Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
ASPEK SOSIAL EKONOMI KOMODITAS SAYURAN UTAMA DI LAHAN RAWA Yanti Rina D. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru email :
[email protected]
ABSTRAK Permintaan akan sayuran semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan gizi. Oleh karena itu harus diimbangi dengan peningkatan produksi dan kualitas sayuran. Disisi lain peningkatan produksi sayuran bagi petani tidak menjamin terjadinya peningkatan pendapatan jika tidak diikuti dengan system pemasaran yang baik. Makalah ini bertujuan untuk mengemukakan tentang aspek sosial ekonomi komoditas sayuran utama di lahan rawa. Sayuran utama seperti sawi, kangkung, cabai diusahakan petani di lahan gambut tipe luapan C dengan membuat bedengan dan saluran kemalir sedangkan tomat, dan cabai rawit diusahakan di guludan pada tipe luapan A dan B. Sayuran tomat, cabai, gambas dan terung di lahan rawa lebak diusahakan pada musim kemarau dengan membuat bedengan di lahan lebak dangkal dan di guludan pada lebak tengahan. Secara ekonomi komoditas tomat, cabai, mentimun, terung dan kubis menguntungkan dan efisien diusahakan di lahan gambut dan sulfat masam potensial. Demikian pula komoditas tomat, cabai dan kubis efisien diusahakan di lahan lebak. Kontribusi sayuran terhadap pendapatan petani di lahan gambut 83 %, di lahan rawa pasang surut sulfat masam 0,76% dan di lahan lebak dangkal 17,47 % dan lebak tengahan 11,85 %. Struktur pasar komoditas cabai, tomat, terung, dan gambas berada pada pasar yang bersifat oligopoly sedangkan struktur pasar komoditas sawi dan kangkung dalam bentuk persaingan sempurna. Masalah utama dalam usahatani adalah hama penyakit dan kestabilan harga. Kata kunci : sosial ekonomi, sayuran, lahan rawa PENDAHULUAN Masalah dan tantangan pembangunan pertanian di Indonesia akan semakin berat dan kompleks terutama dalam kaitannya dengan: (1) meningkatnya kebutuhan hasil pertanian termasuk sayuran akibat bertambahnya jumlah penduduk, (2) menyusutnya lahan subur, (3) melandainya laju peningkatan produktivitas lahan akibat menurunnya kualitas lahan, (4) meningkatnya cekaman lingkungan baik fisik maupun biologis, dan (5) meningkatnya kebutuhan lapangan kerja akibat bertambahnya penduduk dan makin berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian. Komoditas hortikultura dibutuhkan dalam kehidupan manusia karena sebagai sumber vitamin dan mineral. Konsumsi oleh penduduk Indonesia akan buah-buahan meningkat setiap tahun, pada tahun 1993 sebesar 26,06 kg/kapita/th, kemudian pada tahun 2005,30 kg/kapita/th. Demikian pula tingkat konsumsi rata-rata akan sayuran pada tahun 2004 sebesar 57,12 kg/kapita/th. Untuk memenuhi kebutuhan akan sayuran, pemerintah Indonesia mengimpor sebanyak 21.000 t/th. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan produksi komoditas hortikultura mutlak dilakukan Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Salah satu alternatif pemecahan masalah dan sekaligus menjawab tantangan tersebut adalah memanfaatkan lahan rawa untuk sayuran. Lahan rawa dicirikan oleh genangan karena pengaruh gerakan pasang surut pada rawa pasang surut dan genangan akibat pengaruh curah hujan dan banjir kiriman dari daerah teresterial khususnya pada rawa lebak. Lahan rawa juga mempunyai sifat yang marginal dan rapuh (fragile) diantaranya adanya lapisan gambut dengan berbagai ketebalan dan lapisan senyawa pirit (FeS2) dengan berbagai kedalaman. Oleh karena itu maka pemanfaatan lahan rawa untuk pengembangan sayuran memerlukan penataan lahan dan pengelolaan air yang disesuaikan dengan tipe luapannya untuk rawa pasang surut dan pemilihan waktu yang tepat serta kedalaman dan lama genangan untuk lahan lebak serta perbaikan tanah. Permasalahan dan kendala yang dihadapi pengembangan komoditas hortikultura terutama pada sentra-sentra produksi antara lain : pola usaha masih skala kecil dan tersebar, lemahnya permodalan, rendahnya penguasaan teknologi budidaya, belum terjalinnya keserasian hubungan antara tingkat produksi pada daerah sentra produksi dengan tingkat permintaan di pusat-pusat konsumsi, belum terbentuknya stabilitas harga-harga saat panen rendah dan penanganan pasca panen belum terlaksana dengan baik, pemasaran yang belum efisien, bagian keuntungan yang diterima petani relatif rendah, dan adanya rantai tataniaga yang cukup panjang, kebijakan dan strategi pemerintah disinsentif, dan kebijakan pemerintah daerah yang cenderung memproduksi berbagai komoditas sayuran untuk tujuan swasembada atau pemenuhan daerah lain yang kurang menguntungkan dari segi pembangunan ekonomi wilayah (Saptana et al., 2005). Perkembangan produksi cabai di Kalimantan Selatan menurun, pada tahun 2008 sebesar 4,424 ton dan tahun 2009 sebesar 4,047 ton sehingga terjadi penurunan sebesar 9,3%. Sedangkan komoditas tomat produksi meningkat pada tahun 2008 sebesar 4.350 ton dan tahun 2009 sebesar 4.579 ton menunjukkan peningkatan sebesar 5,3%, demikian juga pada terung produksinya meningkat yaitu pada tahun 2008 sebesar 5,148 ton dan tahun 2009 sebesar 8,677 ton maka terjadi peningkatan sebesar 68,5% (BPS, 2010 ; Diperta dan Hortikultura Prov Kal Sel., 2010). Makalah ini bertujuan untuk mengemukakan aspek sosial ekonomi sayuran utama di lahan rawa. SAYURAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM USAHATANI Sayuran umumnya diusahakan petani di lahan rawa pasang surut gambut dan sulfat masam potensial maupun aktual. Perbedaannya pada penataan lahan, pada tipe luapan C dan D, sayuran dapat ditanam di lahan sawah dengan membuat bedengan atau kemalir, sedangkan di lahan tipe luapan A dan B, petani membuat sistem surjan dan sayuran diusahakan di galengan/di atas surjan. Penanaman sayuran di lahan pasang surut dapat dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau sedangkan di lahan lebak umumnya dilakukan pada musim kemarau kecuali pada lebak dangkal. . Sayuran ditanam secara monokultur maupun tumpang sari seperti gambas, pare, terung, kacang panjang dan cabai. Penanaman sayuran dilakukan setelah bertanam padi, yaitu pada bulan Desember dan Mei di lahan pasang surut, bulan Januari di lebak dangkal dan bulan Mei/Juni pada lahan lebak tengahan Oleh karena itu panen sayuran pada lebak dangkal dilakukan pada bulan Januari/Pebruari atau April/Mei, sehingga 2
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
mendapat harga yang lebih baik misalnya terung yang dihasilkan pada lahan lebak dangkal dipanen bulan Pebruari dengan harga Rp 4000/kg sementara terung pada lahan lebak tengahan dipanen bulan Juli/Agustus dengan harga Rp 1500/kg. ANALISIS USAHATANI Berdasarkan hasil analisis biaya dan pendapatan seperti disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sayuran cabai rawit, pare dan gambas cukup efisien diusahakan di lahan rawa pasang surut gambut Lamunti Kalimantan Tengah. Sementara Sawi dan Kangkung diusahakan petani di desa Kelampangan Kotamadya Palangkaraya menunjukkan bahwa sayuran sawi memberikan keuntungan sebesar Rp 13.745.953/ha yang lebih tinggi dibanding kangkung sebesar Rp 5.895.758/ha dengan nilai R/C masing-masing Sawi =2,28 dan Kangkung 1,78 (Sutikno et al., 2008). Demikian juga dengan tanaman sayuran yang diusahakan di lahan gambut Desa Siantan Hulu Kalimantan Barat menunjukkan bahwa komoditas bawang daun memiliki R/C tertinggi (3,36) dibanding sayuran lainnya, namun demikian semua jenis sayuran yang diusahakan di lahan gambut cukup layak untuk dikembangkan karena R/C > 1. (Noorginayuwati et al., 2006). Hasil analisis biaya dan pendapatan beberapa sayuran seluas 0,1 hektar di lahan gambut disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sayuran memiliki potensi yang cukup besar di lahan gambut. Berdasarkan hasil percobaan secara ekonomis usahatani tomat, terung, kubis dan mentimun menguntungkan dan efisien di lahan gambut, hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C yang cukup tinggi (Alwi et al., 2006) Tabel 1. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Sayuran Seluas 0,1 Ha Di Lahan Rawa Pasang Surut Gambut No.
Lahan/Komoditas
1.
Tingkat petani
Produksi (ton)
Penerimaan (Rp)
Biaya Total (Rp)
Keuntungan (Rp)
R/C
Terung1 0,631 631.000 441.707 189.303 1,43 Waluh1 0,750 750.000 429.000 321.000 1,75 Kacang Panjang1 0,928 1.392.000 793.044 598.956 1.76 Cabai Rawit1 0,200 2.000.000 1.243.000 757.000 1,61 Pare1 0,375 1.125.000 495.000 630.000 2,27 Kangkung2 0,600 1.349.175 7 75.599 573.576 1,74 Sawi2 0,660 2.444.775 1.070.180. 1.374.595 2,28 3 Kucai 3,333 9.999.000 6.107.139 3.891.861 1,64 Seledri3 2,775 22.200.000 7.829.440 14.370.560 2,83 Bawang Daun 3 2,775 24.975.000 7.427.065 17.547.935 3,36 1. Hasil Penelitian4 Tomat 3,598 8.995.000 2.675.050 6.319.950 3,36 Cabai 1,197 5.985.000 2.532.286 3.452.714 2,36 Mentimun 3,132 7.830.000 2.034.943 5.795.057 3,84 Terung 2,583 5.166.000 1.881.393 3.284.607 2,74 Sumber : 1) Rina et al., 2009; 2) Rina et al., 2008; 3) Noorginayuwati et al., 2006; 4) Alwi et al.,2006, diolah
Sedangkan produksi sayuran di lahan rawa pasang surut sulfat masam potensial umumnya lebih tinggi dibandingkan produksi di lahan sulfat masam aktual. Hal ini Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
karena lahan pada sulfat masam aktual lapisan piritnya < 50 cm dari muka tanah. Oleh karena itu jika petani mengolahnya tidak hati-hati maka hasil tanaman yang dicapai rendah bahkan tidak dapat menghasilkan dengan baik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa usahatani tomat, terung, kubis dan mentimun menguntungkan dan efisien di lahan sulfat masam potensial, sedangkan cabai di lahan sulfat masam aktual (Tabel 2). Tabel 2. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Sayuran Hasil Penelitian Seluas 0,1 Ha Di Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Kalimantan Selatan Lahan/ Produksi Penerimaan Biaya Total Keuntungan Komoditas (ton) (Rp) (Rp) (Rp) Tingkat Petani1 Sulfat.M Potensial Tomat 0,800 3.200.000 542.197 2.657.803 Cabai rawit 0,250 7.500.000 3.344.338 4.156.662 Terung 0,900 2.700.000 1.927.536 772.464 Sulfat.M.Aktual Cabai Rawit 0,225 6.750.000 3.344.338 3.405.662 Tomat 0,800 3.200.000 542.197 2.657.803 Terung 0,900 2.700.000 1.927.536 772.464 Hasil Penelitian Sulfat. M. Potensial2 Tomat 2,979 7.447.500 2.519.804 4.927.696 Cabai 0,752 3.760.000 2.658.090 1.101.910 Mentimun 1,059 2.647.500 1.234.950 1.412.550 Terung 3,039 6.078.000 1.856.643 4.221.357 Kubis 1.886 5.658.000 2.572.928 3.085.072 Sulfat masam aktual3 Tomat 1,148 2.870.000 2.015.750 854.250 Cabai 0,781 3.905.000 2.407.036 1.497.964 Mentimun 0,902 2.255.000 1.346.893 908.107 Sumber : 1) Sutikno et al.,2009; 2) Kuesrini et al.,2006 ; 3) Haerani et al.,2007, diolah
No. I 1.
2.
II 1.
2.
R/C
5,9 2,2 1,4 2,0 5,9 1,4
2,9 1,4 2,1 3,3 2,2 1,4 1,6 1,7
Lahan Lebak
Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani sayuran cabai, tomat dan pare cukup efisien diusahakan petani di lahan lebak dangkal. Demikian pula sayuran cabai, tomat di usahakan efisien diusahakan di lahan lebak tengahan (Rina dan Noorginayuwati, 2008). Tabel 3. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Sayuran Utama Luas 0,1 Ha Di Lahan Lebak Kal-Sel No I.
II.
III.
4
Lokasi/ Komoditas Tingkat Petani1 Lebak Dangkal Terung Gambas Cabai Tomat Mentimun Pare Lebak Tengahan Cabai Tomat Terung Gambas Hasil Penelitian2
Produksi (ton)
Penerimaan (Rp/ha)
Biaya (Rp)
Keuntungan (Rp)
R/C
1,512 1,750 1,216 1,804 3,294 1,607
1.511.900 1.750.000 4.864.000 3.608.800 3.294.000 1.607.500
841.617 989.500 2.176.700 1.711.555 2.340.588 615.085
670.283 760.500 2.687.300 1.897.245 953.412 992.415
1,8 1,8 2,2 2,1 1,4 2,6
1,071 1,524 1,682 1,813
4.284.000 3.048.000 1.682.000 1.813.000
2.389.822 2.003.787 1.246.511 989.500
1.894.178 1,044.213 435.489 823.500
1,8 1,5 1,3 1,8
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Tomat Cabai Kubis
1,930 1,320 2,730
5.790.000 6.600.000 6.825.000
2.451.670 2.582.750 3.242.000
Juni, 2012
3.338.330 4.017.250 3.583.000
2,4 2,5 2.1
Sumber : 1 ) Rina dan Noorginayuwati, 2008; 2 ) Noor et al., 2006, diolah
Dilihat dari nilai R/C komoditas cabai ternyata merupakan komoditas dengan kemampuan rentabilitas modal tertinggi, karenanya tak mengherankan bila jadi pilihan petani daerah lebak dangkal. Berdasarkan hasil percobaan komoditas tomat, cabai dan kubis cukup menguntungkan dan efisien untuk diusahakan di lahan lebak (Noor et al., 2006. KEUNGGULAN KOMPETITIF Berdasarkan analisis keunggulan kompetitif, lahan lebak dangkal akan lebih menguntungkan bila diusahakan dengan komoditas cabai, tomat, mentimun, pare, gambas, dan terung yang ternyata lebih kompetitif dari padi unggul. Untuk lebak tengahan komoditas yang paling kompetitif adalah cabai, tomat, gambas, terung, labu kuning, semangka dan blewah ternyata lebih kompetitif dibanding padi unggul (Rina dan Noorgiyuwati, 2009). Sedangkan untuk lahan pasang surut, tanaman sayuran diusahakan di atas guludan pada tipologi lahan sulfat masam dan potensial untuk semua tipologi luapan pola tanam cabai rawit (MH)-tomat (MK1 dan MK2) adalah paling kompetitif dan untuk tipologi luapan C yang paling kompetitip adalah pola cabai rawit (MH)-tomat (MK1) (Sutikno et al., 2009) KONTRIBUSI USAHATANI SAYURAN TERHADAP PENDAPATAN Tanaman sayuran memiliki kontribusi cukup besar terhadap pendapatan rumah tangga petani terutama pada lahan rawa gambut, lahan lebak dan lahan sulfat masam. Pendapatan petani yang terbesar adalah petani di lahan sulfat masam yakni sebesar Rp. 15.653.794,4/th/KK dan penerimaan terbesar berasal dari usahatani jeruk. Sedangkan lahan gambut menempati urutan kedua sebesar Rp. 14.951.587/th/KK dengan penerimaan terbesar berasal dari usahatani sayuran. Sedangkan di lahan lebak dangkal sebesar Rp 12.880.117,-/th/KK dan di lahan lebak tengahan sebesar Rp 11.052.716,/th/KK Usahatani sayuran di lahan gambut memberikan kontribusi penerimaan terbesar 83 % dari total pendapatan petani per tahun per keluarga dibandingkan kontribusi penerimaan sayuran di lahan sulfat masam 0,76%, lebak dangkal 17,47% dan lebak tengahan 11,85% (Antarlina et al., 2005; Noorginayuwati et al., 2006; Rina et al., 2009) PEMASARAN SAYURAN Komoditas cabai, tomat, gambas dan terung sebagian besar dipasarkan di wilayah Kalimantan Selatan, hanya komoditas terung yang sudah dipasarkan ke Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar komoditas tomat, cabai, terung dan gambas dalam bentuk oligopoly. Ada lima saluran pemasaran untuk mendistribusikan tomat, cabai, terung, dan gambas dari produsen ke konsumen akhir dengan marjin pemasaran berturut-turut masing-masing tomat 40-80,54%, cabai 52,92-77,03% terung berkisar 48.57-74,29% dan gambas 50,0–83,33 % dari harga yang Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
dibayar konsumen. Masalah utama dalam pemasaran tomat, cabai, terung dan gambas adalah permodalan dan kestabilan harga (Rina et al., 2008). Sedangkan pemasaran Sawi yang berasal dari Kalimantan Tengah umumnya di pasarkan di wilayah Kalimantan Tengah. Pada sayuran Sawi dan Kangkung di Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa terjadi integrasi pasar pada harga pedagang pengecer dengan harga pedagang pengumpul di pasar kota pada komoditas sawi. Struktur pasar komoditas sawi dan kangkung dalam bentuk persaingan sempurna. Saluran pemasaran yang efisien pada pemasaran Sawi adalah petani pedagang pengumpul pengecer (Rina dan Noorginayuwati, 2009). PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA Berdasarkan tanggapan petani terhadap karakterisitik teknologi budidaya sayuran antara lain keuntungan relatif, kemudahan budidaya, kesesuaian dengan kebutuhan petani, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk dirasakan menunjukkan bahwa persepsi/tanggapan petani terhadap karakteristik teknologi cukup baik. Berdasarkan nilai skor maka diperoleh nilai rata-rata 3,6 yang berarti tanggapan petani positif (Tabel 5) Tabel 4. Nilai Skor Persepsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Sayuran Di Desa Petak Batuah, Kapuas, 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik teknologi Keuntungan relatif Kesesuaian dengan kebutuhan petani Kemudahan untuk dilaksanakan Kemungkinan untuk dicoba Kemungkinan untuk diamati Rata-rata
Rerata skor persepsi 3,99 3.76 3,43 2,99 4,00 3,60
Sumber : AR-Riza dan Alkasuma.,2006
MASALAH USAHATANI Persentase jawaban petani terhadap masalah utama yang dihadapi petani dalam berusahatani sayuran di lahan rawa disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase Jawaban Petani Terhadap Masalah Usahatani Sayuran Di Lahan Rawa, 2008 No.
Uraian
Persentase
1.
Bibit/Benih
4,0
2.
Tenaga kerja
3,0
3.
Pemasaran Hasil
20,0
4.
Kestabilan harga
41,0
5.
Modal
10,0
6.
Hama Penyakit
22,0
Sumber : Rina et al (2008)
Tabel 5 menunjukkan bahwa masalah utama usahatani sayuran adalah kestabilan harga dan serangan hama penyakit. Hama penyakit utama adalah antraknose pada cabai,
6
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
yang tahun ini cukup besar serangannya pada komoditas cabai di wilayah lebak tengahan. Penyakit layu pada tomat dan ulat penggerek pada terung dan sebagainya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Secara ekonomi komoditas tomat, cabai, mentimun, terung dan kubis menguntungkan dan efisien diusahakan di lahan gambut dan sulfat masam potensial. Demikian pula komoditas tomat, cabai dan kubis efisien diusahakan di lahan lebak. 2. Kontribusi sayuran terhadap pendapatan petani di lahan gambut 83 %, di lahan rawa pasang surut sulfat masam 0,76% dan di lahan lebak dangkal 17,47 % dan lebak tengahan 11,85%. 3. Persepsi petani terhadap teknologi sayuran di lahan rawa pasang surut adalah positif. 4. Struktur pasar komoditas cabai, tomat, terung, dan gambas berada pada pasar yang bersifat oligopoly sedangkan struktur pasar komoditas sawi dan kangkung dalam bentuk persaingan sempurna. 5. Masalah utama dalam usahatani sayuran adalah hama penyakit dan kestabilan harga Saran Perlunya perwilayahan komoditas berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) atau pengaturan lain yang adil bagi petani. DAFTAR PUSTAKA AR-Riza, I dan Alkasuma. 2006. Karakteristik Wilayah dan Perancangan Model Penataan Lahan dan Komoditas di Lahan Rawa Pasang Surut. Laporan Hasil Penelitian Balittra. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Alwi, M.,M. Noor dan Y.Lestari. 2006. Budidaya Sayuran di Lahan Gambut. Teknologi budidaya sayuran di lahan sulfat masam potensial. Budidaya Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi budidaya dan Peluang Agribisnis (Monograf). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Antarlina, S.S., A.Jumberi, Y.Rina, Noorginayuwati, I. Noor, W. Annisa, E. Maftuah, Muhammad, M. Saleh dan A. Budiman, 2005. Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Komoditas buah jeruk di lahan pasang surut. Laporan Hasil Penelitian Balittra. BBSDL. Biro Pusat Statistik Tk I Kal Sel. 2010. Kalimantan Selatan Dalam Angka. BPS Provinsi Kalimantan Selatan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan. 2010. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Haerani, A. I. Noor, M. Najib, Mukhlis, K. Anwar. 2007. Teknologi Pengelolaan Lahan, Hara, Air dan Amelioran di Lahan Sulfat Masam Aktual. Laporan Akhir TA 2007. Balittra. Kuesrini, L. Indrayati dan E. William. 2006. Teknologi budidaya sayuran di lahan sulfat masam potensial. Budidaya Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi budidaya dan Peluang Agribisnis (Monograf). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Noor, H.D, D.Nazemi dan N. Fauziati. 2006. Budidaya Sayuran di Lahan Lebak Budidaya Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi budidaya dan Peluang Agribisnis (Monograf). Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Noorginayuwati, A.Rafiq, Yanti R., M. Alwi, A.Jumberi, 2006. Penggalian Kearifan Lokal Petani untuk Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan. Laporan Hasil Penelitian Balittra 2006. Rina, Y dan Noorginayuwati. 2008. Analisis Pemasaran Sawi dan Kangkung di Lahan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Lahan Rawa. Banjarbaru 5 Agustus 2008. Dalam A. Supriyo, M. Noor, I. ARRiza dan K. Anwar (Penyunting) Kerjasama Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Rina, Y dan Noorginayuwati. 2009. Analisis Keunggulan Kompetitip Komoditas Pertanian di Lahan Lebak Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar dan Temu Ilmiah Nasional Revitalisasi Pertanian dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global, Surakarta, 21 Maret 2009. dalam Moh. Harisuddin, V.Ratri C, Kusnandar, Suwarto dan Supyani (Penyunting). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret-Surakarta. Rina, Y. A. Rafieq dan M. Sabran. 2007. Analisis Finansial Usahatani Padi Unggul Dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Lahan Lebak. 2009. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Air, Iklim dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor 24-25 November 2009. Buku III. Saptana, M. Siregar, S. Wahyudi, S.K. Dermoredjo, E. Ariningsih, dan V. Darwis. 2005. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor. 232 hlm Sutikno, H, Y. Rina, S. Umar dan M. Imberan. 2009. Model Pengembangan Pertanian Melalui Optimasi Penggunaan Sumberdaya-Sumberdaya Lahan, Manusia dan Teknologi untuk Mendukung Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Daerah Pasang Surut Kalimantan Selatan. Laporan Akhir APBN 2009 melalui Dana Bansos DIKTI. Balai Pertanian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru Sutikno, H, Y.Rina, Y, Noorginayuwati, A. Supriyo dan A. Budiman. 2008. Evaluasi keragaan dan ketersediaan teknologi budidaya pertanian dan adopsinya di lahan rawa. Laporan akhir Tahun Anggaran 2008, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru. 8
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012