STATUS KESUBURAN LAHAN KERING ALFISOL DAN USAHA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KACANG TANAH Andy Wijanarko, A. A. Rahmianna, dan Sudaryono Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak km 8 Telp. 0341-801468 email:
[email protected]
ABSTRAK Alfisol merupakan areal pengembangan kacang tanah terluas di Indonesia. Tanah ini mempunyai sifat kimiawi dan fisika yang relatif beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif teknologi peningkatan hasil kacang tanah di Alfisol Ponorogo, Trenggalek dan Gunung Kidul. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi sifat fisika dan kimia tanah, sedangkan percobaan agronomi dilakukan menggunakan beberapa alternatif paket teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisika tanah yang mempengaruhi hasil polong adalah solum dan kekuatan tanah. Pada tanah dengan solum dalam dan kekuatan tanah yang rendah, hasil kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dengan solum rendah dan kekuatan tanah yang tinggi.Sifat kimiawi tanah berpengaruh terhadap hasil kacang tanah. Pada penelitian ini sifat tanah yang sangat berpengaruh adalah ketersediaan P, Ca-dd, dan K-dd, yang memberikan korelasi positif terhadap hasil. Kata kunci: kacang tanah, status kesuburan, Alfisol.
ABSTRACT The fertility status of Alfisol dryland and effort to increase productivity of groundnut. Alfisol is the largest peanut areas in Indonesia. This soil has relatively various in chemical and physical properties. The objective of this research was to find the technology to increase groundnut yield at Alfisol of Ponorogo, Trenggalek and Gunung Kidul. The results showed the soil physical properties: soil solum and soil strength affected groundnut yield. Groundnut grown in soil with deep solum and low of soil strenght gave higher pod yield than that grew in shallow soil solum and high soil strenght. Chemical properties of soil affected pod yields. In this study, the soil chemical properties i.e. availability of P, exchangable Ca and K gave positive correlation to pod yield. Key words: groundnut, fertility status, Alfisol.
PENDAHULUAN Lahan kering Alfisol merupakan areal pengembangan kacang tanah terluas di Indonesia. Di Jawa Timur dan Jawa Tengah, lahan ini merupakan areal tanam potensial untuk kacang tanah. Pada pertanian intensif, lahan yang sudah lama ditanami tanpa usaha pengawetan menyebabkan tanah mengalami pemerosotan kesuburan kimiawi dan fisik tanah, sehingga produktivitasnya rendah. Panen hara yang berlangsung secara teratur dalam waktu yang panjang akan menguras hara dalam tanah. Sebagai gambaran, usahatani kacang tanah dengan hasil 4,5 t/ha akan menyerap dan mengangkut 269 kg N, 44 kg P2O5, 207 kg K2O, 28 kg Mg, dan 24 kg S/ha (PPI 1985). Oleh karena itu, pengembalian limbah sisa panen mutlak diperlukan untuk menjamin keberlanjutan sistem produksi. Masalah utama pada lahan kering suboptimal adalah solum tanah dangkal, daya simpan lengas tanah rendah, kadar bahan organik rendah, pH tanah cenderung alkalis, kahat hara makro maupun mikro, dan tingkat kesuburan hayati rendah. Kahat hara makro Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
401
dan mikro dapat diperbaiki dengan aplikasi hara makro dan mikro, baik yang berasal dari alam (bahan organik, batuan alam, Dolomit, ZK-plus, belerang) maupun pabrik (pupuk anorganik dan pupuk cair) dan pembenah tanah (zeolit dan pupuk organik formula 1 dan 2). Kombinasi sumber-sumber hara dan pembenah tanah yang sesuai dengan kondisi lokasi setempat ternyata mampu meningkatkan produksi kacang tanah (Sudaryono 1999; Sudaryono 2000; Sudaryono dan Kuntyastuti. 2001; Sudaryono dan Indrawati 2001; Sudaryono dan Taufiq 2003). Melalui perbaikan kesuburan tanah dan perbaikan cara budi daya, produktivitas kacang tanah pada lahan subur dapat mencapai 2,5−4 t/ha (Sudaryono dan Indrawati, 2001), sedangkan di lahan marginal 1,8−2,5 t/ha (Harsono et al. 1993; Harsono 1994; 1995, Sudaryono 2000). Penggunaan bahan pembenah tanah yang dikombinasi dengan pupuk kandang dan pupuk P alam mampu meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan hasil polong kering kacang tanah 19−26% (Sudaryono dan Taufiq 2003). Penggunaan ajuvan bersama dengan aplikasi pupuk melalui tanah maupun daun meningkatkan serapan hara dan hasil kacang tanah 5−10% (Sudaryono dan Taufiq 2003). Usaha peningkatan produktivitas kacang tanah di tanah Alfisol dapat dilakukan dengan (1) mengidentifikasi kendala kesuburan tanah, dan (2) menerapkan teknik pelestarian dan pemulihan kesuburan tanah Alfisol. Oleh karena itu, penelitian ini ditekankan pada aspek pemulihan kesuburan lahan dan peningkatan efisiensi penggunaan hara serta sumber daya alam terbarukan untuk mencapai keseimbangan keharaan dalam tanah, pemulihan (rehabilitasi) sifat fisik, kimia, dan hayati tanah yang rusak dan keseimbangan serapan hara oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan teknologi pelestarian dan pemulihan kesuburan Alfisol marginal dengan menggunakan pupuk organik dan bahan pembenah tanah. Pengalaman menunjukkan bahwa teknik produksi kacang tanah yang telah terbukti efektif dan efisien pada lahan subur, tidak sepenuhnya cocok diterapkan pada lahan marginal.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan pada MT 2005 di tiga lokasi yaitu Kabupaten Ponorogo, Trenggalek, dan Gunung Kidul.Sebelum percobaan agronomi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah diamati langsung di lapang, meliputi warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, kekuatan tanah dan kedalaman horison tanah, sedangkan sifat kimia meliputi pH, C-organik, P tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd, dan KTK. Percobaan agronomi dilakukan dengan menggunakan beberapa alternatif paket teknologi seperti yang tercantum pada Tabel 1. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan, ukuran plot 5 m x 10 m. Benih ditanam di dalam barisan dengan jarak tanam 35 cm x 10 cm. Lubang tanam dibuat dengan tugal. Penyiangan gulma dilakukan dua kali sebelum berbunga dan pada umur 40 hari. Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan pemantauan di lapangan. Pengamatan tanaman meliputi kandungan hara tanaman pada umur 45 HST. Panen dilakukan setelah polong masak fisiologis dengan pengamatan hasil dan komponen hasil.
402
Wijanarko et al.: Kesuburan Lahan Kering Alfisol dan Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah
Tabel 1. Komponen teknologi budi daya kacang tanah yang dievaluasi Komponen teknologi 1. 2. 3.
Varietas Pembenah tanah a. Macam b. Takaran (kg/ha) Pemupukan (kg/ha) a. N (Urea) b. P (SP 36) c. K (KCl kg/ha) ZK-Plus
Alternatif paket teknologi Anjuran A-1 Kancil Kancil
Petani Lokal
Petani+ Lokal
P P
SSC 400
Pukan 5000
P P P
50 50
50 100 50
100
A-2 Kancil
A-3 Kancil
Pukan 2500
F-1 1000
F-2 1000
50 100 50
50
50
100
100
Keterangan = P : petani; SSC : bahan pembenah tanah; Pukan : pupuk kandang; F1, F2 : pupuk formula 1 dan 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Status kesuburan fisika tanah Pengamatan profil tanah di Kabupaten Ponorogo ini menunjukkan bahwa sampai kedalaman 74 cm ditemukan dua horison tanah, yaitu A (0–17 cm) dan B (17−74 cm). Kedua horizon berbeda dalam tekstur, struktur, kekuatan tanah, dan perakaran tanaman serta mulai adanya timbunan liat pada horizon B. Struktur tanah pada profil tanah ini memperlihatkan perkembangan yang lemah, yaitu butir halus dengan diameter 12 mm pada horizon A sampai perkembangan kuat dengan struktur gumpal pada horison B dengan diameter 10–20 mm. Meskipun horizon B menunjukkan perkembangan struktur tanah yang kuat, tetapi perakaran tanaman pada horizon tersebut masih ada dalam jumlah sedang. Hal ini mungkin disebabkan oleh nilai kekuatan tanah pada horizon B yang relatif rendah, yaitu 1,20 (Tabel 2). Pada profil ini pH tanah pada horison A maupun B sama yaitu 6. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian basa-basa pada profil ini kurang intensif. Lahan relatif datar sehingga erosi yang terjadi masih kecil. Tabel 2. Hasil pengamatan profil tanah Alfisol di Sawoo, Ponorogo. Warna Tekstur Struktur Konsistensi Lembab Plastisitas Kelekatan Kekuatan tanah Perakaran tanaman pH H2O Sliken side (bidang kilir)
Horizon A (0−17 cm) 10 YR 3/2 (dark brown) Lempung liat berpasir Butir halus Gembur Agak plastis Agak lekat 0,48 kg F/cm2 Banyak 6 -
Horizon B (17−73) 10 YR 3/4 (dark brown) Lempung liat berdebu Gumpal (sedang) Teguh Plastis Lekat 1,20 kg F/cm2 Sedikit/tidak ada 6 Ada
Kabupaten Trenggalek Pengamatan profil tanah di Desa Pule sampai kedalaman 80 cm menemukan dua horison tanah yaitu A (0−17 cm) dan B (17−80 cm). Di Desa Tugu juga ditemukan dua horison tanah sampai kedalaman 75 cm, yaitu A (0−20 cm) dan B (20−75 cm). Pada Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
403
profil tanah Pule, yang membedakan kedua horizon tersebut adalah tekstur, struktur, kekuatan tanah, plastisitas, kelekatan dan perakaran tanaman serta mulai adanya timbunan liat pada horizon B. Pada profil tanah Desa Tugu, pembeda antara horizon A dan B adalah tekstur, struktur, warna tanah, plastisitas, kelekatan, perakaran tanaman, pH H2O dan mulai adanya timbunan liat pada horizon B serta nodul dan karatan. Struktur tanah pada kedua profil tanah ini memperlihatkan perkembangan lemah, yaitu butir halus dengan diameter 1−2 mm pada horizon A sampai perkembangan kuat dengan struktur gumpal (Pule) dan tiang (Tugu) dengan diameter 10–20 mm. Tanah pada horizon B menunjukkan struktur yang kuat, dengan nilai kekuatan tanah 2,25 kg F/cm2 di Pule dan 2,20 kg F/cm2 di Tugu. Pada profil Tugu horizon B ditemukan nodul dan karatan Fe, pH tanah pada profil Pule mendekati netral sekitar 6. Tabel 3. Hasil pengamatan profil tanah Alfisol di Desa Pule, Trenggalek. Warna Tekstur Struktur Konsistensi Lembab Plastisitas Kelekatan Kekuatan tanah Perakaran tanaman pH H2O Konkresi/Nodul Karatan
Horizon A (0−17 cm) 2,5 YR 2,5/2 (dark reddish Brown) Lempung liat berpasir Butir halus Gembur Agak plastis Agak lekat 0,7 kg F/cm2 Banyak 6 -
Horizon B (17−80) 2,5 YR 3/4 (dark reddish brown) Lempung liat berdebu Gumpal membulat (sedang) Agak teguh Plastis Lekat 2,25 kg F/cm2 Sedikit 6 -
Tabel 4. Hasil pengamatan profil tanah Alfisol di Tugu, Trenggalek. Warna Tekstur Struktur Konsistensi Lembab Plastisitas Kelekatan Kekuatan tanah Perakaran tanaman pH H2O Konkresi/Nodul Karatan
Horizon A (0−20 cm) 2,5 YR 3/3 (dark reddish Brown) Liat berdebu Butir halus Gembur Plastis Lekat 1,4 kg F/cm2 Banyak Antara 6−7 -
Horizon B (20−75cm) 2,5 YR 2,5/4 (dark reddish brown) Liat Tiang Teguh Sangat plastis Sangat lekat 2,20 kg F/cm2 Sedang 6 Ada Ada
Kabupaten Gunung Kidul Pengamatan terhadap profil tanah di Desa Kelor, Karangmojo, Gunung Kidul menunjukkan bahwa sampai kedalaman 67 cm ditemukan dua horizon tanah, horizon A (0−19 cm) dan B (19−67 cm). Pada kedalaman lebih dari 67 cm sudah ditemukan bahan induk berupa batuan kapur. Pada profil ini, yang membedakan kedua horizon adalah tekstur, struktur, pH tanah, dan perakaran tanaman serta mulai adanya timbunan liat pada horizon B. Pada profil lokasi kedua terdapat tiga horizon tanah sampai kedalaman 78 cm, yaitu horizon A (0−15 cm), B1 (15−56 cm), dan B2 (56−78 cm). Pembeda antara
404
Wijanarko et al.: Kesuburan Lahan Kering Alfisol dan Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah
horizon A dan B1/B2 adalah tekstur, struktur, warna tanah, plastisitas, perakaran tanaman, pH H2O, dan adanya bidang kilir pada horison B1 dan B2. Pada kedua profil tanah, pada semua horison ditemukan nodul dan karatan. Struktur tanah pada kedua profil ini memperlihatkan perkembangan lemah, yaitu butir halus dengan diameter 1−2 mm pada horizon A sampai perkembangan kuat dengan struktur gumpal pada horison B dengan diameter 10–20 mm. Pada horizon B, perkembangan struktur tanah kuat dengan nilai kekuatan tanah pada horizon B 0,37 dan 1,86 kg F/cm2 (Gunung Kidul 1) serta 1,61 dan 2,20 kg F/cm2 (Gunung Kidul 2). Pada kedua profil horizon A ditemukan nodul dan karatan Fe (Tabel 5 dan 6). Hal yang sama juga terjadi pada profil Tugu di Kab. Trenggalek (Tabel 4). Nodul dan konkresi merupakan konsentrasi Fe/Mn yang mengeras seperti kerikil yang dapat dipisahkan butirbutirnya dari tanah. Hal ini terjadi karena hasil proses reduksi dan oksidasi senyawasenyawa Fe dan Mn dalam tanah. Ion-ion Fe dan Mn yang tereduksi bersifat mobil dan dapat dipindahkan oleh air dan mengendap di tempat lain. Di tempat di mana Fe dan Mn dioksidasikan dan diendapkan, akan terbentuk nodul atau konkresi atau massa lunak. Konkresi dibedakan secara tipikal berlapis-lapis konsentris dapat dilihat dengan mata telanjang, nodul tidak memperlihatkan struktur internal yang tersusun berlapis, sedangkan massa lunak merupakan konsentrasi Fe/Mn yang tidak mengeras (Hardjowigeno dan Rayes 2001). Nilai pH tanah pada kedua profil mempunyai tren yang sama yaitu meningkat dengan semakin meningkatnya kedalaman tanah, pH 5 pada horison A dan pada horison B menjadi pH 6. Hal ini mengidikasikan mulai terjadinya pencucian basabasa tanah dari horison A ke B. Nilai pH ini rendah. Tabel 5. Pengamatan profil pertama di Desa Kelor, Karangmojo, Gunung Kidul. Warna Tekstur Struktur Konsistensi Lembab Plastisitas Kelekatan Kekuatan Tanah Perakaran pH H2O Nodul Karatan Bidang kilir
Horizon A (0−19 cm) 10 YR 3/2 (dark brown) Lempung liat berdebu Butir halus Gembur Agak plastis Lekat 0,37 kg F/cm2 Banyak 5 Fe (sedikit) Ada (sedikit) -
Horizon B (19−67 cm) 10 YR 3/4 (dark brown) Liat berdebu Gumpal sedang Teguh Plastis Sangat lekat 1.86 kg F/cm2 Sedang 6 Fe (banyak) Ada (sedikit) Ada
Pada dua profil tanah dari Gunung Kidul dan satu profil tanah dari Ponorogo ditemukan penimbunan liat pada horison B yang menunjukkan adanya pencucian liat dari horison A ke B. Selanjutnya, pencucian liat ini akan terakumulasi pada horison bawahnya kemudian terbentuk horison argilik yang merupakan salah satu syarat terbentuknya tanah Alfisol. Kekuatan tanah merupakan nilai (besarnya) tekanan pada waktu terjadinya perubahan bentuk. Semakin tinggi nilai kekuatan tanah semakin padat. Tanah yang padat kurang menguntungkan bagi pertumbuhan akar tanaman karena di samping sulit ditembus oleh akar juga memiliki persentase pori aerasi yang rendah (Sanchez 1976). Nilai kritis kekuatan tanah untuk kacang tanah belum ada, tetapi dapat didekati dengan bobot isi.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
405
Tabel 6. Pengamatan profil kedua di Desa Kelor, Karangmojo, Gunung Kidul. Warna Tekstur Struktur Konsistensi Lembab Plastisitas Kelekatan Kekuatan Tanah Perakaran pH H2O Nodul Karatan Bidang Kilir
Horizon A (0−15 cm) 2.5 YR 3/4 (dark red brown) Lempung berliat Butir halus Gembur Agak plastis Agak lekat 0.53 kg F/cm2 Banyak 7−8 Fe (sedikit) Ada (sedikit) -
Horizon B1(15−56) 2.5 YR 3/6 (dark red) Lempung liat berdebu Gumpal sedang Teguh Plastis Lekat 1,61 kg F/cm2 Sedang 7 Fe (banyak) Ada (sedikit) Ada
Horizon B2 (56−78) 2.5 YR 3/6 (dark red) Lempung liat berdebu Gumpal sedang Sangat teguh Plastis Lekat 2,20 kg F/cm2 Sedikit 7 Fe (banyak) Ada (sedikit) Ada
Secara mekanis pemadatan tanah dapat terjadi karena penggunaan alat-alat berat, injakan hewan atau manusia sewaktu menanam, memberantas hama dan panen. Pemadatan tanah juga dapat terjadi melalui pencucian liat dari tanah lapisan permukaan ke lapisan bawah yang menyumbat pori tanah dan mengakibatkan tanah di lapisan bawah memadat. Pemadatan tanah dapat mempengaruhi kekuatan tanah, bobot isi, dan penurunan permeabilitas tanah (Suwardjo 1981). Lebih lanjut Suwardjo (1981) mengemukakan bahwa peningkatan bobot isi tanah berpengaruh terhadap hasil kacang tanah. Pada bobot isi 0,70 g/cm3, hasil kacang tanah 3,35 g/pot, sedangkan pada bobot isi tanah 1,15 g/cm3 hanya 2,11 g/pot. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai kekuatan tanah berpengaruh negatif terhadap hasil kacang tanah. Tanah yang telah mengalami pemadatan cukup tinggi dapat diatasi dengan pengolahan tanah dan pemberian bahan organik. (Neneng et al. 1999). Abdurrachman et al. (1998) mengemukakan bahwa pengolahan tanah merupakan tindakan yang penting untuk menciptakan kondisi media perakaran yang mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Status Kesuburan Kimia Tanah Status kesuburan kimiawi tanah pada beberapa lokasi menunjukkan keragaman yang cukup tinggi.Tanah bereaksi agak masam hingga mendekati netral. Kadar C-organik, K-dd, Ca-dd, dan KTK berkisar dari rendah hingga tinggi, sedangkan ketersediaan P berkisar dari rendah hingga sangat tinggi. Keragaman kesuburan tanah ini akan mempengaruhi hasil kacang tanah. Tabel 7. Status kesuburan kimiawi tanah Alfisol pada beberapa lokasi. Sifat kimia pH H2O C-org (%) P (ppm P2O5) K-dd (me/100g) Ca-dd (me/100g) Mg-dd (me/100g) KTK (me/100g)
Lokasi 1 6,0 1,8 3,8 0,21 6,3 5,18 43,4
2 5,7 1,2 3,3 0,10 3,2 4,9 31,1
3 6,7 1,1 47,4 1,25 7,78 8,75 44,9
4 6,4 1,1 14,5 0,16 2,8 10,0 29,1
5 5,3 1,5 4,62 0,19 6,02 8,43 27,9
Keterangan: 1, 2 Gunung Kidul, 3, 4 Ponorogo, 5, 6 Trenggalek.
406
Wijanarko et al.: Kesuburan Lahan Kering Alfisol dan Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah
6 5,3 3,07 4,35 0,38 2,17 2,64 13,4
Usaha Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah Lokasi dan perlakuan komponen teknologi berpengaruh nyata terhadap hasil polong kacang tanah per satuan luas (Tabel 8). Secara mandiri, lokasi berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati, kecuali tinggi tanaman. Perlakuan yang diuji berpengaruh terhadap tinggi tanaman, bobot brangkasan, bobot polong, bobot biji, dan jumlah polong isi (Tabel 8). Tabel 8.
Analisis ragam komponen pertumbuhan vegetatif dan generatif kacang tanah pada beberapa lokasi dan pengelolaan hara di Trenggalek, Ponorogo, dan Gunung Kidul. Hasil polong segar (kg/ha) S Ns S 24,1
Bobot brangkasan 45 HST Lokasi Perlakuan LxP
Lokasi Perlakuan LxP
S Ns Ns 15,45 Polong kering /tnm (g/tan) S S S 19,0
Kadar air polong saat panen (%)
Bobot polong kering 12% (kg/ha)
Tinggi tanaman (cm)
Bobot biomassa kering panen /tnm (g/tan)
S S S 15,1
S Ns S 23,3
Ns S Ns
S S S 19,4
Bobot biji/5 tnm (g) S S Ns 17,2
Bobot 100 biji (g)
Nisbah bobot biji/polong
Polong hampa
Polong isi
S S Ns
S Ns Ns 3,9
S Ns Ns 41,2
S S S 16,9
Keterangan : S: berbeda nyata, Ns: tidak berbeda nyata.
Lokasi berpengaruh nyata terhadap hasil polong kering, sedangkan perlakuan pemupukan dan pembenah tanah tidak berpengaruh terhadap hasil polong. Lokasi berinteraksi dengan perlakuan untuk hasil polong kering. Hal ini berarti bahwa setiap perlakuan yang diuji berpengaruh secara khusus di setiap lokasi. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa hasil kacang tanah dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Pada tanah yang memiliki solum dalam, hasil polong lebih tinggi dibandingkan dengan tanah solum dangkal (Gambar 1). Sifat fisik tanah lainnya yang mempengaruhi hasil polong kacang tanah adalah kekuatan tanah. Tanah pada horison B dengan kekuatan tanah yang tinggi memberikan hasil polong yang rendah (Gambar 2). Hasil analisis korelasi sifat kimiawi tanah dengan polong kacang tanah menunjukkan bahwa seluruh parameter kimiawi tanah memberikan korelasi positif dengan hasil polong kacang tanah (Tabel 9). Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi unsur hara dalam tanah sampai batas tertentu, semakin tinggi hasil polong kacang tanah. Sifat kimiawi yang memberikan korelasi yang tinggi adalah ketersedian P, Ca, dan K dalam tanah. Tabel 9. Hasil analisis korelasi (R2) antara sifat kimiawi tanah dengan hasil polong (kg/ha). Parameter kimiawi pH C-org P K-dd Ca-dd Mg-dd KTK
Korelasi 0,168 0,270 0,654 0,922 0,718 0,073 0,139
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
407
Hasil yang berbeda antarlokasi memberikan gambaran sifat kimiawi dan fisika tanah yang berbeda, yang memberikan konsekuensi pengelolaan tanah dan tanaman yang berbeda pula.
Gambar 1. Hubungan antara kedalaman tanah dengan hasil polong kacang tanah
Gambar 2.
Hubungan antara kekuatan tanah dengan hasil polong kacang tanah (atas : horison A dan bawah : horison B).
KESIMPULAN Kondisi tanah percobaan sangat beragam baik sifat kimiawi maupun sifat fisika tanah. Sifat fisika tanah yang mempengaruhi hasil adalah solum dan kekuatan tanah. Pada tanah dengan solum dalam dan kekuatan tanah yang rendah, hasil polong kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dengan solum dangkal dan kekuatan tanah tinggi. Sifat kimiawi tanah berpengaruh terhadap hasil polong kacang tanah. Pada penelitian ini sifat kimiawi tanah 408
Wijanarko et al.: Kesuburan Lahan Kering Alfisol dan Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah
yang sangat berpengaruh adalah ketersediaan P, Ca-dd, dan K-dd, yang memberikan korelasi positif terhadap hasil. Lokasi berinteraksi dengan perlakuan. Hal ini berarti bahwa setiap perlakuan yang diuji berpengaruh secara khusus di setiap lokasi.
DAFTAR PUSTAKA Abdurracman, A, I. Juarsah dan U. Kurnia, 1999. Pengaruh berbagai Jenis dan Takaran Pupuk Kandang terhadap Produktivitas Tanah Ultisols Terdegradasi di Desa Batin Jambi. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, Iklim dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Adams, F., and D. Hartzog, 1979. Effect of a lime on Soil pH, Exchangeable Calcium, Hardjowigeno, S dan M. L. Rayes, 2001. Tanah Sawah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harsono, 1995. Paket teknologi budidaya kacang tanah di lahan kering dan sawah. Makalah Balittan Malang No : 95−2 disajikan dalam seminar hasilhasil penelitian ARMP di Bogor, 6 April 1995. 26 hal. Harsono, A. 1994. Keragaan teknik produksi kacang tanah di lahan sawah setelah tanaman padi pada tanah Regosol. h: 83−95. Dalam: Kasno dkk (ed). 1995. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1994, Balittan MAlang. Harsono, A., A.A. Rahmiana, dam Suwadji, 1993. Evaluasi paket teknologi budidaya kacang tanah pada lahan kering di tanah Mediteran Tuban.h : 268−275. Dalam: Suharsono dkk (ed). Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1993. Balittan Malang. Neneng, L. N, H. Kusnadi, T. Vadari dan K. Subagyono, 1999. Penerapan Teknik Pengelolaan Tanah untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah pada Typic Kanhapludults Jambi. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, Iklim dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. PPI. 1985. Plant nutrient uptake at high yield levels. Back Cover. Better Crops International. I (2) December 1985. Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soil In The Tropics. John Willey and Sons. New York. Scinclair, T.R. and Shiraiwa. T. 1993. Soybean radiation-use *efficiency as influenced by nonuniorm specific leaf nitrogen distribution and diffuse radiation. Crop Sci. 33:808−812. Sudaryono dan A. Taufiq. 2003. Diagnosis dan karakterisasi hara sebagai kendala peningkatan hasil kacang tanah pada Alfisol. Laporan Teknis Penelitian (LAPTEK) TA 2002. Balitkabi Malang. Sudaryono dan Henny Kuntiastuti. 2001. Penetapan nilai kritis dan kebutuhan hara optimum kacang tanah pd Alfisol dan Entisol melalui uji tanah. Laporan Penelitian TA 2000. Blitkabi Malang. Sudaryono dan Indrawati. 2001. Dinamika hara dan pemupukan kacang tanah dan kacang hijau pada pola tanam padi-kacang tanah/kacang hijau. Laporan Penelitian TA 2000. Balitkabi Malang. Sudaryono, 2000. Optimasi kebutuhan kalium tanah Alfisol alkalis untuk budidaya kacang tanah. hal : 1065−1077. Dalam : Djakasutami dkk., (Penyunting). Prosiding Kongres Nasional VII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia; Peningkatan Sumberdaya Tanah Sesuai Potensinya Menuju Keseimbangan Lingkungan Hidup Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Komda Jawa Barat. Jl. Ir. H. Juanda 107 Bandung. Sudaryono. 1999. Effect of sulfur and organic matter on groundnut pod yield in dry land Alfisol soil. p : 49−52. In : AA. Rahmiana et l., 1999. Improving yield productivity and stability of legumes and cereals. RILET. Suwardjo, 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman. Disertasi Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor . Bogor.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
409