Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Identifikasi Kebutuhan Petani dan Permasalahan Budidaya Sayuran di Lahan Rawa Lebak Menggunakan Grounded Theory Identification of Farmer’s Needs and Vegetable Cultivation Constraints in Riparian Wetlands Using Grounded Theory Laily Ilman Widuri1)*, Lindi Lindiana1, Kartika Kartika1 , Erna Siaga1, Mei Meihana1, Mery Hasmeda1,2, Erizal Sodikin1,2, Benyamin Lakitan1,2 1) Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang 30139, Indonesia 2) Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Inderalaya 30662, Indonesia *Coressponding author:
[email protected] Telf. +62 82143427831
ABSTRACT Development of vegetables production by local farmers in lebak wetland South Sumatera faced several agronomic, financial, and socio-cultural constraints. The aim of this study was to identified farmers’ needs and cultivation constraints in Lebak ecosystem Pemulutan South Sumatera using Grounded Theory. This research was conducted at five villages within Lebak ecosystem of Pemulutan District, South Sumatera, Indonesia. The studied villages were Pelabuhan Dalam, Pemulutan Ulu, Teluk Kecapi, Muara Dua, and Sukarami from January to June 2016. Qualitative data were gathered using Grounded Theory approach then confirmation using questionnaire-guided survey. Results showed that 55% farmers’ prefer to conduct their vegetables cultivation on their field and 30 % farmers’ prefer not to cultivate vegetables. The main vegetables cultivation issues at five villages within lebak ecosystem were agronomic constraints such as pest attack, flooding, and drought. While financial constraint included capital and social cultural constraint were less motivation, farmer’s custom, and loss risk. The constraint in lebak ecosystem was no appropriate technologies yet to overcome vegetables cultivation constraint. The suggested appropriate strategies to overcome farmer’s problems were by cultivating adaptive vegetable crops and application of affordable and preferable vegetable cultivation technology based on demand driven approach. Key Words: farmers’ need, grounded theory, riparian wetland, vegetable cultivation. ABSTRAK Pengembangan budidaya tanaman sayur oleh petani di lahan rawa lebak Sumatera Selatan masih mengalami kendala baik dari segi teknis agronomis, finansial, maupun sosiokultural. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan petani dan permasalahan budidaya sayuran di lahan rawa lebak Pemulutan Sumatra Selatan menggunakan Grounded Theory. Penelitian ini dilaksanakan di lima Desa meliputi Pelabuhan Dalam, Pemulutan Ulu, Teluk Kecapi, Muara Dua, dan Sukarami wilayah Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir Sumatra Selatan mulai bulan Januari – Juni 2016. Pengumpulan data secara kualitatif menggunakan pendekatan Grounded Theory kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat petani di Pemulutan untuk melakukan kegiatan budidaya tanaman sayur sebesar 55% sedangkan 30% petani tidak mau menanam sayuran. Hasil identifikasi di lima desa Kec. Pemulutan didapatkan informasi bahwa isu pokok permasalahan kegiatan budidaya sayuran di lahan rawa lebak 547
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
diantaranya yaitu masalah teknis agronomis yang meliputi serangan hama penyakit, banjir dan kekeringan, masalah finansial berupa kendala modal, dan masalah sosio kultural meliputi kurangnya motivasi, faktor kebiasaan, dan resiko kehilangan. Adapun permasalahan di lahan rawa lebak yakni berupa rendahnya produksi tanaman sayuran karena belum adanya teknologi budidaya yang tepat. Budidaya jenis tanaman sayuran yang adaptif dan penerapan teknologi budidaya sayuran yang terjangkau dan mudah diadopsi petani dapat menjadi solusi yang dibutuhkan petani untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kata kunci : budidaya sayur, grounded theory, kebutuhan petani, rawa lebak, PENDAHULUAN Potensi pengembangan lahan rawa di Indonesia untuk upaya intensifikasi melalui peningkatan produksi tanaman pangan mulai banyak menjadi perhatian dalam rangka mendukung upaya pemenuhan kebutuhan pangan yang semakin meningkat. Selain upaya peningkatan produksi tanaman pangan seperti padi, lahan rawa juga berpotensi untuk upaya peningkatan keanekaragaman tanaman melalui diversifikasi budidaya sayuran di ekosistem rawa lebak. Lahan rawa lebak yang banyak terdapat di Sumatera Selatan berpeluang besar untuk dikelola menjadi lingkungan pertanian yang berkelanjutan khususnya untuk budidaya tanaman sayuran. Pengelolaan ekosistem rawa lebak secara berkelanjutan dapat memberikan konstribusi terhadap kestabilan biologi, peningkatan keanekaragaman jenis tanaman, konservasi tanah, dan peningkatan total produktivitas tanaman sayuran (Palada et al, 2016). Pengembangan budidaya tanaman sayuran diluar musim tanam masih mengalami beberapa kendala sehingga petani belum maksimal melakukan kegiatan budidayanya. Selain itu, tingginya tingkat kehilangan hasil karena kendala lingkungan yang tidak bisa diprediksi menjadikan kegiatan budidaya tanaman di lahan rawa menjadi terbatas (Marlina et al, 2014). Permasalahan budidaya yang dialami petani di lahan rawa lebak sangat beragam. Namun, belum banyak studi yang mengungkapkan dan mendeskripsikan mengenai realita permasalahan yang dialami petani di lahan rawa lebak khususnya di daerah Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Pendalaman mengenai permasalahan kegiatan budidaya yang terjadi di kalangan petani sangat diperlukan untuk mengetahui kebutuhan dan realita permasalahan yang dialami petani. Pengembangan teknologi budidaya melalui pendekatan demand-driven dapat memperbesar peluang adopsi teknologi baru yang diintroduksi ke petani karena teknologi yang diintroduksi didasarkan pada kebutuhan dan berlandaskan kearifan lokal petani (Lakitan, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan petani dan permasalahan budidaya sayuran di lahan rawa lebak Pemulutan Sumatera Selatan menggunakan Grounded Theory. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari – Juni 2016 di 5 (lima) desa berlokasi di kawasan lahan rawa lebak Kecamatan Pemulutan, Sumatera Selatan yakni desa Pemulutan Ulu, Pelabuhan Dalam, Teluk Kecapi, Sukarami, and Muara Dua. Metode yang dilaksanakan untuk penelitian ini terdiri dari dua tahap, yakni tahap pertama menggunakan metode kualitatif berbasis grounded Theory (Strauss and Corbin, 1994). Pelaksanaan metode grounded theory dilakukan dengan cara dialog bebas dan tidak terstruktur (Faggiolani, 2011) serta tidak memerlukan studi literature terlebih dahulu (Walls et al., 2010) untuk mendalami kebutuhan dan permasalahan yang sedang dialami oleh petani di 548
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
lima desa Kec. Pemulutan. Dialog dilakukan hingga mencapai titik jenuh (saturation) yakni ketika dialog yang dilaksanakan tidak lagi memberikan tambahan informasi baru (Kolb, 2012). Pada penelitian ini titik jenuh didapatkan setelah melakukan dialog kepada 69 petani lokal yang telah berpengalaman secara personal di 5 (lima) desa Kecamatan Pemulutan. Pada tahap kedua dilakukan metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner untuk mendalami dan mengkonfirmasi ulang terkait isu – isu penting yang didapatkan dari hasil grounded theory. Isu ini selanjutnya ditelusuri dengan menggunakan metode kuantitatif melalui survey di 5 (lima) desa Kecamatan Pemulutan yang dipilih untuk observasi tahap 1. Pada tahap kedua, sejumlah 50 responden dipilih secara acak pada setiap desa di lokasi penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan acuan pertanyaan dan pilihan jawaban yang telah dirancang dalam kuesioner berdasarkan hasil dialog pada tahap pertama. HASIL Penelusuran Kebutuhan di Lahan Rawa Lebak
dan
Permasalahan
Budidaya
Sayuran
Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa selain menanam tanaman utama padi, petani juga melakukan budidaya tanaman lain diluar musim tanam yakni beragam tanaman sayuran. Berdasarkan hasil grounded theory diketahui bahwa sebagian besar petani di lahan rawa lebak menanam sayuran hanya satu kali tanam dalam satu tahun. Waktu petani menanam sayuran cukup beragam. Ada yang mulai menanam sebelum musim tanam padi, bersamaan atau selama musim tanam padi, dan juga ada yang menanam setelah tanam padi. Berdasarkan hasil eksplorasi data menggunakan grounded theory yang kemudian dikonfirmasi dengan kuesioner, diperoleh beberapa jenis tanaman yang familiar dibudidayakan oleh petani di lima desa Kecamatan Pemulutan. Hasil identifikasi menujukkan bahwa dari 5 lokasi studi di Kecamatan Pemulutan masing – masing memiliki tingkat keberagaman komoditas sayuran yang berbeda (Tabel 1). Berdasarkan hasil Tabel 1, dapat dilihat bahwa keanekaragaman tanaman sayuran di lahan rawa lebak cukup tinggi. Hal ini berarti berbagai macam tanaman sayuran berpotensi untuk dikembangkan di lahan rawa lebak. Ada 14 macam jenis tanaman hortikultura yang ditanam oleh petani lokal. Jenis tanaman yang paling banyak dibudidayakan oleh petani yakni singkong daun (Manihot esculenta Crantz), kacang panjang (Vigna sinensis (L.)), cabai (Capsicum spp), terung (Solanum melongena L.) dan mentimun (Cucumis sativus L.). Tabel 1. Ragam tanaman sayuran di lahan rawa lebak Pemulutan-Sumsel No Nama sayuran Nama ilmiah 1 Terung Solanum melongena L. 2 Tomat Solanum lycopersicum L 3 Cabai Capsicum spp 4 Kangkung Ipomoea reptana Poir. 5 Oyong Luffa acutangula L. Roxb. 6 Kacang panjang Vigna sinensis (L.) 7 Kacang tanah Arachis hypogaea L. 8 Mentimun Cucumis sativus L. 9 Labu Cucurbita spp 10 Singkong (daun) Manihot esculenta Crantz 11 Pare Momordica charantia L. 549
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
12 13 14
Bayam Ubi rambat Blewah
Amaranthus spp Ipomea batatas L Cucumis melo var. cantalupensis
Minat petani lokal rawa lebak untuk membudidayakan tanaman sayuran cukup tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat petani di lima desa Pemulutan untuk menanam sayur sebesar 55% sedangkan 30% petani tidak mau menanam sayuran. Hanya 15 % petani yang kadang – kadang menanam sayur (Gambar 1). Namun, tingginya minat petani untuk menanam sayuran tidak diiringi dengan tingginya produksi sayuran di daerah ini. Sebagian besar petani menanam sayuran hanya untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Sebagian hanya untuk tujuan sosial, yakni dibagikan kepada tetangga dan hanya sebagian kecil petani yang menjual hasil tanaman sayurannya. Beberapa kendala yang menyebabkan rendahnya produksi sayuran dan juga kurangnya minat petani di lahan rawa lebak tertera pada Tabel 2. Petani di lima desa Kecamatan Pemulutan-Sumsel terkendala oleh beberapa faktor dalam budidaya tanaman sayuran, baik dari segi agronomi, ekonomi, maupun sosial budaya. Permasalahan pertama segi agronomi yang dialami petani terkait dengan karakteristik fisik lahan rawa yakni sering mengalami kondisi kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau yakni sebesar 20,69%. Permasalahan kedua yang menjadi kendala petani melakukan budidaya tanaman sayuran di lahan rawa lebak dikarenakan permasalahan ekonomi yaitu masalah permodalan sebesar 13,79 % sedangkan permasalahan ketiga yakni masalah sosial budaya masyarakat Pemulutan diantaranya rendahnya motivasi sebesar 17,24%, belum terbiasa sebesar 17,24%, dan resiko dicuri sebesar 13,79%. Rendahnya motivasi petani untuk melakukan budidaya tanaman sayuran dikarenakan belum adanya teknologi budidaya sayuran untuk mengatasi permasalahan tingginya genangan dan kondisi kekeringan yang menjadi faktor utama penentu keberhasilan budidaya sayuran.
Gambar 1. Minat petani menanam sayuran di lahan rawa lebak Pemulutan Tabel 2. Presentase kendala petani di lima desa Kec Pemulutan-Sumsel tidak menanam sayur Kendala Persentase (%) Agronomi Banjir / kekeringan 20,69 Serangan HPT 31,03 Ekonomi Tidak punya modal 13,79 Sosial Budaya Tidak termotivasi 17,24 Resiko dicuri 13,79 Belum terbiasa 17,24 550
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
PEMBAHASAN Keragaman jenis tanaman sayuran yang dibudidayakan di lahan rawa lebak Pemulutan umumnya adalah tanaman – tanaman yang berumur pendek seperti sayuran daun dan tanaman semusim yang dapat dipanen lebih dari satu kali seperti tomat, cabai,terung, kacang panjang, oyong, mentimun, labu, blewah, pare, ubi rambat, dan singkong daun. Penanaman jenis – jenis tanaman sayur yang dapat dipanen berkali – kali dapat memberikan manfaat tersendiri yakni menjaga kecukupan kebutuhan konsumsi sayuran dalam waktu lebih lama sekaligus memudahkan petani dalam melakukan perawatan tanaman (Emile et.al., 2012). Perlunya pemeliharaan yang intensif pada budidaya tanaman sayur mendorong petani untuk memilih beberapa jenis tanaman yang mudah perawatan dengan daya adaptasi tanaman yang tinggi. Sebagian besar petani di lahan rawa lebak Pemulutan menanam tanaman sayur hanya untuk mencukupi kebutuhan konsumsi keluarga dan kurangnya keinginan untuk menjualnya. Belum banyak petani yang melakukan budidaya tanaman sayur untuk dijual dalam skala besar untuk menambah pendapatan meskipun berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa minat petani untuk menanam sayur cukup tinggi sebesar 55%. Padahal beberapa jenis tanaman sayur yang dibudidayakan petani memiliki nilai ekonomi yang tinggi seperti cabe, tomat, mentimun, dan terung. Budidaya tanaman sayuran yang dilakukan oleh petani di lima desa Pemulutan sebagian besar termasuk kegiatan sampingan yang dilakukan sambil membudidayakan tanaman padi sehingga luas areal tanam sayur yang diusahakan petani tidak begitu luas. Sebagian besar petani menanam tanaman sayuran di pematang sawah sehingga tenaga kerja yang terlibat hanya perlu mengandalkan petani maupun keluarga petani sendiri. Modal petani di lima desa Kec. Pemulutan tergolong kecil untuk melakukan budidaya tanaman sayuran karena memang sayuran bukan menjadi tanaman utama yang dibudidayakan. Petani hanya melakukan budidaya sayuran skala kecil di pematang sawah dan tidak banyak yang berninat untuk menjualnya karena nilai jual sayuran di Pemulutan tergolong rendah. Pendapatannya yang didapat dari hasil penjualan menjadi tidak sebanding dengan pengeluaran yang dikeluarkan dalam kegiatan budidaya sehingga petani menilai usaha budidaya sayuran di lahan lebak ini tidak menguntungkan dengan resiko kegagalan yang tinggi. Motivasi petani untuk menanam sayuran skala besar terkendala juga dengan kebiasaan masyarakat yang umumnya hanya menanam padi saja di lahan dalam waktu sekali setahun. Kebiasaan ini dipengaruhi juga oleh karakter sosial masyarakat yang cenderung memilih jenis tanaman yang praktis dalam praktek budidayanya seperti padi. Masyarakat Pemulutan beranggapan bahwa budidaya tanaman sayuran di lahan lebak rumit karena memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang intensif. Sedikitnya masyarakat yang menanam tanaman sayuran, juga menimbulkan dampak sosial yang berujung pada pencurian hasil tanaman sayur yang dibudidayakan petani. Rendahnya produktivitas tanaman sayuran di lahan rawa lebak Pemulutan juga dipengaruhi oleh praktek budidaya yang telah dilakukan petani. Kegiatan budidaya yang dipraktekkan petani mulai dari penyiapan lahan hingga panen masih sangat sederhana dan belum tersentuh teknologi. Belum banyak input teknologi budidaya yang diaplikasikan oleh petani termasuk untuk mengatasi kendala kebanjiran dan kekeringan yang sering terjadi di lahan rawa lebak. Padahal kedua kondisi tersebut sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan budidaya tanaman sayuran di lahan rawa lebak. Kondisi lingkungan spesifik rawa yang ketinggian airnya tidak menentu pada saat musim hujan , menyulitkan petani untuk melakukan budidaya tanaman baik padi maupun sayuran. Sedangkan pada saat musim kemarau, yakni setelah musim tanam padi kondisi 551
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
lahan lebak rentan mengalami kekeringan dimana air sulit tersedia sehingga budidaya tanaman sangat sulit dilakukan. Pada kondisi kering, tanaman sayur membutuhkan banyak air. Pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman sayuran ini membutuhkan modal yang besar apalagi jika petani menggunakan pompa air untuk mensuplai kebutuhan air tanaman. kondisi kekeringan sangat mengancam produksi tanaman sayuran karena tingginya resiko kehilangan hasil panen akibat kekekeringan menduduki peringkat yang pertama diikuti dengan kebanjiran pada peringkat kedua yang mengakibatkan kehilangan hasil dapat mencapai lebih dari 70% (Bailey-Serres et al., 2012). Selain karena terkendala kondisi kebanjiran dan kekeringan, petani juga terkendala oleh keberadaan hama dan penyakit yang menyerang tanaman sayur di lahan sebesar . Hama dan penyakit yang menyerang dikarenakan populasi tanaman sayuran tidak banyak dan waktu penanaman sayuran antar petani tidak serempak sehingga populasi sayuran yang sedikit sangat beresiko menjadi sasaran serangan OPT Budaya menanam sayuran belum memberikan dampak positif bagi ekonomi dan sosial bagi masyarakat Pemulutan. Hal ini dapat dilihat bahwa masyarakat masih mengandalkan pasokan sayuran dari Pasar Induk untuk memenuhi kebutuhan sayuran masyarakat sehari – hari. Padahal, melihat potensi lahan lebak yang intensitas penanamannya hanya sekali setahun, budidaya sayuran untuk mencukupi kebutuhan pangan lokal khususnya sayuran dinilai memiliki peluang besar. Petani di lahan rawa lebak masih belum termotivasi melihat potensi tersebut karena petani menilai usaha budidaya sayur yang kebanyakan masih skala kecil tidak memberikan tambahan pendapatan yang signifikan sehingga petani merasakan bahwa usaha tersebut tidak menguntungkan bahkan dapat merugikan akibat kondisi alam yang tidak menentu. Berdasarkan hasil tersebut dapat diidentifikasi beberapa faktor yang menentukan motivasi petani untuk menanam sayuran diantaranya pengalaman individu petani untuk menanam sayur, luasan lahan, dan modal usaha, (Oluwasola, 2015). Luasan lahan yang dimiliki petani sangat menentukan kesediaan petani untuk menanam tanaman sayuran. Petani di lahan lebak banyak menggantungkan usaha budidaya sayuran di lahan tinggi atau lahan pematang sawah untuk mengantisipasi terjadinya naiknya genangan saat musim hujan yang tidak menentu. (Ifranullah et al., 2007; Taiwo, 2013). Berdasarkan hasil identifikasi beberapa permasalahan yang dialami petani di lahan rawa lebak, maka dapat diketahui bahwa petani membutuhkan strategi yang dapat dipraktekkan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Petani memerlukan strategi melalui penerapan perbaikan dan peningkatan teknik budidaya yang mudah diterima dan menguntungkan supaya petani tetap bisa melakukan budidaya tanaman sayur di luar musim tanam dan hasilnya diharapkan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi petani. Salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan budidaya tanaman di lahan rawa dapat dilakukan adalah dengan mengeksplorasi jenis–jenis tanaman sayur lokal yang adaptif dibudidayakan di lahan rawa lebak. Sayuran yang adaptif memungkinkan tanaman dapat toleran terhadap kondisi stres biotik dan abiotik selama masa pertumbuhannya (Asongwe et al., 2014). Eksplorasi jenis – jenis sayuran yang adaptif ini dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi respon masing – masing fase tanaman sayuran yang telah banyak dibudidayakan oleh petani terhadap kondisi stress yang terjadi di lahan lebak. Tanaman – tanaman yang masih menujukkan peforma prima pada fase kritis tertentu dan masih mampu berproduksi dapat direkomendasikan sebagai tanaman sayuran utama yang bisa ditanam petani dalam skala besar sebagai bentuk penerapan upaya diversifikasi untuk meningkatkan intensitas penanaman petani selain komoditas padi sehingga diharapkan dapat membantu memberikan tambahan pendapatan bagi petani lokal setempat. Selain itu
552
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
informasi penting mengenai fase – fase kritis tanaman pada kondisi stress sangat diperlukan untuk dijadikan sebagai landasan dalam menentukan strategi selanjutnya. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan teknologi budidaya tanaman sayuran adaptif yang terjangkau, dan diminati petani berbasis demanddriven. Pengembangan teknologi budidaya sayuran yang memungkinkan dilakukan petani diantaranya dengan memaksimalkan praktik budidaya sayur yang optimal berbasis kearifan lokal dengan memperhitungkan fase – fase kritis tanaman mana saja yang perlu diperhatikan supaya kegiatan praktik budidaya yang dilakukan dapat mengantisipasi terjadinya kegagalan panen komoditas sayuran. Melalui praktek budidaya yang berbasis kearifan lokal dan demand-driven diharapkan dapat semakin mempertinggi tingkat penerimaan terhadap strategi dan kemauan adopsi teknologi oleh petani (Lakitan, 2013).
KESIMPULAN Budidaya jenis tanaman sayuran yang adaptif dan penerapan teknologi budidaya sayuran yang terjangkau dan mudah diadopsi petani dapat menjadi strategi yang dibutuhkan petani untuk mengatasi permasalahan – permasalahan yang terjadi di lahan rawa lebak Kec Pemulutan Suamtera Selatan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pusat Unggulan Riset Lahan Suboptimal (PUR-LSO), Universitas Sriwijaya, Indonesia yang telah memfasilitasi terlaksananya penelitian ini dan berbagai pihak yang telah membantu memberikan dukungan dan masukan untuk terlaksana penelitian dan penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Asongwe, G.A., B.P.K. Yerima., and A.S. Tening. 2014. Vegetable Production and the Livelihood of Farmers in Bamenda Municipality, Cameroon. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci 3(12): 682-700 Bailey-Serres, J., Seung, C.L., and Erin, B. 2012. Waterproofing crops: Effective flooding survival strategies. Plant Physiology 160:1698-1709 Emile, T., Ntangmo, T.H., Njine, T., Serve, M.A. 2012. Vegetables production systems of swamp zone in urban enviroment in West Cameroon : Case of Dschang City. Enviromental Research and Technology 2:83-92. Faggiolani, C. 2011. Perceived Identity: Applying Grounded Theory in Libraries. Italian Journal of Library and Information Sciences 2(1):1-34. Irfanullah, H.Md., A. Adrika., A. Ghani., Z.A. Khan., and Md. A. Rashid. 2007. Introduction of floating gardening in the north-eastern wetlands of Bangladesh for nutritional security and sustainable livelihood. Renewable Agriculture and Food Systems 2:89-96. Kolb, S.M. 2012. Grounded theory and the constant comparative method: valid research strategies for educators. Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies. 1:83-86. Lakitan, B. 2013. Connecting all the dots: Identifying the “actor level” challenges in establishing effective innovation system in Indonesia. Technology in society 35:3154.
553
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Marlina, N., Syafrullah, R.I.S. Aminah., Gusmiatun., Rosmiah., Midranisiah., Y. Purwanti., and Gribaldi. 2015. Floating Agricultural System Using Plastic Waste for Vegetables Cultivation at Swamp Area. Int. J. Engg. Res. Sci & Tech. 4(2): 101-111. Palada, M.C., Wu, D.L., Luther, G.C., Bhattarai, M., Mercado Jr, A.R. and Reyes, M.R., 2016. Establishing vegetable agroforestry system research at the World Vegetable Center. Strauss, A and Corbin, J. 1994. Grounded theory methodology. In : Handbook of Qualitative Research. P.273-285. Sage Publication Inc., New York. Taiwo, O.J. 2013. Farmers’ choice of wetland agriculture: checking wetland loss and degradation in Lagos State, Nigeria. Geojournal 78:103-115. Walls, P., K.Parahoo., and P. Fleming. 2010. The role and place of knowledge and literature in grounded theory. Nurse researcher. 17(4):8
554