ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DITINJAU DARI KONSEP PENGELOLAAN KEPEMILIKAN UMUM DALAM ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
MIFTAHUL JANNAH NIM. 107046102082
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011
i
i
i
ii
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 September 2011
Miftahul jannah
iii
iv
ABSTRAK
ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DITINJAU DARI PENGELOLAAN KEPEMILIKAN UMUM DALAM ISLAM.
Skripsi, Konsentrasi Perbankan syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidaytullah Jakarta, 2011.
Kata kunci: Minyak dan Gas bumi dan Pengelolaan Kepemilikan Umum dalam Islam. 1. Minyak dan Gas bumi merupakan hal yang penting dalam kehidupan, menjadi barang kebutuhan bagi setiap keluarga, baik skala keluaga kecil maupun dalam cangkupan keluarga besar dalam artian Negara. Setiap keluarga maupun negara baik dapat membuat keluarga sejahtera dan tidak takut untuk menghadapi masa depan dalam hal ekonomi dan dapat meminimalisir resiko yang mungkin akan terjadi. Dengan menggunakan analisis penelitian kualitatif,
penelitian
yang
menggunakan
metode
eksploratif,
yang
mengkombinasikan pendekatan normatif dengan studi kepustakaan (library research). kualitatif, penulis berusaha menganalisis secara objektif bagaimana konsep yang diajarkan Islam dalam pengelolaan/pengaturan Kepemilikan Umum dan bagaimana pengelolaan/pengaturan Minyak Bumi dan Gas yang
iv
v
diatur dalam Undang-undang No.22 tahun 2001, karena mengelola sumber daya Alam merupakan “Tanggung Jawab” manusia sebagai khalifah dimuka bumi, dengan baik tanpa menimbulkan kerusakan atau merugikan semua orang. Sehingga semua orang khususnya rakyat merasakan kesejahteraan yang hakiki dalam hal ekonomi.
v
vi
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮ ﺣﻤﻦ اﻟﺮ ﺣﯿﻢ Segala puji hanya bagi Allah yang menciptakan dan mengatur semesta alam. Yang menciptakan manusia beserta seluruh perangkatnya. Yang menciptakan akal kepada manusia, sehingga manusia harus berfikir dalam setiap tindakkannya. Segala potensi dan bakat yang beraneka ragam diberikan secara Cuma-Cuma tanpa biaya sedikitpun dan atas ridho dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Shalawat serta salam kepada Nabi dan Rasul termulia, Nabi kita Muhammad SAW, keluarganya dan semua shahabatnya yang menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Sungguh merupakan tonggak dasar bagi umat Islam, jika memiliki ekonomi yang kuat
yang merealisasikan kecukupannya, menjaga kemandiriannya, dan
membantu dalam melaksanakan risalahnya. Alhamdulillah, skripsi ini merupakan perjalanan akhir penulis setelah sekian tahun menimba ilmu dibangku kuliah. Skripsi ini berjudul Analisis Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Mintak dan Gas Bumi ditinjau dari Konsep Pengelolaan Kepemilikan Umum dalam Islam. Semoga bermanfaat untuk semua orang.
vi
vii
Terlebih dahulu, penulis menyadari bahwa banyak pihak dan orang-orang yang terlibat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik dan berlipat ganda kepada mereka semua atas bantuan yang diberikan baik moril maupun materil. Adapun untaian terimakasih penulis ucapkan kepada: 1. Allah SWT. Yang telah memberikan segudang kenikmatannya, keberkahan dan kasih sayangnya kepada setiap hamba-Nya. Shalawat serta salam kepada Rasulullah dan keluarganya. Kemudian trimakasih juga kepada kedua orangtua ana tersayang umi ana, Laila latifa shahab dan Alm. Ayahanda H. Hamim Sulaiman yang selalu memberikan kasih sayang dan cintanya dengan sepenuh hati untuk memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang tak terhingga. Semoga kalian diberi syurga oleh Allah SWT. Jazkallah khair. 2. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA,MM. 3. Ketua Program Studi Muamalat, ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, beserta sekretaris Program Studi Muamalat bapak Mu’min Rouf, S.Ag,.MA. 4. Pembimbing, bapak Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag. Yang senantiasa memberikan arahan, motivasi dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga selesai dalam penulisan skripsi. 5. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, dan Pimpinan Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan. vii
viii
6. Seluruh Staf pengajar beserta Asisten Dosen dan Karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 7. Mpok-mPok ana dan kkquu tersayang, mPok Aji, mPok many, ka biba, ka qimah, ka diah, n smua keponakan ana yang shalih n shaliha dan khususnya kepada teman2 di HTI, JAT, Ps B angkatan 2007 dan sohibku di SMA Jamiat Kheir, Rahmah, nadiya, wiwi, nida dll, yang telah memberikan bantuan moril dan materil yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Spesial untuk ka qiqi, fikri n ka widi yang sudah benerin notebook miftah dan memberi pinjaman modemnya selama penulis menulis skripsi.
Akhir kalam, penulis sadar akan keterbatasan yang penulis miliki, tentu dalam skripsi ini ada banyak kekurangan dalam penyajian, oleh karena itu penulis berharap adanya saran dan kritik yang santun dan membangun dari semua pihak yang membacanya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pengguna. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin... Jakarta, 30 September 2011
Miftahul Jannah
vii
ix
DAFTAR ISI
PENGESAHAN PEMBIMBING
i
PENGESAHAN MUNAQOSAH
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
10
D. Metodologi Penelitian
11
E. Kajian Pustaka
13
F. Sistematika Penulisan
16
LANDASAN TEORI A. Kepemilikan Umum
17
1. Pengertian
17
2. Dasar Hukum Kepemilikan Umum
21
3. Pembagian Kepemilikan Umum
23
B. Pengelolaan Kepemilikan Umum
ix
25
x
BAB III
1. Pengertian Pengelolaan Kepemilikan Umum
25
2. Cara Pengelolaan Kepemilikan Umum
26
3. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kepemilikan Umum
27
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
BAB IV
A. Latar Belakang Pembentukan Undang-undang
34
B. Azas dan Tujuan Undang-undang
36
C. Penguasaandan Pengusahaan
38
D. Kegiatan Hulu dan Hilir
41
E. Penerimaan Negara
43
F. Pembinaan dan Pengawasan
44
G. Badan Pelaksana dan Badan Pengatur
45
Analisis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi ditinjau dari Konsep Pengelolaan Kepemilikan Umum dalam Islam A. Fisafat Azas dan Tujuan
47
B. Penguasaan dan Pengusahaan
48
C. Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir
53
D. Penerimaan Negara
57
E. Pembinaan dan Pengawasan
57
x
xi
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan
61
B. Saran
62
DAFTAR PUSTAKA
64
xi
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Latarb Belakang
3
Tabel 1.2 Review Terdahulu
14
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara dunia ketiga, yang secara riil memiliki kekayaan alam (SDA) yang sangat melimpah, dari pertambangan, perikanan (laut),hutan
dan kandungan mineral, dll. Adapun berbagai jenis
tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti minyak bumi, gas alam, emas, perak, timah, tembaga, dan batubara dan hasil tambang lainnya laut, sungai, mata air, lapangan, hutan belukar, padang gembalaan, dan masjid. Semua itu tidak boleh bagi Khalifah mngalihkan kepemilikannya untuk siapapun, baik individu maupun kelompok. Karena semua itu milik seluruh masyarakat. Khalifah mengelolanya sehingga memberi peluang seluruh manusia dapat memanfaatkan pemilikan ini, sesuai dengan ijtihadnya dalam mengatur urusan mereka dan dalam rangka meraih kemaslahatan mereka. 1 Dari segi pertambangan Indonesia menghasilkan Minyak dan Gas bumi yang merupakan sumber daya alam
1
strategis tidak terbarukan serta
Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah, Jakarta, HTI Press, Mei 2009 M, h.108.
1
2
merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak. Komoditas ini juga mempunyai peranan penting dalam perkonomian nasional. 2 Potensi kekayaan laut sebesar 6,2 juta ton ikan, mutiara, minyak dan mineral lainnya. Namun dengan banyaknya sumber daya alam yang melimpah yang dimiliki Indonesia, ironisnya posisi Indonesia kini justru sebagai pengimpor minyak dan gas bumi. Pengamat energi Institut Teknologi Bandung (ITB) Rudi Rubiandini mengatakan posisi Indonesia merupakan net importer minyak. Dengan menyatakan bahwa Indonesia memproduksi 960 barel per hari sementara kebutuhan 1.3 juta barel per hari. 3 Sehingga kecenderungan mengimpor lebih tinggi demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal tersebut membuat posisi Indonesia menjadi posisi rawan dalam memenuhi kecukupan energi nasional, bahkan juga terhadap ketahanan kedaulatan energi bangsa. Dengan demikian yang terjadi adalah kenaikan harga bahan bakar minyak, terutama minyak tanah dan premium yang menimbulkan keresahan konflik social. Hal tersebut salah satunya diisebabkan oleh pengelolaan yang cenderung didominasi oleh kepentingan asing. 4 Pada tahun 2008 cadangan minyak bumi 8,219.22 MMSTB, tahun 2009 sebesar 7,998.49 MMSTB, dan tahun berikutnya yaitu tahun 2010 sebesar
2
Pengantar dalam UU Minyak Bumi dan Gas, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008),
h. 3 3
Arsipberita.com. Artikel ini diakses pada tanggal 26 April 2011 dari http://arsipberita.com/show/ri-importir-minyak-yang-beri-subsidi-bbm-210064.html 4
Prabowo Subianto, et. al., Membangun Kembali Indonesia Raya:Haluan Baru Menuju Kemakmuran (Jakarta: Institut Garuda Nusantara, Maret 2009), h. 66.
3
7,764.48 MMSTB 5, cadangan dari tahun ketahun menunjukan penurunan, namun hal tersebut tidak menurunkan laju investasi bagi para investor asing terhadap Indonesia dibidang perminyakan. Di bidang perminyakan, terdapat penghasil minyak utama didominasi oleh asing, diantaranya: Tabel.1.1
HASIL SUMBER DAYA
HASIL (%)
MINYAK
5
Gas bumi
Chevron
44%
Mitra
16%
total E&P
10%,
Conoco Philip
8%,
Medco
6%,
CNOOC
5%,
Petrochina
3%
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Minyak dan
4
BP
2%,
Vico Indonesia
2%,
Kodeco Energy
1%
Lainnya
3%
(Dirgen Migas, 2009) Sementara disektor hilir migas, mulai November 2005 keran investasi hilir migas dibuka bagi investor swasta dalam negeri dan asing. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro yang menyatakan bahwa pada tahun 2005, terdapat 7 investor yang sudah menyatakan komitmen melakukan investasi di sektor hilir migas tersebut. (CEO, No. 5. Th. I, Februari 2005).6 Dibidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai asing. Porsi operator minyak dan gas, 75% dikuasai asing. Asing juga menguasai 50.6% asset perbankan nasional per Maret 2011. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen. Begitu pula telekomunikasi dan industri sawit pun juga lebih banyak dikuasai asing (lihat, Kompas, 22/5). 6
Buletin Dakwah Al Islam, Indonesia Masih Dijajah!, edisi 560 Tahun XVII 08 Rajab 1432 H-10 Juni 2011
5
Sebagai pemilik sumber daya alam, Indonesia hanya mendapat 5% dari penggelolaan yang dilakukan pihak swasta/asing. Hal tersebut di ungkap Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek, yang mengatakan –sebagaimana dipetik dikompas (5/2/2010)—keluh kesahnya tentang ironi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) propinsi tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat Badan Anggaran DPR (4/2/2010) ia mencontohkan, bagaimana perusahaan tambang batubara di propinsi tersebut setiap tahunnya dapat menghasilkan batubara sebesar 45 juta ton. Tetapi pemasaran hasilnya hanya 5% untuk kebutuhan dalam negeri sedangkan 95% ditujukan untuk ekspor. Hal tersebut jelas tidak memihak pada rakyat. Pernyataan tersebut diperkuat dengan posisi peringkat duanya Indonesia sebesar 203 juta ton, setelah Australia sebesar 252 juta ton.7 Dengan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain melalui mekanisme Penanaman Modal Asing (PMA) dan privatisasi (penjulan kepada swasta/asing). Hal tersebut dapat mengancam SDA Indonesia sendiri.
Hal
tersebut dipertegas oleh Hendri Saparini, Phd, menurutnya”…90 % kekayaan migas negeri ini memang sudah berada dalam cengkeraman pihak asing…”. Tentu, itu belum termasuk hasil-hasil dari kekayaan barang tambang yang lain (batubara, perak, tembaga, nikel, besi, dll). Akibatnya hak-hak kesejahteraan rakyat tercerabut. Harga listrik , bensin yang selalu naik, kemudian krisis gas
7
Hidayatullah Muttaqin , “Negeri Kaya Tambang, miskin Batubara” , artikel diakses pada 11 November 2010 dari http://muttaqin [at] jurnal-ekonomi.org/2010/10/Negeri Kaya Tambang-miskin batubara.html.
6
sehingga ada kebijakan tabung gas, krisis air bersih masyarakat. Hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 33 ayat 3 yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
ﺗﺼﺮف اﻹﻣﺎم ﻣﻨﻮط ﺑﻤﺼﻠﺤﺔ راﻋﯿﺘﮫ “Tindakan
seorang
penguasa
senantiasa
untuk
kepentingan
rakyatnya”.8 Adapun Islam mengatur mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam yakni dijelaskan dalam hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadits tersebut, Abyad diceritakan telah meminta kepada Rasul untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang shahabat.9
8
Nasrun Haroen. Figh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama.2007). h. 13
9
ْ ﻋ َﻦأ ْ َ ﺑْﯿ َﺾ َﺑْﻦﺣ َِﻤ ﱠﺎل ٍ أ َﻧ ﱠﮫ ُو َ ﻓ َﺪ َ إ ِ ﻟ َﻰر َ ﺳ ُﻮل ِﷲ ﱠ ِﺻ َﻠ ﱠﻰﷲ ﱠ ُﻋ َ ﻠ َﯿْوﮫَ ِ ﺳ َﻠ ﱠﻢﻓ ََﺎﺳ ْ ﺘَﻘ ْﻄ َﻌ َاﻟﮫ ُْﻤ ِﻠ ْﺢ َﻓ َﻘ َﻄ َﻊ َ ﻟ َﮫ ُﻓ َﻠ َﻤ أﱠﺎ َن ْو َ ﻟ ﱠﻰﻗ َﺎل َر َ ﺟ ُ ﻞ ٌﻣ ِﻦ ِ َﺎف ُ ْ ِ ﺑ ِﻞ اﻷ ْ ْ َر َاك ِ ﻗ َﺎل َ ﻣ َ ﺎﻟ َﻢ ْﺗَﻨَﻠ ْ ﮫ ُﺧ ِ ﻔ اﻹ اﻟ ْﻤ َ ﺠ ْ ﻠ ِﺲأ ِ َ ﺗَﺪ ْر ِيﻣ َﻗﺎَﻄ َﻌ ْﺖ َ ﻟ َ إﮫ ُِﻧ ﱠﻤ َﻗﺎَﻄ َﻌ ْﺖ َ ﻟ َاﻟﮫ ُْﻤ َ ﺎء َاﻟ ْﻌ ِ ﺪ ﱠﻗ َﺎلﻓ ََﺎﻧ ْ ﺘَﺰ َ ﻋ َ ﮫ ُﻣ ِﻨ ْ ﮫ ُﻗ َﺎلو َ ﺳ َﺄ َ ﻟ َﮫ ُﻋ َﻤ ﱠﺎﯾُﺤ ْ ﻤ َ ﻰﻣ ِﻦ ْ ﻓ َﺄ َ ﻗ َﺮ ﱠﺑ ِﮫﻗِ ُﺘَﯿْﺒ َﺔ ُو َ ﻗ َﺎل َﻧ َﻌ َﻢ ِ ِﻦ ْ ﯿ َﻤ َﻦ اﻹَا ْ ِ ﺳ ْ ﻨَﺎﻧد َِﺤ ْ ﻮاﻟ َ ه ُْﻤ َ ﺄ ْر ِ بﻧ َُﺎﺣ ِ ﯿ َﺔ ٌﻣ اﻟ ﺲ ٍَ ﺄ ْر ِ ﺑ ِﻲ ﱡﺑ ِ ﮭ َﺬ ﺣ َ ﺪ ﱠﺛ َﻨَﺎﻣ ُﺤ َﻤ ﱠ ﺪ ُ ﺑْﻦ ُﯾ َﺤ ْ ﯿ َﻰﺑْﻦ ِأ َﺑ ِﻲﻋ ُﻤ َﺮ َﺣ َ ﺪ ﱠﺛ َﻨَﺎﻣ ُﺤ َﻤ ﱠ ﺪ ُ ﺑْﻦ ُﯾ َﺤ ْ ﯿ َﻰﺑْﻦ ِ ﻗاﻟَﯿْْﻤ ْ ﺐ ٌ اﻟ ْﻌ َﻤ َ ﻞ ُ ﻋ َ ﻠ َﻰ ھ َﺬ َاﻋ ِ ﻨ ْﺪأ َ َ ھ ْﻞاﻟ ِ ْﻌ ِﻠ ْﻢ ِ ﻣ ِﻦ َ ﻗ َﺎل َ و َ ﻓ ِﻲاﻟ ْ ﺒ َﺎبﻋ َﻦ ْو َ اﺋو َِﻞ ٍأ َﺳ ْﻤ َ ﺎء َﺑ ِﻨ ْﺖ ِأ َﺑ ﺑِﻲَﻜ ْﺮ ٍ ﻗ َﺎل َ أ َ ﺑ ُﻮﻋ ِ ﯿﺴ َﻰﺣ َ ﺪ ِﯾﺚأُ َ ﺑْﯿ َﺾ َﺣ َﺪ ِﯾﺚ ٌﻏ َﺮ ِ ﯾ و َ ﺎم ُِﻤ َﻦ ْر َأ َىذ َ ﻟ ِﻚ ﷲ ﱠ ُﻋ َ ﻠ َﯿْو َﮫ ِﺳ َﻠوﱠﻢ َ َﻏ َ ﯿْﺮ ِ ھ ِﻢ ْ ﻓاﻟ ِْﻲﻘ َﻄ َﺎﺋ ِﻊﯾ ِ َﺮ َ و ْن َﺟ َ ﺎﺋ ِﺰ أًا َنﯾُْﻘ ْﻄ ِاﻹﻊ َْ ِ ﻣ َ ﻟ أ َﺻ ْ ﺤ َﺎب ِاﻟﻨ ﱠﺒ ِﻲ ﱢﺻ َ ﻠ ﱠﻰ Dari Abyadl bin Hammal bahwa ia datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta untuk menetapkan kepemilikan sebidang tambang garam untuknya lalu beliau menetapkan untuknya. Ketika hendak beranjak pergi seseorang yang berada di majelis berkata; Tahukah engkau apa yang engkau tetapkan untuknya? Sesungguhnya engkau menetapkan tanah yang memiliki air yang diam. Abyadl berkata; Beliau pun membatalkannya. Ia melanjutkan; Ia bertanya; Tanah seperti apa yang boleh untuk dihidupkan? Beliau menjawab: "Yang tidak diinjak oleh kaki unta." Apakah Qutaibah menetapkannya? Ia menjawab; Ya. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Abu Umar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Qais Al Ma`ribi dengan sanad ini seperti itu. Al Ma`rib berada di sebelah Yaman. Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Wa`il dan Asma` bintu Abu Bakr. Abu Isa berkata; Hadits Abyadl adalah hadits gharib dan menjadi pedoman amal menurut para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan selain mereka tentang penetapan tanah. Mereka membolehkan seorang imam menetapkan bagian tanah seseorang. (H.R. At Tirmidzi No.
7
Dalam pandangan Islam, minyak dan gas bumi maupun barang tambang lainnya adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dimana hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer semisal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Paradigma pengelolaan sumber daya alam milik umum yang berbasis swasta atau (corporate based management) harus dirubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management) dengan tetap berorientasi kelestarian sumber daya (sustainable resources principle).10 Dapat dikatakan bahwa barang-barang yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum (asset public) hanya boleh dikelola oleh negara dan tidak boleh dimiliki oleh individu atau pihak swasta/asing. Dan lebih mengutamakan kebutuhan dalam negeri dibandingkan harus mengirim (ekspor) keluar negeri. Tetapi sebaliknya, pemerintah justru lebih mementingkan ekpor keluar dibandingkan memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Hal tersebut membuat rakyat menderita, kemiskinan dan kelaparan tak dapat dibendung lagi. Konsep kepemilikan dalam Islam
tidak sama dengan konsep
kepemilikan dalam faham liberalisme-kapitalisme maupun sosialisme. Dalam faham liberalism-kapitalisme kepemilikan bersifat absolute yang menandakan seseorang bebas sebebas-bebasnya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu 1301, Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Bani dalam Ash Shahih wadh Dha’if Sunan At Tirmidzi Jilid 3, Hal 380) 10
Ismail Yusanto, “Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam perspektif Islam”, artikel diakses pada 27 Januari dari file:///F:/sejarah%20pengelolahan/Pengelolaan_Sumber_Daya_Alam_Dalam_Perspektif_Islam.ht m
8
terhadap harta yang dimilikinya. Dan dalam faham sosialisme menurut K. Bertens adalah sebaliknya. Orang seorang tidak diperkenankan untuk memiliki “capital atau modal, sebab yang memiliki capital dengan sendirinya memiliki juga saranasarana produksi”. Hal inilah menurut mereka yang akan menjadi penyebab adanya penindasan dan eksploitasi terhadap para buruh atau pekerja. Oleh sebab itu menurut paham ini capital dan atau alat produksi harus dikuasai oleh Negara.11 Menurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan bahwa barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain harus dimaanfaatkan oleh seluruh kaum muslimin, sebab hal itu akan merugikan mereka. Oleh karena itu pendapat ini menegaskan bahwa barang siapa menemukan barang tambang atau petroleum pada tanah miliknya tidak halal baginya untuk memilikinya dan harus diberikan kepada negara untuk mengelolanya. Sama halnya menurut Abû ‘Ubaid dalam Kitab al Amwal menjelaskan bahwa sumber dari publik seperti sumber air, pada rumput penggembalaan dan tambang minyak tidak boleh pernah dimonopoli seperti pada hima (tanam pribadi). Semua ini hanya dapat dimasukkan ke dalam kepemilikan negara yang
11
Anwar Abbas, Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam: Suatu tinjauan dari Persfektif Tujuan, Falsafah, Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-Nilai Instrumental, Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid, 2009, h. 33.
9
digunakan untuk pelayanan masyarakat. Karena Negara juga dipercaya memberikan keamanan social secara keseluruhan. 12 Adapun Taqiyuddin An-Nabhani dalam bukunya “Sistem Ekonomi Islam/Nizhom Al Iqhtishodiyah” juga mengatakan bahwa, hak kepemilikan dan pengelolahan sumber daya alam harus sesuai dengan ketentuan syara’. dimana kepemilikan umum merupakan fasilitas umum yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum, kalau tidak ada didalam suatu negeri atau suatu komunitas maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya. Dalam hal tersebut membutuhkan Negara yang adil yang dapat memberikan kesejahteraan pada rakyatnya. 13 Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mencoba menelaah dan meninjau lebih lanjut mengenai undang-undang yang mengatur Sumber Daya Alam yang akan ditinjau dari persfektif pengelolaan kepemilikan umum dalam Islam. Oleh karena itu, penulis akan menulis dengan fokus dalam skripsi yang berjudul: “UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi ditinjau dari Konsep Pengelolaan Kepemilikan Umum dalam Islam”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
12
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari masa klasik hingga Kontemporer, Jakarta, Pustaka Asatruss, April 2005 M, h. 179 13
Taqiyuddin An-Nabhani. Sistem Ekonomi Islam. Penerjemah Redaksi Al Azhar Press, (Bogor: Al-Azhar Press, Januari 2009 H), h.238
10
Dikarenakan luasnya permasalahan terkait sumber daya alam yang terdapat di Indonesia, maka penulis membatasi sumber daya alam tersebut pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang diatur didalam UU N0. 22 tahun 2001 yang terkait dengan Minyak bumi dan Gas Alam dan terkait dengan kepemilikan dengan meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang pengelolahan Sumber Daya Alam dalam Islam. Berdasarkan pada uraian diatas maka permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis adalah : 2. Bagaimana konsep yang diajarkan Islam dalam pengelolaan/pengaturan Kepemilikan Umum dalam Islam ? 3. Bagaimana pengelolaan/pengaturan Minyak Bumi dan Gas yang diatur dalam Undang-undang No.22 tahun 2001? 4. Apakah Undang-undang Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas yang terdapat didalam No. 22 Tahun 2001 tersebut sesuai dengan Konsep Pengelolaan Kepemilikan Umum dalam Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: a. Mengetahui
pengelolaan
Minyak
bumi
dan
Gas
berdasarkan
Ajaran/konsep Islam. b. Mengetahui pengelolaan Minyak Bumi dan Gas yang dimuat dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2001.
11
c. Dapat mengetahui perbandingan pengelolaan Sumber Daya Alam Migas yang terdapat didalam UU No. 22 Tahun 2001 dengan pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Islam. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, yaitu bagi: 1. Pemegang Kebijakan Menjadikan motivasi dan masukan untuk membuat kebijakan yang senantiasa berpijak pada kepentingan rakyat bukan pada kepentingan para pemesan kebijakan. 2. Penulis Sebagai perluasan wawasan dan pedoman langkah untuk turut menyelesaikan permasalahan yang ada di Indonesia saat ini. 3. Akademisi Dapat menjadi kajian dan rujukan para akademisi yang ingin mengetahui secara mendalam mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam dalam islam dan UU yang ada.
D. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis di sini adalah dengan menggunakan penelitian kualitatif, penelitian akan menggunakan metode
12
eksploratif. Penelitian ini akan mengkombinasikan pendekatan normatif dengan studi kepustakaan (library research). Pendekatan normatif yaitu kajian kepustakaan bertujuan mengekplorasi dan memahami berbagai konsep yang berkaitan dengan tema penulis yang dilakukan untuk mendapatkan data dan sedetail mungkin dengan mengacu pada teori yang sudah dijelaskan pada kajian teoritis. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan juga sumber dari data skunder: buku-buku yang berisi pendapat dan tulisan-tulisan yang membahas pengelolaan Minyak dan Gas bumi. Dimana data akan dibawa pada penelitan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan datanya berwujud studi dokumentasi naskah (studi pustaka). 2. Teknik Pengumpulan Data Mengenai teknik pengumpulan data, penulis akan mendapatkan data melalui studi kepustakaan atau dokumenter, mencari, mengumpulkan, meneliti, menelaah serta mengkaji data dan informasi dari berbagai media yang relevan dan objektif guna memenuhi target pembahasan. 3. Sumber Data a. Data primer, bersumber dari Undang-Undang Dasar 1945, dan juga Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan bahasan penulis.
13
b. Data sekunder, yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu literature berupa jurnal, majalah, artikel, surat kabar, serta website yang pembahasannya berkaitan dengan objek kajian penulis.
4. Teknik Analisa Data Dalam skirpsi ini digunakan analisis isi yaitu pendekatan isi (content Analysis), yang menekankan pengambilan dari kesimpulan analisa yang bersifat deskriftif dan deduktif, seluruh data yang diperoleh akan diklasifikasikan dari bentuk yang bersifat umum, kemudian dikaji dan diteliti selanjutnya ditarik kesimpulan yang mampu memberikan gambaran spesifik dan relevan mengenai data tersebut. 5. Teknis Penulisan skripsi Adapun metode penulisan dalam skripsi ini, penulis menggunakan buku Pedoman penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, namun dengan beberapa pengecualian berikut: 1. Kutipan ayat al-Quran tidak diberikan catatan kaki karena dianggap cukup dengan menyebutkan nama surat dan nomor ayat pada akhir kutipan. 2. Pada daftar pustaka, al-Quran diletakkan/ditulis pada urutan pertama sebelum sumber lain. Lalu sumber lain diurutkan berdasarkan abjad.
14
E. Kajian Pustaka/ Review Terdahulu Kajian yang membahas mengenai UU No. 22 tahun 2001 mengenai Minyak dan Gas bumi ini sudah cukup banyak dikaji dan di sebelumnya baik berupa artikel, skripsi,maupun buku bacaan yang terkait pengelolahan Minyak dan Gas bumi, maka penulis menghimpun penelitian yang terdahulu yang juga dijadikan sebagai referensi penulis agar dapat membedakan tujuan penelitian apa yang akan diteliti penulis dalam hal ini, beberapa diantaranya skripsi UIN Syarif Hidayatullah jakarta : Tabel 1.2 Review Terdahulu
o
Nam a Penulis Moh. Nur Kholis Tahu n, 2006, Skripsi SI Muamalat Perbankan Syariah, UIN Jkt
Judul Skripsi Pertambanga n Minyak Rakyat Persfektif Hukum Ekonomi Islam & Hukum Positif (Studi Kasus di Desa Wonocolo kecamatan Kedewan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur)
Te mpat Penelitian Des a Wonocolo kecamatan Kedewan Kabupaten Bojonegoro , Jawa Timur
Meto de Penelitian Libr ary research dan field research pene litian deskriptif dalam bentuk kualitatif
Hasil Penelitian Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Pertambangan rakyat Wonocolo adalah penambangan rakyat yang dilakukan secara turun-temurun oleh warga Wonocolo, pada sumur-sumur peninggalan Belanda. Penambangan tersebut tidak mempunyai dasar landasan hukum yang jelas. Sedangkan Izin (dalam bentuk lisan) atau pembiaran dari bupati, sehingga pertambangan tersebut tidak mendapatkan
15
Muh ammad Rosyidin
Pertambanga n Timah Rakyat Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Otonomi Daerah
Libr ary research pene litian deskriptif dalam bentuk kualitatif
Tegu h Hadi Wibowo Tahu n 2006, Skripsi S1 Muamalat, Perbankan Syariah, UIN Jkt
Isolasi dan Cep Seleksi Bakteri u, Jawa Indigenus Tengah Pendegradasi Minyak Bumi dari Tanah Lokasi Pertambangan Minyak Pertamina. Cepu Jawa Tengah
Men ggunakan bentuk pendekatan deskriptif kualitatif
legalitas hukum. Dalam hal ini digambarkan bahwa skripsi saudara Khalis sangat berbeda dengan skripsi yang akan penulis bahas. Dalam skripsinya lebih menyoroti aspek legalitas usaha pertambangan rakyat diWonocolo. Terdapat ketidak pastian hukum dalam pengelolaan pertambangan, sehingga ketidakharmonisan antara pemerintah pusat dan daerah mengakibatkan kebingungan pada masyarakat setempat Pengaruh bakteri indigenus di lokasi pengeboran minyak bumi. Apakah bakteri memiliki kemampuan mendegradasi minyak bumi.
Dari tiga review studi terdahulu di atas, tidak ada yang membahas secara khusus mengenai regulasi/kebijakan atas Undang-Undang 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang kemudian ditinjau dari Konsep Pengelolaan Kepemilikan Umum dalam Islam, semua studi review di atas umumnya menyoroti aspek legalitas usaha pertambangan di suatu tempat kejadian.
16
Sedangkan penulis lebih memfokuskan mengenai kebijakan secara umum yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi. Penulis juga menganalisis salah satu bagian dari harta publik yakni Minyak dan Gas bumi, dimana terdapat ketidakharmonisan mengenai pengelolaan Migas yang selalu bertentangan dengan hak rakyat. Metodologi yang digunakan berbentuk library research, studi kepustakaan yang menggunakan pendekatan normatif. Maka sudah barang tentu sangat berbeda dengan skripsi yang disusun oleh penulis-penulis sebelumnya. Baik dari objek sasaran penelitiannya maupun dari metodologi masing-masing studi review sebelumnya walaupun ada kesamaan dalam hal pendekatan analisisnya.
F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi yang diterapkan agar terfokus dalam kajian yang dimaksud, maka penulis membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab. Penulis membaginya menjadi 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut: Bab I, Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka/ Review terdahulu, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II, Tinjauan Teoritis, pada bab ini akan diuraikan teori-teori yang berkaitan dengan: Kepemilikan Umum; pengertian, dasar hukum dan pembagian
17
kepemilikan umum. Pengelolaan Kepemilikan Umum; pengertian, fungsi dan tujuan, dan prinsip-prinsip pengelolaan kepemilikan umum. Bab III, bab ini terdiri dari latar belakang pembentukan Undangundang No. 22 tahun 2001, Azas dan tujuan Undang-undang, Penguasaan dan Pengusahaan, Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir, Penerimaan Negara, Pembinaan dan Pengawasan, dan Badan Pelaksana dan badan Pengatur tentang Minyak dan Gas Bumi. Bab IV, bab ini menganalisis mengenai Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang kemudian meninjau dari konsep pengelolaan kepemilikan umum dalam Islam yang terdiri dari falsafah azas dan tujuan Undang-undang, Penguasaan dan Pengusahaan, Kegiatan Hulu dan Hilir, Penerimaan Negara, Pembinaan dan Pengawasan. Bab V, Penutup, pada bab ini penulis mencoba membuat kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan memberikan saran-saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan.
18
BAB II PENGELOLAAN KEPEMILIKAN UMUM DALAM ISLAM
A. Kepemilikan Umum 1. Pengertian Kepemilikan Umum Makna etimologi kepemilikan berasal dari bahasa Arab al milk yang artinya penguasaan terhadap sesuatu. Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta) atau kepunyaan. 14 Al-Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, kecuali adanya halangan syara’. 15 Secara terminologi, menurut Muhammad Abu Zahra (1962) Al-Milk adalah “pengkhususan seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum terhadap benda itu (sesuai dengan keinginannya), selama tidak ada halangan syara’.” Artinya, benda yang dikhususkan kepada seseorang itu sepenuhnya berada dalam penguasaannya, sehingga orang lain tidak boleh bertindak dan memanfaatkannya. 16 Dimensi penguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki suatu barang/harta berarti mempunyai kekuasaan/wewenang terhadap barang/harta yang dimiliki, sehingga ia dapat
14
Al-Munawwir, h. 1358
15
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pustaka, 2007), h. 31.
16
Ibid., h. 31
18
19
mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Dalam larangan syar’i yang dimaksud diatas ialah seperti keadaan gila, keterbelakangan mental, belum cukup umur ataupun cacat mental, dll. Adapun pengertian ‘Am dalam kamus Al-Munawwir yang berarti umum, meliputi, meratai. 17 Bahasa Indonesia ialah kebiasaan yang sudah baku dan sudah menjadi milik khalayak, atau Umum juga berarti untuk orang kebanyakan atau bertujuan untuk masyarakat.18 Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri ialah milik Allah. Allah SWT pemilik
hakiki atas kepemilikan tersebut. Allah telah
menegaskan dalam nash-Nya bahwa semua kekayaan adalah milik-Nya. Allah SWT berfirman: ﴾٣٣˸٢٤̸و َ آ َﺗ ُﻮھ ُﻢ ْ ﻣ ِﻦ ْ ﻣ َ ﺎل ِ ﷲ ﱠ ِ اﻟ ﱠ ﺬ ِي آ َ ﺗ َﺎﻛ ُﻢ ْ ﴿اﻟﻨﻮر Artinya: “Berikanlah kepada mereka harta dari Allah yang telah Dia berikan kepada kalian”. (QS. An-Nur [24]: 33) Dari
ayat
diatas
dijelaskan
bahwa
pemilik
kekayaan
yang
sesungguhnya ialah Allah SWT. Oleh karena itu, kekayaan hakikatnya milik 17
Al Munawwir, h. 974
18
Wikipedia bahasa Indonesia,Pengertian Umum, Artikel di akses pada tanggal 26
April 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Umum
20
Allah SWT semata. Hanya saja, Allah SWT telah melimpakan kekayaan tersebut kepada manusia untuk dikelola sekaligus memberikan hak kepemilikan-Nya kepada manusia. Menurut Anwar Abbas, menyatakan bahwa kepemilikan yang ada pada manusia adalah hanya kepemilikan dalam pengelolaannya saja.19 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan umum ialah seluruh kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah bagi kaum muslim dengan kekayaan yang melimpah dan kekayaan tersebut menjadi milik bersama kaum muslim. Individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut, namun terlarang memilikinya secara pribadi. Sedangkan Jalal Al Anshari mengatakan bahwa kepemilikan umum merupakan berbagai komoditas yang dijadikan Islam sebagai hak milik seluruh kaum Muslim, sehingga setiap individu berhak memanfaatkannya, akan tetapi tidak diperkenankan untuk menguasai atau memilikinya sebagai hak milik pribadi. 20 Sedangkan menurut Taqiyuddin An-Nabhani kepemilikan umum merupakan izin Asy-Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan benda/barang.21 Dan
kemudian dengan Ibnu Taimiyah,
19
Anwar Abbas, Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam: Suatu tinjauan dari Persfektif Tujuan, Falsafah, Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-Nilai Instrumental, Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid, 2009, h. 34. 20
Jalal Al Anshari, Mengenal Sistem Islam:dari A sampai Z. Penerjemah Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2006), h. 146-147. 21
Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam/Sistem Ekonomi Islam. Penerjemah Redaksi Al Azhar Press,dkk (Bogor: Al Azhar Press,2009), h. 238.
21
kepemilikan umum merupakan hak milik yang bisa saja dimiliki oleh dua atau lebih orang atau oleh organisasi ataupun asosiasi.
22
Dengan demikian, kepemilikan adalah sebentuk ikatan antara individu terkait dengan harta, yang pada tahapan proses kepemilikan, syara’ mensyaratkan berbagai hal yang disebut dengan asbab al Milki (asal usul kepemilikan). Selanjutnya, (pasca kepemilikan), syara’ mengharuskan beberapa aturan dalam pengeoperasian harta dan dalam mengembangkannya. Semua dimaksudkan, agar segalanya sesuai dengan tuntunan syara’.23 Contoh penting dari pemilikan bersama atau sosial ialah anugerah alam, seperti air, rumput dan api, yang secara khusus disebut dalam hadist Rasulullah SAW yang berbunyi: ِ اﻟ ْﻤ ُ ﺴ ْ ﻠ ِﻤ ُﻮن َ ﺷ ُﺮ َ ﻛ َﺎء ُ ﻓ ِﻲ ﺛ َﻼ َ ث ٍ ﻓ ِﻲ اﻟ ْ ﻜ َﻺ َ ِ و َ اﻟ ْﻤ َ ﺎء ِ و َ اﻟﻨ ﱠﺎر Artinya: “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang rumput dan api." (HR Abu Daud No. 3016)24. Dalam hadits tersebut menjelaskan salah satu dari alasan dari keharusan pemilikan kolektif terhadap obyek-obyek alam itu adalah semua itu diberikan Allah secara gratis/ secara Cuma-Cuma tanpa harus mengeluarkan
22
A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah.Penerjemah H. Anshari Thayib (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997), h. 142.
jilid 7, h. 477
23
1 lihat al-Fiqhu al-‘Am, M. Muhammad Zarqa, jilid 1, h. 258.
24
Hadits ini dishahihkan Syaikh Al Bani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud
22
biaya melainkan hanya membutuhkan tenaga untuk memperoleh kepemilikan tersebut yang kemudian digunakan untuk kepentingan umum.25 Jika ada perorangan secara individual menguasainya dan memilikinya secara pribadi, hal itu bisa mengakibatkan kesulitan dan kesusahan bagi masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah, air, rumput dan sumber api hanyalah sebuah misal saja. Banyak objek lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengannya. Ia menganjurkan seluruh barang mineral yang dihasilkan oleh tanah bebas (tanah Negara) menjadi milik kolektif, seperti nafta, emas, perak, garam, minyak, gas dan sebagainya.26
2. Dasar Hukum Kepemilikan Umum Dalam Islam telah ditetapkan hukum kepemilikan umum berdasarkan hadits-hadits shahih. Rasulullah menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana sifat kebutuhan umum tersebut. Dengan sabdanya: ِ اﻟ ْﻤ ُ ﺴ ْ ﻠ ِﻤ ُﻮن َ ﺷ ُﺮ َ ﻛ َﺎء ُ ﻓ ِﻲ ﺛ َﻼ َ ث ٍ ﻓ ِﻲ اﻟ ْ ﻜ َﻺ َ ِ و َ اﻟ ْﻤ َ ﺎء ِ و َ اﻟﻨ ﱠﺎر Artinya: “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang rumput dan api." (HR Abu Daud No. 3016)27.
jilid 7, h.477
25
Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, h. 143
26
Ibid., h. 144
27
Hadits ini dishahihkan Syaikh Al Bani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud
23
Dalam riwayat yang lain yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu majah dari Ibnu Abbas ra. Terdapat tambahan: wa tsamanuhu haram (dan harganya haram)28, yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan. Abu Hurairah juga menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
ُ ﺛَﻼَ ثٌ ﻻَ ﳝُْ ﻨـَ ﻌ ْ ﻦ َ اﻟْﻤ َ ﺎء ُ و َ اﻟْﻜَﻸَ ُ و َ اﻟﻨﱠﺎر Artinya: “Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimanfaatkan siapapun): air, padang rumput dan api.” (HR Ibnu Majah No. 2464)29. Dalam hadist diatas menjelaskan bahwa terdapat Sumber Daya Alam yang terdapat diperut bumi. Diantaranya air, padang rumput serta api. Masingmasing sumber daya tersebut memiliki kegunaan yang bermanfaat untuk manusia. Air, dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa air yang merupakan milik umum ialah air yang belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur, maupun sungai atau danau bukan air yang dimiliki perorangan dirumahnya. 30 Adapun al-kala’ adalah padang rumput baik rumput basah maupun rumput kering (al-hashis) yang tumbuh di tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada 28
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن ﺷﺮﻛﺎء ﻓﻲ ﺛﻼث ﻓﻲ اﻟﻤﺎء واﻟﻜﻺ واﻟﻨﺎر وﺛﻤﻨﮫ ﺣﺮام dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram." (H.R. Ibnu Majah No. 2463 ) 29 Dishahihkan Syaikh Al Bani dalam Shahih Wa Dha’if Sunan Ibni Majah Jilid 5 Hal.437 Hadits no. 2473 30
Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah (Beirut: Dar alFikr, 1960), 180-184.
24
pemiliknya.31 Sedangkan yang dimaksud al-nar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu bakar, listrik.32 3. Pembagian Kepemilikan Umum Kepemilikan umum terdiri dari tiga kategori utama, yaitu: a. Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi seluruh masyarakat, yang ketiadaannya akan membuat kehidupan masyarakat tidak dapat berjalan dengan baik. Dalam kelompok ini antara lain terdapat berbagai komoditas, seperti air, dan cadangan minyak, gas, dll. Rasulullah Muhammad SAW bersabda: ِ اﻟ ْﻤ ُ ﺴ ْ ﻠ ِﻤ ُﻮن َ ﺷ ُﺮ َ ﻛ َﺎء ُ ﻓ ِﻲ ﺛ َﻼ َ ث ٍ ﻓ ِﻲ اﻟ ْ ﻜو ََﻺاﻟ َ ِْﻤ َ ﺎء ِ و َ اﻟﻨ ﱠﺎر Artinya: “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang rumput dan api." (HR Abu Daud No. 3016)33.
b. Berbagai yang secara alamiah tidak mungkin menjadi milik pribadi, seperti lautan, sungai-sungai, taman-taman umum, masjid, dan jalan-jalan umum.
31
Al-Shawkani, Nayl al-Awtar, jil. 6, 49
32
Abd al-Rahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, terj. Ibn Sholah (Bangil: alIzzah, 2001), h. 91. 33
jilid 7, h. 477
Hadits ini dishahihkan Syaikh Al Bani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud
25
c. Barang tambang yang depositnya tidak terbatas. Termasuk di dalamnya adalah berbagai sumberdaya mineral, seperti garam, magnesium, atau tembaga, yang jumlahnya sangat banyak. Kepemilikan dapat dibedakan berdasarkan subjek pemiliknya yaitu, Kepemilikan Individu, Kepemilikan Negara dan Kepemilikan Umum. Untuk mendapatkan kepemilikan tersebut terdapat cara tertentu dalam perolehannya. Kepemilikan Individu, cara perolehannya bisa dengan upaya bekerja, pewarisan, hibah, pemberian dari negara, dll. Kepemilikan Negara yg berasal dari fai’, kharaj, jizyah, dll. Kepemilikan Umum, yang perolehannya dari sumber daya alam yg telah ada di bumi Allah termasuk fasilitas umum didalamnya, seperti halnya Air, Padang Rumput, dan Api (Minyak dan Gas bumi). 34
B. Pengelolaan Kepemilikan Umum 1. Pengertian Pengelolaan Kepemilikan Umum Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu.35 Wardoyo (1980:41) memberikan definisi sebagai
34
M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, (Jakarta: Al Azhar Press, 2009), h. 143 35
Artikel ini diakses pada tanggal 26 April 2011 dari http://id.shvoong.com/writing-
and-speaking/presenting/2108155-pengertian-pengelolaan/#ixzz1KbMAxEd3
26
berikut pengelolaan adalah suatu rangkai kegiatan yang berintikan perencanaan ,pengorganisasian pengerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Harsoyo (1977:121) pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola” mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk mengali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. 36
2. Cara Pengelolaan Kepemilikan Umum Kepemilikan umum merupakan kepemilikan milik seluruh kaum muslim. Kepemilikan umum ada yang dapat langsung dimanfaatkan dan tidak dapat langsung dimanfaatkan. Bila komoditas milik umum tersebut merupakan sesuatu yang dapat
dimanfaatkan langsung
maka setiap orang boleh
menggunakannya. Contohnya air, padang rumput, jalanan umum, sungai atau lautan, dll. 37
36
Artikel ini diakses pada tanggal 26 April 2011 dari http://id.shvoong.com/writingand-speaking/presenting/2108155-pengertian-pengelolaan/#ixzz1KbNiOeOk 37
Al Anshari, Mengenal Sistem Islam:dari A sampai Z, Penerjemah Abu Faiz, h. 149
27
Adapun kepemilikan umum yang tidak dapat langsung dimanfaatkan, sulit,
dan
membutuhkan
proses,
maka
menjadi
tugas
Negara
untuk
mengekploitasi dan mengumpulkan pendapatannya ke Baitul Mal. Kemudian khalifah bertugas memanfaatkan hasilnya untuk kemaslahatan seluruh kaum muslim. Khalifah dapat mendistribusikan komoditas milik umum itu atau membelanjakan pendapatannya dalam berbagai cara,38 antara lain: a. Digunakan untuk menjalankan dan mengelola tambang-tambang milik umum, bangunan-bangunannya, maupun untuk menggaji para pegawai, konsultan, dan para pakar yang mengelola fasilitas milik umum itu, serta untuk membeli mesin-mesin dan perlengkapan pabrik lainnya. b. Dibagikan langsung kepada seluruh kaum muslim dan masyarakat lainnya, karena merekalah pemilik komoditas tersebut. Khalifah dapat membagikan secara langsung kepada masyarakat sejumlah komoditas, seperti air, gas minyak, atau listrik secara gratis; Khalifah juga dapat membagikannya dalam bentuk uang, hasil pendapatan milik umum tersebut sesuai dengan kondisi kaum Muslim, demi kebaikan dan kemaslahatan mereka. c. Khalifah juga dapat menggunakan sebagian pendapatan harta milik umum untuk kepentingan jihad, maupun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan jihad, seperti membangun pabrik senjata, menyiapkan tentara
38
Ibid., h. 149
28
yang kuat, serta berbagai pengeluaran lain yang wajib diberikan Negara kepada seluruh masyarakat.
3. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kepemilikan Umum Pada umumnya Islam menentang penggunaan energi untuk masalah yang tak dapat dikaji dengan seksama atau, kalaupun dapat, tidak bermanfaat bagi manusia. Nabi Muhammad SAW mengganggap sia-sia pengetahuan yang kalau didapat
tak
ada
manfaatnya,
dan
kalau
tak
memilikinya
tak
ada
mudharatnya.39Oleh karena itu, untuk mencapai kemashlahatan dari penggunaan sumber energi diharuskan memperhatikan beberapa prinsip yang memang Islam mengatur didalamnya, diantaranya: 40 Pertama, prinsip musyawarah, yang dari sudut pandang Islam, prinsip musyawarah merupakan sebuah prinsip yang diakui dalam masalah sosial. Dalam kasus-kasus yang belum ada ketentuan Islamnya, kaum Muslim dapat memutuskan melalui musyawarah dan pemikiran bersama. Kedua, prinsip mendahulukan kepentingan masyarakat. Kalau terjadi pertentangan antara hak masyarakat dan hak individu, maka hak masyarakat atau hak publik harus didahulukan ketimbang hak pribadi atau individu. Namun, masalah ini harus diselesaikan melalui pengadilan Islam. Di antara kaidah syar’iyah yang amat penting disini, yang juga menjadi batasan aplikasi pendapat 39
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta diterjemahkan dari Man and Universe, Penerjemah : Ilyas Hasan (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2002 ), h. 47. 40
Ibid., h. 194
29
pemimpin ialah yang berbunyi, “Kebijaksanaan pemimpin yang menyangkut rakyat harus mengikuti prinsip kemaslahatan”. Ini merupakan kaidah yang sudah disepakati para imam. 41 Al-Allamah Al-hafizh As-Suyuthy mengatakan didalam kitab Asybah wan-Nazha’ir, yang membicarakan masalah fiqih Syafi’y. “Kaidah kelima mengatakan,
ﺗﺼﺮف اﻹﻣﺎم ﻣﻨﻮط ﲟﺼﻠﺤﺔ راﻋﻴﺘﻪ “Tindakan
seorang
penguasa
senantiasa
untuk
kepentingan
rakyatnya”.42
Kebijaksanaan pemimpin yang menyangkut rakyat harus mengikuti prinsip kemaslahatan’. Kaidah ini dinyatakan Asy-Syafi’y, dan dia berkata, “Kedudukan pemimpin dengan rakyat seperti kedudukan wali dengan anak yatim.”43 Kemudian di pertegas oleh Su’ad Ibrahim Shalih, mabâdi’u al-Nizhômi al-Iqtishôdî al-Islamî wa ba’dhu thathbiqôtihi mengatakan bahwa “masingmasing dari jenis kepemilikan tersebut tidaklah bersifat mutlak, tetapi terkait
41
Yusuf Al-Qardhawy, Pedoman Bernegara dalam Persfektif Islam, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1999, h. 108. 42
Nasrun Haroen, Figh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 13
43
Ibid., h. 108
30
dengan penciptaan kemashlahatan umum dan usaha untuk menghalangi terjadinya kemudharatan”. 44 Dalam hal tersebut tergambar bahwa, betapa pentingnya rakyat dalam hal pemenuhan kebutuhan. Negara harus memprioritaskan terlebih dahulu orangorang yang membutuhkan. Seperti yang dicontohkan Umar bin Khaththab Radhiayallahu Anhu selalu memberikan hak terhadap orang-orang yang membutuhkan dan memprioritaskan pembagian bagi mereka jika ada harta rampasan yang datang. 45 Ketiga, prinsip meniadakan kerugian. Hukum Islam, meskipun sifatnya umum dan mutlak, hanya bisa diberlakukan kalau tak menimbulkan kerugian yang tidak pada tempatnya. Aturan ini sifatnya universal dan merupakan semacam hak veto terhadap setiap hukum. Keempat, prinsip melarang eksploitasi. Islam mengecam setiap penzholiman. Bila ada unsur penzholiman didalamnya maka dapat merusak tantanan didalamnya. contohnya, dalam menggunakan tenaga orang lain untuk kepentingannya sendiri dan untuk tujuan yang tidak adil, membuang limbah tidak pada tempatnya, bahkan cenderung merugikan orang lain akibat dampaknya seperti yang terjadi free port.
44
Abbas, Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam: Suatu tinjauan dari Persfektif Tujuan, Falsafah, Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-Nilai Instrumental, h. 36 45
Al-Qardhawy, Pedoman Bernegara Dalam Persfektif Islam, h. 125
31
Eksploitasi termasuk kedalam kategori masalah lingkungan yang dihadapi oleh manusia. Penyebab terpenting eksploitasi sumber daya alam yang ada adalah disebabkan oleh perilaku buruk manusia dalam mempergunakan apa yang Allah berikan. Salah satunya sifat berlebih-lebihan dalam memanfaatkannya yang sering menyebabkan kerusakan (fasad) yang dapat menghilangkan keseimbangan
antara
unsur-unsur
lingkungan
dan
terjadilah
kerusakan
ekosistem.46 Usaha yang dilakukan Umar Radhiyallahu Anhu dalam melindungi lingkungan dan memerangi penyalahgunaannya adalah dengan hal-hal sebagai berikut:47 1. Peringatan-peringatan dasar, peringatan yang dilakukan tidak terlalu memberatkan menyulitkan, dikarenakan pada saat itu sederhananya kehidupan pada saat itu, juga karena tingginya ketaatan pada ajaran Islam dalam setiap sisi kehidupan. 2. Keseimbangan antara tujuan pertumbuhan ekonomi dan tujuan menjaga lingkungan, kebanyakan investor mengeksploitasi sumber daya lingkungan yang dibutuhkan dalam investasi. Kerusakan lingkungan dapat bisa menghambat investasi ekonomi, yaitu dengan rusaknya sumber-sumber ekonomi, menyebabkan tingkat kualitas menurun dan beban produksi naik. Yang lebih bahayanya 46
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar Bin Khatab, Penerjemah: H. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Lc (Jakarta: Khalifa, 2006), h. 703-704 47
Ibid., h. 707
32
lagi adalah
akibatnya terhadap kesehatan manusia yang
merupakan tujuan dan saran investasi ekonomi, serta akibat-akibat lain yang merusak kehidupan ekonomi bahkan semua kehidupan dan makhluk hidup.48 3. Menjaga sumber daya alam, Umar Radhiyallahu Anhu tidak pernah
membolehkan
eksploitasi apapun terhadap
sumber
dayaalam dan menganggap sumber daya alam sebagai milik generasi yang akan datang dari umat Islam. Oleh karena itu, strateginya dalam menjaga dan mengembangkan kekayaan alam adalah dengan melindungi hak-hak generasi tersebut. Misalnya beliau menolak untuk membagi tanah kepada orang-orang yang ikut dalam penaklukan untuk menjaga hak-hak generasi yang akan datang.
Diantaranya
yang
menunjukkan
perhatian
Umar
Radhiyallahu Anhu terhadap sumber daya alam, disebutkan bahwa Umar tidak memperbolehkan merusaknya walaupun sedikit, dia mengambil benih kurma dan lain sebagainya yang jatuh ke tanah dan menaruhnya di rumah orang agar bisa dimanfaatkan.49 4. Memerangi pencemaran, untuk menangani pencemaran Umar Radhiyallahu Anhu memberikan tugas kepada para pegawainya yang dikirim ke berbagai daerah. Seperti halnya di Mekkah, Umar
48
Ibid., h. 710
49
Ibid., h. 713
33
mengampanyekannya dengan berkata kepada penghuni rumah, “Bersihkanlah halaman rumah kalian!” lalu Umar bertemu dengan Abu Sufyan dan berkata kepadanya, “Wahai Abu Sufyan, bersihkanlah halaman rumahmu.” 5. Menjaga keseimbangan ekosistem, untuk menjaga keseimbangan ekosistem Umar Radhiyallahu Anhu melakukan suatu cara, salah satunya beliau menanami tanamannya dengan tangannya sendiri, hal tersebut dilakukan karena betapa perhatiannya Umar terhadap lingkungan. Kelima, prinsip mengecam royal dan mubazir. Manusia dibolehkan mengatur hartanya, namun artinya tidak lebih bahwa manusia bebas untuk memanfaatkan hartanya dalam kerangka yang dibolehkan oleh Islam. Manusia tidak boleh memubazirkan hartanya, juga tidak boleh membelanjakan hartanya untuk hal-hal yang tidak perlu. Islam mengharamkan bermewah-mewahan (royal) yang digambarkan dalam Islam perbuatan penghamburan. Keenam, prinsip melarang penimbunan. Menimbun pangan dan tidak menjualnya di pasar, dengan tujuan agar dapat menjualnya dengan harga yang tinggi, diharamkan. Pemerintah Islam dibolehkan mengambil secara paksa persediaan pangan seperti itu untuk kemudian dijual dengan harga yang wajar tanpa
persetujuan
si
pemilik.
Hal
tersebut
dilakukan
sebagai
bukti
pengambilalihan penguasaan atas kezholiman yang dilakukan penimbun yang
34
tidak bertanggung jawab. Dan sebagai pengawas terhadap naiknya harga yang tidak wajar di pasar. Dari keenam prinsip tersebut di atas, Umer Capra juga mengatakan bahwa sumber-sumber daya adalah amanat, oleh karena sumber-sumber daya yang ada di tangan manusia diberikan oleh Tuhan, maka manusia sebagai khalifah bukanlah pemilik sebenarnya. Ia hanya sebagai yang diberi amanat (titipan). Meskipun pengertian amanat ini tidak berarti “ peniadaan kepemilikan privat terhadap kekayaan”, tetapi memberikan implikasi penting yang menciptakan perbedaan revolusioner dalam konsep kepemilikan sumber-sumber daya dalam Islam dan system ekonomi lainnya yang harus memegang prinsip.
50
adapun
prinsip-prinsip yang mengaturnya,antara lain: Pertama, sumber daya itu dipergunakan untuk kepentingan semua, bukan untuk segelintir orang (Al Baqarah: 29). Mereka harus dimanfaatkan secara adil bagi kesejahteraan semua orang. Kedua, setiap orang harus mencari sumber-sumber daya dengan benar dan jujur, dengan cara yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah. Ketiga, sumber daya tersebut telah diperoleh lewat cara-cara yang benar, tetapi tidak boleh dimanfaatkan kecuali persyaratan keamanatan. Keempat, tak seorang pun berhak menghancurkan atau menyianyiakan sumber-sumber daya yang sudah diberikan oleh Allah. Berbuat demikian
50
209
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi , Jakarta, Gema Insani, 2000, h.
35
disamakan oleh Al Quran dengan menyebarkan kerusakan (fasad), yang dilarang oleh Allah (al Baqarah: 205) Dalam Islam, kewajiban datang lebih dahulu, dibandingkan dengan hak. Setiap individu, masyarakat dan Negara memiliki kewajiban tertentu. Sebagai hasil dari pelaksanaan kewajiban itu, setiap orang memperoleh hak-hak tertentu. 51
51
Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah,Penerjemah : H.Anshari Thayib,, h. 135
36
BAB III UNDANG-UNDANG 22 NO. 2001 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI
A. Latar Belakang Pembentukan UU No. 22 tahun 2001 Kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional52. Berbagai macam sumber daya alam tersedia, mulai dari sumber daya alam yang dapat terbarukan sampai pada sumber daya alam yang tak terbarukan. Sumber daya alam tersebut mempunyai berbagai macam fungsi yang strategis. Begitu hal yang sama dengan sumber daya alam yang tak terbarukan seperti minyak dan gas bumi bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh Negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.53 Pembentukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 ditujukan untuk Pembangunan Nasional yang dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat. Berbagai macam cara yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut, melalui reformasi disegala bidang kehidupan yang berasaskan pada Pancasila dan Undang-Undang 52
Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 22 tahun2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2008), h. 6 53
Ibid., h. 5
36
37
Dasar1945.54 Bahwa dalam Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas bumi. 55 Untuk menyesuaikan usaha pertambangan minyak dan gas bumi tersebut,
maka
pembuatan
Undang-undang
juga
mempertimbangkan
perkembangan nasional maupun Internasional, yang kemudian dilakukan perubahan peraturan perundang-undangan tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang memiliki kelebihan dari undang-undang sebelumnya yakni dapat menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional. 56 Untuk memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan atas penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi tersebut maka dibentuklah pengaturan/pengelolaan Minyak dan Gas Bumi yang tertuang dalam kitab Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001. Hal 54
Hadi Setia Tunggal, SH. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan Mineral dan Batubara, Panas Bumi, dan Ketenagalistrikan, (Jakarta: Harvarindo, 2010), h. 37 55
Ibid., h. 37-38
56
Ibid., h. 38
38
tersebut bertujuan untuk merealisasikan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang tertulis bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam Rancangan Undang-undang Migas sebelumnya bertujuan untuk memisahkan wewenang dan tanggung jawab pemerintah dari perusahaan. Pemerintah tidak mengatur operasional perusahaan dan perusahaan tidak seharusnya melakukan pengaturan sector.57
B. Azas dan Tujuan Undang-Undang No. 22 tahun 2001 Termuatnya Undang-Undang ini berawal dari tersusunnya draf yang membahas mengenai Minyak dan Gas bumi. Hal tersebut memberi perhatian yang cukup penting bagi pemerintah untuk menyelesaikan beberapa permasalahan dari sektor energi terutama masalah Minyak dan Gas bumi. Muncul adanya Risalah rapat yang membahas mengenai Minyak dan Gas bumi yang dirapatkan oleh legislatif. Penyelenggaraan pun berlangsung sangat hangat yang berisikan dari beberapa aspirasi, tanggapan dan pandangan dari anggota dewan untuk menyempurnakan Undang-undang Minyak dan gas bumi. Terdapat beberapa tanggapan mengenai prinsip/ asas yang digunakan Undang-undang Minyak dan Gas bumi ini, diantaranya tanggapan dari fraksi Kebangkitan Bangsa yang mengatakan bahwa Undang-Undang tersebut masih 57
Penjelasan Pemerintah dalam Sidang Paripurna, Risalah Rapat Paripurna Dewan Tingkat Pandangan Umum Fraksi-fraksi atas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi, Jakarta, 2001
39
bersifat sentralistik dan belum menampung pandangan yang demokratik. Hal tersebut ditanggapi oleh pemerintah, menganggap bahwa tukar pikiran, diskusi, maupun sosialisasi merupakan bentuk dari pandangan demokratik. 58 Berbeda
halnya
dengan
fraksi
Reformasi
yang
menekankan
kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama Undang-undang. Tidak sekedar melepaskan unsur monopoli dan fungsi pengawasan oleh pertamina, tetapi juga harus memikirkan fungsi perlindungan terhadap konsumen. Lain halnya pandangan fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia yang mengkhawatirkan lepasnya monopoli dalam penguasaan migas akan menyulitkan pemerintah dalam pengendalian harga BBM dalam negeri. Dengan demikian, terbentuklah penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang termuat dalam Undang-undang Minyak dan Gas bumi ini yang berasaskan pada ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan. 59 Adapun menurut Nyoman, penyelenggaraan sumber daya alam haruslah berpegang pada keadilan, demokratis, dan berkelanjutan: 60 beberapa prinsip yang dilontarkannya; prinsip Pertama, sumber daya alam harus 58
Risalah Rapat, Jawaban Pemerintah terhadap pandangan umum DPR-RI atas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi,( Jakarta : DPR-RI ) h. 10 59
60
Pasal 2, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam :Dalam Persfektif Antropologi Hukum ( Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, Mei 2008), h. 133
40
dimanfaatkan dan dikelola untuk tujuan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Kedua, sumber daya alam harus dimanfaatkan dan dialokasikan secara adil dan demokratis di kalangan inter maupun antar generasi. Ketiga, pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan pendekatan sistem untuk mencegah terjadinya praktik-praktik pengelolaan yang bersifat parsial, ego-sektoral (tidak terpadu dalam pengelolaan sumber daya alam) , ego-daerah (tidak memberi ruang pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia, terutama hak masyarakat adat/local atas penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam), dan tidak terkoordinasi. Dari ketiga prinsip diatas I Nyoman menegaskan bahwa, maksud dari ketiga prinsip tersebut tidak lain adalah menjauhkan prinsip kebijakan pengelolaan sumber daya alam dari unsur eksploitasi (use-oriented) semata. Tetapi mengacu pada keberlanjutan fungsi sumber daya alam tersebut.
C. Penguasaan dan Pengusahaan Dalam hal penguasaan, terjadi perdebatan antara fraksi reformasi dengan pemerintah. Sebelum Undang-undang terbentuk, menurut fraksi Reformasi sebaiknya dalam Undang-undang tersebut meniadikan pengusaan sektor hulu dan hilir yang sesungguhnya pemilik modalnya berada di satu tangan. Menurut pemerintah hal tersebut tidak menjadi masalah selama perusahaannya mempunyai badan hukum yang terpisah, sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan konsolidasi biaya.
41
Terdapat kewenangan pemerintah dalam kepemilikan sumber daya alam sebelum terjadinya kesepakatan/penyerahan hak milik pada saat kontrak kerja sama berlangsung. Sebagaimana pasal 6 angka 2 a yang menyatakan bahwa “kepemiikan sumber daya alam tetap ditangan pemerintah sampai pada titik penyerahan”. Dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdapat dua sektor pengaturan yakni sektor hulu dan hilir. Sektor hulu yang mencakup penanganan ekplorasi dan eksploitasi (kontrak kerja sama). Sedangkan sektor hilir mencakup mengenai pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga (izin Usaha). Hal tersebut tercantum dalam pasal 5 angka 1 dan 2. Pasal 4 angka 1 menyatakan Minyak dan Gas bumi merupakan sumber daya strategis tak terbarukan yang merupakan kekayaan Negara dikuasai oleh Negara. Penguasaan sebagaimana pasal 4 angka 2 menjelaskan bahwa penguasaan oleh Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan. Penyelenggaraan kegiatan usaha hilir dilakukan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan (pasal 7 angka 2). Penyelenggaraan yang dimaksud sebagaimana penjelasan dalam Undang-undang ialah penyelenggaraan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan tidak berarti mengesampingkan tanggung jawab sosial pemerintah. Mengenai hal ini, fraksi reformasi memberikan pernyataan, menurutnya bahwa terdapat pertentangan dalam pasal 28 ayat 1 dengan pasal 55. Menurutnya,
42
sebagaimana yang dijelaskan pasal 8, pemerintah menjamin ketersediaan BBM diseluruh wilayah Indonesia. Dalam tataran operasional, ketentuan tersebut dilakukan melalui penyediaan dan pelayanan yang dilakukan pelaku usaha secara kompetitif melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar dan sehat, sehingga akan tercapai harga yang ekonomis dan relatif murah. Yang menjadi permasalahan bagi fraksi reformasi yakni, dimana persaingan usaha tidak dapat berlangsung dengan baik. Namun dalam hal tersebut, tidak terdapat pertentangan pengaturan dari kedua pasal tersebut seperti yang dikemukakan oleh fraksi reformasi. Terbentuklah
ketentuan
dimana
pemerintah
wajib
menjamin
ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai mana Pasal 8 angka 2. Pada kegiatan usaha hulu dan hilir sebagaimana yang dimaksud pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh beberapa badan usaha, diantaranya Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Usaha kecil dan Badan Usaha Swasta/ Asing. Dalam melaksanakan kegiatan usaha hulu hanya dapat dilaksanakan oleh BUT (Badan Usaha Tetap) dan BU (Badan Usaha). Terdapat pembatasan dalam sektor tersebut. Yakni badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir, begitupun sebaliknya badan usaha yang
43
melakukan kegiatan usaha hilir tidak dapat melakukan kegiatan usaha hulu (Pasal 10 angka 1 dan 2) Penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang tercermin dalam Undang-undang masih bercorak sentralistik dengan mengacu pada manajemen yang berpusat pada Negara/pemerintah61
D. Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Kegiatan usaha hulu merupakan kegiatan yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. Sedangkan kegiatan hilir merupakan kegiatan usaha yang berintikan pada kegiatan usaha pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga. Maksud kegiatan usaha eksplorasi yakni kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah kerja yang ditentukan. Dan Eksploitasi, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri dari pengeboran dan penyelesaian sumur, pengangkutan, penyimpanan, dan pengelolaan Migas. 62 Kegiatan usaha hulu mencakup kegiatan eksploratif dan eksploitasi, dimana kegiatan tersebut dilaksanakan oleh badan usaha atau badan usaha tetap berdasarkan kontrak kerjasama dengan badan pelaksana.
61 62
Ibid., h. 132 Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
44
Kontrak kerjasama yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam pasal 11 angka 3. Berdasarkan kontrak kerjasama tersebut terdapat ketentuan adanya perpindahan kepemilikan hasil produksi atas minyak dan gas bumi, kewajiban pemasokan minyak dan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri, jangka waktu kontrak, dll. Berdasarkan ketentuan jangka waktu yang tersedia untuk kontrak kerjasama, telah ditetapkan pelaksanaanya yaitu paling lama 30 tahun berdasarkan pasal 14 angka 1. Kemudian kontrak kerjasama dapat diperpanjang jangka waktunya paling lama 20 tahun. Jangka waktu tersebut terdiri dari jangka waktu eksploitasi dan eksplorasi. Dalam kegiatan eksploitasi dan eksploitasi, badan usaha atau badan usaha tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (pasal 22 angka 1). Hal tersebut memunculkan ketidaksetujuan Mahkamah Konstitusi dalam hal penetapan/kebijakan pasal tersebut. Karena itu, menurut Mahkamah Konstitusi pasal tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.63 MK menegaskan bahwa dalam pasal tersebut dan beberapa pasal lainnya seperti pasal 11 ayat 2, pasal 28 ayat 2 dan 3 dihapus. MK menyatakan bahwa pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Hal tersebut tercantum didalam Keputusan MK Nomor 20/PPU-V/2007 Mahkamah Konstitusi Republik
63
Putusan Nomor 20/PPU-V/2007 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
45
Indonesia. Sehingga hal tersebut tidak berlaku jika kesepakatan kontrak yang dilakukan BU dan BUT mengandung pasal tersebut. Adapun kegiatan hilir, kegiatan usahanya dilaksanakan oleh badan usaha, berbeda dengan kegiatan hilir yang dilakukan oleh badan usaha dan bisa juga dilaksanakan oleh badan usaha tetap. Kegiatan tersebut pastinya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemerintah. Izin usaha yang diperlukan dalam hal tersebut diantaranya mengenai izin usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga. Jangka waktu izin usaha dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hasil olahan dari minyak dan gas bumi yang berbentuk bahan bakar siap pakai yang dipasarkan di dalam Negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan mendapatkan mutu dan standar yang telah ditetapkan (pasal 28 angka 1). Sebagaimana dalam penjelasan pasal tersebut penetapan standard dan mutu tersebut ditujukan untuk melindungi konsumen, kesehatan masyarakat dan lingkungan. Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Hal tersebut mendapat tanggapan dari fraksi Persatuan Pembangunan yang mengkhawatirkan kestabilan mengenai harga BBM.
46
E. Penerimaan Negara Penerimaan Negara berupa pajak dan non pajak. Penerimaan pajak sebagaimana yang dimaksud pasal 31 ayat 2 terdiri atas: pajak-pajak, bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai; pajak daerah dan retribusi daerah. Selain itu pungutan Negara yang berupa iuran tetap dan iuran eksploirasi dan eksploitasi beserta bonus-bonus lainnya (pasal 31 angka 3b dan c). Sebagaimana yang dimaksud Penerimaan Negara bukan pajak yang tercantum dalam pasal 31 angka 3b dan c merupakan penerimaan yang diperuntukkan untuk pemerintah pusat dan daerah. Dalam hal penerimaan negara, terdapat beberapa perdebatan/ tanggapan yang sangat hangat dari beberapa fraksi. Diantaranya pendapat yang dilontarkan
fraksi
Persatuan
Pembangunan,
yang
mengatakan
bahwa
penghapusan monopoli pertamina dan sekaligus jaminan kestabilan harga BBM dan peranan minyak dan gas bumi bagi penerimaan negara. Hal tersebut harus dihindari karena dapat mengakibatkan ketidakefisiennya perekonomian Indonesia terjadi. Sama halnya dengan komentar yang diberikan oleh fraksi Bulan Bintang, ia mengkhawatirkan akan terjadinya persaingan yang tidak sehat sebagai akibat dari dihapusnya monopoli pertamina. Kemudian pemerintah memberi tanggapan bahwa pemerintah juga menyadari bahwa hal tersebut dapat membahayakan perekonomian Indonesia.64
64
Risalah Rapat, Jawaban Pemerintah terhadap pandangan umum DPR-RI atas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi,,( Jakarta : DPR-RI ), h. 8
47
F. Pembinaan dan Pengawasan Pengawasan
sangat
penting.
Maraknya
kasus
penggelapan,
penyunatan, kebocoran dan korupsi, antara lain disebabkan oleh kurangnya pengawasan. Terbentuklah Menko yaitu Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara. Upaya tersebut merupakan salah satu usaha agar setiap orang mengendalikan diri dari perbuatan yang merugikan Negara. 65 Tanggung jawab kegiatan pengawasan terhadap Minyak dan Gas bumi merupakan tanggung jawab yang sudah diwenangkan kepada departemen yang terkait dengan minyak dan gas bumi. Baik dalam hal pengawasan konservasi sumber daya dan cadangan minyak, pengelolaan data minyak dan gas bumi, alokasi dan distribusi bahan bakar minyak dan bahan baku sampai pada penggunaaan tenaga kerja asing. Dalam hal pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh badan Pelaksana sedangkan pada pelaksanaan Usaha Hilir dilaksanakan oleh Badan pengatur. Hal tersebut dilakukan demi tercapainya maksud dan tujuan dari ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan pemerintah yakni demi melindungi kebutuhan masyarakat konsumen dari tindakan monopoli, sebagaimana dalam penjelasan pasal 46 ayat 1 yang berbunyi: “ketentuan ini dimaksud untuk melindungi kepentingan masyarakat konsumen terhadap kelangsungan bahan bakar di seluruh wilayah Indonesia, 65
Ali Zawawi dan Saifullah Ma’shum, Penjelasan Al-Quran tentang Krisis Sosial Ekonomi dan Politik, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 22
48
pengawasan terhadap pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan untuk optimasi dan mencegah terjadinya monopoli fasilitas pipa transmisi, distribusi dan penyimpanan oleh Badan Usaha tertentu.” Dalam penjelasan undang-undang tersebut terdapat perlindungan hukum terhadap masyarakat konsumen yang bertujuan menjauhkan
praktik
monopoli dan penguasaan secara sepihak pada aset Negara. Tidak terdapat penjelasan secara tegas mengenai ‘masyarakat konsumen’ dalam penjelasan Undang-undang Migas tersebut. Namun dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud masyarakat konsumen itu ialah para investor yang bekerja sama dalam kegiatan usaha hulu dan hilir migas.
G. Badan Pelaksana dan Badan Pengatur Terdapat beberapa pandangan sebelum terbentuknya Undang-undang Minyak dan Gas bumi No.22 tahun 2001 yang berkaitan dengan pembahasan Badan Pelaksana. Pandangan tersebut terdiri dari beberapa fraksi, diantaranya fraksi Kebangkitan Bangsa yang berpandangan bahwa sebaiknya Badan Pelaksana Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi ditangani oleh sebuah BUMN atau Badan lain, dan pemerintah memberikan pendapat yang berbeda, yakni pengawasan. Pelaksaan pengawasan terhadap badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha hulu dilakukan oleh Badan Pelaksana sebagaimana fungsinya yang telah ditetapkan dalam pasal 44 angka 2 yang menyatakan bahwa:
49
“fungsi Badan Pelaksana sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 melakukan pengawasan terhadap kegiatan Usaha
Hulu agar pengambilan
sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi begara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Selain melakukan fungsinya, Badan Pelaksana mempunyai tugas yang sangat penting yang salah satunya ialah “menunjuk penjual Minyak dan Gas Bumi bagian Negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi Negara”(pasal 44 angka 3 g). Sehingga dalam pasal tersebut Badan Pelaksana memiliki wewenang dalam hal penunjukan siapa penjual yang dapat memberikan profit yang besar dalam kegiatan hulu tersebut.
50
BAB IV ANALISIS UU NO. 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DITINJAU DARI KONSEP PENGELOLAAN KEPEMILIKAN UMUM DALAM ISLAM
A. Filsafat Azas dan Tujuan Dalam Undang-undang No. 22 tahun 2001 sudah jelas dikatakan bahwa, Azas yang digunakan didalam Undang-undang tersebut menggunakan Pancasila sebagai dasar hukum yang melahirkan Azas ekonomi kerakyatan, keterpaduan, keadilan, pemerataan dan kemakmuran. Sedangkan Konsep pengelolaan kepemilikan umum bersumber berdasarkan pada Al Qur’an dan hadits-hadits shahih, yang bersumber pasti dari sang pencipta Allah SWT, tanpa ada kesalahan dalam pengaturan-Nya. Pemahaman tentang sumber daya alam dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 memfokuskan pengelolaan mengenai pengaturan atas kebijakan minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan. Di dalam Islam, barang-barang yang masuk dalam kategori kepemilikan umum hanya boleh dikelola oleh negara dan tidak boleh dimiliki oleh individu atau pihak swasta. Kategori barang milik umum diantaranya adalah berbagai jenis tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti minyak bumi, gas alam, emas, perak, timah, tembaga, dan batubara. Pemerintah sebagai pelayan
rakyat
hanya
berhak
untuk 50
mengelolanya
untuk
kemudian
51
mendistribusikannya bagi pewujudan kesejahteraan rakyat. Jadi, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan kekayaan alam yang merupakan milik umum tersebut kepada pihak multinasional/asing. Karena jika diserahkan kepada mereka maka kekayaan alam tersebut akan dikuras untuk kepentingan asing dan rakyat yang sejatinya merupakan pemilik sumber daya alam tersebut hanya tinggal menikmati sisa-sisa sumber daya alam tersebut saja. Maka tidak sesuai dengan prinsip bahwa “kerjasama akan membawa umat manusia pada tahap hubungan ekonomi yang lebih tinggi dan harmonis”.66 Dari kedua konsep tersebut menandakan bahwa terdapat kesamaan dalam tujuan yakni “Kesejahteraan” tetapi perbedaan yang paling menonjol ialah landasan dari masing-masing konsep berpegang.
B. Penguasaan dan Pengusahaan Orientasi pengelolaan sumber daya alam lebih berpihak pada pemodalpemodal besar (capital oriented) dengan bukti setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak memberi keberpihakannya pada rakyat. Pada faktanya, dalam beberapa pasal, pemerintah memberikan peluang besar kepada investor asing untuk menguasai dan memberikan imbalan yang kecil terhadap Indonesia sendiri dengan membuat ketentuan dalam Undang-undang pasal 22 yang berbunyi Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak dari
66
Peter Kropotkin, Gotong Royong Kunci Kesejahteraan Sosial,( Depok: Piramedia, Desember 2006), h. 132
52
pendapatannya sebesar 25% untuk pemilik sah sumber daya alam. Berbeda dalam Islam yang memberikan peluang kerja sama tanpa merugikan salah satu pihak, dan tidak memberi peluang dalam eksploitasi sumber daya
alamnya sendiri
kepada pihak luar. Hal tersebut melakukan pelanggaran terhadap prinsip Islam diatas. Keadilan hanya sebagai slogan, Amin Rais dalam bukunya “Membangun Politik Adiluhung: Membumikan Tauhid Sosial, Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar” terdapat 4 persen warga Negara yang menikmati 70 persen kekayaan Negara, sementara 96 persen warga Negara lainnya termasuk Pegawai Negeri, pengusaha kelas menengah menikmati sedikit sisanya. Sementara hukum kita masih berpihak kepada kaum kaya, kuat dan berkuasa. Hukum tak dapat ditegakkan bagi kaum miskin yang lemah dan tidak berkuasa. 67 Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ﻓَﻠِﻠَﻰﻠﱠﻪِر َو َ ﻟ ِ ﻠﺮﱠﺳ ُ ﻮلِ و َ ﻟ ِﺬِي اﻟْﻘُﺮ ْ ﰉ َ و َ اﻟْﻴ َ ﺘَﺎﻣ َ ﻰ ََى ﻋ ُ َﻓَﺎءاﻟَْﻘُﺮاﻟﻠﱠﻪ ِﻮﻟ ِ ﻪِ ﻣِ ﻦ ْ ﻣ أََﻫﺎْ أﻞ ﻲ ْ ﻻَو َ ﻳاﻟَْﻤﻜَ ﺴ ُﺎﻛِﲔِ ﺑـ َﲔ ْ َ اﻷ ْ َﻏْﻨِ ﻴ َ ﺎء ِ ﻣِ ﻨْ ﻜُﻢ ْ و َ ﻣ َ ﺎ ء َ اﺗَﺎﻛُﻢ ُ اﻟﺮﱠﺳ ُ ﻮل ًُﻮنَ َ دُوﻟَﺔ ِاﻟﻠﱠﻪﻮاَ وإِ َنﱠاﺗـﱠاﻟﻠﱠﻪ َ ﺷَ ﺪِ ﻳﺪُ اﻟْﻌِﻘَ ﺎب ُ ُ و َ ﻣ َ ﺎ ﻧـَﻬ َ ﺎﻛُﻢ ْ ﻋَ ﻨْﻪ ُ ﻓَﺎﻧﻘُـْ ﺘﻮاـَ ﻬ Artinya: “Apa saja harta rampasan (fay’) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan 67
M. Amien Rais, Membangun Politik Adiluhung; Membumikan Tauhid Sosial, Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), h. 210-211
53
orang-orang yang dalam perjalanan; supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang Dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS al-Hasyr [59] 7) Penggalan ayat 7 surat al –Hasyr diatas berbicara tentang pembagian harta benda yang berkaitan dengan distribusi (pemerataan), dimana terdapat pemerataan dalam pembagian harta, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah ketika membagikan harta rampasan fai kepada kaum muhajirin yang dianggap lebih memerlukan dibandingkan dengan kaum anshar yang dinilai lebih baik kondisi ekonominya. Dari tafsir (at tafsir al Kabir, karangan ar-Razi, jilid 29, hlm. 286) dan Implementasi ayat tersebut oleh Rasulullah dilapangan, dapat dipetik beberapa pengertian. Pertama, untuk menciptakan kesejahteraan umum yang merata dan mampu bertahan dalam jangka panjang, serta diperlukan strategi yang memberikan perhatian yang seimbang antara pertumbuhan dan pemerataan. Kedua, untuk melaksanakan strategi pertumbuhan seperti itu diperlukan pemerrintahan yang adil, bijaksana, dan konsisten dalam menjabarkan kebijakan dilapangan. Seperti dicontohkan Rasulullah sebagai kepala pemerintahan, distribusi fasilitas Negara tetap mengacu pada pertumbuhan bagi kelompok masyarakat
yang
lemah
(muhajirin).
Orang-orang
Anshar
yang
tidak
mendapatkan fasilitas, pada mulanya, memang agak tercengang dengan kebijakan
54
Rasul tersebut. Akan tetapi, lalu mereka menerimanya dengan hati yang lapang, karena satu pertimbangan, yaitu menghilangkan kesenjangan. 68 Dalam tafsir Al-Ahkam, Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai, menjelaskan bahwa makna ‘Agar (harta) tidak beredar (hanya) diantara orangorang kaya di antaramu,” artinya, supaya harta al-fa’I itu semestinya adalah untuk orang miskin. Jangan sampai jatuh ketangan orang kaya. Kepada siapa diserahkannya harta al-fa’I itu terserah kepada Rasulullah SAW. Inilah makna “Dan apa yang dibawa Rasul ambillah olehmu dan apa dilarangnya hentikanlah”. Hasan dan Suddi berkata,”harta al-fa’I yang telah diberikan Rasul kepadamu, ambillah dan yang tidak diberikannya, janganlah kamu tuntut”. Juraij berkata, “apa saja yang dibawa Rasul kepadamu yang berhubungan dengan ketaatanmu, perbuatlah, dan mana yang dilarangnya, jauhilah!”. Ayat ini ditutup dengan menerangkan, bahwa Allah sangat hebat dalam melakukan pembalsan terhadap orang yang berani melanggar aturannya. 69 Dalam sistem liberalisme-kapitalisme sesuatu itu dikatakan adil, kalau seandainya masalah ekonomi itu penyelesaianya diserahkan spenuhnya kepada mekanisme pasar. Ini artinya sebuah proses ekonomi akan dikatakan adil bilamana pemerintah tidak ikut campur tangan didalamnya dan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar yang ada.
70
Kebijakan yang terdapat dalam
68
Ali Zawawi dan Saifullah Ma’shum, Penjelasan Al-Quran tentang Krisis Sosial Ekonomi dan Politik, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 22 69
583
Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006, h.
55
undang-undang migas cenderung menyerahkan harga pada pasar persaingan bebas yang dimana mekanisme pasarlah yang dapat mempengaruhi harga. Berbeda halnya dengan sistem ekonomi sosialisme menurut pendapat K.Bertens, dalam pandangan faham sosialis, keadilan itu tidak akan terwujud kalau pemerintah tidak ikut campur mengurus dan mengatur aktivitas ekonomi yang ada. Ini dikarenakan sifat manusia itu yang memiliki sifat rakus. Oleh karena itu membiarkan system ekonomi pasar bebas itu berjalan tanpa nilai dan rambu-rambu, maka dia hanya akan melahirkan sistem ekonomi yang “tidak manusiawi karena mengeksploitasi dan memperbudak manusia”. 71 Sistem dapat dikatakan adil kalau didalam sistem itu tak ada kesedihan, penderitaan dan diskriminasi yang tak semestinya terjadi.72 Pembatasan subsidi yang terjadi merupakan tindakan diskriminatif terhadap rakyat. Kebijakan ini merugikan rakyat secara ekonomi, dimana terdapat kewajiban bagi pemerintah sebagaimana yang terdapat dalam pasal 8 ayat 2 yang menyatakan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian bahan bakar minyak dan gas yang menjadi komoditas saat ini. Minyak bumi dan gas merupakan sumber daya alam yang melimpah sehingga masuk dalam kategori barang milik publik (al milkiyyah al-ammah) yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara dan seluruh hasilnya 70
Ibid., h. 61
71
Ibid., h. 62
72
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta diterjemahkan dari Man and Universe, Penerjemah Ilyas Hasan (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2002 ), h. 106
56
dikembalikan
kepada
publik.
Dengan
demikian
ia
tidak
boleh
diserahkan/dikuasakan kepada swasta apalagi asing; “Dari Abyadh bin Hammal: beliau menghadap kepada Nabi saw dan memohon diberikan bagian dari tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil, berada di daerah Ma’rib lalu beliau memberikannya. Namun tatkala orang tersebut berpaling, seseorang yang berada di majelis beliau berkata : “Tahukah Anda bahwa yang Anda berikan adalah [seperti] air yang mengalir? Maka beliau pun membatalkannya.” (HR. Baihaqy & Tirmidzy) Rusaknya pengelolaan migas yang liberal di negeri ini berpangkal dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi pijakan pemerintah. Dalam sistem tersebut kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha dijamin oleh negara melalui undang-undang. Peran negara diminimalkan dalam kegiatan ekonomi dan hanya diposisikan sebagi regulator. Dengan demikian peluang swasta khususnya asing akan semakin besar dalam menguasai perekonomian negeri ini. Padahal Allah swt berfirman:
ًَ اﻟﻠﱠﻪ ُ ﻟِ ﻠْﻜَﺎﻓِ ﺮِﻳﻦ َ ﻋَ ﻠَﻰ اﻟْﻤ ُ ﺆْ ﻣِ ﻨِﲔَ ﺳ َ ﺒِﻴﻼ Artinya: “Dan Allah tidak memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.” (QS: AnNisa: 141)
57
Dari ayat tersebut dapat di jelaskan bahwa, orang-orang yang berimanlah yang berada diatas orang-orang kafir. Tetapi pada realitanya sebaliknya, lebih dominan orang-orang kafir yang menguasai dan berkedudukan di atas orang-orang yang beriman. Hal terebut terjadi akibat tidak terberjalannya sistem islam di bumi Allah. Sehingga peraturan yang mengatur tidak berpihak pada peraturan ilahi yang memberikan kesejahteraan untuk umat didunia.
C. Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Karakteristik perundang-undangan yang berkaitan dengan sumber daya alam, pada dasarnya berorientasi pada eksploitasi ( use oriented ) sehingga mengabaikan kepentingan konservasi dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam, karena semata-mata digunakan sebagai perangkat hukum (legal instrument) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan dan devisa Negara.73 Tindakan eksploitasi sangat merugikan dan bertentangan dalam Islam. Dalam prinsip pengelolaan pun hal tersebut dilarang untuk dilakukan karena mengandung unsur penzholiman yang nantinya dapat memberi dampak yang buruk. Dalam ayat Al Qur’an, orang-orang yang beriman dinasehati untuk melakukan hubungan bisnis yang saling menguntungkan kedua belah pihak dan tidak diperbolehkan mermpas harta orang lain dengan cara-cara yang tidak adil dan melanggar hukum. Firman-Nya berbunyi: 73
I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam :Dalam Persfektif Antropologi Hukum ( Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, Mei 2008), h. 96
58
ﻳﺎﻳﻬﺎاﻟﺫﻳﻦ اﻣﻨﻮا ﻻﺗﺄ ﻛﻠﻮااﻣﻮاﻟﻜﻢ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﺑﺎﻟﺒﺎﻃﻞ اﻻان ﺗﻜﻮن ﺗﺠﺎرة ﻋﻦ ﴾۲۹ :وﻻﺗﻘﺘﻠﻮااﻧﻔﺴﻜﻢ ۗ انّ ﷲ ﻛﺎن ﺑﻜﻢ رﺣﻴﻤﺎ ﴿اﻟﻨﺴﺎء ◌ ۗ ﻣﻨﻜﻢ ◌ ﺗﺮاض Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu”. (An Nisaa’: 29)
Ayat tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa semua transaksi yang bersifat mengeksploitasi adalah dilarang, juga transaksi yang bermaksud mengambil keuntungan berlebihan terhadap pihak lain. “jangan membunuh dirimu” adalah peringatan keras seseorang yang dengan cara curang mengambil harta orang lain, sesunggunya telah membawa dirinya sendiri kepada kehancuran. 74 Memberikan keistimewaan mengekspolitasi merupakan tindakan yang sudah melanggar prinsip-prinsip Islam. Islam melarang memberi keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasi. Adanya unsur penzholiman yang merugikan salah satu pihak dan bahkan banyak pihak. Tindakan ini tidak lain keluar dari sifat asli manusia yaitu “keserakahan”.
74
Wakaf, 2003)
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam,Jilid 4. (Yogyakarta: Dana Bhakti
59
Keserakahan itu terbukti dengan ketidakberpihaknya pemerintah terhadap rakyat, yang mendahulukan kepentingan asing, sebagaimana yang diungkap Kwik Kian Gie, dia mengatakan bahwa dia menyakini bahwa UndangUndang Migas merupakan buatan Asing khususnya pesanan dari IMF yang dengan jelas melanggar konstitusi. Menurutnya, Undang-Undang tersebut memaksa rakyat membeli minyak (bensin) dengan harga yang berlaku/ditentukan di Internasional, ideologinya mengajarkan semua barang dihargai dengan harga dunia tentu hal ini sangat memberatkan rakyat. Membeli/ membayar sama seperti layaknya membayarnya pihak asing ke pemilik minyak. Minyak yang dijual di Indonesia adalah bagian mereka (asing) yang kemudian dijual ke Indonesia. Mengapa rakyat yang memiliki minyaknya sendiri harus membayar dengan harga yang tinggi (harga Internasional).75 Dalam kegiatan hulu dan hilir, dalam undang- undang dijelaskan bahwa kegiatan tersebut memberikan peluang dan kesempatan kepada Badan Usaha swasta asing untuk melakukan kegiatan hulu dan hilir. Pada sektor hilir migas, membuka kesempatan bagi asing untuk berpartisipasi dalam bisnis yang nantinya berpengaruh pada naik atau rendahnya harga di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut diperkuat dengan LoI IMF, Januari tahun 2000 yang menyatakan bahwa “ pada sektor migas, Pemerintah berkomitmen: mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi
75
Kwik kian Gie, Maksud Dibalik Undang-undang Minyak dan Gas Bumi. Zip. Rekaman ini diakses pada tanggal 1 April 2011
60
dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional). Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000). Pada tahun 2004 harga minyak mentah dunia mulai meningkat sampai US$ 40 per barel yang mendorong pemerintah menaikkan harga BBM hingga dua kali pada tahun 2005. Kenaikkan ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya pertumbuhan kebutuhan minyak mentah dunia yang lebih tinggi dari yang diperkirakan, meningkatnya ketegangan geopolitis , bottleneck yang terjadi pada industry pengilangan (refinery) dan distribusi dibeberapa kawasan. Selanjutnya harga minyak mentah dunia pada tahun 2006
mencapai
US$63.25/barel;tahun 2007 US$97.66/barel dan Juni 2008 telah mencapai US$200/barel. Jika memang kondisinya, apa yang akan terjadi dengan perekonomian kita. 76 Dari sekian penjelesan bahwa, kebijakan yang terdapat didalam undang-undang tersebut melanggar Prinsip Meniadakan Kerugian dan prinsip eksploitasi (yang menimbulkan kerusakan), yang sangat dikecam dalam Islam yang menimbulkan kerugian dari masing-masing pihak yang melakukan kerjasama. Sedangkan yang dibolehkan dalam Islam yakni eksploitasi yang berdasarkan ketentuan syar’i, yang tidak mengakibatkan kerusakan di muka bumi.
76
H. Soeharsono Sagir, dkk. Kapita Selekta Ekonomi Indonesi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 634
61
D. Penerimaan Negara Penerimaan negara merupakan penerimaan yang diterima Negara dari setiap Aset yang dimiliki. Baik asset langsung atau tidak langsung yang berasal dari ekspor dan impor. Sama halnya dalam undang-undang tersebut yang memiliki penerimaan Negara dari pajak, bea cukai, dan lain-lain. Penerimaan dalam Islam sendiri bersumber dari beberapa jenis pungutan dan pendapatan yang dapat digunakan negara untuk menandai kegiatan operasionalnya. Dalam segala jenis pungutan, negara hanya mengenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan untuk membayar dan tidak membebani warga negara yang tidak mampu. Pungutan-pungutan itu diantaranya Jizyah, yaitu pungutan yang di wajibkan pada non-Muslim yang mampu membayar. Usyur yaitu pungutan dari hasil tanah ‘usyriyah (wilayah yang masuk ke dalam wilayah Negara Islam tanpa penakhlukan). Kharaj, pungutan dari tanah melalui penakhlukan. Sumber-sumber pendapatan lainnya dapat diperoleh dari Fa’i, Ghanimah, Khumus, Pendapatan dari harta milik umum (pendapatan dari bagian pemilikan umum, misalnya pendapatan dari minyak dan gas bumi, listrik dan sumber daya alam lainnya), pendapatan yang berasal dari shadaqah yang termasuk zakat didalamnya, Cukai yang dikenakan di perbatasan negara,
62
Pendapatan dari harta negara, Rikaz, dan Harta yang ditinggal mati pemiliknya tanpa ada ahli waris. 77 Dari pendapatan tersebut sedikit perbedaan saja yang tidak tercantum dari masing-masing lingkup. Perbedaan yang mendasarnya ialah tidak terdapatnya pendapatan dari utang dan dari produk-produk yang tidak halal. E. Pembinaan dan Pengawasan Dalam Undang-Undang Dasar Alinea ke IV dari pembukaan UndangUndang Dasar 1945 menyatakan “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dan seterusnya”. Hal tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa, pemerintah kita mempunyai tugas yang amat mulia yakni melindungi segenap bangsa sampai mengorbankan segalanya untuk rakyat, tetapi hal tersebut tidaklah demikian. Kesejahteraan masih sangat dibutuhkan dan bahkan kekurangan diberbagai belahan area Indonesia, kemudian mencerdaskan bangsa yang menjadi jargon yang sangat diandalkan Indonesia. Banyak anak-anak yang cerdas yang berasal dari Indonesia yang sebenarnya dapat diperdayakan tetapi sangat disayangkan pemerintah lebih mempercayakan kecerdasan tenaga/pemikiran asing dibandingkan keahlian yang dimiliki anak
77
Al Anshari, Mengenal Sistem Islam:dari A sampai Z, Penerjemah Abu Faiz, h. 149
63
bangsanya sendiri. Andai saja Indonesia mau mandiri tanpa terikat dengan asing, pasti Indonesia menjadi negara adidaya. Pengawasan Negara terhadap sumber daya alam sangat dibutuhkan. Pengawasan dalam hal pengalokasian sumber daya khususnya dalam hal ini minyak dan gas bumi. Pengawasan/pengalokasian yang dilakukan haruslah mengarahkan kepada sesuatu yang mengandung kemashlahatan rakyat. Hal tersebut tidak lain untuk kesejahteraan umum (rakyat). Ali Abdu al-Halîm Mahmûd mengemukakan bahwa masalah pengalokasian kepemilikan misalnya, syariat Islam “ mengarakan pengalokasian kepemilikan kepada hal-hal yang paling bermanfaat bagi dirinya, untuk agama, dunianya”78 jadi dapat dikatakan bahwa manusia dalam segala perbuatannya selalu diarahkan oleh syariat sebagai tolak ukur tidakannya yang dapat memberikan kemashlahatan didalamnya. Qutb Ibrahim Muhammad mengemukakan bahwa yang berkaitan dengan harta publik itu merupakan harta yang kepemilikannya mutlak dimiliki Allah. 79 Jika hal tersebut diimplementasikan maknanya maka harta publik itu terjaga dari berbagai penyimpangan yang meninmpanya.
78
Anwar Abbas, Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam: Suatu tinjauan dari Persfektif Tujuan, Falsafah, Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-Nilai Instrumental, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid, 2009), h. 54-55 79
Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan, dan Sistem Administrasi, diterjemahkan dari kitab al-Siyasah al-Maliyah li al-Rasul (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007) h.18
64
Oleh karena itu, menurut Qutb Ibrahim Muhammad mengatakan, pemimpin umat Islam, ketika kebenaran ini bersemayam dalam hatinya, mereka menghiasi dirinya dengan etika kesederhanaan terhadap harta publik. mereka tidak mengambil kecuali yang yang telah dialokasikan untuk mereka secara benar, tidak menukar harta publik yang bagus dengan harta-harta mereka yang lebih rendah, tidak mengutamakan kerabat, dan teman-temaan yang mencari muka
kepadanya,
tidak
mengumpulkan
kecuali
yang
baik-baik,
tidak
mencampurinya dengan riba, tidak mengotorinya dengan yang haram, serta menginvestasikannya secara utuh demi mewujudkan perlindungan terhadap rakyat.80 Saat ini rakyat sudah semakin cerdas dengan keadaan atau realita yang dialami. Mereka tau apa yang mesti mereka lakukan dan mereka tahu bahwa sesungguhnya harta publik adalah harta Allah. Maka, mereka melakukan kewajibannya dalam mengawasi praktik-praktik ekonomi oleh penguasa dan para pembantunya, serta mengingatkan mereka jika mereka menyimpang, menunjuk mereka jika tergelincir, dan mebimbingnya ke jalan petunjuk apabila tersesat dan melakukan kesalahan dalam pengaturan harta publik.
80
Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan, dan Sistem Administrasi, diterjemahkan dari kitab al-Siyasah al-Maliyah li al-Rasul (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007) h.18
65
Dengan demikian, harta publik dalam Islam adalah sakral dalam karakteristiknya, bagus dalam pengumpulannya, dan kembali kepada rakyat kemanfaatannya, karena ia adalah harta Allah yang diberikan kepada rakyat.81 Hak dan kewajiban Negara adalah hak dan kewajiban dari para individu yang, menurut kriteria yang dianggap sebagai organ Negara, yakni yang menjalankan fungsi tertentu yang ditetapkan oleh tatanan hukum. 82 Pengelolaan dalam islam berbeda konsepnya dengan pengelolaan yang ada sekarang, seperti halnya dalam konsep/peraturan yang dibuat didalamnya mengenai sumber daya alam migas yang tidak terlalu beresiko dan memberikan dampak yang buruk kepada rakyat.
2009), h.285
81
Ibid, h.19
82
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Nusa Media,
66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Kesimpulan merupakan jawaban dari perumusan masalah, berikut penulis memaparkan kesimpulan-kesimpulan yang dapat diambil mengenai Undang-undang Minyak dan Gas Bumi yang ditinjau dari Konsep Pengelolaan Kepemilikan Umum dalam Islam, yaitu : 1.
Islam, agama yang sempurna. Agama yang memiliki peraturan
yang menyeluruh dari segala aspek kehidupan. Aspek ekonomi, politik, social dan budaya. Semua aspek memiliki pengaturan dan pengelolaan tersendiri. Pengaturan dan pengelolaan yang di buat sedemikian rapi. Pada penulisan skripsi ini dijelaskan pula pengenai konsep pengelolaan dari sumber daya alam yaitu khususnya pada sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi. Dalam skripsi dijelaskan bahwasannya yang dimaksud pengelolaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. 2.
Dalam skripsi disimpulkan bahwa Pemerintah yang diamanati
sebagai pelayan rakyat memiliki tugas mengelola sumber daya alam yang ada. Tugas yang hanya untuk mengelola sumber daya alamnya saja tanpa harus menjadi
penjual
asset
kekayaan 66
rakyat.
Pengelolaan
tersebut
yakni
67
mendistribusikannya bagi pewujudan kesejahteraan rakyat. Jadi, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan kekayaan alam yang merupakan milik umum tersebut kepada pihak multinasional/asing. Karena jika diserahkan kepada mereka maka kekayaan alam tersebut akan dikuras untuk kepentingan asing dan rakyat yang sejatinya merupakan pemilik sumber daya alam tersebut hanya tinggal menikmati sisa-sisa sumber daya alam tersebut. 3.
Harta publik adalah harta Allah. Maka, mereka melakukan
kewajibannya dalam mengawasi praktik-praktik ekonomi oleh penguasa dan para pembantunya, serta mengingatkan mereka jika mereka menyimpang, menunjuk mereka jika tergelincir, dan mebimbingnya ke jalan petunjuk apabila tersesat dan melakukan kesalahan dalam pengaturan harta publik. Barang-barang yang masuk dalam kategori kepemilikan umum hanya boleh dikelola oleh negara dan tidak boleh dimiliki oleh individu atau pihak swasta. 4.
Ketidaksetujuan
Mahkamah
Konstitusi
dalam
hal
penetapan/kebijakan pasal 22 ayat 1 yakni bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.83 MK menegaskan bahwa dalam pasal tersebut dan beberapa pasal lainnya seperti pasal 11 ayat 2, pasal 28 ayat 2 dan 3 dihapus. MK menyatakan bahwa pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Hal tersebut tercantum didalam Keputusan MK Nomor 20/PPU-V/2007 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Sehingga hal tersebut tidak berlaku jika kesepakatan kontrak yang dilakukan BU dan BUT mengandung pasal tersebut.
83
Putusan Nomor 20/PPU-V/2007 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
68
5.
Asas yang digunakan Undang-undang No. 22 Tahun 2001
menggunakan asasa Pancasila yang berbeda dengan asas yang digunakan dalam konsep pengelolaan dalam islam yang berasaskan pada Al Quran dan As Sunnah yang disertai dengan Ijma, qiyas. B. Saran Dari hasil penelitian ini, penulis mempunyai beberapa saran yang diharapkan memberikan manfaat dan berguna dimasa mendatang bagi bagi pembaca. Antara lain : 1.
Bagi pemerintah, adanya perubahan dalam kebijakan yang
senantiasa cenderung dan selalu memikirkan masa depan anak bangsa, tidak memekirkan urusan pribadi dibandingkan kepentingan umum (rakyat). Dalam hal ini dikhususkan, pemerintah senantiasa dapat memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia khususnya sumber daya alam yang tak terbarukan dengan semaksimal mungkin tanpa harus melempar/ menggadai kepada pihak luar untuk mengelolanya. Manfaatkan Sumber Daya Manusia yang dimiliki. 2.
Dalam hal pengelolaan sumber daya tak dapat dipungkiri
bahwa perlu adanya campur tangan pemerintah, karena pada hakikatnya pemerintahlah sebagai motor penggerak atas pengelolaan sumber daya yang ada. 3.
Tidak seenaknya memberikan sumber daya alam yang ada
khususnya sumber daya alam yang strategis kepada asing. Dalam Islam dipertegas bahwa dibolehkan kita bekerjasama tanpa harus merugikan salah satu pihak. Maka dari itu diupayakan dalam hal terebut pemerintah memberdayakan
69
tenaga asing saja tanpa harus memberikan wewenang penuh terhadap asing dalam perolehan kepemilikan sumber daya alam tersebut. Hal tersebut melanggar prinsip yang sudah ada didalm Islam seperti halnya memberikan kerugian kepada pihak lain dalam melakukan kerjasama. 4.
Sebaiknya melakukan eksploitasi berdasarkan keperluan
rakyat. Sesuai dengan kebutuhan rakyat yang ada di Negara yang bersangkutan. Tidak mengeksploitasi tanpa memikirkan jangka
panjang dan generasi
mendatang yang nantinya menimbulkan kerusakan terhadap alam. Pada hakikatnya sumber daya alam yang ada khususnya sumber daya alam tak terbarukan seperti minyak dan gas bumi, membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh sumber daya tersebut. Maka dari itu penulis menyarankan agar pengeksploitasian yang dilakukan harus secar benar sesuai dengan tuntunan Islam. 5.
Memberantas olnum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Seperti halnya terhadap tindakan penimbunan atau Ikhtikar, tindakan tersebut sangat dilarang dalam Islam, karena memberikan dampat yang sangat buruk bagi kestabilan harga di pasar. 6.
Harta publik adalah harta Allah. Maka, mereka melakukan
kewajibannya dalam mengawasi praktik-praktik ekonomi oleh penguasa dan para pembantunya, serta mengingatkan mereka jika mereka menyimpang, menunjuk mereka jika tergelincir, dan mebimbingnya ke jalan petunjuk apabila tersesat dan melakukan kesalahan dalam pengaturan harta publik.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Anwar. Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam: Suatu tinjauan dari Persfektif Tujuan, Falsafah, Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-Nilai Instrumental. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid, 2009.
Amalia, Euis, M.ag. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari masa klasik hingga Kontemporer. Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005 M.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam,Jilid 4. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 2003.
Al Anshari, Jalal. Mengenal Sistem Islam dari A sampai Z. Penerjemah: Abu Faiz. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2006.
Al Bani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud jilid 7.
Al Bani dalam Shahih Wa Dha’if Sunan Ibni Majah Jilid 5 Hadits no. 2473.
Al-Mawardi. al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah. Beirut: Dar alFikr, 1960.
Al-Maliki, Abd al-Rahman. Politik Ekonomi Islam. terj. Ibn Sholah. Bangil: al-Izzah, 2001.
Al-Shawkani. Nayl al-Awtar. Jilid. 6.
Al Qardhawy, Dr. Yusuf. Pedoman Bernegara Dalam Persfektif Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999.
71
An Nabhani, Taqiyuddin. Sistem Ekonomi Islam. Penerjemah Redaksi Al Azhar Press. Bogor: Al-Azhar Press, 2009 H.
Chapra, DR. M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani, 2000. Syaikh Al Bani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud jilid 7, h.477
H.R. At Tirmidzi No. 1301, Ash Shahih wadh Dha’if Sunan At Tirmidzi Jilid 3. Halim, Abdul Hasan Binjai, Tafsir Al Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006, h. 583
Haroen, Nasrun. Figh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Islahi, Dr. A. A., Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Penerjemah H. Anshari Thayib. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas bumi
Kelsen, Hans. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nusa Media, 2009. Kropotkin, Peter. Gotong Royong Kunci Kesejahteraan Sosial. Depok: Piramedia, 2006.
Muhammad, Qutb Ibrahim. Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan, dan Sistem Administrasi, diterjemahkan dari kitab alSiyasah al-Maliyah li al-Rasul. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Al-Munawwir, h. 1358. Muthahhari, Murtadha. Manusia dan Alam Semesta. Diterjemahkan dari Man and Universe, Penerjemah : Ilyas Hasan. Jakarta: PT Lentera Basritama, 2002.
72
Nurjaya, Prof. Dr. I Nyoman S.H., M.H. Pengelolaan Sumber Daya Alam :Dalam Persfektif Antropologi Hukum . Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2008. Penjelasan Pemerintah dalam Sidang Paripurna: Risalah Rapat Paripurna Dewan Tingkat Pandangan Umum Fraksi-fraksi atas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: 2001.
Pengantar dalam UU Minyak Bumi dan Gas. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008.
Rais, M. Amien. Membangun Politik Adiluhung; Membumikan Tauhid Sosial, Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998.
Risalah Rapat, Jawaban Pemerintah terhadap pandangan umum DPRRI atas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: DPR-RI.
Sagir, H. Soeharsono, dkk. Kapita Selekta Ekonomi Indonesi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Subianto, Prabowo, et. al. Membangun Kembali Indonesia Raya:Haluan Baru Menuju Kemakmuran. Jakarta: Institut Garuda Nusantara, 2009.
Tunggal, Hadi Setia, SH. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan Mineral dan Batubara, Panas Bumi, dan Ketenagalistrikan. Jakarta: Harvarindo, 2010. Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 22 tahun2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Zallum, Abdul Qadim, Sistem Keuangan Negara Khilafah, Jakarta: HTI Press, 2009 M.
73
Zarqa, M. Muhammad. Al-Fiqhu al-‘Am. Jilid 1. Zawawi, Ali dan Ma’shum, Saifullah. Penjelasan Al-Quran tentang Krisis Sosial Ekonomi dan Politik. Jakarta: Gema Insani, 1999. Artikel dan Rekaman: Artikel ini diakses pada tanggal 26 April 2011 dari http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2108155-pengertianpengelolaan/#ixzz1KbMAxEd3 Artikel ini diakses pada tanggal 26 April 2011 dari http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2108155-pengertianpengelolaan/#ixzz1KbNiOeOk Arsipberita.com. Artikel ini diakses pada tanggal 26 April 2011 dari http://arsipberita.com/show/ri-importir-minyak-yang-beri-subsidi-bbm210064.html Buletin Dakwah Al Islam, Indonesia Masih Dijajah!, edisi 560 Tahun XVII 08 Rajab 1432 H-10 Juni 2011. Muttaqin, Hidayatullah, “Negeri Kaya Tambang, miskin Batubara” , artikel diakses pada 11 November 2010 dari http://muttaqin [at] jurnalekonomi.org/2010/10/Negeri Kaya Tambang-miskin batubara.html.
Kwik kian Gie, Maksud Dibalik Undang-undang Minyak dan Gas Bumi. Zip. Rekaman ini diakses pada tanggal 1 April 2011 Yusanto, Ismail, “Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam perspektif Islam”, artikel diakses pada 27 Januari dari file:///F:/sejarah%20pengelolahan/Pengelolaan_Sumber_Daya_Alam_Dalam_ Perspektif_Islam.htm