PEMBENAHAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN INDUSTRI HULU MIGAS
TESIS
RINE NINE FURUSINE 0806425885
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCASARJANA JAKARTA JUNI 2011
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
PEMBENAHAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN INDUSTRI HULU MIGAS
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum
RINE NINE FURUSINE 0806425885
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCASARJANA JAKARTA JUNI 2011
ii Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
HALAMAN PERNYATAAN ORIGINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: RINE NINE FURUSINE
NPM
: 0806425885
Tanda Tangan
:
Tanggal
: JUNI 2011
Universitas Indonesia iii Nine Furusine,FHUI,2011 Pembenahan undang-undang...,Rine
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh: Nama
: Rine Nine Furusine
NPM
: 0806425885
Program Studi
: Hukum Ekonomi
Judul Tesis
: Pembenahan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi dalam Rangka Pengembangan Industri Hulu Migas
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Dr. Nurul Elmiyah, SH., MH.
..............................
Penguji
: Prof. Dr. Rosa Agustina, SH., MH. ..............................
Penguji
: Abdul Salam, SH., MH.
.............................
Ditetapkan di
: Jakarta
Tanggal
: 5 Juli 2011
iv Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah menyertai penulis selama penyusunan tesis ini. Penulis bersyukur karena pada akhirnya penyusunan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai salah satu langkah akhir perjalanan studi penulis di Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis berharap substansi yang ada dalam tesis ini dapat menjadi suatu karya yang berguna tidak hanya bagi penulis sendiri tetapi juga untuk orang lain. Adapun Penulis berharap adanya saran dan kritik terhadap tesis ini yang dapat membangun penulis dikemudian hari. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan pihak-pihak yang membantu penulis. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Seluruh keluarga penulis, terutama suami tercinta, Musavie Abdillah dan anak penulis, Scienza Zaffran Abdillah, yang telah mencurahkan seluruh kasih, dukungan dan doanya sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan tesis ini. Untuk orang tua, kakak-kakak dan adik-adik penulis atas segala perhatian, kesabaran dan dukungannya yang menyemangati penulis dalam penyusunan tesis ini. 2. Ibu Dr. Nurul Elmiyah SH.,MH., selaku Pembimbing tesis, yang ditengah kesibukannya yang cukup padat bersedia memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang positif kepada penulis sehingga
tesis ini dapat
terselesaikan dengan baik. 3. Sahabat-sahabat penulis di Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang turut memberikan dukungan bagi penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan pengetahuan.
Jakarta, Juni 2011 Rine Nine Furusine
Universitas Indonesia v Nine Furusine,FHUI,2011 Pembenahan undang-undang...,Rine
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: Rine Nine Furusine : 0806425885 : Hukum Ekonomi : Hukum : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pembenahan Undang-Undang No. Pengembangan Industri Hulu Migas
22
Tahun
2001
dalam
rangka
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Jakarta Pada tanggal: Juni 2011 Yang menyatakan
Rine Nine Furusine
vi Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
ABSTRAK
Nama
: Rine Nine Furusine
Prigram Studi
: Hukum Ekonomi
Judul Tesis
: Pembenahan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dalam Rangka Pengembangan Industri Hulu Migas
Ditahun 2010 Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 ditetapkan akan revisi. Alasannya, diundangkannya undang-undang ini menimbulkan berbagai permasalahan, khususnya diindustri hulu. Tesis ini meneliti ketentuan apa saja dalam undang-undang tersebut yang harus direvisi dan apakah system kontrak PSC harus direvisi karena tidak memiliki asas keadilan. Metode penelitiannya yuridis normative dan mengolah data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan dalam UU migas yang harus direvisi menyangkut tiga aspek, yaitu kurang tegasnya ketentuan mengenai preferensi kepentingan dalam negeri; rumitnya birokrasi yang dapat menghambat investasi; dan efektifitas Badan Pelaksana. Penelitian ini juga menunjukan bahwa system kontrak PSC sudah menganut asas keadilan, sehingga sistem ini tidak perlu diubah. Kata kunci: Revisi undang-undang migas, Kontrak PSC, Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi.
Universitas Indonesia vii Nine Furusine,FHUI,2011 Pembenahan undang-undang...,Rine
ABSTRACT
Name
: Rine Nine Furusine
Study Program
: Economic Law
Judul Tesis
: Refining of Natural Oil And Gas Act No. 22 Year of 2001 For
Development Of Oil And Gas Upstream Industry In the year of 2010, natural oil and gas act No.22 year 2001 planned for revision. The reason beyond is this act has been predicted to causing several problems, especially in upstream industry. This study aims to examine on critical points that need revisions of the act and whether the PSC contract system need to be revised to fulfill social justice aspects. This study using juridical normative as research method and processing secondary data. The result of the study indicates that, critical points that need revision consisting of three aspects, the lack of firmness of ruling for domestic preference, complicated bureaucracy which impede investment and the effectiveness of executor body. This study result show also that the PSC contract system has no need to be revised as it already fulfilled social justice aspect Keywords: Natural Oil And Gas Act, PSC Contract, Oil and Gas Usptream Industry.
viii Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… ii HALAMAN PERNYATAAN ORIGINALITAS……..…………………… iii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… iv KATA PENGANTAR …………………………………………………… v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ………………… vi ABSTRAK ………………………………………………………………… vii ABSTRACT ………………………………………………………………. viii DAFTAR ISI ………………………………..…….………………... ix DAFTAR TABEL........ …………………………………………………… xii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiii BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang..............................................................................1
1.2.
Perumusan Masalah......................................................................8
1.3.
Tujuan Penelitian..........................................................................8
1.4.
Metode Penelitian.........................................................................9
1.5.
Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsional..............................11
1.6.
Sistematika Penelitian..................................................................19
BAB 2. KONTRAK KERJASAMA DALAM KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI 2.1. Jenis-jenis Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi........................................................................................21 2.2.1. Kontrak Konsesi………………………………………………21 2.2.2. Kontrak Karya………………………………………………...25 2.2.3. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)………......27 2.2. Tinjauan mengenai Production Sharing Contract…………………….28 2.3.1. Pengertian Production Sharing Contract...................................28 2.3.2. Hak dan kewajiban dalam Production Sharing Contract……..30 2.3.3. Mekanisme Production Sharing Contract.................................37 2.3.4. Syarat-syarat Production Sharing Contract…………………...43
Universitas Indonesia ix Nine Furusine,FHUI,2011 Pembenahan undang-undang...,Rine
2.3. Asas-asas
hukum
kontrak
Perdata
dalam
Production
Sharing
Contract……………………………………………………………….44 2.4. Cost Recovery dalam Production Sharing Contract…………………..48 2.4.1. Prinsip-prinsip Cost Recovery…………..………………..49 2.4.2. Komponen-komponen Cost Recovery…………………...50 2.5. Manfaat
dan
Strategi
Pengembangan
Minyak
dan
Gas
Bumi………..52
BAB 3. PERANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN DI INDONESIA 3.1. Sejarah lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001............56 3.1.1. Peraturan Minyak dan Gas Bumi Pra Kemerdekaan..........56 3.1.2. Peraturan Minyak dan Gas Bumi Pasca kemerdekaan.......59 3.2. Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor
22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi dalam Production Sharing Contract di Indonesia..........70 3.2.1. Pembagian Jenis Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001.............70 3.2.2. Para pihak dalam Production Sharing Contract berdasarkan UU no. 22 Tahun 2001…………………………………...72 3.3. Peran negara dalam Production Sharing Contract berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001………………………..77 3.4. Perkembangan dan praktek Production Sharing Contract di Indonesia dengan Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi……………………………..81
BAB 4. PEMBENAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DALAM RANGKA PENGEMBANGAN INDUSTRI HULU MIGAS DI INDONESIA. 4.1. Pembenahan atas Permasalahan Industri Hulu Migas dalam Rangka Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi ................................................................................85 x Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
4.2.
Keadilan dalam Kebebasan Berkontrak pada Production Sharing Contract………………………………………………………...103
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan........................................................................................113 5.2. Saran....................................................................................................116 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….........118
Universitas Indonesia xi Nine Furusine,FHUI,2011 Pembenahan undang-undang...,Rine
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Hasil Produksi dengan Biaya Cost Recovery……100
xii Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kontrak Baku Production Sharing Contact
Universitas Indonesia xiii Nine Furusine,FHUI,2011 Pembenahan undang-undang...,Rine
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Sumber daya alam merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia. Manusia dapat hidup dan menjalani kehidupan di dunia ini sangat bergantung kepada sumber daya alam. Terlebih lagi sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti sumber daya alam minyak dan gas bumi. Keberadaan sumber daya ini sudah dapat disejajarkan dengan kebutuhan primer manusia yang lain, contohnya seperti sumber daya air, sumber daya energi, sumber daya hutan, dsb. Oleh karena itu, jika dalam masyarakat manusia terjadi kelangkaan sumber daya alam ini, maka akan menyebabkan manusia mengalami kesulitan hidup. Hal itu akan dapat memaksa manusia untuk berpindah tempat atau melalang buana ke tempat-tempat lain demi memperoleh sumber daya ini. Dalam tinjauan ekonomi mikro, setiap komoditas yang banyak dibutuhkan manusia, yang menguasai hajat hidup orang banyak, dapat dikategorikan sebagai komoditas yang bersifat inelastis. Komoditas yang bersifat inelastis maknanya adalah, seberapapun harga yang berlaku terhadap komoditas ini, maka masyarakat akan tetap membelinya dalam jumlah yang relatif sama.1 Ini artinya kebutuhan akan migas tidak berkurang, bahkan akan bertambah dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Meskipun demikian pemerintah menyadari bahwa migas adalah sumber mineral yang sangat terbatas dan produksinya pada suatu ketika akan mulai menurun dan bahkan sumur-sumur minyak tersebut akan kering. Sedangkan di lain pihak konsumsi dalam negeri akan terus meningkat.2
1
Dwi Condro Triono, Peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam, http://www.jurnal-ekonomi.org, diakses tanggal 18 September 2010 2
Assat D. Sudardjat, aspek keuangan dari kontrak production sharing (k.p.s) perminyakan di indonesia, Buletin Ilmiah Tarumanagara TH. 9 / No. 31 / 1994, IMII-94-1141
1
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Indonesia merupakan salah satu pusat produksi minyak yang tertua di dunia. Pengeboran minyak yang pertama kali di Indonesia secara komersial tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan konteks kolonialisme yang terjadi pada waktu itu. Pencarian minyak secara komersial di Hindia Belanda dilakukan pertama kali oleh Jan Reerink pada tahun 1871 di Cibodas Jawa Barat, namun pada awalnya Jan Reerink tidak menemukan minyak tersebut. Minyak mulai ditemukan sebagai barang komersial di Indonesia Pada tahun 1883. yang pertama kali menemukan sumber daya tersebut adalah Jans Zijlker pada tahun 1883 di Langkat Sumatera Utara. Sejak saat itulah berbondong-bondong perusahaan-perusahaan minyak asing datang ke Indonesia untuk menanamkan modalnya dalam pertambangan minyak bumi. Hingga Perang Dunia II, perputaran minyak secara internasional dikuasai oleh tujuh perusahaan raksasa “The Seven Sisters”. Lima dari ketujuh perusahaan tersebut berkedudukan di Amerika serikat yaitu Standard of New Jersey, Standard of California, Standard of New York, Gulf, dan Texaco. Satu diantaranya berada di Ingris yaitu British Petroleum (BP), dan satu lagi adalah Shell yang merupakan perusahaan patungan antara Belanda dan Inggris. Dari ketujuh perusahaan tersebut lima diantaranya berada di Indonesia yang muncul dalam bentuk Tiga Besar perusahaan minyak yaitu Shell, Stanvac, dan Caltex. Hingga saat ini, Negara Indonesia masih belum memiliki kemampuan teknologi untuk mengeksplorasi, mengekploitasi, dan mengolah hasil minyak dan gas bumi yang dimilikinya, serta belum memiliki modal dan sumber daya manusia yang memadai. Industri minyak dan gas bumi, terutama dalam bidang eksplorasi merupakan proyek yang membutuhkan dana besar dan teknologi tinggi sedang di lain fihak mempunyai resiko tinggi (high risk). Oleh karena itu untuk menjamin kelangsungan perkembangan industri minyak dan gas bumi sebagai sumber utama pemasukan keuangan negara, maka kehadiran perusahaan-perusahaan minyak masih dibutuhkan.
Pengusahaan tambang minyak masih diusahakan dalam bentuk kerja sama dengan investor. Bentuk Kerjasama yang paling umum adalah kerjasama Kontrak Production Sharing. Kontrak Production Sharing merupakan suatu penggabungan usaha
antara
Negara
(pemerintah)
dengan
perusahaan
lainnya
untuk
mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi. Ciri yang menonjol dari
2
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Kontrak Production Sharing adalah manajemen dan kepemilikan aset berada pada Pemerintah, serta yang dibagi adalah hasil produksi setelah dikurangi biaya operasi. Untuk mengatur bentuk kerjasama antara Negara dengan investor tersebut, maka Pemerintah membuat peraturan perundang-undangan. Peraturan perundangundangan yang pertama kali dibuat oleh Pemerintah Indonesia adalah UndangUndang No. 40 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, dibentuklah 3 (tiga) Perusahaan Negara, yaitu PN Pertamin, PN Permina dan PN Permigan sebagai perwakilan pemerintah dalam kerjasama pengelolaan usaha hulu migas. Dengan berjalannya waktu, ketiga perusahaan Negara tersebut dianggap tidak melakukan kinerja yang baik, oleh karena itu PN Permigan dihapuskan dan dibentuklah satu Perusahaan Negara yaitu PN Pertamina yang merupakan hasil leburan dari PN Pertamin dan PN Permina. Untuk menguatkan kedudukan Pertamina dalam kegiatan usaha migas, maka pemerintah membuat Undang-Undang Pertamina No. 8 tahun 1971. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Pertamina diberikan kewenangan yang sangat besar terhadap kegiatan pengelolaan migas, baik dari sektor hulu maupun sektor hilir. Pertamina menjadi Regulator sekaligus pelaku usaha juga. Kurang lebih sekitar 30 tahun Pertamina menjadi Perusahaan Negara yang sangat berkuasa di sektor migas. Lambat laun, kinerja Pertamina menurun karena Pertamina sudah direpotkan dengan kegiatan usaha lainnya diluar sektor migas. Kemudian berkembang anggapan bahwa model monopoli Pertamina sudah tidak sesuai lagi dengan industri migas, yang mengakibatkan berkurangnya investor yang mau menanamkan modalnya di sektor migas Indonesia. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemerintah kemudian mengganti Undang- Undang Pertamina dengan Undang-undang No. 22 Tahun 2001. Berdasarkan undang-undang ini, Pertamina tidak lagi diberikan kewenangan sebagai regulator, melainkan kedudukan Pertamina disejajarkan dengan Investor lainnnya, terutama dalam kegiatan usaha hulu Migas. Pemerintah mendirikan suatu Lembaga Negara yaitu BP Migas, yang mewakili negara di sektor hulu, dan BPH Migas di sektor
3
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
hilir. Perwakilan pemerintah kali ini tidak lagi berbentuk Badan Usaha, melainkan berbentuk Badan Hukum. Sejak awal pembentukannya perdebatan publik mewarnai proses penyusunan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 yang juga menampilkan perdebatan yang saling menafikan satu sama lain. Di samping itu, persoalan lain yang mendapatkan perhatian adalah adanya ketentuan yang dinilai kontradiktif dalam masalah bagi hasil. Menurut Kurtubi, kesulitan bangsa kita selama ini adalah ketakberdayaan dalam penerimaan anggaran kita yang semakin seret. Ini terjadi karena minyak dan gas bumi kita dikuasai perusahaan-perusahaan asing. Selain itu distribusi minyak dan gas bumi kita juga mempersulit masyarakat yang membutuhkannya. Berbagai kesulitan bangsa ini tampaknya menjadi semakin panjang setelah terbitnya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang dianggap merugikan rakyat.3 Keberadaan Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 sampai saat ini sudah berusia hampir 11 tahun. Undang-undang ini dianggap belum mampu mengatasi permasalahan benang kusut di industri Migas. Masyarakat menganggap keruwetan ini antara lain terjadi karena, secara yuridis-formal Undang-Undang ini hanya terbatas pada pengaturan yang tidak memiliki kekuatan memaksa. Dengan kata lain, supremasi pemerintah, selaku penguasa dan penyelenggara negara yang memiliki daya paksa, tak terlihat dalam Undang-Undang tersebut. Oleh karena itu, terdapat keinginan masyarakat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001. Salah satu penyebabnya adalah belum maksimalnya peran pemerintah dan belum maksimalnya kelembagaan BP Migas maupun BPH Migas. Usaha Masyarakat mengubah UU Migas No.22 Tahun 2001 pernah disetujui oleh DPR RI bulan September 2001 dengan Nota Penolakan Minoritas oleh 14 anggota DPR dari berbagai Fraksi. Segera setelah UU No.22 Tahun 2001 disahkan oleh Pemerintah tanggal 21 November 2001, berbagai asosiasi seperti IPA, IGA, IATMI, IAGI, Asosiasi Ahli-ahli Hukum, Organisasi perlindungan 3
Hal ini disampaikan oleh Kurtubi pada Sidang Panitia Angket yang berlangsung tertutup di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (27/8/2010), yang menjadi saksi ahli yang dihadirkan menduga ada intervensi asing dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bersama pengamat perminyakan Wahyudin Yudiana Ardiwinata. http://indonesianvoices.wordpress.com
4
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
konsumen, berbagai LSM, organisasi buruh dan pekerja Migas serta kelompok ahli-ahli eksekutif perminyakan telah berusaha merubah dan menyempurnakan Undang-undang tersebut, setelah menyadari bahwa saran dan masukan-masukan mereka kepada DPR dan Pemerintah tidak diakomodasi dalam undang-undang tersebut. Dalam rangka usaha tersebut pun pernah dilakukan berbagai Seminar, Workshop, Diskusi Panel baik yang diselenggarakan Pemerintah sendiri dalam usaha sosialisasi Undang-undang dan menghimpun masukan untuk menyusun PP, maupun yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi masyarakat untuk menyusun usul perubahan terhadap UU No.22 Tahun 2001 tersebut, selama periode 2002, 2003 dan 2004. Usaha yang menonjol adalah berhasilnya pengajuan usul kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan Judicial Review atas Undang-undang tersebut pada tahun 2003 oleh dua asosiasi professi Ahli-ahli Hukum, Serikat Pekerja Pertamina, LSM Konsumer Indonesia, Society of Oil & Gas Care dan warga negara dari kalangan Akademisi dan Perguruan Tinggi, masing-masing dibantu oleh Saksi-saksi Ahli dan Ahli-ahli Hukum. Namun pengujian UU No.22/2001 terhadap UUD 1945 menurut putusan MK hanya mengandung 3 (tiga) pasal yang bertentangan
dengan
UUD
1945,
sangat
berbeda
dengan
putusan
MK membatalkan seluruh UU Kelistrikan No.21/2002 beberapa minggu sebelum putusannya atas UU No.22/2001 pada bulan Desember 2004, kedua undangundang tersebut adalah dianggap meliberalisasi masing-masing sektor serta memperlemah monopoli Negara berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 melalui BUMN Pertamina dan PLN. 4 Pada tahun 2010, Pemerintah dan DPR telah menetapkan bahwa UndangUndang No. 22 Tahun 2001 akan direvisi. DPR berjanji akan mementingkan masalah pasokan gas dalam negeri dalam draf revisi. Selama ini, kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) migas yang tercantu, dalam Undang-Undang 4
Ir.Ramses O. Hutapea, Penyempurnaan UU Migas No.22/ 2001 Yang Berpihak Kepada Kepentingan Rakyat, disampaikan pada Seminar Nasional & Capturing Session: Penyempurnaan dan Perubahan UU Migas Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi , Jakarta 14 Desember 2006
5
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
tersebut tidak jelas prosentasinya, sehingga menyebabkan kelangkaan pada pasokan migas terutama gas bumi nasional. Menurut anggota komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar, Dito Ganinduto, selama ini dalam UU Migas DMO tidak disebutkan secara tegas. Penyebutan DMO gas sebesar 25% dinilai masih belum jelas, apakah jumlah itu volume atau harga. Yang tersirat adalah DMO setinggitingginya 25 persen. Selain itu, salah satu yang menjadi pertimbangan dalam revisi UU tersebut adalah menghapuskan Badan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) dan Badan Pengatur Kegiata Usaha Hilir Migas (BPH Migas). Kedua bada tersebut dipandang tidak berhasil dalam menjalankan perannya sebagai wakil negara. Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, Undang-undang harus mengembalikan Kuasa Pertambangan ke Pertamina. Setidaknya menetapkan bahwa Pertamina diberi keistimewaan untuk mengelola blok-blok migas yang habis masa kontraknya. Hal ini merupakan wujud konkret keberpihakan negara terhadap perusahaan migas negara di dalam akses penguasaan dan pengelolaan migas nasional. Dengan kinerja Pertamina di Hulu yang terus meningkat produksinya dalam lima tahun terakhir, seharusnya tidak ada lagi keraguan bagaimana pemerintah dapat melakukan hal itu. 5 Sedangkan menurut Rudi Rubiandini R.S, setidaknya ada hal-hal yang harus jadi perhatian pihak legislative dalam melakukan perubahan undang-undang agar dapat berpihak pada kepentingan rakyat: 1. UU Migas tidak mampu memenuhi kecukupan permintaan gas bumi dalam negeri; 2. UU Migas membuat PT Pertamina menjadi sangat tidak berdaya; 3.
Terdapat biaya (Recoverible Cost) yang tidak bisa dipertanggungjawabkan yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 38,1 miliar dan 4,2 miliar dollar Amerika atau setara Rp 37,6 triliun,
5
Harian Republika, Revisi Undang-undang untuk Domestik, Selasa, 28 September
2010.
6
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
4. UU Migas membuat rakyat tidak bisa mengetahui data produksi dan pengeluaran biaya karena tidak adanya transaparansi; 5. Sejak berlakunya UU Migas, tidak banyak kegiatan eksplorasi dan sangat minim investor besar baru yang mau masuk menanamkan modal di bidang migas. Melihat kelima hal diatas, UU Migas harus diganti karena sudah terlalu liberal dan harus diletakan pada kemandirian bangsa, mendukung pertumbuhan perusahaan nasional, dan mengembalikan kedaulatan sumber daya alam migas kepada pemerintah, bukan pada perusahaan asing.6 Berdasarkan fakta-fakta tersebut, perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 perlu dilakukan dengan tujuan utama untuk memaksimalkan seiring berjalannya waktu, dan pemikiran baru tentang perlunya pembaharuan undangundang tersebut. Kemudian, pertanyaan yang timbul berikut apakah dengan adanya undangundang tersebut yang nantinya apabila disetujui menjadi UU selaku hukum positif, dapat memberi sebuah garansi bahwa UU yang dihasilkan tersebut akan menjadi relatif lebih baik dari aspek substansi, redaksional dan akhirnya akan memberi pengaruh yang besar terhadap penerapan pasal-pasal tersebut pada praktik bisnis Minyak dan Gas bagi kehidupan berbangsa. Ada beberapa aspek yang perlu mendapat atensi dalam Revisi undang-undang tersebut. Pada dasarnya, undang-undang tersebut memang memerlukan perubahan dan pembaharuan secara parsial. Undang-undang tersebut asasnya sudah cukup representatif, akan tetapi memang memerlukan beberapa perubahan baik yang bersifat redaksional, substansi maupun pengaturan normanya.
Kemudian implikasi dari adanya revisi terhadap Undang-undang migas tentu akan berdampak pada pelaksanaan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. Pengelolaan terhadap kekayaan alam minyak dan gas bumi tidak dapat dilakukan sendiri oleh Negara. Negara masih belum mampu untuk mengusahakan sendiri 6
Rudi Rubiandini R.S, Alasan Revisi Undang-Undang Migas, http://metrotvnews.com/metromain/analisdetail/2010/07/29/49/Alasan-Revisi-UU-Migas, diakses tanggal 25 February 2011
7
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
pengelolaan kegiatan usaha hulu migas karena sifatnya yang padat modal, padat teknologi dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Untuk dapat memanfaatkan hasil sumber daya alam tersebut, negara perlu bekerjasama dengan pihak swasta baik dalam maupun luar negeri yang memiliki kemampuan modal dan teknis untuk mengelola kegiatan usaha tersebut. Kerjasama antara Negara dengan pihak swasta dapat dilakukan dengan sistem Kontrak Bagi Hasil atau Kontrak lainnya. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) merupakan sistem kerjasama yang paling umum dan yang lebih disukai oleh investor. Dalam kerjasamanya antara Negara dengan pihak swasta, terlihat adanya perbedaan kedudukan di dalam Kontrak. Negara yang dalam hal ini diwakili oleh BP Migas memiliki kedudukan yang lebih kuat dalam Kontrak sebagai pemegang Kuasa Pertambangan, sedangkan investor hanya sebagai subyek hukum yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengusahaan atas sumber daya tersebut. Lalu apakah dengan adanya perbedaan kedudukan dalam kontrak tersebut akan menimbulkan ketidakadilan dalam pelaksanaan Kontrak PSC. Apabila memang tidak ada unsur keadilan di dalam Kontrak PSC, maka tentu saja Kontrak PSC harus ikut direvisi untuk menunjang iklim investasi yang kondusif. Untuk menjawabnya, perlu ditinjau lebih dalam mengenai klausul-klausul dalam Kontrak PS tersebut. 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, terlihat bahwa revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 perlu dilakukan. Namun perlu dicermati revisi seperti apa yang diperlukan oleh industri migas dan apakah revisi tersebut akan memberikan dampak perlunya revisi terhadap Kontrak PSC untuk menunjang iklim investasi yang kondusif. Oleh karena perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul dari proses revisi undang-undang tersebut, permasalahan tersebut antara lain: 1. Ketentuan-ketentuan apa saja yang harus dibenahi dalam merevisi Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi No. 22 Tahun 2001?
8
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
2. Apakah dalam Kontrak Bagi Hasil (PSC), sebagai sistem kontrak yang mengatur kerjasama pengelolaan kegiatan usaha hulu migas, mengandung asas keadilan bagi para pihaknya? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan utama yang akan dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk melihat apa yang menjadi dasar pertimbangan perlunya revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Pasal-Pasal mana saja yang menjadi kekurangan undang-undang tersebut sehingga perlu dilakukan revisi terhadap pasal-pasalnya. 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya keadilan di dalam Kontrak PSC, dan bagaimana bentuknya. 1.4 . METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah : 1.4.1.
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif atau legal research yaitu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan menggunakan data sekunder mengingat masalah yang diteliti adalah mengenai kekurangan dari UndangUndang No. 22 Tahun 2001 sebagai dasar pertimbangan revisi terhadap undangundang tersebut, maka hal ini hanya dapat ditemukan jawabannya dari suatu konsepsi yang legistis-positivis yang mengidentifikasi hukum sebagai normanorma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat yang berwenang dan
mengikat para pihak yang terkait di dalamnya. 1.4.2. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah penelitian ini, maka pengumpulan data akan dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan cara membaca dan mempelajari Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi serta peraturan perundang-undangan yang 9
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
berhubungan,
buku-buku
dan,
tulisan-tulisan
yang
berkaitan
dengan
permasalahannya. Data-data yang berhasil diperoleh akan dipergunakan sebagai landasan pemikiran yang bersifat teoritis untuk membantu dalam membuat analisis deskriptif untuk memecahkan masalah yang akan diteliti ini. Data sekunder dapat berupa:7 -
Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat. Yang terdiri atas segala peraturan perundangan-undangan, mulai dari undangundang dasar hingga perjanjian Internasional, atau dapat disebut juga sebagai hukum positif, antara lain Undang-Undang Dasar 1945, UndangUndang No. 44 prp Tahun 1960 tentang pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang No. 8 tahun 1971 jo Undang-Undang No 10 Tahun 1974 tentang Pertamina, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan-Pemerintah No 35 Tahun 1994 tentang Syarat-Syarat Dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak Dan Gas Bumi, Konsep Kontrak PSC yang di keluarkan oleh pemerintah baik sebelum maupun sesudah keluarnya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001. -
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku tentang hukum minyak dan gas bumi, buku-buku mengenai kontrak kerjasama di Indonesia, dan hasil-hasil penelitian serta karya ilmiah yang berkaitan lainnya. -
Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum sekunder, seperti kamus Black Laws Dictionery, ensiklopedi dan lain-lain.
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, (Jakarta : CV Rajawali, 1986), hal.33
10
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
1.4.3. Metode Analisis Data Dalam penulisan tesis ini analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif8 yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan dikumpulkan, diolah dan disusun secara sistematis untuk kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai jawaban atas permasalah yang diangkat. Analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif yang digunakan untuk mengkaji aspek-aspek normatif (yuridis) melalui metode yang bersifat deskriptif analisis9 yaitu menguraikan gambaran dari data yang diperoleh dan menghubungkannya satu sama lain untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum. 1.5. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPSIONAL 1.5.1.
Kerangka Teori
1.5.1.1.
Teori Hukum Alam
Menurut kodrat alam, manusia dimanapun dan pada zaman apapun selalu hidup bersama dan berkelompok. Sejak lahir manusia mempunyai hasrat untuk berkumpul dengan sesamanya dalam suatu kelompok, suatu hasrat untuk bermasyarakat. Aristoteles mengatakan, bahwa manusia adalah zoon politicon, maksudnya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia. Oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain maka manusia disebut sebagai makhluk sosial dan makhluk bermasyarakat. Didalam kehidupan manusia sehari-hari seringkali terjadi perbenturan kepentingan. Perbenturan kepentingan ini menyebabkan norma-norma yang ada dalam masyarakat menjadi goyah atau kacau. Oleh karena itu diperlukan sesuatu yang dapat menyeimbangkannya kembali dan hal itu adalah hukum. Tujuan hukum yang paling hakiki adalah keadilan. Sejarah umat manusia dalam usahanya 8
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004)
9
Suteki. bahan kuliah MPPH semester 6. (Semarang : Universitas Diponegoro, 2007)
11
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
menemukan keadilan yang mutlak sering menemukan kegagalan. Dengan usaha yang sedemikian rupa itu maka munculah hukum yang bersumber baik dari tuhan maupun dari rasio manusia yang berlaku universal, yang lebih tinggi dari hukum positif dan hukum itu dikenal dengan istilah hukum alam. Hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui penalaran, hakikat makhluk hidup dapat diketahui, dan pengetahuan tersebut akan menjadi dasar bagi tertib sosial serta tertib hukum eksistensi manusia Hukum Alam dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Alam Rasional dan Irasional. Hukum Alam Irasional adalah hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan Secara Langsung. Tokohnya adalah Thomas Aquinas, John Salisbury, Dante. Sedangkan Hukum Alam Rasional adalah Hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari rasio manusia. Tokoh penganut teori ini adalah Grotius, Immanuel Kant. Thomas Aquinas menerima hukum kodrat sebagai prinsip-prinsip segala hukum positif, yang berhubungan secara langsung dengan manusia dan dunia sebagai ciptaan Tuhan. Thomas Aquino membagi asas hukum alam dalam dua jenis yaitu, prinsipia prima dan prinsipia sekunderia. Prinsipia prima adalah asasasas yang dimiliki oleh manusia semenjak dia lahir dan bersifat mutlak, dalam arti tak dapat diasingkan darinya. Prinsipia sekundaria merupakan asas yang diturunkan dari prinsipia prima, berarti tidak berlaku mutlak dan terikat oleh tempat dan waktu. Prinsipia sekunderia baru dapat dikatakan mengikat apabila hukum positif memberikan kepada asas-asas ini. contohnya undang-undang. Hugo de Groot memandang hukum alam sebagai pencetusan rasio manusia yang berkaitan dengan apakah suatu tingkah laku manusia itu dianggap baik atau buruk, apakah tindakan manusia itu dapat diterima atau ditolak atas dasar kesusilaan alam. Grotius mengatakan, hukum alam lahir bersamaan dengan terciptanya manusia sebagai mahkluk yang berakal. Hukum alam tidak akan berubah sepanjang jaman. Terhadap hukum-hukum lainnya hukum alam mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Thomas Aquinas mengatakan Hukum Alam itu adalah mengerjakan yang baik dan menghindarkan yang buruk, sedangkan Grotius menyatakan bahwa hukum 12
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
dari alam menunjukan alasan-alasan yang baik dan tindakan-tindakan di dalamnya memiliki kualitas moral. Oleh karena itu, menurut Prof Erman Rajaguguk, premis pertama dari hukum Alam adalah apa yang diketemukan oleh hukum alam, seharusnya diikuti, karena hukum alam memberikan tempat utama kepada moralitas.10 1.5.1.2.
Tiga Cita Hukum dalam Perundang-undangan
Asas hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah jantunganya peraturan hukum dan landasan paling luas serta alasan bagi terlaksananya peraturan hukum 11. Asas hukum memiliki dua landasan, yakni yang berakar di dalam kenyataan kemasyarakatan dan di dalam nilai-nilai yang dipilih masyarakat yang bersangkutan sebagai pedoman hidup keberlakuan dan keabsahan asas hukum dilandasi pada penerimaan masyarakat. Sebagai dasar pemikiran hukum, cita hukum adalah abstraksi dari faham masyarakat mengenai hukum beserta konsep yang terkandung di dalamnya. Cita hukum adalah suatu a priori yang sifatnya normatif dan konstitutif yang menjadi dasar dalam pembentukan hukum. Fungsi cita hukum adalah memberikan makna pada hukum, membatasi ruang lingkup hukum positif yang dibentuk dan menetapkan
tolak
ukur
keadilan
hukum
positif.
Menurut
Mochtar
Kusumaatmadja, Cita hukum bangsa Indonesia adalah negara hukum, dimana kekuasaan tunduk pada hukum dengan prinsip kesetaraan dihadapan hukum yang berdasarkan Pancasila. Sejalan dengan berlakunya hukum, terdapat tiga cita hukum yang di dambakan, yaitu Keadilan (justice), Kemanfaatan (Expediency), dan kepastian hukum (Legal Certainty).
10
Prof. Erman Rajaguguk, Filsafat Hukum Ekonomi, (Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010), hal 16 11
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Jakarta : Citra Aditya Bakti, Cetakan V, 2000, hlm
45
13
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
a. Asas Keadilan Keadilan tidak dapat dilepaskan dari manusia bahkan mengait pada falsafah hidup yang mutlak, yaitu apa yang menjadi dasar bagi keadilan itu bertolak dari nilai-nilai tertentu yang dianggap layak untuk dijadikan dasar.12 Menurut Aristoteles, keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturanaturannya menjadi dasar dari peraturan negara, dan aturan tersebut merupakan ukuran mengenai apa yang hak. Dalam hal ini orang harus mengendalikan diri untuk tidak mengambil keuntungan bagi diri sendiri dengan merebut milik orang lain atau menolak memberikan yang seharusnya diberikan kepada orang lain.13 Aristotle membedakan antara keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan distributif adalah menyangkut soal pembagian barang-barang, keadilan distributif menyangkut kehormatan kepada masing-masing orang sesuai dengan tempatnya dalam masyarakat. Keadilan menurut Hans Kelsen adalah suatu tatanan masyarakat yang mengatur hubungan timbal balik antar manusia yang mungkin diwujudkan tetapi tidak harus terwujud, dan merupakan tatanan masyarakat yang memberikan perlindungan terhadap suburnya pencarian kebenaran. Menurut John Rawls, konsepsi keadilan adalah kewajaran atau ”Justice is fairness” yang mengandung asas bahwa orang yang merdeka dan rasional berkehendak utuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki masyarakat (Society) yang dikehendaki14. Dalam rangka pembahasan tentang keadilan distributif, rawls mengaitkan masalah lingkungan hidup denan generasigenerasi yang akan datang, dimana perlakuan adil itu adalah apabila generasi sekarang mewariskan lingkungan yang baik bagi genarasi-generasi berikut. Prosedur yang digunakan rawls dalam mengembakan teori keadilan adalah
12
Ibid., Hal 118-120
13
Rawl, John, A Theory of Justice, (Cambridge MA : The belknap press of Harvard University Press, Seventh printing, 1976), hal 10 14
Ibid, hal 114
14
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
dengan mendalilkan suatu posisi awal (Original Position). Dalam posisi awal, semua generasi akan menerima prinsip adil sebagai berikut : 1. Kebebasan yang sedapat mungkin sama bagi semua orang dan seluas mungkin tetapi tetap dengan atas (Prinsip kebebasan; 2. ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus memenuhi dua kondisi : a. Peluang yang sama bagi semua orang (kesetaraan kesematan); dan b. Perbedaan dapat diterima hanya jika kesenangan ekonomi dan sosial dapat memaksimalkan keuntungan bagi pihak yang paling kurang beruntung, atau dengan kata lain semua orang tidak perlu mendapat hal-hal yang sama untuk mencapai masyarakat adil (Prinsip perbedaan)15 b. Asas Manfaat Asas kemanfaatan berasal dari teori utilitarisme yang dikemukankan oleh jeremy Bentham. Menurut Bentham teori utilitarisme melandasi pada keutamaan moral yang memastikan bahwa aturan-aturan hukum harus memberikan fungsi yang bermanfaat. Konsepsi ini berasal dari pandangan Laissez Faire yang memandang bahwa setiap orang menjaga dirinya sendiri terhadap kepentingan umum, maka kebahagiaan yang paling banyak akan terjamin16. c. Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum, yaitu merupakan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu17. Tema kepastian hukum secara historis merupakan tema yang muncul 15
Ibid Friedman, Lawrence M, American law : An Introduction, 2nd ed, Terjemahan Wishnu Basuki, Cetakan 1, (Jakarta : PT. Tatanusa, 2001), hal 115 16
17
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta : Penerbit Maju, 1991), hal
145
15
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
semenjak gagasan tentang pemisahan kekuasaan dinyatakan Montesquie, bahwa dengan adanya pemisahan kekuasaan maka tugas penciptaan UndangUndang itu di tangan pembentuk Undang-Undang saja, sedangkan hakim hanya bertugas menyuarakan isi undang-undang saja.18 Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang. Menurut Apeldorn, kepastian hukum mempunyai dua segi, yakni dapat ditentukannya hukum dalam hal yang kongkret dan keamanan hukum. Artinya pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus sebelum ia memulai suatu perkara dan perlindungan bagi para pihak dalam kesewenangan hakim.19 Dikenali sebagai the supreme state of national law, asas kepastian hukum mengajarkan dan meyakini adanya status hukum yang mengatasi kekuasaan dan otoritas lain, seperti otoritas politik. Asas kepastian hukum menganjurkan agar tidak digunakan rujukan-rujukan normatif lain selain yang ada dalam norma hukum dalam memecahkan masalah hukum, sehingga hanya norma hukum yang telah diundangkan yang disebut hukum positif yang boleh digunakan. 1.5.2.
Kerangka Konsepsional
1. Pengertian Hukum Pertambangan Menurut Salim HS hukum pertambangan adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara negara dengan orang lain dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian (tambang).20 18
Apeldorn, L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita), 1983, hal 391-394 19
Ibid hal 129
20
H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hal.8
16
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Ruang lingkup kajian hukum pertambangan meliputi pertambangan umum, dan pertambangan minyak dan gas bumi. Pertambangan umum merupakan pertambangan bahan galian di luar minyak dan gas bumi. Pertambangan umum digolongkan menjadi lima golongan, yaitu: a.
Pertambangan mineral radioaktif;
b.
Pertambangan mineral logam;
c.
Pertambangan mineral nonlogam;
d.
Pertambangan mineral batu bara, gambut, dan bitumen padat; dan
e.
Pertambangan panas bumi (pasal 8 Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Umum).21
2. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) BP Migas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu dibidang minyak dan gas bumi22 3. Badan Pengatur Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) BPH Migas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada kegiatan usaha hilir.23 4. Domestic Market Obligation (DMO) : Domestic Market Obligation adalah kewajiban kontraktor (KKKS) yang telah mencapai tahap produksi untuk menyerahkan 25% hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan minyak pasaran domestik24 5. Kontrak Kerja Sama (KKS) : 21
Ibid, hal 10
22
Indonesia, Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun 2001,LN No. 136 Tahun 2001, TLN No. 4152, pasal 1 point 23 23
Ibid, Pasal 1 point 24
24
Sutadi, PSC Accounting, Makalah Lokadata
17
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Kontrak Kerja Sama adalah Kontak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerjasama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitas yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.25 6. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) : Kontraktor Kontrak Kerjasama merupakan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kontrak kerjasama dengan Badan Pelaksana (BP Migas) untuk melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi 7. Kuasa Pertambangan (KP) : Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada pemerintah untuk menyelengarakan kegiatan eksplorasi dan ekploitasi26 8. Kontrak Bagi Hasil (KBH) / Production Sharing Contract (PSC) : Kontrak Bagi Hasil / Production Sharing Contract adalah bentuk kerjasama antara Pertamina (sekarang BP Migas) dan kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.27 9. Minyak dan Gas Bumi -
Minyak atau minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk
25
Indonesia, Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi , Op.Cit, Pasal 1 point
26
Ibid, Pasal 1 point 5
19
27
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Syarat-Syarat dan Pedoman Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, PP No. 35 tahun 1994,LNRI No. 64 tahun 1994, Pasal 1 Point 1
18
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi28 -
Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi29
10. Plan Of Development (POD) : Plan Of Development adalah Rencana untuk mengembangkan satu atau lebih lapangan minyak dan gas bumi dengan cara terintegrasi dalam rangka memproduksi cadangan hidrokarbon secara optimal, serta mempertimbangkan sisi keekonomian dan aspek HSE.30 1.7. SISTEMATIKA PENELITIAN Sistematika dalam penulisan hukum ini akan terbagi dalam lima bab, dengan maksud untuk mempermudah penguraian atau pembahasan masalah sehingga dapat tersusun secara sistematis dan mudah dipahami Bab 1 merupakan bab Pendahuluan. Bab ini berisi tentang Latar Belakang dari penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Teori dan Kerangka konsepsional, dan Sistematika Penulisan yang merupakan gambaran singkat dari penulisan ini. Bab 2 berjudul Kontrak Kerjasama dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan Strategi Pengembangan Minyak dan Gas Bumi. Bab ini akan membahas tentang kontrak secara umum, dan kontrak Production Sharing secara khusus, kemudian bagaimana tujuan serta strategi pengembangan kegiatan usaha minyak dan gas bumi di Indonesia
28
________, Undang-undang tentang minyak dan Gas Bumi, Op.Cit, Pasal 1 point 1
29
Ibid, Pasal 1point 2
30
Ira Miriawati, dkk, Plan Of Development, (Jakarta : BP Migas (presentasi), 2003). (diterjemahkan oleh penulis)
19
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Bab 3 merupakan Peranan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi kaitannya dalam Rangka Pembangunan di Indonesia. Bab ini akan membahas tentang bagaimana pengaruh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap perkembangan industri minyak dan gas bumi di Indonesia Bab 4 diberi judul Pembenahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Pengembangan Industri Hulu Migas di Indonesia. Pada Sub bab satu akan membahas tentang permasalahan yang terjadi dengan adanya Undang-undang No. 22 Tahun 2001, kemudian hal-hal apa yang harus dibenahi dalam peraturan ini dalam rangka revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang saat ini sedang dilakukan. Sedangkan dalam sub bab dua akan membahas mengenai penerapan keadilan di dalam Kontrak PSC sebagai sistem kontrak kerjasama pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. Bab 5 adalah bab Penutup dari penelitian ini. Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan tersebut penulis akan memberikan saran mengenai pertimbangan terhadap revisi UU tersebut menurut pendapat penulis.
20
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
BAB 2 KONTRAK KERJASAMA DALAM KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
2.1.
Jenis-jenis Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi 2.1.1. Kontrak Konsesi Kontrak Konsesi adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh negara pemilik atau pemegang kuasa pertambangan dengan kontraktor untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi dan memasarkan hasil produksinya tanpa adanya campur tangan dari Negara pemberi konsesi dalam manajemen operasi. Hak-hak tersebut diperoleh sebagai imbalan dari pemenuhan kewajiban kontraktor untuk melakukan pembayaran-pembayaran kepada Negara yang berupa royalty, pajak-pajak serta bonus. Konsesi merupakan bentuk yang paling tua dan paling banyak digunakan di dunia. Negara-negara yang menggunakan sistem ini antara lain Inggris, Thailand, Amerika Serikat dan beberapa Negara Timur Tengah. Sebagai bentuk perjanjian yang paling tua, konsesi telah berkembang dari bentuk klasik hingga bentuk modern31. Konsesi klasik umumnya mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : 1. Diberikan atas wilayah kerja yang relative sangat luas; 2. Untuk jangka waktu yang relative panjang; 3. Kepada kontraktor diberikan wewenang penuh untuk mengatur operasai pertambangan; 4. Dan menyisakan hanya sedikit hak kepada Negara yaitu hak untuk menerima pembayaran (royalty) berdasarkan hasil produksi
31
Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta : Djambatan, 2000),
hal 56
21
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Sedangkan konsesi modern telah dikembangkan sebagai konsep perjanjian administrative (administrative contracts). Konsep ini berasal dari Perancis yang dikenal dengan Droit Administrtive. Salah satu prinsip droit administrative menurut hukum perancis yang berkaitan dengan konsesi adalah bahwa hubungan kontraktual yang berdasarkan droit administrative tunduk pada ketentuan perundang-undangan Negara atau badan pemerintah yang berkepentingan. Oleh karena itu kewenangan kontraktor dalam konsesi modern tidak lagi sebesar Konsesi Klasik. Di Indonesia, Istilah konsesi muncul pertama kali di ”Indische Mijn Wet (IMW)” yang dikeluarkan pada tahun 1899. Kontrak konsesi adalah bentuk perjanjian pengelolaan dan pengusahaan minyak dan gas bumi yang dibuat pada masa zaman Hindia Belanda. Dalam sistem kontrak konsesi di Indonesia, kontraktor diberikan keleluasaan untuk mengelola minyak dan gas bumi, mulai dari kegiatan eksplorasi, eksploitasi sampai memasarkan hasil produksi yang dihasilkannya. Kontraktor diberikan kewajiban untuk membayar pajak tanah untuk setiap hektar area konsesi yang diberikan Negara (dalam hal ini pemerintah Hindia Belanda) kepadanya. Jika kontraktor telah berhasil berproduksi dan memasarkan hasil produksinya, kontraktor diwajibkan untuk membayar royalty, sejumlah pajak dan bonus kepada pemerintah. Dalam Indische Mijnwet, royalty kepada pemerintah ditetapkan sebanyak 4% dari produksi kotor. Prinsip kerjasama di dalam sistem konsesi secara umum adalah sebagai berikut : 1. Kepemilikan sumberdaya minyak dan gas yang dihasilkan berada ditangan kontraktor (mineral right); 2. Kontraktor
diberi
kewenangan
penuh
dalam
mengelola
operasi
pertambangan, yang bertindak sebagai operator sekaligus bertanggung jawab atas manajemen operasi (mining right); 3. Kepemilikan asset berada di tangan kontraktor, dalam batas-batas tertentu; 4. Negara mendapatkan sejumlah royalty yang dihitung dari pendapatan kotor yaitu sebesar 4% atas pendapatan kotor dari hasil penjualan minyak dan gas bumi yang dihasilkan;
22
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
5. Kontraktor diwajibkan membayar pajak tanah dan pajak penghasilan dari penghasilan bersih.32 Pada masa itu, pengelolaan pertambangan minyak dan gas bumi dikuasai oleh tiga perusahaan asing, yaitu Caltex, Shell dan Stanvac. Modal yang dimiliki ketiga perusahaan tersebut berasal dari modal asing, sementara pemerintah Hindia Belanda tidak memiliki saham di ketiga perusahaan tersebut. Dalam perkembangannya Indische Minjwet tersebut diubah pada tahun 1910, pemerintah Hindia Belanda menambahkan Pasal 5a dalam Indische Minjwet. Ketentuan Pasal 5a dalam Indische Minjwet berbunyi sebagai berikut: 1. Pemerintah berwenang untuk melakukan penyelidikan dan ekploitasi selama hal itu tidak bertentangan dengan hak-hak yang telah diberikan kepada penyelidik atau pemegang konsesi; 2. Untuk hal tersebut, pemerintah dapat melakukan sendiri penyelidikan dan eksploitasi
atau
mengadakan
perjanjian
dengan
perorangan
atau
perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang ini dan sesuai dengan perjanjian itu mereka wajib melaksanakan eksploitasi, ataupun penyelidikan dan ekploitasi yang dimaksud; 3. Perjanjian yang demikian itu tidak akan dilaksanakan, kecuali telah disahkan dengan Undang-Undang33 Inti dari ketentuan Pasal 5a Indische Mijnwet adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk dapat ikut serta pada kegiatan eksplorasi dan ekploitas pertambangan, baik dalam bentuk pengusahaan sendiri atau dengan bentuk kerjasama dengan pihak lain. Dengan diberlakukannya ketentuan baru tersebut, sejak tahun 1910 tidak hanya pihak swasta yang dapat melakukan pengusahaan minyak dan gas bumi, melainkan pemerintah Hindia Belanda juga dapat melakukan pengusahaan atas hasil tambang ini. 32
Dira, Perkembangan Model Pengelolaan Migas, http://Casdiraku.wordpress.com/2010/02/03/perkembangan-model-pengelolaan-migas/, diakses tanggal 12 Oktober 2010 33
Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta : UII Press, 2004)
23
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Konsensi di Indonesia terjadi juga Pada Agustus 1951, ketika Mr. Mohammad Hasan selaku Ketua Komisi Perdagangan dan Industri DPR telah melakukan penelitian yang menghasilkan 2 (dua) kesimpulan yaitu: 1. diyakini penuh, dengan berbagai alasan yang kuat, bahwa ladang-ladang minyak di Sumatera Utara dapat dinasionalisasi dengan pembayaran ganti rugi sedemikian rupa; 2. Indonesia tidak mendapatkan pembagian setimpal atas operasi minyak asing menurut perjanjian Konsesi dan peraturan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diajukan mosi kepada Pemerintah untuk membentuk Panitia Negara Urusan Pertambangan dengan tugas diantaranya adalah mempersiapkan rencana undang-undang pertambangan dan mengajukan usul mengenai pertambangan yang menguntungkan Pemerintah. Atas desakan DPR, Pemerintah kemudian menunda pemberian konsesi eksploitasi maupun perpanjangannya sampai Panitia Negara Urusan Pertambangan memberikan rekomendasi. Dalam perundingan antara Mr.Mohammad Hasan dan manajeman perusahaan minyak asing di Indonesia, muncul usulan dari Mr. Mohammad Hasan agar pembagian hasil (50%-50%) diambil dari hasil produksi, tanpa ikut serta dalam pembiayaan operasi. Berdasarkan perundingan tersebut, pada Maret 1954 dihasilkan kesepakatan antara Pemerintah dan Stanvac yang diantaranya: 1) Untuk menfasilitasi penanaman modal kepada Stanvac diberikan pembebasan bea masuk untuk semua impor barang modal; 2) Penerapan perpajakan yang akhirnya menghasilkan pembagian 50%-50%; 3) Upaya Indonesianisasi karyawan akan dilakukan sebesar mungkin; 4) Jangka waktu Konsesi untuk empat tahun.
Kesepakatan tersebut juga menjadi dasar perpanjangan konsesi Shell dan Caltex, dimana pada perpanjangan berikutnya yaitu pada tahun 1960 diharapkan dapat diatur sesuai Undang-Undang Perminyakan yang baru. Jenis kontrak tersebut terus berlanjut hingga dikeluarkannya UU No. 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi merupakan Lex 24
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Specialis dari UU No. 37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan 2.1.2.
Kontrak Karya
Pengertian dari kontrak karya dijelaskan oleh beberapa sarjana. Ismail Suny mengartikan Kontrak Karya tersebut, sebagai berikut : ”kerjasama modal asng dalam bentuk kontrak karya (contract of work ) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk suatu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerjasam dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional” Selanjutnya pengertian kontrak karya yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz adalah : “suatu kerjasama dimana pihak asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerjasama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”34 H. Salim HS. juga menjelaskan pengertian kontrak karya di dalam bukunya. Pengertian ini baginya adalah untuk melengkapi pengertian yang telah dikemukakan oleh Ismail Suny dan Sri Woelan Aziz, yaitu : “suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”35 Dari pengertian-pengertian tersebut (terutama pengertian yang disebutkan H.Salim HS.) yang telah ditarik unsurnya, menunjukkan bahwa di dalam kontrak 34
Sri Woelan Aziz, Aspek-aspek hukum ekonomi pembangunan di Indonesia, (Surabaya : Citra Media, 1996), hal.62 35
Salim HS, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Cetakan 2005-1-2, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada), hlm. 129
25
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
karya bersifat perdata, dan merupakan kesepakatan bersama antara para pihak (Pemerintah Republik Indonesia dengan Kontraktor) dalam kerja sama tersebut. Azas kesepakatan terhadap kontrak meliputi keseluruhan terms and conditions yang tercantum di dalam kontrak termasuk para pihak yang terkait di dalam kontrak. Perubahan terhadap terms and conditions kontrak karya hanya dimungkinkan apabila didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak yang kemudian dituangkan secara resmi dalam bentuk amandemen kontrak.36 Perjanjian di dalam kontrak karya ini memenuhi unsur-unsur, syarat, dan asas-asas perjanjian pada umumnya. Prinsip-prinsip dasar kontrak karya yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Manajemen berada di tangan kontraktor. Dalam kontrak karya, yang berperan aktif dalam operasi adalah kontraktor. 2. Aset yang dimiliki kontraktor yang berupa peralatan yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi tetap menjadi milik kontraktor sampai berakhirnya masa penyusutan Prinsip ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa peralatan yang ada dalam operasi kontrak karya telah dimiliki sebelumnya oleh para kontraktor sebelum adanya kontrak karya. Batasan sampai masa penyusutan merupakan akomodasi kepentingan Negara di satu sisi dan kontraktor disisi lain dalam hal kepemilikan asset. 3. Pembagian hasil didasarkan pada hasil penjualan minyak dan gas bumi dengan perbandingan 60% untuk Negara dan 40% untuk kontraktor dengan terlebih dahulu dikurangi biaya-biaya. Prinsip ini sejalan dengan konsep kontrak karya sebagai perjanjian pembagian pendapatan, dimana yang menjadi patokannya adalah hasil penjualan produksi.
36
Menjebatani pemahaman praktek pertambangan : KP dan PKP2B, http://www.apbiicma.com/newa.php?pid=5563&act=detail, diakses tanggal 1 November 2010.
26
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
4. Kepemilikan atas minyak dan gas bumi yang dihasilkan berada ditangan Negara.
5. Kontrak karya berlaku setelah disahkan dengan Undang-Undang. Kontrak karya adalah suatu perjanjian yang mengatur tentang pembagian keuntungan atau pendapatan. Prinsip kerjasamanya adalah profit sharing, atau pembagian keuntungan antara Pemerintah dan kontraktor. Dengan dasar pemikiran tersebut maka aspek manajemen dan kepemilikan asset bukan menjadi pertimbangan penting. Oleh karena itu dalam kontrak karya, manajemen operasi berada ditangan kontraktor dan kepemilikan aset berada di tangan kontraktor sampai asset tersebut terdepresiasi. Sedangkan untuk kepemilikan minyak dan gas bumi yang dihasilkan pada prinsipnya berada di tangan Negara yang dalam hal ini diwakili oleh perusahaan Negara. Dalam kontrak karya, kontraktor diberi kuasa pertambangan, tetapi tidak memiliki hak atas tanah permukaan. Dalam menjalankan operasinya, kontraktor berkewajiban untuk mendanai semua kegiatan eksplorasi, pengembangan serta pemasaran. Biaya-biaya tersebut nantinya akan dikembalikan dari hasil produksi. Untuk menjamin tersedianya minyak dan gas bumi untuk dikonsumsi dalam negeri, kontraktor diwajibkan untuk memberikan pembayaran dalam bentuk minyak dan gas bumi sampai dengan 25% dari total produksi tahunan. Masa berlakunya kontrak karya adalah 30 tahun dengan areal yang relative luas. Atas areal yang telah diberikan, kontraktor diwajibkan untuk mengembalikan atau menyisihkan sebagian wilayahnya kepada Negara setelah jangka waktu tertentu. 2.1.3. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, tidak didapatkan pengertian kontrak production sharing, namun pengertian kontrak production sharing dapat kita baca dalam Pasal 1 angka (1) PP Nomor 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi. Kontrak Production Sharing adalah :
27
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
“Kerja sama antara Pertamina dan Kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi”.37
Kontrak production sharing merupakan perjanjian bagi hasil di bidang minyak dan gas bumi. Para pihaknya adalah PERTAMINA dan kontraktor. Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 para pihaknya adalah badan pelaksana dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap. Dengan demikian, definisi ini perlu dilengkapi dan disempurnakan. Kontrak production sharing adalah : “Perjanjian atau kontrak yang dibuat antara badan pelaksana dengan badan usaha dan atau bentuk usaha tetap untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang minyak dan gas bumi dengan prinsip bagi hasil”.38 Pola Production Sharing Contract dipakai khusus dalam usaha pertambangan minyak dan gas bumi. Bentuk kontrak ditetapkan dalam ketentuan pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971. Pengertian kontrak bagi hasil (kontrak production sharing) adalah kontrak/perjanjian kerja sama antara PERTAMINA dan Perusahaan Asing (selaku kontraktor) untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi bahan galian minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi (share)39. Walaupun kontrak bagi hasil ini dilakukan oleh pihak PERTAMINA dengan Perusahaan Asing namun kontrak bagi hasil ini tunduk terhadap ketentuan hukum Indonesia.
37
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Syarat-Syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, PP No. 35 Tahun 1994, LN No. 64 Tahun 1994 38
H. Salim HS, Op.Cit. Hal. 258
39
Abrar Saleng. Op.Cit, Hal. 159
28
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
2.2.
Tinjauan mengenai Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) 2.2.1. Pengertian Kontrak Bagi Hasil (PSC) Pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi telah mencatat sejarah yang panjang dan pola pengusahaan yang beragam. Kontrak bagi hasil sendiri sudah melahirkan beberapa generasi, munculnya istilah kontrak bagi hasil juga tidak terlepas dari sejarah perjuangan perminyakan nasional yang dahulu dalam membangun PT. Permina (yang sekarang bernama PERTAMINA). Dr. Ibnu Sutowo menjalankan kebijaksanaannya mula-mula menurut arah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang pertambangan minyak dan gas bumi (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.44 tahun 1960), yaitu dengan jalan kontrak karya. Akan tetapi setelah mengetahui bahwa sistem bagi hasil (Production Sharing Contract) seperti yang disarankan Mr. T. Moehammad Hasan lebih menguntungkan Negara, maka PT. Permina mengadakan hanya perjanjian bagi hasil (production sharing contract) dengan kontraktor-kontraktor asing, sehingga dalam waktu pendek Permina cepat meningkat menjadi besar.40 Dalam sejarahnya, kontrak production sharing pertama sekali diterapkan di Indonesia yaitu pada Kontrak Production Sharing antara Pertamina dan IIAPCO pada tahun 1966. Kemudian diikuti oleh beberapa negara lainnya seperti Malaysia, Guatemala, Libya, Mesir, Syria, Jordan, Bangladesh, Gabon, RRC, dan Myanmar.41 Konsep kontrak production sharing yang ditawarkan oleh Ibnu Sutowo, kemudian dituangkan dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971
40
Mr. H. Moehammad Hasan, Teuku, Sejarah Perjuangan Perminyakan Nasional, (Jakarta: Yayasan Sari Pinang Sakti, 1985), hal 64 41
Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi,(Jakarta : Djambatan, 2000),
hal. 59
29
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Dalam ketentuan itu ditentukan bahwa: “Perusahaan dapat mengadakan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk kontrak production sharing”. Prinsip kontrak production sharing ini kini telah dikuatkan oleh UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, ditentukan bahwa para pihak yang terkait dalam kontrak production sharing adalah Badan Pelaksana dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, bukan lagi Pertamina. Sementara itu, status Pertamina saat ini adalah sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) 42. Sehingga kedudukan pemegang Kuasa Pertambangan yang semula berada di tangan Pertamina menjadi berada di tangan Pemerintah, dimana dalam pelaksanaannya Pemerintah membentuk Badan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (BPMIGAS) untuk mengendalikan kegiatan usaha hulu migas tersebut. 2.2.2. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Bagi Hasil (PSC) Sebagaimana lazimnya suatu perjanjian yang senantiasa berkaitan erat dengan pemenuhan prestasi, para pihak dalam perjanjian ini diberikan hak sekaligus dibebani sejumlah kewajiban atau prestasi. Secara lebih terperinci hak dan kewajiban para pihak berdasarkan Perjanjian Kerjasama Minyak dan Gas Bumi
adalah sebagai berikut:43 2.2.2.1. Hak. BP MIGAS meliputi:
42
Salim HS, Op.Cit, Hal. 267
43
Berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama antara PT.BP MIGAS dengan Kontraktor
30
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Hak untuk mengatur manajemen operasi namun BP MIGAS tetap berkonsultasi dengan Kontraktor. Pada kontrak ini, kuantitas objek yang diperjanjikan antara kedua belah pihak (yang sebelumnya telah disepakati bersama) ditentukan oleh pihak BP MIGAS. BP Migas juga memiliki Hak untuk menentukan harga minyak mentah yang dihasilkan Kontraktor. Sebagai contoh, dalam perjanjian ini ditentukan bahwa harga jual Minyak mentah ditetapkan Pemerintah. Sehingga dalam bisnis ini, yang menentukan harga jual bukanlah pihak Kontraktor. Kontrak tersebut menyebutkan bahwa pihak Kontraktor diberikan margin terhadap harga minyak mentah sebagaimana dimaksud pada kontrak, yang besarnya ditetapkan oleh pihak BP MIGAS dari waktu ke waktu. Dari perjanjian tersebut tampak jelas bahwa pihak BP MIGAS memiliki hak penuh untuk menentukan margin yang diterima oleh pihak Kontraktor. Pihak Kontraktor tidak memiliki bargaining power atas margin yang diperolehnya, karena hal tersebut sudah ditetapkan oleh BP MIGAS, dan dapat berubah sewaktu-waktu. Berdasarkan keseluruhan klausul yang terdapat pada kontrak tersebut, tampak bahwa pihak BP MIGAS memiliki hak untuk memberikan izin ataupun tidak memberikan izin terhadap permohonan pihak Kontraktor untuk mengalihkan/memindahtangankan, menguasakan sebagian atau seluruh hak eksplorasi Kontraktor tersebut kepada pihak lain. Pihak BP MIGAS atau wakil yang ditunjuknya setiap waktu berhak melakukan pemeriksaan baik secara teknis (terhadap perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan) maupun administratif, yang bertujuan untuk memeriksa kelancaran kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Minyak Mentah dari Kontraktor tersebut. Pemeriksaan secara berkala oleh BP MIGAS dilakukan berdasarkan performance Kontraktor, dan dalam rangka audit kepatuhan. Hak untuk memutuskan perjanjian ini secara sepihak dengan catatan bahwa pemutusan perjanjian tersebut tentunya dilakukan setelah pihak Kontraktor mendapat 1 (satu) peringatan tertulis. Pengambilan langkah pemutusan perjanjian tersebut akan dilakukan apabila pihak Kontraktor 31
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
melakukan satu atau lebih dari hal-hal sebagai berikut: 1. Lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam perjanjian ini. 2. Memberikan
keterangan
tindakantindakan
yang
yang dapat
tidak
merugikan
benar
dan
BP
MIGAS,
melakukan termasuk
menciptakan citra negatif BP MIGAS. 3. Secara langsung atau tidak langsung terkait perkara pidana atau perdata di pengadilan yang mengganggu pelaksanaan perjanjian ini. Hak untuk melakukan pengambilalihan eksplorasi wilayah kerja Kontraktor sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian ini, dalam hal pihak Kontraktor tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam kontrak ini. Dalam hal terjadi pengambilalihan eksplorasi, BP MIGAS berhak untuk melaksanakan sendiri atau menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan eksplorasi atas wilayah kerja yg diambil tersebut. Hak bagi pihak BP MIGAS untuk mengalihkan hak dan kewajibannya yang ada dalam perjanjian ini kepada afiliasinya. Pengalihan hak dan kewajiban tersebut berlaku efektif sejak pihak BP MIGAS memberitahukan secara tertulis kepada pihak Kontraktor. Pihak BP MIGAS berhak untuk melakukan proses evaluasi terhadap isi dan pelaksanaan perjanjian ini, serta berhak untuk menetapkan usulan perubahan-perubahan yang diperlukan berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan dalam kurun waktu minimal 5 (lima) tahun sekali selama 20 (dua puluh) tahun masa perjanjian berjalan. BP Migas dapat memberikan sanksi kepada pihak Kontraktor apabila pihak Kontraktor tidak melaksanakan dan/atau melanggar ketentuan dalam perjanjian ini. 2.2.2.2. Kewajiban BP MIGAS meliputi: Apabila pihak BP MIGAS merasa terhambat di dalam melaksanakan kewajibannya karena terjadi Keadaan Kahar, maka BP MIGAS berkewajiban 32
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
untuk memberitahukan pihak Kontraktor secara tertulis selambat-lambatnya 7 X 24 jam setelah terjadinya Keadaan Kahar tersebut, dengan disertai surat pernyataan dari Pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan Keadaan Kahar yaitu terjadinya kegagalan atau keterlambatan yang dialami para pihak dalam
melaksanakan
kewajibannya
disebabkan
hal-hal
diluar
kemampuan/kontrol yang wajar dari para pihak. BP MIGAS berkewajiban untuk menanggung dan membebaskan Kontraktor dari pajak-pajak Indonesia antara lain pajak pertambahan nilai, pajak peralihan (transfer), pungutan ekspor dan impor terhadap barang-barang, peralatan dan barang-barang persediaan yang dibawa ke Indonesia oleh Kontraktor atau subkontraktornya, termasuk pajak atas pungutan dalam kaitannya dengan pelaksanaan operasi oleh kontraktor, Kecuali berkaitan dengan kewajiban kontraktor untuk membayar pajak penghasilan dan pajak keuntungan BPMIGAS juga berkewajiban membantu dan memperlancar pelaksanaan Program Kerja Kontraktor dengan menyediakan fasilitas, barang persediaan dan personil termasuk, tetapi tidak terbatas pada menyediakan atau mengadakan visa, ijin kerja, transportasi, perlindungan keamanan, yang diminta oleh Kontraktor dengan menyediakannya dari sumber-sumber yang dikontrol BPMIGAS. Apabila fasilitas, barang-barang persediaan atau personil tersebut tidak tersedia, maka BPMIGAS segera mengadakan fasilitas-fasilitas, barang-barang persediaan dan personil dari sumber-sumber lain. Pengeluaran yang ditimbulkan oleh BPMIGAS atas permintaan Kontraktor tersebut dibayarkan kembali kepada BPMIGAS oleh Kontraktor dan termasuk dalam operasting cost.
2.2.2.3. Hak Kontraktor meliputi: Hak untuk menggunakan Kekayaan Intelektual milik pihak BP MIGAS, sesuai dengan petunjuk dan pengawasan pihak BP MIGAS. Hak tersebut dapat digunakan selama pihak Kontraktor masih menjalankan perjanjian ini. Ketika perjanjian berakhir, maka pihak Kontraktor berkewajiban untuk menghentikan eksplorasi MIGAS. 33
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Pihak Kontraktor berhak mendapatkan margin terhadap harga minyak mentah yang besarnya ditetapkan oleh pihak BP MIGAS. Margin tersebut merupakan keuntungan yang didapat pihak Kontraktor dalam menjalankan kontrak ini. Hak untuk melakukan penambahan atau pengembangan terhadap fasilitas atas inisiatif sendiri, dengan persetujuan tertulis dari pihak BP MIGAS. Perlu diketahui bahwa biaya atas penambahan atau pengembangan fasilitas tersebut ditanggung oleh pihak Kontraktor. Hak untuk memeriksa kelengkapan dan keakuratan Indeks Baut Tera atau meter arus yang berada di terminal milik pihak BP MIGAS dengan pemberitahuan sebelumnya kepada pihak BP MIGAS. Indeks Baut Tera tersebut merupakan salah satu alat ukur volume nominal minyak mentah, untuk menjamin ketepatan takaran Minyak mentah yang diperjualbelikan. Hak mengajukan usulan untuk mengakhiri perjanjian ini sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian apabila secara perhitungan usaha tidak layak. Usulan tersebut kemudian akan mejadi pertimbangan bagi pihak BP MIGAS. Hak untuk mengakhiri perjanjian ini sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak BP MIGAS selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pengakhiran perjanjian berlaku efektif, dengan syarat pihak Kontraktor harus bersedia memberikan ganti rugi kepada pihak BP MIGAS. Besarnya ganti rugi tersebut ditentukan oleh pihak BP MIGAS. Hak bagi pihak Kontraktor yang diwakili oleh Manager Operasi atau seorang yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan untuk mewakili pihak Kontraktor, untuk mengambil tindakan atau keputusan dan melaksanakan setiap instruksi/permintaan BP MIGAS dalam pelaksanaan perjanjian ini. 2.2.2.4. Kewajiban Kontraktor Kontraktor meliputi: Kewajiban
untuk
melakukan
proses
pembangunan,
pemeliharaan,
pengoperasian, dan eksplorasi terhadap Kontraktor. Selain itu, pihak
34
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Kontraktor juga berkewajiban untuk menanggung seluruh biaya dan perizinan yang
diperlukan
dan
terkait
dengan
pembangunan,
pemeliharaan,
pengoperasian, dan eksplorasi serta renovasi. Kewajiban bagi pihak Kontraktor untuk melakukan pemeliharaan, pengoperasian, dan eksplorasi sesuai standar dan ketentuan yang ditetapkan oleh pihak BP MIGAS serta berada di bawah pengawasan pihak BP MIGAS. Mengenai seluruh biaya perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan atas fasilitas menjadi kewajiban pihak Kontraktor. Kewajiban untuk mengikuti dan melaksanakan standar manajemen dan operasional yang ditetapkan oleh pihak BP MIGAS beserta perubahanperubahannya yang ditetapkan pihak BP MIGAS di kemudian hari. Pihak Kontraktor berkewajiban untuk menyediakan tenaga kerja yang terampil, serta memberikan upah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban untuk menyediakan peralatan keamanan dan keselamatan kerja termasuk peralatan pemadam kebakaran sesuai dengan standar yang ditetapkan pihak BP MIGAS. Kewajiban untuk menjaga nama baik pihak BP MIGAS berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian ini. Dalam
hal
pihak
Kontraktor
mengalihkan/memindahtangankan,
menguasakan
bermaksud sebagian
atau
untuk seluruh
Kontrak dan/atau hak eksplorasi Kontraktor tersebut kepada pihak lain, dan Kontraktor tersebut akan tetap berfungsi untuk menyalurkan Minyak Mentah, maka pihak Kontraktor berkewajiban menawarkan secara tertulis terlebih dahulu
kepada
pihak
BP
MIGAS
mengalihkan/memindahtangankan,
perihal
menguasakan
keinginannya sebagian
atau
untuk seluruh
Kontrak dan/atau hak eksplorasi Kontraktor, dengan harga yang tidak lebih tinggi dari harga yang hendak ditawarkannya kepada pihak lain. Kewajiban untuk memberitahukan secara tertulis kepada pihak BP MIGAS 35
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
setiap terjadi perubahan anggaran dasar pihak Kontraktor yang berhubungan dengan perubahan susunan pengurus perusahaan/badan usaha dan/atau perubahan kepemilikan dalam perusahaan/badan usaha. Kewajiban untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas segala perbuatan yang dilakukannya termasuk perbuatan tenaga kerjanya dan pihak ketiga yang mempunyai hubungan hukum dengan pihak Kontraktor dalam pelaksanaan perjanjian ini. Kewajiban untuk menanggung seluruh biaya yang timbul apabila pihak Kontraktor melakukan penambahan atau pengembangan terhadap fasilitas Kontraktor atas inisiatif sendiri, dengan persetujuan tertulis dari pihak BP MIGAS. Kewajiban untuk mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari BP MIGAS dalam menyelenggarakan kegiatan di area Kontraktor. Pihak Kontraktor berkewajiban untuk melakukan pembayaran terhadap Minyak mentah dari pihak BP MIGAS dengan cara transfer melalui Bank yang ditunjuk pihak BP MIGAS. Kewajiban untuk menyediakan, menggunakan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak BP MIGAS dalam mengoperasikan Kontraktor untuk menjamin pengendalian mutu dan jumlah Minyak Mentah. Kewajiban untuk menjaga, mempertahankan dan memelihara mutu serta keakuratan jumlah minyak mentah yang disalurkannya. Apabila pihak Kontraktor bermaksud mengakhiri perjanjian ini sebelum jangka waktu perjanjian berakhir, maka wajib melakukan pemberitahuan kepada pihak BP MIGAS secara tertulis serta memberikan ganti rugi kepada pihak BP MIGAS. Apabila perjanjian ini diakhiri dengan cara apapun, pihak Kontraktor tetap bertanggung jawab penuh atas seluruh kewajiban yang belum dilaksanakan, dan harus dipenuhi sebelum jangka waktu perjanjian ini berakhir, atau sebelum pengakhiran perjanjian ini berlaku efektif. 36
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Dalam hal terjadi pengambilalihan eksplorasi Kontraktor oleh BP MIGAS, pihak Kontraktor memiliki dua kewajiban berkaitan dengan hal tersebut, yaitu pihak Kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala kewajiban sebelum terjadinya pengalihan, dan berkewajiban untuk membebaskan dan melepaskan pihak BP MIGAS dari segala tuntutan dan gugatan dari pihak lain. Pihak Kontraktor berkewajiban untuk membayar premi asuransi. Kewajiban untuk menutup asuransi terhadap seluruh aset Kontraktor dan tenaga kerjanya, termasuk asuransi kerugian, asuransi kebakaran, asuransi atas hilangnya pendapatan, dan dalam polis asuransi tersebut harus termasuk klausula tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, huruhara dan kerusuhan dengan jumlah biaya pertanggungan yang mencakup nilai seluruh aset Kontraktor, ditambah nilai minyak mentah yang dijual melalui Kontraktor. Kewajiban terhadap pihak BP MIGAS untuk menyerahkan copy polis asuransi dan seluruh perubahan atau perpanjangannya selambatlambatnya 3 (tiga) hari kalender sejak terjadinya perpanjangan atau perubahan polis asuransi tersebut. Kewajiban untuk bertanggung jawab atas semua tuntutan dan gugatan dari pihak ketiga yang timbul dalam Kontrak, serta berkewajiban untuk membebaskan dan melepaskan pihak BP MIGAS dari segala tuntutan dan gugatan yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut. Klausul tersebut menunjukkan betapa dominannya posisi BP MIGAS dalam kerjasama ini. Kewajiban untuk melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk menjaga nama baik serta Hak Kekayaan Intelektual milik pihak BP MIGAS dalam rangka kerjasama ini. Penggunaan Hak Kekayaan. Intelektual milik BP MIGAS oleh pihak Kontraktor ini berlangsung selama masa kontrak berjalan,
yaitu selama 20 (dua puluh tahun). Apabila perjanjian diakhiri dengan alasan apapun, pihak Kontraktor berkewajiban untuk menghentikan pemakaian nama, dan/atau logo, dan/atau Hak Kekayaan Intelektual lain milik BP MIGAS selambat-lambatnya tiga hari kalender setelah berlakunya tanggal efektif pengakhiran perjanjian ini.
37
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Pihak Kontraktor berkewajiban untuk menanggung seluruh pajak dan retribusi yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian ini, kecuali dalam peraturan perundang-undangan ditentukan bahwa yang berkewajiban atas pajak dan retribusi tersebut adalah pihak BP MIGAS. Sama halnya dengan kewajiban yang dibebankan kepada pihak BP MIGAS, Apabila pihak Kontraktor merasa terhambat didalam melaksanakan kewajibannya karena terjadi Keadaan Kahar, maka pihak Kontraktor berkewajiban untuk memberitahukan kepada pihak BP MIGAS secara tertulis selambat-lambatnya 7 X 24 jam setelah terjadinya Keadaan Kahar tersebut, dengan disertai surat pernyataan dari Pejabat yang berwenang. 2.2.3. Mekanisme Kontrak Bagi Hasil (PSC) Didalam Pasal 12 ayat 1 UU PERTAMINA disebutkan bahwa “Perusahaan dapat mengadakan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk Kontrak Production Sharing”. Momentum dalam terjadinya kontrak production sharing antara BPMIGAS dengan badan usaha atau kontraktor harus memenuhi syaratsyarat yang terdapat didalam pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas serta dengan mengikuti ketentuan serta proses penawaran wilayah kerja migas sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1480 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi (“KepMen 1480 Tahun 2004”). Didalam proses tentang tata cara penetapan dan penawaran wilayah kerja
minyak dan gas, Menteri ESDM melalui Direktorat Jendral Migas menawarkan wilayah kerja melalui lelang. Proses penawaran wilayah kerja ini dibentuk suatu Tim penawaran wilayah kerja untuk melaksanakan penilaian akhir yang akan digunakan untuk penetapan pemenang lelang wilayah kerja didasarkan atas kriteria penawaran yang menguntungkan bagi Negara. Setelah penetapan 38
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
pemenang lelang wilayah kerja tersebut dilakukan, Tim penawaran wilayah kerja menyampaikan urutan peringkat Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap calon pemenang lelang kepada Dirjen Migas dan Melaporkannya kepada Menteri ESDM. Apabila syarat-syarat serta proses penawaran sebagaimana dijelaskan dalam KepMen 1480 Tahun 2004 telah dilaksanakan, maka Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral akan menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang akan ditunjuk sebagai Kontraktor yang diberi wewenang untuk melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu pada suatu Wilayah Kerja. Dalam pelaksanaan penetapan tersebut, Menteri akan berkoordinasi dengan BPMIGAS. Seluruh hak dan kewajiban yang terkait dengan Kegiatan Usaha Hulu dalam Wilayah Kerja tersebut akan dituangkan didalam Kontrak Kerja Sama dimana salah satu bentuknya adalah Kontrak Bagi Hasil (Kontrak Production Sharing atau PSC). Penandatanganan PSC ini merupakan peristiwa yang penting karena sejak ditandatanganinya PSC ini maka baik Kontraktor dan BPMIGAS sebagai pihak dalam Kontrak Bagi Hasil tersebut terikat dengan hak dan kewajiban yang ada didalamnya. Kontraktor harus melakukan upaya eksplorasi sebelum masuk ke dalam upaya eksploitasi. Pengertian “eksplorasi” disini adalah sebagaimana dijelaskan dalam UU Migas, yaitu “kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang ditentukan.” Sedangkan pengertian “eksploitasi” adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan,
39
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Berdasarkan Pasal 2 didalam kontrak kerjasama, dalam jangka waktu Eksplorasi, yaitu selama 6 (enam) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 4 (empat) tahun, kontraktor diwajibkan untuk memberikan komitmen biaya yang akan dikeluarkan selama masa eksplorasi. Pada umumnya komitmen awal biaya untuk melakukan eksplorasi tersebut dibagi menjadi komitmenkomitmen tahunan selama jangka waktu Eksplorasi yang dikeluarkan dengan jumlah biaya yang berbeda-beda setiap tahunnya. Komitmen selama jangka waktu Eksplorasi ini adalah suatu komitmen yang tidak dapat ditarik kembali, dimana jika sebelum mencapai tahun yang ke-6 kontraktor sudah dapat memperhitungkan bahwa tidak ada cadangan migas yang ekonomis dan kontraktor bermaksud untuk tidak meneruskan kegiatan Eksplorasinya, maka kontraktor tetap diwajibkan untuk membayar penuh sisa komitmen untuk sisa jangka waktu Eksplorasi berdasarkan kontrak kerjasama, walaupun upaya ekplorasi berhenti sebelum tahun ke-6 atau sebelum berakhirnya jangka waktu Eksplorasi dan bermaksud untuk mengembalikan Wilayah Kerja tersebut dikembalikan kepada negara. Bila sampai akhir jangka waktu Eksplorasi tidak ditemukan adanya minyak dan gas bumi namun komitmen biaya yang dikeluarkan sudah sesuai dengan kontrak maka, kontraktor tersebut cukup menyerahkan wilayah tersebut kepada Negara. Tetapi jika sampai tahun yang ke-6 komitmen biaya tersebut kurang atau tidak sesuai jumlahnya dari komitmen awal yang sudah dijanjikan maka, kontraktor tersebut harus membayar penuh terlebih dahulu sebelum menyerahkannya kepada Negara.
40
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Sebagaimana
disebutkan
diatas,
Kontraktor
dimungkinkan
untuk
memperpanjang jangka waktu Eksplorasi jika selama jangka waktu Eksplorasi 6 tahun tidak ditemukan minyak namun dengan syarat bahwa kontraktor telah melaksanakan kewajiban minimum menurut ketentuan Kontrak kerjasama selama jangka waktu Eksplorasi 6 tahun pertama. Perpanjangan masa eksplorasi tersebut dapat ditambah sampai menjadi 10 tahun dengan komitmen biaya yang akan dikeluarkan berbeda-beda setiap tahunnya, bila dalam masa 10 tahun eksplorasi tersebut ditemukan adanya minyak yang dapat digunakan secara ekonomis maka kontraktor harus membuat Plan of Development (POD). Namun jika sampai tahun ke 10 tidak ditemukan adanya minyak maka itu akan menjadi resiko dari Kontraktor yang bersangkutan. Disini dapat terlihat betapa beresikonya tahap eksplorasi ini sehingga hanya perusahaan-perusahaan dengan kemampuan modal dan keuangan yang kuat sajalah yang dapat bertahan dan menanggung resiko kerugian sedangkan perusahaan-perusahaan di bidang migas yang kurang memiliki kemampuan finansial yang kuat cenderung akan bangkrut atau gulung tikar karena tidak kuat menanggung resiko kegagalan selama tahap Eksplorasi. Kontraktor dapat mengalihkan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain, baik itu kepada perusahaan afiliasi atau perusahaan non-afiliasi. Jika pengalihan dilakukan kepada perusahaan yang masih afiliasi maka pengalihan tersebut cukup dilakukan dengan memberikan pemberitahuan kepada BPMIGAS saja. Namun bila Kontraktor lain tersebut bukan merupakan kontraktor yang berafiliasi maka Kontraktor sebelumnya harus memberikan pernyataan tertulis kepada BPMIGAS, ini dapat kita lihat didalam kontrak kerja sama Pasal V bagian 1.2 huruf (f) dan (h). Diperbolehkannya
41
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
kontraktor melakukan pengalihan ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Kontraktor untuk membagi resiko atau meminimalkan potensi kerugian dalam aktivitas Eksplorasi migas yang harus di tanggung oleh Kontraktor bersangkutan. Jika hasil dari kegiatan Eksplorasi menunjukkan bahwa terdapat kandungan minyak dan/atau gas bumi dalam jumlah yang cukup secara ekonomis untuk diproduksi, maka langkah selanjutnya adalah membuat rencana pengembangan Wilayah Kerja yang disebut dengan POD (Plan of Development). POD adalah suatu rencana pengembangan satu atau lebih lapangan migas secara terpadu (integrated) untuk memproduksi cadangan hidrokarbon secara optimal dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis, dan HSE (Health, Safety, and Environment). POD juga merupakan perencanaan pengembangan lapangan yang meliputi perencanaan teknis dan finansial yang terintegrasi meliputi perkiraan produksi dan volume minyak dan gas, perkiraan perolehan atau pendapatan dan pengeluaran operasi dan kapital. Sebelum UU Migas berlaku, persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama dalam suatu Blok/Wilayah Kerja cukup mendapat persetujuan dari Direktur Utama PERTAMINA sekaligus sebagai komersialitas wilayah kerja44. Namun setelah berlakunya UU Migas sesuai Pasal 21, Rencana Pengembangan lapangan pertama dalam suatu Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berdasarkan pertimbangan dari BP MIGAS setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. Sesuai Pasal 17, bila telah mendapatkan persetujuan POD pertama
44
BP Migas, Plan of Development, www.bpmigas.com/DOKUMEN/pod.asp, diakses tanggal 15 Februari 2011
42
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
dalam suatu wilayah kerja tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu eksplorasi wajib mengembalikan seluruh wilayah kerjanya kepada Menteri.45 Jadi dapat dikatakan bahwa persetujuan atas POD yang diajukan oleh Kontraktor ibaratnya adalah sebagai “gong” peralihan antara masa ekplorasi dan masa eksploitasi dalam suatu Kontrak Bagi Hasil. Setelah
POD
pertama
dilaksanakan
dan
Kontraktor
memperkirakan
mendapatkan minyak di daerah lain dalam wilayah kerja yang sama maka dimungkinkan dapat dibuat POD yang kedua. POD kedua ini pada awalnya digagas oleh negara dengan maksud sumur yang berbeda tidak dapat dimasukkan menjadi satu POD, namun bila dilakukan seismik dalam masa eksplorasi di daerah lain dalam wilayah kerja yang sama dan ditemukan adanya minyak ekonomis maka akan dilakukan POD yang kedua. Beban biaya (cost) yang dihabiskan sumur sebelumnya (POD pertama) hanya berlaku pada sumur yang pertama saja tanpa mencampur/membebankan biaya eksplorasi POD kedua kedalam beban biaya (cost) dari produksi sumur migas yang disetujui dalam POD yang pertama. Sehingga biaya masa eksplorasi di daerah lain dalam wilayah yang sama tidak dapat dibebankan menjadi cost pada sumur yang sudah berproduksi. Ini dapat diyakini sebagai langkah preventif Pemerintah untuk menjaga profit yang ada pada sumur sebelumnya. Sehingga bila ada kelalaian dalam sumur yang ditemukan di daerah lain yang belum mendapat persetujuan POD, biaya yang timbul akibat dari kelalaian tersebut akan ditanggung oleh Kontraktor itu sendiri dan tidak dapat dimasukkan dalam cost recovery dimana akan mengurangi sisa hasil produksi migas yang akan dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor. 45
Ibid
43
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
2.2.4. Syarat-syarat dalam Kontrak Bagi Hasil (PSC) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi merupakan kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan usaha hulu dituangkan dalam kontrak production sharing. Prosedur yang ditempuh untuk dapat melakukan usaha hulu adalah sebagai berikut: a. Usaha hulu hanya dapat dilakukan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap b. Kegiatan usaha ini didasarkan pada kontrak production sharing. c. Tujuan penuangan kewajiban-kewajiban dalam persyaratan kontrak adalah untuk mempermudah pengendalian kegiatan usaha hulu dan didasarkan juga peraturan perundang-undangan lainnya. d. Setiap kontrak kerja sama yang telah ditandatangani kedua belah pihak, salinan kontraknya dikirimkan kepada DPR RI, khususnya pada komisi yang membidangi minyak dan gas bumi. Kontrak production sharing memuat tiga persyaratan pokok berikut ini: a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan. b. Pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana. c. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung badan usaha atau badan usaha tetap.
2.3. Asas-asas hukum kontrak Perdata yang terkait dalam Kontrak Production Sharing Di dalam hukum kontrak terdapat asas-asas yang dikenal dalam ilmu hukum perdata. Asas-asas tersebut antara lain asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, asas konsensualisme, asas itikad baik. Dalam menyusun sebuah kontrak, 44
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
khususnya Kontrak Production Sharing, hendaknya asas-asas hukum kontrak tersebut diterapkan. Asas Kebebasan berkontrak merupakan asas yang mengatakan bahwa suatu pihak dapat memperjanjikan dan/atau tidak memperjanjikan apa-apa yang dikehendakinya dengan pihak lain. Asas ini dituangkan dengan berbagai istilah, antara lain Freedom of Contract, Liberty of Contract, dan laissez faire. Kebebasan berkontrak berlatar belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, dan berkembang pesat dalam zaman Renaisance melalui ajaran-ajaran dari Hugo
de
Groot,
Thomas
Hobbes,
John
Locke,
dan
Rosseau.
perkembangannya tercapai dalam periode setelah revolusi Perancis.
Puncak
46
Menurut Hugo de Groot De Groot kontrak adalah suatu tindakan suka rela dari seseorang dimana ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, karena suatu janji tidak memberikan hak kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu.47 Sedangkan menurut Hobbes, kontrak adalah metode dimana hak-hak fundamental dari manusia dapat dialihkan, sebagaimana halnya dengan hukum alam yang menekankan tentang perlunya ada kebebasan bagi manusia, maka hal itu berlaku juga berkaitan dengan kontrak-kontrak.48 Dalam Hukum Perjanjian di Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, KUH Perdata Indonesia dan perundang-undangan lainnya tidak memberikan ketentuan secara tegas mengenai berlakunya asas kebebasan. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
46
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 84. 47
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesi,(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 20. 48
Ibid
45
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
orang leluasa membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Terdapat pro dan kontra dalam menentukan asas kebebasan berkontrak sebagai asas utama dalam kontrak. Menurut Adam Smith sebagai pelopor ekonomi laissez faire, ia berkeyakinan bahwa peraturan perundang-undangan dan hakim seyogyanya tidak digunakan untuk mencampuri kebebasan berkontrak, karena kebebasan berkontrak penting artinya bagi kebebasan industri49. Berjalan dengan waktu, pandangan Adam Smith ini dianggap sudah tidak relevan. Banyak para ahli hukum yang menentang berlakunya asas kebebasan berkontrak yang mutlak. Menurut Prof Asikin Kusuma Atmadja, dalam makalahnya, asas kebebasan berkontrak yang mutlak tidak dapat diterapkan dalam membuat suatu perjanjian, karena akan menimbulkan ketidakadilan manakala salah satu pihak dalam perjanjian tersebut memiliki posisi yang lebih kuat. Oleh karena itu Hakim memiliki hak untuk meneliti dan menilai suatu kontrak serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Menurut Prof Erman Rajagukguk, kebebasan berkontrak hanya bisa mencapai tujuannya bila para pihak mempunyai bargaining power yang seimbang, jika ada ketidak seimbangan maka pihak yang kuat dapat menekan pihak yang lemah demi keuntungan dirinya sendiri.50 Namun begitu menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, asas kebebasan berkontrak tetap perlu dipertahankan sebagai asas utama di dalam Hukum Perjanjian Nasional. Dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan perlu tetap dipertahankan, yaitu “pengembangan kepribadian” untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. 51 Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, sehingga yang 49
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam kebebasan berkontrak, (Jakarta : Program Pasca Sarjana fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal 32 50
Prof. Erman Rajagukguk, Filsafat Hukum Ekonomi , (Jakarta: Program Pasca Sarjana fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal 66 51
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal. 85-87
46
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu, sehingga dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak. Namun begitu adanya batasan terhadap asas kebebasan berkontrak menjadi sangat penting untuk menghindari adanya ketidakadilan, mengingat suatu perjanjian tidak hanya dibuat oleh pihak yang memiliki bargaining power yang sama, tapi juga oleh pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang berbeda. Secara historis kebebasan berkontrak mengandung makna adanya 5 (lima) macam kebebasan52, yaitu: 1. Kebebasan bagi para pihak untuk menutup atau tidak menutup kontrak; 2. Kebebasan untuk menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak; 3. Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan bentuk kontrak; 4. Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan isi kontrak; 5.
Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan cara pembuatan kontrak. Asas Konsensualisme asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian cukup ada
suatu kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian tanpa diikuti oleh perbuatan hukum lain, kecuali perjanjian yang bersifat formil. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Perjanjian itu sudah ada dalam arti telah mempunyai akibat hukum atau sudah mengikat sejak tercapainya kata sepakat. Sedangkan dalam pasal 1329 KUH Perdata tidak disebutkan suatu formalitas tertentu di samping kata sepakat yang telah tercapai itu, maka disimpulkan bahwa setiap perjanjian itu adalah sah. Artinya mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan. Terhadap asas konsensualitas ini terdapat pengecualian yaitu apabila ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas tersebut. Johannes Gunawan, dalam Bernadette M. Waluyo, “Hukum Perjanjian sebagai Ius Constituendum (Lege Ferenda)” dalam Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 60-61. 52
47
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Asas itikad baik adalah asas yang menyatakan bahwa setiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini berasal dari pemikiran para ahli hukum Romawi, yaitu Domat dan Pothier yang menyatakan bahwa hukum alam dan hukum kebiasaan menentukan bahwa setiap kontrak harus sesuai dengan itikad baik, sebab kejujuran dan integritas harus selalu ada dalam semua kontrak yang menuntut pemenuhan kontrak harus sesuai dengan kepatutan. Selanjutnya menurut Thomas Aquinas, kontrak yang dibuat dibawah pengaruh paksaan atau penipuan tidak hanya jahat tapi juga tidak sah.53 Di dalam Black Law Dictionary, Itikad baik didefenisikan sebagai: “In or with good faith, honestly, openly and sincerely, without deceit or fraud truly, actually, without simulation or pretense.” Sutan Remy Sjahdeini secara umum menggambarkan itikad baik sebagai berikut54: "Itikad baik adalah niat dari pihak yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak merugikan kepentingan umum". Mengenai pembagian asas itikad baik, diuraikan oleh Muliadi Nur sebagai berikut55 “Asas itikad baik ini dapat dibedakan atas itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada saat diadakan suatu perbuatan hukum. Sedang itikad baik dalam pengertian yang obyektif dimaksudkan adalah pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.” Menurut Baldus, Hakim dapat menggunakan itikad baik untuk dua tujuan, Pertama untuk mengetahui apakah kontrak megikat atau tidak.
53
Ridwan Khirandy, Op.Cit,hal 145
54
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit. Hal.112
55
Muliadi Nur, Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku (Standard Contract). www.pojokhukum.com, diakses tanggal 25 April 2011
48
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Kedua, untuk mengetahui apa yang menjadi kewajiban para pihak dan apakah mereka telah memenuhi kewajiban tersebut.56 Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undangundang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Menurut Peter Mahmud Marzuki, Asas Pacta Sunt Servanda adalah suatu pactum, yaitu persesuaian kehendak, tidak perlu dilakukan di bawah sumpah, atau dibuat dengan tindakan atau formalitas tertentu, menurut hukum, persesuaian kehendak itu membentuk suatu perjanjian yang mengikat. 57 Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Asas Pacta Sun Servada dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini adalah suatu asas dalam hukum perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti kekuatan mengikat suatu undangundang, artinya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat mereka seperti undang-undang. Adapun tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada para konsumen bahwa mereka tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena perjanjian itu berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.
56
Loc. Cit, hal 146
57
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005)
49
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
2.4. Cost Recovery dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi 2.4.1. Prinsip- Prinsip Cost Recovery Dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi terdapat biaya-biaya yang muncul pada saat pelaksanaan kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi. Biaya ini dalam konsep kerjasama usaha minyak dan gas bumi disebut sebagai biaya operasi (operating cost). Biaya operasi meliputi semua pengeluaran yang terjadi selama pelaksanaan operasi perminyakan (petroleum operation) serta kewajiban-kewajiban yang timbul dalam pelaksanaannya.58 Cost recovery sendiri merupakan bagian dari biaya operasi minyak dan gas bumi yang memenuhi syarat untuk diganti/dipulihkan (recover) setelah kontraktor mencapai tahap komersial. Dengan kata lain, apabila suatu area atau wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi berhasil ditemukan sumber dayanya dan setelah disertifikasi memenuhi persyaratan komersial untuk diproduksikan maka biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan (operating cost) sebelumnya akan dipulihkan dengan hasil produksi komoditi minyak dan gas bumi dari wllayah kerja tersebut. Biaya pemulihan ini lazim di sebut dengan istilah cost recovery. Prinsp-prinsip dasar dalam penentuan cost recovery ini,59 terdiri dari : a. Prinsip keberhasilan Maksud prinsip keberhasilan ini adalah seliruh pengeluaran kontraktor akan diakui pemerintah secara nyata apabila kontraktor berhasil menemukan cadangan minyak (proven reserve) dan layak untuk di eksploitasi dalam kegiatan komersial (tahap produksi dan pengembangan) b. Prinsip zero balance
Maksud prinsip zero balance ini adalah kontraktor berhak memperoleh semua biaya yang telah dikeluarkan dalam eksploitasi maupun eksplorasi. 58
Pudjo Utomo Sutadi, Pengertian Operating Cost sesuai PSC, (Jakarta : Makalah BP Migas) hal1 59
Tukirman, Pengaruh Perpajakan Terhadap Penerimaan Negara Dari Kontrak Production Sharing Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi, (Jakarta : UI, Disertasi, 1998), hal 85
50
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
c. Prinsip ring fencing policy Maksud prinsip prinsip ring fencing policy ini adalah biaya yang di perbolehkan untuk diganti adalah murni sebatas biaya dari wilayah kerja yang bersangkutan dimana kontraktor mempunyai badan hukum tersendiri (separate entity) di setiap wilayah kerja dan tidak di perbolehkan dikonsolidasi biaya dengan wilayah kerja yang lain. 2.4.2. Komponen-komponen Cost Recovery Sesuai dengan prinsip keberhasilan, operating cost baru dapat diakui dan dapat diganti apabila kontraktor yang bersangkutan telah berhasil menemukan cadangan minyak dan gas bumi (proven reserve) yang layak untuk dieksploitasi secara komersial, atau dengan kata lain pengeluaran kontraktor untuk kegiatan pertambangan dibayar dengan bagian produksi dari wilayah kerja tersebut. Apabila hasil produksi dari wilayah kerja tersebut belum cukup untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan maka akan diganti secara bertahap dari tahun ke tahun setelah produksi sampai dengan biaya tersebut habis. Secara garis besar operating cost terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu capital cost dan non capital cost. Biaya-biaya keduanya masih dirinci lagi dalam beberapa item dan hal ini lazim dalam operasi perminyakan, yaitu: 1. Capital cost Capital
cost
merupakan
biaya
untuk
mendapat
barang-barang
capital/modal/aktiva tetap yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Pemahaman tersebut diwujudkan dengan perhitungan penyusutan dan amortisasi barang-barang capital secara tahunan. Yang tercakup dalam klasifikasi capital cost ini, antara lain60: a. Bangunan fasilitas pendukung operasi perminyakan, seperti bengkel, pergudangan, instalasi listrik dan air, dermaga, dan jaringan jalan menuju lapangan (field road). b. Bangunan pemukiman dan fasilitas pendukung seperti perumahan, pusat rekreasi kebugaran dan pemeliharaan kesehatan di lapangan. c. Fasilitas produksi antara lain, anjungan lepas pantai dan fasilitas pendukung untuk pendiriannya, jaringan pipa baik untuk produksi 60
Ibid, hal 89
51
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
maupun distribusi, perpompaan delivery maupun penyimpanan, dermaga dan pelubahan, pabrik pengelolahan dan peralatan dan secondary recovery system. d. Movable antara lain alat-alat pemboran dan di bawah permukaan, kapal (barges), pesawat apung, peralatan otomotif, pesawat udara, peralatan bangunan, perlengkapan dan peralatan kantor serta macam-macam peralatan lainnya. 2. Non-capital cost Non-capital cost berarti biaya yang di bebankan semata-mata untuk keperluan operasi dalam tahun berjalan. Di samping biaya yang berhubungan dengan operasi tahun berjalan juga biaya survei dan biaya tidak berwujud dari pemboran eksplorasi dan sumur pengembangan. Selain itu juga ada beberapa biaya yang lain, yaitu: a. Biaya tenaga kerja, barang-barang atau jasa yang digunakan sehari-hari dalam operasi sumur minyak, operasi fasilitas produksi lapangan minyak, operasi peningkatan pengurusan minyak lanjut, operasi transportasi dan pengiriman gas, alat bantu pemrosesan dan pemanfaatan gas, penanganan pasca operasi dan perbaikan kembali sumur dan lokasi, dan kegiatan-kegiatan operasional lainnya, termasuk perbaikan dan pemeliharaan. b. Pengeluaran
untuk
kantor,
pelaksanaan
administrasi,
pelayanan
penyediaan barang, penyediaan transportasi, penyewaan alat-alat berat, penyewaan harta, penyewaan tenaga ahli, hubungan dengan masyarakat dan pengeluaran lain yang dilakukan di luar negeri. c. Pengeluaran untuk tenaga pengeboran produksi (production drilling) material dan jasa yang digunakan dalam pekerjaan pemboran sumur dengan tujuan menembus reservoir yang telah terbukti termasuk penutupan maupun pengeboran ulang, pendalaman dan perlengkapan sumur dan pembuatan menuju sumur-sumur tersebut. d. Pengeluaran untuk pengeboran eksplorasi, material dan jasa yang digunakan dalam pemboran sumur dengan tujuan menemukan reservoir yang belum terbukti ada minyak dan gas, dan pembuatan jalan yang menghubungkan sumur secara langsung. 52
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
e. Pengeluaran untuk tenaga survei, material dan jasa-jasa yang digunakan dalam survei udara, geologi, topografi, geofisika dan selasmik dan pemboran batuan inti/percobaan (core hole drilling). f. Pengeluaran lain untuk perlengkapan eksplorasi dan fasilitas sementara yang mempunyai umur satu tahun atau kurang yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi geologi dan geofisika yang dibeli. 61 Dengan demikian jelas bahwa untuk capital cost adalah pengeluaran untuk item-item yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu ) tahun, dan diluar pengeluaran dimaksud adalah pengeluaran non-capital cost. Menurut waktu penggantian cost recovery dibedakan dalam 2 (dua) hal, yaitu current year operating cost dimana akan langsung dibayar ditahun bersangkutan, dan unrecovered other cost yang merupakan kekurangan pembayaran tahun sebelumnya dari operating cost. Hal ini sering terjadi bila pada tahun kalender tertentu, besarnya operating cost lebih besar dan nilai minyak mentah yang diproduksi dan tidak digunakan dalam operasi perminyakan, maka akan timbul unrecorvered other cost. Unrecorvered other cost ini dapat direcover/digantikan pada tahun berikutnya. 2.5.
Manfaat dan Strategi Pengembangan Industri Minyak dan Gas Bumi Sektor pertambangan saat ini tetap menjadi salah satu sektor utama yang
menggerakan roda perekonomian Indonesia. Sektor pertambangan juga menjadi pemicu pertumbuhan sektor lainnya serta menyediakan kesempatan kerja yang besar bagi tenaga kerja langsung maupun tidak langsung. Namun kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian nasional belum optimal menyusul masih adanya sejumlah kendala yang perlu segera diselesaikan secara tuntas.62
Besar jasa pertambangan bagi pembangunan. Di tahun 60-an, saat kita berusaha bangkit dari keterpurukan ekonomi, banyak negara masih trauma dengan tindak 61
Ibid, hal 87
62
Kendala dalam Pembangunan Industri Pertambangan Indonesia, www.esdm.go.id
53
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
sepihak kita menunggak pembayaran utang publik. Kebanyakan investor dunia masih bersikap "menanti dan melihat". Di tengah kegalauan iklim investasi ini, modal asing pertama yang menerobos masuk dalam jumlah besar dirintis oleh industri pertambangan. Kemudian disusul investor minyak dan gas bumi yang memacu industri pertambangan melaju cepat63. Bila dilihat dari sudut investasi, saat ini jumlah perusahaan yang bergerak dan menanamkan investasinya di bidang pertambangan sangat banyak. Dampak positif penanaman investasi di bidang pertambangan ini adalah meningkatkan devisa negara dan pendapatan asli daerah, membuka lapangan kerja, membangun prasarana jalan dan sentra kegiatan ekonomi di daerah terpencil, memperkenalkan teknologi, melatih tenaga terampil, dan memasukkan pola manajemen modern. Dari aspek devisa Negara dan pendapatan asli daerah, keberadaan perusahaan tambang sangat membantu dalam pembangunan nasional dan daerah. Begitu juga dalam bidang tenaga kerja, keberadaan perusahaan tambang telah menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja lokal, regional, nasional, maupun internasional. Kehadiran suatu perusahaan pertambangan juga diharapkan mampu memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya. Hal ini tercantum di dalam pasal 74 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Kontraktor dalam melaksanakan kegiatannya ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Tanggung jawab Kontraktor dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat adalah dengan
63
S Rahman Agil, Menilik Sejarah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) Migas Indonesia, http://redfox69.wordpress.com/2011/04/01/menilik-sejarahkontrak-bagi-hasil-production-sharing-contract-migas-indonesia/
54
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
keikutsertaan dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi kemampuan masyarakat setempat, antara lain dengan cara mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas tertentu sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta keharmonisan antara Kontraktor dengan masyarakat di sekitarnya. Sebenarnya mengenai macam dan banyaknya sumber alam dalam suatu negara dapat dikatakan masih berupa modal kasar saja. Oleh karena itu pemanfaatan sumbersumber daya alam membutuhkan biaya yang mahal serta pelaksanaannya sangat sukar apabila tidak mengikutksertakan para ahli yang mengetahui masalah-masalah khusus di negara-negara tersebut.64 Karena itulah berbagai pihak harus lebih menyadari peran-perannya untuk melancarkan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Sebagai gambaran, untuk menarik investasi dari sektor swasta asing dalam bidang minyak dan gas bumi (perusahaan migas asing), tentu saja harus didasari dengan adanya perangkat-perangkat hukum yang baik serta mampu melindungi semua pihak. Karena investasi dalam bidang sumber daya alam yang dilakukan oleh perusahaan asing tentu harus mempertimbangkan jaminan mengenai keadaan atau masalahmasalah yang ada di negara yang bersangkutan, maka peran dan ahli-ahli hukum di negara tersebut tentu saja harus diikutsertakan. Sehingga solusi dan produk-produk hukum yang dibuat dapat memenuhi kepentingan negara, masyarakat lokal, dan pelaku usaha.
Pertambangan tidak hanya mampu menghasilkan devisa yang cukup besar untuk pembiayaan pembangunan nasional, tetapi dengan efek ganda-nya (multiplier effects), juga mampu menjadi penggerak utama (prime-mover) pembangunan nasional, karena 64
Irawan dan M.Suparmoko, Ekonomika Pembangunan, (Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 1992), hal. 116
55
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
menciptakan berbagai ekonomi ikutan. Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah: 1. memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional; 2. meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD); 3. menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; 4. meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang; 5. meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; 6. meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; 7. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang. Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah: 1. kehancuran lingkungan hidup; 2. penderitaan masyarakat adat; 3. menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; 4. meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; 5. kehancuran ekologi pulau-pulau.65 Berdasarkan dampak negatif dari sektor pertambangan, maka pembenahan terhadap dampak negatif tersebut perlu masuk dalam strategi pengembangan dalam industri minyak dan gas bumi, terutama dari sektor peraturannya, sehingga peran industri migas dapat memberikan manfaat yang maksimal terhadap pembangunan Negara.
65
H. Salim HS Op.Cit. hal. 57
56
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
BAB 3 Peranan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dalam Rangka Pembangunan Industri Migas di Indonesia
3.1. Sejarah lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 3.1.1. Peraturan Minyak dan Gas Bumi Pra Kemerdekaan Sejarah Industi perminyakan di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Kegiatan eksplorasi minyak pertama kali dimulai pada tahun 1871, yaitu dengan dilakukannya pemboran di beberapa titik sumur di daerah Majalengka-Jawa Barat oleh seorang pengusaha berkebangsaan Belanda bernama Jan Reerink, namun belum berhasil menemukan cadangan minyak bumi seperti yang diharapkan. Walau demikian, pada tahun-tahun berikutnya pencarian minyak bumi tetap menarik perhatian para pengusaha Belanda lainnya. Ditahun 1880-an, penduduk Telaga Tunggal secara tidak sengaja menemukan rembesan minyak yang menggenangi telaga dan menghitami rawarawa. Masa itu, Kesultanan Langkat sudah dikenal dunia sebagai penghasil tembakau terbaik, sehingga temuan yang tak disengaja itu cepat tercium para pengusaha tembakau asal Belanda. Jans Zijlker pada tahun 1883 mulai mencoba melakukan pengeboran di beberapa tempat yang berdekatan dengan lokasi rembesan minyak (oil sheep). Diluar dugaan, minyak mentah (crude oil) yang keluar dari bumi Tanjung Katung ini memiliki kualitas sangat baik, sehingga dilakukan pembentukan badan usaha baru agar dapat diproduksi secara komersial. Kerajaan Belanda turun tangan untuk memenuhi kebutuhan dana yang tidak sedikit, sekaligus meminta konsensi kepada Sultan Langkat. Konsesi itu bernama Konsesi Telaga Said. Pada tahun-tahun, berikutnya Zijlker terus melakukan pemboran di beberapa lokasi di Langkat, sehingga ditemukannya lapangan minyak yang cukup besar di Telaga Tunggal pada tahun 1885. Penemuannya ini merupakan tonggak sejarah industri perminyakan dunia kala itu.
57
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Pada tanggal 16 Juni 1890, berdirilah Koninklijke Nederlansche Petroleum Company (KNPC) yang berpusat di Pangkalan Brandan. Selain mengeksploitasi minyak mentah dari lapangan-lapangan minyak di Langkat, KNPC juga mengolah dan sekaligus memasarkan produknya. Dengan manajemen yang baik, usaha KNPC yang juga dikenal dengan sebutan Royal Ducth Petroleum Company pada tahun 1892 berhasil membangun kilang minyak di Pangkalan Brandan beserta fasilitas penunjang lainnya. Pada tahun 1894, di Balikpapan Kalimantan Timur juga dibangun kilang minyak oleh Shell Transport and Trading Co milik Marcus Samuel pengusaha berkebangsaan Inggris. Penemuan demi penemuan mendorong Pemerintah Hindia Belanda mulai mengatur pemberian konsesi kepada pengusaha berdasarkan undang-undang untuk mengalihkan kewenangan yang sebelumnya dimiliki oleh para raja dan sultan. Pada tahun 1899, Undang-undang Pertambangan Hindia Belanda (Indische Mijn Wet) selesai dibuat dan kemudian diundangkan. Indische Mijnwet dibuat atas desakan pihak swasta yang terlibat dalam pengelolaan dan pengusahaan Minyak dan Gas Bumi di Hindia Belanda, yang menuntut adanya pengesahan atas kegiatan pertambangan yang mereka lakukan, serta adanya pengaturan yang jelas atas hak-hak mereka atas bahan galian tambang di Indonesia. Indische Mijn Wet merupakan awal dari kolonialisme Belanda atas sumber-sumber daya alam strategis. Para raja dan sultan yang tidak setuju atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda ini tidak memperoleh bagian keuntungan. Jadi Indische Mijn Wet ini bersifat memaksa para penguasa pribumi untuk tunduk pada kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada Tanggal 24 Februari 1907, KNPC yang lebih mendominasi sektor hulu dan shell Transport and Trading Co, yang menguasai pemasaran dan kegiatan hilir sepakat merger, dengan komposisi saham 60% : 40%, dan selanjutnya diubah menjadi namanya menjadi The Royal Ducth Shell Group, yang kini lebih dikenal dengan sebutan SHELL, perusahaan raksasa dengan logo bergambar fosil kerang laut.66 Walaupun pada saat itu Shell telah menguasai produksi dan pengolahan minyak di Indonesia, akan tetapi di bidang pemasaran, khususnya di Timur Jauh, mereka masih harus menghadapi persaingan yang ketat dengan 66
Energi Antanusa, Telaga Said Tonggak Sejarah Perminyakan, Edisi 04 Tahun II, Januari 2008 Hal 19
58
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Standard Oil. Standard Oil telah masuk ke pasar Timur jauh sebelum Shell masuk ke kawasan tersebut. Persaingan antara Shell dan Standard Oil ini mewarnai perkembangan industri minyak di Indonesia dalam beberapa dekade berikutnya. 67 Pada tahun 1912, Standard Oil mulai beroperasi di Indonesia dan mendirikan anak perusahaannya yang didirikan berdasarkan hukum Hindia Belanda dengan nama Nederlansche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) dengan membeli izin eksplorasi yang masih berlaku untuk lapangan Talang Akar, Pendopo, Sumatera Selatan. Di tahun 1904, Indische Mijn Wet dirubah lagi setelah juga dirubah pada Tahun 1900. Perubahan tersebut merefleksikan kondisi persaingan yang ketat antara Shell dan Standard Oil dalam perebutan kekuasaan di industri perminyakan di Indonesia dengan dihentikannya pemberian konsesi minyak baru. Pada tahun 1936, Standard of California menjalin aliansi strategis internasional dengan Texas Company (Texaco) dengan menggabung hampir seluruh aset mereka di Asia. Melalui jalinan kerjasama tersebut, kepemilikan atas NKPM dibagi dua, antara dua raksasa minyak Amerika tersebut dan NKPM menjadi bagian dari group besar yang bernama California Texas Oil Company (Caltex) Caltex memulai pengeboran eksplorasinya pada pertengahan tahun 1939 di daerah Sebanga, sekitar 65 km di Utara Pekanbaru. Pengeboran tersebut menunjukkan hasil positif, daerah terebut mengandung minyak. Di Duri, Caltex juga menemukan minyak akan tetapi prioritas tetap Sebanga. Ketika Caltex bersiap melakukan pengeboran lanjutan baik untuk eksplorasi maupun pengembangan, unit pengeboran telah dimobilisasi. Pada saat yang bersamaan, invasi Jepang mulai masuk ke Sumatera. Invasi Jepang tersebut menghentikan semua rencana pengembangan Caltex atas penemuan minyaknya dan Jepanglah yang kemudian melanjutkannya. Unit pengeboran yang telah dimobilisasi tersebut kemudian dipergunakan Jepang untuk melakukan
67
Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta : Penerbit Djambatan 2000),Hal 14
59
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
pengeboran.68 Penyerbuan Jepang berlangsung sangat cepat sehingga mereka berhasil menduduki instalasi dan fasilitas perminyakan yang ada dan menempatkan operasi perminyakan yang dikuasai dibawah komando militer. Dengan pengetahuan dan pengalaman perminyakan yang kurang memadai, Jepang mencoba untuk meneruskan operasi perminyakan yang masih ada, sementara yang telah hancur direhabilitasi sedapat mungkin. Untuk itu, potensi tenaga kerja Indonesia yang dahulunya pernah bekerja di perminyakan dikerahkan semaksimal mungkin. Dalam kondisi sedemikian rupa, Jepang terpaksa harus mendidik dan meningkatkan keahlian tenaga kerja Indonesia dengan mendirikan dua lembaga pendidikan dan pelatihan. Terlepas dari kualitas yang dihasilkan, pelatihan tersebut merupakan langkah besar dalam peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia di industri perminyakan di Indonesia.69 Kondisi industri minyak pada saat itu mengalami masa-masa yang sangat sulit. Kapasitas produksi menurun tajam sebagai akibat pembumihangusan fasilitas perminyakan dan lambatnya proses rehabilitasi.70 Kepergian Belanda yang membawa serta teknologi, pengetahuan dan skill tidak dapat digantikan oleh Jepang yang kurang memahami seluk beluk operasi perminyakan, sehingga tenaga perminyakan Indonesia dipaksa oleh keadaan untuk mengambil peran yang berarti. Hal ini berakibat positif bagi peningkatan skill tenaga perminyakan di Indonesia saat itu. Pelajaran dan pengalaman yang didapat telah menumbuhkan percaya diri dan meningkatkan semangat untuk merdeka, termasuk untuk merdeka dalam mengelola sumber kekayaan alam negeri sendiri.71
68
Ibid, Hal 14-18
69
Ibid, Hal 19- 20
70
. Salim. HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006) Hal 21 71
Rudi M. Simamora, Loc.cit., Hal 44
60
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
3.1.2. Peraturan Minyak dan Gas Bumi Pasca kemerdekaan Proklamasi diartikan secara politis dan kemerdekaan untuk mengelola dan menggunakan sumber daya alam minyak dan gas bumi sebesar-besarnya untuk kemamuran rakyat. Tujuan ini diformulasikan ke dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 (sesudah Amandemen UUD 1945). Perebutan di sektor minyak dan gas bumi di Indonesia pertama kali digerakkan oleh Himpunan Tenaga Laskar Minyak yang memiliki pengalaman di bidang perminyakan pada masa pendudukan Belanda dan Jepang. Meskipun Indonesia telah merdeka, namun Jepang tidak mau menyerahkan kekuasaan dan operasi lapangan minyak kepada Indonesia, sehingga Laskar Minyak harus berjuang untuk mengambilalihnya. Di saat yang bersamaan, pasukan sekutu mulai masuk ke Indonesia dan ingin merebut kekuasaan Jepang atas Indonesia.72 Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI) adalah perusahaan minyak nasional yang pertama. Tugasnya adalah melanjutkan pengoperasian minyak nasional yang pertama. PTMNRI berubah namanya menjadi PT. Tambang Sumatera Utara (PT. TMSU) pada tahun 1954. Di Sumatera Selatan, terjadi penyerahan lapangan minyak dengan sukarela dan tanpa perlawanan fisik karena perwakilan Pemerintah pusat Indonesia untuk daerah Sumatera Selatan berhasil menyakinkan Jepang. Kemudian, untuk pengoperasiannya (PERMIRI).
73
dibentuklah
Perusahaan
Minyak
Republik
Indonesia
Pemerintah juga mendirikan perusahaan di Jawa Tengah, yaitu
Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PTMN). PTMN memilik tugas untuk menjalankan operasi perminyakan didaerah Kawengan, Ngelobo, Semanggi, Ledok, Cepu dan lapangan minyak di Bongas, Jawa Barat. Daerah-daerah ini merupakan bekas lapangan minyak Shell. Perubahan strategi perjuangan dari revolusi ke rehabilitasi dan konsolidasi ditandai dengan adanya pengakuan kedaulatan. Bentuk negara kesatuan berubah menjadi serikat sehingga dirancang “Rencana Penyatuan” oleh Ir. Anondo yang menempatkan sektor minyak dan gas bumi di bawah kendali Pemerintah pusat. 72
Rudi M Simamora, Opcit Hal 22
73
Ibid, Hal 22-23
61
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Rencana penyatuan ini tidak sempat dilaksanakan karena bentuk Negara dirubah kembali menjadi bentuk Negara kesatuan. Pemerintah yang baru menunjuk Soemitro Djojohadikusumo sebagai Menteri Perdagangan dan Industri yang menangani pula sektor minyak dan gas bumi. Ekonom yang berpendidikan barat ini mengarahkan kebijaksanaannya untuk menarik investor ke Indonesia. Pada bulan Agustus 1951, DPR memberikan perhatian yang serius terhadap sektor minyak dan gas bumi. Mr. Mohammad Hasan, sebagai Ketua Komisi Perdagangan dan Industri melakukan penelitian dan sampai pada kesimpulan, yaitu : 1. Diyakini penuh dengan berbagai alasan yang kuat, bahwa ladang-ladang minyak di Sumatera Utara dapat dinasionalisasi dengan pembayaran ganti rugi yang sedemikian rupa 2. Indonesia tidak mendapatkan pembagian yang setimpal atas operasi perusahaan minyak asing menurut perjanjian konsesi dan peraturan perjanjian yang berlaku74 Setelah konsesi Mr. Mohammad Hassan disebarluaskan ke publik, antara Mr. Mohammad Hassan dan manajemen perusahaan minyak asing diadakan pembicaraan. Pihak perusahaan asing menawarkan pembagian keuntungan 50%50% yang kemudian dijawab Mr. Mohammad Hassan tentang siapa yang akan menanggung biaya operasi. Kemudian, Mr. Mohammad Hassan mengusulkan agar pembagian 50%-50% diambil dari hasil produksi, tanpa ikut serta dalam pembiayaan operasi. Hasil pembicaraan inilah yang menjadi platform pembicaraan dalam regenoisasi Konsesi Stanvac, Caltex dan Shell. Pada tahun 1960, lahirlah UU Nomor 44 Prp Tahun 1960 yang mengamanatkan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi hanya dilaksanakan oleh perusahaan Negara. Pada tanggal 1 Januari 1959, NV NIAM yang kepemilikannya 50% Pemerintah dan 50% Shell dirubah namanya menjadi PT. Pertambangan Minyak di Indonesia (PT. Permindo). Ketika PT Permindo berakhir, maka dibentuklah Perusahaan Negara Pertambangan Minyak
74
Ibid, hal 25
62
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Indonesia (PN. PERTAMIN) untuk menggantikan PT. PERMINDO berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 1961.
75
Di Sumatera, pada tanggal 10 Desember 1957 PT.
TMSU juga dirubah menjadi PT. Perusahaan Minyak Nasional (PT. PERMINA). Kemudian sejak tanggal 1 Juli 1961, berdasarkan PP Nomor 198 Tahun 1961, PT. PERMINA dirubah menjadi PN. PERMINA untuk menyesuaikan dengan ketentuan UU Nomor 19 Prp Tahun 1960 dan UU Nomor 44 Prp Tahun 1960. Selanjutnya, Pasal 6 undang-undang tersebut menetapkan apabila diperlukan Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk perusahaan Negara guna melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh perusahaan negara. Maksudnya supaya semua pemegang konsesi pertambangan minyak yang lama, yaitu Shell, Stanvac dan Caltex beralih menjadi kontraktor perusahaan Negara. Dalam implementasinya, tentunya hal tersebut tidak mudah dan mendapat tantangan dari ketiga perusahaan tersebut. Setelah melalui perundingan yang panjang, akhirnya disepakati juga persetujuan kontrak karya. Hasil dari negosiasi tersebut adalah kontrak konsesi Caltex dirubah menjadi kontrak karya antara PN Pertamin dengan Caltex, kontrak konsesi Shell diubah menjadi kontrak karya PN Permigan dengan Shell, dan kontrak konsesi Stanvac diubah menjadi kontrak karya antara PN Permina dengan Stanvac. Ketiga perubahan tersebut disahkan dengan Undang-undang No. 14 tahun 1963. 76 Penandatanganan kontrak karya merupakan tonggak sejarah penting dalam meletakkan posisi Negara (Perusahaan Negara) pada posisi yang lebih dominan terhadap perusahaan asing yang dengan kontrak karya mereka hanya menjadi kontraktor dari perusahaan Negara yang sebelumnya posisi mereka sebagai pemilik mineral right, Negara hanya menjadi penonton. Mineral right kembali menjadi milik bangsa Indonesia setelah lepas dari genggaman sejak diundangkannya Indische Mijn Wet 1899.
75
Ibid, Hal 27- 28
76
Rudi M Simamora, Opcit, hal 22
63
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Pada pertengahan tahun 1960-an, seluruh asset perminyakan gas bumi yang sedang beroperasi atau belum, namun sudah terikat suatu perjanjian pertambangan telah kembali dikuasai oleh Pemerintah yang mengelolanya dilakukan melalui tiga perusahaan, yaitu PN. PERTAMIN, PN. PERMINA, PN. PERMIGAN. Pada tanggal 4 Januari 1968, berdasarkan SK Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi No.16/M/Migas/66, PN PERMIGAN dibubarkan. Puncak dari konsolidasi antara perusahaan-perusahaan Negara
yang terlibat
dalam
pengelolaan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia adalah dengan dileburnya PN. PERTAMIN dan PN. PERMINA menjadi satu perusahaan yang terintegrasi melalui wadah Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PN. PERTAMINA) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1968. Mengingat perkembangan dan kemajuan yang dicapai PN. PERTAMINA, maka dipandang perlu untuk memberikan landasan kerja baru yang lebih baik guna meningkatkan kemampuan dan hasil usaha selanjutnya. Untuk itu, pada tanggal 15 September 1971 didirikanlah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) dengan berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1971, jadilah Pertamina adalah satu-satunya perusahaan di Indonesia yang didirikan berdasarkan undang-undang hingga saat ini.77 Maksud didirikannya Pertamina adalah untuk meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efesiensi operasi perminyakan nasional.
78
Berdasarkan Pasal 12
UU Pertamina disebutkan bahwa Pertamina dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam menjalankan tugasnya dalam bentuk Production Sharing Contract atau Kontrak Bagi Hasil. Dalam mengadakan kerjasama ini Pertamina harus mengusahakan syarat-syarat yang paling menguntungkan bagi Negara.
77
Ibid, Hal 30.
78
Rudi M Simamora, Loc.cit
64
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Implementasi dari Undang-Undang Pertamina menunjukan keberhasilan kegiatan pengusahaan kegiatan minyak dan gas bumi di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa naiknya kegiatan perminyakan Indonesia dapat dilihat dari jumlah Kontrak Production Sharing (PSC) yang muncul di Indonesia. Dari tahun 1979 hingga 1982, Pertamina telah menandatangani 44 Kontrak PSC dengan perusahaan asing. Berdasarkan undang-undang ini dinyatakan bahwa pertamina merupakan satu-satunya perusahaan negara yang dipercaya mengelola kegiatan usaha hulu – hilir industri minyak dan gas bumi Indonesia. Kegiatan perusahaan melingkupi kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan pengolahan, pengangkutan dan penjualan dan kegiatan lain sepanjang menyangkut pengusahaan minyak dan gas bumi. Dengan kata lain,Pertamina diberikan kewenangan monopli kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Selain melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, Pertamina juga diberikan kewenangan untuk menjalankan kegiatan usaha lainnya, sepanjang kegiatan tersebut menyangkut minyak dan gas bumi. Namun tidak ada batasan yang pasti mengenai kegiatan usaha lainnya yang dapat dilaksanakan Pertamina, malah Pertamina diberikan kemudahan untuk mengembangkan usahanya hanya dengan izin Presiden. Belakangan dalam prakteknya, kegiatan usaha Pertamina berkembang sampai dengan pengusahaan perhotelan, catering, asuransi dan beberapa kegiatan lainnya yang tidak terkait langsung dengan pertambangan minyak dan gas bumi. Tidak adanya batasan yang jelas mengenai kegiatan usaha Pertamina berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dimanfaatkan secara luas sehingga mengakibatkan kaburnya makna dan hakekat pendirian Pertamina itu sendiri. Akibatnya terjadi inefisiensi, melemahnya mekanisme kontrol dan adanya mismanajemen yang akhirnya membuat Pertamina merasa kelebihan beban kerja. Sangat disayangkan beban kerja yang dirasakan berat oleh Pertamina disebabkan oleh keterlibatan Pertamina dalam kegiatan usaha yang tidak termasuk kegiatan usaha utamanya (pertambangan minyak dan gas bumi), seperti mendirikan RSPP, mendirikan PT. Patrajasa yang berkecimpung dibidang pengelolaan gedung dan hotel, PT. Pelita Air Services di bidang
65
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
trasnportasi udara, mendirikan PT. Elnusa yang bidang usahanya sangat luas dan lain sebagainya. Luasnya cakupan kegiatan usaha Pertamina hanya merupakan salah satu kelemahan yang terdapat dalam perundang-undangan ini dan juga dalam praktek penyelenggaraan kegiatan usaha Pertamina. Seiring dengan didasari adanya kelemahan-kelemahan tersebut dan semakin berkembangnya paham liberalisasi di berbagai Negara di dunia, maka monopoli yang dilakukan oleh Pertamina dirasa sudah tidak dapat dipertahankan lagi dalam kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Sejak tahun 1998, eksplorasi dan investasi sektor Migas Indonesia menunjukkan penurunan kegiatan secara berlanjut hingga tahun 2006 ini, meskipun harga harga minyak dunia meningkat secara tajam sejak kwartal terakhir tahun 2004 dan potensi cadangan minyak dan gas bumi Indonesia masih cukup tinggi. Penurunan kegiatan pada sektor Migas tersebut terjadi sebagai akibat timbulnya rasa ketidakpastian hukum di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Dalam menghadapi era globalisasi dan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal di bidang minyak dan gas bumi, pada tahun 1999 pemerintah Habibie mengajukan RUU tentang Minyak dan Gas Bumi untuk menggantikan Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 1960 dan UndangUndang No. 8 Tahun 1981 tentang Pertamina. Sampai dengan berakhirnya pemerintahan Habibie RUU ini gagal mendapatkan persetujuan dari DPR. Begitu pula pada pemerintahan Abdurrahman Wahid. Rancangan UndangUndang ini diajukan kembali oleh pemerintahan Megawati kepada DPR baru, dan setelah melalui perdebatan yang cukup lama akhirnya dalam rapat paripurna tanggal 23 Oktober 2001 DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi yang kemudian diundangkan sebagai Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dibentuk dengan berlandaskan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan diundangkannya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 66
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang No. 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No. 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina, Undang-Undang No. 10 Tahun 1974 tentang perubahan UndangUndang No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina, dinyatakan tidak berlaku lagi. Kecuali untuk peraturan pelaksana dari undang-undang sebelumnya tersebut dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada di dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Tujuan dari penyusunan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut79: 1.
Terlaksana dan terkendalinya Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam dan sumber daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital;
2.
Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing;
3.
Meningkatnya pendapatan negara dan memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional, mengembangkan dan memperkuat industri dan perdagangan Indonesia;
4.
Menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 mengandung jiwa yang sama dengan
asas-asas yang menjadi pokok pikiran daripada Undang-undang No. 44 Prp Tahun 1960 sebagai undang-undang migas pertama, dan memuat substansi pokok mengenai ketentuan bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara. Namun disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dunia, Undang-Undang ini
79
Indonesia, Undang-Undang Tentang Minyak Dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun 2001, Penjelasan umum
67
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
mengandung beberapa perubahan dari perundang-undangan tentang minyak dan gas bumi sebelumnya, sebagai berikut80: 1. Undang-Undang ini membedakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dalam kegiatan usaha hulu dan hilir. Pembedaan ini terlihat dalam Pasal 5, 6, 7, 9, 10. Pengaturan hukum atas kegiatan tersebut juga dipisahkan. Ketentuan mengenai kegiatan usaha hulu diatur dalam Pasal 11 – 22, sedangkan kegiatan usaha hilir diatur dalam Pasal 23 – 30; 2. Undang-undang ini mencabut hak pertambangan yang diberikan kepada Pertamina dan membentuk badan pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (BP Migas) sebagai pemegang hak pertambangan menggantikan Pertamina, atau dengan kata lain BP Migas mewakili pemerintah dalam Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (Pasal 4); 3. Hak-hak eksklusif atau monopoli Pertamina untuk mengolah dan memasarkan produk minyak dan gas bumi dihapuskan dengan membuka partisipasi swasta untuk kegiatan usaha hilir. Untuk mengatur kegiatan usaha hilir, pemerintah membentuk Badan Pengatur kegiatan usaha Hilir (BPH Migas) sebagai regulator (Pasal 7 dan Pasal 8 ayat 4); 4. Mengalihakan status Pertamina yang didirikan dengan Undang Undang No. 8 Tahun 1971 menjadi perusahaan Persero dan memberlakukan PT. Pertamina (Persero) sama dengan perusahaan-perusahaan lain. Ketentuan ini diundangkan dalam peraturan peralihan Pasal 60 – 64; 5. Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis minyak bumi guna mendukung penyediaan BBM dalam negeri yang diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. (Pasal 8); 6. Menyerahkan harga BBM dalam negeri kepada mekanisme pasar untuk mengurangi subsidi BBM. (Pasal 28);
80
A. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak Dan Gas Bumi Berazas Keadilan Dan Kepastian Hukum, (Jakarta : Fikahati Anesk, 2009)
68
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
7. Kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi dan Usaha Kecil dan Badan Swasta, dan juga kepada Badan Usaha Tetap. (Pasal 9 dan Pasal 10); 8. Kegiatan usaha hulu dilaksanakan berdasarkan Kontrak Kerjasama (KKS) antara Badan Usaha dengan BP Migas. Setiap KKS yang sudah di tanda tangani harus diberitahukan dengan tertulis dengan DPR. (Pasal 11 ayat 1 dan 2); 9. Kepada setiap Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap hanya diberikan satu wilayah kerja dan dalam hal Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, maka harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja (Pasal 13). 10. Jangka waktu Kontrak kerjasama adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 20 tahun (Pasal 14); 11. Berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 1960 yang menyerahkan seluruhnya kepada pemerintah untuk menetapkan kebijaksanaannya, Undang-Undang ini mewajibkan ketentuan-ketentuan pokok yang harus ada dalam Kontrak kerjasama (Pasal 11 ayat 3); 12. Menyatakan setiap KKS wajib dilaporkan kepada DPR, namun tidak memerlukan persetujuan dari DPR (Pasal 11 ayat 2). Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 1960 dimana KKS akan diundangkan setelah mendapat persetujuan dari DPR. Undang-undang ini dapat dikatakan merupakan perpaduan antara undangundang No. 44 Prp Tahun 1960 dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1971. Undang-Undang ini mengadung upaya pemerintah dalam meliberalissasi dan merestrukturisasi industri minyak dan gas bumi Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik pelaku usaha terutama pelaku usaha asing untuk menanamkan modal dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi Indonesia.
69
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Setelah diundangkan, ternyata undang-undang ini tidak begitu saja langsung dapat diterima dan diterapkan oleh masyarakat. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat dan Serikat Pekerja mengajukan permohonan pengujian formil dan materiil atas undang-undang ini kepada Mahkamah konstitusi (MK), dan meminta agar MK menetapkan bahwa undang-undang ini bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan dalam pengujian formil dan hanya mengabulkan permohonan dalam pengujian metriil untuk sebagian pasal-pasal yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, oleh karenanya pasal-pasal tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. pasal-pasal tersebut antara lain 81: 1. Pasal 12 ayat (3), sepanjang mengenai arti kata-kata “Diberi wewenang”. Menurut MK kata-kata tersebut tidak sejalan dengan makna Pasal 33 UUD 1945 dimana wilayah kerja sektor hulu adalam merupakan hak Negara untuk menguasai melalui pelaksanaan tugas mengatur, mengurus, mengelola dan mengawasi. Dalam pertimbangannya MK menyatakan bahwa dalam lapangan hukum administrasi Negara, pengertian pemberian wewenang (delegation of authority) adalah pelimpahan kekuasaan dari pemberi wewenang, yaitu negara, sehingga dengan adanya pencantuman kata “diberi wewenang kepada Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap” maka penguasaan Negara menjadi hilang. 2. Pasal 22 ayat (1) sepanjang mengenai kata-kata “paling banyak” yang berkaitan dengan jumlah minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor yang wajib diserahkan untuk dipasarkan dalam negeri (Domestic Market Obligation /DMO). MK berpendapat bahwa kata “paling banyak” harus dihapuskan karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. MK menilai bahwa prinsip sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam cabang produksi minyak dan gas bumi mengandung pengertian bukan hanya murah dan bermutu baik, tetapi juga adanya jaminan ketersediaan BBM dan pasokan bagi seluruh
81
Putusan Perkara Mahkamah konstitusi No. 002/PU U-1-2003, tanggal 15 desember 2004, judicial review UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
70
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
masyarakat. Dengan mencantumkan kata “paling banyak” maka hanya akan ada batasan tertinggi atau pagu atas tanpa memberikan batasan terendah atau pagu bawah yang dapat disalahgunakan oleh pelaku usaha sebagai alasan juridis untuk menyerahkan bagiannya dengan prosesntase serendahrendanhnya. 3. Pasal 28 ayat (2) dan (3) mengenai diserahkannya harga BBM dan BBG kepada mekanisme pasar. MK berpendapat bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi dasar kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan/atau menguasai hidup orang banyak, dalam hal ini pemerintah dapat mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan kebijakan harga tersebut. Menurut MK seharusnya harga BBM dan BBG dalam negeri ditetapkan oleh pemerintah dengan memperhatikan golongan masyarakat tertentu dan mempertimbangkan mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Diundangankannya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 dengan ketentuanketentuan yang cukup kontroversial tersebut dianggap perlu oleh pemerintah, mengingat Negara telah mengalami krisis ekonomi berkepanjangan sejak tahun 1997 dan dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional yang mengarah untuk terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun demikian kebijakan pemerintah seharusnya tetap mengedepankan tanggung jawabnya terhadap rakyat untuk mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesarbesar kemakmuran rakyat sesuai dengan prinsip Undang-Undang Dasar 1945. 3.2. Pelaksanaan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dalam Production Sharing Contract di Indonesia
3.2.1. Pembagian Jenis Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Jenis kegiatan usaha minyak dan gas bumi dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir. Kegiatan Usaha Hulu
71
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
mencakup Eksplorasi dan Eksploitasi82 dan Kegiatan Usaha Hilir mencakup Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga.83 Kegiatan usaha hulu memakai sistem kontrak sedangkan kegiatan usaha hilir menggunakan sistem perizinan. Kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama yang merupakan kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerjasama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat84. Kontrak kerjasama tersebut dilakukan oleh Negara yang diwakili oleh Badan Pelaksana dengan Kontraktor. Ketentuan hukum yang mengatur tentang badan pelaksana adalah Pasal 1 angka 23, Pasal 44 sampai dengan Pasal 45 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu dibidang minyak dan gas bumi (Pasal 1 angka 23 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi). Kegiatan usaha hulu diatur dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 5-6, dan Pasal 9 – 22 UU No. 22 Tahun 2001. Kegiatan Usaha Hulu merupakan kegiatan usaha yang berintikan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan eksplorasi adalah kegiatan yang dilakukan sebelum dilakukannya ekploitasi. Ekplorasi bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi serta menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi. Kegiatan eksplorasi dilakukan di wilayah kerja yang telah tentukan, yaitu wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi, yang terdiri dari wilayah daratan, perairan, dan landasan kontinen Indonesia. Kegiatan usaha hilir dilaksanakan dengan izin usaha. Izin usaha adalah izin yang diberikan Pemerintah melalui Badan Pengatur kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba. Badan usaha baru dapat melaksanakan tugasnya setelah mendapatkan izin usaha dari pemerintah. Izin 82
Salim.HS, Hukum Pertambangan, Opcit, hal 238
83
. Ibid, Hal 241.
84
Indonesia, Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.22 Tahun 2001, Pasal 1 angka 19
72
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi dibedakan atas Izin usaha pengolahan; Izin usaha pengangkutan; Izin usaha penyimpanan; dan Izin usaha niaga Badan Pengatur diatur di dalam Pasal 1 angka 24, Pasal 8 ayat (4), Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Badan pengatur adalah suatu badan yang dibentuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi pada kegiatan usaha hilir (Pasal 1 angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.85 Tugas badan pengatur meliputi pengaturan dan penetapan mengenai Ketersediaan distribusi dan bahan bakar minyak dan Cadangan bahan bakar minyak nasional; Pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar minyak, terutama ditujukan untuk daerah-daerah tertentu atau daerah terpencil yang mekanisme pasarnya belum dapat berjalan, sehingga fasilitas pengangkutan dan penyimpanan yang ada perlu diatur untuk dapat dimanfaatkan agar tercapai kondisi optimal dan tercapai harga yang serendah mungkin; Tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa; Harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, rumah tangga adalah setiap konsumen yang memanfaatkan gas bumi untuk keperluan rumah tangga; Pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi diatur oleh Badan Pengatur; Pengawasan dalam bidang-bidang pada angka 1 sampai dengan 6 86 3.2.2. Para pihak dalam Production Sharing Contract berdasarkan UU no. 22 Tahun 2001 Kegiatan Usaha Hulu Migas itu sendiri menurut Pasal 6 UU No. 22 Tahun 2001 dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama. Sewajarnya dalam suatu kontrak pasti ada para pihak yang menandatangani kontrak. Umumnya para pihak dalam kontrak tersebut memiliki kedudukan yang sama. Namun tidak dalamKontrak Production Sharing, dimana para pihaknya terdiri dari Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) dan Negara. 85
Salim, HS, Hukum Pertambangan, Opcit, Hal 247
86
Ibid,Hal 248
73
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Yang dimaksud kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) dalam PSC adalah perusahaan yang memiliki kemampuan baik secara teknis dan modal untuk melakukan kegiatan operasi pertambangan minyak dan gas bumi. Kontraktor ini diberikan hak oleh negara atas suatu wilayah kerja untuk melakukan kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerjasama (Kontrak PSC dan kontrak Kerjasama lainnya) setelah ditetapkan oleh Menteri ESDM melalui pelelangan. Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2001 Pasal 9, yang dapat menjadi kontraktor dalam Kontrak Production Sharing adalah Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang termasuk Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi dan Usaha Kecil, dan Badan Usaha Swasta. Badan Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia. Diizinkannya Badan Usaha Tetap untuk beroperasi di Indonesia sebenarnya tidak sejalan dengan prinsip Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 dimana Penanaman Modal harus membuat badan usaha di Indonesia yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia. Hal ini berkaitan dengan sifat kegiatan usaha hulu migas yang memiliki resiko yang tinggi, yang lebih dapat dilakukan oleh perusahaan internasional yang mempunyai jaringan internasional secara luas. Oleh karena itu, agar dapat memberikan iklim investasi yang kondusif untuk menarik penanam modal, termasuk penanam modal asing, maka perusahaan tersebut diberikan kesempatan untuk tidak membentuk Badan Usaha di Indonesia. Negara merupakan salah satu pihak dalam kontrak Production Sharing, dimana dalam hal ini negara diwakili Badan Pelaksana (BP Migas). Badan Pelaksana (BP Migas) adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan 74
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. BP Migas didirikan berdasarkan PP No. 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Ketentuan hukum yang mengatur BP Migas dalam UU No. 22 tahun 2001 adalah Pasal 1 angka 23, Pasal 44 sampai dengan Pasal 45. Kedudukan BP Migas merupakan badan hukum milik negara. Badan hukum milik negara mempunyai status sebagai subjek hukum perdata dan merupakan institusi yang tidak mencari keuntungan serta dikelola secara profesional. (Pasal 45). Tugas Badan Pelaksana diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2001 jo Pasal 11 PP No. 42 Tahun 2002, yaitu : 1. Memberikan pertimbangan kepada menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta Kontrak Kerja Sama. 2. Melaksanakan penandatangan Kontrak Kerja Sama; 3. Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi dalam suatu wilayah kerja kepada mentri untuk mendapatkan persetujuan; 4. Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain yang tercantum pada angka 3 diatas; 5. Memberikan persetujuan rencana dan anggaran; 6. Melaksanakan pengawasan dan melaporkan kepada menteri mengenai pelaksanaan kontrak kerja sama; 7. Menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat
memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. Dari ketujuh tugas diatas, tugas penandatanganan kontrak Production Sharing merupakan tugas yang paling penting karena dengan adanya penandatangan kontrak itu akan menimbulkan hak dan kewajiban para pihak dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
75
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Dalam pendirian BP Migas sebagai wakil negara dalam penandatangan Kontrak kerja sama dengan kontraktor, terdapat kekhawatiran bahwa pengalihan wakil negara dari Pertamina kepada BP Migas akan menjadikan posisi pemerintah menjadi lebih rawan dalam menghadapi sengaketa dengan kontraktor. Kekhawatiran ini dimuat dalam ’minder heids nota’ yang diajukan oleh 11 orang anggota DPR yang tidak menyetujui disahkannya RUU Migas 2001 menjadi undang-undang karena mereka mengkhawatirkan implikasi hukum bilamana terjadi sengketa dengan kontraktor karena dialihkannya hak pertambangan dari Pertamina ke pemerintah (BP Migas)87. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2001 dinyatakan bahwa BP Migas berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan bersifat tidak mencari keuntungan atau nirlaba. Implikasi BP Migas sebagai BHMN adalah dapat diperlakukan sebagai subyek hukum, dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan dan perbuatan hukumnya diwakili oleh pengurus BP Migas. Sebagai Badan Hukum, status hukum BP Migas tidak berbeda dengan status hukum Pertamina. Kedua-duanya dibentuk oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan, sementara kepengurusannya diangkat oleh Presiden. Perbedaan yang ada hanya terletak pada lingkup tugas, yaitu tugas BP Migas terbatas sebagai wakil pemerintah dalam pelaksanaan Kontrak Production Sharing yang dilakukan dengan tanpa elemen keuntungan usaha, sementara lingkup tugas Pertamina lebih luas meliputi kegiatan-kegiatan bisnis lain yang bermotif mencari keuntungan. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka BP Migas dan Pertamina mempunyai status hukum yang sama sebagai wakil pemerintah dalam Kontrak Production Sharing, sehingga keduanya akan diperlakukan sama dalam forum penyelesaian sengketa. Selain itu terdapat keuntungan BP Migas sebagai BHMN yang tidak mencari keuntungan. Sebagai pihak yang mewakili pemerintah dalam penandatangan KKKS dan mengawasi berjalannya kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi, tanpa adanya kegiatan-kegiatan usaha lain di luar tugasnya tersebut membuat BP Migas menjadi lebih fokus dalam melakukan tugasnya. Berbeda
87
A. Madjedi Hasan, Op.Cit, hal 186
76
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
dengan Pertamina sebelum berlakunya UU No. 22 Tahun 2001, Pertamina selain dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil pemerintah juga melakukan kegiatan-kegiatan usaha lain diluar tugasnya dalam pertambangan minyak dan gas bumi, akibatnya pertamina mendapatkan beban kerja yang berat dan tidak sesuai lagi dengan tujuan utamanya sebagai wakil pemerintah. Selain kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) dan juga BP Migas, dalam pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi juga ada Departemen ESDM yang terkait didalamnya. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan unsur pelaksana Pemerintah, yang dipimpin oleh Menteri Negara yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. Untuk sumber daya alam minyak dan gas bumi, departemen ESDM memiliki unit kerja yang khusus menangani kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi, yaitu Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang minyak dan gas bumi. Ditjen Migas memiliki peran untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dalam bidang minyak dan gas bumi. Pembinaan dalam bidang minyak dan gas bumi merupakan usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam bidang minyak dan gas bumi. Pembinaan yang dilakukan departemen ESDM meliputi pembinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001. Ditjen Migas juga memiliki tanggung jawab pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan BP Migas melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak kerjasama. Pengawasan yang dilakukan oleh Departemen ESDM berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 Pasal 42 meliputi :
77
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
a. konservasi sumber daya dan cadangan Minyak dan Gas Bumi; b. pengelolaan data Minyak dan Gas Bumi; c. penerapan kaidah keteknikan yang baik; d. jenis dan mutu hasil olahan Minyak dan Gas Bumi; e. alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan bahan baku; f. keselamatan dan kesehatan kerja; g. pengelolaan lingkungan hidup; h. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; i. penggunaan tenaga kerja asing; j. pengembangan tenaga kerja Indonesia; k. pengembangan Lingkungan dan masyarakat setempat; l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Minyak dan Gas Bumi; m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sepanjang menyangkut kepentingan umum. Yang membedakan lingkup pengawasan Badan Pelaksana dan Ditjen Migas adalah pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen Migas melingkupi tahap sebelum kontrak kerja sama, saat pelaksanaan kontrak kerja sama, dan sesudah kontrak kerja sama berakhir. Sedangkan lingkup pengawasan dari BP Migas adalah pada saat pelaksanaan kontrak kerja sama. 3.3. Peran negara dalam Production Sharing Contract berdasarkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 Minyak dan gas bumi termasuk kekayaan alam yang terpenting dalam era modern. Keberadaannya merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan dalam menunjang 78
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
perkembangan ekonomi dan kemakmuran suatu Negara. Minyak dan gas bumi juga merupakan kekayaan alam yang habis pakai dan tak terbarukan, serta penyebaran dan cadangannya pun terbatas. Mengingat karakteristik dari minyak dan gas bumi tersebut, setiap Negara yang memiliki sumber daya ini umumnya berusaha mendapatkan manfaat dari eksploitasi minyak dan gas bumi dengan cara menghubungkan konsep hak menguasai dari Negara atas kekayaan alam dengan kegiatan ekonomi (pemanfaatannya). Untuk itu, peraturan dalam perundang-undangan minyak dan gas bumi di banyak Negara umumnya memisahkan antara hak kepemilikan atas tanah dengan hak atas kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah tersebut yang dimiliki oleh Negara. Begitu pula di Indonesia. Indonesia beruntung dikaruniai kekayaan sumber daya alam yang berlimpah yang tidak hanya terbatas pada minyak dan gas bumi. Kekayaan alam yang berlimpah tersebut merupakan hak milik bangsa Indonesia. Pada mulanya, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, kepemilikan bahan galian termasuk minyak dan gas bumi berada di tangan sultan atau raja penguasa daerah, mereka berhak mengeluarkan izin konsesi. Sejak diundangkannya Indische Mijnwet tahun 1899, pemerintah Hindia Belanda mencabut hak tersebut dari para penguasa daerah dan menetapkan bahwa semua bahan galian termasuk minyak dan gas bumi dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Kegiatan pertambangan hanya dapat dilakukan apabila telah mendapatkan izin konsesi yang dikeluarkan oleh Gubernur Jendral. Izin konsesi hanya diberikan kepada warga Negara Belanda, penduduk Belanda atau Hindia Belanda. Setelah proklamasi kemerdekaan, penguasaan bahan galian termasuk minyak dan gas bumi diambil alih kekuasaannya oleh Negara Indonesia berdasarkan Undang-Undang dasar 1945. Hak menguasai negara atas bahan galian di seluruh wilayah Indonesia dituangkan oleh para pendiri bangsa di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu dalam ayat (2) dan (3) yang berbunyi: ayat (2) : cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak ,dan ayat (3) : bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. 79
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Kedua ayat tersebut menegaskan “penguasan oleh Negara” terhadap sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Dikuasai oleh Negara mengandung pengertian pemilikan, pengaturan, pembinaan dan pengawasan, serta penyelenggaran kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi (sebagai salah satu sumber daya alam yang penting) dilakukan oleh pemerintah88. Penguasan oleh Negara tidak diartikan sebagai kepemilikan sebagaimana dalam hukum perdata, tetapi harus menjamin adanya kemampuan dan kewenangan bagi Negara untuk melindungi kepentingan umum dan kepentingan ekonomi rakyat. Negara mempunyai kendali penuh atas kegiatan produksi tersebut sehingga kepentingan Negara dan hajat hidup orang banyak akan tetap terjaga. Jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan sebagai pemilikan dalam arti perdata (privat), maka kepemilikan atas sumber daya alam tersebut tidak akan digunakan untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, yang dengan demikian berarti amanat untuk “ memajukan kesejahteraan umum” dan “mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam pembukaan UUD 1945 tidak dapat diwujudkan. Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 hak penguasaan oleh Negara ditegaskan kembali. Dalam konsideran menimbang pada Undang-Undang No 22 tahun 2001 butir B disebutkan bahwa : “Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh Negara serta merupakan komuditas fital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian perekonomian nasional sehingga pengelolaannya secara maksimal memberi kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyat.”
Kemudian dipertegas dalam pasal 4 ayat 1 bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbaharukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia dikuasai oleh Negara. Artinya syarat penguasaan
88
Putusan Perkara Mahkamah konstitusi No. 002/PU U-1-2003, tanggal 15 desember 2004, judicial review UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pertimbangan hukum hal 151.
80
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Negara terhadap kekayaan alam migas yang masih berada di dalam perut bumi merupakan konsep mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Dari dasar filosofi sebagaimana uraian diatas dapat diambil 2 hal pokok dalam konsep penguasaan negara, yaitu yang pertama, tentang konsep penguasaan ada ditangan Negara; dan yang kedua, konsep penggunaan atau hasilnya adalah untuk kepentingan rakyat. Yang dimaksud penguasaan dalam operasi perminyakan lazim dibedakan menjadi dua, pertama hak penguasaan bahan galian (mineral right) atau yang biasa disebut kuasa pertambangan, dan kedua hak penguasaan potensi ekonomi bahan galian (economic right atau economic interest). Kekuasaan atas mineral right mutlak berada ditangan Negara sedangkan economic right dapat dipindahkan kepada pihak lain. Economic right dapat dipindahkan karena Negara belum mampu melakukan sendiri pengelolaan minyak dan gas bumi mengingat kegiatan usahanya yang bersifat high risk, high capital and high technology, sehingga Negara masih membutuhkan bantuan dari pihak swasta yang memiliki modal dan kemampuan untuk dapat melakukan kegiatan usaha tersebut. Namun perpindahan atau penyerahan economic right ini tidak dapat begitu saja dilakukan, tetapi harus memenuhi syarat-syarat adanya pemanfaatan dan digunakan untuk tujuan kemakmuran serta memenuhi nilai keekonomian yang wajar. Mengenai konsep penggunaan untuk kepentingan rakyat dapat diartikan sebagai adanya “pemanfaatan” terhadap minyak dan gas bumi. Hasil dari kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi tidak semerta-merta dapat dinikmati begitu saja oleh pelaku usaha dan oleh pemerintah. Hasil tersebut harus dimanfaatkan untuk tujuan kemakmuran rakyat dan untuk kepentingan ekonomi Negara. Selain itu, yang lebih penting dalam konsep penguasaan Negara adalah Negara memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pengelolaan minyak dan gas bumi. Kontraktor baik asing maupun dalam negeri dapat melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, namun harus tetap di bawah kendali dan pengawasan oleh Negara. Disini peranan pengaturan hukum sangat penting, untuk menjamin hasil dari kekayaan alam tersebut dimanfaatkan sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan imbalan yang menarik bagi para 81
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
kontraktor dan juga dapat dimanfaatkan oleh Negara untuk meningkatkan ekonomi Negara demi kemakmuran rakyat banyak. Dengan prinsip ini, dasar hukum pelaksanaan pengelolaan Minyak dan Gas Bumi adalah menjaga keutuhan kepenguasaan kekayaan alam dan penggunaannya benarbenar diarahkan untuk tujuan kemakmuran rakyat. Pokok-pokok penting dari penguasaan tersebut melingkupi aspek-aspek pengaturan, pengawasan, pengendalian dan pelaksanaan usaha pengeloaan sumber daya Minyak dan Gas Bumi. Rakyat yang secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandate kepada Negara untuk
mengadakan
pengaturan
kebijakan
(regelendaad)
(beleid),
pengelolaan
tindakan
pengurusan
(beheersdaad)
dan
(bestuurdaad), pengawasan
(toezichtoundensdaad) untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk itulah Negara yang diwakili oleh Pemerintah memiliki peranan penting dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi, antara lain Pertama, didalam proses tentang tata cara penetapan dan penawaran wilayah kerja minyak dan gas. Menteri ESDM melalui Direktorat Jendral Migas menawarkan wilayah kerja melalui lelang. Proses penawaran wilayah kerja ini dibentuk suatu Tim penawaran wilayah kerja untuk melaksanakan penilaian akhir yang digunakan untuk penetapan pemenang lelang wilayah kerja berdasarkan atas kriteria penawaran yang menguntungkan bagi Negara. Setelah penetapan pemenang lelang wilayah kerja tersebut dilakukan, Tim penawaran wilayah kerja menyampaikan urutan peringkat Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap calon pemenang lelang kepada Dirjen Migas dan Melaporkannya kepada Menteri ESDM. Yang kedua Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang akan ditunjuk sebagai Kontraktor yang diberi wewenang untuk melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu pada suatu Wilayah Kerja, Apabila syarat-syarat serta proses penawaran sebagaimana dijelaskan dalam KepMen 1480 Tahun 2004 telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan penetapan tersebut, Menteri akan berkoordinasi dengan BPMIGAS. Ketiga, BP Migas melakukan Penandatanganan Kontrak Kerjasama dengan Kontraktor yang diberi kewenangan untuk melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi di suatu wilayah kerja. Seluruh hak dan kewajiban yang terkait dengan Kegiatan 82
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Usaha Hulu dalam Wilayah Kerja tersebut akan dituangkan didalam kontrak Kontrak Kerja Sama dimana salah satu bentuknya adalah Kontrak Bagi Hasil (Kontrak Production Sharing atau PSC). Penandatanganan PSC ini merupakan peristiwa yang penting karena sejak ditandatanganinya PSC ini maka baik Kontraktor dan BPMIGAS sebagai pihak dalam Kontrak Bagi Hasil tersebut terikat dengan hak dan kewajiban yang ada didalamnya. Keempat, Mentri ESDM dan BP Migas memberikan persetujuan terhadap Rencana Pengembangan lapangan pertama dalam suatu Wilayah Kerja. Sebelum UU Migas, persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama dalam suatu Blok/Wilayah Kerja cukup mendapat persetujuan dari Direktur Utama PERTAMINA sekaligus sebagai komersialitas wilayah kerja89. Namun setelah berlakunya UU Migas, sesuai Pasal 21, Rencana Pengembangan lapangan pertama dalam suatu Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berdasarkan pertimbangan dari BPMIGAS setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. Sesuai Pasal 17, bila telah mendapatkan persetujuan POD pertama dalam suatu wilayah kerja tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu eksplorasi wajib mengembalikan seluruh wilayah kerjanya kepada Menteri. Kemudian yang kelima adalah BP Migas melakukan tugas pengawasan. Sesuai dengan Pasal 41 sampai dengan Pasal 44, BP Migas melakukan pengawasan terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan kontraktor selama kontrak kerjasama berlaku, antara lain dengan cara memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan; memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran; melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
89
BP Migas, Plan of Development, www.bpmigas.com/DOKUMEN/pod.asp, diakses tanggal 15 Februari 2011
83
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
3.4. Perkembangan dan praktek Production Sharing Contract di Indonesia dengan Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Keputusan Menteri untuk merumuskan dan kemudian menerbitkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (“Undang-Undang Migas”) menyebabkan kedudukan serta status PERTAMINA yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1971
Tentang
Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (“Undang-Undang PERTAMINA”) sebagai pemegang kuasa pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia telah berubah. Perubahan memiliki yang paling mendasar adalah berubahnya kedudukan pemegang Kuasa Pertambangan yang semula berada di tangan PERTAMINA menjadi berada di tangan Pemerintah, dimana dalam pelaksanaannya Pemerintah membentuk Badan Pelaksanan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“BPMIGAS”) untuk mengendalikan kegiatan usaha hulu migas tersebut. Dengan beubahnya status Pertamina tersebut menimbulkan pengaruh yang cukup besar dalam pelaksanaan PSC di Indonesia. Perubahan tersebut antara lain90 : a) Berubahnya hak pertambangan yang sebelumnya dikuasai Pemerintah atas nama Negara dan didelegasikan kepada Perusahan Negara (Pertamina), sekarang didelegasikan kepada Badan Pelaksana Migas. b) Berubahnya economic-right dari Perusahan Negara ( Pertamina ) kepada Badan Pelaksana Migas. c) Sebelumnya Pertamina adalah Badan Usaha atau korporasi, sekarang Badan Pengelola Migas adalah Badan Hukum atau bukan korporasi. d) Sebagai konsekuensi butir c) bila terjadi tuntutan hukum, pada masa lalu yang bertanggung jawab adalah Pertamina, sekarang yang bertanggung jawab adalah Pemerintah (Negara). Kebijakan ini bertolak belakang dengan praktik-praktik multi national corporation dimana untuk melindungi perusahaan dari tuntutan
90
Rahman Agil, Menilik Sejarah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) Migas Indonesia, http://redfox69.wordpress.com/2011/04/01/menilik-sejarah-kontrakbagi-hasil-production-sharing-contract-migas-indonesia/, diakses tanggal 15 April 2011 84
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
hukum mereka justru membentuk paper company, sedang kita justru melimpahkan tuntutan hukum menjadi kewajiban Pemerintah (Negara). e) Sebelumnya pada Kontrak Bagi Hasil, kontraktor kedudukannya di bawah Pertamina sebagai perusahaan yang dikontrak, sekarang pada Kontrak Kerja Sama kedudukan hukum kontraktor sejajar dengan Badan Pengelola Migas. f) Sebelumnya semua ketentuan perpajakan dan bea masuk diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1970, sekarang ketentuan tentang ketentuan perpajakan dan bea masuk diatur menurut masing – masing undang-undang. Kontrak-kontrak kerjasama di sektor hulu migas sebelum UU Migas ditandatangani oleh PERTAMINA, sebagai pemegang Kuasa Pertambangan, dengan para kontraktor-kontraktor kontrak kerja sama. Dengan perubahan mendasar akibat dari diterbitkannya UU Migas yang baru tersebut, maka konsekuensi hukum pertama yang harus dilakukan untuk mempertahankan kepastian hukum dalam pelaksanaan kontrak-kontrak kerjasama tersebut adalah dengan membuat amandemen yang mengalihkan segala hak dan kewajiban dari PERTAMINA dalam kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum terbitnya Undang-Undang Migas untuk kemudian dialihkan kepada BPMIGAS sesuai dengan ketentuan dalam Undang Undang Migas. Amandemen pengalihan tersebut ditandatangani oleh kontraktor kontrak kerja sama, PT. PERTAMINA (PERSERO) (sebagai pengalih hak dan kewajiban) dan BPMIGAS (sebagai penerima pengalihan hak dan kewajiban) dengan disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mewakili Pemerintah. Dengan adanya pengalihan setelah terbitnya UU Migas yang baru ini maka BPMIGAS akan melaksanakan segala hak dan kewajiban dari PERTAMINA seolaholah BPMIGAS adalah penandatangan yang asli dari Kontrak Production Sharing tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, BPMIGAS menjalankan fungsi pengawasannya atas kontraktor yang telah menandatangani Kontrak Production Sharing (“PSC”). Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“PP Hulu”), “Badan Pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam
85
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Minyak dan Gas Bumi milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Dalam menjalankan tugasnya, BP Migas mengeluarkan Peraturan-peraturan yang berlaku untuk seluruh Kontraktor Kontrak Kerjasama yang dinamakan sebagai Pedoman Tata Kerja (PTK). Peraturan tersebut yaitu antara lain PTK Pemeliharaan fasilitas produksi minyak dan gas bumi Nomor 041/PTK/2011; PTK Abandonmen dan Site Restoration Nomor 040/PTK/XI/2010; PTK Place Into Services (PIS) Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi No. 033/PTK/XI/2009; PTK Pedoman Pemberian
Keterangan
Keadaan
darurat,
pedoman
program
pengembangan
masyarakat dan pedoman kehumasan Nomor 017/PTK/III/2005; PTK Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerjasama Nomor 007/REVISI-II/PTK/2011; PTK Pengoperasian dan Pemeliharaan Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi Nomer 012/PTK/II/2007; PTK Pengoperasian dan Pemeliharaan Tangki Penyimpanan Minyak Bumi Nomor 013/PTK/II/2007; PTK Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kontraktor Kontrak Kerjasama Nomor 018/PTK/X/2008/REVISI; PTK Pengadaan Tanah Nomor 027/PTK/XII/2007; dan PTK Pemeriksaan Kepatuhan atas pengadaan barang dan jasa pada KKKS. Pedoman Tata Kerja tersebut merupakan peraturan pelaksanaan bagi seluruh Kontraktor Kontrak Kerjasama yang menjadi pedoman bagi para K3S untuk melaksanakan kegiatan operasinya. Tujuan dibuatnya peraturan-peraturan tersebut adalah untuk menyeragamkan standar pelaksanaan kegiatan operasi migas di lingkungan K3S. Sehingga pelaksanaan kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi dilingkungan K3S saat ini menjadi lebih terstandarisasi karena adanya pedoman tersebut.
86
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
BAB 4 Pembenahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Pengembangan Industri Hulu Migas di Indonesia.
4.1.
Pembenahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Sejak keputusan panitia khusus DPR dalam hak angket BBM periode lalu yang
menetapkan bahwa Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 harus direvisi, maka sejak pertengahan tahun lalu revisi Undang-undang migas saat ini sedang dalam pembahasan oleh DPR dan Pemerintah. Alasan yang cukup populer dilakukannya revisi undang-undang ini antara lain Undang-Undang Migas dianggap tidak mampu mencukupi kecukupan permintaan gas dalam negeri; Undang-Undang Migas membuat PT Pertamina menjadi sangat tidak berdaya dan kalah jauh dari Petronas, perusahaan Malaysia yang belajar dari Indonesia; karena Undang-Undang Migas terjadi pembengkakan biaya cost recovery yang tidak dapat dipertanggung jawabkan karena rakyat tidak bisa mengetahui data produksi dan pengeluaran biaya karena tidak ada transaparan; karena Undang-Undang Migas tidak banyak kegiatan eksplorasi dan sangat minim investor baru yang besar mau masuk menanamkan modal di bidang migas, otomatis hasil produksi berkurang. Sejak awal disahkan, undang-undang No. 22 tahun 2001 ini telah mengandung banyak kontroversi. Undang-Undang migas No. 22 tahun 2001 dianggap terlalu liberal, pasal-pasalnya lebih menguntungkan investor asing ketimbang kepentingan Negara Indonesia. Substansi dalam undang-undang tersebut yang dinilai tidak melindungi kepentingan nasional, malah menjadi tonggak liberalisasi dan privatisasi sektor migas di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang ini pengusahaan dan pengelolaan migas belum memberikan jaminan preferensi kepada pengusaha lokal ketimbang pengusaha asing karena telah mengebiri hak monopoli Pertamina, menciptakan sistem birokrasi yang rumit bagi investor, serta tidak menjamin pasokan BBM dan gas bumi dalam negeri. Revisi terhadap undang-undang ini dinilai sebagai agenda mendesak mengingat jika keadaan dibiarkan seperti sekarang, Indonesia rentan terkena krisis energi. Revisi undang-undang ini dimaksudkan untuk meletakan pengusahaan dan pengelolaan industri migas pada kemandirian bangsa, mendukung
87
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
pertumbuhan perusahaan nasional, dan mengembalikan kedaulatan sumber daya alam migas kepada pemerintah, bukan pada perusahaan asing. Menurut Ryan Alfian Noor dalam makalahnya mengatakan dilakukannya revisi undang-undang migas ini dikuatkan oleh 3 alasan, yaitu berdasarkan tinjauan geopolitik migas internasional, tinjauan historis dan tinjauan kinerja sektor migas yang bekerja selama ini. Dalam tinjauan politik migas internasional, Undang-Undang Migas ini sebenarnya masih menyatakan bahwa mineral rights masih berada ditangan Negara. Namun sayangnya, dalam pengelolaannya tidak memberikan kepastian penuh kepada pihak nasional untuk menjadi pihak pertama yang melakukannya. Bagaimana mungkin amanat negara pada Pasal 33 Undang-Undang 1945 untuk memaksimalkan sebesar-besarnya pengelolaan dan penguasaan wilayah migas dapat terjadi, jika sumber daya strategis ini tidak diprioritaskan pada bangsanya sendiri. Kemudian, secara tinjauan historis menunjukan bahwa diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tidak sepenuhnya murni berlatar belakang permasalahan migas internal Indonesia, karena didalamnya juga tersirat sebuah tuntutan pihak internasional tertentu untuk melakukan perubahan struktural dalam perekonomian nasional. Jadi, sebenarnya Undang-Undang Migas ini bisa dikatakan sebagai bentuk kompromi politik yang tidak memihak pada rakyat Indonesia. Yang ketiga adalah tinjauan dari kinerja sektor migas yang selama ini juga sudah dipastikan menjadi satu faktor utama penyebab tidak kondusifnya investasi di sektor migas. Keberadaan BP Migas dan BPH Migas sebagai badan yang lahir setelah Undang-Undang No. 22 tahun 2001 diberlakukan, ternyata tidak memberikan sebuah kemajuan yang signifikan alih-alih memberikan efek yang tidak membawa angin segar bagi perkembangan dunia migas Indonesia.91 Berbeda dengan pendapat Ryan Alfian Noor, Direktur Jendral Migas, Evita Legowo berpendapat bahwa revisi terhadap Undang-undang Migas tidak diperlukan. Evita beranggapan bahwa undang-undang tersebut sudah cukup baik dan sudah dapat mencakup penyelenggaraan kegiatan usaha migas di Indonesia.
92
Namun begitu
91
Ryan Alfian Noor, Skenario Tata Kelola Migas Pasca Revisi UU Migas no. 22 Tahun 2001, Makalah Penelitian Reforminer Institute. 92
ESDM Bingung Soal Permintaan Revisi Undang-Undang Migas, http://www.inilah.com/read/detail/365361/esdm-bingung-soal-permintaan-revisi-uu-migas, diakses pada tanggal 25 Mei 2011
88
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
revisi terhadap undang-undang migas tetap dilakukan karena sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR tahun 2010 Untuk mengetahui urgensi dari adanya revisi undang-undang migas ini, maka yang perlu dilihat adalah dari sisi pasal-pasal dalam undang-undang tersebut dan juga lembaga yang terbentuk dari adanya undang-undang tersebut. Suatu undang-undang untuk dikatakan efektif harus memiliki unsur-unsur yang ada dalam cita hukum. Karena fungsi cita hukum adalah memberikan makna pada hukum, membatasi ruang lingkup hukum positif yang dibentuk dan menetapkan tolak ukur keadilan hukum positif. Ada tiga cita hukum yang paling didambakan dalam suatu perundang-undangan yaitu adanya keadilan, manfaat dan kepastian hukum dalam perundang-undangan tersebut. Dalam Undang-undang Migas No. 22 Tahun 2001, tiga cita hukum sudah termasuk dalam asas-asas hukum penyelenggaran kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana tercantum di dalam Bab II Tentang Asas dan Tujuan, pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001: “Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang diatur dalam undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.” Dalam undang-undang ini tidak dijelaskan makna-makna dari asas-asas tersebut,baik dalam pasal-pasalnya maupun di dalam penjelasan. Namun Salim H.S. dalam bukunya menjelasakan pengertian asas-asas tersebut, yaitu93 : a. Asas ekonomi kerakyatan Asas ekonomi kerakyatan, yaitu asas dimana di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi harus memberikan peluang yang sama kepada pelaku ekonomi.
93
H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal 13
89
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
b. Asas keterpaduan Asas keterpaduan dimaksudkan agar setiap penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional, sektor lain dan masyarakat setempat. c. Asas manfaat Asas manfaat adalah suatu asas di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana dalam penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus memberikan manfaat/kegunaan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat banyak. d. Asas keadilan Asas keadilan adalah suatu asas di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana dalam penyelenggaraan kegiatan itu harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua warga negara sesuai kemampuannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, di dalam pemberian izin usaha hilir dan kontrak kerja sama harus dicegah terjadinya praktik monopoli, monopsoni, oligopoli, dan oligopsoni. e. Asas keseimbangan Asas keseimbangan merupakan asas di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana para pihak mempunyai kedudukan yang setara/sejajar dalam menentukan bentuk dan substansi kontrak kerja sama, baik kontrak bagi hasil pertambangan maupun kontrak-kontrak lainnya. f. Asas pemerataan Asas pemerataan yaitu asas di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana hasil-hasil dari pertambangan minyak dan gas bumi dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat Indonesia. g. Asas kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak Asas kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak yaitu asas di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, dimana hasilhasil dari pertambangan minyak dan gas bumi dapat memakmurkan (menjadi makmur) dan menyejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. h. Asas keamanan dan keselamatan Asas keamanan dan keselamatan yaitu asas di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana di dalam penyelenggaraannya 90
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
mampu memberikan rasa tenteram, tidak ada gangguan dan aman bagi para pihak yang mengadakan kontrak kerja sama atau penerima izin usaha hilir i. Asas kepastian hukum Asas kepastian hukum merupakan asas dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana di dalam penyelenggaraan usaha minyak dan gas bumi mampu menjamin kepastian hak-hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan kontrak kerja sama atau yang menerima izin usaha hilir. j. Asas berwawasan lingkungan Asas
berwawasan
lingkungan
yaitu
asas
dalam
penyelenggaraan
pertambangan minyak dan gas bumi, di mana di dalam penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus memperhatikan lingkungan hidup agar tidak terjadi pencemaran lingkungan. Untuk melihat kekurangan yang terdapat dalam undang-undang ini, setidaknya ada tiga aspek yang harus menjadi perhatian. Aspek pertama mengenai kurang tegasnya ketentuan-ketentuan
yang mengatur mengenai preferensi terhadap
kepentingan dalam negeri dalam pengelolaan sumber daya migas. Aspek kedua adalah adanya birokrasi yang lebih rumit yang dapat menghambat invetasi. aspek ketiga mengenai efektifitas dari Badan Pelaksana di sektor hulu migas. Mengenai kurang tegasnya ketentuan-ketentuan yang mengatur preferensi terhadap kepentingan dalam negeri pada pengelolaan sumber daya migas, dapat terlihat bahwa Undang-Undang Migas yang berlaku sekarang mengarahkan pada ketidakberpihakan pada dalam negeri. Pertama mengenai pengkerdilan peran Pertamina sebagai Perusahaan Negara dalam pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. Berdasakan UU No.8 tahun 1971 (UU Pertamina), Pertamina merupakan Integrated State Oil Company, sebagai satusatunya perusahan negara yang diberi kewenangan melaksanakan pengusahaan migas mencakup eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan pengolahan, pengangkutan, serta pemasaran dengan sistem monopoli terpadu, namun dengan Undang-undang migas No. 22 Tahun 2001 peran Pertamina hanya sebatas perusahaan BUMN yang melaksanakan kegiatan usaha hulu migas dengan tugas dan kewenangan yang tidak berbeda dengan perusahaan migas lainnya. Hal ini terlihat dari Pasal 60 – 62 Undangundang ini, antara lain : 91
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Pasal 60 huruf a : Pada saat Undang-undang ini berlaku: a. Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, Pertamina dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan Peraturan Pemerintah; Pasal 61 huruf b : Pada saat Undang-undang ini berlaku:
b. Pada saat terbentuknya Persero sebagai pengganti Pertamina, badan usaha milik negara tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana untuk melanjutkan Eksplorasi dan Eksploitasi pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina dan dianggap telah mendapatkan lzin Usaha yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 untuk usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga Pasal 63 huruf a : Pada saat Undang-undang ini berlaku: a. Dengan terbentuknya Badan Pelaksana, semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan Pelaksana; Pengkerdilan peran Pertamina di sektor hulu saat ini, merupakan pengingkaran dari “azas manfaat” dalam pengelolaan migas negara. Bagaimana tidak kini dibentuk sebuah badan hukum sebagai regulator dan perusahaan negara kini hanya menjadi aktor dalam tender bisnis migas. Padahal jelas sekali perubahan posisi ini sarat dengan
muatan
geopolitik
internasional
bagi
pihak-pihak
yang
mau
memanfaatkannya. Pemerintah hendaknya kembali menempatkan peran dan posisi Pertamina sesuai dengan hakikat dan tujuan pembentukannya. Latar belakang pendirian Pertamina adalah mengelola wilayah migas di Tanah Air, khususnya blok yang secara teknis dan finansial mampu dikelola mandiri, sehingga terhindar dari dominasi kapitalisme global. Penguasaan dan kedaulatan atas wilayah migas, demi menciptakan ketahanan dan kemandirian energi yang tangguh adalah dasar pemikiran utama di dalam pembentukan dan pendirian perusahaan migas negara. Pemerintah Indonesia semestinya tak hanya mengejar kesejahteraan ekonomi melalui keuntungan finansial semata dari hasil produksi dan investasi penguasaan blok migas, karena yang ingin dicapai sesungguhnya adalah kesejahteraan ekonomi yang berdaulat. Bukan hanya industri migas nasional yang maju, tetapi juga memiliki kedaulatan. 92
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Untuk itu, revisi UU Migas saat ini harus mengembalikan posisi perusahaan migas negara sebagai prioritas pertama dalam penawaran blok migas Indonesia baik yang baru atau yang sudah lama. Bahkan untuk lapangan yang telah habis masa kontraknya, tidak menutup kemungkinan langsung diserahkan saja pada perusahaan migas negara karena dari segi pengelolaan dan manajemen, lapangan tua relatif lebih mudah dan tidak beresiko sebagaimana lapangan baru yang perlu di eksplorasi terlebih dahulu. Jika pandangan ini dapat diwujudkan, sudah tentu amanah UUD 1945 mengelola sebesar-besarnya kekayaan alam (dalam hal ini migas) untuk kemakmuran rakyat dapat tertunaikan. Memang pada saat diterapkan UU No.8 tahun 1971, Pertamina memang dilanda masalah. Pertamina digerogoti korupsi di dalamnya, Pertamina dinilai tertutup, tidak transparan dan keuntungan usahanya banyak dipakai untuk memperkaya golongan tertentu. Sehingga maksud Pemerintah dengan dibuatnya Pertamina menjadi perusahaan Negara sejalan dengan asas keadilan yaitu untuk menghilangkan monopoli Pertamina demi menciptakan persaingan usaha yang sehat antara Pertamina dan Perusahaan migas swasta lainnya. Selain itu juga pemerintah menginginkan Pertamina memiliki peningkatan kualitas untuk dapat bersaing dengan perusahaan swasta asing lainnya sebagaimana tujuan undang-undang ini dalam Pasal 3 huruf d “mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional” Namun apakah hal tersebut bijaksana mengingat berdasarkan asas manfaat dan asas keterpaduan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 undang-undang migas ini, Negara seharusnya mendahulukan kepentingan negara dengan cara memberikan preferensi yang lebih besar kepada Perusahaan Negara dalam menjalankan kegiatan pengelolaan industri migas di Indonesia. Bagaimana mungkin kepentingan Negara dapat terakomodir apabila pengusahaan industri migas Indonesia lebih dikuasai perusahaan asing ketimbang perusahaan Negara. karena perusahaan asing tentu hanya memperhatikan keuntungannya sendiri daripada untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Memang apabila Pertamina diangkat kembali menjadi BUMN yang memegang kendali penuh terhadap pelaksanaan industri hulu migas sebagaimana yang diberikan dalam UU no. 8 tahun 1971, maka efek buruk dari monopoli dapat terjadi lagi 93
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
sebagaimana pelaksanaan industri migas sebelum berlakunya uu 22 tahun 2001, yaitu mengendurnya efektifitas Pertamina dalam industri hulu migas karena direpotkan dengan usaha-usaha Pertamina di bidang lain, berkurangnya daya saing Pertamina dibandingkan dengan Perusahaan swasta asing lainnya yang jauh lebih maju dan berpengalaman di bidang industri hulu migas, yang pada akhirnya akan menurunkan produksi migas Pertamina yang akan berdampak pada kegiatan industri hulu migas secara keseluruhan. Namun permasalahan-permasalahan yang lalu ini bersifat teknis dan implementatif, bukan terdapat pada sistem hukumnya. Monopoli berdasarkan undang-undang atas sektor vital seperti industri migas oleh pemerintah, jelas tak bisa diharamkan. Hanya perlu tambahan aturan demi terciptanya transparansi perusahaan, diawasi secara ketat agar tidak terjadi korupsi besar-besaran. Untuk menghilangkan efek buruk dari monopoli Pertamina sebagaimana disebutkan diatas, maka dalam revisi undang-undang ini sebaiknya peran Pertamina sebagai BUMN di industri hulu migas harus diutamakan, namun juga harus dibatasi. Oleh karena itu revisi undang-undang migas yang sedang dibuat ini sebaiknya mengatur tentang : 1. Peran Pertamina sebagai pemain utama dalam industri hulu migas dikembalikan, namun hanya sebatas perusahaan yang menjalankan industri tersebut; 2. Pertamina tidak diberikan hak untuk membuat regulasi. Regulasi tetap berada di tangan pemerintah (dalam hal ini departemen ESDM); 3. Dibuat suatu badan yang bertugas mengawasi jalannya kinerja Pertamina, sehingga kinerja Pertamina tidak bertanggung jawab langsung kepada presiden melainkan kepada badan pengawas tersebut. (misalnya BP Migas); 4. Pertamina tidak diberikan keleluasaan untuk melakukan usaha-usaha lain diluar kegiatan usaha hulu migas, hanya terfokus pada mencari keuntungan sebesar-besarnya dan memajukan usahannya di sektor migas demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
94
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Hal kedua mengenai memberikan preferensi terhadap kepentingan dalam negeri adalah aturan mengenai DMO (Domestik Market Obligation). Ketentuan mengenai DMO dalam Undang-undang ini terdapat dalam Pasal 22 ayat (1), yaitu : Pasal 22 (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pasal tersebut sudah di revisi dengan adanya Putusan Perkara Mahkamah konstitusi No. 002/PU U-1-2003, tanggal 15 desember 2004, judicial review UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yaitu dengan dihilangkannya kata-kata paling banyak. Sehingga kewajiban DMO Kontraktor saat ini adalah sebesar 25%. Kebijakan DMO yang tertera di pasal 22 ayat 1 UU Migas masih belum dapat menjamin pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri. DMO (Domestic Market Obligation) yang ditetapkan 25% untuk keperluan dalam negeri Indonesia belumlah dipandang suatu hal yang benar-benar menganut prinsip sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat seperti yang digariskan pasal 33 UUD 1945. Saat ini, keadaan industri hilir migas domestik Indonesia masih belum membaik karena pemenuhannya belum terealisasi. Seperti kita ketahui bahwa sampai sepuluh tahun lalu, ketika harga minyak mentah dunia tidak lebih dari 20 dolar Amerika, ketergantungan pemenuhan energi untuk pembangkit listrik, pabrik pupuk dan petrokimia, serta kebutuhan industri lainnya sangat tergantung dari BBM (bahan bakar minyak). Ketika harga minyak dunia merangkak naik sejak lima tahun terakhir sampai menyentuh 60-70 dolar Amerika, malah pada tahun 2008 sempat di atas 100 dolar Amerika, banyak industri, pabrik, dan pembangkit listrik berubah menggunakan gas bumi sebagai sumber energi primernya. Akibatnya terjadi lonjakan permintaan gas bumi yang tidak terkontrol dan tidak terperkirakan sebelumnya. kedepannya, Indonesia akan lebih banyak membutuhkan gas selain batu bara guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik, industri, transportasi, dan juga rumah tangga. Prioritas gas untuk domestik sudah mendesak, karena pada saat ini industri nasional masih kekurangan gas, sehingga sering disubsidi. Hal ini dikarenakan pengelolaan energi nasional yang kurang tepat. Apabila hal ini dibiarkan begitu saja dan pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk memperbaiki keadaan ini, 95
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
maka bukan tidak mungkin Indonesia akan segera mengalami krisis energi, karena cadangan energi nasional lebih banyak diekspor ketimbang digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam negeri. Untuk menghindari hal itu, maka diperlukan peraturan yang jelas mengenai pemanfaatan cadangan migas nasional. Undang-undang Migas belum tegas mengatur pemenuhan migas terutama gas bagi domestik. Selama ini, kewajiban domestic market obligation (DMO) gas atau pasokan gas dalam negeri yang tercantum dalam Undang-undang tersebut tidak jelas. Selama ini, dalam Undang-undang migas DMO gas tidak disebutkan dan kurang tegas. Padahal kebutuhan gas bumi dalam negeri sangat tinggi sehingga hasil produksi gas perlu diutamakan untuk pasokan dalam negeri daripada ekspor. Target ekspor migas dalam bentuk bahan mentah untuk mencapai penerimaan negara ini seharusnya dibandingkan dengan pemenuhan dalam negeri lewat kebijakan DMO. Karenanya, perlu aturan setingkat undang-undang yang mengatur pengutamaan pemenuhan kebutuhan gas buat domestik dibandingkan ekspor. Hal ini juga untuk menjamin terlaksananya asas kepastian hukum dalam aturan mengenai prosentasi pembagian DMO terhadap hasil migas di Indonesia. Karena saat ini, setelah adanya keputusan MK tentang Pasal 22 ayat (1) tersebut, belum ada aturan yang mengganti Pasal yang telah terkena judicial review itu, akibatnya sampai sekarang belum jelas apakah DMO diwajibkan hanya 25% atau harus melebihi 25%. Namun sebelum mengevaluasi kembali besaran minimum DMO yang seharusnya diberikan oleh Kontraktor, sebaiknya dilihat alasan dari sisi kontraktor mengapa kontraktor lebih menyukai menjual hasil produksi migas keluar negeri ketimbang menjualnya di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam DMO terdapat dua harga. Untuk lima tahun pertama produksi komersial penetapan harga untuk DMO akan disamakan dengan harga pasar. kemudian setelah tahun kelima, harga DMO ditetapkan sebesar 10%, 15%, atau 25% dari harga minyak mentah per barel tergantung dari waktu pengembangan lapangan dan kesepakatan hasil negosiasi antara pemerintah dengan KKKS. Karena itu dengan harga tersebut jika disuruh memilih maka Kontraktor tentu lebih memilih untuk mengekspor semua bagian minyak dan gas bumi yang dihasilkannya.
96
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Untuk menjaga agar kebutuhan pasokan migas dalam negeri dapat terpenuhi namun juga tanpa mengurangi minat investasi di sektor hulu migas, maka dalam revisi undang-undang migas nanti perlu adanya penyeimbangan. Perlunya ada penetapan yang lebih tegas megenai besaran DMO yang sekiranya dapat menjamin cukupnya pasokan migas dalam negeri, namun begitu meskipun hasil migas DMO tersebut dijual di dalam negeri, seyogyanya juga dijual sesuai dengan harga keekonomian. Dengan demikian, fokus pencapaian target penerimaan negara tetap bisa dilakukan, tanpa melupakan pemenuhan dalam negeri. Aspek kedua yang harus diperhatikan dalam revisi undang-undang migas adalah berdasarkan undang-undang migas No. 22 Tahun 2001 adanya birokrasi yang lebih rumit yang dapat menghambat invetasi. Salah satunya adalah adanya birokrasi yang berbelit-belit dalam kegiatan usaha migas. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 Ayat (1) : 1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerjawajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan. Dan Pasal 41 ayat (1) : (1) Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berada pada departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan departemen lain yang terkait. Pada saat ini berdasarkan undang-undang No. 22 Tahun 2001, terdapat berbagai jenis dan bentuk kelembagaan yang secara langsung berkaitan dengan usaha minyak dan gas bumi. Pertama, pemerintah selaku representasi Negara sebagai pemegang kuasa pertambangan berfungsi membuat kebijakan dan regulasi. Dalam menyusun dan menetapkan kebijakan, pemerintah yang dalam hal ini adalah kementrian ESDM juga harus sharing kewenangan dengan Dewan Energi Nasional yang berdasarkan peraturan perundang-undangan juga diberi kewenangan dalam kebijakan energi nasional. Kedua, BP Migas dan BPH Migas sebagai lembaga pelaksana, yang berfungsi menjalankan tata laksana kegiatan usaha migas yang masing-masing terpisah menjadi kegiatan usaha hulu dan hilir. Ketiga, badan usaha, baik BUMN, 97
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
BUMD, badan usaha swasta, badan usaha asing, koperasi maupun usaha kecil yang menjalankan kegiatan usaha dibidang migas selaku pemain atau operator dalam eksplorasi, ekploitasi, pengolahan, pengangkutan, maupun penyimpanan. Dengan banyaknya lembaga yang berkaitan dengan kegiatan usaha hulu migas tersebut dianggap mempersulit masuknya investor ke Indonesia. Hal ini disebabkan adanya proses birokrasi yang berbelit-belit. Undang-undang Migas saat ini menyatakan bahwa investasi di sektor migas harus melalui izin dari Dirjen Migas pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha (BP) Migas dan Dirjen Bea Cukai (Depkeu) dan pemerintah daerah. Kurang lebih jalurnya sebagai berikut: investor-Ditjen Migas-BP Migas-Bea CukaiPemda-Pemboran sumur. Alhasil para kontraktor migas semakin dipersulit untuk menginvestasikan modalnya di sektor migas Indonesia dikarenakan proses birokrasi yang semakin panjang. Berbeda dengan sebelum adanya BP Migas, seluruh proses administrasi diurus oleh Pertamina sebagai badan usaha yang berkontrak bagi hasil dengan kontraktor, sehingga kegiatan kontraktor tidak dirumitkan oleh persoalan administrasi/birokrasi semacam ini. Saat itu proses birokrasinya seperti ini: investorPertamina-Pemboran sumur. Dengan
panjangnya
proses
birokrasi
untuk
berinvestasi
di
Indonesia,
menyebabkan tidak adanya kepastian hukum pada pelaksanaan investasi di sektor migas. Tumpang tindihnya kewenangan diantara lembaga-lembaga tersebut akan membuat investor bingung dengan beragamnya pertauran-peraturan yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tersebut, sehingga pada akhirnya akan menurunkan investasi migas di indonesia. Dengan berkurangnya investor yang bersedia menanamkan modalnya di Indonesia, hal ini membuat produksi migas sulit ditingkatkan ditengah angka konsumsi migas yang semakin tinggi. Seharusnya Indonesia perlu melihat dan mempelajari tata kelola migas di Negara lain yang sukses sebagai perbandingan, seperti Malaysia yang hanya memiliki satu lembaga yang diberi nama Petroleum Management Unit yang menjadi salah satu bagian di dalam organisasi Petronas. Atau Inggris yang seluruh kegiatan usaha perminyakan di Inggris berada di bawah Departement of Trade and Industry. Australia yang mengadopsi sistem “Resource rent tax” dan “Corporate Tax” mempercayakan kegiatan perminyakannya pada Bureau of Mineral Resource. Negara98
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
negara tersebut hanya memiliki satu badan atau lembaga yang mengurus kegiatan usaha migas mereka. Sementara di Indonesia, kita memiliki lebih dari satu badan yaitu ESDM, BP Migas, BPH Migas, Pertamina, Pemda, dan Dewan Energi Nasional, yang masing-masing memiliki kewenangan dan sering kali terjadi tumpang tindih antara kewenangan yang satu dan yang lainnya. Dalam rangka revisi Undang-undang No. 22 Tahun 2001, kelembagaan yang terkait dengan kegiatan usaha migas nampaknya perlu disederhanakan dengan mengedepankan prinsip-prinsip pembagian tugas dan fungsi sesuai dengan perannya masing-masing secara tepat. Acuan utama dalam penataan lembaga-lembaga tersebut adalah untuk mewujudkan tata kelola minyak dan gas bumi yang lebih baik yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak, ketahanan energy nasional serta dapat menjamin iklim usaha di bidang minyak dan gas bumi yang lebih kondusif. Seharusnya sebagai pemegang manajemen pengelolaan sektor hulu migas, BP Migas, mewakili semua kepentingan instansi pemerintah pusat dan daerah, baik untuk urusan teknis kesektoran maupun fiskal keuangan ketika berhadapan dengan Kontraktor. BP Migas juga menjadi pintu gerbang pelayanan bagi Kontraktor ketika mereka berurusan dengan kementerian/lembaga pemerintahan. Dengan kebijakan satu pintu dan satu atap seperti itu, tumpang tindih birokrasi dapat dihindarkan semaksimal mungkin. Karena itu, memberdayakan BP Migas menjadi instansi pemerintah yang independen dan mandiri, baik secara struktural, fungsional, maupun finansial, menjadi sebuah keharusan. Begitu pula dengan masalah perpajakan, setelah disahkan menjadi UU Migas No.22/2001, Sebagian pasal-pasal lainnya merugikan pihak kontraktor PSC, seperti pasal-pasal berikut : Pasal 31 (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak. (2) Penerimaan negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas: a. pajak-pajak; b. bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai; c. pajak daerah dan retribusi daerah. (3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas: a. bagian negara; 99
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi; c. bonus-bonus. (4) Dalam Kontrak Kerja Sama ditentukan bahwa kewajiban membayar pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan: a. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat Kontrak Kerja Sama ditandatangani; atau b. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku Pada dasarnya UU No.22/2001 dengan pasal-pasal tersebut telah merobah peranan kontraktor KKS sebagai kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi BUMN Migas (Pertamina) menjadi Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap yang diberi hak melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi melalui Production Sharing Contract dengan BP Migas, suatu badan Pemerintah bukan BUMN. Akibatnya adalah sebagaimana terdapat pada Pasal 31, dimana kontraktor (Badan Usaha & Badan Usaha Tetap) langsung tunduk terhadap semua peraturan-peraturan perpajakan, bea masuk, pungutan, retribusi, PPN dan lainnya, pusat maupun daerah. Tidak lagi tunduk pada perpajakan khusus seperti pada Kontrak PSC yang asli. Berdasarkan Pasal-pasal itu pula ditetapkan bahwa dari sejak awal dilakukannya eksplorasi, Kontraktor sudah dikenakan pajak-pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perpajakan. Pengenaan pajak pada masa eksplorasi akan mengurangi daya saing dan minat investor ke sektor migas nasional karena pada tahap eksplorasi Kontraktor belum mendapatkan keuntungan apapun, malahan sedang mengeluarkan modal yang besar dengan resiko yang tinggi bahwa modal tersebut mungkin tidak akan diganti apabila tidak ada migas yang dihasilkan. Dengan dikenakannya pajak pada masa eksplorasi hal ini jelas tidak sejalan dengan asas keadilan, dimana Kontraktor dibebani dengan pajak-pajak Negara pada saat Kontraktor sedang mengeluarkan modal yang besar dengan resiko yang tinggi. Keberadaan BP Migas pun tidak membantu Kontraktor dalam masalah perpajakan. Malah dengan statusnya sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN), berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU Migas mengartikulasikan bahwa badan ini memiliki wewenang untuk menandatangani kontrak-kontrak pengusahaan migas bersama kontraktor migas yang ada. Namun karena statusnya sebagai bukan pengusaha kena pajak (sebagai implikasi status BHMN), mengakibatkan semua masalah perpajakan selalu ditujukan langsung kepada para kontraktor migas sebagai subyek pajak langsung. Berbeda dengan sebelum adanya BP Migas, dimana hal tersebut secara 100
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
administrasi diurus oleh Pertamina (sebagai badan usaha yang kena pajak) sehingga kegiatan kontraktor tidak dirumitkan oleh persoalan administrasi/birokrasi semacam ini. Segala sesuatunya akan menjadi urusan internal Pertamina. Inilah sebagian imbas turunan yang terjadi, akibat tercampur adukannya antara administrasi usaha dengan administrasi negara. Maka tidak salah keadaaan ini akan membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia karena kontraktor telah dibebani dengan proses birokrasi dan administrasi yang semakin panjang dibandingkan sebelumnya, serta ditambah berbagai jenis pungutan pajak sebelum menemukan cadangan migas. Pada saat revisi Undang-undang tersebut, hendaknya masalah perpajakan dibuat khusus untuk kegiatan usaha hulu migas, selayaknya Kontrak PSC terdahulu. Jadi pada saat Kontraktor berhasil memproduksi cadangan migasnya dan kontraktor telah menerima pendapatan dari hasil usahanya, maka pada saat itulah pajak-pajak Negara dapat dikenakan. Dan untuk mempermudah birokrasi perpajakan, maka sebaiknya urusan proses administrasi perpajakan menjadi tanggung jawab BP Migas (atau nanti Badan Lain) yang bertanggung jawab sebagai manajemen di sektor hulu migas, sehingga tidak terjadi proses birokrasi yang berbelit-belit yang akan menghambat kinerja Kontraktor dalam sektor hulu migas. Aspek ketiga adalah mengenai efektifitas dari Badan Pelaksana di sektor hulu migas. Terdapat dua pendapat yang menyatakan apakah BP Migas dihilangkan saja atau diberikan kedudukan yang lebih kuat. Menurut Pri Agung Rakhmanto, direktur Eksekutif ReforMiner Institute, BP Migas dinilai tidak memiliki kinerja yang baik oleh karena itu sebaiknya BP Migas dihapuskan dan kewenangan BP Migas dikembalikan ke Pertamina. Namun menurut Pengamat Migas, Rudi Rubiandini BP Migas tidak dapat dihapuskan, karena akan menghilangkan barier antara Negara dengan Kontraktor94. Untuk melihat efektifitas dari BP Migas, sebaiknya dilihat dulu tujuan utama dibentuknya BP Migas berdasarkan Uundang-undang No. 22 Tahun 20001, yaitu : Pasal 44
94
Revisi Undang-Undang Migas untuk Domestik, http://bataviase.co.id/node/397372, diakses pada tanggal 30 Mei 2011
101
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). (2) Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Berdasarkan pasal tersebut, tujuan utama dibentuknya BP Migas adalah sebegai pengawas terhadap kegiatan usaha hulu migas agar industri hulu migas dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi penerimaan negara yang akan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Peran yang dapat dilakukan BP Migas untuk dapat memperbesar pendapatan negara adalah dengan cara memacu hasil produksi migas Kontraktor dari tahun ke tahun semakin meningkat sekaligus juga menahan pengeluaran biaya operasii yang akan di Cost Recovery. Mekanismenya dilakukan melalui mekanisme pengendalian operasi yang dilaksanaakan dengan cara diberikannya persetujuan terlebih dahulu (pre-audit). Pengendalian manajement operasi tersebut meliputi pemberian persetujuan atas rencana kerja dan anggaran kerja/work program and budget (WP&B), rencana pengembangan (POD), serta realisasi dari rencana tersebut. Melalui WP&B dan POD inilah tanggung jawab aspek pembiayaan operasi dan keuangan menjadi aspek yang signifikan, karena berkaitan dengan biaya-biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah dalam sistem cost recovery. Hingga saat ini BP Migas belum bisa membuktikan realisasi tugasnya dengan baik. Pada tabel 1 berikut, terlihat bahwa sejak masa didirikannya BP Migas produksi minyak dan gas bumi terus menurun sementara Cost Recovery semakin membengkak. Padahal pada kegiatan operasi hulu migas, para kontraktor KKS mengajukan Work Program and Budget (WP&B) mereka kepada BP Migas, setelah dilakukan tender, pelaksanaan anggaran itu kemudian diawasi oleh BP Migas. Kemudian monitoring dan persetujuan cost recovery juga melalui BP Migas. Membengkaknya Cost Recovery yang diiringi dengan menurunnya produksi, dan sekaligus juga aktifitas yang dibiayainya, pada dasarnya dapat menjadi suatu indikator awal akan adanya inefisiensi cost recovery. Bisa jadi karena lemahnya kemampuan pengawasan BP Migas.
102
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Tabel 1 Perbandingan Hasil Produksi dengan Biaya Cost Recovery Tabel 1.1 Periode
Produksi Minyak Cost Recovery Migas (MBOPD) (million $USD) 2002 1140 5,05 2003 1033 5,52 2004 1096 5,60 2005 1062 7,68 2006 1005 8,11 2007 954 8,71 2008 978 9,05 2009 945 11,70 Sumber: DESDM & BP Migas, diolah kembali 95 Lalu dalam posisinya sebagai BHMN, kekayaan BP Migas terpisah dari kekayaan negara. Biaya operasional BP Migas selama ini diambil melalui fee dari pemerintah dan kontraktor, dan bukan diambil dari APBN sehingga neracanya independen. Sistem seperti ini sebenarnya sangat rentan dengan “penggelapan” pendapatan negara yang berasal dari sektor migas. Transparansi masih dirasa kurang, karena BP Migas bertanggungjawab langsung kepada Pemerintah, yaitu Presiden dan Mentri (Mentri ESDM dan Mentri Keuangan) tanpa adanya kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Namun sayangnya, tugas berat badan ini untuk mengelola aset yang sangat besar ini hingga kini belum memiliki mekanisme pengawasan tersendiri terhadap BP Migas. Jika berkaca pada sistem yang digunakan oleh Negara Malaysia, maka terlihat sama dengan sistem pengelolaan Migas berdasarkan UU Pertamina No. 8 Tahun 1971. Negara Malaysia mengadopsi langsung UU Pertamina Indonesia sebagai regulasi pengelolaan migas di negaranya, dan diadaptasi menjadi nama Petroleum Development Act Malaysia 1975 (PAD 1975). Hingga kini, Malaysia masih menggunakan PAD 1975 dan terbukti sukses menjaga ketahanan produksi minyak dalam negerinya serta melejitkan Petronas menjadi perusahaan migas papan atas dunia. Di sektor hulu migas Malaysia, semua investor asing berada di bawah pengawasan Petronas secara langsung. Petronas memiliki hak istimewa untuk menjadi pengatur sekaligus pemain dalam tatakelola migas negaranya tanpa ada suatu badan perantara pemerintah yang ada didalamnya. 95
Disadur dari Makalah Ryan Alfian Noor Peneliti reforminer Institute.
103
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Selain itu ada juga sistem pengelolaan migas yang digunakan Negara Norwegia. Negara ini juga menggunakan sebuah sistem yang tetap menempatkan negara sebagai pemegang hak kuasa tertinggi dalam tatakelola migasnya. Untuk mengelola sumber migas Norwegia, didirikanlah sebuah direktorat Norwegian Petroleum Directorate (NPD) dan perusahaan migas negara Den Norske Stats Oljeselskap (StatOil) yang keduanya berada dalam kendali Kementrian Minyak dan Energi Norwegia. NPD memegang peran kunci dalam batas-batas administratif dan penasehat Kementrian Minyak dan Energi dalam pengelolaan sumber daya minyak bumi, tanpa wewenang berlebih didalamnya. Sedangkan StatOil memainkan peranan dalam pelaku usaha bisnis migas yang diutamakan Norwegia agar pengelolaan bisnisnya tetap memberikan keuntungan bagi negara ini. Dalam keberjalanannya, dibentuk lagi dua dibentuk lagi badan usaha milik negara Norwegia dalam bidang migas yang bernama Petoro AS dan Gassco AS. Petoro AS adalah perusahaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan State’s Direct Financial Interest (SDFI) (sebuah investasi negara di lapangan migas Norwegia yang dioperasikan oleh operator asing dalam bentuk saham interest).
Petoro
bukan
perusahaan
migas,
tetapi
perusahaan
ini
dapat
mengoptimalkan pendapatannya secara profesional karena bisa ikut campur dalam setiap langkah yang akan dilakukan perusahaan operator migasnya. Sedangkan Gassco AS adalah perusahaan negara yang bertanggung jawab untuk pengangkutan gas alam dari Norwegia Continental Shelf (NCS). Sebagai operator gas, Gassco adalah perusahaan netral yang bisa digunakan oleh semua kontraktor gas. Dalam merevisi Undang-undang No. 22 Tahun 2001, model pengelolaan migas Negara Norwegia patut dijadikan bahan dalam pembahasan revisi UU Migas sebagai skenario tatakelola lembaga migas Indonesia di masa yang akan datang. BP Migas dapat diubah bentuk dari Lembaga Negara berbentuk BHMN menjadi Perusahaan Negara selain Pertamina yang berbentuk BUMN yang khusus menangani kontrakkontrak pengusahaan wilayah migas non-Pertamina. Sehingga model pengelolaan migas Negara menjadi sebagai berikut : Kuasa pertambangan tetap ada di tangan Negara, dalam hal ini Departemen ESDM, tetapi pemerintah Indonesia wajib memberikannya terlebih dahulu kepada Pertamina untuk menjalankannya. Namun jika Pertamina tidak berkeinginan ataupun tidak mampu dalam mengelola dan mengusahakan sendiri suatu wilayah kerja, maka wilayah tersebut akan ditawarkan kepada Perusahaan Migas Swasta. Dalam hal ini Perusahaan Migas Swasta harus 104
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
bekerja sama dengan Perusahaan Negara lain (BP Migas) Dengan menggunakan sistem Kontrak Kerjasama PSC atau sistem SDFI yang ada di Norwegia. Pasal lain dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 yang sebaiknya perlu direvisi adalah Pasal 11 ayat (2) : (1) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepadaDewan Perw akilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal tersebut menyatakan keterlibatan badan legislatif dalam kegiatan operasi hulu migas. Pasal tersebut menginstruksikan kepada para pelaku operasi migas untuk mengkonsultasikan Kontrak Kerjasama atas suatu wilayah kerja operasi migas yang telah ditanda tangani kepada DPR. Ketentuan ini sangat tidak jelas maksud dan tujuannya, kegiatan operasi migas jelas-jelas jauh dari kegiatan legislative. Fungsi DPR hanya sebatas fungsi legislatif yang bertugas membuat peraturan perundangundangan (sebagai regulator). Sementara urusan operasi kegiatan usaha migas, termasuk penandatanganan kontrak kerjasama merupakan urusan bisnis yang menjadi tanggung jawab lembaga Negara yang bertugas sebagai manajemen operasi migas Indonesia. 4.2.
Keadilan dalam Kebebasan Berkontrak pada Production Sharing Contract Selayaknya kontrak pada umumnya, Kontrak Production Sharing telah memenuhi
syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana dipersyaratkan dalam Pas 1320 KUHper, yaitu adanya Kesepakatan untuk Mengikatkan Diri; Kecakapan yang Menbuat Perikatan; Suatu Hal Tertentu; Sebab yang Halal (diperbolehkan). Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif, karena terkait dengan subyek atau para pihak dalam perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif,
karena
berkaitan
dengan
objek
perjanjiannya.
Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat diminta pembatalan oleh salah satu pihak. Namun, perjanjian tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim. Disamping itu, apabila syarat ketiga dan keempat tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Mengenai syarat obyektif dalam Kontrak PSC tidak menjadi masalah, karena obyek dari kontrak PSC sudah jelas, yaitu kerjasama dalam pengusahaan hulu migas 105
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
demi mendapatkan hasil dari sumber daya migas yang dimiliki Indonesia. Permasalahan terjadi dalam persyaratan subyektif yang menyangkut kedua belah pihak yang mengikatkan diri. Idealnya dalam sebuah kontrak atau perjanjian, kedua belah pihak harus memiliki kedudukan yang seimbang agar terjadi keadilan dalam kontrak atau perjanjian tersebut. Dengan adanya kedudukan yang seimbang di antara kedua belah pihak yang berkontrak, maka para pihak akan bebas untuk menentukan dan juga menyepakati aturan-aturan dalam perjanjian yang akan mengikat mereka nantinya setelah kontrak tersebut dtanda tangani. Sehingga asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas pacta sunt servanda serta asas itikad baik akan mudah untuk diterapkan dalam suatu perjanjian tersebut yang akan menciptakan keadilan. Kenyataannya keadaan ideal sebagaimana disebutkan diatas sulit untuk didapatkan dalam Kontrak PSC. Di dalam Kontrak PSC, para pihak yang berkontrak tidak memiliki kedudukan yang sama, dimana dalam kontrak ini suatu subyek hukum privat (Badan Usaha) berkontrak dengan subyek hukum lain yang merupakan perwakilan Negara. Negara disatu sisi memiliki hak atas sumber daya migas yang menjadi objek kontrak, sedangkan disisi lain Badan Usaha memiliki kemampuan baik dari segi modal maupun teknis untuk memanfaatkan sumber daya tersebut. Bentuk dan isi kontrak PSC pun telah ditentukan dan disiapkan oleh salah satu pihak atau disebut dengan standard contract. Standard contract atau kontrak baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak bentuk ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak yang memiliki posisi lebih kuat. Menurut Meriam Darusbadrulzaman, standard contract adalah perjanjian yang telah dibakukan96. Selanjutnya ia juga menyebutkan ciri-ciri perjanjian baku adalah :
1.
Isinya ditetapkan secara sepihak oleh yang posisi (ekonominya) kuat;
2.
Masyarakat (kontraktor) sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian;
3.
Terdorong oleh kebutuhannya masyarakat (kontraktor) terpaksa menerima perjanjian itu; 96
Mariam Darusbadrulzaman, Perjanjian Baku (standar), Perkembangannya di Indonesia, (Bandung : Alumni, 1980)
106
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
4.
Bentuknya tertentu (tertulis);
5.
Dipersiapkan secara masal dan kolektif.97 Kontrak PSC yang kini digunakan dalam bidang pertambangan miyak dan gas
bumi ditinjau dari bentuk kontraknya dan pasal-pasal/klausul-klausul standar yang terdapat didalamnya, dapat digolongkan sebagai kontrak baku. Pasal-pasal pada kontrak production sharing pada umumnya standar dan tidak jauh berbeda dari generasi ke generasi. Kontrak production sharing telah dibuat secara sepihak oleh Pertamina (sekarang BP Migas) yang kemudian di tawarkan kepada investor (kontraktor) yang akan melakukan kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Para investor mau tidak mau harus menerima syarat-syarat yang ditentukan tersebut apabila ingin melakukan pengusahaan kegiatan hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Lalu apakah dengan keadaan yang tidak ideal itu masih terdapat keadilan dalam Kontrak PSC. Untuk melihat bagaimana menciptakan keadilan dalam Kontrak PSC, yang pertama harus dilihat adalah penerapan Asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda serta itikad baik dalam Kontrak tersebut. Kontrak Production Sharing mengandung unsur asas kebebasan berkontrak dalam hal menentukan bentuk kontrak tersebut. Klausul-klausul di dalam kontrak Production Sharing merupakan ketentuan khusus yang tidak terdapat di dalam KUHPer. Contohnya untuk bentuk kontraknya. Bentuk kontrak PSC bukan kontak jual beli atau perjanjian sewa menyewa sebagaimana dikenal dalam KUHPer. Bentuk kontrak PSC adalah kontrak kerjasama antara negara dengan Kontraktor untuk melakukan kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi. Kontrak kerjasama tersebut merupakan bentuk kontrak yang khusus digunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Mengenai kebebasan untuk menentukan isi kontrak, kebebasan untuk menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak, serta Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan cara pembuatan kontrak dalam kontrak PSC memang tidak terlalu terlihat. Karena Kontrak PSC sendiri merupakan Kontrak Baku yang sebelumnya
97
Ibid, hal 11
107
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
telah dibuat BP Migas sebagai pihak yang mewakili Negara, kemudian subyek hukum yang dapat menjadi pihak dalam Kontrak PSC sudah ditentukan dalam UndangUndang No. 22 Tahun 2001. Maksud dibuatnya Kontrak PSC sebagai kontrak baku adalah untuk menyeragamkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kontrak tersebut kepada para Kontrakor agar negara mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya atas kontrak kerjasama ini. Klausula-klausula baku yang harus ada di dalam Kontrak PSC sudah ditentukan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Pasal 11 – 22 dan PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Namun begitu tidak berarti Kontrator tidak dapat menentukan isi kontrak PSC sama sekali. Kontraktor diberikan kebebasan menentukan isi kontrak untuk klausul kompensasi, bantuan dan bonus produksi, klausul penyerahan wilayah kerja dan klausul rencana kerja dan pengeluaran-pengeluaran. Didalam klausul-klausul tersebut, kontraktor dibebaskan untuk melakukan negosiasi kepada BP Migas untuk menentukan besaran nilai yang akan dicantumkan di dalam kontrak. Asas konsensualisme terlihat pada adanya proses negosiasi dalam pembuatan kontrak. Sebelum kontrak ditandatangani, Kontraktor dan BP Migas melakukan negosiasi terhadap klausul-klausul kompensasi, bantuan dan bonus produksi, klausul penyerahan wilayah kerja dan klausul rencana kerja dan pengeluaran-pengeluaran. Memang penerapan asas konsensualisme dalam Kontrak PSC sangat terbatas hanya menyangkut klausul-klausul tertentu yang dapat dinegosiasikan. Untuk klausul lainnya, BP Migas sudah menetapkannya secara baku, Kontraktor tidak dapat merubah klausul kontrak yang lain. Namun karena kedudukan BP Migas lebih kuat sebagai pemilik Kuasa Pertambangan, mau tidak mau Kontraktor yang ingin berinvestasi di Indonesia harus menyetujui klausul-klausul kontrak yang telah ditetapkan oleh BP Migas. Setelah tercapai kesepakatan terhadap klausul-klausul tersebut, maka kontraktor dan BP Migas akan menandatangani kontrak tersebut sebagai tanda kesepakatan. Dengan ditandatangani kontrak maka berlakulah asas pacta sunt servanda yaitu asas yang menetapkan bahwa kontrak tersebut berlaku mengikat selayaknya undangundang bagi kedua belah pihak yang menandatangani. Namun dalam Kontrak PSC, asas pacta sunt servanda juga tidak ditetapkan secara mutlak, karena berlakunya PSC mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Migas beserta 108
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
peraturan-peraturan dibawahnya. Misalnya mengenai para pihak yang berkontrak. Sebelum berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 pihak yang mewakili Negara adalah Pertamina, namun begitu Undang-undang ini diterapkan maka terhadap seluruh Kontrak PSC yang sedang berjalan dilakukan amendment kontrak yang mengganti subyek hukum yang mewakili Negara, dari Pertamina menjadi BP Migas. Implikasi dari adanya perubahan peraturan perundang-undangan tentang kegiatan usaha hulu migas maupun peraturan dibawahnya jelas mempengaruhi kontrak PSC. Dari penjabaran diatas, terlihat bahwa penerapan asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas pacta sunt servanda dalam Kontrak PSC sangat terbatas. Kontraktor sebagai pihak yang berkedudukan lebih lemah tidak dapat merasakan manfaat dari diterapkannya asas-asas tersebut. Sedangkan dilain pihak, Negara memiliki kebebasan dan kekuatan untuk menetapkan kontrak dan menentukan arah berjalannya kontrak tersebut. Pada faktanya Kontrak migas adalah Kontrak Baku dimana para pihak tidak lagi bebas mengatur sendiri hak-hak dan kewajibankewajiban mereka satu sama lain. Padahal timbulnya keadilan umumnya terjadi pada saat adanya perjumpaan kehendak para pihak dengan memperhatikan asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas pacta sunt servanda yang ditetapkan pada waktu pembuatan kontrak. Namun seiring perkembangan keadaan makna keadilan dapat berubah. Keadilan tidak lagi diartikan sebagai perjumpaan kehendak kedua belah pihak, tetapi dari tujuan dan implikasi dari kontrak tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy dalam disertasinya, asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas pacta sunt servanda merupakan tiga asas penting dalam hukum perdata. Ketiga asas tersebut satu sama lain saling berkaitan. Dengan asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan membuat kontrak dengan siapupun juga, menentukan isi kontrak, menentukan bentuk kontrak, serta memilih hukum yang berlaku terhadap kontrak tersebut. Kontrak dikatakan lahir jika telah ada kata sepakat diantara para pihak yang membuat kontrak tersebut. Kata sepakat timbul dari adanya janji dari para pihak untuk saling berprestasi dan mengikatkan diri. Kewajiban kontraktual tersebut menjadi sumber bagi para pihak secara bebas menentukan isi kontrak dengan segala akibat hukumnya. Berdasarkan kehendak tersebut, para pihak secara bebas mempertemukan kehendak mereka masing-masing. Kehendak para pihak inilah yang menjadi dasar kontrak, yang
109
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
ditentukan berdasarkan kata sepakat (Konsensualisme). Dengan adanya kata sepakat dari para pihak, maka kesepakatan tersebut menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang (Pacta Sunt servanda). Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan hukum, menjadi hukum bagi mereka. Disinilah asas pacta sunt servanda berperan. Sehingga janji para pihak bukan saja kewajiban moral, tetapi juga kewajiban hukum yang wajib ditaati.98 Namun penerapan asas-asas sebagaimana disebutkan diatas, apabila dilaksanakan secara mutlak dapat menimbulkan ketidakadilan. Adanya kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak yang berkontrak memiliki kedudukan yang seimbang. Namun pada kenyataannya para pihak dalam kontrak tidak selalu memiliki kedudukan yang seimbang. Akibatnya pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat cenderung menekan pihak yang memiliki kedudukan lebih lemah. Dalam keadaan ini, asas konsensualisme menjadi tidak dapat diterapkan, sehingga mengikatnya kontrak sebagaimana asas pacta sunt servanda menjadi terkesan dipaksakan. Melihat kenyataan bahwa asas kebebasan berkontrak tidak dapat diterapkan secara mutlak, maka dari sinilah kemudian lahir adanya pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak dan pembatasan kekuatan mengikatnya suatu perjanjian, baik melalui peraturan perundang-undangan maupun melalui pengadilan. Asas itikad baik menjadi salah satu instrument hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya suatu perjanjian. Dalam hukum kontrak, asas itikad baik memiliki tiga fungsi. Dengan fungsinya yang pertama, semua kontrak harus ditafsirkan sesuai itikad baik. Fungsi kedua adalah fungsi menambah. Dengan fungsi ini, hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah kata-kata peraturan perundangan yang berkaitan dengan kontrak tersebut. Fungsi ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan. Hakim dapat mengesampinkan perjanjian jika terjadi perubahan keadaan yang sedemikian rupa sehingga suatu perjanjian atau peraturan mengakibatkan hilangnya keadilan dalam kontrak tersebut.99
98
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal 27-29 99 Ibid, hal 29
110
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Dalam menilai itikad baik, hakim harus memperhatikan kepatutan. Setiap kontrak harus didasarkan pretium iustum yang mengacu kepada reason dan equity yang mensyaratkan adanya keseimbangan antara kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak dalam kontrak. Hal ini sejalan dengan tujuan hukum sendiri, yakni merealisasikan keadilan. Isi kontrak harus memuat nilai-nilai keadilan.100 Berikut salah satu contoh putusan pengadilan tentang kebebasan berkontrak. Pengadilan telah meninggalkan kesakralan asas pacta sunt servanda, karena perjanjian tersebut bertentangan dengan asas itikad baik (kepatutan dan keadilan), yaitu pada kasus Setyaningsih melawan Ny. Boesono dan R. Boesono, No. 341 K/Pdt 1985. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung menetapkan bahwa Tergugat (Debitur) tidak harus membayar seluruh utang dan bunga Penggugat (Kreditur) sebagaimana yang telah ditetapkan dikontrak, tetapi pembayaran bunga yang pernah dilakukan oleh Tergugat dianggap sebagai pembayaran terhadap hutang pokok, karena pembayaran bunga tersebut terlalu besar sehingga hampir menyamai hutang pokok itu sendiri. Dalam putusan perkara tersebut, Mahkamah Agung menerapkan ajaran penyalahgunaan keadaan. Hal ini didasarkan pada unsur penyalahgunaan kesempatan oleh kreditur terhadap debitur yang memiliki posisi yang lemah. Putusan Mahkamah Agung ini juga menggambarkan pemikiran Hukum Alam bahwa seseorang karena posisi tawarnya yang kuat yaitu sebagai peminjam uang tidak dapat mendiktekan isi kontrak, dalam hal ini besarnya bunga pinjaman melebihi bunga bank yang umum, untuk kepentingannya sendiri. Sedangkan debitur dalam hal ini posisinya sangat lemah karena ia memerlukan sekali uang itu sehingga ia menyetujui saja bunga pinjaman yang sangat tinggi tersebut. Filsafat hukum alam telah mengatasi Pasal 1320 KUHPerdata tentang sahnya suatu kontrak. Suatu perjanjian yang sah tidak selalu merupakan undang-undang bagi yang membuat seperti sebelumnya dinyatakan dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Perjanjian itu harus adil dan disusun dengan itikad baik.101 Terhadap Kontrak PSC, sebagaimana telah dijelaskan, kedudukan para pihak yang berkontrak tidak berbeda jauh dengan kasus diatas. BP Migas sebagai perwakilan 100
Ibid hal 35
101
Erman Rajagukguk, Filsafat Hukum Ekonomi, (Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010), hal 68
111
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Negara pemegang Kuasa Pertambangan kedudukannya jauh lebih kuat dari pada Kontraktor. Oleh karenanya BP Migas dan Pemerintah memiliki kekuatan untuk mengatur isi kontrak dan menentukan jalannya kontrak. Namun dengan keadaan itu tidak serta merta dapat dikatakan bahwa Kontrak PSC tidak memiliki unsur keadilan. Untuk melihat ada atau tidaknya keadilan di dalam Kontrak PSC, maka harus ditinjau dulu keberadaan asas itikad baik dalam pembuatan kontrak dan juga tujuan dan implikasi dari Kontrak itu sendiri. Keberadaan asas itikad baik dalam Kontrak PSC harus ditinjau dari klausulklausul di dalam Kontrak PSC. BP Migas sebagai pembuat kontrak baku harus memperhatikan
juga
kepentingan
dari
Kontraktor.
Klusul-klausul
yang
memperlihatkan adanya asas itikad baik dalam Kontrak PSC antara lain102 : 1. Dalam Pasal IV : Rencana Kerja dan Pengeluran-pengeluaran. Pada Pasal 4.4. sampai dengan Pasal 4.6, BP Migas dan Kontraktor samasama memiliki hak untuk mengubah Rencana Kerja dan Anggaran-anggaran Kontraktor dari biaya operasi. Apabila perubahan datangnya dari BP Migas, maka BP Migas harus menjelaskan kepada Kontraktor mengenai alasan perubahan tersebut, dan memberikan kesempatan kepada Kontraktor untuk bernegosiasi sampai adanya kesepakatan atas perubahan tersebut. 2. Dalam Pasal V : Hak-hak dan kewajiban para pihak. a. Pasal 5.1.5. (c): setelah berakhirnya kontrak, kontraktor akan dilepaskan dari tanggung jawabnya untuk melakukan aktifitas pemulihan atas wilayah kerja manakala BP Migas akan mengambil alih wilayah kerja yang akan ditinggalkan tersebut. b. Pasal 5.1.6. dan Pasal 5.1.7.: Kontraktor memiliki hak untuk mengalihkan,dengan berbagai cara, sebagian atau seluruh hak atas kontrak kepada Perusahaan afiliasinya ataupun kepada Perusahaan lain apabila Kontraktor tidak berminat untuk melanjutkan Kontrak ini.
102
Lihat lampiran Kontrak Baku PSC antara BP Migas dengan Kontraktor Kontrak Production Sharing
112
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
c. Pasal 5.1.10 : Kontraktor memiliki hak untuk meminta BP Migas menyediakan semua informasi yang dipegang BP Migas atau Pemerintah yang menyangkut Wilayah Kerjanya. d. Pasal 5.1.13 : Kontraktor memiliki hak untuk mengambil, menjual, dan mengekspor hasil Migas yang menjadi bagiannya dan berhak untuk menahan hasil penjualannya di luar negeri. e. Pasal 5.2.3. : BP Migas memiliki kewajiban untuk memperlancar pelaksanaan program kerja Kontraktor. f. Pasal 5.2.5. : BP Migas memiliki hak atas data asli yang dihasilkan dari operasi perminyakan. Namun BP Migas tidak dapat menyebarkan datadata tersebut tanpa adanya izin dari Kontraktor. g. Pasal 5.2.6. : Hak atas seluruh peralatan yang dibeli oleh Kontraktor sepanjang masa kontrak menjadi milik BP Migas. Namun apabila BP Migas ingin menggunakan peralatan yang menjadi miliknya itu, maka harus ada persetujuan dari Kontraktor 3. Pasal VI : Pengembalian Biaya Operasi dan Penanganan Produksi Dalam Pasal 6.1.1. kontraktor berhak mendapatkan pengembalian biaya operasi yang telah dikeluarkan dari hasil penjualan atau pembagian hasil produksi sebagaimana yang telah ditetapkan (Cost Recovery). 4. Pasal XIII : Pemutusan Kontrak Pada Pasal 13.2 dan 13.3, Kontraktor memiliki kewenangan untuk meminta pemutusan kontrak kepada BP Migas apabila Kontraktor merasa tidak ada jaminan adanya kelanjutan dari operasi perminyakan di wilayah kerjanya. Apabila setelah 3 tahun pertama masa eksplorasi, maka permohonan pemutusan kontrak itu dapat dilakukan sewaktu-waktu. Namun apabila permohonan pemutusan kontrak diajukan sebelum 3 tahun pertama, maka kontraktor wajib membayarkan komitmen biaya pengelurannya selama 3 tahun pertama (sebagaimana diatur dalam Pasal IV) kepada BP Migas.
113
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Dari Klausul-klausul diatas, terlihat adanya penerapan asas itikad baik dalam kontrak PSC. BP migas (Pemerintah) walaupun memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Kontraktor tidak serta merta dapat membuat ketentuan-ketentuan yang merugikan kontraktor. BP Migas sebagai pembuat kontrak baku tetap memperhatikan kepentingan dari Kontraktor. Hal ini terlihat dari bagaimana BP Migas berusaha membuat Kontraktor agar memiliki hak dan kedudukan yang sama di dalam Kontrak PSC. Kemudian sebagai pihak Pemerintah yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi, BP Migas menjamin akan membantu Kontraktor dalam mempermudah pelaksanaan program kerja Kontraktor selama masa kontrak berlangsung, sepanjang bantuan
tersebut
dibutuhkan
oleh
Kontraktor
dan
BP
Migas
mampu
melaksanakannya. Selain meninjau penerapan asas itikad baik dalam Kontrak PSC, untuk melihat keadilan, hal yang harus diperhatikan lagi adalah tujuan dari Kontrak PSC. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6 ayat (2) yaitu : Penjelasan Pasal 6 Ayat (2) : Bentuk Kontrak Kerja Sama dalam ketentuan ini adalah bentuk Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak Eksplorasi dan Eksploitasi lain yang Iebih menguntungkan bagi negara. Dari penjelasan Pasal 6 ayat (2) tersebut terlihat bahwa pemerintah menetapkan kontrak kerjasama dalam kegiatan usaha hulu migas antara pemerintah dengan Kontraktor harus lebih menguntungkan Negara ketimbang Kontraktor. Hal ini jelas dapat dimengerti, bahwa kepentingan Pemerintah dengan Kontraktor dalam kontrak PSC berbeda. Kepentingan pemerintah dalam Kontrak PSC adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya yang akan digunakan untuk kemakmuran rakyat, sedangkan kepentingan kontraktor dalam Kontrak PSC hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya demi dirinya sendiri. Mengingat migas merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan yang dikuasai Negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam penyediaan bahan baku produksi, pemenuhan kebutuhan energy dalam negeri, dan penghasil devisi yang penting, maka pengolahannya harus dilakukan seoptimal
114
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat103. Oleh karena itu, Pemerintah berwenang untuk mengendalikan isi dan jalannya Kontrak Kerjasama (Kontrak PSC) yang dilakukan oleh BP Migas dan Kontraktor karena implikasi dari penerapan Kontrak tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan negara yang pada akhirnya akan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemerintah dapat mengendalikan Kontrak PSC melalui pengendalian terhadap isi kontrak ataupun dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana tertera dalam penjelasan Pasal 11 ayat 1 : Pasal 11 Ayat (1) : Pemerintah menuangkan kewajiban-kewajiban dalam persyaratan Kontrak Kerja Sama, sehingga dengan demikian Pemerintah dapat mengendalikan Kegiatan Usaha Hulu melalui persyaratan kontrak tersebut maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1). Berdasarkan apa yang telah dijabarkan diatas mengenai pelaksanaan itikad baik dalam Kontrak PSC serta tujuan Kontrak PSC itu sendiri, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa asas kebebasan berkontrak yang dilakukan oleh Pemerintah atas Kontrak PSC tidak menghilangkan penerapan dari asas keadilan sesuai dengan teori hukum alam, yaitu hukum harus mencerminkan adanya moralitas. Sehingga keadilan disini tidak dimaknai sebagai persamaan kedudukan serta persamaan hak dan kewajiban para pihak dalam Kontrak PSC, tetapi keadilan sesuai dengan prinsip keperbedaan yang dikemukakan John Rawls bahwa semua orang tidak perlu mendapat hal-hal yang sama untuk mencapai masyarakat adil (Prinsip perbedaan) mengingat kepentingan antara Negara dengan Kontraktor dalam Kontrak PSC berbeda. Oleh sebab itu, kepentingan Negara atas Kontrak PSC yang memberikan implikasi dan manfaat yang besar kepada seluruh rakyatnya harus lebih didahulukan ketimbang kepentingan Kontraktor yang mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Sehingga ketentuan-ketentuan dalam Kontrak PSC tidak perlu diubah, karena sistem ini masih merupakan sistem yang terbaik dalam pengelolaan usaha hulu migas.
103
Indonesia, Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun 2001, Penjelasan alinea 1
115
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dibahas di dalam bab-bab sebelumnya atas kedua permasalahan yang diangkat dalam tesis ini, maka peenulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Revisi terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi harus dilakukan, karena undang-undang tersebut dinilai kurang memiliki asas kepastian hukum, asas keadilan dan asas manfaat dalam beberapa pasalpasalnya. Secara keseluruhan, undang-undang ini dinilai terlalu liberal dan lebih menguntungkan perusahaan asing. Dalam merevisi undang-undang ini, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah kurang tegasnya ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai preferensi terhadap kepentingan dalam negeri dalam pengelolaan sumber daya migas. Aspek kedua adalah adanya birokrasi yang lebih rumit yang dapat menghambat invetasi. aspek ketiga mengenai efektifitas dari Badan Pelaksana di sektor hulu migas. Mengenai aspek pertama, di dalam Pasal 60 huruf a ; Pasal 61 huruf b; dan Pasal 63 huruf a, dinyatakan bahwa kedudukan pertamina tidak lagi sebagai Perusahaan Negara, melainkan menjadi Perusahaan Perseroan. Dengan begitu kewenangan Pertamina sebagaimana yang dulu diberikan Undang-Undang No. 8 tahun 1971 sebagai pelaku usaha dan juga regulator dalam sektor hulu migas, dialihkan kepada BP Migas sebagai Lembaga Negara yang berbentuk BHMN. Kedudukan pertamina menjadi sama dengan Perusahaan Swasta lainnya. Ketentuan ini tidak sesuai dengan asas manfaat dimana dengan ketentuan ini, pemerintah telah memberikan kesempatan yang luas kepada pihak asing untuk mengambil keuntungan atas sumber daya alam migas yang vital bagi Indonesia dengan mengkerdilkan kedudukan Perusahaan milik Negara sendiri. Ketentuan lain yang harus direvisi menyangkut aspek pertama adalah Pasal 22 ayat (1) mengenai batasan Domestic Market Obligation (DMO) Indonesia. Ketentuan yang menyatakan kewajiban DMO Kontraktor maksimal 25% tidak sesuai dengan asas kepastian hukum. Pasal ini telah direvisi oleh Mahkamah Konstitusi dengan menghilangkan kata-kata 116
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
maksimal, namun dalam kenyataannya, kewajiban DMO sebesar 25% masih kurang mencukupi kebutuhan BBM maupun BBG dalam Negeri akibatnya masih banyak terjadi kelangkaan BBM maupun BBG di masyarakat. Aspek kedua adalah adanya birokrasi yang lebih rumit yang dapat menghambat invetasi. Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 dan Pasal 41 ayat 1, Kontraktor yang akan melakukan pengembangan di lapangannya (pengeboran) harus melalui beberapa Lembaga Pemerintahan untuk mendapatkan perizinan, yaitu ke departemen ESDM, BP Migas, dan Pemerintah Daerah, serta Bea Cukai untuk perizinan masuknya peralatan dari luar negeri yang dibutuhkan untuk operasinya. Sebelum adanya undang-undang ini, perizinan semua hanya satu pintu yaitu kepada Pertamina, sehingga ketentuan ini jelas akan memperlama kerja Kontraktor KKS dalam memanfaatkan sumber daya migas. Kemudian mengenai masalah perpajakan. Pasal 31 ayat (1) – (4) mengatur bahwa pada saat eksplorasi, Kontraktor sudah dikenakan pajak eksplorasi. Hal ini jelas memberatkan Kontraktor karena pada tahap eksplorasi Kontraktor sedang mengeluarkan dana yang besar dengan resiko yang tinggi tidak adanya modal yang kembali apabila pengeboran yang mereka lakukan gagal (dry hole), oleh karena itu ketentuan ini tidak sesuai dengan asas keadilan bagi Kontraktor. Belum lagi sejak keluarnya undang-undang ini, kontraktor KKS harus membayar dan mengurus sendiri pajak-pajak mereka sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, berbeda dengan sebelum adanya undangundang ini, mereka diberikan peraturan perpajakan khusus untuk Kontrak Bagi Hasil dan yang mengurus birokrasi perpajakan adalah Pertamina. Terakhir adalah efektifitas dari Badan Pelaksana di sektor hulu migas. Pengawasan yang dilakukan BP Migas terhadap operasi pertambangan migas di sektor hulu dinilai kurang memuaskan. Hal ini terlihat dari perbandingan antara Cost Recovery dengan hasil produksi migas dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dimana setiap tahun cost recovery semakin meningkat sedangkan hasil produksinya menurun. Padahal peran utama BP Migas adalah menjadi pengawas bagi para Kontraktor KKS dalam hal pengendalian biaya produksi yang akan di-cost recovery-kan.
117
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
2. Dengan direvisinya undang-undang No. 22 Tahun 2001 maka Kontrak Production Sharing juga ditinjau apakah kontrak tersebut nenberikan keadilan bagi kedua belah pihak yang berkontrak (BP Migas maupun Kontraktor KKS). Kedudukan kedua belah pihak yang berkontrak dalam kontrak PSC tidak memiliki kekuatan yang imbang. BP Migas sebagai perwakilan Negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada Kontraktor, karena BP Migas memegang hak atas Kuasa Pertambangan diseluruh wilayah Indonesia. Dengan tidak imbangnya kedudukan kedua belah pihak, maka Kontraktor tidak dapat melakukan secara bebas tawar-menawar terhadap klausul-klausul dalam kontrak PSC, karena Kontrak PSC sudah merupakan kontrak baku yang telah dibuat BP Migas sebelumnya. Kontraktor hanya diberikan kesempatan untuk bernegosiasi dalam klausul kompensasi, bantuan dan bonus produksi, klausul penyerahan wilayah kerja dan klausul rencana kerja dan pengeluaranpengeluaran.
Oleh
karena
itu,
asas
kebebebasan
berkontrak,
asas
konsensualisme dan asas pacta sunt servanda di dalam kontrak tersebut menjadi tidak dapat berjalan dengan baik. Namun tidak berjalannya asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas pacta sunt servanda dengan baik belum berarti bahwa kontrak tersebut tidak memiliki asas keadilan di dalamnya. Untuk melihat ada atau tidaknya keadilan dalam Kontrak PSC harus dilihat dari dua sisi, yaitu adanya asas itikad baik di dalam kontrak dan tujuan serta implikasi dari kontrak tersebut. Didalam kontrak PSC, walaupun ia berbentuk kontrak baku, namun terlihat adanya asas itikad baik dari pemerintah (BP Migas) terhadap kepentingan Kontraktor. Hal ini tercermin dari Pasal 4.6; Pasal 4.4.; Pasal 5.1.5. (c); Pasal 5.1.7.; Pasal 5.1.6.; Pasal 5.1.10; Pasal 5.1.13; Pasal 5.2.3.; Pasal 5.2.5.; Pasal 5.2.6; Pasal 6.1.1.; Pasal 13.2; dan 13.3. yang ada di kontrak baku PSC. Dari Pasal-Pasal tersebut terlihat adanya itikad baik dari BP Migas untuk mengangkat kedudukan Kontraktor KKS agar sejajar dengan BP Migas dalam Kontrak tersebut. Kemudian dilihat dari tujuan Kontrak PSC, berdasarkan Penjelasan Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2001, disebut dengan jelas bahwa Kontrak PSC harus lebih menguntungakan Negara daripada Kontraktor. Hal ini wajar karena Negara dan Kontraktor memiliki kepentingan yang berbeda atas kontrak ini. Implikasi kontrak ini terhadap kepentingan Negara sangat 118
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
besar, dimana Negara harus mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya yang akan dipergunakan untuk mensejahterakan rakyat banyak, sedangkan implikasi kontrak ini terhadap kepentingan kontraktor hanya mendapatkan keuntungan untuk kekayaannya sendiri. Oleh karena itu, kepentingan Negara atas kontrak ini jauh lebih penting daripada kepentingan kontraktor. Dilihat dari adanya asas itikad baik dan tujuan serta implikasi atas kontrak ini, maka walaupun kedudukan antara BP Migas dan Kontrak PSC tidak sama, namun Kontrak PSC masih merupakan kontrak yang memiliki asas keadilan di dalamnya.Oleh karena itu sistem Kontrak PSC tidak perlu diubah.
5.2. Saran Berdasarkan apa yang telah diteliti dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut : 1. Hal-hal yang perlu direvisi dalam Undang-Undang Migas yaitu : a. Kedudukan Pertamina sebagai Perusahaan Negara harus diutamakan dalam kegiatan operasi hulu migas, namun kewenangan Pertamina dibatasi hanya pada kegiatan usaha Migas saja. b. Menegaskan besaran DMO yang wajib diberikan Kontraktor kepada Negara, besarannya harus sesuai dengan kebutuhan BBM maupun BBG dalam negeri, namun harga DMO yang dijual kontraktor kepada Negara harus memberikan keuntungan juga bagi kontraktor c. Dibentuk sistem satu pintu untuk mengurus birokrasi pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas, sehingga masalah perijinan dan birokrasi yang berbelit-belit tidak akan menghambat jalannya operasi pertambangan yang akan mengakibatkan berkurangnya produksi migas. d. Pajak tidak dikenakan pada masa eksplorasi, tetapi pada kontraktor berhasil memproduksi sumber daya migas (pada saat lifting) maka pada saat itulah pajak-pajak mulai dikenakan. e. Kelembagaan BP Migas disesuaikan dengan posisi Pertamina, apabila kedudukan Pertamina akan diangkat lagi menjadi Perusahaan Negara, dan
119
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
untuk menghindari bengkaknya cost recovery maka audit terhadap BP migas harus diperketat. 2. Di dalam kontrak PSC, ketentuan-ketentuan yang dapat di negosiasikan lebih diperlonggar, agar asas kebebasan berkontrak dapat berjalan dengan baik. 3. Pengawasan terhadap biaya produksi lebih diperketat untuk menghindari adanya kebocoran cost recovery. 4. Diberikan batasan yang tegas tentang biaya apa saja yang tidak termasuk cost recovery.
120
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
DAFTAR REFERENSI
I. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Indonesia,Undang-Undang Minyak dan Gas bumi, UU No.22 tahun 2001, LN RI Tahun 2001 No. 136 TLN RI No. 4152 Indonesia, Undang-Undang Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi, UU No. 44 Prp Tahun 1960, (LN Tahun 1960 Nomor 133,TLN Nomor 2070); Indonesia, Undang-Undang Pertamina, UU No.8 Tahun 1971, LN RI Nomor 76, TLN Nomor 2971; Indonesia, Undang-Undang Perubahan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina, UU No 10 Tahun 1974, LN RI NO 1974/64; TLN RI NO. 3045 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Syarat-Syarat dan Pedoman Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, PP No. 35 tahun 1994,LNRI No. 64 tahun 1994 Putusan Perkara Mahkamah konstitusi No. 002/PU U-1-2003, tanggal 15 desember 2004, judicial review UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
II. BUKU : A. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak Dan Gas Bumi Berazas Keadilan Dan Kepastian Hukum, Jakarta : Fikahati Anesk, 2009 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta : UII Press, 2004 Apeldorn, L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke XXX, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004 Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2004 C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000 Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: Gramedia, 2004 Erman Radjaguguk, Modul Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta, 7 April 2005 Erman Rajagukguk, Filsafat Hukum Ekonomi, Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010 Friedman, Lawrence M, American law : An Introduction, 2nd ed, Terjemahan Wishnu Basuki, Cetakan 1, Jakarta : PT. Tatanusa, 2001 Irawan dan M.Suparmoko, Ekonomika Pembangunan, Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 1992 121
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
J. Satrio, Hukum Perikatan : Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Penerbit Alumni, 1999 Johannes Gunawan, dalam Bernadette M. Waluyo, “Hukum Perjanjian sebagai Ius Constituendum (Lege Ferenda)” dalam Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003 Mariam Darusbadrulzaman, Perjanjian Baku (standar), perkembangannya di Indonesia, Bandung : Alumni ,1980 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001 Moehammad Hasan, Teuku, Sejarah Perjuangan Perminyakan Nasional, Jakarta: Yayasan Sari Pinang Sakti, 1985 Oloan Sitorus dan Darwinsyah Minin, Cara Penyelesaian karya Ilmiah Di Bidang Hukum,Mitra Kebijakan Tanah Indonesia,Yogyakarta 2006 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2005 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003 Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Jakarta : Djambatan, 2000 Salim HS, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Cetakan 2005-1-2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Jakarta : Citra Aditya Bakti, Cetakan V, 2000 Simamora, Rudi M., Hukum Minyak Dan Gas Bumi, Jakarta : Djambatan, 2000 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal Di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, cet. 2, 1999 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat,Jakarta : CV Rajawali, 1986 Sri mamudji,dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005 Sri Woelan Aziz, Aspek-aspek hukum ekonomi pembangunan di Indonesia, Surabaya: Citra Media, 1996 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Penerbit Itemasa, 2001 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Penerbit Maju, 1991 122
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesi, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993 III. ARTIKEL : Assat D. Sudardjat, Aspek Keuangan Dari Kontrak Production Sharing (K.P.S) Perminyakan Di Indonesia, Buletin Ilmiah Tarumanagara TH. 9 / No. 31 / 1994, IMII-94-1141 BP Migas, Pengawasan Lemah, Penyelewengan Gampang Terjadi, Jakarta : Kompas, 20 Oktober 2006 Energi Antanusa, Telaga Said Tonggak Sejarah Perminyakan, Artikel Energi Antar Nusa Edisi 04 Tahun II, Januari 2008 Hal 19 Felix S. Soebagjo, Perkembangan Azas-azas Hukum Kontrak dalam Praktek Bisnis Selama 25 Tahun Terakhir, (makalah disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Perkembangan Hukum Kontrak dalam Praktek Bisnis Indonesia, Jakarta, 18 – 19 Februari 1993) Revisi Undang-undang untuk Domestik, Harian Republika, Selasa, 28 September 2010. Ira Miriawati,dkk, Plan Of Development, BP Migas (presentasi), 2003 LP3S, Penghematan Cost Recovery Sektor Migas sebagai Salah SAtu Solusi Mengurangi Defisit Negara, Press Release, Jakarta : 23 Maret 2006 Pudjo Utomo Sutadi, Pengertian Operating Cost sesuai PSC, BP Migas, Jakarta Ramses O. Hutapea, Penyempurnaan UU Migas No.22/ 2001 Yang Berpihak Kepada Kepentingan Rakyat, disampaikan pada SEMINAR NASIONAL & CAPTURING SESSION: Penyempurnaan dan Perubahan UU Migas Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi , Jakarta 14 Desember 2006 Ryan Alfian Noor, Skenario Tata Kelola Migas Pasca Revisi UU Migas no. 22 Tahun 2001, Makalah Reforminer Institute Sutadi, PSC Accounting, dalam makalah Lokadata Suteki. Bahan Kuliah MPPH semester 6. Universitas Diponegoro, 2007
IV. SKRIPSI DAN TESIS : Mochamad Arief, “Aspek Hukum Penerapan Prinsip Pengutamaan Pemanfaatan barang dan Jasa Dalam Negeri dalam Industri Minyak dan Gas Bumi.” Jakarta : Tesis Fakultas Universitas Indonesia, 2007 123
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Mohammad Fajar, Analisis perlakuan Pajak Penghasilan atas uplift pada Industri Hulu Migas, Jakarta : Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, 2006 Tukirman, Pengaruh Perpajakan Terhadap Penerimaan Negara Dari Kontrak Production Sharing Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi, Jakarta : Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998 Uky Moh. Masduki, Tinjauan Yuridis Aspek Cost Recovery dalam Kontrak Kerjasama Minyak dan Gas Bumi di Indonesia pasca diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Jakarta : Tesis Fakultas Universitas Indonesia. 2006 Yulia Prihatini Daoriwoe, Production Sharing Contract Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi Di Indonesia (Kajian mengenai Abandonment dan Site Restoration Sebagai Daftar Negative Cost Recovery), Jakarta : Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010. V. INTERNET: ______, ESDM Bingung soal Permintaan Revisi Undang-Undang Migas, http://www.inilah.com/read/detail/365361/esdm-bingung-soal-permintaanrevisi-uu-migas _____, Menjebatani pemahaman praktek pertambangan : KP dan PKP2B, http://www.apbiicma.com/newa.php?pid=5563&act=detail, 1 November 2010 BP Migas, Profil sejarah BP Migas, http://www.bpmigas.com/depan_content.asp?isi=sejarah&a=1 BP Migas, Plan of Development, www.bpmigas.com/DOKUMEN/pod.asp Dwi Condro Triono, Peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam, http://www.jurnal-ekonomi.org Dira,
Sejarah Sistem PSC dalam Pengelolaan Migas, http://casdiraku.wordpress.com/2009/11/04/sejarah-sistem-psc-dalampengelolaan-migas/, November 4, 2009
Dira, Perkembangan Model Pengelolaan Migas, http://Casdiraku.wordpress.com/2010/02/03/perkembangan-modelpengelolaan-migas/ , 3 Februari 2010 Jharap, SE., The journey of staatsolie (the acquisistion of technical and management expertise), http ://www.parbo.com, 1997 Muliadi Nur, Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku (Standard Contract). www.pojokhukum.com
124
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011
Rahman Agil, Menilik Sejarah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) Migas Indonesia, http://redfox69.wordpress.com/2011/04/01/menilik-sejarahkontrak-bagi-hasil-production-sharing-contract-migas-indonesia/ Revisi Undang-Undang Migas untuk Domestik, http://bataviase.co.id/node/397372 Rudi
Rubiandini R.S, Alasan Revisi Undang-Undang Migas, http://metrotvnews.com/metromain/analisdetail/2010/07/29/49/Alasan-RevisiUU-Migas
Yesaya
Sandang, Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence, http://solitudesolitaire.wordpress.com/2009/08/24/positivisme-hukum-dansociological-jurisprudence, 24 Agustus 2009
125
Universitas Indonesia
Pembenahan undang-undang...,Rine Nine Furusine,FHUI,2011