakan ? c. Apa tujuan dari diadakannya program pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ? d. Bagaimana cara mengidentifikasi kebutuhan warga binaan perempuan untuk diberikan program pembinaan keterampilan ? e. Apa saja program pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan perempuan ? f. Bagaimana pembagian jadwal pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ?
138
g. Siapa saja yang terlibat dalam persiapan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil program pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ? h. Bagaimana cara mengevaluasi kegiatan pembinaan ketermpilan untuk warga binaan perempuan ? i. Apa saja yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ? j. Apa saja yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ? 4. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan ? a. Berapa jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan perempuan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta ? b. Apa saja tindak kriminalitas yang dilakukan oleh warga binaan perempuan sehingga dikenai hukuman pidana ? c. Apa saja kegiatan yang dilakukan warga binaan perempuan selama di dalam Lapas Wirogunan ? d. Bagaimana cara memotivasi warga binaan perempuan agar antusias mengikuti setiap kegiatan yang diberikan ? e. Bagaimana cara memberikan bekal agar warga binaan perempuan tidak akan melakukan tindak kriminalitas kembali ? 5. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Sarana dan Prasarana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan a. Dimana tempat untuk melaksanakan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ? b. Bagaimana kondisi tempat pelaksanaan pembinaan keterampilan ? c. Apa saja sarana dan prasarana yang digunakan untuk pelaksanaan pembinaan keterampilan ? d. Dari manakah sumber dana yang digunakan untuk pelaksanaan program pembinaan keterampilan ? e. Bagaimana cara sumber dana tersebut dikelola ?
139
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PEMBINA TEKNIS/ INSTRUKTUR Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
1. Identitas Subjek Penelitian a. Nama
:
b. Tempat, tanggal lahir
:
c. Alamat
:
d. Jabatan
:
e. Pendidikan Terakhir
:
2. Pertanyaan
Wawancara
Penelitian
Mengenai
Pelaksanaan
Pembinaan
Keterampilan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan a. Apa
kontribusi
adanya
pembinaan
keterampilan
dalam
pemberdayaan
perempuanbagi warga binaan perempuan? b. Bagaimana cara mengidentifikasi kebutuhan warga binaan perempuan untuk menentukan kegiatan pembinaan keterampilan yang akan diberikan ? c. Bagaimana persiapan program kegiatan pembinaan keterampilan yang akan dilaksanakan ? d. Bagaimana proses pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? e. Bagaimana cara memotivasi warga binaan perempuan agar mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan dari awal hingga akhir ? f. Apa saja materi yang diberikan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? g. Apa metode yang digunakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? h. Media apa saja yang digunakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? i. Bahan ajar apa yang digunakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? j. Apa saja sarana dan prasarana yang mendukung dilaksanakannya pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? 140
k. Apa peran pembina teknis dalam mengoptimalkan kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? l. Apa peran pembimbing dalam mendampingi kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? m. Apakah dalam kegiatan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan diberikan materi untuk membentuk suatu usaha ? n. Bagaimana cara menilai atau mengevaluasi hasil pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? 3. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Sikap Warga Binaan Saat Mengikuti Pembinaan Keterampilan a. Bagaimana partisipasi kehadiran warga binaan perempuan saat diadakan kegiatan pembinaan keterampilan ? b. Bagaimana sikap warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? c. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan warga binaan perempuan lain selama kegiatan pembinaan keterampilan berlangsung ? d. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan pembina teknis selama kegiatan pembinaan keerampilan berlangsung ? e. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan petugas lembaga pemasyarakatan ? 4. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Hasil Kegiatan Pembinaan Keterampilan Bagi Warga Binaan Perempuan a. Bagaimana cara mengetahui keberhasilan dari pembinaan keterampilan bagi warga binaan perempuan ? b. Apa saja barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? c. Bagaimana cara mengelola atau memasarkan barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan ? d. Bagaimana kondisi warga binaan perempuan setelah dilakukan pembinaan keterampilan ? 5. Pertanyaan Penghambat
Wawancara Kegiatan
Penelitian Pembinaan
Perempuan
141
Mengenai
Faktor
Keterampilan
Bagi
Pendukung Warga
dan
Binaan
a. Apa yang menjadi faktor pendukung dilaksanakannya pembinaan keterampilan dalam pemberdayaan warga binaan perempuan ? b. Apa yang menjadi faktor penghambat dilaksanakannya pembinaan keterampilan dalam pemberdayaan warga binaan perempuan ?
142
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK WARGA BINAAN PEREMPUAN Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas Ii A Wirogunan Yogyakarta 1. Identitas Subjek Penelitian a. Nama
:
b. Tempat, tanggal lahir
:
c. Alamat
:
d. Masa Tahanan
:
2. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan ? a. Bagimana peran pembinaan keterampilan dalam kegiatan pemberdayaan perempuan ? b. Apa kegiatan pembinaan keterampilan yang paling diminati oleh warga binaan perempuan ? c. Bagaimana sarana dan prasarana yang disediakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan ? d. Bagaimana pembina teknis atau instrktur dalam menyampaikan materi kegiatan pembinaan keterampilan ? e. Bagaimana petugas lembaga pemasyarakatan dalam mendampingi kegiatan pembinaan keterampilan ? f. Apa yang menjadi faktor pendukung warga binaan perempuan dalam mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? g. Apa yang menjadi faktor penghambat warga binaan perempuan dalam mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? h. Bagaimana media yang digunakan selama kegiatan pembinaan keterampilan berlangsung ? i. Materi apa saja yang diperoleh warga binaan perempuan setelah mengikuti pembinaan keterampilan ? j. Apa saja manfaat yang diperoleh warga binaan perempuan setelah mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? k. Apa saja barang atau produk yang telah dihasilkan warga binaan perempuan selama mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ?
143
l. Apa masukan yang ingin disampiakan warga binaan perempuan untuk mengembangkan kegiatan pembinaan keterampilan ? m. Bagaimana kesan warga binaan perempuan setelah mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? n. Adakah perubahan yang terjadi dalam diri warga binaan perempuan setelah mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? o. Apakah dengan mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan akan bermanfaat bagi warga binaan perempuan saat kembali berinteraksi dengan masyarakat lagi ? p. Adakah
rencana
akan
mengaplikasikan
hasil
dari
kegiatan
keterampilan selama di Lapas Wirogunan ketika bebas nanti ?
144
pembinaan
PEDOMAN DOKUMENTASI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA
A. Arsip Tertulis a. Profil Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta b. Visi dan Misi c. Struktur Organisasi d. Program Kegiatan e. Data Pegawai f. Data Warga Binaan Pemasyarakatan
B. Foto a. Foto keadaan lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta b. Foto pegawai
Lembaga Pemasyarakatan
saat membina Warga Binaan
Pemasyarakatan c. Foto warga binaan pemasyarakatan perempuan d. Foto kegiatan warga binaan pemasyarakatan perempuan saat mengikuti pembinaan keterampilan e. Foto sarana dan prasarana kegiatan pembinaan keterampilan
145
CATATAN LAPANGAN 1
Tanggal
: Rabu, 13 April 2016
Waktu
: 13.00-14.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Permohonan Ijin
Deskripsi Peneliti dating ke Lembaga PemasyarakatanKlas II A Wirogunan Yogyakarta untuk menyerahkan surat ijin penelitian yang telah disetujui oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Yogyakarta. Peneliti disuruh bertemu dengan ibu ”CA” untuk menyerahkan surat ijin penelitian. Berhubung ibu “CA” pada saat itu sedang tidak di tempat, maka surat ijin penelitian diserahkan ke bapak “AB” untuk dimintakan disposisi dengan Kalapas Wirogunan Yogyakarta. Kemudian bapak “AB” menyuruh peneliti menunggu informasi dari Lapas apabila surat ijin penelitian sudah diberikan disposisi. Setelah itu, peneliti mohon ijin pulang dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada bapak “AB”.
147
CATATAN LAPANGAN 2
Tanggal
: Senin, 18 April 2016
Waktu
: 09.00-13.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Permohonan Ijin dan mengamati proses pembinaan keterampilan
Deskripsi
Peneliti mendatangi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk mengambil surat ijin penelitian dengan menemui bapak “AB”. Setelah bertemu dengan bapak “AB”, beliau mengarahkan untuk bertemu dengan ibu “KD” yang akan membimbing selama penelitian. Kemudian peneliti menemui ibu “KD” dan menjelaskan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan. Peneliti melakukan wawancara dengan Ibu “KD” tentang pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dilakukan untuk warga binaan perempuan. Setelah wawancara dirasa cukup, ibu “KD” mengajak peneliti ke blok wanita untuk melihat langsung pelaksanaan pembinaan keterampilan yang ada pada hari itu. Akan tetapi pada saat itu ibu “KD” sedang ada tamu, makadi gantikan oleh ibu “ET”. Keterampilan yang dilaksanakan pada hari itu adalah pembinaan keterampilan menjahit dan membatik (batik tulis).Peneliti bertemu dengan ibu “AS” yang merupakan Pembina teknis atau instruktur pembinaan keterampilan yang berasal dari Lembaga Pemasyarakatan Klas II AWirogunan Yogyakarta. Peneliti mengamati proses pembinaan keterampilan menjahit dan membatik yang dilakukan oleh warga binaan perempuan. Pembinaan keterampilan menjahit pada saat itu diikuti oleh 3 orang warga binaan perempuan, sedangkan pembinaan keterampilan membatik diikuti oleh 3 orang juga. Terlihat bahwa warga binaan yang mengikuti pembinaan keterampilan sangt antusias dan terlihat sudah cukup mahir dalam hal menjahit maupun membatik. Selain mengamati proses pembinaan
148
keterampilan, peneliti juga menggali informasi dari warga binaan perempuan mengenai kegiatan pembinaan keterampilan menjahit dan membatik. Setelah mengamati pembinaan keterampilan, peneliti melakukan wawancara dengan ibu “AS” selaku Pembina teknis/ instruktur pembinaan keterampilan untuk menggali informasi tentang proses pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan perempuan. Beliau mengatakan bahwa pelaksanaan pembinaan keterampilan khususnya keterampilan menjahit dan membatik sudah berjalan cukup efektif. Hanya saja memang peminatnya tidak terlalu banyak dikarenakan warga binaan perempuan lebih berminat di kegiatan pembinaan lain seperti pembinaan kerokhanian maupun pembinaan jasmani. Setelah mendapatkan informasi yang cukup, peneliti mohon pamit serta mengucapkan terimakasih kepada Petugas Pemasyarakatan
dan
Warga
Binaan
149
Pemasyarakatan
Perempuan
CATATAN LAPANGAN 3
Tanggal
: Senin, Mei 2016
Waktu
: 08.00-11.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
: Konsultasi Proposal Penelitian
Deskripsi Peneliti datang ke Lembaga PemasyarakatanKlas II A Wirogunan Yogyakarta menemui Ibu “KD” selaku pembimbing lapangan untuk menggali informasi tentang pelaksanaan pembinaan bagi warga binaan perempuan serta mengkonsultasikan proposal penelitian. Ibu ”KD” memberikan informasi dan gambaran mengenai pelaksanaan pembinaan yang diberikan kepada warga binaan perempuan. Ibu “KD” juga menjelaskan ada beberapa pembinaan yang diberikan untuk warga binaan perempuan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Setelah peneliti mendapatkan informasi mengenai pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta, peneliti mohon pamit dan tidak lupa mengucapkan terimakasih.
150
CATATAN LAPANGAN 4
Tanggal
: Selasa, 17 Mei 2016
Waktu
:09.00-13.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Mencari informasi mengenai LembagaPemasyarakatanKlas II A Wirogunan Yogyakarta
Deskripsi Peneliti datang kembali ke Lembaga PemasyarakatanKlas II A Wirogunan Yogyakarta untuk bertemu dengan ibu “KD” di ruang kerjanya untuk mendapatkan informasi
mengenai
Lembaga
PemasyarakatanWirogunan
dan
pembinaan
keterampilan yang dilakukan. Ibu “KD” memberikan penjelasan yang jelas mengenai pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Hasil dari pertemuan tersebut adalah peneliti mendapatkan informasi mengenai profil dan sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Selainitu, peneliti juga mendapat informasi mengenai proses pembinaan dan program pembinaan
yang dilakukan di
Lembaga
Pemasyarakatan Wirogunan. Semua kegiatan pembinaan terlebih dahulu dilakukan perencanaan sebelum ditentukan program pembinaan. Program pembinaan yang dilakukan di Lapas Wirogunan yaitu dibedakan menjadi 2 jenis pembinaan yakni pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Dalam pembinaan kepribadian meliputi kegiatan kesehatan jasmani, kerohanian dan intelektual. Sedangkan dalam pembinaan kemandirian ada pembinaan keterampilan dan pembinaan minat dan bakat. Kegiatan pembinaan keterampilan meliputi pembinaan keterampilan menjahit, merajut, membatik dan handycraft. Dalam pembinaan minat dan bakat meliputi kegiatan seni tari, membuat puisi, dan olah vokal. Setelah informasi dirasa cukup, peneliti kemudian meminta ijin untuk pamit dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.
151
CATATAN LAPANGAN 5
Tanggal
: Senin, 23 Mei 2016
Waktu
: 09.00-13.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Mencari informasi mengenai pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan
Deskripsi
Peneliti datang kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan bertemu dengan ibu “KS” untuk mendapatkan informasi lebih rinci mengenai pelaksanaan program pembinaan keterampilan yang dilakukan untuk warga binaan perempuan. Informasi yang didapatkan yakni sebelum program pembinaan keterampilan ditentukan, terlebih dahulu dilakukan tahap perecanaan yang dilakukan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang kemudian dimintakan persetujuan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Dalam tahap perencanaan dilakukan identifikasi minat, bakat serta potensi yang dimiliki oleh warga binaan setelah itu baru bisa ditentukan program pembinaan keterampilan yang dapat menyalurkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan. Dalam tahap pelaksanaan pembinaan keterampilan, kegiatan dilakukan oleh Pembina teknis/ Instriktur. Sedangkan pada akhir kegiatan dilakukan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan para warga binaan dalam mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan. Hasil dari kegiatan pembinaan keterampilan adalah produk atau barang yang dihasilkan warga binaan pemasyarakatan yang dapat dijual. Pemasaran produk dilakukan dengan menawarkan barang ke para Petugas dan Pegawai Lapas selain itu juga diikutkan di kegiatan pameran produk lokal. Setelah informasi dirasa cukup, peneliti memohon pamit kemudian tidak lupa mengucapkan terima kasih.
152
CATATAN LAPANGAN 6
Tanggal
: Selasa, 24 Mei 2016
Waktu
: 09.00-13.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Mencari informasi mengenai pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan
Deskripsi Peneliti datang kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan untuk menemui ibu “AS” selaku pembina teknis atau instruktur pembinaan keterampilan. Tujuan peneliti menemui beliau adalah untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan. Ibu “AS” adalah satu- satunya pembina teknis yang diamanatkan untuk menjadi instruktur pembinaan keterampilan warga binaan perempuan. Pembinaan keterampilan yang dilakukan yakni pembinaan keterampilan menjahit, membatik, merajut serta handycraft. Pada saat peneliti melakukan observasi, ibu “AS” sedang mendampingi kegiatan pembinaan keterampilan membatik. Dalam melakukan kegiatan pendampingan, beliau melakukan secara bergantian sekaligus mengamati kegiatan praktek para warga binaan perempuan. Dalam melakukan evaluasi, beliau melakukan secara langsung, jadi jika ada warga binaan perempuan yang melakukan kesalaha dalam praktek langsung dievaluasi oleh beliau secara langsung. Beliau juga menyampaikan bahwa di Lapas Wirogunan memang mempunyai keterbatasan dalam menyediakan sumber daya manusia, khususnya pembina teknis. Setelah mendapatkan informasi yang cukup, peneliti memohon pamit dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.
153
CATATAN LAPANGAN 7
Tanggal
: Senin, 13 Juni 2016
Waktu
: 09.00-13.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Mengamati proses pembinaan keterampilan menjahit dan melakukan wawancara dengan warga binaan perempuan
Deskripsi Peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk mengamati proses pembinaan keterampilan menjahit. Pembinaan keterampilan menjahit yang dilakukan untuk warga binaan perempuan berjalan dengan lancar dan diikuti oleh 3 orang warga binaan. Warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit sudah cukup mahir, hal tersebut terlihat saat mereka menjahit dengan membuat sprei. Para warga binaan perempuan terlihat antusias dalam mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, apabila ada sesuatu yang tidak mengerti mereka bertanya kepada pembina teknis. Setelah mengamati pembinaan keterampilan menjahit, peneliti melakukan wawancara dengan BN selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit. Informasi yang didapat yakni, BN mempunyai minat dalam menjahit karena dapat mengembangkan kreatifitas yang ia miliki serta mempunyai keinginan untuk menerapkan keterampilan menjahit saat bebas nanti. Setelah dirasa cukup, peneliti mengucapkan terima kasih serta memberikan sedikit tanda kasih. Setelah itu, peneliti melakukan wawancara dengan ibu “AS” dan menggali informasi mengenai pembinaan keterampilan menjahit yang dilakukan. Ibu “AS” mengatakan bahwa pembinaan keterampilan menjahit sudah berjalan lancar dan efektif, akan tetapi peminatnya memang sedikit karena setiap warga binaan perempuan mempunyai minat dan bakat serta potnsi yang berbeda-beda. Setelah informasi yang didapat cukup, peneliti meminta pamit dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.
154
CATATAN LAPANGAN 8 Tanggal
: Senin, 20 Juni 2016
Waktu
: 09.00-13.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Mengamati proses pembinaan keterampilan membatik dan melakukan wawancara dengan warga binaan perempuan
Deskripsi Peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan untuk mengamati proses pembinaan keterampilan membatik dengan menemui ibu “AS” selaku pembina teknis. Pembinaan keterampilan membatik yang dilakukan untuk warga binaan perempuan yakni batik tulis. Pembinaan keterampilan batik tulis ini dipilih karena berawal dari kegiatan mahasiswa yang mengisi kegiatan pelatihan membuat batik tulis, kemudian para warga binaan perempuan ingin melanjutkan kegiatan tersebut dan difasilitasi oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan. Walaupun proses membatik dianggap rumit dan lama, akan tetapi warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan mempunyai minat dalam membuat batik tulis. Pembinan keterampilan membatik ini diikuti oleh 3 orang warga binaan perempuan, kegiatan ini dilakukan di Blok Wanita tetapi dalam proses melorot batik dilakukan di Ruang Bimker warga binaan laki-laki dikarenakan fasilitas di Blok Wanita belum mamadai. Setelah itu, peneliti melakukan wawancara dengan salah satu warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik yakni SL. Beliau mempunyai minat dalam mengikuti pembinaan keterampilan batik tulis karena ia senang dengan batik walaupun butuh waktu yang cukup lama dan harus tlaten. Beliau juga mempunyai keinginan untuk melanjutkan keterampilan membatik saat bebas nanti untuk memperkenalkan cara membuat batik tulis untuk warga, khususnya anak muda disekitar lingkungannya nanti. Setelah informasi yang didapat cukup, peneliti memohon pamit dan mengucapkan terima kasih serta memberikan sedikit tanda kasih.
155
CATATAN LAPANGAN 9
Tanggal
: Senin, 27 Juni 2016
Waktu
: 09.00-13.00 WIB
Tempat
: Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan
:Mengamati proses pembinaan keterampilan merajut dan handycraft dan melakukan wawancara dengan warga binaan perempuan
Deskripsi Peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk mengamati pelaksanaan pembinaan keterampilan merajut dan handycraftdengan menemui ibu AS selaku pembina teknis pembinaan keterampilan. pembinaan keterampilan merajut sudah dilakukan cukup lama dan hampir semua warga binaan perempuan mengikuti pembinaan ini, produk yang dibuat berupa tas dan dompet rajut. Sedangkan pembinaan keterampilan handycraft produk yang dibuat yakni manik-manik dan bunga hias dari akrilik. Kedua pembinaan keterampilan tersebut cukup diminati oleh para warga binaan perempuan dikarenakan mudah untuk dipahami dan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja untuk mengisi waktu luang. Peneliti juga melakukan wawancara kepada SM selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut. Beliau mengikuti pembinaan keterampilan merajut dikarenakan dapat disambi dimana saja serta mempunyai nilai jual yang lumayan. Barang yang biasanya dibuat yaitu tas rajut. Beliau juga mempunyai keinginan untuk melanjutkan keterampilan merajut ketika bebas nanti untuk dijadikan mata pencaharian. Setelah informasi yang didapat dirasa cukup, peneliti memohon pamit dan mengucapkan terima kasih serta memberikan sedikit tanda kasih.
156
REDUKSI DATA, DISPLAY, KESIMPULAN 1. Pelaksanaan
program
pemberdayaan
perempuan
melalui
pembinaan
keterampilan warga binaan a. Apa yang melatarbelakangi para warga binaan perempuan menjadi narapidana di Lapas Wirogunan ? KD
: disini kasusnya macam-macam mbak ada yang masuk karena penipuan, penggelapan uang, nakoba ada juga yang pembunuhan. Kebanyakan mereka masuk Lapas dikarenakan faktor ekoomi, mau keja tetapi kemampuan mereka terbatas padahal kebutuhan terus meningkat, tanpa berfikir panjang mereka terpaksa melakukan tindakan kriminal seperti yang saya sebutkan tadi. Selain itu juga mereka kurang paham tentang hukum.
AM
: Banyak alasan mereka itu masuk sini. Ada yang nipu biar bisa dapet uang, ada yang judi, narkoba tapi kebanyakan jadi pengedar kalo sini. Ya intinya banyak, tapi memang disini kasusnya mayoritas penipuan sama narkoba itu kalau kasus yang warga binaan perempuan. Ya alasan mereka melakukan itu ada yang karena kepepet nggak punya uang akhirnya nipu, menggelapkan uang dan tindakan criminal lainnya, karna ya memang apaapa mahal sedangkan kebutuhan hidup mereka juga meningkat dan pada akhirnya mereka melakukan tindakan yang melanggar hokum seperti itu.
Kesimpulan : Para perempuan yang menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan mayoritas disebabkan karena faktor ekonomi keluarga sehingga mereka melakukan tindakan seperti penipuan, penggelapan, pencurian, dan pengedar narkoba untuk mencukupi kebutuhan hidup dan tidak memikirkan akibat dari melakukan tindakan pelanggaran hukum tersebut 158
dikarenakan masih sedikitnya pemahaman mereka tentang hukum yang berlaku. b. Bagaimana kontribusi pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan
Wirogunan
terhadap
warga
binaan
perempuan
dalam
pemberdayaan perempuan ? KD
: Pastinya sangat berkontribusi sekali,apa lagi untuk mereka yang masuk disini karena faktor ekonomi, jadi sedikit banyak membekali mereka keterampilan yang nantinya bermanfaat ketika mereka keluarr dari sini agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum karena alasan ekonomi itu tadi. Pada dasarnya pembinaan yang dilakukan disini kan untuk membangun diri mereka kembali, dari segi mentalnya dibina, agamanya dibina, pendidikannya dibina, keteampilan pun juga diberikan, harapannya agar mereka tidak mengulangi kesalahan itu tadi.
KS
: Ya sangat berkontribusi sekali mbak, apalagi melalui kegiatan keterampilan seperti ini, mereka dapat mengembangkan keterampilan yang mereka miliki, nanti hasilnya dijual kan bisa untuk nambah pendapatanselama disini. Apalagi untuk mereka yang latar belakang masuk sini karena masalah ekonomi, nanti kalau sudah bebas kan bisa dipraktekkan dirumah biar nggak melakukan kesalahan lagi.
Kesimpulan
:
Pembinaan
keterampilan
yang
dilakukan
di
Lembaga
Pemasyarakatan Wirogunan sangat berkontribusi dalam pemberdayaan perempuan karena selain mental, kerokhanian dan pendidikan mereka dibina, mereka juga diberikan keterampilan agar dapat mengembangkan minat, bakat dan potensi yang dimliki sehingga ketika mereka bebas nanti
159
dapat menjadi bekal untuk berbaur kembali dengan masyarakat dan tidak melakukan kesalahan lagi karena alasan ekonomi. c. Apa saja program pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan ? KD
: Untuk pembinaan disini dibagi menjadi 2, ada pembinaan kepibadian dan pembinaan kemandirian. Kalau pembinaan kepribadian itu melputi pembinaan jasmani melalui kegiatan keolahragaan, ada pembinaan kerokhanian
ada
juga
pembinaan
intelektual.
Kalau
pembinaan
kemandirian ada pembinaan bakat dan keterampilan. Pembinaan keterampilan khusus untk warga binaan perempuan yang saat ini masih berjalan itu ada keterampilan menjahit, terus mbatik, merajut ada juga handycraftitu daari manik-manik dibuat menjadi tas atau dompet atau bunga hias seperti ini. KS
: Iya disini pembinaan ada 2 macem mbak, ada pembinaan kepribadian itu kegiatannya ada kegiatan olahraga, ada juga kegiatan kerokhanian menurut agama yang mereka anut, ada juga pembinaan kesehatan. Kalau untuk pembinaan kemandirian itu ada pembinaan menurut bakat dan pembinaan keterampilan. Kalau pembinaan bakat saat ini ada kegiatan menyanyi, ada menulis puisi, ada juga menari. Untuk pembinaan keterampilannya ada mbatik tapi khusus batik tulis seperti ini, ada menjahit, rajut dan handycraft.
Kesimpulan : Program pembinaan keterampilan yang diberikan khusus untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan saat ini ada pembinaan keterampilan menjahit, batik tulis, merajut dan handycraftyakni membuat tas, dompet atau bunga hias dari manik-manik
160
. d. Bagaimana perencanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan ? KD
: Untuk perencanaannya kami lakukan identifikasi terlebih dahulu. Jadi warga binaan yang baru masuk langsung diberikan wali. Nah wali tadi bertanggungjawab atas warga binaannya itu tadi, jadi wali harus mengetahui bakat, potensi dan minat yang warga binaan miliki. Nah setelah tau apa bakat dan minatnya tadi, kita salurkan melalui pembinaan yang ada, dengan syarat warga binaan tadi sudah berstatus sebagai narapidana. Kalau sudah tau apa bakat minatnya, setelah itu ditentukan apa kegiatan yang sesuai dengan potensi yang dimilki
KS
: Ya kalau untuk perencanaannya harus kita sesuaikan dengan bakat dan minat warga binaannya mbak, kita lakukan identifikasi dulu apa bakatnya, apa minatnya, baru setelah itu didiskusikan sama Petugas Lembaga Pemasyarakatan lalu Bapak Kalapas juga, untuk menentukan keterampilan apa yang akan diberikan. Kadang ada juga kegiatan pelatihan keterampilan dari luar mbak, dari mahasiswa yang praktek, apa lembagalembaga yang ingin bekerjasama dengan Lapas. Kayak batik ini, dulu awalnya dari mahasiswaAtmajaya yang praktek disini, kebetulan saya juga lagi belajar batik tulis juga, yang minat juga ada, makanya saya lanjutkanmbak batik tulisnya.
Kesimpulan : perencanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan adalah pertama-tama dilakukan perwalian untuk setiap warga binaan, tujuannya adalah untuk mengetahui bakat, minat dan potensi yang dimiliki oleh para warga binaan. Setelah
161
mengetahui
hasilnya,
lalu
didiskusikan
oleh
Petugas
Lembaga
Pemasyarakatan dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk kemudian ditentukan pembinaan keterampilan apa yang sesuai untuk warga binaan. Selain itu, pembinaan keterampilan kadang diisi kegiatan keterampilan dari luar misalnya dari mahasiswa yang sedang melakukan praktek dan lembaga-lembaga
yang
ingin
bekerjasama
dengan
Lembaga
Pemasyarakatan Wirogunan. e. Bagaimana materi yang diberikan dalam pembinaan keterampilan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan ? AS
: Ya kalau saya pribadi menyampaikan materi ya santai mbak yang penting bisa dipahami sama warga binaan, disesuaikan juga dengan kegiatan keterampilannya. Kalau menjahit ya diberikan materi dasar dulu awalnya, nanti langsung praktek. Kalau batik kan dulu materinya dari pembina yang disedikan mahasiswa Atmajaya, kalau sekarang praktek terus, cuma disediakan buku kalau mau mempelajari tentang batik lebih dalam lagi.
BN
: Kalau materi yang diberikan ya jelas mbak, gampang dimengerti. Saya kan ikut menjahit, jadi dulu dikasih materi tentang membuat pola dasar dulu, caranya ngukur gimana, alat-alatnya apa aja, gimana cara njaitnya, ya sampai sekarang jadi bisa ini mbak, pokoknya banyak mbak, lengkap.
SL
: Materi ya mbak, ya jelas mbak cara menyampaikan pada kita juga enak, enggak sepaneng, ya gampang aja mbak ngikutinnya. Dulu dijelasin tentang cara membatik dulu, terus langsung praktek nggambar motif batik, terus di gambar pake malam kayak gini mbak, habis ini kan dikasih warna, terus dilorot, terus udah jadi batiknya.
162
Kesimpulan : materi yang disampaikan oleh pembina teknis disesuaikan dengan keterampilan yang diajarkan kepada warga binaan perempuan. Dimulai dari diberikan materi dasar hingga mempraktekkan langsung keterampilan yang diajarkan. Warga binaan perempuan juga disediakan buku jika ingin memperdalam pengetahuan sesuai dengan keterampilan yang mereka minati. Penyampaian materi yang dilakukan santai dan mudah dipahami oleh warga binaan perempuan. f. Bagaimana metode yang dipakai dalam pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lapas Wirogunan ? AS
: Metode yang saya pakai selama pembelajaran ya macem-macem mbak, kadang ceramah, kadang saya beri motivasi, tetapi kebanyakan memang praktek langsung kayak gini. Biasanya saya kalau materi cuma 15% aja, nanti selebihnya praktek soalnya kalau keterampilan kan memang banyak prakteknya dari pada materi, nanti sambil jalan saya sisipkan motivasmotivasi untuk mereka, biar mereka tetep semangat ikut kegiatan seperti ini. Kalau metode pembinaan untuk warga binaan tahanan gini kan beda mbak, harus lebih ke personal pendekatnnya biar kalo ada apa-apa kita bisa selesaikan bersama-sama.
SL
: Kalau metodenya ya kebanyakan kita praktek e mbak, paling materi itu cuma pas awal aja, kalau udah pada ngerti ya pada langsung praktek sendiri-sendiri kayak gini. Ya kadang diberikan motivasi juga pas praktek, maklum to mbak kadang-kadang jenuh apalagi mbatik kayak gini, harus tlaten dan memang lama kan prosesnya. Kalau nanti ada kesulitan ya tanya sama pembina teknisnya kalau enggak ya tanya temen yang udah bisa.
163
Kesimpulan :
Pembinaan
keterampilan
yang
dilakukan
di
Lembaga
Pemasyarakatan Wirogunan menggunakan beberapa metode yakni ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan secara personal dan kelompok. Karena pembinaan yang diajarkan bersifat keterampilan, maka lebih banyak dilakukan praktek secara langsung, tetapi diawal kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan metode ceramah dan pada saat kegiatan praktek berlangsung juga diberikan materi motivasi, hal tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan
tetap
mempunyai
semangat
mengikuti
kegiatan
keterampilan. g. Bagaimana penyediaan sarana dan prasarana yang dipakai dalam pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lapas Wirogunan ? AS
:Untuk
sarana
dan
prasarananya
ya
kita
sesuaikan
dengan
keterampilannya mbak. Kalo untuk menjahit ya kita sediakan alat jahitituada 3 dapatdaripihakRomo Kisser dariPusatKatholik Yogyakarta, adajuga yang dari GKR Hemas. Untuk rajut juga begitu, kita sediakan bahan dan alatnya. Untuk mbatik ini juga kita sediakan, ya sebisa mungin kita sediakan mbak, kalau nggak ada kegiatan kayak gini juga mereka mau ngapain, jadi ya pinter-pinterya kita aja ngolah dananya gimana biar semua bisa terfasilitasi. BN
: Ya lengkap kok mbak sarananya, sudah disediakan alat jahitnya, bahan juga disediakan sini. Tapi ya tetep terbatas mbak, kadang kalo saya punya ide pengen buat apa gitu kadang pake uang saya pribadi, tak suruh belikan bahan sama petugasnya, kayak gitu mbak. Kayak kreasi sendal kayak gini
164
mbak, ini bahannya yang beli pake uang saya pribadi, nanti kita jual ke petugas sini, uangnya kan lumayan bisa buat beli bahan lagi nanti mbak. SL
: Kalo sarananya ya sudah cukup mbak disini, ya namanya juga untuk orang banyak mbak dan dananya juga harus dibagi-bagi sama kegiatan lainnya. Kalo untuk batiknya ya memang sudah cukup mbak saat ini, hanya untuk pewarnaannya saja yang belum bagus, belum kayak batikbatik yang dijual diluar, soalnya memang terbatas mbak dananya, jadi pewarnanya kita beli yang sesuai dana saja, itu juga ngggak dilakukan di blok wanita mbak, tapi di bimker laki-laki sana soalnya disini nggak ada tempat buat pewarnaan batiknya..
SM
: Kebetulan saya dulu kan ikut ngrajut mbak, jadi ya disini aja ngerjainnya, pake sarana yang ada disini, menurut saya udah cukup sih mbak sarananya, he em. Abis rajutan kita selese nanti gantian yang ikut njait yang nyelesain, misal pasang ritslitig gitu, itu yang masang ya yang ikut njait itu, jadi kita kerjasama disini. cuma karna sekarang lagi nggak ada orderan dan barangnya dari hasil rajut itu masih banyak, jadinya saya pindah ke batik mbak sementara.
Kesimpulan : Penyediaan sarana dan prasarana yang dipakai dalam pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lapas Wirogunan sudah cukup memadai dan semua kegiatan pembinaan keterampilan terfasilitasi walaupun dana yang disediakan terbatas, semaksimal mungkin dana yang ada dikelola dengan baik. Selain itu Lapas Wirogunan juga mendapatkan bantuan dari pihak atau lembag alain yang membantu dalam pengadaan peralatan untuk pembinaan keterampilan. Warga binaan perempuan juga ikut membeli bahan dengan uang mereka
165
pribadi jika bahan yang disediakan oleh Lapas Wirogunan tidak mencukupi sedangkan mereka punya ide dan kreasi yang ingin dibuat. Selain itu, dilakukan kerjasama antar kegiatan keterampilan satu dengan kegiatan keterampilan lainya untuk menghasilkan produk jadi. h. Bagaimana cara melakukan evaluasi untuk setiap kegiatan pembinaan keterampilan yang ada di Lapas Wirogunan ? AS
: Kalau evaluasi ya saya lakukan setiap mereka praktek mbak, jadi kalau mereka salah gitu langsung saya benerin. Sepertiini ni mbak pas mbatik misalnya, harus nyambung terus garisnya gak boleh putus-putus, mbatiknya juga harus bolak-balik, kalo mereka salah nanti keliatan pas malamnya udah dilorot keliatan kalo garisnya putus-putus nanti hasinya ndak begitu bagus. Makanya saya benerin saat mereka praktek seperti ini mbak, saya perhatikan satu-satu biar keliatan mana yang salah, jadi mereka juga langsung tau mana yang salah.
SL
: Oh kalau kayak gitu langsung dibenerin mbak sama bu AS. Misal nanti saya salah pas mbatik kayak gini langsung dibenerin gimana harusnya. Kalau nggak gitu ya kita nggak tau mbak, kalau salah pasti ketahuan pas batiknya jadi nanti mbak, keliatan tidak rapi gitu.
BN
: Kalau evaluasi untuk menjahit sih itu mbak cuma kalo saya mbuat pakaian misale buat baju, blouse wanita, rok kayak gitu, langsung dinilai sama bu AS, kalo salah langsung dibenerin, kalo enggak ya saya yang Tanya sama bu AS gimana caranya yang bener gitu. Tapi kalo Cuma mbuat dompet apa tempat kasur kayak gini kan ide dari saya sendiri, jadi
166
ya jarang mbak dievaluasi, palingan kalo saya bingung ya Tanya langsung sama bu AS, nanti dijelasin caranya gimana. Kesimpulan : Teknik atau cara melakukan evaluasi untuk setiap kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan, dilakukan secara langsung dan Tanya jawab. Pembina teknis mengamati setiap kegiatan yang dilakukan warga binaan saat praktek, jika terjadi kesalahan saat melakukan praktek langsung dievaluasi oleh Pembina teknis, sehingga warga binaan langsung mengetahui cara yang benar. Selain itu dilakukan Tanya jawab kepada Pembina teknis jika ada warga binaan yang tidak paham saat melakukan kegiatan praktek sesuai keterampilan yang diikuti. i. Bagaimana partisipasi para warga binaan perempuan dalam mengikuti pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan ? AS
: Ya kayak gini mbak, yang minat-minat saja yang mau ikut. Soalnya kan tidak cuma keterampilan saja, ada juga yang ikut pengembangan bakat, minat setiap orang kan beda-beda. Lha kayak mbatik tulis kayak gini, kalau nggak minat ya gak bakal mau dia, soalnya harus tlaten, prosesnya juga lama. Tapi ya semaksimal mungkin kita tetep memfasilitasi yang mau ikut keterampilan kayak gini.
SM
: Kalo yang ikut rajut memang banyak mbak, soale mudah kan bisa disambi juga pas di blok. Karna lagi nggak ada orderan aja saya pindah di batik, saya juga seneng nggambar-nggambar kayak gini, dulu sebelum pindah kesini juga pernah ikut mbatik, jadi disini tinggal nerusin aja mbak. Memang sedikit mbak yang minat kalo batik, lama kan prosesnya,
167
jadi kalo memang gak minat apa gak mood gitu udah gak mungkin mau mbak. BN
: Yang ikut menjahit Cuma dikit sih mbak, he em. Padahal mesin jahit juga sudah disediakan, memang minatnya kan beda-beda kan mbak. Kalau saya dari dulu disini memang seneng njait mbak, apalagi kayak gini kan bisa mengembangkan kreatifitas kita. Jadi seneng aja gitu mbak kalo punya ide terus bisa dibuat disini, seneng lagi kalau ada yang mau beli gitu karna bagus.
Kesimpulan : Partisipasi para warga binaan perempuan dalam mengikuti pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan sudah cukup baik, keterampilan sesuai dengan minat yang dimiliki. j. Bagaimana sikap para warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ? AS
: WBP disini saat mengikuti kegiatan keterampilanya biasas aja mbak, baik, sopan dengan orang yang lebih tua, sopan sama petugasnya, sopan juga sama Pembina teknisnya.
KD
: Sikapnya ya sopan, aktif, antusias saat mengikuti kegiatan keterampilan seperti ini. Apalagi mereka ikut kegiatan ini memang sesuai dengan minat dan bakat mereka, jadi ya ikut terus kecuali ada kegiatan lain yang mengharuskan dia ijin tidak ikut kegiatan keterampilan. Baru mereka tidak ikut kegiatan disini.
Kesimpulan :Sikap warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan yaitu baik dan sopan antar sesama warga binaan, dengan Petugas lembaga pemasyarakatan maupun dengan Pembina teknis. Warga binaan perempuan juga aktif dan antusias dalam
168
mengikuti kegiatan keterampilan dikarenakan mereka mempunyai minat dan bakat dalam kegiatan keterampilan yang mereka pilih. k. Bagaimana interaksi antar warga binaan perempuan ? KD
:Ya sejauh ini baik-baik saja mbak. Tidak ada masalah atau keributan sampai fatal itu belum ada dan semoga tidak ada.Ya kalau Cuma masalah antar pribadi itu pasti ada namanya juga hidup dalam satu blok apalagi perempuan semua, tapi sejauh ini masih wajar, masih bisa diselesaikan.
BN
: Baik kok mbak, nggak ada apa-apa. Malahan kita akrab mbak punya temen curhat, dianggep keluarga sendiri, kalo ada masalah ya paling Cuma sebentar mbak nggak lama, paling juga Cuma masalah kecil gitu.
Kesimpulan :Interaksi atau hubungan antara warga binaan perempuan satu dengan warga binaan perempuan lainnya terjalin dengan harmonis, merasa sudah seperti keluarga sendiri, sehingga jika ada masalah dapat diselesaikan secara baik-baik. l. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan Petugas Lembaga Pemasyarakatan maupun pembina teknis? AS
:Ya karna saya disini sebagai Pembina teknisnya mereka ya mereka baik, sopan sama saya. Ya seperti hubungan antara guru dan murid gitu aja, tetep ada guyon, tapi kalo pas serius ya serius, kalau nggak tau ya mereka Tanya sama saya.
AM
: Sejauh ini sih Alhamdulilah baik-baik ya mereka, apalagi dengan Petugasnya disini, soalnya disini kan juga dibina kepribadian mereka, dinilai juga, kalo kepribadian mereka jelek pasti walinya juga kena nanti.
BN
: Disini baik-baik kok mbak Petugasnya, mudah akrab juga, soalnya sering ketemu kan mbak. Ya kadang-kadang aja mereka tegas gitu kalo
169
kita salah, tapi nggak sampe yang galak-galak gitu, soalnya disini kan ada aturannya mbak nggak boleh seenaknya. Kesimpulan : Interaksi atau hubunganwarga binaan perempuan dengan Petugas Lembaga Pemasyarakatan maupun pembina teknis berjalan dengan baik dan harmonis. 2. Hasil dari pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan a. Apa saja barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah mengikuti pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan ? AM
: Sudah banyak sih mbak kalau produk yang mereka hasilkan, macemmacem. Kalau setau saya produk yang pernah dipasarkan itu ada tas rajut, ada selendang batik, sprei dan bunga hias dari manik-manik dan itu mereka yang buat sendiri.
BN
: Kebetulan kan saya ikut menjahit ya mbak, jadi ya produk yan pernah saya buat ada tas kain kayak gitu mbak, sprei juga ada, itu yang baru saya buat ada sandal biasa tak hias pakai kain batik mbak. Jadi ya sebenernya kreatifitas kita aja mbak mau buat apa aja, nanti bahannya dari sini.
SL
: Ya yang dihasilkan saat ini ya cuma selendang batik mbak, yang ini rencana nanti saya buat mukena sama baju. Kalo yang kemaren-kemaren baru selendang aja.
SM
: Kalau yang ikut merajut ya kebanyakan dijadiin tas rajut mbak, lumayan banyak yang pesen. Kalo sekarang saya kan pindah ke batik, paling ya biasanya dibuat slendang, baju, mukena gitu mbak.
Kesimpulan : Barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah mengikuti pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan
170
bermacam-macam, yaitu ada tas rajut, selendang batik, sprei, dompet, bunga hias dan lain-lain. Warga binaan membuat barang atau produk tersebut sesuai dengan keterampilan yang diikuti dan kreatifitas masing-masing. b. Bagaimana peningkatan keterampilan warga binaan perempuan dengan adanya pembinaan keterampilan yang telah dilakukan ? AS
: Ya pastinya ada peningkatan apalagi dari segi keterampilan yang mereka miliki. Dari tidak bisa menjahit, jadi mair menjahit sekarang. Dari tidak bisa mbatik kayak gini, jadi bisa. Ya intinya mereka mempunyai tambahan keterampilan selama disini.
BN
: Ya bermanfaat sekali ya mbak, dulu nggak bisa menjahit sama sekali e saya, setelah ikut kegiatan keterampilan disini jadi bisa mbuat macemmacem. Kalo ada ide apa gitu bisa dibuat disini.
SL
: Ya banyak mbak kalo peningkatannya, bisa mendapat pengalaman membatik, berhubung saya suka nggambar juga ya seneng mbak. Kalo lagi ada waktu luang kan bisa diisi dengan membatik jadinya bermanfaat.
SM
: Banyak sih mbak peningkatannya, bisa nambah-nambah pendapatan selama disini kalo pas barangnya ada yang beli. Kalo mbatik dulu saya pernah belajar sebelum pindah kesini, sekarang tinggal lanjutin aja mbak. Apalagi kalo mbatik gini, bagi saya ini bisa menggambarkan suasana hati saya mbak, kalo lagi banyak pikiran gitu lagi nggak mood, pasti nanti hasilnya kurang bagus.
Kesimpulan : Dengan adanya pembinaan keterampilan para warga binaan mempunyai peningkatan dalam segi keterampilan dan membuat waga
binaan perempuan mempunyai bekal keterampilan, yang
171
semula tidak bisa menjadi bisa. Pembinaan keterampilan menjadi kegiatan yang bermanfaat saat mereka memiliki waktu luang. Selain itu, dari produk yang dihasilkan dapat menambah pendapatan mereka selama di Lapas serta dapat menyalurkan kreatifitas mereka. c. Adakah rencana akan mengaplikasikan atau melanjutkan hasil dari mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan selama di Lapas Wirogunan ketika bebas nanti ? BN
: Kalo sekarang jalani dulu aja lah mbak, iya. Ya sudah ada planning mau lanjutin gitu mbak, tapi ya lihat nanti kondisinya gimana dirumah.
SL
: Pasti mbak, pasti saya lanjutkan kalo sudah bebas nanti. Apalagi anak sekarang jarang yang mau mbak mbatik seperti ini. Nah rencana saya itu mau ngajarin mereka-mereka yang mau mbak, itung-itung untuk melestarikan budaya sendiri kan mbak.
SM
: Iya mbak saya mau nglanjutin besok kalau keluar, apalagi saya disini kan masih lama, nggak mungkin kalau balik kerja di kantor lagi, ya satusatunya jalan ya nglanjutin membuat usaha dirumah nanti mbak. Ada rencana mau buka butik mbak nanti.
Kesimpulan : Mayoritas warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan mempunyai rencana akan melanjutkan keterampilan yang mereka dapatkan ketika bebas nanti.
Warga binaan
mempunyai rencana untuk membuka usaha ketika kembali berinteraksi di masyarakat. d. Bagaimana cara memasarkan produk yang dibuat warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan ? AS
: Ya kalo sekarang produknya yang perempuan itu pemasarannya baru dilakukan antar Petugas disini saja, siapa yang mau beli. Kadang kalau
172
ada kunjungan dari lembaga mana gitu, nanti ada yang pesen, warga binaannya yang membuat. Kadang kalau ada pameran, kita diperbolehkan ikut. Kayak kemaren kita ikut pamera di Jakarta, itu barang yang dibawaada tas rajut, ada batik, ada sprei dan itu habis semua. Jadi produk sini tidak jauh beda dengan produk-produk lai diluar sana, bedanya cuma kalo disini nggak ada labelnya saja. BN
: Kalo pemasaran ya cuma dari Petugas sini aja mbak yang beli. Kadang kalo ada kunjungan mahasiswa apa lembaga gitu mereka juga ada yang pesen. Kalo yang dipasarin keluar belum ada, palingan cuma ikut kalo ada pameran gitu mbak, kemaren dibawa ke Jakarta ada pameran disana.
SL
: Pemasarannya baru disini aja mbak, kalau ada batik yang sudah jadi nanti ditawarin sama Petugas sini. Kalau ada yang minat ya nanti dibeli.Dulu juga pernah ikut pameran di Jakarta.Alhamdulilah itu juga laku semua batik yang dibawa.
SM
: Kalau yang tas rajut itu kadang ada pesenan dari luar mbak, lumayan sering kok mbak kalo pesenan walaupun nggak banyak. Kadang juga Petugas sini yang pesen, yang ibu-ibu yang pesen. Kemaren juga dibawa ke pameran di Jakarta tas rajut sama produk yang lain juga.
Kesimpulan
: Produk yang dibuat oleh warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilanbaru dipasarkan di dalam Lapas saja yakni antar Petugas Lapas dan warga binaan. Selain itu, warga binaan yang mengikuti kegiatan keterampilan juga mendapat pesanan produk bila ada kunjungan dari pihak luar misalnya kunjungan dari lembaga dan kunjungan dari mahasiswa.Produk yang dihasilkan warga binaan juga diikutkan dalam penyelenggaraan pameran.
173
e. Apa saran atau masukan anda sebagai warga binaan perempuan untuk mengembangkan kegiatan pembinaan keterampilan ? BN
: Ya kalau saran saya sih ada tambahan bimbingan keterampilan lagi ya mbak. Biar kita nggak bosen, dapet keterampilan baru juga gitu. Nanti kalau hasilnya bagus kan lumayan mbak buat nambah-nambah biaya hidup disini.
SL
: Kalau untuk keterampilan batik ya sarannya proses produksinya difokuskan di blok wanita mbak, biar kita nggak wira-wiri ke bimker lakilaki, ngirit waktu juga kan mbak.
SM
: Sarannya ya di pemasaran sih mbak yang paling penting. Kalau bisa dipasarkan diluar Lapas. Soalnya kalau kita buat produk terus tapi tidak dipasarkan kan percuma mbak. Ada pesenan juga kadang-kadang kan mbak. Jadi ya sarannya difasilitasi pemasarannya itu mbak.
Kesimpulan : Saran atau masukan para warga binaan perempuan untuk mengembangkan kegiatan pembinaan keterampilan yaitu ditambah lagi kegiatan keterampilan yang diberikan. Selain itu, sarana dan prasarana kegiatan keterampilan untuk warga binaan difokuskan di blok wanita dan meningkatkan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan perempuan dengan melakukan kerjasama dengan pihak atau lembaga diluar Lapas. 3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan a. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam melakukan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan ?
174
KD
: Untuk faktor pendukung dalam pembinaan keterampilan warga binaan perempuann itu yang paling penting karna tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan keterampilan itu, dari warga binaannya sendiri punya keinginan untuk maju dan punya keinginan menambah ilmu juga yang kemudian mereka aplikasikan di masyarakat setelah mereka bebas. Selain itu karna adanya kepedulian petugas disini kepada warga binaannya, jadi sebisa mungkin kita sebagai petugas memfasilitasi mereka selama disini.
AS
: Ya kalau faktor pendukungnya karna sekarang sudah disediakan tempat kegiatan keterampilan khusus untuk warga binaan perempuan mbak, sudah disediakan danajuga untuk kegiatan keterampilannya. Ada juga faktor dari warga binaannya sendiri, merekaada yang benar-benar minat mengikuti kegiatan keterampilan, jadi rutin ikut keterampilan. Selain itu, karna kreatifitas dan ide yang warga binaan miliki sehingga produk yang dihasilkan itu bervariatif. Ini juga mbak, banyak yang nawari kerjasama juga dari lembaga luar, sering dapet bantuan juga dari mereka. Kayak mesin jahitnya itu dapet bantuan dari Romo Kisser mbak.
Kesimpulan : Faktor pendukung dalam melakukan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan adalah tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan keterampilan, adanya keinginan dari warga binaan perempuan untuk maju danmenambah ilmu yang kemudian akan mereka aplikasikan di masyarakat setelah mereka bebas. Adanya kepedulian dari para PetugasLapas dalam memfasilitasi warga binaan perempuan. Sudah disediakannya dana dan tempat kegiatan keterampilan khusus untuk
175
warga binaan perempuan. Selain itu, faktor dari warga binaannya yang benar-benar minat mengikuti kegiatan keterampilan,sehingga mereka rutin mengikuti kegiatan keterampilan. Faktor pendukung lainnya yaitukreatifitas dan ide yang warga binaan perempuan miliki sehingga produk yang dihasilkan bervariatif. Adanya kepedulian dari lembaga diluar Lapas yang ingin bekerjasama dan memberikan bantuan pengadaan alat untuk kegiatan keterampilan. b. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam melakukan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan ? KD
: Kalau faktor penghambat ya tetep ada keterbatasan pihak Lapas dalam menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan keterampilan, ada juga dari SDM-nya terbatas juga. Dana yang disediakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan juga terbatas. Kalo yang dari warga binaannya sendiri masih ada yang kurang mempunyai minat dan motivasi dalam kegiatan keterampilan. Makanya yang ikut kegiatan ya cuma itu-itu aja yang memang bener-bener minat mbak.
AS
: Penghambatnya ya itu mbak tidak ada jadwal yang ditetapkan disini khusus untuk kegiatan keterampilan saja, jadi ya kalo ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan ya terpaksa warga binaannya ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan dulu. Kayak sekarang ini mereka lagi ijin ikut pembinaan rohani mbak jadi mereka ke aula semua.Ada juga karna pembina teknis hanya satu mbak, hanya saya saja jadi nggak bisa kalo harus ngawasi warga binaan satu persatu saat praktek. Saya juga keterampilannya terbatas mbak, padahal mereka kadang bosen, mau nggak mau ya saya cari keterampilan diluar mbak nanti kalo agak bisa
176
baru di praktekkin disini, sama-sama belajar sama warga binaannya. Dalam hal pemasaran kita juga masih kesulitan mbak, padahal mereka buat produk kayak gini untuk nambah biaya hidup juga selama disini. Kesimpulan :Faktor penghambat dalam melakukan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan yaitu masih adanya keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarana, SDM dan
dana
dalam
penyelenggaraan
pembinaan
keterampilan.
Kurangnyamotivasi dan minat warga binaan perempuan dalam kegiatan keterampilan.Selain itu, tidak adanya jadwal yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan sehingga jika ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga binaan ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan terlebih dahulu. Pembina teknis yang disediakan hanya satu, sehingga pada saat warga binaan melakukan praktek
tidak
dapat
mengawasi
satu
persatu.
Selain
itu
keterampilanyang dimiliki pembina teknis terbatas dan dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan perempuan masih mempunyai kesulitan.
177
178
179
180
Dokumentasi
Foto Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Foto Kegiatan Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan
Foto Kegiatan Penyampaian Materi
181
Foto Pameran Hasil Pembinaan Keterampilan Menjahit
Foto Hasil Pembinaan Keterampilan Handycraft
182