J. Hidrosfir Indonesia
Vol. 5
No.3
Hal.1 - 11
Jakarta, Desember 2010
ISSN 1907-1043
PERAIRAN SEBAGAI LAHAN BANTU DALAM PENGEMBANGAN PERTANIAN DI LAHAN RAWA LEBAK Sudaryanto Djamhari Peneliti Madya pada Pusat Teknologi Produksi Pertanain, Kedeputian Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi – BPPT, Gedung BPPT II, lantai 17 Naskah diterima : 5 Mei 2010 - Revisi terakhir 28 Juli 2010
Abstract Bog lebak farm, specially shallow lebak have potency to be developed to to become agriculture farm like rice field farm which is have irrigating. Farm lebak bog characteristic at the rains suffused by water and at dry season happened dryness, pond irrigate in shallow lebak bog do not go along way so that in have paddy crop conducting to have risk lacking of water, good at a period of/ to growth or at a period of/to admission filling of fruit as a result fruit become small even do not contain, so that unattainable optimum productivity. Taken by step is to provide seed ready to plant before water pond dwindle. Seed conducted in territorial water with ploating system, by using materials, for example: bamboo, gegas leaf, and green algae from territorial water. Pursuant to result of Laboratory Majors Land, Faculty Of Agriculture, IPB, that nutricie element content can be used at phase growth of seed. Conducted of seed with system float in territorial water hence problem of is ready of seed at lebak bog farm which still suffused by water can overcome and crop will be able to be conducted at the time of water not less than 20 cm. Keyword. : river, seeds, floating, seedling, cultivation
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahan rawa lebak terletak di kanan dan kiri sungai besar dan muaranya, bertopografi datar, pada musim hujan berubah menjadi rawa yang berfungsi sebagai tempat berkembangnya ikan-ikan rawa seperti belida, gabus, toman, sepat, burung, dan sebagainya, dan pada musim kemarau, air di lahan rawa lebak mengalami surut dan kering sehingga berubah menjadi daratan yang kemudian oleh petani dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan
(padi dan jagung), tanaman palawija, atau semangka1). Menurut Direktorat Rawa2), lamanya genangan pada lahan rawa lebak berdasarkan topografi, dibagi dalam tiga tipe rawa lebak, yaitu: (1) lebak dangkal atau pematang, terletak dibagian tanggul sungai yang mempunyai kedalaman air kurang dari 50 cm dengan masa genangan kurang dari 3 bulan, (2) lebak tengahan terjadi diantara lebak dangkal dengan lebak dalam, dengan kedalaman air antara 50 – 100 cm dengan masa genangan antara 3 – 6 bulan,
Koresponden Penulis
[email protected]
29
Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11
(3) dan lebak dalam mempunyai kedalaman air lebih dari 100 cm dengan masa genangan lebih dari 6 bulan. Karena lahan lebak yang berada di posisi kanan dan kiri sungai besar maka tanah yang terbentuk dari bahan endapan sungai yang tidak mengandung sulfidik dan termasuk jenis tanah aluvial. Daerah-daerah yang relatif tinggi akan mengalami surut atau kering lebih dulu, sebaliknya untuk daerah-daerah yang lebih rendah atau cekung akan mengalami surut atau kering belakangan. Pada saat curah hujan mulai rendah atau kemarau, seluruh lahan rawa lebak yang tadinya tergenang akan mengalami kekeringan. Pemanfaatan rawa lebak secara maksimum untuk usaha pertanian perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi genangan rawa lebak (delineasi jenis-jenis lebak, berdasarkan fluktuasi dan lamannya periode genangan atau kekeringan)3). Peningkatan produksi tanaman padi dan palawija di lahan rawa lebak bukan hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga menunjang swasembada pangan. Perbaikan teknologi melalui pola kondisi air rawa lebak dapat menunjang keberhasilan tersebut, sebab kondisi air pada lahan rawa lebak sepenuhnya alami. Dari permasalahan lahan rawa lebak adalah genangan dan kekeringan yang datangnya belum dapat diprediksi dengan tepat maka perlu antisipasi terlebih dahulu dalam mengusahakan lahan rawa lebak agar tanaman yang diusahakan tidak terjadi kebanjiran maupun kekeringan4). Budidaya padi memerlukan air yang cukup, yaitu mulai dari tanam hingga pengisian polong. Genangan air di lahan rawa tidak akan bertahan lama yang kemudian disusul dengan kekeringan dan parahnya lagi apabila selama tanam padi tidak terjadi hujan berakibat pada waktu pengisian polong dapat tergganggu, sehingga produktivitas tidak akan mencapai optimum. Untuk menanggulangi kondisi tersebut, maka antisipasi yang perlu dilakukan adalah melakukan pembibitan tanaman padi lebih awal, yaitu pada saat air masih menggenangi lahan 30
dan dapat dilakukan di perairan yang airnya mengalir dengan teknik mengapung (floating), kemudian air mencapai ± 20 cm bibit padi siap untuk ditanam. 1.2. Tujuan Penelitian Pemanfaatan perairan sebagai media pembibitan adalah salah satu alternatif untuk mempersiapkan bibit tanaman padi yang siap tanam dan tepat waktu untuk melakukan budidaya di lahan rawa lebak.
2.
METODELOGI PENELITIAN
Lokasi penelitian terletak di Dusun Kayu Ara Batu, Desa Putak, Kecamatan Gelombang, kabupaten Muara Enim. Lahannya termasuk jenis rawa lebak (non pasang surut) yang merupakan daerah rawa lebak bertipe dangkal atau pematang. Tipe seperti ini setiap tahunnya selalu di genangi air sekitar 3 bulan, karena lokasinya dipinggir sungai Belido yang bermuara ke Sungai Musi, maka daerah ini dipengaruhi juga dengan adanya pasang surut dari air Sungai Belido. Pasang surutnya air Sungai Belido sangat dipengaruhi dengan pasang surutnya Sungai Musi. Sifat di daerah ini adalah dimusim hujan mengalami genangan yang lebih (banjir), sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Pada saat banjir dan kekeringan, lahan tidak dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian khususnya tanaman pangan. Petani sawah lebak di Desa Putak menanam padi hanya dapat melakukan satu kali tanam dalam 1 tahun. Lokasi penelitian lahan rawa lebak telah dibentuk menjadi sawa sistem surjan, yaitu bentuk sawah yang dikelilingi dengan tanggul yang berfungsi sebagai menahan air bila terjadi luapan dari air sungai. Waktu penilitian dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Juni 2005, yaitu sejak saat persiapan benih hingga siap untuk ditanam di lahan persawahan, bibit padi yang digunakan adalah varitas IR42, berasal dari PT. Sang Hyang Seri.
Teknik pembibitan dilakukan dengan cara mengapungkan lahan atau tempat pembibitan di atas aliran Sungai Belido. Tempat pembibitan dibuat dari bambu sebagai alat pengapung, daun gegas sebagai dasar untuk meletakkan media tanam, yaitu ganggang jenis chara, yaitu ganggang yang hidup di air tawar, batangnya beruas-ruas dan tiap ruas bercabang kecil, dapat diperoleh dari sungai sekitarnya, kemudian benih padi diletakkan di atas ganggang. Agar alat apung tidak terbawa oleh arus sungai, maka diikat dengan tali yang ditambatkan pada pinggiran sungai Analisis kualitatif dilakukan dengan cara tabulasi ganggang hasil dari analisis Laboratorium, pengamatan di lapangan, wawancara dengan petani pada saat melakukan bimbingan, dan diskusi dengan penyuluh pertanian lapangan (PPL). Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan pengambilan sampel ganggang air tawar di Sungai Belido sebagai media tanam untuk pembibitan, yang kemudian dianalisis kandungan bahan organiknya di laboratorium Ilmu Tanah Instintut Pertanian Bogor (IPB). 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Potensi Daerah Penelitian Lahan rawa lebak di Indonesia berkisar 13,256 ha, dirinci sebagai berikut: Tabel 1. Luas lahan rawa Lebak di Indonesia\
Luas Lahan Rawa (000 ha) No
Wilayah
Pasang Surut
Lebak
Total
1. P. Sumatera
6.6000
2.770
9.370
2. P. Kalimantan
8.109
3.580
11.689
3. P. Sulawesi
1.180
606
1.786
4. P. Papua
4.220
6.300
10.520
20.109
13.256
33.365
Jumlah
Sumber : PuslittanaK (1998). 31
Dari luas lahan tersebut diinformasikan oleh Direktorat Jendral Departemen Pengairan Kimpraswil bahwa kurang lebih seluas 1,5 hektar telah dilakukan reklamasi lahan, baik oleh masyarakat setempat maupun oleh Pemerintah. Potensi lahan rawa lebak di Provinsi Sumatera sebesar 288.944 ha. Sedangkan yang sudah dibuka sebesar 108.940 ha. Rencana akan dibuka sebesar, pada lahan lebak dangkal 105.000 ha, lebak tengahan 81.000 ha, total sebanyak 186.000 ha. dan lahan cadangan diposisikan di lebak dalam sebesar 40.000 ha. (Aminudin Daulay, 2003). Kabupaten Muara Enim yang terletak di Propinsi Sumatera Selatan mempunyai lahan rawa lebak yang cukup besar, yaitu sebesar 12.684 hektar, yang terdiri dari 6.342 hektar di lahan lebak pematang/dangkal, 3.805,2 hektar, di lahan lebak tengahan, dan 2.536,8 hektar, di lahan lebak dalam dan berpotensi untuk dikembangkan adalah pada lebak dangkal dan lebak tengahan yaitu sebesar 10.147,20 hektar Badan Pusat Statistik6). 3.2. Karakteristik Lahan Rawa Lebak Lahan lebak di posisi kanan dan kiri sungai besar. Oleh karena itu, tanah yang terbentuk terdiri dari bahan endapan sungai yang tidak mengandung sulfidik dan kebanyakan termasuk jenis tanah aluvial dan genangan lahan rawa lebak tidak dipengaruhi oleh pasang surut tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun setempat maupun dari daerah hulu. Lokasi penelitian berada di pinggir aliran sungai Belido yang mengalir ke sungai Musi, sehingga tinggi rendahnya genangan air sangat dipengaruhi oleh kondisi air sungai Belido dan sungai Musi. Pada umumnya sifat morfologi tanah rawa lebak merupakan kondisi alumik atau berdrainase terhambat sampai sangat terhambat, baik pada yang belum berkembang atau sedikit berkembang. Sedangkan sifat-sifat kimiawi tanah, pada umumnya memperlihatkan kandungan unsur C organik yang sangat tinggi. KTK tanah juga sangat bervariasi, umumnya
berkisar anttara 10 sampai dengan 40 me/100 gram tanah. Kation-kation basa juga bervariasi, namun pada umumnya sangat rendah sampai rendah. Demikian juga pH tanah, umumnya bersifat masam sampai sangat masam (pH tanah 3,0 – 5,5). Lahan rawa lebak di tempat penelitian terletak dipinggir sungai Belido, fluktuasi genangan disanping terjadi pada musim penghujan terjadi pula luapan air dari sungai di dekatnya. Dengan pengaruh dari luapan air sungai maka tipe luapan terbagi atas 4 tipe, 1) tipe A, terluapi pada saat pasang besar dan kecil) 2) tipe B, hanya terluapi pasang besar, 3) tipe C, tidak terluapi air pasang dengan kedalam air tanah < 50 cm, dan 4) tipe D, tidak terluapi air pasang dengan kedalam air tanah > 50 cm, Badan Libang Pertanian Deptan (2000). Bila dilihat dari karakteristik lahan rawa lebak tersebut di atas maka musim tanam padi tidak akan bersamaan di wilayah Sumatera Selatan, karena pertanian pada lahan rawa lebak berhubungan erat dengan keadaan musim yang dapat mempengaruhi fluktuasi air. Dengan demikian untuk mencapai produksi yang tinggi akan sangat sulit didapat, karena disamping ada beberapa faktor yang membatasi dalam perolehan produksi, antara lain: Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: 1) Keadaan hidrotopografi daerah lebak berbeda-beda, tidak memungkinkan penanaman padi sawah lebak secara serempak. 2) Perubahan cuaca yang sulit diramal, dapat merusak tanaman dalam pertumbuhan, maupun sewaktu akan dipanen yang dapat menimbulkan kerusakan secara total. 3) Perlunya untuk menentukan waktu tanam yang tepat. 4) Penggunaan bibit lokal yang berproduksi rendah dan penggunaan bibit berumur tua. 3.3. Kandungan Hara Ganggang Menurut Sonson Garsoni7), ada 13 unsur 32
hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk layak berproduksi. Semua unsur hara tersebut dapat dibagi menjadi: tiga hara unsur makro primer, yakni Nitrogen (N), Kalium (K), dan Pospor (P); tiga hara makro sekunder, yakni Magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan Sulfur atau belerang (S); sisanya adalah tujuh hara unsur mikro yang meliputi Fero atau besi (Fe), Cuprum atau tembaga (Cu) , Mangan (Mn), Clor (Cl), Zincum atau seng (Zn), Borium (Bo), dan Molibdenum (Mo). Hasil analisis ganggang sungai dari laboratorium mendapatkan gambaran unsur hara yang terkandung di dalamnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Pada Ganggang Sungai No.
Unsur
Besaran
Keterangan
1
C-organik
29,60
sedang
2
N (%)
0,54
tinggi
3
P (%)
0,34
s. rendah
4
K (%)
0,63
tinggi
5
Co (%)
1,32
-
6
Mg (%)
0,6
Rendah
7
Fe (ppm)
348
-
8
Cu (ppm)
11,5
-
9
Zn (ppm)
45,9
-
10
Mn (%)
86,8
-
Keterangan : Hasil uji lab. Jurusan Tanah Fak. Pertanian IPB. Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kandungan hara unsur makro primer (N, P, dan K) lengkap, mempunyai kandungan unsur N dan K katagori tinggi, kedua unsur ini dalam pertumbuhan tanaman sangat penting karena unsur N diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun atau klorofil, batang dan akar dapat berlangsung dengan sempurna, sedangkan unsur K berfungsi untuk mengaktifkan sejumlah besar enzim yang penting untuk fotosintesis,
transpirasi, pembentukan pati dan protein, dengan terpenuhinya kedua unsur tersebut maka proses potosintesis akan dapat sempurna dan pertumbuhan tanaman secara vegetatif akan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan kandungan unsur P pada katagori sangat rendah, fungsi unsur P dalam tanaman adalah berperan penting dalam metabolisme energi dalam proses fotosintesis dan pembentukan bunga dan biji. Dengan demikian bahwa tinggi unsur makro primer N dan K akan memberikan dampak positif pada pertumbuhan bibit padi karena kedua unsur ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif, sedangkan pada unsur P yang sangat rendah untuk membantu fotosintesa lebih dahulu ketimbang dalam pembentukan bungan dan biji (pertumbuhan generatif). Unsur Mg lebih banyak dipakai untuk memperkuat pertumbuhan baik untuk daun maupun untuk buah, jika kekurangan unsur Mg menyebabkan daun atau buah akan mudah rontok sedangkan fungsi dari unsur hara Co, Fe, Cu, Zn, dan Mn fungsinya tidak jauh bedanya dengan unsur hara lainnya yaitu lebih banyak dipakai untuk memperkuat pertumbuhan vegetatif. 3.4. Teknik Pembibitan Benih yang digunakan adalah benih unggul varietas PB 42, masih dalam benih pokok (stock seed) yang dipasaran berlabel ungu, ini artinya bahwa benih berasal dari turunan benih dasar yang masih dipertahankan identitas genetiknya dan kemurniannya sebaik mungkin dan hasil panen merupakan benih sebar (extention seed) yang dipasaran berlabel biru. Benih label biru ini digunakan oleh petani sebagai benih produksi atau untuk dikonsumsi. Menurut PT Sang Hyang Seri, varietas PB 42 mempunyai spesifikasi cukup baik untuk ditanam di lahan rawa atau daerah pasang surut dan mempunyai potensi produksi 4,5 – 5,5 ton gabah kering giling (GKG). Pemanfaatan aliran sungai sebagai lahan pembibitan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain bahwa (a). bahan-bahan untuk pembibitan berada disekitar lokasi, (b) lokasi masih dekat dengan tempat penanaman 33
sehingga sebagai pengganti lahan daratan sangat cocok, dan (c) waktu dapat disuaikan dengan waktu tanaman di lahan sehingga bibit akan tersedia tepat waktu saat tanaman akan dilakukan. Pelaksanaan pembibitan dimulai pada waktu air di lahan rawa lebak masih tinggi yang pada kondisi seperti ini tidak dapat dilakukan pembibitan di lahan (kering). Oleh karen itu, untuk mendapatkan bibit yang siap tanam maka benih harus disemaikan dengan cara mengapungkan (floating) di atas perairan, agar utuk memudahkan pengangkutan benih dan menjaga benih tidak rusak pelaksanaan pembibitan dilakukan di sekitar lahan penanaman budidaya, teknik mengapung seperti ini di daerah penelitian dikenal dengan nama teknik lanting. Keuntungan pembibitan dilakukan di lahan perairan adalah bahan- bahan yang digunakan dapat diperoleh dari sekitar sungai atau lahan sawah, yaitu antara lain: ganggang sungai, daun gegas, dan bambu. Luas lanting berukuran 3 m x 1 m, benih yang ditebar sebanyak 7½ kg, lama pembibitan di atas sungai mencapai 3 – 4 minggu, dengan akar sudah memanjang sampai di bawah anyaman bambu, umur 3 – 4 minggu, tinggi benih telah mencapai ketinggian sekitar 20 cm - 25 cm, dengan kondis seperti ini bibit siap tanam di lahan sawah persawahan, berikut dibawah ini adalah gambar lapisan-lapisan bahan pembibitan. Benih padi Lapisan ganggang sungai Lapisan daun gegas Lapisan anyaman bambu Permukaan air sungai Gambar : Skema pembibitan padi di atas air Sungai Belido. Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa apabila ketinggian air di lahan yang belum surut (belum mencapai ketinggian ± 20 cm) kemungkinan hal ini dapat disebabkan masih adanya hujan di sekitar atau di daerah lain yang
dapat mempengaruhi ketinggian air. Pada yang belum dibuat surjan, bibit belum dapat ditanam dan masih dalam perairan, namun pada sawah surjan dapat dilakukan pembibitan ke dua, yaitu dengan memindahkan bibit dari perairan ke lahan tabukan yang lebih tinggi dari permukaan genangan. Pemindahan kelahan tabukan ada keuntungannya, disamping menunggu surutnya air, juga dapat memperbanyak anakan. Lamanya pembibitan ke dua ± 2 minggu, Cara peyemaian ke dua dilakukan sebagai berikut:, bibit dilepas dari lanting kemudian daungh dipotong hingga tinggi bibit menjadi antara 20 sampai dengan 30 cm dan bibit ditanam antara 2 sampai dengan 3 bibit dengan kedalaman 5 cm, jarak tanam antara 15 X 15 cm. Melalui pembuatan bibit baik dari pembibitan di perairan maupun yang telah dilakukan di lahan tabukan dalam kondisi siap tanam, dengan demikan apabila air telah telah surut hingga mencapai ketinggian ± 20 cm maka tanam siap dilaksannakan seperti pada sawah yang berpangairan. 4.
4.
terjamin produksinya. Kandungan unsur hara dalam ganggang cukup sesuai untuk pertumbuhan vegetatif bibit padi. Perairan adalah salah satu alternatif sebagai lahan untuk pembibitan tanaman padi agar kebutuhan air dari tanam hingga pengisian polong dapat terpenuhi, dengan demikian maka akan dipatkan produktivitas yang optimum pada budidaya tanaman padi di lahan rawa lebak.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Anonim. 2003, “Muara Enim Dalam Angka” Badan Perencana Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik, Kabupaten Muara Enim.
2.
Barsoni. S, 1999. “Mencari Penyubur Terbaik” dalam Majalah FOKUS Edisi 142, 1999
3.
Daulay, Aminuddin. 2003, “Penumbuhan Kantong Penyangga Padi Di Lahan Rawa Lebak Tahun 2003” Pertemuan Nasional Penumbuhan Kantong Penyangga Padi Di Lahan Rawa Lebak 2003, tanggal 25 – 26 Februari 2003, Deptan.
4.
Direktorat Rawa. 1984. Kebijaksanaan Departemen Pekerjaan Umum dalam Rangka Pengembangan Daerah rawa. Diskusi Pola Pengembangan Pertanian tanaman pangan di lahan apasang surut/ lebak di Palembang, 30 Juli – 2 Agustus 1984 (tidak dipublikasi).
5.
Waluyo. 1995, “Teknologi Pola Tanam dan Kendala Pengembangan Pada Lahan Rawa Lebak” Makalah disajikan pada materi latihan PPL di BPP Cilikah, Agustus 1995, BPPTP Kayu Agung, OKI.
6.
Widarjanto dan Ariani. E, 2004. Pengelolaan dan Pemanfaatan Lahan Rawa Untuk Pembangunan Transmigrasi. Makalah Disajikan Pada Seminar Pengelolaan Sumberdaya Lahan Basah Pada Program Transmigrasi Dalam Rangka Menunjang Ketahanan Pangan. Oleh Direktorat Bina Cipta Keserasian Lingkungan (BCKL),
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Luas lahan rawa sebesar 12.684 hektar khususnya pada rawa lebak pematang dan tengahan, khususnya lebak pematang dapat dikebangkan menjadi pertanian tanaman pangan yang produktif seperti pada lahan sawah dengan sistem berpengairan primer, sekunder, dan tersier. 2. Hidrologi lahan rawa lebak cocok untuk tanaman padi, oleh sebab itu padi merupakan salah satu komponen utama dalam sistem usahatani masyarakat lahan rawa lebak. Oleh karenanya perlu adanya penentuan musim tanam yang tepat untuk lebak pematang dengan penggunaan bibit terpilih yang bervaritas unggul, berlabel dan untuk lahan rawa lebak yang perairannya agak masam diperlukan bibit yang tahan kondisi masam, sehingga nantinya akan 34
3.
Dirjen PSKT. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 7.
35
Taher, A., N. dkk, 1991, Hasil penelitian komponen tehnis usahatani di teluk
kiambang, Riau 1989/1990. Proseding seminar Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps II, 1990. Palembang, 23 – 31 Oktober 1990.