b
PETUNJUK TEKNIS
TEKNOLOGI PENDUKUNG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI DESA P4MI
Penyunting: Dr.Ir.Amran Muis, MS Ir. Caya Khairani Sukarjo, STP, MP Yogi P. Rahardjo, STP
Layout: Rudi Aksono, SP
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI TENGAH 2008 i
KATA PENGANTAR Untuk meningkatkan pendapatannya, petani harus dapat merespon peluang pasar dengan berinovasi dalam produksi dan pemasaran pertanian. Hal ini menemui kendala dikarenakan terbatasnya teknologi yang tepat guna, kurangnya investasi, dan keterbatasan akses petani terhadap informasi. Untuk itu diperlukan peningkatan akses petani terhadap informasi
pertanian,
dukungan
pengembangan
inovasi
pertanian,
serta
upaya
pemberdayaan petani. Melalui kegiatan Pengembangan Agribisnis Di
Desa P4MI Departemen
Pertanian bermaksud membangun sistem agribisnis di lahan marjinal, melalui pemberdayaan petani, pengembangan kelembagaan desa, dan perbaikan sarana/prasarana pendukung di desa (investasi desa) secara partisipatif, serta meningkatkan akses pada jaringan informasi untuk menunjang inovasi teknologi, guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani miskin khususnya di desa-desa sasaran P4MI. Untuk mendukung terlaksananya kegiatan pengembangan agribisnis tersebut maka perlu didukung dengan memberikan masukan teknologi-teknologi tepat guna terhadap komoditas yang menjadi unggulan di masing-masing desa P4MI. Buku Petunjuk Teknis ini disusun sebagai bahan penyuluhan bagi penyuluh di lapangan untuk melaksanakan tugasnya menyebarkan informasi kepada petani. Dengan petunjuk teknis ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan dan memberikan nilai lebih bagi peningkatan pendapatan petani.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .............................................................................................................
i
Kata Pengantar..............................................................................................................
ii
Daftar Isi ......................................................................................................................
iii
PTT Padi ......................................................................................................................
1
PTT Jagung ..................................................................................................................
9
Kacang Tanah ..............................................................................................................
23
Pemeliharaan Sapi .......................................................................................................
27
Pengolahan Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak ..........................................................
36
Pengolahan Limbah Kakao Untuk Pakan Ternak ........................................................
42
Budidaya Cabai ...........................................................................................................
45
Budidaya Tomat ..........................................................................................................
59
Budidaya Bawang Merah Lokal Palu ..........................................................................
64
Budidaya Mentimun ....................................................................................................
77
Pembuatan Biogas .......................................................................................................
83
Teknik Pembuatan Pupuk Kascing ..............................................................................
89
Teknik Pembuatan Bokasi ...........................................................................................
93
Pengolahan Pisang .......................................................................................................
99
Pembuatan Minyak Bermutu ....................................................................................... 109 Pengolahan Ubi Kayu dan Ubi Jalar ........................................................................... 115
iii
PTT PADI SAWAH Asni Ardjanhar dan Caya Khairani
Pendahuluan Padi merupakan komoditas yang menyangkut hajat hidup dan kebutuhan asar hampir seluruh rakyat Indonesia. Beberapa kajian yang dilakukan memperkirakan permintaan beras yang sangat tinggi, dilain pihak laju peningkatan produksi padi pada suatu periode ke periode tertentu menurun tajam. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal sehingga petani memperoleh keuntungan maksimum secara berkelanjutan dalam system produksi dengan memadukan komponen teknologi sesuai kapasitas lahan. Kunci keberhasilan dari PTT adalah adanya sinergi antara komponen teknologi sumberdaya alam dan kondisi sosial ekonomi. Indikator keberhasilan PTT yaitu rendahnya biaya produksi, penggunaan sumberdaya lahan yang efisien dan peningkatan pendapatan petani tanpa merusak lingkungan (Kartaatmaja, 2000). Mengingat konsep PTT tersebut, maka pendekatan komponen teknologi yang dikembangkan di suatu wilayah disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk itu sebelum pengkajian PTT dimulai, perlu kiranya diahului dengan kegiatan pemahaman pedesaan secara partisipatif atau dikenal dengan istilah kebutuhan dan peluang. Syarat Tumbuh Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air, memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 19-27°C dengan suhu optimum 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu (tanah lumpur yang subur) dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7.
1
Varietas Unggul Sesuai Lingkungan dan Selera Konsumen •
Varietas
: Tahan Wereng Coklat: Cisadane, IR42, Cisokan, IR64, Ciliwung, Membramo, Cibodas, Batang Anai, Digul, Maros, Cimalaya Muncul, Way Apo Buru; Tukad petanu, Tukad Undu, Tukad Berlian, Bondoyudo dan Kalimas untuk daerah endemis Tungro, Ciherang dan Widas untuk daerah lainnya
•
Takaran
: 10-15 kg/ha untuk tanam pindah, 30-40 kg/ha untuk Tabela dan 20-30 untuk legowo
Benih Bermutu 1. Penyiapan Benih •
Untuk memilih benih yang baik digunakan larutan ZA, yaitu 1 kg ZA dilarutkan dalam 3 liter air atau menggunakan larutan garam 3%, yaitu 30 gram garam dalam 1 liter air.
•
perlakuan benih dengan insektisia Fipronil untuk mengendalikan penggerek batang dan walang sangit
•
dianjurkan untuk pergiliran varietas untuk menghindari ledakan hama dan penyakit.
•
Benih yang sudah dipersiapkan dapat disebar langsung pada lahan yang disebut sebagai tanam benih langsung (tabela) atau dibibitkan terlebih dahulu melalui persemaian
2. Tanam Benih Langsung •
Benih berkualitas atau benih sehat dapat ditanam secara sebar langsung (tabela) dengan menggunakan alat tanam
•
Tabela
dilakukan
untuk
musim
kering
(MK).
Lahan
sawah
yang
memungkinkan untuk penerapan teknologi tabela adalah sawah yang rata dan drainasenya baik atau ainya dapat diatur. Pengolahan Tanah •
Dilakukan selambat-lambatnya 2 minggu sebelum tanam.
•
Pengolahan tanah hendaknya menggunakan traktor dan ternak.
•
Pembajakan pertama, tanah dibalik dan dibiarkan terjemur selama seminggu lalu direndam selama 3-4 hari agar gulma mati.
2
•
Pembajakan kedua dilakukan 2-3 hari sebelum tanam, lalu digaru dan diratakan.
•
Sisa tanaman dan gulma dibersihkan.
•
Kondisi tanah siap tanam dicirikan dengan tanah melumpur sempurna, dengan kedalaman sekurang-kurangnya 25 cm, permukaan rata dan bersih.
•
Pembuatan saluran drainase di sekeliling petakan sawah.
Persemaian •
Untuk keperluan 1 ha , siapkan areal persemaian ± 250 m2 (4% dari luas pertanaman).
•
Pengolahan tanah dilakukan hingga melumpur sempurna untuk pertanaman di atas
•
Bila tanah persemaian telah siap, tabur abu sekam 0.5 kg/m2 secara merata. Hal ini untuk menghindari terputusnya akar saat mencabut bibit.
•
Upayakan air dalam kondisi macak-macak, tidak tergenang agar sekam tidak terbawa air.
•
Untuk mendapatkan bibit yang sehat, persemaian dipupuk dengan urea dan SP 36 masing-masing 10 gr/m2 pada saat berumur 5 hari.
•
Tidak dianjurkan membuat persemaian dekat dengan lampu untuk menghindari serangan hama dan berjarak minimal 250 m dari sumber inokulum.
•
Manajemen persemaian pada luasan 100 ha, dianjurkan secara kolektif tiap kelompok untuk lahan seluas 5 ha. Waktu persemaian antar kelompok perlu diatur agar tidak melakukan persemaian secara serentak untuk menjaga kekurangan regu tanam dan menjamin waktu tanam serempak dalam suatu hamparan.
Umur Bibit •
Umut bibit 10-15 hari, bibit muda digunakan apabila hama keong mas dapat dikendalikan
Sistem Tanam •
Untuk sistem Tabela dan Tapin dianjurkan menggunakan sistem tanam tegel atau sistem tanam legowo.
•
Untuk sistem tanam tegel, jarak tanam yang dianjurkan adalah 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm
•
Penanaman dengan pola jajar legowo terdapat dua sampai empat baris tanaman padi dan diselingi oleh satu baris yang sengaja dikosongkan. Bila terdapat dua 3
baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, jika empat baris tanaman per unit legowo disebut legowo 4:1. Tanam jajar legowo dianjurkan penerapannya terutama di daerah yang banyak hama dan penyakit atau pada lahan sawah yang keracunan besi. Pengaturan Air •
Untuk mendapatkan pertumbuhan optimal, pengairan terputus (intermitten) lebih baik dibandingkan penggenangan terus-menerus.
•
Saat tanam, kondisi petakan sawah dalam keadaan macak-macak.
•
Secara berangsur tanah diairi setinggi 2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST
•
Pengeringan dilakukan dengan membiarkan air dalam petakan habis sendirinya dan tanpa diairi selama 5-6 hari.
•
Pemberian air dilakukan 6 hari sekali, sehingga fase primordia bunga
•
Kecukupan air diperlukan pada fase primordia sampai pengisian malai. Pada fase ini petakan sawah terus-menerus digenangi air sekitar 5 cm.
•
Dua minggu menjelang panen, petakan sawah sebaiknya dikeringkan untuk kesempurnaan pemasakan gabah.
Pemupukan •
Pupuk organik berupa kompos 2 ton/ha dapat diberikan sebelum pengolahan tanah kedua. Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tanaman, kotoran hewan atau hasil pengomposan seperti kotoran sapi, kotoran ayam, jerami atau sisa tanaman lain, pupuk hijau dan hasil pangkasan tanaman kacang-kacangan. Kegunaan Bahan Organik •
Meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah
•
Memberikan tambahan hara termasuk hara mikro
•
Meningkatkan aktivitas mikrobia
•
Memperbaiki sifat fisik tanah
•
Mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah-tanaman
Pembuatan Kompos Jerami •
Bahan-bahannya terdiri dari jerami, kotoran sapi 5-20% jerami, urea 0.5-1% jerami, air, SP36 0.5-1% jerami, serbuk gergaji 5% jerami, kapur pertanian
4
(kalsit) 5% jerami, bioaktifator (Starec, EM4) 0.25% atau 2.5 ml bioaktifator dalam 1 liter air serta abu sebanyak 10% jerami. •
Alat yang dipergunakan terdiri dari (1) corong bambu yang berfungsi mempercepat proses pembusukan, bambu dapat menghantarkan udara ke setiap lapisan kompos dan (2) plastik terpal ukuran 4 x 2 m atau pelepah daun kelapa untuk mempertahankan kelembaban selama proses dekomposisi jerami.
•
Cara pembuatannya: (1) jerami dicelupkan ke dalam air kemudian dihamparkan di atas tanah, kemudian ditaburi urea secara merata sampai ketebalan 30 cm, (2) tumpukan jerami basah ditaburi dengan pupuk kandang, kapur, serbuk gergaji, sardec dan bahan lainnya secara merata, (3) cara tersebut di atas diulangi sampai ketebalan kurang lebih 1.8 m, (3) pada hari ke-7 tumpukan dibolak-balik dan selalu diulangi tiap 7 hari.
•
Cara penggunaannya: (1) bahan organik disebar merata di atas hamparan sampah, dua minggu sebelum pengolahan tanah. Kadang-kadang untuk jerami padi dibiarkan melapuk langsung di sawah selama satu musim, (2) sebaiknya penggunaan pupuk kandang organik dipadukan dengan penggunaan sumber hara anorganik sesuai keperluan.
•
Pemupukan nitrogen (N): -
Pupuk dasar dengan takaran 50-75 kgN/ha (100-150 kg urea/ha) pada umur tanaman sebelum 14 HST
-
Pupuk N selanjutnya diberikan menurut hasil pembacaan Bagan Warna Daun (BWD) pada titik kritis 4. cara penggunaan bagan warna daun (BWD) yaitu: ¾ Pembacaan dimulai saat tanaman berumur 25-28 HST, setiap 7-10 hari ¾ Hindari pengukuran tanaman/daun yang sakit (tiak normal) ¾ Saat pembacaan, lindungi BWD dari sinar langsung matahari ¾ Pembacaan dilakukan pada 5 sampel tanaman yang diambil secara acak pada setiap petak alami. Sampel tanaman harus konsisten hingga akhir pengukuran. ¾ Pembacaan dimulai pada jam 09.00 sampai jam 16.00 ¾ Hasil pembacaan dicatat pada tabel BWD ¾ Pembacaan dilakukan pada daun kedua setelah daun yang belum membuka penuh.
5
¾ Apabila hasil pembacaan, rata-rata nilai BWD 4 atau kurang, lakukan pemupukan N sebanyak 23 kg N/ha (50 kg urea/ha), pada fase vegetatif cepat aplikasikan 34.5 kg N/ha (75 kg urea/ha), sebaliknya pemupukan urea tiak perlu ilakukan bila nilai rata-rata BWD lebih besar dari 4. ¾ Pembacaan dihentikan pada saat fase primordia. •
Pemupukan P berdasarkan hasil analisis status hara tanah. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Dosis anjuran pupuk P berdasarkam hasil analisis status tanah Kadar P2O5, K2O (ekstrak HCl 25%), mg/100g tanah
Takaran P (kg SP 36/ha/musim)
Rendah
< 20
125
Sedang
20 - 40
75
Tinggi
> 40
50
Status Hara Tanah P
•
Pemupukan K berdasarkan hasil analisis status hara tanah. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Dosis anjuran pupuk K berdasarkam hasil analisis status tanah Kadar K2O (ekstrak HCl 25%), mg/100g tanah
Takaran K (kg KCl/ha/musim)
Rendah
< 10
50
Sedang
10 - 20
Tinggi
> 20
Status Hara Tanah K
•
Ketika melakukan pemupukan, kondisi air macak-macak, pintu air petakan itutup dan sebaiknya tanaman bebas dari gulma.
Pengendalian Gulma Pengendalian gulma hendaknya dilakukan secara terpadu meliputi: •
Pengolahan tanah sempurna, setelah dibalik tanah dibiarkan terjemur dan terendam air beberapa hari agar benih gulma mati.
•
Hindari pengeringan petakan selama fase vegetatif terutama bila tutupan tanah gulma cukup tinggi.
•
Lakukan penyiangan 2 kali yaitu pada 3 dan 5 MST atau sesuai kondisi gulma di lapangan,
6
•
Bila diperlukan dapat menggunakan herbisia, yang mempunyai 2 atau lebih bahan aktif. Pengendalian dengan herbisia hanya dilakukan bila biaya penyiangan tinggi dan tenaga kerja sulit diperoleh.
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama-penyakit dilakukan dengan pendekatan terpadu yang meliputi: •
Penanaman varietas toleran terhaap hama penyakit endemis.
•
Penanaman serempak dalam satu kawasan minimal 50 ha.
•
Bersihkan pertanaman dari gulma yang dapat menjadi inang hama-penyakit.
•
Pengendalian dengan pestisida hanya dianjurkan bila populasi hama dan penyakit menyebabkan kerusakan di atas ambang kendali.
•
Ambang ekonomi hama dan penyakit pada tanaman padi dapat dilihat pada Tabel di bawah. Tabel 3. Ambang ekonomi hama dan penyakit pada tanaman padi Hama/Penyakit
Stadia Tumbuh
Tungro/Wereng Hijau
Di persemaian
Gejala
Ambang ekonomi
Pestisika
Kalau hasil kali 10 ayunan jaring serangga x 20 aun uji Yodium ≥ 75%
Confidor 5SC
Confidor
Di pertanaman
Daun kuning
muda
Pada areal seluas 100 m2 ditemukan 2 rumpun gejala tungro (0.02%)
2 MST-4 MST
Daun kuning
muda
20 gejala pada luasan 25 x 25 m
Walang Sangit
Matang susu
10 ekor/20 rumpun
Fipronil
Penggerek batang
Vegetatif Generatif
Sundep Beluk
6% Sunep 9% Beluk
Fipronil, Confidor 5SC
Wereng Coklat
< 40 HST >40 HST
Perubahan warna sampai layu an mati
9 ekor/rumpun 18 ekor/rumpun
Fipronil, Confidor 5SC
Wereng punggung putih
< 40 HST >40 HST
Perubahan warna sampai layu an mati
14 ekor/rumpun 21 ekor/rumpun
Hawar pelepah Hawar jingga
daun
25% Pemasakan buah
9% rusak daun
Stem rot
Reproduktif
6% pelepah rusak
Sheat Blight
Reproduktif Pemasakan buah
6% pelepah rusak 15% pelepah rusak
Keong mas
Ada kerusakan
Saponin
7
•
Virus tungro selain tanaman padi sebagai inangnya juga gulma: Cyperus rotondus; Monochoria vaginalis; Leersia hexandra; Jussiaea repens L.; trianthema portacastrum L. dan Phylantus niruri L.
•
Cara lain untuk mengendalikan populasi wereng hijau, yaitu dengan konservasi musuh alam (laba-laba) dengan cara membiarkan pematang sampai 3 MST tidak dibersihkan sudah terlanjur dibersihkan dapat dibiarkan jerami di atas pematang untuk tempat hidup laba-laba yang dapat memangsa wereng hijau.
Panen dan Pasca Panen •
Panen dilakukan jika sudah 90% gabah masak fisiologis/menguning
•
Panen menggunakan sabit berberigi, dan dilakukan secara beregu
•
Perontokan menggunakan thresher
•
Menggunakan alas terpal yang lebar
•
Penjemuran gabah dilakukan 3-4 hari hingga kadar air simpan (14-17%)
•
Jika musim hujan, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering.
•
Pemasaran hasil dianjurkan secara berkelompok
•
Jika belum dipasarkan, gabah disimpan pada tempat yang sirkulasi udara dan kelembaban udaranya stabil.
Sumber Bacaan: Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah, 2006. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah. Petunjuk Teknis Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T), 2002. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB http://id.wikipedia.org/wiki/Padi
8
BUDIDAYA JAGUNG Nurnina Nonci, Amran Muis dan Syamsul Bahri
Pendahuluan Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidup diselesaikan dalam 75-120 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung bervariasi, antara 1 m sampai 2 m, namun tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah yaitu dari ruas batang pertama hingga ruas batang teratas sebelum bunga jantan. Akar jagung tergolong akar serabut, pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari bukubuku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset, batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.Daun jagung adalah daun sempurna, bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun terdapat ligula, tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki famili Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol, tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini dari pada bunga betinanya (protandri).
9
Persyaratan Tumbuh Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki beberapa persyaratan. a. Iklim
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah beriklim sedang hingga sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal yakni sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji, tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan dan menjelang musim kemarau.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/merana dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung yakni antara 21-34 °C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 °C. Pada proses perkecambahan benih, jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 °C.
Saat panen, jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.
b. Media Tanam
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.
Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol dan tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.
10
Kemasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Kemasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5.
Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik.
Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu.
c. Ketinggian Tempat Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung. Pedoman Budidaya a. Pembibitan 1) Persyaratan Benih Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, bebas dari serangan hama dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih. Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Tetapi jagung hibrida mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan varietas bersari bebas yaitu harga benihnya yang lebih mahal dan hanya dapat digunakan maksimal 2 kali turunan dan tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas unggul jagung untuk dipilih sebagai benih adalah: komposit/bersari beras seperti Lagaligo, Gumarang, Lamuru, Palakka, Sukmaraga, Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1, Anoman-1 serta hibrida seperti Semar 3, Semar 4, Semar 5, Semar 6, Semar 7, Semar 8, Semar 9, Semar 10, Bima-1, Bima-2 Bantimurung dan Bima 3 Bantimurung.
11
2) Penyiapan Benih Benih dapat diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa tanaman jagung yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil tongkol yang besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh klobot, dan tidak terserang oleh hama dan penyakit. Tongkol dipanen pada saat fase matang fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras dan sebagian besar daun menguning. Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga kering betul. Apabila benih akan disimpan dalam jangka lama, setelah dikeringkan tongkol dibungkus dan disimpan di tempat kering. Dari tongkol yang sudah kering, diambil biji bagian tengah sebagai benih. Biji yang terdapat di bagian ujung dan pangkal tidak digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90%, jika kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan adalah sebanyak 20-30 kg untuk setiap hektar. 2) Pemindahan Benih Sebelum benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu dengan fungisida seperti metalaxyl, untuk mencegah serangan penyakit bulai. Untuk mencegah serangan lalat bibit dan ulat agrotis, sebaiknya menggunakan insektisida butiran dan sistemik seperti carbofuran. b. Pengolahan Media Tanam Pengolahan tanah bertujuan untuk: memperbaiki struktur tanah, dan memberikan kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah, drainase dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara setempat. 1) Persiapan Dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Tanah yang keras memerlukan pengolahan yang lebih sempurna. Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak lalu disisir hingga rata. 2) Pembukaan Lahan Diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa tanaman sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan dan pengolahan tanah dengan bajak.
12
3) Pembuatan Bedengan Setelah tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek. 4) Pengapuran Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus diberi kapur. Jumlah kapur yang diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada barisan tanaman sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan dosis 300 kg/ha per musim tanam dengan cara disebar pada barisan tanaman. 5) Pemupukan Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah, dan dosis anjuran adalah: Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha dan KCl=50-100 kg/ha. Adapun cara dan dosis pemupukan untuk setiap hektar:
Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk TSP diberikan saat 7 hari setelah tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah;
Pemupukan susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl diberikan setelah tanaman berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup tanah;
Pemupukan susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 45 hari.
c. Teknik Penanaman 1) Penentuan Pola Tanam Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola tanam ini, berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan pola curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan). Pemilihan jenis/varietas yang ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan. Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
13
Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari yang berumur sama seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.
Tanaman bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
Tanaman campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2) Pembuatan Lubang Tanam Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu di perhatikan agar benih tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam antara: 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 -2 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas. Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen kurang lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya dibuat 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur sedang (panen 80-100 hari), jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang). Sedangkan jagung berumur pendek (panen < 80 hari), jarak tanamnya 20x50 cm (1 tanaman/lubang). 3) Cara Penanaman Tanaman jagung tidak dapat tumbuh dengan baik pada saat air kurang atau saat air berlebihan. Pada musim hujan atau waktu musim hujan hampir berakhir, benih jagung ini dapat ditanam. Dengan harapan air cukup tersedia selama pertumbuhan tanaman. Pada saat tanam sebaiknya tanah dalam keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila tanah kering, perlu diairi dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun. Penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2 orang membuat lubang, 2 orang memasukkan benih dan menutup lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang
14
tergantung yang dikehendaki, bila dikehendaki 2 tanaman per lubang maka benih yang dimasukkan 3 biji per lubang, bila dikehendaki 1 tanaman per lubang, maka benih yang dimasukkan 2 butir benih per lubang. 4) Lain-lain Di lahan sawah irigasi, jagung biasanya ditanam pada musim kemarau. Di sawah tadah hujan, ditanam pada akhir musim hujan. Di lahan kering ditanam pada awal musim hujan dan akhir musim hujan d. Pemeliharaan Tanaman 1) Penjarangan dan Penyulaman Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3 tanaman, sedangkan yang dikehendaki hanya 2 atau 1, maka tanaman tersebut harus dikurangi. Tanaman yang tumbuhnya paling jelek, dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam. 2) Penyiangan Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari. 3) Pembubunan Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama dan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 1 minggu bersamaan dengan
15
waktu pemupukan pertama. Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang. Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan. 4) Pemupukan Dosis pupuk untuk jagung untuk setiap hektar adalah pupuk Urea sebanyak 200300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50- 100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah malai keluar. 5) Pengairan dan Penyiraman Sebelum menanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu diairi. 6) Waktu Penyemprotan Pestisida Penggunaan pestisida hanya diperkenankan bila ambang kemdali dilampaui oleh hama-hama yang merusak. Pelaksanaan penyemprotan hendaknya memperlihatkan kelestarian musuh alami dan tingkat populasi hama yang menyerang, sehingga perlakuan ini akan lebih efisien. Hama Dan Penyakit a. Hama 1) Lalat bibit (Atherigona exigua Stein) Lalat bibit dewasa (gambar 1), larvanya merusak tanaman yang baru tumbuh satu bulan, sehingga tanaman yang baru tumbuh menjadi kerdil dan berwarna kuning, tanama layu dan akhirnya mati (gambar 2). Serangan lalat bibit tinggi bila curah hujan dan kelembaban tinggi.
16
Pengendalian lalat bibit : •
Penggunaan varietas tahan
•
Waktu tanam yaitu awal musim hujan
•
Pergiliran tanaman dengan tanaman selain jagung dan padi
Gambar 1. Serangga dewasa lalat bibit
Gambar 2. Gejala serangan lalat bibit pada tanaman jagung muda
(Atherigona exigua Stein)
2) Penggerek Batang (Ostrinia furnacalis) Penggerek batang mulai menyerang pada tanaman yang berumur 3-4 minggu. Ngengat betina meletakkan telur secara berkelompok pada bagian bawah helai daun (gambar 3). Larva muda merusak daun muda, bunga jantan dan bunga betina. Larva instar tua merusak dengan membuat lubang gerekan pada batang, hingga menjadi pupa dan serangga dewasa (gambar 4).Lubang gerekan biasanya terbanyak dibuat pada bukubuku batang tanaman jagung. Serangan berat dapat menyebabakan kerusakan tanaman sampai 80 %. Pengendalian penggerek batang dan penggerek tongkol :
Pemotongan bunga jantan yaitu 4 baris dari setiap 6 baris tanaman.
Parasitoid Trichogramma eveanescens dengan melepas 25.000-50.000/ha
Menggunakan furadan 3G pada pucuk tanaman sebelum berbunga (alternatif terakhir).
Gambar 3. Kelompok telur penggerek batang
Gambar 4. Serangga dewasa
17
4) Penggerek Tongkol (Helicoverpa armigera) Hama penggerek tongkol merusak daun, bunga jantan, dan tongkol jagung. Gejala serangan pada daun nampak berlubang karena gerekan larva. Selain itu kotoran larva yang merupakan bulatan-bulatan kecil ditemukan di sekitar daun, bunga jantan, bunga betina, dan tongkol yang digerek (gambar 5). Selanjutnya larva tua akan menggerek tongkol dan biji jagung muda (gambar 6).
Gambar 5. Larva tua dan gejala serangan pada tongkol
Gambar 6. Larva tua dan gejala serangan pada tongkol
5) Aphis (Rhopalosiphum maidis) Aphis disamping sebagai hama langsung pada tanaman, juga berfungsi sebagai vektor penyakit virus sugarcane mosaic virus, maize dwarf mosaic virus, dan maizefleck virus. Tanaman yang terserang virus menjadi kerdil dan tanaman yang terinfeksi sejak muda jarang menghasilkan buah. Akibat serangan secara langsung ke tanaman, aphid mengisap cairan tanaman sehingga menyebabkan tanaman menjadi kekuningkuningan. Pada serangan berat, koloni aphid menyerang bunga jantan dan daun bahkan bisa sampai ke tongkol (gambar 7).
Gambar 7. Serangan Aphis (Rhopalosiphum maidis)
18
b. Penyakit 1) Penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) Penyakit ini akan merajalela pada suhu udara 27°C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua. Pengendalian: (1) perlakuan benih dengan metalaxyl; (2) penanaman dilakukan menjelang atau awal musim penghujan; (3) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul; (4) dilakukan pencabutan tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan. 2) Penyakit bercak daun (Bipolaris maydis) Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuningkuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya cendawan; (2) mekanis dengan mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab; (3) kimiawi dengan pestisida antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F. 3) Penyakit karat (Rust) Penyebab: cendawan Puccinia sorghi dan Puccinia polysora. Gejala: pada tanaman dewasa yaitu pada daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini kemudian berkembang dan memanjang, kemudian akhirnya karat dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban pada areal tanam; (2) menanam varietas unggul atau varietas yang tahan terhadap penyakit; (3) melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung; (4) kimiawi menggunakan pestisida seperti pada penyakit bulai dan bercak daun.
19
4) Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut) Penyebab: cendawan Ustilago maydis, Ustilago zeae, Uredo zeae, Uredo maydis. Gejala: pada tongkol ditandai dengan masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus terdesak hingga pembungkus rusak dan kelenjar keluar dari pembungkus dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi; (2) memotong bagian tanaman kemudian dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena. 5) Penyakit busuk tongkol dan busuk biji Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae, Gibberella fujikuroi, Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1) menanam jagung varietas unggul, dilakukan pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2) penyemprotan dengan fungisida setelah ditemukan gejala serangan. Panen Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak mati. a. Ciri dan Umur Panen Ciri jagung yang siap dipanen adalah: 1) Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam (tergantung varietasnya). 2) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga. 3) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan
20
berbagai keperluan lainnya dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas. b. Cara Panen Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetik. c. Periode Panen Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan 4 minggu setelah tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur panen jagung masak mati. d. Prakiraan Produksi Produksi jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian dengan ditemukannya varietas-varietas unggul sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka totalitas produksi tidak akan terlalu berubah. Irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapatkan produksi yang baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk mendapatkan produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, baru memberikan hasil 17 ton/ha. Pascapanen Setelah jagung dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau dipasarkan. a. Pengupasan Jagung dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai. Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan dapat memudahkan atau memperingan
21
pengangkutan selama proses pengeringan. Untuk jagung masak mati sebagai bahan makanan, begitu selesai dipanen, kelobot segera dikupas. b. Pengeringan Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 %. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38-43°C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan. c. Pemipilan Setelah dijemur sampai kering jagung dipipil. Pemipilan dapat menggunakan tangan atau alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya “memipil” jagung hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji dari tempat pelekatan. Jagung melekat pada tongkolnya, maka antara biji dan tongkol perlu dipisahkan. d. Penyortiran dan Penggolongan Setelah jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan kualitas jagung. Yang perlu dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran selama petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini sangat bermanfaat untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama selama dalam penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki peredaran udara. Untuk pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah efisiensi penanaman dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau memisahan jagung dari campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti pada proses pembersihan padi, akan mendapatkan hasil yang baik.
22
BUDIDAYA KACANG TANAH Saidah dan Sumarni
Pendahuluan Kacang tanah merupakan salah satu tanaman palawija untuk memenuhi kebutuhan pangan gizi terutama sebagai sumber protein dan lemak nabati. Permintaan kacang tanah meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya kebutuhan, baik sebagai bahan pangan, pakan ternak maupun kebutuhan industri olahan. Namun permintaan ini masih belum terpenuhi, sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut Indonesia masih harus mengimpor dari luar negeri. Produksi kacang tanah Sulawesi Tengah tahun 2001 sebanyak 1,1 ton/ha polong kering (BPS Sulteng, 2002). Produksi kacang tanah dapat mencapai 5 ton/ha polong kering jika dibudidayakan secara benar (Sumarno, 1993). Salah satu penyebab rendahnya produksi kacang tanah adalah kurang optimalnya usaha budidaya yang dilakukan petani. Syarat Pertumbuhan 1. Iklim a. Curah hujan antara 800-1.300 mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga sulit terserbuki oleh serangga dan akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. b. Suhu udara sekitar 28-320C. Bila suhunya di bawah 100C, pertumbuhan tanaman akan terhambat, bahkan kerdil. c. Kelembaban udara berkisar 65-75 %. d. Penyinaran
matahari penuh dibutuhkan, terutama
kesuburan daun dan
perkembangan besarnya kacang. 2. Media Tanam a. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah gembur / bertekstur ringan dan subur. b. pH antara 6,0-6,5. c. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. d. Drainase dan aerasi baik, lahan tidak terlalu becek dan kering baik bagi pertumbuhan kacang tanah.
23
3. Ketinggian Tempat Ketinggian penanaman optimum 50 - 500 m dpl, tetapi masih dapat tumbuh di bawah ketinggian 1.500 m dpl. Teknologi Teknologi merupakan salah satu penentu dalam peningkatan produktivitas kacang tanah. Karena itu, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yakni mulai dari persiapan benih hingga proses pasca panen. 1. Persiapan benih Benih berkualitas merupakan salah satu syarat utama dalam budidaya kacang tanah. Penggunaan benih bermutu, akan mengoptimalkan dan menyeragamkan pertumbuhan tanaman. Benih yang ditanam sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut: •
Murni dan seragam
•
Daya tumbuh lebih dari 90 persen
•
Bebas hama dan penyakit
•
Varietas unggul (Nasional ataupun daerah)
Hingga saat ini tersedia beberapa varietas yang mempunyai sifat unggul, yaitu : •
Varietas tahan/toleran penyakit daun: Mahesa, Kelinci, Zebra
•
Varietas adaptif lahan masam : Trenggiling, Sima dan Simpai
•
Varietas toleran kekeringan dan penyakit daun: Panter, Sima
•
Varietas toleran kekeringan, penyakit daun, penyakit belang dan lahan masam : Jerapah
•
Varietas adaptif lahan alkalis : Domba dan Tuban
•
Varietas toleran naungan : Bison
2. Persiapan lahan Struktur tanah gembur dan drainase yang baik dapat diperoleh dengan membajak sedalam 20 – 25 cm dan menggemburkannya. Permukaan tanah diratakan dan butir tanah dihaluskan, setelah itu diberi pupuk kandang sebanyak 5-10 t/ha dan pupuk P ditebar merata saat pengolahan tanah (sisir terakhir). Bila petakan lebarnya lebih dari 4 m, perlu dibuat bedengan setiap lebar 2 m yang dibatasi oleh selokan (parit) selebar 25 cm dengan kedalaman 20 cm. Tanah galian dari parit ditebar di atas petakan agar permukaan petakan lebih tinggi.
24
3. Penanaman Penanaman dilakukan awal musim hujan atau akhir musim hujan. Pola tanam yang dapat diterapkan adalah: Lahan kering •
Kacang tanah - kacang tanah
•
Jagung - kacang tanah
•
Jagung + kacang tanah - kacang tanah
•
Jagung + ubi kayu - ubi kayu + kacang tanah
Lahan sawah: •
Padi - padi - kacang tanah
•
Padi - kedelai - kacang tanah
•
Padi - kacang tanah - palawija lainnya
•
Padi gora - padi sawah - kacang tanah Kacang tanah yang ditanam secara monokultur jarak tanam yang digunakan
40
cm x 10 cm atau 30 cm x 15 cm. Apabila menanam jagung secara tumpangsari jarak tanamnya 160 cm x 20 cm, waktu tanam satu minggu lebih awal dari kacang tanah. Bila kacang tanah ditumpangsarikan dengan ubi kayu jarak tanam ubi kayu 3-4 m x 0,60 m dan kacang tanah 30 cm x 15 cm. Lahan yang banyak rayap dan semutnya diberikan Carbofuran sebanyak 10 kg/ha atau 5-6 butir perlubang. 4. Pemupukan Takaran pupuk P dan K tanaman kacang tanah tergantung dari status hara yang tersedia dalam tanah (Tabel 1.). Tabel 1. Panduan rekomendasi pemupukan untuk kacang tanah di lahan kering Jenis dan status hara
Kadar Hara Tanah
Takaran Pupuk per hektar
1. N-Total a. Rendah (R) b.Sedang (S) c.Tinggi (T)
< 0,2% 0,2 – 9,5 % > 9,5 %
75 kg Urea 50 kg Urea 25 kg Urea
2. P Olsen a.Rendah (R) b.Sedang (S)
< 11 ppm 11 – 15 ppm
75 100 kg SP36 50 -<75 kg SP36
25
c.Tinggi (T)
> 15 ppm
25-<50 kg SP36
3. K. NH4OAC a.Rendah (R) b.Sedang (S) c.Tinggi (T)
< 0,4 me/100 g 0,4-0,7 me/100.g > 0,7 me/100 g
50 kg KCl 25 kg KCl 0
5. Penyiangan dan pembumbunan Gulma merupakan pesaing bagi tanaman kacang tanah untuk mendapatkan ruang tumbuh, hara, air dan sinar matahari. Apabila tidak dikendalikan, gulma dapat menurunkan hasil cukup tinggi. Penyiangan dilakukan 2 kali yakni saat tanaman berumur + 15 hari dan menjelang berbunga atau disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan gulma di lapangan. Pembumbunan bertujuan menggemburkan tanah dan membersihkan gulma yang dilakukan sekali yakni saat tanaman menjelang berbunga atau bersamaan dengan penyiangan terakhir (kedua). 6. Pengendalian Hama Hama yang menyerang tanaman kacang tanah cukup banyak, sehingga dapat digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan cara merusak tanaman, yaitu: 1. Hama
yang
menyerang tanaman dari dalam tanah
(Rayap
dan
Lundi).
Pengendaliannya dengan menggunakan insektisida Carbofuran, dengan takaran
2,5
kg bahan aktif (b.a) per hektar 2. Hama pemakan daun (ulat penggulung daun) menggunakan
Dichrotofos dengan
takaran 0,2 – 0,3 kg b.a/ha, ulat grayak dengan menggunakan insektisida Diazinon 0,3 – 0,5 kg b.a/ha. 3. Hama pengisap daun (Aphid, Thrips dan Jassid)
menggunakan insektisida
Dischlorvos 0,35 – 0,5 kg b.a/ha, Malthion dengan takaran 0,3 – 0,5 kg b.a/ha. 7. Pengendalian Penyakit Penyebab penyakit tanaman kacang tanah adalah jamur, bakteri dan virus. Penyakit tersebut diantaranya adalah bercak daun, karat dan busuk daun. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara kultur teknis yaitu rotasi tanaman yang bukan tanaman inang, mencabut, membakar, dan membenamkan tanaman sakit kedalam tanah, dan cara
26
kimiawi menggunakan fungisida Dacomil 50 P, Dithane M-45, Baycor 300 EC, Thiram dan Ceresan, tergantung dari jenis hama dan penyakit yang menyerang. 8. Panen dan Pasca Panen Umur panen kacang tanah tergantung varietas. Panen dapat dilakukan apabila kacang tanah telah masak fisiologis yang ditandai oleh polong yang telah berisi penuh dan berwarna gelap pada bagian dalam kulit polong.
Setelah dipanen kacang tanah
dikeringkan dengan cara dijemur hingga kadar air ± 12 persen atau ± 3 hari, lama penjemuran tergantung terik matahari. Bila hasil panen akan digunakan sebagai benih, harus disimpan dalam bentuk polong dengan kadar air 6 persen dengan lama penyimpanan ± 7 bulan.
27
PEMELIHARAAN SAPI Daniel Bulo dan Ferry F. Munier Pendahuluan Berdasarkan data Asosiasi Produsen daging sapi dan Fitlot Indonesia (APFINDO) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi daging sapi di Indonesia pertahun relative rendah 1,7 kg/kapita. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional, masih harus impor 28% dalam bentuk daging/jeroan beku dan sapi bakalan yang selanjutnya digemukkan 2-3 bulan di tanah air. Sepanjang tahun 2007, berdasarkan data yang ada, Indonesia sudah mendatangkan 500 ribu ekor sapi dan 10000 ton daging beku untuk kebutuhan nasional. Oleh karena itu masih sangat terbuka lebar budidaya/pengembangan sapi untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Pemilihan Bibit Untuk memilih bakalan sapi yang akan dipelihara untuk penggemukan maka yang harus diperhatikan yaitu: 1. Umur •
Bakalan berpengaruh nyata terhadap kualitas dan efisiensi pertumbuhan
•
Umur bakalan 2-3 tahun
2. Jenis Kelamin •
Bakalan jantan memiliki potensi pertumbuhan berat badan harian lebih tinggi daripada betina
•
Bakalan betina memiliki potensi kandungan lemak lebih tinggi dibandingkan jantan
3. Berat Badan Awal (BBAW) •
BBAW 101.8 kg (Nities, et al, 1992); 108.5 (Wibisono, 1996) menghasilkan pertumbuhan berat badan harian (PBBH) 0.4-0.5 kg/ekor/hari
•
BBAW
125-155
(Wibisono,
1996);
250-300
kg
(Aryawan,
1989)
menghasilkan PBBH 0.6-0.85 kg/ekor/hari. 4. Kesehatan Bakalan yang sehat umumnya memiliki tanda-tanda sebagai berikut: •
Bulu mengkilat dan berwarna terang 27
•
Tidak kurus
•
Suhu tubuh normal antara 37.5-39°C
•
Agresif dan aktif memperhatikan lingkungan sekitar
•
Selaput lender mata tidak pucat, tidak merah ataupun kuning
•
Tidak terdapat tanda-tanda penyakit mencret, ingusan, kembung, batuk, cacat tubuh
Pakan Pakan ternak terbagi menjadi 3, yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat) dan pakan tambahan (mineral). Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman baik berupa daun, batang, ranting ataupun bunganya. Secara garis besar pakan hijauan dibedakan atas 2 golongan yaitu golongan rumput-rumputan dan kacangkacangan (leguminosa), keduanya bisa diberikan kepada ternak sapi dalam bentuk segar, setengah segar atau kering. Konsentrat adalah pakan yang mudah dicerna dengan kadar protein tinggi dan kadar serat kasarnya relative rendah, berfungsi untuk meningkatkan mutu pakan. Konsentrat ini penting sekali diberikan kepada ternak sapi pada periode pertumbuhan, bunting, menyusui atau yang digemukkan, biasanya diberikan 1% dari bobot badan. Bahan makanan/pakan untuk membuat konsentrat meliputi: •
Dedak padi
•
Jagung giling
•
bungkil kelapa
•
bungkil kacang kedelai
•
sagu
•
tetes
•
ampas tahu, dll Beberapa contoh formulasi konsentrat untuk 3 tingkatan umur sapi, kurang 1
tahun, 1-2 tahun dan lebih dari 2 tahun disajikan sebagai berikut: 1. Umur sapi kurang dari 1 tahun (RS) RS1 Bahan Polard Bungkil kelapa
RS2 %
Bahan
65.5 Dedak padi 7.0 Bungkil biji kapuk
RS3 %
Bahan
56.5 Dedak padi 21.5 Bungkil biji kapuk
% 50.0 4.0 28
Dedak padi
25.5 Onggok
20.5 Bungkil kelapa
16.5 27.5
Garam dapur
1.0 Garam dapur
1.0 Tepung jagung
Tepung tulang
0.5 Tepung tulang
0.5 Garam dapur
1.0
Kapur
0.5 Kapur
0.5 Tepung tulang
0.5
Kapur Jumlah
100.0 Jumlah
0.5
100.0 Jumlah
100.0
Bahan kering
88.5 Bahan kering
87.7 Bahan kering
86.4
Protein kasar
15.9 Protein kasar
15.2 Protein kasar
15.0
Energi/TDN
68.7 Energi/TDN
68.0 Energi/TDN
70.0
Sumber: Siregar, B.S, 2002
2. Umur sapi 1-2 tahun (RG) RG1 Bahan
RG2 %
Bahan
Dedak padi
39.0 Polard
Bungkil sawit
18.0 Bungkil biji kapok
Tepung jagung
28.0 Onggok
Onggok
22.0 Garam dapur
RG3 %
Bahan
68.0 Dedak padi
% 40.0
5.0 Bungkil kelapa
20.5
25.0 Tepung gaplek
11.0
1.0 Tepung jagung
26.5
Urea
1.0 Tepung tulang
0.5 Garam dapur
1.0
Garam dapur
1.0 Kapur
0.5 Tepung tulang
0.5
Tepung tulang
0.5
Kapur
0.5
Jumlah
Kapur
100.0 Jumlah
0.5
100.0 Jumlah
100.0
Bahan kering
94.5 Bahan kering
86.8 Bahan kering
86.0
Protein kasar
13.8 Protein kasar
13.8 Protein kasar
13.2
Energi/TDN
73.0 Energi/TDN
74.1 Energi/TDN
72.6
Sumber: Siregar, B.S, 2002
3. Umur sapi lebih dari 2 tahun (RF) RF1 Bahan
RF2 %
Bahan
RF3 %
Bahan
%
Dedak padi
30.0 Dedak padi
39.0 Polard
35.0
Bungkil kelapa
17.0 Bungkil kelapa
18.0 Bungkil kelapa
16.0
Tepung jagung
31.0 Tepung jagung
24.0 Tepung jagung
24.0
Onggok
20.0 Onggok
20.0 Onggok
23.0
Garam dapur
1.0 Garam dapur
1.0 Garam dapur
1.0
Kapur
0.5 Tepung tulang
0.5 Tepung tulang
0.5
29
Kapur Jumlah
100.0 Jumlah
0.5 Kapur 100.0 Jumlah
0.5 100.0
Bahan kering
86.6 Bahan kering
85.6 Bahan kering
86.6
Protein kasar
11.5 Protein kasar
11.8 Protein kasar
12.4
Energi/TDN
76.8 Energi/TDN
74.7 Energi/TDN
80.2
Sumber: Siregar, B.S, 2002
Teknik pemberian ransum yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi yaitu dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat dan hijauan. Pemberian konsentrat dapat diberikan 2 kali (08.00 dan 15.00) atau 3 kali (08.00, 12.00, dan 16.00) sehari semalam. Pemberian hijauan dilakukan minimal 4 kali sehari semalam secara bertahap. Pemberian pertama 2 jam setelah pemberian konsentrat pertama. Pemberian hijauan yang lebih sering akan meningkatkan kemampuan sapi untuk mengkonsumsi ransum dan meningkatkan keernaan bahan kering hijauan itu sendiri. Pakan tambahan merupakan pakan sebagai sumber mineral terutama unsure Ca dan P, yang banyak terdapat pada tepung tulang, garam dapur dan sebagainya. Sekarang ini sudah banyak tersedia pakan tambahan berupa mineral komplek baik dalam bentuk powder maupun dalam bentuk blok. Kemampuan sapi dalam mengkonsumsi bahan kering ransum tergantung pada bobot badan sapi, seperti pada tabel berikut: Kisaran bobot badan (kg)
Kemampuan mengkonsumsi bahan kering ransum (% dari bobot badan)
50-100
3.0
100-150
3.5
150-200
4.0
200-250
3.5
250-300
3.0
300-350
2.8
350-400
2.6
400-450
2.4
450-500
2.2
Sumber: Siregar, B.S, 2002
Kandang Pada prinsipnya kandang bagi ternak sapi adalah tempat berlindung dari terik matahari, hujan, angin kencang, binatang buas dan gangguan lainnya. Disamping itu
30
kandang juga harus bisa menunjang atau member kemudahan bagi peternak dalam pemeliharaan, perawatan dengan memperhatikan factor penunjang lainnya. Syarat kandang: 1. Terpisah dari rumah minimal 10 m 2. Bahan kandang mudah diperoleh, murah, kuat dan tahan lama 3. Konstruksi kokoh dan kuat 4. Lantai harus rata, tidak licin, keras dan lebih tinggi dari sekitarnya 5. Atap berfungsi untuk melindungi ternak dari hujan dan terik matahari, gunakan atap yang sesuai dan dipasang miring. Ukuran kandang: 1. Sapi dewasa
: 80-100 cm x 250 cm per ekor sapi
2. Anak sapi
: 80 cm x 250 cm per ekor sapi
Perlengkapan kandang Perlengkapan kandang sapi cukup sederhana, yang harus disediakan hanya tempat makan dan tempat minum. Disamping itu perlu juga disediakan alat kebersihan seperti sekop, sapu lidi, sikat, ember, tali, dll. Penyakit Sapi Penyakit merupakan factor yang berhubungan langsung dengan kesehatan ternak dan dapat sangat merugikan peternak. Hal yang harus diperhatikan untuk pencegahan penyakit antara lain: •
Ternak harus selalu bersih
•
Lakukan vaksinasi secara teratur
•
Kandang dan lingkungan harus selalu kering dan bersih
•
Sirkulasi udara lancer
•
Pisahkan ternak yang sakit dengan yang sehat
•
Bila terlihat tanda-tanda ternak sakit segera diobati. Beberapa penyakit ternak sapi yang biasa menyerang sapi antara lain (Sumber: Siregar, 2002):
1. Penyakit ngorok Gejala:
•
Demam dan suhu badan tinggi
•
Lesu dan gemetaran 31
•
Kotoran agak encer dan kadang berdarah
•
Sulit bernafas dan terdengar suara ngorok
•
Timbul pembengkakan pada bagian kepala, tenggorokan, leher bagian bawah, gelambir dan pada kaki bagian depan
Penyebab •
Bakteri pasteurella multosida, biasanya terjangkit waktu musim hujan
•
Penyakit ini menular dan akut, tingkat kematian bisa mencapai 90%
Penularan Penyakit ini menular melalui kontak langsung, pakan, minuman dan alat atau bahan tercemar bakteri tersebut Pencegahan •
Vaksinasi secara teratur
•
Pengawasan ketat keluar masuknya ternak
Pengobatan Sapi yang menderita penyakit ini ngorok yang parah, kemungkinan sehat sulit, tetapi pada fase awal bisa diobati dengan atibiotik. 2. Penyakit radang limpa Gejala: •
Demam dan suhu badan tinggi
•
Nafsu makan hilang
•
Awalnya sulit buang kotoran, kemudaian kotoran agak encer dan kadang berdarah
•
Pada ternak yang mati ditemukan darah berwarna hitam pada hidung, telinga dan anus
Penyebab •
Bakteri vaillus anthracis
Penularan Penyakit ini menular secara tidak langsung melaui pernafasan dan pencernaan dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Penyakit ini bahkan dapat menular pada manusia. Pencegahan •
Vaksinasi secara teratur
32
•
Pengawasan ketat keluar masuknya ternak
•
Pisahkan ternak yang sakit dengan yang sehat
•
Semua bangkai dan peralatannya harus dibakar atau dikubur dalam-dalam
Pengobatan •
Penyuntikan dengan atibiotik.
3. Penyakit mulut dan kuku Gejala: •
Lesu dan demam dengan suhu badan tinggi
•
Nafsu makan berkurang
•
Air liur berlebihan
•
Selaput lendir di dalammulut, bibir, dan gusi tampak merah, kering dan panas yang akhirnya timbul melepuh dan berisi cairan
•
Pergelangan kaki dekat kuku bengkak sehingga ternak pincang, malas pindah tempat dan sukar berdiri.
Penyebab •
Virus
Penularan Penyakit ini menular melalui kontak langsung, pakan, minuman dan alat atau bahan tercemar virus tersebut Pencegahan •
Kandang dan lingkungan selalu bersih
•
Pengawasan ketat keluar masuknya ternak
•
Pisahkan ternak yang sakit
•
Daerah yang terjangkit wabah ditutup dari keluar masuk ternak
Pengobatan •
Injeksi antibiotic atau sulfa
•
Peniilin powder untuk pengobatan luar
•
Tambahkan vitamin A pada ransum
4. Penyakit paha Gejala: •
Terjadi pembengkakan pada beberapa bagian tubuh seperti paha, bahu, leher dan sekitar vagina
33
•
Bila bengkak diraba berbunyi gemericik seakan ada gas di bawah kulit
•
Nafsu makan hilang dan dalam waktu 2-5 hari mati
Penyebab •
Bakteri lostridium Chavae atau Clostridium feseri
Penularan Umumnya penyakit ini menyerang ternak yang masih muda sedangkan anak sapi dan sapi dewasa hampir tidak ada yang terserang penyakit ini. Penularan melalui saluran pencernaan waktu makan rumput yang terkontaminasi bakteri atau melalui luka meskipun luka kecil sekalipun. Pencegahan •
Vaksinasi secara teratur
•
Sanitasi kandang, lingkungan dan padang penggembalaan
•
Ternak yang mati karena penyakit ini dibakar atau dikubur dalam-dalam
•
Pisahkan ternak yang sakit dari yang sehat
Pengobatan •
Diobati dengan atibiotik.
5. Penyakit cacing hati Gejala: •
Ternak menjadi kurus, lemah, lesu dan bulu-bulu berdiri
•
Kadang-kadang timbul busung pada berbagai bagian tubuh
•
Selaput lendir puat kekuning-kuningan
Penyebab •
Endo-parasit yaitu cacing hati (fasiola hepatica)
Penularan Penyakit ini menular melalui saluran pencernaan, yaitu melalui pakan dan air minum yang tercemar larva cacing hati. Pencegahan •
Memberantas induk semang sementara yaitu cacing hati (siput)
•
Jangan gembalakan ternak di areal yang banyak siput
Pengobatan Obatnya sekarang telah banyak dijual di took dengan berbagai merk.
34
Sumber Bacaan: Beternak Sapi Potong, 1997. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi Siregar, B.S, 2002. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta Penggemukan sapi potong, 1996. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Riau Konsumsi
Daging Sapi di Indonesia diambil dari http://cjfeed.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=362&It emid=127
35
PENGOLAHAN JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK Daniel Bulo dan Ferry F. Munier Pendahuluan Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba), sehingga untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia harus diikuti oleh peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya. Hijauan pakan ternak yang umum diberikan untuk ternak ruminansia adalah rumput-rumputan yang berasal dari padang penggembalaan atau kebun rumput, tegalan, pematang serta pinggiran jalan. Beberapa faktor yang menghambat penyediaan hijauan pakan, yakni terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri. Dilain pihak, sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia semakin berkurang. Disamping itu secara umum di Indonesia ketersediaan hijauan pakan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah. Untuk mengatasi kekurangan rumput ataupun hijauan pakan lainnya salah satunya adalah diperlukan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan. Sumber limbah pertanian diperoleh dari komoditi tanaman pangan, dan ketersediaanya dipengaruhi oleh pola tanam dan luas areal panen dari tanaman pangan di suatu wilayah. Jenis limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ubi kayu, serta jerami ubi jalar. Kandungan Nutrisi Limbah Jerami Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak telah umum dilakukan di daerah tropik, terutama sebagai makanan ternak pada musim kemarau. Tetapi penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak mengalami kendala terutama disebabkan adanya faktor pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan protein rendah, serat kasar tinggi, serta kecernaan rendah. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan baru mencapai 31-39%, sedangkan
36
yang dibakar atau dikembalikan ke sawah sebagai pupuk 36-62%, dan sekitar 7-16% digunakan untuk keperluan industri. Selama ini penggunaan jerami padi hanyalah diberikan langsung kepada ternak saja. Jika dilihat dari nilai nutrisinya, jerami padi ini mempunyai kandungan protein 3,5 – 4,5%, lemak 1,4 - 1,7 %, serat kasar 31,5 – 46,5%, abu 19,9 – 22,9%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1% dan BETN 27,8 – 39,9%. Dengan demikian karakteristik jerami padi sebagai pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah. Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami padi juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan serat kasarnya tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh struktur jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami telah mengalami proses lignifikasi (pengerasan) sehingga terbentuk ligriselulosa dan lignohemiselulosa. Selain oleh adanya proses lignifikasi, rendahnya daya cerna ternak terhadap jerami disebabkan oleh tingginya kandungan silikat. Lignifikasi dan silifikasi tersebut bersama-sama mempengaruhi rendahnya daya cerna jerami padi. Rendahnya protein kasar dan mineral pada jerami padi juga membawa efek langsung, yaitu jerami padi sulit dicerna kalau hanya diberikan secara tunggal untuk pakan ternak. Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi tersebut dan sulitnya daya cerna jerami maka pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia perlu diefektifkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara penambahan suplemen atau bahan tambahan lain agar kelengkapan nilai nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak secara lengkap sekaligus meningkatkan daya cerna pakan. Untuk memanfaatkan jerami padi sebagai pakan ternak secara optimal perlu dilakukan pengolahan dengan sentuhan teknologi untuk meningkatkan kualitasnya, baik pengolahan secara fisik, kimiawi maupun biologis. Teknologi Pengolahan Limbah Jerami Secara umum teknologi pengolahan limbah pertanian khususnya jerami padi dilakukan dengan tujuan untuk : a. memperbaiki nilai nutrisi dan kecernaan, serta meningkatkan fermentasi ruminal dengan menambahkan elemen yang kurang, b. mengoreksi defisiensi jerami dengan menambahkan nitrogen atau mineral, c. meningkatkan konsumsi dengan cara memperbaiki palatabilitas,
37
d. meningkatkan ketersediaan energi, serta e. mengurangi sifat amba dari jerami padi. Pengolahan jerami padi secara fisik seperti dipotong-potong, digiling, direndam, direbus, dibuat pellet dan gamma irradiasi. Perlakuan ini akan memecahkan lapisan kulit seperti lignin dan memperluas permukaan partikel makanan sehingga mikroorganisme rumen dapat langsung mencerna selulosa. Dengan demikian kecepatan fermentasi akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan konsumsi pakan meningkat. Pengolahan secara kimia, menggunakan bahan kimia antara lain NaOH, Ca(OH)2, amonium hidroksida atau anhidrat amonia, urea amonia, sodium karbonat, sodium klorida, gas klor, sulfur dioksida. Larutan basa dapat mengurangi ikatan hidrogen antar molekul selulosa dalam serat jerami padi. Pengolahan dengan fisik-kimia ; melakukan gabungan kedua cara di atas seperti pemotongan dengan NaOH, dibuat pellet dan NaOH, dan sebagainya, dan pengolahan secara biologi ; dilakukan dengan penambahan enzim, menumbuhkan jamur dan bakteri, fermentasi anaerob. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mengingat karakteristik jerami padi, maka untuk tujuan meningkatkan nilai manfaat jerami padi diperlukan upaya yang diarahkan untuk memperkecil faktor pembatas pemanfaatannya, sehingga potensinya yang besar sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan, sehingga perlu adanya sentuhan teknologi dalam pengolahan jerami padi. Pengolahan Jerami Padi dengan Amoniasi Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan jerami padi secara kimiawi dengan menggunakan gas amonia. Namun karena pengadaan gas amonia mahal sehingga dicarilah sumber gas amonia yang murah dan mudah diperoleh. Salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan urea atau CO(NH2)2. Urea merupakan senyawa kimia yang mengandung lebih kurang 45 % unsur nitrogen. Beberapa manfaat dari amoniasi yaitu a. memperkaya kandungan protein 2 sampai 4 kali lipat dari kandungan protein semula, b. meningkatkan daya cerna, dan c. meningkatkan kuantitas konsumsi pakan.
38
Dalam proses amoniasi, amoniak akan berperan untuk: a. menghidrolisa ikatan lignin-selulosa, b. menghancurkan ikatan hemiselulosa, c. memuaikan atau mengembangkan serat selulosa sehingga memudahkan penetrasi enzim selulosa, dan d. meningkatkan kadar nitrogen sehingga kandungan protein kasar juga meningkat. Seperti diketahui bahwa jerami padi yang rendah kandungan nitrogen (protein kasar), sehingga dengan penggunaan urea dalam amoniasi dapat memperbaiki kandungan nitrogen jerami padi yang sekaligus dapat meningkatkan konsumsi dan daya cernanya sebagai pakan ternak. Peningkatan kadar nitrogen dimungkinkan karena urea merupakan sumber amonia (NH4), maka terjadi proses hidrolisa yang selanjutnya dengan enzim urease, urea dapat terurai menjadi amonia dan CO2. Dalam proses pengolahan jerami padi amoniasi, diperlukan bahan : jerami padi, urea dan air, dengan peralatan yang digunakan adalah kantong plastik (silo) atau silo yang lain, timbangan, alat pemotong jerami padi (sabit, dll). Langkah-langkah yang dilakukan dalam amoniasi jerami padi adalah sebagai berikut : 1) Jerami padi ditimbang sesuai dengan jumlah yang diperlukan kemudian dipotongpotong dengan ukuran sekitar 5-10 cm, 2) Ditambahkan urea sebanyak 6 % dari bobot jerami padi yang digunakan. Misalnya : jumlah jerami padi yang diolah sebanyak 50 kg maka urea yang dibutuhkan sebanyak 6% x 50 kg = 3 kg, 3) Disiapkan air bersih sebanding dengan jumlah jerami padi yang digunakan. Misalnya: jerami padi 50 kg, diperlukan air 50 liter. Jumlah air ini 30% digunakan untuk melarutkan urea yang telah ditimbang, 4) Sementara itu disiapkan silo yang dapat dibuat dengan lubang di tanah yang disesuaikan dengan jumlah jerami padi yang diolah. Selain itu dapat pula digunakan drum atau kantong plastik. Sebelum jerami ditumpuk alas pada dasar wadah diberi plastik, 5) Selanjutnya jerami padi yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam lubang, sehingga membentuk lapisan setebal 10-20 cm, kemudian setiap lapisan disemprot dengan larutan urea secara merata dan setelah itu disemprot dengan air bersih. Jerami padi disusun sedemikian rupa sehingga membentuk tumpukan ke atas, dan
39
6) Setelah penumpukan jerami selesai, ditutup dengan rapat menggunakan plastik dan disimpan selama empat minggu (21 hari). Setelah penyimpanan, tutup dibuka, dikering anginkan dan jerami padi amoniasi dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Pengolahan Jerami Padi dengan Memanfaatkan Mikroba Kemajuan bioteknologi dengan memanfaatkan mikroba merupakan alternatif cara optimalisasi daur ulang limbah pertanian, dan teknologi starbio adalah salah satu produk bioteknologi tersebut. Starter mikroba atau starbio adalah probiotik hasil bioteknologi yang dibuat dari koloni alami mikroba rumen sapi dicampur tanah, akar rerumputan, daun serta dahan pohon tertentu. Koloni tersebut memiliki mikroba yang spesifik dengan fungsi yang berbeda-beda seperti mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik. Untuk meningkatkan kualitas limbah pertanian seperti jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia dapat digunakan starbio ternak yang dapat meningkatkan derajat fermentasi bahan organik terutama komponen serat sehingga menyediakan sumber energi yang lebih baik. Dengan fermentasi jerami padi dengan starbio menunjukkan peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak difermentasi, dimana kadar protein kasar mengalami peningkatan dan diikuti dengan penurunan kadar serat kasar. Penggunaan starbio dalam fermentasi dapat menurunkan kadar dinding sel jerami padi. Hal ini memberikan indikasi bahwa selama fermentasi terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi. Mikroba lignolitik dalam starbio membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase. Fenomena ini terlihat dengan menurunnya kandungan selulosa dan lignin jerami padi yang difermentasi. Menurunnya kadar lignin menunjukkan selama fermentasi terjadi penguraian ikatan lignin dan hemiselulosa. Lignin merupakan benteng pelindung fisik yang menghambat daya cerna enzim terhadap jaringan tanaman dan lignin berikatan erat dengan hemiselulosa. Disamping itu fermentasi jerami padi dengan strarbio dapat melarutkan sebagian zat-zat makanan atau mineral-mineral yang sukar larut sehingga mengakibatkan meningkatnya kecernaan bahan kering dibanding jerami padi tanpa fermentasi. Hal yang sama kecernaan bahan organik juga mengalami peningkatan pada jerami padi yang
40
difermentasi. Fenomena ini memberi indikasi bahwa probiotik starbio dalam proses fermentasi mampu mencerna lignin dan zat-zat yang sukar larut yang terdapat dalam bahan organik. Pelaksanaan fermentasi jerami padi dengan menggunakan starbio dan penambahan
urea,
terlebih
dahulu
dipersiapkan
tempat
fermentasi
berupa
naungan/tempat fermentasi (misalnya tiang dari bambu dan atap dari daun nipah). Prosedur pelaksanaan pengolahan jerami padi adalah a. Jerami padi ditumpuk 30 cm, kalau perlu diinjak-injak lalu ditaburi urea dan starbio masing-masing 0.6 %/berat jerami padi dan kemudian disiram air secukupnya mencapai kadar air 60 %, dengan tanda-tanda jerami padi diremas, apabila air tidak menetes tetapi tangan basah berarti kadar air mendekati 60 %, b. Tahapan point pertama diulangi hingga ketinggian mencapai ketinggian tertentu (misalnya dua meter), c. Tumpukan jerami padi dibiarkan selama 21 hari dan tidak perlu dibolak-balik, d. Setelah 21 hari jerami padi dibongkar lalu diangin-anginkan atau dikeringkan, dan e. Jerami padi diberikan pada ternak sapi atau dapat disimpan sebagi stok pakan.
41
PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO UNTUK PAKAN TERNAK Ferry F. Munier dan Yogi P. Raharjo Pendahuluan Kalau dicermati limbah kakao berupa cangkang buah merupakan komposisi terbesar dari buah kakao (75 %) yang berpotensi sebagai pakan ternak. Setelah melalui fermentasi maka limbah cangkang kakao tersebut menjadi pakan ternak bergizi tinggi yang dapat meningkatkan produksi ternak secara nyata. Sebagai contoh penambahan pakan limbah kakao sebanyak 100 – 200 gram/ekor/hari mampu meningkatkan pertumbuhan kambing muda sebesar 119 gram/ekor/hari dibandingkan jika hanya diberikan hijauan makanan ternak (HMT), pertumbuhan hanya mencapai 64 gram/ekor/hari. Kulit buah kakao merupakan limbah perkebunan kakao yang sangat potensial, mempunyai nilai produktif yang bisa dikembangkan para petani dan banyak mengandung hara mineral khususnya K dan N serta serat, lemak dan sejumlah asam organic yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kulit buah kakao selain untuk pakan ternak, juga sebagai bahan baku kompos/ pupuk organic yang bagi petani ternak merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam proses produksi karena merupakan investasi yang dapat dipergunakan pada kondisi krisis, juga berfungsi sebagai sumber pupuk kandang. Kulit buah kakao sebelumnya hanya dijadikan limbah, maka dengan memanfaatkan melalui proses fermentasi limbah tersebut akan bernilai tambah dan efisian. Pada kakao limbahnya berupa cangkang sekitar 73% dari total buah. Kandungan Nutrisi Kulit Kakao Berdasarkan kajian Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), dan Peneliti PPKKI Jember, kulit buah kakao banyak mengandung hara mineral khususnya kalium dan nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi dan jika diolah dengan teknologi khusus bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak yang memiliki prospek yang bagus. Di lihat dari aspek nutrisi yang terkandung dalam kulit buah kakao maka kelemahan kulit kakao apabila digunakan langsung sebagai pakan ternak mengandung kadar serat yang tinggi, protein rendah, mengandung alkaloid theobromin serta asam fitat 42
yang dapat mengakibatkan diare pada ternak. Kandungan asam fitat yang tinggi juga dapat menurunkan kamampuan usus ruminansia (sapi,kambing,kerbau) dalam menyerap zat-zat makanan. Menurut kajian BPTP Sulawesi Tengah, kulit buah kakao dapat dikonsumsi ternak dengan sebelumnya diolah menjadi fermentasi atau hnaya dikeringkan. Proses pengeringan dimkasudkan menghilangkan getah atau kadar theobromin dan diberikan pada ternak kambing yang telah dilatih atau di berikan secara terus menerus. Untuk melatih ternak tersebut kadangkala ternak di paksa untuk lapar sebelumnya. Untuk memanfaatkan limbah kulit kakao menjadi bahan pakan ternak dengan nilai nutrisi tinggi diperlukan suatu proses pembuatan pakan ternak melalui fermentasi dengan menggunakan jamur Aspergillus niger. Pembuatan ini dapat dilakukan dengan memasak kulit buah kakao menjadi setengah matang ataupun tanpa dimasak/mentah. Perbedaannya penggunaan kakao mentah menggunakan larutan aspergillus niger sedangkan kakao yang telah stengah matang menggunakan bubuk aspergillus (laru). 1. Cara membuat KBK tidak terfermentasi •
Kulit dicacah untuk memperkecil ukuran sebesar 2- 3 mm
•
Kulit kemudian dilayukan dan di jemur selama 4 – 5 jam
•
Kulit kemudiaan diberikan ke ternak, baru kemudiaan ditambahkan hijauan
2. Cara membuat KBK terfermentasi •
Kulit dicacah untuk memperkecil ukuran sebesar 2- 3 mm
•
Kulit kemudian dimasukkan kedalam alat pemasak lihat gambar di bawah ini;
Pemasak
•
Pemasakan dilakukan selama 2 jam dengan uap yang dihasilkan dari ruangan pemasakan kemudiaan didiamkan hingga agak dingin.
43
•
Setelah suhu agak dingin (sekitar 35 OC) masukkan laru aspergillus niger tutup dengan plastic yang kemudiaan di lubangi sedikit.
•
Biarkan selama 4 – 5 hari.
•
KBK yang telah terfermentasi dapat diberikan langsung ke ternak atau dikeringkan dan kemudiaan digiling menjadi tepung halus.
3. Cara membuat KBK terfermentasi rekomendasi Dirjenhutbun •
Kulit dicacah untuk memperkecil ukuran
•
Difermentasi dengan larutan aspergillus niger selama 4 - 5 hari.
•
Dijemur hingga kering selama 2 – 3 hari.
•
Digiling sampai menjadi tepung halus.
•
Dicampur ransom Sebelum digunakan Aspergillus niger di larutkan dengan air steril tanpa kaporit.
Seperti mata air atau air sumur yang bersih, bisa menggunakan air hujan atau sungai tetapi harus dimasak lebih dahulu, kemudian didinginkan. Kedalam air steril yang dingin dimasukkan gula pasir, urea dan NPK kemudian dilarutkan. Dengan fermentasi Aspergillus niger mampu meningkatkan nilai nutrisi limbah dengan kandungan protein meningkat dari 9,88% menjadi 17,12%. Kandungan serat kasar turun yakni dari 7,10% menjadi 4,15%, hal ini menunjukkan bahwa aspergillus niger mampu meningkatkan niali gizi limbah kakao sebagai bahan pakan ternak. Pemberian kulit kakao sebagai pakan kambing mengurangi porsi pemeberian rumput yang harus disediakan peternak khususnya pada pola usaha intensif (dikandangkan penuh).
Sumber Bacaan: http://ditjenbun.deptan.go.id/rempahbun/rempah//index.php?option=com_content&task= view&id=84&Itemid=30
44
BUDIDAYA CABAI Maskar dan Sukarjo
Pendahuluan Cabai adalah tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar. Persyaratan tumbuh Pada umumnya cabe dapat ditanam pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter dpl. Cabe dapat beradaptasi dengan baik pada temperatur 24 – 27 derajat Celsius dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi. Tanaman cabe dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan yang gembur, subur, tidak terlalu liat dan cukup air. Permukaan tanah yang paling ideal adalah datar dengan sudut kemiringan lahan 0 sampai 10 derajat serta membutuhkan sinar matahari penuh dan tidak ternaungi. pH tanah yang optimal antara 5,5 sampai 7. Tanaman cabe menghendaki pengairan yang cukup. Tetapi apabila jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan kelembaban yang tinggi dan merangsang tumbuhnya penyakit jamur dan bakteri. Jika kekurangan air tanaman cabe dapat kurus, kerdil, layu dan mati. Pengairan dapat menggunakan irigasi, air tanah dan air hujan. Persemaian Tahap awal budidaya cabe adalah membuat persemaian guna menyiapkan bibit tanaman yang sehat, kuat dan seragam sebagai bahan tanam di lapangan. Media semai yang dipergunakan hendaknya mempunyai struktur yang remah, tidak menahan air dan cukup nutrisi. Bahan yang dapat digunakan adalah campuran kompos (pupuk kandang), tanah, dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
45
Setelah bahan tercampur, masukkan bahan pada kantung plastik dengan ukuran 8 x 9 cm sampai 90 % penuh, dan buat lubang pembuangan air pada plastik bagian bawah yang telah terisi media. Atur media pada bedeng semai yang telah disiapkan. Bedeng semai dibuat dengan tinggi 20 – 50 cm dengan lebar 80 – 100 cm dan panjang menyesuaikan kondisi. Arah bedengan diatur membujur utara selatan dengan memberikan atap penutup dari plastic dengan tiang penyangga bagian timur 100 cm dan bagian barat 80 cm atau atap dapat dibuat dengan model ½ lingkaran . Hal ini dimaksudkan agar bibit yang tumbuh cukup mendapatkan sinar matahari sehingga tidak mengalami etiolasi. Langkah selanjutnya adalah mengecambahkan benih. Media pemeraman yang digunakan adalah kain handuk atau 3 – 5 lapis kertas merang. Benih ditaburkan secara merata pada media dan diusahakan tidak menumpuk. Benih yang digunakan sebaiknya benih cabe hibrida yang telah diberi perlakuan pestisida. Media digulung atau dilipat dan disimpan dalam suhu kamar. Untuk menjaga kelembaban media, semprotkan air dengan handspray setiap pagi dan sore. Setelah 4 sampai 7 hari, benih akan mengeluarkan radikula atau calon akar. Dengan bantuan penjepit, benih yang telah mengeluarkan calon akar di tanam pada media semai yang disiram terlebih dahulu Setiap pagi dan sore persemaian perlu disiram. Untuk mencegah gangguan cendawan, semprot persemaian dengan fungisida. Untuk mencegah gangguan hama persemaian, semprot dengan insektisida. Persemaian juga dapat dilakukan dengan meletakkan benih secara langsung pada media semai tanpa diperam terlebih dahulu. Pengolahan Tanah Apabila lahan banyak ditumbuhi gulma, pembersihannya lebih baik menggunakan Herbisida Sistemik seperti Rambo 480AS dengan dosis 2 sampai 4 liter per Hektar. Selanjutnya lahan dibajak dan digaru dengan hewan ternak maupun dengan bajak traktor. Pembajakan dan penggaruan bertujuan untuk menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk menghilangkan OPT yang bersembunyi di tanah. Buat bedengan dengan ukuran lebar 100 – 110 cm dengan ketinggian bedengan 50 – 60 cm dan lebar parit 50 – 60 cm . Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan.
46
Apabila pH tanah rendah lakukan pengapuran lahan menggunakan dolomint atau kapur gamping dengan dosis 2 – 4 ton/Ha atau 200 – 400 gram / meter persegi tergantung pH tanah yang akan dinaikkan. Pengapuran diberikan pada saat pembajakan atau pada saat pembuatan bedengan bersamaan dengan sebar kompos atau pupuk kandang. Pupuk kandang yang diperlukan adalah 10 sampai 20 ton / Ha atau ½ sampai 1 zak untuk 10 meter panjang bedengan. Pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk SP36 sesuai anjuran. Tahap berikutnya adalah pemasangan mulsa plastic hitam perak yang berguna untuk menekan perkembangbiakan hama dan penyakit, pertumbuhan gulma, mengurangi penguapan, mencegah erosi tanah, mempertahankan struktur, suhu dan kelembaban tanah serta dapat mencegah terjadinya pencucian pupuk. Pemasangan mulsa dilakukan dengan cara membentang dan menarik antara dua sisi dengan permukaan perak di bagaian atas. Setiap ujung dan sisi mulsa dikancing dengan pasak. Agar pemasangan mulsa lebih optimal dan dapat menutup permukaan bedengan dengan baik sebaiknya dilakukan pada siang hari atau saat cuaca panas. Teknik Penanaman Jarak tanam yang digunakan adalah 50 – 60 cm jarak antar lubang dan 60 – 70 cm untuk jarak antar barisan dengan pola penanaman model segitiga atau zig-zag. Pembuatan lubang tanam sedalam 8 sampai 10 cm dilakukan bersamaan dengan pembuatan lubang pada mulsa yang berpedoman pada pola yang dipakai dan sesuai jarak tanam yang dianjurkan . Pembuatan lubang pada mulsa dapat juga menggunakan system pemanasan dengan menggunakan kaleng dengan diameter kurang lebih 8 – 10 cm. Lubang tanam dibuat dengan cara menugal tanah sedalam 8 – 10 cm. Bibit cabe dipersemaian yang telah berumur 15 – 17 hari atau telah memiliki 3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit dengan fungisida dan insektisida 1 – 3 hari sebelum dipindahtanamkan untuk mencegah serangan penyakit jamur dan hama sesaat setelah pindah tanam Seleksi dan pengelompokan bibit berdasarkan ukuran besar kecil dan kesehatanya. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca tidak terlalu panas, dengan cara merobek kantong semai dan diusahakan media tidak pecah dan langsung dimasukkan pada lubang tanam.
47
Kemudian lakukan pemasangan lanjaran atau ajir, dipasang di samping lubang tanam. Pemeliharaan Tanaman Setelah tanaman berumur 7 – 14 hst , tanaman yang tidak dapat tumbuh dengan normal atau mati perlu dilakukan penyulaman dengan bibit yang masih ada di persemaian. Jika pada lubang tanam tumbuh gulma, maka perlu dilakukan penyiangan dengan cara mencabut . Pengendalian gulma perlu dilakukan pada gulma yang tumbuh di parit dengan menggunakan cangkul atau dengan herbisida. Pewiwilan perlu dilakukan pada tunas yang tumbuh pada ketiak yang berada dibawah cabang utama dan bunga pertama yang muncul pada cabang utama. Pewiwilan ini dilakukan agar pertumbuhan vegetatif tanaman dapat optimal. Pengikatan dilakukan saat tanaman umur 10 – 15 hst dengan mengikatkan batang yang berada dibawah cabang utama dengan tali plastic pada lanjaran atau ajir. Pada saat tanaman berumur 30 – 40 hst, ikat tanaman diatas cabang utama dan ikat juga pada saat pembesaran buah yaitu pada umur 50 -60 hst. Pemupukan Susulan Takaran pupuk yang dianjurkan yaitu 150 kg urea, 350 kg ZA , 150 kg SP36 dan 200 kg KCl. Setengah pupuk urea an KCl serta seluruh SP36 diberikan pada umur 7-10 hari setelah tanam serta setengah pupuk urea dan KCl diberikan pada umur 30-40 hari setelah tanam. Pengairan Pengairan dilakukan setiap 7 – 10 hari atau tergantung kondisi lahan dengan cara menggenangi. Pada waktu pelepasan air dari petak penanaman harus dilakukan dengan pelan agar tidak terjadi pencucian pupuk dari bedeng tanaman. Hama Tanaman Cabai a. Thrips parvisipinus Thrips parvisipinus biasanya menyerang daun terutama daun muda dengan cara menghisap cairan daun. Serangga pra dewasa tidak bersayap dan tubuhnya berwarna kuning pucat, sedangkan serangga dewasa bersayap seperti jumbai (sisir bersisi dua)
48
dan tubuhnya berwarna kuning sampai cokelat kehitaman. Telur Thrips berbentuk oval atau seperti ginjal, diletakkan didalam jaringan daun dengan nimfa berwarna putih dan sangat aktif. Gejala serangan : mula-mula daun yang terserang memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan serangga tersebut. Setelah beberapa waktu, noda keperakan tersebut berubah menjadi cokelat tembaga. Daun-daun mengeriting keatas. Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC dengan konsentrasi 1.5 ml/l air atau Agrimec 18 EC dengan konsentrasi 0.5 ml/l air. Ketiga insektisida digunakan secara bergantian. b. Myzus persicae Myzus persicae biasa dikenal dengan nama kutu daun persik atau kutu daun tembakau. Hama ini memiliki warna tubuh kuning kehijauan dan memiliki antena yang relatif panjang, kira-kira sepanjang tubuhnya. Lamanya daur hidup: 7-10 hari. Gejala serangan : Secara langsung, kutu daun ini mengisap cairan tanaman. Akibatnya, daun yang terserang keriput, berwarna kekuningan, terpuntir dan pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil), sehingga tanaman menjadi layu dan mati. Secara tidak langsung, kutu daun berperan sebagai penyebar (vektor) penyakit virus. Tanaman yang terserang penyakit virus akan menjadi kerdil, daun berukuran kecil dan pertumbuhannya terhambat. Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC dengan konsentrasi 1.5 ml/l air.
Keduanya digunakan secara
bergantian. c. Heliothis spp Telurnya berwarna putih kekuningan dan imago biasanya bertelur pada senja hari. Telur biasanya diletakkan secara tunggal dan akan berubah warna menjadi merah tua atau kecoklatan setelah ± 24 jam, yang selanjutnya akan menetas dalam waktu kirakira 3 hari. Ukuran larva stadia akhir berkisar antara 2-2.5 cm dengan warna bervariasi mulai dari hijau, cokelat kemerahan ataupun cokelat kehitaman. Larva merusak daun, bunga dan buah cabai. Gejala serangan : Pada daun, daun berlubang-lubang tak beraturan. pada serangan yang berat daun akan habis dan tanaman menjadi gundul. Pada buah, buah cabai
49
berlubang dan akhirnya akan membusuk bila terjadi infeksi sekunder. Pada bunga, bunga cabai berlubang dan pada akhirnya membusuk dan rontok. Pengendalian : Semprotkan Proclaim 5 SG dengan konsentrasi 1.5-2 gr/10 l air. d. Spodoptera litura Hama ini dikenal dengan nama ulat grayak. Ngengat betina mampu bertelur sebanyak 2000-3000 butir yang diletakkan dalam bentuk kelompok, tiap kelompok telur terdiri atas ± 350 butir. Warna ulat bervariasi. Pada ruas tubuh yang keempat terdapat kalung hitam, biasanya terlihat pada instar 3. Pada sisi samping dan punggung terdapat garis kuning. Kepompong terdapat dalam daun dan lamanya daur hidup 22-23 hari. Gejala serangan : serangan ulat yang masih kecil mengakibatkan bagian daun yang tersisa tinggal epidermis bagian atas dan tulang daunnya saja. Ulat yang besar memakan tulang daun dan buah cabai. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Match 500 EC dengan konsentrasi 1 ml/l air. Ketiga insektisida digunakan secara bergantian. e. Tungau Hama ini berukuran sangat kecil, panjang tubuhnya ± 0.25 mm. Hama dewasa bertungkai delapan, sedangkan yang pra dewasa bertungkai enam. Tubuhnya berwarna hijau kekuningan transparan dan lama daur hidupnya 10-14 hari. Perkembangan tungau akan sangat cepat pada musim kemarau. Gejala serangan : Bagian bawah daun yang terserang menjadi seperti tembaga, tepi daun mengeriting, daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah. Pada serangan berat, tunas daun dan bunga gugur. Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC dengan konsentrasi 1.5 ml/l air atau Agrimec 18 EC dengan konsentrasi 0.5 ml/l air. Ketiga insektisida digunakan secara bergantian. Penyakit Tanaman Cabai Penyakit yang umum menyerang tanaman cabai besar merah (Capsicum annuum L.) diantaranya adalah : a. Antraknosa, busuk basah, patek
50
Penyebab penyakit : Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens. Gejala serangan : Pada buah. Buah busuk berwarna seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh busuk basah yang berwarna hitam.
Pada biji. Dapat
menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa. Menimbulkan mati pucuk, infeksi berlanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman. Pengendalian : Rendam biji dalam air panas (550C) selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan triazole dan pyrimidin (0.050.1%) sebelum ditanam. Memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, penggiliran tanaman dengan tanaman lain yang bukan famili solanaceae. Penggunaan fenarimol, triazole, klorotalonil, khususnya pada periode pematangan buah. Penanganan pasca panen dengan cara mengeringkan buah cabai dengan cepat atau penyimpanan dalam gudang bersuhu 0oC dapat mempertahankan buah cabai bebas serangan selama 30 hari. b. Bercak Daun Serkospora Penyebab penyakit : Cendawan Cercospora capsici Heald and Wolf. Gejala serangan : Menimbulkan defoliasi apabila serangan terjadi pada daun dan gugur bunga apabila serangan terjadi pada bunga. Bercak berbentuk "oblong" (bulat) sirkuler dimana bagian tengah berwarna abu-abu tua dan cokelat tua dibagian luarnya, bercak berukuran 0.25 cm. Pada kelembaban tinggi, cendawan tumbuh seperti bintikbintik kemudian melebar berwarna abu-abu. Pada saat sudah berukuran besar, bercak mengering dan retak yang akhirnya bagian ini akan jatuh ke bawah. Daun yang terinfeksi dapat berubah menjadi berwarna kuning dan gugur ke tanah. Pengendalian : Menanam bibit yang bebas patogen, pada lahan yang tidak terkontaminasi patogen, baiok dipersemaian maupun dilapangan. Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan gulma, agar populasi awal dapat tertekan. Waktu tanam yang tepat adalah musim kemarau tetapi dengan irigasi yang baik. Penggunaan fungisida secara bijaksana hanya bila diperlukan yaitu pada peramalan cuaca dan populasi spora dilapangan. Fungisida Difenoconazole (0.5 cc/L) pada interval 7 hari, Flusilozaloe (0.5 cc/L) pada interval 4-7 hari, Fenarimol
51
(0.3 cc/L) pada interval 7 hari, Klorotalonil (2 g/L) pada interval 4 hari, Carbendazem (2 g/L) pada interval 7-19 hari, adalah fungisida yang telah teruji efektivitasnya. c. Layu Bakteri Penyebab penyakit : Bakteri Ralstonia solanacearum Gejala serangan : Pada tanaman yang tua, gejala layu pertama terjadi pada daundaun tanaman yang terletak dibagian bawah tanaman, tetapi pada tanaman-tanaman yang muda gejala layu mulai nampak pada daun-daun atas dari tanaman. Setelah beberapa hari, gejala kelayuan diikuti oleh layu yang tiba-tiba dan layu permanen dari seluruh daun tanaman, tetapi daun tetap hijau atau disertai dengan sedikit menguning. Jaringan pembuluh dari batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan. Apabila batang atau akar tersebut dipotong melintang dan dicelupkan ke dalam air jernih akan terlihat mengeluarkan cairan keruh yang merupakan koloni bakteri. Pengendalian : (1) Mengadakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang tidak termasuk inang bagi bakteri. Pergiliran tanaman dengan padi sistem sawah akan sangat membantu mengurangi populasi bakteri didalam tanah. (2) Membuat saluran drainase yang sebaik-baiknya untuk mencegah genangan air yang terlalu lama. (3) Menanam varietas cabai merah yang tahan. d. Busuk batang, busuk daun Penyebab penyakit : Cendawan Phytophthora capsici dan Choanephora cucurbitarum Gejala serangan : Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk daun, kemudian menyebar ke bagian bawah tanaman. Pucuk daun berubah warna dari hijau muda menjadi warna cokelat, lalu hitam dan akhirnya membusuk. Busuk ini merambat menuju ke bagian bawah tanaman dan menyerang kuncup bunga yang lain, sehingga seluruh bagian atas tanaman terkulai. Batang yang terserang menjadi busuk kering dan kulitnya mudah terkelupas, akhirnya tanaman mati. Dalam kondisi kelembaban tinggi, terbentuk bulu-bulu berwarna hitam yang muncul dari jaringan yang terinfeksi cendawan. Pengendalian : (1). Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan gulma terutama yang bersifat inang. (2). Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, misalnya dari keluarga Graminae. (3). Pengendalian serangga hama yang dapat menyebarkan inokulum dari satu tanaman ke tanaman lain. (4). Mengatur waktu tanam, yaitu dengan tidak menanam cabai merah tidak
52
pada musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. (5). Mengurangi kerapatan tanaman dengan jalan mengatur jarak tanam. (6). Memperbaiki drainase lahan. (7). Penggunaan fungisida yang cocok untuk cendawan Oomycetes yaitu antara lain fungisida sistemik : Acelalamine (0.5 %), Dimethomorph (0.1 %), Propamocarb, Oxadisil (0.1 %) interval 7-10 hari; fungisida kontak : Klorotalonil (2 %) interval 3-5 hari. Pemberian fungisida tersebut digilir, yaitu satu kali fungisida sistemik diikuti tiga kali fungisida kontak. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya daya resistensi patogen terhadap bahan aktif fungisida. e. Penyakit Rebah Kecambah (Damping-off) Penyebab penyakit : Cendawan Pythium debaryanum Hesse Gejala serangan : Penyakit ini ditandai dengan tidak munculnya kecambah karena benih membusuk atau mati sebelum kecambah yang muncul ke permukaan tanah. selain itu, kecambah yang telah muncul umumnya memiliki batang yang lunak sehingga roboh dan mati. Bila penyakit menyerang saat kecambah belum muncul ke permukaan maka disebut pre-emergency damping-off dan post emergence-off bila terjadi setelah kemunculan kecambah di permukaan.
Perkembangan penyakit
didukung oleh kelembaban tanah yang terlalu tinggi serta kurang terkena sinar matahari. Pengendalian : Jangan menyiram tanah yang masih basah, menjaga persemaian agar tidak tergenang air serta menjaga persemaian agar terkena sinar matahari langsung selama beberapa hari. f. Patah batang, teklik, kapang Penyebab penyakit : Cendawan Choanephora cucurbitarum Gejala serangan : Pada umumnya penyakit ini menyerang bagian batang yang masih muda/tunas muda tanaman cabai, kemudian menjalar ke bagian yang lebih tua. Pada bagian yang terserang terlihat "kepala-kepala" konidium cendawan yang berwarna kelabu kehitaman. Pengendalian : Lakukan sanitasi lingkungan dan pengaturan drainase yang baik. Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman yang terinfeksi. Pangkas bagian batang yang terinfeksi, kemudian pendam dalam tanah yang jauh dari areal pertanaman cabai. Perlebar jarak tanam, terutama pada musim hujan g. Penyakit Busuk Fitopthora Penyebab penyakit : Cendawan Phytophthora capsici
53
Gejala serangan : Infeksi pada batang diawali dari leher batang. Batang yang terserang menderita busuk basah, berwarna hijau, kemudian mengering dan warna berubah menjadi cokelat. Gejala lanjut pada batang ialah terjadinya pengerasan jaringan batang dan seluruh tanaman cabai menjadi layu. Gejala pada daun diawali dengan terbentuknya bercak putih berbentuk sirkuler atau tidak beraturan dan bagian tersebut nampak seperti tersiram air panas. Bercak tersebut kemudian melebar, mengering seperti kertas dan akhirnya memutih, kadang-kadang diliputi warna putih dari masa spora. Infeksi pada buah berawal dari batang, kemudian berkembang pada tangkai buah dan berakhir pada buah. Serangan pada buah mengakibatkan buah berwarna hijau tua, dan busuk basah. Dalam jangka waktu beberapa hari seleuruh buah akan terinfeksi lalu nuah akan mengering dan keriput. Pengendalian : (1). Sanitasi lapangan dengan memusnahkan sisa-sisa tanaman inang yang terinfeksi dan membersihkan gulma inang penyakit untuk mengurangi sumber inokulum awal. (2). Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, misal nya padi-padian, kubis-kubisan. (3). Tidak menanam varietas yang peka pada lahan yang sudah terkontaminasi. (4). Perlakuan benih dengan fungisida yang spesifik untuk cendawan golongan Oomycetes, seperti Metalaxyl. (5). Tata air yang baik dan penggunaan mulsa plastik. (6). Penggunaan fungisida yang khusus untuk golongan Oomycetes, antara lain fungisida kontak Klorotalonil, fungisida sistemik Metalaxyl yang harus diberikan secara bergiliran, 3-4 kali aplikasi fungisida kontak dan 1 kali fungisida sistemik, lalu diulang dengan pola yang sama. h. Penyakit Mosaik Penyebab penyakit : Satu atau gabungan beberapa jenis virus seperti Virus Mosaik Mentimun (Cucumber Mosaic Virus = CMV), Virus belang ulat daun (Chilli Veinal Mottle Virus = CVMV), Virus Y kentang (Potato Virus Y = PVY) dan Virus Mosaik Tembakau (Tobacco Mosaic Virus = TMV). Gejala serangan : Pertumbuhan tanaman relatif menjadi lebih kerdil. Daun cabai merah menjadi belang hijau muda dan hijau tua. Ukuran daun relatif lebih kecil dari daun tanaman sehat dan sepanjang tulang daun terdapat jaringan yang menguning atau hijau gelap atau tulang daun menonjol dan berkelok-kelok dengan pinggiran daun bergelombang. Daging daun kadang-kadang tidak tumbuh sempurna, sehingga yang tumbuh hanya tulang-tulangnya saja.
54
Pengendalian : (1). Melakukan eradikasi tanaman-tanaman cabai merah yang telah menunjukkan virus untuk mengurangi inokulum. (2). Menjaga kebersihan tangan dan alat-alat yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman. (3). Penyemprotan serangga vektor dengan menggunakan insektisida, seperti Marshal 200 EC, Buldok 25 EC, Curacron 500 EC, atau Dursban 20 EC. (4). Mengurung pembibitan tanaman cabai dengan menggunakan kain kasa untuk mencegah infeksi virus dari luar pada pembibitan. (5). Merendam benih cabai yang akan disebar dengan menggunakan larutan Natrium fosfat 10% selama 1 jam untuk mencegah penularan TMV melalui biji. (6). Melakukan vaksinasi CARNA-5 pada bibit-bibit cabai yang berumur 2 minggu untuk mengendalikan CMV di daerah endemik. i. Penyakit Kerupuk Penyebab penyakit : Virus dari grup luteo Gejala serangan : Warna daun hijau gelap, permukaan daun tidak rata, daun menggulung ke arah bawah dan pertumbuhan tanaman sangat kerdil. Jumlah bunga dan buahnya berklurang atau bahkan tanaman cabai merah tidak dapat menghasilkan buah sama sekali. Pengendalian : (1). Mencabut tanaman cabai yang telah terinfeksi oleh penyakit sedini mungkin dan membenamkannya ke dalam tanah untuk mengurangi inokulum. (2). Penyemprotan terhadap serangga vektor dengan menggunakan insektisida, seperti Confidor 200 LC, Buldok 25 EC, Curacron 500 EC, Dursban 20 EC, Decis 2.5 EC dan Hostathion 40 EC. (3). Membersihkan gulma yang ada di pertanaman. (4). Penggunaan pupuk berimbang dengan dosis 30 ton pupuk kandang, 150 kg urea, 450 kg ZA, 100 kg TSP dan 100 kg KCl per hektar. Musuh Alami Hama Cabai Pada budidaya tanaman cabai merah, banyak kendala yang dihadapi. Salah satu diantaranya adalah adanya serangan hama yang dapat menurunkan hasil panen. Pengendalian terhadap serangan hama ini dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida (insektisida), tetapi cara ini dapat menyebabkan timbulnya resistensi hama-hama tersebut terhadap pestisida yang digunakan, terjadinya resurgensi hama dan terbunuhnya musuh alami hama akibat penggunaan pestisida yang intensif. Jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tanaman. Undang-undang No. 12
55
Tahun 1992, pasal 20 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyatakan bahwa "Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu". Dengan demikian, pengendalian hama-hama pada tanaman cabai merah hendaknya dilakukan berdasarkan konsepsi PHT yang berdasarkan pada empat prinsip, yaitu : (1) Budidaya tanaman sehat, (2) Pelestarian dan pendayagunaan peranan musuh alami, (3) Pemantauan ekosistem secara teratur dan (4) Pembinaan petani sebagai pakar PHT. a. Kumbang Koksi Kumbang koksi merupakan musuh alami bagi hama tanaman cabai merah dan berperan sebagai predator hama thrips dan kutu daun.
Telur kumbang koksi b. Aphidius sp.
Kumbang koksi pra dewasa
Kumbang koksi dewasa
Aphidius sp. merupakan parasitoid kutu daun. Seekor Aphidius sp. mampu memarasit sebanyak 150-500 ekor kutu daun. Lamanya daur hidup Aphidius sp. adalah 10-14 hari. Kutu daun yang terparasit oleh Aphidius sp. menunjukkan gejala mumifikasi (seperti mumi).
Aphidius sp. dewasa
Gejala kutu daun yang terparasit oleh Aphidius sp.
c. Kumbang Paederus (Paederus sp.) Kumbang Paederus merupakan musuh alami bagi hama tanaman cabai merah dan berperan sebagai predator hama thrips dan kutu daun.
56
Kumbang Paederus dewasa
d. Laba-laba Laba-laba merupakan musuh alami bagi hama tanaman cabai merah dan berperan sebagai predator ulat grayak, ulat bawang dan kutu daun.
Laba-laba predator
Panen Pada saat tanaman berumur 75 – 85 hst yang ditandai dengan buahnya yang padat dan warna merah menyala, buah cabe siap dilakukan pemanenan pertama. Umur panen cabe tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan serta kesehatan tanaman. Tanaman cabe dapat dipanen setiap 2 – 5 hari sekali tergantung dari luas penanaman dan kondisi pasar. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya yang bertujuan agar cabe dapat disimpan lebih lama. Buah cabe yang rusak akibat hama atau penyakit harus tetap di panen agar tidak menjadi sumber penyakit bagi tanaman cabe sehat. Pisahkan buah cabe yang rusak dari buah cabe yang sehat. Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena bobot buah dalam keadaan optimal akibat penimbunan zat pada malam hari dan belum terjadi penguapan. Pasca Panen Cabe Hasil panen yang telah dipisahkan antara cabe yang sehat dan yang rusak, selanjutnya dikumpulkan di tempat yang sejuk atau teduh sehingga cabe tetap segar.
57
Untuk mendapatkan harga yang lebih baik, hasil panen dikelompokkan berdasarkan standar kualitas permintaan pasar seperti untuk supermarket, pasar lokal maupun pasar eksport. Setelah buah cabe dikelompokkan berdasarkan kelasnya, maka pengemasan perlu dilakukan untuk melindungi buah cabe dari kerusakan selama dalam pengangkutan. Kemasan dapat dibuat dari berbagai bahan dengan memberikan ventilasi. Cabe siap didistribusikan ke konsumen yang membutuhkan cabe segar. Dengan penerapan teknologi budidaya, penangganan pasca panen yang benar dan tepat serta penggunaan benih hibrida yang tahan hama penyakit dapat meningkatkan produksi cabe yang saat ini banyak dibutuhkan.
58
BUDIDAYA TOMAT Maskar dan Yogi P. Rahardjo Pendahuluan Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae. Tomat merupakan tanaman semusim, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter. Tomat adalah komoditas hortikultura yang penting, tetapi produksinya baik kuantitas dan kualitas masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain tanah yang keras, miskin unsur hara mikro serta hormon, pemupukan tidak berimbang, serangan hama dan penyakit, pengaruh cuaca dan iklim, serta teknis budidaya petani. Persyaratan Tumbuh
Tomat dapat ditanam di dataran rendah/dataran tinggi
Tanahnya gembur, porus dan subur, tanah liat yang sedikit mengandung pasir dan pH antara 5 – 6
Curah hujan 750-1250 mm/tahun, curah hujan yang tinggi dapat menghambat persarian.
Kelembaban relatif yang tinggi sekitar 25% akan merangsang pertumbuhan tanaman yang masih muda karena asimilasi CO2 menjadi lebih baik melalui stomata
yang
membuka
lebih
banyak,
tetapi
juga
akan
merangsang
mikroorganisme pengganggu tanaman dan ini berbahaya bagi tanaman Pola Tanam
Tanaman yang dianjurkan adalah jagung, padi, sorghum, kubis dan kacangkacangan.
Dianjurkan tanam sistem tumpang sari atau tanaman sela untuk memberikan keadaan yang kurang disukai oleh organisme jasad pengganggu.
Penyiapan Lahan
Pilih lahan gembur dan subur yang sebelumnya tidak ditanami tomat, cabai, terong, tembakau dan kentang .
Untuk mengurangi nematoda dalam tanah genangilah tanah dengan air selama dua minggu. 59
Bila pH rendah berikanlah kapur dolomite 150 kg/1000 m2 dan disebar serta diaduk rata pada umur 2-3 minggu sebelum tanam.
Buatlah bedengan selebar 120-160 cm untuk barisan ganda dan 40-50 cm untuk barisan tunggal.
Buatlah parit selebar 20-30 cm diantara bedengan dengan kedalaman 30 cm untuk pembuangan air.
Pemilihan Bibit
Pilih varietas tahan dan jenis Hibrida ( F1 Hybryd ).
Bibit berdaun 5-6 helai daun (25-30 HSS=hari setelah semai) pindahkan ke lapangan.
Untuk mengurangi stress awal pertumbuhan perlu disiram dulu pada sore sehari sebelum tanam atau pagi harinya (agar lembab).
Fase Persemaian (0-30 HSS)
Siapkan media tanam yang merupakan campuran tanah dan pupuk kandang 25 30 kg (1:1)
Masukkan dalam polibag plastik
Masukkan benih satu per satu dalam polibag atau disemai terlebih dahulu baru dipindahkan ke polibag
Setelah benih berumur 8-10 hari di persemaian, pilih bibit yang baik, tegar dan sehat dipindahkan dalam polibag
Penyiraman dilakukan setiap hari (lihat kondisi tanah)
Fase Tanam ( 0-15 HST=Hari Setelah Tanam )
Bedengan sehari sebelumnya diairi dahulu
Bibit siap tanam umur 3 - 4 minggu, berdaun 5-6.
Penanaman sore hari.
Buka polibag plastik.
Benamkan bibit secara dangkal pada batas pangkal batang dan ditimbun dengan tanah di sekitarnya.
60
Sulam tanaman yang mati sampai berumur 2 minggu, caranya tanaman yang telah mati, rusak, layu atau pertumbuhannya tidak normal dicabut, kemudian dibuat lubang tanam baru.
Pengairan dilakukan tiap hari sampai tomat tumbuh normal, hati-hati jangan sampai berlebihan karena tanaman bisa tumbuh memanjang, tidak mampu menyerap unsur-unsur hara dan mudah terserang penyakit.
Amati hama seperti ulat tanah dan ulat grayak. Jika ada serangan semprot dengan pestisida yang dianjurkan atau dengan cara pengendalian lainnya.
Amati penyakit seperti penyakit layu Fusarium atau bakteri dan busuk daun,
Pasang ajir sedini mungkin supaya akar tidak rusak tertusuk ajir dengan jarak 1020 cm dari batang tomat.
Fase Vegetatif ( 15-30 HST)
Jika tanpa mulsa, penyiangan dan pembubunan pada umur 28 HST bersamaan penggemburan dan pemberian pupuk susulan diikuti pengguludan tanaman.
Setelah tanaman hidup sekitar 1 minggu semenjak tanam, diberi pupuk Urea dan KCl dengan perbandingan 1:1 untuk setiap tanaman (1-2 gram), berikan di sekeliling tanaman pada jarak ± 3 cm dari batang tanaman tomat kemudian ditutup tanah dan siram dengan air.
Pemupukan kedua dilakukan umur 2-3 minggu sesudah tanam berupa campuran Urea dan KCl (± 5 gr), berikan di sekeliling batang tanaman sejauh ± 5 cm dan sedalam ± 1 cm kemudian ditutup tanah dan siram dengan air.
Bila umur 4 minggu tanaman masih kelihatan belum subur dapat dipupuk Urea dan KCl lagi (7 gram). Jarak pemupukan dari batang dibuat makin jauh ( ± 7 cm).
Jika pakai Mulsa tidak perlu penyiangan dan pembubunan serta pupuk susulan diberikan dengan cara dikocorkan
Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari.
Amati hama dan penyakit seperti ulat, kutu-kutuan, penyakit layu dan virus, jika terjadi serangan kendalikan seperti pada fase tanam.
Tanaman yang telah mencapai ketinggian 10-15 cm harus segera diikat pada ajir dan setiap bertambah tinggi + 20 cm harus diikat lagi agar batang tomat berdiri tegak. 61
Pengikatan jangan terlalu erat dengan model angka 8, sehingga tidak terjadi gesekan antara batang dengan ajir yang dapat menimbulkan luka.
Fase Generatif (30 - 80 HST)
Jika tanpa mulsa penyiangan dan pembubunan kedua dilakukan umur 45-50 hari.
Untuk merangsang pembungaan pada umur 32 HST lakukan perempelan tunastunas tidak produktif setiap 5-7 hari sekali, sehingga tinggal 1-3 cabang utama/tanaman.
Perempelan sebaiknya pagi hari agar luka bekas rempelan cepat kering dengan cara; ujung tunas dipegang dengan tangan bersih lalu digerakkan ke kanan-kiri sampai tunas putus. Tunas yang terlanjur menjadi cabang besar harus dipotong dengan pisau atau gunting, sedangkan tanaman yang tingginya terbatas perempelan harus hati-hati agar tunas terakhir tidak ikut dirempel sehingga tanaman tidak terlalu pendek.
Ketinggian tanaman dapat dibatasi dengan memotong ujung tanaman apabila jumlah dompolan buah mencapai 5-7 buah.
Pemupukan
Pupuk kandang dengan dosis 10-20 ton per hektar atau 0,5-1 kg per tanaman, yang diberikan seminggu sebelum tanam. Untuk pupuk SP36 dengan dosis 2,5 – 3 kwintal per hektar atau 10-15 gram per tanaman, yang diberikan seminggu sebelum tanam. Pupuk Urea diberikan bersamaan saat tanam dengan dosis 1 kwintal per hektar atau 4-5 gram per tanaman. Sedangkan pemupukan Urea untuk susulan dilakukan 4 minggu setelah pemupukan pertama dengan dosis sama seperti pemupukan pertama. Cara pemberian pupuk baik pupuk dasar maupun susulan, yaitu diletakkan melingkar di sekeliling tanaman dengan jarak 10-15 cm, kenudian ditutup dengan tanah. Pemupukan dilakukan pada saat awal atau akhir musim hujan dan juga disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah setempat.
Hama dan Penyakit
Ulat buah (Helicoperva armigera dan Heliothis sp.). Gejala buah berlubang dan kotoran menumpuk dalam buah yang terserang. Lakukan pengumpulan dan pemusnahan buah tomat terserang.
62
Lalat buah (Brachtocera atau Dacus sp.).Gejala buah busuk karena terserang jamur dan bila buah dibelah akan kelihatan larva berwarna putih. Bersifat agravator, yaitu sebagai vektornya penyakit jamur, bakteri dan Drosophilla sp. Kumpulkan dan bakar buah terserang, gunakan perangkap lalat buah jantan (dapat dicampur insektisida).
Busuk daun (Phytopthora infestans), bercak daun dan buah (Alternaria solani) serta busuk buah antraknose (Colletotrichum coccodes).
Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi
dapat
dipergunakan
pestisida
kimia
yang
dianjurkan.
Agar
penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata.
Busuk ujung buah. Ujung buah tampak lingkaran hitam dan busuk. Ini gejala kekurangan Ca ( Calsium). Berikan Dolomit.
Fase Panen & Pasca Panen (80 - 130 HST)
Panen pada umur 90-100 HST dengan ciri; kulit buah berubah dari warna hijau menjadi kekuning-kuningan, bagian tepi daun tua mengering, batang menguning, pada pagi atau sore hari disaat cuaca cerah. Buah dipuntir hingga tangkai buah terputus. Pemuntiran buah dilakukan satu-persatu dan dipilih buah yang siap petik. Masukkan keranjang dan letakkan di tempat yang teduh.
Interval pemetikan 2-3 hari sekali.
Supaya tahan lama, tidak cepat busuk dan tidak mudah memar, buah tomat yang akan dikonsumsi segar dipanen setengah matang.
Wadah yang baik untuk pengangkutan adalah peti-peti kayu dengan papan bercelah dan jangan dibanting.
Waspadai penyakit busuk buah Antraknose, kumpulkan dan musnahkan.
Buah tomat yang telah dipetik, dibersihkan, disortasi dan di packing lalu diangkut siap untuk konsumsi.
63
BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU Maskar dan Yogi P. Rahardjo
Pendahuluan Bawang merah Palu merupakan salah satu jenis bawang merah yang digunakan sebagai bumbu penyedap masakan karena memiliki cita rasa khas dan cocok digunakan sebagai bawang goreng, sehingga biasa juga disebut bawang goreng Palu. Usahatani bawang merah Palu sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu terutama di lembah Palu, Tinombo dan beberapa daerah lainnya di Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong. Bawang ini beradaptasi baik pada daerah dataran rendah beriklim kering. Hasil rata-rata bawang merah di tingkat petani dengan budidaya yang masih sederhana baru mencapai 3-5 ton/ha, sedangkan dengan menggunakan teknologi budidaya yang sesuai, hasilnya bisa ditingkatkan menjadi 10-11 ton/ha. Hasil yang rendah tersebut disebabkan penerapan paket teknologi budidaya yang dilakukan petani bila sempurna atau memadai, antara lain bibit tidak seragam dengan daya tumbuh yang rendah takaran pupuk tidak lengkap, pengendalian hama penyakit kurang sempurna, pengairan yang tidak lancar, serta penanganan pasca panen belum optimal.
Persyaratan Tumbuh Bawang Merah a) Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300–2500 mm/tahun. b) Tanaman bawang merah memerlukan intensitas sinar matahari penuh (lebih dari 14 jam/hari). Oleh sebab itu, tanaman bawang tidak memerlukan naungan/pohon peneduh. Bawang merah yang ditanam di daerah yang tidak cukup mendapatkan sinar matahari, tempat yang teduh, sering berkabut atau terlindung pepohonan mengakibatkan pembentukan umbi tidak sempurna sehingga ukuran menjadi kecil-kecil. c) Bawang merah sangat cocok ditanam di daerah dengan suhu udara yang hangathangat panas, kering dan cerah. Bawang merah yang ditanam di daerah dengan suhu udara rendah dan dingin pertumbuhannya terhambat. Suhu udara yang ideal untuk tanaman bawang merah antara 25-30oC.
64
d) Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta hasil produksi yang optimal, bawang merah menghendaki kalembaban udara nisbi antara 80-90 prosen. e) Ketinggian tempat terbaik untuk tanaman bawang merah adalah 0–500 m dpl. Ketinggian suatu daerah berkaitan erat dengan suhu udara. Semakin tinggi letak suatu daerah dari permukaan laut, suhu udara makin rendah. Sementara itu, pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh suhu udara. f) Tanaman bawang merah menghendaki tanah yang subur dan banyak mengandung humus, bertekstur remah sampai sedang, dengan kata lain tanahnya tidak lengket. Lahan tidak tergenang atau berdrainase baik. Kemasaman tanah yang baik untuk tanaman bawang merah adalah pH 5,8 – 7,0, jika pH rendah tanaman menjadi kerdil dan sebaliknya pH tinggi dapat menghambat pembentukan umbi.
1. Bibit 1.1. Persyaratan Bibit Kriteria yang harus dipenuhi dalam pemilihan bibit tanaman bawang merah (bawang goreng) yang baik sabagai berikut: a) Umbi berasal dari umbi yang sehat, tidak terkontaminasi dengan hama dan penyakit. b) Umbi bibit tidak cacat dan terluka c) Bibit dalam keadaan murni. d) Umbi cukup tua dengan umur 75-80 hari e) Ukuran dan berat umbi bibit seragam.
1.2. Penyiapan Benih Bibit bawang merah (bawang goreng) diperoleh dengan cara vegetatif yaitu dengan menggunakan umbinya. Umbi dapat diperoleh di kios penjual bibit atau produsen bibit. Produsen menyediakan umbi bibit yang baik, maka biaya bibit lebih tinggi. Masa penyimpanan umbi adalah 30 – 45 hari. Kebutuhan bibit bawang merah untuk jarak tanam 20 x 20 cm jumlah bibit yang dibutuhkan 200.000-250.000 umbi, sedangkan untuk jarak tanam 20 x 15 cm jumlah bibit yang dibutuhkan 240.000300.000 umbi. Luas penanaman lahan yang efektif hanya 80%. Adapun jarak tanam
65
yang biasa diberlakukan untuk bawang merah adalah 15-20 cm jarak antarbarisan dan 15-20 cm jarak di dalam barisan. Sehari sebelum tanam, bibit dipotong bagian dari ujungnya secara hati-hati, kemudian dimasukkan ke dalam larutan atonik yang telah diencerkan dalam air (dosis sesuai anjuran) selam 5-10 menit, dan ditiriskan ditempat yang kering
(diangin-
anginkan).
2. Pengolahan Tanah Persyaratan Media Tanam a) Tanaman bawang merah (bawang goreng) dapat tumbuh baik di lahan sawah, dan tanah tegalan atau pekarangan, asalkan keadaan tanah subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik/humus dan mudah mengikat air (porous) serta mempunyai aerasi (peredaran oksigen) yang baik. b) Jenis tanah yang paling cocok adalah tanah jenis lempung berpasir/lempung berdebu, karena tanah jenis ini mempunyai sistem aerasi dan drainase (pengairan) cukup baik. Dengan bertambah banyaknya humus akan memperbesar kandungan hara seperti unsur NPK, Mn, Fe, Cu, Bo, Zn dan lain-lain. Kesuburan tanah juga berhubungan dengan tekstur tanah dan struktur tanah. Tanah yang subur tersusun oleh fraksi-fraksi pasir, debu dan liat yang seimbang. c) Tanaman bawang merah (bawang goreng) akan tumbuh baik pada tanah dengan kisaran pH optimum 5,8-7,0. Tetapi bawang merah masih toleran terhadap tanah dengan pH 5,5. Tanah yang asam dengan nilai pH 5,5 akan menyebabkan garam Aluminium dalam tanah bersifat langsung sehingga tanaman tumbuh kerdil. Tanah yang terlalu basah dengan pH lebih dari 7 menyebabkan tanaman tidak dapat menyerap garam mangan (Mn) yang mengakibatkan umbi yang dihasilkan kecil-kecil sehingga produksi, kuantitas dan kualitasnya rendah. d) Kondisi tanah yang datar sangat sesuai dengan tanaman bawang merah. Apabila ditanam pada tanah yang memilki kemiringan maka dapat dibuat terasiring. 2.1. Persiapan Lahan Pengukuran pH tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman bawang perlu dilakukan dengan cara pengukuran campuran tanah dari lahan dan air dengan perbandingan tertentu kemudian diukur dengan pH-meter atau kertas lakmus
66
merah/biru. Apabila pH lebih rendah dari yang ditentukan maka tanah perlu dilakukan pengapuran. 2.2. Pembajakan Lahan Mula-mula, tanah dibajak sedalam kurang lebih 20-30 cm dengan traktor atau bajak tradisional yang ditarik hewan atau dicangkul. Agar lebih hemat dan efisien, pembajakan pada areal yang luas sebaiknya menggunakan traktor. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 5-7 hari agar bongkahan-bongkahan akibat pembajakan, mendapat cukup angin dan sinar matahari secara langsung sehingga berbagai macam patogen dalam tanah mati. Selain itu, zat-zat racun yang berada di dalam tanah menguap atau teroksidasi, misal asam sulfida. Pengolahan selanjutnya, tanah diratakan sekaligus bongkahan-bongkahan dihancurkan dengan cangkul, lalu dibiarkan lagi selama 7 hari agar tanah menjadi kering. Setelah itu, disisir lagi hingga diperoleh struktur tanah yang gembur. 2.3. Pembuatan Bedeng Lebar bedengan sebaiknya 100-150 cm, agar air irigasi dapat meresap sampai ke tengah bedengan secara sempurna. Panjang bedengan disesuaikan dengan lahan setempat, sedang tingginya dibuat sekitar 20-30 cm. Ukuran lebar selokan atau parit dibuat 25-30 cm dengan kedalaman 20-30 cm, dan ketika membuat selokan, sebaiknya tanah galian diletakkan di kiri-kanan selokan. Untuk pembuangan air, buatlah saluran di sekeliling petak-petak bedengan selebar 40 cm dengan kedalaman 40 cm agar lahan terhindar dari genangan air, terutama pada musim hujan. Bila bawang merah ditanam pada musim penghujan, bedengan hendaknya dibuat lebih tinggi, dan selokan atau parit-parit dibuat lebih tinggi, dan selokan atau parit-parit dibuat lebih dalam agar air hujan yang berkelebihan tidak menggenangi tanaman di bedengan. Selain ukuran bedengan, perlu juga diperhatikan arah bedengan karena akan berpengaruh terhadap penyebaran sinar matahari ke seluruh tanaman. Agar seluruh tanaman memperoleh sinar matahari secara merata, maka bedengan dibuat membujur arah Timur-Barat. Arah aliran jangan sampai searah dengan panjang bedengan apabila pengairan dilakukan dengan sistem penggenangan, karena tanah yang dekat dengan sumber air menjadi jenuh dan mendorong perkembangan cendawan. Akibatnya tanaman bawang akan mati.
67
2.4. Pengapuran Pengapuran dilakukan apabila pH tanah masam yang tidak sesuai dengan tanaman bawang merah. Apabila tidak dilakukan pengapuran maka tanaman bawang merah akan sulit menyerap beberapa unsur seperti Mn. Tetapi ada unsur yang terserap dan menjadi racun bagi tanaman itu sendiri (unsur Al). Dosis pemakaian kapur (dolomit) untuk menetralkan pH sebagai berikut: a) pH tanah 5,0 = 5,49 ton/ha. b) pH tanah 5,25 = 4,31 ton/ha. c) pH tanah 5,50 = 3,12 ton/ha. d) pH tanah 5,75 = 1,98 ton/ha.
3. Teknik Penanaman 3.1. Penentuan Pola Tanam Pola tanam adalah urut-urutan tanam dan pergiliran tanaman pada lahan yang sama dalam waktu 1 tahun. Dengan pola tanam, pengaturan jenis tanaman dapat disesuaikan dengan permintaan pasar dan ketersediaan bibit bawang merah pada musim tanam berikutnya terjamin. Sistem pola tanam yang baik, yang disertai produksi dan harga yang baik akan memberikan keuntungan cukup besar. Pengaturan jarak tanam bawang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: a) Kesuburan tanah. b) Intensifikasi lahan. c) Jenis tanaman dan perkembangannya. Jarak tanam yang biasanya diterapkan pada penanaman bawang merah adalah sebagai berikut: 20 cm x 20 cm, atau 20 cm x 15 cm. 3.2. Pembuatan Lubang Tanam Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan dengan cara tugal atau membuat larikan. Kedalaman lubang untuk penanaman untuk bawang merah adalah setinggi ukuran umbi bibit. 3.3. Cara Penanaman Setelah lubang tanam terbentuk, umbi bibit siap ditanam. Cara penanaman ialah umbi bibit dipegang dengan posisi bagian yang dipotong berada di bagian atas permukaan tanah. Selanjutnya, lahan yang sudah ditanami disiram secukupnya.
68
4. Pemeliharaan Tanaman 4.1. Penyulaman Tindakan penyulaman pada tanaman bawang merah dilakukan pada tanaman yang sudah tumbuh di lahan. Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang tidak tumbuh, mati/ jelek pertumbuhannya. Secara matematis biasanya penyulaman tidak melebihi 10 % dari jumlah yang ditanam. Misal dari 600 lubang tanaman, jumlah yang disulam paling hanya 10-60 tanaman saja. Batas toleransi mencapai 25 % dari jumlah tersebut atau pada contoh sekitar 150 tanaman. Bila sudah melebihi jumlah 50 % sebaiknya tanaman diganti semua. 4.2. Penyiangan Penyiangan pada tanaman bawang merah (bawang goreng) dilakukan dua sampai tiga kali selama satu musim tanam. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman mulai tumbuh, pertumbuhan daun mulai tampak, yaitu pada umur 15-20 hari setelah tanam. Penyiangan berikutnya dilakukan pada umur 45-50 hari hari setelah tanam. Penyiangan selanjutnya sangat tergantung pada kondisi lingkungan. Pada saat berlangsung pertumbuhan umbi, penyiangan dan penggemburan diupayakan secara hati-hati. Alat yang digunakan untuk penyiangan dapat berupa koret, tajak atau cangkul kecil dan dicabut dengan tangan. 4.3. Pembubunan Pembubunan dilakukan pada tepi bedengan yang seringkali longsor ketika diairi. Pembubunan sebaiknya mengambil tanah dari selokan/parit di sekeliling bedengan, agar bedengan menjadi lebih tinggi dan parit menjadi lebih dalam sehingga drainase menjadi normal kembali. Pembubunan juga berfungsi memperbaiki struktur tanah dan akar yang keluar di permukaan tanah tertutup kembali sehingga tanaman berdiri kuat dan ukuran umbi yang dihasilkan dapat lebih besar-besar. 4.4. Pemupukan a) Pupuk organik Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang. Bedengan yang telah bersih dari rumput diberi pupuk kandang sapi sebanyak 10-20 ton/ha atau kotoran ayam yang sudah matang dengan dosis 5-6 ton/ha yang ditaburkan di permukaan bedengan secara merata. Setelah pupuk ditabur, kemudian dicampur dengan tanah di permukaan bedengan hingga merata.
69
Pupuk kandang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pupuk anorganik, yaitu: 1) Dapat memperbaiki struktur tanah. 2) Menambah unsur hara. 3) Menambah kandungan humus atau bahan organik. 4) Memperbaiki kehidupan jasad renik yang hidup dalam tanah. b) Pupuk buatan (an-organik) Apabila digunakan pupuk tunggal, seperti Urea, ZA, SP-36 dan KCl maka pupuk yang diberikan adalah 150 kg Urea; 250 kg ZA, 200 kg SP-36 dan 150 kg KCl. Waktu pemupukan antara pupuk organik (pupuk kandang) dan anorganik (pupuk buatan) dilakukan 4 tahap yaitu: a) Tahan 1 : pada saat pembuatan bedengan (7 hari sebelum tanam) diberikan pupuk kandang. b) Tahap 2 : pupuk SP-36 diberikan satu kali yaitu semua pupuk SP-36 diberikan sebelum tanam (1-2 hari). c) Tahap 3 : Pada saat tanaman berumur 7-10 hari. Pada waktu itu tanaman diberi pupuk KCl, Urea dan ZA. Pupuk KCl diberikan semua, sedangkan pupuk Urea dan ZA diberikan setengah dosis. d) Tahap 4 : Pada saat tanaman berumur 40-45 hari. Pada waktu itu tanaman diberi pupuk Urea dan ZA lagi setengah dosis. Urea dan ZA ini merupakan sisa yang pernah diberikan pada saat pemupukan tahap ke 3. Pemupukan bawang dilakukan dengan membuat alur secara larikan. Kedalam lubang alur antara 3-5 cm/setinggi umbi bibit yang ditanam tegak berdiri, sedangkan jarak lubang pemupukan dengan tanaman bawang merah antara 5-10 cm tergantung perkembangan tanaman. Setelah pupuk dimasukkan ke dalam lubang tersebut, lubang pupuk ditutup dengan tanah dan sekaligus dilakukan pembubunan. 4.5. Pengairan atau Penyiraman Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan panen bawang merah adalah ketersediaan air. Jumlah dan waktu pengairan yang harus diberikan pada tanaman tergantung pada keadaan curah hujan, kandungan air tanah, serta tingkat pertumbuhan tanaman. Pada bawang merah kekurangan air umumnya terjadi pada periode pembentukan umbi sehingga dapat menurunkan produksi. Pada periode pembentukan umbi merupakan periode kritis bagi tanaman bawang merah. Untuk
70
menanggulangi masalah ini perlu adanya pengaturan frequensi pemberian air pada tanaman bawang merah. Frequensi pemberian air sebagai berikut : a) Pengairan pada tanaman bawang merah dilakukan setiap 1-2 hari sejak awal tanam sampai 7 hari setelah tanam. b) Selanjutnya penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali. Pengairan ini diberikan hingga tanaman berumur 45 hari. c) Selama pembentukan umbi, frekuensi penyiraman perlu ditingkatkan 1-2 hari. Biasanya pada saat itu tanaman telah berumur kurang lebih 60 bulan. d) Pada saat umbi mencapai ukuran maksimal dan tanaman mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan warna daun (umur 65-75 hari setelah tanam), pengairan dihentikan. Pemberian air dapat dilakukan dengan meresapkan air melalui parit-parit/penyiraman langsung pada bedengan.
5. Hama Hama yang dominan menyerang pertanaman bawang goreng selama ini adalah :a) Ulat Daun (Spodoptera exigua Hbn.) Pada awal pertumbuhan tanaman sampai dengan pembentukan anakan, sering terjadi serangan hama ulat daun. Bagian tanaman yang diserang adalah daun, baik daun yang masih muda maupun yang sudah tua. Gejala: pada awalnya muncul telur ualat di permukaan daun yang akan menetas setelah 4–7 hari. Setelah menetas, ulat muda akan melubangi daun dan menggerek permukaan bagian dalam daun dengan menyisakan bagian epidermis luar, sehigga daun akan berwarna putih transparan, yang pada akhirnya terkulai. Pengerekan biasanya dimulai dari ujung, kemudian menuju ke pangkal daun. Pengendalian : (1) Melakukan pergiliran tanam dengan tanaman bukan inang (cabai, tomat dan tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau). (2) Memusnahkan kelompok telur yang ada di ujung daun serta ulat-ulat yang berada di permukaan dan bagian dalam daun dengan cara mengamati setiap rumpun. Pemusnahan yang paling efektif dilaksanakan ketika ulat mulai keluar, yaitu pada malam hari setiap 2 hari sekali. (3) Menyemprot dengan insektisida akan sangat efektif, apabila sudah di temukan jumlah ulat untuk setiap umur tanaman cukup banyak. Pada musim kemarau
71
kerusakan daun/tanaman contoh 5 % atau 1 paket telur/10 tanaman contoh. Pada musim hujan adalah 10 % kerusakan daun/tanaman atau 3 paket telur/10 tanaman contoh. Beberapa jenis insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan seperti insektisida Curacron, Cascade dan Atabron 50 EC dan beberapa insektisida lainnya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada malam hari pula, ketika ulat sudah aktif. Interfal penyemprotan adalah 2-3 hari sekali. Penyemprotan dengan cara ini hasilnya cukup memuaskan, namun biasanya masih terdapat pula yang tersisa yang kebanyakan sudah mencapai stadia dewasa (instar 4-5). b) Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn) Gejala: pada pangkal batang menunjukkan adanya bekas gigitan/bahkan terpotong hingga tanaman rebah. Pada serangan yang hebat ulat ini memakan umbinya hingga berlubang. Pengendalian: memberikan insektisida Basamid G di sekitar tanaman, kemudian diairi. Basamid diberikan dengan cara dicampur bersamaan dengan dosis sama dengan pemupukan (dosis 20-30 kg/ha). Selain dengan insektisida, pengendalian dapat dilakukan dengan cara: (1) melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang. Tanaman inang yang dapat terserang hama ulat tanah adalah tanaman tomat, dan kacang; (2) mengumpulkan dan membunuh ulat pada pagi hari yang ditemukan di sekitar tanaman/di tanah; (3) memasang umpan beracun yaitu insektisida tricloroform dengan dosis 2-4 kg bahan aktif, 20 kg dedak dan 1-2 kg gula merah untuk areal seluas 1 ha. Bahan-bahan tersebut dilakukan dalam 20 liter air dan disebarkan di lahan. (4) menaburkan Furadan 3 G yang berbahan aktif karbofuran sebanyak 25 kg/ha secara merata kemudian lahan diairi. c) Hama Putih/Trips (Thrips tabacci Lind) Gejala: noda putih mengkilat seperti perak pada daun, yang kemudian menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik hitam. Biasanya serangan hebat terjadi bila suhu udara berada diatas 70%. Namun, pada musim hujan. Namun, pada musim hujan/ketika suhu udara dingin sekali, hama ini akan menghilang dengan sendirinya. Tanaman bawang merah yang terserang berat, seluruh daunnya akan berwarna putih sehingga umbi yang dihasilkan menjadi kecil-kecil dan berkualitas rendah. Pengendalian: (1) tidak menanam bawang merah di lahan bekas tanaman yang terkena serangan, serta tidak menanam tanaman inang (cabe, tomat, kentang, waluh dan bayam); (2) menanam pada pertengahan bulan April sampai dengan awal bulan
72
Mei, yaitu ketika suhu udara dan kelembaban belum tinggi; (3) memberantas secara kimiawi dengan menyemprotkan Akarisida seperti Bayrusil 250 EC, Meathrin 50 EC. Kedua Akarisida ini merupakan racun kontak dengan dosis 2 cc/liter air. Waktu Penyemprotan Pestisida Penyemprotan pestisida harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Digunakan pada waktu yang tepat, yaitu pada waktu timbul eksploitasi hama dan penyakit. b) Digunakan pestisida secara selektif, yaitu pestisida yang berdaya racun tinggi tetapi hanya membunuh hama sasaran. c) Digunakan pestisida dengan dosis seminimal mungkin, yaitu digunakan pestisida dengan dosis yang sesuai dengan lingkungan setempat. d) Digunakan pestisida sesuai dengan luas areal dan pada daerah tanaman yang terserang saja.
6. Penyakit Tanaman a) Bercak daun Penyebab: Alternaria sp. Gejala: patogen ini biasanya menyerang daun dan kadang-kadang menyerang umbi tanaman bawang merah. Pada mulanya tampak bercak-bercak berwarna keputi-putihan, yang lama-kelamaan berubah menjadi abu-abu dan bertepung hitam. Ujung daun yang terserang akan mengering dan akhirnya menyebabkan kematian tanaman. Pengedalian: menanam tanaman bergilir dengan tanaman bukan inang (bawang putih, bawang daun dan tomat). Selain itu di semprotkan dengan fungisida Antracol 70 WP, dosis 2 gr/liter air; interval penyemprotan 4-7 hari sekali yang dilakukan sejak tanaman berumur 7 hari setelah tumbuh. b) Busuk lunak Penyebab: Rhizopus sp. Gejala: tanaman yang terserang menunjukan gejala kebasah-basahan dan mudah busuk bila disentuh. Apabila kulit umbi yang terserang dilukai, akan mengeluarkan cairan yang berwarna colkat muda/kekuningan. Tumbuh cendawan dibagian yang luka. Pantogen ini mengeluarkan bau yang khas seperti alkohol. Pengedalian: dicabut umbinya dan dibuang dan digunakan bibit yang sehat dan baik.
73
c) Embun tepung Gejala: adanya bintik-bintik yang berwarna abu-abu/hijau-pucat, terutama di ujung daun, yang terjadi pada awal pembentukan umbi. Serangan akan bertambah hebat apabila udara dalam keadaan lembab atau turun hujan. Akibatnya adalah daun akan menguning mulai dari ujung yang menjalar ke pangkal, kemudian mengering hingga tanaman layu dan mati. Pengendalian: menggunakan bibit yang baik, menyiram bawang merah dengan air, bila terdapat embun pada daun di pagi hari, agar titik yang mengkristal seperti agar dapat segera cair sehigga daun tidak membusuk, dan dengan cara kimiawi yaitu dengan fungisida sejak tanaman berumur 7 hari setelah tumbuh; interval penyemprotran 4-7 hari. Interval penyemprotan lebih
diperpendek pada musim
hujan. d) Busuk leher batang Penyebab: Botrytis Allii Munn. Gejala: serangan pada bagian lebar batang umbi. Biasanya berwarna abu-abu dan pada serangan berikutnya akan menjalar dan menyerang umbinya. Akibatnya umbi menjadi busuk, berkeriput dan akhirnya kering. Serangan penyakit ini biasa terjadi di daerah pertanaman atau di tempat penyimpanan. Pengendalian: dibuat saluran drainase yang baik agar air yang berlebih cepat terbuang, demikian pula dengan selokan dibuat lebih dalam (40-50 cm)
terutama pada musim
penghujan. Dilakukan penyemprotan secara kimiawi dengan fungisida, antara lain Rovral 50 WP
dengan dosis 2-4 gr/liter air, Topsin M 70 WP dengan dosis
/konsentrasi 0,5-1,0 kg/ha, volumenya bervariasi antara 300-500 liter/ha tergantung pada umur tanaman; interval penyemprotan antara 4-7 hari sejak tanaman berumur 2 minggu. e) Bintil akar Nematoda Penyebab: Eloidogyne sp. Gejala: menyerang akar sehingga menyebabkan daun menjadi layu pada sore hari walaupun airnya cukup; daun menguning dan akhirnya mati. Apabila tanaman dicabut tampak adanya pembentukan bintil-bintil pada akar. Pengendalian: memberikan nemasida, seperti Furadan 3 G sebanyak 20-80 kg/ha dengan cara dibenamkan sekitar perakaran tanaman dan kemudian diairi. f) Layu Fusarium Penyebab: Fusarium sp. Gejala : serangan diawali dengan kelayuan pada ujung daun yang menjalar ke pangkalnya. Infeksi biasanya dimulai dari akar/luka pada umbi.
74
Akibatnya adalah umbi membusuk, berwana kuning kecoklatan dan permukaannya basah dan lunak. Penyakit ini dapat juga menyerang bawang merah yang sudah disimpat di gudang. Pengendalian: menyemprotkan fungisida seperti Antrakol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air, Score 250 EC dengan dosis 0,5-1 ml/liter air. Volume penyemprotan dalam 1 ha berkisar antara 400-600 liter dengan interval 4-7 hari sekali, tergantung pada hebatnya serangan yang terjadi. Dan singkirkan umbi yang busuk dari gudang untuk segera dibuang.
7. Panen 7.1. Ciri dan Umur Panen Umur panen tanaman bawang merah (bawang goreng) biasanya dipanen pada umur 70-75 hari. Ciri-ciri tanaman bawang merah (bawang goreng) yang siap dipanen sebagai berikut: a)
Daun tanaman mulai menguning, leher batang tampak lemas yang meliputi sekitar 75-85 prosen dari jumlah tanaman.
b) Sebagian besar umbi telah keluar dari permukaan tanah, lapisan umbi penuh berisi, dan warnanya merah mengkilap. Bawang merah (bawang goreng) yang dipanen terlalu muda akan cepat lunak dan berkeriput setelah kering. Jika umbi tersebut disimpan akan cepat menyusut, cepat membusuk, dan keropos. Selain itu panen pada tanaman yang belum cukup umur akan menyulitkan pemungutan hasilnya, karena batang bawang merah yang masih muda patah ketika dicabut. Hal ini menyebabkan banyak umbi
tertinggal di bawah tanah,
sehingga menyebabkan berkurangnya hasil panen. Sedangkan bawang merah yang dipanen sudah cukup tua, umbinya akan lebih keras, padat, mempunyai daya simpan lama, tidak mudah keriput, dan tidak mudah busuk. 7.2. Cara Panen Panen sebaiknya dilakukan ketika cuaca sedang cerah, tidak ada hujan dan pada pagi hari. Selain itu, keadaan tanahnya harus benar-benar kering untuk mencegah terjadinya pembusukan umbi ketika disimpan. Jika tanahnya gembur, pemanenan dapat dilakukan dengan dicabut secara hati-hati agar tidak ada umbi yang tertinggal di dalam tanah. Di lahan yang tanahnya padat,
pemanenan dilakukan dengan alat pencungkil
yang bagian ujungnya pipih dan agak runcing dengan gancu. Bawang yang sudah dicongkel segera dibersihkan dari tanah yang melekat.
75
8. Pascapanen 8.1. Pengumpulan Bawang merah (bawang goreng) yang baru dipanen disusun rapi dengan susunan daun pada baris kedua menutup umbi baris pertama dan daun baris ketiga menutup umbi baris kedua, demikian seterusnya. Penyusunan seperti ini bertujuan untuk mencegah luka bakar pada umbi, di samping untuk memudahkan dalam proses pembersihan dan pengikatan. 8.2.Pembersihan Umbi bawang merah (bawang goreng) setelah dipanen dibersihkan. Kotoran yang menempel pada umbi seperti tanah dibersihkan arau dikeluarkan, kemudian akarnya dipotong dengan pisau yang tajam. 8.3. Penyortiran dan Penggolongan Setelah bawang merah (bawang goreng) dibersihkan perlu dilakukan seleksi atau sortasi. Seleksi dimaksudkan untuk memisahkan umbi bawang merah yang baik dengan yang cacat, dan sekaligus mengelompokkan sesuai dengan besar kecilnya umbi. Sortasi sangat penting artinya karena menyangkut nilai harga jual. 8.4. Pengikatan Pekerjaan berikutnya adalah pengikatan, yaitu batang bawang merah (bawang goreng) yang sudah dibersihkan bersama daunnya kira-kira satu genggam diikat menjadi satu. Setiap dua ikat, diikat lagi menjadi satu dan seterusnya sehinggaakhirnya menjadi satu ikatan besar yang beratnya kira-kira 15 kg. Umbi batang bawang merah yang daunnya rusak langsung dipotong dari batangnya. 8.5. Penyimpanan Bawang merah (bawang goreng) yang sudah diikat akan dijual langsung ke pasar atau ke pengusaha industri bawang goreng, sedangkan untuk bibit biasanya disimpan dengan cara digantungkan di para-para atau di tempat yang aman. Penyimpanan bawang merah yang benar dan baik dapat terhindar dari hama atau penyakit yang terdapat dalam gudang. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses penyimpanan bawang merah meliputi keadaan gudang, temperatur, kelembaban ruangan, dan keadaan bawang merah iti sendiri.
76
BUDIDAYA MENTIMUN Maskar dan Sukarjo
Pendahuluan Mentimun (Cucumis sativus L.) suku labu-labuan (Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan. Buahnya dipanen ketika belum masak untuk dijadikan sayuran atau penyegar, tergantung jenisnya. Mentimun dapat ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup banyak di dalamnya sehingga berfungsi menyejukkan. Potongan buah mentimun juga digunakan untuk membantu melembabkan wajah. Mentimun berupa herba melata atau setengah merambat dan merupakan tanaman semusim (setelah berbunga dan berbuah tanaman mati). Perbungaannya berumah satu (monoecious) dengan tipe bunga jantan dan bunga hermafrodit (banci). Bunga pertama yang dihasilkan, biasanya pada usia 4-5 minggu, adalah bunga jantan. Bunga-bunga selanjutnya adalah bunga banci apabila pertumbuhannya baik. Satu tumbuhan dapat menghasilkan 20 buah namun dalam budidaya biasanya jumlah buah dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik. Syarat Pertumbuhan a. Iklim Adaptasi mentimun pada berbagai iklim cukup tinggi, namun pertumbuhan optimum pada iklim kering. Cukup mendapat sinar matahari, temperatur (21,1 26,7°C) dan tidak banyak hujan. Ketinggian optimum 1.000 - 1.200 m dpl. b. Media Tanam Tanah gembur, banyak mengandung humus, drainase baik dan pH tanah 6-7. Pembibitan dan Persemaian Sebelum benih ditanam, sebaiknya media persemaian dipersiapkan terlebih dahulu. Media persemaian berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 7:3. Sebagai tempat media persemaian dapat digunakan polybag atau kantung plastik transparan. Sebelum digunakan, media semai disterilkan dulu dengan Dithane/Cobox 0,2 % dan Furadan/Curater sebanyak 15 g/100 kg media.
77
Untuk mengurangi kegagalan, sebaiknya benih mendapat perlakuan sebelum disemai sebagai berikut. a. Benih direndam selama 15 menit. Benih yang mengapung sebaiknya dibuang. b. Benih yang tetap tenggelam direndam kembali selama 24 jam. c. Selanjutnya benih dipindahkan ke lipatan handuk basah selama 12 jam hingga bakal akarnya keluar. d. Setelah bakal akarnya keluar, benih dapat langsung ditanam di tempat yang telah disiapkan. Pada musim hujan, persemaian harus diberi atap plastik transparan. Jika mentimun disemai saat musim kemarau, bedengan bisa dibuat di tempat terbuka. Namun, pada hari pertama, bedengan harus ditutup dengan daun-daun kering. Usahakan sinar matahari bisa masuk lebih kurang 35 %. Tanah persemaian disiram setiap 1-2 hari sekali. Apabila daun keping terbuka, bibit disemprot dengan Antracol dan Cobox (fungisida), Karphos atau Hostathion (insektisida), dan Agrept (bakterisida) setiap 2 hari sekali. Dosis yang digunakan setengah dari dosis yang dianjurkan. Pengolahan Media Tanam a. Bersihkan lahan dari gulma, rumput, pohon yang tidak diperlukan. b. Berikan dolomit 1-2 ton/ha bila pH tanah < 6. c. Tanah dibajak/dicangkul 30-35cm sambil membalikkan tanah dan biarkan 2 minggu. d. Olah kembali tanah sambil membuat bedengan lebar 120 cm, tinggi 30-40 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. e. Tambahkan pupuk kandang 20-30 ton/ha atau 0,5 kg pupuk kandang ke setiap lubang tanam 40 x 40 x 40 cm. f. Berikan pupuk sesuai anjuran. g. Pasang mulsa, setelah 1 minggu kemudian buat lubang tanam. Penanaman Penanaman bibit dapat dilakukan jika bibit telah berumur 10-14 hari atau setelah memiliki dua daun. Penanaman ini tergantung pada ketinggian tempat. Penanaman dilakukan lebih cepat 2-4 hari dari setiap penurunan 200 m dpl. Bibit yang akan ditanam direndam dahulu dalam larutan Dithane 0,1 % dan diberi pupuk NPK butiran sebanyak 3-6 butir/bumbung. Pada lahan yang telah dibuat bedengan
78
ditebarkan pupuk dasar Urea (ZA) 10 g/m2, SP36 55 g/m² dan KCl 10 g/m² secara merata. Selanjutnya tanah diberi Furadan atau Curater B 5 g/m² ditambah Cobox atau Dithane 0,2 %. Setelah itu, penanaman dapat dimulai. Jarak tanam optimal adalah 120 x 40 cm. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman hanya dilakukan apabila air tanah dan air hujan kurang. Pada minggu pertama, tanaman disiram setiap 1-2 hari sekali, dan pada minggu berikutnya, disiram setiap 4-6 hari sekali. Pemupukan susulan berupa Urea dan KCl diberikan selang antara 10-14 hari sekali. Pemberiannya dilakukan dengan cara ditugal sejauh kurang lebih 7 cm dari tanaman. Untuk mengatur kelembaban dan menekan pertumbuhan gulma, tanaman diberi mulsa berupa potongan rumput atau jerami kering. Selanjutnya setiap tanaman diberi sebuah lanjaran dan setiap lanjaran dihubungkan dengan belahan bambu yang lebih kecil. Lanjaran dapat pula diganti dengan jaring yang pemasangannya lebih mudah. Tanaman yang telah bercabang, berbunga, dan berbuah perlu dipangkas. Cabang pada daun pertama sampai kelima atau ketujuh dibuang. Cabang-cabang yang tumbuh kemudian dibuang setelah 2-3 cabangnya keluar, demikian pula dengan ranting. Setelah ketinggiannya mencapai 150 cm, pucuk batang utama dipotong sehingga diharapkan pada ketinggian 180 cm pertumbuhan meninggi sudah terhenti. Tanaman yang pertumbuhan daunnya terlalu lebat dapat dijarangkan. Seminggu setelah penanaman, dilakukan penyemprotan pestisida untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Pada awal penyemprotan, dosisnya setengah dari yang dianjurkan. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali. Jika turun hujan, penyemprotan diulang kembali. Hama dan Penyakit Hama a. Oteng-oteng atau Kutu Kuya (Aulocophora similis Oliver). Kumbang daun berukuran 1 cm dengan sayap kuning polos. Gejala : merusak dan memakan daging daun sehingga daun bolong; pada serangan berat, daun tinggal tulangnya.
79
b. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon) Ulat ini berwarna hitam dan menyerang tanaman terutama yang masih muda. Gejala: Batang tanaman dipotong disekitar leher akar. c. Lalat buah (Dacus cucurbitae Coq.) Lalat dewasa berukuran 1-2 mm. Lalat menyerang mentimun muda untuk bertelur, Gejala: memakan daging buah sehingga buah abnormal dan membusuk. d. Kutu daun (Aphis gossypii Clover) Kutu berukuran 1-2 mm, berwarna kuning atau kuning kemerahan atau hijau gelap sampai hitam. Gejala: menyerang pucuk tanaman sehingga daun keriput, kerititing dan menggulung. Kutu ini juga penyebar virus.
Penyakit a. Busuk daun (Downy mildew) Penyebab : Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menginfeksi kulit daun pada kelembaban udara tinggi, temperatur 16 - 22°C dan berembun atau berkabut. Gejala : daun berbercak kuning dan berjamur, warna daun akan menjadi coklat dan busuk. b. Penyakit tepung (Powdery mildew) Penyebab : Erysiphe cichoracearum. Berkembang jika tanah kering di musim kemarau dengan kelemaban tinggi. Gejala : permukaan daun dan batang muda ditutupi tepung putih, kemudian berubah menjadi kuning dan mengering. c. Antraknose Penyebab : cendawan Colletotrichum lagenarium Pass. Gejala: bercak-bercak coklat pada daun. Bentuk bercak agak bulat atau bersudut-sudut dan menyebabkan daun mati; gejala bercak dapat meluas ke batang, tangkai dan buah. Bila udara lembab, di tengah bercak terbentuk massa spora berwarna merah jambu. d. Bercak daun bersudut Penyebab : cendawan Pseudomonas lachrymans. Menyebar pada saat musim hujan. Gejala : daun berbercak kecil kuning dan bersudut; pada serangan berat seluruh daun yang berbercak berubah menjadi coklat muda kelabu, mengering dan berlubang.
80
e. Virus Penyebab : Cucumber Mosaic Virus, CMV, Potato virus mosaic, PVM; Tobacco Etch Virus, TEV; otato Bushy Stunt Virus (TBSV); Serangga vektor adalah kutu daun Myzus persicae Sulz dan Aphis gossypii Glov. Gejala : daun menjadi belang hijau tua dan hijau muda, daun berkerut, tepi daun menggulung, tanaman kerdil. f. Kudis (Scab) Penyebab : cendawan Cladosporium cucumerinum Ell.et Arth. Terjadi pada buah mentimun muda. Gejala : ada bercak basah yang mengeluarkan cairam yang jika mengering akan seperti karet; bila menyerang buah tua, terbentuk kudis yang bergabus. g. Busuk buah Penyebab : cendawan (1) Phytium aphinadermatum (Edson) Fizt.; (2) Phytopthora sp., Fusarium sp.; (3) Rhizophus sp., (4) Erwinia carotovora pv. Carotovora. Infeksi terjadi di kebun atau di tempat penyimpanan. Gejala : (1) Phytium aphinadermatum: buah busuk basah dan jika ditekan, buah pecah; (2) Phytopthora: bercak agak basah yang akan menjadi lunak dan berwarna coklat dan berkerut; (3) Rhizophus: bercak agak besah, kulit buah lunak ditumbuhi jamur, buah mudah pecah; (4) Erwinia carotovora: buah membusuk, hancur dan berbau busuk. Pengendalian: dengan menghindari luka mekanis, penanganan pasca panen yang hati-hati, penyimpanan dalam wadah bersih dengan suhu antara 5 - 7 derajat C. Panen a. Ciri dan Umur Panen Buah mentimun muda untuk sayuran, asinan atau acar umumnya dipetik 2-3 bulan setelah tanam, mentimun hibrida dipanen 42 hari setelah tanam Mentimun Suri dipanen setelah matang. b. Cara Panen Buah dipanen di pagi hari sebelum jam 9.00 dengan cara memotong tangkai buah dengan pisau tajam. c. Periode Panen Mentimun sayur dipanen 5 - 10 hari sekali tergantung dari varitas dan ukuran/umur buah yang dikehendaki. Timun dapat dipanen setelah tanaman berumur 38 - 40 hari
81
sejak tanam. Buah yang dipanen berukuran panjang sekitar 18 - 20 cm dengan berat antara 80- 120 g. Buah yang berbentuk lurus berdiameter 1,5 - 2,5 cm dengan berat 20 g adalah buah kualitas super. Saat panen yang baik adalah pagi hari antara pukul 06.00-10.00 dan sore hari antara pukul 15.00-17.00.
82
PEMBUATAN BIOGAS Caya Khairani, Basrum dan Sumarni Pendahuluan Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sambah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut terbesar adalah gas Methan (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-45%. Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m³, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 Kcal/m³. Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak,
menggerakkan mesin dan sebagainya.
Sistim produksi biogas juga
mempunyai beberapa keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk dan (d) produksi daya dan panas.
83
Potensi Pengembangan Biogas Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain 1 m3 Biogas setara dengan: 1
Elpiji
0.46 kg
2
Minyak Tanah
0.62 liter
3
Minyak Solar
0.52 liter
4
Bensin
0.80 liter
5
Gas Kota
1.5 m3
6
Kayu Bakar
3.5 kg
Sumber : Dit.Pengolahan Hasil Pertanian,Ditjen PPHP - Deptan
Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Pembuatan Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga Spesifikasi reactor biogas skala rumah tangga: 1. Volume reaktor (plastik) : 4.000 liter 2. Volume penampung gas (plastik) : 2.500 liter 3. Kompor Biogas : 1 buah 4. Drum pengaduk bahan : 1 buah 5. Pengaman gas : 1 buah 6. Selang saluran gas : + 10 m 7. Kebutuhan bahan baku : kotoran ternak dari 2-3 ekor sapi/ kerbau, atau 6 ekor babi. 8. Biogas yang dihasilkan : 4 m3 per hari (setara dengan 2,5 liter minyak tanah).
84
Gambar 1. Instalasi Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga Persiapan Pemasangan Reaktor Biogas 1. Pembuatan lubang reaktor, panjang = 4 m, lebar = 1,1 m, dalam = 1,2 m. 2. Pembuatan meja tabung plastik penampung gas : (diameter 1,2 m) panjang = 3 m, lebar =1,2m 3. Kotoran sapi (fases) awal sebanyak 100 karung kantong semen atau karung seukurannya (100 kantong semen = 2000 lt). Persiapan awal ini untuk mempercepat produksi gas yang siap untuk digunakan (dinyalakan). 4. Drum untuk tempat pencampuran kotoran (fases) dengan air (1:1) ; 1 buah (200 liter) 5. Karung untuk tempat sisa kotoran dari proses produksi biogas 6. Kayu atau bambu untuk pagar, supaya reaktor aman dari gangguan ternak atau lainnya. 7. Terpal dan bahan lainnya untuk atap reaktor supaya terhindar dari hujan atau material yang jatuh dari atas. Cara Pengoperasian Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga 1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 1 (bahan biogas) 2. Masukkan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian sebanyak 2000 liter, selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam reaktor.
85
3. Setelah kurang lebih 10 hari reaktor biogas dan penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan. 4. Sekali-sekali reaktor biogas digoyangkan supaya terjadi penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas, lakukan juga pada setiap pengisian reaktor. 5. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak + 40 liter setiap pagi dan sore hari. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering. Cara Pengoperasian Kompor Biogas 1. Buka sedikit kran gas yang ada pada kompor (memutar ke sebelah kiri) 2. Nyalakan korek api dan sulut tepat diatas tungku kompor. 3. Apabila menginginkan api yang lebih besar, kran gas dapat dibuka lebih besar lagi, demikian pula sebaliknya. Api dapat disetel sesuai dengan kebutuhan dan keinginan kita.
Gambar 2 : Pengoperasian Kompor Biogas Pemeliharaan Dan Perawatan Reaktor Biogas 1. Hindarkan reaktor dari gangguan anak-anak, tangan jahil, ataupun dari ternak yang dapat merusak reaktor dengan cara memagar dan memberi atap supaya air tidak dapat masuk ke dalam galian reaktor.
86
2. Isilah selalu pengaman gas dengan air sampai penuh. Jangan biarkan sampai kosong karena gas yang dihasilkan akan terbuang melalui pengaman gas.
Gambar 3 : Klep Pengaman Gas Sebelum Masuk ke Tabung Penampung Gas 3. Apabila reaktor tampak mengencang karena adanya gas tetapi gas tidak mengisi penampung gas, maka luruskan selang dari pengaman gas sampai reaktor, karena uap air yang ada di dalam selang dapat menghambat gas mengalir ke penampung gas. Lakukan hal tersebut sebagai pengecekan rutin. 4. Cegah air masuk ke dalam reaktor dengan menutup tempat pengisian disaat tidak ada pengisian reaktor. 5. Berikan pemberat di atas penampung gas (misalnya dengan karung-karung bekas) supaya mendapatkan tekanan di saat pemakaian. 6. Bersihkan kompor dari kotoran saat memasak ataupun minyak yang menempel. Keunggulan Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga
Konstruksi sederhana, mudah dan cepat pemasangannya (tidak sampai 1 hari).
Harga terjangkau, sekitar Rp 2,5 juta sudah termasuk pemasangan dan satu unit kompor biogas.
Awet, menggunakan material plastik khusus sehingga tahan hingga 6 tahun.
Mudah dalam perawatan dan penggunaan.
Produksi gas setara dengan 2,5 liter minyak tanah/hari, lebih dari cukup untuk dijadikan bahan bakar memasak.
Menghasilkan kompos (pupuk organik) yang sangat bagus kualitasnya dan dapat langsung digunakan pada lahan/usaha budidaya pertanian.
87
Sebelum Menggunakan Energi Biogas
Setelah Menggunakan Energi Biogas
Sumber Bacaan: Dit.Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP - Deptan http://id.wikipedia.org/wiki/Biogas http://www.scribd.com/doc/939659/BiogasPedesaan?query2=cara%20pembuatan%20biogas
88
TEKNIK PEMBUATAN PUPUK KASCING Daniel Bulo dan Caya Khairani Pendahuluan Kascing atau vermicompost adalah kotoran cacing tanah. Kascing mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur makro dan mikro yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Komposisi kimia kascing Eisenia foetida meliputi nitrogen (N)0,63%, fosfor (P) 0,35%, kalium (K) 0,20%, kalsium (Ca) 0,23%, magnesium (Mg) 0,26%, natrium (Na) 0,07%, tembaga (Cu) 17,58%, seng (Zn) 0,007%, manganium (Mn) 0,003%, besi (Fe) 0,79%, boron (B) 0,21%, molibdenum (Mo) 14,48%, KTK 35,80 meg/100mg, kapasitas menyimpan air 41,23%, dan asam humus 13,88%. Unsur-unsur kimia tersebut siap diserap tanaman dan sangat berguna bagi pertumbuhan dan produksinya. Disamping itu kascing mengandung mikroba dan hormon perangsang pertumbuhan tanaman. Jumlah mikroba yang banyak dan aktivitasnya yang tinggi bisa mempercepat pelepasan unsur-unsur hara dari kotoran cacing menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Cara membuat kascing Pembuatan kascing akan berhasil jika kita mengetahui kebutuhan yang layak untuk hidup dan perkembangbiakan cacing tanah (CT). CT yang digunakan adalah Lumbricus rubellus, atau jika tidak didapatkan, bisa digunakan cacing tanah lokal yang ada di kebun, di pekarangan, dan tumbukan sampah. Untuk pertumbuhan yang baik bagi CT, diperlukan pH untuk tempat tinggal (media) antara 6,5-7,5, suhu 22-28°C, dan kelembaban media 40-60%. Ketinggian atau kedalam media maksimum 25 cm dan berada di tempat teduh atau tidak terkena sinar matahari langsung. Tahap Persiapan 1. Sediakan 4 buah wadah plastik ukuran 45×35x15 cm dengan permukaan atas rata. Wadah bisa dari bahan lain yang lebih murah, misalnya bambu atau kayu. 2. Lubangi bagian dasar dan sampaing wadah tersebut sebesar kelingking dengan jarak antarlubang sekitar 3 cm. Lubang ini berfungsi sebagai saluran pembuangan air agar tidak terjadi genangan dalam media.
89
3. Rapikan bagian-bagian yang telah dilubangi dan cuci wadah hingga bersih dengan air biasa tanpa menggunakan sabun. 4. Buat tempat kascing 4 rak atau laci dengan bagian atas, bawah, kanan, kiri dan belakang tertutup kawat ram ukuran terkecil dan bagian depan diberi pintu. 5. Beri pengamanan di keempat kaki rak untuk mencegah hama atau musuh cacing tanah berupa wadah yang berisi minyak tanah. Langkah-langkah membuat pupuk kascing 1. Siapkan media tumbuh cacing tanah berupa bahan organik, jerami, rumput, batang pisang, kotoran ternak, dan kapur tembok. 2. Jerami, rumput, atau batang pisang dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil. Rendam potongan tadi selama semalam. Perendaman ini bertujuan agar bahan baku kompos menjadi lebih lunak dan untuk menghilangkan sisa pestisida. 3. Campurkan bahan organik tadi dengan jerami atau batang pisang. Fermentasikan (diamkan) campuran tadi selama 1-2 minggu. Setelah itu, campurkan dengan kotoran ternak (75%) dan kapur tembok sedikit (untuk mengontrol pH). Aduk-aduk hingga bahan tercampur rata. 4. Masukkan media yang telah difermentasikan ke dalam parit, lalu biarkan hingga suhunya mulai turun atau biarkan sekitar 14 hari. 5. Setelah dingin, masukan cacing tanah dengan padat penebaran 11-14 gram/kg media. 6. Pelihara cacing tanah dengan memberi makan berupa kotoran ternak. Sebarkan kotoran ternak ini di bagian permukaan media setebal 2 cm dengan frekuensi 3 hari sekali. Kotoran ternak berfungsi juga sebagai media. 7. Jika media terlalu kering, lakukan penyiraman hingga media lembab kembali. 8. Lakukan pemanenan jika dalam media sudah tampak butiran kotoran cacing atau medianya sudah lebih halus dan warnanya lebih gelap. Panen dilakukan dengan cara memisahkan cacing tanah dengan media. Kascing yang dihasilkan siap digunakan sebagai pupuk organik. Tahap Pelaksanaan 1. Potong-potong atau cacah sampai yang telah disediakan dengan ukuran 2-3 cm, kemudian masukkan ke dalam wadah paling atas dan siram dengan air secukupnya hingga media tetap basah dan lembab, tetapi jangan sampai sampah organiknya tergenang air.
90
2. Penyiraman disarankan setiap hari sampai menjadi setengaj matang (sekitar semumur seminggu)jika jumlah sampah banyak dan wadah nomor pertama telah penuh, dapat dipakai wadah nomor dua. 3. Tiga hari sekali sampah pada wadah nomor 1 atau 2 dibolak-balik (akan lebih baik jika tiap hari sambil disiram) agar proses pengomposan awal berjalan sempurna. 4. Rak nomor 2 dan 3 berfungsi sebagai media siap pakai (dari wadah nomor 1) dan telah siap ditanam cacing. Masukkan cacing ke dalam media siap pakai yang berisi limbah rumah tangga yang telah dikomposkan selama 1-2 minggu. Berat cacing yang dipakai atau dimasukka adalah 0,5kg per 2 kg media siap pakai. Wadah nomor 2 atau 3 tersebut setiap harinya harus diberi pakan dari samapi yang paling sedikit telah berumur 3 hari. 5. Beri pakan lebih kurang seberat cacing yang ditanam. Jika pakan tersebut masuh tersisa atau masih terlihat sebagai pakan, kurangi pemberian pakan, sehingga pakan benar-benar habis dimakan oleh cacing. Pemberiaan pakan hanya di bagian atas tempat penanaman cacing tanah. 6. Seminggu sekali wadah yang berisi cacing tanah (rak nomor 2 atau 3) diaduk-aduk dengan tangan langsung atau kayu lunak. Hal ini sangat berguna untuk aerasi sehingga cacing tanah dapat berkembang optimal. 7. Setelah pengadukan, cacing tanah tidak diberi pakan karena masih stres, sehingga belum mau makan. Baru pada hari berikutnya cacing tanah diberi pakan. 8. Wadah yang berisi cacing tanah harus dijaga kelembabannya (sekitar 60%). Jika terlalu kering, lakukan penyiraman bersamaan dengan pemberiaan pakan yang dibasahi. Demikian seterusnya. 9. Jika proses diatas berjalan dengan benar, dalam waktu sekitar sebulan, sampah akan berubah menjadi pupuk pupuk atau kascing. Setelah berubah menjadi kascing disarankan cacing tidak diberi pakan dahulu. 10. Wadah yang berisi kascing diletakkan dirak paling atas (nomor 1) dengan tidak diberi pakan dan tidak disiram. Maksudnya agar kokon atau telur cacing tanah menetas. Penetasan kokon tersebut berlangsung sekitar 2-3 minggu. 11. Pemindahan cacing tanah muda atau kokon yang telah menetas dilakuakn secara manual dengan tangan. 12. Kascing yang telah dipisahkan dari kokon diangin-anginkan sekitar semalam kemudian digunakan untuk memupuk tanaman.
91
Istilah yang digunakan Sampah, yakni sisa bahan sayur (kecuali daun salam dan sereh), dedaunan (sampah kebun, kecuali daun cengkeh dan cemara), sisa buah-buahan (kecuali jeruk, kulir, buah dan daunnya), dan kertas mudah hancur yang belum diolah. Media siap pakai, siap tanam cacing tanah yakni tempat berlangsungnya proses pengomposan tahap awal dari sampah penyiraman dan pembalikan. Penyiraman dan pembalikan yang odeal; dilakukan setiap hari atau tiga hari sekali. Proses ini akan berlangsung selama 1-2 minggu. Pakan, yakni sampah yang telah diperlakukan seperti media, tetapi paling sedikit telah berumur 3 hari. Pakan ini diberikan setiap hari pada wadah yang telah berisi cacaing tanah, kecuali pada media yang telah berubah menjadi kascing. Kascing atau bekas cacing adalah hasil akhir dari proses pengomposan dengan bantuan cacing tanah. Kascing berbentuk seperti tanah dengan tekstur halus, tidak berbau, dan berwarna kehitam-hitaman. Lama proses terjadinya kascing dari media kascing sekitar 1 bulan. Kokon, yakni selubung telur yang biasanya berisi 2 cacing tanah muda sebagai hasil perkawinan 2 individu cacing tanah dewasa atau cacing tanah bersifat hemaprodit. Penentasan kokon berlangsung selama 15-21 hari dalam suasana hangat.
92
TEKNIK PEMBUATAN BOKASI Saidah dan Sukarjo Pendahuluan Pembangunan pertanian secara alami yang ramah lingkungan saat ini banyak dilakukan untuk menghasilkan bahan makanan yang aman, serta bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Pembangunan pertanian alami ini semula hanya menerapkan sistem pertanian organik, tetapi ternyata hasilnya hanya sedikit. Dalam tahun 1980-an,
Prof Dr. Teruo Higa
memperkenalkan konsep
EM atau
Efektive
Mikroorganisms pada praktek pertanian alami tersebut. Teknologi EM ini telah dikembangkan dan digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penyakit, dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh tanaman. Pada pembuatan bokashi sebagai salah satu pupuk organik, bahan EM meningkatkan pengaruh pupuk tersebut terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Beberapa pengaruh EM yang menguntungkan dalam pupuk bokashi tersebut adalah sebagai berikut:
memperbaiki perkecambahan bunga, buah, dan kematangan hasil tanaman
memperbaiki lingkungan fisik, kimia, dan biologi tanah serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit dalam tanah
meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman
menjamin perkecambahan dan pertumbuhan tanaman yang lebih baik
meningkatkan manfaat bahan organik sebagai pupuk Berdasarkan kenyataan di lapangan, persediaan bahan organik pada lahan
pertanian sedikit demi sedikit semakin berkurang. Jika hal tersebut tidak ditambah dan segera diperbaiki oleh petani maka penurunan produksi akan terjadi pada tanamantanaman pertanian, seperti padi, palawija dan sayuran. Berbicara mengenai masalah penurunan produksi, tentunya bukan saja menjadi masalah petani atau masyarakat, tetapi juga merupakan masalah bagi pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan dan ekonomi rakyat. Hal ini seyogyanya harus menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam mengatasinya secara bijak. Untuk dapat mengatasi hal tersebut, pada tahun anggaran 2003 ini Pemda Kabupaten Pandeglang secara khusus mengalokasikan dananya melalui Proyek
93
Peningkatan Produksi Padi Palawija dan Sayuran. Pada kegiatan Proyek ini terdapat pertemuan teknis yang berisikan materi pengaruh penggunaan pupuk bokashi terhadap produksi padi palawija dan sayuran, dan materi tehnik pembuatan bokashi. Kegiatan ini tentunya bertujuan untuk menambah wawasan dan keterampilan petani dalam masalah penggunaan pupuk bokasi secara praktis di lapangan. Manfaat Bokashi Untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi pertanian, khususnya tanaman pangan, sangat perlu diterapkan teknologi yang murah dan mudah bagi petani. Tehnologi tersebut dituntut ramah lingkungan dan dapat menfaatkan seluruh potensi sumberdaya alam yang ada dilingkungan pertanian, sehingga tidak memutus rantai sistem pertanian. Penggunaan pupuk bokashi EM merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada pertanian saat ini. Pupuk bokashi adalah pupuk organik (dari bahan jerami, pupuk kandang, samapah organik, dll) hasil fermentasi dengan teknologi EM-4 yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bagi petani yang menuntut pemakaian pupuk yang praktis, bokashi merupakan pupuk organik yang dapat dibuat dalam beberapa hari dan siap dipakai dalam waktu singkat. Selain itu pembuatan pupuk bokashi biaya murah, sehingga sangat efektif dan efisien bagi petani padi, palawija, sayuran, bunga dan buah dalam peningkatan produksi tanaman. Bahan dan Cara Pembuatan Bokashi 1. Pembuatan Bokashi Pupuk Kandang a. Bahan-bahan untuk ukuran 500 kg bokashi 1.
Pupuk kandang
= 300 kg
2.
Dedak
= 50 kg
3.
Sekam padi
= 150 kg
4.
Gula yang telah dicairkan
= 200 ml
5.
EM-4
= 500 ml
6.
Air secukupnya
94
b. Cara Pembuatannya
Larutkan EM-4 dan gula ke dalam air
Pupuk kandang, sekam padi, dan dedak dicampur secara merata
Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %
Bila adonan dikepal dengan tangan, air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan susah pecah (megar)
Adonan digundukan diatas ubin yang kering dengan ketinggian minimal 15-20 cm
Kemudian ditutup dengan karung goni selama 4-7 hari
Petahankan gundukan adonan maksimal 50°C, bila suhunya lebih dari 50°C turunkan suhunya dengan cara membolak balik
Kemudian tutp kembali dengan karung goni
Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan
Pengecekan suhu sebaiknya dilakukan setiap 5 jam sekali
Setelah 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik
2. Pembuatan Bokashi Jerami Padi a. Bahan-bahan untuk ukuran 1000 kg bokashi 1.
Jerami padi yang telah dirajang/dipotong- = 500 kg potong
2.
Pupuk kandang
= 300 kg
3.
Dedak halus
= 100 kg
4.
Sekam/Arang Sekam/Arang Kelapa
= 100 kg
5.
Molase/Gula pasir/merah
= 1 liter/250 gr
6.
EM-4
= 1 liter
7.
Air secukupnya
b. Cara Pembuatannya Membuat larutan gula dan EM-4
Sediakan air dalam ember sebanyak 1 liter
Masukan gula putih/merah sebanyak 250 gr kemudian aduk sampai rata
95
Masukan EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam larutan tadi kemudian aduk hingga rata.
Membuat pupuk bokashi
Bahan-bahan tadi dicampur (jerami, pupuk kandang, arang sekam dan dedak) dan aduk sampai merata
Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan (campuran bahan organik) secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %
Bila adonan dikepal dengan tangan air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan masih tampak menggumpal
Adonan digundukan di atas tanah yang kering dengan ketinggian minimal 1520 cm
Kemudian ditutup dengan karung berpori/karung goni/terpal selama 3-4 hari
Agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik perhatikan agar suhu tidak melebihi 50°C, bila suhunya lebih dari 50°C turunkan suhunya dengan cara membolak balik
Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan
Setelah 4-7 hari, bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik.
3. Pembuatan Bokashi Cair a. Bahan-bahan untuk ukuran 200 liter bokashi cair 1.
Pupuk kotoran hewan/pupuk kandang
= 30 kg
2.
Molase/Gula pasir/merah
= 1 liter/250 gr
3.
EM-4
= 1 liter
4.
Air secukupnya
b. Cara Pembuatannya
Isi drum ukuran 200 liter dengan air setengahnya
Pada tempat yang terpisah buat larutan molase sebanyak 1 liter, dengan cara mencampurkan gula putih/merah sebanyak 250 gram dengan air sebanyak 1 liter
Masukan molase tadi sebanyak 1 liter bersama EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam drum, kemudian aduk perlahan-lahan hingga rata
96
Masukan pupuk kandang sebanyak 30 kg dan aduk perlahan-lahan hingga ersatu dengan larutan tadi
Tambahkan air sebanyak 100 liter hingga drum menjadi penuh, kemudian aduk sampai rata dan tutup rapat-rapat
Lakukan pengadukan secara perlahansetiap pagi selama 4 hari. Cara pengadukan setiap hari cukup lima putaran saja. Setelah diaduk biarkan air larutan bergerak sampai tenang lalu drum ditutup kembali
Setelah 4 hari bokashi cair EM-4 siap untuk digunakan.
c. Lain-lain
Bila tidak ada molase, setiap macam gula dapat digunakan sebagai penggantinya. Beberapa bahan pengganti tersebut adalah nira tebu gula, sari (juice) buahbuahan,dan air buangan industri alkohol
Jumlah
kandungan
air
adalah
merupakan
petunjuk.
Jumlah
air
yang
perluditambahkan tergantung pada kandungan air bahan yang digunakan. Jumlah air yang paling sesuai adalah jumlah air yang diperlukan membuat bahan-bahan basah tetapi tidak sampai berlebihan dan terbuang. 4. Penggunaan Bokasi Pada Padi, Palawija dan Sayuran Bahan bokashi sangat banyak terdapat di sekitar lahan pertanian, seperti misalnya jerami, pupuk kandang, rumput, pupuk hijau, sekam padi, sebuk gergaji, dan lain-lain. Semua bahan organik yang akan difermentasi oleh mikroorganisme fermentasi dalam kondisi semi anaerobik pada suhu 40-50°C. Hasil fermentasi bahan organik berupa senyawa organik mudah diserap oleh perakaran tanaman. a. Cara penggunaan secara umum :
3-4 genggam bokasi (150-200 gram) untuk setiap mtr persegi tanah disebar marata diatas permukaan tanah. Pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih.
Untuk mencampurkan bokashi ke dalam tanah, tanah perlu dicangkul/bajak. Penggunaan penutup tanah (mulsa) dari jerami atau rumput-rumputan kering sangat dianjurkan pada tanah tegalan. Pada tanah sawah pemberian bokashi dilakukan sebelum pembajakan tanah.
Biarkan bokashi selama seminggu, setelah itu baru bibit ditanam.
97
Untuk tanaman buah-buahan, bokasi diebar merata dipermukaan tanah/perakaran tanaman dan siramkan 3-4 cc EM-4 perliter air setiap minggu sekali.
b. Cara penggunaan secara khusus :
Bokashi jerami dan bokashi pupuk kandang baik dipakai untuk melanjutkan fermentasi penutup tanah (mulsa) dan bahan organik lainnya di lahan pertanian juga banyak digunakan pada tanah swahkarena ketersediaan bahan yang cukup.
Bokashi jerami dan bokashi pupuk kandang baik dipakai untuk pembibitan/ menanam bibit yang masih kecil.
Bokashi expres baik digunakan sebagai penutup tanah (mulsa) pada tanaman sayur dan buah-buahan.
98
PENGOLAHAN PISANG Caya Khairani dan Yogi P.R.
Pendahuluan Pisang termasuk jenis buah yang memberikan kontribusi gizi tinggi dibandingkan apel. Pisang juga dapat menyediakan cadangan energi dengan cepat bila dibutuhkan. Termasuk ketika otak mengalami keletihan. Beragam jenis makanan ringan dari pisang yang relatif populer antara lain Kripik Pisang asal Lampung, Sale pisang(Bandung), Pisang Molen (Bogor), dan epe (Makassar). Berdasarkan cara konsumsi, pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang lebih sering dikonsumsi dalam bentuk segar atau buahnya setelah matang, contohnya pisang ambon, susu, raja, seribu, dan sunripe. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah diolah seperti digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak, seperti pisang kepok, siam, kapas, tanduk, dan uli. Buah pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium dan mengandung vitamin, yaitu C, B kompleks, B6, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Melalui teknologi sederhana buah pisang dapat diolah menjadi makanan jadi atau setengah jadi yang dapat meningkatkan nilai tambahn dan daya simpan pisang. Tabel Perbandingan Komposisi Zat Gizi Pisang dan Beras Komposisi Kimia Air (%) Karbohidrat (%) Serat Kasar (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Kalsium (ppm) Sodium (ppm) B‐karotin (ppm) Thiamine (ppm) Riboflavin (ppm) Asam akorbat (ppm) Kalori (kal/100 gr)
Tepung Pisang 3 88,60 2 4.4 0.8 3.2 32 4 760 0.18 0.24 7 340
Pisang Segar 70 27 0.5 1.2 0.3 0.9 80 ‐ 2.4 0.5 0.5 120 104
Sumber: Direktorat Gizi Deprtemen Kesehatan RI, 1979
99
1. Pembuatan Tepung Pisang Tepung pisang dibuat dari buah pisang yang masih mentah. Semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung pisang. Cara membuatnya mudah dan sederhana. Tepung yang baik terbuat dari buah pisang yang cukup tua tetapi belum masak. Tepung pisang dari jenis pisang kepok warna tepungnya lebih putih. a. Alat dan Bahan •
Pisang kepok
•
Natrium metabisulfit (dapat dibeli di toko bahan kimia)
•
Pisau
•
Perajang
•
Alat pengering
•
Alat penghancur/penggiling
•
Ayakan/saringan
b. Fungsi Masing-masing Peralatan •
Penggiling ukuran kecil untuk kapasitas satu kwintal atau lebih sesuai yang diinginkan. Penggilingan digunakan untuk menghancurkan potongan pisang menjadi tepung.
•
Pisau digunakan untuk memotong pisang menjadi ukuran kecil-kecil sebelum direndam ke dalam larutan natrium metabisulfit
•
Saringan/ayakan sebagai alat untuk menyaring/mengayak hasil tepung, guna mendapatkan tepung yang baik dan halus serta berkualitas.
•
Plastik kemasan untuk membungkus tepung pisang telah jadi.
•
Plastik sealer, alat menutup kantong plastik.
c. Cara Pembuatan •
Pisang yang telah tua dipisahkan dari sisirnya dan dikukus + 5 menit untuk menghentikan getahnya kemudian dikupas kulitnya, dipisahkan daging buahnya.
•
Kemudian dipotong kecil-kecil berukuran kurang lebih 1cm x 0,5 cm dengan pisau atau alat pengiris.
•
Pisang yang sudah dipotong direndam dalam larutan natrium metabisulfit, setelah itu ditiriskan.
•
Kemudian potongan pisang harus dikeringkan. 100
•
Jika pengeringan dengan sinar matahari perlu waktu kurang lebih dua hari. Jika menggunakan alat pengering gabah (dengan suhu 60 derajat celsius) proses pengeringan lebih cepat. Untuk mengeringkan dua kwintal pisang segar hanya perlu waktu 1 jam 20 menit.
•
Setelah kering atau kadar air kurang lebih 14 %, potongan pisang dapat digiling/dihancurkan dengan menggunakan hammer mill atau ditumbuk.
•
Hasil penggilingan kemudian diayak.
•
Tepung pisang yang lolos dari ayakan dikemas dalam kantong plastik.
•
Tepung pisang dapat digunakan untuk pembuatan kue baik kue basah maupun kue kering.
2. Pembuatan Sale Pisang Pisang sale adalah pisang matang konsumsi yang telah dikeringkan. Pengerngan menyebakan kadar air turun dan secara relatif kadar gula naik. Warna pisang sale berkisar antara coklat muda sampai coklat kehitaman. Biasanya pisang dijemur untuk menjadikannya pisang sale. Produk akan lebih baik mutunya jika pisang dikeringkan dengan alat pengering. a. Alat dan Bahan •
Pisang yang telah matang konsumsi, dan manis rasanya.
•
Gula pasir halus yang putih dan bersih. Gula hanya digunakan untuk mengolah pisang yang tidak manis rasanya.
•
Pisau dan talenan. Alat ini digunakan untuk mengupas dan membelah buah pisang, serta mengerok permukaan daging buah.
•
Tampah. Alat ini digunakan sebagai wadah dalam penjemuran pisang.
•
Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan pisang jika menginginkan pengeringan yang lebih cepat, atau pada saat langit berawan dan hujan.
b. Cara Pembuatan •
Pengupasan Pisang dikupas, kemudian permukaan daging buah dikerok. Jika pisang berukuran besar, pisang dapat dibelah dua memanjang.
•
Pengasapan dengan belerang.
101
Agar warna pisang sale lebih cerah dan muda, pisang perlu diasapi dengan gas SO2. Pengasapan mengguakan lemari pengasap. Pisang di susun di atas rakrak yang dibuat dari anyaman lidi atau bambu. Di dasar lemari dibakar belerang. Setelah itu, lemari ditutup rapat kecuali saluran udara pembakaran. Setiap kg pisang memerlukan 2-4 gram belerang. Setelah pembakaran belerang habis terbakar. Pisang tetap dibiarkan di dalam lemari pemkaran, selama 10 menit. •
Penggulaan. Pisang yang rasanya kurang manis, setelah pengasapan, ditaburi gula pasir sehingga seluruh permukaannya tertutup lapisan tipis gula.
•
Penjemuran. Pisang tersebut diletakkan di atas tampah, kemudian dijemur. Pada hari kedua, pisang yang masih basah, dapat diktekan dengan papan agar sedikit pipih. Jika penekanan terlalu kuat, pisang akan retak atau pecah. Penekanan ini diulangi setiap hari sampai bahan agak kering. Bahan yang agak kering menjadi agak a lot, lentur, dan tidak mudah patah. Produk yang diperoleh dari proses ini disebut sebagai pisang sale segar.
•
Pengeringan dengan alat pengering. Jika menginginkan pengeringan yang lebih cepat, langit berawan atau hari hujan pisang dapat dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Pengeringan akan berlangsung anatara 18 sampai 24 jam tergantung pada suhu pengeringan. Dianjurkan suhu pengeringan tidak kurang dari 50°C dan tidak lebih dari 70°C. Jika suhu terlalu rendah, waktu pengeringan akan terlalu lama. Jika terlalu panas, tekstur pisang sale akan kurang baik. Selama pengeringan, sekali 3 jam, pisang dapat juga ditekan agar semakin pipih. Pengeringan dilakukan sampai kadar air di bawah 18%. Produk yang diperoleh dari proses ini disebut sebagai pisang sale segar.
•
Penggorengan. Pisang sale segar dapat digoreng. Terlebih dahulu pisang sale dicelupkan ke dalam adonan tepung beras. Adonan ini terdiri dari campuran tepung beras (1 bagian), air (4 bagian), garam (secukupnya) dan tepung kayu manis (secukupnya). Setelah itu, pisang sale digoreng dengan minyak panas (170°C) sampai garing. Produk yang diperoleh disebut pisang sale goreng.
102
•
Pengemasan. Pisang sale segar atau pisang sale goreng dikemas didalam kantong plastik.
3. Manisan Pisang Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30%, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan dapat disimpan lama karena kebanyakan mikroba tidak dapat tambuh pada bahan. Manisan pisang belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum tersedia di pasaran. Walaupun demikian, manisan pisang alternatif sederhana yang dapat dihasilkan dengan biaya tidak mahal dan penampilan produk cukup menarik. c. Alat dan Bahan •
Buah pisang yang telah matang konsumsi, tetapi masih agak keras, terasa manis sebanyak 10 kg.
•
Larutan gula pasir. Diperlukan untuk merendam irisan pisang agar gula meresap ke dalam jaringan buah sehingga buah terasa manis. Gula pasir yang digunakna adalah yang berwarna putih dan bersih . Gula dilarutkan sampai konsentrasi 40%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan 40%, dilakukan dengan melarutkan 400 g gula dengan air sampai volumenya 1 liter. Jumlah larutan yang dibutuhkan 5 liter.
•
Pengawet. Pengawet yang digunakan adlah sodium benzoat. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Jumlah 10 gram.
•
Asam sitrat. Bahan ini digunakan untuk mengasamkan atau untuk menurunkan pH menjadi 3,8 ~ 4,4. Kondisi asam atau pH rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak. Jumlah 10 gram.
•
Larutan penguat jaringan buah. Kapur sirih dilarutkan di dalam air dengan konsentrasi 0,2 ~ 0,3%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan kapur tersebut dilakukan dengan melarutkan 2 sampai 3 gram kapur sirih ke dalam 1 liter air. Jumlah larutan yang dibutuhkan 10 liter.
•
Larutan penghambat reaksi pencoklatan. Larutan ini diperlukan buah tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya. Larutan mengandung ion sulfit yang berasal dari sodium bisulfit, sodium metasulfit, atau dari pelarutan gas belerang dioksida di dalam air. Natrium bisulfit dilarutkan di
103
dalam air dengan konsentrasi 0,18 ~ 0,2 . untuk memperoleh 1 liter larutan tersebut, dilakukan dengan melarutkan 1,8 ~ 2,2 gram natrium di dalam 1 liter air. Jumlah larutan yang dibutuhkan 10 liter. •
Pisau dan landasannya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris daging buah pisang. Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan digunakan pisau yang biasa digunakan dirumah tangga. Sedangkan untuk mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotong dan pencincang daging. Disarankan menggunakan pisau yang tidak mudah berkarat (Stainless Stel).
•
Wadah berpengaduk sebagai perendam pisang dengan larutan gula. Alat ini berupa panci yang berpengaduk yang diputar oleh mesin. Alat ini digunakan untuk merendam buah di dalam larutan gula. Pengadukan yang diberikan akan meningkatkan efektivitas penggulaan, dimana gula lebih cepat meresap ke dalam jaringan daging buah. Jika alat ini tidak ada, baskom atau ember plastik yang biasa terdapat di rumahtangga dapat digunakan untuk perendam irisan buah.
•
Baskom digunakan untuk perendaman irisan pisang.
•
Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan pisang sampai kadar air dibawah 9%.
•
Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan sukrosa secara cepat.
•
Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan pisang. Kemasan yang ekonomis dapat digunakan adalah kantong plastik polietilen.
•
Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan menggunakan panas.
d. Cara Pembuatan •
Perendaman di dalam larutan sulfit. Pisang dikupas, dan dipotong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Sementara itu larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64 ~ 68°C. Kemudian irisan pisang direndamkan ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10 menit sambil diaduk-aduk secara pelan-pelan.
•
Perendaman di dalam larutan gula:
104
a. Potongan pisang direndam di dalam larutan gula 40% selama 24 jam. b. Setelah itu irisan ditiriskan. Sedangkan larutan gula dipanaskan sampai suhu 90°C selama 10 menit. c. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar gula kurang dari 40%, ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar gula kembali menjadi 40%. d. Setelah itu, potongan pisang direndamkan lagi ke dalam larutan gula dan dibiarkan lagi selama 24 jam. Selanjutnya prosedur no.2 dan 3 diatas diulangi lagi sampai 2 kali. Dengan demikian perendaman dilakukan selama 3 hari. •
Pengeringan. Setelah itu, potongan buah ditiriskan, kemudian dijemur (jika tersedia cukup sinar matahari), atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 20% (ditandai dengan susutnyaukuran irisan buah menjadi separo ukuran semula dan lentur)
•
Pengemasan. Manisan pisang ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen, kemudian di seal dengan rapat.
4. Keripik Pisang Jenis Pisang yang digunakan untuk pembuatan keripik adalah pisang yang perlu diolah dahulu sebelum dikonsumsi misalnya pisang nangka, kepok, kapas, raja dan siam. Sebaiknya buah yang digunakan buah yang sudah cukup tua tetapi belum matang (masih mentah) agar produk yang diperoleh keras, garing dan renyah. Adapun pisang yang sudah matang akan menyusahkan dalam mengiris pisang karena terlalu lembek, susah dibentuk dan penampakan atau tekstur kurang bagus. Penggunaan bahan perasa, tujuan penambahan bahan perasa digunakan untuk memberikan rasa sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya jual. Bahan perasa yang digunakan adalah garam halus, gula pasir, gula semut, aneka flavour seperti seasoning ayam dan keju. Kemasan yang digunakan untuk produk keripik dan kerupuk adalah kemasan plastik. Penggunaan kemasan plastik sangat menarik mengingat plastik memiliki sifat menguntungkan yaitu luwes, mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak berkarat dan mudah penangannya.
105
Jenis plastik yang dapat digunakan adalah plastik poly propylene (PP). plastik ini mempunyai sifat ringan, susah ditembus oleh uap air dan gas dan tembus pandang. Teknik kemasan yang dapat digunakan untuk mengemas plastik dapat dilakukan dengan sealing. a. Alat-alat yang umum digunakan untuk membuat keripik adalah: •
pisau stainless steel atau alat pengiris, talenan,
•
baskom besar, kompor,
•
wajan (penggorengan besar) dan sodet, wadah peniris,
•
timbangan,
•
sentrifuse,
•
kemasan dan sealer.
b. Bahan-bahan yang digunakan adalah : •
Pisang mentah
5 kg
•
Minyak goreng
1,5 kg
•
Natrium bisulfit
3g
•
Garam
30 g
•
Air
3l
c. Cara pembuatan keripik pisang sebagai berikut : •
Kupas pisang dari kulitnya, kemudian cuci untuk menghilangkan kotoran yang menempel di pisang.
•
Siapkan larutan natrium bisulfit dengan menambahkan 30 gr natrium bisulfit ke dalam 3 liter air. Rendam pisang selama 5 – 10 menit, kemudian ditiriskan.
•
Iris
pisang
dengan
menggunakan
pisau
(manual)
maupun
dengan
menggunakan alat pengiris. •
Kemudian tiriskan kembali dan goreng pisang dalam minyak goreng pada suhu sekitar 180oC dan semua bagian terendam.
•
Angkat pisang setelah berwarna kecoklatan dan cukup kering, kemudian ditiriskan dengan mesin sentrifuse.
•
Keripik pisang siap dibumbui. Untuk setiap 5 kg pisang diperoleh sebanyak 2 kg keripik pisang.
d. metode pemberian perasa seperti cara keripik pisang dibawah ini. Pemberian aneka rasa :
106
i. Keripik pisang asin; memerlukan tambahan berupa garam halus sebagai pemberi rasa asin. Cara pembuatan :
Tambahkan 20 gr garam dan masako pada keripik (2kg), kemudian diaduk hingga merata.
Kemas pisang dalam plastik.
ii. Keripik pisang manis dengan palm suiker. Cara pembuatan :
Aduk hingga rata bahan–bahan yang terdiri dari gula palm suiker (40 gr) dan garam (10 gr)
Taburkan adukan gula dan garam pada keripik (2 kg) yang masih panas hingga merata.
Kemas keripik dalam kemasan.
iii. Keripik pisang manis; memerlukan gula sebagai pemanis. Jenis gula yang dapat digunakan adalah gula pasir, gula halus, gula merah dan palm suiker. Bahan :
Keripik pisang
2 kg atau
Keripik ubi jalar
2 kg
Gula pasir
400 kg
Garam
10 g
Air
300 ml
Cara pembuatan :
Campur gula pasir dengan air bersih, kemudian panaskan hingga cair dan kental
Masukkan keripik pisang ke dalam larutan gula, sambil di aduk agar tercampur merata.
Angkat dan dinginkan. Pendinginan dilakukan dengan menghamparkan keripik pisang di atas wadah penirisan. Usahakan tidak ada keripik yang saling mengikat.
iv. Keripik pisang rasa coklat Bahan :
Keripik pisang
2 kg atau
Keripik ubi jalar
2 kg
107
Bubuk coklat
200 g
Garam
10 g
Gula pasir
540 g
Air
400 ml
Cara pembuatan :
Masukkan gula pasir, garam, dan bubuk cokelat ke dalam wajan berisi air. Panaskan dengan api kecil sambil diaduk – aduk sampai cair dan kental.
Masukkan keripik ke dalam adonan tersebut hingga merata.
Angkat dan dinginkan. Pendinginan dilakukan dengan menghamparkan keripik diatas wadah penirisan. Usahakan tidak ada keripik yang saling melekat.
Kemas keripik ke dalam kemasan.
Pembuatan keripik coklat dapat juga dengan sebelumnya membuat bubuk coklat lalu ditaburkan diatas keripik dan kemudiaan keripik tersebut di panggang dengan oven.
5. Sari dan Sirup Buah Pisang Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak. Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu : 1) Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir. 2) Sari buah pekat/Sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lainlain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air). a. Bahan Yang digunakan •
Buah Pisang segar ± 5 kg
•
Gula pasir (khusus untuk sirup 1 ¼ kg) 125 gram
•
Asam sitrat 3 gram/liter sari buah
•
Natrium benzoat 1 gram
•
Garam dapur 20 gram
•
Air secukupnya
b. Alat Yang dugunakan
108
•
Pisau
•
Panci email
•
Parutan kelapa
•
Pengaduk
•
Tungku atau kompor
•
Botol dan tutup yang sudah sterilkan
•
Kain saring atau kain blacu
•
Corong
•
Baskom
c. Cara Pembuatan 1.
Pilih buah yang telah tua, segar dan masak lalu cuci;
2.
Potong buah menjadi 4 bagian;
3.
Parut buah hingga menjadi bubur;
4.
Tambah air, gula pasir, natrium benzoat, asam sitrat dan garam dapur; Perbandingan sari buah dengan air adalah 1 liter sari buah campur dengan 3 liter air
5.
Aduk sampai rata. Selanjutnya pengerjaan untuk pembuatan sari buah (6-9) :
6.
Saring campuran dengan menggunakan kain saring;
7.
Masukkan hasil saringan ke dalam botol dan tutup rapat. Endapan hasil
8.
penyaringan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan dodol, selai, dan lainlain;
9.
Masukkan botol yang telah ditutup rapat dalam air mendidih selama 30 menit;
10. Angkat botol dan segera dinginkan. Selanjutnya pengerjaan untuk pembuatan sirup (10-11) : 11. Panaskan campuran pada pengerjaan nomor 5 hingga mendidih dan biarkan sampai agak mengental; 12. Dalam keadaan panas, saring hasilnya. Setelah dingin segera masukkan dalam botol. Endapannya bisa langsung digunakan sebagai selai. Sumber Bacaan: http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang
109
Buletin Teknopro Hortikultura Edisi 72, Juli 2004, yang diterbitkan oleh Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Inayah, C., 1999. Kripik, Kerupuk dan Stik Jamur Merang. Trubus, Surabaya. Hambali, E., Ani Suryani dan Wahyu Purnama, 2005. Membuat Kripik Pisang Aneka Rasa. Penebar Swadaya, Jakarta.
110
PEMBUATAN MINYAK BERMUTU Caya Khairani dan Yogi P. Raharjo
Pendahuluan Pengolahan kelapa di Indonesia pada tingkat petani atau skala pedesaan sebagian besar tertuju pada penanganan daging buah dengan produk yang dihasilkan terbatas pada minya klentik atau kelapa butiran. Komponen hasil lain yang bernilai ekonomi seperti sabut, tempurung dan air kelapa kurang mendapat perhatian. Pemanfaatan kelapa yang demikian kurang memberi nilai tambah bagi pendapatan petani. Pengolahan pada skala industri dewasa ini telah mengolah seluruh komponen buah kelapa untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai tinggi seperti minyak kelapa murni, kelapa parut kering, tepung tempurung, arang aktif dan serat sabut. Namun pengembangan skala industri ini tidak berpengaruh terhadap perbaikan pendapatan petani melainkan posisi petani hanya sebagai pemasok bahan baku industri pengolahan ( Allorerung dan Lay, 1998). Industri kelapa terapdu adalah industri yang menerapkan metode pengolahan kelapa dengan mendayagunakan seluruh komponen hasil berupa sabut, daging, tempurung dan air kelapa dalam suatu industri (Grimwood, 1975). Sistem pengolahan kelapa terpadu akan memberikan kemudahaan di dalam menyediakan bahan baku secara kontinu dan biaya angkutan menjadi relatif murah. Sesuai ketersediaan teknologi saat ini, dengan mempertimbangkan 1) tidak memerlukan persyaratan ketat baik teknologi maupun mutu produk dan 2) penanganannya relatif praktis. Produk yang memungkinkan dikembangkan pada pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan untuk tahap awal adalah minyak kelapa, VCO, sari kelapa, arang tempurung kelapa, kopra putih, briket arang, serat sabut (bila dekat industri sabut), dodol, manisan kelapa dan kripik kelapa Pada dasarnya sistim kelapa terpadu tidaklah merubah struktur usaha inti yang dikerjakan oleh petani melainkan melakukan permanfaatan bagian dari buah kelapa yang tidak dimanfaatkan. Sebagai contoh pengrajin minyak kelapa biasanya tidak memanfaatkan air kelapa dan hanya menggunakan sebagian sabut kelapa untuk bahan bakar. Produk yang dapat dikembangkan adalah sari kelapa, VCO, arang tempurung, kelapa dan briket arang.
109
I. Minyak Goreng Berkualitas Teknologi pengolahan minyak goreng telah dikenal akrab oleh petani. Pada industri menengah dan besar minyak goreng diperoleh dari pengepresan kopra sehingga diperoleh minyak dan bungkil kelapa. Pada skala pedesaan dengan memodifikasi teknologi minyak kelapa klentik yang biasa digunakan oleh petani dengan menggunakan mixer (pengaduk) atau penambahan cuka. Bahan Yang digunakan untuk mengolah kelapa menjadi minyak kelapa berkualitas adalah : alat pemarut kelapa, panci email, kompor, wajan besi, wadah plastik transparan, baskom besar, saringan kawat, saringan plastik, pengaduk centong, selang plastik, corong, jerigen, zeolit, kertas saring, kemasan dan kelapa tua. Tahapan Pembuatan Minyak Kelapa Berkualitas (Metode Cuka) 1. Pengolahan daging kelapa menjadi Santan Buah kelapa dikupas sabutnya menggunakan alat mirip linggis. Daging buahnya diperoleh dengan membelah buah kelapa menjadi dua bagian, atau dengan cara mengupas tempurungnya sehingga air kelapa dapat ditampung dan digunakan untuk keperluan lain. Pengecilan ukuran daging buah dilakukan dengan mesin pemarut. Pemarutan dialkukan untuk merusak daging buah kelapa sehingga minyaknya dapat mudah dikeluarkan.Proses pemerasan kelapa parut dilakukan untuk mendapatkan santan. Untuk mempermudah pemerasan, kelapa parut yang akan diperas ditambah dengan air. Pemerasan dapat dilakukan samapai beberapa kali hingga kandungan santannya habis dan setiap kali akan memulai memeras kelapa parut selalu ditambah lagi dengan air. Rekomendasi air yang diperlukan untuk memperoleh santan dengan kelapa sebanyak 50 butir adalah 10 ember sedang (ukuran 10 liter) yang dibagi 2x kali pemerasan.
2. Pemisahan Santan Kental dengan Air Santan yang diperoleh kemudian dimasukan ke alam wadah plastik transparan sehingga diperoleh 5-8 wadah terisi santan. Apabila wadah transparan tidak dimiliki dalam jumlah yang cukup dapat menggunakan ember plastik besar (gentong) ukuran 70 liter dengan warna yang cerah atau tidak hitam.
110
Santan
kemudian didiamkan selama 3 jam di atas sinar matahari. Santan akan
terpisah menjadi dua bagian yaitu santan kental (krim) dan air. Air yang ada dalam dasar wadah dibuang menggunakan selang atau santan diambil dengan menggunakan sendok secara perlahan ke dalam wadah. 3. Penambahan Cuka ke dalam Santan Kental Santan kental yang diperoleh di satukan ke dalam wadah palstik transparan. Untuk setiap 50 butir diperoleh satu wadah plastik transparan yang penuhi oleh santan kental. Penambahan cuka dilakukan dengan dosis 50 ml cuka (sesuai dengan ukuran yang diberikan) ke dalam santan. Pemasukan cuka dilakukan dengan menggunakan sendok yang kemudian untuk setiap pemasukan cuka di aduk dengan menggunakan pengaduk kayu. Santan yang telah tercampur oleh cuka kemudian didimakan selama semalam (8 jam) hingga diperoleh pemisahan minyak, blondo dan air. 4. Pemanenan Blondo yang ada diatas minyak dan minyak jernih yang ada dibawahnya diambil. Ambillah secara perlahan dan blondo yang berada dibagian bawahnya hingga setengah bagian jangan terlalu banyak blondo yang dibagian bawah yang terikut dalam minyak. Sebaiknya perbandingan blondo dan minyak sebesar 1:1. Minyak yang telah diperoleh kemudian di masak diatas wajan yang bersih dan diaduk secara merata sehingga blondo tidak gosong. Setelah 25 menit dan blondo yang ada berubah menjadi berwarna agak kecoklatan dan berbau wangi maka proses pemasakan dapat dihentikan. Kemasan yang digunakan adalah kemasan botol atau plastik isi ulang. Masukan minayk kelapa berkualitas ke dalam kemasan lalu tutup atau press dengan alat press plastik.
II. Minyak Kelapa Murni Proses pembuatan VCO tidak berbeda jauh dengan cara pembuatan minyak goreng yang dibuat oleh petani. Bila menggunakan metode pengasaman cara pembuatannya mulai berbeda pada saat pendiam kedua setelah penambahan cuka. Santan yang telah tercampur oleh cuka kemudian dijemur diatas sianar matahari selama 3-4 jam hingga
111
diperoleh pemisahan minyak, blondo dan air. Pada minyak ekalap murni kandungan MCT dan vitamin masihlengkap. Medium Chain Triglyseride (MCT) atau rantai asam dibawah C-12 yang terdapat pada minyak kelapa mirip dengan lemak yang terdapat pada air susu ibu (ASI) dan mempunyai efek nutrisi yang sama. Minyak kelapa juga mempunyai komponen anti bakteri dan anti mikrobanya. Oleh karena itu minyak kelapa dapat menurunkan resiko penyumbatan pembuluh darah (serangan jantung)
yang disebabkan oleh luka pada
lapisan dalam dinding pembuluh nadi. Luka tersebut terjadi akibat beberapa hal seperti keracunan, radikal bebas dan serangan virus atau bakteri. Aktivitas anti virus dan mikroba yang berasal monogliserida yang telah diubah dalam tubuh menjadi MCT mampu menurunkan ancaman serangan jantung dan sumber penyebab penyakit. Diantaranya virus influenza, campak, hepatitis C, bakteri penyebab bisul perut, infeksi tenggorokan, penyakit paru dan sipilis. Bahan yang digunakan: 1. Kelapa besar yang cukup tua (umur 10 -12 bulan), mempunyai ciri sabut berwarna coklat, belum tumbuh bakal tunas dan masih terdapat air di dalamnya serta dipetik < 3 hari (segar) sebanyak 50 butir. 2. Kertas saring 1 lembar 3. Cuka merek dixi atau cuka lainnya dengan konsentrasi 25%. 4. Kemasan Botol PET 120 ml dan Labelnya
Alat yang digunakan: a. Alat pemarut kelapa
: 1 unit
b. Panci stainless
: 1 unit
c. Wadah plastik transparan : 5 buah d. Baskom besar
: 2 buah
e. Saringan
: 1 buah
f. Pengaduk Kayu
: 1 buah
g. Selang Plastik
: 2 meter
h. Corong Besar
: 2 buah
112
Tahapan Pembuatan Minyak Kelapa Murni (Metode Cuka) 1. Pembuatan Santan Kupas kelapa, belah dan air kelapa dapat ditampung untuk digunakan membuat nata de coco. Daging kelapa dicungkil dari tempurung kemudian diparut oleh mesin pemarut. Santan diperoleh dengan memeras parutan kelapa yang telah ditambhakan air sebelumnya. Air yang digunakan untuk memperoleh santan dengan kelapa sebanyak 50 butir adalah 8 ember ukuran 10 liter yang dibagi dalam 2x kali pemerasan. 2. Pemisahan Santan Kental dengan Air Santan yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam wadah plastik transparan sehingga diperoleh 5-8 wadah terisi santan. Pengganti ember plastik transparan juga dapat digunakan baskom/ ember plastik besar dengan warna yang cerah. Santan kemudian didiamkan selama 3 jam di atas sinar matahari. Santan akan terpisah menjadi dua bagian yaitu santan kental dan air. Pisahkan santan kental dengan menggunakan sendok secara perlahan ke dalam wadah lainnya. 3. Penambahan Cuka ke Dalam Santan Kental Santan kental yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam wadah plastik transparan. Untuk setiap 50 butir kelapa diperoleh satu wadah plastik transparan kemudian ditambahkan cuka (konsentrasi 25%) sebanyak 25 ml ke dalam santan kental, aduk merata. Santan kental yang telah tercampur oleh cuka kemudian dijemur diatas sinar matahari selama 3-4 jam hingga diperoleh minyak, blondo dan air. 4. Pemanenan dan Pengemasan Blondo yang ada diatas minyak disingkirkan agar minyak jernih yang ada dibawahnya dapat diambil. Ambillah secara perlahan usahakan jangan terlalu banyak blondo yang terikut dalam minyak. Minyak yang telah diperoleh kemudian di saring menggunakan saringan kain yang dikuti dengan penyaringan kedua menggunakan kertas saring kertas. Hasil saringan kedua ini telah dapat dikonsumsi dan siap untuk dikemas. Kemasan yang digunakan adalah kemasan botol PET. Sewaktu memasukan minyak usahakan mulut tertutup kain dan tidak berbicara.
113
Waktu pembuatan VCO Pembuatan santan Pendiaman pertama
: 9.00 -11.00 : 11.00 - 13.00
Pendiaman kedua
: 13.00 - 17.00
Pemanenan
: 17.00 - selesai
Modal yang perlu dipersiapkan untuk membuat 6 liter VCO (100 butir kelapa) sebesar Rp.525.800,- dengan menggunakan harga kelapa sebesar Rp.700,- dan investasi alat sebesar 325.000,-. Penyusutan alat sebesar Rp. 5400,- /bulan hingga 5 tahun. Pendapatan yang dihasilkan bila dijual dengan harga Rp. 15.000/125 ml sebesar Rp. 504.000,- (70% minyak terjual).
114
PENGOLAHAN UBI KAYU DAN UBI JALAR Caya Khairani dan Yogi P. Rahardjo
Pendahuluan Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja. Misalnya dengan mengolah umbi-umbian menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, terutama non-beras. Ubi kayu atau singkong dan ubi jalar merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi). Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu, Ubi Jalar, Talas dan Pisang Komposisi
Ubikayu
Talas
Ubi Jalar
Pisang
Energi (kalori)
158
104
123
88
Air (g)
60
73
68,50
75
Protein (g)
0,8
1,9
1,80
1,2
Lemak (g)
0,3
0,2
0,70
0,2
Karbohidrat (g)
37,9
23,7
27,90
23,0
Serat (g)
-
-
-
-
Abu (g)
-
-
-
-
Kalsium (g)
9
38
30,00
8,0
Fosfor (g)
148
61
49,00
28,0
Besi (g)
0,7
1,0
0,70
0,6
Vitamin B1 (mg)
230
6
0,90
0,04
Vitamin B2 (mg)
0,06
0,13
-
-
Vitamin C (mg)
0
4
22,0
78,0
Vitamin A (SB)
-
-
7.700 (SI)
439
Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, keripik singkong dan lain-lain.
115
1. Pembuatan Tepung Singkong Tepung singkong dibuat dari potongan ubi kayu yang telah kering, kemudian dihaluskan. Ubi kayu yang digunakan harus baik dan sudah tua, sehingga tepung yang dihasilkanpun baik. Ubi kayu yang berumur 6 bulan kadar airnya masih sangat tinggi sehingga zat tepungnya hanya sedikit. Tepung singkong dipakai sebagai bahan membuat makanan. Bahan •
Ubi kayu (singkong)
Alat •
Pisau
•
Baskom atau panci
•
Alat perajang (talenan)
•
Tampah atau (nyiru)
•
Ayakan
•
Alat penumbuk (lumpang dan alu)
Cara Pembuatan •
Kupas singkong, cuci lalu jemur hingga kering;
•
Masukkan singkong kering ke dalam lumpang, kemudian tumbuk;
•
Setelah itu ayak dengan ayakan halus;
•
Tumbuk lagi sisa pengayakan dan ayak kembali hingga halus;
•
Jemur hasil ayakan atau tepung di bawah sinar matahari. Apabila hujan, pengeringan dilakukan di dalam ruangan dengan pemanas buatan, seperti kompor.
2. Pembuatan Tepung Tapioka Tapioka adalah tepung pati ubi kayu. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia dan pengolahan kayu. Ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumahtangga. Untuk industri kecil, pengolahan sudah memerlukan alat-alat mekanis untuk mempertinggi efisiensi hasil dan biaya. Alatalat tersebut dapat dibuat di bengkel konstruksi biasa dengan menggunakan bahan-bahan lokal. Untuk industri menengah dan besar, pengolahan memerlukan alat-alat moderen yang bekerja secara efisien dengan kapasitas besar.
116
Bahan •
Ubi kayu (singkong)
Alat •
Pengupas Kulit
•
Pencuci Umbi
•
Pemarut Umbi
•
Pemeras bubur umbi
•
Tempat Pengendapan
•
Alat pengering
Cara Pembuatan •
Pengupasan. Umbi dikupas, kemudian dicuci sampai bersih.
•
Pemarutan. Umbi diparut halus menjadi bubur umbi. Jika umbi yang ditangani cukup banyak, umbi digiling dengan mesin penggiling. Setelah itu, bubur ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 2 bagian air), diaduk-aduk agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel umbi. Jika bubur cukup banyak, pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk mekanis.
•
Penyaringan suspensi pati. Bubur umbi disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan.
•
Pengeringan. Suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah pengendap selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan diatas endapan dibuang, dan pasta dijemur di atas tampah atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 14%. Produk yang telah kering akan gemersik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan tepung kasar.
•
Penggilingan. Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling sampai halus (sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tapioka (tepung ubi kayu).
•
Pengemasan. Tapioka dapat dikemas di dalam karung plastik atau kotak kaleng dalam keadaan tertutup rapat.
117
3. Pembuatan Tapai Ubi kayu Tapai adalah hasil fermentasi umbi-umbian atau ketan. Pada umumnya tapai dibuat dari ubi kayu dan ketan hitam. Pada saat fermentasi, kapan merombak pati menjadi gula sehingga memberi rasa manis. Selanjutnya khamir merombak sebagian gula menjadi alkohol, dan bakteri merombak sebagian alcohol menjadi asam. Tapai mempunyaii rasa manis, sedikit asam dan beraroma alkohol. Tapai ubi kayu dibuat dengan cara sederhana. Umbi terkupas dikukus atau direbus, kemudian ditaburi ragi, selanjutnya diperam selama 2 hari sampai menjadi tapai. Bahan •
Ubi kayu.
•
Ragi tapai.
Peralatan •
Pisau
•
Kukusan atau panci.
•
Bakul bambu.
•
Daun Pisang.
Cara Pembuatan •
Umbi dikupas, kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
•
Potongan umbi kayu dikukus selama 30 menit atau direbus di dalam air mendidih selama 15 menit. Setelah dikukus, umbi tidak perlu ditiriskan. Sebaliknya setelah direbus, umbi mesti ditiriskan.
•
Sementara itu, ragi dihaluskan sedangkan bakul bambu dicuci bersih kemudian dijemur sampai kering. Daun pisang dilap dengan kain bersih dan dilewatkan di atas api agar agak layu. Setelah itu bagian dalam bakul dilapisi dengan daun pisang tersebut.
•
Umbi masak yang suam-suam kuku disusun selapis di dalam bakul, kemudian ditaburi ragi tipis-tipis. Setelah itu dibuat lagi selapis umbi di atas lapisan sebelumnya, dankembali ditaburi ragi. Demikian dilakukan sampai bakul hampir penuh.
•
Umbi dalam bakul ditutup dengan daun pisang tiga lapis.
118
•
Bakul diletakkan ditempat bersih yang tidak panas dan bebas semut selama 2 sampai 3 hari sampai umbi menjadi tapai.
•
Tapai dapat dikemas di dalam kantong plastik, kemudian disimpan pada suhu dingin (0 - 5°C). Pada suhu kamar (15 - 30°C) tapai cepat menjadi masam.
4. Tepung Ubi Jalar •
Semua jenis umbi dapat diolah menjadi tepung, termasuk ubi jalar. Tata cara pembuatan tepung ubi jalar melalui tahapan sebagai berikut.
•
Siapkan alat berupa pisau, parut atau gilingan, ember atau baskom dan ubi jalar.
•
Kupas kulit ubi jalar dengan pisau tajam hingga bersih, cuci ubi jalar yang telah dikupas kulitnya dengan air bersih, lalu ditiriskan dalam suatu wadah.
•
Parut atau giling ubi jalar hingga berstruktur halus. Remas-remas parutan atau gilingan ubi jalar dengan tangan sambil ditambahkan air secukupnya. Saring air perasan ubi jalar dengan kain saring untuk memisahkan atau membuang ampasnya. Tampung air perasan ubi jalar dalam baskom atau ember kemudian diendapkan selama 1 malam.
•
Jemur endapan (pati basah) ubi jalar hingga kering dan berbentuk tepung.
•
Masukkan tepung ubi jalar dalam wadah yang bersih dan kering, kemudiaan tutup rapat-rapat.
5. Kue Lumpur Ubi Bahan :
•
¼ kg ubi jalar (rebus dan haluskan)
•
¼ kg ubikayu (rebus dan haluskan)
•
100 gr tepung terigu
•
1 gelas santan kental
•
1 gelas gula pasir
•
2 butir telur ayam
•
Pewarna makanan secukupnya 119
Cara membuatnya : •
Campurkan ubi jalar, ubikayu, tepung terigu, gula pasir, santan, telur jadi satu.
•
Aduk hingga rata, lalu masukkan dalam cetakan kue lumpur
•
Beri hiasan manisan (kelapa muda) kemudian dibakar hingga matang.
•
Angkat dan hidangkan.
6. Keripik pisang/ubi jalar rasa coklat Bahan : •
Keripik pisang
2 kg atau
•
Keripik ubi jalar
2 kg
•
Bubuk coklat
200 g
•
Garam
•
Gula pasir
540 g
•
Air
400 ml
10 g
Cara pembuatan : •
Masukkan gula pasir, garam, dan bubuk cokelat ke dalam wajan berisi air. Panaskan dengan api kecil sambil diaduk – aduk sampai cair dan kental.
•
Masukkan keripik ke dalam adonan tersebut hingga merata.
•
Angkat dan dinginkan. Pendinginan dilakukan dengan menghamparkan keripik diatas wadah penirisan. Usahakan tidak ada keripik yang saling melekat.
•
Kemas keripik ke dalam kemasan.
Sumber Bacaan: Tepung Singkong Dalam: Paket Industri Pangan. Bogor : Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB,1989. Hal. 1. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Bara
120