Forum Komunikasi dan Koordinasi Penanganan Faham Radikal Wilayah Timur Tahun 2015 Grand Legi Mataram, NTB, 2 September 2015
Pemantapan Solidaritas Kerukunan Umat Beragama dalam Mencegah Berkembangnya Faham Radikal Menjelang Pilkada Serentak 2015 Oleh:
Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, MA Kementerian Agama RI
Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, MA TTL
: Kuningan, 20 Maret 1959
NIP
: 19590320 198403 1 002
Pangkat/Gol
: Pembina Utama Madya (IV/d)
Alamat Kantor
: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jl. MH Thamrin No.6 Lt.19 Jakarta
Telepon
: (021) 3920425
Pendidikan
: S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005) S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1995)
S1 IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (1983) Pondok Modern Darussalam Gontor (6 thn) Pengalaman Jabatan :
- 1998-2002 Pembantu Ketua III Bid. Kemahasiswaan STAIN Cirebon - 2002-2006 Pembantu Ketua IV Bid. Kerjasama STAIN Cirebon - 2006-2008 Direktur Pascasarjana STAIN Cirebon - 2008-2011 Rektor IAIN Ambon - 2011-2013 Direktur Pendidikan Madrasah Dirjen Pendis
- 2013-2014 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan - 2015
Guru Besar pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendahuluan: Radikalisme • ‘Radikal’ = ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental. • Sedangkan ‘radikalisme’ memiliki makna doktrin atau praktek penganut paham radikal/ekstrim. • Radikalisme berjenjang, dari radikal dalam pikiran (fanatik) hingga dalam tindakan (sweeping, pengumpulan fai dengan kekerasan, hingga teror) • Beberapa kasus terorisme, antara lain: Bom Kedubes Filipina dan Malaysia (2000), Bom BEJ (2000), Bom St Anna (2001), Bom Tahun Baru (2002), Bom JW Marriott (2003), Bom GBIS Solo dan Mapolres Cirebon (2011), dan lain-lain.
Pendahuluan: Radikalisme-Terorisme • Radikalisme berbeda dengan terorisme. Terorisme menjadi salah satu jenis tindakan radikalisme, yakni yang terkeras/menggunakan kekerasan dan anarkis. • Tidak semua radikalisme dan terorisme berlandaskan atau berdalih agama. • Meski dalam konteks Indonesia kerap terasosiasikan pada Islam, namun sesungguhnya radikalisme dan terorisme merupakan gejala di banyak agama. • Radikalisme juga sesungguhnya bukan hanya monopoli basis paham keagamaan tetapi juga berlaku bagi semua gerakan ideologis yang dilakukan dengan cara fanatik dan revolusioner.
Ajaran ‘radikal’ • Antara lain berisi: 1. pemahaman jihad hanya sebagai perang, perang terhadap orang kafir, termasuk di dalamnya bom bunuh diri, dlsb. 2. takfir: mengkafirkan pihak lain yang tidak sepaham, dan karenanya tidak berhak untuk hidup. 3. penggunaan kekerasan dalam nahi munkar, seperti: sweeping, perusakan sarana ibadat, dlsb. • Saluran/jalannya berupa: pengajian, pelatihan, brainwashing, pengkaderan, dlsb.
Pelaku Radikalisme-Terorisme • Radikalisme tidak sama dengan terorisme. Maka, radikalis tidak sama dengan teroris. • Pelaku radikalisme dapat mewujud: 1. Sebagian penyebar agama (seperti da’i/missionaris) yang melakukan penyiaran dan ajakan agama dengan keras/radikal, dan memaksa. 2. Kelompok-kelompok agama radikal yang kerap memaksakan kehendak dengan tindakan-tindakan kekerasan/kasar tertentu. 3. Kelompok ‘teroris’ (seperti: JI), yang melakukan radikalisme dengan cara teror, bom, dll.
Upaya Penanggulangan Radikalisme Agama • Terhadap penyimpangan makna jihad: 1. Deradikalisasi/pengembangan budaya damai, dengan Seminar/Workshop yang menghadirkan ulama-ulama yang menjelaskan makna jihad yang lurus, Islam rahmatan lil alamin, tawassuth/moderasi, dlsb. Pada 2009 misalnya dilakukan Lokakarya Pengembangan Budaya Damai di 8 kota/provinsi di Indonesia. 2. Pelurusan makna jihad di dalam masyarakat luas, dengan penyebaran “Buku Saku Meluruskan Makna Jihad” oleh MUI-Balitbang Kemenag. Hingga 2011 sudah 5x cetak ulang (setiap kali sekitar 1000 eksp).
Upaya Penanggulangan Radikalisme Agama • Terhadap perlakuan takfir/pengkafiran: 1. Pengembangan budaya toleransi dan kehidupan bersama secara damai. 2. Menggalakkan dialog antaragama/antarkeyakinan. Balitbang misalnya mengadakan Dialog/Diskusi Pengembangan Wawasan Multikultural Antar Pemuka Agama Pusat dan Daerah. Program yang dimulai sejak 2002 ini kini sudah dilaksanakan di 31 provinsi dan 31 kab/kota dari 33 provinsi yang ada di Indonesia.
Upaya Penanggulangan Radikalisme Agama • Terhadap penggunaan kekerasan dalam nahi munkar: 1. Para penyebar agama (da’i, misionaris, dlsb) diberikan wawasan tentang multikulturalisme, wawasan kebangsaan, dalam diklat-diklat/workshop/seminar. (Misal Diklat Bernuansa HAM bagi guru agama) 2. Penegakan hukum yang konsisten bagi pelaku kekerasan atas nama agama. (Misal: Pimpinan FPI dipenjarakan pascakasus 1 Juni). 3. Program Peacemaking bagi pemuda lintas agama (2009, 2010, dan 2011). Kegiatan ini membangun jaringan perdamaian dengan mencetak kader-kader perdamaian muda di berbagai daerah (352 kader).
Lembaga dan aktivitas yang perlu mendapat perhatian • Pendidikan agama di sekolah dan perguruan tinggi: usia mereka masih sangat rentan terhadap pengaruh paham keagamaan yang mengarah pada radikalisme. • Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di kampus dan sekolah. • Organisasi-organisasi siswa/mahasiswa yang berafiliasi kepada agama. • Pengajian-pengajian di masyarakat. Perlu dilakukan pendampingan yang efektif terhadap kegiatan organisasi di atas.
Pemantapan Solidaritas Kerukunan Umat Beragama • Kerukunan umat beragama (KUB) memperkuat rasa kebersamaan sesama warga bangsa, dan sekaligus meningkatkan toleransi beragama. • KUB juga turut mengembangkan budaya damai, dialog, saling mengenal, memahami, dan bahkan kerjasama antaragama. Damai dan nirkekerasan. • Penguatan KUB secara langsung akan berimbas pada penguatan solidaritas sosial (kebersamaan dalam keragaman) dan menangkal paham radikal (yang merasa benar sendiri dan memaksakan kehendak).
KUB untuk Suksesnya Pilkada Serentak 2015 • Pilkada serentak mengandaikan dinamika poleksosbud yang meningkat. Untuk kesuksesan pelaksanaannya, selain meniscayakan partisipasi masyarakat juga diperlukan kestabilan sosial. • KUB, sebagai bagian penting kerukunan nasional, berperan penting menciptakan kestabilan tersebut. Aspek “bahasa agama” dapat mendorong parapihak untuk mempertahankan integrasi sosial. • Lembaga semacam FKUB, dapat berperan penting sebagai partner Pemda dan KPUD dalam memelihara kerukunan umat beragama dan kestabilan sosial.
Perkembangan Lembaga FKUB di Indonesia
Hasil riset Balitbang Kemenag (2014), modal kelembagaan FKUB belum diikuti secara optimal kualitasnya. Perlu pemberdayaan lembaga dan peningkatan kapasitas anggota FKUB.
Potensi Integrasi di NTB (Hasil Kajian Litbang) Tradisi silaturrahmi dan menyatunya agama dalam kehidupan keseharian di umat Muslim, semboyan tidak saling mengganggu di umat Hindu, konsep tanpa kekerasan warga Katolik, Lembaga WASIAT (Wahana Solidaritas antar Etnis dan Agama) serta MKAG (Musyawarah dan Kerjasama antar Gereja) di Kristen, hingga konsep Saling Jot (saling memberi), Saling Pelarangin (saling melayat atau mengantar), Saling Ayon (saling mengunjungi), Saling Ajinin (saling menghormati), serta lembaga tata krama masyarakat Buddhis KOEP (Krama Adat Orang Empak Panasan).
Rekomendasi Hasil Kajian Litbang di NTB • Dalam rangka menopang kerukunan, khususnya di lingkungan masyarakat bawah, diperlukan upaya yang lebih serius dan intensif tentang sosialisasi berbagai informasi, kebijakan dan langkah-langkah praktis-strategis. • Untuk memelihara dan meningkatkan suasana dan kondisi NTB yang relatif rukun diharapkan pemerintah beserta jajarannya lebih pro aktif memfasilitasi bagi berlangsungnya forum-forum lintas agama dan kelompok sosial terutama di tingkat kecamatan dan pedesaan. • Lebih diaktifkannya “ajaran sosial” dalam komunitas agama, revitalisasi kearifan lokal, serta sinergi antar-komunitas itu dalam bentuk forum komunikasi antar-agama.
Ketenangan dan kerukunan berasal dari setiap diri. Paham radikal dan nafsu konflik juga ada dalam diri. Maka awali dengan membenahi oleh/ke dalam diri.
Sekian. Terima kasih.