BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Protoxin dalam tanaman padi Rojolele transgenik terbukti efektif dalam mematikan larva, menghambat pertumbuhan, dan menekan tingkat serangan hama S. incertulas. Pada pengujian tahap in vitro dan in planta terlihat adanya perbedaan keefektifan dan nilai ketahanan antar padi Rojolele transgenik. Kondisi ini disebabkan adanya perbedaan tingkat ekspresi dari transgen, sifat toksisitas dari protein yang disandi oleh transgen, dan kerentanan serangga hama target (Schuler 2000). Pada penelitian ini tingkat keefektifan dari event transgenik yang diperoleh dari ketiga vektor yang diuji yaitu fusi dua gen cry (cryIB-cryIAa), mpi::cryIB, dan cryIAb dibandingkan pada tingkat in vitro dan in planta, dan salah satu event yang telah memperoleh ijin pengujian lapangan diuji di lapangan terbatas di Pusakanegara. Tingkat ekspresi protein event yang diuji tidak dapat dibandingkan karena tidak tersedianya antibodi secara komersial untuk cryIB dan cryIAa. Ekspresi protein gen antara lain dipengaruhi posisi insersi gen (Satoto 2003) dan pada sebagian transgen dipengaruhi jumlah salinan gen (copy number) dan interaksi dengan gen-gen lain pada genom tanaman. Ditinjau dari tingkat serangan hama, pada pengujian lapangan terbatas terbukti bahwa protoxin dalam padi Rojolele transgenik galur T9-6.11-420 efektif dalam menekan serangan S. incertulas. Namun demikian, dari sisi produksi padi Rojolele transgenik galur T9-6.11-420 di lapangan hasilnya sangat rendah, yaitu hanya 1/7 jika dibandingkan dengan varietas Rojolele. Rendahnya hasil pada padi Rojolele transgenik galur T9-6.11-420 diduga disebabkan oleh 2 hal yaitu: (a) Sebagian besar energi tanaman dialokasikan untuk pertahanan. Keadaan ini sesuai dengan teori hubungan antara tingkat pertahanan dan hasil yang dikemukakan oleh Kogan (1986) bahwa jika pertahanan rendah, produktivitas mencapai maksimum dalam keadaan tidak ada hama. Tetapi ketika tanaman meningkatkan infestasi energinya pada pertahanan, mereka mencapai suatu batas atas metabolic cost (harga/biaya metabolisme) sehingga tidak terjadi reproduksi serta gen ketahanan yang ekstrim dihilangkan. (b) Proses rekayasa genetika, dalam hal ini gen cryIAb diintroduksi dengan penembakan DNA, dan jumlah
151 salinan gen mencapai 5 meskipun berada dalam satu lokus yang sama. Penurunan hasil atau yield penalty kemungkinan diakibatkan oleh variasi somaklonal akibat perlakuan kultur jaringan atau posisi insersi gen pada genom padi tersebut menekan ekspresi gen lain yang terkait reproduksi. Pengurangan hasil ini tentunya tidak dikehendaki dalam pertanaman padi sehingga di masa mendatang penampilan agronomis dalam bentuk seleksi hasil tanpa serangan hama sebaiknya dilakukan lebih dahulu di rumah kaca dan lapangan terbatas pada sejumlah besar populasi galur transgenik, sehingga bila ditemukan adanya yield penalty pada event tertentu maka event tersebut tidak digunakan. Cara lain untuk mengurangi variasi somaklonal akibat kultur jaringan ialah melalui silang balik (backcross) dengan tetuanya dan keberadaan gen ketahanan pada turunan dipertahankan dilakukan dengan seleksi dengan marka DNA berbasis gen. Dari sisi keamanan lingkungan terlihat bahwa ada indikasi tanaman padi Rojolele transgenik galur T9-6.11-420 dan galur DTcry-13 mempunyai pengaruh yaitu mengurangi lama perkembangan, mengurangi keberhasilan dalam mencapai setiap stadium perkembangan, mengurangi kemunculan imago betina, mengurangi berat imago, dan mengurangi kemampuan hidup pradewasa dan dewasa predator V. lineata. Pengaruh ini dapat disebabkan oleh pengaruh ekpresi protoxin cry protein, namun bisa juga karena perubahan komposisi nutrisi dari tanaman transgenik ini. Apabila kita tinjau bahwa adanya pengaruh terhadap predator V. lineata karena faktor pengaruh protoxin, dalam penelitian ini peluangnya kecil sekali. Hal ini disebabkan gen yang digunakan pada penelitian ini adalah gen cryIAb, fusi dua gen cry (cryIB-cryIAa), dan gen mpi::cryIB yang spesifik untuk lepidoptera, dan tidak spesifik untuk coleoptera (Coccinellidae) seperti V. lineata. Faktor utama yang menentukan kisaran inang kristal protein adalah perbedaan pH di midgut larva yang mempengaruhi proses kelarutan (solubilization) dan pengubahan kristal yang tidak aktif menjadi aktif, serta keberadaan lokasi penempelan (binding site) yang spesifik dari protoxin di dalam sistem pencernaan serangga (Lereclus et al. 1993; Bahagiawati 2005; Manyangarirwa et al. 2006). pH di midgut coleoptera (Coccinellidae) adalah 6 pada larva dan 5.5 pada imago (Walker et al. 1998), sementara pH di midgut lepidoptera adalah 8-10 (Nation
152 2002). Enzim protease di midgut coleoptera terutama adalah cysteine dan aspartic protease, sementara pada lepidoptera adalah serine protease (Evans 2002). Dengan kondisi midgut pada coleoptera (Coccinellidae) yang bersifat asam dan enzim protease yang berbeda maka protoxin tidak larut dan tidak berubah menjadi toxin aktif (Manjunath 2005). Selain itu pada coleoptera (Coccinellidae) seperti V. lineata tidak ada lokasi penempelan yang spesifik (receptor) dari protoxin tersebut. Faktor perubahan komposisi nutrisi adalah faktor yang diduga menjadi penyebab adanya pengaruh padi Rojolele transgenik terhadap V. lineata. Menurut Dutton et al. (2002) insersi gen baru ke dalam tanaman melalui rekayasa genetika dapat merubah kualitas nutrisi tanaman. Menurut O’Callaghan et al. (2005) dan Riudavets et al. (2006) menyatakan manipulasi genetika dapat menyebabkan perubahan dalam karakteristik tanaman yang ditargetkan seperti C:N rasio, kandungan lignin, kandungan nitrogen, dan kandungan karbohidrat, namun dapat juga terjadi perubahan komposisi yang tidak ditargetkan oleh karena variasi somaklonal maupun posisi insersi gen di genom tanaman. Dalam penelitian ini ada kemungkinan event tersebut mengalami perubahan komposisi nutrisi karena adanya insersi gen, meskipun insersi gen tersebut tidak ditujukan untuk merubah komposisi nutrisi. Namun demikian pada penelitian ini komposisi nutrisi ini tidak diteliti. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memperoleh informasi tersebut. Salah satu persyaratan pelepasan komersial untuk pangan transgenik adalah adanya kesetaraan komposisi nutrisi dari tanaman transgenik terhadap non transgenik dan biasanya diperlukan pengujian lebih dari satu kali. Berbeda dengan hasil pengujian di laboratorium, hasil pengujian di lapangan terbatas menunjukkan bahwa dengan metode yang digunakan pada pengujian ini belum bisa diambil kesimpulan mengenai pengaruh protoxin dalam padi Rojolele transgenik galur T9-6.11-420 terhadap serangga hama nontarget dan musuh alami. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perbedaan pengaruh antar perlakuan terhadap serangga hama nontarget dan musuh alami.
Kondisi ini
diduga disebabkan oleh rendahnya populasi serangga hama nontarget dan musuh alami pada saat penelitian dan juga oleh jarak antar plot yang terlalu dekat yaitu 0.5 m, yang artinya tidak ada isolasi antara satu plot perlakuan dengan plot
153 perlakuan lainnya. Dengan kondisi demikian maka ada kemungkinan terjadinya pertukaran populasi serangga hama nontarget maupun musuh alami dari satu plot dengan plot lainnya. Ada beberapa prinsip dasar untuk melihat perbedaan antar perlakuan yaitu jumlah populasi harus tinggi dan adanya isolasi antar plot sehingga ada kepastian bahwa populasi yang dijumpai tersebut benar-benar karena dampak perlakuan. Dugaan lain tidak adanya perbedaan pengaruh antar perlakuan terhadap serangga hama nontarget dan musuh alami adalah apakah memang serangga hama nontarget dan musuh alami tersebut tidak terpengaruh oleh protoxin Bt. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan spesifikasi kristal protein dari gen yang digunakan. Pada penelitian ini gen yang digunakan adalah gen cryIAb yang spesifik untuk lepidoptera (Pilcher et al. 1997) dan tidak spesifik untuk serangga hama nontarget dan musuh alami yang termasuk dalam ordo diptera, hemiptera, dan coleoptera. Melihat hasil penelitian seperti tersebut diatas yang belum bisa menjawab apa penyebab tidak adanya perbedaan pengaruh antar perlakuan, maka hasil penelitian ini menjadi tidak konklusif dan terlalu dini untuk mengambil kesimpulan. Dengan demikian untuk mendapatkan jawaban yang lebih pasti perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan metode yang lebih halus lagi, karena tidak adanya fakta bukan berarti fakta tersebut tidak ada. Berdasarkan hasil pengujian secara keseluruhan terlihat bahwa ada dua galur padi Rojolele transgenik yang menonjol yaitu galur T9-6.11-420 dan galur 4.2.4-21-8-16-4.
Galur
T9-6.11-420
adalah
yang
paling
efektif
untuk
mengendalikan hama S. incertulas, namun galur ini ada kekurangannya yaitu ada indikasi yield penalty dan mempengaruhi perkembangan pradewasa dan kemampuan hidup predator V. lineata di laboratorium. Untuk itu galur T9-6.11420 tidak direkomendasikan menjadi komponen PHT untuk S. incertulas. Dari sisi PHT, galur 4.2.4-21-8-16-4 adalah yang direkomendasikan. Hal ini ditunjang dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa galur 4.2.4-21-8-16-4 mempunyai keefektifan moderat ke relatif agak tinggi terhadap S. incertulas dan dari sisi keamanan lingkungan tidak terlihat adanya pengaruh yang nyata terhadap serangga nontarget (musuh alami). Namun demikian, penampilan galur 4.2.4-21-
154 8-16-4 ini di lapangan belum diketahui. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji penampilan galur 4.2.4-21-8-16-4 di lapangan. Di dalam PHT, varietas tahan yang dipilih adalah varietas yang mempunyai tingkat ketahanan yang rendah sampai moderat. Hal ini dimaksudkan agar hama dapat ditekan sampai batas ambang yang secara ekonomi tidak merugikan dan tetap menjaga keseimbangan alami. Dengan memilih varietas yang tingkat ketahanannya rendah sampai moderat berarti kita masih menyisakan hama yang merupakan inang atau mangsa bagi musuh-musuh alami. Musuh alami seperti predator dan parasitoid adalah regulator populasi hama. Kemampuan hidup musuh alami tergantung pada suplai serangga inang (hama) (O’Callaghan 2005). "
Daftar Pustaka Bahagiawati. 2005. Ulasan: dampak tanaman transgenik Bt terhadap populasi serangga pengendali hayati. J AgroBiogen 1(2):76-84. Dutton A, H. Klein, J Romeis, F Bigler. 2002. Uptake of Bt-toxin by herbivores feeding on transgenic maize and consequences for the predator Chrysoperla carnea. Ecol Entomol 27:441-447. Evans HF. 2002. Environmental impact of Bt exudates from roots of genetically modified plants [final report]. Forest Research Alice Holt Lodge Wrecclesham Farnham, Surrey GU104LH. pp 1-130. Kogan M. 1986. Plant defense strategies and host-plant resistance. In Kogan M, editor. Ecological Theory and Integrated Pest Management Practice. New York: John Wiley & Sons. pp 83-134. Lereclus D, A Delecluse, MM Lecaded. 1993. Diversity of Bacillus thuringiensis toxins and genes. Bacillus thuringiensis, an environmental biopesticides: theory and practices. John Willey and Sons. Manjunath TM. 2005. A decade of commercialized transgenic crops-analyses of their global adoption, safety and benefits. http://www.americanscientist.org/template/AssetDetail/assetid/14323?fullt ext=true [5 Mei 2008]. Manyangarirwa W, Turnbull M, McCutcheon GS, Smith JP. 2006. Gene pyramiding as a Bt resistance management strategy: How sustainable is this strategy ?. Afr. J. Biotechnol 5(10):781-785.
155 Nation JL. 2002. Digestion in: Insect Physiology and Biochemistry. United States of Amerika: CRC Press LLC. pp 27-63. O’Callaghan M, TR Glare, EPJ Burgess, LA Malone. 2005. Effects of plants genetically modified for insect resistance on nontarget organisms. Annu Rev Entomol 50:271-292. Pilcher CD, JJ Obrycki, ME Rice, LC Lewis. 1997. Preimaginal development, survival, and field abundance of insect predators on transgenic Bacillus thuringiensis corn. Environ Entomol 26(2):446-454. Riudavets J, R Gabarra, MJ Pons, J Messeguer. 2006. Effect of transgenic Bt rice on the survival of three nontarget stored product insect pests. Environ Entomol 35(5):1432-1438. Satoto. 2003. Kestabilan, pola pewarisan, dan keefektifan gen gna dan cry1Ab terhadap wereng batang coklat dan penggerek batang kuning pada padi rojolele transgenik [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Schuler TH. 2000. The impact of insect resistant GM crops on populations of natural enemies. Antenna 24:59-65. Walker AJ et al. 1998. Characterisation of the midgut digestive proteinase activity of the two-spot ladybird (Adalia bipunctata L) and its sensitivity to proteinase inhibitors. Insect Biochem Molec Biol 28(3):173-180.