BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang dan Identifikasi Masalah Pada saat ini sumber daya energi yang ada di dunia semakin menipis. Karena
semakin bertambahnya jumlah manusia di dunia maka penggunaan energi terus bertambah setiap tahunnya. Selain itu pada saat ini manusia terlalu mengandalkan sumber daya energi yang tak terbarukan seperti sumber energi yang berasal dari fosil makluk hidup di masa lampau. Apabila sumber daya energi tersebut digunakan secara terus menerus tanpa dilakukan suatu langkah penghematan maka dapat mengakibatkan krisis energi dunia. Bila di masa depan sudah tidak terdapat lagu sumber energi, maka manusia dapat kembali ke jaman batu hidup tanpa menggunakan energi terutama energi listrik. Langkah penghematan energi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan penerapan teknologi terbaru dapat dilakukan dengan cara penggunaan lampu hemat energi, penggunaan water cooling system, penggunaan panel surya pada bangunan, penggunaan teknologi penolahan limbah, dsb. Penghematan energi pada bangunan juga dapat dilakukan dengan cara pengoptimalan penggunaan energi alami juga dilakukan seperti pengoptimalan penggunaan ventilasi alami, pengoptimalan cahaya matahari, dsb. Penghematan energi dengan cara mengoptimalkan penggunaan energi alami dilakukan berdasarkan hasil rancangan bangunan yang dilakukan oleh arsitek karena dipengaruhi dari desain rancangan bangunan yang dirancang oleh arsitek.
Sumber Produksi Tenaga Listrik PLN 80000 GWh 60000 GWh 40000 GWh 20000 GWh 0 GWh
2010 Gas Alam
2011 Batu Bara
2012
Minyak Bumi
Tenaga Air
2013 Panas Bumi
Gambar 1. Diagram Sumber Produksi Tenaga Listrik PLN Sumber: Data Stastistik Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2010-2013
1
2 Berdasarkan gambar 1 diatas, dapat dilihat bahwa sumber tenaga listrik yang ada di Indonesia yang digunakan untuk menghidupkan listrik pada bangunanbangunan berasal dari batubara. Berdasarkan laporan dari Tempo dan Liputan 6, dikatan bahwa batubara Indonesia akan habis dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun lagi. Sehingga untuk menjaga agar penggunaan batubara di Indonesia menjadi maksimal, maka perlu dilakukannya suatu penghematan energi. Penghematan energi penting untuk dilakukan mengingat pada saat ini semakin banyaknya populasi manusia, semakin meningkatnya bisnis dan industri menjadikan penggunaan listrik di Indonesia dapat semakin tidak terkendali. Hal ini dapat mengakibatkan jumlah batubara akan semakin menipis.
Sektor Penjualan Tenaga Listrik PLN 77211 GWh
72132.54 GWh 80000 GWh 65111.57 GWh 64381 GWh 70000 GWh 60175.96 GWh 59824.94 GWh 54725.82 GWh 60000 GWh 50985.2 GWh 50000 GWh 34498 GWh 30988.64 GWh 40000 GWh 28307.21 GWh 27157.22 GWh 30000 GWh 20000 GWh 10000 GWh 0 GWh 2010 Industri
Rumah Tangga
2011 Bisnis
2012
2013
Lainnya (Sosial, Penerangan Jalan, Gedung Pemerintahan)
Gambar 2. Diagram Sektor Penjualan Tenaga Listrik PLN Sumber: Data Stastistik Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2010-2013
Bila dilihat dari gambar 2 diatas, dapat dilihat penggunaan listrik pada sektorsektor bangunan di Indonesia. Dapat dilihat bahwa sektor rumah tangga memiliki konsumsi energi paling besar bila dibandingkan dengan sektor indutri dan sektor bisnis. Hal ini disebabkan oleh waktu yang dihabiskan oleh seseorang di rumah lebih lama bila dibandingkan dengan seseorang berada di pabrik maupun kantor. Waktu yang dihabiskan oleh seseorang di dalam rumah rata-rata 100 jam per minggu nya. Sementara waktu yang dihabiskan oleh seseorang di kantor maupun pabrik memiliki waktu rata-rata hanya 40 jam per minggu nya bila seseorang bekerja selama 8 jam per hari. Bila dikalkulasikan dengan waktu setahun, maka seseorang dapat berada di rumah selama 5.200 jam per tahunnya. Sementara seseorang berada di kantor
3 maupun pabrik hanya selama 2.080 jam per tahunnya. Bila kita melihat data dari PLN tahun 2013 seperti yang terlampir dari gambar 2, konsumsi energi rumah tangga yang sebesar 77.211 GWh per tahunnya dibagi dengan jumlah waktu seseorang berada di rumah kurang lebih 5200 jam per tahun maka di dapatkan hasil penggunaan listrik rumah tangga sebesar 14,84 GWh. Sementara untuk sektor perkantoran dalam setahun konsumsi energi pada bangunan kantor pada tahun 2013 sebanyak 64.381 GWh per tahunnya dibagi dengan jumlah waktu seseorang berada di kantor kurang lebih 2080 jam per tahun maka di dapatkan hasil penggunaan listrik sektor bisnis sebesar 16,58 GWh. Sementara penghematan listrik untuk sektor industri sulit untuk dilakukan karena listrik pada sektor industri di dalam penggunaannya banyak menggunakan mesin, robot, dan alat-alat berat yang memakan konsumsi daya yang cukup besar untuk proses produksi suatu barang. Oleh sebab itu bila dilihat dari hasil rata-rata penggunaan energi dihubungkan dengan lamanya aktivitas manusia di dalam bangunan, penggunaan listrik pada bangunan kantor lebih boros bila dibandingkan dengan penggunaan di sektor rumah tangga. Oleh sebab itu sangat diperlukan penghematan energi pada bangunan kantor.
Gambar 3. Diagram pembagian energi di dalam bangunan kantor Sumber: http://www.greendiary.com/ways-reduce-energi-consumption-net-building.html, diakses 5 April 2015
Untuk melakukan penghematan energi di dalam bangunan kantor dapat dilakukan dengan memilih sistem yang menggunakan energi yang terbesar di dalam suatu bangunan kantor. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3 karena sistem pengudaraan menyerap 28% penggunaan energi pada bangunan, sehingga
4 diperlukannya perencanaan yang baik pada sistem tata udara. Besarnya panas dalam gedung terdiri dari beban panas eksternal dan internal, besarnya panas ini yang harus dipikul oleh beban pendinginan. Panas eksternal yang berasal dari luar bangunan itu seperti iklim di sekitar bangunan. Sementara panas internal berasal dari dalam bangunan itu sendiri seperti dari peralatan mekanikal, elektronik, serta aktifitas yang dilakukan di dalam bangunan tersebut. Penghematan pengudaraan pada bangunan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara pertama ialah dengan menggunakan teknologi yang diterapkan pada sistem tata udara bangunan. Salah satu langkahnya dengan mengganti mesin-mesin pendingin udara dengan mesin-mesin yang sudah menggunakan teknologi inverter (teknologi penghematan energi untuk sistem pendingin udara), menggunakan water cooling system, menerapkan sistem penghawaan hybrid. Cara kedua adalah dengan pendekatan desain arsitektural yaitu dengan mebuat kantilever atau selubung bangunan yang bertujuan untuk meminimalkan panas matahari yang merambat masuk ke dalam bangunan. Dengan semakin sedikitnya jumlah kalor yang masuk ke dalam bangunan, maka beban dari kerja sitem pengudaraan di dalam bangunan tersebut dapat dikurangi. Tabel 1. Kriteria Greenship RINGKASAN KRITERIA GREENSHIP NB Versi 1.1
Nilai
C Nilai
22%
17%
2 2 2 2 3 3 3 1
2 2 2 2 3 3 3 1
34%
26%
2 4 1 1 5 2
2 4 1 1 5 2
Water Conservation
27%
21%
WAC WAC WAC WAC WAC WAC WAC WAC
8 3 3 2 3 2
8 3 3 2 3 2
Kode
Kriteria
Appropriate Site Development ASD ASD ASD ASD ASD ASD ASD ASD
Basic Green Area Site Selection Community Accessibility Public Transportation Bicycle Site Landscaping Micro Climate Storm Water Management
Energi Efficiency and Conservation EEC EEC EEC EEC EEC EEC EEC
Electrical Sub Metering OTTV Calculation Energi Efficiency Measure Natural Lighting Ventilation Climate Change Impact On Site Renewable Energi (Bonus)
Water Metering Water Calculation Water Use Reduction Water Fixtures Water Recycling Alternative Water Resource Rainwater Harvesting Water Efficiency Landscaping
D
5
Material Resource and Cycle MRC MRC MRC MRC MRC MRC MRC
Fundamental Refrigerant Building and Material Reuse Environmentally Friendly Material Non ODS Usage Certified Wood Prefab Material Regional Material
1
Outdoor Air Introduction CO2 Monitoring
Total Nilai Keseluruhan Maksimum
2
2 3 2 2 3 2 1
6
10%
1 2
5
1 2 3 1 1 1 1 1
8
13%
1
1 2 2 3 2 1 2 1 1
%
1 1
Building Environmental Management Basic Waste Management GP as a Member of The Project Team Pollution of Construction Activity Advanced Waste Management Proper Commissioning Submission Green Building Data Fit Out Agreement Occupant Survey
14%
2
Environmental Tobacco Smoke Control Chemical Pollutants Outside View Visual Comfort Thermal Comfort Acoustic Level
BEM BEM BEM BEM BEM BEM BEM BEM
2
3 %
Indoor Health and Comfort IHC IHC IHC IHC IHC IHC IHC IHC
2
%
2 3
6 7
Sumber: Green Building Council Indonesia, diakses 5 April 2015
Tabel 2. Poin perhitungan OTTV
Sumber: Green Building Council Indonesia, diakses 5 April 2015
Pada tabel 1 diperlihatkan bahwa untuk mendapatkan predikat sebuah gedung memiliki penilaian yang baik harus memperhatikan aspek-aspek yang tertera pada tabel tersebut. Dengan melihat poin yang dapat diraih dari setiap aspek, aspek efisiensi dan konservasi energi memiliki nilai yang tertinggi yaitu 26% dari total penilaian secara keseluruhan. Dengan demikian ada baiknya difokuskan untuk melakukan penghematan di aspek ini. Melihat poin-poin yang terkandung di dalam aspek ini memuat beberapa sub-poin. Diantara sub-poin yang terdapat pada aspek efisiensi dan konservasi energi, sub-poin pengukuran efisiensi energi memiliki persentase 20% di dalam penilaian perhitungan penghematan energi pada bangunan
6 secara keseluruhan. Di dalam sub-poin pengukuran efisiensi dan konservasi energi tersebut, di dalamnya menyangkut poin kalkulasi OTTV. Mengurangi nilai OTTV (Overall thermal transfer value) dapat dilakukan dengan menggunakan kantilever ataupun selubung bangunan ini, pada bagian dinding luar bangunan. Untuk membatasi perolehan panas akibat radiasi matahari lewat selubung bangunan, yaitu dinding dan atap, sesuai dengan SNI 03-6389-2000 maka ditentukan nilai perpindahan termal menyeluruh untuk selubung bangunan tidak melebihi 45 Watt/m2. Dengan semakin minimnya radiasi matahari yang masuk ke dalam bangunan, maka meringankan beban kerja pendingin udara di dalam bangunan. Pendingin udara yang beban kerjanya tidak terlalu berat maka akan menurunkan jumlah pemakaian listrik pada bangunan tersebut.
Gambar 4. Diagram peningkatan GDP beberapa negara di Kawasan Asia Pasifik Sumber: www.cushmanwakefield.com, diakses 22 Maret 2015
Akibat dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia seperti yang terlihat pada gambar 4 di atas, diperlihatkan bahwa Indonesia mengalami kenaikan 5% GDP (Gross Domestic Product) pada tahun 2014. Kenaikan GDP ini membuktikan bahwa di Indonesia mengalami peningkatan produksi akan barang dan jasa. Semakin meningkatnya perekonomian suatu negara, menyebabkan semakin banyaknya permintaan akan ruang kantor. Dengan didukung oleh para stake-holder, pembangunan gedung perkantoran di Indonesia terus berlanjut. Jakarta sebagai salah satu kota yang memiliki peranan besar di dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dilirik oleh para stake holder.
7 Kawasan yang akan dibangun adalah kawasan TB Simatupang. Kawasan ini berada di pinggir jalan Tol lingkar dalam Jakarta, Tol Jakarta-BSD, dan Tol JORR W2. Pemilihan lokasi pada Jalan TB Simatupang yang berada di sisi yang dekat dengan Lebak Bulus dengan alasan lokasi tersebut akan dilewati oleh jalur Mass Rapid Transit Lebak Bulus - Dukuh Atas. Lokasi ini juga berdekatan dengan kawasan Pondok Indah yang dilewati dengan jalur Bus Transjakarta koridor 8 jurusan Lebak Bulus - Harmoni. Dengan banyaknya angkutan umum dan ditunjang dengan letaknya yang berdekatan dengan akses jalan tol, menjadikan lokasi ini sangat strategis dari segi aksebilitas. Penataan ruang di sekitar lokasi tapak juga diatur sedemikian rupa agar dapat memicu pertumbuhan ekonomi pada daerah ini terwujudnya kawasan perkantoran, perdagangan, jasa dan campuran yang intensitas tinggi dengan konsep TOD yang terintegrasi dengan angkutan massal pada Kawasan Kebayoran Lama Selatan menurut RTRW DKI Jakarta bagian kedua puluh tuju mengenai Kecamatan Kebayoran Lama di dalam pasal 347 hingga pasal 359.
Gambar 5. Diagram prediksi permintaan luas kantor dengan konsep strata-title office dalam beberapa tahun ke depan Sumber: http://www.colliers.com/en-gb/indonesia, diakses 22 Maret 2015
Dalam riset yang dilakukan oleh Colliers Indonesia seperti yang terlihat pada gambar 5 di atas, terlihat bahwa permintaan akan kantor dengan sistem strata-title office atau dengan kantor dengan kepemilikan sertifikat strata-title kurang diminati di Jakarta. Pada gambar 5 terlihat baik kantor yang berada di kawasan CBD maupun kantor yang berada di kawasan di luar CBD, khususnya di Jalan TB Simatupang terlihat prediksi dari hasil riset mereka bahwa untuk beberapa tahun ke depan kantor
8 dengan kepemilikan strata-title tidak diminati lagi oleh konsumen. Konsumen lebih memilih jenis kantor yang menggunakan sistem sewa. Hal ini disebabkan karena kantor yang kepemilikannya strata-title konsumen memperhitungkan bahwa mereka memiliki ruangan pada bangunan kantor tersebut, tetapi tanah tempat bangunan itu berdiri tetap menjadi milik pengelolah bangunan. Apabila terjadi bencana alam yang merobohkan bangunan kantor tersebut, maka konsumen menjadi kehilangan hak nya atas ruangan yang dimilkinya. Dengan pertimbangan hal tersebut maka kantor dengan sistem sewa tetap memiliki prospek yang lebih menjanjikan daripada kantor dengan sistem strata-title.
Gambar 6. Diagram prediksi permintaan luas kantor sewa dalam beberapa tahun ke depan Sumber: http://www.colliers.com/en-gb/indonesia, diakses 22 Maret 2015
Bila dilihat dari hasil riset Colliers Indonesia yang terlihat pada gambar 6 di atas mengenai jumlah permintaan ruang kantor sewa, jumlah permintaan akan ruang kantor sewa di Jakarta pada area CBD dan TB Simatupang pada tahun 2015 ini terdapat ruang kantor yang kosong. Tetapi untuk prospek dalam 2 tahun selanjutnya pada area CBD akan terdapat ruang kantor sewa yang kosong, pada tahun 2018 daerah ruang kantor sewa pada daerah CBD akan terisi penuh. Sementara pada tahun 2016 jumlah permintaan ruang kantor sewa pada bangunan kantor di TB Simatupang hanya akan menghabiskan jumlah paskan yang berlebih dari tahun 2015, hal ini disebabkan banyaknya bangunan perkantoran yang menggunakan konsep strata-title office yang didirikan selesai pada tahun 2016. Sementara untuk tahun 2017, jumlah permintaan ruang kantor sewa akan tumbuh kembali tanpa adanya ruang kantor yang tidak tersewakan seiring dengan adanya pembangunan beberapa bangunan kantor
9 yang selesai dibangun pada tahun 2017 dengan sistem sewa. Dengan melihat perbandingan antara permintaan akan ruang sewa kantor pada kawasan CBD dan TB Simatupang dapat ditarik kesimpulan bahwa bangunan kantor di TB Simatupang memiliki prospek menjanjikan untuk 2 tahun ke depan dengan minimnya angka kemungkinan ruang kantor yang tidak tersewakan.
Gambar 7. Diagram perbandingan harga sewa ruang kantor pada kawasan CBD dan kawasan di luar CBD Sumber: http://www.colliers.com/en-gb/indonesia, diakses 22 Maret 2015
Bila dilihat dari gambar 7 di atas dapat terlihat bahwa perbandingan antara harga sewa ruang kantor antara di kawasan CBD dengan kantor yang berada di luar CBD. Dapat dilihat bahwa harga sewa ruang kantor di daerah CBD lebih mahal 45% dari harga sewa ruang kantor yang berada di luar kawasan CBD. Hal ini menjadi salah satu faktor beberapa perusahaan yang memerlukan ruang kantor lebih memilih berinvestasi di wilayah di luar kawaan CBD. Terutama untuk perusahaan kelas menengah yang memiliki keterbatasan modal, apabila menyewa ruang kantor di daerah CBD maka akan mendapatkan luasan kantor yang lebih sempit dibandingkan dengan menyewa di daerah yang berada di luar kawasan CBD Jakarta. Dengan melihat berbagai aspek ekonomi wilayah, maka pembangunan sebuah bangunan kantor dapat menunjang kegiatan perekonomian di Indonesia. Pemilihan wilayah TB Simatupang sebagai wilayah untuk pembangunan proyek tersebut didasarkan dengan memperhatikan aspek prospek wilayah di masa depan, jalur transportasi umum masal, dan aspek perekonomian wilayah. Penghematan energi pada bangunan dilakukan dengan cara menggunakan selubung bangunan yang
10 bertujuan untuk mengontrol nilai OTTV pada permukaan bangunan. Pengontrolan nilai OTTV ini bertujuan untuk meringankan kerja sistem pendingin udara. Sistem tata udara yang berkerja tidak terlalu berat maka akan mengurangi jumlah pemakaian listrik pada bangunan. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: • Bagaimana merancang selubung bangunan yang dapat beradaptasi dengan intensitas perambatan panas matahari sehingga dapat mengurangi beban pendingin udara di dalam bangunan? • Bagaimana merancang organisasi gubahan masa yang sesuai dengan kebutuhan bangunan kantor? 1.3
Ruang Lingkup
1.3.1 Ruang Lingkup Materi Sesuai dengan maksud dan tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini, maka dalam studi akan menelaah hal-hal sebagai berikut : • Konsep green building sebagai pendekatan untuk menciptakan bangunan yang berkelanjutan, yaitu dengan penataan penggunaan energi yang hemat dan ramah lingkungan. Penghematan energi yang dilakukan dilakukan dengan cara kontrol terhadap aspek OTTV. •
Konsep bentukan massa bangunan dan fungsi ruang untuk menciptakan
massa bangunan yang meiliki bentukan yang estetis tetapi tetap memberikan kemudahan di dalam penggunaan fungsi ruang di dalamnya. 1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah Studi Wilayah studi berada di kawasan TB Simatupang, Kecamatan Kebayoran Lama, Kotamadya Jakarta Selatan. Areal studi dibagi menjadi: • Makro, yaitu tapak terletak pada lokasi di Kawasan TB Simatupang dengan analisa lingkungan makro diantaranya pusat perekonomian masyarakat, pusat perbelanjaan, dan fasilitas-fasilitas yang berada di Kawasan TB Simatupang. • Mikro, yaitu ruang lingkup perancangan difokuskan pada bagian dari tapak makro yang akan dilakukan perencanaan.
11
Gambar 8. Peta zonasi Kawasan TB Simatupang Sumber: Perda No.1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail dan Tata Ruang (RDTR)
Gambar 9. Keterangan zonasi Kawasan TB Simatupang Sumber: Perda No.1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail dan Tata Ruang (RDTR)
1.4
Tujuan dan manfaat Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Untuk mengetahui hubungan antara desain selubung bangunan dengan konsep konservasi energi. • Untuk menciptakan bangunan kantor yang hemat energi dan dapat memenuhi kebutuhan pengguna bangunan tersebut dengan baik.
12 1.5
Hipotesis Hipotesis yang dapat ditarik oleh penulis adalah dengan menerapkn selubung
bangunan pada bangunan yang dirancang, dapat menurunkan nilai OTTV pada permukaan bangunan. Dengan nilai OTTV yang kecil, dapat memperingan kerja dari sistem pendingin udara. Dengan semakin ringannya kerja sistem pendingin udara dapat menurunkan pemakaian listrik. 1.6
Skematik Pembahasan
Gambar 10. Skematik Pembahasan Sumber: analisis pribadi