Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung PT. PLN Persero dalam meningkatkan layanannya. Kajian ini menyampaikan beberapa dukungan pemerintah tersebut dan evaluasinya terhadap kinerja PLN. Kinerja ini lebih dilihat dari efisiensi dalam pemberian layanan kepada masyarakat. Selain itu juga disampaikan hasil dari upaya penghematan energi listrik yang disampaikan pemerintah sebagai salah satu upaya pengurangan biaya pokok penyediaan listrik. A. Pendahuluan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero merupakan perusahaan penyedia listrik utama negara. Dalam operasionalnya untuk memberikan pasokan listrik bagi Indonesia, PLN telah melakukan berbagai upaya untuk meringankan beban masyarakat dalam membayar listrik yang telah digunakan. Upaya tersebut juga dibantu oleh Pemerintah agar listrik dapat dinikmati seluruh masyarakat dengan tarif yang relatif rendah. Upaya pemerintah ini dilakukan melalui berbagai cara. Dalam kajian ini akan menyampaikan bagaimana progress dari masing-masing kebijakan pemerintah yang kemudian ditindaklanjuti oleh PLN. B. Dukungan Pemerintah terhadap PLN dan Tindak Lanjutnya Sejak 2010, PLN telah memberikan dukungan yang tidak hanya berupa subsidi. Diantaranya dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 1
Tabel 1. Dukungan Pemerintah terhadap PT. PLN (Persero) 2010 2011 2012 - Memberikan - Memberikan - Memberikan pinjaman lunak jaminan penuh jaminan penuh kepada PLN terhadap atas kewajiban sebesar Rp 7,5 pembayaran pembayaran triliun dalam kewajiban PLN pinjaman PLN APBNP 2010 kepada kreditur kepada kreditur dengan jangka perbankan yang perbankan waktu menyediakan sebesar Rp 623 pengembalian 10pendanaan/kredit miliar 15 tahun dengan untuk proyekmasa tenggang 5 proyek tahun. pembangunan pembangkit listrik (FTP 10.000 MW) - Tambahan margin - Meningkatkan subsidi listrik kapasitas sebesar 3% pendanaan sehingga menjadi eksternal PLN 8%, untuk dengan meningkatkan menaikkan kapasitas margin subsidi pendanaan listrik menjadi eksternal PLN. 8%
2013 2014 - Memberikan - Memberikan jaminan kepada jaminan kepada kreditur kreditur perbankan/badan perbankan/badan usaha yang turut usaha yang turut berperan serta berperan serta dalam dalam pembangunan pembangunan Percepatan Percepatan Pembangunan Pembangunan Pembangkit Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Listrik tahap I dan II tahap I dan II
- Memberikan - Memberikan - Memberikan margin kepada margin kepada margin kepada PLN dalam rangka PLN dalam rangka PLN dalam rangka pemenuhan pemenuhan pemenuhan persyaratan persyaratan persyaratan pembiayaan pembiayaan pembiayaan investasi sebesar investasi sebesar investasi sebesar 7% (tujuh persen) 7% (tujuh persen) 7% (tujuh persen)
- Pemerintah mengalokasikan dana untuk kewajiban penjaminan sebesar Rp 1.000,0 miliar untuk PLN sebagai jaminan atas kemungkinan terjadinya default.
Sumber: - Nota Keuangan, Kementerian Keuangan, 2010-2014,
1. Subsidi Listrik Subsidi listrik merupakan bagian dari pos belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Subsidi juga diberikan demi terjaganya stabilitas pasokan listrik negara. Alasan lain mengapa subsidi diberikan adalah karena subsidi dapat menutup kerugian yang dialami PLN dalam memproduksi listrik. Dalam menyediakan pasokan listrik, PLN dibebani dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik yang cukup tinggi, sementara itu, tarif yang dibebankan kepada pelanggan lebih rendah dari biaya produksinya, yaitu BPP. Meskipun demikian, Pemerintah sendiri berupaya untuk mengurangi nilai subsidi listrik ini, dengan harapan, nilai yang tadinya digunakan untuk subsidi dapat dipindahkan untuk pembiayaan program Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 2
pembangunan lainnya. Upaya ini dilakukan dengan menaikkan tarif dasar listrik. Tentunya tidak seluruh masyarakat menjadi obyek dari kenaikan tarif listrik ini, mengingat masih banyak penduduk Indonesia yang masih tergolong kurang mampu. Subsidi listrik diprioritaskan bagi konsumen tidak mampu (450 s.d 1.300 VA), tarif lainnya ditetapkan sesuai BPP dan keekonomian secara bertahap. Bulan Mei 2014 ini merupakan awal dari pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2013 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan oleh PLN. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa untuk pelanggan industri menengah (I-3) daya di atas 200 kVA go public, dan pelanggan industri besar (I-4) daya 30.000 kVA akan dilakukan penyesuaian tarif tenaga listrik secara bertahap setiap 2 (dua) bulan. Kenaikan tarif tenaga listrik ini ditujukan hanya untuk Industri menengah dan industry besar, karena kelompok industry tersebut dianggap mampu membiayai pemakaian listriknya tanpa subsidi dari pemerintah. Dengan adanya kenaikan tarif tenaga listrik untuk industri, maka besaran nilai subsidi ini menurun dari tahun 2013 ke 2014. Grafik 1. Perkembangan Subsidi Listrik (dalam milyar rupiah)
Sumber: -LKPP, BPK RI, 2007-2012
Kenaikan tarif ini oleh PLN dapat digunakan untuk meningkatkan layanannya kepada pelanggannya, dengan menambah pasokan listrik sehingga dapat dirasakan di seluruh area Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia masih banyak yang belum menerima pasokan listrik secara optimal, bahkan di daerah pelosok tidak menerima pasokan listrik sama sekali. Distribusi pasokan listrik tahun 2012 dapat dilihat dari rasio elektrifikasi yang disajikan dalam gambar 1. Ratio elektrifikasi nasional pada tahun 2011 sebesar 72,95%, sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 75,30%. Untuk tahun 2013, rasio elektrifikasi nasional ditargetkan sebesar 77,65%, dan ini akan terus ditingkatkan menjadi 80% pada tahun 2014. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 3
Gambar 1. Rasio Elektrifikasi Indonesia Tahun 2012
Sumber: Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, 2012
2. Dukungan Pinjaman dan Penjaminan Pinjaman untuk Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 Mw
Percepatan
Dalam rangka mewujudkan target rasio elektrifikasi di atas dan penyediaan listrik yang tarifnya lebih murah, maka Pemerintah dan PLN merencanakan penambahan kapasitas pembangkit dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik. Berdasarkan RUPTL PLN 2011-2020, pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik diproyeksikan sekitar 8.46% pertahun dan kapasitas pembangkit sebesar 55.795 MW hingga tahun 2020 atau rata-rata 5.580 MW pertahun. Untuk memenuhi target penambahan daya, Pemerintah telah menugaskan PLN untuk melaksanakan percepatan pembangunan sejumlah stasiun pembangkit, yang kemudian dikenal dengan Program Pembangunan Pembangkit 10.000 Mw Tahap 1 (FTP-1), yang disusul dengan program lanjutannya, Program Pembangunan Pembangkit 10.000 Mw Tahap 2 (FTP-2). Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 Mw Tahap 1 (FTP-1) dilakukan dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di 37 lokasi di Indonesia, yang meliputi 10 lokasi dengan jumlah kapasitas 7.490 Mw di Jawa – Bali; 12 lokasi dengan kapasitas 1.600 Mw di Indonesia Barat dan 15 lokasi dengan kapasitas 885 Mw di Indonesia Timur. Komposisi pendanaan untuk program ini adalah 85% dari pinjaman perbankan yang sepenuhnya dijamin oleh Pemerintah sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia (PP) No. 91 Tahun 2007 pengganti dari PP No. 86 Tahun 2006 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 4
tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara, sedangkan sisanya 15% bersumber dari dana internal PLN. Pinjaman perbankan untuk proyek pembangkitan adalah sebesar US$5,1 miliar untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang asing dan Rp21,7 triliun untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang lokal. Pinjaman perbankan untuk proyek transmisi yang terkait langsung dan tidak langsung dengan proyek percepatan 10.000 Mw adalah sebesar US$116 juta untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang asing dan Rp4,8 triliun untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang local.1 Secara keseluruhan, pembangkit program FTP-1 yang telah beroperasi sampai dengan akhir tahun 2012 sebesar 4.510 Mw, yaitu: 1. PLTU 1 Banten – Suralaya 1 x 625 Mw, 2. PLTU 2 Banten – Labuan 2 x 300 Mw, 3. PLTU 3 Banten – Lontar 3 x 315 Mw, 4. PLTU 1 Jawa Barat - Indramayu 3 x 330 Mw, 5. PLTU 1 Jawa Tengah – Rembang 2 x 315 Mw, 6. PLTU 2 Jawa Timur – Paiton 1 x 660 Mw, 7. PLTU Sulawesi Utara – Amurang 2 x 25 Mw, 8. PLTU Sulawesi Tenggara – Kendari 1 x 10 Mw. Dengan kata lain, pernambahan daya menurut lokasi geografis menunjukkan bahwa: (1) Area Jawa-Bali mendapatkan penambahan daya sebesar 4.450Mw, (2) Sistem Indonesia Timur mendapatkan penambahan daya sebesar 60Mw.2 Berikut jumlah pembangkit yang aktif hingga tahun 2012. Tabel 2. Jumlah Unit Pembangkit PT. PLN hingga 2012 Tahun
PLTA
PLTU
PLTG
PLTGU
PLTP
PLTD
PLTM G PLT Surya PLT Bayu 2 -
2004
190
41
55
51
8
4,776
2005
191
41
60
51
8
4,859
2
-
-
2006
203
43
60
53
8
4,670
2
-
-
2007
196
45
54
60
9
4,705
2
-
1
2008
189
48
58
61
11
4,635
2
-
4
2009
201
49
63
59
9
4,626
4
-
2010
199
55
73
50
11
4,619
8
4
4
2011
213
59
71
61
10
4,842
4
8
1
2012
216
66
76
66
4
4,576
30
4
-
3
Sumber: Statistik PLN, 2012
Sementara itu, percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan (panas bumi dan hidro), batubara, dan gas dipusatkan pada Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 Mw Tahap 2 (FTP-2). Pendanaan pembangunan pembangkit ini akan bersumber dari APBN, Anggaran PLN, pinjaman lunak dan pinjaman 1 2
Annual Report PLN, 2012 Annual Report PLN, 2012 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 5
bentuk lainnya. Hingga saat ini, menurut PLN pembangkit yang sudah beroperasi dari FTP-2 ini hanyalah PLTP Patuha 1x55 Mw, sedangkan mayoritas proyek FTP-2 baru akan selesai di 2017.3 Adapun hal-hal yang menjadi hambatan dalam proses pembangunan antara lain: 1. Aspek Regulasi Perijinan penggunaan lahan: Sebagian besar lokasi pengembangan pembangkit terletak di kawasan hutan lindung / hutan konservasi/ taman nasional, khususnya PLTP. Pembebasan Lahan: Adanya opini bahwa PLN adalah bukan Pemerintah, sehingga pembebasan lahan harus dilakukan dengan pola business-to-business yang lebih menyita waktu dan biaya. Ketidakpastian waktu dan proses perijinan. Pengembang meminta waktu eksplorasi paling lambat 5 tahun (sesuai UU 27/2003 & PP 59/2007), sehingga COD minimal 7 tahun, berdampak mundurnya COD proyek PLTP FTP II. 2. Aspek Pendanaan Alokasi risiko yang belum diatur dengan jelas, menjadikan faktor risiko sebagai “terms” yang harus dinegosiasikan. Pengembang meminta kepastian bentuk jaminan kelayakan usaha PLN. Kebutuhan dana “equity” yang besar yang umumnya diperlukan untuk eksplorasi. 3. Aspek Teknis Potensi cadangan uap pada pembangkit PLTP tidak ada atau lebih kecil dari perkiraan. Pemindahan lokasi pembangkit, karena kondisi lokasi tidak memungkinkan dibangun pembangkit baru.4 Berdasarkan Permen ESDM No.1 Tahun 2012, maka Proyek Percepatan Pembangkit 10.000 Mw Tahap II berada di 98 lokasi dengan kapasitas 10.047 Mw, dengan rincian 26 lokasi dan kapasitas 3.757 Mw akan dibangun oleh PLN, sedangkan 72 lokasi dan kapasitas 6.290 Mw akan dibangun oleh Indonesia Power Produce (swasta) termasuk jaringan transmisi terkaitnya. 3. Dukungan Peningkatan Margin Usaha dalam Subsidi Listrik Seperti disampaikan sebelumnya, dukungan pemerintah terhadap PLN tidak hanya dalam bentuk pemberian jaminan pinjaman dalam membangun pembangkit baru, namun juga diwujudkan dalam bentuk 3 4
Investor Daily, 5 Mei 2014. “PLN targetkan 98% Pembangkit Non-BBM” Annual Report PLN, 2012 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 6
tambahan margin usha dalam subsidi listrik menjadi 8% pada tahun 2010-2011 dan kemudian turun menjadi 7% di tahun 2012 hingga sekarang. Margin subsidi ini diberikan dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PLN. Dalam memasok listrik Indonesia, PLN menghadapi risiko antara lain fluktuasi nilai tukar, suku bunga, harga energi primer dan risiko proyek. Untuk menjaga agar PLN tidak mengalami kesulitan likuiditas dan pendanaan, maka Pemerintah memberikan margin usaha. Pemberian margin usaha merupakan upaya agar kondisi keuangan PLN semakin baik dan bankable, yang antara lain ditunjukkan dengan indikator consolidated interest coverage ratio (CICR) di atas dua persen. Tingkat CICR di atas dua persen diperlukan oleh PLN agar dapat memenuhi syarat untuk melakukan penerbitan global bond di pasar internasional. Pendanaan dari obligasi (pinjaman) di pasar internasional tersebut diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik yang merupakan faktor penting dalam menjamin ketersediaan pasokan listrik dan pertumbuhan penjualan tenaga listrik (growth sales) untuk memenuhi peningkatan kebutuhan masyarakat. Kondisi keuangan PLN masih terpengaruh oleh efek krisis keuangan 1998 yang mengakibatkan kurangnya investasi. Akibat depresiasi mata uang rupiah yang besar pada saat krisis tersebut, modal PLN telah menyusut akibat akumulasi kerugian hingga sebesar Rp15 triliun dalam 5 tahun terakhir (sampai dengan 2008). Sekalipun sejak 2009 PLN telah mendapatkan margin PSO sebesar 5% (2009) dan 8% (2010 dan 2011) sehingga secara laporan keuangan PLN telah mencetak laba, likuiditas yang ada hanya cukup untuk menutupi biaya operasional, sehingga belum ada dana internal yang memadai untuk mendukung kegiatan investasi. Grafik 2. Perbandingan Subsidi Pemerintah, Pendapatan, Biaya, Laba, dan Arus Kas Investasi PT. PLN (Persero) (dalam juta Rupiah)
Sumber: Annual Report PLN, 2007-2012 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 7
Bisa dilihat dalam grafik 2 di atas, bahwa kondisi laba operasi yang kecil kurang mampu menaikkan nilai investasi seperti yang diharapkan. Padahal dalam memberikan subsidi dan margin usaha, harapan pemerintah adalah agar investasi PLN lebih mudah tumbuh sehingga infrastrukturnya cepat bertambah. Namun kondisinya tidak demikian, subsidi yang merupakan sumber utama pendapatan PLN selain penjualan tenaga listrik, dimanfaatkan hampir seluruhnya untuk menutup biaya operasi, sehingga meninggalkan laba operasi yang sedikit dan profit margin PLN relative kecil (<20%) dibanding industry manufaktur lainnya yang idealnya mencapai margin laba 20%. Grafik 3. Perkembangan Profit Margin PT. PLN Persero
Sumber: Data Olahan, Annual Report PLN, 2007-2012
C. Pemanfaatan Dukungan Pemerintah dalam Operasional PLN Nilai subsidi dari pemerintah ini merupakan sumber pendapatan terbesar kedua bagi PLN. Dalam operasionalnya pendapatan ini digunakan untuk menutup biaya operasional PLN, yang dimana sebagian besar biaya ini diperuntukkan untuk pembelian bahan bakar. Berikut adalah pemanfaatan pendapatan PLN dalam menyediakan pasokan listrik. Tabel 3. Biaya Operasional PLN Sesuai Jenis Pembangkit Jenis Pembangkit
Kapasitas Terpasang (MW)
Energi yg
Jumlah Pembangkit
Biaya Operasional Rata-rata (juta Rp/GWh)
Diproduksi
Bahan
(GWh)
Bakar *)
Pemeliharaan
Penyusutan
Lain-
Aktiva
lain
Pegawai
Jumlah
PLTA
351,551
216
10,525
21.29
30.80
81.62
4.08
18.09
155.87
PLTU
14,446
66
73,823
626.25
62.46
112.93
1.96
6.54
810.14
PLTG
2,973
76
5,668
2,135.84
66.39
145.34
2.82
12.59
2,362.99
PLTGU
8,814
66
34,569
884.31
44.07
66.36
3.02
4.05
1,001.80
PLTP
548
4
3,558
1,015.92
17.26
70.63
1.81
15.87
1,121.50
PLTD
2,599
4,576
3,484
12,567.45
566.09
183.80
17.93
105.73
13,440.99
Sumber: Statistik PLN, 2012
Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa biaya operasional per GWh yang paling tinggi adalah untuk pembangkit listrik berbahan bakar minyak (PLTD) namun energy yang diproduksi sangatlah sedikit. Hal ini karena bahan bakar Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 8
PLTD merupakan bahan bakar dengan harga tinggi dan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap US Dollar yang tidak stabil dan cenderung melemah. Selain itu biaya pemeliharaan per Gwh untuk pembangkit ini sangat tinggi dibandingkan dengan pembangkit lainnya. Hal ini merupakan kondisi inefisiensi yang hingga kini masih terjadi, karena minyak masih digunakan dan pemakaiannya tidak menunjukkan kondisi penurunan bahkan dari tahun ke tahun cenderung bertambah, seperti terlihat di tabel 4. Tabel 4. Pemakaian Bahan Bakar per Jenis Pembangkit
Sumber: Statistik Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, 2012
Hal yang sama seperti pemakaian BBM, di pembangkit listrik dengan tenaga gas (PLTG) juga terjadi inefisiensi, dimana energy yang diproduksi sedikit namun mengeluarkan biaya yang relative tinggi, terutama biaya bahan bakar, mengingat biaya bahan bakar gas merupakan bahan bakar dengan harga paling tinggi. Berikut perbandingan harga tiap bahan bakar. Grafik 4. Perbandingan Harga Bahan Bakar Pembangkit Listrik
Sumber: Statistik PLN, 2009-2012
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 9
Sementara itu untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara memproduksi energy paling besar dengan biaya per kWh yang relative lebih kecil. Batubara juga menjadi bahan bakar yang porsinya paling banyak memberikan energy bagi PLN di tahun 2012 (grafik 3). Penggunaan batubara sebagai bahan bakar merupakan efek dari percepatan pembangunan pembangkit 10000 mW. Dengan ini berarti PLN makin mempertimbangkan efisiensi dalam operasinya dan dengan adanya fasilitas pembangkit baru berbahan bakar batubara diharapkan penggunaan bahan bakar minyak dapat dikurangi. Grafik 5. Produksi Energi per Bahan Bakar
Sumber: Statistik PLN, 2012
Selain optimalisasi penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar non-BBM, dalam upaya mengurangi subsidi listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan PLN telah mengupayakan untuk melakukan program penurunan susut jaringan (losses) dan meningkatkan peran energi baru terbarukan dalam pembangkitan tenaga listrik. Peran energy baru terbarukan baru akan dimulai setelah program percepatan FTP-2 selesai. PLN berusaha mengurangi besaran susut jaringan sebagai salah satu ukuran keberhasilan peningkatan program efisiensi dan upaya menurunkan BPP untuk mengurangi besaran subsidi. Susut jaringan pada tahun 2012 sebesar 9,21% lebih baik dari tahun 2011 sebesar 9,41%. Pada tabel dibawah, terlihat bahwa angka susut jaringan telah menunjukkan ke arah perbaikan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 10
Grafik 6. Susut Jaringan 2007-2012
Sumber: Statistik Ketenagalistrikan, 2013
D. Upaya Penghematan Energi Listrik Pemerintah sejak Juni 2012 telah menghimbau masyarakat untuk melaksanakan penghematan BBM dan listrik. Salah satu kebijakan penghematan tersebut adalah agar dilakukan penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah serta penghematan penerangan jalan umum. Namun hingga 2013 progress dari program ini belum terlihat, sehingga penghematan belum optimal dilaksanakan. Penghematan penerangan jalan umum baru dilakukan di beberapa kota dengan mengganti jenis lampu jalan menjadi lampu yang hemat energy dan program tersebut baru dimulai tahun 2014 ini oleh kota Solo. Sementara gedung pemerintah baru sedikit yang menerapkan penghematan ini dengan menerapkan konsep green building. E. Penutup Dari beberapa informasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan pemerintah terkait penyediaan pasokan listrik oleh PLN masih memiliki kondisi yang belum optimal. Meskipun di beberapa area telah mengalami perbaikan namun masih perlu ditingkatkan lagi, seperti pemanfaatan subsidi listrik untuk operasional PLN sehingga memacu pengupayaan investasi PLN untuk infrastruktur yang diperlukan ke depannya. Percepatan pembangunan pembangkit 10.000 Mw merupakan salah satu efek positif dari dukungan pemerintah, namun pelaksanaannya sedikit terlambat karena adanya beberapa kendala dalam regulasi, pendanaan, dan hal teknis. Selain itu, selama solusi energy baru dan terbarukan belum terwujud maka ada baiknya jika program penghematan energy benar-benar ditegakkan demi pasokan listrik yang berkesinambungan. (MN)5
5
Referensi - Dukungan Pemerintah terhadap PT. PLN (Persero), Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, 2010 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR-RI | 11