Laporan Bagian Proyek Rekayasa TeknologiPeternakan ARMP-11 Th. 199912000
PEMBENTUKAN UNIT USAHA PEMBIBITAN PENGHASIL ANAK AYAM BURRS A. G. NATAAMIJAYA I, U. KUSNAD11 , H. RESNAWATll, S. N. JARMANI1 , H. HAMID2, S. PRAWIRODIGDO 3 dan SUGlYON0 3 'Balai Penelitian Ternak P. O. Box 121, Bogor 16002, Indonesia 2Balai Penelitian Veteriner Jalan R. E. Martadinata 30, P. O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia 'Instalasi Penelitian Pertanian dan Teknologi Pertanian, Klepu
ABSTRAK NATAAMIJAYA, A.G., U. KUSNADI, H. RESNAWATI, S.N . JARMANI, H. HAMID, S. PRAWIRODIGDo dan SUGIYONO . 1999/2000. Pembentukan unit usaha pembibitanpenghasil anak ayam buras. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II : 11-15. Suatu kegiatan untuk pembentukan unit usaha pembibitan penghasil anak ayam buras telah dilaksanakan di desa Sukorejo, kecamatan Kebumen, kabupaten Kendal, propinsi Jawa Tengah. Sebanyak 400 ekor ayam buras (kampung) dipelihara oleh 8 petemak dengan pejantannya 20 ekor ayam Pelting dan 20 ekor ayam Kedu Putih. Perkawinan dilaksanakan dengan teknik inseminasi buatan, telur ditetaskan dengan mesin tetas. Parameter yang diukur adalah produksi telur, bobot telur, kualitas telur, fertilitas,daya tetas dan bobot badan. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa ayam kampung yang dipelihara secara intensif menghasilkan telur cukup banyak (37,6 %- 41,7 %) selama 8 bulan masa bertelur.Bobot badan anak ayam yang dicapai dalam umur 4 minggu adalah 296,9 gram (Pelung x Ksmpung) dan 253,9 gram (Kedu Putih x Ksmpung) . Bobot telur yang dihasilkan 38,0 -39,5 gram masih dalam kisaran normal dengan kualitas yang baik, namun wama yolk cenderung lebih pucat. Unit pembibitan anak ayam buras/kampung telah dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan anak ayam berkualitas baik . Kata kunci : Pembibitan, ayam buras ABSTRACT NATAAMIJAYA, A.G., U. KUSNADI, H. RESNAWATI, S.N . JARMANI, H. HAMID, S. PRAWIRODIGDO and SUGIYONO. 1999/2000. The Establishment of native chichen breeding unit . Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-1I : 11-15. A study on the establishment of local chicken village breeding center was conducted in Sukorejo, Kebumen of Kendal regency Central Java. As much as 400 hundred local chicken (kampung) hens white together with 20 Peking and 20 white Kedu cockerels were kept by 8 farmers so that 50 hens and five cockerels either Pelung or Kedu were kept by each farmer. Artificial insemination technique was utilized to fertilize the eggs. Parameters observed were egg production, weight, quality, fertility, hatchability and body weight . Result showed that during 8 month production period a production rate of 37,6 %to 41,7 %was recorded . One month age chick body weight of Pelting x Kampung was 296,9 grams and Kedu Putih x Kampung was 254,9 grams. The eggs weight was 38,0 - 39,5 grams with good quality, yet the yolk color was pale . The village breeding center for producing day old chicks had been established. Key words : Breeding center, kampung.
PENDAHULUAN Ayam
buras
disebut juga
ayam
kampung
atau
ayam
lokal
merupakan
aset
nasional
yang
wajib
dibudidayakan secara optimal dengan cara mempertahankan kelestariannya . Sejauh ini telah diidentifikasi sekurang-kurangnya 27 distinct group ayam buras (NATAAMuAYA dan DIWYANTO, 1994). Dari tahun ke tahun
jumlah konsumen ayam lokal semakin banyak, terutama karena faktor preferensi di mana daging ayam kampung dipandang lebih lezat daripada ayam ras.
Akan tetapi .4umlah. permintaan yang . meningkat tajam tidak diimbangi dengan kemampuan memasok. Hal ini
terutama disebabkan oleh sulit diperolehnya bibit ayam atau day old chick ayam lokal sebagai akibat tidak terpenuhinya permintaan akan daging ayam kampung maka terjadi pemalsuan dengan mempergunakan ayam petelur jantan muda sehingga konsumen yang dirugikan . Pada kegiatan penelitian ini dicoba untuk membentuk
A.G . NATAAMIJAYAet al.
: Pembentukan Unit Usaha Pembibitan Penghasil Anak Ayam Buras
kegiatan unit usaha pembibitan penghasil anak ayam lokal dengan kualitas yang lebih baik, secara berkesinambungan . Untuk menghasilkan bibit anak ayam lokal pedaging dipergunakan pejantan ayam Pelung yang memiliki kecepatan pertumbuhan lebih baik dibanding ayam lokal lainnya (NATAAMIJAYA, 1985). Pejantan ayam Kedu Putih dipergunakan untuk menghasilkan bibit ayam lokal tipe petelur, karena ayam Kedu pada umumnya menghasilkan telur lebih banyak dibanding beberapa jenis ayam lokal lainnya. (SASROAMUOYO, 1971). MATERI DAN METODE Kegiatan ini terdiri dari 2 sub kegiatan yaitu pengamatan terhadap produktivitas telur ayam kampung yang dibagi kedalam tiga perlakuan kadar protein kasar 14 %, 15 % dan 16 % dengan energi metabolik _+ 2700 Kcal/kg. Setiap perlakukan diberikan kepada 50 ekor ayam betina berumur 5,5 bulan yang ditempatkan dalam kandang individu/kandang batere . Jumlah ransum yang diberikan adalah 90 gram per ekor per hari, sedangkan air minum disediakan secara berlebih . Vaksinasi terhadap Newcastle disease (ND) atau tetelo dilaksanakan secara teratur setiap 4 bulan dengan mempergunakan vaksin strain La Sota. Produksi telur dicatat setiap hari, perkawinan dengan ayam Pelung dan Kedu Putih dilakukan dengan metode Inseminasi buatan yang dilakuakan setiap 4 hari sekali . Telur-telur yang dihasilkan dikumpulkan untuk ditetaskan dengan mesin tetas. Pada akhir masa pengamatan dilakukan uji kualitas telur terhadap 50 butir telur dari setiap kelompok perlakuan. Pengamatan lainnya adalah terhadap kinerja anak ayam hasil kawin silang dengan ayam Pelung dan Kedu Putih, yang masing-masing dihasilkan oleh 400 induk betina ayam kampung. Jumlah sampel anak ayam yang diamati adalah sebanyak 500 ekor untuk setiap persilangan Pelung x Kampung (= PR) dan Kedu Putih x Kampung (= KK), sampai umur 4 minggu, dengan mendapat 4 ransum perlakuan yang mengandung protein kasar 15 %, 17 %, 19 % dan 21 % dan energi metabolik yang sama, 2900 Kcal/kg. Vaksinasi ND dilakukan pada umur 3 hari dan 4 minggu. Parameter yang diukur adalah produktivitas telur, kualitas telur, fertilitas, daya tetas, bobot badan, konsumsi ransum, dan mortalitas . Susunan ransum yang dipergunakan tercantum pada Tabel 1, berikut Tabel 1. Susunan ransum yang dipergunakan selama penelitian Bahan
Induk betina
Anak ayam (umur s/d 4 minggu)
Jumlah bahan (%)
Jumlah bahan (%)
R1
R2
R3
RI
R2
R3
R4
Jagung
61
59
57 .5
60
57
60
43
Dedak
21,5
20
19
21
17
8
17
Tepung ikan
5
8.0
11
8.5
11
13
15
Bungkil kedelai
8
9
8
8
11
15
20
CaC03
2
2
2
1
1
1
1
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Vitamineral
2
2
2
1
1
1
1
Minyak
-
-
-
-
1,5
1
3
Protein kasar
14
15
16
15
17
19
21
Energi Metabolik
2.750
2.750
2.750
2.800
2.800
2.800
2.800
Harga (Rp)
1 .390
1.500
1 .570
1.500
1 .670
1 .825
1 .930
Tepung tulang
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-l1 Th. 199912000
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi telur Jumlah telur yang dihasilkan oleh setiap kelompok dengan ransum yang berbeda tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan produksi telur ayam kampung yang dipelihara secara intensif pada berbagai tingkat protein Produksi telur (%) pada bulan ke
Perlakuan
Rataaan
1
2
3
4
5
6
7
8
RI (14 %)
26,1
30,2
53,0
42,1
37,0
39,2
47,1
44,0
37,6'
R2 (15 %)
30,1
31,2
49,6
44,2
42,2
50,0
44,1
40,8
39,2 ab
R3 (16 %)
24,5
30,2
39,5
52,8
47,1
51,6
43,0
44,2
41,7 6°
Keterangan : Huruf Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P < 0,05) Hasil analisa data menunjukkan perbedaan statistik yang nyata antar perlakuan Rl dan R3 (P < 0,05 ) produksi telur semakin meningkat seiring dengan kenaikan kadar protein kasar dalam ransum . Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan produksi telur ayam kampung sangat bervariasi mulai dari 41,3 % setahun (KINGSTON, 1979), 20,99 % per lima bulan (GULTOM et al., 1989), 22,3 % (MANSJOER dan MARTOJO, 1977), clan 12,8 % per tahun (ISKANDAR et al., 1989). Perbedaan produksi telur dari beberapa laporan tersebut diatas besar kemungkinan karena faktor tatalaksana dan ransum yang diberikan. Produktivitas telur ayam kampung pada penelitian ini cukup tinggi (37,6 % - 41,7 %) sesuai dengan laporan SASROAMIIOYO (1971) yang menyatakan bahwa ayam Sumatra menghasilkan telur sebanyak 150 butir per tahun (41,1 %), karena didukung oleh tatalaksana dan pemberian pakan yang cukup memadai . Ayam "Poncin" yang merupakan persilangan bebrapa galur ayam lokal mampu mencapai produktivitas telur sebesar 66,67 % ( ANON ., 2000). Perhitungan nilai hasil produksi telur dikurangi biaya pakan dan bibit/babon (Tabel 3), dalam waktu 8 bulan ayam pada perlakuan Rl, R2 dan R3 mengasilkan Rp. 31143,0 ; Rp. 31540,- ; clan Rp . 33378, - , jadi walaupun harga ransum R3 lebih tinggi dari pada Rl, namun R3 lebih efisien dan menguntungkan. Tabel 3. Perhitungan nilai jual telur, biaya babon clan biaya pakan selama 8 bulan masa pengamatan Uraian Pengeluaran Harga Babon per ekor (Rp) konsumsi pakan per ekor (Kg) Harga pakan per kg (Rp) Biaya pakan per ekor (Rp) Jumlah Penerimaan
Jumlah produksi telur per ekor (butir) Nilai telur per butir (Rp) Nilai babon per ekor (Rp) Nilai produksi telur (Rp) Jumlah Selisih
Perlakuan RI
R2
R3
18 .000 21,6
18 .000 21,6 1 .500
18 .000
50 .400
51 .912
1 .392
21,6 1.570
30 .067 48 .067
32 .400
33 .912
90.3 700
94.2
99 .7
16 .000
63 .210 79 .210 31 .143
700 16 .000
700 16.000
81 .940
85 .790
65 .940 31 .540
69.790
33 .878
13
A.G . NATAAMIJAYA et al. : Pembentukan Unit Usaha Pembibitan Penghasil Anak Ayam Buras
Kualitas telur Dari beberapa kriteria pengukuran kualitas telur, yaitu bobot telur, grade, warna yolk, bobot yolk, bobot albumin, bobot kerabang, dan tebal kerabang, hanya wama yolk yang menunjukkan beda nyata (P < 0,05 ). Tabel5 .
Hasil pengukuran kualitas telur ayam kampung yang dipelihara secara intensif dengan berbagai tingkat protein
Perlakuan
R1 R2 R3
Bobot telur (g)
Grade
Warna yolk
Bobot yolk
Bobot albumin (g)
38,0 36,8
AM
3,8 a
15 .4
15,2
34,2
AM AM
6,4 b 5,6 b
15,9 15,2
Bobot kerabang (g) 5,4
15,0
5,75
13,0
5,5
Tebal kerabang (Mm) 2,8
2,75 2,9
Keterangan : Tanda superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P < 0,05 ) Bobot telur yang diperoleh dalam kegiatan ini masih dalam kisaran normal sebagaimana dilporakan oleh ROSIDI dan SRI MULYOWATI (1989) yaitu 38,9 -44,3 gram . Grade telur yang diperoleh adalah baik sekali (AA3), namun demikian warna yolk pada umumnya kuning pucat terutama pada perlakuan R1 . Pucatnya warna yolk disebabkan terutama oleh rendahnya kadar betha carotein padajagung yang dipergunakan sebagai bahan ransum pada kegiatan ini. Fertilitas telur pada kegiatan ini rata-rata 88,02 % dengan daya tetas sebesar 78,03 %, nilai ini adalah normal pada ayam kampung sebgaiman dilporkan oleh KONGSTON (1979) yang menyatakan bahwa daya tetas ayam kampung mencapai 82 %. Bobot badan Hasil penimbangan bobot badan anak ayam sampai ayam umur 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 6, di mana anak ayam PK memiliki bobot badan (296,9 gram) yang nyata (P<0,05) lebih tinngi daripada anak ayam KK (253,9 gram). Tabel6 .
Rataan bobot badan anak ayam silangan PK dan KK sampai umur 1 bulan pada berbagai tingkat protein ransum
Jenis ayam PK (Pelung x Kampung)
Rataan
KK (Kedu x Kampung)
Tingkat protein ("/o)
Berat badan (gram)
Konversi ransum
15
283,4 290,2
2,85 2,45
296,9'
2,46
17
19 21 15 17
19
Rataan
21
306,5 308,0
255,0 255,6 257,6 267,7
253,9
b
Keterangan : Hurufsuperskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05)
14
2,35 2,20 3,1
2,7 2,5 2,3
2,56
Laporan Bagion Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-/I Th. 199912000
Kadar protein kasar yang berbeda dalam ransum memberikan hasil yang berbeda pula terhadap anak-anak ayam PK walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, sedangkan terhadap bobot badan anak ayam KK praktis tidak memberikan pengaruh berarti. Bobot badan yang dicapai anak ayam PK (296,9 gram) dan KK (252,9 gram) pada umur 4 minggu, iebih baik dari pada laporan CRESWELL dan GUNAWAN (1982) pada galur ayam yang berbeda yaitu 258 gram (ayam ras petelur), 148 gram (ayam kampung), 165 gram (ayam kedu hitam) dan 161 gram (ayam Pelung). Cukup tingginya bobot badan yang diperoleh pada kegiatan ini diduga karena efek heterosis yang timbul dari perkawinan silang, disamping juga pengaruh faktor tatalaksana dan kualitas pakan cukup baik . Hasil penelitian tersebut juga memberikan indikasi yang kuat bahwa secara genetik ayam kampung sangat bervariasi sehingga kinerja yang dihasilkan juga berbeda. Unit pembibitan Para petani kooperator yang terlibat dalam kegiatan ini berfungsi sebagai penghasil anak ayam (d .o .c) buras untuk dipelihara sampai umur 3 - 4 bulan. Selama 8 bulan pengamatan, tidak terjadi kematian pada induk ayam namun kematian pada anak ayam sampai dengan umur 4 minggu mencapai 7,1 % (PK- RI), 5,5 % (PK R2), 7,8 (PK R3),6,4 % (PK-R4), 8,9 % (KK-R1), 7,2 % (KKR2), 4,4 % (KK-R3), dan 6,7 % (KK-R4). Ayam dijual pada umur 3 -4 bulan kepada pedagang yang datang ketempat peternak dengan haraga berkisar antara Rp. 15 .000,- sampai Rp . 17 .500,- per ekor sehinga diperoleh keuntungan yang memadai . Unit-unit pembibitan tersebut dapat ditingkatkan lagi efisiensinya bila penyediaan bahan ransum, vaksin dan obat-obatan dilakukan secara kolektif agar biaya operasioanal per unit menjadi lebih murah. KESIMPULAN DAN SARAN Kegiatan unit usaha pembibitan ayam kampung telah dilaksanakan dan dapat diadopsi serta menjadi sumber penyediaan bibit ayam kampung . Melalui pemberian pakan yang lebih baik serta tatalaksana yang tepat ayam kampung dapat menghasilkan bibit cukup banyak dengan kualitas cukup baik . Untuk kesinambungan usaha pembibitan ini perlu dilakukan evaluasi agar juga dapat dikembangkan baik segi jumlah maupun bibit ayam kampung yang dihasilkan . UCAPAN TERIMA KASIH Para peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada In Subiharta, Drs. D.M . Yuwono, Haryono, Dedi Muslih dan Dinas Peternakan Kabupaten D.T II Kmdal yang telah banyak memberikan bantuan demi terlaksananya kegiatan ini dengan baik. DAFTAR PUSTAKA CRESWELL, D.C . dan B. GUNAWAN. 1982. Pertumbuhan badan danproduksi telur dari 5 strain ayam sayur pada sistem petemakan intensif. Procedings Seminar Penelitian Petemakan. Puslitbang Petemakan. D. , W. DIRJOPRANOTO, dan PRIMASARI. 1979 . Protein dan energi rendah dalam ransum ayam buras periode bertelur. Proceedings Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal. Fakultas Peternkan Universitas Diponegoro, Semarang .
GULTOM .
ISKANDAR. S. , B. WIBOWO, A.P . SINURAT dan SANTOSO. 1989 . Penampilan produksi ayam buras sebagai akibat perbaikan tatalaksana di pedesaan. Proceedings Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal. Fakultas Petemkan . Unoversitas Diponegoro, Semarang. KINosTON . D.J . 1979 . Peranan ayam berkeliaran di Indonesia. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan II . Puasat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor. NATAAMIJAYA. A.G . dan K. DIWYANTO . 1994 . Konservasi ayam buras Langka. Prosiding Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Pertanian, Bogor. Review Hasil dan Program Penelitian Plasma Nutfah Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
NATAAMIJAYA. A.G., 1985 . ayam Pelung : Performans dan Permasalahannya. Proceedings Seminar Petemakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Temak. Puslitbang Petemakan, Bogor. Rosim dan SRI MULYOWATI . 1979 . Kualitas telur ayam buras yang'dijual di pasaran kotatif Purwokerto . Proceedings Seminar Nasioanal Tentang Unggas Lokal. Fakultas Petemakan, Universitas Diponegoro, Semarang. SASROAMUOYO, S. 1971 . Ilmu Beternak Ayam . N.V . Masa Baru Bandung-Jakarta.
15