PE ENGARU UH PUPUK K NUTRIM MARS TE ERHADAP P PERTU UMBUHAN N DAN PR RODUKSI PADI SA AWAH (O ORYZA SATIVA A L.) DI DE ESA CIHIIDEUNG UDIK, KE EC. CIAM MPEA, KA AB. BOGO OR
DON NNIE AQS SHA
DEPART TEMEN IL LMU TAN NAH DAN N SUMBERDAYA LAHAN L FAKULT TAS TERT TANIAN INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2010
ABSTRACT DONNIE AQSHA. Effect of Nutrimars Fertilizer on Growth and Yield of Paddy Rice (Oryza sativa L.) in Cihideung Udik Village, Ciampea Subdistrict, Bogor District. Under guidance of SUWARNO and BUDI NUGROHO Low organic matter content in paddy soil causes reducing number of beneficial soil organisms for soil and plants. In long time it results in leveling off paddy soil productivity. The low organic matter input in agriculture practices for long time decrease organic matter content in paddy soil. Increasing of organic matter input are important to maintain soil fertility and productivity. PT Mars Agro Indonesia has formulated organic fertilizer labeled Nutrimars that easy to use and be able to provide high yield of rice productivity. The objective of the research was to evaluate effect of Nutrimars fertilizer on growth and yield of rice and the content of NO3-, NH4+, and available P and K in the soil. Research consisted of field experiment and soil analysis in laboratory. Field experiment was carried out on paddy soil in Cihideung Udik Village, Ciampea Subdistrict, Bogor District. The experiment was a single factor experiment with seven treatments and three replications and arranged in randomized complete block design. The treatments applied were: Control (without fertilizer), standard (recommended dose of anorganic fertilizer), N1 (Nutrimars ½ recommended dose), N2 (Nutrimars ¾ recommended dose), N3 (Nutrimars 1 recommended dose), N4 (Nutrimars 1 ¼ recommended dose), and N5 (Nutrimars 1 ½ recommended dose). Ciherang variety of rice was used as test plant. Variables observed were: growth (plant height and number of tiller) and yield of rice as well as content of NO3-, NH4+, and available P and K in the soil after harvest. Observed data were analyzed by analysis of variance, and then continued by Duncan’s multiple range test for significantly effect. The results indicates that effects of Nutrimars fertilizer on plant growth and yield of rice were not significant. On the other hand, standard anorganic fertilizer significantly increased growth and yield. Because plants applied Nutrimars was deficient in N, P, and K nutrient, their growth and yield were lower than those of standard treatment. The lower nutrients supply by Nutrimars compered with standard fertilizer resulted in nutrients deficiency for rice. Among Nutrimars fertilizer treatments; the highest of productive tiller was N3; the heighest plant was N4; the highest dry weight of grain was N5 (3,05 ton/ha). Moreover, effect Nutrimars fertilizer on NO3-, NH4+, and available P and K in the soil were not significant. Keywords: Organic Fertilizer, Ciherang Varieties, Nutrimars, Nutrient Deficiency
ii
RINGKASAN DONNIE AQSHA. Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Desa Cihideung Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor. Dibimbing oleh SUWARNO dan BUDI NUGROHO. Semakin sedikitnya kandungan C-organik di dalam tanah sawah menyebabkan semakin menurunnya jumlah organisme tanah yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman. Dalam jangka panjang, dampak yang ditimbulkan yaitu terjadinya levelling off pada produktivitas lahan sawah. Rendahnya penambahan bahan organik ke dalam tanah oleh petani, menjadi penyebab semakin rendahnya C-organik di dalam tanah. Permasalahan dalam penggunaan pupuk organik yaitu diperlukan dalam jumlah yang lebih besar untuk mendapat sejumlah unsur hara yang kandungannya setara dengan pupuk anorganik, sehingga dianggap kurang praktis untuk diaplikasikan oleh petani. Untuk itu, perlu dicari cara agar aplikasi pupuk organik dapat semudah mengaplikasikan pupuk anorganik. Upaya menciptakan pupuk organik yang mudah diaplikasi dan mampu memberikan produksi tanaman yang tinggi, telah dilakukan pula oleh PT Mars Agro Indonesia dengan menciptakan pupuk organik yang diberi nama Nutrimars. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya pada padi sawah. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan análisis tanah di laboratorium. Percobaan lapangan dilakukan di lahan sawah yang terletak di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Percobaan ini merupakan percobaan faktor tunggal dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan yang ditempatkan dalam rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan tersebut adalah : Kontrol, pupuk anorganik standar, N1 (Nutrimars ½ Dosis anjuran), N2 (Nutrimars ¾ Dosis anjuran), N3 (Nutrimars 1 Dosis anjuran), N4 (Nutrimars 1¼ Dosis anjuran), dan N5 (Nutrimars 1½ Dosis anjuran). Padi sawah yang digunakan adalah padi varietas Ciherang. Variabel yang diamati yaitu : pertumbuhan (jumlah anakan dan tinggi tanaman), produksi, dan NO3-, NH4+, P dan K tersedia dalam tanah pasca panen. Pengamatan pertumbuhan dilakukan mulai dari 3 MST hingga 11 MST. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjutan DMRT bila perlakuan berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Nutrimars tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi padi varietas Ciherang; sedangkan pupuk standar nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi. Karena tanaman mengalami defisiensi unsur N, P, dan K, pertumbuhan dan produksi tanaman pada perlakuan Nutrimars lebih rendah dibandingkan perlakuan pupuk anorganik standar. Penyebab defisiensi hara pada padi yang diberi perlakuan Nutrimars adalah rendahnya jumlah hara yang diberikan melalui pupuk Nutrimars. Di antara perlakuan pupuk Nutrimars, Jumlah anakan produktif terbanyak perlakuan Nutrimars ditunjukkan pada N3 dan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan Nutrimars pada N4. Bobot GKG terbesar perlakuan Nutrimars yaitu pada N5 sebesar 3.05 ton/ha. Pemberian pupuk Nutrimars tidak berpengaruh nyata terhadap NO3-, NH4+, P dan K tersedia tanah. Kata Kunci : Pupuk Organik, Varietas Ciherang, Nutrimars, Defisiensi Hara
iii
PENGARUH PUPUK NUTRIMARS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI DESA CIHIDEUNG UDIK, KEC. CIAMPEA, KAB. BOGOR
DONNIE AQSHA A14051164
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
iv Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Desa Cihideung Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor Nama
: Donnie Aqsha
NIM
: A14051164
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Suwarno, M. Sc. NIP. 19621120 198811 1 001
Dr. Ir. Budi Nugroho, M. Si. NIP. 19601021 198703 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc. NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada tauladan manusia, Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi berjudul “Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Desa Cihideung Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor” ini penulis buat sebagai tugas akhir dalam proses menimba ilmu sekaligus menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian ini telah banyak pihak yang membantu penulis, sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada : Ayahanda M. Nova, Ibunda Sri Yuliati, dan adik-adiku Maulana Akbar
dan Sarrah Raisa yang tak pernah putus memberi kasih sayang, dukungan, doa, dan semangat yang tak kan pernah terbalas. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran yang sangat membangun dan menambah pengetahuan penulis selama penelitian dan pembuatan skripsi. Dr. Ir Budi Nugroho, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membimbing dalam pelaksanaan penelitian dan pembuatan skripsi sehingga dapat menambah pengetahuan penulis. Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS. telah bersedia menjadi dosen penguji dalam sidang tugas akhir penulis. PT. Mars Agro Indonesia sebagai produsen pupuk Nutrimars. Laboran di Laborartorium Kimia dan Kesuburan tanah yang membantu
dan mengajarkan penulis dalam proses analisis tanah. Rekan-rekan mahasiswa baik di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, dan saudaraku di wisma Madani 08-10. Semoga skripsi ini dapat dijadikan pembelajaran bagi rekan-rekan yang melakukan penelitian yang serupa. Bogor, Maret 2010
Penulis
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Desember 1987 dari Ayah M. Nova dan Ibu Sri Yuliati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Menteng Atas 02 pagi Jakarta Selatan. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 3 Jakarta Selatan. Tahun 2005 penulis merampungkan pendidikan lanjutannya di SMU Negeri 26 Tebet, Jakarta Selatan. Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2005 dan memilih masuk di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian dan Minor Komunikasi di Departemen KPM, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan. Tahun 2005-2006 penulis menjadi sekertaris BEM TPB IPB. Tahun 2006-2007 penulis menjadi sekertaris umum di Himpunan Mahasiwa Ilmu Tanah (HMIT) IPB dan Kepala Biro Event Organizer di Divisi Perekonomian DKM Al-Hurriyyah IPB. Tahun 2007-2008 penulis pernah juga menjadi Ketua Divisi PSDM HMIT IPB. Selama di HMIT, penulis turut aktif dalam berbagai kegiatan lingkungan seperti memasyarakatkan Biopori untuk mencegah banjir di Kota Bogor, Depok, dan Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2009, penulis mengikuti program kewirausahaan dari IPB dan mendapat modal usaha untuk pengembangan usaha dengan produk pot rangkai dan tanaman hias. Di bidang akademik, penulis pernah menjadi Asisten praktikum mata kuliah Kimia Tanah dan M.K Pendidikan Agama Islam. Pengalaman lapangan penulis yaitu pernah menjadi anggota tim survey tanaman kelapa sawit di PTPN VII, dan di PT. Swadaya Indopalma, Sumatra Selatan. Penulis pernah menjadi anggota tim PKMP yang mendapat dana hibah penelitian pada kegiatan PKM tahun 2009 dengan judul “Pengujian Beberapa Galur Ganggang Hijau (Chlorophyta) dengan Menggunakan Metode Open Race Way Pond sebagai Bahan Baku Biofuel”. Penulis juga aktif mengikuti seminar baik Nasional maupun Internasional yang berkaitan dengan profesi penulis sebagai Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Lahan, maupun berkaitan dengan lingkungan dan sosial.
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
ix
PENDAHULUAN ……………………………………………………..
1
Latar Belakang ……………………………………………………...
1
Tujuan ………………………………………………………………
3
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….
4
Karakteristik Padi Varietas Ciherang ………………………………
4
Karakteristik Nutrimars …………………………....…………………
4
Karakteristik Tanah Sawah …………………………………………
5
Karakteristik Nitrogen dalam Tanah Sawah dan Tanaman ………...
8
Karakteristik Fosfor dalam Tanah Sawah dan Tanaman …………..
11
Karakteristik Kalium dalam Tanah Sawah dan Tanaman ………….
14
BAHAN DAN METODE ………………………………………………..
17
Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………
17
Bahan dan Alat …………………………………………………..….
17
Metode Penelitian ………………………………………..................
17
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….
21
Sifat Tanah yang Digunakan .............................................................
21
¯
+
Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap NO3 , NH4 , serta P dan K Tersedia .............................................................................................
22
Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi ...
27
Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Produksi Tanaman Padi ..........
31
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
34
LAMPIRAN ...............................................................................................
36
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Dosis perlakuan pupuk per hektar ........................................
18
2
Waktu Pemberian Pupuk ........................................................
19
3
Sifat-sifat Tanah Sawah Desa Cihideung Udik sebelum diberi perlakuan ......................................................................
21
4
Pengaruh pemberian pupuk Nutrimars terhadap kadar NNO3¯ dan N-NH4+, P & K tersedia pasca panen dalam tanah
22
5
Pengaruh pemberian pupuk Nutrimars terhadap jumlah anakan padi sawah varietas Ciherang ...................................
28
6
Pengaruh pemberian pupuk Nutrimars terhadap tinggi padi sawah varietas Ciherang …………………………………….
29
7
Pengaruh pupuk Nutrimars terhadap bobot gabah dan persentase gabah hampa dan bernas ………………………...
31
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Hasil Analisis Komposisi Kimia Pupuk Nutrimars Granule dan 37 Nutrimars Crystal ………………………………………………….....
2
Denah Unit Percobaan ……………………………………….............. 38
3
Petak sawah percobaan ……………………………………................. 39
4
Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Tanah berdasarkan PPT 1983 ..
5
Sidik Ragam Pengaruh pemberian Pupuk Nutrimars terhadap Kadar P & K tersedia, N-NO3¯ dan N-NH4+ Pasca Panen dalam Tanah ......... 40
6
Distribusi jumlah NH4+ antar perlakuan pasca panen ..........................
41
7
Distribusi jumlah NO3¯ antar perlakuan pasca panen ...........................
41
8
Distribusi jumlah P-tersedia antar perlakuan pasca panen ...................
42
9
Distribusi jumlah K-tersedia antar perlakuan pasca panen …..............
42
10
Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Jumlah Anakan Padi 3 MST-11 MST ............................................................................ 43
11
Jumlah anakan maksimum perlakuan Nutrimars …….…..…..............
44
12
Jumlah anakan produktif perlakuan Nutrimars ……..…...…..............
44
13
Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Tinggi Padi 3 45 MST-11 MST .......................................................................................
14
Tinggi tanaman (11 MST) pada perlakuan Nutrimars …….................
15
Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Produksi Padi Sawah Varietas Ciherang ..................................................................... 46
16
Distribusi bobot gabah kering giling antar perlakuan ………..............
17
Pengaruh pemberian pupuk Nutrimars terhadap kadar P & K tersedia, 48 N-NO3¯ dan N-NH4+ pasca panen dalam tanah ....................................
18
Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Jumlah Anakan Padi 3 MST-11 49 MST dan Anakan Produktif ..................................................................
19
Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Tinggi Padi 3 MST-11 MST .....
20
Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Bobot Gabah Kering Panen, Bobot Gabah Kering Giling, Bobot Gabah Kering Bernas, Bobot Gabah Kering Hampa Persentase Gabah Bernas, Persentase Gabah Hampa, dan Persentase Hasil ............................................................... 51
39
46
47
50
PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan sawah di Indonesia saat ini mengalami kekurangan bahan organik. Bahan organik merupakan salah satu sumber unsur hara yang ada di dalam tanah dan sebagai sumber C-organik yang penting bagi organisme tanah. Menurut studi pustaka yang dilakukan oleh Sutanto (1989), kadar C-organik tanah sawah di daerah sentra produksi padi di Jawa umumnya rendah (berada pada selang kurang dari 1-2%, dan sedikit lebih besar dari 2%). Secara ideal, kandungan bahan organik di dalam tanah mineral mencapai 4-5%. Mempertahankan kandungan karbon (C) di dalam tanah sangat penting dilakukan. Menurut Hall (2008), C merupakan komponen vital bagi semua makhluk hidup, termasuk tanaman, hewan, fungi dan bakteri, yang mempunyai peran masing-masing dalam membuat dan menjaga kesuburan dan kesehatan kehidupan tanah. Jumlah karbon di dalam tanah secara langsung berpengaruh terhadap mikrobiologi tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah merupakan langkah terbaik untuk meningkatkan pengaruh positif mikroorganisme tanah terhadap pertumbuhan tanaman. Melalui bantuan mikroorganisme tanah, unsur hara yang terkandung di dalam bahan organik dapat dimineralisasi sehingga haranya dapat tersedia bagi tanaman. Penggunaan pupuk anorganik oleh petani meningkat pesat sejak revolusi hijau dicetuskan. Tidak hanya di Indonesia, petani di seluruh dunia pun banyak yang beralih untuk menggunakan pupuk anorganik yang dihasilkan oleh industri pupuk. Semenjak itu, penggunaan bahan organik sebagai sumber C tanah semakin berkurang sehingga berdampak buruk terhadap lingkungan kehidupan di dalam tanah. Dampak menurunnya jumlah bahan organik di dalam tanah diantaranya yaitu : terjadi kerusakan agregat tanah akibat berkurangnya perekat antar partikel tanah dan berkurangnya jumlah organisme tanah akibat semakin berkurangnya Corganik sebagai sumber energi. Salah satu keuntungan menggunakan pupuk anorganik yaitu, pelepasan hara yang terkandung di dalamnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan hara dari bahan organik sehingga tanaman lebih cepat merespon hara yang diberikan melalui pupuk anorganik. Hal inilah yang menyebabkan petani lebih memilih untuk mengaplikasikan pupuk anorganik saja. Salah satu contohnya, pemberian nitrogen melalui pupuk anorganik dapat dengan cepat direspon tanaman, hal ini bisa dilihat dari warna daunnya yang berubah menjadi lebih hijau (Brady dan Weil, 2002). Ketersediaan hara bagi
2 tanaman melalui proses mineralisasi pada bahan organik memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan proses pelarutan unsur hara pada pupuk anorganik. Sehingga oleh petani, pupuk yang lebih cepat direspon dalam proses pertumbuhan tanaman dijadikan indikator dalam menilai pupuk yang baik untuk diberikan pada tanaman. Penggunaan pupuk anorganik tanpa diimbangi dengan penambahan bahan organik dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya levelling off pada produktivitas lahan sawah (Pandjaitan, 2007). Levelling off merupakan peristiwa menurunnya peningkatan produksi pada padi sawah. Kesuburan lahan sawah semakin menurun terindikasi melalui serangkaian penelitian yang telah dilaksanakan Badan Litbang Departemen pertanian sejak tahun 1990. Hasil penelitian Kasno et al (2003) dalam Pandjaitan (2007) menyatakan bahwa 65% dari 1577 titik pengambilan contoh tanah yang tersebar di 8 provinsi di Sumatra, Kalimantan, Jawa, NTB dan Sumatra Selatan, menunjukkan kadar C-organik tanahnya sudah di bawah 2%. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian, terutama produksi beras nasional. Salah satunya yaitu meningkatkan produksi melalui sistem intensifikasi. Peningkatan kesuburan tanah menjadi salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan produksi pertanian nasional, mengingat sistem ekstensifikasi seperti pencetakan lahan sawah baru sangat sulit dilakukan akibat terbatasnya lahan. Perbaikan tanah secara fisik maupun kimia, dalam hal ini tanah sawah, penting dilakukan agar kesuburan tanah dapat meningkat. Salah satu upaya perbaikan tanah yang perlu dilakukan yaitu meningkatkan kandungan C-organik tanah. Penggunaan pupuk organik merupakan salah satu cara memperbaiki lahan pertanian secara fisik maupun kimia yang saat ini mengalami penurunan kandungan C-organik. Untuk mendapat jumlah unsur hara yang setara, jumlah pupuk organik yang dibutuhkan akan jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pupuk anorganik. Sehingga pemupukan dengan menggunakan pupuk organik menjadi kurang praktis. Hal ini menjadi pertimbangan bagi petani untuk tidak mengaplikasikan pupuk organik kendati mempunyai dampak positif terhadap produktivitas sawah. Untuk itu perlu dicari cara agar pupuk organik mudah diaplikasikan. Upaya untuk menciptakan pupuk organik yang mudah diaplikasikan dan mampu memberikan pertumbuhan dan produksi tinggi, telah dilakukan pula oleh PT Mars Agro Indonesia dengan nama dagang Nutrimars. Nutrimars adalah sebuah produk yang bermanfaat untuk tanaman maupun hewan; berfungsi sebagai
3 nutrisi, baik bagi tanaman, mikroorganisme tanah, maupun hewan. Cara kerja Nutrimars adalah dengan menjadikan penyerapan unsur hara oleh tanaman atau makhluk hidup menjadi stabil dan berada dalam keseimbangan, sehingga memberikan efektivitas dan produktivitas yang baik (Anon., 2009). Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan manfaat pupuk Nutrimars terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman yang telah disebutkan diatas. Pengujian pupuk dilakukan pada padi yang merupakan tanaman pangan utama nasional. Tujuan Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pupuk Nutrimars (Pupuk Nutrimars Granule dan Nutrimars Crystal) terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah Varietas Ciherang di Desa Cihideung Udik.
4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Padi Varietas Ciherang Padi (Oriza sativa L.) termasuk famili Gramineae. Saat ini terdapat banyak varietas padi hasil persilangan yang telah dikembangkan oleh para peneliti Indonesia yang mampu menghasilkan produktifitas tinggi. Salah satu varietas padi yang telah dihasilkan dan banyak digunakan oleh petani di jawa barat yaitu varietas ciherang. Padi sawah varietas Ciherang termasuk ke dalam golongan padi yaponika atau istilah lokalnya disebut padi cere. Ciri padi sawah varietas Ciherang yaitu tanamannya tegak, dengan posisi daun dan daun benderanya tegak. Daunnya berwarna hijau dengan muka daun kasar bagian bawah serta daun telinga berwarna putih. Batang, dan kaki tanaman berwarna hijau, dengan tinggi tanaman mencapai 107-115 cm. Varietas yang dilepas tahun 2000 ini mampu memiliki anakan produktif sebanyak 14-17 batang per rumpun dan umur tanamannya 116125 hari (BBPADI, 2007). Padi yang cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl ini, mampu tahan terhadap serangan hama wereng coklat biotipe 2 dan 3 serta tahan terhadap serangan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV. Potensi produksi padi sawah varietas Ciherang berkisar antara 5 - 8,5 t/ha dengan rata-rata produksinya 6-7 ton/ha. Bentuk gabahnya panjang dan ramping dan warnanya kuning bersih. Gabahnya tidak mudah rontok, dengan tingkat kerontokan dan kerebahan sedang. Padi sawah varietas ciherang menghasilkan beras dengan kadar amilosa 23% dan bila telah dimasak, memiliki tekstur nasi yang pulen (BBPADI, 2007). Karakteristik Nutrimars Nutrimars adalah sebuah produk yang bermanfaat untuk tanaman maupun hewan; berfungsi sebagai nutrisi, baik bagi tanaman, mikroorganisme tanah, maupun hewan. Cara kerja Nutrimars adalah dengan menjadikan penyerapan unsur hara oleh tanaman atau makhluk hidup menjadi stabil dan berada dalam keseimbangan, sehingga memberikan efektivitas dan produktivitas yang baik (Anon., 2009). Formula Nutrimars diperoleh dari hasil riset bertahun-tahun oleh peneliti Mars Agro Indonesia, dan dikembangkan dari materi-materi yang berasal dari tanaman, olahan pertanian, limbah organik yang ramah lingkungan maupun sampah organik. Produk ini dihasilkan melalui 17 tahapan proses yang dilakukan dengan mesin otomatis, dibuat dari bahan baku yang bersifat organik sesuai standar mutu yang ditetapkan dan disempurnakan dengan penambahan
5 mikroborganisme yang bermanfaat dengan tingkat kemurnian dan homogenitasnya. Dengan tujuan untuk mempermudah aplikasi, Mars Agro Indonesia memproduksi Nutrimars dalam 4 jenis yang dibedakan menurut bentuknya, yakni : Nutrimars Cair, Nutrimars Powder, Nutrimars Crystal, dan Nutrimars Granule (Anon., 2009). Kandungan hara pupuk Nutrimars Granule dan Nutrimars Crystal disajikan pada Lampiran 1. Karakteristik Tanah Sawah Sifat Fisik Tanah sawah Salah satu sistem budidaya padi yang telah lama digunakan yaitu dengan sistem tanah sawah. Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah mineral yang memiliki kesesuaian lahan untuk dijadikan lahan sawah. Jika lahan akan disawahkan, sifat fisik tanah yang sangat penting untuk dinilai adalah tekstur, struktur, permeabilitas, drainase (Keersebilck dan Soeprapto, 1985) dan tinggi muka air tanah (Sys, 1985). Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan pelumpuran dan efisiensi penggunaan air irigasi. Tanah dengan tekstur agak berat seperti lempung halus, debu halus, dan liat halus sangat cocok untuk disawahkan. Tanah-tanah dengan kandungan liat 2550% pada lapisan tanah atas dan dengan tekstur yang sama atau lebih tinggi pada lapisan bawah sangat mendukung peningkatan hasil padi (Grant dalam Prihar et al, 1985). Tanah dengan tekstur yang halus tersebut, bila dilumpurkan akan dapat mencegah air perkolasi akibat semakin berkurangnya porositas tanah sehingga dapat terbentuk lahan sawah yang tergenang. Pengolahan tanah dengan cara pelumpuran dilakukan dengan cara menghancurkan agregat tanah. Pada kondisi tergenang, tanah akan terdispersi dan penghancuran agregat akan semakin intensif pada saat dibajak, digaru, dan dilumpurkan (Sharma dan De Datta, 1985). Pelumpuran dapat menurunkan permeabilitas tanah, semakin intensif tanah di lumpurkan, maka agregat tanah akan semakin hancur sehingga permeabilitas tanah semakin menurun. Penurunan gerakan air karena pelumpuran ini semakin bertambah dengan terbentuknya tapak bajak yang relatif tidak tembus air di sebelah bawah lapisan lumpur. Tapak bajak ini terbentuk pada tanah-tanah berlempung yang disawahkan. Sebaliknya pada tanah berpasir, tapak bajak sulit terbentuk (Anwar dan Sudadi, 2007). Sifat Kimia Tanah Sawah Perubahan sifat kimia yang terjadi akibat penggenangan tanah, penting dalam kaitannya dengan kesesuaian tanah untuk produksi padi. Banyak sistem oksidasi-reduksi yang penting bagi nutrisi tanaman dipengaruhi oleh kondisi
6 anaerobik yang terjadi pada tanah tergenang. Perubahan sifat kimia terjadi akibat semakin berkurangnya oksigen di dalam tanah karena digunakan oleh mikroorganisme sebagai akseptor elektron. Akibat habisnya oksigen di dalam tanah dapat terjadi perubahan potensial redoks, pH tanah, dan bentuk ion terlarut. Bentuk teroksidasi beberapa sistem redoks bergantian menjadi akseptor elektron dalam respirasi mikroorgnisme tanah (Patrick dan Reddy, 1978). Parameter fisik-kimia yang sangat penting bagi karakteristik tanah tergenang yaitu potensial redoks (Eh) yang rendah. Nilai Eh tanah tergenang dapat mencapai -300mV tergantung dari lama penggenangan dan ketersediaan akseptor elektron (Patrick dan Mahapatra, 1968 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Potensial redoks berguna untuk mengukur indeks dari status oksidasi-reduksi tanah tergenang. Awalnya, oksigen menjadi hilang atau ketersediaannya di dalam tanah sangat rendah. Oksigen digunakan sebagai akseptor elektron oleh mikroorganisme tanah dalam proses respirasinya. Selanjutnya bila oksigen telah habis, maka digunakan bahan-bahan lain yang ada di dalam tanah. Setelah oksigen habis di dalam tanah tergenang, mikroorganisme anaerobik fakultatif dan obligat membutuhkan akseptor elektron dari beberapa komponen teroksidasi tanah. Beberapa komponen teroksidasi tanah yang mengalami reduksi setelah oksigen habis tereduksi secara berurutan. Umumnya, urutan reduksinya yaitu : setelah oksigen habis, nitrat digunakan oleh bakteri anaerob fakultatif dan dengan cepat direduksi. Reduksi nitrat dimulai sebelum oksigen habis, tapi penghabisan nitrat tidak akan terjadi sampai semua oksigen telah habis. Urutan selanjutnya setelah nitrat yaitu Mn4+, kemudian Fe3+ yang lebih sulit direduksi dibanding O2, Mn4+, dan nitrat sehingga proses reduksi menjadi lambat (Patrick dan Reddy, 1978). Selanjutnya, bila Fe3+ telah habis, maka bahan selanjutnya yang akan direduksi yaitu SO42- dan kemudian metan (CH4) oleh bakteri anaerob obligat. Beberapa sistem inorganik tanah akan menyeimbangkan potensial redoks pada beberapa nilai. Umumnya, jumlah nitrat rendah di dalam tanah tergenang, kemudian cepat menghilang setelah penggenangan. Jika tanah mengandung reduksi besi dan mangan tinggi, maka elemen ini akan membantu mencegah penurunan potensial redoks menjadi labih bernilai negatif (Patrick dan Reddy, 1978). Pada umumnya, kadar zat yang tereduksi mencapai puncak pada 2-4 minggu setelah penggenangan kemudian berangsur menurun sampai pada tingkat keseimbangan. Besarnya nilai Eh berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Ponnamperuma (1978), nilai Eh yang rendah dapat menyebabkan : mengganggu perkecambahan dan munculnya perakaran saat
7 penyemaian, tapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman; merombak nitrat tapi mengakumulasi amonium dan fiksasi nitrogen sehingga meningkatkan kandungan nitrogen tanah; menguntungkan bagi padi karena meningkatnya ketersediaan N, P, Si, Fe, Mn, dan Mo; mengganggu padi akibat berkurangnya ketersediaan S, Cu, dan Zn. Penggenangan pada tanah mineral masam dapat meningkatkan pH tanah dan pada tanah basa dapat menurunkan nilai pH hingga mendekati netral. Penggenangan mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara bagi padi sawah sehingga dapat menguntungkan, terutama dari segi ketersediaan unsur hara esensial bagi pertumbuhan dan produksi padi sawah. Menurut Greenland (1997), efek dari proses oksidasi dan reduksi yang terjadi pada tanah tergenang dapat mengontrol kemasaman dan kebasaan tanah. Daya sanggah pH pada tanah tergenang disebabkan oleh sistem redoks besi dan mangan serta asam organik. Umumnya reaksi oksidasi-reduksi meliputi konsumsi atau produksi ion-ion H+ dan OH- (Ponnamperuma et al., 1969 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Reaksi kemasaman (pH) air genangan tanah sawah dipengaruhi oleh konsentrasi karban dioksida (CO2) dalam air. Jika kadar CO2 dalam air berada pada titik kesetimbangan dengan kadar CO2 di atmosfir, ini berarti pH-nya mendekati 6,0 atau mendekati netral. Menurut Ponnamperuma (1985) dalam Greenland (1997), pH larutan tanah pada tanah tereduksi mungkin stabil pada pH antara 6,5 sampai 7,00. Perubahan ini, terutama disebabkan oleh reduksi besi (Fe3+ Fe2+) atau komponen tanah lainnya yang menghasilkan kelebihan OH¯ pada tanah masam sehingga dapat menetralkan kemasaman. Peningkatan pH tidak hanya dipengaruhi oleh pelepasan OH- dan konsumsi H+, tetapi juga rasio konsumsi ion H+ dengan konsumsi elektron (Bostrom, 1967 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Peningkatan pH pada tanah masam dapat menguntungkan bagi padi, diantaranya: menekan keracunan alumunium, mangan, besi, karbon dioksida, dan asam organik; meningkatkan ketersediaan P, Si, dan Mo; serta mendukung proses mikroorganisme yang melepaskan berbagai nutrisi (Ponnamperuma, 1978). Pada tanah alkalin, penurunan pH dipengaruhi oleh proses perubahan kimia dan biologi. Mikroorganisme mendekomposisi bahan organik sehingga menghasilkan CO2 dan dapat bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat, yang terpisahkan menjadi ion-ion H+ dan HCO3- yang dapat menurunkan pH (Ponnamperuma et al., 1966 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Pada pH sekitar 6,6, dan Eh berkisar antara 3 mV sampai 14 mV atau pE dari 0,6 sampai 2,4 pada pH yang sama, dengan konduktan spesifik sekitar 2
8 mmho/cm pada suhu 25oC (dalam larutan tanah) muncul sebagai kondisi yang baik bagi padi untuk menyerap nutrisi tanaman yang ada di dalam tanah tersebut. Di tanah tropis, kondisi tersebut dapat dicapai dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah dan merendam tanah selama 2 hingga 4 minggu sebelum dilakukan penanaman. Dibawah kondisi yang demikian, ketersediaan N, P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, dan Si meningkat; sedangkan suplai Cu, Zn, dan Mo cukup; dan konsentrasi yang membahayakan seperti Al, Mn, Fe, CO2, dan asam organik berkurang (Ponnamperuma, 1978). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meinofriadi (1988) juga menunjukkan bahwa pemberian bahan organik ke dalam tanah tergenang dapat meningkatkan intensitas reduksi dengan mempercepat penurunan potensial redoks (Eh) dan peningkatan pH, serta mempercepat konsentrasi besi dan mangan larut tanah mencapai maksimum. Di samping itu, bahan organik juga meningkatkan daya hantar listrik, ferro (Fe2+), mangano (Mn2+), amonium, P, K, Ca, dan Mg dalam larutan tanah dan juga C-organik, N-total, P-tersedia (Bray 1), kalium, kalsium, dan magnesium dapat dipertukarkan di dalam tanah. Karakteristik Nitrogen dalam Tanah Sawah dan Padi Sawah Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling luas penyebarannya di alam. Di atmosfir terdapat sekitar 3,8×1015 ton N2-molekuler (Mengel dan Kirby, 1982). Menurut Delwiche (1970) dalam Mengel dan Kirby (1982), di lithosfer terdapat 4,74 kalinya yaitu sekitar 18×1015 ton. Menurut Hasegawa (1992) dalam Brady dan Weil (2002), sumber nitrogen di dalam tanah sawah berasal dari : pemupukan, fiksasi nitrogen secara biologi, air hujan, dan irigasi. Fiksasi biologis menyumbangkan nitrogen terbesar bagi biosfir (Mengel dan Kirby, 1982). Sedangkan kehilangan nitrogen dapat terjadi akibat pemanenan tanaman, proses denitrifikasi, dan drainase; serta volatilisasi dan pencucian (Patrick, 1982 dalam Brady dan Weil, 2002). Hampir semua nitrogen di dalam tanah berbentuk organik, dan hanya sedikit frkasi yang diubah menjadi bentuk anorganik tiap tahunnya. Dua bentuk N inorganik yang paling penting yaitu : NO3- dan NH4+. Dalam keadaan teroksidasi, NO3- merupakan bentuk inorganik yang stabil, dan semua reaksi nitrogen hasil dekomposisi bahan organik akan berubah menjadi NO3-. Dalam keadaan tergenang, kehilangan oksigen di dalam tanah akan menghambat aktifitas dari bakteri Nitrosomonas yang dapat mengoksidasi NH4+ dan proses mineralisasi akan berhenti pada bentuk NH4+ (Patrick dan Reddy, 1978). Greenland (1997) menyatakan hal serupa, bahwa amonium merupakan bentuk tereduksi yang tetap
9 stabil dalam kondisi anaerob, sehingga mineralisasi N-organik berhenti sampai proses aminifikasi yang menghasilkan NH4+. Peran mikroorganisme tanah sangat penting dalam membantu mengubah bentuk N menjadi dapat tersedia bagi tanaman seperti dalam proses dekomposisi. Pada kondisi tergenang seperti pada tanah sawah, nitrifikasi terhambat sehingga bentuk amonium (NH4+) menjadi stabil dan dapat tersedia bagi padi sawah (Hanafiah, 2005). Penggenangan tanah menyebabkan penurunan jumlah oksigen di dalam tanah. Dalam waktu sehari suplai oksigen turun mendekati nol. Mikroorganisme aerobik dengan cepat mengkonsumsi oksigen yang tersisa, dan akhirnya dorman atau mati. Mikroorganisme anaerob dan anaerob fakultatif akan terus berkembang. Bila oksigen yang digunakan untuk akseptor elektron telah habis, maka organisme akan menggunakan bahan lain sebagai akseptor elektron seperti NO3¯ dan bahan organik. Penggunaan NO3¯ oleh mikroorganisme sebagai akseptor elektron dalam respirasinya merupakan peristiwa denitrifikasi (Anwar dan Sudadi, 2007). Selain terdenitrifikasi mejadi gas N2, NO3¯dapat pula hilang karena terdrainase (Greenland, 1997). Bila amonium terdapat dipermukaan air tanah sawah, amonium dapat berubah menjadi gas amonia yang dapat tervolatilisasi ke udara sehingga dapat mengurangi kadar N di dalam genangan sawah (Greenland, 1997). Pada tanah sawah, terdapat lapisan tanah yang aerob dan anaerob. Lapisan aerob pada tanah sawah terletak di permukaan tanah, dibawah genangan air. Kondisi pada lapisan ini sama dengan kondisi pada tanah berdrainase baik sehingga proses mineralisasi dapat menghasilkan NO3¯. Selama di lapisan aerobik tanah, NO3¯ tetap stabil dan tidak mengalami proses denitrifikasi. Tapi, NO3¯ dengan mudah turun menuju lapisan anaerobik tanah dan mengalami denitrifikasi akibat dari terjadinya proses difusi akibatnya adanya gradien konsentrasi NO3¯ dari konsentrasi NO3¯ tinggi pada lapisan aerobik ke konsentrasi rendah pada lapisan anaerobik. Proses ini akan terus berlangsung selama NO3¯ terbentuk di lapisan aerob, dan dapat mudah terjadi bila terdapat sumber NH4+ pada permukaan lapisan aerob yang dapat dinitrifikasi. Kehilangan NH4+ dari lapisan aerobik akibat nitrifikasi terjadi karena perbedaan konsentrasi yang menyebabkan difusi NH4+ dari lapisan anaerob ke lapsian aerob. Selanjutnya NH4+ akan mengalami nitrifikasi menjadi NO3-, kemudian bila konsentrasinya menjadi lebih tinggi di lapisan aerob akan mengalami difusi ke lapisan anaerob sehingga NO3- akan mengalami denitrifikasi menjadi N2 atau mungkin menjadi N2O (Patrick dan Reddy, 1978).
10 Unsur N di dalam tanaman dapat dijumpai dalam bentuk organik maupun anorganik. Menurut Mengel dan Kirby (1982), unsur N berkorelasi sangat erat dengan perkembangan jaringan meristem, sehingga sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa nitrogen merupakan komponen yang diperlukan untuk melengkapi berbagai senyawa esensial penyusun tanaman. Nitrogen merupakan nutrisi mineral yang sangat penting bagi padi (Kyuma, 2004). Berdasarkan penelitian yang telah lama dilakukan oleh Kawasaki (1953) dalam Kyuma (2004) di jepang, menunjukkan pengaruh pemberian pupuk nitrogen terhadap produksi padi. Hal ini dapat diketahui bahwa plot percobaan yang tidak diberi pupuk N tapi diberi pupuk P dan K, hasil produksinya lebih rendah hampir 55 % dibandingkan dengan plot percobaan dengan yang diberi pupuk N, P, dan K. Nitrogen merupakan bagian utama dari semua asam amino sebagai pembangun kompleks protein, termasuk enzym, yang sebenarnya mengontrol semua proses biologi (Brady dan Weil, 2002). Unsur N berperan sebagai penyusun semua protein, krolofil dan asam-asam nukleat, serta berperan penting dalam pembentukan koenzim (Mengel dan Kirby, 1982). Nitrogen juga penting untuk penggunaan karbohidrat dalam tanaman. Nitrogen dapat meningkatkan kepadatan gabah tanaman berbiji dan jumlah protein di dalam biji dan daun. Suplai nitrogen yang baik dapat melancarkan perkembangan akar dan pertumbuhan (Brady dan Weil, 2002). Nitrogen sangat mobil di dalam jaringan tanaman ketika kebutuhan akan nitrogen tidak mencukupi, nitrogen akan di transfer ke daun muda dari daun tua, sehingga menyebabkan daun tua mengalami klorosis berat. Tahap selanjutnya daun akan mengalami nekrosis. Dampak lain defisiensi N, tanaman akan mengalami pendewasaan lebih cepat sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi relatif singkat, pengguguran daun secara dini diduga berhubungan dengan dampak pasokan N dalam sintesis dan translokasi sitokinin, tingkat pertumbuhan yang rendah, tanaman kerdil, batang terlihat kurus, daun kecil (Brady dan Weil, 2002), serta daun menguning akibat terhambatnya pembentukan kloroplas (Thomson dan Weier, 1962 dalam Mengel dan Kirby, 1982). Hasil penelitian Wegner dan Michael (1971) dalam Mengel dan Kirby (1982), sintesis sitokinin akan terganggu jika kebutuhan akan unsur N tidak mencukupi. Ciri defisiensi Nitrogen pada tanaman Serealia di antaranya yaitu : menurunnya jumlah butir padi per unit area, butir padi kecil, tapi relatif mengandung protein yang tinggi. Namun menurut Brady dan Weil (2002), Tanaman yang kekurangan nitrogen, kandungan proteinnya rendah sedangkan
11 kandungan gulanya tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah nitrogen yang dibutuhkan untuk digabungkan dengan semua rantai karbon dari gula tidak mencukupi untuk pembentukan protein. Selain itu, juga terjadi pengurangan suplai karbohidrat ke dalam butir padi selama tahap pengisian butir padi berlangsung. Karakteristik Fosfor dalam Tanah Sawah dan Padi Sawah Secara umum, kulit bumi mengandung 0,1% P atau setara 2 ton P ha¯1 dalam bentuk apatit, terutama Fluoroapatit yang terdapat di dalam batuan beku dan bahan induk tanah. Macam-macam bentuk fosfat dalam tanah kering yaitu : fosfat dalam larutan tanah, fosfat dalam bentuk labil, dan fosfat pada fraksi nonlabil. Fosfat yang berada di larutan tanah merupakan bentuk fosfat yang dapat tersedia bagi tanaman. Bentuk yang kedua yaitu fosfat yang terikat pada permukaan pertikel koloid sehingga dapat dengan cepat terjadi keseimbangan dengan fosfat yang ada di larutan tanah. Bentuk ini disebut fosfat labil. Bentuk fosfat yang ketiga yaitu fosfat yang tidak dapat dilarutkan. Fosfat dalam bentuk seperti ini dapat terlepas dengan sangat lambat ke dalam kelompok labil (Mengel dan Kirby, 1982). Pada tanah masam (pH 4-5,5), anion monovalen H2PO4¯ lebih dominan, sedangkan pada tanah alkalin dengan pH 8-11 yang mendominasi yaitu anion divalen HPO42¯. Dari kedua anion tersebut, ion H2PO4¯ sedikit lebih tersedia bagi tanaman. Namun efek pH terhadap reaksi fosfor dengan unsur tanah lainnya lebih penting daripada fakta terkait ketersediaan anion fosfor pada pH tersebut (Brady dan Weil, 2002). Penggenangan umumnya dapat meningkatkan konsentrasi fosfat terlarut dan P-tersedia (Patrick et al dalam Neue dan Bloom, 1989). Saat tanah sawah tergenang, reduksi Fe3+ dapat melepaskan P terjerap (De Datta, 1986 dalam Neue dan Bloom, 1989). Fosfor tidak langsung terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi dalam tanah tergenang, tetapi terjadi pengaktifan kembali fosfor yang bereaksi dengan besi, kalsium dan magnesium akibat sejumlah unsur redoks yang dipengaruhi oleh penggenangan tanah (Patrick dan Reddy, 1978). Peningkatan pH akibat penggenangan juga dapat melarutkan P dari liat dan alumunium oksida, namun diketahui efeknya kecil dalam tanah sawah (Sah dan Mikkelsen, 1986 dalam Neue dan Bloom, 1989). Penggenangan tanah dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman. Sifat kimia fosfat dalam tanah tergenang berkaitan dengan sifat kimia besi dan kondisi tergenang dapat meningkatkan kelarutan besi serta kelarutan fosfor di dalam tanah (Patrick dan Reddy, 1978).
12 Aspek penting dari sifat kimia fosfor pada tanah tergenang yaitu lebih banyak fosfor yang dilepas dari tanah ke larutan tanah dalam kondisi tergenang daripada dalam kondisi teroksidasi, jika kandungan fosfor dalam larutan tanah tersebut rendah (Patrick dan Khalid, 1974 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Tanaman mengambil P terutama dari hasil difusi P ke akar tanaman. Tingkat difusi P merupakan fungsi dari konsentrasi P dalam larutan tanah dan kadar air (Neue dan Bloom, 1989). Efek yang sangat penting dari pengambilan air dalam penyerapan P oleh tanaman adalah peningkatan difusinya, bukan dari peningkatan konsentrasi larutannya. Karena difusi sangat penting, titik kritis konsentrasi dalam larutan mungkin bervariasi di dalam tanah (Turner dan William, 1976 dalam Neue dan Bloom, 1989). De Datta (1986) dalam Neue dan Bloom (1989) menyatakan minimum konsentrasi P yang dibutuhkan untuk produksi maksimum padi yaitu 0,1 ppm P. Penelitian yang dilakukan oleh Sui dan Thompson (2000) dalam Brady dan Weil (2002), menunjukkan bahwa senyawa organik yang ditambahkan melalui bahan organik dapat membentuk khelat dengan beberapa kation pengikat P seperti Fe3+. Dengan demikian, menyebabkan fosfor terlepas ke dalam larutan tanah. Tingginya jumlah P dalam larutan tanah dapat menguntungkan bagi tanaman, apabila tanaman dengan cepat menyerapnya melalui akar. Fosfor merupakan komponen esensial dari senyawa organik adenosin trifosfat (ATP) yang dikenal dengan ”pengedar energi” bagi kehidupan sel. Senyawa ATP yang terbentuk melalui proses respirasi dan fotosintesis ini, merupakan kelompok fosfat yang memiliki energi tinggi untuk mengarahkan hampir semua kebutuhan energi dalam proses biokimia. Contohnya dalam penyerapan nutrisi dan peredarannya di dalam tubuh tanaman kemudian mengasimilasikannya ke dalam biomolekul yang berbeda. Proses tersebut membutuhkan energi yang berasal dari ATP (Brady dan Weil, 2002). Fosfor merupakan komponen esensial dari DNA dan RNA, yang secara langsung menyusun protein pada tumbuhan maupun hewan. Untuk hampir semua spesies tanaman, total kandungan fosfat pada jaringan tanaman yang sehat jumlahnya tidak banyak, biasanya hanya terdiri dari 0,2-0,4% dari bobot kering tanaman (Brady dan Weil, 2002). Fosfat ditemukan sebagai bagian dari asam nukleat, phytin, dan fosfolipid. Pemberian P yang cukup penting dilakukan pada saat tanaman masih muda untuk meletakkan primordia dari bagian-bagian reproduktif. Fosfat juga mempercepat masaknya buah terutama bagi tanaman serealia. Kekurangan fosfat dapat mengurangi pertumbuhan tanaman. Fosfat penting bagi pertumbuhan biji dan
13 banyak dijumpai di dalam buah dan biji. Beberapa peranan fosfat yang penting yaitu dalam menyediakan energi untuk proses fotosintesa, perubahan karbohidrat dan senyawa yang berhubungan, glikolisis, metabolisme: asam amino, lemak, dan sulfur. Selain itu penting dalam oksidasi biologis dan sejumlah reaksi fisiologis. Dengan demikian, fosfor penting dalam proses transfer energi yang sangat vital dalam pertumbuhan tanaman (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003). Kecukupan akan kebutuhan nutrisi fosfat dapat meningkatkan banyak aspek dari fisiologi tanaman, termasuk proses penting dalam fotosintesis, fiksasi nitrogen, pembungaan, pembuahan (termasuk produksi biji), dan proses pematangan. Pertumbuhan akar, terutama akar lateral dan rambut akar didorong oleh fosfor. Fosfor dibutuhkan pada jaringan maristem dalam jumlah yang besar, dimana sel pada jaringan tersebut terus mengalami pembelahan dan pelebaran hingga batas tertentu. Pada tanaman biji-bijian, nutrisi fosfor yang cukup dapat memperkuat struktur jaringan seperti yang ditemukan dalam jerami dan batang sehingga membantu mencegah tanaman rebah. Keuntungan lainnya yaitu meningkatkan kualitas tanaman, terutama daun-daunan dan sayuran (Brady dan Weil, 2002). Secara umum, gejala defisiensi fosfor pada padi dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut : tanaman kerdil, kurus, batang mengecil, daun menyempit, pendek, tegak, berwarna gelap, serta pertumbuhan melambat. Jumlah daun, malai, dan gabah per malai menjadi berkurang (Fairhurst et al, 2007). Karena fosfor sangat mobil dalam jaringan tanaman, maka ketika suplai fosfor ke tanaman rendah, untuk memenuhi pertumbuhan tanaman, fosfor akan dipindahkan dari daun tua ke daun yang muda. Sehingga gejala defisiensi hara dapat dilihat dari daun-daun tuanya (Brady dan Weil, 2002). Bila padi yang digunakan cenderung memproduksi antosianin, maka pada daun akan muncul warna merah atau ungu. Bila dfisiesi N dan P terjadi bersamaan, warna daun menjadi hijau pucat. Sulit untuk mengenali gejala defisiensi P pada tingkat defisiesi yang sedang. Defisiensi P seringkali serupa dengan gejala keracunan Fe pada pH rendah, kekurangan Zn, kekurangan Fe, dan kadar garam (Fairhurst et al, 2007). Dampak lainnya dari kekurangan fosfor yaitu : pematangan tanaman menjadi terlambat, pertumbuhan bunga menjadi jarang, dan kualitas biji menjadi menurun (Brady dan Weil, 2002). Tidak semua fosfor yang terkandung dalam pupuk dapat segera larut dan tersedia untuk tanaman, persentase berat fosfor dalam pupuk harus diketahui pula oleh pengguna pupuk tersebut sehingga dapat diketahui berapa persen fosfor yang tersedia. Fosfat dalam pupuk bisa larut dan juga bisa tidak larut dalam air. fosfat
14 yang tidak larut dalam air, mungkin terlarut dalam asam-asam cair, seperti asam citric. Fosfat pada pupuk, baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam asam citric, diduga tetap dapat tersedia bagi tanaman (Ahn, 1993). Karakteristik Kalium dalam Tanah Sawah dan Padi Sawah Sumber kalium dari alam yang utama yaitu berasal dari mineral-mineral yang mengandung kalium, seperti kalium feldspar yang termasuk batuan beku, serta mika hitam (biotit) dan mika putih (serikit, muskovit). Kalium pada mineralmineral tersebut dilepaskan melalui proses pelapukan secara kimiawi. Pada pelapukan tersebut, kalium dibebaskan sebagai ion K+. Ion K+ tersebut dapat mengalami : diserap oleh tanaman dan organisme tanah, hilang karena drainae air, dipegang pada komplek pertukaran kation koloid tanah, atau berubah menjadi bentuk yang ketersediaannya rendah (Ahn, 1993). Tanah–tanah di daerah tropik basah seperti Indonesia umumnya mempunyai kandungan K sangat rendah. Tanah-tanah yang terbentuk dari mineral mafik biasanya mengandung K lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang terbentuk dari mineral felsik. Kalium tanah berasal dari dekomposisi mineral primer yang mengandung K seperti K-feldspar, muskovit, biotit, dan flogopit. Ketersediaan K dari mineral primer ini kecil dan urutan ketersediaannya adalah biotit>muskovit>feldspar. Kalium juga terdapat dalam mineral-mineral liat seperti ilit, khlorit vermikulit dan mineral-mineral intersetified (seperti vermikulit-khlorit, montmorilonit-khlorit, dll) (Leiwakabessy et al, 2003). Termasuk K-tersedia yaitu kation K yang dipegang oleh koloid tanah, dilarutan tanah, dan kalium terlarut. Pengukuran K-tersedia di dalam tanah biasanya diukur oleh kalium dapat dipertukarkan (K-dd) (Ahn, 1993); K segera tersedia yaitu K yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah dan K yang larut dalam air (Brady dan Weil, 2002). Kalium tidak tersedia yaitu kalium yang berada dalam bentuk organik atau senyawa inorganik yang tidak larut. Kalium tersebut tidak tersedia hingga bahan organik dimineralisasi atau hingga bentuk inorganik mengalami pelapukan. Kalium lambat tersedia adalah kalium yang berada di antara kalium tersedia dan kalium tidak tersedia. Termasuk di dalamnya yaitu kalium yang terdapat pada liat 2:1, terutama illit. Perbedaan antara kalium tersedia, lambat tersedia, dan tidak tersedia, tidaklah kaku dan terdapat kecenderungan untuk kalium berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lainnya hingga mencapai titik keseimbangan. Bila tanaman mengambil dengan cepat kalium tersedia, ada kecenderungan kalium untuk bergerak dari bentuk lambat tersedia menjadi tersedia serta kalium tidak tersedia menjadi lambat tersedia
15 sehingga dapat memulihkan keseimbangan. Hanya 1-2% dari total kaliumtersedia, baik K-dd maupun K dalam larutan yang mungkin segera tersedia bagi tanaman (Ahn, 1993). Dalam tanah tergenang, hasil reduksi Fe3+ dan Mn4+ menjadi Fe2+ dan Mn2+ pada kompleks pertukaran ion dapat meningkatkan konsentrasi Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+ di dalam larutan tanah (De Datta, 1981 dalam Neue dan Bloom, 1989). Konsentrasi kation yang meningkat tersebut, juga dapat meningkatkan difusi kation yang dapat dipertukarkan menuju akar (Ponnamperuma, 1972 dalam Neue dan Bloom, 1989). Faktor penting lain yang dapat meningkatkan difusi kation ke akar yaitu pengisian pori tanah dengan air. Peningkatan difusi sangat penting terutama untuk mempermudah penyerapan K+ bagi tanaman (Malavolta dalam Neue dan Bloom, 1989). Mineralogi liat dapat juga menjadi faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan respon kalium melalui pupuk. Vermikulit merupakan salah satu mineral liat tipe 2:1 mengikat K+ di antar lapisannya, dan banyak terjadi di tanahtanah dataran rendah daerah tropis (Neue dan Bloom, 1989). Kehilangan kalium dalam tanah dapat terjadi karena diserap oleh tanaman, pencucian oleh air drainase, dan erosi tanah dan aliran permukaan (Brady dan Weil, 2002). Sebagai komponen larutan sitoplasma, kalium memainkan peranan penting dalam menurunkan potensial cairan osmotik sel. Contohnya, kalium berperan dalam mengatur keluar masuknya air pada sel stomata daun dan meningkatkan kemampuan sel akar untuk menyerap air dari tanah. Fungsi khusus kalium yaitu membantu tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya. Kebaikan nutrisi kalium berhubungan dengan meningkatnya kemampuan tanaman untuk toleran terhadap kekeringan, lebih resisten terhadap beberapa penyakit yang berasal dari fungi, dan lebih toleran terhadap hama serangga. Kalium diketahui mampu mengaktifkan lebih dari 80 enzim yang berbeda dan bertanggung jawab dalam proses metabolisme energi, pembentukan pati, mereduksi nitrat, fotosintesis, dan perombakan gula (Brady dan Weil, 2002). Secara fisiologis, unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat seperti pembentukan, pemecahan dan translokasi pati. Selain itu, juga berfungsi dalam metabolisme nitrogen, sintesis protein, pengaturan pemanfaatan berbagai unsur hara utama, netralisasi asam-asam organik penting, aktivasi bebagai enzim, percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem, dan pengaturan buka-tutup stomata dan hal-hal yang terkait penggunaan air (Leiwakabessy et al, 2003); Kalium penting untuk fotosintesis, fiksasi nitrogen pada tanaman legum,
16 dan translokasi gula (Brady dan Weil, 2002); Tanaman yang membentuk dan menyimpan pati dalam jumlah besar, relatif membutuhkan kalium dalam jumlah yang banyak. Kalium banyak diserap terutama pada titik tumbuh, buah, dan juga biji tanaman (Ahn, 1993). Gejala defisiensi kalium pada padi dapat dikenali dari gejala nekrosis pada daunnya yaitu dengan munculnya bercak kuning kecoklatan pada daun. Bercak muncul mulai dari ujung daun dan menjalar ke sepanjang tepi daun dan kemudian hingga ke dasar daun pada daun tua. Daun yang berada di atas menjadi pendek, merebah, dan berwarna hijau tua kotor. Jika defisiensi tidak segera di ditanggulangi, maka daun akan mengalami nekrosis hebat kemudian mati. Bila tingkat defisiensi K relatif tinggi, muncul bercak coklat karat pada ujung daun tua dan meluas hingga keseluruh permukaan daun berwarna coklat dan mengering (Fairhurst et al, 2007).
17
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan sawah di Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Analisis hara tanah dan pengukuran kadar air gabah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan tanah, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 hingga Mei 2009. Bahan dan Alat Selama proses pengerjaan penelitian, baik dalam proses budidaya maupun analisis tanah di laboratorium, dibutuhkan bahan-bahan sebagai berikut : Benih padi varietas Ciherang, pupuk standar (Urea, SP-18, dan KCl), pupuk Nutrimars (Nutrimars Granule dan Nutrimars Crystal), pestisida (Virtako, Baycarb, Matador, Dhitane, dan Molluscisida), dan bahan-bahan kimia metode Bray 1. Untuk alat-alat yang digunakan dalam proses budidaya di lahan penelitian dan analisis tanah dan tanaman di laboratorium terdiri dari : Lahan percobaan sebanyak 21 petak sawah dengan luas masing-masing petak 25 m2 yang telah dilengkapi saluran irigasi dan drainase (Lampiran 2), cangkul, garpu, sprayer, sabit, plat nama, ajir, papan perontok padi, terpal, karung, mistar, alat tulis, timbangan 15 kg, timbangan digital, oven 60oC, oven 101oC, gelas ukur, pipet, botol larutan tanah, kertas saring, labuh didih kjeldahl, Spektrofotometer, Flamefotometer, bor belgi dan plastik pembungkus tanah. Metode Penelitian 1. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan yang terdiri dari : kontrol, standar, N1, N2, N3, N4, dan N5 (Tabel 1) ; dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model linear aditif secara umum dari rancangan satu faktor dengan rancangan acak kelompok yaitu : Үij = µ + τi + βj + εij Dimana :
Үij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
18 Tabel 1 Dosis Perlakuan Pupuk Per Hektar Perlakuan
Urea SP-18 KCl N Granul N Kristal ................................ (kg/ha).............................. Kontrol 0 0 0 0 0 Standar 250 400 150 0 0 Nutrimars ½ Dosis anjuran (N1) 0 0 0 75,0 5,0 Nutrimars ¾ Dosis anjuran (N2) 0 0 0 112,5 7,5 Nutrimars 1 Dosis anjuran (N3) 0 0 0 150,0 10,0 Nutrimars 1 ¼ Dosis anjuran (N4) 0 0 0 187,5 12,5 Nutrimars 1 ½ Dosis anjuran (N5) 0 0 0 225,0 15,0 Variabel yang diamati adalah jumlah anakan (maksikum dan produktif), tinggi tanaman, bobot gabah kering panen (GKP). bobot gabah kering giling (GKG), bobot kering gabah bernas dan bobot kering gabah hampa. 2. Pengolahan Tanah Tahap pertama yang dilakukan yaitu pembajakan tanah sawah untuk membalik tanah dan memutus akar padi maupun gulma yang tumbuh pada budidaya sebelumnya. Selanjutnya tanah direndam selama dua minggu agar mudah untuk dilumpurkan. Kemudian tanah dilumpurkan dengan dibajak dan digaru. Pembuatan petak percobaan berukuran 5 m × 5 m sebanyak 21 petakan dilaksanakan setelah tanah dilumpurkan. Petakan dilengkapi dengan saluran irigasi dan drainase satu arah yang mampu menghindari masuknya air dari petak percobaan yang satu ke petak percobaan lainnya (Lampiran 3). Padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm × 25 cm. 3. Pemupukan Setelah petakan selesai dibuat dan sebelum bibit padi pindah tanam, dilakukan pemupukan pertama pada petak perlakuan yang telah ditentukan berdasarkan perlakuan dosis yang telah ditetapkan seperti tertera pada Tabel 1. Pemupukan pertama dilakukan pada awal tanam (0 HST) di masingmasing satuan percobaan sebanyak 1/3 bagian dosis pupuk urea, 1/3 bagian dosis pupuk Nutrimars, 1 bagian dosis pupuk SP-18, dan ½ bagian dosis pupuk KCl. Pemupukan kedua pada 21 HST sebanyak 1/3 bagian dosis pupuk urea dan 1/3 bagian dosis pupuk Nutrimars. Pemupukan ketiga pada 35 HST sebanyak 1/3 bagian dosis pupuk urea, 1/3 bagian dosis pupuk Nutrimars dan ½ bagian dosis pupuk KCl. Waktu pemberian pupuk dapa dilihat pada Tabel 2. Dosis pupuk standar per petak percobaan dengan ukuran 25 m2 untuk urea (625 g/petak), SP-18 (1000 g/petak), dan KCl (375 g/petak). Sedangkan satu dosis
19 anjuran untuk pupuk Nutrimars per petaknya yaitu : 375 g/petak untuk Nutrimars Granule dan 25 g/petak untuk Nutrimars Crystal. Tabel 2 Waktu Pemberian Pupuk Perlakuan Standar Urea SP-18 KCl Nutrimars Nutrimars ½ Dosis anjuran (N1) Nutrimars ¾ Dosis anjuran (N2) Nutrimars 1 Dosis anjuran (N3) Nutrimars 1 ¼ Dosis anjuran (N4) Nutrimars 1 ½ Dosis anjuran (N5)
Waktu (HST) 0, 21, 35 0 0, 35 0, 21, 35 0, 21, 35 0, 21, 35 0, 21, 35 0, 21, 35
4. Pemeliharaan Tanaman Setelah persiapan dan pemupukan awal selesai, dilakukan penanaman bibit padi yang telah berumur 19 hari ke setiap petakan. Padi ditanam mengikuti alur caplak, masing-masing titik tanam ditanami dua bibit. Dilakukan penyulaman bila terdapat tanaman yang mati pada petak percobaan. Penyulaman dilakukan dengan menanam bibit padi yang baru dengan umur yang sama. Pengendalian gulma pada petak percobaan dilakukan secara mekanik, yaitu dengan mencabut tanaman secara manual dengan tangan. Pembasmian gulma dilakukan agar padi tidak mengalami gangguan dalam proses penyerapan hara akibat bersaing dengan gulma. Hama dan penyakit yang menyerang padi dibasmi dengan menggunakan pestisida dengan cara disemprot. 5. Panen Panen padi dilakukan setelah tanaman berumur 132 hari. Padi dirontokkan dengan papan perontok secara manual dengan memukul tanaman ke papan perontok tersebut. Gabah yang dirontokkan pasca panen ini dinamakan gabah kering panen (GKP). Bobot GKP tiap unit percobaan langsung ditimbang di lapangan. Setelah itu, gabah dikeringkan dengan cara dijemur selama dua hari di rumah kaca untuk mendapat data bobot gabah kering giling (GKG). Untuk mengetahui jumlah bobot kering gabah bernas dan bobot kering gabah hampa, pada masing-masing perlakuan diambil 150 g GKG kemudian dipisahkan antara gabah yang bernas dengan gabah yang hampa secara manual dengan menggunakan tangan.
20 6. Pengambilan Sampel Tanah Pengambilan sampel tanah komposit pasca panen diambil pada ke dalaman 0-20 cm, tiap petak diambil 4 titik secara diagonal. Sampel tanah di bungkus dengan menggunakan plastik bening. Sampel tanah kemudian dibawa ke laboratorium untuk dikering-udarakan sebelum diekstrak dengan larutan kimia. Selain itu, pengukuran kadar air juga dilakukan untuk mengetahui kadar air pada sampel tanah yang akan dianalisis. Penetapan kadar air tanah dilakukan dengan menghitung selisih bobot tanah sebelum dan sesudah di oven dengan suhu 101oC. Pengolahan Data Data hasil pengukuran variabel yang diperoleh selanjutnya disidik ragam. Pada perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap variabel selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan pada taraf 5%.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Tanah yang Digunakan Sifat-saifat tanah sawah di Desa Cihideung Udik yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki tingkat kesuburan yang rendah (Tabel 3) dengan tanah bertekstur liat berdebu. Berdasarkan kriteria penilaian (PPT, 1983 dalam Hardjowigeno et al, 2001) (Lampiran 4), tanah tersebut tergolong masam dengan kadar C-organik yang tergolong sangat rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tergolong rendah dengan kejenuhan basa (KB) tergolong rendah pula. Terlihat kandungan N-total dan K-dd tergolong rendah dan P-tersedia tergolong sangat rendah. Tabel 3 Sifat-sifat Tanah Sawah Desa Cihideung Udik Sebelum Percobaan Sifat Tanah pH H2O pH KCl C-org (%) N-Total (%) P (ppm) KTK (me/100g) K (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) Na (me/100g) KB (%) Al H Fe Tekstur (%) Pasir Debu Liat
Metode ekstraksi
W&B Kjeldahl Bray I N NH4OAc pH 7
N KCl 0.05 N HCl
Nilai 5,00 3,90 0,97 0,11 3,23 16,05 0,27 4,15 0,18 0,65 32,75 0,17 0,17 16,91
Hasil penilaian Masam Sangat Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Sedang Rendah Liat Berdebu
10,26 45,56 44,18
Dengan sifat tanah seperti dikemukakan di atas, maka tanah tersebut tergolong kurang subur dilihat dari kandungan unsur makro, C-organik, KTK, dan KB yang berstatus rendah. Faktor-faktor tanah tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman bila keadaannya tidak mendukung untuk memenuhi kebutuhan hara dan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, pemupukan pada kegiatan budidaya padi menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman sehingga dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
22 Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap NO3¯, NH4+, serta P dan K Tersedia Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 5), perlakuan Nutrimars tidak berpengaruh nyata terhadap kadar nitrat (NO3¯) dan amonium (NH4+) di dalam tanah. Pada perlakuan Nutrimars, distribusi jumlah NH4+ antar perlakuan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah dosis yang diberikan hingga batas tertentu. Peningkatan terjadi dari N1 hingga N4 dan kemudian kembali mengalami sedikit penurunan pada N5 (Lampiran 6). Antara N3 dan N4 memiliki jumlah NH4+ yang relatif sama, sedangkan antara N4 dan N5 memiliki selisih yang sangat kecil. Jumlah NH4+ pada perlakuan kontrol, lebih tinggi dibandingkan N1, namun lebih rendah dibandingkan dengan N2, N3, N4, N5 dan standar. Dibandingkan dengan perlakuan standar, N3, N4, N5 memiliki jumlah NH4+ lebih besar dari perlakuan standar. Walaupun terdapat selisih jumlah, namun selisihnya relatif kecil antar perlakuan (Tabel 4). Tabel 4 Pengaruh Pemberian Pupuk Nutrimars terhadap Kadar N-NO3¯ dan N-NH4+, P & K tersedia tanah Pasca Panen Perlakuan Kontrol Standar N1 (1/2) N2 (3/4) N3 (1) N4 (1.25) N5 (1.5)
N-NO3 N-NH4 P-Tersedia -----------------------(ppm) ----------------------101,67 8,53 5,28 101,60 9,24 5,53 100,92 7,10 5,78 101,21 8,55 5,81 112,57 9,94 5,53 105,47 9,94 6,16 98,76 9,92 5,76
K-Tersedia (me/100g) 0,09 0,10 0,10 0,08 0,11 0,12 0,09
Jumlah NO3¯ dalam tanah pasca panen meningkat mulai dari N1 hingga N3, kemudian berangsur menurun pada N4 dan N5. Peningkatan NO3¯ secara drastis terjadi dari N2 ke N3 (Lampiran 7). Perlakuan N3 memiliki jumlah NO3¯ yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan Nutrimars lainnya maupun dengan perlakuan standar dan kontrol. Perlakuan kontrol memiliki jumlah NO3¯ yang lebih tinggi dari N1, N2, N5, dan standar. Untuk jumlah NO3¯ perlakuan standar, jumlahnya lebih besar dari N1, N2, dan N5. Walau demikian, selisihnya relatif sangat kecil. Walaupun N4 dan N5 memiliki dosis yang lebih tinggi (berarti jumlah amonium, nitrat dan bahan organiknya juga lebih tinggi) belum tentu memiliki jumlah NO3¯ yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dosis lainnya yang lebih rendah. Diduga ada kaitannya dengan perbedaaan laju mineralisasi bahan organik. Woodruff (1949) dalam Leiwakabessy et al (2003) mengemukakan hubungan antara perubahan N-tanah dengan waktu sebagai berikut : kecepatan
23 perubahan kandungan N di dalam tanah berbanding lurus dengan kecepatan penambahan N dan berbanding terbalik dengan kecepatan dekomposisi. Data menunjukkan, bahwa pasca panen kadar NO3¯ tanah lebih tinggi dibandingkan kadar NH4+, walaupun diketahui bentuk stabil N di dalam tanah tergenang yaitu berbentuk NH4+ sehingga seharusnya jumlah NH4+ jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah NO3¯ tanah. Hal ini ada kaitannya dengan pengeringan tanah yang dilakukan sebelum padi di panen. Amonium pada tanah tergenang, mengalami oksidasi pada keadaan tanah kering sehingga berubah menjadi NO3¯ (Brady dan Weil, 2002). Suplai nitrogen untuk padi sawah, diantaranya dapat berasal dari : residu nitrogen amonium dan nitrat di dalam tanah, nitrogen hasil mineralisasi bahan organik, fiksasi oleh mikroorganisme tanah, dan dari pupuk yang diberikan (Ismunadji dan Roechan, 1988). Pupuk Nutrimars yang diaplikasikan terdiri dari Nutrimars Granule yang mengandung N-total 1,95 % dan Nutrimars Crystal yang N-total sebebsar 0.023 %. Pupuk urea yang diaplikasikan pada unit percobaan perlakuan standar, mengandung N-total sebanyak 46%. Setelah diaplikasi ke dalam tanah, urea akan dihidrolisis oleh enzym urease yang dikeluarkan oleh mikroorganisme dan akan melepaskan nitrogen dalam bentuk amonium (NH4+). Pupuk Nutrimars tergolong ke dalam pupuk organik karena terbuat dari bahan baku yang dikembangkan dari materi-materi yang berasal dari tanaman, olahan pertanian, limbah organik yang ramah lingkungan maupun sampah organik (Anon., 2009). Kandungan C-organik dalam pupuk Nutrimars cukup tinggi. Kadar C-organik Nutrimars Granule dan Nutrimars Crystal berturut-turut 20,38% dan 22,16%. Nitrogen yang berasal dari bahan organik di dalam tanah atau dari pupuk organik tersebut akan mengalami proses mineralisasi oleh mikroorganisme. Bentuk nitrogen organik berupa kelompok amina (R-NH2), sebagian besar dalam bentuk protein atau sebagai bagian dari senyawa humik (Brady dan Weil, 2002). Kelompok amina tersebut dihidrolisis oleh mikroorganisme, dan nitrogen akan dilepaskan dalam bentuk NH4+. Bila masih dalam bentuk protein, terlebih dahulu dihidrolisis oleh mikroorganisme menjadi kelompok amina dan asam amino (Leiwakabessy et al, 2003). Menurut Leiwakabessy et al (2003), apabila bahan organik yang dihancurkan kaya akan N dibandingkan dengan kadar C, maka tidak ada N yang diimobilisasi. Bahan organik yang mempunyai C/N Rasio yang lebih kecil dari 20, maka N dari bahan organik akan cepat dilepaskan ke dalam tanah. Bahan organik pada pupuk Nutrimars, memiliki C/N rasio sebesar 10,45 pada Nutrimars Granule. Artinya terjadi mineralisasi bahan organik dari perlakuan pupuk Nutrimars,
24 sehingga N dapat cepat dilepaskan ke dalam tanah. Bahan organik yang terkandung di dalam pupuk Nutrimars, diduga sebagai salah satu penyebab jumlah NH4+ dan NO3¯ tanah pasca panen pada perlakuan Nutrimars lebih tinggi dari pada perlakuan standar dan kontrol. Diduga peningkatan jumlah NH4+ dan NO3¯ yang berasal dari mineralisasi bahan organik pada perlakuan Nutrimars tidak terjadi secara sempurna pada saat proses budidaya berlangsung, melainkan terjadi setelah tanaman dipanen dan tanah dikeringkan. Neue (1991) dalam Greenland (1997) menyatakan, ketika tanah sawah dikeringkan di akhir musim hujan, kemudian dibasahi kembali di awal musim hujan, maka terjadi oksidasi bahan organik secara cepat. Proses oksidasi dan reduksi tersebut berkontribusi terhadap kehilangan bahan organik di dalam tanah. Artinya, dalam keadaan tergenang dapat menghambat proses mineralisasi bahan organik, tetapi peralihan dari basah ke kering maupun sebaliknya dapat mempercepat proses oksidasi reduksi di dalam tanah sehingga dapat mempercepat proses mineralisasi pula. Nitrogen dari bahan organik dalam pupuk Nutrimars yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan N tanaman, ternyata tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pertumbuhan dan produksi padi akibat jumlahnya yang relatif sedikit walaupun dapat tersedia dengan cepat. Dalam keadaan tereduksi, ion NH4+ merupakan bentuk nitrogen yang stabil berada di dalam tanah sawah. Padi dapat menyerap NH4+ sebagai sumber nitrogennya. Menurut Brady dan Weil (2002), kehilangan NH4+ dari dalam tanah sawah selain akibat diserap oleh tanaman, juga disebabkan oleh adanya proses immobilisasi oleh mikroorganisme, kemungkinan diikat pada antar lapisan dari beberapa mineral liat tipe 2:1, berubah bentuk menjadi gas ammonia kemudian menghilang ke udara melalui proses volatilisasi, dan perubahan bentuk menjadi nitrat (NO3¯) akibat terjadinya proses oksidasi yang dibantu oleh bakteri nitrosomonas dan nitrobakter pada saat tanah dikeringkan. Setelah tanaman dipanen, terjadi penurunan jumlah kandungan amonium dan nitrat di dalam tanah. Kadar NH4+ tanah pasca panen pada perlakuan standar sebesar 9,24 ppm dan pada perlakuan Nutrimars berkisar antara 7,10 ppm-9,94 ppm. Kadar NO3¯ tanah pasca panen perlakuan standar sebesar 101,60 ppm dan pada perlakuan Nutrimars berkisar antara 98,76 ppm-112,57 ppm. Pada perlakuan standar, jumlah unsur-unsur yang diberikan relatif cukup, hal ini dapat dilihat dari produksi yang dihasilkan (lihat Tabel 7). Sedangkan tanaman pada perlakuan Nutrimars mengalami defisiensi hara. Hal ini terjadi, salah satunya karena jumlah N yang diberikan melalui pupuk Nutrimars ditambah
25 N yang terdapat di dalam tanah, jumlahnya lebih rendah dari yang dibutuhkan oleh tanaman. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Nutrimars tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah P-tersedia pasca panen. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah P-tersedia pada perlakuan Nutrimars relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol maupun dengan perlakuan standar. Terjadi fluktuasi jumlah P-tersedia dalam tanah pasca panen seiring dengan peningkatan dosis Nutrimars, namun peningkatan tersebut tidak membentuk pola yang beraturan (Lampiran 8). Kadar P-tersedia tertinggi pada perlakuan N4 sedangkan terendah pada N3. Kadar P-tersedia perlakuan kontrol relatif lebih kecil dari perlakuan standar. Dibandingkan dengan hasil analisis tanah sebelum diberi perlakuan (Tabel 3), kadar P-tersedia dalam tanah mengalami peningkatan pasca dilaksanakannya budidaya padi. Tanah sawah yang digunakan dalam kegiatan penelitian memiliki sifat tanah yang masam dengan pH 5. Menurut Brady dan Weil (2002) saat tanah belum digenangi, pada tanah masam (pH 4-5,5), anion yang lebih dominan yaitu anion monovalen H2PO4¯. Hampir semua fiksasi fosfor dalam tanah asam mungkin terjadi ketika ion-ion H2PO4¯ bereaksi atau terjerap oleh permukaan oksida tidak terlarut dari besi, aluminium, dan mangan, seperti gibsit dan geotit, dan juga dapat terjerap oleh liat silikat tipe 1:1. Menurut Ahn (1993), di tanah tropis oksida alumunium dan oksida besi relatif berlebihan dan bereaksi dengan fosfor sehingga membentuk ikatan Al-P dan Fe-P. Penggenangan tanah sawah dapat meningkatkan kadar P-tersedia dalam tanah (De Datta, 1981). Penggenangan umumnya dapat meningkatkan konsentrasi fosfat terlarut dan P-tersedia (Patrick et al dalam Neue dan Bloom, 1989). Saat tanah sawah tergenang, reduksi Fe3+ dapat melepaskan P terjerap (De Datta, 1986 dalam Neue dan Bloom, 1989). Fosfor tidak langsung terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi dalam tanah tergenang, tetapi terjadi pengaktifan kembali fosfor yang bereaksi dengan besi, kalsium dan magnesium akibat sejumlah unsur redoks yang dipengaruhi oleh penggenangan tanah (Patrick dan Reddy, 1978). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sui dan Thompson (2000) dalam Brady dan Weil (2002), diketahui bahwa senyawa organik yang ditambahkan melalui bahan organik dapat membentuk khelat dengan beberapa kation pengikat P seperti Fe3+ sehingga menyebabkan fosfor terlepas ke dalam larutan tanah. Menurut Meinofriadi (1988), penambahan bahan organik ke dalam tanah tergenang juga dapat meningkatkan P-tersedia (Bray 1) dapat dipertukarkan di dalam tanah. Dalam penelitian ini kadar P-tersedia pasca panen pada perlakuan
26 Nutrimars relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan standar yang tidak mengandung bahan organik. Peningkatan kadar P-tersedia pada semua perlakuan diduga terjadi akibat adanya penggenangan tanah dan peningkatan pH tanah. Penggenangan tanah dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan pH pada tanah masam sehingga dapat membebaskan sebagian Pterfiksasi. Peningkatan pH tanah pada tanah masam juga dapat meningkatkan mineralisasi P-organik (Anwar dan Sudadi, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meinofriadi (1988) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik ke dalam tanah tergenang dapat meningkatkan intensitas reduksi dengan mempercepat penurunan potensial redoks (Eh) dan peningkatan pH. Makin tinggi kandungan bahan organik tanahnya, makin besar intensitas reduksinya sehingga makin rendah nilai Eh-nya. Menurut Ponnamperuma (1985) dalam Greenland (1997), besarnya nilai Eh berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah. Nilai Eh yang rendah, meningkatkan ketersediaan P. K, Fe, Mn, dan Si tetapi mengurangi S dan Zn. Baik perlakuan Nutrimars maupun perlakuan pupuk standar, tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah K-tersedia dalam tanah pasca tanaman dipanen (Lampiran 5). Lampiran 9 menunjukkan kadar K-tersedia di dalam tanah pasca panen. Pada perlakuan Nutrimars, terlihat fluktuasi K-tersedia seiring dengan peningkatan dosis yang diberikan. Pada perlakuan Nutrimars, K-tersedia pasca panen dalam tanah tertinggi pada N4 dan terendah pada N2. Dibandingkan dengan perlakuan kontrol, K-tersedia perlakuan Nutrimars relatif lebih tinggi, kecuali pada N2 dibandingkan kontrol. Dibanding dengan perlakuan standar, hanya N3 dan N4 yang mempunyai K-tersedianya lebih tinggi, sedangkan N2 dan N5 relatif lebih rendah dan N1 relatif sama. Jumlah K-tersedia perlakuan standar relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Walaupun demikian, selisih jumlah antar perlakuan relatif sangat kecil. Menurut Ahn (1993), kalium tidak tersedia selain terdapat pada mineral terlapuk, terdapat pula dalam fraksi organik tanah. Cadangan ini dilepas bersama dengan nutrisi lainnya sebagai fraksi organik yang dimineralisasi. Selain kalium organik dalam humus tanah yang menjadi cadangan utama di dalam tanah, bahan organik yang diberikan melalui pemupukan juga dapat menjadi cadangan kalium di dalam tanah. Diduga, terhambatnya proses mineralisasi bahan organik pada perlakuan Nutrimars terjadi akibat kondisi lingkungan tanah yang tergenang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Anwar dan Sudadi (2007) yang menyatakan bahwa pada tanah yang digenangi, dekomposisi bahan organik berjalan lebih lambat.
27 Terhambatnya mineralisasi pada saat tergenang dan normal kembali setelah tanah dikeringkan, diduga menjadi penyebab jumlah K-tersedia pasca panen pada perlakuan Nutrimars relatif lebih tinggi dari perlakuan standar dan kontrol. Analisis tanah pasca panen menunjukkan bahwa kadar hara K-tersedia tergolong sangat rendah sampai rendah, jumlahnya berkisar antara 0,08-0,12 me/100g, lebih rendah dibandingkan kadar hara sebelum penanaman yaitu sebesar 0,27 me/1080g. Penurunan jumlah K disebabkan tingginya penyerapan K oleh tanaman dan tanpa diiringi dengan penambahan jumlah K yang memadai bagi kebutuhan tanaman. Hal ini terlihat terutama pada perlakuan Nutrimars. Jumlah NO3¯, NH4+, serta P dan K tersedia tanah pasca panen yang rendah menunjukkan rendahnya residu pupuk Nutrimars dan pupuk anorganik standar di dalam tanah. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), sebagian hara yang diberikan melalui pupuk akan tertinggal di dalam tanah. Jumlahnya tergantung pada jumlah pupuk yang diberikan, hasil tanaman, cara pemberian, dan pengaruh tanah. Rata-rata tanaman akan megangkut setengah sampai sepertiga N dan K, dan kurang dari ¼ P. Sisanya akan tertinggal di dalam tanah sebagai residu dan ada pula yang hilang akibat drainase dan fiksasi tanah. Diduga penyebab rendahnya residu pupuk adalah jumlah hara yang diberikan melalui pupuk Nutrimars lebih rendah dibandingkan jumlah hara yang dibutuhkan oleh padi. Jumlah hara yang diberikan melalui pupuk anorganik standar diduga relatif seimbang dengan jumlah hara yang dibutuhkan oleh padi, sehingga residu pupuk anoganik standar di dalam tanah juga rendah. Residu pupuk dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman yang ditanam kemudian, terutama bila jumlah residunya besar. Residu pupuk akan dapat diserap oleh tanaman bila dalam keadaan tersedia, baik di dalam larutan tanah maupun di kompleks pertukaran koloid tanah. Pada penelitian ini, residu pupuk Nutrimars jumlahnya rendah sehingga sedikit jumlah hara dari pupuk tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman yang akan ditanam berikutnya. Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 1. Jumlah Anakan Padi Tabel 5 menyajikan hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan padi. Pengaruh nyata perlakuan terhadap jumlah anakan mulai muncul pada 6 MST (Lampiran 10). Berdasarkan data umur 8 MST (anakan maksimum), Nutrimars tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara N1, N2, N3, N4, dan N5 meskipun dosis yang diberikan berbeda-beda. Jumlah anakan pada N3 dan N4 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah anakan perlakuan kontrol. Jumlah
28 anakan pada perlakuan N3 dan N4 tidak berbeda nyata dengan jumlah anakan perlakuan standar. Jumlah anakan perlakuan standar nyata lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah anakan perlakuan kontrol. Tabel 5 Pengaruh Pemberian Pupuk Nutrimars terhadap Jumlah Anakan Padi Sawah Varietas Ciherang Perlakuan Jumlah anakan Kontrol Standar N1 (1/2) N2 (3/4) N3 (1) N4 (1.25) N5 (1.5)
Umur (MST) 3 7 8 9 11 AP -------------------- (batang/rumpun) -------------------3 13b 30c 13b 7b 6b a a a a 37 25 13 11 a 4 26 3 14b 33bc 14b 7b 6b b bc b b 33 16 8 7b 3 16 b ab b b 3 17 35 16 8 7b 34ab 14b 7b 6b 3 17b b bc b b 3 15 32 14 7 6b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%.
Jumlah anakan maksimum tertinggi pada perlakuan Nutrimars terlihat pada N3, sedangkan terendah pada N5. Anakan maksimum perlakuan Nutrimars lebih sedikit dibandingkan perlakuan standar, dengan selisih relatif kecil yaitu 2-7 batang (Lampiran 11). Jumlah anakan produktif yang tertinggi ditemukan pada perlakuan standar yaitu sebesar 11 batang. Anakan produktif perlakuan standar berbeda nyata dengan perlakuan Nutrimars dan perlakuan kontrol. Namun, jumlah anakan perlakuan Nutrimars tidak berbeda nyata dengan jumlah anakan perlakuan kontrol. Berdasarkan data dari BBPADI (2007) potensi jumlah anakan produktif padi varietas Ciherang yaitu 14-17 batang, sedangkan jumlah anakan pada perlakuan Nutrimars yang tertinggi hanya mencapai 7 batang. Jumlah anakan produktif antara perlakuan Nutrimars dengan perlakuan kontrol relatif sama. Data ini menunjukkan, perlakuan Nutrimars tidak berpengaruh besarpada padi. Perbandingan anakan produktif antara perlakuan pupuk Nutrimars dengan standar menunjukkan selisih yang cukup besar (Lampiran 12). Anakan produktif perlakuan Nutrimars jauh lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan standar. Jumlah anakan yang mati pada perlakuan Nutrimars jauh lebih besar daripada perlakuan standar. Hal ini menunjukkan tanaman tak terpenuhi kebutuhan haranya melalui pupuk Nutrimars. Translokasi unsur hara yang mobil di dalam tanaman, seperti N, P, dan K dari daun tua ke daun muda terbilang cukup besar pada perlakuan Nutrimars. Hal ini terlihat dari banyaknya daun tua yang mati dan menyebabkan jumlah anakan
29 produktif yang relatif rendah. Menurut Brady dan Weil (2002), nitrogen sangat mobil di dalam jaringan tanaman ketika kebutuhan nitrogen tidak mencukupi, nitrogen akan di transfer ke daun muda dari daun tua, sehingga menyebabkan daun tua terlihat klorosis berat dan kemudian mati. Begitu pula pada unsur P dan K. Gejala defisiensi P dan K tersebut dapat dilihat pada daun tua. Gejala defisiensi P yang muncul yaitu tanaman lebih kerdil dari perlakuan standar, kurus, batang mengecil, daun menyempit, pendek, tegak, serta pertumbuhan melambat. Jumlah daun, malai, dan gabah per malai menjadi berkurang. Gejala defisiensi K yang muncul yaitu daun mengalami klorosis mulai dari ujung dan tepi daun dan selanjutnya akan mengalami nekrosis. Peristiwa tersebut selain terjadi pada perlakuan kontrol dan Nutrimars sehingga perbedaan jumlah anakan produktifnya tidak nyata, namun nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan standar. 2. Tinggi Tanaman Tabel 6 menyajikan hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap tinggi padi dari umur 3 MST sampai 11 MST. Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman mulai muncul pada 4 MST (Lampiran 13). Pada Umur 11 MST, pengaruh dosis Nutrimars (N1, N2, N3, N4, dan N5) tidak berbeda nyata. Peningkatan dosis Nutrimars tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman tertinggi ditemukan pada perlakuan N4 dan terendah pada N1. Tinggi tanaman terus meningkat dengan meningkatnya umur padi sampai relatif tetap pada umur 11 MST (Lampiran 14). Tinggi tanaman perlakuan Nutrimars tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, namun nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan standar. Tinggi tanaman perlakuan kontrol nyata lebih rendah dibanding tinggi tanaman perlakuan standar. Tabel 6 Pengaruh Pemberian Pupuk Nutrimars terhadap Tinggi Padi Sawah Varietas Ciherang Perlakuan Tinggi Kontrol Standar N1 (1/2) N2 (3/4) N3 (1) N4 (1.25) N5 (1.5)
Umur (MST) 3 7 8 9 11 ------------------------------------ (cm) -----------------------------------26,93 54,23c 57,83c 60,20b 70,93b a a a 30,17 70,93 75,87 81,17 87,27a 27,27 55,20bc 58,23bc 60,40b 69,73b bc bc b 27,87 56,77 59,97 62,30 72,77b b b b 29,20 60,90 64,17 65,87 74,67b bc bc b 28,27 59,63 59,70 63,43 75,47b bc bc b 27,87 56,40 60,43 63,00 71,70b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%.
30 Warna daun padi pada perlakuan pupuk Nutrimars berwarna hijau kekuningan, berbeda dengan daun padi, perlakuan standar yang tampak lebih hijau. Menurut Thomson dan Weier (1962) dalam Mengel dan Kirby (1982), gejala defisiensi N menyebabkan daun menguning akibat terhambatnya pembentukan kloroplas. Selain itu, menurut De Datta (1981) pengaruh kekurangan unsur nitrogen menyebabkan menurunnya jumlah anakan dan anakan produktif. Terjadinya pengguguran daun secara dini diduga berhubungan dengan terganggunya pasokan N dalam sintesis dan translokasi sitokinin (Brady dan Weil, 2002). Hal ini dapat terlihat pada Lampiran 11 dan 12 yang menunjukkan selisih antara jumlah anakan maksimum dengan anakan produktif terlampau besar pada perlakuan Nutrimars. Pengaruh kekurangan unsur hara, saling berkaitan antara satu unsur dengan unsur yang yang lainnya. Hal ini diketahui dari gejala yang ditunjukkan pada pertumbuhan tanaman ketika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi. Menurut Brady dan Weil (2002), karakteristik dari gejala defisiensi nitrogen yaitu tingkat pertumbuhan yang rendah, tanaman kerdil, batang terlihat kurus, daun kecil, dan seringkali daun tua gugur lebih cepat. Gejala defisiensi fosfor pada padi dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut : tanaman kerdil, kurus, batang mengecil, daun menyempit, pendek, tegak, berwarna gelap, serta pertumbuhan melambat. Jumlah daun, malai, dan gabah per malai menjadi berkurang (Fairhurst et al, 2007). Kecukupan akan kebutuhan fosfat dapat meningkatkan banyak aspek fisiologi tanaman, termasuk proses fotosintesis, fiksasi nitrogen, pembungaan, pembuahan (termasuk produksi biji), dan proses pematangan. Pada tanaman biji-bijian, nutrisi fosfor yang cukup dapat memperkuat struktur jaringan seperti yang ditemukan dalam jerami dan batang sehingga membantu mencegah tanaman rebah (Brady dan Weil, 2002). Menurut Fairhurst et al (2007), Gejala defisiensi kalium pada padi dapat dikenali dari gejala nekrosis pada daunnya yaitu dengan munculnya bercak kuning kecoklatan pada daun. Bercak muncul mulai dari ujung daun dan menjalar ke sepanjang tepi daun dan kemudian hingga ke dasar daun pada daun tua. Daun yang berada di atas menjadi pendek, merebah, dan berwarna hijau tua kotor. Akibat defisiensi K pada perlakuan Nutrimars yang tidak di ditanggulangi, maka daun banyak yang mengalami nekrosis hebat kemudian mati.
31 Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Produksi Tanaman Padi Data pada Tabel 7 menunjukkan hasil produksi rata-rata tiap perlakuan. Bobot gabah kering panen (GKP) dan bobot gabah kering giling (GKG) perlakuan Nutrimars nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk standar. Bobot GKP dan GKG tidak berbeda nyata antar perlakuan Nutrimars. Dari kelima perlakuan Nutrimars, bobot gabah tertinggi ditemukan pada N5 dan berturut-turut dari tinggi ke rendah yaitu : N1, N4, N3, dan N2. Tabel 7 Perlakuan Kontrol Standar N1 (1/2) N2 (3/4) N3 (1) N4 (1.25) N5 (1.5)
Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Bobot Gabah dan Persentase Gabah Hampa dan Bernas
GKP
GKG
BKGB
BKGH
------------------(ton/ha)----------------3,09b 2,77b 2,60b 0,17c a a a 5,54 4,90 4,56 0,34a 3,22b 2,91b 2,70b 0,21bc 3,01b 2,69b 2,46b 0,22bc 3,13b 2,82b 2,63b 0,19bc b b b 3,22 2,87 2,70 0,17c 3,43b 3,05b 2,78b 0,27b
Gabah Gabah Hasil bernas hampa -------------(%)------------93,8 6,18 100,0b 93,1 6,94 177,9a 93,0 6,99 104,5b 91,9 8,10 97,0b 93,3 6,69 101,9b 94,0 5,98 103,5b 91,1 8,90 111,0b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%.
Bobot GKP maupun GKG perlakuan Nutrimars tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, namun nyata lebih rendah dibanding perlakuan standar. Bobot GKP dan GKG perlakuan standar nyata lebih tinggi dibanding perlakuan control, hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Dilihat dari persen hasil, bobot gabah perlakuan standar lebih tinggi 77,93% dari bobot gabah perlakuan kontrol; sedangkan bobot gabah perlakuan Nutrimars hanya lebih tinggi 1,90-10,98% dari bobot gabah perlakuan kontrol, dengan bobot gabah tertinggi ditemukan pada N5 dan bobot gabah terendah pada N2. Perlakuan Nutrimars dan perlakuan pupuk standar tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah bernas dan gabah hampa (Tabel 7). Persentase gabah bernas tertinggi yaitu pada N4 sedangkan terendah pada N5. Bobot kering gabah bernas yang terbesar dihasilkan oleh perlakuan standar yaitu sebesar 4.56 ton/ha. Bobot kering gabah bernas pada perlakuan pupuk standar nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Nutrimars dan kontrol. Bobot kering gabah hampa pada perlakuan pupuk standar nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Nutrimars dan kontrol. Bobot GKG perlakuan standar mencapai 4,9 ton/ha, bobot GKG tertinggi pada perlakuan Nutrimars pada N5 sebesar 3,05 ton/ha, sedangkan bobot GKG
32 perlakuan kontrol sebesar 2,77 ton/ha (Lampiran 16). Potensi produksi dari padi varietas Ciherang mencapai 5-8,5 ton/ha GKG (BBPADI, 2007). Selisih produksi padi antara perlakuan Nutrimars dengan perlakuan standar, maupun dengan potensi produksi padi varietas Ciherang menunjukkan angka yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hambatan metabolisme pada perlakuan Nutrimars, sehingga produksi padinya jauh lebih rendah dibanding perlakuan standar dan potensi produksi padi. Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa nitrogen penting untuk pembentukan karbohidrat dalam tanaman. Nitrogen dapat meningkatkan kepadatan gabah tanaman berbiji dan jumlah protein di dalam biji. Hasil penelitian Wegner dan Michael (1971) dalam Mengel dan Kirby (1982) menunjukkan bahwa sintesis sitokinin akan terganggu jika kebutuhan akan unsur N tidak mencukupi. Ciri defisiensi nitrogen pada tanaman serealia di antaranya yaitu : menurunnya jumlah butir padi per unit area, butir padi kecil, tapi relatif mengandung protein yang tinggi. Bila kebutuhan akan N, P, dan K terpenuhi, maka proses metabolisme yang berkaitan dengan pembentukan dan pengisisan gabah padi dapat berjalan dengan baik. Bobot GKG perlakuan Nutrimars yang relatif rendah menunjukkan padi mengalami defisiensi hara N, P, dan K. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) semakin tinggi tingkat produksi, maka semakin tinggi hara yang dibutuhkan. Dengan kata lain, rendahnya produksi pada perlakuan Nutrimars menunjukkan rendahnya jumlah hara yang diberikan melalui pupuk tersebut. Total jumlah N, P, dan K yang diberikan oleh pupuk Nutrimars hanya berkisar antara 3,20-4,80 kg N/ha, 4,80-7,20 kg P2O5/ha, dan 0,93-1,40 kg K2O/ha, sedangkan pada perlakuan standar, total N, P, dan K yang diberikan mencapai 115 kg N/ha, 72 kg P2O5/ha, dan 90 kg K2O/ha. Jika dibandingkan dari jumlah hara yang diberikan, maka secara matematis dapat diketahui salah satu faktor penyebab defisiensi hara padi pada perlakuan Nutrimars yaitu rendahnya jumlah nutrisi yang terkandung dalam pupuk Nutrimars.
33
KESIMPULAN DAN SARAN
1. 2.
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa : Residu pupuk Nutrimars tidak berpengaruh nyata terhadap kadar NO3¯, NH4+, serta P dan K tersedia dalam tanah. Pemberian pupuk Nutrimars tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, anakan produktif, dan bobot gabah kering giling (GKG) padi sawah varietas Ciherang. Namun, pemberian pupuk anorganik standar nyata meningkatkan semua variabel pertumbuhan dan produksi padi tersebut.
3.
Tanaman kurang responsif terhadap pemberian pupuk Nurimars diduga disebabkan oleh jumlah hara N, P, dan K yang diberikan melalui pupuk tersebut terlalu rendah.
SARAN Peningkatan jumlah unsur hara dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikan pupuk Nutrimars dengan pupuk konvensional, baik dengan pupuk tunggal maupun dengan pupuk majemuk. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh kombinasi pupuk Nutrimars dengan pupuk konvensional terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah.
34
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2009. Nutrimars. http://www.marsagroindonesia.com/component/ content/article.html [4 Oktober 2009]. Ahn, P.M. 1993.Tropical Soils and Fertilizer Use. Longman Group UK Limited, Essex, England. Anwar, S. dan U. Sudadi. 2007. Kimia Tanah. Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, Dept. ITSL IPB, Bogor. BBPADI. 2007. Ciri padi varietas Ciherang. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id. Brady, N.C. and R.R. Weil. 2002. The Nature and Properties of Soils. 13th ed. Pearson Education, Inc., New Jersey, USA. De Datta, S.K. 1981. Principle and Practice of Rice Production. John Wiley & Sons, New York, USA. Fairhurst, T.H., C.Witt, R.J. Buresh and A. Dobermann. 2007. Rice: A Practical Guide to Nutrient Management. 2nd ed. IRRI. Manila, Philippines. Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agicultural Research. 2nd ed. John Wiley & sons, Inc., Singapore. Greenland, D.J. 1997. The Sustainability of Rice Farming. CAB International, New York, USA. Hall, R. 2008. Soil Essentials: Managing Your Farm’s Primary Asset. Landlinks Press, Collingwood, Australia. Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Ismunadji, M. dan S. Roechan. 1988. Hara mineral padi. hal. 231-269. Dalam Padi, Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Keersebilck, N.C. dan S. Soeprapto. 1985. Physical measurements in lowland soil: techniques and standarizations. p. 99-111. In Soil Physics and Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. Kyuma, K. 2004. Paddy Soil Science. Kyoto University Press, Kyoto, Japan.
35 Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin. dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah IPB, Bogor. Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah IPB, Bogor. Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. IPB Press, Bogor. Meinofriadi, E. 1988. Pengaruh bahan organik terhadap beberapa sifat kimia tanah Latosol coklat kemerahan dalam keadaan tergenang. Skripsi, Jurusan Tanah IPB, Bogor. Mengel, K.E. and A. Kirkby. 1982. Principle of Plant Nutrition. 3rd ed. International Potash Institute, Bern, Switzerland. Neue, H.U. and Bloom, P.R. 1989. Nutrient kinetics and availability in flooded rice soils. p. 173-190. In Progress In Irrigated Rice Research. International Rice Research Institute, Manila, Philippines. Pandjaitan, T. 2007. Memperbaiki lahan sawah, mengatasi gejala “levelling off”. Majalah Lahan & Air 4:22-24. Patrick, W.H, JR., and K.R. Reddy. 1978. Chemical changes in rice soils. p. 361379. In Soils & Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. Ponnamperuma, F.N. 1978. Electrochemical changes in submerged soils and the growth of rice. p. 421-441. In Soils & Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. Prihar, S.S., B.P. Ghildyal, D.K. Painuli and H.S. Sur. 1985. Physical properties of mineral soils affecting rice-based cropping systems. p. 57-70. In Soil Physics and Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. Sharma, P.K. dan S.K. De Datta. 1985. Effects of puddling on soil physical properties and processes. p. 217-234. In Soil Physics and Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. Sutanto, U. 1989. Penggunaan bahan organik pada usaha budidaya padi sawah di Indonesia (sebuah studi pustaka). Skripsi, Jurusan Tanah IPB, Bogor. Sys, C. 1985. Evaluation of the physical environment for rice cultivation. P 31-44. In Soil Physics and Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines.
36
LAMPIRAN
37 Lampiran 1 Hasil Analisis Komposisi Kimia Pupuk Nutrimars Granule dan Nutrimars Crystal Komponen Kadar Air (%) C (%) N (%) Nisbah C/N P2O5 (%) K2O(%) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) Mo (ppm) pH H2O NH4+ (%) NO3¯ (%) Pb (ppm) Cd (ppm) Co (ppm) As (ppm) Hg (ppb)
Nutrimars Granule 11,48 20,38 1,95 10,45 3,20 0,62 2300,00 15,60 108,20 230,60 Tr 6,30 2,05 1,58 4,16 1,18 1,65 3,06 Tr
Nutrimars Crystal 7,96 22,16 0,02 0,03 0,02 115,00 0,92 0,01 0,54 Tr 6,90 0,01 0,07 0,20 0,05 0,02 1,00 Tr
Lampiran 2 Denah Unit Percobaan
Ulangan 3 STD
N2
N1
N3
CTR
N4
N5
CTR
N2
N1
N3
N4
STD
N5
N5
N2
N4
N1
N3
CTR
STD
U
Ulangan 2
Ulangan 1
Keterangan :
= Aliran air irigasi
= Aliran air drainase
= Air masuk petakan
= Air keluar dari petakan
38
39 Lampiran 3 Petak sawah percobaan
Lampiran 4 Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Tanah berdasarkan PPT 1983 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) Sifat Tanah C (%) N (%) Nisbah C/N P2O5 Bray 1 (ppm) KTK (me/100g) K (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) Na (me/100g) KB (%)
Sangat Masam < 4,5
Sangat Rendah < 1,00 < 0,10 <5 < 10 <5 < 0,1 <2 < 0,4 < 0,1 < 20
Rendah
Sedang
Tinggi
1,00-2,00 0,10-0,20 5-10 10-15 5-16 0,1-0,2 2-5 0,4-1,0 0,1-0,3 21-35
2,01-3,00 0,21-0,50 11-15 16-25 17-24 0,3-0,5 6-10 1,1-2,0 0,4-0,7 36-50
1,01-5,00 0,51-0,75 16-25 26-35 25-40 0,6-1,0 11-20 2,1-8,0 0,8-1,0 51-70
Reaksi Tanah (pH H2O) Agak Masam Netral Masam 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5
Agak Alkalis 7,6-8,5
Sangat Tinggi > 5,00 > 0,75 > 25 > 35 > 40 > 1,0 > 20 > 8,0 > 1,0 > 70
Alkalis > 8,5
40 Lampiran 5 Sidik Ragam Pengaruh pemberian Pupuk Nutrimars terhadap Kadar P & K tersedia, N-NO3¯ dan N-NH4+ Pasca Panen dalam Tanah
P-Tersedia
K-Tersedia
N-NO3¯
N-NH4+
Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total KK (8.98%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (18.90%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (14.63%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (36.60%)
2 6 12 21
Jumlah Kuadrat 0.0969 1.3879 3.1369 4.6217
Kuadrat Tengah 0.0484 0.2313 0.2614
2 6 12 21
0.0040 0.0036 0.0041 0.0117
2 6 12 21 2 6 12 21
Db
0.19 0.89
F Tabel 5% 1% 3.88 6.93 3.00 4.82
0.0020 0.0006 0.0003
5.83 1.74
3.88 3.00
6.93 4.82
1682.4686 380.1421 2734.7380 4797.3507
841.2343 63.3570 227.8950
3.69 0.28
3.88 3.00
6.93 4.82
10.4605 20.1086 131.1476 161.7167
5.2302 3.3514 10.9290
0.48 0.31
3.88 3.00
6.93 4.82
F Hitung
41 p paasca panen Lampiiran 6 Distribbusi jumlah NH4+ antar perlakuan
Lamppiran 7 Distrribusi jumlahh NO3¯ antarr perlakuan pasca p panen
42 piran 8 Distribusi jumlahh P-tersedia antar a perlakuuan pasca paanen Lamp
a perlakuuan pasca paanen Lampiiran 9 Distribbusi jumlah K-tersedia antar
43 Lampiran 10 Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Jumlah Anakan Padi 3 MST-11 MST Umur
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST*)
9 MST
10 MST
11 MST
Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total KK (22.39%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (19.04%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (18.02%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (14.53%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (16.98%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (14.59%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (14.44%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (15.33%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (15.55%)
Keterangan :
*)
2 6 12 21
Jumlah Kuadrat 6.0924 1.7362 5.8010 13.6295
Kuadrat Tengah 3.0462 0.2894 0.4834
6.30 0.60
F Tabel 5% 1% 3.88 6.93 3.00 4.82
2 6 12 21
33.1267 12.4114 30.8600 76.3981
16.5633 2.0686 2.5717
6.44 0.80
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
15.7629 25.4857 42.8571 84.1057
7.8814 4.2476 3.5714
2.21 1.19
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
38.6171 109.6514 57.4429 205.7114
19.3086 18.2752 4.7869
4.03 3.82*
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
31.4057 303.6181 95.7876 430.8114
15.7029 50.6030 7.9823
1.97 6.34**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
77.8095 371.8124 90.8305 540.4524
38.9048 61.9687 7.5692
5.14 8.19**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
29.0067 326.9590 65.2867 421.2524
14.5033 54.4932 5.4406
2.67 10.02**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
8.2467 203.8381 39.3533 251.4381
4.1233 33.9730 3.2794
1.26 10.36**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
1.6200 70.6362 19.1667 91.4229
0.8100 11.7727 1.5972
0.51 7.37**
3.88 3.00
6.93 4.82
Db
F Hitung
Anakan Maksimum, * Nyata, ** Sangat nyata
44 mpiran 11 Jum mlah anakann maksimum perlakuan Nutrimars N daan standar Lam
s Lampiiran 12 Jumllah anakan pproduktif perrlakuan Nutrrimars dan standar
45 Lampiran 13 Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Tinggi Tanaman Padi 3 MST-11 MST Umur
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
10 MST
11 MST
Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan Galat Total KK (4.80%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (4.90%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (5.42%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (6.00%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (5.08%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (5.35 %) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (4.75%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (4.90%) Kelompok Perlakuan Galat Total KK (4.98%)
2 6 12 21
Jumlah Kuadrat 51.6067 22.6981 22.0333 96.3381
Kuadrat Tengah 25.8033 3.78302 1.83611
14.05 2.06
F Tabel 5% 1% 3.88 6.93 3.00 4.82
2 6 12 21
112.046 69.7495 31.8676 213.663
56.0229 11.6249 2.65564
21.10 4.38*
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
217.167 107.366 63.2400 387.772
108.583 17.8943 5.2700
20.60 3.40*
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
346.151 301.699 120.935 768.786
173.076 50.2832 10.0779
17.17 4.99**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
357.958 585.486 108.449 1051.89
178.979 97.581 9.03738
19.80 10.80**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
316.46 719.146 133.18 1168.79
158.23 119.858 11.0983
14.26 10.80**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
353.527 959.37 115.093 1427.99
176.763 159.895 9.59111
18.43 16.67**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
394.601 906.879 130.972 1432.45
197.301 151.147 10.9144
18.08 13.85**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
430.952 630.252 165.488 1226.69
215.476 105.042 13.7906
15.63 7.62**
3.88 3.00
6.93 4.82
Db
Keterangan : * Nyata, ** Sangat Nyata
F Hitung
46 Lampiiran 14 Tingg gi tanaman (11 MST)) pada perllakuan Nutrrimars dan perlaakuan pupukk standar
Lampiiran 15 Sidikk Ragam Penngaruh Pupu uk Nutrimarss terhadap Produksi P Padi Sawah Variietas Ciheran ng
Bobot Gabahh Kering Panenn
Bobot Gabahh Kering Gilin ng
Bobot Kering Gabah Bernaas
Bobot Kering Gabah Hamppa
Persentase Gabah Bernaas
Sumbeer Keragam man Kelompok k Perlakuann Galat Total 0%) KK (7.10 k Kelompok Perlakuann Galat Total 0%) KK (6.50 Kelompok k Perlakuann Galat Total 0 %) KK (7.00 Kelompok k Perlakuann Galat Total KK (20.72%) Kelompok k Perlakuann Galat Total 8 %) KK (1.68
2 6 12 21
Jumlah Kuadrat 0.6652 14.6449 0.7489 16.0590
Kuadrat Tengah 0.3326 2.4408 0.0624
55.33 399.11**
T F Tabel 5% 1% 3.88 6.93 3.00 4.82
2 6 12 21
0.8224 10.9982 0.5017 12.3223
0.4112 1.8330 0.0418
99.83 433.84**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
0.6299 9.5770 0.5018 10.7086
0.3150 1.5962 0.0418
77.53 388.17**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
0.0223 0.0683 0.0259 0.1165
0.0112 0.0114 0.0022
55.19 55.28**
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
11.0201 19.5973 29.3586 59.9760
5.5100 3.2662 2.4466
22.25 1.34
3.88 3.00
6.93 4.82
Db
FH Hitung
47
Persentase Gabah Hamppa
Persentase Hasil
Kelompok k Perlakuann Galat Total KK (22.00%) k Kelompok Perlakuann Galat Total KK (8.28 8 %)
2 6 12 21
11.0201 19.5973 29.3586 59.9760
5.5100 3.2662 2.4466
22.25 1.34
3.88 3.00
6.93 4.82
2 6 12 21
175.02 14784.76 1062.14 16021.92
87.51 22464.13 88.51
0.99 227.84
3.88 3.00
6.93 4.82
K Keterangan : ** Sangat Nyata N
Lampiiran 16 Distrribusi bobot gabah kerinng giling antaar perlakuann
48 Lampiran 17 Pengaruh pemberian pupuk Nutrimars terhadap Kadar P & K tersedia, N-NO3¯ dan N-NH4+ Pasca Panen dalam Tanah Ulangan P-Tersedia I
N1 N2 N4 N5 N3 (1) Rataan (1/2) (3/4) (1.25) (1.5) …………………….……..………(ppm)………………………………………
Kontrol
Standar
5.48
5.46
5.47
5.89
4.88
6.01
6.73
II
5.48
5.29
6.41
5.85
6.04
6.05
5.29
III Rata-rata Perlakuan K-Tersedia
4.89
5.85
5.46
5.69
5.68
6.42
5.26
5.28
5.53
5.78
5.81
5.53
6.16
5.76
5.69
…………………….……..………(ppm)………………………………………
I
0.11
0.11
0.13
0.07
0.13
0.13
0.08
II
0.05
0.07
0.08
0.06
0.09
0.11
0.09
III Rata-rata Perlakuan N-NO3¯
0.11
0.13
0.08
0.10
0.12
0.11
0.10
0.09
0.10
0.10
0.08
0.11
0.12
0.09
0.10
…………………….……..………(ppm)………………………………………
I
121.46
117.35
125.07
97.69
123.88
125.23
II
84.68
106.70
89.71
106.39
93.47
106.64
III Rata-rata Perlakuan N-NH4+
98.86
80.75
87.98
99.56
120.36
84.54
94.72 119.4 1 82.15
101.67
101.60
100.92
101.21
112.57
105.47
98.76
I
8.55
10.65
8.54
6.44
II
6.41
10.68
4.26
III Rata-rata Perlakuan
10.63
6.39
8.51
8.53
9.24
7.10
103.17
…………………….……..………(ppm)……………………………………… 12.74
10.61
12.69
10.65
4.27
10.68
12.83
8.56
12.82
8.54
4.25
8.55
9.94
9.94
9.92
9.03
49 Lampiran 18 Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Jumlah Anakan Padi 3 MST-11 MST dan Anakan Produktif
Ulangan 3 MST
Perlakuan Rataan N1 N2 N4 N5 Kontrol Standar N3 (1) (1/2) (3/4) (1.25) (1.5) ………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
2.10
2.90
2.80
2.80
1.80
2.70
1.80
II
3.20
2.90
3.90
3.20
3.20
3.70
2.10
III
3.60
5.20
2.60
3.30
4.10
3.30
4.00
Rata-rata Perlakuan
2.97
3.67
3.10
3.10
3.03
3.23
2.63
4 MST
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
4.90
8.50
7.90
8.90
7.80
8.40
6.40
II
8.70
6.40
6.70
7.40
6.70
9.20
7.60
III
9.30
14.50
8.10
9.90
9.50
9.80
10.30
Rata-rata Perlakuan
7.63
9.80
7.57
8.73
8.00
9.13
8.10
5 MST I
7.70
12.90
10.00
14.10
11.00
11.50
8.90
II
9.40
8.20
8.90
8.00
8.50
11.40
10.60
10.40
15.90
9.40
12.00
9.90
11.10
10.40
Rata-rata Perlakuan
9.17
12.33
9.43
11.37
9.80
11.33
9.97
I
9.90
20.70
15.90
17.60
18.60
15.50
13.20
11.90
14.10
11.60
11.60
13.80
16.20
12.80
III
13.60
23.30
13.50
16.30
14.90
17.40
13.80
Rata-rata Perlakuan
11.80
19.37
13.67
15.17
15.77
16.37
13.27
11.90
28.10
17.00
18.40
20.10
15.70
14.10
II
13.90
18.80
12.00
13.30
14.70
15.30
16.90
III
13.70
29.60
13.00
16.60
15.00
17.90
13.50
Rata-rata Perlakuan
13.17
25.50
14.00
16.10
16.60
16.30
14.83
16.64
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
13.60
33.10
19.90
21.00
23.80
20.10
16.80
II
16.00
21.70
12.90
15.90
15.80
15.30
17.70
III
15.90
31.10
15.00
18.80
17.50
19.00
15.00
Rata-rata Perlakuan
15.17
28.63
15.93
18.57
19.03
18.13
16.50
9 MST
15.06
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
8 MST
10.49
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
II
7 MST
8.42
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
III 6 MST
3.10
18.85
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
11.80
28.10
17.40
16.90
21.10
14.30
13.90
II
13.50
20.70
11.50
14.70
13.60
13.90
15.50
III
13.40
27.50
12.50
15.70
14.60
15.10
13.40
Rata-rata Perlakuan
12.90
25.43
13.80
15.77
16.43
14.43
14.27
16.15
50 10 MST
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
7.70
22.30
10.90
12.00
14.60
11.30
9.90
II
10.10
16.70
9.40
11.10
9.50
9.40
12.20
III
10.80
18.70
8.60
10.40
10.90
12.10
9.40
Rata-rata Perlakuan
9.53
19.23
9.63
11.17
11.67
10.93
10.50
11 MST
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
4.90
12.80
7.10
8.40
8.80
7.40
6.60
II
7.70
10.80
7.80
7.10
6.70
5.90
9.10
III
7.40
14.00
6.90
7.30
8.20
8.60
7.20
Rata-rata Perlakuan
6.67
12.53
7.27
7.60
7.90
7.30
7.63
Anakan Produktif
11.81
8.13
………..…………………. (batang/rumpun)………..……….…………
I
4.00
9.40
6.00
6.90
7.60
6.30
5.50
II
6.60
9.00
5.80
6.50
5.60
5.40
6.60
III
6.20
14.70
6.10
6.50
7.10
7.10
6.10
Rata-rata Perlakuan
5.60
11.03
5.97
6.63
6.77
6.27
6.07
6.90
Lampiran 19 Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Tinggi Padi 3-11 MST
Ulangan 3 MST
Perlakuan Rataan N4 N5 N1 N2 N3 (1) Kontrol Standar (1.25) (1.5) (1/2) (3/4) ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
25.20
30.40
27.80
27.10
29.00
27.50
27.10
II
25.00
26.30
26.70
26.70
28.30
27.40
25.80
III
30.60
33.80
27.30
29.80
30.30
29.90
30.70
Rata-rata Perlakuan 4 MST
26.93 30.17 27.27 27.87 29.20 28.27 27.87 28.22 ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
29.40
36.30
32.20
35.20
36.20
32.60
30.60
II
29.00
32.00
30.80
28.00
30.90
32.40
30.20
III
32.60
41.20
35.70
34.70
36.60
36.80
35.30
Rata-rata Perlakuan 5 MST
30.33 36.50 32.90 32.63 34.57 33.93 32.03 33.27 ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
37.40
46.60
43.40
41.90
46.60
44.20
41.20
II
37.10
39.70
36.50
35.40
37.60
41.30
39.20
III
42.50
51.60
45.00
47.30
47.50
47.10
40.30
Rata-rata Perlakuan 6 MST
39.00 45.97 41.63 41.53 43.90 44.20 40.23 42.35 ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
45.80
61.80
51.00
50.40
59.50
53.70
50.50
II
46.80
53.50
43.80
44.70
45.70
51.90
48.10
III
54.70
67.90
55.40
58.90
59.50
54.10
53.50
Rata-rata Perlakuan
49.10
61.07
50.07
51.33
54.90
53.23
50.70
52.91
51 7 MST
….……………….……..……(cm)…………………………………
I
52.80
73.50
57.40
57.00
66.30
61.50
57.70
II
50.50
62.60
46.50
50.40
53.30
57.50
53.40
III
59.40
76.70
61.70
62.90
63.10
59.90
58.10
Rata-rata Perlakuan 8 MST
54.23 70.93 55.20 56.77 60.90 59.63 56.40 59.15 ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
56.80
75.20
61.60
58.80
67.30
58.70
61.80
II
53.20
69.50
48.30
53.90
58.30
59.60
58.30
III
63.50
82.90
64.80
67.20
66.90
60.80
61.20
Rata-rata Perlakuan 9 MST
57.83 75.87 58.23 59.97 64.17 59.70 60.43 62.31 ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
60.30
83.70
64.00
61.20
68.50
66.10
64.40
II
55.70
74.10
50.00
55.80
59.50
61.30
60.40
III
64.60
85.70
67.20
69.90
69.60
62.90
64.20
Rata-rata Perlakuan 10 MST
60.20 81.17 60.40 62.30 65.87 63.43 63.00 65.20 ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
62.5
85.3
66.6
62.7
69.1
68.9
65.4
II
58
76.5
51.3
59.1
61.2
63.5
61.9
III
68.9
87.5
70
72.8
72.5
65.2
67.5
Rata-rata Perlakuan 11 MST
63.13 83.1 62.63 64.87 67.6 65.87 64.93 67.45 ….……………….……..……(cm)…………………………………
I
69.7
90
74.4
71.3
76.1
79
73.7
II
67.8
80.7
57.1
65.1
68.6
72.7
67.2
III
75.3
91.1
77.7
81.9
79.3
74.7
74.2
Rata-rata Perlakuan
70.93
87.27
69.73
72.77
74.67
75.47
71.7
74.65
Lampiran 20 Pengaruh Pupuk Nutrimars terhadap Bobot Gabah Kering Panen, Bobot Gabah Kering Giling, Bobot Gabah Kering Bernas, Bobot Gabah Kering Hampa Persentase Gabah Bernas, Persentase Gabah Hampa, dan Persentase Hasil Ulangan
Kontrol
Standar
Perlakuan N1 N2 (1/2) (3/4)
N3 (1)
N4 (1.25)
N5 (1.5)
Bobot Gabah Kering Panen I
3.29
5.66
3.72
3.17
3.26
3.57
3.33
Rataan
…………..…………………(ton/ha).……..……………………………
II
2.75
5.68
2.63
2.63
2.91
2.89
3.50
III
3.24
5.29
3.30
3.22
3.22
3.20
3.46
Rata-rata Perlakuan
3.09
5.54
3.22
3.01
3.13
3.22
3.43
3.52
52 Bobot Gabah Kering Giling I
3.02
5.09
3.42
2.85
3.00
3.29
3.07
II
2.47
4.94
2.37
2.37
2.61
2.54
3.05
III
2.82
4.66
2.94
2.84
2.84
2.78
3.04
Rata-rata Perlakuan Bobot Kering Gabah Bernas I
2.77
4.90
2.91
2.69
2.82
2.87
3.05
2.88
4.73
3.15
2.57
2.81
3.08
2.81
…………..………………….…(ton/ha)…..……………………………
…………..………………….…(ton/ha)…..……………………………
II
2.27
4.66
2.23
2.24
2.45
2.39
2.85
III
2.65
4.28
2.73
2.59
2.62
2.62
2.68
Rata-rata Perlakuan Bobot Kering Gabah Hampa I
2.60
4.56
2.70
2.46
2.63
2.70
2.78
0.14
0.36
0.27
0.28
0.19
0.21
0.26
II
0.20
0.28
0.14
0.13
0.16
0.15
0.20
III
0.17
0.38
0.21
0.25
0.22
0.16
0.36
Rata-rata Perlakuan
0.17
0.34
0.21
0.22
0.19
0.17
0.27
Gabah Bernas
95.49
93.02
92.02
90.10
93.65
93.64
91.60
91.91
94.34
94.26
94.59
93.87
94.20
93.60
III
94.06
91.83
92.74
91.02
92.42
94.22
88.11
93.82
93.06
93.01
91.90
93.31
94.02
91.10
92.89
………..………………….……..……(cm)…………………………………………
I
4.51
6.98
7.98
9.90
6.35
6.36
8.40
II
8.09
5.66
5.74
5.41
6.13
5.80
6.40
III
5.94
8.17
7.26
8.98
7.58
5.78
11.89
Rata-rata Perlakuan
6.18
6.94
6.99
8.10
6.69
5.98
8.90
Persentase Hasil
0.22
………..………………….……..……(cm)…………………………………………
II
Gabah Hampa
2.92
…………..………………….…(ton/ha)…..……………………………
I
Rata-rata Perlakuan
3.14
7.11
………..………………….……..……(cm)…………………………………………
I
100.00
168.54
II
100.00
200.00
III
100.00
165.25
Rata-rata Perlakuan
100.00
177.93
104.48
113.25
94.37
99.34
108.9
101.66
95.95
95.95
105.67
102.8
123.48
104.26
100.71
100.71
98.58
107.80
97.01
101.90
103.4
110.98
113.68