PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa)
ROSINTA BR SITEPU
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
3
PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa)
ROSINTA BR SITEPU
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
5
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Jerami sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013 Rosinta Br Sitepu NIM A14080033
7
ABSTRAK
Rosinta Br Sitepu. Pemanfaatan Jerami sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa). Dibimbing oleh ISWANDI ANAS dan SRI DJUNIWATI. Salah satu penyebab penurunan produksi padi di Indonesia adalah lahan sawah yang sebagian besar sudah mengalami degradasi yang antara lain dicirikan oleh kandungan bahan organik yang rendah. Faktor penyebab hal tersebut seperti kebiasaan petani mengangkut jerami keluar lahan sawah ataupun membakar jerami padi. Tujuan penelitian ini, yaitu (1) menguji kemampuan dekomposer dalam mempercepat proses perombakan jerami, (2) meneliti pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan yang diujikan pada pengujian dekomposer, yaitu kontrol/tanpa dekomposer (D0), dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas (D1), dan dekomposer komersial (D2). Perlakuan pada percobaan lapang terdiri atas 4 ulangan, yaitu NPK 100%, NPK 50%, NPK 50% + PO 1, dan NPK 50% + PO 2 + PB. PO1 dan PO2 adalah pupuk organik yang masing-masing didekomposisi D1 dan D2, sedangkan PB adalah pupuk bioorganik. Hasil penelitian menunjukkan pemberian dekomposer tidak mempercepat proses dekomposisi jerami padi karena jerami padi yang digunakan telah mengalami dekomposisi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai C/N yang rendah. Aplikasi pupuk 50% NPK dengan pupuk organik tidak berbeda terhadap 100% NPK yang berarti aplikasi pupuk NPK di lokasi percobaan cukup dengan dosis 50%, sehingga pengaruh pupuk organik tidak bisa dievaluasi. Namun ada kecenderungan penambahan pupuk organik yang telah didekomposisi oleh dekomposer efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi. Kata kunci: Dekomposer, Produksi Padi, Pupuk Organik Jerami
ABSTRACT
Rosinta Br Sitepu. Utilization of Rice Straw as Organic Fertilizer to Increase Growth and Production of Rice (Oryza sativa). Supervised by ISWANDI ANAS and SRI DJUNIWATI. The leveling off of rice production in Indonesia is mainly caused by degradation of wetlands, which could be characterized by low organic matter content. The factors that cause this issue such as the utilization inorganic fertilizer only, the habit of farmers by carrying out rice straw off from wetland or burning of rice straw. The objectives of this research were (1) to test the ability of decomposers in speeded up the decomposition process of rice straw,( 2) examined the effect of organic fertilizer on the growth and yield of rice. The experiment used completely randomized block design. The treatment was tested of decomposers namely control/no decomposers (D0), decomposers collection of Prof Iswandi Anas, and commercial decomposers. The treatments in field experiment namely NPK 100%, NPK 50%, NPK 50% + PO1, and NPK 50% + PO2 + PB. PO1 and PO2 was an organic fertilizer that each decomposed by D1 and D2, while PB was a bioorganic fertilizer. Application of decomposers in this experiment did not speed up the decomposition of rice straw, because the rice straw had been decomposed. It was indicated by the low C/N. There was a possibility of the presence of decomposers microbes in control because of the straw was saved for 10 days in humid conditions. Application of 50% NPK with organik fertilizer to 100% NPK was not significantly meant application of NPK fertilizer on field research was sufficient at 50% dose, so that the role of organic fertilizer could not be evaluated. However, there was a tendency of enhancing growth and yield of rice in addition of decomposed organic fertilizer by decomposers. Key words: Decomposers, Rice Production, Straw Organic Fertilizer
1
PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa)
ROSINTA BR SITEPU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa) Nama : Rosinta Br Sitepu NIM : A14080033
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Syaiful Anwar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Dr Ir Sri Djuniwati, MSc Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaanNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa) yang dilaksanakan sejak bulan April sampai November 2012. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku pembimbing pertama atas bimbingan, saran, biaya dan penyediaan alat-alat penelitian, kepada Ibu Dr Ir Sri Djuniwati, MSc selaku pembimbing kedua yang telah memberi bimbingan, saran dan motivasi serta kepada Ibu Dr Ir Lilik Tri Indriyati, Msc selaku penguji ujian skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu dan adik Giftsoyasosi Sitepu atas doa, dukungan material dan spiritual dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sarjito, Mbak Nia Kusuma Mega Sari, Ibu Asih Karyati, Ibu Julaeha sebagai Staf Laboratorium Bioteknologi Tanah yang telah membantu penulis di lapangan dan di laboratorium. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ulfika Isrory Arta dan Velicia Desyana Rakhmadina sebagai rekan satu bimbingan serta semua teman-teman MSL angkatan 45 yang selalu memberi semangat, membantu penulis di lapangan dan penulisan skripsi ini. Begitu juga kepada sahabat – sahabat penulis, yaitu Abang Victor Adrianus Perangin-angin, Dita Agustina Barus, Era Kristiana Bangun, Hellen Christien Bangun, Sora Novi Keliat, Lidia Sebayang, Rosinta Dewi Kacaribu, dan teman-teman Griya Ananta atas doa, motivasi dan dorongan semangat yang senantiasa menguatkan penulis sampai penyusunan skripsi ini selesai. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, April 2013
Rosinta Br Sitepu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Potensi dan Pengelolaan Jerami Padi Bahan Organik dan dekomposisi Bahan Organik Penggunaan Pupuk Organik dan Produksi Tanaman BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Seleksi Dekomposer dan Pembuatan Pupuk Organik Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer Pembuatan Pupuk Ogranik Analisis Kandungan Hara Pupuk Organik Percobaan Lapang Pengolahan Lahan Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Tanah Penanaman dan Pemupukan Pemeliharaan Tanaman Pengamatan dan Pemanenan Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer Proses Dekomposisi Bahan Organik Perubahan Nilai C/N dan Tingkat Kemasaman (pH) Bahan Organik selama Proses dekomposisi Perubahan Suhu dan Volume Bahan Organik selama Proses dekomposisi Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Pertumbuhan Padi Produksi Padi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii viii viii 1 1 2 2 3 3 4 5 7 7 7 7 7 8 8 8 9 9 10 11 11 11 12 12 13 13 14 15
16 18 20 20 20 21 24
viii DAFTAR TABEL
2
Jumlah dan kandungan hara jerami padi yang hilang pada satu ton residu jerami Takaran pupuk yang digunakan setiap perlakuan
3
Hasil analisis kesuburan tanah lokasi percobaan
10
4
Pertumbuhan dan aktivitas selulotik dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB Tingkat kemasaman (pH) bahan pupuk organik
12 14
1
5 6 7 8
Kandungan unsur hara pupuk organik setelah 6 minggu proses dekomposisi Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan padi Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap produktivitas padi
3 9
16 17 18
DAFTAR GAMBAR
1
Hasil pengujian dekomposer pada media CMC
12
2
Perubahan nilai C/N bahan organik
13
3
Suhu bahan organik selama 6 minggu proses dekomposisi Persen volume sisa pupuk organik setelah 6 minggu proses dekomposisi
15 16
4
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3
Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat (Peraturan Menteri Pertanian No 70 tahun 2011) Sidik ragam tinggi dan jumlah anakan per rumpun tanaman Sidik ragam produksi tanaman
25 26 26
1 4
5
Dekomposisi jerami masing – masing perlakuan (a) Minggu ke-2, (b) Minggu ke-3, (c) Minggu ke-4, (d) Minggu ke-5, (e) Minggu ke-6. D0 (Kontrol), D1 (Dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, D2 (Dekomposer komersial)
27
Pertumbuhan tanaman masing-masing perlakuan (a) 4 MST, (b) 8 MST, (c) 12 MST, (d) 14 MST. F1 (NPK 100%), F2 (NPK 50%), F2D1 (NPK 50% + PO1), F2D2 (NPK 50% + PO2 + PB)
28
2
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu penyebab penurunan produksi padi di Indonesia adalah sebagian besar lahan sawah sudah mengalami degradasi, yang antara lain dicirikan oleh kandungan bahan organik yang rendah. Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menunjukkan tingkat kesuburan lahan sawah di Indonesia semakin menurun, sekitar 65% dari 5 juta hektar luas lahan sawah irigasi memiliki kandungan bahan organik kurang dari 2% sedangkan dalam kondisi normal lahan sawah subur biasanya mengandung bahan organik minimal 3% (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Penyebab menurunnya kadar bahan organik tanah sawah di Indonesia, antara lain (1) petani hanya menggunakan pupuk anorganik saja. Informasi dari Peraturan Menteri Pertanian (2011) penggunaan pupuk anorganik yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun secara intensif telah menyebabkan soil sickness (tanah sakit), soil fatigue (kelelahan tanah), dan inefisiensi penggunaan pupuk anorganik; (2) jerami padi diangkut keluar sawah baik untuk digunakan sebagai pakan ternak maupun sebagai bahan baku pembuatan kertas; dan (3) kebiasaan petani mengangkut jerami ke luar lahan atau membakar jerami limbah panen (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Menurut Mandal et al. (2004), jerami yang dihasilkan dalam budi daya padi sebesar 7-10 ton/ha. Namun, komponen jerami padi terutama selulosa, hemiselulosa, lignin, dan protein dalam jumlah kecil yang membuat nilai C/N tinggi. Gaur (1981) menyatakan nilai C/N jerami padi segar adalah 80-130. Hal ini menyebabkan proses dekomposisi jerami memerlukan waktu yang lama. Untuk mempercepat proses dekomposisi jerami, sering diperlukan penambahan dekomposer, berupa bakteri atau fungi yang mampu menghasilkan enzim selulase (Meryandini et al. 2009). Hasil penelitian Basuki et al. (1995) menunjukkan pemberian inokulum fungi selulotik seperti Aspergillus dapat mempercepat perombakan selulosa dan hemiselulosa pada tandan kosong kelapa sawit. Salah satu indikatornya adalah nilai C/N bahan dari tandan kosong kelapa sawit menurun dari 109.8 menjadi antara 49.6-21.5. Hasil penelitian Kausar et al. (2010) melaporkan Aspergillus niger dan Trichoderma viride mampu merombak kandungan lignin pada jerami padi. Bahan organik diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menjaga dan meningkatkan fungsi mikroorganisme di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan juga meningkatkan efektivitas pemupukan. Smith dan Douglas (1967) menyatakan penggunaan pupuk organik seperti jerami padi bersama dengan pupuk anorganik diharapkan dapat mengurangi takaran pupuk anorganik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan penggunaan bahan organik dapat meningkatkan produksi padi, jagung (Watanabe et al. 2009; Djuniwati et al. 2003).
2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji kemampuan jenis dekomposer dalam mempercepat proses perombakan jerami padi menjadi pupuk organik. 2. Meneliti pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1. Penambahan dekomposer mempercepat proses dekomposisi jerami padi. 2. Penambahan pupuk organik pada tanah sawah meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi dan Pengelolaan Jerami Padi
Jerami adalah bagian vegetatif tanaman padi (batang, daun, tangkai malai) yang tidak dipungut saat tanaman padi dipanen. Kandungan hara jerami padi tergantung pada kesuburan tanah, jumlah pupuk yang diberikan, kualitas dan kuantitas air irigasi, dan iklim (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Jerami merupakan bahan organik yang tersedia dalam jumlah yang signifikan bagi petani padi. Sekitar 40% N, 30-35% P, 80-85% K, dan 40-50% S tetap dalam sisa bagian vegetatif tanaman. Jerami juga merupakan sumber hara mikro penting seperti seng (Zn) dan silikon (Si). Pembenaman tunggul dan jerami ke dalam tanah merupakan upaya mengembalikan sebagian besar hara yang telah diserap tanaman dan membantu pelestarian cadangan hara tanah dalam jangka panjang (Dobermann and Fairhurst 2002). Kandungan hara pada jerami padi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan hara pada jerami padi (Dobermann dan Fairhurst 2002) N P 2 O5 K2O S Si Kandungan jerami (% berat 0.5-0.8 0.161.4-2.0 0.05-0.10 4-7 kering) 0.27 Kandungan dalam 1 ton jerami (kg/ha)
5-8
1.6-2.7
14-20
0.5-1.0
40-70
Pengelolaan jerami padi merupakan hal penting dalam sistem budi daya padi untuk meningkatkan hasil panen. Ada beberapa cara pengelolaan jerami padi yang dilakukan oleh petani, antara lain dibakar, disebar di permukaan tanah sebagai mulsa, dan mengangkut jerami keluar dari lahan. Pembakaran jerami akan menghilangkan hara dalam jumlah besar (80% N, 25% P, 4-60% S dari kandungan hara total jerami). Pembakaran jerami juga menimbulkan dampak negatif lain, seperti polusi udara dan membunuh organisme maupun mikrob tanah yang menguntungkan (Mandal et al. 2004). Hal yang sama terjadi di Indonesia yang jerami padi belum dinilai sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Pada sistem usaha tani yang intensif, jerami sering dianggap sebagai sisa tanaman yang mengganggu pengolahan tanah dan penanaman padi selanjutnya. Oleh karena itu, 75-80% petani membakar jerami di tempat beberapa hari setelah padi dipanen. Sebagian petani memotong jerami dan menimbunnya di pinggir petakan sawah kemudian membakar jerami tersebut (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).
4 Bahan Organik dan Dekomposisi Bahan Organik
Salah satu unsur penyusun tanah adalah bahan organik. Bahan organik tanah terdiri atas sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua tahapan dekomposisi karena kerja mikrob tanah (Rao 1986). Secara umum, sisa tanaman adalah bagian tanaman yang tersisa di lahan setelah tanaman dipanen. Daur ulang sisa tanaman memiliki keuntungan dari mengubah limbah pertanian menjadi produk yang berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Hal ini juga mempertahankan kondisi fisik tanah, kimia tanah, dan meningkatkan keseimbangan ekologi dari sistem produksi tanaman (Mandal et al. 2004). Senyawa organik dalam bentuk sisa tanaman atau hewan tersusun atas karbohidrat yang kompleks, gula sederhana, tepung, selulosa, hemiselulosa, pektin, protein, lemak, lilin, resin, alkohol, aldehid, keton, asam-asam organik, lignin, fenol, tannin, hidrokarbon, alkaloid, pigmen, dan produk-produk lainnya (Rao 1986). Alexander (1961) menambahkan secara umum bahan organik mengandung selulosa 15-60%, hemiselulosa 10-30%, dan lignin 5-30%. Hal ini menyebabkan proses dekomposisi bahan organik memerlukan waktu yang lama. Saraswati et al. (2006) menyatakan proses dekomposisi dikenal dengan adannya inokulan (starter/aktivator), seperti mikrob. Mikrob merupakan faktor penting dalam proses dekomposisi karena mikrob akan merombak bahan organik menjadi pupuk organik. Mikrob perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat proses dekomposisi dan meningkatkan mutu pupuk organik. Jumlah dan jenis mikrob menentukan keberhasilan proses dekomposisi. Menurut Gaur (1981), fungi selulotik yang efisien digunakan untuk biodegradasi sisa tanaman dan jerami sebagai inokulan dalam pengomposan, seperti Aspergillus niger, Trichoderma viride, Penicillium sp. dan Aspergillus sp. Dekomposisi bahan organik adalah proses perombakan bahan organik oleh mikrob dalam kondisi yang terkontrol. Bahan organik tanah berperan penting dalam mempertahankan kesuburan dan kesehatan tanah dengan menyediakan unsur hara secara slow release. Selain itu, bahan organik tanah juga mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal (Misra et al. 2003). Dekomposisi bahan organik merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor yang memengaruhi mikrob juga memengaruhi laju dekomposisi bahan organik. Faktor-faktor yang memengaruhi proses dekomposisi, antara lain aerasi, kelembaban, C/N, pH, suhu dan tinggi timbunan bahan, dan ukuran bahan mentah (Misra et al. 2003). (1) Aerasi sangat diperlukan untuk mengurangi kadar air yang tinggi pada bahan organik dalam proses dekomposisi sehingga kondisi anaerob dapat dihindari. Ketersediaan oksigen yang ideal pada proses dekomposisi adalah 10-18%; (2)Kelembaban juga diperlukan untuk mendukung aktivitas metabolisme mikrob. Kadar air yang ideal adalah 40-65%; (3) Nilai C/N juga memengaruhi proses dekomposisi yang menunjukkan umur dan kematangan bahan baku. Nilai C/N bahan baku yang optimal antara 25:1 dan 30:1; (4) Selama proses dekomposisi terjadi mineralisasi nitrogen organik menjadi nitrogen amonia yang menyebabkan nilai pH meningkat, sedangkan penurunan pH disebabkan oleh produksi asam-asam organik yang meningkat. pH ideal dalam proses dekomposisi adalah antara 6-8; (5) Selain itu, metabolisme mikrob dalam tumpukan juga
5 menimbulkan energi dalam bentuk panas. Timbunan bahan yang mengalami dekomposisi akan meningkat suhunya hingga 65-70 ºC akibat terjadinya aktivitas biologi mikrob perombak bahan organik (Gaur 1981). Panas yang terperangkap di dalam tumpukan akan meningkatkan suhu tumpukan. Timbunan yang terlalu dangkal akan kehilangan panas dengan cepat karena bahan tidak cukup untuk menahan panas dan menghindari pelepasannya. Sebaliknya timbunan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos itu sendiri. Setyorini et al. (2006) menyatakan tinggi tumpukan yang optimal adalah sekitar 1.25-2 m. (6) Begitu juga halnya dengan ukuran (panjang) bahan bahwa sekitar 5-10 cm sesuai untuk proses dekomposisi ditinjau dari aspek sirkulasi udara yang mungkin terjadi. Semakin kecil partikel maka semakin banyak jumlahnya dan semakin luas pula jumlah permukaan yang dicerna oleh mikrob. Namun, partikel yang sangat kecil mendorong kemungkinan terjadinya pemadatan bahan.
Penggunaan Pupuk Organik dan Produksi Tanaman
Penggunaan pupuk merupakan suatu kebutuhan bagi tanaman untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dan menjaga keseimbangan hara yang tersedia selama siklus pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik merupakan tindakan pengelolaan yang diharapkan dapat memperbaiki kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Beberapa penelitian menunjukkan pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik yang akan menunjang produksi maksimal. Menurut Leiwakabessy et al. (2003) fungsi bahan organik yaitu, memperbaiki struktur tanah, menambah ketersediaan unsur N, P, S, meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, memperbesar kapasitas tukar kation (KTK), dan mengaktifkan mikrob. Hara mineral dapat dikelompokkan menjadi hara makro dan mikro. Unsur makro yaitu unsur yang dibutuhkan dalam jumlah banyak adalah C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S sedangkan unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit adalah Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co. Arafah dan Sirappa (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa respon padi terhadap hara N, P, dan K dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah penggunaan bahan organik. Pemberian bahan organik memberikan hasil yang lebih baik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik karena bahan organik dapat melengkapi unsur esensial lainnya seperti unsur mikro dan kandungan C-organik yang menambah kandungan bahan organik tanah sehingga memperbesar aktivitas mikrob tanah yang pada gilirannya akan memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman. Salah satu komponen bahan organik adalah asam humat. Bahan humat merupakan komponen bahan organik yang mewakili fraksi humus yang paling aktif dan dapat berinteraksi dengan partikel tanah melalui pengikatan dengan gugus aktifnya. Bahan humat juga memiliki kemampuan untuk menstimulasi dan mengaktifkan proses biologi dan fisiologi pada organisme hidup dalam tanah. Hasil penelitian Baskoro (2010) menunjukkan pemberian bahan humat 15 liter/ha
6 dan kompos sisa tanaman 2 ton/ha nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Penggunaan bahan organik baik berupa jerami padi maupun pupuk kandang sangat besar peranannya dalam meningkatkan efisiensi pemupukan. Terjadinya gejala leveling off produksi padi mengindikasikan efisiensi penggunaan pupuk semakin menurun, demikian terhadap kelestarian lahan dan lingkungan juga mulai muncul (Departemen Pertanian 2008). Penambahan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan selain menambah bahan organik tanah juga memberikan kontribusi terhadap ketersediaan hara N, P, dan K serta mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik (Rachman et al. 2008). Hasil penelitian Djuniwati et al. (2003) melaporkan pemberian bahan organik dan pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan pH tanah, N-total, P tersedia, K tersedia di dalam tanah, kadar dan serapan hara N, P, K tanaman, dan meningkatkan produksi jagung.
7
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April sampai November 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB sedangkan penelitian lapang dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan baku pembuatan pupuk organik, meliputi jerami padi varietas Cisantana berumur 10 hari setelah panen yang diambil dari sawah Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Jerami padi yang digunakan telah mengalami dekomposisi yang ditunjukkan oleh C/N (26.86) yang rendah karena bertumpuk dan lembab. Dekomposer yang digunakan, yaitu Aspergillus niger LD 137 dan Trichoderma viride LD 140 (koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB) serta dekomposer komersial yang mengandung Azospirillum, Aspergillus, Actinomycetes, Lactobacillus, Pseudomonas. Bahan yang digunakan untuk percobaan lapang terdiri atas benih padi varietas Ciherang, pupuk Urea, SP 36, KCl, pupuk organik (jerami padi yang telah didekomposisi), dan pupuk bioorganik. Dekomposer komersial dan pupuk bioorganik yang digunakan diproduksi oleh PT Indo Acitama Tbk. Peralatan yang digunakan, yaitu CNS Analyser TruSpec Leco di Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB untuk mengukur nilai CN, bak kompos yang terbuat dari bambu berukuran 1m x 1m x 1m.
Seleksi Dekomposer dan Pembuatan Pupuk Organik
Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer Beberapa mikrob koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB yang diseleksi, yaitu Myrothecium sp. CD 001, Penicillium CD 039, Trichoderma viride LD 137, Aspergillus niger LD 140, Penicillium LD 147. Pengujian dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas dilakukan dengan metode agar cawan pada media CMC/liter (KH 2 PO 4 1.0 g, K 2 SO 4 0.5 g, NaCl 0.5 g, FeSO 4 0.01 g, MnSO 4 0.01 g, NH 4 NO 3 1.0 g, tepung selulosa 10 g, agar 20 g). Seleksi dilakukan berdasarkan indeks selulolitik. Indeks selulolitik merupakan
8 nisbah diameter zona bening terhadap diameter koloni. Dua isolat yang memiliki indeks selulotik dengan kekuatan perombakan selulosa paling tinggi kemudian dipilih untuk digunakan dalam pengujian kecepatan perombakan jerami. Pengujian dekomposer komersial dilakukan dengan metode pengenceran 10-1 sampai 10-4 kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri pada media CMC. Pembuatan Pupuk Organik Jerami padi varietas Cisantana berumur 10 hari setelah panen dicacah dengan panjang 5 cm, diberi perlakuan pengomposan dengan masing-masing dekomposer yang sudah diencerkan dengan air, yaitu dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB (D1) dan dekomposer komersial (D2). Pembuatan pupuk organik dimulai dengan menyemprot cacahan jerami padi sambil diaduk dengan air yang telah dicampur dengan dekomposer agar lembab dan merata, kemudian dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari bambu. Bak berisi jerami yang siap didekomposisi lalu ditutup dengan plastik. Untuk membuat larutan dekomposer, 10 ml dekomposer dilarutkan dalam 1 L air dan diaduk rata. Satu liter dekomposer dapat digunakan untuk 2 ton bahan organik. Setelah satu minggu, bahan pupuk organik dibalik agar panasnya merata dan proses dekomposisi berlangsung sempurna, dan proses dekomposisi dilakukan selama 6 minggu. Parameter yang diamati, yaitu suhu, nilai C/N dengan CNS Truspec Leco, pH H 2 O dengan pH meter, volume pupuk organik yang dihasilkan, dan kandungan hara pupuk organik (N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn). Pengambilan sampel untuk analisis nilai C/N dan pH dilakukan dalam selang waktu (0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu).
Analisis Kandungan Hara Pupuk Organik Analisis pupuk organik dilakukan untuk mengetahui kadar hara makro dan mikro pupuk organik yang dihasilkan, meliputi kadar N dengan alat CNS Analyser Truspec Leco, P dengan metode spektrofotometer, K menggunakan flame fotometer, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, dan Mn dengan AAS (Atomic Absorption Spectrometry). Unsur N diukur dengan metode pembakaran kering. Unsur K, P, Ca, Mg dan unsur mikro diukur dengan metode pengabuan basah.
Percobaan Lapang
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan faktor tunggal yang terdiri atas 4 perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan pada petakan lahan berukuran 4 m x 5 m (20 m2). Perlakuan percobaan dan takaran pupuk anorganik dan pupuk organik serta bioorganik yang digunakan disajikan pada Tabel 2. PB merupakan pupuk bioorganik komersial. Pupuk organik yang telah didekomposisi oleh D1 dan D2
9 masing-masing kemudian dinamakan sebagai menggunakan dosis yang sama yaitu 4 ton/ha. Tabel 2
PO1
dan
PO2,
dengan
Takaran pupuk yang digunakan setiap perlakuan
Perlakuan
Jenis Pupuk
Takaran/ha
NPK 100%
Urea SP 36 KCl
NPK 50%
NPK 50% + PO1
NPK 50% + PO2 + PB
(kg atau l) 250 150 100
Takaran pupuk anorganik/petak (g) 467 343 200
Takaran pupuk organik/petak (kg atau ml) -
Urea SP 36 KCl
125 75 50
233 171 100
-
Urea SP 36 KCl Pupuk Organik
125 75 50 4000
233 171 100 -
8
Urea SP 36 KCl Pupuk Organik Pupuk Bioorganik
125 75 50 4000 15
233 171 100 -
8 30
Model matematik rancangan acak kelompok adalah sebagai berikut. Ү ij μ τi βj ε ij
Y ij = µ + τ i + β j + ε ij
= = = = =
Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Rataan umum Pengaruh perlakuan ke-i Pengaruh kelompok ke-j Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Pengolahan lahan Persiapan lahan meliputi pengolahan tanah dan pelumpuran. Pengolahan tanah dilaksanakan 3 minggu sebelum penanaman. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul. Petakan percobaan dibuat sebanyak 12 petak dengan ukuran 4 m x 5 m (20 m2) serta memiliki saluran irigasi dan drainase yang terpisah satu dengan lainnya.
Pengambilam Sampel Tanah dan Analisis Tanah Pengambilan sampel tanah dilakukan saat sebelum aplikasi pupuk organik dan pupuk bioorganik yang dilakukan secara komposit pada 5 titik pengambilan secara diagonal pada kedalaman 0-20 cm setiap petakan, yang kemudian dikeringudarakan, disaring ukuran 2 mm, untuk analisis kesuburan tanah. Hasil analisis tanah dengan kriteria sifat-sifat kimia tanah berdasarkan PPT 1983 disajikan pada Tabel 3.
10
Tabel 3
Hasil analisis kesuburan tanah lokasi percobaan (Laboratorium ITSL)
Parameter pH 1:1 C-organik (%) N-total (%) P (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) KB (%) Al (me/100g) H (me/100g) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Keterangan: tr: tidak terukur
Metode Analisis H2O KCl Walkley & Black Kjeldhal Bray 1 HCl 25% N NH 4 -Asetat pH 7.0 N NH 4 -Asetat pH 7.0 N NH 4 -Asetat pH 7.0 N NH 4 -Asetat pH 7.0 N NH 4 -Asetat pH 7.0 N KCl N KCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl 0.05 N HCl
Hasil 5.70 5.00 1.68 0.15 5.8 56.7 10.83 3.35 0.35 0.94 19.39 79.78 tr 0.20 7.33 1.22 6.19 155.13
Pipet Pipet Pipet
10.05 38.75 51.20
Kriteria Agak masam Rendah Rendah Sangat rendah Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sangat tinggi
Penanaman dan Pemupukan Sebelum sawah ditanami bibit padi, petakan sawah diberi perlakuan pupuk organik dan bioorganik, dengan cara diaduk menggunakan cangkul kemudian didiamkan selama satu minggu. Pupuk bioorganik yang digunakan berdasarkan anjuran produsen yaitu kebutuhan untuk padi 15 liter/ha. Pembuatan larutan pupuk bioorganik, 5 ml pupuk bioorganik dilarutkan dalam 1 liter air. Aplikasi pupuk bioorganik dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebagai pupuk dasar (5 liter/ha) dan pupuk susulan (10 liter/ha). Sebagai pupuk dasar pada petak percobaan (20 m2) dibutuhkan pupuk bioorganik 10 ml/petak. Penyiraman pupuk bioorganik dilakukan secara merata bersamaan dengan pencampuran pupuk organik ke dalam tanah, sedangkan untuk pupuk susulan disemprot 2 ml/ petak pada daun tanaman secara merata dengan interval setiap 7 hari sampai tanaman berumur 10 MST. Penanaman padi dilakukan satu minggu setelah pengadukan pupuk organik dan bioorganik, dengan menggunakan bibit yang telah berumur 15 hari dan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Bibit padi yang ditanam sebanyak 3 bibit per lubang tanam. Penyulaman dilakukan pada umur 0-4 MST. Penyulaman dilakukan dengan cara menanam bibit baru dengan umur yang sama. Setelah umur padi mencapai 2 MST lebih maka dipilih tanaman padi yang diberi tanda menggunakan ajir sebanyak 5 ajir yang dilakukan secara acak. Setiap ajir terdiri atas 4 rumpun tanaman sehingga terdapat 20 contoh rumpun tanaman pada setiap petak percobaan.
11 Pupuk diberikan sesuai dengan perlakuan. Pupuk Urea dan KCl diberikan 2 kali, yaitu 1/2 bagian pada saat tanam dan 1/2 bagian lagi diberikan saat tanaman berumur 35 hari setelah tanam, sedangkan pupuk SP 36 diberikan seluruhnya saat tanam.
Pemeliharaan Tanaman Pengendalian gulma dan hama keong mas (Pomacea canaliculata) dilakukan secara mekanik yaitu dengan mencabut gulma dan membuang keong secara manual dengan menggunakan tangan. Pengaturan air dijaga agar selalu 5 cm di atas permukaan tanah.
Pengamatan dan Pemanenan Pengamatan vegetatif tanaman dilakukan pada 4 dan 8 MST. Parameter pertumbuhan yang dihitung adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun. Parameter produksi tanaman yang dihitung terdiri atas jumlah anakan produktif, bobot gabah kering panen (GKP), bobot gabah kering giling (GKG), dan jumlah gabah hampa. Pemanenan padi dilakukan setelah tanaman berumur 123 hari dengan membuat ubinan seluas 2.5 m x 2.5 m.
Analisis Statistik
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang ditetapkan dilakukan uji ANOVA dan bila berpengaruh nyata maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5%.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer Hasil seleksi dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB yang digunakan (Tabel 4) menunjukkan indeks selulotik yang paling tinggi oleh Myrothecium sp. tetapi tidak berbeda jauh dengan Trichoderma viride dan Aspergillus niger yang keduanya juga memiliki kekuatan perombakan selulosa yang paling tinggi yang dilihat dari kejernihan zona beningnya (Gambar 1). Dua isolat yang memiliki indeks selulotik dengan kekuatan perombakan selulosa paling tinggi kemudian dipilih untuk digunakan dalam pengujian kecepatan perombakan jerami, yaitu Trichoderma viride dan Aspergillus niger. Hasil penelitian Fikrinda et al. (2000) juga melaporkan kemampuan isolat menjernihkan substrat CMC tidak selalu diiringi dengan kemampuannya menjernihkan selulosa kristal. Tingginya kemampuan isolat merombak sumber karbon menyebabkan media pertumbuhan isolat menjadi jernih. Tabel 4
Pertumbuhan dan aktivitas selulotik dekomposer
Dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Lab.Bioteknologi Tanah IPB Kode Isolat
Jenis
Diameter koloni
Spesies
(cm)
Diameter zona bening (cm)
IS
Dekomposer komersial Jenis
Diameter koloni (cm)
Diameter zona bening (cm)
IS
CD 001
Fungi
Myrothecium sp.
3.16
4.54
1.44
Bakteri
0.20
0.55
2.75
LD 137
Fungi
4.67
5.57
1.19
Bakteri
0.22
0.32
1.44
LD 140
Fungi
Trichoderma viride Aspergillus niger
3.27
4.32
1.32
Bakteri
0.33
0.52
1.55
LD 147
Fungi
Penicillium
5.99
6.64
1.12
a
IS: Indeks selulotik
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 1 Hasil pengujian dekomposer pada media CMC (a) Myrothecium sp., (b) Trichoderma viride, (c) Aspergillus niger, (d) Penicillium, dan (e) dekomposer komersial
Hasil uji perombakan selulosa pada dekomposer komersial menunjukkan mikrob perombak selulosa yang tumbuh hanya bakteri (1 koloni) dan tidak menunjukkan pertambahan populasi selama diinkubasi. Selain bakteri juga terdapat fungi yang populasinya lebih banyak tetapi tidak menunjukkan aktivitas perombakan selulosa.
13
Proses Dekomposisi Bahan Organik
Perubahan Nilai C/N dan Tingkat Kemasaman (pH) Bahan Organik selama Proses Dekomposisi Nilai C/N merupakan salah satu indikator yang menandakan berjalannya proses dekomposisi dan menunjukkan tingkat kematangan bahan organik (Smith dan Peckenpaugh 1986; Kausar et al. 2010). Selama proses dekomposisi bahan organik yang berbeda-beda terjadi perubahan total kandungan C-organik. Pupuk organik yang sudah matang memiliki nilai C/N kurang atau sama dengan 20 (Goyal et al. 2005). Atkinson et al. (1996) menambahkan bahwa perubahan C-organik disebabkan oleh hilangnya karbon sebagai karbondioksida. 30 25 C/N
20
D0
15 10
D1
5
D2
0 0
Gambar 2
1
2
3 4 5 6 Minggu kePenurunan nilai C/N bahan organik ( :kontrol, :dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, : dekomposer komersial)
Pemberian dekomposer baik koleksi Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB (D1) maupun komersial (D2), dan kontrol tidak berbeda dalam percepatan proses dekomposisi bahan organik (jerami padi) karena kondisi jerami padi yang digunakan baik yang diberi perlakuan dekomposer maupun kontrol (tanpa dekomposer) sudah disimpan selama 10 hari setelah panen dan dalam keadaan lembab, sedangkan pada kontrol diduga juga terdapat mikrob dekomposer. Jerami padi sudah mengalami dekomposisi dan terlihat banyak jamur yang tumbuh pada jerami. Hal ini ditunjukkan oleh nilai C/N yang sudah rendah (26.86) (Gambar 2). Jerami padi segar memiliki nilai C/N yang tinggi seperti hasil pengukuran nilai C/N jerami padi varietas IR 64 (46.26) berlokasi di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat dan jerami padi varietas Ciherang (38.00) berlokasi di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea. Gambar 2 juga menunjukkan mulai minggu ke-3 sampai ke-6 nilai C/N bahan organik telah mencapai < 20. Di samping terjadinya penurunan nilai C/N, selama proses dekomposisi juga terjadi perubahan pH bahan organik, yaitu pH bahan organik selama 6 minggu sedikit bervariasi (Tabel 5). Namun, ada kecenderungan bertambahnya waktu dekomposisi baik bahan organik perlakuan D0, D1, dan D2 meningkatkan
14 pH, kecuali pH bahan organik pada perlakuan D0 sedikit menurun pada minggu ke-6. Tabel 5 Tingkat Kemasaman (pH) bahan organik Perlakuan D0 D1 D2 a
pH bahan organik pada minggu ke0 7.5 7.5 7.5
1 7.48 7.45 7.38
2 7.75 7.65 7.60
3 7.73 7.83 7.60
4 7.48 7.63 7.45
5 7.60 7.75 7.58
6 7.48 7.55 7.65
D0:kontrol, D1: dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, dan D2:dekomposer komersial
Penurunan dan peningkatan pH terjadi seperti yang telah dijelaskan Misra et al. (2003). Allison (1973) menambahkan selama proses dekomposisi bahan tanaman terjadi suatu pelepasan asam, termasuk karbonat, nitrat, fosfat sulfat, sitrat, format, asetat, butirat. Sebagian besar adalah asam lemah yang hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah dan asam organik segera terurai menjadi karbondioksida dan air. Peningkatan pH disebabkan adanya perubahan asam organik menjadi CO 2 . Informasi dari Peraturan Menteri Pertanian No 70 (2011) pH ideal dalam proses dekomposisi adalah antara 4-9. Perubahan Suhu dan Volume Bahan Organik selama Proses Dekomposisi Hasil pengukuran suhu bahan organik selama proses dekomposisi pada Gambar 3 menunjukkan suhu setiap perlakuan mencapai nilai maksimum pada minggu pertama. Bahan organik yang diinokulasi dengan mikrob koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB memiliki pencapaian suhu tertinggi yaitu 44.13 °C. Bahan organik yang diinokulasi dengan dekomposer komersial memiliki pencapaian suhu tertinggi yaitu 43.63 °C sedangkan bahan organik tanpa dekomposer memiliki pencapaian suhu tertinggi sebesar 43.34 °C. Selanjutnya, mulai minggu ketiga sampai minggu keenam suhu relatif konstan pada kisaran 20-30 °C. Meskipun tetap dilakukan pembalikan hingga minggu keenam suhu pupuk organik tidak meningkat lagi. Hal ini menunjukkan aktivitas perombakan bahan pupuk organik sudah berlangsung sangat lambat sehingga energi panas yang dihasilkan tidak meningkatkan suhu bahan organik. Hasil pengukuran suhu tersebut menunjukkan bahwa semua perlakuan baik perlakuan D2, D1 maupun D0 (tanpa dekomposer) berada dalam fase mesofilik. Hal ini dapat disebabkan jumlah/volume jerami yang digunakan terlalu sedikit/kecil sehingga menyebabkan panas mudah menguap. Pengaruh lainnya diduga karena cuaca lokasi penelitian yang hampir setiap hari hujan disertai angin kencang sehingga suhu lingkungan rendah. Menurut Misra et al. (2003), cuaca juga merupakan faktor yang memengaruhi proses dekomposisi. Timbunan yang lebih besar cocok untuk cuaca dingin yang bertujuan meminimalkan kehilangan panas.
15 50 40 30 D0
°C 20
D1
10
D2
0 0 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 Hari Gambar 3
Suhu bahan organik selama 6 minggu proses dekomposisi ( : kontrol, : dekomposer koleksi Lab. Bioteknologi Tanah IPB, : dekomposer komersial)
Proses perombakan bahan organik juga menyebabkan penyusutan volume bahan organik. Penyusutan volume terjadi akibat perubahan ukuran partikel bahan organik yang semakin kecil. Semakin besar penyusutan volume bahan organik maka akan menghasilkan bahan organik yang lebih sedikit. Persen volume sisa bahan pupuk organik selama proses dekomposisi disajikan pada Gambar 4.
Volume (%)
30 20 10 0 D0 Gambar 4
D1
D2
Persen volume sisa pupuk organik setelah 6 minggu proses dekomposisi (D0:kontrol, D1: dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, D2: dekomposer komersial)
Penyusutan volume terbesar terdapat pada perlakuan D2 sehingga menyebabkan persen sisa volume pupuk organik paling rendah sebesar 20.59% tetapi tidak jauh berbeda dengan persen volume sisa pada perlakuan D1 sebesar 21.38%, dan persen sisa volume pupuk organik pada kontrol sebesar 24.77%.
Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Kandungan hara pupuk organik juga mencerminkan kualitas pupuk organik. Saat proses dekomposisi berlangsung, sebagian unsur hara akan dilepaskan melalui proses mineralisasi. Komposisi bahan organik, kondisi lingkungan, sifat mikroflora maupun fauna akan menentukan kandungan hara dalam bahan organik (Allison 1973). Hasil analisis (Tabel 6) menunjukkan kualitas ketiga pupuk organik jerami padi dari kandungan haranya tidak berbeda karena berasal dari sumber bahan organik yang sama. Berdasarkan tabel di bawah (D0) pupuk organik yang
16 dihasilkan per ton mampu menyumbangkan 19.6 kg N setara 42.6 kg Urea, 9.6 kg P setara 61 kg SP 36, 22.2 kg K setara 44.6 kg KCl, 10 kg Ca, 9 kg Mg, 2.7 kg Fe, 0.02 kg Cu, 0.06 kg Zn, dan 0.75 kg Mn. Tabel 6 Perlakuan
Kandungan unsur hara pupuk organik setelah 6 minggu proses dekomposisi N
P
K
Ca
Mg
Fe
(%) D0 D1 D2 a
1.96 1.97 1.99
0.96 2.22 0.96 2.30 0.96 2.54
Cu
Zn
Mn
65.1 71.5 84.1
751 703 699
(ppm) 1.0 1.3 1.1
0.9 0.9 0.9
2690 2500 2300
20.8 21.3 21.8
D0:kontrol, D1: dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, dan D2: dekomposer komersial
Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi
Pertumbuhan Padi Hasil percobaan lapang menunjukkan perlakuan 50% NPK yang ditambah pupuk organik tidak berbeda terhadap 100% NPK yang berarti NPK yang diberikan pada lokasi penelitian sudah cukup 50% sedangkan NPK dengan dosis 100% adalah kelebihan. Akibatnya dalam penelitian ini pengaruh penambahan pupuk organik tidak bisa dievaluasi secara signifikan. Pengaruh pupuk organik (Tabel 7) menunjukkan pada 4 MST, perlakuan NPK 50% + PO1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi, meskipun tidak berbeda dengan NPK 100% dan NPK 50% + PO2 + PB, tetapi nyata lebih tinggi daripada perlakuan NPK 50%, sedangkan pada 8 MST NPK 100% tertinggi yang tidak berbeda dengan NPK 50% + PO1, NPK 50% + PO2 + PB tetapi nyata lebih tinggi daripada perlakuan NPK 50%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan pupuk organik PO1 maupun (PO2 + PB) efektif dalam meningkatkan tinggi tanaman, karena dengan dosis NPK yang lebih rendah (50%) bila ditambah pupuk organik dapat meningkatkan tinggi tanaman yang relatif sama dengan perlakuan NPK 100%. Penambahan pupuk organik menyumbangkan hara-hara makro maupun mikro yang dibutuhkan tanaman. Selain itu bahan organik juga dapat memperbaiki sifat biologi, sifat fisik, dan kimia tanah terutama KTK tanah sehingga efisiensi pemupukan menjadi meningkat (Lin et al. 1996; Rachman et al. 2008). Hasil penelitian Sutardjo (1995) menunjukkan penambahan pupuk organik cenderung meningkatkan KTK tanah antara 3.00-4.57 me/100 g.
17 Tabel 7 Pengaruh aplikasi pupuk organik terhadap pertumbuhan padi Perlakuan
Pertumbuhan tanaman pada minggu ke4 8 Tinggi (cm)
NPK 100% NPK 50% NPK 50% + PO 1 NPK50% + PO 2 + PB
38.99ab 37.43b 39.82a 39.01ab
72.23a 63.57b 68.97a 69.04a
NPK 100% NPK 50% NPK 50% + PO 1 NPK 50% + PO 2 + PB
Jumlah anakan rumpun-1 (batang) 9.65a 27.72a 10.55a 25.88a 10.93a 27.77a 11.16a 30.18a
a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 berdasarkan uji Duncan b PO1: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB), PO2: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer komersial, PB: pupuk bioorganik
Namun demikian, jumlah anakan rumpun-1 tidak nyata dipengaruhi oleh penambahan pupuk organik baik pada 4 MST maupun 8 MST. Hal ini menunjukkan penggunaan 50% NPK ditambah pupuk organik 4 ton/ha sudah dapat menyamai jumlah anakan rumpun-1 100% NPK. Pupuk organik selain menyumbangkan hara makro (NPK) juga mengandung Ca, Mg, dan unsur-unsur mikro (Tabel 6) sehingga unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman terpenuhi untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksinya. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa perlakuan NPK 50% + PO2 + PB memiliki jumlah anakan rumpun-1 yang paling tinggi. Walaupun peningkatannya hanya sedikit (9%) dibandingkan perlakuan NPK 100%. Hal ini disebabkan pupuk bioorganik mengandung mikrob pengurai bahan organik, yaitu Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium, Aspergillus, dan Bacillus serta mengandung unsur hara makro dan mikro. Mikrob-mikrob tersebut mampu menambat N, melarutkan hara P, penghasil fito hormon, vitamin, asam amino sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman. Azotobacter, Azospirillum, dan Rhizobium merupakan bakteri penambat N. Azotobacter dapat menghasilkan hormon Indole Acetic Acid (IAA) di daerah perakaran yang berfungsi meningkatkan biomassa akar. Sebagian genus Bacillus memiliki kemampuan untuk melarutkan P tidak larut dalam tanah menjadi larut dengan mengeluarkan asam-asam organik (Rao 1994). Azospirillum merupakan salah satu genus Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Bakteri ini mampu mensintesis hormon pemacu pertumbuhan tanaman seperti IAA, giberelin,dan sitokinin, mampu melarutkan P, dan sebagai agen pengendali hayati (Salisbury et al. 1995). Pada fase vegetatif, beberapa rumpun tanaman padi setiap perlakuan juga terserang hama belalang dan wereng hijau (vektor penyakit tungro) sehingga daun padi berwarna kuning sampai kuning oranye, penurunan jumlah anakan dan pertumbuhan tanaman yang terhambat/memendek (Syam et al. 2007).
18
Produksi padi Beberapa faktor yang memengaruhi potensi hasil pada tanaman padi, antara lain jumlah anakan produktif, jumlah gabah hampa, dan bobot gabah kering panen. Jumlah anakan produktif berhubungan dengan jumlah anakan rumpun-1 saat fase vegetatif. Anakan produktif adalah anakan yang menghasilkan malai. Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap jumlah anakan produktif, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling dan jumlah gabah hampa disajikan pada Tabel 8. Aplikasi pupuk organik tidak nyata memengaruhi jumlah batang produktif, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, dan jumlah gabah hampa. Pada Tabel 8 terlihat parameter produksi untuk perlakuan NPK 50% tidak berbeda dengan perlakuan NPK 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan NPK di lokasi percobaan cukup dengan dosis NPK 50%. Namun, pada Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan NPK 50% + PO2 + PB memiliki jumlah batang produktif, gabah kering panen (GKP), dan gabah kering giling (GKG) yang relatif sama dengan perlakuan NPK 100% dan sedikit lebih tinggi daripada perlakuan NPK 50%. Hal ini menunjukkan pupuk organik efektif meningkatkan produksi tanaman seperti yang telah dijelaskan pada pengaruh aplikasi pupuk organik terhadap pertumbuhan padi. Tabel 8 Pengaruh penggunaan pupuk organik terhadap produksi padi Perlakuan
Gabah Kering Panen (tonha-1)
NPK 100%
Jumlah anakan Produktif (batang rumpun-1) 17.83a
NPK 50%
Perbedaan produksi
Perbedaan produksi
Gabah Hampa
(%)
Gabah Kering Giling (tonha-1)
(%)
(%)
8.04a
100
6.63a
100
5.63a
15.70a
6.29a
78
5.39a
81
4.91a
NPK 50% + PO1
16.68a
7.06a
88
5.99a
90
4.11a
NPK 50% + PO2 + PB
17.43a
7.73a
96
6.40a
97
4.91a
a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 berdasarkan uji Duncan b PO1: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB), PO2: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer komersial, PB: pupuk bioorganik
Berdasarkan hasil analisis kandungan hara pupuk organik (N, P, K) pada Tabel 6, pupuk organik dosis 4 tonha-1 mampu menyamai suplai NPK dari dosis 50% NPK. Namun, unsur hara pupuk organik sifatnya lambat tersedia karena ketersediaan hara pupuk organik ditentukan oleh proses mineralisasinya (Mandal et al. 2004). Pupuk organik dapat memperbaiki perkembangan perakaran tanaman, sehingga perbaikan sifat kimia dan perkembangan akar tanaman dapat meningkatkan efisiensi pupuk anorganik. Dengan demikian, meskipun dosis NPK lebih rendah (50%) pada perlakuan NPK 50% + PO2 + PB mampu menyamai pengaruh perlakuan NPK 100%.
19 Hasil penelitian Yigit dan Dikilitas (2008) menunjukkan aplikasi asam humik yang dihasilkan oleh perombakan bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikrob di dalam tanah, meningkatkan bobot dan panjang akar tanaman. Begitu juga dengan hasil penelitian Yusnaini et al (2004) menunjukkan populasi dan keragaman fungi pembentuk mikoriza dipengaruhi oleh pemberian pupuk organik dan kombinasinya dengan pupuk anorganik, sehingga keberadaan fungi di dalam tanah dapat meningkatkan produksi tanaman agronomi. Data dari Suprihatno (2007) menunjukkan bahwa potensi jumlah anakan produktif padi varietas Ciherang adalah 14 sampai 17 batang dan potensi produksi mencapai 5 sampai 8.5 tonha-1. Bobot gabah kering panen (GKP) dan bobot gabah kering giling (GKG) tidak ada perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan pupuk anorganik maupun perlakuan kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik. Peningkatan hasil tertinggi dicapai oleh perlakuan NPK 100%. Namun, jika produksi GKP perlakuan 100% NPK adalah 100% maka penggunaan NPK dengan dosis yang lebih rendah (50%) yang dikombinasikan dengan pupuk organik 4 ton/ha mampu menghasilkan produksi GKP sebasar 88% dan GKG sebesar 90% pada perlakuan NPK 50% + PO1, sedangkan pada perlakuan NPK 50% + PO2 + PB menghasilkan produksi GKP sebesar 96% dan GKG sebasar 97%. Bobot GKG perlakuan NPK 100% merupakan bobot yang paling besar dibandingkan dengan semua perlakuan. Tingginya bobot gabah kering giling pada perlakuan NPK 100% berhubungan dengan data gabah kering panen yang relatif lebih tinggi. Namun, secara statistik kombinasi penggunaan NPK 50% dengan pupuk organik tidak berbeda. Hal ini menunjukkan penggunaan dosis NPK yang lebih rendah (50%) bila dikombinasi dengan pupuk organik baik PO1 maupun PO2 + PB efektif dalam meningkatkan produksi padi. Pada fase produktif ini, tanaman padi terserang hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) yang merusak bulir ketika masa berbunga hingga matang susu sehingga gabah menjadi hampa (Syam et al. 2007).
20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dalam percobaan ini, kecepatan proses dekomposisi dan kualitas pupuk organik oleh dekomposer yang digunakan, yaitu koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB, dekomposer komersial, dan tanpa dekomposer (kontrol) tidak berbeda karena bahan jerami yang digunakan sudah disimpan selama 10 hari dalam keadaan lembab dan telah mengalami dekomposisi. Jumlah anakan dan parameter produksi pengaruh perlakuan pupuk anorganik dosis NPK 50% dengan pupuk organik tidak berbeda nyata terhadap NPK 100%, yang menunjukkan pemberian NPK pada tanah pada lokasi percobaan sudah cukup dengan dosis 50%. Penambahan pupuk organik dalam penelitian ini tidak bisa dievaluasi secara signifikan. Namun ada kecenderungan penambahan pupuk organik yang telah didekomposisi oleh dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB (PO1) maupun dekomposer komersial yang ditambahkan pupuk bioorganik (PO2+PB) efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi, yang ditunjukkan oleh hasil pengaruh kombinasi perlakuan 50% pupuk anorganik dengan 4 ton/ha pupuk organik dan pupuk bioorganik mampu meningkatkan produksi padi (GKG) berkisar 6.4 tonha1, relatif tidak berbeda dengan NPK 100% (6.63 tonha-1).
Saran
Kondisi jerami yang digunakan pada percobaan ini telah mengalami dekomposisi yang ditunjukkan oleh nilai C/N yang rendah. Sebaiknya jerami padi yang digunakan untuk pengujian dekomposer dalam keadaan segar. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui dosis pupuk organik yang tepat untuk meningkatkan keefektifan pupuk anorganik sehingga pertumbuhan dan produksi padi dapat dievaluasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Alexander M.1977. Introduction to Soil Microbiology. John Wiley and Sons, Inc. Publisher. New York and London. Allison FE. 1973. A Source of Inorganic Nutrient and Microbial Food: Soil Organic Matter Its Role in Crop Production. New York: Elsevier Scientific Publishing Company Amsterdam London New York 1973. 14:277-300. Arafah, Sirappa MP. 2003. Introduksi bahan organik jerami dalam pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu padi sawah. J.Agrivigor. 3(3): 204-213. Atkinson CF, Jones DD, Gauthier JJ. 1996. Biodegradability and microbial activities during composting of poultry litter. Poult Sci. 75:608-617. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan Pemanfaatan. Bogor. Baskoro DPT. 2010. Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos sisa tanaman terhadap sifat fisik tanah dan produksi ubi kayu. J Tanah dan Lingkungan. 12(1): 9-14. Basuki, Anas I, Hadioetomo RS, Purwadaria T. 1995. Pengomposan Tandan Kelapa Sawit dengan Pemberian Nitrogen, Fosfor, dan Inokulum Fungi Selulotik. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. 13:58-64. Departemen Pertanian. 2008. Peraturan Menteri Pertanian. No. 40/Permentan/OT.260/4/2007 tentang Rekomendasi N, P, K Padi Sawah Spesifik Lokasi. Djuniwati S, Hartono A, Indriyati LT. 2003. Pengaruh bahan organic (Pueraria javanica) dan fosfat alam terhadap pertumbuhan dan serapan P tanaman jagung (Zea mays) pada tanah Andisol Pasir Sarongge. J Tanah Lingk. 5:16-22 Dobermann A , Fairhurst TH. 2002. Rice Straw Management. Better Crops International. 16. Fikrinda, Anas I, Tresnawati P, Andreas DS. 2000. Isolasi dan seleksi bakteri penghasil selulase ekstremofil dari ekosistem air hitam. Jurnal Mikrobiol Indones. 5(2): 48-53. Gaur AC. 1981. A Manual of Rural Composting. In Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. New Delhi: Indian Agricultural Research Institute.
22
Goyal SS, Dhull K, Kapoor KK. 2005. Chemical and Biological Changes During Composting of Different Organic Wastes and Assesment of Compost Maturity. Biores Tech. 6:1584-1591. Hesse PR. 1984. Potential of Organic Materials for Soil Improvement. In IRRI. Organic Matter and Rice. Los Banos, Laguna, Philippines. hlm 35-42. Kausar H, Sariah M, Sauh HM, Alam MZ, Ismail MR. 2010. Development of compatible lignocellulotytic fungal consortium for rapid composting of rice straw. International Biodeterioration & Biodegradation. 64:594-600. Leiwakabessy FM, Sutandi A.1998. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Lin B, Lin J, Li J. 1996. Changes of crop yields and soil fertility by long-term fertilization. Chinese: Agriculture Science and Technology Press. 26-90. Mandal KG, Misra AK, Hati KM, Bandyopadhyay, Mohanty PM. 2004. Rice residue-management options and effects on soil properties and crop productivity. Food, Agriculture & Environment. 2 (1): 224-231. Mathur RS. 1980. Use of Indigenous Materials for Accelerating Camposting In. Compost Technology. FAO Project Field Document No. 13. Meryandini A, Widosari W, Maranatha B, Sunarti TC, Rachmania N, Satria H. 2009. Isolasi Bakteri Selulotik dan Karakterisasi Enzimnya. Makara Sains 13. 33-38. Misra RV, Roy RN, Hiraoka H. 2003. On – Farm Composting Methods. Rome: FAO. Land and Water Discussion Paper 2. Peraturan Menteri Pertanian No 16/Permentan/SR.130/3/2011 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Bantuan Langsung Pupuk Tahun Anggaran 2011. Peraturan Menteri Pertanian No 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Rachman IA, Djuniwati S, Idris K.2008. Pengaruh bahan organik dan pupuk NPK terhadap serapan hara dan produksi jagung di Inceptisol Ternate. J. Tanah Lingk. 10(1):7-13. Rao NSS.1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Susilo H, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Soil Microorganisms and Plant Growth. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Lukman, Sumaryono (penerjemah). Bandung: ITB-Press.
23 Saraswati RE, Sentosa E, Yuniarti. 2006. Organisme Perombak Bahan Organik. Di dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. hlm. 211-230. Setyorini DR, Saraswati, Anwar EK. 2006. Kompos. Di dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. hlm 11- 40. Smith JH, Douglas CL. 1967. Straw Decomposition. University of Idaho. 57. Smith JH, Peckenpaugh RE. 1986. Straw dekomposition in irrigated soil: comparison of twenty-three cereal straws. Soil Science Society of America Journal. 50 (4): 928-932. Suprihatno B, Darajat AA, Satoto, Baehaki, Suprihanto, Setyono A, Lestari SD, . Wardana IP, Sembiring H. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. hal 16. Suriadikarta DA, Simanungkalit RDM. 2006. Pendahuluan. Di dalam: Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W, editor. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. hlm. 1-10. Sutardjo. 1995. Peranan Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Tanah dan Produksi Bawang Putih (Allium sativum L.) di Tiom, Irian Jaya [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Syam M, Suparyono, Hermanto, Wuryandri D. 2007. Masalah Lapang: Hama, Penyakit, Hara pada Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 7-11. Watanabe T, Man LH, Vien DM, Khang VT, Ha NN, Linh TB, Ito O. 2009. Effect of continuous rice straw compost application on rice yield and soil properties in the Mekong Delta. Soil Science and Plant Nutrition. 55:754763. Yigit F, Murat D. 2008. Effect of humic acid applications on the root-rot diseases caused by Fusarium spp. on tomato plants. Plant Pathology Journal. 7(2): 179-182. Yusnaini S, Arif MAS, Lumbanraja J, Nugroho SG, Nonaka M. 2004. Pengaruh jangka panjang pemberian pupuk organik dan inorganik serta kombinasinya terhadap perbaikan kualitas tanah masam Taman Bogo. J Tanah Tropika. 18: 155
24
24
LAMPIRAN
25
Tabel Lampiran 1
No
1 2 3 4 5
6 7 8
9
10 11
12
Persyaratan teknis minmal pupuk organik padat (Peraturan Menteri Pertanian No 70 tahun 2011)
PARAMETER
C – organik C / N rasio Bahan ikutan (plastik,kaca, kerikil) Kadar Air *) Logam berat: As Hg Pb Cd pH Hara makro (N + P2O5 + K2O) Mikroba kontaminan: - E.coli, - Salmonella sp Mikroba fungsional: - Penambat N - Pelarut P Ukuran butiran 2-5 mm Hara mikro :
SATUAN
STANDAR MUTU
%
Granul/Pelet Murni Diperkaya mikroba min15 min15 15 – 25 15 – 25 maks 2 maks 2
Remah/Curah Murni Diperkaya mikroba min15 min15 15 – 25 15 – 25 maks 2 maks 2
%
8 – 20
10 – 25
15 – 25
15 – 25
ppm ppm ppm ppm -
maks 10 maks 1 maks 50 maks 2 4–9
maks 10 maks 1 maks 50 maks 2 4–9
maks 10 maks1 maks 50 maks 2 4–9
maks 10 maks 1 maks 50 maks 2 4–9
%
%
min 4
MPN/g MPN/g
maks 102 maks 102
maks 102 maks 102
maks 102 maks 102
maks 102 maks 102
cfu/g cfu/g
-
min 103 min 103
-
min 103 min 103
%
min 80
min 80
-
-
- Fe total atau - Fe tersedia - Mn - Zn
ppm ppm ppm ppm
maks 9000 maks 500 maks 5000 maks 5000
maks 9000 maks 500 maks 5000 maks 5000
maks 9000 maks 500 maks 5000 maks 5000
maks 9000 maks 500 maks 5000 maks 5000
Unsur lain : - La - Ce
ppm ppm
0 0
0 0
0 0
0 0
* Kadar air atas dasar berat basah
26
Tabel Lampiran 2 Sidik ragam tinggi dan jumlah batang per rumpun tanaman Parameter
Minggu Setelah Tanam 4
Tinggi tanaman 8
Jumlah anakan -1 rumpun
4
8
Sumber Keragaman
df
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Fhitung
Pr > F
Rsquared
Perlakuan Galat Kelompok Total Perlakuan Galat Kelompok Total Perlakuan Galat Kelompok Total Perlakuan Galat Kelompok Total
4 7 1 12 4 7 1 12 4 7 1 12 4 7 1 12
13.360 7.915 4.380 21.275 142.349 27.952 26.208 170.301 7.191 54.285 3.187 61.477 28.313 90.641 0.320 118.955
3.340 1.130 4.380
2.95
0.100
3.87
0.089
35.587 3.993 26.208
8.91
0.007
6.56
0.037
1.797 7.755 3.187
0.23
0.911
0.41
0.541
7.078 12.948 0.320
0.55
0.707
0.02
0.879
0.627
0.835
0.116
0.238
Tabel Lampiran 3 Sidik ragam produksi tanaman Parameter Jumlah batang produktif
Bobot gabah kering panen
Bobot gabah kering giling
Persen gabah hampa
Sumber Keragaman
Kuadrat Tengah
Fhitung
Pr > F
df
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
4
7.939
1.984
1.08
0.435
Galat
7
12.884
1.840
Kelompok
1
0.037
0.037
0.02
0.890
Total
12
20.823
Perlakuan
4
5.467
1.366
1.38
0.332
Galat
7
6.930
0.990
Kelompok
1
0.031
0.031
0.03
0.864
Total
12
19.396
Perlakuan
4
2.710
0.677
1.13
0.416
Galat
7
4.209
0.601
Kelompok
1
0.0264
0.064
0.11
0.752
Total Perlakuan
12 4
10.814 4.624
1.156
1.73
0.247
Galat
7
4.679
0.668
Kelompok
1
1.140
1.140
1.71
0.232
Total
12
9.304
R-squared
0.381
0.441
0.391
0.497
27
Gambar Lampiran 1 Dekomposisi jerami masing-masing perlakuan: (a) minggu ke-2, (b) minggu ke-3, (c) minggu ke-4, (d) minggu ke-5 dan (d) minggu ke-6. D0 (Kontrol), D1 (Dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, D2 (Dekomposer komersial)
D0
D1 (a)
D2
D0
D1 (b)
D2
D0
D1 (c)
D2
D0
D1 (d)
D2
28
D0
D1 (e)
D2
Gambar Lampiran 2 Pertumbuhan tanaman masing-masing perlakuan: (a) 4 MST, (b) 8 MST, (c) 12 MST dan (d) 14 MST. F1 (NPK 100%), F2 (NPK 50%), F2D1 (NPK 50% + PO1), F2D2 (NPK 50% + PO2 + PB)
(a)
(b)
(c)
29
(d)
1
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tigapanah Kabupaten Karo pada tanggal 10 September 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Darwan Sitepu dan Ibu Ria Fati Br Sembiring. Penulis lulus dari SMA Negeri I Kabanjahe pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis berpartisipasi di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Institut Pertanian Bogor Komisi Literatur, Organisasi mahasiswa daerah IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) IPB, menjadi asisten praktikum Bioteknologi Tanah tahun ajaran 2011/2012 dan asisten praktikum Biologi Tanah tahun ajaran 2012/2013. Pengalaman lapang penulis adalah pernah menjadi anggota tim survai investigasi mutu pupuk SP-36 bersubsidi di Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Cianjur kerja sama antara PT Petrokimia Gresik dengan Bagian Bioteknologi Tanah Institut Pertanian Bogor.