Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN Abdul Sabur Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan
ABSTRAK Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) berada di provinsi Kalimantan Selatan merupakan kabupaten yang memiliki produktivitas padi tertinggi yaitu 5,86 t/ha. Usaha untuk dapat meningkatkan produktifitas salah satunya adalah inovasi sistem tanam jajar legowo. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui persepsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo dan bagaimana diaplikasikan oleh petani di kabupaten ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani telah mengenal sistem tanam jajar legowo, tetapi dalam mengaplikasikan sistem tanam tersebut petani menghadapi masalah kurangnya tenaga kerja trampil yang bisa melakukan system tanam jajar legowo sesuai dengan juknis, mahalnya upah tenaga kerja, tidak adanya alat dukung yang sesuai dengan kondisi lahan rawa lebak yang kedalaman air pada saat tanam masih berkisar 10 -15 cm, serta kondisi alam yang sulit di prediksi, terkait dengan kondisi air di lahan pertanaman. Hal ini berdampak pada minimnya penggunaan sistem tanam jajar legowo di kabupaten ini walaupun proses desiminasinya sudah berjalan cukup lama. Kata kunci:: persepsi petani, jajar legowo
PENDAHULUAN Sektor pertanian utamanya komoditas padi sampai saat ini masih merupakan komoditas yang sangat strategis. Sebagai bahan penghasil beras dan dimanfaatkan sebagai pangan sebagian besar masyarakat Indonesia. Produksi padi terkait dengan banyak faktor salah satunya adalah penerapan tenik budidaya padi. Teknik budidaya yang tepat dan sesuai dengan lingkungan tumbuh dapat menjadi penentu keberhasilan pertanaman padi. Salah satu yang menyebabkan pengelolaan tanaman berhasil dipengaruhi oleh ketersediaan dan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan tumbuh tanaman. Hal tersebut dapat dicapai antara lain melalui pengaturan jarak tanam dan penggunaan umur bibit yang tepat. Menurut
Las
(2004),
salah
satu
strategi
yang
dikembangkan
untuk
meningkatkan hasil adalah mengembangkan varietas unggul modern yang memiliki daun tegak dan anakan banyak, sehingga memiliki kemampuan intersepsi cahaya yang lebih besar dan laju fotosintesis yang lebih baik. Hal ini membuat tanaman padi mampu menyediakan energi yang cukup untuk tumbuh dan menghasilkan gabah yang 255
Abd. Sabur: Persepsi Petani Terhadap Sistem Tanam ….
lebih baik. Hal ini pun harus didukung dengan teknik budidaya yang sesuai menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) perakaran tanaman dan jumlah anakan dipengaruhi oleh unsur hara P. Jarak tanam yang lebar cenderung untuk tumbuh lebih baik, karena pada jarak tanam ini tanaman mempunyai kesempatan lebih baik untuk mendapatkan cahaya, unsur hara yang cukup daripada jarak tanam sempit. Introduksi sistem tanam jajar legowo adalah salah satu inovasi teknologi yang memberikan dampak bagi peningkatan produktivitas padi karena dapat meningkatkan jumlah gabah/malai padi sawah dibandingkan sistem lain. Selain itu pada sistem tanam jajar legowo, dimana setiap tanaman mempunyai ruang kosong yang cukup sehingga mengurangi persaingan terhadap cahaya, udara dan air, kondisi ini menyebabkan pembentukan biji dapat terjadi dengan sempurna (Arafah 2006). Ditambahkan pula menurut penelitian Sudarsono dan Makarim (2008) sistem jajar legowo juga mampu meningkatkan jumlah malai persatuan luas. Kabupaten Hulu sungai Utara (HSU) mempunyai luas wilayah 892,7 km2, yaitu sebesar 2,38% luas Kalimantan Selatan. Secara geografis sebagian besar lahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah rawa lebak. Jika diamati dari segi pemanfaatan lahan, maka sebagian besar wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa hutan rawa yaitu seluas 29.711 ha (32,52%) dan persawahan 25.492 ha (27,91%). Adapun yang dimanfaatkan untuk pemukiman hanya sebesar 4.285 ha (4,69%), selebihnya 31.862 ha (34,88%) atau lebih dari sepertiga luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara masih berupa hamparan rumput rawa dan danau (BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara 2009). Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Pertanian TPH Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2010, luas lahan potensial sawah pada tahun 2009 sebesar 35.782 ha dan luas lahan fungsional yang telah diusahakan sebesar 30.610 ha dengan rata-rata produktivitas 5,86 ton/ha. dan termasuk salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki produktivitas padi tertinggi. Walaupun inovasi sistem jajar legowo sudah cukup lama di deseminasikan di kabupaten HSU tetapi sampai saat ini penggunaannya masih belum luas. Pengkajian ini bertujuan mengetahui persepsi petani rawa lebak terhadap inovasi teknologi sistem tanam jajar legowo, dan sejauh mana dapat diterima masyarakat petani di daerah rawa lebak kabupaten HSU, serta permasalahan yang menyebabkan begitu berkembang dengan baik
256
inovasi ini belum
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten HSU. dari bulan Mei sampai September 2012. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey, dengan teknik observasi. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani responden dengan cara wawancara langsung yang dibantu dengan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Adapun data sekunder diperoleh dari dinas atau instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling, dimana responden dipilih berdasarkan atas ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkannya (berada di tempat dan waktu yang tepat) serta memenuhi syarat yang telah ditetapkan (Cournoyer and Klein 2000). Syarat yang digunakan dalam penelitian adalah petani padi yang menggunakan jajar legowo dan tidak menggunakan jajar legowo dengan benih padi varietas Ciherang.
Jumlah sampel yang dijadikan
responden diperoleh berdasarkan penggunaan rumus Slovin. Rumus Slovin adalah sebagai berikut :
dimana: n = jumlah sampel N = ukuran populasi (jumlah petani padi) E = persen kesalahan sampel yang masih dapat ditolerir Berdasarkan rumus diatas, jika toleransi kesalahan sampel yang masih ditolerir adalah 10 persen dari jumlah petani padi yang berada dalam Kabupaten HSU adalah 35.483 orang maka jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 97,21 responden. Untuk memudahkan perhitungan jumlah responden yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah 100 responden terdiri dari 50 orang yang menggunakan jajar legowo dan 50 orang yang tidak menggunakan jajar legowo. Data yang di peroleh dianalisa menggunakan metode deksriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi atas data dasar saja (Nazir 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan dari semua responden yang menggunakan sistem tanam jajar legowo maupun yang tidak menggunakan jajar legowo menunjukkan sistem tanam ini belum sepenuhnya mereka adopsi. Kalaupun 257
Abd. Sabur: Persepsi Petani Terhadap Sistem Tanam ….
digunakan sistem tanam jajar legowo yang banyak di pakai adalah sistem 4:1 dengan semua lajur memiliki jumlah tanaman yang sama. Sedangkan sistem jajar legowo 2:1 sangat jarang di gunakan karena asumsi petani, bahwa terlalu banyak ruang lebar yang tidak termanfaatkan untuk pertanaman. Selain itu petani juga memodifikasi sendiri sistem jajar legowo yang mereka tanam di lahan mereka dengan asumsi bahwa cara tersebut bisa lebih menghemat waktu dan tenaga kerja serta jumlah pertanaman menjadi lebih banyak misalnya 5:1, 6:1 bahkan sampai 9:1. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 1. Adapun untuk jarak yang banyak di pakai adalah jarak antar tanaman 2025 cm sedangkan untuk jarak antar lajur 40 -50 cm. Berdasarkan mudah tidaknya mereka melakukan inovasi sistem tanam jajar legowo baik 2:1 maupun 4:1 juga dapat dilihat pada tabel 1. Sebagian besar petani menyatakan bahwa jajar legowo sulit dilakukan. Kelemahan sistem tanam jajar legowo, baik dengan pola 2:1, maupun 4:1, pada lahan rawa di kabupaten Hulu Sungai Utara lebih kepada kemampuan petani dalam menerapkannya karena kebanyakan petani dilokasi rawa belum terampil, sehingga sistem tanam ini menyulitkan bagi mereka pada saat mengaplikasikan dilapangan. Kendala yang dihadapi antara lain tidak adanya alat pendukung seperti caplak (Atejale = alat tanam jajar legowo) yang bisa diterapkan dengan baik pada lahan rawa. Caplak cukup efektif membantu sistem tanam jajar legowo pada lahan irigasi karena kondisi lahan yang mendukung penggunaan alat ini, pada saat tanam kedalaman air yang dapat diatur sehingga caplak dapat berfungsi dengan maksimal. Sedangkan pada lahan rawa
saat tanam kedalaman air kadang masih dalam,
terutama pada lahan rawa lebak yang termasuk tengahan dan lebak dalam, antara 10 s/d 15 cm, kondisi ini tentunya menyebabkan penggunaan caplak menjadi tidak efektif karena tanda (goresan) pada lahan yang dihasilkan dari penggunaan caplak menjadi tidak nampak atau cenderung tidak terlihat. Selain itu masih banyaknya serasah (sampah jerami) yang ada di lapangan juga menyebabkan sulit untuk membuat tanda pada lahan. Akibatnya petani menjadi susah pada saat melakukan penanaman, sedangkan jika menggunakan tali, petani kerepotan jika harus membentang tali dan memindahkan saat membuat lajur baru, hal lainnya adalah waktu yang di perlukan untuk menanam menjadi lebih lama. Untuk itu perlu adanya pengembangan dari alat bantu untuk sistem tanam jajar legowo yang bisa diaplikasikan dengan baik pada lahan rawa lebak seperti di kabupaten Hulu sungai Utara.
258
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Tabel 1. Sistem Tanam jajar legowo yang dipakai petani di lahan rawa lebak Kab. HSU, serta Tingkat kemudahan dalam pengaplikasian dilapang
No
Kecamatan
Sistem Tanam Jajar legowo yang dipakai 2:1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sungai Pandan Amuntai Tengah Amuntai Utara Banjang Amuntai Selatan Babirik Sungai Tabukan Haur gading Danau Panggang Paminggir
1
1
4:1 4 5 4 2 2 2 4 2 5 3
Lainnya ≥5:1 1 1 3 3 3 1 2 1
Tingkat kemudahan tanam jajar legowo pada lahan rawa lebak 2: 1 atau 4 : 1 Tidak Mudah Sulit Tahu 2 8 1 9 10 7 3 2 6 2 3 5 2 1 6 3 2 6 2 9 1 9 1
Hal lain yang juga menjadi permasalahan pada lahan rawa lebak dimana kondisi air susah untuk diprediksi, biasanya tanam dilakukan saat kondisi air pada lahan dianggap memungkinkan untuk ditanami yaitu permukaan air antara 5 - 15 cm, karena jika terlambat kemungkinan akan mengalami kekeringan. Penanaman di lahan rawa lebak umumnya dilakukan pada musim kering (MK). Tentunya ini menyebabkan pada waktu tersebut petani harus cepat menyelesaikan pertanamannya, kondisi ini menyebabkan tenaga kerja menjadi mahal dan langka. Selain itu ada kecendrungan tenaga kerja tanam akan memilih cara tanam yang mudah dan biasa mereka lakukan jika di bandingkan dengan sistem tanam jajar legowo. Lahan sawah rawa lebak di kabupaten HSU yang mereka usahakan sebagai lahan sawah cendrung tidak rata, sehingga waktu tanam menjadi tidak serempak pada lahan yang sama. Perbedaannya bisa mencapai satu minggu bahkan lebih, sehingga pertanaman menjadi tidak seragam. Dari segi hasil walau dari penelitian ini menunjukkan dengan sistem tanam jajar legowo memberikan hasil yang tinggi, namun tidak begitu signifikan jika di tinjau dari segi ekonomis, karena penambahannya tidak memberikan keuntungan yang besar jika di bandingkan tanan non jajar legowo. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Jika variabel lain dianggap sama dan yang berbeda hanya pada sistem tanam, maka jika diambil dari nilai rerata menunjukkan ada perbedaan selisih antara hasil tanam sistem jajar legowo dan non jajar legowo sebesar 0,278 ton/ha atau 278 kg/ha, jika diasumsikan harga GKG sebesar Rp 3.500
259
Abd. Sabur: Persepsi Petani Terhadap Sistem Tanam ….
maka terdapat selisih pendapatan sebesar Rp 973.000,-/ha. tetapi jika dibandingkan dengan selisih upah tanam yang harus dibayar petani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo bisa mencapai Rp 1,26 jt/ha (dengan asumsi selisih 36.000/borong, 1 ha = 35 borong (17 x 17 m2)) maka peningkatan pendapatan tersebut menjadi tidak berarti, karena selisih upah lebih besar dari pertambahan produktivitas. Informasi upah tanam dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Hasil ubinan dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo dan sistem non jajar legowo pada lahan rawa lebak Kabupaten HSU, serta umur bibit yang di tanam pada kedua sistem tanam tersebut.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan Sungai Pandan Amuntai Tengah Amuntai Utara Banjang Amuntai Salatan Babirik Sungai Tabukan Haur gading Danau Panggang Paminggir Rerata
Hasil GKG t/ha Jajar legowo Non Jajar legowo 7,84 6,88 6,08 5,94 7,04 7,04 6,40 6,40 7,52 6,40 9,60 10,40 7,04 6,72 6,64 6,24 7,84 7.36 8,16 8,00 7,42 7,14
Umur tanam bibit Jajar Non Jajar legowo legowo 31 31 30 30 32 32 30 31 30 30 28 28 30 28 28 30 28 28 28 30 29,5 29,8
Tabel 3. Biaya upah tanam untuk sistem tanam jajar legowo dan sistem non jajar legowo pada lahan rawa lebak Kabupaten HSU
No 1
2
sistem tanam
Biaya upah tanam / borong Sungai Pandan
Amuntai Tengah
Amuntai Utara
Banjang
Amuntai Selatan
Babirik
Sungai tabukan
Haur Gading
Danau panggang
Paminggir
Non Jajar legowo
30.000
50.000
50.000
50.000
50.000
45.000
50.000
50.000
50.000
50.000
Jajar legowo
50.000
80.000
100.000
85.000
75.000
75.000
80.000
75.000
100.000
100.000
20.000
30.000
50.000
50.000
25.000
30.000
30.000
25.000
50.000
50.000
Selesih upah tanam/borong
Penggunaan bibit yang tidak bisa digolongkan muda di atas 29 hari. Karena di kabupaten ini petani melakukan 2 kali pindah sebelum di tanam, karena mereka masih menggunakan sistem mengotong (Semai) biasanya berumur 15- 20 hari, kemudian di
260
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Ampak (tanam di sawah) biasanya antara 10-15 hari, sehingga totalnya bisa mencapai 30 hari baru kemudian ditanam. Cara ini mereka lakukan untuk mengantisifasi prilaku alam terutama air yang sulit di prediksi. Padahal anjuran tanam bibit yang lebih muda akan menghasilkan anakan yang lebih tinggi dibandingkan bibit yang lebih tua (Deptan 2008). Sehingga kondisi ini kemungkinan menjadi salah satu sebab produktivitas anakan menurun walaupun tanam menggunakan jajar legowo. Muaranya peningkatan produktivitas gabah juga menjadi rendah walaupun menggunakan sistem tanam jajar legowo. Prilaku ini di sisi lain menyebabkan jajar legowo yang mereka terapkan menjadi kurang nyata dalam memperlihatkan perbedaan dengan yang menggunakan tanam biasa, sehingga informasi yang dihasilkan bahwa sistem tanam jajar legowo lebih baik kurang dapat diterima masyarakat. Upah tanam antara sistem tanam biasa yang diterapkan pada lahan rawa lebak di kabupaten HSU dengan sistem tanam jajar legowo, cukup berbeda jika kisaran upah tanam biasa antara Rp 30.000 – Rp 50.000/borong (ukuran 17 x 17 m2) maka upah jajar legowo antara Rp 50.000 – Rp 100.000/borong, tentunya hal ini menjadi sangat singnifikan meningkatkan input biaya yang di perlukan antara Rp 700.000 – Rp 1.750.000 jika tanam menggunakan tenaga kerja. Biaya yang mahal ini sangat memberatkan bagi petani terutama yang memiliki lahan yang cukup luas (di atas 1 ha).
KESIMPULAN DAN SARAN Tanam dengan menggunakan sistem jajar legowo, dapat meningkatkan produktifitas tetapi biaya dan waktu yang dikeluarkan menjadi lebih besar sehingga tidak memberikan efek ekonomis yang menguntungkan bagi petani pada lahan rawa lebak di kabupaten HSU. Permasalahan utama petani menggunakan sistem tanam jajar legowo pada lahan rawa lebak adalah tidak efektifnya alat bantu tanam yang di gunakan sehingga waktu tanam menjadi lebih lama dan upah menjadi lebih besar karena adanya penambahan tenaga kerja.
Selain itu permasalahan waktu tanam yang serempak
sehingga tenaga kerja sulit didapat. Selain itu, pada lahan rawa lebak kondisi lahan sangat tergantung dari kondisi alam yang tinggi permukaan airnya mampu berubah dengan cepat. Saran pada penelitian ini adalah perlu adanya pengembangan dari alat tanam jajar legowo yang cocok dan mudah digunakan serta sesuai kondisi pertanaman pada lahan rawa lebak.
261
Abd. Sabur: Persepsi Petani Terhadap Sistem Tanam ….
DAFTAR PUSTAKA Arafah. 2008. Kajian berbagai sistim tanam pada dua varietas unggul baru padi terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Jurnal Agrivigor 6:18 – 25 [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2009. Kabupaten Hulu Sungai Utara Dalam Angka. Amuntai: BPS. Cournoyer, David E. dan Waldo C. Klein. 2000. Research Methods for Social Work. Allyn and Bacon, USA. [Diperta] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2010.Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2009. Amuntai: Diperta TPH Kab. HSU. Departemen Pertanian. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Depar-temen Pertanian. Jakarta. 40 hal. Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Rice Nutrient Disorders & Nutrient Management. Tham Sin Chee. 91p. Las, I. 2004. Perkembangan varietas dalam perpadian nasional. Seminar Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Bogor, Agustus 2004. Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakata. Sudarsono, Makarim AK. 2008. Peningkatan hasil padi melalui perbaikan cara tanam jajar legowo dan introduksi varietas unggul di Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Papua, hal. 601-609. Prosiding Sem.Nas. Padi.
262