Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
OPTIMALISASI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN (Optimizing for increasing peanut productivity in fresh water swamp land of South Kalimantan) Yulia Raihana Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa e-mail:
[email protected] HP. : 081348208381
ABSTRAK Kacang tanah biasanya ditanam pada lahan lebak yang tidak tergenang (lahan lebak dangkal). Pada musim kemarau panjang, luas lahan lebak yang tidak tergenang atau lahan yang dapat ditanami akan semakin luas sehingga berpeluang untuk perluasan areal tanam kacang tanah. Kendala yang sering dihadapi petani lahan lebak pada musim kemarau adalah kekeringan yang ekstrim, yang dapat menyebabkan tanah pecah-pecah. Tanah yang pecah-pecah akan berakibat perakaran tanaman putus, sehingga pertumbuhan tanaman terganggu yang akhirnya berakibat gagal panen. Penggunaan varietas yang adaptif dan pemanfaatan mulsa organik insitu merupakan salah satu cara untuk mengatasi kekeringan. Disamping itu pengolahan tanah pada barisan tanaman, selain dapat menggemburkan tanah agar perakaran tanaman lebih mudah berkembang, juga dapat menekan penguapan air pada lahan seminim mungkin. Kata Kunci : Produktivitas - kacang tanah - lahan lebak PENDAHULUAN Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk serta kesadaran masyarakat akan gizi, dan makin beragamnya produk olahan berbahan baku kacang tanah, baik skala industri maupun rumah tangga, maka permintaan kacang tanah terus meningkat. Pemintaan yang meningkat ini umumnya diiringan oleh peningkatan harga, terutama pada hari-hari bersar keagamaan. Sementara dalam beberapa tahun terakhir ini produksi kacang tanah di Indonesia secara keseluruhan terus menurun. Penurunan ini seiring dengan berkurangnya luas lahan pertanian, khususnya areal pertanaman kacang tanah. Data BPS di Indonesia menunjukkan, bahwa produksi kacang tanah pada tahun 2006 mencapai 838.076 ton dengan luas pertanaman 706.753 ha, namun pada tahun 2009 produksi menurun menjadi 763.507 ton dengan luas areal pertanaman 628.660 ha (Anonim, 2012). Penurunan ini juga disebabkan oleh penciutan lahan-lahan subur akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Dengan demikian upaya peningkatan ini diantaranya adalah dengan perluasan areal tanam, terutama pada lahanlahan yang masih tersedia cukup luas di luar pulau Jawa yang notabene adalah lahan marginal, seperti lahan rawa lebak. Lahan lebak merupakan daerah cekungan yang dapat tergenang dalam waktu cukup lama. Sebagian besar lahan ini mempunyai prospek yang cukup baik untuk pengembangan areal pertanian, termasuk kacang tanah. Apalagi pada musim kemarau Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
panjang, luas lahan lebak yang tidak tergenang atau lahan yang dapat ditanami akan semakin luas, sehingga sekaligus lahan ini mempunyai peran dalam mengkompensasi penurunan produksi pertanian akibat kekeringan atau keterlambatan tanam di Jawa. Disamping itu tanaman kacang tanah dapat beradaptasi dan dapat tumbuh baik pada lahan-lahan marginal, lebih toleran terhadap kemasaman tanah dan respon petani terhadap usahatani kacang tanah cukup baik. Ini terbukti usahatani kacang tanah di lahan lebak sudah lama dilakukan secara turun temurun. Namun demikian hasil yang di peroleh masih rendah, yaitu pada tahun 2009 produktivitas kacang tanah di Kalimantan Selatan hanya mencapai 1,2 t/ha (Anonim, 2012) padahal hasil penelitian dapat mencapai lebih dari 2 t/ha (Koerini et al. 2004). Kendala yang sering dihadapi petani lahan lebak pada musim kemarau adalah kekeringan yang ekstrim, yang dapat menyebabkan tanah pecah-pecah. Tanah yang pecah-pecah akan berakibat perakaran tanaman putus, sehingga pertumbuhan tanaman terganggu yang akhirnya berakibat gagal panen. Dengan kondisi lingkungan yang cukup air, tanaman kacang tanah dapat tumbuh di lahan lebak, tetapi pada musim kemarau terjadi kekurangan air sehingga mempengaruhi pertumbuhannya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang kontribusi teknologi dalam mengatasi cekaman kekeringan pada tanaman kacang tanah di lahan lebak, khususnya Kalimantan Selatan KONDISI LAHAN LEBAK DI KALIMANTAN SELATAN Lahan rawa lebak adalah daerah cekungan yang kondisi airnya dipengaruhi oleh limpasan air sungai dan air hujan, baik yang turun di daerah setempat maupun daerah hulu dan sekitarnya. Diperkirakan luas total lahan rawa lebak di Kalimantan mencapai 3,58 juta hektar, dan sekitar 208.883 hektar berada di Kalimantan Selatan yang terdiri dari 46.918 hektar lebak dangkal, 106.076 hektar lebak tengahan dan 55.899 hektar lebak dalam (Noor, 2007). Yang termasuk katagori lebak dangkal adalah lahan lebak yang tinggi genangan airnya kurang dari 50 cm dengan lama genangan kurang dari 3 bulan. Lahan ini umumnya terletak dipinggir sungai dan mempunyai kesuburan tanah relatif lebih baik karena adanya proses pengkayaan dari luapan air sungai yang membawa lumpur dari wilayah hulu. Lahan rawa lebak tengahan adalah lahan lebak yang tinggi genangan airnya 50-100 cm dan lama genangan 3-6 bulan. Waktu surutnya air pada lahan ini lebih lambat atau lebih belakangan dibanding lebak dangkal. Pada lokasi tertentu dimana sirkulasi air sangat jelek akan terjadi pemasaman air akibat dari hasil pembusukan bahan organik yang dikenal dengan air bacam yang ditandai dengan bau yang menyengat dan airnya berwarna coklat kehitaman, pH nya sekitar 2,5 sehingga dapat mematikan tanaman (Ar-Riza, 2000). Lahan lebak dalam adalah lahan lebak yang tinggi genangan airnya lebih dari 100 cm dengan lama genangan 6 bulan. Pada musim kemarau dengan kondisi iklim yang normal lahan ini umumnya masih ada genangan air sehingga lahan ini jarang digunakan untuk budidaya tanaman. Dari ketiga tipologi lahan rawa lebak tersebut, lahan yang potensial untuk tanaman kacang tanah adalah lahan rawa lebak dangkal dan tengahan, karena lahan ini mempunyai periode kering lebih panjang, bahkan jika terjadi kemarau panjang 2
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
sebagian lahan lebak dalam juga bisa ditanami kacang tanah. Kelebihan dari agroekologi lahan lebak pada saat kemarau panjang adalah lahan yang dapat ditanami akan semakin luas, sementara pada lahan lain tanaman tidak bisa tumbuh atau ditanami karena tidak ada air. Ketinggian muka air di lahan lebak sangat berfluktuasi, tergantung pada keberadaan dan kapasitas aliran sungai. Pola kedalaman air di beberapa lahan lebak di Kalimantan Selatan umumnya seperti Gambar 1), dimana permulaan musim kemarau jatuh pada bulan Mei dan permulaan musim hujan jatuh pada bulan November. Pada bulan Desember umumnya air mulai menggenangi seluruh permukaan lahan lebak dan mencapai puncak tertinggi pertama pada bulan Pebuari, setelah itu genangan terus turun. Pada bulan Mei-Juni daerah lebak dangkal airnya sudah mengering, pada lebak tengahan airnya mengering pada bulan Juli dan lebak dalam pada bulan Agustus bahkan September (Arifin, 2006; Noor, 2007). Karena itu usahatani kacang tanah perlu memperhatikan pola ketinggian muka air agar terhindar dari kebanjiran atau kekeringan. Kesuburan tanah di lahan lebak Kalimantan sangat bervariasi. Namun sebagian petani lokal dalam usahatani kacang tanah tidak melakukan pemupukan dan bisa memetik hasilnya walaupun hasilnya rendah. Ini berarti kesuburan tanah di lahan lebak Kalimantan Selatan tergolong cukup subur dan berpotensi pengembangan kacang tanah. TINGGI MUKA AIR TANAH DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN 150 100 50
Des
Nop
Okt
Sep
Agust
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
-50
Jan
0
Gambar 1. Pola kedalaman muka air tanah di lahan lebak kal-Sel (Sumber: data diolah kembali dari Arifin, 2006) TEKNOLOGI PENINGKATAN HASIL Penggunaan Mulsa Teknologi yang dapat digunakan untuk mengatatasi kekeringan antara lain teknologi penggunaan mulsa sebagai penutup tanah. Penggunaan mulsa ini dimaksudkan agar dapat menahan air yang menguap dari permukaan tanah yang kemudian air jatuh kembali ketanah sehingga lahan tidak mengalami kekurangan air. Berbagai macam mulsa dapat digunakan untuk menutupi lahan, baik dari plastik, tanaman hidup maupun dari bahan organik. Karena penggunaan mulsa dapat menghambat laju evapotranspirasi, mengefesienkan pemakaian air, mereduksi penguapan dan kecepatan air permukaan, serta dapat mensuplai bahan organik tanah Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
sehingga dapat memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah, meningkatkan serapan hara P pada tanaman tomat sebesar 3,7% (Anwarudinsyah et al., 1993; Rizal dan Hariastuti, 2000; Nurita et al., 2006). Terkendalinya laju evapotranspirasi ini tentunya akan menjaga kelembaban tanah yang sangat diperlukan dalam penyerapan hara tanaman. Air berperan penting sebagai pelarut unsur hara. Hara yang terlarut dalam air akan diserap oleh akar tanaman.
Peningkatan hasil
2,5
40
2
30
1,5
20
%
t/ha
Hasil
1
10
0,5
0
0
-10 T -mulsa
M-gulma
M-sekam
35,21
0
T-mulsa
M-gulma
M-sekam
-9,86
-20
Gambar 2. Pengaruh penggunaan mulsa pada tanaman kacang tanah. (Raihana, Y dan Koesrini, 2004) Untuk tanaman sayuran, serapan hara N, P dan K akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kelembaban tanah (Alwi et al., 2006) sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan memberikan hasil yang optimal bagi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa bahan organik dari sekam padi dapat meningkatkan hasil kacang tanah sebesar 35,21%, namun penggunaan mulsa serasah gulma dapat menurunkan hasil kacang tanah sebesar 9,86%. (Gambar 2.) Karena mulsa serasah gulma bersifat lebih sarang sehingga panas matahari akan bisa masuk hingga permukaan tanah dan memungkinkan penguapan air tanah lebih besar dibandingkan dengan mulsa sekam padi yang bersifat lebih rapat sehingga panas matahari tidak sempat atau sedikit sampai kepermukaan tanah dan segera dipantulkan keatas,. Untuk tanaman kacang tanah, penggunaan mulsa dapat meningkatkan serapan hara N sebesar 17,1% dan serapan hara K sebesar 3,7% (Raihana dan Koesrini, 2004) Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi fisik tanah, yaitu antara lain kondisi pori-pori tanah untuk kebutuhan perkembangan perakaran tanaman dan kemudahan penetrasi akar untuk mendapatkan hara. Fungsi lain pengolahan tanah adalah pembalikan tanah yang ditujukan untuk memberantas gulma, mempercepat dekomposisi bahan organik, dan menurunkan kepadatan tanah. Namun pengolahan tanah akan berdampak terhadap peningkatan penguapan air tanah dan berkurangnya kelembaban tanah. Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air tanah dapat berkurang sebesar 0,0152 x + 0,0896 persen setelah dilakukan pengolahan tanah sempurna. Karena itu pengolahan jika tidak dilakukan dengan tepat dan tidak memperhatikan kondisi fisik tanah di lapang, terutama pada saat musim kemarau, maka akan terjadi cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan menyebabkan gangguan pada 4
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Kehilangan kadar air tanah
semua fase pertumbuhan dan berpengaruh buruk terhadap perkembangan daun, pemanjangan batang, dan proses fotosintesis (Riciardi et al. 2001). Cekaman kekeringan yang terjadi sepanjang pertumbuhan tanaman kacang tanah akan mempengaruhi perkembangan tanaman dan dapat menurunkan produksi saat panen. 30,0%
y = 0,0152x + 0,0896 R2 = 0,8198
25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pengam atan (hari)
Gambar 3. Pengaruh pengolahan tanah terhadap kehilangan kadar air tanah (Sumber::data diolah kembali dari Kamagi, Y.E.B dan W.J.N.K, 2009)
Peningkatan hasil
1,4
8
1,35
6
%
t/ha
Hasil
1,3
4
1,25
2
1,2
0
TOT
OTM
7,03
0 TOT
OTM
Gambar 4. Pengaruh olah tanah minimum pada tanaman kacang tanah. (Raihana, Y dan Koesrini, 2004) Gambar 4 menunjukkan pengaruh olah tanah minimum pada tanaman kacang tanah. Olah tanah minimum yaitu pengolahan tanah pada barisan tanaman dapat meningkatkan hasil kacang tanah sebesar 7,03%. Pengolahan tanah minimum ini hanya menggemburkan tanah disekitar perakaran tanaman, sehingga penguapan lebih sedikit dibanding pengolahan tanah sempurna, namun kondisi lingkungan sekitar akar bisa lebih baik dibanding tanpa olah tanah. Penggunaan Varietas Penggunaan varietas unggul kacang tanah yang dapat beradaptasi dengan lingkungan lahan lebak merupakan salah satu cara yang paling aman, murah dan ramah lingkungan dalam mengatasi masalah di lahan lebak. Gambar 4 menunjukkan keragaan hasil tiga varietas kacang tanah yang ditanam di lahan lebak. Varietas Singa menunjukkan keragaan hasil yang lebih baik dibanding varietas Jerapah dan varietas Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Komodo, namun hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan varietas Jerapah (Gambar 5) . Tabel 1 menunjukkan beberapa keragaan galur-galur kacang tanah yang merupakan bakal calon varietas yang telah diuji di lahan lebak, enam galur diantaranya menunjukkan potensi hasil yang lebih tinggi dari varietas Jerapah (cek), yaitu galur Mlg 9062, Mlg 9052, Mlg 9013, Mlg 9023, Mlg 9073 dan Mlg 9043 (Koesrini dan Y.Raihana, 2004) Sedangkan penelitian Fatimah 2006 menunjukkan lima galur terpilih yang hasilnya lebih tinggi dari varietas cek (varietas Gajah) adalah Mlg 9012, Mlg 9013, Mlg 9019, Mlg 9081, Mlg 9085, Hasil b
2 ab
a
Jerapah
Komodo
t/ha
1,5 1 0,5 0
Singa
Gambar 5. Keragaan hasil terhadap tiga varietas kacang tanah (Raihana, Y dan Koesrini, 2004) Tabel 1. Galur-galur terpilih untuk lahan lebak yang telah diuji di lahan lebak KP. Tanggul, HSS. Kal-Sel No. Galur 1. Mlg 9062 2. Mlg 9052 3. Mlg 9013 4. Mlg 9023 5. Mlg 9073 6. Mlg 9043 7. Mlg 9040 8. Mlg 9047 (Koesrini dan Y.Raihana, 2004)
Hasil (t/ha) 3,38 3,34 3,16 2,94 2,16 2,11 2,06 1,96
No. 9. 10 11 12. 13. 14. 15. 16.
Galur Mlg 9024 Mlg 9015 Mlg 9038 Mlg 9025 Mlg 908 Mlg 9039 Mlg 9020 Jerapah
Hasil (t/ha) 1,93 1,92 1,71 1,70 1,58 1,49 1,46 2,08
KESIMPULAN 1. 2. 3.
Permasalahan utama usahatani kacang tanah dilahan lebak adalah kekeringan yang berakibat terhadap penurunan produktivitas kacang tanah. Usahatani kacang tanah di lahan lebak Kalimantan Selatan perlu memperhatikan pola ketinggian permukaan air di lahan. Peningkatan produktivitas kacang tanah dapat dilakukan melalui penggunaan mulsa sekam padi, pengolahan tanah pada barisan tanaman serta penggunan varietas unggul yang adaptip di lahan lebak. DAFTAR PUSTAKA
Anwarudinsyah, M., E.Sukarna dan Satsijati. 1993. Pengaruh tanaman lorong dan mulsa pangkasan terhadap produksi tomat dan bawang merah dalam lorong. Jurnal Hortikultura Vol 3(1). 1993. Badan litbang Pertanian. Puslitbangtan Hortikultura 6
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Alwi, M., N.Fauziati, dan Nurita. 2006. Serapan hara dan pertumbuhan mentimun, lobak, serta sawi pada kadar air tanah gambut yang berbeda. dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Hara Terpadu. Banjarbaru 28-29 Juli 2006. Balittra Banjarbaru. Anonim. 2012. Luas panen, produktivitas dan produksi kacang tanah. https://amorphophallus.wordpress.com/asal-usul-tanaman-luas-areal-produksith-2009-tanaman-kacang-tanah/ Arifin, M.Z., K.Anwar dan R.S.Simatupang. 2006. Karakteristik dan potensi lahan rawa lebak untuk pengembangan pertanian di Kalimantan Selatan. dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Hara Terpadu. Banjarbaru 28-29 Juli 2006. Balittra Banjarbaru. Ar-Riza. 2000. Prospek pengembangan lahan rawa lebak Kalimantan Selatan dalam mendukung peningkatan produksi padi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Vol.19 No.3. Azzahra F dan Koesrini, 2006. Penampilan genotipe-genotipe kacang tanah di lahan lebak dangkal. dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Hara Terpadu. Banjarbaru 28-29 Juli 2006. Balittra Banjarbaru. 2006. Hal. 321-326 Kamagi, Y.E.B dan Wiesje.W.J.N.K, 2009. Kajian kadar air pada tanah yang dolah dan tanpa olaha tanah. Soil Environment Vol.7. No.1 April 2009. Kasno, A. 2005. Profil dan perkembangan teknik produksi kacang tanah di Indonesia. Seminar rutin Puslibangtan Tanaman pangan Bogor. Koesrini dan Y.Raihana. 2004. Produktivitas beberapa varietas kacang tanah di lahan lebak dangkal. Laporan Hasil Penelitian Balittra, Banjarbaru. Koesrini, M.Sabran, R.D.Ningsih, A.Noor, Sumanto, Mukarji dan Sarah. 2004. Uji multilokasi kacang tanah di lahan masam.Laporan Hasil Penelitian BPTP KalSel. Nurita, N.Fauziati, E.Maftu’ah dan R.S.Simatupang.2006. Pengaruh olah tanah konservasi terhadap hasil varietas tomat di lahan lebak. dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Hara Terpadu. Banjarbaru 28-29 Juli 2006. Balittra Banjarbaru. 2006. Noor, M. 2007. Rawa Lebak..PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Raihana, Y dan Koesrini. 2004 Pengaruh pengelolaan lahan terhadap tanaman kacang di lahan lebak dangkal. Laporan Hasil Penelitian Balittra, Banjarbaru. Raihana, Y., Nurita dan S.Nurzakiah. 2010. Pengaruh pengelolaan lahan terhadap tanaman cabai (Capsicum annum L) di lahan lebak. Disampaikan pada Seminar Nasional BBSDLP di Bogor pada tanggal 30 Nopember – 1 Desember 2010. Rizal, Az dan Hardiastuti. 2000. Pengaruh waktu pemberian pupuk pelengkap cair organik dan mulsa jerami terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Dalam Prosiding Seminar Pertanian Organik. Yokyakarta, 4 November 2000. Kerjasama Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta dan CV. Ciptayani Makmur, Cirebon, Jawa barat.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012