PEMASARAN KACANG TANAH DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN Yanti Rina D Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
ABSTRAK Lahan lebak dangkal dan tengahan cukup potensial untuk dikembangkan sebagai areal tanaman kacang tanah pada musim kemarau. Produksi kacang tanah meningkat setiap tahun. Apabila kenaikan produksi tidak diimbangi dengan pemasaran yang tepat, maka harga yang diterima petani menjadi rendah. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi pemasaran meliputi saluran, marjin dan masalah-masalah dalam pemasaran kacang tanah yang dihasilkan di lahan lebak Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan dengan metode survei di tiga desa sentra produksi kacang tanah dari kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan pada tahun 2004. Sampel petani dipilih secara acak dan sampel pedagang dipilih secara purposive. Analisis data menggunakan imbangan biaya dan pendapatan dan penyebaran harga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan kacang tanah di tingkat petani cukup efisien. Ada tiga saluran pemasaran kacang tanah untuk mendistribusikan kacang tanah bentuk biji kering dari produsen ke konsumen akhir dengan marjin berkisar 24,39 – 27,06% dari harga yang dibayar konsumen. Masalah utama dalam pemasaran kacang tanah adalah permodalan. Kata Kunci : Pemasaran, Kacang tanah, Lahan lebak
PENDAHULUAN Penyusutan lahan-lahan subur di pulau Jawa, menyebabkan pengembangan lahan pertanian mulai diarahkan pada lahan marjinal seperti lahan lebak. Widjaja-Adhi et al (1992) melaporkan bahwa potensi lahan rawa di Indonesia diperkirakan 13,28 juta ha yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Di Kalimantan Selatan terdapat 208.893 ha yang terdiri dari 55.899 ha lebak dangkal, 106.076 ha lebak tengahan dan 46.918 ha lebak dalam. Permasalahan utama yang sering dihadapi di lahan lebak adalah penentuan waktu tanam yang tepat, surutnya ketinggian air sulit diperkirakan karena perilaku iklim yang selalu berubah Di sisi lain dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan gizi serta semakin meluasnnya penggunaan kacang tanah untuk memenuhi industri pangan, maka permintaan akan kacang tanah semakin meningkat. Produksi kacang tanah di Kalimantan selatan tahun 2000 sebesar 16.961 ton polong kering dan tahun 2004 sebesar 16.915 ton polong kering sehingga dalam periode 20002004 terjadi penurunan produksi sebesar 0,06 % (Pusat Data dan Informasi Pertanian Deptan, 2004). Peningkatan produksi tidak akan tercapai apabila tidak disertai dengan
347
perbaikan sistem pemasaran. Oleh karena itu untuk mendorong dan menambah gairah petani kearah peningkatan produksi, perlu diciptakan iklim pemasaran yang dapat merangsang petani untuk meningkatkan produksinya. Mosher (1968) menyatakan bahwa komoditas hasil pertanian diperlukan pemasaran dengan harga jual yang tinggi agar petani mampu mencukupi seluruh biaya yang telah dikeluarkan selama proses produksi dan pemasaran berlangsung. Dalam penerapan agribisnis pada komoditas kacang tanah dalam hal sub sistem produksi dan pemasaran memiliki keterkaitan satu sama lain, sehingga peningkatan fungsi kedua sistem tersebut dilakukan bersama-sama. Faktor yang sangat nyata berpengaruh dalam sistem produksi dan sistem distribusi (pengolahan dan pemasaran) tidak semata-mata faktor sosial ekonomi, tetapi juga faktor kelembagaan. (Tampubolon, 1991). Usahatani kacang tanah di lahan lebak diusahakan petani secara turun temurun. Penanaman dilakukan pada bagian guludan atau di bagian sawah pada rawa lebak dangkal. Teknologi budidaya kacang tanah masih sederhana, petani jarang melakukan pemupukan, namun demikian hasil yang dicapai masih tinggi. Kacang tanah memiliki adaptasi luas, dapat tumbuh baik di lahan kering, lahan sawah maupun lahan bukaan baru/marjinal (Adisarwanto et al., 1996). Dibandingkan kedelai, kacang tanah lebih toleran terhadap tanah masam memiliki tingkat kehilangan hasil akibat serangan hama rendah dan nilai ekonomisnya tinggi (Sudjadi et al., 1990, Sumarno dan Manwan, 1991). Perbaikan teknologi yang efisien menyebabkan turunnya biaya produksi per satuan output atau dengan biaya produksi yang tetap akan diperoleh output yang lebih besar. Perbaikan pemasaran memungkinkan kenaikan harga output yang diterima. Hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayarkan konsumen sangat tergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya. Dari sisi sistem produksi, penemuan dan penerapan teknologi produksi telah mampu meningkatkan produksi kacang tanah. Namun dari sisi distribusi dan pemasaran sering ditemui masalah rendahnya harga jual pada saat-saat tertentu terutama pada masa panen sehingga merugikan petani. Berbagai faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain : (1) petani ingin segera menjual hasil begitu selesai panen, (2) belum berfungsinya lembaga pendukung yang ada di lokasi seperti KUD, (3) kecenderungan pedagang untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dan (4) sifat dari komoditas tersebut setelah dipanen tidak tahan lama atau cepat busuk. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pemasaran kacang tanah meliputi usahatani, saluran pemasaran, besar marjin pemasaran dan prospek pasar serta masalahmasalah dalam pemasaran.
METODOLOGI Penelitian dilakukan dengan metoda survei terhadap petani dan pedagang. Penetapan lokasi berdasarkan keberadaan sentra produksi. Berdasarkan pertimbangan tersebut ditetapkan secara purposif tiga kabupaten yaitu kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST) dan Hulu Sungai Utara (HSU). Dari kabupaten terpilih ditentukan desa penelitian yaitu desa Baruh Jaya (HSS), Setiap (HST) dan Pinangkara (HSU). Sampel petani dipilih secara acak sebanyak 10 orang per desa. Sampel pedagang ditentukan secara purposive yaitu pedagang desa sebanyak 5 orang, pedagang pengumpul
348
kabupaten 6 orang dan pengecer sebanyak 15 orang Penelitian pemasaran dilakukan dengan menelusuri aliran komoditi kacang tanah mulai dari petani, pedagang pengumpul hingga konsumen. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan. Batasan mengenai masing-masing kelompok pedagang adalah sebagai berikut: 1. Pedagang pengumpul desa (PPD)/pedagang pengumpul kecamatan(PPKec) adalah pedagang yang langsung memperoleh produk dari petani contoh. 2. Pedagang pengumpul kabupaten (PPKab) adalah pedagang yang sebagian besar memperoleh produknya dari PPD/PPKec. Demikian juga untuk pedagang pengecer. Analisis data dilakukan secara deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan bagan. Analisis data yang digunakan dua cara yaitu perhitungan usahatani dan analisis penyebaran harga dari produsen ke konsumen (Farm’s retail spread) 1. Biaya produksi usahatani Pendapatan usahatani = penerimaan – biaya total 2. Analisis penyebaran harga Untuk menghitung marjin pemasaran digunakan rumus : m n M = Ci + Kj i=1 j =1 dimana : M = marjin tataniaga Ci = biaya pemasaran m = jumlah jenis pembiayaan Kj = keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga yang ikut ambil bagian dalam proses tataniaga tersebut. Dengan diketahuinya biaya rata-rata dan keuntungan, maka marjin untuk setiap jalur pemasaran dapat dihitung. Dengan demikian bagian harga yang diterima petani dari pedagang dapat ditentukan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari petani dan pedagang. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari instansi terkait. Data primer meliputi biaya produksi, produk, harga, volume penjualan, biaya pemasaran, jarak angkut, saluran pemasaran, besarnya modal dan masalahmasalah lain yang terkait dalam pemasaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN Usahatani Kacang Tanah Petani mengusahakan kacang tanah di lahan sawah lebak pada musim kemarau dengan rata-rata luas 0,71 ha di Desa Setiap, 0,68 ha di Desa Baruh Jaya dan 1,17 ha di Desa Pinangkara. Produksi rata-rata kacang tanah di Desa Setiap sebesar 1,394 ton biji kering per ha dengan kisaran 0,696 – 2,321 ton biji kering per ha, di Desa Pinangkara sebesar 1,298 ton biji kering per ha dengan kisaran 0,625 – 2,1 ton biji kering per ha dan di Desa Baruh Jaya sebesar 1,1515 ton biji kering per ha dengan kisaran 0,911 - 1,170 ton
349
biji kering per ha. Kalau melihat dari masukan yang diberikan ternyata petani Desa Pinangkara dan Baruh jaya memberikan dosis pupuk yang lebih tinggi dibanding petani Desa Setiap namun hasil yang diperoleh lebih kecil. (Tabel 1). Hal ini senada dengan hasil penelitian Koesrini et al., 2004 yang menyatakan bahwa hasil dari galur- galur kacang tanah yang sama di tanam di Desa Setiap memperoleh rataan hasil 2,55 ton polong kering per hektar, sementara ditanam di Desa Tambangan berdekatan dengan desa Baruh Jaya memberikan rata-rata hasil 1,019 ton polong kering per hektar. Hal ini disebabkan tanah di Desa Setiap lebih memenuhi syarat untuk pertumbuhan kacang tanah dibanding di Desa Tambangan. Hasil analisis tanah menunjukkan kandungan Ca di Desa Setiap 11,04 me/100 gr sementara di Desa Tambangan 4,14 me/100 gr, demikian pula dengan pH di Desa Setiap memiliki pH 5,1 sedangkan di Desa Tambangan pH 4,5 (Lampiran 1). Menurut Adisarwanto (2000) bahwa unsur Ca sangat diperlukan tanaman kacang tanah untuk pembentukan polong dan pengisian biji. Hasil wawancara dengan petani menunjukkan bahwa menurunnya produktivitas antara lain disebabkan oleh adanya serangan ulat grayak dan penyakit layu. Analisis biaya dan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Setiap Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Desa Baruh Jaya Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Desa Pinangkara Kabupaten Hulu Sungai Utara, yang menunjukkan bahwa nilai keuntungan yang diperoleh masing-masing setelah dikurangi biaya total yaitu pada petani desa Setiap sebesar Rp 5.596.315 / ha, desa Pinangkara sebesar Rp. 4.831.377 /ha dan desa Baruh Jaya Rp 3.589.897,5 /ha. Nilai keuntungan dibagi biaya total masing-masing desa berturut-turut desa Setiap sebesar 184%, Baruh Jaya 141 % dan Pinangkara 150%. Pengusahaan kacang tanah di ketiga desa ini cukup efisien, ini ditunjukkan oleh nilai R/C > 2 dan pendapatan per hok antara Rp 52.849 – Rp 61.130 (Tabel 1). Tabel 1. Analisis biaya dan pendapatan usahatani kacang tanah 1 ha di lahan lebak, 2004 No Uraian 1. 2.
3. 4. 5. 6 7.
Produksi (bj k) Biaya produksi Bibit (bk) Urea SP36 KCl Herbisida Insektisida Dan lain-lain T.kerja kel. T.kerja Upah Biaya pokok (Rp/kg) Keuntungan Keuntungan dibagi biaya (%) R/C Pendapatan per hok
Setiap Fisik Nilai (Rp) 1.394 kg 8.642.800 3.046.485 81,1 kg 624.701 1,2 ltr 49.200 79.225 41.831 48,1 hok 853.416 80,8 hok 1.398.112 2.185 5.596.315 184% 2,84 60.883
350
Baruh Jaya Fisik Nilai (Rp) 1.151,5 kg 6.137.495 2.547.597,5 90,7 kg 621.295 63,7 kg 81.854,5 26,9 kg 48.420,0 12,5 kg 24.500,0 67.402,0 34,8 hok 35.539,0 64,7 hok 583.293 1.085.294 2.213 3.589.897,5 141% 2,4 52.849
Pinangkara Fisik Nilai (Rp) 1.298 kg 8.047.600 3.216.223 97,65 kg 744.581 22,43 kg 31.402 7,48 kg 12.716 16,00 kg 40.000 2,9 ltr 120.299 1.4 11 2.265 62,3 hok 1.24 51,8 hok 7.725 895.803 2.478 4.831.377 150 % 2,5 61.130
Pemasaran Masa Ketersediaan barang dan tujuan pasar Kacang tanah dipasarkan dalam bentuk biji kering dan polong basah. Pemasaran kacang tanah meliputi wilayah Kalimantan Selatan sedangkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur masih dengan volume terbatas. Masa pemasaran kacang tanah dari lahan lebak selama 2 – 3 bulan, yaitu bulan Juli hingga September Pelaku Pemasaran Petani menjual kacang tanah dalam bentuk polong basah dan biji kering. Penjualan dalam bentuk biji kering umumnya lebih disukai petani. Pedagang pengumpul desa/kecamatan (PPD/PP Kec) berasal dari desa sentra produksi kacang tanah. Biasanya PPD/PPKec melakukan pengumpulan kerumah-rumah petani atau petani yang mengantar ke rumah PPD/PPKec. PPD merupakan perpanjangan tangan dari pedagang pengumpul kabupaten/propinsi dengan berbekal modal sendiri. Volume pembelian pedagang pengumpul desa 1- 2 ton untuk 1 kali penjualan setiap minggu. Pedagang pengumpul kabupaten membeli pasokan dari PPD dan sebagian pada petani langsung. Besarnya volume penjualan pedagang pengumpul kabupaten 1-2 ton setiap minggu. Pengecer memperoleh bahan dari pedagang pengumpul desa dan petani langsung. Volume penjualan berkisar 50-200 kg setiap minggu. Proses Pemasaran a.Pengumpulan Proses pengumpulan kacang tanah dari petani yang tersebar di sentra produksi kacang tanah dalam hal ini di desa Setiap dan Panggang Marak kabupaten HST, desa Samuda, Baruh Jaya kab. HSS dan Pinangkara kabupaten HSU. Kacang tanah tersebut dikumpulkan oleh pedagang pengumpul desa/kecamatan, dari pedagang pengumpul desa dikumpulkan oleh pedagang pengumpul kabupaten/provinsi atau pengecer hingga ke konsumen. b.Penyimpanan Penyimpanan dilakukan oleh pedagang pengumpul kabupaten atau grosir 1-2 minggu sebagai persediaan. Menurut pedagang, permintaan terhadap kacang tanah cukup tinggi terutama menjelang hari lebaran sehingga perlu persediaan yang lebih banyak. c .Transaksi Proses jual beli antara para pembeli berbeda menurut jenis pedagang. Pedagang pengumpul desa terhadap petani transaksi terjadi di rumah dan dibayar tunai. Pedagang pengumpul kabupaten dapat terjadi di desa atau melalui telpon kemudian pedagang pengumpul desa yang mengantar barang ke kabupaten yang bersangkutan dengan harga dan jumlah yang telah disepakati. Pembayaran dilakukan setelah kacang tanah laku dijual.
351
d. Pengangkutan Pengangkutan yang digunakan memiliki potensi jangkauan yang lebih jauh. tidak memberikan kendala dari segi ketersediaannya, infra struktur jalan darat maupun pengangkutan lewat sungai. Pengangkutan dapat dilakukan dengan kapal /klotok, truk dan, pick up. e. Penentuan Harga Proses pemasaran dengan beberapa tahap dipengaruhi oleh tersedianya pasokan dari petani dan permintaan konsumen. Harga kacang tanah meningkat menjelang hari lebaran dan harga akan rendah jika ada pasokan dari daerah lain misalnya dari pulau Jawa. Produksi yang dihasilkan masih belum dapat memenuhi kebutuhan pengrajin kacang asin “kacang jaruk” di kabupaten Hulu Sungai Tengah dan untuk mencukupi kekurangannya harus dipenuhi dari kabupaten lain. Harga ditentukan berdasarkan harga yang disepakati, biasanya sesuai dengan berlaku saat itu. Harga tertinggi sebesar Rp 7500 /kg biji kering pada bulan Desember dan Rp 6.200 / kg biji kering pada saat panen dan harga normal berkisar Rp 6.200-Rp 7.000 / kg biji kering. Fluktuasi harga dari masa panen hingga paceklik sebesar Rp 1300 / kg biji kering atau sebesar 21%. Saluran Pemasaran Berdasarkan hasil penelitian dari tiap lembaga dapat dihitung besarnya kacang tanah yang didistribusikan seperti pada Gambar 1 dan 2. Petani
23,5%
70,58%
III
5,9%
PPD
II
PPKabupaten
Pengecer
Konsumen
58,82% 11,76%
PPKabupaten PPPropinsi Pengecer
Pengecer
Konsumen
Konsumen
Gambar 1. Saluran pemasaran kacang tanah biji kering di Kal Sel, tahun 2004 Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa kacang tanah yang dijual petani dalam bentuk biji kering sebesar 85% dan polong basah 15%. Pemasaran dalam bentuk biji kering sebesar 70,5% melalui saluran 1 dan sebesar 23,5% melalui saluran II dan 5,9% melalui saluran III Pemasaran dalm bentuk basah polong basah sebesar 75% melalui saluran I dan 25% melalui saluran II.
352
Petani
75% I
25% II
PPD
Pengecer
Konsumen
Gambar 2. Saluran pemasaran kacang tanah polong basah di Kalsel, tahun 2004 Biaya dan Marjin Pemasaran Dah dan Hammond (1977) menggambarkan bahwa marjin pemasaran perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan harga yang diterima oleh produsen. Dalam marjin tersebut adalah keuntungan dan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Biaya pemasaran meliputi pengumpulan, pengangkutan, sortasi, bongkar muat, restribusi,akomodasi dan konsumsi. Besarnya keuntungan pedagang merupakan bagian dari marjin pemasaran. besarnya keuntungan diperoleh dengan cara mengurangi marjin tataniaga masing-masing pedagang dengan biaya ditanggungnya. Analisis biaya dan marjin pemasaran, serta farmer’s share komoditas kacang tanah menunjukkan bahwa pemasaran kacang tanah dalam bentuk polong basah memberikan farmer’s share 72% lebih rendah dibanding pemasaran kacang tanah dalam bentuk biji kering 75,61% untuk tujuan yang sama. Hal mengindikasikan bahwa dengan menjual bentuk biji kering memberikan nilai tambah bagi petani. Marjin keuntungan pemasaran kacang tanah bentuk biji kering bagi pedagang untuk tujuan pasar HSS sebesar 23,55 % lebih besar dibanding tujuan pasar HST sebesar 22,7% hal ini menunjukkan bahwa pemasaran ke HST lebih efisien dengan nilai farmer’s share lebih besar 75,61 % (Tabel 2) Tabel 2. Marjin pemasaran dan farmer’s share pemasaran komoditas kacang tanah di lahan lebak, 2004 Saluran Bentuk kacang Tujuan Pasar Marjin Marjin Farmer’s pemasaran tanah keuntungan (%) Biaya (%) Share (%) I Biji kering Kab HST 22,67 1,72 75,61 I Biji kering Kab HSS 23,56 3,50 72,94 I Biji kering Kab Tapin 23,25 3,81 72,94 I Biji kering Tanjung 23,82 2,37 73,81 I Biji kering Banjarmasin 23,61 3,41 72,98 II. Biji kering Tapin 24,65 2,40 72,95 III Biji kering Kab HST 24,12 0,27 75,61 I Polong basah Kab HST 21,70 6,30 72,00 II Polong basah Kab HST 25,70 2,30 72,00 Ket : HST ; kabupaten Hulu Sungai Tengah, HSS : kabupaten Hulu Sungai Selatan
353
Masalah Pemasaran Dalam proses jual beli, sebagian pedagang pengumpul desa membayar ke petani setelah laku hasil dagangannya. Demikian juga sesama pedagang sehingga sistem kepercayaan yang merupakan jaminan. Oleh karena itu volume penjualan pedagang tidak besar karena tidak memiliki modal. Agar pemasaran komoditas kacang tanah berjalan lancar, maka perlu memberi bantuan modal kepada pedagang dengan bunga yang rendah. Prospek Pasar Kegiatan pemasaran komoditas kacang tanah di lahan lebak mempunyai hubungan yang erat dengan kegiatan produksi. Ketidaklancaran dalam bidang pemasaran akan berpengaruh buruh pada produksi. Sebaliknya tidak teraturnya produksi yang dihasilkan maka dengan sendirinya pemasaran komoditas tersebut tidak lancar bahkan mungkin menghilang. Komoditas kacang tanah dihasilkan di lahan lebak akan memiliki prospek pasara didasarkan antara lain pada : 1.Daya jangkau pasar Daya jangkau pasar erat kaitannya dengan tingginya permintaan konsumen baik dalam bentuk segar maupun hasil olahan. Komoditas kacang tanah memiliki daya jangkau pasar yang cukup luas terutama dengan hasil olahan kacang asinnya. Berdasarkan kenyataan permintaan akan kacang tanah untuk industri rumah tangga produk kacang asin cukup meningkat namun harus memenuhi syarat yaitu pengrajin hanya membeli kacang tanah jika dikupas secara manual karena menurut pengrajin jika dikupas dengan mesin, maka penampilan hasil kurang baik atau hasilnya banyak yang pecah atau hangus. Untuk teknologi pengolahan kacang asin ini perlu dialihkan pada petani lain agar pengusahaan kacang asin meningkat. Untuk meningkatkan kualitas hasil olahan perlu pembinaan dari instansi terkait. 2.Jumlah produksi besar dan teratur Komoditas yang memiliki prospek untuk dipasarkan adalah komoditas yang dihasilkan dalam jumlah besar, arus komoditas yang teratur dari produsen ke pusat konsumen pada waktu yang tepat dan harga yang layak. Komoditas kacang tanah merupakan komoditas yang dapat ditingkatkan produksinya melalui penerapan teknologi dan pelatihan oleh instansi terkait. 3.Keunggulan kompetitip Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitip akan memiliki prospek pasar. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan komoditas tersebut berkompetitip. Kacang tanah merupakan komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif jika diusahakan di lahan lebak ( Rina et al, 2006). 4.Sistem pemasaran Sistem pemasaran yang baik dan efisien akan menjamin kelancaran produksi yang dihasilkan produsen. Salah satu ukuran efisiensinya pemasaran komoditas dilihat dari bagian harga yang diterima petani oleh petani. Besarnya farmer’s share biasanya
354
dipengaruhi oleh tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk dan jumlah produk (Kohls dan Uhl, 1990). Berdasarkan analisis saluran pemasaran komoditas kacang tanah di lahan lebak memiliki farmer’s share > 50% yang berarti memiliki sistem pemasaran yang cukup baik.
KESIMPULAN 1 2
3 4
Pengusahaan kacang tanah oleh petani lahan lebak cukup efisien. Ada tiga saluran pemasaran kacang tanah untuk mendistribusikan kacang tanah bentuk biji kering dari produsen ke konsumen akhir dengan marjin berkisar 24,39 – 27,06% dari harga yang dibayar konsumen. Masalah utama dalam pemasaran kacang tanah adalah permodalan. Pemasaran kacang tanah bentuk biji kering memberikan bagian harga yang diterima petani lebih tinggi dibanding pemasaran dalam bentuk polong basah.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T., D.M. Arsyad dan Sumarno. 1996. Pengembangan Paket Teknologi Budidaya Kacang Tanah. Dalam : Saleh, N., K. Hartoyo, Heriyanto, A. Kasno, A.G. Manshuri, Sudaryono dan A. Winarto (eds). Risalah Seminar Nasional Prospek Pengembangan Agribisnis Kacang Tanah di Indonesia. Balitkabi Malang. Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan lahan Irigasi. Penebar Swadaya Cetakan I. Jakarta Dahl, D and J.W. Hammond. 1977. Market and Price Analysis the Agricultural Industries. Mc.Graw Hill Book Company, USA. Pusat Data dan Informasi Pertanian Dep.Tan. 2004. Statistik Pertanian 2004. Dalam Harisno, D.N. Cakrabawa, P.H. Muliany, E. Respati. Rumonang G. Widyawati dan M. Manurung (Eds). Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Kohls, R.L. dan J.N. Uhl, 1980. Marketing of Agricultural Products. 5th Ed. Macmillan Publishing Co. Inc. New York. Koesrini, M. Sabran, R. DirgahayuA. Noor, Sumanto, Mukarji dan Sarah. 2004. Uji Multilokasi Kacang Tanah di Lahan Masam. Laporan Hasil Penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Mosher, A.T. 1968. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Yayasan Obor, Jakarta
355
Nazemi, D. H. Sutikno dan S. Saragih. 2004. Penelitian Komponen Teknologi Pengelolaan Lahan Terpadu Untuk Optimalisasi dan Peningkatan Produktivitas Lahan Lebak. Laporan Akhir Balittra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badanlitbang. Rina, Y, H. Sutikno dan D. Nazemi. 2006. Analisis Ekonomi dan Keunggulan Kompetitif Komoditas Pertanian di Lahan Lebak. Dalam D. Indradewa, D. Kastono, E.Sulistyaningsih, dan E. Tarwaca (Penyunting Utama). Prosiding Seminar Nasional PERAGI : Peran Agronomi Dalam Revitalisasi Pertanian Bidang Pangan dan Perkebunan. Kerjasama Peragi Pusat dan Komda Diy dengan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UGM. Hal 169-176 Sudjadi, M., S. Adiningsih, J. dan IPG. Widjaja Adhi. 1990. Pengelolaan Lahan Masam untuk Tanaman Pangan. Dalam : M. Syam, M. Ismunadji, D.M. Tantera dan A. Widjono, (eds) Risalah Simposium II. Penelitian Tanaman Pangan Ciloto, 21-23 Maret 1988. Puslitbangtan. Sumarno dan Manwan, I., 1991. National Coordinated Research : Grain Legumes. Balittan Malang. Tampubolon, SMH. 1991. Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis di Daerah Transmigrasi (Mencari Alternatif Bidang Partisipasi Swasta). Departemen Transmigrasi RI Bekerjasama dengan P.T. Inacon Luhur Pertiwi. Jakarta. Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, Didi Ardi, S. dan A.S. Karama. 1992. Sumber daya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai, Potensi Keterbatasan dan Pemanfaatan. Dalam : Partohardjono dan M. Syam (eds). Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Pasang Surut dan Lebak. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Puslitbangtan Bogor.
356
Lampiran 1. Hasil analisis kandungan hara tanah di desa penelitian, 2004 Aspek Teknis Lokasi Penelitian (Sifar Kimia dan Fisika tanah) Setiap Baruh Jaya pH H2O (1 :2.5) 4,55(m) 4,21(sm) C-Organik (%) 5,05(st) 5,25(st) N-Total (%) 0,50(t) 0,63(t) P-Total (mg/100 g P2O5) 98,96(st) 65,31(st) P-Bray (ppm P) 11,64(t) 7,12(s) K-Total (mg/100 g K2O) 133,87(st) 55,30(t) K-dd (me/100 g) 0,79(t) 0,28(s) Mg-dd (me/100g) 9,46(st) 1,98(s) KTK (me/100 g) 77,50(st) 97,50(st) PH Air 6,70 Tekstur (%) 7,84 4,39 Pasir 19,61 35,77 Debu 72,55 59,84 Liat Lama tergenang 6 bulan 6-7 bulan Tinggi genangan (cm) 50 – 100 cm 50 – 150 cm Ket: ¹) sm = sangat masam; m = masam; sr = sangat rendah; s = sedang; t= tinggi; st = sangat tinggi Sumber : Nazemi et al (2004)
357
Pinangkara 4,25(sm) 4,42(t) 0,74(t) 22,76(st) 3,32(sr) 168,25(st) 0,24(s) 1,07(s) 76,00(st) 4,81 31,66 33,41 33,93 3 bulan 20 – 40 cm