POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN
SRI JAMIATUL KHAIRAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2011
Sri Jamiatul Khairah NRP A156090214
ABSTRACT SRI JAMIATUL KHAIRAH. The Potential of Nontidal Swamps Land Development for Rice Field Expansion in Hulu Sungai Utara District South Kalimantan Province. Under direction of KOMARSA GANDASASMITA and ATANG SUTANDI. Agricultural development has an important position for national food security. Increased food security is pursued through the improvement of rice production. The island of Java as the biggest rice producers continue to decrease in size field rice area, so another rice field alternative outside of Java is needed. One of them is nontidal swamp land that is still very wide, such as in Hulu Sungai Utara District South Kalimantan Province. The purpose of this study was to identify suitable land for paddy cultivation and development as well as conservation areas to safeguard the sustainability of farming, knowing the center of rice production and priority directions of development policy. Identify potential rice field using land suitability analysis by remote sensing data and processing data done in ArcGIS 9.3. Land suitability analysis using ArcGIS 9.3 with reference to the criteria established by the Department of Agriculture. Conservation area determined by reference to the Presidential Decree 32 of year 1990 on protected areas. Potential development for rice field is done by overlay spesific analysis of land suitability result and existing landuse are interpreted from the ALOS AVNIR, Landsat and Google Earth images. Centralization of activities carried out by Location Quetion Analysis and policy priorities with SWOT Analysis. The results showed that the potential development of land for rice field is still very widespread, especially in Danau Panggang Subdistrict and Paminggir Subdistrict. Peatland conservation areas are in northern and lake buffer areas in Danau Panggang Subdistrict . River buffer areas spread across the district. Policy priorities are directed to the appropriate utilization of the potential area for rice in the base region with the expansion of paddy fields. Keyword : nontidal swamps land, remote sensing, land suitability analysis, existing landuse
RINGKASAN SRI JAMIATUL KHAIRAH. Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan ATANG SUTANDI. Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada pembangunan pertanian secara khusus dan pembangunan ekonomi secara umum, sub sektor pertanian tanaman pangan mempunyai posisi yang strategis sebagai penghasil bahan makanan pokok untuk ketahanan pangan nasional. Untuk itu perlu diupayakan melalui peningkatan produksi beras terutama yang dihasilkan dari lahan sawah. Namun pulau jawa yang merupakan wilayah produksi beras terbesar terus mengalami penyusutan luas areal sawah akibat konversi yang terus meningkat. Hal ini menuntut alternatif wilayah lain yang potensial untuk dikembangkan, salah satunya adalah lahan rawa, terutama rawa lebak yang tersebar di beberapa pulau besar di Indonesia. Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah salah satu yang memiliki lahan rawa lebak yang luas dan potensial untuk dikembangkan. Namun dalam pengembangan budidaya pertanian di lahan rawa lebak harus diperhatikan keseimbangan ekosistem agar keberlanjutan budidaya tetap terjaga. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui potensi lahan yang ada apakah menunjang untuk budidaya padi, (2) mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif, (3) mengetahui penatagunaaan lahan yang harus dilakukan untuk pengembangan wilayah sentra produksi padi dan wilayah yang harus tetap dipertahankan sebagai wilayah konservasi (lindung) untuk menjaga keberlanjutan budidaya, dan (4) merumuskan prioritas kebijakan dalam pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Metode untuk mendapatkan peta penggunaan lahan Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah dengan melakukan interpretasi dari data penginderaan jauh yaitu citra ALOS AVNIR, Landsat dan Geoeye tahun 2010 dengan menggunakan on screen digitation. Analisis kesesuaian lahan padi dilakukan dengan overlay dan query terhadap peta-peta yang diperlukan menggunakan ArcGIS 9.3. Analisis wilayah konservasi ditentukan dengan melihat kesatuan wilayah secara fungsional yang mengacu kepada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung. Potensi pengembangan lahan untuk padi didapat dengan melakukan matching (overlay) antara peta kesesuaian lahan padi dengan peta penggunaan lahan existing tahun 2010. Untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas digunakan Analisis Location Question (LQ), sedangkan arahan prioritas kebijakan dilakukan dengan analisis SWOT. Berdasarkan hasil interpretasi citra, terdapat sembilan kelas penggunaan lahan, yaitu belukar rawa (32,4%), hutan rawa sekunder (15,2%), kebun campuran (2,2%), perkebunan (4,1%), permukiman (3,3%), rawa (11,6%), sawah (26,9%), tanah terbuka (3,5%) dan tubuh air (0,7%). Luasan terbesar adalah belukar rawa, yang berarti mempunyai potensi besar untuk pengembangan sawah. Hasil analisis kesesuaian lahan padi di Kab. HSU menunjukkan bahwa secara aktual kelas kesesuaian S2 sebesar 20.454 ha (22,8%), S3 sebesar 21.031 ha (23,4%) dan N sebesar 48.367 ha (53,8%). Adapun dari hasil analisa kesesuaian lahan potensial didapatkan bahwa terjadi kenaikan cukup signifikan dari kesesuaian lahan S3 menjadi S2 ketika dilakukan perbaikan kondisi kejenuhan basa dan dari N menjadi S3 ketika dilakukan perbaikan keasaman
tanah dan kondisi genangan. Kelas kesesuaian lahan potensial S2 sebesar 41.485 ha (46,2%), S3 sebesar 16.229 ha (18,1%), dan N sebesar 32.138 ha (35,8%). Potensi pengembangan terbesar terdapat di Kecamatan Paminggir. Hasil pengamatan (ground check) pada 84 titik menunjukkan bahwa areal yang secara aktual sesuai untuk padi sawah juga dinyatakan masyarakat cocok untuk budidaya padi karena memberikan hasil yang bagus, demikian sebaliknya. Kecuali di Kec. Paminggir kebanyakan judgement masyarakatnya menyatakan tidak sesuai karena mereka belum pernah mengusahakannya, padahal tempat tersebut memiliki potensi yang besar untuk budidaya padi. Berdasarkan penggunaan lahan, area yang berpotensi untuk dijadikan sawah adalah belukar/semak rawa dan rawa. Berdasarkan hasil analisis didapatkan wilayah yang eksisting sawah sebesar 24.205 ha (26,7%), yang berpotensi dikembangkan (eksisting belukar rawa dan rawa) sebesar 25.565 ha (28,5%) dan yang tidak potensial sebesar 40.082 ha (44,6%). Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa padi sawah merupakan komoditi tanaman pangan yang unggul di Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena memiliki nilai LQ>1 terbanyak yang artinya diusahakan hampir di semua kecamatan. pemusatan wilayah budidaya padi terdapat di sekitar aliran dua sungai yang melintas di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang tersebar di Kecamatan Amuntai Utara, Amuntai Selatan, Babirik, Sungai Pandan, Sungai Tabukan, Haur Gading, dan Danau Panggang. Wilayah yang dijadikan sebagai kawasan lindung adalah wilayah dengan ketebalan gambut 100-600 cm dengan luas 19.528 ha di bagian utara dengan pertimbangan untuk buffer wilayah budidaya di sekitarnya dan juga karena wilayah ini masih berupa hutan rawa sekunder. Sempadan untuk Sungai Barito (sungai besar) adalah 100 m, Sungai Paminggir (sungai di luar pemukiman) 50 m serta Sungai Tabalong dan Sungai Balangan (sungai di dalam pemukiman) 10 m. Sedangkan untuk sempadan Danau adalah 50 m. Arahan penatagunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara direkomendasikan sebagai berikut : (1) lahan eksisting sawah tetap dipertahankan seluas 24.146 ha (26,9%), (2) pengembangan sawah pada wilayah basis seluas 8.271 ha (9,2%), (3) pengembangan sawah pada wilayah non basis seluas 16.723 ha (18,6%), (4) lahan tidak potensial untuk sawah seluas 19.792 ha (22,0%), (5) kawasan lindung gambut seluas 18.388 ha (20,5%), (6) kawasan lindung sempadan danau seluas 1.147 ha (1,3%) dan (7) kawasan lindung sempadan sungai seluas 1.386 ha (1,5%). Berdasarkan analisis SWOT arahan prioritas kebijakan dalam pengembangan wilayah untuk pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah memanfaatkan potensi wilayah yang lahannya sesuai secara fisik yang ada di daerah sektor basis dengan kebijakan pemerintah untuk pengembangan padi. Kebijakan selanjutnya adalah meningkatkan nilai tambah dengan menjual kelebihan produksi berupa beras bukan gabah. Kata kunci : lahan rawa lebak, penginderaan jauh, analisis kesesuaian lahan, penggunaan lahan, penatagunaan lahan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN
SRI JAMIATUL KHAIRAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si.
Judul Tesis
:
Nama NRP
: :
Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Sri Jamiatul Khairah A156090214
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. Ketua
Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.D Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc.
Tanggal Ujian : 28 Maret 2011
Tanggal Lulus :
Kupersembahkan karya kecil ini untuk semua orang yang mencintaiku…
Untuk Abah (H.M. Idris A.) dan Mama (Hj. Sapiah N.) atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan doanya yang selalu menyertai hidupku… Untuk ading-adingku (Misyawaliadi Noor dan Rabiaturrahmah) yang selalu memberikan semangat dan menghiasi hari-hariku… Untuk semua saudara serta sahabat yang senantiasa mengeratkan tali silaturrahim…
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang mengambil tema tentang pengembangan wilayah ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2010 dan diberi judul “Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan”. Dalam penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini penulis mendapat banyak bantuan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir Komarsa Gandasasmita, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D selaku anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini, serta Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si., selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah beserta segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. Selanjutnya juga kepada peneliti dan staf P4W IPB (Pusat Pengembangan Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah) atas bantuan data remote sensing serta diskusi dan masukannya. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis. Selain itu terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kab. Hulu Sungai Utara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program ini. Secara khusus kepada Bapak Ir. H. Supomo, M.Si selaku Kepala Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara dan Bapak Ir. Ilman Hadi selaku Kepala Dinas Pertanian TPH Kab. Hulu Sungai Utara beserta staf yang telah memberikan bantuan selama proses penelitian. Sahabatsahabatku, Erva Noorrahmah, Eva Agustina, Zainal Abdi, Syahrifuddin, dan Akhmad Marfuan, yang telah banyak membantu selama penulis penelitian dan menjalani pendidikan, serta Muslina Herliyani yang telah dengan rela menemani dan membantu selama survey dan ground check. Terima kasih tak terhingga juga buat K’Ardhy, M’Anna (dan B’Ridwan), Dian, Tina, dan Gun yang banyak memberikan masukan selama pengolahan data dan penulisan tesis serta rekan-rekan PWL kelas khusus Bappenas angkatan 2009 lainnya atas segala doa, dukungan dan kebersamaannya yang kompak selama ini. Tak lupa pula buat teman-teman PWL kelas reguler angkatan 2009 atas segala bantuan dan kebersamaannya. Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang utama dan pertama serta setinggi-tinginya disampaikan kepada kedua orang tua (abah dan mama), adik-adikku, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian tesis ini. Semoga penelitian ini bermanfaat dan menjadikan maslahat buat masyarakat. Amien… Bogor, Maret 2011 Sri Jamiatul Khairah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 9 April 1978 dari pasangan H.M. Idris A. dan Hj. Sapiah N. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalsel, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Pada tahun 2002 sampai 2005 penulis bekerja di PT. Bridgestone Kalimantan Plantation sebagai staf Research and Development. Penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2005 di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan sebagai staf hingga sekarang.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ……...…………………………………………………………….
iii
DAFTAR GAMBAR …...……………………………………………………………
iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
v
PENDAHULUAN……………………………………………………………………..
1
Latar Belakang………………………………………………………………….
1
Perumusan Masalah……………………………………………………………
4
Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………................
4
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………
6
Pengembangan Wilayah……………………………………………………….
6
Lahan Rawa Lebak dan Pemanfaatannya …………………………………..
7
Ketahanan Pangan……………………………………………………………..
8
Kesesuaian Penggunaan Lahan..…………………………………………….
9
Pemanfaatan SIG dalam Perencanaan Penggunaan Lahan ……………..
11
Prioritas Pembangunan………………………………………………………..
12
METODE PENELITIAN……………………………………………………………..
13
Kerangka Pemikiran……………………………………………………………
13
Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………………..
16
Metode Pengumpulan Data……………………………………………………
16
Metode Analisis Data……………………………………………………..........
16
a.
Analisis Kesesuaian Lahan Rawa Lebak …………….…………… 19
b.
Analisis Wilayah Konservasi ……………………………………….
19
c.
Analisis Location Question (LQ)…………………………………….
20
d.
Analisis SWOT………………………………………………………..
21
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………………………………….
24
Kondisi Geografis……………….………………………………………………
24
Kependudukan ……………..…………………………………………………..
29
Ketenagakerjaan……………..…………………………………………………
30
Pendapatan Regional ..…………………………………………………..........
31
ii
Potensi Sektor Pertanian ……………………………………………………...
32
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………...…………………………………….
34
Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2010……….………………………….
34
Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Padi…………..……………………….
39
Potensi Pengembangan Lahan untuk Budidaya Padi ……………..………
49
Keunggulan Komparatif Wilayah Sentra Produksi Padi ……………………
52
Identifikasi Wilayah yang Harus Dilindungi (Kawasan Konservasi) ………
55
Arahan Penatagunaan Lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara ………….
60
Analisis SWOT …………………………………………………………………
64
KESIMPULAN DAN SARAN …..…………………………………………………..
71
Kesimpulan ……….…………………………………………………………….
71
Saran …………..……………………………………………………………….
71
DAFTAR PUSTAKA.....……………………………………………………………..
72
LAMPIRAN.....………………………………………………………………………..
75
iii
DAFTAR TABEL
1.
Distribusi persentase PDRB berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan …………………………………………………………………
3
2.
Matriks analisis penelitian ……………………………………………………
17
3.
Matriks SWOT …………………………………………………………………
22
4.
Nama kecamatan, desa/kelurahan dan luas wilayah ……………………..
24
5.
Drainase tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara …………………………
26
6.
Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara ………………
27
7.
Persebaran jenis tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara ………………..
28
8.
Jumlah rumah tangga dan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 ……………………………………………………………………..
9.
PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2006-2009 dalam ribuan rupiah ……………….
10.
31
Potensi lahan untuk tanaman pangan, luas fungsional dan rawa belum dimanfaatkan di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 ……………..
11.
29
32
Areal tanam, panen dan produksi padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2005 s/d 2009 (GKG) ………………………………………………….
33
12.
Klasifikasi penggunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara ………...
35
13.
Luas kelas kesesuaian lahan padi aktual di Kabupaten Hulu Sungai Utara ……………………………………………………………………………
14.
41
Luas kelas kesesuaian lahan padi potensial di Kabupaten Hulu Sungai Utara ……………………………………………………………………………
44
15.
Luas potensi pengembangan lahan untuk budidaya padi ………………..
49
16.
Nilai LQ luas areal tanam tanaman pangan Kabupaten Hulu Sungai Utara ……………………………………………………………………………
53
17.
Ketebalan gambut di Kabupaten Hulu Sungai Utara ……………………...
56
18.
Luas arahan penatagunaan lahan untuk padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara ……………………………………………………………………………
62
19.
Penilaian tingkat kepentingan SWOT ………………………………………
67
20.
Matriks SWOT …………………………………………………………………
68
21.
Pemilihan analisis prioritas yang diunggulkan ……………………………..
69
iv
DAFTAR GAMBAR
1.
Diagram alur kerangka pikir penelitian ……………………………………
15
2.
Diagram alir tahapan penelitian ………………………………………….….
18
3.
Peta administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara ………………………….
25
4.
Peta penggunaan lahan Kabupaten Hulu Sungai Utara ………………....
36
5.
Persentase kelas penutupan lahan …………………………………………
37
6.
Kondisi penggunaan lahan eksisting ……………………………………….
38
7.
Peta jenis tanah Kabupaten Hulu Sungai Utara …………………………...
40
8.
Kondisi rawa dan belukar rawa di Kecamatan Paminggir ………………..
42
9.
Peta kelas kesesuaian lahan aktual untuk padi sawah …………………...
43
10.
Persentase kesesuaian lahan aktual dan potensial ……………………….
45
11.
Peta kelas kesesuaian lahan potensial untuk padi sawah …………….…
46
12.
Peta Titik pengamatan (ground check) untuk kesesuaian lahan padi sawah .......................................................................................................
48
13.
Persentase Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk budidaya padi …
50
14.
Peta potensi pengembangan lahan untuk padi ……………………………
51
15.
Peta wilayah basis budidaya padi …………………………………………..
54
16.
Kondisi eksisting di kawasan hidrologis gambut ………………………….
57
17.
Peta kesatuan hidrologis gambut Kalteng-Kalsel ………………………….
58
18.
Peta kawasan lindung, sempadan sungai dan sempadan danau ……….
59
19.
Persentase luas arahan penatagunaan lahan untuk padi ………………..
61
20.
Peta arahan penatagunaan lahan untuk padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara ……………………………………………………………………………
63
v
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Kesesuaian lahan padi lebak …………….…………………………………
2.
Luas Areal Tanam Tanaman Pangan Kabupaten Hulu Sungai Utara
3.
75
Tahun 2009………………………………………………………...……….….
76
Kuesioner analisis SWOT ……………………………………………………
77
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa aspek, yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan serta keberlanjutan yang memperhatikan kelestarian sumberdaya
dan
lingkungan.
Keberhasilan
pembangunan
memerlukan
kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak dan menuntut peranan masingmasing sektor. Melihat potensi yang ada, maka pertanian adalah sektor yang paling dominan dan berpotensi untuk dikembangkan. Sektor pertanian dengan segala potensinya mempunyai peranan dan kontribusi yang sangat berarti terhadap pencapaian pembangunan ekonomi bila dikelola dengan baik. Pada pembangunan pertanian secara khusus dan pembangunan ekonomi secara umum, sub sektor pertanian tanaman pangan mempunyai posisi yang strategis sebagai penghasil bahan makanan pokok. Kondisi sekarang ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan merupakan hal penting yang harus diperhatikan bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun ketahanan politik. Oleh karena itu pengembangan potensi wilayah untuk meningkatkan ketahanan pangan diperlukan sesuai dengan kondisi geobiofisik dan spesifik wilayah agar menjadikan pembangunan yang berkelanjutan. Peningkatan ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan pembanguan nasional. Dari sisi produksi, peningkatan ketahanan pangan tersebut diupayakan melalui peningkatan produksi beras terutama yang dihasilkan dari lahan sawah. Pertimbangan yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah bahwa beras merupakan bahan pangan pokok penduduk yang memiliki sumbangan paling besar terhadap konsumsi kalori. Untuk memenuhi kecukupan cadangan beras tersebut tidak terlepas dari jumlah lahan sawah yang harus dipertahankan atau ditambah. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pulau jawa yang merupakan wilayah produksi beras terbesar terus mengalami penyusutan areal sawah akibat konversi yang terus meningkat. Hal ini menuntut alternatif wilayah lain yang potensial untuk dikembangkan sebagai wilayah budidaya pertanian tanaman pangan, khususnya
2
padi. Lahan rawa, terutama rawa lebak yang tersebar di beberapa pulau besar di Indonesia merupakan alternatif yang dapat dipilih. Menurut Ritung dan Hidayat (2007) potensi pengembangan sawah di Indonesia yang terluas terdapat di Papua, Kalimantan dan Sumatera, masingmasing dengan luas 5,19 juta ha, 1,39 juta ha, dan 0,96 juta ha. Lahan potensial dan tersedia untuk perluasan areal sawah di Kalimantan terdiri atas lahan rawa 0,73 juta ha dan non rawa 0,66 juta ha. Lahan potensial tersebut terdapat di Kalimantan Tengah 0,65 juta ha, Kalimantan Selatan 0,33 juta ha, Kalimanatan Timur 0,23 juta ha, dan Kalimantan Barat 0,18 juta ha. Hal ini menunjukkan bahwa
Kalimantan
Selatan
merupakan
wilayah
yang
potensial
untuk
pengembangan lahan sawah, yang salah satunya adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kabupaten Hulu sungai Utara mempunyai luas wilayah 892,7 km2, yaitu sebesar 2,38% luas Kalimantan Selatan. Secara geografis sebagian besar lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah rawa lebak. Jika diamati dari segi pemanfaatan lahan, maka sebagian besar wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa hutan rawa yaitu seluas 29.711 ha (32,52%) dan persawahan 25.492 ha (27,91%). Adapun yang dimanfaatkan untuk pemukiman hanya sebesar 4.285 ha (4,69%), selebihnya 31.862 ha (34,88%) atau lebih dari sepertiga luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa hamparan rumput rawa dan danau (BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2009). Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Pertanian TPH Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2010, luas lahan potensial sawah pada tahun 2009 sebesar 35.782 ha dan luas lahan fungsional yang telah diusahakan sebesar 30.610 ha dengan rata-rata produktivitas 5,86 ton/ha. Berdasarkan data PDRB Kabupaten Hulu Sungai Utara, sektor pertanian masih merupakan sektor yang berkontribusi besar dalam perekonomian wilayah yaitu di atas 30% dengan kecenderungan meningkat setiap tahun. Tingginya peranan ini ditopang oleh sub sektor tanaman pangan, yaitu sebesar 15,86% (BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2008) disamping sub sektor peternakan dan perikanan yang juga berkontribusi cukup tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Hulu Sungai Utara mengandalkan perekonomiannya pada bidang pertanian. Secara garis besar struktur ekonomi Kab. Hulu Sungai Utara dapat dilihat dari nilai PDRB tahun 2006 – 2009 seperti pada Tabel 1.
3
Tabel 1 Distribusi persentase PDRB berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan No
Lapangan Usaha
2006
2007
2008
2009
33,83
34,13
34,87
35,00
0,02
0,02
0,02
0,02
1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan Penggalian
3.
Industri Pengolahan
10,96
10,51
10,13
9,90
4.
Listrik dan Air Minum
0,54
0,55
0,53
0,53
5.
Bangunan
6,23
6,10
6,08
6,30
6.
Perdagangan, Restoran dan Perhotelan
19,95
19,68
19,55
19,28
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
7,19
7,14
6,98
6,88
8.
Bank dan Lembaga Keuangan lainnya
3,99
3,91
3,93
4,09
9.
Jasa-jasa
18,28
17,99
17,89
18,01
Sumber data : BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2010
Dari gambaran di atas terlihat bahwa berdasarkan karakteristik wilayah, data potensi pertanian padi serta data PDRB, Kabupaten Hulu Sungai Utara mempunyai potensi pertanian yang cukup besar. Namun dalam pengembangan budidaya pertanian di lahan rawa lebak tetap harus diperhatikan keseimbangan ekosistem yang ada agar keberlanjutan budidaya dan pemanfaatan lainnya tetap terjaga. Keseimbangan ekosistem merupakan fungsi lingkungan yang harus dipertahankan. Keseimbangan ekosistem memberikan ketersediaan sumberdaya alam secara memadai, yang dapat diandalkan sebagai sumber kehidupan masyarakat agar tidak dirugikan secara ekonomi maupun ekologi. Keterkaitan fungsi produksi untuk kepentingan ekonomi dan fungsi lingkungan untuk kelestarian ekologi sangat erat. Penurunan fungsi lingkungan biasanya akan diikuti oleh penurunan produksi dari sumber lingkungan tersebut. Oleh karena itu fungsi keduanya harus diperhatikan dalam perencanaan pengembangan wilayah. Berdasarkan gambaran dan data-data di atas terlihat bahwa potensi pertanian, terutama tanaman pangan padi sawah cukup dominan peranannya dan sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu hal terpenting adalah untuk ketahanan pangan wilayah maupun regional. Hal ini sesuai dengan tujuan pengembangan produksi padi nasional yaitu untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri yang terus meningkat, baik sebagai bahan pangan maupun sebagai bahan baku industri. Targetnya adalah
4
swasembada berkelanjutan dan peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan nilai tambah untuk masyarakat khususnya petani. Perumusan Masalah Salah satu program sektor pertanian dalam kaitannya dengan tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan ketahanan pangan, dimana diharapkan dapat tercapainya swasembada beras. Dalam hal ini dilakukan upaya peningkatan produksi beras untuk mengimbangi peningkatan jumlah penduduk yang terus bertambah. Salah satu cara untuk mencapai target tersebut adalah dengan perluasan areal sawah. Namun luas lahan sawah di pulau Jawa sebagai sentra produksi beras selama ini terus mengalami penyusutan karena konversi lahan. Akibatnya alternatif untuk perluasan areal sawah yang dapat dilakukan adalah di luar pulau jawa, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Di Kalimantan Selatan lahan yang mempunyai luasan besar dan berpotensi untuk dikembangkan adalah lahan rawa lebak. Agar pengembangan lahan untuk padi sesuai dengan daya dukungnya untuk keberlanjutan budidaya, maka diperlukan arahan pengembangan yang memperhatikan kepentingan ekonomi maupun ekologi. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan pokok dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut : a.
Apakah lahan yang ada menunjang untuk budidaya padi dan bagaimana keberlanjutannya?
b.
Bagaimana
penatagunaaan
lahan
yang
harus
dilakukan
untuk
pengembangan wilayah sentra produksi padi dan wilayah yang harus tetap dipertahankan sebagai wilayah konservasi (lindung)
untuk menjaga
keberlanjutan budidaya? c.
Bagaimana prioritas arahan pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara?
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui potensi lahan yang ada apakah menunjang untuk budidaya padi;
2.
Mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif;
5
3.
Mengetahui
penatagunaaan
lahan
yang
harus
dilakukan
untuk
pengembangan wilayah sentra produksi padi dan wilayah yang harus tetap dipertahankan sebagai wilayah konservasi (lindung)
untuk menjaga
keberlanjutan budidaya; 4.
Merumuskan prioritas kebijakan dalam pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Sebagai masukan untuk kebijakan program ketahanan pangan di Kabupaten Hulu Sungai Utara;
2.
Sebagai masukan dalam menentukan arahan pengembangan padi untuk peningkatan produksi;
3.
Sebagai masukan dalam penatagunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah
dilaksanakan
melalui
optimasi
pemanfaatan
sumberdaya
yang
dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Prinsip ini juga sering disebut dengan pembangunan berkelanjutan dengan basis pendekatan penataan ruang wilayah. Pembangunan berkelanjutan dengan prinsip seperti ini harus dijadikan tujuan utama bagi pembuat keputusan kebijakan public untuk setiap tingkatan pemerintahan yang berbeda tipenya (Francis, 2001 diacu dalam Djakapermana, 2010). Dalam
pengembangan
wilayah,
perlu
terlebih
dahulu
dilakukan
perencanaan penggunaan lahan yang strategis yang dapat memberikan keuntungan ekonomi wilayah (strategic land-use development planning). Perencanaan penggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah, daya dukung dan manfaat ruang wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian keadaan/kondisi lahan, potensi, dan pembatas-pembatas suatu daerah tertentu (Djakapermana, 2010). Menurut Rustiadi et al. (2006) pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang penting keterpaduan antar sektoral, antar spasial, serta antar pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan
sehingga
setiap
program
pembangunan
sektoral
selalu
dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Pembangunan sendiri pada dasarnya dapat dianggap sebagai proses perubahan yang disusun secara “sengaja” dan terencana untuk mencapai situasi yang sendinya terdapat proses perencanaan. Pembangunan dipandang sebagai suatu proses dimana terdapat saling
keterkaitan
dan
saling
mempengaruhi
menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut.
antara
faktor-faktor
yang
7
Lahan Rawa Lebak dan Pemanfaatannya Menurut Noor (2007) rawa lebak diartikan sebagai kawasan rawa dengan bentuk wilayah berupa cekungan dan merupakan wilayah yang dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai (levee) atau antara dataran tinggi dengan tanggul sungai. Lahan rawa lebak memiliki topografi berupa cekungan dan merupakan dataran banjir dengan masa genangan lebih panjang. Pengaruh arus pasang surut dari air laut sangat lemah bahkan hampir nihil. Ketentuan umum untuk dikategorikan sebagai rawa lebak adalah apabila genangan air minimal 50 cm dan lamanya genangan minimal 3 bulan. Bentang alam (landscape) wilayah rawa lebak meliputi wilayah tanggul sungai, dataran banjir (flood-plain) sampai lahan burit (hinterland), termasuk sebagian wilayah rawa pedalaman atau rawa belakang (back swamp). Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 13,28 juta ha yang terdiri atas lebak dangkal 4,167 juta ha, lebak tengahan 6,075 juta ha, dan lebak dalam 3,038 juta ha. Lahan lebak yang berpotensi untuk areal pertanian diperkirakan seluas 10,19 juta ha tetapi yang dibuka baru seluas 1,55 juta ha sedangkan yang dimanfaatkan untuk pertanian sekitar 0,729 juta ha. Dari lahan yang telah dimanfaatkan tersebut, yang ditanami padi hanya sekitar 694.291 ha dan yang ditanami padi 2 kali setahun baru sekitar 62.844 ha. Dengan demikian masih terdapat areal lahan sangat luas yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian (Alihamsyah, 2005). Lahan rawa lebak ini utamanya tersebar di tiga pulau besar yaitu Sumatra, Kalimantan dan Papua. Sisanya tersebar di Pulau Sulawesi dan sebagian kecil Pulau Jawa. Namun dari luasan rawa lebak 13,28 juta hektar tersebut baru 730 ribu hektar yang telah direklamasi dan dimanfaatkan umumnya untuk pertanian, sisanya masih berupa lahan hutan atau rawa monoton (Balittra, 2001 diacu dalam Noor, 2007). Berbagai hasil penelitian dan pengalaman dalam pengembangan lahan lebak memperlihatkan bahwa lahan tersebut memiliki potensi dan prospek yang besar untuk dijadikan lahan pertanian guna mendukung tercapainya tujuan pembangunan pertanian, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan ketahanan pangan dan diversifikasi produksi, pengembangan agribisnis dan agroindustri, peningkatan lapangan kerja dan kesejahtetaan masyarakat. Menurut Alihamsyah (2005) peningkatan produksi tanaman pangan di lahan lebak dapat dilakukan melalui : (a) peningkatan produktivitas lahan dan intensitas pertanaman pada areal yang sudah diusahakan dengan menerapkan teknologi
8
pengelolaan lahan dan tanaman terpadu, dan (b) perluasan areal tanaman pada areal lahan tidur dan pembukaan lahan baru melalui penerapan teknologi reklamasi lahan. Ditinjau dari aspek potensi, secara umum lahan lebak sebenarnya lebih baik dari lahan pasang surut, oleh karena tanah lahan lebak tersusun dari endapan sungai (fluviatil), yang tidak mengandung bahan sulfidik/pirit. Terkecuali tentunya pada zona peralihan antara lahan lebak dan lahan pasang surut. Bagian yang potensial untuk pertanian dari lahan lebak adalah pematang (atau lebak dangkal), dan lebak tengahan, yang umumnya dijadikan persawahan lebak dengan pertanaman palawija dan sayuran pada galengan sawah, atau di bagian guludan/bedengan pada sistem surjan, terutama pada lebak pematang. Sementara lebak dalam, karena bentuknya mirip suatu cekungan, kondisi airnya relatif masih tetap dalam walaupun di musim kemarau, sehingga lebih sesuai untuk budidaya perikanan tawar (Subagyo, 2006). Menurut Adimihardja et al. (2006) dalam pengelolaan lahan rawa ada dua prinsip yang harus dipertimbangkan, yaitu (a) apakah lahan rawa akan direklamasi secara total (total reclaimed) atau (b) hanya direklamasi sebagian (minimum disturbance). Kedua prinsip tersebut perlu ditetapkan sebelum memutuskan untuk mengelola lahan rawa, baik untuk pertanian, pemukiman transmigran maupun untuk penggunaan yang lainnya. Strategi yang akan dikembangkan di dalam mengelola lahan rawa berbeda antara kedua prinsip tersebut. Selain sebagai sumber pertumbuhan produksi pertanian, rawa lebak juga mempunyai fungsi lingkungan, antara lain sebagai pengendali banjir, pengendali kekeringan, penyimpan dan pendaur air, penawar pencemaran lingkungan, dan penghasil bahan bakar (kayu arang, gambut). Manfaat rawa ini sebagai penyangga lingkungan, sehingga rawa sejatinya harus ditempatkan dalam suatu rancangan
pengelolaan
terpadu
antara
dua
kepentingan
yang
saling
menguntungkan, antara kepentingan produksi dengan kepentingan ekologi atau lingkungan sehingga tercapai upaya pengembangan yang seimbang dan berkelanjutan (Noor, 2007). Ketahanan Pangan Ketahanan
pangan
telah
menjadi
isu
sentral
dalam
kerangka
pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Peningkatan ketahanan
9
pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan, karena pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, sehingga pangan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional (Wiganda, 2004). Ketahanan pangan merupakan terjemahan dari food security mencakup banyak aspek dan luas, sehingga setiap orang mencoba menerjemahkan sesuai dengan tujuan dan ketersediaan data. Definisi ketahanan pangan berubah dari satu periode waktu ke periode waktu lainnya. Pada tahun 1970-an ketahanan pangan lebih banyak memberikan perhatian pada ketersediaan pangan tingkat global dan nasional. Sementara pada tahun 1980-an ketahanan pangan beralih ke akses pangan pada tingkat rumah tangga dan individu (Wiganda, 2004). Pengertian ketahanan pangan yang mencakup aspek lebih luas dan bersifat universal dicetuskan dalam siding komisi ketahanan pangan FAO pada tahun 1991 yang mendefinisikan bahwa : “Ketahanan pangan adalah suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat, dan setiap individu memiliki akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi”. Berdasarkan definisi tersebut, maka permasalahan substantif ketahanan pangan tidak hanya mencakup aspek kuantitas ketersediaan pangan secara memadai, tetapi menyangkut pula aspek stabilitas ketersediaan pangan menurut waktu dan aspek aksesibilitas penduduk terhadap bahan pangan yang dibutuhkan (Soetrisno, 1998). Kesesuaian Penggunaan Lahan Sumberdaya lahan adalah bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, termasuk keadaan vegetasi alam yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Hal ini dapat menentukan tipe penggunaan lahan yang akan dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah dilihat dari karakteristik dan kualitas lahan. Aktifitas pengelolaan sumberdaya lahan pada dasarnya merupakan upaya penyesuaian antara kondisi lahan yang ada dengan persyaratan bagi komoditas pertanian (Sitorus, 2004a). Untuk itu perlu pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang
10
akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Tujuan evaluasi lahan (Land evaluation atau Land Assesment) adalah menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Menurut FAO (1976), dalam evaluasi lahan perlu memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan yang berkaitan dengan perencanaan tataguna lahan. Sitorus (2004b) mengemukakan bahwa metode evaluasi lahan secara langsung untuk keperluan pertanian pada dasarnya dilakukan melalui percobaan, pengumpulan dan pengolahan data hasil tanaman atau pengukuran komponen produktifitas pertanian lainnya. Produktivitas dapat diukur melalui pengumpulan data hasil tanaman yang umum dibudidayakan atau melalui penghitungan keuntungan kegiatan usaha tani pada sebidang lahan tertentu. Hasil evaluasi lahan ini menurut Ritung et al. (2007) akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Pelaksanaan evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu : tingkat tinjau dengan skala kecil hingga 1 : 250.000, semi detil dengan skala 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000, dan detil dengan skala 1 : 25.000 sampai 1 : 10.000 atau lebih besar. Menurut Ritung et al. (2007) evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan untuk memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah. Isu utama dalam evaluasi lahan adalah menjawab pertanyaan yaitu lahan manakah yang terbaik untuk suatu jenis penggunaan lahan dan penggunaan lahan apa yang terbaik untuk suatu lahan tertentu. Adanya hasil evaluasi lahan dapat dijadikan dasar untuk memilih komoditas pertanian alternatif yang
11
dikembangkan. Menurut Sitorus (2004b) pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan keterangan-keterangan yang menyangkut tiga aspek utama yaitu : lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomis. Lebih jauh dijelaskan bahwa manfaat mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian
lahan
bagi
suatu
penggunaan
tertentu
serta
memprediksi
konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan.
Pemanfaatan SIG dalam Perencanaan Penggunaan Lahan Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Barus dan Wiradisastra adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem komputer untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan data yang bereferensi ke bumi. Dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Peranan Sistem Informasi Geografi
(SIG) dewasa ini semakin penting
diberbagai aspek kehidupan. Melalui SIG berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis serta dikaitkan dengan letaknya di muka bumi. Menurut Danudoro (2006) SIG tumbuh sebagai respon atas kebutuhan akan pengelolaan data keruangan yang lebih efisien dan mampu menyelesaikan masalah-masalah keruangan. Secara garis besar perkembangan SIG dipicu oleh setidak-tidaknya tiga hal utama, yaitu : (a) perkembangan teknologi komputer dan sistem informasi, (b) perkembangan metode analisis spasial di bidang geografi dan ilmu keruanngan lainnya, dan (c) tuntutan kebutuhan aplikasi yang menginginkan kemampuan pemecahan masalah di bidang masing-masing, yang terkait dengan aspek keruangan (spasial). Aplikasi SIG banyak digunakan untuk berbagai hal seperti pengelolaan penggunaan lahan di bidang pertanian, kehutanan, perencanaan tata ruang maupun pemukiman beserta sarana prasarananya. Hal ini dikarenakan daya tarik SIG yang terkomputerisasi yang menyebabkan SIG dapat dimanfaatkan oleh berbagai instansi. Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) beberapa daya tarik itu adalah sebagai berikut : (a) kemudahan memperbaharui dan memperbaiki peta, (b) kemampuan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keperluan, (c)
12
kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai data termasuk data digital dan data penginderaan jauh, (d) potensi untuk pemetaan perubahan melalui program pemantauan, dan (e) kemampuan untuk mengintegrasikan pemodelan. Prioritas Pembangunan Sektor prioritas merupakan sektor basis yang memiliki potensi optimal dalam pembangunan daerah. Sektor prioritas atau sektor strategis merupakan sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan aspek spasialnya, mengingat besarnya sumbangan sektor
prioritas
pembangunan
dalam diarahkan
perekonomian kepada
wilayah
sektor
ini
maka untuk
program-program memperoleh
hasil
pembangunan yang optimal (Anwar dan Rustiadi, 2000). Menurut Rustiadi et al. (2009) dalam suatu perencanaan pembangunan selalu diperlukan adannya skala prioritas pembangunan sebagai akibat keterbatasan sumberdaya yang tersedia, dimana dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa : (1) setiap sektor memiliki sumbangan yang langsung maupun tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan baik penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional dan lain-lain, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lain dengan karakteristik yang berbeda-beda, (3) aktifitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya alam, buatan (infrastruktur) dan social yang ada.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mengelola sumberdaya yang dimiliki. Untuk itu dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan potensi wilayah dan berbagai faktor seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, teknologi dan kelembagaan.
Pengembangan
wilayah
diharapkan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Oleh karena itu perlu diperhatikan prioritas sektor-sektor yang semestinya dikembangkan, yaitu yang mampu memberikan kontribusi besar bagi pembangunan wilayah. Sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sektor pertanian khususnya padi sebagai tanaman pangan yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Potensi pengembangan padi yang besar ini karena adanya lahan rawa lebak yang masih sangat luas dan belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu diperlukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi dan menganalisis pengembangan wilayah untuk perluasan lahan padi berdasarkan pada potensi wilayah yang mengacu pada tiga aspek yaitu aspek spasial, aspek biofisik dan aspek sosial ekonomi. Aspek spasial berhubungan dengan lahan yang diprioritaskan dalam pengembangan wilayah berdasarkan potensi pertanian padi. Aspek biofisik merupakan lahan yang sesuai secara aktual maupun potensial untuk padi berdasarkan kesesuaian lahan. Aspek sosial ekonomi adalah aspek yang menyangkut input dalam produksi padi termasuk sarana/prasarana sehingga usaha tani padi dinilai menguntungkan. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Dalam melakukan budidaya padi di lahan rawa lebak kesesuaian lahan sangat tergantung dari fluktuasi air yang terjadi pada setiap bulannya. Untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan padi di rawa lebak ini dilakukan klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian Balai Besar Penelitian Tanah Departemen Pertanian Tahun 2003. Data yang digunakan untuk klasifikasi ini adalah peta jenis tanah tingkat sub group dengan skala 1 : 50.000. Dalam hal ini
14
dilakukan overlay dan query terhadap peta jenis tanah dan peta ketebalan gambut, sehingga dihasilkan peta kesesuaian lahan. Setelah diketahui wilayah yang sesuai untuk budidaya padi dan dibuat peta kesesuaian lahannya dilakukan overlay dengan peta penggunaan lahan saat ini (landuse existing). Penentuan
wilayah
yang
menjadi
prioritas
pengembangan
padi
menggunakan pendekatan basis ekonomi dengan analisis Location Question (LQ). Dengan analisis ini didapatkan kecamatan yang menjadi basis produksi padi dan non-basis dengan indikator luas tanam pertanian tanaman pangan. Bila hasil LQ suatu wilayah lebih dari satu maka wilayah tersebut merupakan wilayah yang cocok untuk pengembangan pertanian padi (wilayah basis), demikian sebaliknya. Analisis SWOT digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan berdasarkan analisis penulis dan mengkombinasikan dengan pendapat berbagai kalangan terutama para pembuat kebijakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dari sini didapatkan arahan prioritas pengembangan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan pangan. Dalam penentuan areal pengembangan wilayah untuk produksi padi juga diperhatikan wilayah konservasi yang harus dilindungi demi keberlanjutan produksi pertanian dan kelestarian lingkungan. Hal yang paling berperan dalam hal ini adalah wilayah gambut. Untuk itu dilakukan analisis wilayah yang harus dilindungi (konservasi) berdasarkan data penggunaan lahan existing, kondisi kesatuan hidrologis gambut dan keadaan wilayah (spasial dan biofisik) dengan memperhatikan kawasan lindung gambut, sempadan sungai, dan sempadan danau. Dalam hal ini harus dilihat satu kesatuan wilayah fungsional daerah aliran sungai dan sekitarnya. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dipetakan wilayah mana saja yang dapat dikembangkan untuk pertanian padi dalam rangka peningkatan produksi untuk ketersediaan pangan lokal, regional maupun nasional, serta wilayah mana saja yang harus tetap dipertahankan sebagai kawasan lindung (konservasi). Hasilnya diharapkan dapat menjadi arahan kebijakan dalam pengembangan lahan untuk meningkatkan produksi padi dan berkontribusi dalam swasembada pangan nasional. Secara skematik kerangka pemikiran ini digambarkan pada Gambar 1.
15
Citra Alos
Potensi Wilayah
Penggunaan Lahan Existing (Landuse/Landcover)
Analisis Wilayah yang harus dilindungi (Konservasi)
Wilayah yang harus dilindungi (Konservasi)
-
- Aspek Spasial - Aspek Biofisik - Aspek Sosial Ekonomi
Peta jenis tanah Peta ketebalan gambut Pengamatan lapangan Wawancara dengan penduduk setempat
Analisis wilayah basis/sentra
Analisis Kesesuaian Lahan
Sentra Wilayah Komoditas Padi
Kelas Kesesuaian Lahan Padi
Tidak Sesuai
Sesuai aktual
Perbaikan faktor pembatas Sesuai potensial
Areal Pengembangan Wilayah untuk Produksi Padi
Tidak Sesuai
Analisis SWOT
Arahan : - Wilayah Pengembangan Budidaya Padi - Wilayah konservasi untuk keberlanjutan budidaya dan kelestarian lingkungan - Prioritas kebijakan dalam pengembangan padi Gambar 1 Diagram alur kerangka pikir penelitian.
Survey responden
16
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan yang secara geografis terletak pada 2o17’ sampai 2o33’ Lintang Selatan dan antara 114o52’ sampai 115o24’ Bujur Timur. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus – Desember 2010. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara : a. Studi data sekunder Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta instansi-instansi lain yang berkompeten dengan data-data yang diperlukan. Data-data tersebut diantaranya adalah Peta administrasi, Peta jenis tanah, data luas lahan dan produksi pertanian tanaman padi serta data pokok Kab. Hulu Sungai Utara.
b. Wawancara, pengisian kuesioner dan ground check Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak dan stakeholder, diantaranya pihak pemerintah (Bappeda, Dinas Pertanian TPH, Dinas Perkebunan, Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan), petani, pengusaha penggilingan padi serta tokoh masyarakat.
Metode Analisis Data Untuk mengetahui arahan pengembangan wilayah yang berpotensi untuk budidaya pertanian, terlebih dahulu harus tahu gambaran umum potensi dan karakteristik daerah berdasarkan data-data sekunder yang terkumpul. Dari data yang terkumpul kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sehingga akan menjawab permasalahan yang diangkat. Matriks analisis penelitian disajikan pada Tabel 2, sedangkan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
17
Tabel 2 Matriks analisis penelitian No.
Tujuan
Metode Analisis
Data
Output
1.
Mengklasifikasikan On screen penggunaan lahan digitation tahun 2010
Citra ALOS AVNIR, Landsat dan Geoeye (Google Earth)
Peta penggunaan lahan tahun 2010
2.
Mengidentifikasi potensi lahan untuk pemanfaatan lahan padi
Analisis kesesuaian lahan
Peta jenis tanah Peta gambut Peta penggunaan lahan tahun 2010
Peta kesesuaian lahan padi aktual Peta kesesuaian lahan padi potensial Peta potensi pengembangan lahan padi
3.
Mengidentifikasi wilayah yang harus dilindungi (konservasi)
Analisis wilayah yang harus dilindungi (konservasi)
Peta penggunaan lahan tahun 2010 Peta gambut Data-data pendukung (sempadan sungai, sempadan danau)
Peta wilayah konservasi
4.
Mengetahui sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif
Analisis Location Question (LQ)
Luas areal tanam tanaman pangan per kecamatan tahun 2009
Mengetahui wilayah basis komoditas padi
5.
Merumuskan prioritas kebijakan dalam pengembangan padi di Kab. HSU
Analisis SWOT
Data hasil kuesioner dan wawancara dengan pihak pemerintah dan stakeholder.
Mengetahui wilayah pengembangan padi dan merumuskan alternatif kebijakannya.
18
Peta Jenis Tanah Peta Gambut
Citra ALOS AVNIR Landsat Geoeye
Analisis kesesuaian lahan (overlay, dll)
Kelas kesesuaian lahan padi aktual
Wilayah Gambut Sempadan Sungai Sempadan Danau
Klasifikasi
Peta Penggunaan Lahan Existing (LULC)
Kelas kesesuaian lahan padi potensial
Peta potensi pengembangan padi
Sentra produksi Padi (Analisis LQ)
Peta basis pengembangan padi Wilayah Konservasi Peta Potensi pengembangan padi berdasarkan kesesuaian lahan, wilayah konservasi, penggunaan lahan existing Analisis SWOT
- Peta penatagunaan lahan untuk wilayah pengembangan budidaya padi dan wilayah konservasi - Prioritas kebijakan dalam pengembangan padi Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian.
19
Beberapa analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Analisis Kesesuaian Lahan Rawa Lebak Analisis ini menilai kesesuaian lahan padi pada rawa lebak. Untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan padi di rawa lebak ini dilakukan klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian Balai Besar Penelitian Tanah Departemen Pertanian tahun 2003. Data yang digunakan untuk klasifikasi ini adalah peta jenis tanah tingkat sub group dengan skala 1 : 50.000. Dalam hal ini dilakukan overlay dan query terhadap peta jenis tanah dan peta ketebalan gambut, sehingga dihasilkan peta kesesuaian lahan aktual. Setelah diketahui wilayah yang sesuai untuk budidaya padi dan dibuat peta kesesuaian lahannya dilakukan overlay (tumpang tindih) dengan peta administrasi skala 1:50.000. Adapun untuk kesesuaian lahan potensial pengembangan padi dilakukan dengan menaikkan kelas kesesuaian yang memungkinkan untuk dinaikkan satu tingkat karena faktor pembatas yang masih dimungkinkan untuk diatasi. Secara teknis hal yang dilakukan sama seperti analisis kesesuaian lahan aktual. Untuk melihat potensi pengembangan dilakukan overlay antara peta kesesuaian lahan potensial dengan peta penggunaan lahan existing tahun 2010 yang diperoleh berdasarkan hasil klasifikasi landuse/landcover dari citra ALOS AVNIR, landsat dan geoeye (google earth) dan hasil pengamatan serta wawancara di lapangan. Dalam hal ini dilakukan dengan memetakan lahan sawah yang sudah eksisting dan lahan-lahan selain sawah yang berpotensi untuk pengembangan padi yaitu belukar rawa dan rawa.
b. Analisis Wilayah Konservasi Analisis ini dilakukan untuk menentukan wilayah yang harus tetap dilindungi untuk menjaga kelestarian lingkungan terutama ketersedian air ketika kemarau dan wilayah yang dapat menjadi resapan air ketika musim hujan. Untuk menentukan wilayah ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan data kesatuan hidrologis yang tidak hanya mempertimbangkan wilayah administrasi. Dalam melakukan analisis ini dilihat peta kesatuan hidrologis gambut yang ada di sepanjang Sungai Barito hingga Sungai Paminggir. Daerah yang harus dilindungi adalah gambut dalam dan kubah gambut (sesuai dengan data atribut yang tersedia pada peta) serta daerah
20
sempadan sungai dan sempadan danau. Kawasan lindung gambut, sempadan sungai dan sempadan danau yang akan dijadikan wilayah lindung mengacu kepada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung. Dalam hal ini dilakukan query terhadap kawasan hidrologis gambut yang mempunyai ketebalan gambut sesuai untuk kawasan lindung. Untuk sempadan sungai dan danau dilakukan buffer terhadap sungai dan danau dengan jarak yang sesuai dengan aturan di atas.
c. Analisis Location Question (LQ) Analisis LQ digunakan untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas dan menunjukkan peranan sektor dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi suatu wilayah. Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (luas panen atau luas tanam), produksi atau produktivitas (Hendayana, 2003). Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relative seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Nilai LQ diketahui dengan rumus sebagai berikut :
Dimana : = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i = derajat aktivitas ke –j pada wilayah ke-i = derajat aktivitas total pada wilayah ke-i = derajat aktifitas ke-j pada total wilayah i j
= derajat aktifitas total wilayah = wilayah/kecamatan yang diteliti = aktivitas ekonomi yang dilakukan
Metode LQ pada penelitian ini digunakan untuk :
Menganalisis keunggulan komparatif sub sektor tanaman pangan pertanian di tiap wilayah (kecamatan).
Menganalisis komoditas tanaman pangan (padi) masing-masing kecamatan terhadap total wilayah kabupaten dengan menggunakan data luas lahan tanaman padi.
21
Interpretasi hasil analisis adalah sebagai berikut : Jika nilai
> 1, komoditi tanaman pangan ke-i memiliki
keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan) Jika nilai
< 1, komoditi tanaman pangan ke-i tidak memiliki
keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan) d. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis guna
merumuskan strategi atau kebijakan, dimana analisis SWOT ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).
Proses pengambilan
keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi
dan
kebijakan
(Rangkuti,
2008).
Matriks
SWOT
dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Menurut Iskandarini (2002), proses penyusunan strategis dengan metode SWOT dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap analisis
masukan,
tahap
analisis
pencocokan,
dan
tahap
analisis
pengambilan keputusan. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang signifikan dengan kondisi yang ada. Tahap
pertama
(tahap
analisis
masukan)
yaitu
tahap
yang
mengumpulkan data, melakukan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data internal dan data eksternal yang mempengaruhi usaha pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Hasil analisis faktor internal dan eksternal diberi nilai yang dibuat dalam bentuk matriks. Setiap unsur kekuatan
(strength),
peluang (opportunity), kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) diberi nilai 4 (sangat penting), nilai 3 (penting), nilai 2 (agak penting), dan nilai 1 (kurang penting).
22
Tahap kedua adalah tahap analisis pencocokan yaitu tahap yang mengumpulkan
semua
informasi
yang
berpengaruh
terhadap
pengembangan wilayah berdasarkan potensi pertanian padi dengan menyusun hasil inventarisasi faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang akan dimasukkan dalam faktor internal dan faktor eksternal. Langkah berikutnya adalah pencocokan dengan menggunakan matriks SWOT (Tabel 3). Tabel 3 Matriks SWOT Internal Eksternal Peluang (Oppurtunity) Ancaman (Threat)
Kekuatan (Strength)
Kelemahan (Weakness)
Strategi SO
Strategi WO
Strategi ST
Strategi WT
Dari hasil analisis pencocokan faktor internal dan eksternal, diperoleh empat tipe strategi yaitu: 1.
Strategi SO, menggunakan kekuatan internal untuk meraih dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada
2.
Strategi WO, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada
3.
Strategi ST, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasai ancaman
4.
Strategi WT, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan intemal serta menghindar dari ancaman-ancaman lingkungan.
Tahap ketiga yaitu tahap analisis pengambilan keputusan. Langkah ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih yang mungkin dapat diimplementasikan. Teknik analisis yang dipakai yaitu menyusun daftar prioritas yang harus diimplementasikan. Adapun tahapan analisis adalah sebagai berikut : Tahap 1
: Memahami situasi dan informasi yang ada
Tahap 2
: Memahami permasalahan yang terjadi baik masalah yang bersifat umum maupun spesifik
23
Tahap 3
:Menciptakan berbagai alternatif dan memberikan berbagai alternatif pemecahan
Tahap 4
: Evaluasi pilihan alternatif dan pilih alternatif yang terbaik.
Analisis SWOT digunakan untuk memperoleh alternatif strategi kebijakan arahan pengembangan budidaya padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Kabupaten
Hulu
Sungai
Utara
memiliki
luas
wilayah
seluruhnya
892,7 km persegi atau hanya 2,38 % dari luas propinsi Kalimantan Selatan. Secara umum Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat 2 sampai 3 Lintang Selatan dan 115 sampai 116 Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan kabupaten Tabalong; sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah; sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Balangan; dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah. Dari total luas wilayah yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sebagian besar terdiri atas dataran rendah yang digenangi oleh lahan rawa baik yang tergenang secara monoton maupun yang tergenang secara periodik. Kurang lebih 570 km persegi adalah merupakan lahan rawa dan sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal. Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai secara administrasi wilayah terbagi dalam 10 kecamatan, dengan 219 desa dan 5 kelurahan yang ada seperti yan terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nama kecamatan, desa/kelurahan dan luas wilayah No
Kecamatan
Ibukota Kecamatan
Jumlah Desa/ Kelurahan 16
Luas Wilayah (km2) 224,49
1.
Danau Panggang
Danau Panggang
2.
Babirik
Babirik
23
77,44
3.
Sungai Pandan
Alabio
33
45,00
4.
Amuntai Selatan
Telaga Silaba
30
183,16
5.
Amuntai Tengah
Amuntai
29
57,00
6.
Banjang
Banjang
20
41,00
7.
Amuntai Utara
Sungai Turak
26
45,09
8.
Haur Gading
Haur Gading
18
34,15
9.
Sungai Tabukan
Sungai Tabukan
17
29,24
10.
Paminggir
Paminggir
7
156,13
219
892,70
JUMLAH Sumber : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009
Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara
25
26
Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan wilayah yang terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0-7 m dari permukaan laut. Daerah yang tersisa dari pemekaran wilayah dengan Kabupaten Balangan adalah daerah yang didominasi oleh lahan rawa baik yang tergenang terus-menerus maupun tergenang secara periodik. Adapun untuk kelerengan tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara hanya ada satu, yaitu kelas lereng yaitu 0 – 2% untuk seluruh luas wilayah, sehingga dapat dikatakan bahwa Kabupaten Hulu Sungai Utara mempunyai lahan yang landai pada seluruh wilayah. Kelas lereng ini sangat cocok untuk budidaya pertanian. Drainase tanah perlu diketahui untuk menentukan dan memilih jenis komoditi yang akan dibudidayakan dalam bidang pertanian.
Drainase tanah
terdiri dari tiga kelas, yaitu tidak pernah tergenang (A), tergenang periodik (B), dan tergenang terus-menerus (C). Drainase tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang paling dominan adalah tergenang secara periodik yang mencapai luas 87.916 ha atau 98,48% dari luas wilayah. Sedangkan yang tergenang terusmenerus seluas 1.239 ha atau 1,39% dari luas wilayah, yang terdapat di Kecamatan Danau Panggang dan Amuntai Selatan, dan yang tidak pernah tergenang hanya terdapat di Kecamatan Amuntai Utara seluas 115 ha atau 0,13% dari luas wilayah. Tabel 5 Drainase tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Drainase Tanah (ha) Kecamatan A
B
Jumlah (ha)
C
Danau Panggang
-
22.449
-
22.449
Paminggir
-
14.953
669
15.622
Babirik
-
7.744
-
7.744
Sungai Pandan
-
4.500
-
4.500
2.924
-
2.924
Sungai Tabukan Amuntai Selatan
-
17.746
570
18.316
Amuntai Tengah
-
5.699
-
5.699
Banjang
-
4.101
-
4.101
115
4.385
-
4.500
-
3.415
-
3.415
115
87.916
1.239
89.270
Amuntai Utara Haur Gading Jumlah
Sumber : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009
27
Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara termasuk baik, hal ini terlihat dari besarnya luas tanah yang memiliki kedalaman efektif lebih dari 90 cm yaitu mencapai 54.167 ha atau 60,88% dari luas wilayah. Pada kondisi ini semua tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kedalaman efektif tanah 60 – 90 cm seluas 850 ha atau 0,95% dari luas wilayah, dapat dimanfaatkan untuk budidaya kering dan basah.
Sedangkan kedalaman efektif tanah 30 – 60 cm, seluas
34.253 ha atau 38,37% dari luas wilayah, dapat dimanfaatkan untuk budidaya basah dan kering, tetapi hanya untuk jenis tanaman tertentu. Luas kedalaman efektif tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 6 Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kedalaman Efektif Tanah (ha) Kecamatan
Jumlah (ha)
30 – 60 cm
60 – 90 cm
25.688
-
12.374
38.062
4.690
-
3.054
7.744
-
-
7.424
7.424
Amuntai Selatan
3.875
-
14.441
18.316
Amuntai Tengah
-
-
5.699
5.699
Banjang
-
-
4.101
4.101
Amuntai Utara dan
-
850
7.074
7.924
34.253
850
54.167
89.270
Danau Panggang
> 90 cm
dan Paminggir Babirik Sungai Pandan dan Sungai Tabukan
Haur Gading Jumlah
Sumber : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009
Ada 4 (empat) jenis tanah yang terdapat di kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu kompleks podsolik merah kuning dan latosol, podsolik merah kuning, alluvial, dan organosol gleihumus. Tabel berikut menggambarkan persebaran jenis tanah pada masing-masing kecamatan di Hulu Sungai Utara.
28
Tabel 7 Persebaran jenis tanah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Jenis Tanah (ha) Kecamatan
1
Danau Panggang dan Paminggir Babirik Sungai Pandan dan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah Banjang Amuntai Utara dan Haur Gading Jumlah
2
3
4
Jumlah (ha)
-
-
19.182
18.880
38.062
-
-
7.744 7.424
-
7.744 7.424
605
2.330 -
7.396 7.470 6.724
10.920 595
18.316 9.800 7.924
605
2.330
55.940
30.395
89.270
Sumber data : Bappeda Kab. Hulu Sungai Utara, 2009 Keterangan :
1 2 3 4
: kompleks podsolik merah kuning dan latosol : podsolik merah kuning : alluvial : organosol gleihumus
Secara keseluruhan jenis tanah yang terbanyak ditemukan di kabupaten Hulu Sungai Utara adalah alluvial yakni seluas 55.940 ha. Jenis tanah alluvial ini terdapat pada seluruh kecamatan yang ada dimana yang terluas di kecamatan Danau Panggang dan Paminggir seluas 19.182 ha. Pada kecamatan lain juga umumnya didominasi oleh jenis tanah ini dibandingkan dengan jenis tanah lainnya. Jenis tanah lainnya yang agak dominan selain alluvial adalah organosol gleihumus yang terdapat di kecamatan Amuntai Utara seluas 595 ha, Amuntai Selatan seluas 10.920 ha, dan Danau Panggang dengan luas persebaran 18.880 ha. Untuk jenis tanah kompleks podsolik merah kuning dan latosol hanya terdapat di kecamatan Amuntai Utara seluas 605 ha, dan jenis tanah podsolik merah kuning terdapat hanya di Amuntai Tengah dengan luas 2.330 ha. Keadaan hidrologi di Kabupaten Hulu Sungai Utara mempunyai potensi yang cukup baik untuk dikembangkan.
Hal ini
ditunjang dengan beberapa
sungai besar yang melintasi daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang dijadikan sarana transportasi bagi masyarakat
baik antar kabupaten maupun antar
29
propinsi. Selain itu air sungai digunakan sebagai sumber air untuk keperluan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sungai-sungai besar yang mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar bagi masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah Sungai Tabalong (mengalir dari arah Kabupaten Tabalong), Sungai Balangan (mengalir dari arah Kabupaten Balangan) dan Sungai Nagara serta sungai-sungai kecil lainnya.
Kependudukan Berdasarkan data dari BPS kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2009, jumlah penduduk di kabupaten Hulu Sungai Utara berjumlah 216.181 jiwa yang tersebar pada 10 kecamatan, 219 desa/kelurahan dan terdiri dari 53.679 rumah tangga. Pada tabel berikut dapat dilihat penyebaran penduduk di kabupaten Hulu Sungai Utara berdasarkan masing-masing kecamatan. Tabel 8 Jumlah rumah tangga dan penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 Jenis Kelamin
Kecamatan
Rumah Tangga
Laki-laki
Perempuan
Jumlah Penduduk
Danau Panggang
4.837
10551
10340
20.891
Babirik
4912
9552
9413
18.965
Sungai Pandan
6864
13.125
13697
26.822
Amuntai Selatan
7504
13.088
13457
26.545
Amuntai Tengah
11.387
23.292
23339
46.631
Banjang
3678
8.440
8179
16.619
Amuntai Utara
5224
10.138
11124
21.262
Haur gading
3585
7.595
7980
15.575
Sungai Tabukan
3936
7945
7760
15.705
Paminggir
1752
3597
3569
7.165
Jumlah
53.679
107.324
108.857
216.181
Sumber data : BPS Kab. Hulu Sungai Utara, 2009
Kecamatan Amuntai Tengah yang merupakan ibukota kabupaten Hulu Sungai Utara berpenduduk sebesar 46.631 jiwa yang tersebar di 5 kelurahan dan 24 desa merupakan kecamatan berpenduduk terpadat dibanding kecamatan lainnya. Daya tarik sebagai ibukota kabupaten merupakan salah satu faktor penyebab banyaknya penduduk yang bermukim di daerah ini. Kecamatan Sungai
30
Pandan merupakan kecamatan berpenduduk terpadat kedua dengan jumlah penduduk sebesar 26.822 jiwa, dan diikuti oleh kecamatan Amuntai Selatan sebagai kecamatan ketiga terpadat dengan jumlah penduduk 26.545 di kabupaten Hulu Sungai Utara. Kecamatan Paminggir
merupakan kecamatan
berpenduduk paling sedikit yakni masing-masing berjumlah 7.165 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 98,59. Dari total luas wilayah di kabupaten Hulu Sungai Utara, maka terdapat kepadatan penduduk rata-rata per km2 adalah sebesar 236 jiwa. Pertumbuhan penduduk di kabupaten Hulu Sungai Utara selama 11 tahun terakhir relatif kecil. Dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2005 terjadi pertambahan jumlah penduduk di bawah 1% pertahun, kecuali pada tahun 2003 terjadi pertumbuhan yang cukup besar mencapai 3,33%. Ketenagakerjaan Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) sekitar 73,90% merupakan angkatan kerja. Dari jumlah tersebut 70,36% adalah mereka yang bekerja sedangkan 3,54% merupakan pengangguran yang didalamnya adalah termasuk mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, dan mereka yang sudah mendapat pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Tingkat
Partisipasi
Angkatan
Kerja
(TPAK)
didefinisikan
sebagai
perbandingan antara penduduk yang terlihat dengan kegiatan ekonomi atau yang disebut
angkatan kerja (berumur 15 tahun ke atas). Sedangkan Tingkat
Pengagguran Terbuka (TPT) adalah perbandingan antara penduduk yang mencari pekerjaan dengan angkatan kerja. Besar kecilnya TPAK dan TPT dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain struktur umur, tingkat pendidikan dan kesempatan kerja. TPAK Hulu Sungai Utara adalah sebesar 73,90%, dimana TPAK perempuan ( 65,11% ) lebih kecil dibanding TPAK laki-laki ( 83,64% ). Hal ini kemungkinan disebabkan karena penduduk perempuan lebih banyak memilih tugas sebagai ibu rumah tangga, selain itu karena rata-rata pendidikan penduduk perempuan yang lebih rendah dari penduduk laki-laki , lebih membatasi peluang perempuan untuk bersaing dengan laki-laki di pasar kerja. Lapangan kerja yang semakin sempit mengakibatkan banyak angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan kerja. Jika masalah pengagguran ini
31
tidak mendapat perhatian yang serius , maka bisa menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat di samping sulitnya mencapai keberhasilan pembangunan / kesejahteraan masyarakat. Pendapatan Regional Kondisi perekonomian suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumberdaya alam yang dimiliki dan kemampuan daerah tersebut untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Semua kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka pembangunan dilaksanakan. Hasil yang dapat dilihat salah satunya melalui PDRB. Berikut adalah PDRB Kabupaten Hulu Sungai Utara dari tahun 2006 hingga 2009. Tabel 9 PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2006 – 2009 dalam ribuan rupiah. Lapangan Usaha
2006
2007
2008
2009
1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik dan air minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Bank & Lembaga Keuangan lainnya 9. Jasa-jasa
230.056.136 145.518
253.295.516 149.444
275.563.276 155.102
291.105.400 160.147
76.822.553 3.813.626
78.011.900 4.040.932
80.055.090 4.223.558
82.348.719 4.408.328
43.656.566 139.886.105
45.302.292 146.015.355
48.081.208 154.605.806
52.430.414 160.385.861
50.435.146
52.892.312
55.202.391
57.266.586
27.968.094
29.015.165
31.143.824
34.029.255
124.591.455
133.469.262
141.444.882
149.834.393
TOTAL PDRB
700.956.621
742.192.179
790.475.137
831.969.107
Sumber data : BPS Kab. Hulu Sungai Utara, 2010
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi pertambahan pendapatan PDRB kabupaten Hulu Sungai Utara dari tahun 2006 sampai 2009 berdasarkan harga konstan, hal yang sama juga terjadi berdasarkan atas harga berlaku. Dari sini juga dapat dilihat bahwa struktur perekonomian di Kabupaten Hulu Sungai Utara masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang menduduki peringkat tertinggi, disusul kemudian dengan lapangan usaha di bidang perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa lain.
32
Potensi Sektor Pertanian Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan kondisi wilayahnya yang banyak digenangi oleh rawa baik yang tergenang secara monoton atau secara periodik (pasang surut) memerlukan pengaturan kedalaman air untuk dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Selama ini telah banyak digunakan sistem polder untuk mengatur elevasi air sesuai dengan kebutuhan penggunaan lahan yang akan diusahakan. Di kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat 8 polder dengan luas areal keseluruhan adalah 18.198 hektar. Adapun yang efektif diairi adalah Polder Alabio seluas 6.000 ha, Polder Bakar seluas 2.400 ha, Polder Simpang Empat seluas 1.346 ha, Polder Padang Gusti seluas 471 ha, Polder Pakacangan seluas 1.831 ha, Polder Murung Bayur seluas 1.750 ha, Polder Kaludan seluas 2.400 ha, dan polder Rawa Pinang Habang seluas 2.000 ha. Luas potensi lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 yang dapat digunakan
untuk tanaman pangan mencapai lebih kurang 61.067 Ha,
sedangkan fungsional lahan seluas 32.164 Ha. Potensi lahan untuk tanaman pangan, luas yang sudah dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Potensi Lahan untuk Tanaman Pangan, Luas Fungsional dan rawa belum dimanfaatkan di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahuin 2008
No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Dn.Panggang Paminggir Babirik Sei.Pandan Sei.Tabukan Amt.Selatan Amt.Tengah Banjang Amt.Utara Haur gading Jumlah
Potensi untuk tanaman Pangan Rawa Lahan Bukan belum di Sawah sawah usahakan
Fungsional Tanaman Pangan Jumlah
Lahan Sawah
Bukan Sawah
Jumlah
3.840 300 6.150 3.958 2.426 7.113 3.627 3.385 2.997 1.978
76 5.376 180 192 125 1.864 389 381 643 670
5.721 1.457 5 135 7.739 24 203 105
9.637 7.133 6.343 4.150 2.686 16.716 4.040 3.766 3.843 2.753
2.826 5.464 3.605 2.356 4.224 3.627 3.373 2.392 1.779
76 24 157 192 125 540 366 381 381 276
2.902 24 5.621 3.797 2.481 4.763 3.993 3.754 2.773 2.055
35.782
9.896
15.389
61.067
29.646
2.518
32.164
Sumber: Dinas Pertanian TP dan Hortikultura Kab. Hulu Sungai Utara, 2009
33
Produksi padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2008 sebesar 161.343 ton GKG diperoleh dari luas panen 28.629 Ha dengan rata-rata hasil 56,36 Ku/ha. Pencapaian produksi padi tahun 2009 sebesar 174.842 ton GKG. Produksi tersebut diperoleh dari luas panen 29.833 ha dengan rata-rata hasil 58,61 Ku/ha. Dari data tersebut diketahui produksi padi tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar 13.499 ton GKG (8,37%) dibanding tahun 2008. Kenaikan ini disebabkan adanya peningkatan luas panen diikuti dengan peningkatan produktivitas. Pada tahun 2008 terjadi 4 kali bencana banjir dari fase vegetatif sampai panen yang menyebabkan jumlah anakan padi tidak dapat berkembang dengan baik (jumlah anakan kurang). Data areal tanam, panen dan produksi padi Kabupaten Hulu Sungai Utara dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Areal Tanam, Panen dan Produksi Padi di Kabupeten Hulu Sungai Utara Tahun 2005 s/d 2009 (GKG) No
Uraian
2005
2006
2007
2008
2009
1
Tanam (Ha)
26.190
26.190
27.201
29.191
30.677
2
Panen (Ha)
25.103
25.103
25.976
27.854
29.833
3
Rata-rata (Ku/ha)
39,11
39,11
42,86
59,68
58,61
4
Produksi (Ton)
98.181
98.181
111.321
166.229
174.842
Sumber: Dinas Pertanian TP dan Hortikultura Kab. Hulu Sungai Utara, 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Eksisting Tahun 2010 Peta penggunaan lahan eksisting (landuse) pada penelitian ini diperoleh dari interpretasi citra ALOS AVNIR, landsat dan geoeye tahun 2010. ALOS (Advanced Land Observing Satellite) merupakan satelit jenis baru yang dimiliki oleh Jepang setelah dua satelit pendahulunya yaitu JERS-1 dan ADEOS. ALOS yang diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 mempunyai 5 misi utama yaitu untuk kepentingan kartografi, pengamatan regional, pemantauan bencana alam, penelitian sumberdaya alam dan pengembangan teknologi (JAXA, 2008). Satelit ALOS dengan sensor AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2) memiliki resolusi spasial 10 m sehingga diharapkan dapat menganalisa daerah-daerah yang mempunyai tutupan lahan yang heterogen. Untuk pembuatan peta penggunaan lahan ini dilakukan interpretasi secara manual (on screen digitation) terhadap citra ALOS AVNIR. Selain itu juga dibantu dengan landsat untuk daerah yang berawan serta citra geoeye di bagian utara. Metode ini dipilih karena dinilai paling bagus dan memberikan hasil yang diharapkan. Interpretasi manual (visual) citra satelit merupakan adaptasi dari teknik interpretasi foto udara. Adaptasi teknik ini bisa dilakukan karena baik citra satelit maupun foto udara sama-sama merupakan rekaman nilai pantulan dari obyek. Kelebihan dari teknik interpretasi visual ini dibandingkan dengan interpretasi otomatis adalah dasar interpretasi tidak semata-mata kepada nilai kecerahan, tetapi konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut dipertimbangkan. Dalam interpretasi manual ini peranan interpreter dalam mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat dominan, sehingga hasil klasifikasi yang diperoleh relatif lebih baik (realistis). Oleh karena itu pengetahuan interpreter terhadap wilayah yang diinterpretasikan sangat diperlukan. Untuk
penafsiran
manual/visual
(on
screen
digitation),
perlu
memperhatikan pola jaringan sungai, danau atau garis pantai dan pola jaringan jalan, hal ini akan membantu dalam penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliput pada citra yang ada. Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan melakukan delineasi batas luar pada kelompok yang mempunyai warna yang sama dan memisahkannya dari yang lain. Langkah terakhir adalah
35
mengidentifikasi dan menganalisis obyek dengan menggunakan informasi spasial seperti ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan asosiasi dan situs (Lillesand dan Kiefer, 1979). Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan, terdapat sembilan kelas penggunaan lahan/tutupan lahan, yaitu belukar rawa, hutan rawa sekunder, kebun campuran, perkebunan, permukiman, rawa, sawah, tanah terbuka dan tubuh air. Klasifikasi penggunaan/tutupan lahan ini mengikuti kriteria yang dibuat oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kementerian Kehutanan. Besarnya luasan dan persentase penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel 12 dengan sebaran penggunaan/tutupan lahan seperti pada gambar 4. Tabel 12 Klasifikasi penggunaan lahan di Kab. Hulu Sungai Utara No.
Kelas Penggunaan lahan
Luas (Ha)
Persentase (%)
1
Belukar rawa
29.133
32,4
2
Hutan rawa sekunder
13.682
15,2
3
Kebun campuran
1.984
2,2
4
Perkebunan
3.662
4,1
5
Permukiman
2.980
3,3
6
Rawa
10.445
11,6
7
Sawah
24.205
26,9
8
Tanah terbuka
3.108
3,5
9
Tubuh air
654
0,7
89.853
100,00
Jumlah
Dari tabel 12 dan Gambar 5 terlihat bahwa penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa belukar rawa yaitu hampir sepertiga luas wilayah. Selanjutnya diikuti oleh sawah (26,9%), hutan rawa sekunder (15,2%) dan rawa (11,6%). Sawah kebanyakan berada di sepanjang sungai dan di antara dua sungai yang melintasi kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu Sungai Tabalong dan Sungai Balangan. Penggunaan lahan untuk permukiman sangat kecil sekali (3,3%), sesuai dengan jumlah penduduknya yang memang relatif kecil. Umumnya permukiman penduduk berada di sepanjang jalan atau di sepanjang sungai. Hal ini tidak terlepas dari budaya masyarakat yang masih sangat tergantung dengan sungai, baik untuk kegiatan sehari-hari, transportasi maupun sebagai mata pencaharian (nelayan).
Gambar 4 Peta penggunaan/tutupan lahan Kab. Hulu Sungai Utara Tahun 2010.
36
37
Kelas Penggunaan Lahan Belukar rawa
4% 1%
Hutan rawa sekunder 32%
27%
Kebun campuran Perkebunan Permukiman
12%
15%
4%
Rawa Sawah
3%
2%
Tanah terbuka Tubuh air
Gambar 5 Persentase kelas penggunaan lahan. Perkebunan hanya terdapat di bagian timur, yaitu perkebunan milik perusahaan swasta yang mengembangkan sawit di lahan gambut dengan luasan yang tidak begitu besar jika dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten. Di sekitar wilayah ini juga masih terdapat belukar rawa yang cukup luas yang merupakan tanah gambut. Adapun untuk kebun campuran kebanyakan adalah karet yang ditanam tidak jauh dari wilayah permukiman. Area ini kebanyakan berada di bagian utara hingga timur laut yang memiliki elevasi cukup tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Sebagian besar tanah terbuka yang teridentifikasi adalah lahan yang ada akibat penebangan pohon di wilayah yang merupakan hutan rawa sekunder di bagian utara kabupaten. Pada kondisi ini terlihat bekas pohon-pohon yang ditebang dan saluran air yang sengaja dibuat lurus memanjang untuk membawa kayu-kayu hasil tebangan. Kegiatan yang kemungkinan besar adalah illegal logging ini yang harus mendapat perhatian pemerintah untuk dihentikan, karena wilayah ini merupakan lahan gambut yang mempunyai peranan penting untuk kelestarian lingkungan sekitarnya. Sebagai gambaran kondisi eksisting penggunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat dilihat pada Gambar 6. Dari gambar terlihat wilayah rawa yang tergenang air serta semak belukar yang mempunyai potensi untuk perluasan lahan padi. Selain itu juga terlihat kondisi sawah eksisting dengan tanaman padi siap dipanen. Perkebunan sawit yang terlihat adalah kebun sawit di lahan gambut dengan saluran-saluran air untuk drainase. Hutan rawa
38
sekunder berupa pohon jingah yang banyak terdapat di bagian barat (kecamatan Paminggir), sedangkan hutan rawa sekunder terluas terdapat di bagian utara yang kebanyakan berupa pohon gelam. Adapun kebun campuran kebanyakan berupa karet dan bambu.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 6 Kondisi penggunaan lahan eksisting (a) rawa, (b) belukar rawa, (c) sawah, (d) perkebunan sawit, (e) hutan rawa sekunder, (f) kebun campuran
39
Penggunaan lahan ini bersifat dinamis dan dapat berubah sesuai dengan perubahan dan perkembangan kegiatan manusia. Penggunaan lahan (landuse) dan perubahan tutupan lahan (landcover) adalah sebuah subjek multi-disiplin di mana bio-fisika dan sosio-ekonomi bertemu satu sama lain. Perubahan tutupan lahan (landcover) terdeteksi dalam 2 bentuk, yaitu konversi dari satu kategori landcover ke kategori lain, seperti dari hutan ke padang rumput dan modifikasi dalam satu kategori, seperti perubahan dari kawasan sawah tadah hujan menjadi kawasan budidaya irigasi (Jansen dan Gregorio, 2002).
Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Padi Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Penilaian potensi lahan berdasarkan kesesuaiannya memperhatikan berbagai karakteristik alamiah dari komponen-komponen lahan. Evaluasi lahan dilakukan untuk menemukan daerah yang cocok secara fisik untuk jenis pengembangan yang dipertimbangkan. Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun
berdasarkan
persyaratan
penggunaan
lahan
yang
mencakup
persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Pada lahan rawa lebak penilaian kesesuaian lahan untuk padi agak berbeda dengan padi pada lahan sawah biasa. Untuk itu penilaian kesesuaian dilakukan dengan memperhatikan banyak parameter, diantaranya yang cukup menentukan adalah ketersediaan air (ketinggian muka air), drainase, genangan banjir, ketebalan dan kematangan gambut, tekstur tanah, serta kedalaman sulfidik. Selain itu juga ada persyaratan karakteristik lahan yang lain seperti, kejenuhan basa, pH H2O, KTK liat, C-organik dan lain-lain yang umumnya bisa diperkaya pada saat budidaya. Parameter-parameter tersebut di atas sebagian diuraikan dari peta jenis tanah tingkat sub group berdasarkan data yang dimiliki oleh Bappeda Kabupaten Hulu Sungai Utara (Gambar 7). Pada penelitian ini kesesuaian lahan padi pada sawah lebak didasarkan pada kriteria yang disusun oleh Djaenudin et al. (2003) dan dilakukan pemetaan terhadap hasil analisis kesesuaian lahan padi aktual dan potensial.
Gambar 7 Peta jenis tanah Kabupaten Hulu Sungai Utara
40
41
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktorfaktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Adapun kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usahausaha perbaikan lahan. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan padi secara aktual di Kabupaten Hulu Sungai Utara terlihat bahwa secara keseluruhan hanya ada tiga kelas yaitu S2, S3 dan N. Kelas S1 tidak ada karena pada dasarnya lahan lebak merupakan lahan yang dianggap marjinal dan umumnya hanya diusahakan sekali setahun (IP 100) dengan produktifitas yang bervariasi dari rendah sampai sedang. Adapun sebaran lahan dengan kesesuaian S2, S3 dan N pada semua kecamatan dapat dilihat pada Tabel 13. Secara aktual lahan yang tidak sesuai lebih dari setengah luasan wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, namun dengan sentuhan teknologi kemungkinan untuk perluasan lahan yang potensial tetap ada. Kelas kesesuaian S2 dan S3 persentasenya tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing hampir seperempat dari luas wilayah kabupaten. Secara spasial kesesuaian lahan aktual padi dapat dilihat pada gambar 9. Tabel 13 Luas kelas kesesuaian lahan padi aktual di Kab. Hulu Sungai Utara No.
Kecamatan
Luas kelas kesesuaian lahan (ha) S2
S3
Jumlah
N
1.
AMUNTAI SELATAN
2.018
179
13.711
15.907
2.
AMUNTAI TENGAH
1.787
2.128
4.161
8.077
3.
AMUNTAI UTARA
4.201
-
-
4.201
4.
BABIRIK
1.402
2.756
3.291
7.449
5.
BANJANG
2.072
3.504
2,772
8.348
6.
DANAU PANGGANG
1.677
2.511
10.584
14.773
7.
HAUR GADING
1.676
-
2.005
3.680
8.
PAMINGGIR
380
7.398
11.766
19.544
9.
SUNGAI PANDAN
3.819
2.192
19
6.030
10.
SUNGAI TABUKAN
1.423
363
57
1.843
20.454
21.031
48.367
89.853
22,8
23,4
53,8
100,0
Jumlah Persentase (%)
42
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa secara aktual kesesuaian S2 yang luas terdapat di Kecamatan Amuntai Utara dan Sungai Pandan, sedangkan yang luasannya kecil di kecamatan Paminggir. Hal ini sesuai dengan kondisi biofisik wilayah, dimana di kecamatan Sungai Pandan jenis tanahnya sebagian besar adalah fluvaquent aerik, fluvaquent histik dan udifluent akuik yang sesuai untuk budidaya padi. Adapun untuk kecamatan Paminggir secara aktual memang tidak ditemukan sawah dan kondisi tanahnya kebanyakan gambut serta mempunyai ketinggian muka air yang cukup dalam. Untuk kesesuaian lahan S3, yang terluas adalah di kecamatan Paminggir, kemudian Danau Panggang. Wilayah yang luas kebanyakan berupa belukar rawa dan rawa yang belum termanfaatkan seperti terlihat pada Gambar 8. Kecamatan Sungai Pandan memiliki luasan kesesuaian S2 yang besar sedangkan S3 dan N dengan luasan yang kecil, selain karena jenis tanahnya juga karena di wilayah ini terdapat polder Alabio yang berfungsi sebagai irigasi setengah teknis.
Gambar 8 Kondisi rawa dan belukar rawa di Kecamatan Paminggir
Gambar 9 Peta kelas kesesuaian lahan aktual untuk padi sawah.
43
44
Analisa kesesuaian lahan padi secara potensial dilakukan untuk melihat kemungkinan pengembangan wilayah untuk areal sawah rawa lebak jika dilakukan perbaikan kondisi aktual lahan. Berdasarkan hasil analisa didapatkan bahwa kelas kesesuaian lahan dapat dinaikkan dari S3 menjadi S2 ketika dilakukan perbaikan kondisi kejenuhan basa dan dari N menjadi S3 dengan dilakukan perbaikan keasaman tanah (menaikkan pH) dan kondisi genangan (pembuatan saluran air). Adapun kondisi ketidaksesuaian karena pembatas ketebalan gambut sulit untuk diperbaiki, sehingga kesesuaiannya tetap tidak dapat dinaikkan. Selain itu gambut dengan kedalaman tertentu juga tidak dianjurkan untuk dijadikan kawasan budidaya. Luas kesesuaian lahan potensial untuk padi yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dapat dilihat pada Tabel 14 dan digambarkan pada Gambar 11. Tabel 14 Luas kelas kesesuaian lahan padi potensial di Kab. Hulu Sungai Utara No.
Luas kelas kesesuaian lahan (Ha)
Kecamatan
S2
S3
Jumlah
N
1
AMUNTAI SELATAN
2.196
222
13.490
15.907
2
AMUNTAI TENGAH
3.915
-
4.161
8.077
3
AMUNTAI UTARA
4.201
-
-
4.201
4
BABIRIK
4.158
1.826
1.465
7.449
5
BANJANG
5.576
-
2.772
8.348
6
DANAU PANGGANG
4.189
4.887
5.696
14.773
7
HAUR GADING
1.676
2
2.003
3.680
8
PAMINGGIR
7.777
9.224
2.542
19.544
9
SUNGAI PANDAN
6.011
11
8
6.030
10
SUNGAI TABUKAN
1.786
57
-
1.843
41.485
16,229
32,138
89.853
46,2
18,1
35,8
100,0
Jumlah Persentase (%)
Berdasarkan tabel 14 terlihat bahwa kesesuaian lahan potensial padi terluas terdapat di Kecamatan Paminggir dan luasan terkecil terdapat di Kecamatan
Sungai
Tabukan.
Hal
ini
sesuai
dengan
luasan
wilayah
administrasinya. Di semua kecamatan terdapat kelas kesesuaian S2, namun untuk kelas S3 dan N di beberapa kecamatan tidak ada.
45
Kelas Kesesuaian lahan aktual 23%
N 54%
S2
23%
S3
Kelas kesesuaian lahan potensial 18% 36%
N S2
46%
S3
Gambar 10 Persentase Kesesuaian lahan aktual dan potensial.
Dengan adanya upaya perbaikan terlihat adanya kenaikan kesesuaian lahan S3 menjadi S2 yang cukup signifikan dan pengurangan persentase kelas lahan yang tidak sesuai (Gambar 10). Faktor pembatas ketidaksesuaian (kelas N) adalah ketebalan gambut, dimana faktor pembatas ini sulit untuk dinaikkan kelasnya dan tidak direkomendasikan untuk dinaikkan.
Gambar 11 Peta kelas kesesuaian lahan potensial untuk padi sawah.
46
47
Dalam penentuan kesesuaian lahan untuk padi ini juga dilakukan pengamatan langsung ke lapangan (ground check) untuk mengetahui bagaimana pendapat (judgement) masyarakat terhadap lokasi yang ada, apakah sesuai untuk budidaya padi atau tidak. Hasil pengamatan pada 84 titik yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 12. Secara umum terlihat bahwa areal yang secara aktual sesuai untuk padi sawah juga dinyatakan cocok untuk budidaya padi oleh masyarakat karena memberikan hasil yang lumayan bagus, demikian sebaliknya. Areal yang secara aktual tidak sesuai seperti lahan bergambut juga dinyatakan tidak sesuai untuk budidaya padi. Di beberapa tempat ada juga yang secara aktual tidak sesuai untuk budidaya padi, namun kenyataannya telah diusahakan dan memberikan hasil yang cukup tinggi. Hal ini seperti yang terdapat di kecamatan Babirik dan Amuntai Selatan. Untuk wilayah Kecamatan Paminggir terdapat perbedaan dalam hal ini. Wilayah ini merupakan areal yang punya potensi paling besar untuk pengembangan padi, namun kebanyakan pendapat (judgement) masyarakatnya menyatakan
tidak
sesuai
karena
mereka
memang
belum
pernah
mengusahakannya. Masyarakat di wilayah kecamatan ini umumnya adalah peternak kerbau rawa atau nelayan tangkap/budidaya, sehingga secara kultur mereka tidak biasa bertani padi. Namun beberapa tahun terakhir ini, telah mulai ada yang mencoba untuk menanam padi, dengan alasan karena beras semakin mahal. Kenyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Messing et al. (2003) yang menunjukkan bahwa bukan hanya sifat biofisik pada evaluasi kesesuaian lahan yang penting diperhatikan tetapi juga penting memperhatikan aspek sosial ekonomi seperti pilihan jenis pemanfaatan lahan. Untuk itu adanya peta kesesuaian lahan akan sangat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan (baik petani maupun pemerintah) untuk menyusun
rencana
selanjutnya dengan pola pendekatan partisipatif. Dengan adanya peta tersebut, maka dapat diketahui potensi atau kendala pemanfaatan lahan. Dalam hal kendala, seringkali bukan solusi terbaik yang dilakukan tetapi lebih kepada solusi terpraktis yang dapat diterima dan dilakukan oleh masyarakat setempat.
Gambar 12 Peta Titik pengamatan (ground check) untuk kesesuaian lahan padi sawah.
48
49
Potensi Pengembangan Lahan untuk Budidaya Padi Analisa kesesuaian lahan padi secara potensial dilakukan untuk melihat kemungkinan pengembangan wilayah untuk areal sawah rawa lebak. Untuk itu dilakukan proses matching antara kesesuaian lahan padi potensial dengan kondisi eksisting wilayah (peta penggunaan lahan) dari hasil interpretasi citra. Berdasarkan penggunaan/tutupan lahan, area yang berpotensi untuk dijadikan sawah adalah belukar/semak rawa dan rawa. Luas potensi pengembangan lahan untuk padi ini tersebar di seluruh wilayah kabupaten seperti terlihat pada Gambar 14 dengan luasan yang tertera pada Tabel 15. Tabel 15 Potensi pengembangan lahan untuk budidaya padi Luas kelas kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk padi (Ha) No.
Kecamatan
Potensial S2 (Eksisting sawah)
Potensial S3 (Eksisting sawah)
N (Eksisting sawah)
Potensial S2 (eksisting belukar rawa dan rawa)
Potensial S3 (eksisting belukar rawa dan rawa)
Tidak potensial
Jumlah
1
AMUNTAI SELATAN
1.261
61
663
528
158
13.235
15.907
2
AMUNTAI TENGAH
2.327
-
906
994
-
3.850
8.077
3
AMUNTAI UTARA
2.357
-
-
230
-
1.613
4.201
4
BABIRIK
3.212
1.370
49
684
404
1.730
7.449
5
BANJANG
1.805
-
-
1.709
-
4.834
8.348
6
DANAU PANGGANG
1.987
506
95
1.804
3.467
6.914
14.773
7
HAUR GADING
934
1
476
259
-
2.009
3.680
8
PAMINGGIR
-
-
-
6.567
7.795
5.180
19.544
9
SUNGAI PANDAN
4.922
9
3
549
1
545
6.030
10
SUNGAI TABUKAN
1.240
19
-
378
34
171
1.843
20.046
1.966
2.193
13.705
11.860
40.082
89.853
22,3
2,2
2,4
15,3
13,2
44,6
100,0
Jumlah Persentase (%)
Berdasarkan tabel 15 di atas terlihat bahwa potensi untuk pengembangan padi masih cukup luas, yaitu pada lahan potensial S2 dan S3 yang eksistingnya adalah belukar rawa dan rawa. Wilayah yang paling luas berpotensi untuk pengembangan padi sawah ini adalah Kec. Paminggir, kemudian Danau Panggang. Dua kecamatan ini memang masih memiliki lahan yang sangat luas berupa belukar rawa dan rawa. Namun daerah ini memiliki kedalaman muka air yang cukup tinggi di beberapa tempat sehingga terlambat mengalami penurunan muka air di musim kemarau. Wilayah lain yang juga cukup luas adalah Kec. Banjang dan Amuntai Tengah. Selain itu terdapat pula wilayah yang secara
50
aktual tidak sesuai untuk budidaya padi karena merupakan gambut dalam, namun kenyataannya di lokasi tersebut telah eksisting sawah dan dari hasil ground check diketahui memiliki produktivitas yang lumayan bagus. Kondisi ini terdapat di Kecamatan Amuntai Selatan, Amuntai Tengah, Babirik, Danau Panggang, Haur Gading dan Sungai Pandan. Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan areal ini memang tidak direkomendasikan untuk budidaya padi, namun masyarakat telah membukanya. Dengan kearifan lokal mereka membukanya tidak langsung luas namun sedikit demi sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lahan yang tidak sesuai bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan untuk lahan budidaya padi, namun untuk keberlanjutannya ke depan yang harus diperhatikan. Ketika lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya dalam luasan kecil hasilnya masih terlihat bagus dan menguntungkan, namun ketika dibuka dalam luasan besar hal yang terjadi kemungkinan akan menyebabkan kegagalan bahkan kerusakan lahan.
Potensial S2 (Eksisting sawah)
22%
Potensial S3 (Eksisting
45%
2% sawah) 3% N (Eksisting sawah) 15% 13%
Potensial S2 (eksisting belukar rawa dan rawa) Potensial S3 (eksisting belukar rawa dan rawa)
Gambar 13 Kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk budidaya padi. Dari seluruh luas wilayah administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara, wilayah yang telah eksisting sawah ada sekitar 27 % dan yang berpotensi untuk dikembangkan sekitar 28 %. Adapun yang tidak sesuai hampir setengahnya (45%) seperti yang terlihat pada Gambar 13. Luasnya potensi yang belum dikembangkan ini dapat dijadikan perencanaan untuk pengembangan lahan padi sawah dengan memperhatikan banyak faktor, diantaranya aksesibilitas jalan, kepemilikan lahan dan sosial ekonomi serta budaya masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan skala prioritas wilayah yang akan lebih dulu dikembangkan untuk budidaya padi (seperti kegiatan cetak sawah, optimalisasi lahan dan lain-lain).
Gambar 14 Peta potensi pengembangan lahan untuk padi
51
52
Keunggulan Komparatif Wilayah Sentra Produksi Padi Keunggulan komparatif suatu komoditas tertentu pada suatu wilayah dapat dilihat dari adanya pemusatan komoditas dengan luas areal lahan yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang dinilai pada satu titik tahun. Komoditas yang dikembangkan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja lokal dengan didukung oleh kesesuaian lahan sumberdaya lokal. Keunggulan komparatif ini dapat dinilai berdasarkan nilai LQ (Location Quotient). Analisis LQ (Location Quotient) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Analisis LQ dapat digunakan sebagai indikator komoditas unggulan berdasarkan luas areal tanam menurut wilayah kecamatan yang ada. Menurut Hendayana (2003), areal panen merupakan resultan kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur (peubah) iklim, fisiografi dan jenis tanah. Hal ini menunjukkan bahwa secara agregat di wilayah kecamatan tersebut produksi tanaman menghasilkan surplus produksi yang memungkinkan untuk mengekspor surplus itu keluar wilayah dan akhirnya mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Untuk memetakan komoditas unggulan wilayah, data yang digunakan bisa berupa data produksi atau produktivitas. Data produksi digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan berdasarkan kapasitas aktual dari aktivitas produksi. Sedangkan data produktivitas digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan berdasarkan kapasitas potensial dari aktivitas produksi (Pribadi, et al., 2009). Pada penelitian ini analisis LQ dilakukan dengan berdasarkan pada data luas areal tanam padi di setiap kecamatan pada tahun 2009. Hasil analisis LQ untuk melihat pemusatan aktivitas budidaya jenis komoditas pada suatu kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat dilihat pada tabel 16. Dalam hal ini dilakukan pembandingan komoditas padi dengan komoditas tanaman pangan lainnya berdasarkan luas tanam pada tahun 2009. Berdasarkan nilai LQ komoditas tanaman pangan dapat dijelaskan bahwa nilai LQ yang lebih besar dari satu (LQ>1) merupakan basis untuk prioritas pengembangan wilayah berdasarkan pertanian tanaman pangan, sedangkan LQ kurang dari satu (LQ<1) bukan merupakan basis dari komoditas pertanian tanaman pangan di kecamatan bersangkutan.
53
Tabel 16 Nilai LQ luas areal tanam tanaman pangan Kab. Hulu Sungai Utara No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Dn. Panggang Paminggir Babirik Sei.Pandan Sei.Tabukan Amt.Selatan Amt.Tengah Banjang Amt.Utara Haur gading
Padi sawah 1,05 0,92 1,04 1,03 1,03 1,05 0,84 0,97 1,02 1,01
Jagung 0,15 6,04 0,46 0,64 0,50 0,13 1,62 2,61 1,42 1,87
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
8,26 -
6,46 0,43 -
1,37 3,35 4,59 -
Ubi Kayu 0,68 2,55 1,32 1,24 1,05 1,03 1,28
Ubi Jalar 0,46 0,47 1,60 3,85 0,30 1,51 0,58 0,38 -
Sumber: Dinas Pertanian TPH Kab. Hulu Sungai Utara 2009 (hasil olahan data)
Dari Tabel 16 terlihat bahwa kisaran nilai LQ padi sawah pada sepuluh kecamatan adalah 0,84 – 1,05. Berdasarkan luas areal tanam terdapat tujuh kecamatan yang mempunyai LQ>1, dimana artinya kecamatan tersebut merupakan kecamatan basis untuk budidaya padi sawah. Hanya tiga kecamatan yang nilai LQ<1, namun nilainya mendekati satu yaitu Kecamatan Paminggir, Amuntai Tengah dan Banjang. Hal ini dimungkinkan karena luas tanam komoditas tanaman pangan yang lain juga cukup tinggi sehingga terjadi persaingan alokasi budidaya pertanian. Hasil analisis LQ pada Tabel 16 menunjukkan bahwa padi sawah merupakan komoditi tanaman pangan yang unggul di Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena memiliki nilai LQ>1 terbanyak yang artinya diusahakan hampir di semua kecamatan. Adapun untuk komoditi tanaman pangan lainnya hanya jagung yang diusahakan di semua kecamatan, sedangkan yang lainnya cenderung hanya diusahakan di kecamatan-kecamatan tertentu. Pemusatan wilayah basis padi yang ditandai dengan nilai LQ>1 secara spasial dapat dilihat pada Gambar 15. Dari gambar terlihat bahwa pemusatan wilayah budidaya padi terdapat di sekitar aliran dua sungai yang melintas di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang tersebar di Kecamatan Amuntai Utara, Amuntai Selatan, Babirik, Sungai Pandan, Sungai Tabukan, Haur Gading, dan Danau Panggang. Wilayah di sekitar aliran dua sungai tersebut merupakan wilayah yang berkembang karena pemusatan permukiman juga terdapat di wilayah ini.
Gambar 15 Peta wilayah basis budidaya padi.
54
55
Identifikasi wilayah yang harus dilindungi (kawasan konservasi) Dalam perencanaan penatagunaan penggunaan lahan pada suatu wilayah diperlukan identifikasi yang seksama untuk menentukan dimana kawasan budidaya dan dimana kawasan lindung. Kawasan lindung diperlukan untuk keberlanjutan budidaya itu sendiri. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung didefinisikan sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Salah satu yang dimaksud dengan kawasan lindung adalah kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. Dalam penatagunaan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang sebagian besar wilayahnya adalah lahan rawa, hal yang sangat penting diperhatikan adalah kawasan bergambut. Wosten et al. (2007) menyatakan bahwa lahan gambut tropis memberikan banyak fungsi sumber daya alam penting. Nilai gambut dalam hal ini meningkat karena luas tutupan wilayah lansekap dan simpanan karbonnya, pelestarian keanekaragaman hayati dan peran pengaturan air. Selain itu, berpengaruh pada beberapa skala lokal, regional dan global. Karena sensitivitas ini ekosistem lahan gambut tropis harus diperlakukan dengan hati-hati dan perlu pertimbangan sebelum konversi ke penggunaan lahan lainnya. Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Hulu Sungai Utara pada bagian barat hingga utara berada pada Daerah Aliran Sungai Barito. Pada wilayah fungsional ini, terdapat kesatuan hidrologis gambut yang secara administrasi termasuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Dalam pengelolaannya harus terjadi sinergi dan pandangan yang sama tentang wilayah gambut ini, yaitu dimana yang harus dijadikan kawasan lindung dan dimana kawasan budidaya. Kesatuan hidrologis gambut pada wilayah ini merupakan daerah depresi yang berada pada bagian tengah Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito. Siklus banjir/genangan di wilayah ini merupakan siklus banjir dan genangan yang bersifat musiman (seasonal). Genangan musiman yang dalam terjadi karena areal ini merupakan zone depresi yang berada di selatan dataran berbahan pasir
56
kuarsa, yang juga merupakan rawa belakang dari Sungai Barito. Variasi topografi dan elevasi lahan ini mempengaruhi proses deposisi bahan aluvial dan akumulasi bahan organik di areal ini. Adanya genangan pada daerah depresi menyebabkan terjadinya akumulasi bahan organik secara topogenik dan lambat laun akumulasi bahan organik terus bertambah elevasinya secara ombrogenik (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010). Dalam kesatuan hidrologis gambut tersebut, daerah yang merupakan gambut sangat dalam atau kubah gambut sebagian besar berada di wilayah Kalimantan Tengah, hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berdasarkan peta kesatuan hidrologis gambut, wilayah Kab. Hulu Sungai Utara memiliki ketebalan gambut bervariasi dari 40 cm hingga 600 cm. Luasan ketebalan gambut dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kawasan bergambut terluas adalah dengan ketebalan 200-300 cm yang mencapai 15.655 ha dan berada di bagian utara. Adapun gambut sangat tebal hanya 1.888 ha yang berada pada wilayah administrasi Kabupaten Hulu Sungai Utara dari sebaran yang sangat luas di wilayah administrasi Kalimantan Tengah seperti yang terlihat pada peta sebaran kesatuan hidrologis gambut lintas provinsi Kalsel-Kalteng (Gambar 17). Tabel 17 Ketebalan gambut di Kabupaten Hulu Sungai Utara No.
Ketebalan gambut (cm)
Luas (Ha)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5.
0 – 40 40 – 100 100 – 200 200 – 300 300 – 600
4.928 9.782 1.985 15.655 1.888
14,39 28,57 5,80 45,72 5,51
Jumlah
34.238
100,00
Selanjutnya untuk keperluan kawasan lindung, berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung bahwa kriteria kawasan bergambut yang dijadikan kawasan lindung adalah tanah bergambut dengan ketebalan tiga meter atau lebih yang terdapat dibagian hulu sungai dan rawa. Jika mengacu pada aturan tersebut, maka yang dijadikan kawasan lindung hanya seluas 1.888 ha, yaitu yang memiliki ketebalan gambut 300-600 cm. Namun untuk kepentingan fungsi lingkungan hidup tidak ada salahnya jika wilayah yang bergambut dengan kedalaman lebih dari dua meter dijadikan kawasan lindung dalam penataan penggunaan lahan di Kabupaten
57
Hulu Sungai Utara. Berdasarkan peta kesatuan hidrologis gambut wilayah yang memiliki ketebalan gambut lebih dari 200 cm ada di bagian utara, dan di dalam wilayah ini terdapat gambut dengan ketebalan lebih dangkal yaitu 100-200 cm. Untuk mempermudah penatagunaan lahan maka wilayah yang dijadikan sebagai kawasan lindung adalah wilayah dengan ketebalan gambut 100-600 cm. Hal ini juga dengan pertimbangan bahwa wilayah ini berdasarkan peta penggunaan lahan (landuse) sebagian besarnya masih berupa hutan rawa sekunder, belukar rawa dan rawa seperti terlihat pada Gambar 16, sehingga tidak menjadi permasalahan jika dijadikan kawasan lindung. Luasan kawasan lindung ini adalah 19.528 ha di bagian utara seperti pada Gambar 18. Wilayah yang juga dijadikan kawasan lindung adalah sempadan sungai. Kabupaten Hulu Sungai Utara dilintasi banyak sungai dan anak sungai, yaitu sungai besar (Sungai Barito) dengan anak sungainya yaitu Sungai Paminggir. Selain itu juga terdapat Sungai Tabalong dan Sungai Balangan yang melintasi daerah pemukiman dan dekat dengan jalan besar. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka sempadan sungai besar sekurang-kurangnya 100 m kanan kiri sungai. Sempadan anak sungai yang berada di luar pemukiman 50 m dan Sempadan anak sungai yang berada di dalam pemukiman 10-15 m. Mengikuti ketentuan tersebut, maka dibuatlah sempadan sungai sebagai kawasan lindung seperti yang terlihat pada Gambar 18. Sempadan untuk Sungai Barito adalah 100 m, Sungai Paminggir 50 m serta Sungai Tabalong dan Sungai Balangan 10 m. Adapun untuk sempadan danau sebesar 50 m yang berada di Kecamatan Danau Panggang.
(a)
(b)
Gambar 16 Kondisi eksisting di Kawasan Hidrologis Gambut (a) Semak/belukar rawa dan (b) Hutan rawa sekunder
Gambar 17 Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Kalteng-Kalsel
58
Gambar 18 Peta kawasan lindung, sempadan sungai dan sempadan danau.
59
60
Arahan Penatagunaan Lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Perencanaan keberlanjutan.
penggunaan
Keberlanjutan
memperhatikan keberlanjutan
lahan
bisa
harus
dicapai
mempertimbangkan
dalam
pembangunan
aspek dengan
dari aspek fisik, ekonomi maupun sosial.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu mencukupi kebutuhan
masa
sekarang
tanpa
mengurangi
kemampuannya
pencukupan kebutuhan pada masa yang akan datang.
dalam
Terkait dengan ini,
Menurut Hurni (2000) perlu dikembangkan suatu konsep Sustainable Land Mangement yang merupakan suatu sistem teknologi dan atau perencanaan yang bertujuan untuk mengintegrasikan antara ekologi dengan faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik yang berhubungan dengan manajemen lahan pertanian atau sektor lain untuk mencapai keseimbangan. Menurut Sitorus (2004) dimensi pembangunan berkelanjutan meliputi aspek ekonomi yang mencakup pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisiensi; aspek sosial mencakup keadilan, kohesi sosial atau keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; sedangkan aspek ekologi mencakup keterpaduan ekosistem, sumberdaya alam, daya dukung lingkungan dan keanekaragaman hayati. Pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan melalui keterkaitan yang tepat antara sumberdaya alam, aspek sosio-ekonomi dan budaya (kultural). Disadari adanya batas-batas pemanfaatan sumberdaya alam dan batas kemampuan biosphere untuk dapat menyerap kegiatan manusia, meskipun melalui penggunaan teknologi batas tersebut dapat menjadi bersifat relatif. Perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan budidaya padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tidak hanya melihat manfaat ekonomi atas pengusahaannya, namun juga memperhatikan aspek kesesuaian lahan dan pemusatan kegiatan budidaya padi sebagai bentuk preferensi masyarakat terhadap usaha ini. Selain itu untuk keberlanjutan, perlindungan wilayah gambut terutama gambut dalam harus menjadi perhatian disamping sempadan sungai dan sempadan danau. Untuk itu arahan pemanfaatan lahan untuk budidaya padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara tetap harus melindungi gambut, sungai dan danau seperti yang terlihat pada Gambar 20. Prioritas lahan untuk pengembangan budidaya padi juga memperhatikan pemusatan kegiatan atau wilayah basis untuk budidaya padi seperti yang
61
diuraikan di atas. Sehingga tetap harus dipilah wilayah yang akan dikembangkan lebih dulu berdasarkan wilayah basis ini, karena meskipun sesuai untuk budidaya padi namun masyarakatnnya tidak terbiasa mengusahakan pertanian padi maka akan
tidak
relevan
juga
untuk
dikembangkan.
Kemungkinan
prioritas
pengembangan wilayah untuk perluasan lahan padi dapat dilihat seperti Gambar 20 dengan luasan seperti pada Tabel 18. Adanya prioritas untuk perluasan lahan padi ini diharapkan dapat menjawab salah satu tujuan dari penggunaan lahan itu sendiri. Dimana menurut Shi-yin (2007) tujuan penggunaan lahan adalah untuk mencapai efisiensi ekonomi, sosial, ekologi dan lingkungan, yang seharusnya menjadi hasil akhir dari pemanfaatan sumber daya tanah. Evaluasi efisiensi penggunaan lahan secara umum sangat penting dalam revisi perencanaan penggunaan lahan dan peraturan penggunaan lahan. Hal tersebut diharapkan dapat memberi pengaruh yang besar pada penggunaan lahan yang berkelanjutan dan pembangunan masyarakat
dan
ekonomi
secara
berkelanjutan.
Untuk
meningkatkan
pembentukan ekologi lingkungan, dibutuhkan adanya peraturan struktur dan pola penggunaan lahan.
eksisting sawah 1% 2% 20%
Pengembangan sawah pada wilayah basis
27%
Pengembangan sawah pada wilayah non basis Tidak potensial untuk sawah 9%
22%
Kawasan lindung gambut 19% Kawasan lindung sempadan danau Kawasan lindung sempadan sungai
Gambar 19 Persentase Luas arahan penatagunaan lahan untuk padi.
Tabel 18 Arahan penatagunaan lahan untuk padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara
62
Gambar 20 Peta arahan penatagunaan lahan untuk padi di Kab. Hulu Sungai Utara.
63
64
Berdasarkan Tabel 18 dan Gambar 19 terlihat bahwa wilayah yang eksisting sawah lebih dari seperempat luas wilayah kabupaten. Adapun potensi pengembangan sawah berdasarkan kesesuaian lahannya sebanyak kurang lebih 27,8% dari luas wilayah, dimana terdapat 9,2% di wilayah basis dan 18,6% di wilayah non basis. Prioritas pengembangan dilakukan terhadap wilayah basis yang potensial, setelah itu baru wilayah non basis. Wilayah basis yang berpotensi besar untuk pengembangan padi adalah di Kec. Danau Panggang dan Kec. Babirik, sedangkan wilayah non basis yang berpotensi besar adalah di Kec. Paminggir dan Kec. Banjang. Wilayah yang tidak berpotensi untuk dikembangkan padi lebih dari seperlima luas kabupaten. Sebagai
kawasan
penyangga
untuk
keberlanjutan
budidaya
dan
kelestarian lingkungan terdapat tiga wilayah kawasan lindung, yaitu kawasan lindung gambut, kawasan lindung sempadan sungai dan kawasan lindung danau. Luas kawasan lindung ini sekitar 23 % dari luas kabupaten. Namun pada wilayah kawasan lindung gambut terdapat lahan sawah eksisting seluas 1.140 ha (1%). Adanya sawah di kawasan lindung gambut ini sebagai gambaran bahwa masyarakat mempunyai keinginan untuk terus memperluas lahan padinya. Sawah yang terdapat di wilayah lindung ini berada pada ketebalan gambut 100200 cm. Secara yuridis tidak menyalahi aturan untuk budidaya, namun untuk kebaikan bersama sebaiknya tidak dilakukan lagi perluasan areal tanam di wilayah ini. Untuk wilayah yang sudah eksisting sawah diberikan kebijakan untuk tetap diusahakan sebagai lahan sawah. Analisis SWOT
Dalam menyusun suatu strategi pengembangan wilayah berdasarkan budidaya padi perlu dilakukan analisis secara komprehensif untuk melihat potensi, kelemahan, peluang dan kendala yang ada. Pada penelitian ini digunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity dan Threat), yaitu analisis potensi/kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/kendala. Untuk itu dilakukan inventarisasi dan klasifikasi terhadap potensi/kekuatan dan kelemahan/ permasalahan sebagai faktor internal serta peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal dalam pengembangan lahan padi di Kabupaten Hulu sungai Utara. Langkah-langkah yang dilakukan adalah : (1) input stage (analisis data input),
65
(2) matching stage (analisis pencocokan), dan (3) decision stage (analisis pengambilan keputusan). Analisis data input dimulai dengan identifikasi lingkungan, dilanjutkan dengan analisis faktor internal dan faktor eksternal. Proses analisis akan menghasilkan beberapa asumsi atau peluang strategis untuk tujuan keberhasilan kebijakan. Dalam mengidentifikasi faktor-faktor tersebut, penulis mencoba mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang menjadi faktor kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman. Selanjutnya dilakukan wawancara serta pengisian kuesioner terhadap para pemegang kebijakan maupun stakeholder selaku pelaku usaha tani. Hasil dari kegiatan ini adalah teridentifikasinya faktorfaktor yang diperlukan untuk analisis SWOT yaitu sebagai berikut : 1.
Kekuatan (Strength) a. Sumberdaya alam berupa areal yang sangat luas dan potensial b. Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian c. Kelembagaan petani (jumlah kelompok tani yang besar) d. Dukungan/kebijakan pemerintah e. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi f. Output berupa padi organik g. Biaya input untuk produksi (Ex : pupuk, bibit, dll) yang rendah h. Tingkat keuntungan usaha i. Koordinasi antar instansi pemerintah daerah maupun pusat dalam kegiatan-kegiatan di bidang pertanian j. Produktivitas padi yang dihasilkan cukup tinggi
2.
Kelemahan (Weakness) : a. Kondisi fisik rawa lebak (fluktuasi ketersediaan air yang tidak jelas) b. Permasalahan pada kegiatan pasca panen sehingga kualitas gabah kurang bagus c. Kemampuan modal usaha petani yang rendah
3.
Peluang (Oppurtunity) a. Permintaan gabah/beras yang terus meningkat b. Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah komunikasi c. Potensi pasar yang masih terbuka luas d. Potensi pasar untuk beras organik
66
e. Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah daerah lebih tepat sasaran f. Adanya ketersediaan kredit/permodalan g. Ketersediaan teknologi 4.
Ancaman (Threat) : a. Tingkat inflasi yang tinggi b. Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas c. Adanya kebijakan impor beras d. Kemungkinan persaingan penggunaan lahan dengan perkebunan Faktor internal dan faktor eksternal dibuat dalam bentuk matriks SWOT.
Masing-masing kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki dalam upaya pengembangan budidaya padi diberi bobot penilaian sesuai dengan bobot kepentingan (Tabel 19). Penilaian bobot ini berdasarkan pada analisis yang dilakukan penulis, pengamatan lapangan, hasil wawancara serta pengisian kuesioner oleh para pengambil kebijakan dan stakeholder. Analisis pencocokan dilakukan dengan mencocokkan faktor-faktor yang terdapat dalam matriks SWOT untuk mendapatkan beberapa strategi alternatif dalam upaya menentukan prioritas kebijakan dalam pengembangan wilayah untuk perluasan lahan padi. Matriks ini dapat dilihat pada Tabel 20. Dari matriks ini terlihat beberapa asumsi alternatif strategi yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Strategi Strength-Oppurtunity, yaitu memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang 2. Strategi Weakness-Oppurtunity, yaitu meminimalkan kelemahan untuk mencapai dan memanfaatkan peluang yang ada 3. Strategi
Strength-Threat,
yaitu
memanfaatkan
kekuatan
untuk
mengurangi ancaman; 4. Strategi Weakness-Threat, yaitu taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk menguragi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari ancaman-ancaman lingkungan luar.
67
Tabel 19 Penilaian tingkat kepentingan SWOT Strategi
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9
Bobot
Sumberdaya alam berupa areal yang sangat luas dan potensial Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian Kelembagaan petani (jumlah kelompok tani yang besar) Dukungan/kebijakan pemerintah Ketersediaan sarana dan prasarana produksi Output berupa padi organik Biaya input untuk produksi (Ex : pupuk, bibit, dll) yang rendah Tingkat keuntungan usaha Koordinasi antar instansi pemerintah daerah maupun pusat dalam kegiatan-kegiatan di bidang pertanian Produktivitas padi yang dihasilkan cukup tinggi
4 4 3 3 4 3 3 3 3
Kondisi fisik rawa lebak (fluktuasi ketersediaan air yang tidak jelas) Permasalahan pada kegiatan pasca panen sehingga kualitas gabah kurang bagus Kemampuan modal usaha petani yang rendah
3 3 3
4 3 3 3 3
O6 O7
Permintaan gabah/beras yang terus meningkat Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah komunikasi Potensi pasar yang masih terbuka luas Potensi pasar untuk beras organik Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah daerah lebih tepat sasaran Adanya ketersediaan kredit/permodalan Ketersediaan teknologi
T1 T2 T3 T4
Tingkat inflasi yang tinggi Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas Adanya kebijakan impor beras Kemungkinan persaingan penggunaan lahan dengan perkebunan
2 3 3 3
S10 W1 W2 W3 O1 O2 O3 O4 O5
4
3 3
Sumber : Hasil olahan dari wawancara dan pengisian kuesioner
Langkah selanjutnya adalah Analisis pengambilan keputusan dengan memilih keputusan yang terbaik untuk dilaksanakan. Dalam hal ini setiap alternatif strategis pada matriks SWOT diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya, kemudian diberi rangking. Pemberian nilai berdasarkan penjumlahan nilai-nilai dari faktor-faktor yang membangun alternatif strategi. Pemberian ranking berdasarkan pada point nilai tertinggi. Penggambaran pengambilan tingkat prioritas ini dapat dilihat pada Tabel 21.
68
Tabel 20 Matriks SWOT Kekuatan (Strenght) : 1. Sumberdaya alam berupa areal yang sangat luas 2. Sumberdaya manusia yang bekerja di sektor pertanian 3. Kelembagaan petani (jumlah kel. Tani yang besar) 4. Dukungan/kebijakan pemerintah 5. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi 6. Output berupa padi organik 7. Biaya input untuk produksi (Ex : pupuk, bibit, dll) yang rendah 8. Tingkat keuntungan usaha 9. Koordinasi antar instansi pemerintah daerah maupun pusat dalam kegiatan-kegiatan di bidang pertanian 10. Produktivitas padi yang dihasilkan cukup tinggi
Kelemahan (Weakness) : 1. Kondisi fisik rawa lebak (fluktuasi ketersediaan air yang tidak jelas) 2. Permasalahan pada kegiatan pasca panen sehingga kualitas gabah kurang bagus 3. Kemampuan modal usaha petani yang rendah
Peluang (Oppurtunity) : 1. Permintaan gabah/beras yang terus meningkat 2. Berkembangnya teknologi informasi sehingga mempermudah komunikasi 3. Potensi pasar yang masih terbuka luas 4. Potensi pasar untuk beras organik 5. Adanya kebijakan otonomi daerah sehingga kebijakan pemerintah daerah lebih tepat sasaran 6. Adanya ketersediaan kredit/permodalan 7. Ketersediaan teknologi
1. Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik di daerah sektor basis dengan kebijakan pemerintah untuk pengembangan padi 2. Meningkatkan peran kelembagaan petani untuk melakukan kemitraan dengan pedagang dan stakeholder 3. Meningkatkan keuntungan dengan menjual kelebihan produksi berupa beras bukan gabah 4. Meningkatkan nilai tambah dengan melakukan pengembangan padi organik
1. Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk pengaturan tata air 2. Meningkatkan sistem kelembagaan terutama untuk permodalan 3. Menambah sarana prasarana on farm maupun off farm (pasca panen) untuk budidaya secara semi mekanik seperti alat penggulung rumput, lantai jemur, drier, power thresher, dll.
Ancaman (Threat) : 1. Tingkat inflasi yang tinggi 2. Fluktuasi harga gabah yang tidak jelas 3. Adanya kebijakan impor beras 4. Kemungkinan persaingan penggunaan lahan dg perkebunan
1. Melakukan kerjasama teknologi dan peningkatan SDM dengan daerah lain yang lebih maju 2. Meningkatkan kapasitas penyuluhan yang efektif dan efisien kepada petani
1. Meningkatkan kualitas gabah agar memiliki harga yang bersaing 2. Adanya kebijakan pemerintah dalam penggunaan lahan.
Internal
Eksternal
69
Tabel 21 Pemilihan analisis prioritas yang diunggulkan No.
Alternatif strategi
Keterkaitan
Kepentingan
Ranking
1.
Memanfaatkan potensi wilayah (S 1,2,4,5, 7,9 yang sesuai secara fisik di daerah O 1,3,5,7) sektor basis dengan kebijakan pemerintah untuk pengembangan padi.
34
1
2.
Meningkatkan peran kelembagaan (S 2, 3 O 2, 6) petani untuk melakukan kemitraan dengan pedagang dan stakeholder.
13
7
3.
Meningkatkan keuntungan dengan (S 5,8,10 O 1, 3, 7) menjual kelebihan produksi berupa beras bukan gabah.
21
2
4.
Meningkatkan nilai tambah (S 1, 6, 7 O 1,4) dengan melakukan pengembangan padi organik.
17
4
5.
Membangun sarana dan prasarana (W 1,2 O 1, 3, 5,7) pendukung untuk pengaturan tata air.
19
3
6.
Meningkatkan sistem kelembagaan (W 3 O 1, 3, 5, 6) terutama untuk permodalan.
16
5
7.
Menambah sarana prasarana on (W 2 O 1, 3, 5, 7) farm maupun off farm (pasca panen) untuk budidaya secara semi mekanik seperti alat penggulung rumput, lantai jemur, drier, power thresher, dll.
16
6
Dari hasil analisa peringkat kepentingan, maka prioritas kebijakan yang menempati ranking
pertama yang merupakan kebijakan yang pertama
dilaksanakan. Prioritas utama adalah kebijakan pada kuadran I dan II, selanjutnya baru kuadran III dan IV. Berdasarkan Tabel 21 di atas, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan berturut-turut sebagai berikut : 1.
Memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai secara fisik di daerah sektor basis dengan kebijakan pemerintah untuk pengembangan padi.
2.
Meningkatkan keuntungan dengan menjual kelebihan produksi berupa beras bukan gabah.
3.
Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk pengaturan tata air.
4.
Meningkatkan organik.
nilai tambah dengan melakukan pengembangan padi
70
5.
Meningkatkan sistem kelembagaan terutama untuk permodalan.
6.
Menambah sarana prasarana on farm maupun off farm (pasca panen) untuk budidaya secara semi-mekanik seperti alat penggulung rumput, lantai jemur, drier, power thresher, dll.
7.
Meningkatkan peran kelembagaan petani untuk melakukan kemitraan dengan pedagang dan stakeholder.
Berbagai alternatif kebijakan untuk pengembangan lahan padi yang akan dilaksanakan untuk dijabarkan menjadi program maupun kegiatan pembangunan di Kabupaten Hulu Sungai Utara perlu memperhatikan banyak aspek, baik aspek biofisik, sosial budaya masyarakat maupun kebijakan pemerintah. Aspek biofisik meliputi kesesuaian lahan maupun daya dukungnya, sedangkan aspek sosial budaya lebih kepada mental masyarakat itu sendiri yang tidak terlepas dari adatistiadat, budaya, kebiasaan maupun pola fikir. Adapun kebijakan pemerintah sangat diperlukan terutama dalam hal pengadaan sarana prasarana fisik yang menunjang untuk pengembangan budidaya padi, selain adanya kemauan yang kuat dari pemegang kebijakan (penguasa) untuk kemajuan daerah dan kemakmuran masyarakat.
71
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Lahan rawa lebak yang sangat luas di Kab. HSU sebagian besar berpotensi untuk pengembangan padi karena lahannya menunjang untuk budidaya padi berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan. 2. Sentra produksi padi berdasarkan keunggulan komparatif berada di sepanjang dan diantara dua sungai (Sungai Tabalong dan Sungai Balangan) yang melintas di Kab. HSU yang tersebar di Kec. Amuntai Selatan, Amuntai Utara, Babirik, Danau Panggang, Haur Gading, Sungai Pandan dan Sungai Tabukan. 3. Pengembangan wilayah sentra produksi padi dilakukan terhadap lahan yang sesuai untuk budidaya padi dan merupakan wilayah basis, yaitu di Kec. Amuntai Selatan, Amuntai Utara, Babirik, Danau Panggang, Haur Gading, Sungai Pandan dan Sungai Tabukan, dengan areal terluas di Kec. Danau Panggang. Pengembangan selanjutnya dapat dilakukan di wilayah non basis yaitu di Kec. Amuntai Tengah, Banjang dan Paminggir, dengan areal terluas di Kec. Paminggir. 4. Kawasan lindung gambut ditetapkan dibagian utara, kawasan lindung sempadan danau di Kec. Danau Panggang dan kawasan lindung sempadan sungai di luar pemukinan dan di dalam pemukiman. 5. Berdasarkan analisis SWOT prioritas kebijakan dalam pengembangan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah memanfaatkan potensi wilayah yang lahannya sesuai secara fisik di daerah sektor basis dengan kebijakan pemerintah untuk pengembangan padi. Saran Untuk kepentingan pengembangan wilayah, perlu penelitian lebih lanjut terhadap wilayah-wilayah yang tidak sesuai untuk padi dan tidak merupakan wilayah lindung untuk pengembangan budidaya komoditas lain yang potensial dan memberikan keuntungan secara ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah T. 2005. Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Usaha Pertanian. Banjarbaru: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Adimihardja A, Subagyono K, Al-Jabri M. 2006. Konservasi dan Rehabilitasi Lahan Rawa. Di dalam: Irsal Las, pengarah. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Hlm 229-269. Anwar A dan Rustiadi E. 2000. Perspektif Pembangunan Tata Ruang (Spatial) Wilayah Pedesaan dalam Rangka Pembangunan Regional. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Perdesaan. Program Sarjana IPB. Bogor. Hal 25-31. Azisa AN. 2008. Analisis Prioritas Pengembangan Wilayah Berdasarkan Potensi Pertanian Padi (Studi Kasus Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Selatan) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [Balittra] Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. 2001. 40 Tahun Balittra 19612001. Perkembangan dan Program Penelitian ke Depan Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Banjarbaru: Balittra. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2002. Laporan Final Pelaksanaan Pekerjaan Studi Pengembangan Lahan Rawa Lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Amuntai: Bappeda Kabupaten Hulu Sungai Utara. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2009. Data Pokok dan album Peta untuk Informasi dan Bahan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2009. Amuntai: Bappeda Kabupaten Hulu Sungai Utara. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2009. Kabupaten Hulu Sungai Utara Dalam Angka. Amuntai: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2010. Kabupaten Hulu Sungai Utara Dalam Angka. Amuntai: BPS. Barus B dan Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. [Diperta] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2010. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2009. Amuntai: Diperta TPH Kab. HSU. Djakapermana, RD. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman. Bogor: Penerbit IPB Press.
73
Djaenudin D, Hendrisman M, Subagyo H, Hidayat A. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditi Pertanian. Bogor: Balai Penelitian Tanah Puslitbangtanak Balitbangtan Departemen Pertanian RI. Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Question (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Jurnal Informatika Pertanian Volume 12. [Desember 2003]. Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Hurni H. 2000. Assessing Sustainable Land Management (SLM). Agriculture, Ecosystems and Environment 81 (2000) 83–92. Elsevier. Iskandarini. 2002. Analisis Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jansen LJM, Gregorio AD. 2002. Parametric Land Cover and Land-Use Classifications as Tools for Environmental Change Detection. Agriculture, Ecosystems and Environment 91 (2002) 89–100. Elsevier. [JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency Earth Observation Research and Application Center. 2008. ALOS Data Users Handbook Revision C. Tokyo: JAXA. [KNLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Verifikasi Kesatuan Hidrologis Gambut dan Kubah Gambut Lintas Provinsi Kalteng dan Kalsel. Jakarta: KNLH. Lillesand TM dan Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Messing I, Fagerstro MHH, Chen L, Fu B. 2003. Criteria for Land Suitability Evaluation in a Small Catchment on The Loess Plateau in China. Catena 54 (2003) 215–234. Elsevier. Noor, M. 2007. Rawa Lebak Ekologi, Pemanfaatan, dan Pengembangannya. Jakarta: Rajawali Pers. Nugroho, K., Alkasuma, Paidi, W. Wahdini, A. Adi, H. Suwardjo, dan IPG. Widjaya Adhi. 1992. Peta Areal Potensial untuk Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut, dan Pantai. Bogor: Puslitanak. Pribadi DO, Panuju DR, Rustiadi E, Pravitasari AE. 2009. Permodelan Perencanaan Pengembangan Wilayah, Konsep, Metode, Aplikasi dan Teknik Komputasi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rangkuti, F. 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
74
Ritung S dan Hidayat A. 2007. Prospek Perluasan Lahan untuk Padi Sawah dan Padi Gogo di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan Volume 1 No. 4 [Desember 2007] : 25-38. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Ritung S, Wahyunto, Agus A, Hidayat H. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Bogor: Badan Penelitian Tanah dan Word Agroforestry Centre. Rustiadi E, Saefulhakim S, dan Panudju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Shi-yin C, Yao-lin L, Cui-fang C. 2007. Evaluation of Land-Use Efficiency Based on Regional Scale - A Case Study in Zhanjiang, Guangdong Province. J China Univ Mining & Technol 2007, 17(2): 0215-0219. Sitorus S. 2004a. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sitorus S. 2004b. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Penerbit Tarsito Soetrisno N. 1998. Ketahanan Pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI : 189-221. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Subagyo, H. 2006. Lahan Rawa Lebak. Di dalam: Irsal Las, pengarah. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Hlm 99-115. Wiganda S. 2004. Dinamika Konsep Ketahanan Pangan. Di dalam: Suryana A, editor. Kemandirian Pangan Menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Jakarta: Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia (LISPI). Wosten JHM, Clymans E, Page SE, Rieley JO, Limin SH. 2008. Peat–water interrelationships in a tropical peatland ecosystem in Southeast Asia. Catena 73 (2008) : 212-224. Elsevier.
Peraturan dan Perundang-Undangan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Lampiran 1. Kesesuaian lahan padi lebak No Syarat 1 Tekstur
S1 Halus, agak halus, sedang
S2 Halus, agak halus, sedang
S3 agak kasar
kasar
2
terhambat, sangat terhambat
agak terhambat, agak cepat
sedang, baik
cepat
Buruk, sangat buruk
Agak buruk, agak baik
Baik
Drainase
N
3
KTK (cmol)
> 16
≤ 16
≤ 16
≤ 16
4
Kejenuhan basa (%)
> 35
20 - 35
< 20
< 20
5
pH
5.5 - 8.2
5.0 - 5.5
< 5.0
< 5.0
6
Kedalaman pirit (cm)
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
7
Kedalaman gambut (cm)
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
8
Kematangan gambut
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
9
Genangan
F31, F32
F41, F42, F43, F33
F21, F22, F23, F24, F34, F44
F11, F12, F13, F14, F15, F25, F35, F45
Sumber : Balai Penelitian Tanah Puslitbangtanak Balitbangtan Departemen Pertanian RI, 2003
Catatan : - Kematangan gambut - Genangan
: tanda + berarti ada pengkayaan bahan mineral : Fxy x = kedalaman air genangan 1 : < 25 cm 2 : 25 - 50 cm 3 : 50 - 150 cm 4 : >150 cm
y = lamanya banjir
1 : < 1 bulan 2 : 1-3 bulan 3 : 3-6 bulan 4 : > 6 bulan
Lampiran 2. Luas Areal Tanam Tanaman Pangan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2009 No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Danau Panggang Paminggir Babirik Sungai Pandan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah Banjang Amuntai Utara Haur Gading Jumlah
Padi sawah 3.105 21 6.005 3.839 2.609 3.750 3.790 3.592 2.206 1.760 30.677
Jagung 10 3 58 52 28 10 160 212 67 71 671
Tanaman Pangan (Ha) Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau 50 50
770 42 812
3 5 10 18
Ubi kayu
Ubi jalar
7 17 6 10 7 4 4 55
5 10 22 36 4 25 8 3 113
Jumlah 3.120 24 6.080 3.933 2.684 3.764 4.755 3.921 2.280 1.835 32.396
77
Lampiran 3.
KUISIONER PENELITIAN PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI
Judul penelitian POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALSEL
IDENTITAS RESPONDEN Nama
: ………………………………………………….
Pekerjaan/Jabatan
: ………………………………………………….
Alamat
: ………………………………………………….
Kami mohon Bapak/Ibu dapat mengisi kuisioner ini secara objektif dan benar. Penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademik dan tujuan ilmiah.
SRI JAMIATUL KHAIRAH AI56090214
SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2010
78
PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI INTERNAL Faktor internal dalam kuisioner ini adalah faktor-faktor strategis yang berasal dari dalam organisasi, yang mempengaruhi pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Petunjuk pengisian : a. Pemberian nilai positif (+) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi kekuatan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (+) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi kekuatan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. b. Pemberian nilai negatif (-) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi kelemahan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (-) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi kelemahan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. c. Selain faktor-faktor yang disebutkan di bawah ini, masih memungkinkan untuk menambah faktor-faktor internal lain yang menurut Bapak/Ibu mempengaruhi pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, kemudian berikan tanda () di bawah tanda (+) apabila faktor tersebut menjadi kekuatan atau di bawah tanda (-) apabila faktor tersebut menjadi kelemahan. No
Faktor Strategis Internal
+
-
Keterangan/Alasan
1
Sumberdaya alam (luasan areal)
……………………………...
2
Sumberdaya manusia
……………………………..
3
Kelembagaan Petani
…………………………....
4
Dukungan/kebijakan pemerintah
………………………….....
5
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi
………………………….....
6
Kondisi fisik rawa lebak (fluktuasi ketersediaan air)
………………………….....
7
Kegiatan pasca panen (kualitas gabah)
……………………………..
8
Output berupa Padi Organik
……………………………
9
Biaya input untuk produksi (ex : Pupuk, bibit, dll)
……………………………..
10
Kemampuan modal usaha
……………………………..
11
Tingkat keuntungan usaha
………………………….....
-
12
Koordinasi antar instansi pemerintah daerah maupun pusat
……………………………..
13
Budaya/kebiasaan masyarakat lokal
……………………………...
14 15
Produktivitas padi yang dihasilkan ……………………………………………….
……………………………... ……………………………
16
……………………………………………….
……………………………
79
PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI EKSTERNAL Faktor eksternal dalam kuisioner ini adalah faktor-faktor strategis yang berasal dari luar organisasi, yang mempengaruhi pengembangan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Petunjuk pengisian a. Pemberian nilai positif (+) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi peluang dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (+) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi peluang dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. b. Pemberian nilai negatif (-) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi ancaman dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (-) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi ancaman dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. c. Selain faktor-faktor yang disebutkan di bawah ini, masih memungkinkan untuk menambah faktor-faktor eksternal lain yang menurut Bapak/Ibu mempengaruhi pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, kemudian berikan tanda () di bawah tanda (+) apabila faktor tersebut menjadi peluang atau di bawah tanda (-) apabila faktor tersebut menjadi ancaman. No
Faktor Strategis Eksternal
+
-
Keterangan/Alasan
1
Permintaan gabah/beras
……………………………
2
Berkembangnya Teknologi Informasi
……………………………
3
Potensi Pasar
……………………………
4
Potensi Pasar Beras Organik
……………………………
5
Adanya Kebijakan Otonomi daerah
……………………………
6
Tingkat inflasi
……………………………
7
Fluktuasi harga
……………………………
8
Adanya kebijakan impor beras
……………………………
9
Ketersediaan kredit/permodalan
……………………………
10
Ketersediaan teknologi
……………………………
11
Persaingan Penggunaan lahan
……………………………
12
………………………………………………
……………………………
-
………………………………………………
……………………………
14
……………………………………………….
……………………………
15
……………………………………………….
……………………………
16
……………………………………………….
……………………………
13 kdd
80
PENENTUAN BOBOT FAKTOR PENGENDALI INTERNAL Tujuan : Mendapatkan penilaian responden terhadap tingkat kepentingan suatu faktor strategis internal dalam penentuan Strategi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah berupa pemberian bobot terhadap seberapa besar faktor strategis tersebut menentukan keberhasilan pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. Petunjuk khusus Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategis internal yang tersedia untuk kuisioner ini adalah : 1 = kurang penting/kurang menentukan 2 = agak penting/agak menentukan 3 = penting/menentukan 4 = sangat penting/sangat menentukan Pemberian bobot masing-masing faktor strategis dilakukan dengan memberikan tanda () pada tingkat kepentingan (1 s/d 4) yang paling sesuai menurut responden. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktor-faktor strategis internal yang telah ditinjau dari keseluruhan elemen yang ada. No
Faktor Strategis Internal 1
1
Sumberdaya alam (luasan areal)
2
Sumberdaya manusia
3
Kelembagaan Petani
4
Dukungan/kebijakan pemerintah
5
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi
6
Kondisi fisik rawa lebak (fluktuasi ketersediaan air)
7
Kegiatan pasca panen (kualitas gabah)
8
Output berupa Padi Organik
9
Biaya input untuk produksi (ex : Pupuk, bibit, dll)
10
Kemampuan modal usaha
11
Tingkat keuntungan usaha
12
Koordinasi antar instansi pemerintah daerah maupun pusat
13
Budaya/kebiasaan masyarakat lokal
14
Produktivitas padi yang dihasilkan
15
……………………………………………….
16
……………………………………………….
-
Bobot 2 3
4
81
PENENTUAN BOBOT FAKTOR PENGENDALI EKSTERNAL Tujuan : Mendapatkan penilaian responden terhadap tingkat kepentingan suatu faktor strategis eksternal dalam penentuan Strategi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah berupa pemberian bobot terhadap seberapa besar faktor strategis tersebut menentukan keberhasilan pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. Petunjuk khusus Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategis eksternal yang tersedia untuk kuisioner ini adalah : 1 = kurang penting/kurang menentukan 2 = agak penting/agak menentukan 3 = penting/menentukan 4 = sangat penting/sangat menentukan Pemberian bobot masing-masing faktor strategis dilakukan dengan memberikan tanda () pada tingkat kepentingan (1 s/d 4) yang paling sesuai menurut responden. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktorfaktor strategis eksternal yang telah ditinjau dari keseluruhan elemen yang ada. No
Faktor Strategis Eksternal 1
1
Permintaan gabah/beras
2
Berkembangnya Teknologi Informasi
3
Potensi Pasar
4
Potensi Pasar Beras Organik
5
Adanya Kebijakan Otonomi daerah
6
Tingkat inflasi
7
Fluktuasi harga
8
Adanya kebijakan impor beras
9
Ketersediaan kredit/permodalan
10
Ketersediaan teknologi
11
Persaingan Penggunaan lahan
12
………………………………………………
13
………………………………………………………..
14
………………………………………………………..
15
……………………………………………………….
-
Bobot 2 3
4
Lampiran 1. Kesesuaian lahan padi lebak No Syarat 1 Tekstur
S1 Halus, agak halus, sedang
S2 Halus, agak halus, sedang
S3 agak kasar
kasar
2
terhambat, sangat terhambat
agak terhambat, agak cepat
sedang, baik
cepat
Buruk, sangat buruk
Agak buruk, agak baik
Baik
Drainase
N
3
KTK (cmol)
> 16
≤ 16
≤ 16
≤ 16
4
Kejenuhan basa (%)
> 35
20 - 35
< 20
< 20
5
pH
5.5 - 8.2
5.0 - 5.5
< 5.0
< 5.0
6
Kedalaman pirit (cm)
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
7
Kedalaman gambut (cm)
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
8
Kematangan gambut
Saprik+
Saprik, Hemik+
Hemik, Fibrik+
Fibrik
9
Genangan
F31, F32
F41, F42, F43, F33
F21, F22, F23, F24, F34, F44
F11, F12, F13, F14, F15, F25, F35, F45
Sumber : Balai Penelitian Tanah Puslitbangtanak Balitbangtan Departemen Pertanian RI, 2003
Catatan : - Kematangan gambut - Genangan
: tanda + berarti ada pengkayaan bahan mineral : Fxy x = kedalaman air genangan 1 : < 25 cm 2 : 25 - 50 cm 3 : 50 - 150 cm 4 : >150 cm
y = lamanya banjir
1 : < 1 bulan 2 : 1-3 bulan 3 : 3-6 bulan 4 : > 6 bulan
Lampiran 2. Luas Areal Tanam Tanaman Pangan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2009 No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Danau Panggang Paminggir Babirik Sungai Pandan Sungai Tabukan Amuntai Selatan Amuntai Tengah Banjang Amuntai Utara Haur Gading Jumlah
Padi sawah 3.105 21 6.005 3.839 2.609 3.750 3.790 3.592 2.206 1.760 30.677
Jagung 10 3 58 52 28 10 160 212 67 71 671
Tanaman Pangan (Ha) Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau 50 50
770 42 812
3 5 10 18
Ubi kayu
Ubi jalar
7 17 6 10 7 4 4 55
5 10 22 36 4 25 8 3 113
Jumlah 3.120 24 6.080 3.933 2.684 3.764 4.755 3.921 2.280 1.835 32.396
77
Lampiran 3.
KUISIONER PENELITIAN PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI
Judul penelitian POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK UNTUK PERLUASAN LAHAN PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALSEL
IDENTITAS RESPONDEN Nama
: ………………………………………………….
Pekerjaan/Jabatan
: ………………………………………………….
Alamat
: ………………………………………………….
Kami mohon Bapak/Ibu dapat mengisi kuisioner ini secara objektif dan benar. Penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademik dan tujuan ilmiah.
SRI JAMIATUL KHAIRAH AI56090214
SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2010
78
PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI INTERNAL Faktor internal dalam kuisioner ini adalah faktor-faktor strategis yang berasal dari dalam organisasi, yang mempengaruhi pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Petunjuk pengisian : a. Pemberian nilai positif (+) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi kekuatan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (+) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi kekuatan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. b. Pemberian nilai negatif (-) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi kelemahan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (-) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi kelemahan dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. c. Selain faktor-faktor yang disebutkan di bawah ini, masih memungkinkan untuk menambah faktor-faktor internal lain yang menurut Bapak/Ibu mempengaruhi pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, kemudian berikan tanda () di bawah tanda (+) apabila faktor tersebut menjadi kekuatan atau di bawah tanda (-) apabila faktor tersebut menjadi kelemahan. No
Faktor Strategis Internal
+
-
Keterangan/Alasan
1
Sumberdaya alam (luasan areal)
……………………………...
2
Sumberdaya manusia
……………………………..
3
Kelembagaan Petani
…………………………....
4
Dukungan/kebijakan pemerintah
………………………….....
5
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi
………………………….....
6
Kondisi fisik rawa lebak (fluktuasi ketersediaan air)
………………………….....
7
Kegiatan pasca panen (kualitas gabah)
……………………………..
8
Output berupa Padi Organik
……………………………
9
Biaya input untuk produksi (ex : Pupuk, bibit, dll)
……………………………..
10
Kemampuan modal usaha
……………………………..
11
Tingkat keuntungan usaha
………………………….....
-
12
Koordinasi antar instansi pemerintah daerah maupun pusat
……………………………..
13
Budaya/kebiasaan masyarakat lokal
……………………………...
14 15
Produktivitas padi yang dihasilkan ……………………………………………….
……………………………... ……………………………
16
……………………………………………….
……………………………
79
PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI EKSTERNAL Faktor eksternal dalam kuisioner ini adalah faktor-faktor strategis yang berasal dari luar organisasi, yang mempengaruhi pengembangan pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Petunjuk pengisian a. Pemberian nilai positif (+) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi peluang dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (+) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi peluang dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. b. Pemberian nilai negatif (-) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi ancaman dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berikan tanda () di bawah tanda (-) pada tabel berikut, apabila faktor-faktor tersebut menjadi ancaman dalam pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. c. Selain faktor-faktor yang disebutkan di bawah ini, masih memungkinkan untuk menambah faktor-faktor eksternal lain yang menurut Bapak/Ibu mempengaruhi pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, kemudian berikan tanda () di bawah tanda (+) apabila faktor tersebut menjadi peluang atau di bawah tanda (-) apabila faktor tersebut menjadi ancaman. No
Faktor Strategis Eksternal
+
-
Keterangan/Alasan
1
Permintaan gabah/beras
……………………………
2
Berkembangnya Teknologi Informasi
……………………………
3
Potensi Pasar
……………………………
4
Potensi Pasar Beras Organik
……………………………
5
Adanya Kebijakan Otonomi daerah
……………………………
6
Tingkat inflasi
……………………………
7
Fluktuasi harga
……………………………
8
Adanya kebijakan impor beras
……………………………
9
Ketersediaan kredit/permodalan
……………………………
10
Ketersediaan teknologi
……………………………
11
Persaingan Penggunaan lahan
……………………………
12
………………………………………………
……………………………
-
………………………………………………
……………………………
14
……………………………………………….
……………………………
15
……………………………………………….
……………………………
16
……………………………………………….
……………………………
13 kdd
80
PENENTUAN BOBOT FAKTOR PENGENDALI INTERNAL Tujuan : Mendapatkan penilaian responden terhadap tingkat kepentingan suatu faktor strategis internal dalam penentuan Strategi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah berupa pemberian bobot terhadap seberapa besar faktor strategis tersebut menentukan keberhasilan pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. Petunjuk khusus Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategis internal yang tersedia untuk kuisioner ini adalah : 1 = kurang penting/kurang menentukan 2 = agak penting/agak menentukan 3 = penting/menentukan 4 = sangat penting/sangat menentukan Pemberian bobot masing-masing faktor strategis dilakukan dengan memberikan tanda () pada tingkat kepentingan (1 s/d 4) yang paling sesuai menurut responden. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktor-faktor strategis internal yang telah ditinjau dari keseluruhan elemen yang ada. No
Faktor Strategis Internal 1
1
Sumberdaya alam (luasan areal)
2
Sumberdaya manusia
3
Kelembagaan Petani
4
Dukungan/kebijakan pemerintah
5
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi
6
Kondisi fisik rawa lebak (fluktuasi ketersediaan air)
7
Kegiatan pasca panen (kualitas gabah)
8
Output berupa Padi Organik
9
Biaya input untuk produksi (ex : Pupuk, bibit, dll)
10
Kemampuan modal usaha
11
Tingkat keuntungan usaha
12
Koordinasi antar instansi pemerintah daerah maupun pusat
13
Budaya/kebiasaan masyarakat lokal
14
Produktivitas padi yang dihasilkan
15
……………………………………………….
16
……………………………………………….
-
Bobot 2 3
4
81
PENENTUAN BOBOT FAKTOR PENGENDALI EKSTERNAL Tujuan : Mendapatkan penilaian responden terhadap tingkat kepentingan suatu faktor strategis eksternal dalam penentuan Strategi Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah berupa pemberian bobot terhadap seberapa besar faktor strategis tersebut menentukan keberhasilan pengembangan lahan rawa lebak untuk perluasan lahan padi. Petunjuk khusus Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategis eksternal yang tersedia untuk kuisioner ini adalah : 1 = kurang penting/kurang menentukan 2 = agak penting/agak menentukan 3 = penting/menentukan 4 = sangat penting/sangat menentukan Pemberian bobot masing-masing faktor strategis dilakukan dengan memberikan tanda () pada tingkat kepentingan (1 s/d 4) yang paling sesuai menurut responden. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktorfaktor strategis eksternal yang telah ditinjau dari keseluruhan elemen yang ada. No
Faktor Strategis Eksternal 1
1
Permintaan gabah/beras
2
Berkembangnya Teknologi Informasi
3
Potensi Pasar
4
Potensi Pasar Beras Organik
5
Adanya Kebijakan Otonomi daerah
6
Tingkat inflasi
7
Fluktuasi harga
8
Adanya kebijakan impor beras
9
Ketersediaan kredit/permodalan
10
Ketersediaan teknologi
11
Persaingan Penggunaan lahan
12
………………………………………………
13
………………………………………………………..
14
………………………………………………………..
15
……………………………………………………….
-
Bobot 2 3
4