1
PENGARUH TINGGI GENANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA DAN PRODUKSI PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.)
Oleh
Dhini Yulliyantika Rosmawati A34104068
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
Judul Penelitian
: PENGARUH
TINGGI
GENANGAN
TERHADAP
PERTUMBUHAN GULMA DAN PRODUKSI PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Nama Mahasiswa
: Dhini Yulliyantika Rosmawati
NRP
: A34104068
Program Studi
: Agronomi
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dwi Guntoro, SP, M.Si NIP. 132 176 851
Dr. Ir. Adiwirman, MS NIP. 131 669 943
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
PENGARUH TINGGI GENANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA DAN PRODUKSI PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Dhini Yulliyantika Rosmawati A 34104068
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
4
RINGKASAN
DHINI YULLIYANTIKA ROSMAWATI. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Pertumbuhan Gulma dan Produksi Padi Hibrida (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh DWI GUNTORO dan ADIWIRMAN. Gulma
dapat
menurunkan
produksi
padi.
Penggenangan
dapat
menurunkan pertumbuhan gulma. Percobaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh tinggi genangan terhadap pertumbuhan gulma dan produksi padi hibrida. Percobaan dilaksanakan di Desa Carang Pulang, Cikarawang Dramaga Bogor pada bulan Oktober 2007 sampai Februari 2008. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas empat taraf tinggi genangan, yaitu : 0 cm sebagai kontrol, 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. Satuan percobaan berupa petak berukuran 8.5 m x 3 m. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tinggi genangan dapat menurunkan rata-rata populasi gulma dan berpengaruh terhadap berat kering gulma. Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa gulma dominan yang ada di lahan adalah Fimbristylis miliacea. Tinggi genangan tidak mengubah dominansi gulma. Perubahan dominansi gulma hanya terlihat setelah dilakukan penyiangan secara manual. Dominansi gulma F. miliacea tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi hibrida. Untuk dominansi gulma selain F. miliacea belum diketahui bagaimana pengaruhnya. Penggenangan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi, terlihat pada peubah vegetatif seperti, tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun. Penggenangan berpengaruh terhadap komponen hasil padi, seperti jumlah anakan produktif. Penggenangan 5 cm memberikan hasil terbaik, yaitu 9.5 ton/ha untuk gabah kering panen (GKP) dan 7.0 ton/ha gabah kering giling (GKG). Produksi padi hibrida baik GKP maupun GKG cenderung meningkat dengan penambahan ketinggian genangan. Peningkatan produksi akibat genangan dibandingkan dengan kontrol sebesar 66.67% untuk GKP dan 65.07% untuk GKG.
5
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Penelitian yang telah dilakukan adalah “Pengaruh Genangan terhadap Pertumbuhan Gulma dan Produksi Padi Hibrida (Oryza sativa L.)”. Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibuku, Kakak serta Adikku tersayang, terimakasih atas kasih sayang, perhatian, dukungan, serta pengorbanan yang telah dilakukan untukku selama ini. 2. Dwi Guntoro, SP, M.Si, selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi, terimakasih untuk bimbingan, arahan, serta semua pelajaran hidup yang telah Bapak berikan. 3. Dr. Ir. Adiwirman, MS, selaku pembimbing II skripsi, terimakasih karena telah selalu mengingatkan penulis untuk terus bersabar dalam menghadapi kehidupan. 4. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen penguji, terimakasih untuk saran yang dapat menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik. 5. Pak Joko “Ekofis”, Pak BB, Pak Juki, dan semua petani sawah Cikarawang. 6. Semua teman-teman Agronomi’41 atas dukungan, bantuan, kebersamaan, serta rasa persaudaraan yang telah hadir beberapa tahun terakhir. 7. Aa Elan, terimakasih karena selalu ada untukku. 8. Indra, Mudi, Saras, Diah, Gita, Enunk, Rika -Q’Erz- meski sempat menjadi minoritas tetapi justru itu yang membuat kita menjadi lebih dari yang lain. 9. Nandin, Asti, VV, Sari, Nani, dan all crew d’ gandenkz, terimakasih untuk ikatan persahabatan yang hampir sempurna ini. 10. Pelaksana lapang –Fithri, Triwid, Mba Restu, Bubun, Ensu, Cindy, Lia, Opi, Desty, MR-C, Nita, Achie, dll– terimakasih untuk bantuan kalian selama di lapang.
6
11. Hendiono, Chonky, Ibnu, kalian telah mengajarkanku beberapa bab kehidupan. 12. Doni, Mayang, Alin, Yono -team buniwenji’ers- kebersamaan selama di Buniwangi merupakan awal dari persahabatan yang kini telah bersemi indah dalam jiwa-jiwa kita. 13. Penghuni Kost Anggreni Bateng, terimakasih untuk kebersamaan selama dua tahun teakhir. 14. Semua pihak yang telah membantu dari mulai awal penelitian hingga akhir pembuatan skripsi. Semoga karya ini dapat berguna bagi yang memerlukan.
Bogor, Maret 2008
Penulis
7
RIWAYAT HIDUP
Dhini Yulliyantika Rosmawati dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1986 di Cirebon, Jawa Barat. Penulis merupakan putri kedua dari Bapak Tanadi dan Ibu Noor Fayanti. Tahun 1992 penulis lulus dari TK Islam Annawa, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Silih Asuh I Cirebon pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 5 Cirebon. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 2 Cirebon pada tahun 2004. Tahun 2004 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi Departemen Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Penulis cukup aktif sebagai mahasiswa IPB. Tahun 2005/2006 Penulis menjadi staf BEM Fakultas Pertanian Kabinet Metamorfosa. Berbagai kepanitiaan juga diikuti penulis seperti, FESTA tahun 2005, ZONE @, Saung Tani, dan SAWAH di tahun 2006 dan di tahun 2007 penulis kembali mengikuti kepanitiaan Saung Tani. Tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan.
8
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN ..................................................................................... Latar Belakang ................................................................................ Tujuan ............................................................................................ Hipotesis..........................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ Botani Tanaman Padi ..................................................................... Morfologi Tanaman Padi ............................................................... Syarat Tumbuh Tanaman Padi ....................................................... Penggenangan ................................................................................ Gulma pada Tanaman Padi ............................................................. Padi Hibrida ...................................................................................
4 4 4 5 8 9 10
BAHAN DAN METODE .......................................................................... Tempat dan Waktu ......................................................................... Bahan dan Alat ............................................................................... Metode Percobaan .......................................................................... Pelaksanaan Percobaan .................................................................. Pengamatan ....................................................................................
12 12 12 12 13 14
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. Kondisi Umum ............................................................................... Pertumbuhan Gulma ....................................................................... Pertumbuhan Tanaman Padi .......................................................... Komponen Hasil dan Hasil Padi Hibrida ....................................... Pembahasan ....................................................................................
17 17 18 21 23 26
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... Kesimpulan .................................................................................... Saran ...............................................................................................
31 31 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
32
LAMPIRAN ...............................................................................................
35
9
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Rata - Rata Populasi Gulma / 0.25 m2 pada Berbagai Ketinggian Genangan ........................................................................................
18
2. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma / 0.25 m2 ................................................................................................
18
3. Dominansi Gulma pada 3-8 dan 12 MST di Berbagai Ketinggian Genangan ........................................................................................
20
4. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Tinggi Tanaman .................
21
5. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Indeks Luas Daun ...............
22
6. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Saat Heading, 50% Populasi Berbunga, dan 80% Populasi Siap Panen ......................................
23
7. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Jumlah Anakan Produktif....
24
8. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Panjang Malai, Jumlah Gabah / Malai, dan % Pengisian Gabah .........................................
24
9. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Bobot Gabah / Malai dan Bobot 1000 Butir ............................................................................
25
10. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Bobot Ubinan dan Hasil ......
25
11. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Mutu Fisik Beras ................
26
12. Standar Mutu Beras Giling Berdasarkan SNI No.01-6128-1999....
30
Lampiran 1. Data Iklim Oktober 2007 – Maret 2008 .........................................
36
2. Deskripsi Padi Hibrida Arize Hibrindo R-1 ...................................
37
3. Sidik Ragam Berat Kering Gulma 3-8 dan 12 MST ......................
41
4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 1-8 MST ........................................
42
5. Sidik Ragam Jumlah Anakan 1-8 MST .........................................
43
6. Sidik Ragam Jumlah Daun 1-8 MST .............................................
44
7. Sidik Ragam Indeks Luas Daun .....................................................
45
8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman saat Panen .....................................
45
9. Sidik Ragam Jumlah Anakan Produktif dan non Produktif ...........
45
10
10. Sidik Ragam Jumlah Gabah Isi/Malai, Gabah Hampa/Malai, Gabah Total/Malai, dan Persentase Pengisian Gabah ....................
45
11. Sidik Ragam Panjang Malai, Bobot Gabah Isi/Malai, Gabah Hampa/Malai, Gabah Total/Malai, Bobot 1000 Butir, Bobot Ubinan Basah, Ubinan Kering, GKP, dan GKG ............................
46
12. Sidik Ragam Mutu Fisik Beras .......................................................
47
11
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Hama Keong Mas dan Telurnya ....................................................
17
2. Beberapa Gulma di Lahan ..............................................................
19
3. Grafik Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Jumlah Anakan ........
21
4. Grafik Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Jumlah Daun ..........
22
5. Grafik Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Tinggi Tanaman saat Panen ..............................................................................................
23
6. Grafik Regresi Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Rata-Rata Jumlah Anakan dan Jumlah Daun ..................................................
28
Lampiran 1. Denah Petak Percobaan ..................................................................
38
2. Morfologi dan Bagian-Bagian Tanaman Padi ................................
39
3. Kondisi Awal Lahan Percobaan .....................................................
40
4. Perlakuan Ketinggian Genangan ....................................................
40
5. Kondisi Lahan Percobaan ..............................................................
40
12
PENDAHULUAN
Latar Belakang Padi merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh hampir setengah penduduk
dunia.
Kebutuhan
pangan
akan
semakin
meningkat
dengan
pertambahan jumlah penduduk. Luas areal yang digunakan untuk pertanian semakin berkurang karena telah terjadi alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi kawasan industri. Hal ini akan menimbulkan kebutuhan pangan tidak akan tercukupi. Permasalahan ketahanan pangan di masa akan datang adalah adanya tekanan krisis energi, pengaruh perubahan iklim global terhadap upaya peningkatan produksi pertanian, serta pertambahan jumlah penduduk dunia yang berakibat pada peningkatan permintaan pangan. Penduduk Indonesia tahun 2007 berjumlah 224 904.9 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 2005 hingga 2010 mencapai 1.3 persen (BPS, 2007). Konsumsi beras di Indonesia mencapai 135 kg/kapita/tahun. dan produksi padi pada tahun 2007 mencapai 57 051 679.00 ton. Produksi beras nasional hanya 34 231 007.4 ton beras, sedangkan kebutuhan beras sebesar 32.49 juta ton (Departemen Pertanian, 2007), artinya saat ini Indonesia tidak mengalami kekurangan beras. Kebutuhan beras akan meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di setiap tahunnya, sehingga tidak menutup kemungkinan di tahun – tahun berikutnya Indonesia akan mengalami kekurangan beras. Peningkatan produksi perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan beras di masa datang agar konsumsi beras dapat terpenuhi. Salah satu alternatif cara untuk dapat meningkatkan produksi padi adalah dengan menggunakan padi hibrida. Menurut Paroda (1998) penggunaan padi hibrida merupakan alternatif cara yang paling tepat untuk dapat meningkatkan produksi dan produktivitas padi pada ekosistem beririgasi. Menurut Pingali et al. (1998) bahwa hasil yang diperoleh dengan menggunakan padi hibrida akan lebih tinggi 1 ton/ha jika dibandingkan dengan varietas konvensional yang hasilnya hanya berkisar antara 6.5 ton/ha, bahkan menurut Tatang (2007) saat ini telah diperoleh sejumlah varietas padi hibrida yang mempunyai produktivitas mencapai 11.4 ton hingga
13
12.6 ton/ha gabah kering. Menurut Heriyanto et al. (2007) daya hasil padi hibrida memang tinggi, tetapi harus disertai disiplin petani dalam mengusahakan padi ini mulai dari penanaman hingga masa menuai. Superioritas padi hibrida meliputi sistem perakaran kuat, pembentukkan anakan, jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai dan aktivitas akar yang lebih tinggi. Selain itu kapasitas fotosintetis padi hibrida lebih tinggi, intensitas respirasi yang lebih rendah, efisiensi fotosintetis yang lebih tinggi serta pendistribusian hasil asimilasi yang lebih efektif. Potensi demikian sangat memungkinkan dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi padi secara nasional. Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya sehingga harus dikendalikan agar tidak mengganggu tanaman budidaya. Beberapa gulma padi sawah antara lain, Echinochloa colonum (jajagoan leutik), Echinochloa crusgalli (jawan), Cyperus difformis (sunduk welut), dan lain-lain. Umumnya bentuk gulma padi sawah mirip dengan tanaman padi itu sendiri (Pitojo, 2003). Keberadaan gulma pada tanaman padi dapat meningkatkan kehilangan hasil. Kerugian yang diakibatkan oleh gulma terhadap produksi padi di berbagai negara bervariasi. Rata-rata penurunan hasil di dunia akibat gulma sebesar 10% (Smith, 1983). Pengendalian gulma menjadi perlu dilakukan agar persentase kehilangan hasil dapat ditekan serendah mungkin. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma ini dapat dikendalikan dengan berbagai macam cara, yang salah satunya adalah penyiangan gulma. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman pengganggu/gulma di lapangan. Pengurangan kehilangan hasil akibat gulma dapat menjadi salah satu cara untuk penyelamatan produksi padi. Salah satu teknik budidaya pada padi sawah adalah adanya penggenangan. Penggenangan
mampu
menghambat
pertumbuhan
gulma.
Terhambatnya
pertumbuhan gulma akan meningkatkan produksi padi. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Arsana et al. (2003) penggenangan 10 cm dapat meningkatkan produksi padi sampai 8% dibandingkan dengan penggenangan 0 cm atau macak-macak. Penggenangan pada budidaya padi sawah berperan mempercepat proses dekomposisi mulsa atau jerami dan melunakkan tanah. Semakin rendah genangan air akan memberi peluang bagi peningkatan populasi gulma dan dapat menekan hasil padi. Menurut hasil penelitian Arsana et al.
14
(2003) lahan yang macak-macak menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan gulma, sehingga infestasi gulma menjadi lebih hebat, kompetisi padi dengan gulma akan meningkat. Penggenangan pada padi hibrida masih belum diketahui pengaruhnya. Oleh karena itu percobaan ini penting untuk dilakukan.
Tujuan Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh tinggi genangan terhadap pertumbuhan gulma dan produksi padi hibrida.
Hipotesis 1. Semakin tinggi genangan yang diberikan, pertumbuhan gulma akan semakin menurun. 2. Semakin tinggi genangan yang diberikan, produksi padi hibrida akan semakin meningkat. 3. Menurunnya pertumbuhan gulma akan mengakibatkan produksi padi hibrida meningkat.
15
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi Padi merupakan tanaman dari ordo Poales dengan famili Poaceae. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia, yaitu Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan Tibet/Tiongkok) dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai Niger) (Wikipedia, 2008). O. sativa terdiri dari dua varietas, indica dan japonica (sinonim sinica). Varietas japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki "bulu" (Ing. awn), bijinya cenderung panjang. Varietas indica, sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak ber-"bulu" atau hanya pendek saja, dan biji cenderung oval. Walaupun kedua varietas dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan varietas japonica (kultivar 'Deegeowoogen' dari Formosa dan varietas indica (kultivar 'Peta' dari Indonesia). Selain kedua varietas ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa (Wikipedia, 2008).
Morfologi Tanaman Padi Akar Tanaman padi memiliki akar serabut. Sistem perakaran ini terjadi apabila akar embrio dalam perkembangan selanjutnya mati dan kemudian disusul oleh berkembangnya sejumlah akar yang kurang lebih sama besar dan semuanya berasal dari pangkal batang. Akar-akar baru ini disebut akar tambahan atau akar adventif, berbentuk seperti serabut (Wikipedia, 2008).
Batang Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan Gramineae. Batang padi tersusun dari beberapa ruas yang panjangnya tidak sama. Ruas terpendek
16
terdapat pada pangkal batang. Ruas-ruas selanjutnya lebih panjang daripada ruas sebelumnya. Di buku bagian bawah, tumbuh daun pelepah yang membungkus ruas sampai buku bagian atas (Siregar, 1981).
Daun Di buku bagian atas ujung daun pelepah terjadi percabangan, cabang terpendek disebut ligulae daun dan yang terpanjang disebut daun kelopak. Daun pelepah yang membungkus ruas yang paling atas dari batang disebut daun bendera. Ruas yang menjadi bulir padi muncul tepat pada daun pelapah teratas yang menjadi ligulae dan daun bendera (Siregar, 1981). Padi mempunyai daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya 15-30 cm. Ujungnya runcing, tepinya rata, berpelepah, pertulangan sejajar, dan berwarna hijau (E-Smartschool, 2008).
Bunga Bunga padi tersusun sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret, floret tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi satu spikelet hanya memiliki satu floret. Buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir atau kariopsis (Wikipedia, 2008). Buah jali bervariasi dalam ukuran, bentuk dan warna, membulat telur, menyorong atau menyilinder, seringkali berwarna kuning keputihan atau coklat (Kehati, 2008).
Syarat Tumbuh Tanaman Padi Suhu Padi dapat tumbuh di daerah yang mempunyai temperatur sedang sampai tinggi dengan intensitas cahaya matahari yang panjang. Suhu rata-rata yang sesuai untuk kelangsungan hidup padi antara 680 – 1000 F. Suhu menjadi salah satu syarat utama yang harus diperhatikan untuk budidaya tanaman padi. Suhu rendah pada awal pertumbuhan tanaman padi akan memperlambat perkecambahan benih, dan menunda proses transplanting atau pemindahan ke lapang, menghambat pertumbuhan akar, dan menunda proses heading (Grist, 1975). Siregar (1981) menyatakan bahwa hasil yang dapat diperoleh dari pertanaman padi di negara-negara yang tergolong beriklim dingin dapat
17
menghasilkan beras 5-6 ton/ha. Sedangkan untuk negara-negara beriklim panas seperti Indonesia hasil yang diperoleh tidak lebih dari 3.5 ton/ha.
Altitude Menurut Grist (1975) tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis, dengan letak lintang 530 LU – 37.50 LS. Tanaman padi membutuhkan tempat yang bertemperatur hangat dan kelembaban udara cukup tinggi. Ketinggian tempat untuk penanaman padi tergantung dari letak lintang daerah penanamannya. Tidak ada data yang jelas yang menunjukkan antara ketinggian tempat dengan hasil yang akan diperoleh. Moorman dan Nico (1978) mengemukakan bahwa Oryza sativa atau padi tersebar di daerah tropis dan subtropis Asia namun daerah peyebaran utamanya bergantung dari bahan yang dikandungnya. Padi menyebar hampir di seluruh belahan dunia dan telah menjadi makanan pokok untuk sebagian besar populasi di dunia.
Tanah Menurut Grist (1975) tipe tanah yang cocok untuk budidaya padi tergantung dari kondisi tanaman padi itu tumbuh. Tanah dengan temperatur sedang merupakan jenis tanah yang banyak digunakan dalam budidaya tanaman padi. Jenis tanah yang banyak digunakan dalam pertanaman padi adalah tanah alluvial dan tanah regosol yang digunakan untuk padi sawah. Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa tanah alluvial merupakan tanah yang berasal dari endapan baru berlapis-lapis, jumlah bahan organiknya tidak teratur, bergantung dari kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik, histik, atau sulfuric, dengan kandungan pasir kurang dari 60%. Sedangkan regosol merupakan tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, hanya mempunyai horizon penciri ochrik, histik, dan sulfurik, bukan merupakan bahan endapan baru, tidak menunjukkan sifat hidromorfik, tidak bersifat mengembangmengerut, dan tidak didominasi bahan amorf. Reaksi tanah pH yang dianjurkan untuk budidaya tanaman padi berkisar antara 5.5 – 6.5, dan angka ini bergantung dari lingkungan kondisi tanaman padi
18
itu sendiri. Kisaran nilai pH pada tanaman padi dengan kondisi tergenang akan berubah menjadi 4.5 – 5.5 dan nilai ini pun akan meningkat menjadi 6.5 – 7.0 jika air irigasinya mengalami run off (aliran permukaan). Nilai pH menunjukkan keberadaan bahan organik dalam tanah tersebut (Grist, 1975). Menurut Hardjowigeno (2003) pH tanah menunjukkan tingkat kemudahan unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman.
Air Menurut Prasetiyo (2002) ketersediaan air dalam jumlah serta waktu yang tepat merupakan syarat mutlak pada budidaya padi sawah. Akibat kekurangan atau kelebihan air akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tersedianya unsur hara dalam tanah dan penyerapan pupuk, perkembangan organisme pengganggu tanaman seperti hama, penyakit, dan gulma, serta timbulnya senyawa-senyawa beracun. Air memegang peranan penting dalam budidaya padi terutama padi sawah. Kebutuhan air tanaman dikenal dengan istilah evapotranspirasi aktual. Kebutuhan air tanaman terdiri dari air untuk penguapan lewat permukaan air dan tanah (evaporasi aktual) serta kebutuhan air untuk penguapan lewat permukaan daun tanaman (transpirasi aktual). Kebutuhan air untuk tanaman padi sawah tergantung dari varietas padi yang ditanam, lama periode pertumbuhan tanaman sejak tanam hingga bertunas, keadaan cuaca yang dipengaruhi oleh suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari, serta jenis, tekstur, dan kelembaban tanah tempat tumbuh tanaman padi. Kebutuhan air di petakan sawah tersebut dicukupi dari curah hujan dan atau air irigasi (Pitojo, 2003). Grist (1975) menyatakan bahwa tanaman padi tergolong tanaman air dan memerlukan banyak air untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Di daerah tropis penanaman padi biasanya dilakukan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau. Delapan puluh persen dari pertanaman padi di dunia mendapatkan suplai air dari air hujan .
19
Penggenangan Menurut Moormann dan Nico (1978) budidaya padi sawah akan mengubah keaslian dari sifat fisik tanah. Penggenangan akan merusak agregasi tanah, potensial reduksi tanah menurun, suhu akan lebih rendah, dan tegangan air akan turun. Kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhan berbeda-beda. Pada fase pertumbuhan vegetatif kebutuhan air cukup banyak. Penggenangan air dilakukan segera setelah transplanting untuk memberikan lingkungan yang baik bagi perakaran (De Datta, 1981), sedangkan menurut Jaw-Kai dan Hagan (1981) kebutuhan air pada fase pematangan sedikit sekali. Penggenangan tidak dilakukan lagi setelah malai mencapai stadia kuning. Pengeringan lahan sudah harus dilakukan 10 hari menjelang panen. Menurut Juliardi dan Ruskandar (2007) kebutuhan air untuk padi sawah sebanyak 0.74 – 1.21 l/det/ha atau 6.39 – 10.37 mm/hari/ha. Jika lahan tersebut tidak digenangi atau hanya macak – macak konsumsi air yang dibutuhkan sebanyak 4355 m3 pada musim kemarau dan 2457 m3 pada musim hujan. Peluang peningkatan produksi padi sawah dapat dilakukan dengan penggenangan. Penggenangan pada budidaya padi sawah berperan mempercepat proses dekomposisi mulsa/jerami dan melunakkan tanah sebelum penanaman. (Arsana et al., 2003). Menurut Kurniarahmi (2005) ada interaksi antar waktu penggenangan terhadap
jumlah
anakan
dan
jumlah
anakan
produktif.
Keterlambatan
penggenangan akan meningkatkan jumlah anakan maksimum sementara itu jumlah anakan produktif makin menurun. Keterlambatan penggenangan dan stress air juga akan menurunkan bobot gabah/malai. Prasetiyo (2002) mengemukakan bahwa pengairan yang hemat dilakukan dengan pemberian yang terputus-putus atau intermittent dengan mengatur ketinggian genangan sesuai dengan tahapan pertumbuhan tanaman padi. Untuk varietas padi berumur panjang, tata airnya sedikit berbeda. Perbedaannya hanya disebabkan karena fase-fase pertumbuhan yang lebih lama sehingga lamanya pemberian air setiap fase juga agak lama. Hal serupa diungkapkan pula oleh Utomo dan Nazaruddin (2003) yang mengemukakan pengaliran air secara terus
20
menerus dari satu petakan ke petakan lain atau penggenangan dalam petakan sawah secara terus-menerus selain boros air juga berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Air yang diberikan dalam jumlah cukup banyak sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta mengurangi serangan tikus. Daya tanggap tanaman terhadap cekaman secara umum, termasuk penggenangan dapat dicirikan dengan peningkatan kadar etilen. Hormon etilen tersebut merangsang pembentukan jaringan aerenchima dan pemunculan akarakar dan tunas baru sebagai mekanisme adaptasi padi terhadap genangan. Genangan diduga dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan fase-fase awal padi sawah dengan menggunakan sistem tabela (tanam benih langsung), padahal genangan diperlukan dalam pengendalian gulma pada padi sawah (Arsana et al., 2003). Kasmo et al. (1986) mengemukakan bahwa pada lahan basah seperti lahan sawah, penggenangan setinggi 5-15 cm dapat menekan pertumbuhan gulma dari golongan teki dan rumput. Penggenangan dilakukan setelah tanah dibajak dan digaru serta pada waktu pertumbuhan tanaman padi, sejak tanam (3-4 HST) hingga stadium masak.
Gulma pada Tanaman Padi Gulma adalah tanaman yang tumbuh bukan pada tempatnya, artinya tanaman itu tidak dikehendaki keberadaannya oleh penanam. Gulma yang selalu berada di sekitar tanaman budidaya dapat menghambat pertumbuhan serta menurunkan hasil akhir. Karena begitu luas daerah penyebarannya, gulma mempunyai berbagai nama sesuai dengan asal daerah dan negaranya seperti Weed (Inggris), Unkraut (Jerman), Onkruit (Belanda), Tazo (China), serta masih banyak nama yang lainnya. Luasnya daerah penyebaran gulma karena daun gulma dapat dimodifikasikan, demikian pula dengan bagian-bagian lainnya, inilah yang memungkinkan gulma unggul dalam persaingan dengan tanaman budidaya. Gulma dapat memberikan bau serta rasa yang kurang sedap, bahkan dapat
21
mengeluarkan zat disekitar tempat tumbuhnya yang dapat meracuni tumbuhan lain di sekelilingnya (peristiwa allelopati) (Moenandir, 1993). Smith (1983) menyatakan bahwa terdapat 350 spesies yang berasal dari lebih 150 genus dan 60 famili yang telah diketahui sebagai gulma pada pertanaman padi. Ada 80 spesies gulma padi yang paling umum ditemukan berasal dari golongan Poaceae, kemudian untuk golongan Cyperaceae hanya ada 50 spesies yang menjadi gulma padi. Golongan lainnya yang tercatat dapat menjadi gulma padi adalah Alismataceae, Asteraceae, Fabaceae, Lythtraceae, dan Scrophulariceae. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan Sudarmadi et al. (1979) populasi gulma pada suatu areal pertanian akan mempengaruhi tingkat persaingan hidup antara tanaman budidaya dengan gulma. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Arsana et al. (2003) yaitu semakin menurun tinggi genangan, semakin meningkat proporsi gulma dan akan menekan hasil padi. Pengendalian gulma pada padi sawah dapat dilakukan dengan menggenangi seluruh permukaan sawah dengan tinggi genangan tertentu.
Padi Hibrida Tumbuhan padi adalah tumbuhan yang tergolong tumbuhan menyerbuk dan membuahi sendiri (self pollinated dan self fertilized crop). Walaupun tumbuhan padi bersifat demikian, dalam keadaan alam terbuka dan dalam kedaan cuaca yang menguntungkan sering terjadi pertukaran serbuk sari antara 2 varietas yang berbeda yang ditanam berdekatan (Siregar, 1981). Hibridisasi adalah penggabungan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh dua varietas berbeda disatukan dalam satu varietas. Dengan melakukan hibridisasi akan diperoleh turunan yang mempunyai sifat tertentu yang diinginkan. Hibridisasi dapat menyebabkan perbedaan daya hasil dari varietas-varietas padi yang disebabkan oleh bentuk bangun atau morfologi tanaman dari varietas, tinggi atau rendahnya batang tanaman, sifat tahan tumbang atau rebah, sifat daya merumpun yang kuat, sifat rontoknya gabah/butir, dan sifat ketahanan varietas terhadap serangan organisme pengganggu (Siregar, 1981).
22
Suprihatno (1993) mengemukakan bahwa komponen utama padi hibrida adalah : (a) varietas/galur mandul jantan, yaitu sistem sterilitas jantan yang efektif. (b) galur maintener/pelestari, yaitu galur yang dapat melestarikan galur mandul jantan tanpa mengubah sifat yang dimilikinya. (c) galur restorer/pemulih kesuburan, yaitu suatu galur untuk memulihkan kesuburan galur mandul jantan dan dapat memberikan produktivitas lebih tinggi daripada varietas tetuanya. Untuk memperoleh benih padi hibrida diperlukan dua tahap kegiatan, yaitu pengadaan atau perbanyakan galur mandul jantan dan perbanyakan benih padi hibrida. Bahan yang digunakan pada perbanyakan benih galur mandul jantan adalah galur mandul jantan dan pelestarinya, sedangkan untuk perbanyakan benih padi hibrida digunakan galur mandul jantan dan galur pemulih kesuburan. Rothschild (1998) menyatakan bahwa penggunaan padi hibrida pada tahun 1970an di China meningkatkan produktivitas padi sekitar 15-20%. Padi hibrida terus digunakan di China karena dapat meningkatkan hasil. Akan tetapi, padi hibrida yang berasal dari China ini tidak dapat digunakan secara bebas di luar daerah China. Menurut Paroda (1998) hasil yang diperoleh dengan menggunakan padi hibrida secara signifikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil dari varietas kovensional. Pingali et al. (1998) juga mengemukakan bahwa panggunaan padi hibrida dapat meningkatkan hasil 1 ton/ha lebih banyak jika dibandingkan dengan padi nonhibrida. Heriyanto et al. (2007) menyatakan bahwa untuk memperkenalkan benih padi hibrida agar disukai dan dipakai petani tidak mudah karena menyangkut kebiasaan atau kultur petani dalam bercocok tanam yang sudah terpola bertahuntahun. Daya hasil padi hibrida memang tinggi, tetapi harus disertai disiplin petani dalam mengusahakan padi ini mulai dari penanaman hingga masa menuai. Varietas padi hibrida masih memiliki beberapa kekurangan, yakni daya tahan terhadap penyakit utama berupa hama wereng coklat, virus tungro, dan hawar daun bakteri, juga ekspresi heterosis yang kurang stabil.
23
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan ini dilakukan di Cikarawang Darmaga Bogor dan dimulai bulan Oktober 2007 sampai dengan Februari 2008.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih padi hibrida varietas Arize Hibrindo R-1, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, Furadan 3G, pestisida. Alat yang digunakan adalah neraca analitik, sprayer, oven, alat analisis mutu fisik beras, kuadran, spidol tahan air, bambu ajir, cat, dan alat budidaya berupa cangkul, kored dan ember.
Metode Percobaan Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu tinggi genangan yang terdiri dari empat taraf tinggi genangan : genangan 0 cm (macak-macak) sebagai kontrol, 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. Percobaan menggunakan tiga ulangan. Satuan percobaan berupa petak berukuran 8.5 m x 3 m, dan total luas petakan adalah 306 m2. Model statistika rancangan percobaan ini sebagai berikut : Yij = U + Ai + Gj + Eij dengan : Yij = variabel respon stabilitas tanaman padi terhadap pengaruh dari kelompok ke-i dan tinggi genangan ke-j U
= nilai tengah populasi
Ai
= pengaruh kelompok ke-i, (i =1, 2, 3, 4)
Gj = pengaruh tinggi genangan ke-j, (j = 1, 2, 3, 4) Eij = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-i dan tinggi genangan ke-j Untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan dilakukan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, maka rataan setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji berganda Duncan pada taraf 5%.
24
Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan Tahapan persiapan lahan meliputi penetapan lokasi, pembagian petak percobaan, dan pengolahan lahan. Pengolahan lahan dilakukan 1 bulan sebelum penanaman. Persemaian Persemaian dilakukan 3 minggu sebelum tanam. Kebutuhan benih untuk persemaian adalah 15 kg per ha. Dosis pupuk yang diberikan saat persemaian yaitu 22 gram Urea, 17 gram SP-36, dan 10 gram KCl per m2. Tanam Umur bibit yang digunakan untuk penanaman adalah 21 hari. Jumlah bibit yang digunakan 1 bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Populasi untuk setiap petakan adalah 408 rumpun. Populasi seluruh petakan adalah 4 896 rumpun. Pemupukan Pemupukan dilakukan 3 kali. Pupuk pertama diberikan saat pindah tanam dengan dosis 90 kg Urea, 135 kg SP-36, dan 80 kg KCl per ha. Pemupukan kedua saat 2 minggu setelah tanam dengan dosis 90 kg Urea per ha. Pemupukan terakhir saat 6 minggu setelah tanam dengan dosis 90 kg Urea dan 20 kg KCl per ha. Penggenangan Penggenangan dilakukan secara intermittent atau terputus-putus sesuai dengan perlakuan. Penggenangan pada 6-30 HST, 32-45 HST, 50 HST sampai 2 minggu menjelang panen. Pengambilan Contoh Gulma Pengambilan contoh gulma dilakukan dengan kuadran yang berukuran 50 cm x 50 cm. Kuadran dilempar 2 kali dalam setiap petakan. Pengambilan contoh gulma dimulai saat 3-8 dan 12 MST (minggu setelah tanam). Panen dan Pasca Panen Panen dilakukan saat tanaman padi berumur 124 HSS (hari setelah sebar). Kegiatan panen yang dilakukan adalah panen sampel, ubinan, dan seluruh
25
tanaman. Ukuran ubinan yang digunakan 1.5 m x 1.5 m atau 6 rumpun x 6 rumpun. Kegiatan pasca panen yang dilakukan adalah penjemuran gabah basah di dalam green house, penggilingan, serta analisis mutu beras.
Pengamatan Peubah yang diamati untuk gulma : 1.
Jenis-jenis gulma
2.
Dominansi gulma a. Jumlah individu per spesies b. Berat kering tiap spesies
Peubah yang diamati untuk tanaman padi : Pengamatan dilakukan terhadap tanaman contoh sebanyak 10 tanaman yang diambil secara acak pada setiap petak percobaan : 1.
Tinggi Tanaman Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ke ujung malai. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sekali mulai 1 hingga 8 MST. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan mistar.
2.
Jumlah Daun Jumlah daun tanaman dihitung pada tanaman sampel. Daun yang dihitung adalah daun yang sudah membuka sempurna dan masih berwarna hijau. Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap minggu sekali mulai 1 hingga 8 MST.
3.
ILD (Indeks Luas Daun) Rasio penutupan tajuk tanaman terhadap permukaan tanah. Pengukuran ILD menggunakan metode gravimetri. ILD = {Luas Daun (cm2) x Populasi} / Jarak Tanam (cm x cm).
26
4.
Jumlah Anakan Jumlah anakan tanaman padi per rumpun tanaman. Pengamatan jumlah anakan dilakukan setiap minggu sekali mulai 1 hingga 8 MST.
5.
Saat heading, saat 50 % populasi berbunga, dan saat 80 % populasi siap panen. Pengamatan dilakukan secara visual dari seluruh pertak perlakuan.
6.
Panjang Malai Panjang malai tanaman padi diukur dari titik awal muncul malai hingga ujung malai. Pengamatan panjang malai dilakukan saat 124 HSS.
7.
Jumlah Anakan Produktif Jumlah anakan produktif per rumpun tanaman. Pengamatan jumlah anakan produktif dilakukan saat 124 HSS.
8.
Jumlah Gabah Isi Jumlah gabah isi dari 3 malai setiap rumpun sampel. Pengamatan jumlah gabah isi dilakukan pada 124 HSS.
9.
Jumlah Gabah Hampa Jumlah gabah hampa dari 3 malai setiap rumpun sampel. Pengamatan jumlah gabah hampa dilakukan pada 124 HSS.
10. Persentase Pengisian Gabah Persentase pengisian gabah = {∑Gabah Isi/(∑Gabah Isi+∑Gabah Hampa)*100} 11. Hasil Ubinan Jumlah dalam kilogram per plot. Ukuran ubinan yang digunakan adalah 1.5 m x 1.5 m. Pengamatan dilakukan saat 124 HSS. Peubah yang diukur setelah panen : Pengamatan dilakukan terhadap hasil ubinan setiap perlakuan. 1.
Kadar air beras diukur dengan menggunakan alat moisture tester.
2.
Rendemen beras giling Rendemen beras giling (%) = {bobot contoh gabah awal (GKG) / bobot beras hasil giling} x 100%
27
3.
Persentase beras kepala dilakukan secara visual dengan menggunakan kaca pembesar dan dibandingkan dengan contoh pembanding (standar).
4.
Persentase pengapuran dilakukan secara visual dengan menggunakan kaca pembesar dan dibandingkan dengan contoh pembanding (standar).
5.
Persentase
rendemen
beras
pecah
kulit
dilakukan
dengan
menggunakan alat mini husker. 6.
Persentase menir % Menir = (Bobot menir / Bobot contoh beras hasil giling) x 100%
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan rata-rata yang terjadi selama penelitian berlangsung adalah 409 mm/bulan dengan jumlah rata-rata hari hujan 26 hari. Curah hujan tertinggi terjadi saat bulan Maret 2008 yaitu 673 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober 2007 yaitu 236 mm/bulan. Rata-rata intensitas penyinaran matahari yang terjadi adalah 264.8 W/m2 dengan lama penyinaran 51.8 %. Temperatur rata-rata berkisar antara 22.20 – 30.80C. (Tabel lampiran 1). Terjadi serangan hama keong emas (Pomacea canaliculata) pada 0 - 2 MST (Gambar 1). Waktu kritis serangan hama keong emas ini terjadi saat 10 hari setelah pindah tanam atau 31 hari setelah sebar. Hama ini menyerang dengan memotong bagian tajuk tanaman, sehingga perlu dilakukan penyulaman untuk mengurangi jumlah kematian tanaman. Penyulaman dilakukan pada saat 1-2 MST. Serangan keong mas tidak lagi menimbulkan kerusakan yang berarti setelah padi berumur 3 MST karena anakan mulai muncul pada saat 3 MST. Upaya untuk mengatasi serangan keong emas ini dengan pengeringan sementara saat 1 MST serta pemungutan keong dan telur keong secara manual dari petakan.
(a) (b) Gambar 1. Hama Keong Mas (a) dan Telurnya (b). Tanaman padi terserang oleh hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) saat fase pemasakan awal tanaman. Hama ini menyebabkan bulir padi yang sedang masak susu menjadi hampa. Serangan hama walang sangit dapat dikendalikan dengan insektisida Decis dengan konsentrasi 1 cc/L pada saat tanaman berumur 10 MST. Serangan burung pipit (Lonchura spp.) muncul saat bulir padi
29
masak penuh. Burung pipit memakan bulir padi yang sudah masak penuh. Serangan burung pipit diatasi dengan pembuatan orang-orangan sawah dan pengusiran secara manual.
Pertumbuhan Gulma Populasi Gulma Penambahan ketinggian genangan cederung menurunkan rata-rata populasi gulma (Tabel 1). Rata-rata populasi gulma tertinggi terdapat pada lahan dengan genangan 0 cm dan terendah terdapat pada lahan dengan ketinggian genangan 15 cm. Tabel 1. Rata-Rata Populasi Gulma/0.25 m2 pada Berbagai Ketinggian Genangan Minggu Setelah Tanam (MST)
Genangan 0 cm 5 cm 10 cm 15 cm
3
4
5
6
7
8
12
75.33 64.33 33.33 31.50
72.83 29.83 34.83 38.83
48.17 44.17 39.33 23.83
70.50 32.33 27.83 20.50
46.33 14.83 22.33 7.33
11.83 18.17 32.00 9.50
18.00 1.50 7.50 2.17
Berat Kering Gulma Pengaruh tinggi genangan terhadap berat kering gulma hanya terlihat pada saat 4 MST (Tabel 2). Terdapat kecenderungan semakin tinggi genangan yang diberikan, berat kering gulma semakin menurun. Berat kering gulma tertinggi diperoleh pada lahan dengan genangan 0 cm, dan terendah pada lahan dengan genangan 15 cm. Tabel 2. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma / 0.25 m2 Genangan 0 cm 5 cm 10 cm 15 cm
3
4
7.85 4.88 3.54 3.52
3.06 a 2.29ab 3.07 a 1.49 b
Minggu Setelah Tanam (MST) 5 6 7 19.19 22.87 30.82 14.80
48.39 26.71 30.47 23.16
47.11 21.16 37.19 18.80
8
12
35.82 26.21 68.05 12.18
4.10 0.68 4.61 1.34
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%.
30
Dominansi Gulma Penggenangan tidak merubah dominansi gulma yang terdapat di lahan. Perubahan dominansi giulma baru terlihat setelah dilakukan penyiangan secara manual. Fimbristylis miliaceae (Gambar 2a) yang termasuk golongan teki merupakan gulma yang mendominansi lahan saat 3-8 MST di berbagai ketinggian genangan. Gulma dominan utama yang mendominasi lahan tidak mengalami perubahan sampai 8 MST. Perubahan dominansi gulma utama baru terlihat saat 12 MST (setelah dilakukan penyiangan). Gulma dominan utama saat 12 MST di ketinggian genangan 0 cm adalah Eriocaulon sp. (Gambar 2c) dari golongan teki, sedangkan untuk ketinggian genangan 5, 10, dan 15 cm adalah Gratiola sp. dari golongan daun lebar (Tabel 3).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Beberapa Gulma di Lahan ; (a) F. miliacea, (b) L. octovalvis, (c) Eriocaulon sp.
31
Tabel 3. Dominansi Gulma pada 3-8 dan 12 MST di Berbagai Ketinggian Genangan Perlakuan Genangan
0 cm
5 cm
10 cm
15 cm
3 F. miliaceae (65.73%) Ludwigia sp. (29.25%) Vandelia sp. (11.38%) F. miliaceae (65.08%) L. octovalvis (25.17%) Paspalum sp. (4.75%) F. miliaceae (65.33%) L. octovalvis (28.83%) Paspalum sp. (5.84%) F. miliaceae (62.18%) L. octovalvis (19.22%) Vandelia sp. (9.80%)
4 F. miliaceae (59.75%) L. octovalvis (23.98%) Cyperus sp. (6.95%) F. miliaceae (53.52%) L. octovalvis (26.10%) Vandelia sp. (11.38%) F. miliaceae (51.51%) L. octovalvis (22.63%) Cyperus sp. (17.87%) F. miliaceae (59.38%) L. octovalvis (29.52%) Cyperus sp. (6.58%)
5 F. miliaceae (66.97%) Vandelia sp. (10.71%) Gratiola sp. (9.34%) F. miliaceae (65.83%) L. octovalvis (10.02%) Gratiola sp. (98.37%) F. miliaceae (66.26%) Gratiola sp. (9.50%) Vandelia sp. (5.07%) F. miliaceae (61.89%) L. octovalvis (23.56%) Gratiola sp. (10.18%)
Minggu Setelah Tanam (MST) 6 7 F. miliaceae F. miliaceae (66.39%) (54.51%) Lindernia sp. L. octovalvis (11.45%) (10.03%) Gratiola sp. Gratiola sp. (9.68%) (7.26%) F. miliaceae F. miliaceae (65.50%) (60.45%) Gratiola sp. L. octovalvis (11.90%) (16.82%) Cyperus sp. L. octovalvis (8.63%) (9.67%) F. miliaceae F. miliaceae (79.52%) (70.27%) Gratiola sp. Cyperus sp. (20.48%) (12.30%) Gratiola sp. (11.26%) F. miliaceae F. miliaceae (75.49%) (57.18%) Gratiola sp. Echinochloa sp. (17.02%) (17.48%) Cyperus sp. L. octovalvis (7.49%) (16.50%)
8 F. miliaceae (54.46%) L. octovalvis (26.57%) Cyperus sp. (10.36%) F. miliaceae (68.29%) L. octovalvis (20.67%) Cyperus sp. (11.04%) F. miliaceae (62.44%) Gratiola sp. (8.32%) Echinochloa sp. (7.53%) F. miliaceae (54.75%) Gratiola sp. (25.66%) L. octovalvis (11.38%)
12 Eriocaulon sp. (48.78%) Gratiola sp. (18.94%) Lindernia sp. (16.39%) Gratiola sp. (100%)
Gratiola sp. (44.60%) Eriocaulon sp. (29.75%) Cyperus sp. (16.72%) Gratiola sp. (75.47%) L. octovalvis (24.53%)
32
Pertumbuhan Tanaman Padi Tinggi Tanaman Penggenangan berpengaruh positif pada tinggi tanaman pada 8 MST. Semakin tinggi genangan yang diberikan terjadi peningkatan tinggi tanaman padi. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan genangan 15 cm yaitu 93.7 cm sedangkan terendah pada perlakuan genangan 0 cm yaitu 83.8 cm (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Tinggi Tanaman Genangan
1 19.4 17.7 20.0 18.5
0 cm 5 cm 10 cm 15 cm
2 26.4 27.4 30.3 27.5
3 31.9 32.1 36.6 31.9
4 43.7 43.0 48.3 43.3
MST 5 50.6 49.7 54.9 51.4
6 62.0 59.7 66.7 63.6
7 67.6 75.2 78.4 75.5
8 83.8b 90.6ab 93.5ab 93.7a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%.
Jumlah Anakan Perlakuan penggenangan berpengaruh terhadap jumlah anakan pada 5 MST (Tabel Lampiran 4). Jumlah anakan meningkat di setiap minggunya sampai 6 MST, namun terjadi penurunan jumlah anakan setelah 6 MST. Penambahan ketinggian genangan menjadi 15 cm cenderung menurunkan jumlah anakan yang dihasilkan di setiap minggunya (Gambar 3). 35 Jumlah Anakan (batang)
30 25 20 15
Genangan 0cm
10
Genangan 5cm
5
Genangan 10cm Genangan 15cm
0 1
2
3
4
5
6
7
8
Minggu Setelah Tanam (MST)
Gambar 3. Grafik Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Jumlah Anakan
33
Jumlah Daun Perlakuan tinggi genangan mempengaruhi jumlah daun pada 4 MST (Tabel Lampiran 5). Jumlah daun bertambah seiring dengan penambahan genangan sampai 10 cm. Penambahan ketinggian genangan menjadi 15 cm cenderung
Ju m lah D au n
menurunkan jumlah daun yang dihasilkan di setiap minggunya (Gambar 4). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Genangan 0cm Genangan 5cm Genangan 10cm Genangan 15cm 1
2
3
4
5
6
7
8
Minggu Setelah Tanam (MST)
Gambar 4. Grafik Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Jumlah Daun
Indeks Luas Daun Nilai indeks luas daun (ILD) tidak dipengaruhi oleh ketinggian genangan (Tabel Lampiran 6). Nilai indeks luas daun yang diperoleh berkisar antara 1.8 – 3.0 (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Indeks Luas Daun Genangan
Indeks Luas Daun
0 cm
2.1
5 cm 10 cm 15 cm
1.8 1.9 3.0
Saat Heading, 50 % Populasi Berbunga, dan 80% Populasi Siap Panen Ketinggian genangan tidak mempengaruhi saat heading, 50 % populasi berbunga, dan 80 % populasi padi siap panen. Saat heading tanaman terjadi saat
34
87 hari setelah sebar (HSS), 50 % populasi berbunga terjadi saat 100 HSS, dan 80 % populasi siap panen terjadi saat 119 HSS (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Saat Heading, 50 % Populasi Berbunga, dan 80 % Populasi Siap Panen Genangan 0 cm 5 cm 10 cm 15 cm
50% Berbunga 80% Siap Panen Heading . . . . . . . . . . . Hari Setelah Sebar (HSS) . . . . . . . . . . 87 100 119 87 100 119 87 100 119 87 100 119
Komponen Hasil dan Hasil Padi Hibrida Komponen Hasil Padi Hibrida Tinggi genangan berpengaruh terhadap tinggi tanaman saat panen (Tabel Lampiran 7). Penambahan ketinggian genangan sampai 10 cm meningkatkan tinggi tanaman saat panen namun penambahan tinggi genangan menjadi 15 cm menurunkan tinggi tanaman (Gambar 5). Tinggi genangan 10 cm memberikan hasil terbaik untuk peubah tinggi tanaman saat panen. Dari persamaan regresi
Tinggi Tanaman saat Panen (cm)
tersebut, didapat ketinggian optimum genangan adalah 10.3 cm. 102 100 98 96 94 92 90 88 86 84
y = -0.0604x2 + 1.248x + 87.398 R 2 = 0.3603
0
5
10
15
Tinggi Genangan (cm )
Gambar 5. Grafik Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Tinggi Tanaman saat Panen
35
Ketinggian genangan mempengaruhi jumlah anakan produktif yang tetapi tidak berpengaruh untuk anakan non produktif (Tabel Lampiran 8). Padi pada lahan dengan ketinggian genangan 0 cm menghasilkan jumlah anakan produktif terendah. Terdapat kecenderungan semakin tinggi genangan yang diberikan, jumlah anakan produktif dan non produktif tanaman padi semakin meningkat pula ( Tabel 7 ). Tabel 7. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Jumlah Anakan Produktif Jumlah Anakan
Genangan
Produktif
Non Produktif
0 cm
9b
1.9
5 cm
13 ab
2.2
10 cm
15 a
2.3
15 cm
14 a
2.2
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%.
Ketinggian genangan tidak mempengaruhi jumlah gabah/malai, % pengisian gabah ( Tabel Lampiran 9), dan panjang malai (Tabel Lampiran 10). Terdapat kecenderungan semakin tinggi genangan yang diberikan, jumlah gabah isi/malai semakin meningkat. Panjang malai berkisar antara 22.1 cm - 23.4 cm. Jumlah gabah total/malai berkisar 123-168 butir. Persentase pengisian gabah berkisar antara 62.5 – 73.6 % ( Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Panjang Malai, Jumlah Gabah/Malai, dan % Pengisian Gabah Panjang Malai (cm)
Total
Isi
Hampa
0 cm
22.1
123
83
40
65.8
5 cm
22.8
155
97
58
62.5
10 cm
22.7
151
101
50
66.9
15 cm
23.4
168
123
45
73.6
Genangan
Jumlah Gabah/Malai
% Pengisian
36
Ketinggian genangan tidak berpengaruh terhadap bobot gabah/malai dan bobot 1000 butir (Tabel Lampiran 10). Terdapat kecenderungan genangan mampu meningkatkan bobot gabah total dan isi dan menurunkan bobot gabah hampa. Bobot 1000 butir yang dihasilkan 24.76 – 25.62 gram ( Tabel 9 ). Tabel 9. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Bobot Gabah / Malai dan Bobot 1000 Butir Bobot Gabah/Malai (gram) Genangan 0 cm 5 cm 10 cm 15 cm
Total
Isi
Hampa
2.57 2.81 2.95 3.46
2.27 2.45 2.65 3.18
0.30 0.36 0.24 0.27
Bobot 1000 Butir (gram) 25.62 24.96 24.76 25.08
Produksi Padi Hibrida Tinggi genangan berpengaruh terhadap bobot ubinan, gabah kering panen, dan gabah kering giling (Tabel Lampiran 10). Penambahan ketinggian genangan cenderung meningkatkan hasil ubinan basah dan kering (Tabel 10). Hasil tertinggi yang diperoleh untuk GKP adalah 9.5 ton/ha pada genangan 5 cm, sedangkan terendah 5.3 ton/ha pada genangan 0 cm. Perlakuan genangan 5 cm menghasilkan GKG tertinggi yaitu 7.0 ton/ha sedangkan perlakuan genangan 0 cm menghasilkan GKG terendah yaitu 4.2 ton/ha. Peningkatan produksi akibat genangan dibandingkan dengan macak-macak sebesar 66.67% untuk GKP dan 65.07% untuk GKG. Tabel 10. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Bobot Ubinan dan Hasil Genangan 0 cm 5 cm 10 cm 15 cm
Ubinan (kg/2.25 m2) Basah Kering 1.2 b 0.9 b 2.1 a 1.6 a 1.8 a 1.5 a 1.9 a 1.5 a
Konversi Ton/Ha GKP GKG 5.3 b 4.2 b 9.5 a 7.0 a 8.3 a 6.9 a 8.7 a 6.9 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%.
37
Mutu Fisik Beras Tinggi genangan tidak berpengaruh terhadap mutu fisik beras yang dihasilkan (Tabel Lampiran 11). Kadar air beras berkisar antara 13-14%, rendemen beras gilingnya berkisar antara 68-69%. Persentase beras pecah kulit berkisar antara 77.89 – 79.00 %. Persentase beras kepala yang dihasilkan berkisar antara 82-89%. Persentase menir yang dihasilkan berkisar antara 0.60 – 0.78 %. Persentase beras kapur berkisar antara 0.42 – 0.79 % (Tabel 11). Tabel 11. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Mutu Fisik Beras
Genangan
% KA
% Beras Giling
0 cm 5 cm 10 cm 15 cm
13.45 13.78 13.73 14.02
68.76 68.87 69.02 69.56
% Beras Pecah Kulit 77.89 78.11 78.87 79.00
% Beras Kepala 86.91 85.88 85.21 89.47
% Menir 0.60 0.62 0.65 0.78
% Beras Kapur 0.58 0.79 0.60 0.42
Pembahasan
Pertumbuhan Gulma Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggenangan dapat menurunkan ratarata populasi gulma (Tabel 1). Semakin tinggi genangan yang diberikan, rata-rata populasi gulma semakin menurun. Sukman dan Yakup (2002) mengemukakan bahwa penggenangan mengakibatkan seluruh bagian gulma akan berada di bawah permukaan air, sehingga proses fotosintesis gulma akan terhambat. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan gulma akan terhambat, sehingga populasi gulma di lahan yang tergenang lebih sedikit jika dibandingkan dengan lahan macak-macak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arsana et al. (2003) yang menyatakan bahwa penggenangan menurunkan populasi gulma setiap m2. Gulma dengan tanaman budidaya yang tumbuh berdekatan dan bersamaan akan saling mengadakan persaingan. Salah satu cara untuk mengetahui jenis-jenis gulma pada lahan percobaan adalah dengan melakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui gulma yang mendominansi lahan. Nilai
38
dominansi (SDR) gulma menunjukkan besarnya dominansi gulma pada suatu areal. Secara umum tidak terjadi perubahan dominansi spesies gulma dengan adanya pengaruh tinggi genangan (Tabel 3). Spesies gulma Fimbristylis miliacea yang merupakan golongan Cyperaceae (teki) menjadi gulma dominan sampai 8 MST. Spesies gulma ini dapat menjadi gulma dominan selama beberapa waktu. F. miliacea mendominasi merupakan gulma dominan pada berbagai ketinggian genangan, padahal Kasmo et al. (1986) menyatakan bahwa penggenangan setinggi 5-15 cm pada padi sawah dapat menekan pertumbuhan gulma teki dan rumput. Menurut Galinato et al. (1999) di Filipina F. miliacea dapat berbunga sepanjang tahun dan dapat menghasilkan biji 10000 per tanaman, hal ini yang menyebabkan pertumbuhan gulma tersebut semakin cepat. Spesies gulma dominan berikutnya adalah Ludwigia octovalvis, merupakan gulma daun lebar. Pada lahan yang tergenang 5-15 cm nilai SDR nya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan lahan macak-macak. Menurut De Datta (1981) infestasi gulma daun lebar pada berbagai ketinggian genangan sulit untuk diprediksi. Menurut Baki dan Azmi (1994) gulma Fimbristylis sp. atau gulma daun lebar seperti Ludwigia hyssopifolia, Sagitaria guyanensis, dan Bacopa rotundifolia tidak sensitif terhadap periode penggenangan. Perubahan dominansi gulma baru terlihat pada 12 MST. Pada 8 MST lahan disiangi secara manual, sehingga di lahan tidak lagi terdapat gulma. Lahan kembali bergulma saat 12 MST setelah dilakukan penyiangan secara manual terjadi perubahan dominansi gulma. Eriocaulon sp. dari golongan teki menjadi gulma dominan pada lahan dengan genangan 0 cm. Gulma golongan daun lebar Gratiola sp. menjadi gulma dominan di lahan yang tergenang. Pertumbuhan dan Produksi Padi Hibrida Dari hasil penelitian dapat diperoleh informasi bahwa tinggi genangan sampai 10 cm yang meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun (Tabel 2, Gambar 3 dan 4). De Datta (1981) mengemukakan bahwa penggenangan mampu memberikan respon yang lebih baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Air mempengaruhi karakter fisik tanaman padi, keberadaan nutrisi dan sifat fisik tanah, serta pertumbuhan gulma. Air merupakan
39
faktor lingkungan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman padi. Air mempunyai peranan penting dalam proses fotosintesis dan pengangkut unsur hara dalam tanah. Ketersediaan air yang tidak mencukupi menghambat transportasi unsur hara dan menurunkan aktivitas fotosintesis, sehingga terjadi pertumbuhan tanaman yang kurang baik Grist (1975) menyatakan bahwa tanaman padi tergolong tanaman air dan memerlukan banyak air untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Penambahan ketinggian genangan menjadi 15 cm akan menurunkan jumlah anakan dan jumlah daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bratamidjaya (1967) yang mengemukakan bahwa ketinggian genangan sampai 12.5 cm masih dapat
ditoleransi
karena
tidak
berpengaruh
terhadap
hasil,
sedangkan
penggenangan mencapai 15 cm atau lebih mulai dapat menurunkan hasil padi. Hasil penelitian Sumardi et al. (2007a) pemberian air hingga tergenang secara terus menerus justru memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan. 50 45 Jumlah Daun
40
y = -3.6563x 2 + 19.944x + 18.031 R2 = 0.8381
35
Nilai
30 25 20 Jumlah Anakan
15
y = -1.4375x 2 + 7.3875x + 5.25 R2 = 0.8247
10 5 0 0
5
Genangan (cm)
10
15
Gambar 6. Grafik Regresi Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Rata-Rata Jumlah Anakan dan Jumlah Daun Dari grafik regresi tersebut dapat disimpulkan bahwa ketinggian genangan air yang optimum untuk pertanaman padi adalah sekitar 2.5 – 2.7 cm. Menurut Siregar (1981) tebal lapisan air di permukaan tanah yang baik berkisar antara 5 - 7.5 cm. Jika ketinggian genangan yang diberikan melebihi kisaran tersebut
40
maka akan terjadi penurunan suhu tanah. Penurunan suhu tanah akan menghambat pembentukan anakan yang maksimum. Menurut Sumardi et al. (2007b) mekanisme toleransi padi terhadap genangan adalah dengan terbentuknya jaringan aerenchima. Semakin lama tanaman padi tumbuh pada kondisi tergenang maka akan semakin banyak dan semakin besar jaringan aerenchym yang terbentuk. Jaringan ini akan menempati sel akar yang semestinya berfungsi sebagai jalur transportasi unsur hara dan air. Semakin banyak jaringan ini terbentuk akan menghambat proses pengambilan unsur hara dan air oleh akar tanaman. Hal ini akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara keseluruhan. Penggenangan memberikan pengaruh positif terhadap produksi padi, baik gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) (Tabel Lampiran 10). Penggenangan yang memberikan hasil produksi terbaik untuk padi adalah genangan 5 cm yaitu 9.5 ton/ha GKP dan 7.0 ton/ha GKG (Tabel 10). Peningkatan hasil padi rata-rata akibat genangan sebesar 66.67% untuk GKP dan 65.07% GKG. Hasil gabah meningkat karena bertambahnya jumlah malai yang terbentuk dan bobot gabah per malai. Vergara (1985) mengemukakan bahwa faktor terpenting untuk memperoleh hasil gabah yang tinggi adalah jumlah anakan yang menentukan jumlah malai. Penggenangan sampai 10 cm dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman padi. Peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman padi yang diakibatkan oleh penggenangan meningkatkan jumlah anakan produktif yang dihasilkan (Tabel 7). Hasil penelitian Arsana et al. (2003) mengemukakan bahwa penggenangan mampu meningkatkan jumlah anakan produktif tetapi tidak mempengaruhi persentase gabah isi. Jumlah anakan produktif yang meningkat mengakibatkan jumlah malai per rumpun yang dihasilkan tanaman padi bertambah. Peningkatan jumlah gabah per malai serta persentase pengisian gabah berhubungan dengan jumlah daun yang memadai. Jumlah daun berhubungan dengan nilai indeks luas daun (ILD). Menurut Yoshida (1981) nilai ILD tanaman padi saat pengisian biji sekitar 3. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa penggenangan dapat menghasilkan tanaman padi dengan nilai ILD sampai 3.0 (Tabel 5). Jumlah gabah per malai ditentukan pada tahap pembentukan malai. Terdapat kecenderungan penggenangan mampu meningkatkan jumlah gabah
41
isi/malai (Tabel 8). Kurniarahmi (2005) mengemukakan bahwa perlakuan penggenangan 2-5 cm meningkatkan pembentukan gabah/malai. Menurut Murata dan Matsushima (1975) jika ketersediaan air yang belum mencukupi selama periode pembungaan hingga proses pengisian gabah dapat meningkatkan persentase gabah hampa, karena akan menghambat proses fertilisasi. Kegagalan fertilisasi akan menghasilkan gabah hampa yang tinggi, karena pada bunga tidak terbentuk embrio yang akan berkembang pada saat pengisian gabah dengan bertambahnya endosperm yang terbentuk. Mutu fisik beras dipengaruhi oleh sifat genetik varietas, lingkungan tumbuh, kegiatan prapanen, dan kegiatan panen dan pasca panen. Lingkungan tumbuh yang mempengaruhi mutu fisik beras adalah topografi, struktur/tekstur dan kesuburan tanah, serta kondisi iklim (Suismono et al., 2003). Tabel 12. Standar Mutu Beras Giling Berdasarkan SNI No.01-6128-1999 Komponen Mutu
. . . .Mutu (%). . . . I II III Derajat Sosoh (min) 100 100 100 Kadar Air (maks) 14 14 14 Beras Kepala (min) 100 95 84 Beras Menir (maks) 0 0 1 Butir Kapur (maks) 0 0 1 Sumber : BSN (1999) dalam Suismono (2003)
IV 95 14 73 2 3
V 95 15 60 3 5
Mutu fisik beras yang dihasilkan (Tabel 11) dapat diklasifikasikan ke dalam mutu I berdasarkan standar mutu pada Tabel 12. Secara umum beras dari padi hibrida yang dihasilkan memenuhi hampir semua kriteria pada mutu I, kecuali untuk beras kepala hanya berkisar 85-89%. Hal ini diduga karena pengeringan gabah yang belum sempurna. Rendemen beras giling di Indonesia berdasarkan perbedaan varietas rata-rata 65-66%. Rendemen beras giling yang didapat diatas rata-rata rendemen beras giling di Indonesia, berkisar 68-69%.
42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggenangan menurunkan rata-rata populasi gulma. Penggenangan menurunkan berat kering gulma pada 4 MST. Penggenangan tidak mengubah dominansi gulma. Gulma dominan yang terdapat di lahan sampai 8 MST adalah Fimbristylis miliacea. Dominansi gulma baru terjadi saat 12 MST (setelah dilakukan penyiangan). Untuk dominansi gulma selain F. miliacea belum diketahui bagaimana pengaruhnya. Penggenangan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi, terlihat pada peubah vegetatif seperti, tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun. Penggenangan berpengaruh terhadap komponen hasil padi, seperti jumlah anakan produktif. Penggenangan 5 cm memberikan hasil terbaik, yaitu 9.5 ton/ha untuk gabah kering panen (GKP) dan 7.0 ton/ha gabah kering giling (GKG). Peningkatan hasil padi rata-rata akibat genangan sebesar 66.67% untuk gabah kering panen (GKP) dan 65.07% untuk gabah kering giling (GKG) jika dibandingkan dengan kontrol, namun penggenangan tidak mempengaruhi mutu fisik beras yang dihasilkan.
Saran Untuk mendapatkan produksi padi terbaik, ketinggian air yang disarankan adalah 5 cm.
43
DAFTAR PUSTAKA Arsana, D., S. Yahya, A.P. Lontoh, dan H. Pane. 2003. Hubungan antara penggenangan dini dan potensi redoks, produksi etilen, dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa) denga sistem tabela. Buletin Agronomi. 31(2) : 37-41. Baki, B.B., dan M. Azmi. 1994. Integrated management of paddy and aquatic weeds in Malaysia; current status and prospect for improvement, p. 60. In Integrated Management of Paddy and Aquatic Weeds in Asia. Food and Fertilizer Technology Center for The Asian and Pasific Region. Taipei. Badan Pusat Statistik. 2007. Data Statistik Indonesia. http://www.datastatistikindonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_proyeksi&task=show&Ite mid=941. [03 Juni 2008]. Bratamidjaya,O.S.R. 1967. Effect of flooding depth water on yield and water requirements. Proceedings of Symposium on Tropical Agriculture Researches. Ibaraki-Japan : Tropical Agriculture Research Center Ministry of Agriculture and Forestry. 9 : 153 – 159. De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Son. New York. 617 p. Departemen Pertanian. 2007. Pusat Data dan Informasi Pertanian. http://database.deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp. [31 Mei 2008]. E-smartschool. 2008b. Padi, tumbuhan smartschool.com. [10 Agustus 2008].
pokok
manusia.
http://www.e-
Frauke, R. 2007. Studi Kompetisi Beberapa Ekotipe Gulma E. crus-galli terhadap Tanaman Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Program Studi Agronomi,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal. Galinato, M., K. Moody, Piggin, M. Colin . 1999. Upland Rice Weeds of South and South East Asia. IRRI. Los Banos, Philiphines. 156 p. Grist, D.H. 1975. Rice 5th Edition. Longmans. London. 601 p. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal. Heriyanto, E. Hermawan, dan Y. Indaryanto. 2007. Padi hibrida bisnis prospektif dan menggiurkan. Agrotek. 12-17. Jaw-kai, Wang and R.E. Hagan. 1981. Irrigated Rice Production System : Design Procedurs. Westview Press, Inc. Colorado. 300 p.
44
Juliardi, R. 2007. Teknik mengairi padi, jika macak-macak cukup mengapa harus digenangi. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/133pdf. [14 Desember 2007]. Kasmo, S. Alimoeso, A. Wasiati, T. Mustofa, A.Hikmat, Cahyaniati. 1986. Beberapa Gulma Penting pada Tanaman Pangan dan Cara Pengendaliannya. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta. 54 hal. Kehati. 2008. Padi (Oryza sativa). http://www.kehati.or.id/florakita/browser. [10 Agustus 2008]. Kurniarahmi, E.K. 2005. Pengaruh Waktu Penggenangan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo Rancah. Skripsi. Program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal. Moorman, F.R. and V.B. Nico. 1978. Rice : Soil, Water, Land. International Rice Research Institue. Philiphines. 185 p. Moenandir, J. 1993. Ilmu Gulma dan Pengendalian Gulma. Buku I. Rajawali pers. Jakarta. 110 hal. Murata, Y. And Matsushima. 1975. Rice, p.73 – 99. In L.T. Evans (Ed.). Crop Physiology some Case Historys. Cambridge University Press. Cambridge. Paroda, R.S. 1998. Hybrid rice technology in India : problem and prospect, p. 311 - 324 . In. S.S. Virmani, E.A. Siddiq, K. Muralidharan (Eds.). Advances in Hybrid Rice Technologi. IRRI. Los Banos, Philiphines. Pingali, P.L, M. Morris, and P. Moya. 1998. Prospect for hybrid rice in tropical Asia , p. 11 - 26 . In. S.S. Virmani, E.A. Siddiq, K. Muralidharan (Eds.). Advances in Hybrid Rice Technology. IRRI. Los Banos, Philiphines. Pitojo, S. 2003. Budidaya Padi Sawah Tabela. Penebar Swadaya. Jakarta. 54 hal. Prasetiyo, Y.T. 2002. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 59 hal. Rothschild, G.H.L. 1998. IRRI’s role and vision for hybrid rice, p. 1 - 4. In. S.S. Virmani, E.A. Siddiq, K. Muralidharan (Eds.). Advances in Hybrid Rice Technology. IRRI. Los Banos, Philiphines. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta. 320 hal. Smith, R.J. 1983. Weeds of major economics importance in rice and yield losses due to weed competition, p.19 – 25. In Weed Control in Rice. IRRI. Los Banos, Philiphines.
45
Sudarmadi, H., A.Soediarto. dan M. Jaelani. 1979. Gulma pada persawahan di sekitar Bogor. Buletin Agronomi 10(2) : 47-57. Suismono, A.Setyono, S.D. Indrasari, P.Wibowo, dan I. Las. 2003. Evaluasi Mutu Beras Berbagai Varietas Padi di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 41 hal. Sukman, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 159 hal. Sumardi, Kasli, M. Kasim, A.Syarif, dan N. Akhir. 2007a. Pengaruh pengelolaan air pada fase vegetatif dan generatif terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Jurnal Tanaman Tropika 10(1) : 1-9. _______________. 2007b. Respon padi sawah pada teknik budidaya secara aerobik dan pemberian bahan organik. Jurnal Akta Agrosia 10(1) : 65-71. seri online. www.bdpunib.org/akta/artikelakta/2007/65. [04 Juni 2008]. Suprihatno. 1993. Padi hibrida, hal 377 – 390 . Dalam M. Ismunadji, S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono (Eds.). Padi buku 2 cetakan ke-2. balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Tatang, S. 2007. Pengembangan Padi Hibrida untuk Meningkatkan Produksi Beras. http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-06-21Pengembangan-Padi-Hibrida-untuk-Meningkatkan-ProduksiBeras.shtml. [03 Juni 2008]. Tjitrosoedirdjo, S. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Jakarta. Gramedia. Tobing, I.E dan M.A. Chozin. 1980. Masa kritis padi sawah berumur genjah terhadap persaingan gulma. Bul. Agronomi XI (2) : 1-6. Utomo, M. dan Nazaruddin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya. 48 hal. Vergara, B.S. 1985. Petunjuk untuk Penyawah ; Komponen Hasil. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 47 hal. Wikipedia. 2008. Padi. http://id.wikipedia.org/wiki/Padi . [10 Agustus 2008]. Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. The International Rice Research Institute. Los Banos, Philiphines. 269 p.
46
LAMPIRAN
47
Tabel Lampiran 1. Data Iklim Oktober 2007 – Maret 2008
Bulan
OKT’07 NOV DES JAN'08 FEB MAR
TEMPERATUR Maksimum Minimun RataRataAbsolut Absolut rata rata . . . . . . . . . 0C. . . . . . . . . 32.7 34.3 22.3 21.0 32.0 34.6 22.1 20.2 30.0 33.6 22.4 21.2 31.1 33.2 22.1 19.9 28.1 31.6 22.1 20.8 30.9 33.0 22.0 21.0
PENYINARAN MATAHARI Lama Intensitas (%) (W/m2)
Hari Hujan (hari)
Curah Hujan (mm/bln)
25 20 31 20 29 28
236 444 476 251 377 673
75 63 39 61 18 53
356 315 201 223 254 240
JML
184.7
200.3
133.0
124.1
153.0
2455.7
309
1589.0
Rata-Rata
30.8
33.4
22.2
20.7
26
407
51.8
26.4
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Balai Besar Wilayah II, Stasiun Klimatologi Kelas I Dramaga Bogor, 2008.
48
Tabel Lampiran 2. Deskripsi Padi Hibrida Arize Hibrindo R-1 Uraian Keterangan Type : Indica Kematangan : 108 – 129 HSS Penampakan Tanaman : Erect (Tegak) Tinggi Tanaman : 84 – 113 cm Anakan Produktif : 5 – 13 Warna Daun : Hijau Tua Warna Batang : Hijau Warna Ligulae : Tidak Berwarna Tekstur Daun : Kasar Posisi Daun : Semi Erect Bentuk Gabah : Ramping Bobot 1000 Butir : 21.4 – 27.4 gram Tekstur Nasi : Lengket Kadar Amilosa : 15.67 – 22.03 % Hasil Potensial : 9.32 MT/ha GKP Sumber : Keputusan Menteri Pertanian no. 118/Kpts/TP.240/2/2003 dan no. 250/Kpts/SR.120/6/2005.
49
U2 G3
U2 G1
U2 G2
U2 G0
U3 G1
U3 G0
U3 G2
U3 G3
U1 G3
U1 G2
U1 G0
U1 G1
Keterangan : U1 = Ulangan 1
G0 = Genangan 0 cm (kontrol)
U2 = Ulangan 2
G1 = Genangan 5 cm
U3 = Ulangan 3
G2 = Genangan 10 cm G3 = Genangan 15 cm
Gambar Lampiran 1. Denah Petak Percobaan
U
50
b
a
c
d
e
f g
i h Keterangan : a. Bulir b. Daun c. Tempat munculnya malai d. Batang e. Benang sari f. Rangkaian malai g. Rangkaian bunga padi h. Akar i. Anakan Gambar Lampiran 2. Morfologi dan Bagian - Bagian Tanaman Padi (Wikipedia, 2008).
51
Gambar Lampiran 3. Kondisi Awal Lahan Percobaan
Genangan 0 cm
Genangan 5 cm
Genangan 10 cm
Gambar Lampiran 4. Perlakuan Ketinggian Genangan
Gambar Lampiran 5. Kondisi Lahan Percobaan
Genangan 15 cm
52
Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Berat Kering Gulma 3-8 dan 12 MST Minggu Sumber Keragaman DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Ulangan 2 18.31 9.15 Genangan 3 37.34 12.44 3 Galat 6 21.71 3.61 Total 11 77.36 Ulangan 2 5.07 1.69 Genangan 3 17.41 8.71 4 Galat 6 8.19 1.37 Total 11 30.67 Ulangan 2 414.51 369.05 Genangan 3 738.09 138.17 5 Galat 6 430.37 71.73 Total 11 1582.97 Ulangan 2 4812.48 2406.24 Genangan 3 1130.73 376.91 6 Galat 6 1638.82 273.14 Total 11 7582.02 Ulangan 2 2052.11 1026.05 Genangan 3 1630.28 543.43 7 Galat 6 2291.47 381.91 Total 11 5973.86 Ulangan 2 1923.48 961.74 Genangan 3 5070.01 1690.00 8 Galat 6 8016.01 1336.00 Total 11 15009.51 Ulangan 2 14.36 7.18 Genangan 3 34.69 11.56 12 Galat 6 31.32 5.22 Total 11 80.37
F Hit 2.53 3.44
Pr > F 0.16 0.09 cn
1.24 6.38
0.38 0.03 *
5.15 1.93
0.05 0.23
8.81 1.38
0.02 0.34
2.69 1.42
0.15 0.33
0.72 1.26
0.52 0.37
1.38 2.22
0.32 0.19
53
Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 1-8 MST Sumber Jumlah Kuadrat Minggu Keragaman DB Kuadrat Tengah Ulangan 2 0.89 0.30 Genangan 3 0.90 0.45 1 Galat 6 0.58 0.10 Total 11 2.37 Ulangan 2 25.09 7.97 Genangan 3 15.94 8.36 2 Galat 6 22.39 3.73 Total 11 63.42 Ulangan 2 30.01 15.01 Genangan 3 48.49 16.16 3 Galat 6 37.81 6.30 Total 11 116.30 Ulangan 2 39.83 19.92 Genangan 3 57.02 19.01 4 Galat 6 44.32 7.39 Total 11 141.17 Ulangan 2 39.93 19.96 Genangan 3 46.08 15.36 5 Galat 6 42.47 7.08 Total 11 128.48 Ulangan 2 94.78 47.39 Genangan 3 78.23 26.08 6 Galat 6 157.27 26.21 Total 11 330.28 Ulangan 2 230.65 115.33 Genangan 3 192.12 64.04 7 Galat 6 304.77 50.80 Total 11 727.54 Ulangan 2 189.10 63.03 Genangan 3 238.28 119.14 8 Galat 6 115.35 19.23 Total 11 542.74
F Hit Pr > F 3.07 0.11 4.68 0.06 cn
2.14 2.24
0.20 0.18
2.38 2.56
0.15 0.17
2.70 2.57
0.15 0.15
2.82 2.17
0.14 0.19
1.81 0.99
0.24 0.46
2.27 1.26
0.18 0.37
3.28 6.20
0.10 0.03
54
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Jumlah Anakan 1-8 MST Sumber Jumlah Kuadrat Minggu Keragaman DB Kuadrat Tengah Ulangan 2 0.08 0.01 Genangan 3 0.02 0.03 1 Galat 6 0.25 0.04 Total 11 0.35 Ulangan 2 1.41 0.12 Genangan 3 0.25 0.47 2 Galat 6 1.36 0.23 Total 11 3.02 Ulangan 2 1.38 0.69 Genangan 3 2.73 0.91 3 Galat 6 4.68 0.78 Total 11 8.79 Ulangan 2 6.70 3.35 Genangan 3 29.35 9.78 4 Galat 6 27.98 4.66 Total 11 64.03 Ulangan 2 54.28 27.14 Genangan 3 137.20 45.73 5 Galat 6 44.91 7.49 Total 11 236.40 Ulangan 2 236.69 118.34 Genangan 3 167.35 55.78 6 Galat 6 253.73 42.29 Total 11 657.77 Ulangan 2 160.00 80.00 Genangan 3 102.45 34.15 7 Galat 6 170.04 28.34 Total 11 432.49 Ulangan 2 233.42 116.71 Genangan 3 42.72 14.24 8 Galat 6 115.75 19.29 Total 11 391.88
F Hit 0.27 0.67
Pr > F 0.78 0.60
0.54 2.08
0.20 0.61
0.89 1.17
0.40 0.46
0.72 2.10
0.53 0.20
3.63 0.09 6.11 0.03*
2.80 1.32
0.14 0.35
2.82 1.21
0.14 0.39
6.05 0.74
0.04 0.57
55
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Jumlah Daun 1-8 MST Sumber Jumlah Kuadrat Minggu Keragaman DB Kuadrat Tengah Ulangan 2 0.89 0.30 Genangan 3 0.90 0.45 1 Galat 6 0.58 0.10 Total 11 2.37 Ulangan 2 10.13 2.77 Genangan 3 5.54 3.38 2 Galat 6 16.16 2.69 Total 11 31.83 Ulangan 2 12.17 6.08 Genangan 3 26.35 8.78 3 Galat 6 26.35 4.39 Total 11 64.86 Ulangan 2 46.58 23.29 Genangan 3 191.82 63.94 4 Galat 6 71.16 11.86 Total 11 309.56 Ulangan 2 338.59 169.29 Genangan 3 294.23 98.08 5 Galat 6 611.58 101.93 Total 11 1244.40 Ulangan 2 2293.45 1146.73 Genangan 3 1360.23 453.41 6 Galat 6 1697.12 282.85 Total 11 5350.80 Ulangan 2 3743.29 1871.64 Genangan 3 758.46 252.82 7 Galat 6 2237.34 372.89 Total 11 6739.08 Ulangan 2 2829.06 1414.53 Genangan 3 1011.28 337.09 8 Galat 6 2300.78 383.46 Total 11 6141.12
F Hit 3.07 4.68
Pr > F 0.11 0.06 cn
1.03 1.25
0.41 0.37
1.39 2.00
0.32 0.22
1.96 5.39
0.22 0.04*
1.66 0.96
0.27 0.47
4.05 1.60
0.08 0.28
5.02 0.68
0.05 0.60
3.69 0.88
0.09 0.50
56
Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Indeks Luas Daun Peubah ILD
Sumber Keragaman Ulangan Genangan Galat Total
DB 2 3 6 11
Jumlah Kuadrat 0.57 1.90 5.29 7.75
Kuadrat Tengah 0.28 0.63 1.32
F Hit 0.21 0.48
Pr > F 0.82 0.71
Kuadrat Tengah 29.71 36.23 5.75
F Pr > Hit F 5.17 0.04 6.31 0.03*
Kuadrat Tengah 8.29
F Hit 2
21.22 4.15
5.12
Pr > F 0.22 0.04 *
0.04 0.06 0.66
0.06 0.09
0.95 0.96
Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman saat Panen Peubah Tinggi Tanaman saat Panen
Sumber Keragaman Ulangan Genangan Galat Total
DB 2 3 6 11
Jumlah Kuadrat 89.13 72.46 34.47 196.06
Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Jumlah Anakan Produktif dan non Produktif Peubah Jumlah Anakan
Sumber Keragaman Ulangan
DB 2
Jumlah Kuadrat 16.57
Produktif
Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total
3 6 11 2 3 6 11
63.67 24.89 105.13 0.07 0.19 2.66 2.92
Jumlah Anakan non Produktif
Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Jumlah Gabah Isi / Malai, Gabah Hampa/Malai, Gabah Total / Malai, dan Persentase Pengisian Gabah Peubah Jumlah Gabah Isi/Malai
Jumlah Gabah Hampa/Malai
Jumlah Gabah Total/Malai
Sumber Keragaman Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat
DB 2 3 6 11 2 3 6 11 2 3 6
Jumlah Kuadrat 2779.11 2435.68 1930.88 7145.68 554.20 524.92 396.37 1475.49 52672.82 29710.21 22606.80
Kuadrat Tengah 1389.56 811.89 321.81
F Hit 4.32 2.52
Pr > F 0.07 0.15
277.10 174.97 66.06
4.19 2.65
0.07 0.14
26336.41 9903.40 3767.80
6.99 2.63
0.03 0.14
57
Persentase Pengisian Gabah
Total Ulangan Genangan Galat Total
11 2 3 6 11
104989.82 14.69 193.09 190.72 398.50
7.34 64.36 31.79
0.23 2.02
0.80 0.21
Tabel Lampiran 10. Sidik Ragam Panjang Malai, Bobot Gabah Isi/Malai, Gabah Hampa/Malai, Gabah Total/Malai, Bobot 1000 Butir, Bobot Ubinan Basah, Ubinan Kering, GKP, dan GKG Peubah Panjang Malai
Bobot Gabah Isi/Malai
Bobot Gabah Hampa/Malai
Bobot Gabah Total/Malai
Bobot 1000 Butir
Bobot Ubinan Basah
Bobot Ubinan Kering
GKP
Sumber Keragaman Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total
DB 2 3 6 11 2 3 6 11 2 3 6 11 2 3 6 11
Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan
2 3 6 11 2 3 6 11 2 3 6 11 2 3
Jumlah Kuadrat 6.90 2.42 7.41 16.73 1.26 1.42 1.57 4.25 0.02 0.02 0.02 0.06 15.62 13.76 13.93 43.31
Kuadrat Tengah 3.45 0.81 1.24
F Hit 2.79 0.65
Pr > F 0.14 0.61
0.63 0.47 0.26
2.41 1.8
0.17 0.25
0.01 0.01 0.00
4.07 2.89
0.08 0.12
7.81 4.59 2.32
3.36 1.97
0.10 0.22
2.23 1.23 3.98
1.11 0.41 0.66
1.68 0.62
0.26 0.63
0.32 1.56 0.69 2.58 0.31 0.88 0.44 1.64 0.32 1.56
0.16 0.52 0.12
1.39 4.47
0.32 0.05cn
0.16 0.29 0.07
2.13 3.99
0.19 0.07cn
0.16 0.52
1.39 4.48
0.32 0.05 cn
58
GKG
Galat Total Ulangan Genangan Galat Total
6 11 2 3 6 11
0.70 2.59 0.30 0.92 0.45 1.67
0.12 0.15 0.31 0.07
2.03 4.11
0.21 0.06
Tabel Lampiran 11. Sidik Ragam Mutu Fisik Beras Peubah % Kadar Air
% Rendemen Beras Giling
% Beras Pecah Kulit
% Beras Kepala
% Menir
% Pengapuran
Sumber Keragaman DB Ulangan 2 Genangan 3 Galat 6 Total 11 Ulangan 2 Genangan 3 Galat 6 Total 11 Ulangan 2 Genangan 3 Galat 6 Total 11 Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total Ulangan Genangan Galat Total
2 3 6 11 2 3 6 11 2 3 6 11
Jumlah Kuadrat 0.19 0.39 0.69 1.27 2.47 1.13 5.02 8.62 1.31 1.39 3.76 6.47
Kuadrat Tengah 0.09 0.13 0.14
F Hit 0.67 0.95
Pr > F 0.55 0.48
1.23 0.38 0.84
1.48 0.45
0.30 0.73
0.65 0.46 0.75
0.87 0.62
0.47 0.63
7.92 24.05 17.13 49.10 0.03 0.04 0.49 0.56 0.17 0.21 0.25 0.63
3.96 8.02 3.43
1.15 2.34
0.39 0.19
0.01 0.01 0.09
0.13 0.14
0.88 0.93
0.08 0.07 0.04
1.99 1.67
0.22 0.27