PERAN PUPUK ORGANIK DALAM PENINGKATAN EFISIENSI PUPUK ANORGANIK PADA PADI SAWAH (Oryza sativa L.)
TOTONG SISWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Pupuk Organik dalam Peningkatan Efisiensi Pupuk Anorganik pada Padi Sawah (Oryza sativa L.) adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014
Totong Siswanto NIM A252120281
RINGKASAN TOTONG SISWANTO. Peran Pupuk Organik dalam Peningkatan Efisiensi Pupuk Anorganik pada Padi Sawah (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh SUGIYANTA dan MAYA MELATI. Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang mempunyai fungsi penting dalam pembangunan pertanian karena merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Revolusi hijau melahirkan varietas unggul berdaya hasil tinggi yang responsif terhadap pemupukan. Selanjutnya pupuk anorganik menjadi komponen utama sarana produksi untuk mencapai produktivitas yang tinggi tanpa mengaplikasikan bahan organik. Akibat aplikasi pupuk anorganik berdosis tinggi dan tidak mengaplikasikan bahan organik menyebabkan kadar bahan organik tanah menjadi sangat rendah dan menjadi pembatas untuk mencapai hasil padi sawah yang tinggi. Aplikasi pupuk organik ke dalam tanah selain ditujukan sebagai sumber hara makro, mikro dan asam-asam organik, juga berperan sebagai bahan pembenah tanah untuk memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah dalam jangka panjang. Aplikasi pupuk organik dengan dosis tinggi memiliki kendala yaitu ketersediaan dan kemudahan dalam aplikasi. Oleh karena itu, perlu dipelajari penggunaan pupuk organik dengan dosis yang rendah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mempelajari pengaruh aplikasi dosis pupuk organik + anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah, dan (2) mempelajari pengaruh aplikasi pupuk organik dengan dosis rendah terhadap peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan, Bogor, Jawa Barat pada bulan September 2013 sampai bulan Januari 2014. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) terdiri atas dua faktor yaitu dosis pupuk organik terdiri atas 5 taraf yaitu 0, 250, 500, 750 dan 1 000 kg ha-1, dan dosis pupuk anorganik majemuk (30:6:8) terdiri atas 5 taraf yaitu 0, 100, 200, 300 dan 400 kg ha-1. Jumlah total perlakuan adalah 25 kombinasi perlakuan, tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 75 satuan percobaan. Analisis data menggunakan sidik ragam, apabila dalam sidik ragam pada taraf 5% terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi dosis pupuk organik + pupuk anorganik tidak ada pengaruh interaksi nyata terhadap peubah pertumbuhan dan hasil padi. Aplikasi pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah pengamatan, sebaliknya aplikasi dosis pupuk anorganik berpengaruh nyata hampir pada semua peubah pengamatan. Aplikasi pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik. Efisiensi N tertinggi (89.19%) pada aplikasi dosis 500 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1, sedangkan efisiensi P dan K tertinggi (69.55% dan 92.52%) pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1. Aplikasi dosis 300 kg pupuk anorganik ha-1 pada padi sawah sudah cukup apabila ditambah dengan 500 kg pupuk organik ha-1. Kata kunci : Ciherang, jajar legowo 2:1, NPK, serapan hara
SUMMARY TOTONG SISWANTO. The Role of Organic Fertilizer in Increasing Efficiency of Inorganic Fertilizer on Paddy Rice (Oryza sativa L.). Supervised by SUGIYANTA and MAYA MELATI. Rice has important function in the development of agriculture because it is a staple food for most of Indonesian people. The green revolution spawned superior high yielding varieties that are responsive to fertilization. Inorganic fertilizer becomes a major input to achieve high yield of rice, while organic materials have been neglected and causes soil organic matter depletion and rice yield reduction. Application of organic fertilizer into the soil is designated as a source of macro, micro nutrients and organic acids; it also acts as soil ameliorant that improve physical, chemical and biological properties of soil. Application of high rates organic fertilizer has a constraint namely the availability and ease of application. Therefore, it is necessary to learn the use of organic fertilizer with low rates to improve the efficiency of chemical fertilizers. This study aims to (1) study the effect of the application of organic + inorganic fertilizer on growth and yield of paddy rice, and (2) study the effect of low rates organic fertilizer to increase the efficiency of N, P, and K inorganic fertilizer. Field experiment was conducted at Rice Research Babakan Laboratory, University Farm IPB, Bogor, West Java in September 2013 to January 2014. The experiment used Randomized Block Design consisted of two factors: rates of organic fertilizer (0, 250, 500, 750 and 1 000 kg ha-1), and rates of compound (30:6:8) inorganic fertilizer (0, 100, 200, 300 and 400 kg ha-1). The total number of treatments were 25 combinations of treatments, each treatment was repeated three times to obtain 75 experimental units. Analysis of the data using analysis of variance; if the differences were significant (p<0.05) followed by Duncan's Multiple Range Test. The results suggested that the interaction between organic fertilizer + inorganic fertilizer had no significant effect on variables observed. The effect of organic fertilizer rates were not significant on all variables, on the contrary inorganic fertilizer significantly increased most variables. Application of organic fertilizer can increase the efficiency of N, P, and K inorganic fertilizer. The highest N efficiency (89.19%) at a rate of 500 kg organic fertilizer ha-1 + 300 inorganic fertilizer kg ha-1, whereas the highest efficiency of P and K (69.55% and 92.52%) at a rate of 750 kg organic fertilizer ha-1 + 300 kg inorganic fertilizer ha-1. Application of inorganic fertilizer at rate of 300 kg ha-1 paddy rice is enough when combined with 500 kg organic fertilizer ha-1. Keywords : Ciherang, double row 2:1, NPK, nutrient uptake
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERAN PUPUK ORGANIK DALAM PENINGKATAN EFISIENSI PUPUK ANORGANIK PADA PADI SAWAH (Oryza sativa L.)
TOTONG SISWANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Iskandar Lubis, MS
Judul Tesis : Peran Pupuk Organik dalam Peningkatan Efisiensi Pupuk Anorganik pada Padi Sawah (Oryza sativa L.) Nama : Totong Siswanto NIM : A252120281
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Sugiyanta, MSi Ketua
Dr Ir Maya Melati, MS, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Maya Melati, MS, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 30 Juni 2014
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah Peran Pupuk Organik dalam Peningkatan Efisiensi Pupuk Anorganik pada Padi Sawah (Oryza sativa L.). Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan kepada Dr Ir Sugiyanta, MSi dan Dr Ir Maya Melati, MS, MSc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, Dr Ir Iskandar Lubis, MS dan Dr Ani Kurniawati, SP, MSi sebagai penguji luar komisi, Dr Ir Agus Purwito MS sebagai ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura, serta semua staf Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah banyak membantu. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak H Rudy Erawan, SE, MSi selaku Bupati Halmahera Timur yang telah memberikan rekomendasi untuk Program Tugas Belajar tahun 2012 Kabupaten Halmahera Timur dan Direktur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang telah membantu dalam pembiayaan penelitian. Ungkapan rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Istri tercinta Wiwin Widiani, Ananda Sabrina Balqis Dzakiyyah, Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang, perhatian, dan dukungannya baik moril maupun materil selama perkuliahan, penelitian, dan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih teman-teman Pascasarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura angkatan 2012 dan semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2014 Totong Siswanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian
1 1 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi Karakteristik Lahan Sawah Pupuk Organik Pupuk NPK Anorganik
3 3 4 6 6 12
3 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Prosedur Analisis Data
14 14 14 14 15 17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemupukan Organik dan Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi sawah Tinggi Tanaman Jumlah Anakan Bobot Kering Akar Bobot Kering Tajuk Nisbah Tajuk/Akar Luas Daun Laju Tumbuh Relatif dan Laju Asimilasi Bersih Komponen Hasil Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling Kadar Unsur Hara N, P, dan K Tanaman Serapan Unsur Hara N, P, dan K Tanaman
18 18 18 20 20 21 22 23 24 24 25 26 28 29 31
DAFTAR ISI (lanjutan) Efisiensi Pemupukan N, P, dan K Analisis Kadar Hara Tanah Pembahasan Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah Efisiensi Pemupukan N, P, dan K Kadar Unsur Hara Tanah
34 35 37 37 38 39
5 KESIMPULAN Kesimpulan
40 40
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
45
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Rekapitulasi hasil sidik ragam Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap tinggi tanaman Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah anakan Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering akar Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering tajuk Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap nisbah tajuk/akar Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap luas daun Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap komponen hasil Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap gabah kering panen dan gabah kering giling Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap kadar unsur hara N pada jerami dan gabah saat panen Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap kadar unsur hara P pada jerami dan gabah saat panen Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap kadar unsur hara K pada jerami dan gabah saat panen Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap serapan unsur hara N pada jerami dan gabah saat panen Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap serapan unsur hara P pada jerami dan gabah saat panen Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap serapan unsur hara K pada jerami dan gabah saat panen
19 20 21 22 23 24 24 25 27 28 29 30 30 31 32 33
DAFTAR TABEL (lanjutan) 17 Pengaruh aplikasi dosis pupuk organik dan anorganik terhadap efisiensi pemupukan N, P, dan K padi sawah 18 Hasil analisis kandungan pH, C-organik, dan KTK tanah di akhir penelitian 19 Hasil analisis kandungan N-total, P, dan K tanah di akhir penelitian
34 35 36
DAFTAR GAMBAR 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hubungan dosis pupuk anorganik dengan tinggi tanaman Hubungan dosis pupuk anorganik dengan jumlah anakan Hubungan dosis pupuk anorganik dengan bobot kering tajuk 16 MST Hubungan dosis pupuk anorganik dengan luas daun Hubungan dosis pupuk anorganik dengan laju tumbuh relatif 6-8 MST Hubungan dosis pupuk anorganik dengan anakan produktif Hubungan dosis pupuk anorganik dengan panjang malai Hubungan dosis pupuk anorganik dengan jumlah gabah malai-1 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan GKP dan GKG (ton ha-1)
21 22 23 25 26 27 27 27 28
DAFTAR LAMPIRAN 29 30 31 32 33
Deskripsi karakteristik padi varietas ciherang Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah Hasil analisis tanah awal penelitian Hasil analisis pupuk kandang sapi Hasil analisis pupuk organik
46 46 47 47 47
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang mempunyai fungsi penting dalam pembangunan pertanian karena merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia (96.87% penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 60-80% kalori dan 45-55% protein. Produksi padi Indonesia masih tergolong rendah, padahal permintaan beras semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Produksi padi nasional tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) dan terjadi kenaikan produksi padi tahun 2013 sebesar 2.23 juta ton (3.23%) menjadi 71.29 juta ton GKG. Kenaikan produksi tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas panen seluas 391.69 ribu hektar (2.91%) dan produktivitas sebesar 0.16 kuintal ha-1 (0.31%) (BPS 2014). Laju pertumbuhan penduduk rata-rata Indonesia 1.49% dan setiap penduduk mengkonsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, agar bisa memenuhi kebutuhan penduduk setiap tahun Indonesia harus bisa menambah produksi padi 3 juta ton GKG setara dengan 1.8 juta ton beras. Namun demikian, perluasan lahan untuk produksi padi tidak mungkin terus dilakukan karena besarnya lahan non pertanian dan keterbatasan lahan yang sesuai untuk padi sawah. Revolusi hijau melahirkan varietas unggul berdaya hasil tinggi (high yielding varieties) yang responsif terhadap pemupukan. Selanjutnya pupuk anorganik menjadi komponen utama sarana produksi untuk mencapai produktivitas yang tinggi tanpa mengaplikasikan bahan organik. Menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) dampak dari penggunaan pupuk anorganik secara intensif terlihat pada penurunan bahan organik tanah. Sugiyanta et al. (2008) menyatakan bahwa aplikasi pupuk anorganik berdosis tinggi dan tidak mengaplikasikan bahan organik menyebabkan kadar bahan organik tanah menjadi sangat rendah dan menjadi pembatas untuk mencapai hasil padi sawah yang tinggi. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 40/2007 merekomendasikan pengembalian bahan organik atau pemberian pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dan kesuburan tanah serta meningkatkan efisiensi pemupukan (Badan Litbang Pertanian 2010). Pupuk organik memiliki peran antara lain : meningkatkan kadar hara, meningkatkan kemampuan kimiawi, meningkatkan kemampuan fisika, dan meningkatkan aktivitas mikrob tanah (Stevenson 1982; Yang et al. 2004; Syukur 2005; Suriadikarta dan Simanungkalit 2006; Leszczynska dan Malina 2011). Sugiyanta (2008); Widowati (2009) aplikasi pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Aplikasi pupuk organik bukan sebagai pengganti pupuk anorganik namun sebagai komplementer, sehingga dalam budidaya konvensional pupuk organik sebaiknya digunakan secara terpadu dengan pupuk anorganik untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman secara berkelanjutan. Aplikasi pupuk organik ke dalam tanah selain ditujukan sebagai sumber hara makro, mikro, dan asam-asam organik, juga berperan sebagai bahan pembenah tanah (amelioran) untuk memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah dalam jangka panjang.
2 Hasil penelitian Sugiyanta et al. (2008) menunjukkan bahwa penambahan ½ dosis pupuk anorganik (125 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1 dan 50 kg KCl ha-1) + aplikasi 7.5 ton jerami ha-1 menghasilkan serapan unsur hara dan hasil gabah yang sama dengan perlakuan pupuk anorganik dosis rekomendasi. Hasil penelitian Rochmah (2009) menunjukkan bahwa hasil gabah ubinan dan dugaan hasil ton ha1 pada perlakuan 10 ton pupuk kandang ha-1 + 1 dosis pupuk anorganik (200 kg urea ha-1 + 100 kg SP36 ha-1 + 100 kg KCl ha-1) tidak berbeda dengan pemupukan 5 ton pupuk kandang ha-1 + 1 dosis pupuk anorganik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik dapat mengefisienkan pupuk anorganik sekitar 50% dan pengurangan dosis pupuk kandang hingga 50% tidak berpengaruh nyata terhadap hasil padi sawah. Hal ini mengindikasikan bahwa 4550% penyediaan hara N, P, dan K berasal dari perbaikan sifat fisik dan biologi tanah bukan seluruhnya sumbangan hara dari pupuk organik, karena pupuk organik memiliki kadar hara rendah. Unsur hara dari pupuk organik relatif kecil sekitar 0-5% tergantung dari tingkat mineralisasinya. Aplikasi pupuk organik dengan dosis tinggi memiliki kendala yaitu ketersediaan dan kemudahan dalam aplikasi. Oleh karena itu, perlu dipelajari penggunaan pupuk organik dengan dosis yang rendah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik. Informasi mengenai jenis dan dosis pupuk organik + anorganik yang tepat akan bermanfaat dalam peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi sawah dengan optimal. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari pengaruh aplikasi dosis pupuk organik + anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. 2. Mempelajari pengaruh aplikasi pupuk organik dengan dosis rendah terhadap peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan akan menghasilkan teknologi yang dapat meningkatkan hasil padi sawah dan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik. Informasi tersebut akan membantu pengembangan strategi dan kebijakan peningkatan produksi padi sawah untuk mendukung peningkatan produksi beras nasional. Hipotesis Penelitian 1. Aplikasi pupuk organik + anorganik akan meningkatkan produksi padi sawah yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan pupuk anorganik saja. 2. Aplikasi pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik pada padi sawah.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Bagian tanaman padi meliputi daun, batang, akar, anakan, bunga, malai, dan gabah. Daun tanaman padi berselang seling, satu daun pada setiap buku. Helaian daun terletak pada pada batang padi, bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung pada jenis varietas. Pelepah daun (upih) merupakan bagian daun yang menyelubungi batang. Lidah daun terletak berbatasan antara helaian daun dan pelepah daun. Panjang lidah daun berbedabeda tergantung pada varietas. Fungsi lidah daun untuk mencegah masuknya air hujan di antara batang dan upih (Hanum 2008). Adanya telinga dan lidah daun pada padi dapat digunakan untuk membedakan rumput-rumputan pada stadia bibit (seedling) karena daun rumput-rumputan hanya memiliki lidah daun atau tidak ada sama sekali (Makarim dan Ikhwani 2008). Daun teratas disebut dengan daun bendera, satu daun pada awal fase pertumbuhan memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama 8-9 hari. Jumlah daun pada tiap tanaman tergantung varietas (Yoshida 1981). Bertambahnya luas daun pada tanaman disebabkan oleh dua faktor yaitu peningkatan jumlah anakan dan meningkatnya jumlah daun (Wahyuti 2012). Makarim dan Ikhwani (2008) menyatakan tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak). Dari batang utama akan tumbuh anakan primer yang sifatnya heterotropik sampai anakan tersebut memiliki 6 daun. Kapasitas anakan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas unggul. Tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak tanam karena dengan anakan yang banyak mampu menggantikan rumpun-rumpun yang mati dan mencapai luas daun dengan cepat (Yoshida 1981). Bunga padi secara keseluruhan disebut malai, tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang yang terdiri atas cabang primer dan sekunder. Malai terdiri atas 8-10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer dan cabang primer selanjutnya menghasilkan cabang skunder. Tangkai butir padi (pedicel) tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang sekunder (Yoshida 1981). Butir padi yang terbungkus kulit luar (sekam) disebut gabah. Bobot gabah beragam dari 12-44 mg, sedangkan bobot kulit luar rata-rata adalah 20% bobot gabah. Faktor konversi dari gabah ke beras adalah 0.6 dan dari beras pecah kulit ke gabah adalah 1.25 dan faktor konversi tersebut tergantung varietas (Yoshida 1981). Karakter padi bervariasi, salah satu karakter padi yang bervariasi adalah karakter umur. Tanaman padi memiliki umur bervariasi yaitu antara kurang dari 90 sampai lebih dari 160 hari. Faktor dominan yang menentukan umur padi adalah genetik tanaman, di samping faktor lain misalnya panjang hari, cekaman kekeringan, dan lainnya. Berdasarkan umur, secara umum tanaman padi dikategorikan: umur genjah (sekitar 110 hari) dan dalam (lebih dari 120 hari). Padi varietas lokal pada umunya berumur dalam, sedangkan padi varietas unggul berumur genjah. Secara lebih rinci, umur tanaman padi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: dalam (>151 hari setelah semai (HSS)), sedang
4 (125-150 HSS), genjah (105-124 HSS), sangat genjah (90-104 HSS), ultra genjah (<90 HSS) (BB Padi 2004). Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi Menurut De Datta (1981) pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dikelompokkan menjadi tiga fase yaitu : 1. Fase Vegetatif (vegetatif stage) a. Tahap perkecambahan benih (germination) Pada tahap ini benih dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan diinkubasi juga selama 24 jam. Setelah berkecambah bakal akar dan tunas menonjol keluar menembus kulit gabah. Pada hari kedua atau ketiga setelah benih disebar ke pesemaian, daun pertama menembus keluar melalui koleoptil. Akhir tahap awal memperlihatkan daun pertama yang muncul masih melengkung dan bakal akar memanjang. b. Tanap pertunasan (seedling stage) Tahap pertunasan mulai dari benih berkecambah sampai dengan sebelum anakan pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan lima daun terbentuk, sementara tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan satu daun tiap 3-4 hari selama tahap awal pertumbuhan. Kemunculan akar sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radikula dan akar seminal sementara. Bibit umur 12-18 hari siap dipindah tanam, bibit memiliki 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang pesat. c. Tahap pembentukan anakan (tillering stage) Tahap anakan berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas aksial (axillary) pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Setelah tumbuh, anakan pertama memunculkan anakan sekunder. Ini terjadi pada 30 hari setelah pindah tanam. Selain sejumlah anakan primer dan sekunder, anakan tersier tumbuh dari anakan sekunder seiring pertumbuhan tanaman yang bertambah panjang dan besar. Pada tahap ini, anakan terus bertambah sampai pada titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang. d. Tahap pemanjangan batang (stem elongation) Tahap pemanjangan batang terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap akhir pembentukan anakan. Oleh karenanya bisa terjadi tumpang tindih antara tahap anakan dan tanap pemanjangan batang, anakan terus meningkat dalam jumlah dan tingginya. Periode waktu pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya batang. Batang lebih panjang pada varietas yang jangka waktu pertumbuhannya lebih panjang. Anakan maksimum, memanjangnya batang, dan pembentukan malai terjadi secara simultan pada varietas umur genjah (105-120 hari). Pada vaerietas umur dalam (150 hari) terdapat periode vegetatif dimana anakan maksimum terjadi. Hal ini diikuti oleh memanjangnya batang dan akhirnya sampai ke tahap pembentukan malai.
5 2. Fase Reproduktif (reproduktive stage) a. Tahap pembentukan inisiasi bunga (panicle initiation) Inisiasi primordia malai ada ujung tunas tumbuh menandai mulainya fase reproduksi. Primordia malai terjadi kasat mata pada sekitar 10 hari setelah inisiasi. Pada tahap ini, tiga daun masih akan muncul sebelum malai pada akhirnya timbul kepermukaan. Pada varietas genjah, malai terlihat berupa kerucut berbulu putih panjang 1.0-1.5 mm muncul pada ruas buku utama, kemudian pada anakan dengan pola tiak teratur. Dapat terlihat dengan membelah batang saat malai terus berkembang bulir terlihat dan dapat dibedakan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung. Penggembungan daun bendera disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. b. Tahap keluar malai (heading stage) Tahap keluar malai ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun. Akhir fase ini adalah tahap pembungaan yang dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. c. Tahap pembungaan (flowering stage) Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka antena menyembul keluar dari kelopak bunga karena pemanjangan stamen dan serbuk sari tumpah, kemudian kelopak bunga menutup. Serbuk sari jatuh ke putik sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul akan mengembang ke ovari. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah keluarnya malai. Pada umumnya kelopak bunga membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan 3-5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan non produktif. 3. Fase Pemasakan/Pematangan (ripening stage). a. Tahap matang susu (milk grain stage) Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan larutan putih susu dapat dikeluarkan dengan menekan/menjepit gabah diantara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senscense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan daun di bawahnya tetap hijau. b. Tahap setengah matang (dough grain stage) Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun bagian dasar tanaman tanpak semakin jelas. Pertanaman kelihatan menguning seiring menguningnya malai. Ujung dua daun terakhir setiap anakan akan mengering. c. Tahap gabah matang penuh (mature grain stage) Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Tanaman padi pada tahap matang 90-100% dari gabah isi berubah menjadi kuning dan keras. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari
6 sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman. Berbeda dengan tahap awal pemasakan, pada tahap ini air tidak diperlukan lagi, tanah dibiarkan pada kondisi kering. Periode pematangan, dari tahap masak susu hingga gabah matang penuh atau masak fisiologis berlangsung selama sekitar 35 hari. Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktivitas mikroba tanah. Kedua proses ini sangat menentukan tingkat ketersedian hara dan produktifitas tanah sawah. Proses kimia yang disebabkan oleh penggenangan tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Keadaan reduksi akibat penggenangan akan merubah aktifitas mikroba tanah dimana mikroba aerob akan digantikan oleh mikroba anaerob, yang menggunakan sumber energi dari senyawa teroksidasi yang mudah direduksi yang berperan sebagai elektron seperti ion NO-, SO43-, Fe3+ dan Mn4+ (Prasetyo et al. 2004). Kimia tanah sangat penting hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik jenis, takaran, waktu, dan cara harus mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Sebagai contoh adalah pemupukan nitrogen dimana jenis, waktu, dan cara pemberian harus memperhatikan perubahan perilaku hara nitrogen pada lahan sawah agar pemupukan lebih efisien. Sumber pupuk N disarankan dalam bentuk ammonium dimasukan ke dalam lapisan reduksi dan diberikan dua sampai tiga kali (Adiningsih et al. 2004). Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan informasi untuk penilaian kesesuaian lahan terutama dalam hubungannya dengan efisiensi penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan sifat tanah yang penting yang penting untuk diperhatikan adalah tekstur, struktur, permeabilitas, drainase, dan tinggi muka air tanah. Sifat-sifat tersebut sangat berhubungan erat dengan pelumpuran dan efisiensi penggunaan air (Prasetyo et al. 2004). Karakteristik tanah sawah dapat diamati seperti tebal horizon, tekstur, kadar bahan organik, kandungan hara tanaman, dan kemampuan mengikat air. Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda pada masing-masing horizon dan profil tanah. Kualitas tanah merupakan hasil interaksi antara karateristik tanah, penggunaan tanah, dan keadaan lingkungan. Petani tidak dapat merubah karakteristik tanah akan tetapi menyesuaikan prakteknya dengan kemampuan tanah (Darmawijaya 1997). Pupuk Organik Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Nomor: 70/Permentan/SR.140/10 /2011, pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan
7 bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Deptan 2011). Menurut Bayer et al. (2002) pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah dikomposkan, baik dari sisasisa tumbuhan maupun hewan dengan bantuan mikroba esensial untuk proses dekomposisi. Hasil penelitian Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) menunjukkan bahwa sebagian lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama sangat terkait dengan rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan intensif di pulau Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2.5%. Sebagai negara tropika basah Indonesia memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Badan Litbang Pertanian (2006) bahan organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Beberapa hasil penelitian melaporkan peranan pupuk organik antara lain : 1. Peranan pupuk organik terhadap sifat fisik tanah a. Struktur tanah Pupuk organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson 1982). Pada tanah pasir pupuk organik dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Scholes et al. 1994). Bahkan bahan organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat (Stevenson 1982). Menurut Seta (1987); Scholes et al. (1994) mekanisme pembentukan egregat tanah oleh adanya peran pupuk organik ini dapat digolongan dalam empat bentuk : (1) Penambahan pupuk organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan Actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer oleh miselia jamur dan Actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung, (2) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian positif dalam butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer), (3) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organik berantai panjang dengan perantaraan basabasa Ca, Mg, Fe dan ikatan hydrogen, dan (4) Pengikatan secara kimia butirbutir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam lempung
8 dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer). Hasil penelitian Pertoyo (1999) menunjukkan bahwa asam humat lebih berpengaruh pada pembentukkan agregat di regosol, yang ditunjukkan oleh meningkatnya kemantapan agregat tanah. b. Porositan tanah Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso, dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai pori kapiler, pori meso dikenal sebagai pori drainase lambat, dan pori makro merupakan pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung pori mikro drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan pupuk organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian aplikasi pupuk organik akan meningkatkan kemampuan menahan air (Stevenson, 1982). Hasil penelitian Herudjito (1999) menunjukkan bahwa penambahan bahan humat 1 persen pada latosol mampu meningkatkan 35.75% pori dari 6.07% menjadi 8.24% volume. Pada tanah halus lempungan, pemberian bahan organik akan meningkatkan pori meso dan menurunkan pori mikro. Dengan demikian akan meningkatkan pori yang dapat terisi udara dan menurunkan pori yang terisi air, artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk tanah lempung berat. Terbukti penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan menurunkan berat volume tanah (Wiskandar 2002). Aerasi tanah sering terkait dengan pernafasan mikroorganisme dalam tanah dan akar tanaman, karena aerasi terkait dengan O2 dalam tanah. Dengan demikian aerase tanah akan mempengaruhi populasi mikrobia dalam tanah. Pengaruh pupuk organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. Penambahan pupuk organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan pupuk organik di tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman (Scholes et al. 1994). Hasil penelitian Tejasuwarna (1999) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang pada tanah andisol mampu meningkatkan pori memegang air sebesar 4.73% (69.8% menjadi 73.1%). Pada tanah berlempung dengan penambahan pupuk organik akan meningkatkan infiltrasi tanah akibat dari meningkatnya pori meso tanah dan menurunnya pori mikro. Peran pupuk organik yang lain, yang mempunyai arti praktis penting terutama pada lahan kering berlereng, adalah dampaknya terhadap penurunan laju erosi tanah. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari perbaikan struktur tanah yaitu dengan semakin mantapnya agregat tanah, sehingga menyebabkan ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan meningkat.
9 Di samping itu, dengan meningkatnya kapasitas infiltrasi air akan berdampak pada aliran permukaan dapat diperkecil sehingga erosi dapat berkurang (Stevenson 1982). 2. Peranan pupuk organik terhadap kesuburan kimia tanah a. Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) Penambahan pupuk organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan KPK. Pupuk organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Sekitar 20-70% kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus, sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KPK tanah (Stevenson 1982). KPK menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kationkation tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi pupuk organik merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH) (Brady 1990). Hasil penelitian Cahyani (1996) menunjukkan bahwa penambahan jerami 10 ton ha-1 pada tanah ultisol mampu meningkatkan 15.18% KPK tanah (17.44 menjadi 20.08 cmol (+) kg-1). Muatan koloid humus bersifat berubah-ubah tergantung dari nilai pH larutan tanah. Dalam suasana sangat masam (pH rendah), hidrogen akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positif (COOH2+ dan OH2+), sehingga koloid-koloid yang bermuatan negatif menjadi rendah, akibatnya KPK turun. Sebaliknya dalam suasana alkali (pH tinggi) larutan tanah banyak OH- akibatnya terjadi pelepasan H+ dari gugus organik dan terjadi peningkatan muatan negatif (COOdan O-) sehingga KPK meningkat. Hasil penelitian Sufardi et al. (1999) menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap karakteristik muatan tanah masam (ultisol) dibanding dengan pengapuran. Fraksi organik dalam tanah berpotensi dapat berperan untuk menurunkan kandungan pestisida secara non biologis, yaitu dengan cara mengadsopsi pestisida dalam tanah. Mekanisme ikatan pestisida dengan bahan organik tanah dapat melalui : pertukaran ion, protonisasi, ikatan hidrogen, gaya vander Waal’s, dan ikatan koordinasi dengan ion logam (pertukaran ligan). Tiga faktor yang menentukan adsorbsi pestisida dengan bahan organic : (1) Karakteristik fisika-kimia adsorbenya (koloid humus), (2) Sifat pestisida, dan (3) Sifat tanah, yang meliputi kandungan bahan organik, kandungan dan jenis lempungnya, pH, kandungan kation tertukar, lengas, dan temperatur tanah (Stevenson, 1982). b. pH Tanah Pengaruh penambahan pupuk organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan pupuk organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan pupuk organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau pupuk organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH
10 tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Hasil penelitian Cahyani (1996); Dewi (1996); Suntoro (2001) menunjukkan bahwa penambahan pupuk organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol, dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah. Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang kita tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa. c. Ketersediaan hara tanah Peran pupuk organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan pupuk organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineralmineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P, dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman. Pupuk organik sumber nitrogen (protein) pertama akan mengalami peruraian menjadi asam-asam amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikrobia heterotrofik mengurai menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan, sehingga amonium merupakan bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama dalam tanah (Tisdale dan Nelson 1974; Leiwakabessy dan Sutandi 2000). Amonium secara langsung diserap dan digunakan tanaman untuk pertumbuhan atau oleh mikroorganisme untuk segera dioksidasi menjadi nitrat yang disebut dengan proses nitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses bertahap yaitu proses nitritasi yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dengan menghasilkan nitrit, yang segera diikuti oleh proses oksidasi berikutnya menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter yang disebut dengan nitratasi. Nitrat merupakan hasil proses mineralisasi yang banyak disukai atau diserap oleh sebagian besar tanaman budidaya. Namun nitrat ini mudah tercuci melalui air drainase dan menguap ke atmosfer dalam bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi terbatas) (Leiwakabessy dan Sutandi 2000). Pengaruh pupuk organik terhadap ketersediaan P dapat secara langsung melaui proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan membantu pelepasan P yang terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan bahwa ketersediaan P di dalam tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui 5 cara : (1) Melalui proses mineralisasi pupuk organik terjadi pelepasan P mineral (PO43-), (2) Melalui aksi dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dekomposisi, terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, Al (Fe)(H2O)3 (OH)2H2PO4 + Khelat ====> PO42- (larut) + kompleks Al-Fe-Khelat
11 (3) Pupuk organik akan mengurangi jerapan fosfat karena asam humat dan asam fulvat berfungsi melindungi sesquioksida dengan memblokir situs pertukaran, (4) Penambahan pupuk organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan organik asli tanah, dan (5) Membentuk kompleks fosfohumat dan fosfo-fulvat yang dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman, sebab fosfat yang dijerap pada pupuk organik secara lemah. Untuk tanah-tanah berkapur (agak alkalin) yang banyak mengandung Ca dan Mg fosfat tinggi, karena dengan terbentuk asam karbonat akibat dari pelepasan CO2 dalam proses dekomposisi bahan organik, mengakibatkan kelarutan P menjadi meningkat, dengan reaksi sebagai berikut : + H2O =====> H2CO3 CO2 H2CO3 + Ca3 (PO4)2 =====> CaCO3 + H2PO4Asam-asam organik hasil proses dekomposisi pupuk organik juga dapat berperan sebagai bahan pelarut batuan fosfat, sehingga fosfat terlepas dan tersedia bagi tanaman. Hasil proses penguraian dan mineralisasi pupuk organik, di samping akan melepaskan fosfor anorganik (PO43-) juga akan melepaskan senyawa-senyawa P-organik seperti fitine dan asam nucleic, dan diduga senyawa P-organik ini, tanaman dapat memanfaatkannya. Proses mineralisasi pupuk organik akan berlangsung jika kandungan P bahan organik tinggi, yang sering dinyatakan dalam nisbah C/P. Jika kandungan P bahan tinggi, atau nisbah C/P rendah kurang dari 200, akan terjadi mineralisasi atau pelepasan P ke dalam tanah, namun jika nisbah C/P tinggi lebih dari 300 justru akan terjadi imobilisasi P atau kehilangan P (Stevenson 1982). Pupuk organik disamping berperan terhadap ketersediaan N dan P, juga berperan terhadap ketersediaan S dalam tanah. Di daerah humida, S-protein, merupakan cadangan S terbesar untuk keperluan tanaman. Mineralisasi bahan organik akan menghasilkan sulfida yang berasal dari senyawa protein tanaman. Di dalam tanaman, senyawa sestein dan metionin merupakan asam amino penting yang mengandung sulfur penyusun protein (Mengel dan Kirkby 1987). Protein tanaman mudah sekali dirombak oleh jasad mikro. Belerang (S) hasil mineralisasi bahan organik, bersama dengan N, sebagian S diubah menjadi mantap selama pembentukan humus. Di dalam bentuk mantap ini, S akan dapat terlindung dari pembebasan cepat (Brady 1990). Seperti halnya pada N dan P, proses mineralisasi atau imobilisasi S ditentukan oleh nisbah C/S bahan organiknya. Jika nisbah C/S bahan tanaman rendah yaitu kurang dari 200, maka akan terjadi mineralisasi atau pelepasan S ke dalam tanah, sedang jika nisbah C/S bahan tinggi yaitu lebih dari 400, maka justru akan terjadi imobilisasi atau kehilangan S (Stevenson 1982). 3. Peranan pupuk organik terhadap biologi tanah Pupuk organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro fauna tanah. Penambahan pupuk organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan jumlah populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah,
12 fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam Protozoa, Nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian 1997). Mikro flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan pupuk organik, kerena pupuk organik menyediakan energi untuk tumbuh dan pupuk organik memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positif yang lain dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin) dan vitamin (Stevenson 1982). Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman, dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (suksinat, ciannamat, dan fumarat) hasil dekomposisi pupuk organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Pupuk NPK Anorganik Pupuk NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang sering digunakan dalam budidaya tanaman padi sawah. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengadung dua atau lebih unsur hara dengan jumlah yang berbeda pada setiap kemasannya (Taiz dan Zeiger 2002). Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal yaitu mengandung lebih dari dua jenis hara, lebih praktis dalam pemesanan, transportasi, penyimpanan, aplikasi, dan lebih homogen dalam penyebaran pupuk (Purnomo 2010). Menurut Gunadi (1997) kerugian dari penggunaan pupuk NPK majemuk adalah sukar untuk memenuhi kebutuhan rekomendasi pupuk secara tepat apabila hanya menggunakan pupuk NPK majemuk saja. Pemupukan anorganik yang penting untuk tanaman adalah pemupukan dengan kombinasi tiga unsur hara utama yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) atau sering disebut dengan pupuk majemuk NPK (Wurts et al. 2005; Munawar 2011). Nitrogen adalah unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagan-bagian vegetatif tanaman (daun, batang, dan akar), meningkatkan kadar protein (asam amino) dalam tubuh tanaman, meningkatkan mikroorganisme tanah, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun, dan membuat daun lebih hijau (CFF 2011). Nitrogen diperlukan sepanjang masa pertumbuhan tanaman padi, tetapi kebutuhan nitrogen yang terbesar adalah antara awal sampai pertengahan pembentukan anakan dan stadia pembentukan malai. Nitrogen berfungsi dalam mendorong pertumbuhan yang cepat (meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan), menigkatkan ukuran daun, jumlah bulir per malai, presentase bulir yang berisi pada masing-masing malai, dan kandungan protein gabah. Dengan demikian nitrogen juga mempengaruhi semua parameter yang berhubungan dengan hasil.
13 Konsentrasi nitrogen daun sangat erat kaitannya dengan laju fotosintesis daun dan produksi biomasa tanaman. Nitrogen juga mendorong kebutuhan akan unsur hara makro lainnya seperti P dan K (Doberman dan Fairhust 2000). Selain nitrogen, tanaman padi juga membutuhkan fosfor dan kalium. Fosfor sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman, hal ini karena fosfor banyak terdapat dalam sel tanaman berupa unit nukleutida. Unsur fosfor dapat menstimulir pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman. Dari percobaanpercobaan pada tanah yang kekurangan fosfor, bila di pupuk fosfor ternyata pertambahan bagian akar lebih besar. Secara morfologis unsur fosfor mendorong perkembangan akar, pembungaan, dan pematangan biji. Kekurangan unsur fosfor pada tanaman padi akan menyebabkan tanaman kerdil, daun berwarna kekuningan dengan ciri-ciri mati dari ujung daun dan kemudian diikuti oleh pinggiran daunnya. Unsur fosfor tidak mobil dalam tanah terutama apabila pH rendah atau terlalu tinggi, akan tetapi unsur fosfor mobil dalam daun sehingga kekurangan unsur fosfor akan tercermin dari daun yang tua (Havlin et al. 1999). Hasil penelitian Syam dan Hermanto (1995) menunjukan bahwa 1.7 juta ha lahan sawah Indonesia berstatus akumulasi P2O5 sedang (20-40 mg P2O5 100 g-1 tanah), 1.5 juta ha tergolong tinggi (>40 mg P2O5 100 g-1 tanah), dan hanya 0.54 juta ha yang tingkat akumulasinya rendah (<20 mg P2O5 100 g-1 tanah). Kalium merupakan hara utama ketiga setelah nitrogen dan fosfor. Kalium mempunyai fungsi yang sangat penting pada proses fisiologis tanaman seperti aktifitas enzim, pengaturan sel turgor, fotosintesis, transport hasil fotosintesis, transport hara dan air, serta metabolisme pati dan protein (Sanyal dan Dhar 2006). Dobermann dan Fairhurst (2000) pengaruh unsur kalium pada tanaman padi adalah meningkatkan luas daun, kandungan klorofil daun, serta menunda senesen daun sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Unsur K juga berpengaruh terhadap jumlah Gabah/malai, persen gabah isi, dan bobot 1 000 butir gabah. Kekurangan unsur ini akan terlihat pada tanaman dengan gejala yaitu daun berubah menjadi mengerut terutama pada daun tua, kemudian timbul bercak-bercak berwarna merah cokelat, mengering lalu mati. Hasil penelitian Purnomo (2010) aplikasi dosis 150 kg NPK majemuk ha-1 nyata meningkatkan pertumbuhan, bobot jerami, hasil gabah, dan kadar N dan P tanah. Selanjutnya dijelaskan juga bahwa aplikasi dosis 150 kg NPK majemuk ha1 mempunyai efektivitas sama bahkan lebih baik dibandingkan pupuk tunggal takaran rekomendasi. Kemudian hasil penelitian Bakrie (2011) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk anorganik + pupuk organik hayati menghasilkan bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot basah akar, bobot kering akar, jumlah anakan produktif, bobot 1 000 butir gabah, serapan, jumlah populasi mikroba (Azotobacter, mikrob pelarut fosfat, dan total mikrob) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Penambahan pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi + jerami secara umum menghasikan ketersediaan dan serapan N, P, dan K sama atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja (Sugiyanta 2008).
14
3 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di kebun percobaan IPB Babakan Sawah Baru Dramaga Bogor dengan ketinggian tempat 250 m dpl, pada bulan September 2013 sampai bulan Januari 2014. Analisis tanah, tanaman, dan pupuk dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (ITSL) Fakultas Pertanian IPB. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu benih padi varietas Ciherang yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Padi Muara Bogor dengan kebutuhan 15 kg ha-1, pupuk organik (pupuk kandang sapi diperkaya mikroba) dan pupuk anorganik NPK (30:6:8). Alat-alat yang digunakan yaitu alat budidaya, timbangan digital, dan alat pengukur luas daun (li-cor 3 000). Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) terdiri atas dua faktor yaitu dosis pupuk organik (O) dan dosis pupuk anorganik (A). Dosis pupuk organik terdiri atas lima taraf yaitu 0, 250, 500, 750 dan 1 000 kg ha-1. Dosis pupuk anorganik terdiri atas lima taraf yaitu 0, 100, 200, 300 dan 400 kg ha-1. Jumlah total perlakuan adalah 25 kombinasi perlakuan, tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 75 satuan percobaan. Model linier aditif dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij +ρk + εijk Keterangan : Yijk µ αi βj (αβ)ij ρk εijk
= nilai pengamatan pada satuan percobaan yang mendapat perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j pada kelompok ke-k = rataan umum pengamatan = pengaruh perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i = pengaruh perlakuan dosis pupuk anorganik taraf ke-j = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j = pengaruh kelompok ke-k = pengaruh acak dari perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j pada kelompok ke-k
15 Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Pupuk Organik Pupuk kandang sapi terlebih dahulu dikumpulkan pada tempat yang kering dan terlindung dari sinar matahari, kemudian pupuk kandang sapi dihancurkan hingga tidak berbentuk gumpalan, selanjutnya pupuk kandang sapi disusun secara berlapis dengan ketebalan 10-15 cm hingga maksimal ketinggian 1 m. Setiap lapis terlebih dahulu disiram dengan larutan dekomposer dengan perbandingan 5 ml l-1 hingga kadar air ± 40%, kemudian seluruh lapisan di tutup rapat dengan terpal. Proses dekomposisi berlangsung dengan cepat pada kondisi aerob sehingga suhu pupuk organik meningkat 35-40oC, ketika suhu mencapai 45-50% pupuk organik di bolak-balik agar udara masuk dan suhu turun. Lama fermentasi 4 minggu, selanjutnya pupuk organik siap digunakan. Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan 2 minggu sebelum tanam dengan sistem olah tanah sempurna, kemudian dicangkul, dan digaru hingga permukaan tanah rata. Selanjutnya dibuat petak percobaan sebanyak 75 petak dengan ukuran masingmasing sama yaitu 5 m x 5 m dengan lebar pematang 50 cm dan tinggi pematang 50 cm. Pengaturan air dilakukan sedemikian rupa mulai dari air masuk ke petak percobaan sampai keluar sehinga air yang keluar dari setiap petak percobaan tidak dapat masuk kembali, yaitu dengan membuat parit antar petak dengan kedalaman 40 cm untuk memisahkan antara air yang masuk dan keluar pada setiap petak percobaan. Pesemaian Sebelum disemai benih padi direndam satu malam dengan air agar benih mengalami imbibisi dan berkecambah serentak. Benih kemudian diperam selama 24 jam sehingga benih mulai berkecambah, kemudian disemai pada bak pesemaian yang telah dipersiapkan yaitu campuran tanah dan pupuk organik 1:1, tinggi tanah 4 cm, kemudian benih ditaburkan ke dalam tempat pesemaian dan ditutup tanah tipis. Penanaman Bibit yang telah berumur 12 Hari Setelah Semai (HSS) dipindahkan ke lahan, dengan jumlah bibit 1 bibit per lubang tanam (tanam tunggal) dan dangkal 1-1.5 cm, jajar legowo 2:1 yaitu antar barisan 25 cm, dalam barisan 12.5 cm, dan antar legowo 50 cm. Pemupukan Pupuk organik diberikan 1 minggu sebelum tanam pada petak-petak percobaan sesuai dengan perlakuan dengan cara ditebar merata, sementara tanah dibiarkan tetap lembab dan air tidak mengalir. Pupuk anorganik diberikan dua kali sesuai rekomendasi, yaitu 60% pada 5 Hari Setelah Tanam (HST) dan 40% pada 35 HST sesuai dengan perlakuan dengan cara ditebar pada setiap petakan.
16 Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman terdiri atas penyulaman dan penyiangan. Penyulaman dilakukan sampai 14 HST, sedangkan penyiangan gulma dilakukan secara manual dan menggunakan alat penyiangan khusus sosrok sebanyak 2 kali yaitu pada saat 15 dan 30 HST. Panen Panen dilakukan ketika 90-95% bulir padi menguning dan kadar air gabah sekitar 21-26%, sehingga umur tanaman padi sampai panen yaitu 112 HST. Pemanenan dilakukan dengan cara potong atas dengan menggunakan sabit, kemudian dilakukan perontokan dengan menggunakan power threser. Pengamatan Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Peubah Pertumbuhan a. Tinggi tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan terhadap 5 tanaman sampel dengan mengukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi dan diamati setiap minggu mulai tanaman berumur 3-8 MST. b. Jumlah anakan. Perhitungan jumlah anakan per rumpun dilakukan terhadap 5 tanaman sampel dan diamati setiap minggu mulai tanaman berumur 3-8 MST. c. Bobot kering biomas. Penentuan dengan menimbang bagian tajuk tanaman dan bagian akar, tanaman contoh diambil pada baris ke dua atau ke tiga sebanyak 2 tanaman untuk sekali pengamatan tiap petak dan dilakukan pada 4, 6, 8 MST, dan panen. d. Luas daun. Pengukuran luas daun dilakukan dengan menggunakan alat pengukur luas daun (Li-cor 3000), dilakukan pada saat tanaman berumur 4, 6, dan 8 MST. e. Laju Tumbuh Relatif (LTR) tanaman ditentukan untuk rentang waktu 4-6 dan 6-8 MST. Perhitungan LTR menggunakan rumus sebagai berikut (Sitompul dan Guritno 1995). (L W − L W ) LTR (mg. hari ) = (t − t ) Keterangan : W1 = bobot kering tanaman pada saat t1 W2 = bobot kering tanaman pada saat t2 f. Laju Asimilasi Bersih (LAB). LAB merupakan hasil asimilasi bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Perhitungan LAB menggunakan rumus sebagai berikut (Sitompul dan Guritno 1995). LAB (mg. cm . hari ) =
(W − W ) (L A – L A ) x (A − A ) (t − t )
Keterangan : W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 A1 = luas daun total pada waktu t1
17 A2 = luas daun total pada waktu t2 t1 = waktu pengataman ke-1 t2 = waktu pengamatan ke-2 g. Analisis kadar dan serapan hara tanaman Analisis kadar dan serapan hara N, P, dan K dilakukan pada masa panen yaitu menggunakan sampel seluruh bagian tanaman sampel bagian atas. Masing-masing tanaman kemudian ditimbang bobot segarnya, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 0C selama 2 x 24 jam untuk mendapatkan bobot kering. Setelah dioven kemudian digiling dan dipersiapkan untuk analisis kadar hara tanaman. h. Efisiensi pemupukan (EP) N, P, dan K. Perhitungan efisiensi pemupukan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Witt et al. 2007). EP (%) = EP (%) = EP (%) =
Serapan N tanaman (yang dipupuk N − yang tidak dipupuk N) (kg N ha ) x 100 Pupuk N (kg N ha ) Serapan P tanaman (yang dipupuk P − yang tidak dipupuk P) (kg p ha ) x 100 pupuk P (kg P ha )
Serapan K tanaman (yang dipupuk K − yang tidak dipupuk K) (kg K ha ) x 100 Pupuk K (kg K ha )
2. Peubah komponen hasil dan hasil a. Anakan produktif yaitu dengan menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai dalam satu rumpun. Jumlah anakan produktif dihitung pada 5 tanaman contoh. b. Panjang malai. Pengukuran panjang malai yaitu dari batas buku daun sampai ujung malai, dalam tiap petak percobaan diambil hanya tiga sampel malai yang berasal dari masing-masing tanaman sampel. Malai yang diambil yaitu malai yang mewakili malai yang pendek, sedang dan panjang. c. Jumlah gabah malai-1. Perhitungan jumlah gabah dalam 1 malai dari 3 malai yang berasal dari masing-masing tanaman contoh. d. Bobot 1 000 butir gabah. Perhitungan penimbangan bobot 1 000 butir gabah isi yang berasal dari 5 tanaman sampel dalam tiap petak. e. Hasil meliputi bobot Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) (kadar air 14%) ton ha-1, perhitungan dengan cara ubinan dengan ukuran 2.5 m x 2.5 m, kemudian menimbang hasil (kg ubinan-1) dikali faktor (10 000 m2) dibagi luas ubinan (m2). 3. Analisis kadar hara tanah Analisis tanah dilakukan sebelum percobaan dan pada saat panen. Sampel diambil komposit secara diagonal dengan 3 titik setiap petak. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan bor tanah hingga kedalaman 30 cm, analisis tanah dilakukan terhadap kadar pH, C-organik, N, P, K, dan KTK. Prosedur Analisis Data Data hasil pengamatan akan diuji dengan sidik ragam menggunakan program SAS. Jika hasil pengujian analisis ragam nyata, maka akan dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah menggunakan uji perbandingan berganda Duncan
18 (DMRT) dengan taraf nyata sebesar 5% untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Berdasarkan analisis kadar hara tanah sebelum penelitian diketahui bahwa nilai pH (H2O) agak masam (5.70), C-organik tergolong sedang (2.28%), N-total rendah (0.21%), P dan K sangat rendah (7.03 ppm dan 0.10 me 100 g-1), dan KTK tergolong rendah (14.99 me 100 g-1) (Lampiran 3). Rata-rata curah hujan selama penelitian (bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014) yaitu 373.6 mm bulan-1 (BMKG Darmaga 2014). Hama yang dominan menyerang tanaman padi pada percobaan ini adalah keong mas (Pomacea canaliculata L.). Keong mas memakan tanaman padi yang masih berumur muda 1-3 MST. Pengendalian hama keong mas dilakukan secara manual dengan cara mengambil keong dan telurnya serta dengan melakukan pengaturan pengairan. Menurut Badan Litbang Pertanian (2007) keong mas bersifat aktif pada air yang tergenang, pada saat tanah sawah mengering kebanyakan keong akan mengubur dirinya sendiri ke dalam tanah. Hama lain yang menyerang tanaman padi yaitu walang sangit (Leptocorisa oratorius). Walang sangit menyerang aktif pada pagi dan sore hari sedangkan pada siang hari berlindung dibawah pohon yang lembab dan dingin. Serangan hama ini sebelum tanaman fase matang susu menyebabkan gabah hampa sedangkan serangan pada padi yang telah berisi menjelang masak menyebabkan gabah berwarna cokelat kehitaman. Hama walang sangit tidak dilakukan pengendalian karena masih dibawah ambang ekonomi. Ambang ekonomi untuk hama walang sangit yaitu apabila populasi >10 ekor rumpun-1 (Litbang Pertanian 2007). Selain kedua hama tersebut, terdapat juga hama burung yang menyerang bulir padi saat bulit sedang masak susu sampai pemasakan biji, burung merusak dengan memakan bulir padi secara langsung. Pengendalian burung yaitu dengan memasang pengusir burung berupa baju bekas dan plastik yang digantungkan di atas bambu dan dipasang disekitar areal tanam. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rekapitulasi hasil sidik ragam menunjukkan bahwa secara umum perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah yang diamati. Perlakuan pupuk anorganik berpengaruh nyata hampir pada semua peubah pengamatan yaitu tinggi tanaman (6, 7, dan 8 MST), jumlah anakan (5, 6, 7, dan 8 MST), bobot kering tajuk (6, 8 MST, dan saat panen), laju tumbuh relatif (6-8 MST), luas daun (6 dan 8 MST), anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah malai-1, gabah kering panen, dan gabah kering giling. Interaksi antara aplikasi pupuk organik dan anorganik menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah pengamatan. Secara rinci pengaruh pupuk organik dan anorganik disajikan pada rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 1).
19 Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam Peubah Tinggi tanaman 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Jumlah anakan 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Bobot kering akar 4 MST 6 MST 8 MST 16 MST (panen) Bobot kering tajuk 4 MST 6 MST 8 MST 16 MST (panen) Nisbah tajuk/akar 4 MST 6 MST 8 MST 16 MST (panen) Laju tumbuh relatif 4-6 MST 6-8 MST Laju asimilasi bersih 4-6 MST 6-8 MST Luas daun 4 MST 6 MST 8 MST Komponen hasil dan hasil Anakan produktif Panjang malai Jumlah gabah/malai Bobot 1 000 butir gabah Gabah kering panen (kg 6 m-2) Gabah kering giling (kg 6 m-2) Gabah kering panen (ton ha-1) Gabah kering giling (ton ha-1)
Organik
Anorganik
Interaksi
KK (%)
tn tn tn tn tn tn
tn tn tn ** ** **
tn tn tn tn tn tn
6.01 7.78 6.23 6.87 6.27 6.22
tn tn tn tn tn tn
tn tn ** ** ** **
tn tn tn tn tn tn
24.93 29.51 18.93 16.23 17.99 15.85
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
14.69a 25.57a 19.46a 16.24a
tn tn tn tn
tn * * **
tn tn tn tn
15.18a 18.47a 21.90a 13.82
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
13.31a 15.30a 17.62a 29.68
tn tn
tn **
tn tn
25.66 4.28
tn tn
tn tn
tn tn
18.74a 25.99a
tn tn tn
tn ** **
tn tn tn
20.18a 20.54 22.76
tn tn tn tn tn tn tn tn
** ** * tn ** ** ** **
tn tn tn tn tn tn tn tn
11.37 3.75 11.80 5.46 16.62 16.02 16.62 16.00
Keterangan : ** : nyata pada taraf 1%, a : transformasi (x + 0.5)
* : nyata pada taraf 5% KK : koefisien keragaman
20 Pengaruh Pemupukan Organik dan Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Tinggi Tanaman Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Sebaliknya perlakuan pupuk anorganik berpengaruh nyata dari 6-8 MST terhadap tinggi tanaman. Dapat terlihat bahwa pada fase anakan aktif sampai anakan maksimum (6-8 MST) aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan tinggi tanaman yang paling tinggi jika dibandingkan dengan tanpa pemupukan, aplikasi dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1, dan 200 kg pupuk anorganik ha-1, tetapi tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan aplikasi dosis 300 kg pupuk anorganik ha-1 (Tabel 2). Tabel 2 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap tinggi tanaman Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 100 200 300 400
3
Minggu Setelah Tanam (MST) 4 5 6 7 ............................... cm ..................................
8
28.64 29.48 29.17 29.41 28.75
42.28 43.44 44.66 42.26 42.04
51.63 53.21 53.80 52.28 52.19
56.83 59.79 59.76 57.67 58.56
65.08 67.85 68.40 66.65 67.17
70.91 74.75 74.76 72.17 73.31
28.39 28.81 29.69 29.70 28.85
42.00 41.72 43.65 44.13 43.18
51.40 51.53 52.73 54.00 53.44
55.59 c 56.40 c 58.33 bc 60.68 ab 61.60 a
60.83 c 63.25 c 67.76 b 70.80 ab 72.52 a
65.71 c 68.39 c 74.04 b 78.04 a 79.72 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%
Hasil analisis regresi aplikasi pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman menunjukkan pola linier dengan persamaan Y = 0.016x + 55.26 R² = 0.974 (6 MST), Y = 0.030x + 60.84 R² = 0.98 (7 MST) dan Y = 0.037x + 65.64 R² = 0.972 (8 MST). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk anorganik yang diaplikasikan semakin tinggi ketersediaan unsur hara dalam tanah sehingga semakin tinggi penyerapan unsur hara oleh padi untuk meningkatkan tinggi tanaman yang semakin tinggi (Gambar 1).
Tinggi tanaman (cm)
21 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 0.037x + 65.64 R² = 0.972 (8 MST) y = 0.030x + 60.84 R² = 0.98 (7 MST) y = 0.016x + 55.26 R² = 0.974 (6 MST) 6 mst
0
100 200 300 400 Dosis pupuk anorganik (kg ha-1)
7 mst
8 mst
500
Gambar 1 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan tinggi tanaman Jumlah Anakan Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Sebaliknya jumlah anakan dari 5-8 MST dipengaruhi secara nyata oleh aplikasi dosis pupuk anorganik. Dapat terlihat bahwa pada 5-7 MST aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasikkan jumlah anakan lebih banyak jika dibandingkan dengan tanpa pemupukan dan aplikasi dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1. Tetapi, aplikasi 400 kg pupuk anorganik ha-1 tidak nyata meningkatkan jumlah anakan jika dibandingkan dengan aplikasi dosis 200 kg pupuk anorganik dan 300 kg pupuk anorganik ha-1. Kemudian pada 8 MST aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan jumlah anakan lebih banyak jika dibandingkan dengan tanpa pemupukan, aplikasi dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1 dan 200 kg pupuk anorganik ha-1, tetapi tidak nyata dengan aplikasi dosis 300 kg pupuk anorganik ha-1. Tabel 3 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap jumlah anakan Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 100 200 300 400
3
Minggu Setelah Tanam (MST) 4 5 6 7
8
3.9 3.9 4.2 3.5 3.7
12.1 11.6 13.1 10.8 12.0
15.7 15.6 17.2 15.3 15.4
18.6 19.1 20.3 18.5 19.0
22.0 22.6 23.6 22.5 24.1
23.4 22.7 24.7 23.6 24.7
3.5 4.1 3.6 4.3 3.7
10.0 11.1 12.5 13.5 12.5
13.8 c 14.8 bc 16.2 ab 17.0 ab 17.4 a
14.9 c 17.3 b 20.6 a 21.1 a 21.6 a
16.8 c 20.5 b 24.5 a 26.6 a 26.3 a
17.3 d 21.0 c 25.2 b 27.2 ab 28.3 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%
22 Hasil analisis regresi hubungan aplikasi dosis pupuk anorganik dengan jumlah anakan menunjukkan pola linier dengan persamaan Y = 0.009x + 13.96 R² = 0.965 (5 MST), Y = 0.017x + 15.66 R² = 0.886 (6 MST), Y = 0.025x + 17.92 R² = 0.890 (7 MST) dan Y = 0.028x + 18.16 R² = 0.948 (8 MST). Hasil ini menunjukkan bahwa aplikasi dosis pupuk anorganik yang semakin tinggi akan meningkatkan ketersediaannya unsur hara dalam tanah, sehingga tanaman tanaman dapat meningkatkan serapan unsur hara untuk pembentukan anakan yang semakin banyak (Gambar 2). 35
y = 0.028x + 18.16 R² = 0.948 (8 MST)
Jumlah anakan
30
y = 0.025x + 17.92 R² = 0.890 (7 MST)
25 20
y = 0.017x + 15.66 R² = 0.886 (6 MST)
15
y = 0.009x + 13.96 R² = 0.965 (5 MST)
10 5
5 MST 7 MST
0 0
100
200
300
400
6 MST 8 MST
500
Dosis pupuk anorganik (kg ha-1)
Gambar 2 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan jumlah anakan Bobot Kering Akar Aplikasi dosis pupuk organik dan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar (Tabel 4). Tabel 4 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering akar Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan 4 6 8 16 -1 ................... (g rumpun ) .................... Pupuk organik (kg ha-1) 0 1.22 6.05 7.41 7.96 250 1.41 7.41 8.30 9.80 500 1.53 7.63 9.49 9.46 750 1.37 6.13 10.40 7.53 1 000 1.21 5.55 8.83 9.33 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 1.03 4.41 7.55 7.20 100 1.25 7.23 9.57 7.80 200 1.49 7.15 11.38 9.80 300 1.56 7.22 11.49 9.16 400 1.41 6.76 9.73 10.13
23 Bobot Kering Tajuk Tabel 5 menunjukkan bahwa aplikasi dosis pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, sebaliknya perlakuan dosis pupuk anorganik berpengaruh nyata dari 6-16 MST. Dapat terlihat bahwa aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan bobot kering tajuk lebih tinggi pada 6 dan 8 MST dibandingkan tanpa pemupukan, tetapi tidak nyata meningkatkan bobot kering tajuk dibandingkan dengan aplikasi dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1, 200 kg pupuk anorganik ha-1, dan 300 kg pupuk anorganik ha-1. Aplikasi dosis pupuk anorganik yang semakin meningkat menghasilkan bobot kering tajuk yang semakin tinggi pada 16 MST. Tabel 5 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap bobot kering tajuk Minggu Setelah Tanam (MST) 4 6 8 16 ...................... (g rumpun-1) ......................
Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 100 200 300 400
2.72 2.68 3.09 2.63 2.46
13.27 12.08 11.37 12.81 11.66
36.83 32.58 37.52 37.58 27.32
2.18 2.59 2.77 2.92 3.13
8.74 b 11.75 ab 14.30 a 13.32 a 13.07 a
22.55 b 33.37 ab 40.09 a 40.91 a 34.91 a
82.57 92.70 92.03 81.97 91.30 74.17 d 83.53 c 90.40 bc 96.07 ab 100.40 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%
Hasil analisis regresi hubungan dosis pupuk anorganik dengan bobot kering tajuk pada saat panen (16 MST) menunjukkan pola linier dengan persamaan Y = 0.065x + 75.91 R² = 0.978. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk yang diaplikasikan menghasilkan bobot kering tajuk saat panen yang semakin tinggi (Gambar 3).
Bobot kering tajuk (g rumpun-1)
120 100 80 60 y = 0.065x + 75.91 R² = 0.978
40 20 0 0
100 200 300 400 Dosis pupuk anorganik (kg ha-1)
500
Gambar 3 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan bobot kering tajuk 16 MST
24 Nisbah Tajuk/Akar Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pupuk organik dan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah tajuk akar (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap nisbah tajuk/akar Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan 4 6 8 16 ....................... (g) ......................... Pupuk organik (kg ha-1) 0 2.2 2.5 3.7 11.5 250 2.0 2.0 4.2 10.1 500 2.2 1.9 4.3 11.4 750 2.1 2.2 3.9 11.1 2.1 2.3 3.2 11.2 1 000 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 2.2 2.5 3.2 11.8 100 2.0 1.9 3.8 11.7 200 2.0 2.1 4.2 10.2 300 2.0 2.3 4.0 11.7 400 2.3 2.1 4.1 10.8 Luas Daun Aplikasi dosis pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun. Sebaliknya, aplikasi pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap luas daun pada 6 dan 8 MST. Aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 pada 6 dan 8 MST menghasikan luas daun lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan dan aplikasi dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1, tetapi aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 tidak nyata meningkatkan luas daun dibandingkan dengan aplikasi dosis 200 kg pupuk anorganik ha-1 dan 300 kg pupuk anorganik ha-1 (Tabel 7). Tabel 7 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap luas daun Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan 4 6 8 2 ....................... cm ........................ Pupuk organik (kg ha-1) 0 313.74 738.12 1051.13 250 334.05 740.31 1101.95 500 364.81 751.49 1075.80 750 299.26 679.78 1044.67 1 000 319.40 645.41 1035.17 -1 Pupuk anorganik (kg ha ) 0 272.07 507.00 c 764.03 b 100 307.52 663.63 b 886.16 b 200 335.43 791.96 a 1182.44 a 300 349.00 765.70 ab 1230.36 a 400 367.25 826.83 a 1245.75 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%
25 Hasil analisis regresi hubungan dosis pupuk anorganik dengan luas daun pada 6 dan 8 MST menunjukkan pola linier dengan persamaan masing-masing Y = 0.741x + 562.6 R² = 0.823 dan Y = 1.307x + 800.2 R² = 0.871. Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat anakan aktif dan anakan maksimum aplikasi dosis pupuk anorganik yang semakin tinggi akan meningkatkan luas daun (Gambar 4). 1400 Luas daun (cm-2)
1200
y = 1.307x + 800.2 R² = 0.871 (8 MST)
1000 800
y = 0.741x + 562.6 R² = 0.823 (6 MST)
600 400
6 MST
200
8 MST
0 0
100
200
300
400
Dosis pupuk anorganik (kg
500
ha-1)
Gambar 4 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan luas daun Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB) Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa aplikasi dosis pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman. Sebaliknya aplikasi dosis pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif tanaman pada 6-8 MST tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih. Dapat terlihat bahwa aplikasi dosis 200-400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan laju tumbuh relatif tanaman lebih tinggi pada 6-8 MST dibandingkan tanpa pemupukan, tetapi tidak nyata meningkatan laju pertumbuhan relatif tanaman dibandingkan dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1 (Tabel 8). Tabel 8 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 100 200 300 400
LTR (mg hari-1) 4-6 MST 6-8 MST
LAB (mg cm-2 hari-1) 4-6 MST 6-8 MST
0.11 0.11 0.10 0.10 0.11
10.03 9.80 10.00 10.00 9.71
2.46 2.20 2.00 2.28 2.14
2.37 1.53 2.17 2.48 1.65
0.10 0.11 0.11 0.10 0.10
9.57 b 9.83 ab 10.08 a 10.09 a 9.95 a
1.93 2.46 2.37 2.19 2.12
1.89 2.06 2.24 2.29 1.73
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%
26 Hasil analisis regresi hubungan dosis pupuk anorganik dengan laju tumbuh relatif tanaman pada 6-8 MST menghasilkan pola kuadratik dengan persamaan Y = -7E-06x2 + 0.004x + 9.551 R² = 0.981. Hasil ini menunjukkan bahwa dosis optimum pupuk anorganik terhadap laju peningkatan bobot kering tanaman perhari yaitu 300 kg ha-1. Sehingga penambahan dosis lebih dari 300 kg pupuk anorganik ha-1 pada fase anakan aktif sampai anakan maksimum akan menurunkan laju peningkatan bobot kering tanaman (Gambar 5). 10,2
Laju tumbuh relatif (mg hari-1)
10,1 10 9,9 9,8 y = -7E-06x2 + 0.004x + 9.551 R² = 0.981
9,7 9,6 9,5 0
100 200 300 400 Dosis pupuk anorganik (kg ha-1)
500
Gambar 5 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan laju tumbuh relatif 6-8 MST Komponen Hasil Tabel 9 menunjukkan bahwa peubah komponen hasil tidak dipengaruhi secara nyata oleh aplikasi pupuk organik. Sebaliknya perlakuan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap semua peubah komponen hasil kecuali terhadap bobot 1 000 butir gabah. Aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan anakan produktif dan jumlah gabah malai-1 lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan, aplikasi dosis 100 dan 200 kg pupuk anorganik ha-1, tetapi tidak nyata dengan aplikasi dosis 300 kg pupuk anorganik ha-1. Kemudian aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan panjang malai lebih panjang dibandingkan tanpa pemupukan dan dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1, tetapi tidak nyata meningkatkan panjang malai dengan aplikasi dosis 200 dan 300 kg pupuk anorganik ha-1. Terdapat korelasi antara panjang malai dan jumlah gabah permalai yaitu semakin panjang malai semakin banyak jumlah gabah malai-1 yang dihasilkan. Hasil analisis regresi hubungan pupuk anorganik dengan anakan produktif, panjang malai, dan jumlah gabah malai-1 menunjukkan pola linier dengan persamaan masing-masing Y = 0.011x + 11.88 R² = 0.936, Y = 0.002x + 22.31 R² = 0.975, dan Y = 0.066x + 124.1 R² = 0.961 (Gambar 6, 7, dan 8). Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk anorganik berpengaruh terhadap peningkatan anakan produktif, panjang malai, dan jumlah gabah malai-1.
27 Tabel 9 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap komponen hasil Anakan Produktif
Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1000 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 100 200 300 400
Panjang Malai (cm)
Bobot 1000 Jumlah Gabah Butir gabah (g) Malai-1
13.9 14.7 14.6 13.8 13.8
22.98 22.93 22.82 22.89 22.72
140.9 135.1 134.8 136.5 139.6
26.12 26.84 26.80 26.71 26.12
11.9 c 12.5 c 14.9 b 15.3 ab 16.2 a
22.30 c 22.63 bc 22.78 abc 23.24 ab 23.39 a
126.2 c 127.4 c 137.5 bc 145.4 ab 150.4 a
26.12 25.93 27.24 26.60 26.99
18
23,6
16
23,4
Panjang malai (cm)
14 12 10 8 6
y = 0.011x + 11.88 R² = 0.936
4
23,2 23 22,8 22,6
y = 0.002x + 22.31 R² = 0.975
22,4
2 0
22,2
0
100 200 300 400 500 Dosis pupuk anorganik (kg ha-1)
Gambar 6 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan anakan produktif
0
100
200
300
120 100 80 y = 0.066x + 124.1 R² = 0.961
40 20 0 0
100
200
500
Gambar 7 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan panjang malai
140
60
400
Dosis pupuk anorganik (kg ha-1)
160 Jumlah gabah malai-1
Anakan produktif
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%
300
400
Dosis pupuk anorganik (kg
500
ha-1)
Gambar 8 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan jumlah gabah malai-1
28 Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) Peningkatan produksi padi disebabkan oleh meningkatnya jumlah anakan produktif, jumlah gabah malai-1, bobot 1 000 butir gabah isi, dan bobot gabah ha-1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa aplikasi sampai dosis 1 000 kg pupuk organik ha-1 tidak berpengaruh nyata terhadap hasil gabah kering panen dan gabah kering giling, tetapi sebaliknya peubah tersebut dipengaruhi oleh aplikasi dosis pupuk anorganik. Dapat terlihat bahwa aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan gabah kering panen dan gabah kering giling (g rumpun-1 dan ton ha1 ) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemupukan, aplikasi dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1, dan 200 kg pupuk anorganik ha-1, tetapi tidak nyata meningkatkan hasil dengan aplikasi dosis 300 kg pupuk anorganik ha-1 (Tabel 10). Tabel 10 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap gabah kering panen dan gabah kering giling Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 100 200 300 400
Bobot gabah (g rumpun-1) GKP GKG
Bobot gabah (ton ha-1) GKP GKG
21.75 21.58 22.75 21.29 21.33
15.97 16.96 16.71 16.25 16.17
5.80 5.75 6.06 5.68 5.69
4.25 4.52 4.45 4.33 4.31
16.50 c 18.13 c 22.25 b 24.95 a 26.88 a
12.21 c 13.31 c 17.25 b 18.88 ab 20.42 a
4.40 c 4.83 c 5.93 b 6.65 a 7.16 a
3.25 c 3.55 c 4.60 b 5.03 ab 5.44 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%
Hasil analisis regresi hubungan dosis pupuk anorganik dengan gabah kering panen dan gabah kering giling (ton ha-1) menunjukkan pola linier dengan persamaan masing-masing Y = 0.007x + 4.326 R² = 0.981 (GKP) dan Y = 0.005x + 3.202 R² = 0.964 (GKG). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi aplikasi dosis pupuk anorganik semakin tinggi bobot gabah yang dihasilkan (Gambar 9). Bobot gabah (ton ha-1)
8 7 6
y = 0.007x + 4.326 R² = 0.981
5 4
y = 0.005x + 3.202 R² = 0.964
3 2
GKP
1
GKG
0 0
100 200 300 400 Dosis pupuk anorganik (kg ha-1)
500
Gambar 9 Hubungan dosis pupuk anorganik dengan GKP dan GKG (ton ha-1)
29 Kadar Unsur Hara N, P, dan K Tanaman Kadar unsur hara tanaman tidak dianalisis secara statistik. Hasil analisis kadar unsur hara menunjukkan bahwa kadar unsur hara N, P, K jerami dan gabah memiliki pola yang berbeda. Kadar unsur hara N jerami tertinggi (0.95%) pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1, sedangkan kadar unsur hara N gabah tertinggi (1.17%) pada aplikasi dosis 250 kg pupuk organik ha-1 + 200 kg pupuk anorganik ha-1 (Tabel 11). Tabel 12 menunjukkan bahwa aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan kadar unsur hara P jerami tertinggi (0.20%), sedangkan aplikasi dosis 500 kg pupuk organik ha-1 + 200 kg pupuk anorganik ha1 menghasilkan kadar unsur hara P gabah tertinggi (0.38%). Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar unsur hara K jerami tertinggi (1.37%) pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 200 kg pupuk anorganik ha-1, sedangkan kadar unsur hara K gabah tertinggi (0.56%) pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 100 kg pupuk anorganik ha-1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk organik + anorganik dapat meningkatkan kadar unsur hara N, P, K jerami dan gabah saat panen. Tabel 11 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap kadar unsur hara N pada jerami dan gabah saat panen Pupuk anorganik (kg ha-1) Rataan Perlakuan 0 100 200 300 400 pupuk organik Kadar N jerami (%) Pupuk organik (kg ha-1) 0 0.58 0.64 0.71 0.79 0.92 0.73 250 0.58 0.65 0.63 0.72 0.74 0.66 500 0.58 0.53 0.60 0.84 0.74 0.66 750 0.60 0.64 0.78 0.89 0.95 0.77 1 000 0.62 0.62 0.66 0.72 0.82 0.69 Rataan pupuk anorganik 0.59 0.62 0.68 0.79 0.83 0.70 Kadar N gabah (%) Pupuk organik (kg ha-1) 0 0.67 0.98 1.09 0.78 1.06 0.92 250 0.67 0.89 0.99 0.95 1.06 0.91 500 0.57 1.06 1.11 1.00 1.17 0.98 750 0.63 1.11 1.17 1.06 1.00 0.99 1 000 0.66 1.10 1.11 1.11 1.17 1.03 Rataan pupuk anorganik 0.64 1.03 1.09 0.98 1.09 0.97 Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik
30 Tabel 12 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap kadar unsur hara P pada jerami dan gabah saat panen Dosis pupuk anorganik (kg ha-1) Rataan Perlakuan pupuk organik 0 100 200 300 400 Kadar P jerami (%) Pupuk organik (kg ha-1) 0 0.17 0.17 0.18 0.19 0.19 0.19 250 0.17 0.17 0.15 0.18 0.17 0.17 500 0.17 0.14 0.15 0.18 0.17 0.16 750 0.17 0.17 0.18 0.19 0.20 0.18 1 000 0.19 0.16 0.16 0.16 0.19 0.17 Rataan pupuk anorganik 0.17 0.16 0.16 0.18 0.19 0.17 Kadar P gabah (%) Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
0.28 0.28 0.24 0.29 0.28 0.27
0.31 0.33 0.35 0.34 0.37 0.34
0.31 0.33 0.38 0.38 0.35 0.35
0.27 0.32 0.34 0.37 0.37 0.33
0.28 0.33 0.35 0.37 0.37 0.34
0.29 0.32 0.33 0.35 0.35 0.33
Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik
Tabel 13 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap kadar unsur hara K pada jerami dan gabah saat panen Pupuk anorganik (kg ha-1) Rataan Perlakuan pupuk organik 0 100 200 300 400 Kadar K jerami (%) Pupuk organik (kg ha-1) 0 1.30 1.30 1.32 1.32 1.37 1.32 250 1.30 1.29 1.20 1.15 1.10 1.21 500 1.30 1.13 1.12 1.17 1.13 1.17 750 1.32 1.31 1.37 1.32 1.31 1.33 1 000 1.36 1.20 1.19 1.10 1.20 1.21 Rataan pupuk anorganik 1.32 1.25 1.24 1.21 1.22 1.25 Kadar K gabah (%) Pupuk organik (kg ha-1) 0 0.55 0.56 0.53 0.50 0.50 0.53 250 0.55 0.53 0.45 0.50 0.40 0.49 500 0.45 0.48 0.48 0.50 0.53 0.49 750 0.55 0.56 0.55 0.50 0.53 0.54 1 000 0.54 0.55 0.50 0.53 0.50 0.52 Rataan pupuk anorganik 0.53 0.54 0.50 0.51 0.49 0.51 Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik
31 Serapan Unsur Hara N, P, dan K Tanaman Secara umum terlihat bahwa akibat aplikasi dosis pupuk organik + anorganik serapan N, P, K jerami dan gabah meningkat dengan meningkatnya aplikasi dosis pupuk. Serapan unsur hara N jerami tertinggi (146.43 kg N ha-1) pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1, sedangkan serapan unsur hara N gabah tertinggi (54.08 kg N ha-1) pada aplikasi dosis 500 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1. Menurut Doberman dan Fairhust (2000) kriteria ketersediaan unsur hara N tanah optimum apabila serapan N gabah sebesar 14-16 kg ton-1 gabah, terbatas pada serapan 1113 kg N ton-1 gabah, dan sangat terbatas yaitu kurang atau sama dengan 10.9 kg N ton-1 gabah. Berdasarkan kriteria ketersediaan tersebut terlihat bahwa seluruh perlakuan berada pada kriteria terbatas dan sangat terbatas (Tabel 14). Tabel 14 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap serapan unsur hara N pada jerami dan gabah saat panen Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250
0
Pupuk anorganik (kg ha-1) 100 200 300 Serapan N jerami (kg ha-1)
400
Rataan pupuk organik
79.50 79.86
89.63 92.04
99.59 98.34
113.97 121.73
130.93 136.36
102.72 105.66
80.53 81.28
87.30 89.26
102.35 107.61
137.46 132.51
128.92 146.43
107.31 111.42
1 000 Rataan pupuk anorganik
81.23 80.48
134.55 135.44
108.61 107.14
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250
95.95 104.49 126.85 90.84 102.48 126.50 Serapan N gabah (kg ha-1)
16.08 16.38
27.57 26.50
33.63 36.31
42.87 46.64
31.59 33.97
500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
16.72 16.80 17.01 16.60
31.56 36.01 40.44 31.08 41.60 43.81 28.84 40.95 42.43 29.11 40.07 39.32 Serapan N total (kg ha-1)
54.08 41.78 53.04 47.68
35.76 35.01 36.45 34.56
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
95.58 96.24 97.25 98.08 98.25 97.08
117.20 137.38 147.60 118.54 142.34 158.04 118.86 138.36 177.91 120.34 149.21 176.32 124.79 145.43 169.27 119.95 142.54 165.83 Serapan N (kg N ton-1 gabah)
173.80 183.00 183.00 188.20 187.59 183.12
134.31 139.63 143.08 146.43 145.07 141.70
6.7 (ST) 6.7 (ST) 5.7 (ST) 6.3 (ST) 6.6 (ST)
9.8 (ST) 8.9 (ST) 10.6 (ST) 11.1 (T) 11.0 (T)
10.9 (ST) 9.9 (ST) 11.1 (T) 11.7 (T) 11.1 (T)
10.6 (ST) 10.6 (ST) 11.7 (T) 10.0 (ST) 11.7 (T)
9.2 (ST) 9.1 (ST) 9.8 (ST) 9.9 (ST) 10.3 (ST)
6.4 (ST)
10.3 (ST)
10.9 (ST)
9.8 (ST) 10.9 (ST)
9.7 (ST)
500 750
37.79 44.00
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
7.8 (ST) 9.5 (ST) 10.0 (ST) 10.6 (ST) 11.1 (T)
Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik, ST : Sangat Terbatas, T : Terbatas
32 Tabel 15 menunjukkan bahwa aplikasi dosis 250 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan serapan unsur hara P jerami tertinggi (31.33 kg P ha-1), sedangkan aplikasi dosis 1 000 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan serapan unsur hara gabah tertinggi (16.77 kg P ha-1). Secara umum serapan P gabah ton-1 berkisar antara 2.4-3.8 kg P ton-1 gabah. Menurut Doberman dan Fairhurst (2000) kriteria ketersediaan unsur hara P tanah berdasarkan serapan P gabah yaitu: <1.6 kg P ton-1 gabah tergolong sangat terbatas, 1.7-2.3 kg kg P ton-1 gabah tergolong terbatas, 2.4-2.8 kg P ton-1 gabah tergolong optimum, 2.9-4.8 kg P ton-1 gabah tergolong berlebih dan >4.9 kg P ton1 gabah tergolong sangat berlebih. Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa seluruh perlakuan berada pada kriteria optimum dan berlebih. Tabel 15 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap serapan unsur hara P pada jerami dan gabah saat panen Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750
0
Pupuk anorganik (kg ha-1) 100 200 300 Serapan P jerami (kg ha-1)
400
Rataan Pupuk organik
23.30 23.41 23.60 23.03
23.81 24.07 23.06 23.71
25.25 23.41 25.59 24.83
28.85 30.43 29.46 28.29
29.89 31.33 29.62 30.83
26.22 26.53 26.26 26.14
24.08
24.76
25.33
28.19
31.18
26.71
Rataan pupuk anorganik
23.48
30.57
26.37
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000
23.88 24.88 29.04 Serapan P gabah (kg ha-1)
6.72 6.84 7.04 7.73 7.22
8.72 9.83 10.42 9.52 9.70
11.64 12.23 13.75 15.29 14.14
11.32 14.52 16.18 15.46 16.77
9.83 11.62 11.94 12.30 12.15
Rataan pupuk anorganik
7.11
9.64 12.83 13.41 Serapan P total (kg ha-1)
14.85
11.57
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
30.02 30.25 30.64 30.76 31.30 30.60
32.53 35.99 40.49 33.90 38.08 42.66 33.48 37.92 43.21 33.23 38.34 43.58 34.46 38.24 42.33 33.52 37.71 42.46 Serapan P (kg P ton-1 gabah)
41.21 45.85 45.80 46.28 47.95 45.42
36.05 38.15 38.21 38.44 38.86 37.94
1 000
10.75 14.67 12.33 13.51 12.91
Pupuk organik (kg ha-1) 0 2.8 (O) 3.1 (B) 3.1 (B) 2.7 (O) 2.8 (O) 250 2.8 (O) 3.3 (B) 3.3 (B) 3.2 (B) 3.3 (B) 3.4 (B) 3.5 (B) 500 2.4 (O) 3.5 (B) 3.8 (B) 750 2.9 (B) 3.4 (B) 3.8 (B) 3.7 (B) 3.7 (B) 2.8 (O) 3.7 (B) 3.5 (B) 3.7 (B) 3.7 (B) 1 000 Rataan pupuk anorganik 2.7 (O) 3.4 (B) 3.5 (B) 3.3 (B) 3.4 (B) Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik, O : Optimum, B : Berlebih
2.9 (B) 3.2 (B) 3.3 (B) 3.5 (B) 3.5 (B) 3.3 (B)
33 Hasil analisis kadar unsur hara menunjukkan bahwa serapan unsur hara K jerami tertinggi dihasilkan pada aplikasi dosis 250 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1 (202.69 kg K ha-1), sedangkan serapan unsur hara K gabah tertinggi pada aplikasi dosis 500 kg pupuk organik ha-1 + 400 kg pupuk anorganik ha-1 (24.50 kg K ha-1). Menurut Doberman dan Fairhurst (2000) kriteria ketersediaan unsur hara K tanah berdasarkan serapan K gabah yaitu: serapan K sebesar <9 kg K ton-1 gabah menunjukan serapan unsur hara sangat terbatas, 1013 kg K ton-1 gabah tergolong terbatas, 14-16 kg K ton-1 gabah tergolong optimum, 17-27 kg K ton-1 gabah tergolong berlebih, dan > 28 kg K ton-1 gabah tergolong sangat berlebih. Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa semua perlakuan berada pada kriteria ketersediaan hara K tanah sangat terbatas (Tabel 16). Tabel 16 Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap serapan unsur K pada jerami dan gabah saat panen Perlakuan Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500
0
Pupuk anorganik (kg ha-1) 100 200 300 Serapan K jerami (kg ha-1)
400
Rataan pupuk organik
178.19 179.00 180.50
182.06 182.66 186.12
185.15 187.31 191.05
190.43 194.43 191.46
196.39 202.69 196.87
186.44 189.22 189.20
178.82 180.81
182.70 185.71
189.00 188.39
196.53 193.80
201.91 196.91
189.79 189.12
Rataan pupuk anorganik
179.46
198.95
188.75
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000
183.85 188.18 193.33 Serapan K gabah (kg ha-1)
13.20 13.44 13.20 14.93 13.92
15.75 15.78 14.29 15.68 14.42
21.56 19.11 20.22 20.67 20.26
20.22 17.60 24.50 22.14 22.67
17.82 17.19 17.56 18.60 17.94
Rataan pupuk anorganik
13.74
15.19 18.39 20.36 Serapan K total (kg ha-1)
21.43
17.82
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
191.39 192.44 193.70 193.75 194.73 193.20
197.81 198.45 200.42 198.38 200.13 199.04
216.61 220.29 221.37 224.06 219.57 220.38
204.26 206.40 206.76 208.39 207.06 206.58
750 1 000
18.87 20.00 15.57 19.56 18.44
203.53 207.31 206.62 208.55 206.83 206.57
211.99 213.54 211.69 217.20 214.05 213.69
Serapan K (kg K ton-1 gabah) Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
5.5 (ST) 5.5 (ST) 4.5 (ST) 5.6 (ST) 5.4 (ST)
5.6 (ST) 5.3 (ST) 4.8 (ST) 5.6 (ST) 5.5 (ST)
5.3 (ST) 4.5 (ST) 4.8 (ST) 5.5 (ST) 5.0 (ST)
5.0 (ST) 5.0 (ST) 5.0 (ST) 5.0 (ST) 5.3 (ST)
5.0 (ST) 4.0 (ST) 5.3 (ST) 5.3 (ST) 5.0 (ST)
5.3 (ST) 4.9 (ST) 4.9 (ST) 5.4 (ST) 5.2 (ST)
5.3 (ST)
5.4 (ST)
5.0 (ST)
5.1 (ST)
4.9 (ST)
5.1 (ST)
Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik, ST : Sangat Terbatas
34 Efisiensi Pemupukan N, P, dan K Secara umum dapat terlihat bahwa aplikasi pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik. Efisiensi pemupukan N tertinggi (89.19%) pada aplikasi dosis 500 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1, sedangkan efisiensi pemupukan P tertinggi (69.55%) dan K (92.52%) pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1. Peningkatan aplikasi dosis pupuk organik + anorganik berbanding lurus dengan peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik. Aplikasi dosis lebih dari 300 kg pupuk anorganik ha-1 dapat menurunkan efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik. Peningkatan efisiensi pemupukan diduga dipengaruhi oleh peran pupuk organik dalam meningkatkan penyerapan unsur hara dengan meningkatkan aktivitas dan keanekaragaman hayati serta ketersedian hara dalam tanah (Tabel 17). Tabel 17 Pengaruh aplikasi dosis pupuk organik terhadap efisiensi pemupukan N, P, dan K anorganik Perlakuan
0
Pupuk anorganik (kg ha-1) 100 200 300 400 Efisiensi pemupukan N (%)
Rataan pupuk organik
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
57.23 72.64 72.49 58.00 65.09
72.07 69.66 57.80 73.72 76.46 68.52 72.08 68.67 89.19 74.02 84.52 86.40 84.43 77.17 77.90 75.26 75.30 75.96 Efisiensi pemupukan P (%)
65.18 72.16 71.48 75.03 73.85 71.54
66.18 69.62 74.81 78.49 74.27 72.67
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
46.30 62.35 49.51 64.06 55.56
41.81 49.79 58.18 59.67 64.48 68.34 49.45 60.73 69.41 42.79 61.65 69.55 55.54 58.72 61.55 49.85 59.07 65.41 Efisiensi pemupukan K (%)
46.62 64.59 63.10 63.78 68.69 61.41
49.10 60.68 61.01 57.46 61.77 58.00
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
81.05 88.90 60.59 64.31 73.72
78.83 86.81 86.65 91.00 75.77 83.31
80.22 84.67 83.79 77.36 71.36 79.58
80.33 75.91 85.19 58.78 66.23 73.29
Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik
75.87 92.03 81.90 86.27 72.87 81.79
85.84 87.56 76.32 92.52 77.63 83.97
35 Kadar Unsur Hara Tanah Hasil analisis kadar hara tanah di akhir penelitian menunjukkan bahwa aplikasi dosis pupuk organik + anorganik tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar pH, KTK, dan K di semua perlakuan. Sebaliknya, aplikasi dosis pupuk organik + anorganik berpengaruh terhadap peningkatan kadar C-organik, N, dan P tanah (Tabel 18 dan 19). Kadar C-organik cenderung mengalami peningkatan dengan meningkatnya aplikasi dosis pupuk. Kadar C-organik tertinggi (0.90%) diperoleh pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1 dibanding perlakuan lain. Hal tersebut menujukkan bahwa aplikasi pupuk organik dapat meningkatkan kadar C-organik tanah. Selanjutnya terlihat juga bahwa peningkatan dosis pupuk organik + anorganik tidak dapat meningkatkan kadar KTK tanah. Dapat terlihat bahwa pada nilai rataan tanpa pemupukan dan aplikasi dosis pupuk anorganik saja diperoleh kadar lebih tinggi (20.63 me 100 g-1) dibanding dengan perlakuan lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aplikasi sampai dosis 1 000 kg pupuk organik ha-1 belum cukup untuk meningkatkan KTK tanah (Tabel 18). Tabel 18 Hasil analisis kadar pH, C-organik, dan KTK tanah di akhir penelitian Perlakuan
0
Pupuk anorganik (kg ha-1) 100 200 300 400 pH (H2O)
Rataan pupuk organik
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
5.5 5.4 5.3 5.3 5.4 5.4
5.4 5.4 5.5 5.3 5.4 5.4 5.3 5.4 5.3 5.4 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.4 5.4 C-organik (%)
5.3 5.4 5.4 5.3 5.4 5.4
5.4 5.4 5.3 5.3 5.3 5.4
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
0.76 0.41 0.68 0.85 0.82 0.70
0.44 0.78 0.41 0.41 0.44 0.78 0.66 0.41 0.76 0.66 0.76 0.90 0.68 0.76 0.76 0.57 0.63 0.72 KTK (me 100 g-1)
0.44 0.44 0.68 0.68 0.68 0.58
0.57 0.50 0.64 0.77 0.74 0.64
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
19.86 21.39 19.86 20.25 19.86 20.24
19.10 20.63 17.57 19.48 17.95 18.95
20.63 19.33 18.56 19.71 19.10 19.46
21.39 18.34 19.10 17.95 20.25 19.41
Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik
21.77 17.19 17.19 19.86 17.57 18.72
21.01 19.10 19.10 22.01 19.86 20.02
36 Hasil analisis tanah diakhir penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk berbanding lurus terhadap peningkatan kadar N-total dan P tanah. Dapat terlihat bahwa aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan kadar N tertinggi (0.10%) dibandingkan perlakuan lain. Meskipun cenderung menunjukkan peningkatan kadar N dengan meningkatnya aplikasi dosis pupuk organik + anorganik, tetapi aplikasi melebihi dosis 300 kg pupuk anorganik ha-1 dapat menurunkan kadar N-total tanah diakhir penelitian. Kadar P tanah tertinggi (7.0ppm) diperoleh pada aplikasi dosis 1 000 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1 dibandingkan perlakuan lain. Hasil tersebut menunjukan bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk organik + anorganik berpengaruh terhadap peningkatan kadar P tanah. Secara umum terlihat bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk organik + anorganik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kadar K tanah. Tetapi, pada nilai rataan pupuk organik ada kecenderungan peningkatan kadar K tanah dengan meningkatnya aplikasi dosis pupuk organik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik + anorganik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P, dan K dalam tanah (Tabel 19). Tabel 19 Hasil analisis kadar N-total, P, dan K tanah di akhir penelitian Perlakuan
Pupuk anorganik (kg ha-1) 0 100 200 300 400 N-total (%)
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
0.07 0.04 0.06 0.08 0.08 0.07
0.04 0.04 0.06 0.06 0.06 0.05
Pupuk organik (kg ha-1) 0 250 500 750 1 000 Rataan pupuk anorganik
4.0 4.3 4.3 5.0 4.8 4.5
4.8 5.7 5.3 5.2 5.5 5.3 5.0 5.7 6.0 5.3 5.8 6.2 5.7 6.0 7.0 5.2 5.8 5.9 -1 K (me 100 g )
Pupuk organik (kg ha-1) 0 0.09 0.12 250 0.08 0.10 500 0.08 0.08 750 0.08 0.10 1 000 0.14 0.10 Rataan pupuk anorganik 0.09 0.10 Keterangan : Nilai tidak dianalisis statistik
0.07 0.04 0.04 0.07 0.04 0.07 0.07 0.10 0.07 0.07 0.06 0.07 P (ppm)
0.13 0.12 0.10 0.10 0.09 0.11
0.08 0.08 0.09 0.10 0.13 0.10
Rataan pupuk organik
0.04 0.04 0.06 0.06 0.06 0.05
0.05 0.05 0.06 0.07 0.07 0.06
5.8 6.0 6.0 6.9 6.8 6.3
5.1 5.3 5.4 5.9 6.1 5.5
0.10 0.08 0.07 0.09 0.15 0.10
0.10 0.09 0.08 0.09 0.12 0.10
37 Pembahasan Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Secara umum tidak terdapat pengaruh interaksi nyata antara aplikasi dosis pupuk organik dan anorganik terhadap peubah pertumbuhan dan hasil padi. Aplikasi sampai dosis 1 000 kg pupuk organik ha-1 saja tidak berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan dan hasil padi. Rendahnya pertumbuhan dan hasil padi yang tidak nyata antar dosis disebabkan perbedaan dosis yang relatif kecil untuk pupuk organik. Ada beberapa kelemahan pupuk organik yaitu: (1) kandungan hara pupuk organik rendah sehingga tanpa pupuk anorganik menyebabkan sumbangan hara sangat sedikit, (2) pupuk organik harus melalui proses mineralisasi, dan (3) immobilisasi unsur hara sehingga unsur hara lambat tersedia bagi tanaman. Menurut Eagle et al. (2000) aplikasi jerami sebagai bahan organik tanpa penambahan pupuk N akan menyebabkan imobilisasi N walaupun mineralisasi N akan terjadi setelah tahun ke dua. Sugiyanta (2008) menyatakan bahwa kondisi rendahnya pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil padi pada perlakuan jerami saja hingga MT-2 dan tidak berbeda pada MT-3 karena adanya pengaruh imobilisasi N dan P oleh jerami selama dua musim tanam pertama, walaupun demikian pada MT-3 sudah terlihat adanya mineralisasi unsur N sehingga serapan dan N tanah tersedia mulai meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik saja tanpa penambahan pupuk anorganik akan menyebabkan imobilisasi unsur hara sehingga unsur hara tersebut tersedia secara perlahan-lahan bagi tanaman. Aplikasi pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot kering tajuk, dan luas daun), komponen hasil (jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah gabah malai-1), dan hasil (gabah kering panen dan gabah kering giling). Dapat terlihat bahwa aplikasi dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 menghasilkan peubah pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan, aplikasi dosis 100 kg pupuk anorganik ha-1, dan 200 kg pupuk anorganik ha-1, tetapi tidak nyata meningkatkan peubah pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil dengan aplikasi dosis 300 kg pupuk anorganik ha-1 (Tabel 2, 3, 5, 7, 9, dan 10). Hasil analisis regresi hubungan aplikasi dosis pupuk anorganik terhadap peubah pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil padi menghasilkan pola linier. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk anorganik yang diaplikasikan, semakin tinggi ketersediaan unsur hara dalam tanah sehingga semakin tinggi penyerapan unsur hara oleh padi untuk meningkatkan peubah pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil padi (Gambar 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9). Aplikasi sampai dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering akar, nisbah tajuk/akar, laju tumbuh relatif (4-6 MST), dan laju asimilasi bersih (Tabel 4, 6, dan 8). Hasil analisis regresi hubungan dosis pupuk anorganik dengan laju tumbuh relatif tanaman (6-8 MST) menghasilkan pola kuadratik (Gambar 5). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dosis optimum pupuk anorganik terhadap laju peningkatan bobot kering tanaman perhari yaitu 300 kg pupuk anorganik ha-1. Sehingga penambahan dosis pupuk anorganik lebih dari 300 kg ha-1 pada fase anakan aktif sampai anakan maksimum akan menurunkan laju peningkatan bobot kering tanaman.
38 Unsur hara yang terkandung dalam pupuk anorganik lebih cepat tersedia bagi tanaman, sehingga peningkatan aplikasi sampai dosis 400 kg pupuk anorganik ha-1 diduga berpengaruh pada peningkatan ketersediaan unsur hara N, P, dan K dalam tanah. Peningkatan ketersediaan unsur hara berkorelasi posistif terhadap peningkatan penyerapan unsur hara N, P, dan K total tanaman (Tabel 14, 15, dan 16). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyuti (2012) yang menunjukkan bahwa aplikasi dosis pupuk sampai 125 kg N ha-1 berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman dan pembentukan anakan padi sawah varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143. Hasil penelitian Purnomo (2010) menunjukkan bahwa aplikasi dosis 450 kg NPK majemuk ha-1 nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, komponen hasil, dan hasil padi varietas Ciherang. Serapan dan Efisiensi Pemupukan N, P, K Secara umum menunjukkan bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk organik dapat meningkatkan serapan N, P, K total tanaman (Tabel 14, 15, dan 16) dan efisiensi pemupukan N, P, K anorganik (Tabel 17). Peningkatan serapan dan efisiensi pemupukan ini dipengaruhi oleh peran pupuk organik dalam peningkatan ketersediaan hara bagi tanaman serta peningkatan aktivitas dan keanekaragaman hayati biota tanah. Hermawan (2002) menyatakan bahwa serapan hara tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara lain di dalam tanah dan bahan organik yang dapat memperbaiki kesuburan serta meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K dalam tanah. Proses kimia yang disebabkan oleh penggenangan tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika aktivitas mikroba dan ketersediaan hara tanaman. Pada kondisi jenuh air (anaerob) tanah sulit mendapatkan O2 sehingga mengganggu aktivitas mikroba dalam tanah. Azospirillum sp, Azotobacter, dan bakteri pelarut fosfat adalah mikroba yang hidup di daerah rizosfer tanaman dan merupakan bakteri aerob obligatif atau bakteri yang memerlukan oksigen bebas sehingga peran oksigen menjadi salah satu faktor dalam perkembangan hidupnya. Metode SRI (System Rice of Intensification) mengkondisikan lahan dalam keadaan yang tidak selalu tergenang (intermitten), sehingga memungkinkan pada bagian rizosfer di dalam tanah dalam keadaan oksidatif. Hal ini mendorong Azospirillum sp, Azotobacter, dan mikroorganisme aerob lainnya dapat berkembang dengan baik. Ponmurugan dan Gopi (2006); Mehrvarz et al. (2008) menyatakan bahwa peningkatan aktivitas dan populasi mikroba tergantung dari jenis tanaman, bahan organik, dan teknik budidaya. Hasil penelitian Iswandi et al. (2009); Bakrie (2011) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk anorganik + organik hayati dengan metode SRI dapat meningkatkan aktivitas dan jumlah populasi mikroba (Azotobacter dan mikrob pelarut fosfat). Hasil penelitian Kristanto et al. (2002) menunjukkan bahwa inokulasi bakteri Azospirillum sp pada tanaman jagung mampu mengurangi kebutuhan N sampai dosis sedang, selain dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah bakteri tersebut juga dapat membantu meningkatkan serapan unsur-unsur hara pada tanaman. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bakteri-bakteri tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan rambutrambut akar sehingga penyerapan air dan hara mineral menjadi lebih efisien (Lerner 2005).
39 Peran pupuk organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan pupuk organik. Selama proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, dan S, serta hara mikro) dalam jumlah yang tidak tentu dan relatif kecil. Hal ini didukung oleh hasil analisis tanah di akhir penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk organik berkorelasi posistif terhadap peningkatan kadar C-organik, N-total, dan P tanah (Tabel 18 dan 19). Menurut Hesse (1984); Brady dan Weil (2002); Widmer et al. (2002) dekomposisi bahan organik secara lambat akan melepaskan CO2 yang secara langsung akan berguna untuk fotosintesis tanaman padi, melepaskan bentuk ikatan P tertentu yang membentuk kompleks senyawa dengan unsur Fe dan Mn, melepaskan CH4 yang terlibat dalam pengendalian patogen, dan menghasikan senyawa asam-asam organik dan zat pengatur tumbuh yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman. Selain itu, penambahan bahan organik tanah akan berfungsi sebagai penyangga (buffer) pH tanah, meningkatkan ketersediaan N dan C tanah, serta menekan nematoda dan senyawa beracun. Sugiyanta (2008) menyatakan bahwa bahan organik tanah mempunyai peran sangat penting karena sebagai kunci mekanistik untuk suplai unsur hara, dengan biomas mikrobial yang segmen siklusnya sangat cepat, fase organik bertindak sebagai biokatalis untuk suplai unsur hara dan pool hara itu sendiri. Hasil penelitian Sugiyanta (2008) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik + anorganik berpengaruh terhadap peningkatan kadar unsur hara P dan K tanah dibandingkan dengan aplikasi pupuk anorganik saja. Kadar Unsur Hara Tanah Secara umum analisis kadar hara tanah yang dilakukan diakhir penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aplikasi dosis pupuk organik + anorganik tidak berpengaruh terhadap kadar pH tanah. Rata-rata pH tanah diakhir penelitian yaitu 5.4 atau tergolong masam (Tabel 18). Menurut Martodireso dan Suryanto (2001) bahwa derajat kemasaman (pH) normal untuk bercocok tanaman padi antara 5.57.5. Oleh karena itu, walaupun nilai pH tergolong rendah (masam) tetapi masih sesuai untuk tanaman padi sawah. Kadar C-organik tanah secara umum menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya aplikasi dosis pupuk organik + anorganik. Kadar C-organik tertinggi (0.90%) diperoleh pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1 dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik berpengaruh pada peningkatan kadar C-organik tanah. Pupuk organik apabila ditambahkan kedalam tanah akan meningkatkan kandungan senyawa organik dalam tanah yang dicirikan dengan meningkatnya kandungan C-organik tanah (Badan Libang Pertanian 2006; Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Peningkatan aplikasi dosis pupuk tidak berpengaruh terhadap peningkatan KTK tanah diakhir penelitian. Tinggi rendahnya KTK tanah ditentukan oleh kandungan liat dan kadar C-organik tanah. Meskipun kadar C-organik tanah menunjukan peningkatan, tetapi peningkatan tersebut masih jauh dari batas minimum kadar C-organik tanah yaitu tidak kurang dari 2% (Tabel 18). Hasil tersebut menunjukkan bahwa aplikasi sampai dosis 1000 kg pupuk organik ha-1 belum mampu meningkatkan kadar KTK tanah.
40 Kadar N-total dan P dalam tanah di akhir penelitian menunjukan peningkatan dengan meningkatnya aplikasi dosis pupuk organik + anorganik (Tabel 19). Peningkatan kadar N dan P berkorelasi positif terhadap peningkatan penyerapan unsur hara N dan P total tanaman (Tabel 14 dan 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa pergerakan unsur N tergolong normal dan cepat. Hal ini dikarenakan sifat unsur N yang sangat mobil dalam tanah sehingga dengan mudah bergerak mendekati akar dan memudahkan akar menyerapnya. Havlin et al. (1999) nitrogen bersifat mobil di dalam tanah dan tidak terjerap oleh komplek jerapan tanah. Ketersediaan P dalam tanah salah satunya tergantung pada pH tanah. Dari hasil analisis tanah yang dilakukan diakhir penelitian dapat diketahui bahwa rataan pH yaitu 5.4 tergolong masam (Tabel 18). Prasad dan Power (1997) menyatakan bahwa pada pH <5.5 P akan bereaksi dengan Fe atau Al membentuk endapan sehingga tidak mudah diserap oleh tanaman, meskipun terjadi peningkatan kadar dan penyerapan P tanaman dengan meningkanya aplikasi dosis pupuk organik + anorganik tetapi penyerapan tersebut kurang optimal. Hal ini dapat terlihat pada nilai efisiensi yang menunjukkan bahwa nilai erfisiensi pemupukan P lebih kecil dibandingkan dengan efisiensi pemupukan N dan K (Tabel 17). Peningkatan aplikasi dosis pupuk organik + pupuk anorganik tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar K tanah diakhir penelitian. Unsur hara K hilang dari tanah disebabkan karena beberapa faktor antara lain; terserap tanaman, terangkut ketika panen, dan pencucian oleh air (leaching). Hasil analisis serapan hara K total tanaman (jerami dan gabah) dan efisiensi pemupukan K menghasilkan nilai yang tinggi (Tabel 16 dan 17). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kehilangan unsur K utama yaitu karena terserap tanaman. Menurut Stevenson (1982) menyatakan bahwa pemberian bahan organik dapat menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan K tersedia di dalam tanah sehingga mudah terserap tanaman.
5 KESIMPULAN Kesimpulan 1. Tidak terdapat pengaruh interaksi nyata antara pupuk organik dan anorganik terhadap semua peubah yang diamati. 2. Aplikasi pupuk organik sampai dosis 1 000 kg ha-1 tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi. Sebaliknya, aplikasi pupuk anorganik sampai dosis 400 kg ha-1 meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi. 3. Aplikasi pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik. Efisiensi N tertinggi (89.19%) pada aplikasi dosis 500 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1, dan efisiensi P dan K tertinggi (69.55% dan 92.52%) pada aplikasi dosis 750 kg pupuk organik ha-1 + 300 kg pupuk anorganik ha-1. Aplikasi pupuk anorganik pada padi sawah cukup 300 kg ha-1 apabila ditambah dengan 500 kg ha-1 pupuk organik.
41
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih JS, Sofyan A, Nursyamsi D. 2004. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Bogor (ID): Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal 165-196. [Badan Litbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. [Badan Litbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. [Badan Litbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Peta Potensi Penghematan Pupuk anorganik dan Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan sawah Indonesia. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi Sawah Nasional (On-line). http://www.bps.go.id diakses 24 April 2014. Bakrie MM. 2011. Aplikasi pupuk anorganik dan pupuk organik hayati pada budidaya padi SRI (System Rice of Intensification). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Jakarta (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. [BB Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2004. Padi Tipe Baru. Budidaya dengan Pendekatan pengelolaan Tanaman Terpadu. Sukamandi (ID): BP Padi. [BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2014. Analisis Sifat dan Curah Hujan tahun 2013. Bogor (ID): BMKG Dramaga. Bayer L, Pingpank K, Sieling K. 2002. Soil organik matter in temperate arable land and its relationship to soil fertility and crop production. Di dalam: Krishna K.R. Editor. Soil Fertility and Crop Production. Hlm.189-203. Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soil. New York (US): Mac Millan Publishing. Brady NC, Weil RR. 2002. The Nature and Properties of Soils. 31th ed. New York (US). Prentice-Hall, Upper Saddle River. Cahyani VR. 1996. Pengaruh inokulasi mikoriza vesikular-arbiskular dan perimbangan takaran kapur dengan bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman jagung pada tanah ultisols Kentrong. [tesis] Yogjakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Chairani. 2006. Pengaruh fosfor dan pupuk kandang kotoran sapi terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman padi (Oriza sativa L) pada lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. J Penelitian Pertanian Indonesia. 25(1):8-17. [CFF] California Fertilizer Faundation. 2011. Plant Nutrients-Nitrogen. California (US): California Foundation for Agariculture In The Classroom (CFAITAC). Darmawijaya MI. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta (ID). UGM Press. Hal. 411. De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. Jhon Wiley and Sons, New York. USA.
42 [Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta (ID). Deptan. Dewi WS. 1996. Pengaruh macam bahan organik dan lama prainkubasinya terhadap status P tanah andisol. [tesis] Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Dobermann, Fairhurst 2000. Rice Nutrient Disorder & Nutrient Management. Handbook Series Potash & Phoshate Institute (PPI). PPI of Canada (PPIC) and IRRI. 191 p. Gunadi DH. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Jogjakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Hal. 724-751. Hanum C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SM, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. New Jersey (US): Prentice Hall. 499 p. Herudjito D. 1999. Pengaruh bahan humat dari air gambut terhadap sifat-sifat tanah latosol. Kongres Nasional VII Bandung (ID): Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Hesse PR. 1984. Potential of organic materials for soil improvement. In IRRI. Organic Matter And Rice. Los Banos. Laguna. Philippines. P. 35-43. [IRRI] International Rice Research Institute. 1996. Standard Evaluation System of Rice. Philippines (PH): International Rice Research Institute. Kristanto HB, Mimbar SM, Sumarni T. 2002. Pengaruh nokulasi Azospirillum terhadap efisiensi pemupukan N pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.). Agrivita. 24:74-79. Lerner A. 2005. Effects of Azospirillum inoculation on rhizobacterial communities analized by denaturing gel electrophoresis and automated ribosomal intergenic spacer analysis. Soil Bio and Biochem. 20:1-7. Leszczynska D, Malina JK. 2011. Effect of organic matter from various sources on yield and quality of plant on soils contaminated with heavy metals. J Ecological Chem and Enginering. 18(4):501-507. Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2000. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Hal 202. Makarim AK, Ikhwani. 2008. Respon komponen hasil varietas padi terhadap perlakuan agronomis. J Penelitian Pertanian Tanaman pangan. 27:148-153. Martodireso S, Suryanto WA. 2001. Terobosan teknologi pemupukan dalam era pertanian organik. Yogyakarta (ID): Kanisius. Hal. 78. Mattjik AM, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press. Hal. 276. Mehrvarz S, Chaichi MR, Alikhani HA. 2008. Effect of phosphate solubilizing microorganism and phosphorus chemical feertilizer on yield and yield components of Barely (Hordeum vulgare L.). J Agric & Environ Sci. 3(6):822-828. Mengel K, Kirkby E. 1987. Principles of Plant Nutrition (4th ed.). 687 pp. International Potash Institute, Worblaufen-Bern. Switzerland. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.
43 Pertoyo, Joetono, Hastuti S. 1999. Pengaruh Polisakarida Fraksi Berat Tanah dan Asam Humat pada Pembentukan dan Pemantapan Agregat Regosol. Kongres Nasional VII Bandung (ID): Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Ponmurugan P, Gopi C. 2006. Distribution pattern and screening of phosphate solubilizing bacteria isolated from different food and forage crops. J of Agronomy. Asian Network for Scientific Information. 5(4):600-604. Prasad R, Power JF. 1997. Soil Fertility Management For Sustainable Agriculture. CRC Lewis Publishers. Boca Raton New York. Prasetyo BH, Ningsih JS, Subagyono K, Simanungkalit RDM. 2004. Mineralogi, Kimia dan Biologi Tanah. Di dalam : Agus F, Adimiharja A, Hardjowigeno S, Mujakkir A, Hartatik W. 2004. Tanah Sawah dan Tekonologi Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Purnomo J. 2010. Pengaruh pupuk NPK majemuk terhadap hasil padi Varietas Ciherang dan sifat kimia tanah inceptisol. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. Rochmah HF. 2009. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah (Oriza sativa L.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sanyal D, Dhar DH. 2006. Effect of Mulching, Nitrogen, and Potassium Level on Growth, Yield and Quality of Turmeric Grown In Red Lateritic Soil. Proceeding ISHS Acta Horticulture 769: XXVII International Horticultural Congress-IHC 2006: International Symposium on Asian Plats with Unique Horticultural Potential. Hlm. 4-9. Scholes MC, Swift OW, Heal PA, Sanchez JSI, Ingram, Dudal R. 1994. Soil Fertility Research In Renponse To Demand For Sustaninability. In The Biological Management Of Tropical Soil Fertility. New York (US): Jhon Wiley and Sons. Seta AK.1987. Konservasi Sumberdaya Tanah.Jakarta (ID): Kalam Mulia. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta (ID). 412 hal. Stevenson FT. 1982. Humus Chemistry. New York (US): Jhon Wiley and Sons. Sufardi, Djayakusuma AD, Suyono, Hasan TS. 1999. Perubahan Karakteristik Muatan dan Retensi Fosfor Ultisol akibat Pemberian Amelioran dan Pupuk Fosfat. Kongres Nasional VII Bandung (ID): Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Sugiyanta. 2007. Peran jerami dan pupuk hijau Crotalaria juncea terhadap efisiensi dan kecukupan hara lima varietas padi sawah. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sugiyanta, Rumawas F, Chozin MA, Mugnisyah WQ, Ghulamahdi M. 2008. Studi serapan hara N, P, K dan potensi hasil lima varietas padi sawah (Oryza sativa L.) pada pemupukan anorganik dan organik. Bul. Agron. 36:196-203. Suntoro. 2001. Pengaruh residu penggunaan bahan organik, dolomit, dan KCl pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) pada oxic dytrudept di Jumapolo Karanganyar. Habitat. 12(3):170-177.
44 Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Baehaki SE, Widiarta IN, Setyono A, Indrasari SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2007. Deskripsi Varietas Padi. Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Suriadikarta DA, Simanungkalit RDM. 2006. Pupuk organik dan pupuk hayati. J Litbang Pertanian. 26(1):1-10. Syam M, Hermato. 1995. Teknologi Produksi Padi Mendukung Swasembada Beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor (ID): .Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 hlm. Syukur A. 2005. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan pertumbuhan caisim di tanah pasir pantai. J Ilmu Tanah dan Lingkungan. 5(2):30-38. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physhiology Third Edition. Massachusetts (US): Sinaur Associates, Inc, Publisher. Tejasuwarna. 1999. Pengaruh pupuk kandang terhadap hasil wortel dan sifat fisik tanah. Kongres Nasional VII Bandung (ID): Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Tian G, Brussard L, Kang BT, Swift MJ. 1997. Soil fauna-mediated decomposition of plat residues under contreined environmental and residue quality condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality an Decomposition. Departement of Biological Sciences. Wey College. University of London. Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility an Fertilizers. 4th ed. Mac Millan Publishing Company. New York. Wahyuti TB. 2012. Pengaruh pengelolaan hara nirogen terhadap hasil padi varietas unggul. [disertasi]. Bogor ID): Institut Pertanian Bogor. Widmer TL, Mitrowski NA, Abawi GS. 2002. Soil organic matter and management of plant-parasitic nematodes. J. of Nematology. 34(4):289-295. Widowati LR. 2009. Peranan pupuk organik terhadap efisiensi pemupukan dan tingkat kebutuhannya untuk tanaman sayuran pada tahan inseptisols Ciherang. J Tanah Tropika. 14(3):221-228. Wiskandar. 2002. Pemanfaatan Pupuk Kandang untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah di Lahan Kritis yang telah Diteras. Kongres Nasional VII Bandung (ID): Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Witt C, Buresh RJ, Peng S, Balasubramanian V, Doberman A. 2007. Pengelolaan Hara. Penerjeman; Adi Widjono. Publikasi Internasional Rice Research Institute dan International Plant Nutrition Institute. Terjemahan dari; A Pratical Guide to Nutrient Management. Wurts AW. 2005. Organik fertilization in culture ponds. Word Aquaculture. 35(2):64-65. Yang SM, Mahli P, Wang DR, Wang JG. 2004. Long-term fertilization effect on crop yield an nitrate-N accumulation of organic mature and fertilizers on crop yield and nitrate-N accumulation in soil in Northwestern China. J agron. 96(1):1039-1049. Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. Los Banos, Philippines (PH): International Rice Research Institute.
45
LAMPIRAN
46 Lampiran 1 Deskripsi karakteristik Varietas Ciherang (Suprihatno et al. 2007) Deskripsi Penjelasan : Ciherang Nama Varietas Kelompok : Padi VUB : S3383-1D-PN-41-3-1 Nomor Seleksi Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/2*IR19661-131-3-1/4*IR64 : Cere Golongan : 116-125 hari Umur Tanaman : Tegak Bentuk Tanaman : 107-115 cm Tinggi Tanaman Anakan Produktif : 14-17 batang : Hijau Warna Daun : Tegak Posisi Daun : Panjang ramping Bentuk Gabah : Kuning bersih Warna Gabah Kerontokan : Sedang : Sedang Kerebahan : Pulen Tekstur Nasi : 23% Kadar Amilosa : 27-28 g Bobot 1000 Butir : 5,0 ton ha-1 GKP Rata-rata Produksi Potensi Hasil : 8,5 ton ha-1 GKP Ketahanan Terhadap Hama : Tahan terhadap wereng cokelat biotipe 2 dan 3 Ketahanan Terhadap Penyakit : Tahan terhadap bakteri hawar daun (HBD) strain III dan IV Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanulang, E. Sumadi dan Aan A. Darajat. Dilepas Tahun : 2000 Lampiran 2 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah Penilaian Sifat Tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Rendah C-organik (%) <1 1-2 2-3 3-5 N-total (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 C/N ratio <5 5-10 11-15 16-25 P-Bray (ppm) <4 5-7 8-10 11-15 KTK (me 100 g-1) <5 5-16 17-24 25-40 -1 Ca (me 100 g ) <2 2.5 6-10 11-20 Mg (me 100 g-1) <0.3 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 K (me 100 g-1) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 Na (me 100 g-1) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 Kejenuhan Basa (%) <20 20-40 41-60 61-80 pH H2O Sangat Masam Masam Agak Masam Netral Agak Alkalis <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 Sumber : Balai penelitian tanah (2005)
Sangat Tinggi >5 >0.75 >25 >15 >40 >20 >8 >1 >1 >80 Alkalis >8.5
47 Lampiran 3 Hasil analisis tanah awal penelitian Sifat Kimia Nilai Kriteria Metode pH H2O 6.10 Agak masam C-organik (%) 2.47 Sedang Walkley & Black N-total (%) 0.23 Sedang Kjeldahl P-tersedia (ppm) 6.8 Rendah Bray I -1 K (me 100 g ) 0.09 Sangat rendah N NH4OAc pH 7.0 Ca (me 100 g-1) 7.93 Sedang N NH4OAc pH 7.0 -1 Mg (me 100 g ) 2.16 Tinggi N NH4OAc pH 7.0 Na (me 100 g-1) 0.59 Sedang N NH4OAc pH 7.0 -1 14.99 Rendah N NH4OAc pH 7.0 KTK (me 100 g ) Kejenuhan Basa (%) 71.85 Tinggi N KCL Tekstur Pasir (%) 11.60 Debu (%) 44.22 Liat (%) 44.18 Lampiran 4 Hasil analisis pupuk kandang sapi Sifat Kimia Nilai Metode C-organik (%) 24.57 Walkley & Black N-total (%) 1.25 Kjeldahl P-total (%) 0.22 HCL 25% Ca (%) 0.26 N NH4OAc pH 7.0 Mg (%) 0.33 N NH4OAc pH 7.0 K (%) 0.80 N NH4OAc pH 7.0 Fe (ppm) 14,200.00 0.05 N HCL Cu (ppm) 18.84 0.05 N HCL Zn (ppm) 98.26 0.05 N HCL Mn (ppm) 471.37 0.05 N HCL Kadar Air (%) 25.11 Lampiran 5 Hasil analisis pupuk organik Sifat Kimia Nilai Metode C-organik (%) 15.01 Walkley & Black N-total (%) 0.46 Kjeldahl P-total (%) 0.20 HCL 25% Ca (%) 0.92 N NH4OAc pH 7.0 Mg (%) 0.20 N NH4OAc pH 7.0 K (%) 0.52 N NH4OAc pH 7.0 Fe (ppm) 7,533.50 0.05 N HCL Cu (ppm) 1,118.50 0.05 N HCL Zn (ppm) 885.83 0.05 N HCL Mn (ppm) 404.41 0.05 N HCL Kadar Air (%) 21.09
48
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kalipucang, Kabupaten Ciamis Jawa Barat pada tanggal 03 April 1984 dari pasangan Kuswa dan Artini. Penulis memiliki seorang istri Wiwin Widiani dan seorang anak Sabrina Balqis Dzakiyyah. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Khairun Ternate, lulus pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada Program Studi Agronomi dan Hortukultura, Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2012 melalui Program Tugas Belajar Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Tahun 2007-2009, Penulis pernah bekerja pada Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Maluku Utara. Tahun 2009-sekarang penulis bekerja pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur. Artikel yang merupakan bagian dari tesis ini dengan judul Peran Pupuk Organik dalam Peningkatan Efisiensi Pemupukan Anorganik pada Padi Sawah (Oryza sativa L.) sedang menunggu untuk diterbitkan pada Jurnal Agronomi Indonesia, Departemen Agronomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.