PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN MENURUT ASAS OTONOMI DAERAH DAN TUGAS PEMBANTUAN
Siti Nurmawan Damanik1)
ABSTRACT
Regional Regulation is a Regional Legal Form established by the Regional House of Representatives (DPRD). Regional Law Products established as a legal basis for the conduct of Regional Autonomy and Co-Administration Tasks. Content of Regional Regulations in addition to the implementation of regional autonomy and assistance tasks, is also further elaboration of the provisions of the higher Law Regulations. Some of the Regional Regulations in its implementation, based on data at the Ministry of Home Affairs, this is because the article of the Regional Regulation is contradictory to the higher Legislation Regulations, not in accordance with the conditions and needs of the community in improving the welfare of the community.
Kata Kunci: Pembentukan Raperda, Pemerintah Daerah dan DPRD
1.
PENDAHULUAN Peraturan Daerah yang disingkat dengan Perda merupakan salah satu jenis Peraturan
Perundang-Undangan sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jenis dan hirarkhi Peraturan perundang-undangan tersebut terdiri atas: a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d.
Peraturan Pemerintah
e.
Peraturan Presiden
f.
Peraturan Daerah Provinsi dan
g.
Peraturan Daerah Kabupaten/kota Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota merupakan jenis peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Gubernur, Bupati/ Walikota. Perda Provinsi, Kabupaten/Kota sangat penting untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang telah mendapatkan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan, dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana dimaksud
Pasal 18 Ayat (6)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah amandemen kedua UUD 1945 pada tahun 2000, sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (6) bahwa Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Amanat Pasal 18 amandemen UUD 1945 ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa Peraturan Daerah sebagai jenis peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh kepala daerah bersamsama dengan DPRD diatur dalam Pasal 236 sampai dengan Pasal 254 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Peraturan Daerah dibentuk sebagai dasar hukum Pertama, untuk menyelenggaraaan otonomi daerah dan tugas pembantuan, Kedua penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan pembentukan Peraturan Daerah merupakan salah satu wujud kemandirian daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan bagi pemerintah daerah. Peraturan Daerah juga merupakan sarana untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang bersifat desentralisasi yakni penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada
daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, keberadaaan Peraturan Daerah berperan untuk mendorong terlaksananya desentralisasi secara maksimal. Tujuan desentralisasi dari sisi pemerintahan daerah adalah untuk mewujudkann political equality, local accountability dan local responsiveness. Sementara tujuan desentralisasi dari sisi pemerintah pusat adalah untuk mewujudkann political education, provide training in political leadership dan create political stability.1 Peraturan Daerah sebagaimana telah disampaikan diatas merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk DPRD bersama-sama dengan kepala daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Namun muncul dalam implementasinya, berbagai persoalan yang berkaitan mulai dari perencanaan, penyusunan pembahasan, penetapan dan pengundangan serta pelaksanaaan Peraturan Daerah. Hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri, total pembatalan Peraturan Daerah yang telah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri sejak 2002 sampai dengan 2009 yakni 2246 (dua ribu dua ratus empat puluh enam), yang diuraikan sebagai berikut: Tahun 2002
: 19
Perda
Tahun 2003
: 105 Perda
Tahun 2004
: 203 Perda
Tahun 2005
: 126 Perda
Tahun 2007
: 173 Perda
Tahun 2008
: 229 Perda
Tahun 2009
: 1244 Perda2
Klafikasi Peraturan Daerah yang dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri, dikarenakan konflik norma (bertentangan dengan kepentingan umum) merupakan bentuk aturan yang tidak pasti. Berdasarkan uraian diatas dapat diindentifikasikan, pada tahun 2002 ada 18 Perda Kabupaten/kota dan 1 Perda Provinsi. Untuk tahun 2003 yakni 4 Perda Provinsi dan 99 Perda Kabupaten/Kota. Di tahun 2004, 17 Perda Provinsi yang dibatalkan dan 217 Perda Kabupaten/Kota. Tahun
2005, sebanyak 18 Perda Provinsi
dan 104 Perda
Kabupaten/Kota dibatalkan. Kemudian tahun 2006, Perda Provinsi yang dibatalkan sebanyak 18 dan 91 Perda Kabupaten/Kota. Untuk tahun 2007 dari 170 Perda dibatalkan diantaranya 31 Perda Provinsi dan 139 Perda kabupaten/Kota. Pada tahun 2008, 5 Perda Provinsi sisanya 1
Syarif Hidayat, Desentralisasi Untuk Pembangunan Daerah, Jentere Peraturan Daerah Edisi 14 Tahun IV, Oktober-Desember 2006. 2 www.Kepmendagri.go.id, Daftar Kepmendagri Pembatalan Perda 2002-2009
Perda Kabupaten/Kota yang dibatalkan dari total keseluruhan 227 Perda. Sedangkan untuk tahun 2009, hanya 1 Perda Provinsi yang dibatalkan dari 1243 Perda. Melalui artikel ini perlu juga penulis sampaikan bahwa kewenangan pembatalan Perda tidak lagi dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri, Akan tetapi oleh Mahkamah Agung (MA). Hal ini didasarkan diterimanya uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015, membatalkan
kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan Peraturan Daerah. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 inkonstitusional atau bertentangan dengan Pasal 24 Ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan bahwa Mahkamah Agung (MA) berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan undang-undang. Agar pembentukan Peraturan Daerah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan untuk kepentingan masyarakat, maka setiap
merencanakan rancangan Peraturan Daerah
harus memperhatikan asas-asas hukum pembentukan Peraturan Daerah seperti kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, dapat dilaksanakan atau tidak, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, keterbukaan antara jenis dan materi muatan.
2. Maksud dan Tujuan Penulisan Tulisan ini dimaksudkan u ntuk memahami pentingnya pemahaman pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan pelaksana lainnya.
3. Rumusan Masalah Kurangnya pemahaman proses pembentukan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum pelaksanaan urusan pemerintahan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
4. PEMBAHASAN 4.1. Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah Peraturan Daerah adalah sebagai dasar hukum untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonom). Urusan rumah tangga daerah berasal dua sumber yaitu otonomi daerah dan tugas pembantuan (madebewid). 3Peraturan Daerah dibidang otonomi adalah Peraturan Daerah yang bersumber dari kewenangan atribusi yakni kewenangan yang bersumber dari Undang-Undang, sementara Peraturan Daerah di bidang tugas pembantuan adalah Peraturan Daerah yang bersumber dari kewenangan delegasi.4 4.1.1. Program Legislasi Daerah (Prolegda) Prolegda adalah istrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis. Program Legislasi Daerah (Prolegda) sekarang dikenal dengan Program Pembentukan Peraturan Daerah yang disingkat dengan Propemperda
yakni Instrumen
perencanaan program pembentukan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis.5 Sejalan dengan penyusunan Program Legislasi Nasional yang disingkat Prolegnas, maka dalam penyusunan Prolegda perlu memperhatikan instansi-instansi yang telah mempunyai kewenangan pelaksanaan Prolegda secara keseluruhan. Subtansi instansi yang dimaksud adalah Biro Hukum/Bagian Hukum dari Pemerintah Daerah, Panitia legislasi dari DPRD, dan kekuatan-kekuatan lain yang dapat mempengaruhi Prolegda, termasuk masyarakat. Dalam penyusunan Prolegda, bahan akademisnya dapat disiapkan oleh biro hukum/bagian hukum Pemerintah Daerah bersangkutan. Biro hukum/bagian hukum telah menyusun dan mengkompilasi seluruh kepentingan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau yang sekarang dinamakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Daerah yang mempunyai program legislasi. Proses penyusunan Prolegda dapat dijelaskan sebagai berikut: 3
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.dan Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2013 bahwa Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi 4 Sirajuddin, dkk, Legilslatif Drafting, Pelembagaan Metode Partisipatif Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, 2015, Penerbid, Setara Press, Malang, hal. 158 5 Pasal 1 Angka 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
1. Setiap SKPD atau OPD mengajukan Prolegda atau Propemperda 2. Biro hukum/bagian hukum menerima usulan Prolegda atau Propemperda dari SKPD 3. Biro hukum/bagian hukum melaksanakan seleksi Prolegda atau Propemperda yang diajukan dengan memperhatikan secara teknis: 3.1. Rancangan Peraturan Daerah yang telah mendapat ijin prakarsa dari Kepala Daerah. 3.2. Rancangan Peraturan Daerah yang telah dilakukan pembahasan pada tingkat SKPD/OPD 3.3. Rancangan Peraturan Daerah yang sudah disertai naskah akademisnya. 3.4. Rancangan Peraturan Daerah yang sudah menjadi program prioritas dari masingmasing SKPD/OPD 4. Pada akhir tahun biro hukum/bagian hukum melaksanakan rapat pembahasan tahunan prolegda
dengan
melibatkan
seluruh
stakeholder
termasuk
lembaga
swadaya
masyarakat/LSM (Organisasi profesi dan kemasyarakatan) untuk mendiskusikan dan mengkaji Prolegda atau Propemperda yang diusulkan oleh SKPD/OPD. 5. Rapat pembahasan tahunan yang dilaksanakan oleh biro hukum/bagian hukum menghasilkan Prolegda atau Propemperda tahunan dengan memperhatikan secara substansi sebagai berikut: 5.1. Keterkaitan substansi Rancangan Peraturan Daerah dengan Peraturan Daerah Lainnya (yang sudah dibentuk) 5.2. Substansi Rancangan Peraturan Daerah yang mendukung pertumbuhan ekonomi 5.3. Substansi Rancangan Peraturan Daerah yang mendukung demokrasi 5.4. Substansi Rancangan Peraturan Daerah yang berhubungan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. 6. Hasil Prolegda atau Propemperda tahunan biro hukum/bagian hukum selanjutnya diinformasikan kepada Bappeda sebagai masukan bagi penyempurnaan RPJM-Daerah.
Mekanisme penyusunan Prolegda atau propemperda dapat lihat tabel 1. Tabel 1 Mekanisme Penyusunan Prolegda atau Propemperda dari SKPD/OPD
BIO HUKUM/ BAGIAN HUKUM
SKPD/OPD
a. Membuat Naskah Dinas b. Membuat Rancangan c. Mengusulkan Prioritas Rancangan Perda
a.
b.
c.
Menerima Prioritas rancangan Perda dari SKPD/OPD Rapat Pembahasan Tahunan untuk menyusun Program Legislasi Menginformasikan Prioritas Program Legislasi
BAPPEDA
a. Menerima Prioritas Program Legislasi yang dikoordinasikan b. Menjadikan Prioritas Program Legislasi menjadi masukan dalam merevisi RPJM-D dan dokumen Perencanaan lainnya.
Data Prolegda tahun 2015-2016 yang masuk ke Biro Hukum dan Ham Setda Provinsi Bali untuk dibahas bersama antara Biro Hukum Setda Provinsi Bali dengan Bagian Hukum dari beberapa Kabupaten dan kota, dapat dilihat dalam Tabel 2 : Tabel 2 Data Prolegda 2015-2016 NAMA
2015
2016
JUMLAH
1
2
3
4
Kabupaten Gianyar
17
0
17
Kabupaten Klungkung
14
17
31
Kabupaten Badung
27
32
59
Kabupaten Jemberana
14
16
30
Kabupaten Karangasem
6
11
17
Kabupaten Tabanan
20
20
40
Kabupaten Buleleng
12
9
21
Kabupaten Bangli
0
19
19
Kota Denpasar
16
8
24
126
132
258
Jumlah Total
Sumber Biro Hukum dan HAM Provinsi Bali.
Rancangan Peraturan Daerah dari Bagian Hukum Setda Kabupaten Bangli untuk Tahun 2016
yang diusulkan kepada Biro Hukum dan Ham Setda Provinsi Bali, untuk
mendapatkan pembahasan bersama dengan bagian hukum Setda Kabupaten Bangli dan Rancangan Peraturan Daerah
dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
dilingkungan Pemerintah Provinsi Bali yang masuk ke Biro Hukum Setda Provinsi Bali untuk mendapatkan pembahasan lebih lanjut, dapat dilihat pada tabel 3 dan table 4 sebagai berikut Tabel 3 Data Prolegda Kabupaten Bangli 2016 NO. 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
RANCANGAN 2 Peraturan Daerah Tentang Perlindungan dan Penataaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Ijin Gangguan (HO) Peraturan Daerah Tentang Penyertaan Modal Daerah pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bangli Peraturan Daerah Tentang Penyertaan Modal Daerah pada Perusahaan Daerah Bhukti Mukni Bhakti Kabupaten Bangli Peraturan Daerah Tentang Penyertaan Modal Daerah pada PD.BPR, Bank Pasar Kabupaten Bangli Peraturan Daerah Geopark Peraturan Daerah Tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Peraturan DaerahTentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Restribusi Pemakaian Kekayaan Alam Peraturan Daerah Tentang Pencabutan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Peraturan Daerah Tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 12 Tahun 1996 Tentang Sumbangan Pihak Ketiga Peraturan Daerah Tentang Rencana Detail Tata Ruang Peraturan Daerah Tentang Lembaga Penyiaran Publik Lokal Radio Publik Kabupaten Bangli Peraturan Daerah Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa Peraturan Daerah Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasaan Peraturan Daerah Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 31 Tahun 2011 Tentang Restribusi Menara Telekomunikasi Peraturan Daerah Tentang Ijin Pemanfaatan Ruang Peraturan Daerah Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Peraturan Daerah Tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja Pemerintah.
Sumber: Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 180/02/2016 Tentang Program Pembentukan Peraturan Daerah 2016, Tanggal 1 Pebruari 2016
Tabel 4 Data Pembentukan Perda (Propemperda) Provinsi Bali 2017 NO. 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21
RANCANGAN 2 Peraturan Daerah Tentang Pertanggungjawaban APBD Tahun 2016 Peraturan Daerah Tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah Berupa Aset Tanah dan Bangunan Peraturan Daerah Tentang Revisi Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Restribusi Jasa Umum. Peraturan Daerah Tentang Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Peraturan Daerah Tentang Penanggulangan Rabies Peraturan Daerah Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup (PPLH) Peraturan Daerah Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Tentang APBD Tahun 2017 Peraturan Daerah Tentang Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Bantuan Peraturan DaerahTentang Pengelolaan Sapi Bali Peraturan Daerah Tentang Peraturan Daerah Bali Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Kantor Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 Peraturan Daerah Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak Peraturan Daerah Tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Peraturan Daerah Tentang Pemakaian Tanah Penguasaan Pemerintah Provinsi Bali Peraturan Daerah Tentang Peraturan Daerah Provinsi Bali Tentang APBD Tahun 2018 Peraturan Daerah Tentang Keolahragaan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan BMD Peraturan Daerah Tentang Jasa Usaha Lingkungan Hidup Peraturan Daerah Tentang Atraksi Budaya Tradisional Peraturan Daerah Tentang Badan Usaha Milik Daerah Peraturan Daerah Tentang Pemasaran, Perlindungan Hasil Pertanian, Perkebunan dan UMKN Peraturan Daerah Tentang Krama Nelayan
Sumber: Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Bali Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Program Pembentukan Peraturan Daerah 2017, Tanggal 22 Nopember 2016 Berdasarkan data diatas, tampak pentingnya Peraturan Daerah bagi masing-masing SKPD/OPD Kabupaten dan Kota. Peraturan Daerah sebagai Peraturan Produk Hukum Daerah inilah yang dijadikan dasar hukum dalam melaksanakan kewenangan masing-masing SKPD/OPD sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 beserta Peraturan pelaksana lainnya yang terkait penyelenggaraan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Tujuan pembentukan Peraturan Daerah adalah memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan masyarakat dan memberikan
perlindungan hukum kepada Pemerintahan Daerah sesuai kewenangan yang menjadi urusan pemerintahan masing-masing OPD. Untuk itu diharapkan masing-masing OPD harus menguasai aturan terkait dengan substansi Rancangan Peraturan Daerah
OPD yang
bersangkutan, penguasaan naskah akedemis, penguasaan Undang-Undang yang terkait dengan prosedur pengajuan Rancangan Peraturan Daerah misalkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Produk Hukum Daerah.
4.1.2. Rancangan Peraturan Daerah inisiatif dari Pemerintah Daerah dan inisiatif Raperda dari DPRD Sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Rancangan Peraturan Daerah yang disingkat dengan Raperda dapat berasal dari DPRD dan dari
Gubernur, atau
Bupati/Walikota, sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Mekanisme Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif dari Pemerintah Daerah dan Rancangan Peraturan Daerah inisiatif DPRD adalah sebagai sebagai berikut: 4.1.2.1. Raperda dari Pemerintah Daerah Apabila Raperda disiapkan oleh Pemerintah Daerah, maka mekanismenya sebagai berikut: 1.
Usulan Raperda berasal dari OPD atau instansi teknis yang menangani substansi teknis menyiapkan kajian akademis sesuai substansi Raperda.
2.
Usulan dari OPD atau instansi teknis dibahas di Biro Hukum/Bagian Hukum yang diberi pertimbangan-pertimbangan hukum
3.
Jika secara yuridis dianggap tidak masalah maka bagian hukum akan memberikan usulan kepada Sekretaris Daerah.
4.
Sekretaris Daerah akan membentuk tim asistensi untuk membahas usulan Raperda.
5.
Dalam pembahasan, tim asistensi dapat melakukan konsultasi dengan staf ahli dan diskusi dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan atau yang terkena dampak Raperda tersebut.
6.
Jika Sekretariat Daerah melalui tim asistensi menggangap Perda layak untuk diajukan maka Sekretariat Daerah akan mengajukan usulan kepada Bupati/Walikota untuk mengajukan raperda kepada pimpinan DPRD.
4.1.2.2. Raperda dari inisiatif DPRD Raperda disusun oleh DPRD, maka Raperda dapat disiapkan oleh anggota, komisi, gabungan komisi atau alat perlengkapan DPRD yang khusus menangani bidang Prolegda atau Propemperda, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Produk Hukum Daerah, Peraturan Tata Tertib DPRD. Inisiatif pengajuan Raperda oleh DPRD merupakan hak anggota DPRD (hak inisiatif) yang dijamin oleh UndangUndang. Untuk menunjang pembentukan Perda, diperlukan
peran tenaga perancang
perundang-undangan (legal Drafter) sebagai jabatan fungsional yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah dan merumuskan Raperda. Tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif DPRD mekanismenya sebagai berikut: a.
Usul prakarsa dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota DPRD
b.
Usul prakarsa dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah tersebut disertai penjelasan secara tertulis yang selanjutnya di beri nomor urut oleh Sekretariat DPRD. Oleh pimpinan DPRD kemudian dibawa dalam rapat paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan Panitia musyawarah.
c.
Pembahasan usul prakarsa dalam sidang-sidang DPRD dilakukan oleh anggota DPRD yang lain, kepala daerah dan juga jawaban dari pengusul. Selanjutnya pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang menerima atau menoloak usul prakrsa menjadi prakarsa DPRD.
d.
Tata cara pembahasan rancangan Peraturan Daerah berdasarkan Usul DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa Kepala Daerah.
4.1.3. Pembahasan Peraturan Daerah oleh DPRD bersama Pemerintah Daerah Selanjutnya Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif Kepala Daerah maupun inisiatif DPRD dilakukan pembahasan di DPRD. Pembahasan dapat di bagi dalam 4 (empat)) tahap pembicaraan: a. Pembicaraan Tahap Pertama (Sidang Paripurna) Bagi Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari kepala daerah, maka Kepala Daerah memberikan penjelasan mengenai Rancangan Peraturan Daerah. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah berasal dari DPRD, penjelasan disampaikan oleh pimpinan komisi atau pimpinan apat hgabungan komisi atau pimpinan panitia khusus.
b. Pembicaraan Tahap kedua (sidang Paripurna) Pembicaraan tahap kedua meliputi pemandangan umum anggota (fraksi) dan jawaban Kepala Daerah atas pemandangan umum anggota (fraksi). Dalam hal rancangan Peraturan Daerah berasal dari prakarsa DPRD, maka pembicaraan tahap kedua akan mendengarkan pendapat kepala daerah dan jawaban pimpinan komisi atau pimpinan rapat gabungan komisi atau pimpinan khusu atas pendapat kepala daerah. c. Pembicaraan Tahap ketiga Pembicaraan tahap ketiga merupakan rapat-rapat komisi atau gabungan atau panitia khusus yang disertai pejabat (eksekutif) yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Pembicaraan tahap ketiga ini untuk menemukan kesepakatan baik mengenai materi muatan maupun rumusan-rumusannya. Dalam praktek pembicaraan tahap ketiga wakil-wakil fraksi dan pemerintah merumuskan kembali semua kesepakatan yang akan disetujui DPRD dan pada pembicaraan tahap ketiga peranan individual anggota DPRD menonjol. Diskusi perdebatan dan permusyawaratan sangat intensif dan mendalam d. Pembicaraan tahap keempat (sidang paripurna) Pembicaraan tahap keempat merupakan terakhir yang di dalam rangka pengambilan keputusan persetujuan DPRD atas Rancangan Peraturan Daerah, dalam sidang ini akan didengar 1.
Laporan hasil kerja komisi atau gabungan komisi atau panitia khusus
2.
Pendapat akhir fraksi sebagai pengantar persetujuan dewan
3.
Sambutan Kepala Daerah
Rancangan Peraturan Daerah yang disetujui tersebut, disampaikan kembali oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Tindak lanjut lainnya seperti penempatan dalam lembaran daerah sepenuhnya diserahkan kepada kepala daerah.
4.2. Pelimpahan Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota FA.M Stroik sebagaimana dikutif oleh Ridwan,6 Kewenangan berdasarkan hukum publik adalah kemampuan yuridis dari suatu badan. Kewenangan dalam arti yuridis adalah
6
Ridwan, 2014, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, Penerbit FH UII Press, hal 112.
kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. Kewenangan diperoleh berdasarkan ketentuan yang bersumber pada perundang-undangan yang dikenal dengan asas legalitas. Kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi (atribusi), delegasi (delegatie)
dan mandat (mandaat).
H.D. Van Wijk dan Willem Konijnenbelt, untuk memperoleh kewenangan pemerintahan dilakukan dengan 3 (tiga) cara yakni melalui; 1. Attributie; toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan). 2. Delegatie; overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari organ pemerintahan kepada organ lainnya). 3. Mandaat; een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid names hem uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.7 Implementasi Kewenangan atribusi
yang bersumber dari Undang-Undang,
diimplementasikan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, beberapa Pasal mengatur urusan pemerintahan yang telah dilimpahkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kab./Kota. Urusan Pemerintahan sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang
23 Tahun 2014 terdiri dari urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, urusan pemerintahan absolut meliputi: 1.
Politik luar Negeri
2.
Pertahanan
3.
Keamanaan
4.
Yustisi
5.
Moneter dan fiskal nasional dan
6.
Agama
7
Ridwan H.R, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal.105-106
Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang absolut, pemerintah pusat dapat melaksanakan sendiri dan dapat melimpahkan wewenangnya kepada Instansi vertikal yang ada di daerah atau Gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat berdasarkan asas dekonsentrasi. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana yang ditegaskan didalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terdiri dari 1.
Pendidikan
2.
Kesehatan
3.
Pekerjaan umum dan penataaan ruang
4.
Perumahan rakyat dan kawasan permukiman
5.
Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat dan
6.
Sosial
Urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terdiri dari: 1.
Tenaga kerja
2.
Pemberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak
3.
Pangan
4.
Pertahanan
5.
Lingkungan hidup
6.
Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil
7.
Pemberdayaan masyarakat dan desa
8.
Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana
9.
Perhubungan
10.
Komunikasi dan Informatika
11.
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
12.
Penanaman modal
13.
Kepemudaan dan Olah Raga
14.
Statistik
15.
Persandian
16.
Kebudayaan
17.
Perpustakaan
18.
Kearsipan.
Urusan pemerintahan pilihan sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 11 Ayat (1) meliputi 1.
Kelautan dan perikanan
2.
Parawisata
3.
Pertanian
4.
Kehutanan
5.
Energi dan Sumber Daya Mineral
6.
Perdagangan
7.
Perindustriam
8.
Trasmigrasi.
Urusan pemerintahan yang telah dilimpahkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan berdasarkan kewenangan yang telah ditetapkan, ditindak lanjuti dengan Raperda terkait urusan pemerintahan sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah tersebut. Untuk melaksanakan urusan pemerintahan agar memiliki dasar hukum yang kuat atau maka dibentuklah Raperda baik inisiatif DPRD dan inisiatif Pemerintah Daerah sebagai mana telah dijelaskan diatas, bagaimana mekanisme pembentukan Raperda.
4.3. KESIMPULAN DAN SARAN 4.3.1. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan uraian diatas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 4.3.1.1. Bahwa Produk Hukum Daerah dalam bentuk Peraturan Daerah, dibentuk untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan juga merupakan amanat dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi 4.3.2. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara pemerintahan daerah, membentuk Peraturan Daerah sebagai dasar hukum bagi daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari daerah tersebut. 4.3.3. Dalam pengajuan Rancangan Peraturan Daerah, baik Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif DPRD dan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif Pemerintah Daerah, harus menguasai substansi
dari Rancangan Peraturan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pelaksanna lainnya sesuai dengan kewenangan masing-masing SKPD/OPD dilingkungan Pemerintah Daerah, dan menguasai aturan hukum yang terkait dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Produk Hukum Daerah. 4.3.2. Saran-Saran Perlu disetiap SKPD atau OPD diangkat seorang PNS sebagai jabatan Fungsional Legal Draffter, untuk dapat merancang Rancangan Peraturan Daerah sampai ditetapkannya Rancangan Peraturan Daerah sebagai Peraturan Daerah, sehingga mengurangi terjadinya pembatalan-pembatalan Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah.
Daftar Pustaka
1. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan perundangUndangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah 2. Buku-Buku Ridwan H.R, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Ridwan, 2014, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, Penerbit FH UII Press. Syarif Hidayat, Desentralisasi Untuk Pembangunan Daerah, Jentere Peraturan Daerah Edisi 14 Tahun IV, Oktober-Desember 2006 Sirajuddin, dkk, Legilslatif Drafting, Pelembagaan Metode Partisipatif Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, 2015, Penerbid, Setara Press, Malang. www.Kepmendagri.go.id, Daftar Kepmendagri Pembatalan Perda 2002-2009