Seminar Nasionat Peternakan dan Veteriner 2000
KAJIAN FAKTOR PENENTU TEKNIS DALAM POLA PENGEMBANGAN MANAJEMEN AYAM BURRS DI DESA BUNGA RAYA, RIAU TATI HERAwATI dan S. HARYONO
Peneliti Balitnakyang bertugas di ISDP-Riau ABSTRAK Telah dilakukan penelitian faktor penentu teknis dalam penerapan teknologi budidaya syam buras di desa Bunga Raya pada tahun 1998 untuk mengetahui faktor-faktor penentu teknis dan tingkat adopsi teknologi sehingga dapat mempertajam materi binaan dan mengarahkan rencana keda agar sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan peternak . Metoda yang digunakan adalah metoda wawancara dan metoda pengukuran melalui survei pada responden yaitu semua petani koperator kelompok tani binaan ISDP Litbang. Skor terapan teknologi dinilai berdasarkan metoda baku studi impact point dari Ditjennak. Tiga tahapan seleksi dilakukan untuk memperoleh faktor penentu yaitu pertama berdasarkan 50% skor terbesar dari parameter pemilikan temak untuk tiap terapan teknologi yang bernilai dibawah skor maksimum ; kedua, 500/a skor terkecil dari parameter persentase tingkat penerapan teknologi dan seleksi ketiga berdasarkan 50116 skor terkecil dari parameter input tambahan. Sedangkan untuk mengetahui tahapan adopsi teknologi digunakan metoda penilaian lima tahap adopsi yaitu tidak mengetahui, mengetahui,,berminat, menilai, mencoba dan adopsi . Dari hasil tiga tahapan seleksi diperoleh enam faktor penentu teknis budidaya ayam buras di koperator Bunga Raya bertururt-turut dengan nilai skor penerapan teknologinya adalah kualitas air (16,67%), pengelolaan penetasan (25%), sistim recording (25 1/6), sanitasi (25%), penanganan hasil (25%) dan pengolahan hasil (25%). Sementara itu, komponen teknologi yang telah diadopsi lebih dari 50% populasi adalah teknologi pemilihan bibit (800/a), perkandangan ayam dewasa (65%), perkandangan anak ayam (58%), sarang penetasan (93%), seleksi pembuahan telur (57%), seleksi jumlah telur yang akan ditetaskan (64%), perlakuan terhadap induk (57%), umur anak ayam sapihan (64%), jenis pakan dewasa (65%) dan pemberian minam (79%). Kata kunci: Ayam buras, manajemen PENDAHULUAN Dengan semakin mantapnya produktivitas padi di lahan usaha, maka kegiatan binaan tahun 1998/99 di Bunga Raya diarahkan untuk intensifikasi pekarangan, antara lain pemeliharaan ayam buras mengingat hampir 97% petani di desa ini memiliki ayam buras dengan terapan teknologi yang masih rendah (HERAWATI et al., 1995a). Beberapa hal penyebab rendahnya adopsi teknologi peternakan yaitu kurangnya tingkat pengetahuan, keterbatasan tenaga, terbatasnya modal produksi, lemahnya sistem pasar, lemahnya lembaga ekonomi desa dan lemahnya prasarana produksi (HERAWATI et, al., 1995b) . Sering terjadi interaksi antara satu faktor kendala dengan faktor kendala lainnya. Di suatu lingkungan atau desa, faktor-faktor kendala ini dapat saja ada semuanya atau hanya sebagian saja. Selain itu, sebagian faktor kendala dapat mempunyai peranan yang lebih dominan daripada faktor kendala lainnya. Tingkat peranan ini dipengaruhi oleh sistem budaya yang ada di daerah tersebut, sehingga untuk daerah yang berbeda, faktor kendalanya dapat berbeda pula. Oleh karena itu, informasi kendala-kendala tekno-sosio-ekonomi pada kondisi usaha ternak yang ada dalam wilayah agroekosistem setempat pada usaha ternak yang bersifat komplementer perlu diketahui untuk menentukan langkah selanjutnya dalam pembinaan pengembangan petemakan . Pembinaan yang efektif dan efisien diperlukan agar teknologi dapat dikembangkan secara tepat dan berguna bagi petani. Efektivitas kegiatan pembinaan tergantung dari nilai pesan, kecepatan dan keteraturan sampainya pesan kepada para petani. Sementara itu, kunci penentu keberhasilan 427
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 2000
pembinaan tergantung pada kesesuaian materi yang disampaikan dengan kebutuhan petani, ketersediaan teknologi terapan yang diperlukan, kecepatan dan keteraturan arus informasi dan inovasi dari para peneliti serta tingkat adopsi inovasi petani . Dalam melakukan kegiatan pembinaan tidak perlu semua unsur teknologi, baik teknis, sosial maupun ekonomi disampaikan dalam waktu yang bersamaan . Karena itu perlu digunakan azas prioritas, tepat guna dan sederhana. Sehingga dengan melalui prosedur dan tatacara identifikasi faktor penentu teknis, titik lemah dari tingkat penerapan teknologi dapat ditentukan agar materi binaan dapat dipertajam. Usaha pembinaan sebaiknya dilakukan melalui pendekatan kelompok tani agar kelompok tani dapat mengadopsi inovasi secara berkelanjutan dan dinamis dengan meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan para petani anggotanya. Dengan adanya peningkatan penerapan teknologi diharapkan produktivitas meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi nasional, pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor penentu teknis dan tingkat adopsi teknologi budidaya ayam buras sehingga dapat mempertajam materi binaan dan mengarahkan rencana kerja agar sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan petani ternak. MATERI DAN METODE Penelitian ini dibatasi pada penentuan faktor penentu teknis . Faktor penentu sosial dan faktor penentu ekonomi dilakukan dalam kegiatan penelitian yang akan datang. Yang dimaksud dengan faktor penentu teknis peternakan dalam penyuluhan pertanian adalah komponen-komponen teknologi budidaya ternak berupa suatu upaya kegiatan sederhana yang mudah dilakukan oleh peternak dengan masukan yang kecil serta berpengaruh besar terhadap peningkatan produktivitas ternak (DITJENNAK, 1992) . Faktor penentu teknis ayam buras adalah faktor. penentu yang berkaitan dengan perilaku petani dalam penerapan teknologi budidaya ayam buras . Tahapan pertama yang dilakukan adalah menyusun kumpulan data isian dalam format kuesioner. Ada dua model kuesioner yang disusun yaitu pertama menggunakan metoda dari DITJENNAK (1992) dalam format baku yang berisi skor penilaian terapan teknologi dan kedua ringkasan paket teknologi introduksi ISDP berikut isian tahapan penerapan teknologi. Tahap berikutnya mengumpulkan data dengan metoda wawancara dan metoda pengukuran melalui suatu survei pada responden yang dipilih dengan metoda pengacakan non probability sampling secara purposive sampling (TARIGAN dan SUPARMOKO, 1996). Semua responden adalah petani koperator binaan ISDP litbang. Skor terapan teknologi dinilai berdasarkan metoda baku studi impact point. Tiga tahapan seleksi dilakukan untuk mempetoleh faktor penentu yaitu pertama berdasarkan 50% skor terbesar dari parameter pemilikan ternak untuk tiap terapan teknologi yang bernilai dibawah skor maksimum ; kedua, 50% skor terkecil dari parameter persentase tingkat penerapan teknologi dan seleksi ketiga berdasarkan 50% skor terkecil dari paramter input tambahan . Sementara itu, untuk mengetahui tahapan adopsi teknologi yang diintroduksikan digunakan metoda penilaian lima tahap adopsi yaitu tidak mengetahui, mengetahui, berminat, menilai, mencoba, dan adopsi . Ada enam komponen teknologi budidaya ayam buras yang dinilai yaitu bibittreporoduksi, pakan, kandang, pengelolaan, kesehatan/penyakit dan pasca panen yang masing-masing diuraikan atas komponen-komponennya sehingga keseluruhannya berjumlah 28 komponen teknologi . 428
Seminar Nasiona! Pelernakan dan Leieriner 2000
Pemilikan ayam buras bervariasi dari 5 sampai 79 ekor, dengan nilai rataan 34 ekor, dan simpangan baku 20,59; yang terdiri dari induk, pejantan, ayam muda dan anak ayam.
Sementara itu, teknologi lain yang telah diadopsi baik dari penilaian impact point adalah pemberian pakan, karena kategori penilaian berdasarkan frekuensi pemberian dimana dikategorikan baik dengan skor 30 jika pakan diberikan dua kali atau lebih dalam sehari dan skor 5 jika pemberian kurang dari dua kali . Ada tiga tahapan seleksi dengan pembobot dasar seleksi yang berbeda yang dilakukan yaitu pertama diambil 50% terbesar dari pemilikan ternak yang dibawah skor maksimum . Dari hasil seleksi tahap pertama ini diperoleh 14 teknologi (Tabel 2) . HASIL DAN PEMBAHASAN Tidak terlihat adanya pola hubungan antara tingkat penerapan teknologi dengan jumlah pemilikan ternak. Pada Tabel 1 terlihat bahwa teknologi yang telah diaplikasikan baik oleh sebagian besar responden adalah seleksi bibit dan pemberian pakan, karena mereka telah yakin benar bahwa seleksi bibit merupakan langkah awal yang baik untuk mendapatkan keturunan yang berproduksi baik. Walaupun demikian, 14% responden baru sampai tahap mengetahui teknologi tersebut dan 6% masih dalam taraf menilai (Tabel 5) . Umumiiya petani memberi pakan dua kali sehari yaitu, pagi dan sore . Agar diperoleh keragaan ayam yang baik, bukan hanya frekuensi pemberian pakan saja yang perlu diperhatikan tapi juga kualitas dan kuantitasnya. Responden yang meuerapkan teknologi yang dianjurkan masih kurang dari setengahnya, yaitu 43,80-47,50%. Pakan dinilai baik jika diberi tambahan pakan berupa pecahan jagung, gabah, beras, kedelai atau konsentrat dan dinilai sedang jika hanya diberi sisa-sisa dapur saja serta dinilai kurang jika hanya peroleh apa adanya ayam dari halaman. Seleksi berikutnya diambil 50% teknologi yang mempunyai parameter persentase skor penerapan teknologi terkecil, sehingga diperoleh 8 komponen teknologi (Tabel 3) . Pada tahap ini komponen teknologi yang mempunyai persentase skor penerapan teknologi kurang dari 10% adalah persilangan, sanitasi dan vaksinasi berturut turut hanya 8,33 ; 8,33 ; dan 6,25%. Bibit yang dipelihara petani umumnya lokal murni yang sudah beradaptasi dengan baik di lokasi . Walaupun mereka telah melakukan seleksi, tetapi tidak ada satupun yang pernah mencoba melakukan persilangan . Begitupula sanitasi yang dianjurkan berupa penyediaan tempat cuci kaki/desinfektan pada pintu masuk dan penyemprotan atau pengapuran selalu dilakukan setiap penggantian stok, belum ada satu petanipun yang melaksanakannya. Beberapa petani pemah melakukan vaksinasi pada ayamnya, tetapi tidak dengan frekuensi teratur seperti yang dianjurkan . Seleksi berikutnya berdasarkan 50% input tambahan terkecil (Tabel 4) . Kualitas air yang baik diharapkan dapat diperoleh dari air sumur atau dari air sungai yang bersih dan sehat. Sulitnya penerapan teknologi ini karena di lahan pasang surut khususnya di Bunga Raya yang bertipe luapan C/D, sumber air minum hanya dari hujan yang tidak selalu ada sepanjang tahun. Pemanfaatan bantuan pembuatan sumber air minum dan penampung air hujan (PAH) dari ISDP-PU akan sangat membantu . Dari hasil final faktor penentu teknis budidaya ayam buras diperoleh teknologi yang harus dibina lebih intensif diutamakan mengenai kualitas air, pengelolaan penetasan, sistem recording, sanitasi, penanganan hasil dan pengolahan hasil (Tabel 4) . Terlihat bahwa unsur yang paling lemah bukan hanya pada teknologi produksi saja misalnya pengelolaan penetasan dan sanitasi, melainkan juga pada masalah pemasaran seperti teknologi penanganan hasil dan pengolahannya. Artinya, tujuan 42 9
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1000 binaan bukan hanya sampai pada peningkatan produktivitas saja, melainkan mengusaha{taa komoditas ayam buras menjadi salah satu produk agribisnis . fm*, Tabel 1. Skor faktor penentu teknis teknologi budidaya ayam buras Komponen teknologi I. Bibit/ Reproduksi 1. Jenis bibit 2. Seleksi bibit 3. Persilangan II . Pakan 1 . Jenis pakan 2. Kualitas pakan 3. Kuantitas pakan 4. Kualitas air 5. Kuantitas air III. Kandang 1. Kontruksi 2. Lokasi 3. Floor"space 4. Peralatan IV . Pengelolaan 1 . Pemberian pakan 2. Sistim pemeliharaan 3. Ratiojantan : betina 4. Seleksi telur 5. Penetasan 6. Recording V. Kesehatan/Penyakit : 1. Kebersihan 2. Sanitasi 3. Vaksinasi 4. Pengetahuan penyakit -ND - fowl fox - coccidiosis - CRD - Cholera VI. Pasca Panen 1 . Penanganan hasil 2. Pengolahan hasil
Pemilikan ternak dibawah skor max.
Skor penerapan teknologi (°/o)
Input tambahan
472 0 472
50,00 100,00 8,33
28 28 28
472 255 320 472 472
33,33 43,80 47,50 16,67 66,67
26 31 29 14 28
472 , 472 85 85
42,00 56,00 12,50 16,70
25 25 25 25
0 80 238 253 472 472
100,00 25,00 25,00 50,00 25,00 25,00
28 24 19 20 14 14
288 472 366
8,33 8,33 6,25
18 14 16
0 156 212 301 303
100,00 25,00 25,00 25,00 25,00
28 22 21 20 19
472 472
25,00 25,00
14 14
SeminarNasional Peternakan dan Pereriner 2000
Tabel 2.
Komponen teknologi sebagai faktor penentu teknis hasil seleksi berdasarkan pemilikan ternak tertinggi
Komponen teknologi 1. Jenis bibit
2. Persilangan 3. Jenis pakan 4. Kuantitas pakan
5. Kualitas air 6. Kuantitas air 7. Kontruksi kandang
8. Lokasi kandang 9. Pengelolaan penetasan
10 . Sistim recording 11 . Sanitasi 12 . Vaksinasi
13 . Penanganan hasil 14 . Pengolahan hasil Tabel3 .
Pemilikan tenak dibawah skor max.
Skor penetapan teknologi (%)
472 472
50,00 8,33
28 28
16,67 66,67
14 25
472 320
33,33 47,50
472 472
42,00 56,00
472 472
472 472
25,00
472
25,00 8,33
472
25,00
366 472
Input tambahan
6,25 25,00
26 29
25
25 14 14 14 16 14 14
Komponen teknologi sebagai faktor penentu teknis hasil seleksi berdasarkan skor penetapan teknologiterendah
Komponen teknologi 1 . Persilangan
Skorpenerapanteknologi(%) 8 .33 16,67
2. Kualitas air 3. Pengelolaan penetasan
25,00
5. Sanitasi 6. Vaksinasi 7. Penanganan hasil
8,33 6,25 25 .00
4. Sistim recording
8. Pengolahan hasil
25,00
25,00
Input tambahan 28 14 14
14 14 16 14 14
Tabel 4. Komponen teknologi sebagai fa ttor penentu teknis hasil seleksi berdasarkan input tambahan Komponen teknologi
1. Kualitas air 2. Pengelolaan penetasan 3. Sistim recording 4. Sanitasi
5 . Penanganan hasil 6. Pengolahan hasil
Skor penetapan teknologi (%) 16,67
25,00
Input tambahan 14
25 .00
14 14
25,00
14 14
8,33 25,00
14
Seminar Nasional Pelernakan dan Veleriner 1000
Tahap penerapan teknologi ayam buras pada petani koperator Semua responden ternyata telah mengetahui tahapan pemilihan bibit sebelum dilakukan pemeliharaan . 80% diantaranya telah mengadopsi teknologi dengan sempurna yaitu untuk memilih pejantan dilihat dari fisik, kesehatan dan umurrya. Sementara itu, untuk memilih induk betina bukan hanya 3 aspek ini saja yang dilihat melainkan juga dilihat dari aspek sejarah produktiivtasnya . 14% responden lainnya walaupun telah mengetahui teknologi pemilihan bibit, tetapi belum menerapkannya karena belum merasa yakin dengan teknologi anjuran . 6% responden sisanya masih dalam taraf tahapan ketiga proses adopsi yaitu menilai teknologi anjuran tersebut apakah cocok atau tidak. Padahal 80% responden yang telah mengadopsi teknologi anjuran pemilihan bibit meram bahwa teknologi ini sangat mudah . Jenis teknologi budidaya ayam buras yang umumnya belum diketahui peternak adalah perlakuan terhadap pejantan . 71% responden menyatakan tidak mengetahui bahwa pejantan dianjurkan untuk dikawinkan secara bergiliran dengan mengatur pengurungan terhadap pejantan selama satu minggu setiap bulan. Sebagian kecil (14%) sebenarnya telah mengetahui tetapi tidak menerapkannya . hanya 8% responden yang semuanya berasal dari peternak ex binaan Litbang yang mengadopsi perlakuan terhadap pejantan ayam buras dengan benar . Teknologi lain yang belum diketahui benar adalah jumlah pakan/ekor/hari . Umumnya peternak memberikan pakan ad libitum, padahal anjurannya adalah Umur ayam :
1 hari - 1 bulan 1 hari - 2 bulan 2 bulan - 4 bulan 4 bulan - 6 bulan dewasa
= = = = =
6-30 gram 36-60 gram 150 gram 175 gram 330 gram
Teknologi yang belum banyak diketahui peternak adalah penanganan penyakit, terutama terhadap penyakit cacar, snot, dan cholera . Sementara itu, penanganan cacingan telah banyak yang mengetahui (36%). Walaupun yang menerapkan sesuai anjuran hanya 29% diantaranya. Anjuran penanganan cacingan adalah dengan nematocide atau dengan cara tradisional dengan memberikan -bubuk pinang atau rebusan daun jambu biji.
Penilaian kemajuan penerapan teknologi dapat dilihat dari jenis teknologi yang saat ini telah diadopsi oleh lebih dari 50% populasi yaitu teknologi pemilihan bibit, perkandangan ayam dewasa, perkandangan anak ayam, kandang penetasan, seleksi pembuahan telur, seleksi jumlah telur yang akan ditekaskan, perlakuan terhadap induk, umur anak ayam sapihan, keperluan pemanasan, pemberian pakan anak ayam, jenis pakan dewasa, pemberian minum, pemberian dedak dan sanitasi. Pembinaan budidaya ayam buras dapat hanya ditekankan pada perlakuan terhadap pejantan, pemberian pakan dan penanganan penyakit.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Tabel 5. Persentase jumlah koperator pada tiap tahap adopsi teknologi Komponen teknologi
Tahap adopsi teknologi Tidak mengetahui
Mengetahui
Berminat
Menilai
Mencoba
Adopsi
-
14
-
6
-
80
-
14 36
14
21 7 7
14 -
65
21
-
-
7
-
-
-
-
43
14
-
-
93
- Seleksi beftuk telur - Seleksi umur 1 minggu
-
29
-
-
7
57 64
- lnduk betina - Pejantan Pemelihaman anak ayam
71
36 14
7
-
7 -
57 8
-
36 21 36
-
7
21
64
7
-
21
7
21 21
Pemilihan bibit
Perkandangan - Ayam dewasa - Ayam muda - Anak ayam Penetasan - Sarang
- Seleksi jumlah Perlakuan bibit
- Umur - Pemanasan
- Pemberian pakan - Vaksinasi
-
-
-
Penangan Penyakit - Cacar
36
- Cacingan - Cholera
36
- Snot
Pakan - Jenis pakan dewasa - Pakan anak aywn
- Jumlah pakan/ekor/hari - Pemberian minum - Pemberian dedak - Sanitasi
36
21
7
7
7 14 7 14
-
7 14 7 -
43
51 50
44 43
36 7
7 36
-
21 57
-
-
14
65
-
14
-
7
-
79
64
7
21
14 7
-
-
43 58
-
7 7
-
7 14
-
14
43 29 8
36 15 86 58
DAFTAR PUSTAKA DITJENNAK . 1992 . Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Petemakan. Direktorat Bina Penyuluhan
Petemakan. Dirjen Petemakan . Deptan .
HERAWAn, T ., T. ALIHAMSYAH, I .G . ISMAIL, dan I .P .G . WIDIAYA ADHI .
1995a. Karakterisasi Wilayah Pengembangan SUT Lahan Pasang Surut di desa Bunga Raya dan Harapan Jaya, Riau . Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa SWAMPS II . 433
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
HERAwAn, T., I .G . IsmAn., Stswovo, clan SuwALAN. 1995b. Model pengembangan teknologi petemakan lahan pasang surut. Makalah pada Acara Aplikasi Teknologi di Bangkinang, Riau. TARIGAN, J. clan M.Supmtrtotco . 1996 . Edisi I. BPFE-Yogyakarta.
Metoda Pengumpulan Data Untuk 11mu-11mu Sosial dan EkonW.