IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PETANI UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI DI LAHAN RAWA LEBAK DI KAB. TANAH LAUT Fadjry, Rafiek, D. Ismadi(1), M. Alwi, dan A. Budiman (2) (1) (2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalsel Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi permasalahan petani di dalam usahatani padi di lahan rawa lebak di Kab. Tanah Laut. Aspek yang diamati meliputi faktor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Pebruari – Mei 2006. Penelitian dengan metode survey PRA dilakukan di tiga Kecamatan mulai dari hulu ke hilir yang mewakili kondisi wilayah lebak Kab. Tanah Laut, selanjutnya setiap kecamatan dipilih satu desa yang mempunyai potensi lahan rawa lebak meliputi ( Desa Kait-Kait Kecamatan Bati-Bati, Desa Gunung Raja Kecamatan Tambang Ulang, Desa Handil Babirik Kecamatan Kurau). Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer (teknis budidaya, penanganan pasca panen, pemasaran dan kelembagaan pendukung lainnya) dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Tk.II Kab. Tanah Laut dan instansi terkait. Data primer dikumpulkan langsung melalui observasi dan wawancara dengan informan kunci dan responden lainnya. Hasil survei menunjukkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh petani di daerah ini meliputi minimnya ketersediaan infrastruktur pedesaaan, rendahnya tingkat penerapan teknologi pertanian serta kelembagaan pendukung pertanian yang tersedia masih belum berfungsi. Semua permasalahan ini selain berkaitan satu dengan lainnya dan mengakibatkan masih rendahnya produktivitas usahatani sehingga pendapatan petani di lahan lebak Kabupaten Tanah Laut juga masih rendah. Kata Kunci : Identifikasi, Permasalahan, Petani, Padi, Lahan rawa lebak.
PENDAHULUAN Pemanfaatan lahan rawa untuk usaha pertanian di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah diperkirakan telah dilakukan sejak 200 tahun yang lalu. Walaupun lahan yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian masih dalam jumlah terbatas. Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 13.28 juta ha, terdiri dari lebak dangkal 4.167 juta ha, lebak tengahan 6.075 juta ha dan lebak dalam 3.038 juta ha, yang tersebar di Sumatera, Papua dan Kalimantan (Alihamsyah, 2005). Luas lahan rawa di Kalimantan yang dinyatakan sesuai untuk usaha pertanian sekitar 4.757 juta ha dan sudah dimanfaatkan sekitar 2.170 juta ha. Produktivitas tanaman pangan di lahan rawa yang sudah dibuka tersebut pada saat ini relatif rendah jika dibandingkan dengan produktivitas di lahan beririgasi (Sabran et al, 1998).
207
Lahan rawa lebak sudah lama menjadi objek penelitian dan pengkajian, bahkan berbagai penelitian yang telah dilakukan menghasilkan inovasi teknologi pertanian yang diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala dalam pengembangan lahan rawa lebak. Namun karena pengetahuan dan pemahaman yang belum komprehensif mengenai faktorfaktor fisik dan lingkungan serta faktor-faktor sosial dan budaya masyarakat di lahan rawa lebak membuat teknologi yang dihasilkan belum nyata meningkatkan produktivitas lahan rawa lebak ini. Hal ini disebabkan karena kendala antar wilayah akibat beragamnya tipologi lahan dan kondisi sosial ekonomi. Oleh karena itu diperlukan identifikasi dan verifikasi yang mendalam terhadap berbagai aspek biofisik lahan serta aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dalam pengembangan lahan rawa untuk usaha pertanian. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi tentang permasalahan petani dalam agribisnis padi di lahan rawa lebak di Kab. Tanah Laut meliputi faktor teknis budidaya, penanganan pasca panen, pemasaran dan kelembagaan pendukung lainnya.
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan mulai bulan Pebruari – Mei 2006. Pelaksanaan survey PRA dilakukan di tiga Kecamatan mulai dari hulu ke hilir yang mewakili kondisi wilayah Kab. Tanah Laut, selanjutnya setiap kecamatan dipilih satu desa yang mempunyai potensi lahan rawa lebak di Kabupaten Tanah Laut yaitu, Desa Kait-Kait Kecamatan Bati-Bati, Desa Gunung Raja Kecamatan Tambang Ulang ,Desa Handil Babirik Kecamatan Kurau. Penelitian ini dilakukan dengan observasi lapangan yang difokuskan pada permasalahan, hambatan dan peluang pengembangan usahatani padi di lahan rawa lebak. Metode pengumpulan data yaitu dengan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). PRA dilakukan melalui diskusi kelompok secara partisipatif, transek, observasi dan wawancara mendalam, juga dilakukan wawancara terhadap 10-15 responden setiap desa dengan mengggunakan daftar pertanyaan berstruktur. Hasil yang diperoleh didiskusikan bersama tim dan informan sehingga dari kegiatan ini diperoleh gambaran umum mengenai kondisi usahatani, masalah dan kendala serta alternatif pemecahan masalah sesuai kebutuhan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan langsung melalui observasi dan wawancara dengan informan kunci dan responden lainnya. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Tk.II Kab. Tanah Laut dan instansi terkait. Data dianalisis menggunakan metode analisis pola agroekosistem meliputi, transek desa, peta mikro, pohon masalah dan pohon tujuan, dan analisis anggaran parsial
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan lapangan dan wawancara dengan petani di tiga desa pada tiga kecamatan di daerah lahan rawa Kabupaten Tanah Laut, diperoleh informasi mengenai permasalahan utama di dalam berusahatani padi di lahan rawa lebak. Permasalahan ini berhubungan dengan ketersediaan infrastruktur pedesaan, tingkat penerapan teknologi produksi serta ketersediaan dan kinerja kelembagaan usahatani. Ketiga permasalah utama ini saling berkaitan sehingga berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani.
208
Penjelasan secara terperinci permasalahan sistem usahatani padi di Kabupaten Tanah Laut dideskripsikan pada Lampiran 1 dan 2 ( Gambar pohon tujuan dan pohon masalah). Teknologi Usahatani Padi Secara teknis, teknologi usahatani yang diterapkan petani masih belum mampu menekan biaya produksi. Pada waktu pengolahan tanah, petani mengangkut jerami keluar lahan sawah sehingga kandungan bahan organik sawah menjadi rendah karena tidak ada pengembalian bahan organik. Pada sisi lain, petani melakukan pemupukan dengan cara ditaburkan sehingga mudah larut dan terbawa air karena tidak adanya galangan yang memadai. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat pemberian pupuk anorganik jika dibandingkan dengan kebutuhan nyata tanaman. Rendahnya produktivitas usahatani yang dicapai oleh petani di daerah ini juga disebabkan oleh stabilisasi hasil yang rendah karena adanya organisme pengganggu tanaman. Pada kondisi tertentu serangan OPT dapat mencakup wilayah yang luas dan mengakibat penurunan hasil yang sangat merugikan petani. Umumnya petani masih menganggap gangguan hama, penyakit dan gulma sangat berpengaruh terhadap produksi padinya. Hama yang sering menyerang tanaman padi petani meliputi tikus, penggerek batang, orong-orong, ulat, dan walang sangit. Adapun gulma yang dianggap petani sangat mengganggu adalah jenis janggut kambing (Echinoclea crussgali). Seringnya terjadi serangan OPT ini disebabkan oleh tidak dilaksanakannya pengendalian terpadu oleh petani. Pada sisi lain petani juga belum mempunyai pengetahuan yang memadai untuk melakukan penanganan OPT secara terpadu karena minimnya pengetahuan mereka sebagai akibat kurangnya bimbingan dari petugas penyuluhan yang berkompeten. Rendahnya produktivitas juga dirasakan petani dalam usahatani lain selain padi. Petani yang mengusahakan ternak sapi potong belum memanfaatkan jerami padi untuk pakan, meskipun mereka sebenarnya selalu kekurangan hijauan makanan ternak pada saat musim kemarau. Untuk memenuhi kebutuhan ternaknya petani harus mencari pakan hingga jauh ke daerah yang masih basah di musim kering sehingga meningkatkan biaya produksi dan mempengaruhi produktivitasnya. Petani juga belum memanfaatkan limbah pertanian seperti kotoran sapi untuk menambah ketersediaan bahan organik di sawah. Teknologi usahatani yang lebih efisien dan ekonomis belum dipraktekkan oleh petani di daerah ini disebabkan karena mereka belum mempunyai pengetahuan mengenai teknologi inovatif yang tersedia. Hal ini tidak terlepas dari belum efektifnya pelaksanaan penyuluhan pertanian di daerah ini. Petani di beberapa desa dalam penelitian ini sebagian besar mengaku tidak pernah mendapatkan bimbingan dari penyuluh di lapangan. Menurut mereka penyuluh hanya mengunjungi pengurus kelompok untuk urusan administrasi. Menurut petani, penyuluh hanya aktif melakukan pembinaan apabila ada proyek atau kegiatan tertentu yang dilaksanakan secara temporal. Masalah lain yang berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi usahatani ini adalah Indeks Pertanaman (IP) di lahan rawa ini umumnya baru mencapai 100%, kecuali di Kecamatan Kurau yang sudah mencapai IP 200%. Rendahnya IP disebabkan belum digunakannya varietas padi unggul untuk lahan raw, dan tidak tersedianya pada saat tanam. Walaupun pada saat ini telah banyak tersedia varietas unggul yang adaptif untuk lahan rawa, namun sosialisasi dan diseminasi mengenai hal tersebut sangat terbatas sehingga petani tidak memperoleh informasi yang cukup untuk mengetahui dan memperolehnya.
209
Hal ini mengakibatkan kegiatan penangkaran kurang berkembang sehingga benih unggul bermutu ini tidak tersedia secara in situ. Sarana dan Prasarana Pendukung Infrastruktur pedesaan pendukung usahatani yang belum memadai, merupakan salah satu masalah utama di daerah rawa Kabupaten Tanah Laut. Salah satu infrastruktur yang sangat diperlukan oleh petani adalah jalan usahatani. Pada saat ini tidak tersedia jalan usahatani untuk menuju ke lahan sawah yang letaknya agak jauh dari pemukiman. Untuk menuju ke sawahnya petani harus melewati galangan atau lahan sawah petani lainnya. Sering kali mereka tidak diizinkan untuk melintasi galangan atau lahan sawah petani lainnya karena dapat merusak galangan atau tanaman yang telah ada. Hal ini kadang menjadi pemicu perselisihan diantara mereka. Lahan rawa yang selalu tergenang pada musim hujan memerlukan material yang banyak untuk pengadaan jalan usahatani. Meskipun mereka merasakan kesulitan dalam menjangkau lahan usahataninya namun petani sangat sulit untuk membuat jalan usahatani ini secara swadaya. Ketiadaan jalan usahatani ini membuat petani mengalami kesulitan dalam mengangkut saprodi dan hasil usahatani sehingga menambah biaya produksi. Masalah lain yang berhubungan dengan infrastruktur pedesaan ini adalah rusaknya jaringan pengairan yang tersedia. Pada beberapa lokasi lain juga terdapat jaringan yang dianggap masyarakat rancangannya (desain) tidak sesuai dengan kondisi lahan setempat. Keadaan ini membuat ketersediaan air tidak dapat diatur, sebagian lokasi ada yang kekeringan dan pada bagian lain ada yang lahannya tergenang lebih lama; akibatnya terjadi keterlambatan waktu tanam dan kegagalan panen. Kelembagaan Penunjang Usahatani Salah satu faktor yang menyebabkan kerterlambatan penanaman padi adalah ketiadaan dan rendahnya kinerja kelembagan penunjang usahatani. Pada saat ini di daerah ini belum terbentuk kelembagaan Persatuan Petani Pemakai Air (P3A) sehingga pemanfaatan air pada saluran yang telah tersedia belum terorganisir secara baik. Masingmasing petani berupaya menyelamatkan lahannya dari kekeringan atau kebanjiran tanpa dapat dikoordinasikan dengan baik. Hal ini mengakibatkan adanya lahan petani yang kebanjiran atau kekeringan sehingga sebagian petani ada yang terlambat tanam atau bahkan gagal panen. Kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mengelola traktor dan mesin perontok gabah milik Dinas Pertanian melalui sistem sewa atau bagi hasil masih belum berjalan sesuai dengan harapan petani. Umumnya UPJA tidak dikelola secara baik dan transparan sehingga pengelolaan alsin kurang optimal dan tidak sesuai dengan kebutuhan petani setempat. Hal ini mengakibatkan banyaknya traktor yang rusak yang tidak bisa diperbaiki oleh pengelola UPJA. Pada sisi lain traktor yang masih baik tidak dimanfaatkan secara optimal untuk melayani seluruh petani yang membutuhkan. Pada beberapa wilayah alsin seperti traktor dan perontok telah mencukupi meskipun pengelolaan dan pengoperasiannya masih belum menguntungkan bagi petani. Petani di Kecamatan Kurau yang telah melakukan penanaman secara intensif jumlah traktor dianggap kurang walaupun telah tersedia dalam jumlah yang memadai. Hal ini disebabkan 50% dari jumlah traktor yang tersedia tidak dapat digunakan, sementara sisanya sering rusak sehingga
210
mengganggu persiapan tanam petani. Keadaan ini mengakibatkan sebagian besar petani masih menggunakan peralatan pengolahan tanah tradisional (tajak) dan waktu pengolahan tanah dapat menjadi lebih lambat sehingga berisiko terlambat tanam dan penurunan produksi. Rendahnya indeks pertanaman juga disebabkan oleh terbatasnya permodalan yang dimiliki petani untuk memperluas lahan garapannya. Modal yang minim di tengah semakin meningkatnya biaya pengolahan tanah dan harga saprodi maka sulit bagi petani untuk melakukan perluasan lahan usahataninya. Mereka hanya melakukan penanaman semampu mereka. Institusi baarian membuat waktu tanam tidak serempak sehingga ada yang terpaksa harus telat tanam dan produksinya menurun. Sementera itu di semua wilayah ini tidak tersedia kelembagaan permodalan yang kuat dan efektif yang dapat membantu petani dalam menyediakan pinjaman untuk meningkatkan ketersediaan biaya produksi untuk usahatani padi. Kurangnya permodalan ini dirasakan oleh sebagian besar petani di kawasan ini. Hal ini disebabkan tidak tersedianya kelembagaan permodalan pedesaan yang mampu memberikan kredit usahatani yang cukup dengan bunga rendah. KUD yang pernah berkembang di daerah ini dan diharapkan dapat membantu semuanya sudah tidak aktif lagi. Untuk memenuhi kebutuhan modal usahatani ini, petani lebih banyak meminjam kepada perorangan, terutama kerabat dekat berdasarkan kepercayaan dalam jumlah yang terbatas. Belum terbentuknya Persatuan Petani Pemakai Air (P3A), belum efektifnya penyuluhan pertanian, tidak tersedianya kelembagaan permodalan pedesaan, tidak aktifnya KUD dan tidak berjalannya Usaha Pelayanan Jasa Alsintan menunjukkan bahwa kelembagaan pedesaan penunjang usahatani di daerah rawa Kabupaten Tanah Laut ini masih belum lengkap dan belum fungsional. Kelembagaan penunjang usahatani di daerah ini masih belum mampu berperan dalam mendorong peningkatan pendapatan usahatani padi di lahan rawa lebak.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Permasalahan utama yang dihadapi oleh petani di daerah ini meliputi minimnya ketersediaan infrastruktur pedesaaan, rendahnya tingkat penerapan teknologi pertanian serta kelembagaan pendukung pertanian yang tersedia masih belum lengkap dan kurang fungsional. Persatuan Petani Pemakai Air (P3A), belum efektifnya penyuluhan pertanian, tidak tersedianya kelembagaan permodalan pedesaan, tidak aktifnya KUD dan tidak berjalannya Usaha Pelayanan Jasa Alsintan. Semua permasalahan ini selain berkaitan satu dengan lainnya dan mengakibatkan masih rendahnya produktivitas usahatani sehingga pendapatan petani di daerah rawa lebak Kabupaten Tanah Laut juga masih rendah. Rekomendasi dan Peluang Inovasi Untuk dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani di daerah rawa lebak diperlukan upaya-upaya perbaikan yang meliputi penyediaan infrastruktur pedesaan yang baik, introduksi teknologi inovatif serta pembentukan dan pemberdayaan kelembagaan pendukung usahatani di pedesaan, meliputi:
211
a. Perbaikan infrastruktur pedesaan berupa jalan usahatani yang memungkinkan bagi petani untuk menjangkau dan mengusahakan lahan rawa yang potensial untuk usaha pertanian. Pembuatan dan perbaikan jaringan pengairan pedesaan yang terintegrasi antara wilayah hulu hingga hilir sehingga dapat mengoptimalkan pengaturan ketersediaan air. b. Introduksi teknologi inovatif yang meliputi: a. Integrasi Padi – Sapi untuk mengoptimalkan pemanfaatan jerami limbah pertanian dan pupuk kandang. b. Introduksi Alat dan mesin pertanian berupa hand traktor rotari c. Penggunaan herbisida untuk dapat mengembalikan jerami limbah pertanian ke lahan. d. Teknologi pemupukan berimbang c. Pembentukan dan Pemberdayaan kelembagaan pertanian pendukung usahatani yang meliputi: b. Pembentukan kelembagaan permodalan usahatani pedesaaan. c. Pembentukan kelembagaan Persatuan Petani Pemakai Air (P3A) d. Perbaikan kinerja kelembagaan penyuluhan, UPJA dan penyediaan sarana produksi pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., K. Sudarman dan Suriadikarta, D.A. 1998. Pengembangan Lahan Pasang Surut : Keberhasilan dan Kegagalan Ditinjau dari Fisiko Kimia Lahan Pasang Surut. Makalah Utama pada Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Banjarbaru. Alihamsyah T. 2005. Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Usaha Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rawa. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 53 hal. Diperta Tanah Laut. 2005. Laporan Tahunan 2004. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Pemerintah Kabupaten Tanah Laut. Pelaihari. 2005. Hardjowigeno, S. 1992. Keragaan sifat tanah Podsolik Merah Kuning di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 2 (1) : 16-23. Bogor. Hardjowigeno, S. Jakarta.
2003.
Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis.
Akademika Pressindo.
Pusat Penelitian Tanah, 1983. Jenis dan Macam Tanah Di Indonesia untuk Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Soil Survey Staff. 1996. Key ti Soil Taxonomy. SMSS Technical Monograph. No. 19. USDA. Sabran M, M.Y. Maamun dan A.M. Fagi. 1998. Potensi dan Kendala Pengembangan Usaha Pertanian di Lahan Rawa Kalimantan dalam Prosiding Lokakarya Strategi
212
Pembanagunan Pertanian Wilayah Kalimantan. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Widjaja Adhi, I. P. G. 1986. Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. V. No. 1. Januari 1986. Badan Litbang Pertanian .
213
POHON
MASALAH
Pendapatan Petani Rendah Produktivitas Usaha Tani Rendah
Biaya produksi tinggi Alsin rusak/
IP rendah
Tanam terlambat
kurang optimal
Pengelolaan alsin
Kekeringan/
Sulit mengangkut
Pupuk anorganik
kebanjiran
hasil panen/
berlebihan
kurang optimal
Petani belum
saprodi
menerapkan
Pengaturan air
Kandungan
Cara
kurang baik
bahan organik
pemupukan
Pakan sapi
rendah
ditabur
tidak tersedia
saluran air rusak/
jalan usaha tani
tidak sesuai
tidak ada
PHT
pada musim Jerami tidak
kering
dikembalikan
Varietas unggul
Modal petani
adaptif kurang
terbatas
Serangan OPT masih tinggi
ke sawah Limbah pertanian belum
Petani belum menerapkan
dimanfaatkan
PHT
infrastruktur pedesaan tidak memadai Pengetahuan petani rendah UPJA tidak berfungsi
Tidak ada P3A
KUD kurang aktif/ Penyuluhan kurang efektif
Kelembagaan Penunjang Usahatani
214
Tidak
Efektif
tidak ada lembaga permodalan
POHON
TUJ UAN
Pendapatan Petani Meningkat Produktivitas Usaha Tani Tinggi Biaya produksi rendah Tanam tepat waktu
IP meningkat
Alsin baik/
Ketersediaan air
Pengangkutan
Pupuk anorganik
optimal
cukup
hasil panen & saprodi
optimal Kandungan
Pemupukan
berjalan baik
bahan organik
dengan cara
Pakan sapi
tinggi
dibenamkan
tersedia pada
saluran air baik
jalan usaha tani
dan sesuai
tersedia dg baik
terpenuhi
dapat ditekan
Pengaturan air optimal
Modal petani
adaptif tersedia Kehilangan hasil
mudah Pengelolaan alsin
Varietas unggul
musim kering Jerami
Serangan OPT terkendali
dikembalikan ke sawah
Limbah pertanian dimanfaatkan
Petani menerapkan PHT
infrastruktur pedesaan tersedia secara memadai Pengetahuan petani meningkat
UPJA
P3A
berfungsi
berperan baik
Tersedia lembaga Penyuluhan efektif
Kelembagaan Penunjang Usahatani
215
Efektif
permodalan pedesaan
216