[SURVEY] KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA TAHUN 2015
Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta, 2016
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
i
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015 Ed. 1, Cet. 1.— Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2016 xiv + 66hlm; 15 x 21 cm. ISBN : 978-602-8739-66-5
Hak cipta pada penulis Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit Cetakan pertama, September 2016
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015 Editor: Raudatul Ulum, M.E. & Budiyono, M.Pd. Hak penerbit pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta Desain cover dan Layout oleh : Suka, SE
Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. M. H. Thamrin No. 6 Jakarta 10340 Telp./Fax. (021) 3920425 - 3920421 http://www.puslitbang1.kemenag.go.id
ii
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas berkatnya kegiatan penelitian ”Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” dapat dilaksanakan dan mencapai tujuan yang direncanakan. Naskah ini merupakan laporan hasil kegiatan penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2015 yang melibatkan peneliti kehidupan keagamaan di pusat maupun di Balai Litbang Agama, serta beberapa peneliti pendamping. Dengan selesainya kegiatan survey ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang telah memberi kepercayaan dan pengarahannya. Demikian juga kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusinya, kami ucapkan terima kasih. Terutama kepada Tim Peneliti dan Pelaksana Kegiatan di lapangan, para surveyor yang telah bekerja dengan gigih untuk mendapatkan data yang akurat dan tepat sasaran. Tentunya, sebagai sebuah laporan survey, apa yang tersaji masih memiliki banyak kekurangan, karena berbagai alasan metodologis dan secara praktis survey kerukunan umat beragama perlu dilakukan penyempurnaan dari tahun ketahun. Oleh sebab itu, kami berharap ada masukan dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan ke depan. Lebih lanjut, hasil survey ini kami harapkan dapat bermanfaat bagi [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
iii
Kementerian Agama dalam hal menyusun kebijakan tentang kerukunan, begitu juga dengan instansi lain yang memiliki tugas utama memelihara ketertiban, harmoni dan kedamaian di negeri Indonesia. Demikian laporan ini dibuat, semoga bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat yang dapat membaca hasil laporan penelitian ini. Amiin.
Jakarta, September 2016 Kepala, Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Muharam Marzuki, Ph.D.
iv
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA Assalamualaikum warahmatullahi wabarkatuh. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, berkat rahmat dan karunia-Nya, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dapat menyelesaikan tugas survey kerukunan umat beragama pada tahun 2015, dan akan berlanjut di tahun berikutnya. Survey ini adalah satu dari sekian tolok ukur kinerja kehidupan keagamaan di Indonesia. Beberapa hal penting dijelaskan di dalam survey ini, yaitu seberapa tinggi toleransi, seberapa besar konsepsi kesetaraan antarumat satu sama lain dan seberapa tingkat kerjasamanya, melalui tiga indikator utama tersebut informasi tentang kerukunan di Indonesia tersaji secara aktual. Kami sangat mengapresiasi terhadap laporan survey ini yang telah memberi warna dan daya tarik tersendiri ke dalam seri laporan tahunan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Tahun 2015. Bersama dengan data penelitian yang lain, informasi tentang kerukunan cukup memberikan sebuah keyakinan terhadap kondisi bangsa Indonesia. Hadirnya data survey faktual seperti tentunya dapat mengimbangi opini terhadap pemberitaan yang cenderung kasuistis. Kami berkeyakinan bahwa dengan informasi rata-rata kerukunan yang tinggi, munculnya kasus per kasus dapat dikatakan sebagai isolated case, suatu keadaan yang terbatas pada area tersebut. Dengan kata lain tidak menggambarkan situasi nasional, sehingga penangannya juga mesti pendekatan khusus pada karakteristik sasaran lokasi dan pelakunya. Dalam hal ini Puslitbang Kehidupan Keagamaan juga telah [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
v
mengembangkan berbagai pola yang mengacu pada model penyelesaian kasus per kasus di beberapa lokasi. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggitingginya kepada seluruh peneliti dan pihak lain yang mendukung secara penuh terhadap survey tersebut sampai mewujud pada laporan ringkas ini. Tentunya bukanlah pekerjaan yang mudah dan membutuhkan keseriusan baik itu pada awal penyusunan maupun saat pengumpulan data di lapangan. Dengan diterbitkannya buku hasil survey KUB ini diharapkan akan lebih memudahkan bagi masyarakat khususnya para pemerhati sosial keagamaan, para peneliti serta lembaga lain dalam hal menyusun analisis ataupun setting sosial terhadap penyusunan kebijakan. Kami yakin informasi tentang rata-rata kerukunan ini dapat juga membantu para pemegang kewenangan di daerah dalam hal membina kehidupan sosial keagamaan. Sebagai akhir kata, semoga buku ini dapat memberi manfaat sebesarbesarnya bagi kehidupan keagamaan di Indonesia. Selanjutnya saran dan kritik tetap diperlukan untuk mendapatkan suatu perbaikan di kemudian hari. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarkatuh Jakarta, September 2016 Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Prof. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D vi
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
PRAKATA EDITOR Agama hadir di sepanjang kehidupan manusia, Tuhan dikenal dalam berbagai bentuk dan nama seiring perkembangan sejarah. Bermacam ragama manusia mengenali Tuhan dan menjadi penganut agama, dengan caranya sendiri, serta acapkali berbuat baik atas namanya. Pada perkembangannya agama hadir turun melalui wahyu dan perenungan manusia sendiri sehingga menjadi tata nilai, untuk mengasah budi dan sisi baik manusia. Kilas balik atas jalan suci dan damai itu, disamping memberi inspirasi bagi jalan spiritual dan kedamaian, namun catatan noda terhadap sejarah kekerasan dan pertikaian kerap muncul mengatasnamakan agama. Apakah karena doktrin dan ajaran yang salah atau penganutnya yang kurang beres menyikapi diri atas pemahaman pada teks suci, atau kegagalan memahami jalan penyelesaian perbedaan. Identitas keberagamaan seringkali diseret-seret atas ketidaksukaan kepada yang lain. Begitu juga dengan banyaknya kasus gesekan antarpenganut agama di Indonesia, seakan api dalam sekam, sewaktuwaktu akan tampak pijarnya di permukaan, sesuatu wajah yang dapat disebut permusuhan. Bagi Indonesia, sebuah entitas yang secara resmi telah memiliki bentuk negara, sangatlah tidak adil jika persoalan konflik antarumat beragama tanpa prediksi dan kajian. Untuk itulah, sebuah survei yang melalui serangkaian prosedur ilmiah yang ketat perlu dilakukan. Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, menghadirkan suatu hasil penelitian terhadap kerukunan umat beragama, guna memahami secara faktual apa yang [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
vii
sebenarnya terjadi di masyarakat Indonesia. Dapatkah survei tersebut menjadi informasi untuk meramalkan sebuah kejadian, bisa juga iya atau tidak, namun setidaknya gejala umum dapat dirasakan melalui sajian data kuantitatif. Berbagai informasi nilai pada angka persentase antardaerah provinsi akan muncul memberikan tanda dan pesan yang diartikan oleh tim peneliti sebagai tingkat kerukunan pada aspek tinggi atau rendah. Ukuran tinggi rendah dalam survey ini adalah kesepakatan antara tim peneliti dan beberapa ahli yang dimintai saran dan pendapat dengan mengacu pada hasil survei sebelumnya. Tingkat toleransi, kesetaraan dan kerjasama adalah tiga variabel utama untuk mengukur kerukunan rata-rata nasional dan berharap kedepan dapat dikembangkan untuk memahami tingkat kerukunan rata-rata provinsi. Ketiga variabel tersebut lahir dari sebuah proses yang panjang atas berbagai kajian dan teori, baik itu definisi yang telah baku menjadi peraturan maupun suatu batasan yang kuat bersumber pada hasil penelitian ahli-ahli kerukunan. Tersebutnya tiga puluh empat provinsi dengan rata-rata nasional, memiliki kerukunan tinggi—di atas rata-rata nasional—berikutnya sedang yang berarti segaris pada ratarata nasional, sedangkah nilai kerukunan rendah, bermakna di bawah rata-rata nasional. Tinggi rendah posisi kerukunan masing-masing provinsi sebenarnya masih diatas ambang batas 66% berdasarkan patokan yang ditentukan, yang berarti kerukunan umat beragama di Indonesia masih cukup baik. Kiranya prakata ini dapat memandu pemahaman pembaca tentang hasil survei kerukunan umat beragama pada tahun 2015.
viii
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Kami berharap sebagai anggota tim dan editor, survey di tahun 2016 mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, terutama dalam aspek variasi informasi yang diberikan serta pertanggungjawaban metodologis semakin membaik dan kokoh. Jakarta, September 2016
Raudatul Ulum, M.E. Budiyono, M.Pd.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
ix
x
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN ............................................... iii SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA .................................... v PENGANTAR EDITOR .......................................................... vii DAFTAR ISI .............................................................................. xi ABSTRAK .................................................................................. xiii BAB I.
PENDAHULUAN ................................................. A. Latar Belakang ................................................ B. Tujuan dan Manfaat ....................................... C. Penelitian Terdahulu ...................................... D. Landasan Konseptual..................................... E. Toleransi........................................................... F. Metode Penelitian ........................................... G. Pengolahan dan Analisis Data ......................
1 1 5 6 8 10 14 17
BAB II.
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA TAHUN 2015 ................................. A. Indeks Kerukunan Umat Beragama ............ B. Pengelompokan Persepsi Resoponden........
19 19 53
BAB III.
PENUTUP .............................................................. A. Simpulan .......................................................... B. Rekomendasi ...................................................
59 59 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ INDEKS ......................................................................................
61 65
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
xi
xii
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
ABSTRAK Keberagamaan adalah cirikhas bangsa Indonesia yang dianggap sebagai modal yang sangat berharga. Frasa “berbeda-beda tetap satu jua” adalah filosofi yang luar biasa dimiliki bangsa-negara Indonesia sehingga dianggap berada di depan dalam hal membina keberagamaan. Dengan jumlah suku dan agama yang cukup besar dibandingkan di negara lain, berbegai etnik dan agama yang berbeda bisa hidup rukun dan damai. Bagaimana keragaman yang secara umum tidak selalu bertikai, dalam keberagamana tidak selalu ada gejolak social? Apakah harmoni dapat selalu terjaga?. Semua bisa terjadi karena keyakinan masyarakat Indonesia pada umumnya yang mementingkan harmoni dan mempunyai toleransi yang cukup tinggi akan perbedaan di antara mereka. Untuk merawat dalam jangka panjang diperlukan suatu sistem pembinaan yang baik dalam suatu kebijakan yang diinisiasi oleh Negara melalui perangkat pemerintahan, tentunya dengan pendekatan kebijakan yang berdasar dan sistematis. Karena itulah, suatu tindakan survey untuk memantau kondisi kerukunan perlu dilakukan, terutama dalam hal hubungan antarumat beragama. Atas dasar pemikiran dan kondisi tersebut, Badan Litbang dan Diklat melakukan survey kerukunan umat beragama yang direncanakan dilaksanakan secara kontinue sampai beberapa tahun mendatang. Tujuan survey kerukunan umat beragama tahun 2015 adalah untuk memetakan kondisi kerukunan Indonesia di seluruh wilayah provinsi. Ibukota Provinsi dipilih sebagai tolok ukur kerukunan dengan mengambil sampel yang 80 responden secara multistage random sampling. Total 2724 responden pada 34 Kota di Indonesia. [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
xiii
Melalui tiga indikator utama untuk mengukur kerukunan, 1) Toleransi, 2) Kesetaraan, 3) Kerjasama, diperoleh hasil sebagai berikut: survey menunjukkan terdapat empat belas provinsi yang memiliki tingkat kerukunan tinggi diatas rata-rata nasional (75.36), terdiri atas: 1. Provinsi NTT (83.3), 2. Bali (81.6), 3. Maluku (81,3), 4. Kalimantan Tengah (80.7), 5. Sulawesi Utara (80.5), 6. Papua (80.2), 7. Sulawesi Tengah (78.8), 8. Sulawesi Tenggara (78), 9. Papua Barat (77.7), 10. Jawa Tengah (77.6), 11. Kalimantan Selatan (77.4), 12. Sumatera Utara (77.1), 13. Maluku Utara (76.8), 14. NTB (75.7). Adapun sejumlah provinsi memiliki tingkat kerukunan paling rendah, memiliki angka di bawah rata-rata nasional, sebagai berikut: 1. DKI Jakarta (74.1), 2. Sulawesi Barat (74), 3. Kalimantan Barat (72.8), 4. Banten (72.6), 5. Jawa Barat (72.6), 6. DI Yogyakarta (72.5), 7. Pekanbaru (71.2), 8. Sumatera Barat (69.2), 9. Lampung (65.9), 10. D.I. Aceh (62.8). Survey tahun 2015 ini menyimpulkan bahwa kondisi kerukunan umat beragama secara nasional baik dengan tingkat angka rata-rata tinggi, lebih tinggi dari cut off 66 level kerukunan. Direkomendasikan bagi pemerintah terutama Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk meningkatkan program peningkatan kerukunan sampai dengan pastisipasi setingkat desa.
xiv
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajemukan merupakan ciri khas bangsa Indonesia sebagaimana diabadikan pada simbol negara “Bhinneka Tunggal Ika”. Semboyan “berbeda-beda tetap satu jua” adalah filosofi bangsa, dijadikan landasan untuk menjadikan masyarakat Indonesia yang majemuk menjadi bangsa yang rukun dan damai. Bagi bangsa Indonesia kerukunan sangat penting karena Indonesia memang ditakdirkan Tuhan sebagai bangsa yang hidup dalam pluralitas dan keragaman etnis, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat. Tidak ada satu bangsa pun di dunia yang mempunyai sifat keragaman seperti bangsa Indonesia yang terdiri dari lebih tiga ratus suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda.1 Agama-agama besar dunia, yaitu Islam, Katolik, Kristen, di samping Hindu, Budha, dan Khonghucu terdapat di Indonesia. Peta kehidupan umat beragama di Indonesia berdasarkan data sensus Biro Pusat Statistik tahun 2010, terdiri dari penduduk beragama Islam sebesar 87,21%, Kristen 6,96%, Katolik 2,91%, Hindu 1,69%, Buddha 0,72%, Konghucu 0,05 dan lainnya 0,5%.2 Kalangan ahli sosial berpandangan bahwa kemajemukan bangsa merupakan hal penting untuk diperhatikan, karena kemajemukan, selain merupakan potensi 1 Kondisi ini bisa menjadi suatu kekuatan yang potensial dan disebut sebagai kekuatan pluralism apabila di dalamnya terkandung nilai-nilai (cultural and religious pluralism as value). Rita Smith Kipp, Dissociated Identities: Ethnicity, Religion and Class in an Indonesian Society (Michigan, 1993, Univ. of Michigan Press.), halaman 73. 2 Laporan Tahunan Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2014.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
1
kekuatan, juga menyimpan potensi ketegangan dan konflik yang dapat mengancam kehidupan suatu bangsa dan negara. Oleh karena itu, pengelolaan kemajemukan yang baik (yang rukun) merupakan keniscayaan bagi sebuah bangsa majemuk, jika tidak ia akan menjadi penghalang bagi tumbuhnya bangsa yang kuat. Cliffort Geetz mengemukakan bahwa kemajemukan dapat menjadi persoalan besar dalam kehidupan negara bangsa, yakni ketika masing-masing kelompok sulit berinteraksi, tidak memiliki konsensus bersama atas nilai-nilai dasar kenegaraan dan kebangsaan.3 Jauh sebelum kondisi sekarang, kehidupan umat beragama di nusantara selama berabad-abad telah menjalin kehidupan yang rukun dan damai. Hingga paruh pertama dekade 1960-an kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia tetap terpelihara, tidak terjadi perang antar agama, bahkan tidak timbul problem yang menonjol. Kalaupun ada, umumnya problem tersebut dapat diatasi secara cepat dan diselesaikan lewat musyawarah.4 Oleh karena itu, sejarawan Arnold J. Toynbee pernah memberikan julukan kepada Indonesia dengan The land Where the religions are good neighbors.5 Namun, pada paruh kedua dekade 60-an, problemproblem hubungan antarumat beragama mulai tampak mengemuka. Konflik berlatar belakang SARA terjadi di berbagai daerah dalam skala yang cukup besar. Bermula pada awal Orde Baru, yakni pasca penumpasan G30 S PKI muncul 3 Cliffort Geertz, After The Fact: Dua Negeri Empat Dasawarsa, Satu Antropolog (Yogyakarta: LKIS, 1998), hal 28. 4 Afif Muhammad, Radikalisme Agama-Agama Abad 21, (2006), hal. 39. 5 Dikutip dari Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama . Jakarta: Departemen Agama, 1982), halaman 46.
2
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
situasi perselisihan umat Islam dan Kristiani yang chaotic dimulai dengan isu “kristenisasi” terhadap umat Islam, diikuti dengan perendahan atau pelecehan agama, seperti penghinaan nabi Muhammad di Makasar.6 Indikator tajamnya perselisihan tersebut, ditandai saling perusakan rumahrumah ibadah dan gedung bersimbol agama, seperti perusakan gereja di Makasar dan Meulaboh. Sebaliknya, di Sulawesi Utara dan Ambon terjadi pembakaran masjid oleh para penganut Kristen.7 Peristiwa perusakan lain, terjadi di Slipi (Jakarta Barat); Menado; Flores; gedung Trakanita (Jakarta); rumah sakit Emmanuel Bukittinggi dan di beberapa tempat lain yang menunjukkan pertentangan atau ketegangan tinggi antara kelompok agama terjadi pada akhir tahun 1960an.8 Menyadari adanya ancaman desintegrasi bangsa karena berbagai persoalan kemajemukan, pemerintah Orde Baru sejak tahun 1970-an melakukan usaha pembinaan kerukunan umat beragama lebih “serius”, yakni memasukkan program kerukunan ke dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Penjabaran kerukunan dilakukan secara rutin tiap tahun lewat berbagai proyek kerukunan. Selama puluhan tahun kebijakan Orde Baru ini dijalankan, hasilnya adalah kerukunan umat beragama di Indonesia terlihat semakin baik, dan Indonesia sempat mendapat pengakuan Sudjangi, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (1955), hal.30 Avery T. William, Indonesian Revival, hal. 14. Bolland juga mengungkapkan beberapa peristiwa utama tentang perusakan rumah ibadah itu di Jawa dan Sumatera. Semuanya menggambarkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi pemerintah Orde Baru dalam membina kerukunan antarumat beragama. B.J. Bolland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970 (Jakarta: Grafiti Press, 1985), hal. 54. 8Majalah Panji Masyarakat No. 278, Tahun XXXV, 11—20 Agustus 1992, hal. 22. 6 7
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
3
dan penghargaan dunia dalam bidang kerukunan dan keharmonisan hidup umat beragama. Indonesia sebagai negara dengan ciri kemajemukan beragama seringkali dijadikan model kehidupan beragama oleh negara-negara yang memiliki masalah berkaitan dengan keragaman agama.9 Akan tetapi, saat menjelang berakhirnya kekuasaan Orde Baru pada dekade 1990-an, kembali disaksikan berbagai konflik dan kerusuhan sosial bernuansa agama yang merupakan tragedi nasional dan mendapat sorotan dari dalam maupun luar negeri. Dari tahun 1990-an tercatat cukup banyak kasus konflik dan kerusuhan sosial yang terkait atau dikaitkan dengan masalah sosial keagamaan. Antara lain konflik di Sambas pada tahun 1996 dan 1998, konflik di Ambon dan Poso sejak tahun 1998, Bahkan letupan-letupan konflik dalam skala kecil, masih terjadi secara sporadis hingga era reformasi. Konflik dan kerusuhan sosial yang muncul kembali ini merupakan ujian terhadap kerukunan yang telah dibangun dan diagungkan selama Orde Baru, bahwa bangsa Indonesia sebagai bentuk model bangsa yang tenang, rukun, dan damai. Akan tetapi situasi yang berkembang belakangan terkait insiden-insiden di beberapa tempat, kembali mengundang pertanyaan, apakah Indonesia masih sebagai bangsa yang menyandang predikat yang tenang, rukun, dan damai? Pertanyaan seperti ini belakangan kerap mengemuka di 9Sejumlah pengamat Barat memandang dalam hal ini Indonesia merupakan suatu fenomena baru terutama sejak berakhirnya Perang Dunia II. Keunikannya terletak pada adanya tingkat toleransi beragama yang tinggi sejak negara ini merdeka, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh rezim kolonial selama berabad-abad. John A. Titaley, “Asian Models of Religious Diversity: the Uniquiness of Indonesian Religiousity”, dalam, Michael Pye, Religious Harmony: Problems, Practice and Education (Berlin, 2006, International Association for the History of Religions), halaman 129.
4
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
masyarakat, terutama di saat munculnya fenomena-fenomena intoleransi. Seperti isu tetang Kristenisasi dan Islamisasi sebagai sebuah isu lama, mengemuka kembali, bahkan menimbulkan ketegangan antarumat beragama sebagaimana terungkap dari hasil studi Puslitbang Kehidupan Keagamaan di Bogor tahun 2014. Fenomena lainnya adalah pertentangan masalah ajaran, pertikaian antar kelompok aliran, dan pendirian rumah ibadah yang masih berlanjut di berbagai tempat.10 Realitas tersebut, menunjukkan bahwa kerukunan bukanlah sebuah barang jadi atau suatu bentuk kondisi yang permanen. Kerukunan bergerak secara dinamis sesuai kondisi atau dinamika yang berkembang di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2015 ini menyelenggarakan “Survei Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” untuk maksud memperoleh indeks terkini tentang kerukunan antarumat beragama. Adapun Pertanyaan penting pada penelitian ini adalah Seberapa tinggi tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia pada tahun 2015?
Tujuan dan Manfaat Kegiatan ini bertujuan memotret realitas kerukunan umat beragama dalam hubungannya dengan kehidupan sosial keagamaan. Secara rinci, tujuan kegiatan ini adalah untuk: Mengetahui tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia tahun 2015; Mengetahui peta variasi kerukunan yang terjadi di masyarakat dan wilayah Indonesia.
10
Kumpulan Hasil Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan Tahun 2014.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
5
Adapun manfaat penelitian ini antara lain: Manfaat institusi: 1)
Memberikan informasi dan masukan bagi instansi/lembaga terkait tentang peta indeks kerukunan umat beragama di Indonesia dalam bentuk data GIS (Geographic Information Systems).
2)
Menjadi bahan kebijakan bagi pemerintah Indonesia dalam rangka membangun iklim/kondisi kerukunan umat beragama yang lebih kondusif
Manfaat akademis: menyediakan referensi bagi akademisi, pakar, dan para pemerhati kerukunan dan sosial keagamaan sebagai bahan kajian lebih anjut. Penelitian Terdahulu Penelitian survey kerukunan antar umat beragama telah dilakukan setidaknya dua kali oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Pertama tahun 2009, penelitian dilakukan di daerah Jawa Barat. Yakni di 26 kabupaten yang menghasilkan gambaran kerukunan yang cukup toleran di masing-masing kabupaten yang diteliti. Kedua, pada tahun 2012, dilakukan survey kerukunan umat beragama secara nasional, di 33 provinsi. Hasilnya, antara lain memperlihatkan bahwa indeks tentang kerukunan beragama masih cukup baik yang diukur melalui persepsi, sikap dan tindakan, serta kerjasama antarumat beragama. Yaitu dengan indeks rata-rata 3.67. Selain penelitian survey, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama telah melakukan kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka 6
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Agama Pusat dan Daerah. Kegiatan unggulan yang dilakukan setiap tahun sejak 2002 ini sudah mencakup 31 provinsi (tersisa Provinsi DKI Jakarta dan Banten). Hasil kegiatan yang berupaya menyerap nilai-nilai kearifan lokal di berbagai daerah dijadikan bahan acuan dalam survey ini untuk melihat dinamika yang berkembang di setiap daerah. Setidaknya, survei kerukunan ini akan mengonfirmasi (atau mungkin memberikan gambaran lain) tentang kondisi faktual kearifankearifan lokal dimaksud. Di luar Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, CSIS juga melakukan kegiatan survey terkait toleransi pada tahun 2012, yakni pada Februari 2012 lalu di 23 provinsi dan melibatkan 2.213 responden. Hasil survey ini menunjukkan kondisi intoleransi kian meningkat. Antara lain disebutkan sebanyak 59,5 persen responden tidak berkeberatan bertetangga dengan orang beragama lain, dan sekitar 33,7 persen lainnya menjawab sebaliknya. Menyangkut soal pembangunan rumah ibadah agama lain di lingkungannya, sebanyak 68,2 persen responden menyatakan lebih baik hal itu tidak dilakukan. Hanya 22,1 persen yang tidak berkeberatan. Meski sebagian orang percaya dengan hasil survey ini, namun tidak sedikit yang meragukan. Kelemahan yang terlihat dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah bahwa instrumen yang dibangun cenderung mengukur kerukunan dari satu sisi, yaitu sisi persepsi, bukan pada tindakan rukun secara konfrehensif mencakup persepsi, tindakan, dan kerjasama. Oleh karena itu, penelitian survey kerukunan umat beragama tahun 2015 ini bermaksud membangun instrumen lebih luas dan berdasar konsep yang lebih kokoh. Namun demikian, karena berbagai keterbatasan, penelitian survey tahun ini belum sepenuhnya [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
7
ideal, terutama dari sisi sampling dan konsep yang kokoh. Meski dalam keterbatasan, survei nasional tentang kerukunan umat beragama kali ini dapat memberikan gambaran sementara tentang indeks nasional. Indeks yang mencakup kerukunan wilayah berdasarkan bangunan konsep yang lebih kokoh diharapkan dapat dilakukan tahun depan. Landasan Konseptual Pengertian kerukunan secara terminologi, antara lain sebagaimana dikatakan oleh A.Mukti Ali, Menteri Agama 1971-1978, bahwa “Kerukunan hidup beragama adalah suatu kondisi sosial di mana semua golongan agama bisa hidup bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing -masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing hidup sebagai pemeluk agama yang baik, dalam keadaan rukun dan damai”11 Hasbullah Bakri, dalam bukunya Pendekatan Dunia Islam dan Dunia Kristen mengatakan kerukunan beragama dalam pengertian praktis dapat diartikan ko-eksistensi secara damai antara satu atau lebih golongan agama dalam kehidupan beragama.12 Amir Syarifuddin, mengatakan, “kerukunan hidup antarumat beragama adalah suatu cara untuk mempertemukan, atau mengatur hubungan luar antara orang-orang berlainan agama dalam proses bermasyarakat, jadi kerukunan antarumat beragama tidak berarti
11A. Mukti Ali, Agama dan Pembangunan di Indonesia VI, (Jakarta : Biro Hukum dan Humas Departemen Agama, 1975), h. 70 12 Hasbullah Bakri, Pendekatan Dunia Islam dan Dunia Kristen, (Jakarta : PT.Grafin Utama , 1983), h. 6.
8
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
menyatukan agama-agama yang berbeda.”13 Sedangkan pengertian kerukunan umat beragama dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006/8 Tahun 2006 adalah, keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14 Dari pengertian kerukunan di atas dapat dilihat beberapa persamaan esensial, yaitu: a). Kerukunan umat beragama adalah keadaan atau kondisi kehidupan umat beragama, yang berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan ibadat masing-masing, b). Dalam interaksi tersebut tidak merendahkan agama satu atas agama yang lain, dengan kata lain setara dalam menjalankan agamanya, juga tidak mencampuradukkan dan melanggar norma-norma agama. c) Bekerjasama dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar l945. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kerukunan hidup umat beragama ialah: “suatu kondisi hubungan umat 13 Amir Syarifuddin, Transkrip ceramah pembekalan KKN IAIN Imam Bonjol Padang, Januari 1991, h.1 24 14 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, Bab I, pasal 1, ayat 1. Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006, hal.10.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
9
beragama yang toleran, setara dalam menjalankan agama, serta bekerjasama dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar l945”. Berdasarkan rumusan tersebut, diperoleh tiga unsur yang menjadi variabel utama, yaitu: 1) Toleransi, 2) Kesetaraan, dan 3) Kerjasama. Toleransi Toleransi menurut Davit Little, seorang dosen di Practice of Religion, Etnicity and International Conflict, School of Divinity, Universitas Harvard mempunyai arti: 1) menghormati pandangan orang lain, dan 2) tidak menggunakan pemaksaan atau kekerasaan kepada orang lain15. Sullivan, Pierson dan Marcus menguraikan tentang toleransi sebagai kesediaan untuk menghargai, menerima
atau menghormati segala sesuatu yang ditolak atau ditentang oleh seseorang16. Toleransi sebagaimana dimaknai oleh Margareth Sutton adalah kemampuan dan kemauan orang itu sendiri dan masyarakat umum untuk berhati-hati terhadap hak-hak orang golongan kecil/minoritas dimana mereka hidup dalam peraturan yang dirumuskan oleh mayoritas- yang memang adalah arti dasar demokrasi itu.17 Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memelihara 15 dikutip Benyamin Intan dalam bukunya "Public Religion" and the Pancasila-based State of Indonesia: An Ethical and Sociological Analysis”. 16 Saiful Mujani, 2007, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama halaman 162 17 “Toleransi: Nilai dalam Pelaksanaan Demokrasi” dalam jurnal demokrasi, Volume. V, No. 1 Tahun. 2006. Halaman 55. Diakses tanggal 27 Mei 2015, pukul 18.16.
10
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
toleransi, antara lain: ciptakan kenyamanan, kenali perilaku intoleransi dan tolak sikap intoleransi, dukung orang/kelompok orang korban intoleransi, beri kesempatan orang untuk berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda, jujur terhadap perbedaan, dan beri contoh sikap toleran. Dari sejumlah makna toleransi yang dikonsepkan para ahli di atas, dapat ditarik empat makna besar, yaitu: 1) menghormati, 2) penerimaan atau menerima, 3) jujur, dan 4) teladan. Selanjutnya dari setiap makna ini ditelusuri lagi maknanya masing-masing, dan turunan makna-makna tersebut dijadikan sebagai dimensi dan sub dimensi serta dasar acuan penarikan pertanyaan/quesioner, seperti berikut: Menghormati
Kesediaan untuk menghargai Menghargai dan menghormati Berhati-hati terhadap hak orang lain Penerimaan (menerima)
Memberi kesempatan berinteraksi pada orang yang berbeda
Menciptakan kenyamanan Tidak menggunakan kekuatan terhadap dan paksaan terhadap kepercayaan dan praktek yang menyimpang
Penghargaan pada keragaman budaya Mengenali sikap tidak toleran Jujur
Jujur terhadap perbedaan
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
11
Teladan
Bersikap sebagai contoh Sabar membiarkan orang lain menjalankan agamanya Memberi kesempatan berinteraksi kepada orang lain yang berbeda.
Kesetaraan Konsep tentang kesetaraan dimaknai antara lain sebagai pandangan dan sikap hidup menganggap semua orang adalah sama, baik dalam hal hak dan kewajiban. Hak atas melaksanakan agama beribadah dan kewajiban terhadap kehidupan bernegara dan bersosialisasi dengan penganut agama lain.18 Ukuran kesetaraan dari penelusuran berbagai sumber diperoleh sebagai berikut: Tingkatan Yang Sama
Tidak ada superioritas tidak diskriminatif Hubungan timbal balik Punya Kesempatan Yang Sama
Memberi kebebasan melakukan aktifitas keagamaan bagi orang lain
Berhati-hati (menjaga) terhadap hak orang lain Perlindungan
Perlindungan terhadap perbedaan (agama) Perlindungan terhadap penghinaan (agama) 18
12
John Locke, Second Tretise of Goverment, page 8
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Kerjasama Menurut Charles H Cooley, seperti dikutip Soekanto19, kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian
terhadap
diri
sendiri
untuk
memenuhi
kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam menjalin kerja sama. Pengertian lain adalah realitas hubungan sosial dalam bentuk tindakan nyata.20 Misalnya, dalam tindakan tolong menolong antar kelompok agama. Tindakan ini muncul ketika variable pertama dan kedua dihadapkan pada kondisi sosial dalam masyarakat. Jika sebuah kondisi dipersepsikan atau disikapi sebagai suatu yang merugikan kelompoknya, bisa melahirkan suatu tindakan yang tidak berwujud bekerjasama. Demikian sebaliknya. Termasuk dalam hal ini adalah factor-faktor domestik dan internasional, seperti hegemoni politik oleh suatu bangsa atau Negara. Dengan demikian pemahaman terhadap variabel ini menjadi penting mengingat hal ini akan memberikan gambaran mengapa hubungan sosial antar pemeluk agama menjadi rawan bahkan menimbulkan suatu konflik.
19 20
1982 hal 66 . Tangkilisan, Manajemen Publik, 2005, halaman 86.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
13
Hipotesis Hipotesis Penelitian H0
:
Diduga tingkat toleransi, kesetaraan dan kerjasama tidak memengaruhi secara bersama-sama atau sendirisendiri terhadap tingkat kerukunan.
H1
:
Diduga kerukunan terwujud melalui tingginya tingkat toleransi, kesetaraan dan kerjasama.
Metode Penelitian
Survey untuk menemukan indeks kerukunan beragama ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan tujuan menguji teori-teori yang ada dengan menggunakan dengan mengumpulkan data pendapat, pandangan, persepsi, ataupun ungkapan tindakan faktual dari responden atau masyarakat yang terpilih mewakili. Hal tersebut untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian yang dapat menggambarkan variasi variabel atau kondisi apa yang ada dalam suatu situasi. Pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan analisis datanya bersifat statistik, dengan mengambil sampel secara acak berdasarkan berjenjang pada Ibukota Provinsi, kecamatan, kelurahan, dan Rukun Warga Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner ke sejumlah person, sampling terpilih. Skala sikap yang digunakan adalah skala Likert, dengan rentang 14
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
1-5, dikarenakan pengukuran variabel kerukunan dilakukan dengan pendekatan sosiometrik. Sebelumnya, kuesioner/angket diujicobakan (try out) kepada 40 orang responden yang merupakan akademisi di bidang kajian kerukunan di dua kota, Bogor dan Tangerang Selatan, untuk melihat keandalannya. Hasilnya cukup baik, dan beberapa butir yang memiliki skor yang tidak valid dibuang. Kemudian, koreksi secara konten dan gramatikal terhadap kuesioner dilakukan dalam pembahasan hasil try out oleh tim peneliti bersama narasumber. Penelitian akan dilakukan di 34 Ibukota provinsi di Indonesia dengan masing-masing 1-2 orang petugas pengumpul data. Sebanyak 80 angket akan disebarkan oleh dua petugas didampingi 10 pembantu lapangan terdiri dari dua orang staf Kankemenag, delapan orang Ketua RW. Responden diperoleh dengan cara random murni., sesuai dengan komposisi rumus: 2
Z Z n0 3 0,5Ln (1 r )(1 r )
n
n0 (n 1) 1 0 N
dimana ; Z : nilai Z pada interval kepercayaan, r = nilai korelasi pengukuran sesuai teori, dan N = jumlah populasi21. 21
Fuller, Wayne A. Sampling Statistics, 2009 15:52
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
15
Secara keseluruhan rata-rata nasional jumlah sampel adalah 2800. Dengan pengambilan lokasi sampel sebanyak ini diharapkan survey akan dapat merepresentasikan kerukunan atau sikap masyarakat beragama dalam hal interaksi mereka dengan pemeluk agama lainnya, khususnya ibukota provinsi. Dalam survey ini, sampel dipilih secara acak berdasarkan prosedur berjenjang atau teknik Simple Random Sampling. Sampling dilakukan dengan mengacak probabilitas di ibukota propinsi sampai dengan unit terkecil kelurahan, Primary Sampling Unit-nya adalah kelurahan. Penarikan sampel diawali dengan pada ibukota provinsi, dua kecamatan dipilih secara acak. Selanjutnya akan dipilih secara random dua kelurahan yang terdapat di masingmasing kecamatan. Tahap selanjutnya adalah memilih sepuluh kepala rumah tangga yang dilakukan secara random dalam kelurahan terpilih. Secara terperinci dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1: Pengacakan Sampel di Ibukota Provinsi RW
Kelurahan
RW
Kecamatan Penentuan lokasi sebaran angket
Provinsi
RW
Kelurahan
Ibukota provinsi
RW RW
Kelurahan
RW
Kecamatan
RW
Kelurahan Jumlah angket
16
80 angket (untuk dua @40 angket @20 angket petugas/peneliti)
RW @10 angket
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Penjelasan (deskripsi) tabel: Pada kota yang terpilih, peneliti mendatangi Kantor Kementerian Agama Kab./Kota untuk mendapatkan data jenis dan jumlah responden survey yang diperlukan. Kemudian, dua kecamatan terpilih, dipilih acak dua kelurahan. Dua RW diperoleh dari masing-masing kelurahan terpiilih, 20 orang kepala keluarga atau yang mewakili dipilih acak. Pengolahan dan Analisis Data Data penelitian ini dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Statistika deskriptif merupakan metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Statistika deskriptif yang akan dilakukan dengan tabel, diagram, grafik. Dengan Statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada. Informasi yang dapat diperoleh dari statistika deskriptif ini antara lain ukuran pemusatan data, ukuran penyebaran data, serta kecenderungan suatu gugus data. Statistika induktif merupakan metode analisa data untuk melakukan penaksiran terhadap parameter, atau nilai variabel pada populasi (generalisasi) melalui proses pengujian hipotesis statistik terhadap data sampel. Statistika induktif ini haruslah dilakukan jika suatu penelitian menggunakan data sampel sebagai sumber informasi, sebab jika penelitian hanya [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
17
berhenti pada analisa statistik deskriptif saja maka kesimpulan yang dihasilkan hanya berlaku untuk sampel, bukan pada populasi. Statistik induktif yang digunakan meliputi: a. Statistik uji rerata, untuk mengestimasi berapa nilai parameter indeks kerukunan perlindungan umat beragama pada populasi. Baik secara variabel, dimensi, maupun subdimensi. b. Statistik Structural Equation Modelling (SEM), untuk menguji model pengukuran konstruk kerukunan umat beragama, baik model pengukuran per dimensi maupun konstruk secara keseluruhan. Juga, untuk melihat faktor dominan yang merefleksikan konstruk atau dimensi tersebut. c. Statistik multivariat analisis klaster, untuk memetakan heterogenitas sikap rukun yang muncul di masyarakat kemudian mengelompokkannya berdasarkan variasi yang signifikan berbeda satu dengan lainnya. Sehingga pengambil keputusan dapat melihat karakteristik distingtif yang muncul pada masing-masing klaster dan dapat menyusun model pendekatan yang tepat. Pengolahan dan analisis data kuantitatif diolah dengan menggunakan tools program statistik SPSS 20.0 (student version).
18
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
BAB II KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA 2015 Indeks Kerukunan Umat Beragama Dengan menggunakan angket berskala likert, data dijaring dan diolah menggunakan statistik uji rerata untuk Variabel Kerukunan Umat Beragama dan setiap dimensi yang ada sehingga ditemukan nilai hipotesis serta tingkat signifikansinya. Untuk mengukur tingkat kerukunan dilihat dari relevansi tiga dimensi utama, 1) Toleransi, 2) Kesetaraan, 3) Kerjasama. Masing-masing dimensi memiliki subdimensi yang dimaksudkan untuk memotret seberapa kuat memengaruhi kerukunan. Dari hasil itu, sampai pada kesimpulan pada kategori mana kerukunan antar umat beragama terjalin di Indonesia. Selengkapnya disajikan sebagai berikut: Tabel 1.1. Uji Rerata Variabel Kerukunan Umat Beragama Sub Dimensi Rerata Variabel Kerukunan antar Umat Beragama
Rerata Persentase Real Sampel Simpangan Rerata Baku 75.362 4.2473 2
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
75.5
Signifikan
76.0
Tidak Signifikan
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
19
Tabel 1.1 di atas menjelaskan bahwa dalam rerata Variabel “Kerukunan Umat Beragama”, sebesar 75,3622%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 4,2473%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan pada angka 75,5%, uji pada 76,0%, tidak signifikan. Maka dapat diartikan nilai rerata nasional kerukunan umat beragama 75,36. Berikut beberapa provinsi yang memiliki tingkat kerukunan di atas rerata nasional yang dapat diartikan sebagai provinsi yang memiliki tingkat kerukunan paling tinggi, dikategorikan sebagai kerukunan tinggi.
20
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
21
81,6
81,3 80,7
80,5 80,2 78,8 78,0 77,7 77,6 77,4 77,1
76,8
75,7
Diagram 1.1. Rerata Indeks Kerukunan Umat Beragama Setiap Provinsi Yang Lebih Tinggi dari Rerata Nasional
83,3
Indeks Variabel Kerukunan Umat Beragama
Indeks Provinsi dengan KUB tertinggi
Diagram 1.1 di atas menunjukkan urutan nilai indeks variabel “kerukunan antar umat beragama” dari provinsi yang memiliki nilai indeks lebih tinggi dari rerata indeks kerukunan nasional (>75,36). Posisi pertama ditempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan nilai indeks sebesar 83,3% yang masuk dalam kategori kerukunan umat beragama tinggi. Posisi kedua ditempati oleh Provinsi Bali dengan rerata indeks sebesar 81,6%. Kemudian Maluku 81,3%, Kalimantan Tengah 80,7%. Posisi berikutnya Sulawesi Utara 80,5%, disusul Papua 80,2%. Sulawesi Tengah juga berada pada kerukunan tinggi sebesar 78,8%, kemudian Sulawesi Tenggara 78%. Sedangkan posisi tertinggi pada rerata nasional terakhir ditempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan perolehan rerata indeks kerukunan sebesar 75,7% yang juga berada pada kategori kerukunan tinggi. Penting sebelumnya dipahami, dalam hal ini telah disepakati oleh tim peneliti bahwa titik cut off-nya ada di angka 33% dan 66%, lebih jelasnya sebagaimana gambaran berikut: Rendah 0,0%
22
Sedang 33,3% - 66,7%
Tinggi 66,7% - 100%
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
23
75,1
75,0 75,0 75,0 74,8
74,8 74,5
74,3
74,2
Diagram 1.2. Rerata Indeks Kerukunan Umat Beragama Setiap Provinsi Yang Lebih Rendah dari Rerata Indeks Nasional (1)
75,2
Indeks Variabel Kerukunan Umat Beragama
Indeks Provinsi Setingkat Rerata Nasional
Diagram 1.2 di atas menunjukkan urutan nilai indeks variabel “kerukunan antar umat beragama” dari 10 provinsi pertama yang memiliki nilai indeks lebih rendah dari rerata indeks kerukunan nasional (<75,36). Posisi pertama ditempati oleh Provinsi Sumatera Selatan dengan nilai indeks sebesar 75,2% yang masuk dalam kategori kerukunan umat beragama tinggi, selevel pada rerata nasional. Posisi kedua ditempati oleh Provinsi Kalimantan Utara dengan rerata indeks sebesar 75,1%. Sedangkan posisi ke sepuluh ditempati oleh Provinsi Sulawesi Selatan dengan perolehan rerata indeks kerukunan sebesar 74,2% yang juga berada pada kategori interaksi tinggi.
24
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
25
74,0 72,8 72,6 72,6 72,5 71,2 69,2 65,9 62,8
Diagram 1.3. Rerata Indeks Kerukunan Umat Beragama Setiap Provinsi Yang Lebih Rendah dari Rerata Indeks Nasional (2)
74,1
Indeks KUB Lebih Rendah dari Rerata Nasional
Diagram 1.3 di atas menunjukkan urutan nilai indeks variabel “kerukunan antar umat beragama” dari 10 provinsi kedua yang memiliki nilai indeks lebih rendah dari rerata indeks kerukunan nasional (<75,36). Posisi pertama ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta dengan nilai indeks sebesar 74,1% yang masuk dalam kategori kerukunan umat beragama cukup tinggi. Posisi kedua ditempati oleh Provinsi Sulawesi Barat dengan rerata indeks sebesar 74,0%. Sedangkan posisi ke terakhir ditempati oleh Provinsi DI Aceh dengan perolehan rerata indeks kerukunan sebesar 62,8% terendah pada survey Tahun 2015, namun masih berada pada kategori sedang. Tabel 1.2. Uji Rerata Dimensi Interaksi Umat Beragama
Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi interaksi antar Umat Beragama
71.2592
Hipotesis Rerata Keputusan Simpangan Persentase (µ0) Baku 71.5
Signifikan
72.0
Tidak Signifikan
7.9225
Tabel 1.2 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Interaksi antar Umat Beragama”, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 71,26%. Dengan simpangan baku (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 7,93%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 71,5%, adapun di atas itu, misal di angka 72,0%, diketahui tidak signifikan. 26
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Dengan stop di angka 71,5% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks interaksi antar umat beragama ada di angka 71,5%, yang masuk pada kategori tinggi (>66%) ”.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
27
28
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
60
65
70
75
80
85
50
DI A ceh
60
70 Interaksi_x1
Pek anbaru
Lampung
Sumbar
Sulteng Sultra Jateng Kalsel Sumut Malut NTB Sumsel Kaltara Jatim Kaltim Jambi Bengk ulu Babel Gorontalo Sulsel DKI JakKepri arta Sulut Kalbar Jabar Banten DI Yogy ak arta
71.26
80
Papua Barat
Maluk u Bali Kalteng Sultra Papua
NTT
Scatterplot of Indeks Variabel Kerukunan vs Interaksi_x1
90
Diagram 1.4. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Interaksi (X1) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
Indeks Variabel Kerukunan
Diagram 1.4 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “interaksi” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks interaksi nasional (71,26%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata interaksi antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bali, Papua, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat yang seluruhnya memiliki nilai indeks interaksi pada kategori tinggi. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi interaksi antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks interaksi nasional. Tabel 1.3. Uji Rerata Dimensi Menciptakan Kenyamanan Antar Umat Beragama
Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi menciptakan kenyamanan
75.9687
Simpangan Baku
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
76.0
Signifikan
76.5
Tidak Signifikan
3.0994
Tabel 1.3 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Menciptakan kenyamanan” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 75,97%. Dengan ‘simpangan baku’ [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
29
(penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap ratarata) sebesar 3,099%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 76,0%, adapun di atas itu, misal di angka 76,5%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 76% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks menciptakan kenyamanan antar umat beragama ada di angka 76,0%, yang masuk pada kategori tinggi (>66%) ”.
30
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
31
66
68
DI A ceh
Lampung
70
Sumbar
72 74 76 Menciptakan_Kenyamanan_x2
Jabar
78
NTB Sumsel Kaltara Kaltim Jambi Bengk ulu Babel Kepri Gorontalo Sulsel Sulut DKI Jak arta Kalbar Banten DI Yogy ak arta Pek anbaru
Papua Barat
NTT
Jatim
80
82
Bali u Maluk Kalteng Sultra Papua Sulteng Sultra Jateng Kalsel SumutMalut
75.97
Diagram 1.5. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Menciptakan Kenyamanan (X2) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
60
65
70
75
80
85
Scatterplot of Indeks Variabel Kerukunan vs Menciptakan_Kenyamanan_x2
Indeks Variabel Kerukunan
Diagram 1.5 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “menciptakan kenyamanan” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks menciptakan kenyamanan nasional (75,97%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata menciptakan kenyamanan antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Maluku, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Jawa tengah, Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, DKI Jakarta, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, dan Kepulauan Riau yang seluruhnya memiliki nilai indeks interaksi pada kategori tinggi. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi menciptakan kenyamanan antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks menciptakan kenyamanan nasional. Tabel 1.4. Uji Rerata Dimensi Tidak Melakukan Kekerasan Antar Umat Beragama
Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi tidak melakukan kekerasan antar Umat Beragama
32
59.5266
Simpangan Baku
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
59.5
Signifikan
60.0
Tidak Signifikan
3.3069
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Tabel 1.4 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Tidak melakukan kekerasan” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 59,53%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap ratarata) sebesar 3,307%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 59,5%, adapun di atas itu, misal di angka 60,0%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 59,5% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks tidak melakukan kekerasan antar umat beragama ada di angka 59,5%, yang masuk pada kategori sedang ( 33,5 – 66,7%) ”.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
33
55.0
DI A ceh
Lampung
Jabar Pek anbaru
Kepri DKI Jak arta
Kalteng Sulteng
Sultra Sultra
57.5 60.0 62.5 Tidak_Melakukan_Kekerasan_x3
Sumbar
Malut Sumut NTB Sumsel JatimuluKaltara Kaltim Jambi Bengk GorontaloBabel Sulut Sulsel Kalbar Banten DI Yogy ak arta
Jateng Kalsel
Bali
59.53
65.0
Papua
67.5
Papua Barat
Maluk u
NTT
Diagram 1.6. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Tidak Melakukan Kekerasan (X3) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
60
65
70
75
80
85
Scatterplot of Indeks Variabel Kerukuna vs Tidak_Melakukan_Kekerasa
Indeks Variabel Kerukunan
34
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Diagram 1.6 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “tidak melakukan kekerasan” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks tidak melakukan kekerasan nasional (59,53%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata tidak melakukan kekerasan antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku, Papua yang keempatnya memiliki nilai indeks tidak melakukan kekerasan pada kategori tinggi, sedangkan Provinsi Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Maluku Utara, dan Jawa Timur memiliki nilai indeks tidak melakukan kekerasan lebih tinggi dari indeks nasional tetapi berada pada kategori rendah. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi tidak melakukan kekerasan antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks tidak melakukan kekerasan nasional. Tabel 1.5. Uji Rerata Dimensi Menghargai Budaya Antar Umat Beragama
Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi menghargai budaya antar Umat Beragama
61.7129
Simpangan Baku
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
61.7
Signifikan
62.2
Tidak Signifikan
2.8967
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
35
Tabel 1.5 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Menghargai Budaya” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 61,71%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,89%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 61,7%, adapun di atas itu, misal di angka 62.2%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 61,7% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks menghargai budaya antar umat beragama ada di angka 61,7%, yang masuk pada kategori sedang ( 33,5 – 66,7%) ”.
36
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
37
60
65
70
75
80
85
55.0
Lampung
DI A ceh
57.5
Sumbar
60.0 62.5 Menghargai_Budaya_x4
NTB Kaltara JatimSumsel Bengk uluJambi Babel Kepri Kaltim Gorontalo Sulsel DKI Jak arta Sulbar Kalbar Jabar DI Yogy ak arta Banten Pek anbaru
Sulteng Sultra Barat Jateng KalselPapuaSumut Malut
61.71
65.0
Bali Kalteng Sulut
67.5
Maluk u Papua
NTT
Scatterplot of Indeks_Kerukunan vs Menghargai_Budaya_x4
Diagram 1.7. Perbandingan Rerata Indeks Menghargai Budaya (X4) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
Indeks_Kerukunan
Diagram 1.7 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “menghargai budaya” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks menghargai budaya nasional (61,71%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata menghargai budaya antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua, Maluku, yang ketiganya memiliki nilai indeks menghargai budaya pada kategori tinggi, sedangkan Provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Bali, Sumatera Utara, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Sumatera Selatan memiliki nilai indeks menghargai budaya lebih tinggi dari indeks nasional tetapi berada pada kategori rendah. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi menghargai budaya antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks menghargai budaya nasional.
Tabel 1.6. Uji Rerata Dimensi Jujur Antar Umat Beragama Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi jujur antar Umat Beragama
38
83.3836
Simpangan Baku
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
83.3
Signifikan
83.8
Tidak Signifikan
2.7532
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Tabel 1.6 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “jujur” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 83,38%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,75%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 83,3%, adapun di atas itu, misal di angka 83,8%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 83,3% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks kejujuran antar umat beragama ada di angka 83,3%, yang masuk pada kategori tinggi ( > 66,7%) ”.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
39
40
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
60
65
70
75
80
85
75.0
Lampung
77.5
DI A ceh
Sumut
80.0
82.5 Jujur_x5
Sumbar
Pek anbaru
Maluk u Kalteng Sulut
85.0
87.5
Sulteng Sultra KalselJateng Malut
Bali Papua
NTB Sumsel Kaltara Jatim Kaltim Bengk uluJambi Babel Kepri Gorontalo Sulsel Sulbar DKI Jak arta Kalbar Jabar DI Yogy akBanten arta
Papua Barat
83.38
Scatterplot of Indeks_Kerukunan vs Jujur_x5 NTT
90.0
Diagram 1.8. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Jujur (X5) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
Indeks_Kerukunan
Diagram 1.8 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “Jujur” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks kejujuran nasional (83,38%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata kejujuran antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Papua, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Timur, Bangka Belitung, Jambi, dan Sumatera Utara yang seluruhnya memiliki nilai indeks kejujuran pada kategori tinggi. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi kejujuran antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks kejujuran nasional. Tabel 1.7. Uji Rerata Dimensi Menghargai Perbedaan Antar Umat Beragama
Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi menghargai perbedaan antar Umat Beragama
77.6704
Simpangan Baku
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
77.5
Signifikan
78.0
Tidak Signifikan
8.1674
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
41
Tabel 1.7 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Menghargai Perbedaan” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 77,67%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 8,17%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 77,5%, adapun di atas itu, misal di angka 78,0%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 77,5% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks menghargai perbedaan antar umat beragama ada di angka 77,5%, yang masuk pada kategori tinggi ( > 66,7%) ”.
42
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
43
60
65
70
75
80
85
DI A ceh
60
Lampung
65
Sumbar
NTT
85
90
Maluk uBali Kalteng Sulut Papua Sulteng Sultra Papua Barat Jateng Sumut Malut
70 75 80 Mengharga_Perbedaan_y1
NTB Sumsel Kaltara Jatim Kaltim Jambi Bengk ulu Babel Kepri Gorontalo Sulsel DKI Jak arta Sulbar Kalbar Jabar Banten DI Yogy ak arta Pek anbaru
Kalsel
77.67
Scatterplot of Indeks_Kerukunan vs Mengharga_Perbedaan_y1
95
Diagram 1.9. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Menghargai Perbedaan (Y1) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
Indeks_Kerukunan
Diagram 1.9 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “menghargai perbedaan” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks menghargai perbedaan nasional (77,67%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata menghargai perbedaan antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bali, Papua, Maluku, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Papua Barat, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Kepualauan Riau, dan Jambi yang seluruhnya memiliki nilai indeks menghargai perbedaan pada kategori tinggi. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi menghargai perbedaan antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks menghargai perbedaan nasional.
Tabel 1.8. Uji Rerata Dimensi Teladan Antar Umat Beragama Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi teladan antar Umat Beragama
44
77.4210
Simpangan Baku
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
77.5
Signifikan
78.0
Tidak Signifikan
3.5138
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Tabel 1.8 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Teladan” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 77,42%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 3,51%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 77,5%, adapun di atas itu, misal di angka 78,0%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 77,5% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks Teladan antar umat beragama ada di angka 77,5%, yang masuk pada kategori tinggi ( >66,7%)”.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
45
46
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
60
65
70
75
80
85
65
DI A ceh
70
Lampung
Kalbar Jabar Banten DI Yogy ak arta Pek anbaru
75 Teladan_y2
Sumbar
Maluk u Kalteng
NTT Bali Papua Sulut
80
Sulteng Sultra Papua Barat Jateng Kalsel Sumut Malut NTB Sumsel Kaltara Jatim Kaltim Jambi Bengk ulu Babel Kepri Gorontalo Sulsel DKI Jak arta Sulbar
77.42
Scatterplot of Indeks_Kerukunan vs Teladan_y2
85
Diagram 1.10. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Teladan (Y2) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
Indeks_Kerukunan
Diagram 1.10 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “teladan” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks teladan nasional (77,42%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata teladan antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Tenggara, Papua, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur yang seluruhnya memiliki nilai indeks teladan pada kategori tinggi. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi teladan antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks teladan nasional. Tabel 1.9. Uji Rerata Dimensi Kesetaraan Antar Umat Beragama
Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi kesetaraan antar Umat Beragama
75.6627
Simpangan Baku
Hipotesis Rerata Persentase (µ0)
Keputusan
75.6
Signifikan
76.1
Tidak Signifikan
3.4317
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
47
Tabel 1.9 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Kesetaraan” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 75,66%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 4,43%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 75,6%, adapun di atas itu, misal di angka 76,1%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 75,6% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks kesetaraan antar umat beragama ada di angka 75,6%, yang masuk pada kategori tinggi ( > 66,7%) ”.
48
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
49
60
65
70
75
80
85
65.0
DI A ceh
67.5
Lampung
70.0
Sumbar
NTT
72.5 75.0 Kesetaraan_Z
77.5
80.0
Bali Maluk u Kalteng Sulut Papua Sulteng Sultra Papua Barat Jateng Kalsel Sumut Malut NTB Sumsel Kaltara Jatim Kaltim Jambi Bengk ulu Babel Kepri Gorontalo Sulsel DKI Jak arta Sulbar Jabar Banten DI YogyKalbar ak arta Pek anbaru
75.66
Scatterplot of Indeks_Kerukunan vs Kesetaraan_Z
82.5
Diagram 1.11. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Kesetaraan (Z) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
Indeks_Kerukunan
Diagram 1.11 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “kesetaraan” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks kesetaraan nasional (75,66%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata kesetaraan antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Jawa Tengah, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Maluku Utara, Papua Barat, dan Jambi yang seluruhnya memiliki nilai indeks kesetaran pada kategori aktif. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi kesetaraan antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks kesetaraan nasional. Tabel 1.10. Uji Rerata Dimensi Kerjasama Antar Umat Beragama
Sub Dimensi
Rerata Persentase Real Sampel Rerata
Rerata dimensi kerjasama antar Umat Beragama
50
80.4222
Hipotesis Rerata Keputusan Simpangan Persentase (µ0) Baku 80.5
Signifikan
81.0
Tidak Signifikan
4.4085
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Tabel 1.10 di atas menjelaskan bahwa dalam dimensi “Kerjasama” antar Umat Beragama, dari hasil olah dan analisis data responden, didapat angka rata-rata sampel sebesar 80,44%. Dengan ‘simpangan baku’ (penyimpangan rerata indeks setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 4,41%, maka persentase dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata masih signifikan di angka 80,5%, adapun di atas itu, misal di angka 81,0%, diketahui tidak signifikan. Dengan stop di angka 80,5% itu berarti dapat disimpulkan bahwa “pada populasi umat beragama yang lebih besar, indeks kerjasama antar umat beragama ada di angka 80,5%, yang masuk pada kategori aktif ( > 66,7%)”.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
51
52
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
60
65
70
75
80
85
DI A ceh
70
Lampung
75
Sumbar
Kalbar Jabar DI Yogy ak arta Pek anbaru
NTT
80 Kerjasama_W
Banten
85
Maluk u Bali Kalteng Sulut Papua Sulteng Sultra Papua Barat Kalsel Jateng SumutMalut NTB Sumsel Kaltara Jatim Kaltim Jambi Bengk Babel ulu Kepri Gorontalo Sulsel DKI Jak arta Sulbar
80.42
Scatterplot of Indeks_Kerukunan vs Kerjasama_W
90
Diagram 1.12. Perbandingan Rerata Indeks Dimensi Kerjasama (W) Antar Umat Beragama Setiap Provinsi dengan Rerata Indeks Nasional
Indeks_Kerukunan
Diagram 1.12 di atas menunjukkan pemetaan nilai indeks dimensi “kerjasama” antar umat beragama dari setiap provinsi di Indonesia terhadap nilai rerata indeks kerjasama nasional (80,42%). Provinsi yang memiliki nilai indeks rerata kerjasama antar umat beragama yang lebih tinggi dari rerata indeks nasional adalah Provinsi Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Utara, Riau, Jawa Barat, Bengkulu, Maluku Utara, Banten, Sulawesi Barat, DKI Jakarta, DI Aceh, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Lampung, Papua, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, dan Kalimantan Barat yang seluruhnya memiliki nilai indeks kerjasama pada kategori aktif. Sisanya merupakan provinsi yang memiliki rerata nilai indeks dimensi kerjasama antar umat beragama yang lebih rendah dari nilai indeks kerjasama nasional. 2. Pengelompokan Persepsi Responden Dari berbagai peta kecenderungan pada 11 subdimensi-dimensi di atas, melalui analisis klaster, responden dapat dibagi ke dalam tiga kelompok atau klaster kerukunan secara signifikan. Berikut tabel klaster kecenderungan kerukunan responden tersebut.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
53
54
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015 0.06 1.00 -0.72 1.27 -7.32 0.68 -3.58 -4.26
Tidak_kekerasan_x3
Menghargai_budaya_x4
Jujur_x5
Menghargai_perbedaan_y1
Teladan_y2
Kesetaraan_Z
Kerjasama_W
Warna [merah] = Signifikan Rendah
Warna [hijau] = Signifikan Tinggi.
Keterangan:
-7.22
0.37
-0.46
-1.57
2.50
-4.07
0.33
5.01
-3.00
3.54
Rerata (Mean)
Rerata (Mean)
Menciptakan_Kenyamanan_x2
Kelompok 2
Kelompok 1
Interaksi_x1
Dimensi-Subdimensi
Kategori_Klaster Kelompok 3
4.06
4.26
0.98
4.95
3.13
0.32
-6.79
3.24
3.68
Rerata (Mean)
Tabel 2.1. Klaster Kecenderungan Kerukunan Umat Beragama
Kelompok pertama cenderung tinggi dalam dimensi-subdimensi kerukunan antar umat beragama terkait hal-hal berikut: 1. Tidak melakukan tindak kekerasan, dan 2. Kejujuran. Tetapi, kelompok ini berada pada kategori kerukunan rendah secara signifikan terkait dimensisubdimensi : 1. Interaksi, 2. Menghargai Perbedaan, 3. Kesetaraan, dan 4. Kerjasama, 5. dan netral saja untuk isu-isu lainnya. Provinsi-provinsi yang masuk dalam kelompok pertama adalah : Bangka Belitung
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Banten
Jawa Timur
Pekanbaru
Bengkulu
Kalimantan Barat
Sulawesi Selatan
DI Aceh
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tenggara
DI Yogyakarta
Kalimantan Timur
Sumatera Barat
Kelompok kedua cenderung tinggi dalam dimensi-subdimensi kerukunan antar umat beragama terkait hal-hal berikut:
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
55
1. Interaksi, 2. Tidak melakukan tindak kekerasan, dan 3. Menghargai Perbedaan. Tetapi, kelompok ini berada pada kategori kerukunan rendah secara signifikan terkait dimensisubdimensi : 1. Menciptakan kenyamanan, 2. Jujur, dan 3. Menghargai Perbedaan. Provinsi-provinsi yang masuk dalam kelompok kedua adalah : Gorontalo
Nusa Tenggara Timur
Jawa Barat
Papua
Kalimantan Utara
Papua Barat
Lampung
Sulawesi Barat
Maluku
Sumatera Selatan
Nusa Tenggara Barat
Sumatera Utara
Kelompok ketiga cenderung tinggi dalam dimensi-subdimensi kerukunan antar umat beragama terkait hal-hal berikut: 1.
Toleransi: 1.1. Interaksi, 1.2. Menciptakan kenyamanan, 1.3. Kejujuran, 1.4. Menghargai Perbedaan,
56
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
2.
Kesetaraan, dan
3.
Kerjasama.
Tetapi, kelompok ini berada pada kategori kerukunan rendah secara signifikan terkait dimensisubdimensi : Tidak melakukan tindak kekerasan. Provinsi-provinsi yang masuk dalam kelompok ketiga adalah : Bali
Maluku Utara
Jambi
Sulawesi Tengah
Jawa Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Tengah
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
57
58
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
BAB III PENUTUP A. Simpulan
Dalam survei yang dilakukan, terdapat tiga dimensi utama yang diduga signifikan terhadap tingkat kerukunan, yaitu Toleransi; Kesetaraaan; dan kerjasama antar umat beragama. Dalam survei ini, instrumen yang digunakan yakni angket/kuesioner tertutup menggunakan skala Likert dengan lima pilihan jawaban yang disediakan sehingga responden hanya tinggal memilih saja. Kemudian angket tersebut dianalisis dengan analisis kuantitatif, yakni setiap pilihan jawaban diberikan skoring. Semakin positif jawaban yang dipilih, maka semakin besar skoring yang diberikan, dan sebaliknya. Dari skoring yang didapat, kemudian angka tersebut dikonversi ke skor maksimal 100. Setelah dikonversi, diperoleh rata-rata yakni: untuk survei tentang persepsi tentang Toleransi diperoleh skor melalui “sikap dan interaksi antar umat beragama” memiliki rata-rata 71,6; Kesetaraan 75.66 dan Kerjasama antar umat beragama diperoleh rata-rata 80.42. Dari hasil rata-rata yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragama [Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
59
sudah berada pada level tinggi, untuk itu pemeliharaan harus terus ditingkatkan demi tercapainya kehidupan beragama yang rukun, harmonis, dan selaras. B. Rekomendasi 1. Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama secara terpadu perlu menciptakan agen-agen kerukunan. 2. Kementerian Agama dapat memanfatkan jaringan strukturalnya untuk mengembangkan program kerukunan secara komprehensif. 3. Kementerian Agama perlu untuk mengoptimalkan peran penyuluh untuk memberikan laporan dan melakukan kegiatan langsung yang dapat memerkuat kerukunan. 4. Survey perlu terus dilakukan untuk mendapatkan
suatu sistem deteksi dini yang baik.
60
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
DAFTAR PUSTAKA Bogardus, Emory S (1933). “A Social Distance Scale”. Sociology and Social research, 17: 265-271. Bolland, B.J. (1985) Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970. Jakarta: Grafiti Press Endang Turmudi (1998) “The Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah in East Java and Islamic PoliticsIn Indonesia”, Southeast Asian Journal of Social Science, vol.26, 1998. ------------(2000), “Reformasi dan Konflik politik Antar Pendukung Partai Islam, Studi Kasus di Jepara”, Masyarakat Indonesia , Jilid XXVI, No.1: pp. 137-161. ------------(ed.) 2004.Primordialisme kesukuan & golongan dalam masyarakat Indonesia modern: Studi kasus di empat daerah (Laporan Penelitian). Diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI), Jakarta. ------------(2004). “Patronage, Aliran and Islamic Ideologies During Elections in Jombang, East Java” in Hans Antlov ed. Election in Indonesia. London: Routledge-Curzon. ------------(2011). Masalah Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” Jurnal Harmoni, vol 10, No.3. pp 512-532. -------------“(2010). Masalah Etnik di Thailan Selatan”, Jurnal Harmoni, 2010 Fuller, Graham E. (2010).A World without Islam. New York: Little, Brown and Company.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
61
Fuller, Wayne A. (2009). Sampling Statistics: John Wiley and Sons,inc., Publication Geertz, Clifford (1960). The Religion of Java, Glencoe, Ill: The Free Press. ------------(1973).The Interpretation of Cultures: Selected Essays, New York: Basic Books. Gliem, Joseph A. dan Rosemary R. Gliem (2003).”Calculating, Interpreting, and ReportingCronbach’s AlphaReliability Coefficient for Likert-Type Scales”. Makalah pada Midwest Research to Practice Conference in Adult, Continuing, and Community Education. Jerald D. Gort, D. Jerald., and Jansen, Henry Jansen, and Vroom (2002) “Religion, conflict,and reconciliation: multifaith ideals and realities”Amsterdam: Rodopi. Intan, Benyamin Fleming (2006), Public Religion and the Pancasila-Based State of Indonesia. New York, Bern, Berlin, Bruxelles, Frankfurt am Main, Oxford, Wien. XII ISBN 978-0-8204-7603-2 Jenkins, Richard (1997). Rethinking Ethnicity: Arguments and Explorations. Thousand Oaks, Ca: Sage Publications. Kipp, Rita, Smith (1993) Dissociated Identities: Ethnicity, Religion and Class in an Indonesian Society Mic higan: Univ. of Michigan Press M. Natsir, Ahmad Amir Aziz, Mustain, Agus Satriawan, danIbnu Hizam (2005). ------------“Pemetaan Kerukunan HidupBeragama di Lombok”, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 1, Juni 2005.
62
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
Mujani, Saiful, DKK (2007) Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, Bab I, pasal 1, ayat 1. Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006. Pye, Michael (2006) “Religious Harmony: Problems, Practice and Education. Berlin:International Association for the History of Religions. Sijtsma, Klaas (2009). “On the Use, the Misuse, and the Very Limited Usefulness of Cronbach’s Alpha”. Psychometrika Vol. 74, No. 1, 107–120, March 2009. Smelser, Neil J. (1962). Theory of Collective Behavior. New York: The Free Press. Sutiyono (2010). Benturan Budaya Islam : Jakarta : Kompas. Sutton, Margaret. (2006). “Toleransi: Nilai dalam Pelaksanaan Demokrasi” dalam jurnal demokrasi, Volume. V, No. 1 Tahun 2006. Tim
Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan (2015) “Kumpulan Hasil Penelitian Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Tahun 2014”. Jakarta:Badan Litbang dan Diklat.
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
63
64
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
INDEKS Afif Muhammad, 2 Agama, 1, 2, 6, 7, 8, 9, 17, 60, 63 Ambon, 3 B.J. Bolland, 3, 61 Beragama, 2, 3, 5, 9, 19, 20, 21, 23, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 54, 61, 63 Budaya, 10, 35, 36, 37, 63 Buddha, 1
Kerukunan, 2, 3, 5, 8, 9, 19, 20, 21, 23, 25, 54, 61, 62, 63 Kesetaraan, 10, 12, 19, 47, 48, 49, 54, 55, 57, 59 Kristen, 1, 3, 8 Makassar, 3 Masyarakat, 3, 61 Menghargai, 11, 35, 36, 37, 41, 42, 43, 54, 55, 56 Menghormati, 11 Menteri, 8, 9, 63 Muhammad, 3
Gereja, 3
Negara, 9
Hindu, 1
Pancasila, 9
Indikator, 3 Indonesia, 2, 3, 9, 61 Informasi, 6 Interaksi, 26, 28, 54, 55, 56 Islam, 1, 3, 8, 10, 61, 63 Jujur, 11, 38, 40, 41, 54, 56 Katolik, 1 Keagamaan, 1, 5, 6, 63 Kehidupan, 1, 5, 6, 63 Kekerasan, 32, 34 Kelompok, 54, 55, 56 Kementerian, 6, 7, 17, 60 Kenyamanan, 29, 31, 54 Kerjasama, 10, 13, 19, 50, 51, 52, 54, 55, 57, 59
Peraturan, 9, 63 Perbedaan, 41, 42, 43, 55, 56 PKI, 2 Provinsi, 7, 14, 16, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 34, 35, 37, 38, 40, 41, 43, 44, 46, 47, 49, 50, 52, 53, 55, 56, 57 Publik, 13 Radikalisme, 2 Rerata, 19, 21, 23, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 34, 35, 37, 38, 40, 41, 43, 44, 46, 47, 49, 50, 52, 54 Responden, 15, 53 Rukun, 14
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015
65
Sampel, 16, 19, 26, 29, 32, 35, 38, 41, 44, 47, 50
Tuhan, 1
Statistika, 17
Uji, 19, 26, 29, 32, 35, 38, 41, 44, 47, 50
Sudjangi, 3
Undang-Undang, 9
Teladan, 12, 44, 45, 46, 54
Variabel, 19, 20
Toleransi, 9, 10, 19, 56, 59, 63
66
[Survey] Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015