Topik Utama mEmAhAmI DINAmIKA hARgA mINyAK Benny Lubiantara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
[email protected] SARI Penurunan harga minyak sejak akhir tahun 2014 hingga saat ini, tidak saja membuat investasi sektor hulu migas global turun drastis, namun juga membuat perusahaan minyak harus mengkaji kembali proses bisnis internal untuk efisiensi biaya dalam rangka beradaptasi dengan era harga minyak rendah yang diprediksi belum akan membaik dalam jangka pendek. Tantangan yang dihadapi oleh industri migas pada era ini adalah kemungkinan beberapa pengembangan lapangan menjadi tidak ekonomis sehingga memerlukan insentif, di samping itu harga minyak rendah dapat mengancam ketahanan energi nasional karena akan mendorong konsumsi yang boros sementara produksi cenderung akan semakin menurun dengan turunnya investasi. Kata Kunci: harga minyak, shale oil, hulu, investasi, insentif
1. PENDAhULUAN Sejarah menunjukkan bahwa harga minyak selalu dinamis. Pada dasarnya pemicu turun/ naiknya harga minyak secara fundamental adalah ketidakseimbangan antara pasokan
(supply) dan permintaan (demand) termasuk juga faktor faktor non fundamental, seperti kekhawatiran yang akan berdampak kepada supply vs demand, ekspektasi dan lain lain. Hal ini yang menyebabkan harga selalu dinamis sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.
gambar 1. Plot Harga Minyak
6
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
Topik Utama
gambar 2. Fiscal BEP
Ketika yang menjadi pemicu utama penurunan harga minyak adalah permintaan (demand) – ditandai bulatan warna biru, maka menurunnya permintaan (demand) minyak yang disebabkan oleh kondisi ekonomi/finansial global yang berakibat anjloknya harga minyak tersebut proses pemulihan harganya berlangsung relatif cepat. Sebaliknya, penurunan harga minyak yang dipicu oleh kelebihan pasokan (supply) – ditandai bulatan warna merah, maka proses pemulihan harga berlangsung lebih lama sebagaimana terjadi pada pertengahan tahun 1985 dimana “oil glut” menyebabkan harga minyak “stabil” pada harga yang rendah cukup lama. Penurunan harga minyak pada saat ini dipicu oleh “oil glut” dari shale oil di US, sehingga ada kemiripan dengan situasi di tahun 1980-an, namun diperburuk dengan faktor lain seperti lebih melemahnya permintaan (demand) dari perkiraan sebelumnya di beberapa negara, khususnya di Tiongkok, juga fakta sebagaimana kita tahu bahwa OPEC belum tergerak untuk menurunkan tingkat produksi mereka. Berdasarkan kemiripan sejarah ditambah komplikasi lain, maka ada kekhawatiran harga minyak rendah akan berlangsung cukup lama, setidaknya ekspektasi para pemain di industri migas bahwa harga minyak belum akan
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
kembali ke level 80 – 100 $/barel paling tidak sampai tahun 2020. 2. Fiscal Breakeven Price (FBP), Break even Price (BeP), shut in Price ada beberapa istilah yang perlu dipahami ketika kita bicara harga minyak, pertama yang disebut Fiscal Break-even Price, atau disingkat FBP yaitu berapa besar harga minyak yang menghasilkan keseimbangan dalam anggaran dan pendapatan belanja negara. Hal ini penting karena FBP negara produsen khususnya OPEC bervariasi, ada negara yang memerlukan FBP sangat besar seperti: iran, Nigeria, Venezuela dan angola (di atas 100 $/bbl), ada juga negara OPEC yang tidak perlu FBP yang besar seperti: Kuwait, Qatar, UaE (dibawah 80 $/bbl). Negara-negara dengan FBP tinggi cenderung lebih menyukai harga minyak yang tinggi (Gambar 2). Sementara negara anggota OPEC dari Timur Tengah cenderung lebih konservatif dalam urusan harga minyak, hal ini didukung oleh FBP mereka yang relatif rendah. Kesenjangan FBP ini akan mempengaruhi suasana konferensi OPEC.
7
Topik Utama
gambar 3. US Shale/Tight Oil BEP
Dalam konteks pengaruh harga minyak terhadap pasokan minyak global, istilah yang lebih pas dan lebih sering untuk digunakan adalah breakeven price (BEP) dan shut in price (SiP). BEP adalah minimum harga minyak yang diperlukan oleh investor ketika memutuskan untuk menambah kapasitas atau untuk mengembangkan lapangan baru, jadi kata kuncinya di sini adalah investasi baru. Pada awalnya, BEP shale-oil di amerika Serikat (US) berkisar antara 60 - 80 $/barel, tetapi belakangan estimasi angka tersebut menjadi terlalu besar, karena ketika harga minyak turun, biaya barang dan jasa sektor migas juga turun, konsekuensinya BEP akan turun. Pada saat ini BEP shale-oil bervariasi dan diperkirakan berada di kisaran 30 – 70 $/barel tergantung lokasi dan karakteristik subsurface-nya (Lihat Gambar 3). Ketika harga minyak turun di bawah BEP, apakah produksi/pasokan shaleoil akan turun? Dalam jangka menengah (di atas satu tahun) jawabnya ya, dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun), jawabnya tidak/belum akan turun. Ketika sumur minyak sudah produksi, maka parameter yang relevan bukan lagi BEP, tetapi shut-in price (SiP), yaitu harga minyak di mana
8
operator/perusahaan minyak sudah tidak dapat menutup biaya variabelnya sehingga memilih untuk menutup sumur minyak tersebut. Besarnya SiP untuk shale-oil berada di bawah 40 $/barel. Hal yang lebih menambah komplikasi adalah bahwa shale-oil berbeda dengan minyak konvensional, respon produksi terhadap perubahan harga, khususnya kenaikan harga minyak relatif lebih cepat dibanding minyak konvensional. Pada saat booming shale gas/oil, perusahaan shale-oil di US melakukan ekspansi produksi besar-besaran sebagian dengan menggunakan pinjaman bank, ketika harga minyak turun signifikan belakangan ini, perusahaan mengalami kesulitan melakukan pembayaran kewajiban hutang tersebut. adanya kewajiban hutang ada pihak kreditur tersebut, membuat perusahaan berusaha untuk tetap berproduksi meskipun margin profit minimal bahkan bisa saja mengalami kerugian. Faktor lain adalah bahwa sebagian dari produksi ke depan (sampai akhir 2016 dan awal 2017) sudah dilakukan dengan mekanisme hedging (lindung nilai), sehingga meskipun harga turun, produksi shale oil tetap ekonomis karena harga yang dipatok melalui mekanisme hedging tersebut yang masih relatif lebih tinggi dari harga aktual saat ini.
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
Topik Utama
gambar 4. Perubahan Produksi Shale Oil (2015-2020) & asumsi Harga Minyak
3. NASIB US shale Oil DI mASA mENDATANg Pengembangan US Shale Oil di masa mendatang sangat dipengaruhi harga minyak, iEa melakukan simulasi perkiraan pasokan dari US Shale Oil ini berdasarkan asumsi harga minyak selama periode 2015 - 2020. apabila harga minyak berada pada level 40 – 60 $/barel, selama periode tersebut akan terjadi penurunan produksi dari US Shale Oil (turun 3 juta barel per hari/bph pada harga 40 $/barel, turun 2.5 juta bph pada harga 50 $/ barel dan turun 400 ribu bph pada harga 60 $/barel). Sebaliknya, produksi Shale Oil akan meningkat kembali apabila harga berada di atas 70 $/barel (Gambar 4).
aktivitas kegiatan hulu yang kurang ekonomis dibatalkan, kegiatan tersebut meliputi kegiatan seismik 2D/3D, pemboran sumur eksplorasi dan pemboran sumur pengembangan. Kegiatan workover dan well services justru meningkat. Hal ini mengingat kedua kegiatan tersebut
Tabel 1. Kecenderungan Pemotongan Biaya Kegiatan Hulu Global Kegiatan Hulu Migas di Tanah air
4. INvESTASI hULU DAN hARgA mINyAK Harga minyak yang rendah membuat proyek sektor hulu migas dikaji ulang, beberapa diantaranya dibatalkan. Kecenderungan turunnya investasi sektor hulu global sekitar 19% pada tahun 2015 dan 32% pada tahun 2016 dibanding dengan investasi hulu pada tahun 2014 (Tabel 1). Situasi yang sama terjadi di tanah air, turunnya asumsi harga minyak membuat beberapa
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
461.5
551.6
681.1
9
Topik Utama
gambar 5. Pengaruh asumsi Harga Minyak dan Kegiatan Hulu Migas di Tanah air
langsung memberi pengaruh terhadap produksi pada saat itu juga (immediately) (Gambar 5).
persediaan/stock global (pada sumbu vertikal sebelah kanan), keduanya dalam satuan juta barel per hari (bph).
5. FUNDAmENTAL PASoKAN vS. PERmINTAAN
Mekanisme yang umum digunakan untuk memprediksi harga minyak secara tidak langsung (indirectly) adalah melalui pendekatan fundamental, memperkirakan keseimbangan antara pasokan dan permintaan minyak global. Pendekatan ini pada dasarnya hanya
Gambar 6 menunjukkan perkiraan kondisi permintaan dan pasokan minyak global (pada sumbu vertikal sebelah kiri) dan besarnya
gambar 6. Keseimbangan Permintaan/Pasokan
10
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
Topik Utama memberikan perkiraan kondisi pasokan dan permintaan yang selanjutnya akan memberikan sinyal positif maupun negatif terhadap pergerakan harga minyak. Ketika keseimbangan menunjukkan indikasi kelebihan pasokan, maka kelebihan tersebut akan ditampung sebagai persedian (stocks), situasi ini akan menekan harga minyak ke bawah. Seandainya terjadi hal yang sebaliknya, pasar kekurangan pasokan (kelebihan permintaan), maka level persediaan akan menurun karena digunakan untuk menutupi kekurangan pasokan, situasi ini memberikan sinyal bahwa pasar ketat, yang akan mendorong harga naik.
bar 7), pada periode 2006 – 2008, dimana siklus harga minyak cenderung naik tajam, beberapa negara memberlakukan berbagai kebijakan yang intinya untuk meningkatkan porsi economic rent bagian pemerintah sehubungan dengan adanya windfall profit akibat naik tajamnya harga minyak. Pertanyaannya adalah: ketika harga minyak cenderung turun, apakah negara produsen akan mengeluarkan kebijakan insentif untuk membuat bisnis hulu migas tetap menarik? Perubahan fiskal yang lebih menarik diperkirakan akan dikeluarkan oleh berbagai negara, khususnya untuk penawaran blok blok baru.
Gambar 7 memperkirakan bahwa pada Q3/Q4 2016 diharapkan kondisi permintaan/pasokan mulai mencapai keseimbangan, level persediaan pun diprediksi mulai menurun, kondisi ini memberi sinyal positif bagi pemulihan harga.
Dalam konteks industri migas di indonesia, ketika harga minyak naik di periode 2006 – 2008, sempat ada wacana agar Pemerintah mengeluarkan kebijakan/peraturan semacam windfall profit tax, yang dibungkus dengan nama sharing the pain, istilah ini mengacu pada beban besar yang harus ditanggung pemerintah untuk subsidi BBM akibat tingginya harga minyak. Pada saat itu, wacana ini langsung dimentahkan oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan argumen
6. PERLUKAh INSENTIF? Siklus harga minyak berhubungan dengan kebijakan fiskal migas untuk sektor hulu (Gam-
gambar 7. Siklus Harga Minyak dan Perubahan Kebijakan Fiskal
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
11
Topik Utama contract sanctity, intinya bahwa Pemerintah harus menghormati kesucian kontrak, tidak bisa serta merta mengubah sesuatu yang bertentangan dengan isi kontrak. Respon KKKS seperti itu bisa menjadi senjata makan tuan, ketika harga minyak turun drastis seperti saat ini, diperkirakan mereka akan mengajukan insentif, seolah melupakan argumen kesucian kontrak yang dulu sangat diagungkan. industri migas bersifat jangka panjang, perlu mekanisme win-win yang disepakati kedua pihak (Pemerintah dan KKKS). Terkait insentif fiskal, apabila dianggap perlu maka Pemerintah dapat menempuh mekanisme win-win tersebut. Di dalam dunia fiskal migas global, mekanisme ini dikenal dengan ”bagi hasil fleksible & progresif”. Intinya: ketika situasi industri kurang baik (harga rendah, tingkat keuntungan rendah), maka bagi hasil KKKS meningkat, sebaliknya ketika situasi industri membaik, maka bagi hasil KKKS turun (atau bagi hasil pemerintah meningkat). Mekanisme ini bekerja secara otomatis (self adjustment), sehingga tidak perlu lagi kedua belah pihak saling berargumen ketika harga naik/turun. insentif lain yang dapat diberikan adalah insentif non-fiskal, seperti kemudahan berusaha, kecepatan memproses persetujuan, proses perizinan/pengadaan yang dipermudah, kepastian hukum dan lain lain. Time is money sangat relevan dalam konteks bisnis migas, waktu yang cepat berarti ada penghematan biaya, proyek yang molor membuat iRR KKKS menurun. Insentif non-fiskal pada saat ini sebaiknya menjadi prioritas utama, di samping upaya efisiensi biaya internal yang saat ini sedang dilakukan oleh semua perusahaan migas di manapun berada. 7. hARgA mINyAK RENDAh mENgUNTUNgKAN NEgARA NET-ImPoTIR? Negara-negara OPEC sangat menderita dengan anjlognya harga minyak global, khususnya seperti Venezuela, Nigeria, aljazair, Ekuador, Libya. Negara OPEC dari Timur Tengah juga mengalami defisit anggaran dengan
12
gambar 8. Pengaruh Harga Minyak Rendah dalam Jangka Pendek?
gambar 9. Pengaruh Harga Minyak Rendah dalam Jangka Menengah/Panjang?
rendahnya harga minyak saat ini, bedanya mereka lebih bisa bertahan (survive) karena tabungannya (cadangan devisa) relatif besar. Secara umum, harga minyak pengaruhnya buruk bagi negara net-eksportir minyak, sebaliknya harga minyak rendah, baik bagi negara net-importir minyak, termasuk indonesia (Gambar 8). Namun kesimpulan seperti ini harus disikapi dengan hati-hati, dalam jangka pendek bisa saja harga minyak rendah baik bagi negara net-importir, namun dalam jangka menengah/ panjang, hal ini bisa menjadi bahaya yang mengancam. Harga minyak yang rendah, dari sisi pasokan akan membuat kegiatan eksplorasi dan produksi menurun, akibatnya produksi nasional cenderung akan menurun dan tambahan
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
Topik Utama
gambar 10. Cadangan Minyak Terbukti Global
cadangan minyak juga tidak ada. Pada saat yang sama, harga minyak rendah, akan mendorong konsumsi yang yang boros sehingga permintaan akan terus meningkat, dalam jangka panjang kesenjangan (gap) antara pasokan/produksi dengan permintaan/konsumsi akan semakin melebar (Gambar 9). Ketika harga minyak nantinya meningkat, ketahanan energi nasional menjadi sangat rentan. Mari kita berpikir jangka panjang, bagaimana agar investor tetap antusias melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi, pada saat yang sama mengurangi kosumsi minyak yang boros dan tidak efisien. 8. ImPLIKASI hARgA mINyAK RENDAh DAN KETAhANAN ENERgI NASIoNAL Pada buku yang kedua: “Dinamika industri Migas” (2014), saya menguraikan perlunya pola pikir out-the-box agar muncul terobosan baru,
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
tanpa itu, kecenderungan industri migas di indonesia cukup mengkhawatirkan. Gambar 10 menunjukkan bahwa cadangan terbukti kita relatif sangat rendah dibanding negara lain, pada saat yang sama kesenjangan antara konsumsi dan produksi semakin menganga. Dalam situasi harga minyak rendah, tantangan yang dihadapi justru semakin kompleks. Pada masa lalu, kendala pengembangan migas lebih banyak akibat faktor non-teknis, pada saat ini, dengan rendahnya harga minyak, entah sampai kapan, ditambah lagi dengan faktor komersial/ekonomis tersebut. Sehubungan dengan akan dibahasnya UU Migas yang baru, Pemerintah dan Parlemen harus menangkap semua perubahan dan dinamika yang terjadi pada bisnis migas global ini. Paradigma industri terus berubah, dinamika ini akan terus terjadi, pola pikir lama bisa jadi sudah ketinggalan zaman. Venezuela yang cadangan minyak terbuktinya paling besar di
13
Topik Utama dunia, termasuk paling menderita dengan harga minyak rendah ini, harga BBM domestik naik 6000%, Di arab Saudi, negara dengan cadangan minyak terbukti terbesar nomor dua di dunia, BBM dinaikkan 40%, belum lagi ada wacana iPO Saudi aramco, sesuatu yang tidak pernah terbayang sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sejarah harga minyak mengikuti “boom & bust cycles”, Pemerintah dan Parlemen harus memilih model tata kelola yang menjamin ketahanan energi nasional, mendorong investasi sektor hulu nasional sehingga terhindar dari terjadinya crash ketika siklus harga minyak booming lagi, sementara pada saat tersebut (tanpa terobosan kebijakan dan kesalahan memilih model tata kelola) produksi diperkirakan berada pada titik nadir.
Dale, Spencer, The New economics of Oil, Oxford institute for Energy Studies, October 2015
Kegiatan eksplorasi yang berisiko tinggi perlu didorong secara masif, beri karpet merah untuk investor nasional maupun asing. Mengundang investor asing tidak berarti mengecilkan peran perusahaan migas milik negara/NOC. Pada masa yang akan datang, hampir semua perusahaan minyak internasional/iOC akan berbisnis melalui pola kemitraan dengan NOC untuk berbagi dan meminimalisasi risiko.
14
Deloitte, Oil Prices in Crisis, 2015 Curtis, Trisha, US Shale Oil Dynamics in a Low Price Environment, Oxford institute for Energy Studies, November 2015
international Energy agency (iEa), Oil Market Report, January 2016 Lubiantara, Benny, Ekonomi Migas, Penerbit Grasindo, 2012 Lubiantara, Benny, Dinamika industri Migas – Catatan analis OPEC, Penerbit Petromindo, 2014 OPEC Secretariat, Monthly Oil Market Report, January 2015 OPEC Secretariat, Materi Economic Commission Board Meeting, November 2015
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016