PEMBAHASAN UMUM Pembahasan Proses utama pembentukan tanah Podsolik (Ultisol) adalah podsolisasi yang terdiri dari empat sub proses utama yaitu: (1) pelapukan dan pelarutan garam-garam, (2) eluviasi yang terdiri dari argeluviasi dan keluviasi atau deferitisasi (3) iluviasi yang terdiri dari argiluviasi dan kiluviasi atau feritisasi dan (4) pengendapan bahan organik. Dengan kata lain podsolisasi adalah proses translokasi Al, Fe dan bahan organik serta terbentuknya horizon iluviasi di bagian bawahnya. Kecuali sub proses pertama bila salah satu dari sub proses tidak berlangsung maka akan terbentuk tanah Podsolik. Proses pedogenesis yang terjadi di lokasi penelitian meliputi translokasi Fe dan Al, liksiviasi dan podsolisasi (Dai, 1983; Supriyanto, 1985). Kandungan Al dapat ditukar dan Fe-bebas meningkat dengan kedalaman tanah. Mobilitas kedua unsur tersebut dipengaruhi oleh bahan organik dengan membentuk komplek senyawa organik dengan kation Al dan Fe. Menurut de Coninck (1978) perbedaan mobilitas Al dan Fe terutama berhubungan dengan asam fulvat. Proses pencucian Al dan Fe tersebut adalah proses podsolisasi. Liksiviasi merupakan proses migrasi liat secara utuh di dalam tanah. Proses liksiviasi yang terjadi di Ultisol Jasinga ditunjukkan dengan endapan fraksi liat di permukaan ped dan membentuk selaput liat (Dai, 1983, Supriyanto, 1985). Diskripsi profil tanah yang diamati menunjukkan gejala transokasi Fe dan pembentukan selaput liat. Akibat proses pembentukan tanah tersebut maka umumnya Ultisol Jasinga mempunyai kesuburan rendah, reaksi tanah masam dan mempunyai Al dan Fe tinggi (Dai, 1983). Fosfor mendapatkan perhatian lebih apabila ditambahkan kedalam tanah, karena berbagai reaksi dengan komponen tanah, yang mempengaruhi ketersediaan P. Komponen-komponen tanah seperti seskuioksida diketahui mempunyai afinitas tinggi terhadap P, sehingga sangat berpengaruh terhadap ketersediaan P yang ditambahkan kedalam tanah. Komponen-komponen tanah seperti liat silikat dan Ca juga diketahui mempengaruhi ketersediaan P dalam tanah (Tisdale et al., 1985) Gambar 19 menyajikan gambar hubungan erapan P dan Si dan konsentrasi P dan Si yang ditambahkan pada pengujian afinitas Typic Hapludult Jasinga terhadap P dan Si. Asumsi yang dipakai dalam pengujian tersebut adalah Si dan P dierap pada
91 tapak yang sama. Oleh karena itu jumlah tapak yang ditempati oleh P atau Si menunjukkan afinitas tanah terhadap unsur tersebut. Metode pengujian yang digunakan disajikan pada Lampiran 17. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada erapan P dan Si sebesar 1500 μg/g tanah, keseimbangan tercapai pada konsentrasi P sebesar 52.5 μg/ml dan Si sebesar 67.5 μg/ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa afinitas tanah terhadap P lebih tinggi dibandingkan Si, sehingga konsentrasi keseimbangan P dalam larutan tanah lebih kecil dari Si. Atas dasar konsentrasi keseimbangan tersebut diperkirakan afinitas tanah terhadap P adalah 67.5/52.5 = 1.29 kali lebih tinggi dibandingkan Si (Parfitt 1980, dalam Blair et al, 1989). Dengan demikian pada konsentrasi yang sama Si sulit menggeser P dari komplek pertukaran. Erapan P dan Si (ug/ g) 3500 3000 2500
P Si
2000 1500 1000 500 0
Konsentrasi P dan Si yang ditambahkan (ug/ml)
Gambar 19. Erapan Keseimbangan P dan Si pada Typic Hapludult Jasinga Afinitas tanah terhadap silikat diperkirakan lebih tinggi dari gambaran tersebut mengingat beberapa hal yaitu: (1) pada nilai pH tanah (4.85) sebagian besar silikat yang ditambahkan berupa melekul mengingat pKa H4SiO4 bernilai 9.71, sedangkan H3PO4 berupa ion mengingat pKa1 = 2.15, pKa2 = 7.20 dan pKa3= 12.35 (Lindsay, 1979); (2) Kation Al dapat menstabilkan polimerisasi silikat melawan desilikasi (Sommer et al., 2006). Hasil pengujian afinitas tanah terhadap P dan Si di atas menunjukkan peluang Si menggeser P dari komplek pertukaran terjadi apabila Si ditambahkan dalam jumlah yang lebih besar. Pemberian Si sebelum pemberian P akan menyebabkan
92 komplek pertukaran ditempati silikat terlebih dahulu. Pemberian Si sebagai amelioran dan mendahului perlakuan P terbukti meningkatkan P tersedia bagi tumbuhan. Penambahan Si sebagai amelioran setelah perlakuan P meningkatkan P-tersedia (Lampiran 9 dan Gambar 8). Usaha menurunkan afinitas tanah terhadap P dapat dilakukan diantaranya dengan mengubah sifat permukaannya dengan menggunakan kapur karbonat, oksida, hidroksida atau silikat. Umumnya bahan yang digunakan adalah bahan yang relatif tidak larut seperti kapur, terak baja dsb. Penggunaan bahan yang tidak larut mengaburkan pengaruh anion karbonat, hidroksi atau silikat dalam mempengaruhi ketersediaan fosfat. Bahan tersebut mengubah muatan permukaan komponen tanah melalui peningkatan pH dan penurunan PZC Peningkatan pH menyebabkan terjadinya desosiasi H+ sehingga muatan negatif meningkat. Silikat dan bahan organik merupakan bahan yang meningkatkan muatan negatif tanah apabila ditambahkan ke dalam tanah (Berthelsen, et al., 2003) Peningkatan P-tersedia berkaitan dengan penurunan energi erapan dan peningkatan muatan negatif akibat perlakuan Si dan P. Namun penurunan energi erapan dan peningkatan muatan tersebut tidak menghambat pembentukan Al-P dan Fe-P (Tabel 5). Hubungan kombinasi perlakuan Si dan P dengan Al dan Fe amorf menunjukkan bahwa variasi Al amorf ditentukan oleh perlakuan P sedangkan Feamorf dapat ditentukan oleh Si maupun P yang mana yang bereaksi terlebih dahulu (Tabel 6). Hasil-hasil di atas memberikan kriteria tentang amelioran yang baik untuk memperbaiki ketersediaan fosfat pada tanah terlapuk lanjut yaitu amelioran yang mampu meningkatkan muatan negatif dan mampu mengendalikan Al dan Fe amorf yang mempunyai afinitas tinggi terhadap P. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk P ke dalam tanah meningkatkan kelarutan Si dari tanah (Sample, Soper dan Racz, 1980). Hal tersebut menunjukkan bahwa P menggantikan Si atau penambahan pupuk P menyebabkan dekomposisi mineral liat. Reaksi pertukaran ligan sering menyebabkan terjadinya pemecahan seskuioksida yang menyebabkan meningkatnya kelarutan silikat.(Reaksi 18). Disamping itu penambahan pupuk P larut air akan menghasilkan H3PO4 yang dapat mengakibatkan kerusakan mineral liat dan menghasilkan berbagai senyawa fosfat. pH pada permukaan pupuk P yang ditambahkan ke dalam tanah dapat serendah 1.5 (Tisdale et al., (1985).
93 Silikat merupakan senyawa yang keluar dari sistem tanah dalam proses pelapukan batuan. Dalam kondisi alamiah penambahan Si ke dalam sistem tanah dapat terjadi melalui kegiatan volkanik atau melalui Si yang terbawa air yang masuk ke dalam sistem tanah tersebut (irigasi misalnya). Kehilangan Si umumnya kurang diperhatikan karena Si merupakan unsur kedua terbanyak penyusun tanah, sehingga kehilangan tersebut tidak dianggap penting walaupun akhir-akhir ini disadari bahwa kehilangan Si melalui panen tanaman jauh lebih tinggi dibandingkan unsur hara seperti N, P, K dsb. Sebagai gambaran hasil analisis kadar Si jerami padi gogo pada perlakuan Si0P0M0, Si1P2M0 dan Si2P2M0 berturut turut sebesar 3.39, 8.43 dan 3.56 % SiO2. Atas dasar tingkat produksi tertinggi pada percobaan lapang ini sebesar 1.5 ton GKP/ha dan bobot jerami sebanding 95 % bobot gabah maka akan terangkut 48.3 120.1 kg SiO2/ha melalui jerami untuk setiap panen. Sebagai bandingan sekam dan jerami padi sawah (dari Lembur Leutik, belakang Kampus IPB Darmaga) mengandung 21.23 dan 16.01 % SiO2. Dengan tingkat produksi 4.5 ton GKP/ha dan 30% GKP adalah sekam maka apabila jerami dan sekam terangkut keluar dari sawah terangkut pula sebanyak 971 kg SiO2/ha untuk sekali panen. Pengaruh perlakuan Si terhadap P tersedia terefleksi pada peningkatan kadar P daun bendera dan peningkatan produksi gabah dan jerami pada percobaan rumah kaca. Pengaruh inokulasi FMA terhadap tanaman tergantung pada kemampuan propagul dalam inokulan untuk bersaing dengan mikro organisme indigenous tanah dan kemampuan inokulan untuk infektif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan tumbuhan memanfaatkan faktor tumbuh (hara, air dan tunjangan mekanik). Gambar 20 menyajikan gambar spora berbagai FMA yang ditemukan dalam pupuk Mikofert yang meliputi Glomus, sp., Glomus etunicatum (NPI-126), Glomus manihotis (Indo-1), Acaulospora tuberculata (Indo-2),dan Gigaspora margarita. Hasil perhitungan propagul pada Mikofert untuk percobaan rumah kaca diperoleh spora rata-rata 220/100 gram ditambah dengan miselia dan akar terinfeksi. Hasil pengamatan tanah media percobaan rumah kaca, tidak ditemukan spora maupun potongan hifa pada tanah tersebut. Pada percobaan rumah kaca pengaruh inokulasi FMA pada berbagai variabel yang diamati nyata. Hasil tersebut berbeda dengan hasil percobaan lapang.
94 a
b
d
e
c
Gambar 20. Spora-spora yang menyusun Mikofer (a) Gigaspora margarita, (b) Glomus manihotis, (c) Acauluspora tuberculata, (d) Glomus etunicatum, (e) Glomus sp Hasil percobaan rumah kaca menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan Si dan inkulasi FMA berpengaruh sinergis pada variabel bobot gabah, bobot jerami maupun kadar P, N dan K daun bendera. Gambar 21 menjelaskan keterkaitan Si dan FMA dalam sinergi tersebut. Si P larut meningkat
Al menurun
FMA
Al
Al-P
P
Gambar 21. Skema Pengaruh Sinergis Kombinasi Perlakuan Si dan Inokulasi FMA Perlakuan Si meningkatkan ketersediaan P dan menurunkan Al dapat ditukar (Gambar 10b dan Lampiran 7). Penurunan Al dapat ditukar memperbaiki lingkungan
95 tumbuh tanaman dan perkembangan FMA melalui penurunan kemasaman tanah, peningkatan pasokan karbon dari inang disamping pengaruh penurunan Al secara langsung. Beberapa genus FMA memerlukan lingkungan dengan kadar Al rendah dan pH agak masam sehingga perbaikan lingkungan perakaran tanaman akan menguntungkan perkembangan FMA. Peningkatan P tersedia termasuk P dalam larutan tanah, akibat perlakuan Si menyebabkan P mudah tercuci dan menimbulkan eutrofikasi, disamping bereaksi dengan Al dan Fe yang terdapat dalam larutan tanah. FMA mampu memperluas serapan akar dan menjangkau pusat (pool) hara yang tidak terjangkau oleh rambut akar termasuk menyerap P dalam larutan tanah sehingga menurunkan kemungkinan reaksi dengan Al dan Fe dan menjamin terpenuhinya kebutuhan P tumbuhan. Namun demikian peningkatan P tersedia akan menurunkan kolonisasi akar oleh FMA.
Daftar Pustaka Beckwith, R. S. and Reeve, R. 1963. Studies on soluble silica in soils : I. The sorption of silicic acid by soils and minerals. Aust. J. Soil Res. 1 : 157-168 Berthelsen. S., et al., 2003. Improving Yield and CCS in Sugarcane Through the Application of Silicon Based Amendments. Sugar Research and Development Corporation Blair, G.J., Freney, J.R. and Park, J.K. 1989. The effect of sulfur, silicon and trace metal interactions in determining the dynamics of P in agricultural systems. In. Symposium on Phosphorus Requirements for Sustainable Agriculture in Asia and Oceania. Bolt, G.H., and Bruggenwert, M.G.M. 1978. Soil Chemistry. A. Basic Elements. Elseviers Scientific. Publishing. Company. Dai, J. 1983. Tanah Podsolik Banten dengan aspek khusus Hubungan Sifat Mineralogik dan Kimia Tanah. Thesis Magister Sains. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. de Coninck, F. 1978. Physico-Chemical Aspect of Pedogenesis. International Training Center for Post Graduate Soil Scientiest. Rijksuniversiteit Gent. Linderman, R.G. 1992. Vesicular-arbuscular mycorrhizae and soil microbial interaction. In. Mycorrhizae in Sustainable Agriculture. ASA Special Publication 54 : 45-70 Lindsay , W.L., Vlek, P. L. G. and Chien, S. H. 1989. Phosphate minerals In. J.B. Dixon and S. B. Weed (Eds) Minerals In Soil Environment. Soil Science Society of America. Madison, Wisconsin.
96 Sample, E.C., Soper, R.J., and Racz, G.J. 1980. Reaction of phosphate fertilizer in soils. In. The Role of Phosphorus in Agriculture. ASA-CSSA-SSSA. Madison. Sommer, M., Kaczorec, D., Kuzyakov, Y. and Breuer, J. 2006. Silicon pools and fluxes in soils and landscapes—a review J. Plant Nutr. Soil Sci. 169:310– 329 Supriyanto, D. 1985. Hubungan Umur Bahan Induk Tanah-Tanah Podsolik Banten dengan Penyebaran Fraksi-Fraksi Kimia Tanah dan Klasifikasinya. Laporan Masalah Khusus. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tisdale, S. L., W. L. Nelson and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th Ed. Macmillan Publishing, Co. Inc. New York.